• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI, SELEKSI, DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI DARI KAPANG ENDOFIT DAUN

PARIJOTO (

Medinilla speciosa

Blume) TERHADAP

Staphylococcus aureus

,

Bacillus subtilis

,

Escherichia coli

,

dan

Shigella dysenteriae

SKRIPSI

RACHMA AYUNDA

NIM. 1111102000054

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI, SELEKSI, DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI DARI KAPANG ENDOFIT DAUN

PARIJOTO (

Medinilla speciosa

Blume) TERHADAP

Staphylococcus aureus

,

Bacillus subtilis

,

Escherichia coli

,

dan

Shigella dysenteriae

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

RACHMA AYUNDA

NIM. 1111102000054

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nama : Rachma Ayunda

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang

Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume)

Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,

Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae

Kapang endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualistis. Kapang endofit dapat menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai senyawa antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, menseleksi, dan menguji aktivitas antibakteri dari kapang endofit daun parijoto (Medinilla speciosa Blume) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae. Tanaman Parijoto (Medinilla speciosa Blume) merupakan tanaman yang tumbuh di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Jawa Tengah yang secara tradisional yang digunakan sebagai obat diare, sariawan, antiradang, dan antibakteri. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah metode difusi cakram atau Kirby-Baurer. Dari hasil penelitian ini diperoleh 20 isolat kapang endofit yang didapat dari daun yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri diperoleh 10 isolat kapang endofit, yaitu isolat DPU 1, DPU 3, DPU 4, DTE 1, DTE 3, DTU 1, DTU 4, DTU 6, DTU 7, dan DTU 9 yang aktif terhadap bakteri uji tertentu, yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan

Shigella dysenteriae. Penelitian ini memperlihatkan bahwa daun Medinilla speciosa Blume mengandung kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri.

(7)

ABSTRACT

Name : Rachma Ayunda

Program Study : Pharmacy

Title : Isolation, Selection, and Antibacterial Activity from Mold

Endophytic of Medinilla speciosa Blume Leaves Against Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella dysenteriae

Endophytic mold are microbes that live inside plant tissue at a certain period and are able to form colonies in plant tissue without harming the host, often symbiotic mutualism. Endophytic mold can produce secondary metabolites as a potential antimicrobial compounds. This study aims to isolate, selecting, and antibacterial activity from endophytic mold of leaves parijoto (Medinilla speciosa Blume) against Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella dysenteriae. Parijoto (Medinilla speciosa Blume) is a plant that grows in the village of the District Dawe Colo Kudus, Central Java which has traditionally been used as medicine for diarrhea, mouth sores, anti-inflammatory, and antibacterial. The method used to the antibacterial activity was disc diffusion method or the Kirby-Baurer. The results of this study was obtained 20 isolates of endophytic mold that was obtained from young green, dark green, and yellowish green leaves. Based on results antibacterial activity was obtained ten isolates of endophytic mold, which is isolates DPU 1, DPU 3, DPU 4, DTE 1, DTE 3, DTU 1, DTU 4, DTU 6, DTU 7, and DTU 9 active against certain bacteria test, which is

Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella dysenteriae. This study shows that the leaves of Medinilla speciosa Blume containing endophytic mold that have a potential as an antibacterial.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas segala nikmat, rahmat, dan karunianya-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam

senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang memberikan

petunjuk bagi umat manusia, semoga kelak kita mendapat syafaatnya di hari

akhir.

Skripsi dengan judul “Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari

Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap

Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella

dysenteriae” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mendapat

doa, bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Puteri Amelia, M,Farm., Apt selaku pembimbing pertama dan Bapak Saiful

Bahri, M.Si selaku pembimbing kedua yang senantiasa memberikan arahan,

dukungan, semangat, saran, dan solusi selama melaksanakan penelitian dan

penyelesaian skripsi ini. Semoga segala bantuan dan bimbingan Ibu dan Bapak

mendapatkan imbalan yang lebih baik di sisi Allah SWT.

2. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan motivasi, nasihat, bimbingan dan

ilmu kepada penulis selama menjalankan studi.

(9)

pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Semua laboran FKIK dan PLT yang telah membantu keseharian penulis selama

penelitian dan memberikan informasi tentang teknis pengerjaan di laboratorium

kepada penulis.

7. Ayahanda Alm. Eddyzal Zumartin, S.H dan Ibunda Diah Ernawati, M.M. yang

tiada hentinya memberikan dukungan, doa, nasihat, dan bantuan baik materil

maupun non materil selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan

skripsi ini. Serta adikku Suci Rachmadani, Eyang Haryanti, H. Alpha

Nugerahajati, S.Kom yang telah memberikan keceriaan dan kebahagiaan dalam

kehidupan ini.

8. Teman-teman seperjuangan penelitian di bidang mikrobiologi Ambar, Ati,

Arini, Puput, Brasti, Meri, Adit, Bachtiar, Karimah, Sumiati, Syaima, Fitri,

Faradhilla, dan Mozer, teman-teman Farmasi 2011, dan terkhusus untuk

sahabat terbaik Fitri dan Happy yang selalu menyemangatiku ketika lelah dan

menjadi motivator bagiku serta memberikan keceriaan semasa perkuliahan

sehingga penulisan skripsi ini selesai.

9. Pihak-pihak lain yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat

ditulis satu persatu, penulis akan selalu mengingat atas kebaikan dan

doa-doanya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih

terhadap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi sumbangan

pengetahuan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada

umumnya.

Ciputat, 18 Juni 2015

(10)
(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

(12)

3.3.6. Fermentasi Kapang Endofit ... 29

3.3.7. Cek Kemurnian Bakteri Uji ... 30

3.3.8. Uji Aktivitas Antibakteri ... 30

3.3.8.1. Peremajaan Bkateri Uji ... 30

3.3.8.2. Peremajaan Bkateri Uji ... 31

3.3.8.3. Peremajaan Bkateri Uji ... 31

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1. Kesimpulan ... 66

5.2. Saran ... 67

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ... 6

Gambar 4.1. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda ... 36

Gambar 4.2. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda ... 36

Gambar 4.3. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua... 37

Gambar 4.4. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua ... 37

Gambar 4.5. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan ... 37

Gambar 4.6. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan ... 38

Gambar 4.7. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus ... 41

Gambar 4.8. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Escherichia coli dan Shigella dysenteriae ... 43

Gambar 4.9. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 1 ... 45

Gambar 4.10.Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 3 ... 46

Gambar 4.11. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 4 ... 47

Gambar 4.12. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 1 ... 48

Gambar 4.13. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 3 ... 49

Gambar 4.14. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 1 ... 50

Gambar 4.15. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 4 ... 51

Gambar 4.16. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 6 ... 52

Gambar 4.17. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 7 ... 53

(14)

aureus ... 56

Gambar 4.20. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Bacillus subtilis .... 56

Gambar 4.21. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Escherichia coli .... 57

Gambar 4.22. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Shigella

dysenteriae ... 57

DAFTAR TABEL

Halaman

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 76

Lampiran 2. Determinasi Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ... 77

Lampiran 3. Bagan Kerja Isolasi Kapang Endofit ... 78

Lampiran 4. Bagan Kerja Pemurnian Kapang Endofit ... 79

Lampiran 5. Bagan Kerja Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi Sebagai Antibakteri ... 80

Lampiran 6. Bagan Kerja Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi Sebagai Antibakteri ... 81

Lampiran 7. Bagan Kerja Fermentasi Kapang Endofit ... 82

Lampiran 8. Bagan Kerja Identifikasi Bakteri Uji ... 83

Lampiran 9. Kerja Peremajaan Bakteri Uji ... 84

Lampiran 10. Bagan Kerja Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ... 85

Lampiran 11. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri ... 86

Lampiran 12. Hasil Fermentasi Kapang Endofit ... 87

Lampiran 13. Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ... 89

(16)
(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang, dimana tingkat kesadaran

masyarakat untuk menjaga kesehatan masih sangat kurang. Hal ini menyebabkan

masyarakat mudah untuk terjangkit suatu penyakit terutama penyakit infeksi

(Sumampouw et al., 2010). Penyakit infeksi ini dapat disebabkan beberapa

mikroba patogen seperti virus, bakteri, dan fungi.

Mikroba patogen merupakan mikroba penyebab penyakit infeksi yang

sering terjadi di masyarakat. Pengendalian mikroba patogen penting dilakukan

untuk mencegah penyebaran penyakit infeksi (Liana, 2010). Penyakit infeksi

dapat ditangani dengan menggunakan antibiotik. Terapi antibiotik beberapa tahun

lalu dinyatakan berhasil dalam mengatasi penyebaran mikroba patogen. Akan

tetapi, maraknya penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan

resistensi terhadap mikroba patogen (Sjahrurrahman et al., 1999). Hal ini

menyebabkan pencarian obat antimikroba (senyawa bioaktif) yang baru terus

dilakukan. Senyawa bioaktif dapat diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya

dari tumbuhan, hewan, mikroba dan mikroorganisme laut (Prihatiningtias, 2005).

Salah satu sumber senyawa bioaktif yang berasal dari mikroba adalah

mikroba endofit. Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan

tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan

tumbuhan tanpa membahayakan inangnya (Tan RX et al., 2001 dalam Radji,

2005). Tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang

menghasilkan metabolit sekunder (Rante et al., 2013). Mikroba endofit mampu

menghasilkan metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid,

kuinon, fenol dan sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai

potensi besar sebagai senyawa bioaktif (Tan RX et al., 2001 dalam

Prihatiningtias, 2005). Mikroba endofit dapat berupa bakteri atau kapang, tetapi

saat ini yang lebih banyak dieksplorasi adalah kelompok kapang endofit (Sinaga

(18)

2

antibiotik, antivirus, antimalaria, antikanker, antioksidan, antidiabetes, dan

imunosupresif (Radji, 2005).

Mikroba endofit dapat memproduksi senyawa-senyawa bioaktif, baik yang

sama dengan inangnya ataupun berbeda tetapi seringkali memiliki aktivitas

biologis yang serupa dengan senyawa bioaktif yang diproduksi inangnya (Sinaga

et al., 2009). Strobel dan Daisy (2003) dalam Sinaga et al, 2009 bahkan

menyatakan bahwa senyawa yang dihasilkan oleh mikroba endofit seringkali

memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan inangnya.

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa bioaktif merupakan

peluang yang sangat menantang dalam penyediaan bahan baku obat. Pembiakan

atau kultur mikroba endofit dapat dilakukan dalam jumlah yang sangat besar

tanpa memerlukan lahan yang luas sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhan.

Pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat juga akan

mereduksi kerusakan alam yang disebabkan oleh penebangan tumbuhan obat

dalam jumlah besar (Sinaga et al.,2009).

Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa

antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogen terhadap manusia,

hewan dan tumbuhan terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis

(Petrini et al., 1992 dalam Prihatingtias, 2005). Penelitian Dreyfuss et al., (1986)

dalam Prihatingtias, 2005 menunjukkan bahwa aktivitas isolat-isolat endofit

Pleurophomopsis sp. dan Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan

Cardamin heptaphylla mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi. Isolat-isolat

tersebut menghasilkan penisilin N, sporiofungin A, B, C. Suatu penelitian yang

dilakukan oleh Tscherter dan Dreyfuss (1982) dalam Petrini et al., (1992)

menghasilkan suatu kesimpulan bahwa galur-galur endofit Cryptosporiopsis pada

umumnya merupakan penghasil senyawa antibiotik berspektrum luas. Sebagai

contoh lain adalah phomopsikhalasin yang merupakan golongan sitokhalasin dan

merupakan senyawa metabolik kapang endofit Phomopsis sp. Dengan metode

difusi, senyawa ini mampu menghambat aktivitas bakteri Bacillus subtilis,

Salmonella gallinarium, dan Staphylococcus aureus (Horn et al., 1995 dalam

(19)

3

Salah satu kekayaan alam di Indonesia adalah Parijoto atau Medinilla

speciosa Blume. Medinilla merupakan genus yang berasal dari familia

Melastomataceae yang memiliki sekitar 418 spesies dan varietas genus. Medinilla

pertama kali ditemukan pada tahun 1800an di Philiphina yang digunakan sebagai

tanaman hias, spesies yang ditemukan adalah Medinilla magnificient (Mariana et

al., 2012). Medinilla speciosa Blume merupakan tanaman khas dari Desa Colo

Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Jawa Tengah yang tumbuh liar di lereng

gunung atau di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias

(Wibowo et al., 2012). Daun dan buah Medinilla speciosa Blume digunakan

secara tradisional bagi masyarakat sebagai obat diare, sariawan, antiradang, dan

antibakteri, khususnya daun M. speciosa yang digunakan sebagai obat diare

(Anonim, 2014).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak metanol, etil asetat dan

n-heksan buah Medinilla speciosa Blume memiliki aktivitas antibakteri pada

konsentrasi 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mg/mL

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pada konsentrasi

200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mg/mL ekstrak etil

asetat mempunyai aktivitas antibakteri lebih besar daripada ekstrak metanol dan

ekstrak n-heksan dengan diameter hambat 17,67 mm; 16,3 mm; 15,67 mm; 14,67

mm; 13,33 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan 12,33 mm; 11,33

mm; 10,67 mm; 9 mm; 8 mm terhadap bakteri Escherichia coli (Niswah, 2014).

Senyawa metabolit sekunder seperti glikosida, saponin, tanin, flavonoid,

terpenoid, dan alkaloid telah dilaporkan mempunyai aktivitas antibakteri (Okeke

et al., 2001 dan Rahman et al., 2010 dalam Niswah, 2014).

Sejauh ini, belum ditemukan adanya penelitian mengenai aktivitas

antibakteri yang terdapat dalam kapang endofit tumbuhan Medinilla speciosa

Blume. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah melakukan isolasi, seleksi,

dan uji aktivitas antibakteri dari kapang endofit daun parijoto (Medinilla speciosa

Blume) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan

(20)

4 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah pada daun parijoto (Medinilla speciosa Blume) dapat ditemukan

kapang endofit?

2. Apakah kapang endofit dari daun parijoto (Medinilla speciosa Blume)

memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus

subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae?

I.3 Hipotesis

Kapang endofit yang diisolasi dari daun parijoto (Medinilla speciosa

Blume) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus

subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk melakukan isolasi kapang endofit pada daun parijoto (Medinilla

speciosa Blume).

2. Untuk melakukan seleksi kapang endofit pada daun parijoto (Medinilla

speciosa Blume).

3. Untuk mengetahui aktivitas kapang endofit dari daun parijoto sebagai

senyawa antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,

Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi tentang keberadaan kapang endofit yang diisolasi dari

daun parijoto (Medinilla speciosa Blume).

2. Menambah pengetahuan peneliti di bidang mikrobiologi, khususnya tentang

kapang endofit yang mempunyai potensi sebagai penghasil senyawa

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Medinilla speciosa Blume 2.1.1 Taksonomi

Klasifikasi tanaman Medinilla speciosa Blume adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Filum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Melastomataceae

Genus : Medinilla

Spesies : Medinilla speciosa Blume

(GBIF, 2013)

2.1.2 Morfologi

Parijoto merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1-2 m; batang bulat,

kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi kasar, putih kecoklatan; daun

tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat, lunak, warna ungu

kemerahan, helaian daun bentuk lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata,

panjang 10-20 cm, lebar 4-15 cm, pertulangan melengkung, permukaan atas licin,

berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna hijau kelabu; bunga majemuk, di

ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda, kelopak 5 helai, ujung runcing, pangkal

berlekat, panjang 3-8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali lipat jumlah

mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok, warna merah keunguan, kepala

putik duduk di atas bakal buah, kepala putik bulat, ungu, mahkota lepas, 5 helai,

bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda; buah bulat, bagian ujung

berbenjol bekas pelekatan kelopak, diameter 5-8 mm, warna merah keunguan; biji

(22)

6

Gambar 2.1 Tumbuhan Parijoto / Medinilla speciosa Blume

[Sumber : Koleksi Niswah, 2014]

2.1.3 Tempat Tumbuh

Merupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan

kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuh baik pada tanah yang

berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800 m sampai 2.300 m di atas

permukaan laut. Berbunga pada bulan November-Januari dan waktu panen tepat

bulan Maret-Mei (Anonim, 2014).

2.1.4 Kandungan Kimia

Daun dan buah parijoto mengandung saponin dan kardenolin, di samping

itu buahnya mengandung flavonid dan daunnya mengandung tanin (Anonim,

2014). Selain itu, buah parijoto juga mengandung terpenoid dan glikosida

(Niswah, 2014 dan Mukkaromah, 2015).

2.1.5 Khasiat

Secara tradisional parijoto digunakan sebagai obat sariawan, diare,

antiradang dan antibakteri, khususnya daun parijoto yang digunakan sebagai obat

diare (Anonim, 2014). Parijoto dipercaya oleh masyarakat di daerah Gunung

Merapi dapat meningkatkan kesuburan janin dan kesehatan ibu hamil (Anggana,

(23)

7 2.2 Mikroba Endofit

2.2.1 Definisi

Endofit berasal dari bahasa Yunani, “endo” berarti di dalam dan “fit”

(phyte) berarti tumbuhan (Agusta, 2009). Mikroba endofit adalah mikroba yang

hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan

membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya.

Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang

mampu menghasilkan senyawa biologi atau senyawa metabolit sekunder yang

diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari

tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan RX et al., 2001 dalam Radji,

2005). Endofit mampu hidup pada variasi suhu yang luas, dengan suhu optimum

pada suhu 20°C sampai 26°C (Labeda, 1990).

Mikroba endofit terdiri atas bakteri, kapang, dan aktinomicetes, namun

yang paling banyak ditemukan adalah golongan kapang dan aktinomicetes.

Mikroba endofit mendapat perhatian besar karena dapat menghasilkan senyawa

bioaktif yang dapat berpotensi sebagai antibiotik disebabkan karena aktivitasnya

yang besar dalam membunuh beberapa mikroba patogen. Disamping itu, mikroba

endofit juga mampu menghasilkan senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai

antikanker, antimalaria, anti HIV, antioksidan, dan sebagainya (Prihatiningtias,

2006).

Mikroba endofit yang diisolasi dari tumbuhan obat akan memiliki aktivitas

yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas tumbuhan inangnya. Dilihat dari

segi efisiensi, hal ini menguntungkan, karena siklus hidup mikroba endofit lebih

singkat dibandingkan siklus hidup tumbuhan inangnya, sehingga dapat

menghemat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan senyawa tersebut. Jumlah

senyawa yang diproduksi dapat dibuat dengan skala besar dengan menggunakan

proses fermentasi. Disamping itu, keuntungan lain yang diperoleh, yaitu menjaga

kelestarian tumbuhan obat, terutama yang termasuk jenis tumbuhan langka, agar

tidak dieksploitasi secara terus menerus yang mengakibatkan kepunahan

(24)

8 2.2.2 Isolasi Kapang Endofit

Prosedur untuk mengisolasi kapang endofit pada umumnya relatif mudah.

Salah satu hal yang penting dalam mengisolasi kapang endofit adalah

mempertahankan kesegaran sampel. Bila sampel disimpan dalam waktu yang

cukup lama, akan terjadi kematian jaringan. Meskipun demikian, masih

memungkinkan untuk mengisolasi sejumlah kapang endofit dari jaringan yang

telah layu setelah penyimpanan beku (Freezing) dalam waktu lebih dari satu tahun

(Wahyudi, 1997).

Isolasi dimulai dengan melakukan sterilisasi permukaan. Pada umumnya,

untuk sterilisasi permukaan organ tumbuhan dengan cara merendamnya dalam

alkohol (70%-95%). Akan tetapi, kemampuan alkohol untuk mensterilkan

permukaan organ tumbuhan tersebut mempunyai spektrum yang sempit atau

sangat terbatas sehingga perlu dikombinasi dengan bahan kimia lainnya, dan

biasanya sering dikombinasikan dengan 5,3% larutan Natrium Hipoklorit

(NaOCl). Di samping itu, bahan kimia yang bersifat sebagai oksidan, seperti H2O2

(3%) dan KMnO4 (2%) juga dapat dipakai untuk mensterilkan permukaan organ

tumbuhan (Zang et al., 2006). Etanol merupakan derivat alkohol yang efektif dan

dapat diandalkan untuk sterilisasi dan disinfeksi. Natrium Hipoklorit adalah klorin

yang paling banyak dipakai untuk disinfeksi dan menghilangkan bau, karena

bersifat relatif tidak membahayakan bagi jaringan manusia, mudah ditangani,

tidak berwarna dan tidak mewarnai, meskipun dapat memudarkan warna (Block

SS, 1977 dan Chatim et al., 1993).

Sterilisasi dilakukan dengan cara mencuci tanaman yang masih segar

dengan air mengalir selama 10 menit. Setiap sampel dipotong menjadi

potongan-potongan kecil berukuran 1 cm, selanjutnya disterilisasi dengan cara

merendamkan ke dalam etanol dan NaOCl dan terakhir dibilas kembali dengan

etanol selama setengah menit (Wahyudi, 1997).

Proses isolasi selanjutnya dilakukan dengan metode tanam langsung yaitu

setelah perendaman berakhir pada etanol selama setengah menit, potongan sampel

dibiarkan kering di udara dalam Laminar Air Flow dan diletakkan di atas kertas

tisu steril. Potongan-potongan kecil tersebut kemudian diletakkan di atas media

(25)

9

permukaan belahan menempel pada agar medium. Tiap cawan petri bersisi 4

potongan (1, 2, 3 dan 4) (Wahyudi, 1997).

Pemilihan medium tumbuh pada tahap pertama isolasi mungkin juga akan

sangat berpengaruh terhadap jumlah dan jenis kapang endofit yang akan terisolasi.

Sebagai contoh, pada proses isolasi kapang endofit dari tanaman teh yang

menggunakan medium Corn Meal Malt Agar (CMMA) dengan antibiotik

kloramfenikol telah dilaporkan hanya 6 jenis kapang endofit yang berhasil

diperoleh (Agusta et al., 2006). Namun, pada proses isolasi kapang endofit dari

tanaman teh dengan menggunakan medium dari agar tanpa penambahan antibiotik

memberikan dua jenis kapang yang sama sekali berbeda dengan yang diperoleh

dari proses isolasi dengan medium CMMA dan antibiotik. Pada medium agar,

khamir memperlihatkan pertumbuhan yang lambat sehingga dapat digunakan

untuk purifikasi isolat kapang filamen yang tercampur dengan khamir (Agusta et

al., 2006).

Pembiakan isolat mikroba endofit membutuhkan waktu yang bervariasi.

Isolasi kapang endofit membutuhkan waktu yang relatif lama kurang lebih 5

sampai 21 hari diinkubasi pada suhu ruang (27-29°C). Waktu inkubasi yang

cukup lama ini disebabkan bahwa kebanyakan kapang endofit mempunyai sifat

sebagai mikroorganisme lambat tumbuh (Wahyudi, 1997).

Zhang et al., (2006) merekomendasikan bahwa kapang endofit akan mulai

tumbuh pada minggu kedua setelah inkubasi dan kapang yang tumbuh sebelum

waktu tersebut kemungkinan besar adalah kontaminan. Namun, perlu diingat

bahwa medium yang digunakan selama proses isolasi adalah medium yang kaya

akan nutrisi sehingga sangat mungkin untuk mempercepat pertumbuhan kapang

endofit. Pada medium yang kaya akan nutrisi seperti CMMA dan PDA, pada hari

ketiga atau keempat sudah terlihat adanya kapang endofit yang tumbuh.

Sementara pada medium yang relatif miskin nutrien, seperti medium agar,

membutuhkan waktu 1 sampai 2 minggu untuk pemunculan koloni kapang. Untuk

itu, cara yang paling rasional untuk mengidentifikasi kontaminan adalah dengan

melakukan isolasi kapang endofit berulang kali (paling tidak 3 kali) (Agusta et al.,

(26)

10 2.2.3 Fermentasi Mikroba Endofit

Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk

menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan

yang dikendalikan. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan kondisi medium,

komposisi medium, suplai O2 dan agitasi. Pada fermentasi terjadi perubahan

struktur kimia dan bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen

biologis terutama enzim sebagai bioakatalis. Produk fermentasi dapat digolongkan

menjadi 4 jenis yaitu : produk biomassa, produk enzim, produk metabolit, dan

produk transformasi (Judoamidjojo et al., 1990).

Dalam bioproses, fermentasi memegang peranan penting karena

merupakan proses utama bagi produksi senyawa-senyawa berbasis biologi.

Senyawa yang dihasilkan merupakan hasil metabolit dari mikroba seperti

antibiotik, asam-asam organik, aldehid, dan alkohol. Medium yang digunakan

dalam fermentasi harus memenuhi syarat seperti: mengandung nutrisi yang

dibutuhkan bagi pertumbuhan sel mikroba, mengandung nutrisi yang dapat

digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba, tidak mengandung zat yang dapat

membahayakan pertumbuhan sel, dan tidak terdapat kontaminan yang dapat

meningkatkan persaingan dalam penggunaan substrat (Judoamidjojo et al., 1990).

2.2.4 Kapang Endofit Penghasil Antimikroba

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh beberapa kapang

endofit yang menghasilkan antimikroba. Fisher (1989) menyatakan bahwa lebih

dari 30% kapang endofit yang berhasil diisolasi memiliki aktivitas terhadap

bakteri dan fungi patogen.

Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa

antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogen terhadap manusia,

hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothrium dan Microsphaeropsis

(Petrini, 1992). Penelitian Dreyfuss et al., (1986) dalam Widyati Prihatiningtias

(2006), menunjukkan aktivitas yang tinggi dari penisilin N, sporiofungin A, B

serta C yang dihasilkan oleh isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan

Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla. Kapang

(27)

11

dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Bacillus subtilis

(Simartama et al., 2007).

Cryptocandin adalah senyawa kapang yang dihasilkan oleh mikroba

endofit Cryptosporiopsis quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman obat

Tripterigeum wilfordii, dan berkhasiat sebagai antifungi yang patogen terhadap

manusia yaitu Candida albicans dan Trichopyton sp. Pestalotiopsis micrispora

merupakan mikroba endofit yang paling sering ditemukan di tanaman hutan

lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan metabolit sekunder ambuic

acid yang berkhasiat sebagai antifungi (Li, JY et al., 2001 dalam Radji, 2005).

Phomopsichalasin merupakan metabolit yang diisolasi dari mikroba endofit

Phomopsis sp., berkhasiat sebagai antibakteri Bacillus subtilis, Salmonella

enterica, Staphylococcus aureus, dan juga dapat menghambat pertumbuhan fungi

Candida tropicalis (Horn WS et al., 1995 dalam Radji, 2005).

2.3 Antimikroba 2.3.1 Definisi

Antimikroba merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba

yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba

penyebab infeksi pada manusia harus memiliki toksisitas selektif setinggi

mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba,

tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2007).

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,

yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik

dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun, antimikroba

sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan

kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibotik (Setiabudy, 2007).

2.3.2. Antibakteri

Antibakteri adalah zat aktif yang memiliki efek menghambat atau

(28)

12

Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, antibakteri terbagi menjadi

(Ganiswarna et al.,1995) :

a. Bakteriostatik : yaitu zat yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri.

b. Bakterisidal : yaitu zat yang dapat membunuh bakteri.

Berdasarkan spektrumnya, antibakteri terbagi menjadi (Ganiswarna et al.,

1995) :

a. Spektrum luas : zat yang aktif terhadap bakteri Gram negatif dan Gram

positif. Contohnya adalah tetrasiklin dan kloramfenikol.

b. Spektrum sempit : zat yang aktif terhadap Gram negatif atau Gram positif

saja. Contonya adalah penisilin yang aktif terhadap bakteri Gram positif.

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba

atau membunuhnya, masing-masing dikenal dengan kadar hambat minimal

(KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya

dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal bila kadar

antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy, 2007).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi dalam lima kelompok

(Setiabudy, 2007), yaitu :

1. Antibakteri yang menggangu metabolisme sel bakteri

Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.

Bakteri mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA)

untuk kebutuhan hidupnya. Apabila antibakteri menang bersaing dengan

PABA, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya

kehidupan bakteri akan terganggu. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok

ini adalah sulfonamid, trimetropin, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon.

2. Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel bakteri

Antibakteri menghambat reaksi dalam proses pembentukan dinding sel.

Hal ini disebabkan karena tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi

daripada di luar sel, maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan

terjadinya lisis yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang

peka. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin,

(29)

13

3. Antibakteri yang mengganggu keutuhan membran sel bakteri

Antibakteri dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat

pada fosfolipid membran sel mikroba. Antibakteri yang mengubah tegangan

permukaan, dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel bakteri.

Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting

dari dalam sel bakteri, yaitu protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain.

Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, golongan

polien, serta berbagai antimikroba kemoteurapetik.

4. Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel bakteri

Untuk kehidupannya, sel bakteri perlu mensintesis berbagai protein.

Sintesis protein bakteri berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan

tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dari 2 subunit berdasarkan konstanta

sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada

sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA

menjadi ribosom 70S. Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah

aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.

Penghambatan sintesis terjadi dengan berbagai cara, diantaranya :

a. Antibakteri berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan

kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein.

Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal.

b. Antibakteri berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi

kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida.

Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam

amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru.

c. Antibakteri berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya

kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.

d. Antibakteri berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat pengikatan

asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase.

5. Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri

Antibakteri berikatan dengan enzim polimerasi-RNA sehingga

menghambat sintesis RNA dan DNA. Selain itu, antibakteri juga

(30)

14

kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat

dalam sel bakteri yang kecil. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini

adalah rifampisin dan golongan kuinolon.

2.4 Uji Aktivitas Antimikroba

Metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas antimikroba

dalam produk alam terbagi menjadi dua kelompok, yaitu metode difusi dan dilusi.

Metode difusi dikenal dengan teknik kualitatif karena metode ini hanya

memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya aktivitas antimikroba dalam

suatu sampel uji. Sedangkan metode dilusi merupakan teknik kuantitatif yang

dapat digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Mininum (KHM) dan

Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) (Vanden & Vlientink, 1991 dalam Valgas

et al., 2007).

2.4.1 Metode Difusi

Pada metode ini, zat antimikroba yang akan ditentukan aktivitasnya

berdifusi pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji. Dasar

pengamatannya adalah dengan melihat ada atau tidaknya zona hambat

pertumbuhan mikroba (Lorian, 1980). Metode difusi dibagi menjadi tiga

kelompok, yaitu :

a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer)/Metode cakram

Pada metode ini, kertas filter cakram (dengan diameter ± 6 mm), berisi

senyawa uji yang ditempatkan pada permukaan yang sebelumnya telah

diinokulasi dengan mikroba uji. Kemudian, diinkubasi pada suhu kamar

(27-29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk fungi dan pada suhu 37°C selama

18-24 jam untuk bakteri. Agen antimikroba akan berdifusi ke dalam agar dan

menghambat pertumbuhan mikroba uji. Kemudian ada atau tidaknya zona

hambat dapat diamati di sekeliling cakram (Lorian, 1980).

Pembacaan hasil percobaan didasarkan atas besarnya zona hambat yang

terbentuk dan dinyatakan dalam tiga kategori (Lorian, 1980) :

1. Zona hambat total : bila zona hambat yang terbentuk disekitar cakram

(31)

15

2. Zona hambat parsial : bila di dalam zona hambat yang terbentuk masih

terlihat adanya pertumbuhan beberapa koloni baru.

3. Zona hambat nol : bila tidak ada zona hambat yang terbentuk di sekitar

cakram.

Kriteria kekuatan daya hambat adalah sebagai berikut (Davis dan Stout,

1971) :

1. Sangat kuat (zona hambat > 20 mm)

2. Kuat (zona hambat 10-20 mm)

3. Sedang (zona hambat 5-10 mm)

4. Lemah (zona hambat < 5 mm)

b. Ditch-plate technique/Metode parit

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan

pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri

pada bagian tengah secara membujur. Mikroba uji (maksimum 6 macam)

digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi, 2008). Lalu,

diinkubasi pada suhu kamar (27-29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk

fungi dan pada suhu 37°C selama 18-24 jam untuk bakteri. Kemudian,

diamati ada atau tidaknya zona hambat terhadap pertumbuhan mikroba uji

disekeliling parit (Lorian, 1980).

c. Cup-plate technique/Metode lubang atau cawan

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, di mana dibuat lubang

pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme. Pada lubang

tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Pratiwi, 2008). Lalu,

diinkubasi pada suhu kamar (27-29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk

fungi dan pada suhu 37°C selama 18-24 jam untuk bakteri. Kemudian,

diamati ada atau tidaknya zona hambat terhadap pertumbuhan mikroba uji

disekeliling lubang (Lorian, 1980).

2.4.2 Metode Dilusi

Pada metode ini zat antimikroba yang akan diuji dicampur dengan media

yang kemudian diinokulasi dengan mikroba. Dasar pengamatannya adalah dengan

(32)

16

ditentukan sebagai konsentrasi hambat minimal (KHM) dan konsentrasi bunuh

minimal (KBM) (Lorian, 1980).

Metode ini dilakukan dengan beberapa cara :

a. Metode dilusi cair

Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen

antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji.

Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa

adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang

ditetapkan sebagai KHM selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa

penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama

18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan

sebagai KBM (Pratiwi, 2008)

b. Metode dilusi padat

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan

media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen

antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji

(Pratiwi, 2008).

2.5 Kapang

Kapang adalah organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa

organik untuk nutrisinya (sumber karbon dan energi). Bila sumber nutrisi tersebut

diperoleh dari bahan organik mati, maka kapang tersebut bersifat saprofit. Kapang

saprofit mendekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks dan

menguraikannya menjadi zat yang lebih sederhana. Dalam hal ini, kapang bersifat

menguntungkan sebagai elemen daur ulang yang vital (Pratiwi, 2008).

Beberapa kapang juga bersifat menguntungkan karena merupakan bahan

makanan, misalnya cendawan (mushroom), dan beberapa kapang dapat

bersimbiosis dengan akar tanaman tertentu yang membantu penyerapan air dan

mineral tanah oleh akar. Simbiosis ini dikenal dengan nama mikoriza. Beberapa

kapang dapat bersifat parasit dengan memperoleh senyawa organik dari

mikroorganisme hidup. Dalam hal ini, kapang bersifat merugikan karena

(33)

17 2.5.1 Identifikasi Kapang Endofit

Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter

morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Pengamatan

makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung

menggunung, licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan

konsentris, warna balik koloni (reverse color) dan tetes eksudat (Ilyas, 2007).

Pengamatan secara mikroskopis meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak

bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (hialin,

transparan, atau gelap), ada tidaknya konidia dan bentuk konidia (bulat, lonjong,

berantai atau tidak beraturan) (Ariyono, 2014).

2.6 Bakteri Gram Positif dan Negatif

Bakteri merupakan sel prokariotik yang khas, uniseluler (sel tunggal) dan

tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya.

Sel-selnya secara khas, berbentuk bola seperti batang atau spiral. Bakteri mempunyai

diameter sekitar 0,5-1,0 µm dan panjangnya 1,5 sampai 2,5 µm. Reproduksi

terutama dengan pembelahan biner sederhana, yaitu proses aseksual. Beberapa

bakteri dapat tumbuh pada suhu 0°C, ada juga yang tumbuh dengan baik pada

sumber air panas yang suhunya 90°C atau lebih. Kebanyakan bakteri tumbuh pada

berbagai suhu di antara kedua suhu esktrim ini (Pelczar et al., 2008).

Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri dibagi menjadi dua

golongan, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram

negatif mengandung lipid, lemak atau susbtansi seperti lemak dalam persentase

lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri

Gram negatif juga lebih tipis daripada sel bakteri Gram positif (Pelczar et al.,

(34)

18

Tabel 2.1 Ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar et al., 2008)

Ciri Perbedaan Relatif

Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah

(1-4%). Peptidoglikan

Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak

spesies

Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan

Bacillus subtilis ATCC 6633 yang merupakan bakteri Gram positif dan

Escherichia coli ATCC 8739 dan Shigella dysenteriae ATCC 13313 yang

merupakan bakteri Gram negatif.

a. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif dengan klasifikasi

sebagai berikut (Depkes RI, 1989 dan Syahrurahman et al.,1992) :

Kingdom : Prokaryota

Divisi : Bacteria

Kelas : Schizomycetes

(35)

19

Famili : Micrococaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat (kokus) dengan diameter

antara 0,8-1,0 µm tunggal atau bepasangan, tidak bergerak dan tidak berspora.

Suhu pertumbuhan optimumnya adalah 35°C dengan pH optimum 7,4.

Pertumbuhan terbaik pada suasana aerob fakultatif. Bakteri ini sering ditemukan

di tanah, air tawar, dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk

manusia (Sleigh et al., 1994 dan Gibson JM, 1996).

Beberapa Staphylococcus tergolong flora normal pada kulit dan selaput

lendir manusia. Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada kulit, saluran

pencernaan, udara, makanan, air, dan pakaian yang terkontaminasi. Bakteri ini

mudah tumbuh pada kulit yang mengalami peradangan, kulit yang mengalami

luka yang mengarah pada infeksi kulit dan proses-proses bernanah lainnya. Pada

saluran pernafasan dapat menyebabkan infeksi intra abdomen yang dapat timbul

karena komplikasi pasca bedah. Selain itu, Staphylococcus aureus dapat

menyebabkan infeksi traktus urinarius dan infeksi traktus genetali pada wanita

(Salle, 1961).

b. Bacillus subtilis

Bacillus subtilis adalah bakteri aerobik Gram positif berbentuk batang dan

memproduksi endospora dengan klasifikasi sebagai berikut (Singelton et al.,

1981) :

Spesies : Bacillus subtilis

Bakteri ini merupakan spesies basili yang dapat bergerak, menghasilkan

(36)

20

lingkaran tidak rata, kekuningan, tidak mengkilap, berdiameter sampai 5 mm.

Bakteri ini dapat tumbuh pada agar darah membentuk zona hemolisis. Dapat juga

tumbuh pada larutan kaldu dan media lain. Bakteri ini tidak membuat toksin

apapun namun kadang dapat membuat hemolisis yang dapat larut. Bakteri ini

bersifat patogen, menyebabkan infeksi pada telur dan dapat mencemari botol

transfusi darah sehingga melisiskan sel darah (Singelton et al., 1981).

c. Escherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif dengan klasifikasi sebagai

berikut (Singelton et al., 1981) :

Kingdom : Prokaryota

Divisi : Bacteria

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Escherichia coli biasanya tumbuh berpasang-pasangan atau menyendiri.

Mikroba ini kebanyakan dapat bergerak dan kadang membentuk rantai-rantai

koloni. Koloni pada nutrisi agar (setelah 24 jam pada temperatur 37°C) biasanya

berbentuk bulat, berdiameter 2 sampai 3 mm, berwarna keputihan dengan

permukaan mengkilat. Koloni Escherichia coli terlihat seperti tepung ketika diuji

dengan sengkelit/loop. Kebanyakan Escherichia coli dapat memfermentasi

laktosa, mannitol, dan karbohidrat lain (Singelton et al., 1981).

Spesies ini adalah satu-satunya anggota genus Escherichia. Escherichia

coli terdapat pada saluran pencernaan manusia dan binatang, dapat pula

ditemukan di sungai, danau, tanah dan tempat lain yang telah terkontaminasi

feses. Escherichia coli dapat memproduksi endotoksin sehingga dapat

menyebabkan penyakit saluran urin, gangguan pencernaan seperti diare,

pneumonia, dan meningitis. Namun sebagai bagian dari flora normal saluran

(37)

21

dengan memproduksi vitamin K dan materi-materi yang tidak tercernakan di usus

besar (Singelton et al., 1981 dan Anonim, 2014).

Escherichia coli adalah bakteri yang banyak ditemukan di dalam usus

besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan

infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea, serta

memiliki kemampuan menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh yang lain di luar

usus (Gibson JM, 1996). Tempat yang paling sering terkena infeksi Escherichia

coli adalah saluran kemih, saluran empedu, dan tempat-tempat lain di rongga

perut (Jawetz et al., 2011). Bakteri ini juga menghasilkan enterotoksin penyebab

diare. Escherichia coli memproduksi enterotoksin yang tahan panas dan dapat

menyebabkan diare yang ringan, sedangkan enterotoksin yang tidak tahan panas

dapat menyebabkan sekresi air dan klorida ke dalam lumen usus dan menghambat

reabsorbsi natrium (Volk dan Wheeler, 1990).

d. Shigella dysenteriae

Shigella dysenteriae adalah bakteri Gram negatif dengan klasifikasi

sebagai berikut (Singelton et al., 1981) :

Kingdom : Prokaryota

Shigella dysenteriae merupakan bakteri berbentuk batang pendek, tumbuh

baik pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, tidak dapat bergerak, tidak

berkapsul, tidak berflagel, tidak membentuk spora, dan bersifat patogen pada

pencernaan. Koloni bakteri berbentuk bulat, transparan dengan pinggir utuh, dan

mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam media agar 24 jam (Jawetz et al., 2011).

Infeksi Shigella disebut dengan Shigellosis yang merupakan salah satu dari

gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai

(38)

22

lendir. Shigella dapat mengeluarkan lipopolisakarida yang bersifat toksik.

Enterotoksin yang dihasilkan bersifat termolabil dan menyebabkan penggumpalan

cairan di ileum. Enterotoksin bertanggung jawab atas terjadinya watery diarrhea

pada tahap dini dan timbul gejala klasik disentri basiler setelah bakteri

meninggalkan usus halus dan masuk ke usus besar. Shigella dysenteriae juga

memproduksi eksotoksin tidak tahan panas yang mempengaruhi saluran

pencernaan dan susunan saraf pusat. Pada manusia, eksotoksin juga dapat

menghambat absorpsi gula dan asam amino pada usus kecil (Jawetz et al., 2011).

2.8 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase

log (fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag, merupakan

fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru.

Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah

peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal

mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel mikroorganisme diambil

dari kultur yang sama sekali berlainan, maka yang sering terjadi adalah

mikroorganisme tersebut tidak mampu tumbuh dalam kultur (Pratiwi, 2008).

Fase log (fase eksponensial), merupakan fase dimana mikroorganisme

tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika

mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk

dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang

dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam

kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan

menghambat pertumbuhan. Untuk organisme aerob, nutrisi yang membatasi

pertumbuhan biasanya adalah oksigen. Bila konsentrasi sel mikroorganisme

melebihi 1 x 107/mL, maka laju pertumbuhan akan berkurang, kecuali bila

oksigen dimasukkan secara paksa ke dalam kultur dengan cara pengadukan atau

penggojlokan (shaking). Bila konsentrasi sel mencapai 4-5 x 109/mL, laju

penyebaran oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan meskipun dalam kultur

tersebut diberikan udara yang cukup dan pertumbuhan akan diperlambat secara

(39)

23

Pada fase stasioner, pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi

keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.

Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Pada sebagian besar

kasus, pergantian sel terjadi dalam fase stasioner ini. Terdapat kehilangan sel yang

lambat karena kematian diimbangi oleh pembentukan sel-sel baru melalui

pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi yang dilepaskan oleh sel-sel yang

mati karena mengalami lisis. Pada fase kematian, jumlah sel yang mati meningkat.

Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia

serta Laboratorium Mikrobiologi Pusat Lembaga Terpadu (PLT), Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sejak bulan Januari hingga bulan Mei

2015.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri

(Normax), tabung reaksi (Pyrex), cover glass (Assistent), kaca objek (Sail Brand),

pipet tetes, pipet volumetrik, kaca arloji, labu erlenmeyer (Duran Schott), gelas

ukur (Ex 20°C MC YZ), gelas beker (Duran Schott), batang L, Laminar Air Flow

(LAF) (Minihelix II), spektrofotometer uv-vis, inkubator (France Etuves),

autoclave, oven (Memmert), shaker, timbangan analitik (Ogawa Seiki),

centrifuge, vortex, mikroskop cahaya (Olympus), hot plate, water bath, magnetic

stirrer, jarum ose, spatula, mikropipet dan tip (Mettler Toledo), tube, jangka

sorong, pinset, bunsen, gunting steril, kertas saring steril, kapas, kassa, indikator

pH, dan paper disc 6 mm dan 5,5 mm.

bagian daunnya yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan.

3.2.2.2Bahan untuk Sterilisasi Permukaan

Air bersih yang mengalir, etanol 70%, natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25%,

(41)

25 3.2.2.3Media Pertumbuhan Mikroba

Potato Dextrose Agar (Merck), Potato Dextrose Broth (Merck); Yeast

Extract (Merck); kalsium karbonat (CaCO3); Nutrient Agar (Merck); Nutrient

Broth (Merck); Mueller Hinton Agar (Merck).

3.2.2.4Bakteri Uji

Bakteri uji diperoleh dari Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran,

Universitas Indonesia dan DIPA Pharmalab Intersains.

Bakteri : Gram positif : a. Staphylococcus aureus ATCC 6538

b. Bacillus subtilis ATCC 6633

Gram negatif : a. Escherichia coli ATCC 8739

b. Shigella dysenteriae ATCC 13313

3.2.2.5 Bahan Karakterisasi Kapang Endofit

Aquades steril.

3.2.2.6 Bahan Skrining Kapang Endofit dan Uji Antibakteri

NaCl 0,9%, cork borer, blank disc (cakram steril), cakram kloramfenikol,

dan aquades steril.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba a. Pembuatan Media PDA

Media PDA digunakan untuk isolasi dan pemurnian kapang endofit.

Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 gram dan ditambahkan aquades sampai 1

liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan diaduk

dengan magnetic stirrer hingga homogen. Dilakukan sterilisasi dengan

autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Media dituang ke dalam cawan

petri masing-masing 10 mL, biarkan media memadat di dalam Laminar Air

(42)

26 b. Pembuatan Media PDA Miring

Media PDA miring digunakan untuk pemurnian kapang endofit.

Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 gram dan ditambahkan aquades sampai 1

liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan diaduk

dengan magnetic stirrer hingga homogen. Media dimasukkan ke dalam tabung

masing-masing 5 mL. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit

pada suhu 121°C. Tabung diletakkan dalam posisi miring ± 45°, biarkan media

memadat di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).

c. Pembuatan Media PDY Broth

Media PDY digunakan untuk fermentasi kapang endofit. Ditimbang Potato

Dextrose Broth 24 gram; Yeast Extract 2 gram; kalsium karbonat (CaCO3) 5

gram; dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Semua bahan kecuali kalsium

karbonat dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan aquades

hingga 1 liter, dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer di atas hot plate.

Kalsium karbonat dimasukkan sedikit demi sedikit ke larutan media tersebut

hingga mencapai pH 6. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit

pada suhu 121°C (Ramadhan, 2011).

d. Pembuatan Media NA

Media NA digunakan untuk seleksi kapang endofit yang berpotensi

sebagai antibakteri. Ditimbang Nutrient Agar sebanyak 20 gram dan

ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai

mendidih di atas hot plate dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer.

Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C.

Media dituang ke dalam cawan petri masing-masing 10 mL, biarkan memadat

di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).

e. Pembuatan Media NA Miring

Media NA miring digunakan untuk peremajaan bakteri uji. Ditimbang

Nutrient Agar sebanyak 20 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter.

(43)

27

dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Media dimasukkan ke dalam tabung

masing-masing 5 mL. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit

pada suhu 121°C. Letakkan tabung dalam posisi miring ± 45°, biarkan media

memadat di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).

f. Pembuatan Media NB

Media NB digunakan untuk pembuatan kurva pertumbuhan bakteri uji.

Ditimbang Nutrient Broth sebanyak 8 gram dan ditambahkan aquades sampai 1

liter dalam labu Erlenmeyer. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di

atas hot plate dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Dilakukan sterilisasi

dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C di dalam Laminar Air

Flow (Himedia Laboratories, 2011).

g. Pembuatan Media MHA

Media MHA digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Ditimbang Mueller

Hinton Agar sebanyak 38 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media

tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan dihomogenkan

dengan magnetic stirrer. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15

menit pada suhu 121°C. Media dituang ke dalam cawan petri masing-masing

10 mL, biarkan memadat di dalam Laminar Air Flow (Laboratories Conda,

2014).

3.3.2 Isolasi Kapang Endofit Endofit

Isolasi kapang endofit dilakukan dengan teknik tanam langsung (direct

seed planting) potongan daun tanaman Parijoto yang sebelumnya dilakukan

proses sterilisasi permukaan daun terlebih dahulu (Ramadhan, 2011). Daun yang

masih segar dicuci dibawah air mengalir selama 10 menit. Daun tersebut

direndam ke dalam etanol 70% selama 1 menit kemudian langsung direndam

dalam NaOCl 5,25% selama 5 menit, lalu direndam kembali dengan etanol 70%

selama 30 detik. Lalu dibilas dengan air destilasi steril selama 3-5 detik (Radji et

al., 2011). Daun tersebut dikeringkan di atas kertas saring steril, biarkan kering di

(44)

28

cm2 (dikalibrasi dengan menggunakan penggaris) pada daun yang berwarna hijau

muda, hijau tua, dan hijau kekuningan dengan gunting yang telah disterilkan

(Ramadhan, 2011).

Potongan sampel ditempatkan pada cawan petri yang berisi media PDA.

Bagian daun tersebut harus menempel pada permukaan media. 2 cawan petri

masing-masing berisi 2 bagian potongan daun. Lalu media yang telah diinokulasi

dengan potongan daun diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari (Rustanti,

2007). Aquades bilasan terakhir diambil 1 mL dan diisolasi ke PDA lainnya,

perlakuan ini berfungsi sebagai kontrol sterilisasi permukaan daun (Ariyono et al.,

2014). Semua proses sterilisasi hingga proses isolasi dilakukan secara aseptis di

dalam Laminar Air Flow.

3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit

Kapang endofit yang tumbuh pada media isolasi PDA selanjutnya

dimurnikan ke dalam media PDA dengan cara menginokulasi sedikit hifa dengan

ose steril dari setiap koloni endofit yang berbeda. Lalu diinkubasi selama 5 hari

pada suhu ruang. Tiap koloni kapang dipindahkan ke dalam masing-masing satu

cawan PDA, dikerjakan secara duplo untuk working culture dan stock culture.

Tiap koloni kapang yang tumbuh pada media PDA dipindahkan ke agar miring

PDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 hari. Tiap isolat kapang dibuat

duplo pada agar miring, masing-masing sebagai working culture dan stock culture

(Rustanti, 2007).

3.3.4 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri

Skrining kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dilakukan

dengan metode difusi agar padat (Diffusion Agar Plate Method). Bakteri uji yang

digunakan yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC

6633, Escherichia coli ATCC 8739, dan Shigella dysenteriae ATCC13313.

Biakan bakteri uji dalam NB (biakan bakteri dibuat menggunakan kurva

pertumbuhan) dipipet 0,1 mL dimasukkan secara aseptis ke dalam media agar NA

yang telah memadat dan disebarkan secara merata dengan menggunakan batang L.

Gambar

Tabel 2.1.  Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ..................................
Gambar 2.1 Tumbuhan Parijoto /  Medinilla speciosa Blume
Tabel 2.1 Ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar et al., 2008)
Gambar 4.1 Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang ditemukan mengenai hewan amfibi dan reptil yaitu pada buku teks pelajaran, informasi disuguhkan dengan minimnya ilustrasi dan lebih banyak teks yang

Kegiatan : Pekerjaan Konstruksi Pembangunan 1 Ruang Kelas Belajar (RKB) MTs Negeri KaranganyarLampiran : Berita Acara Pembukaan Penawaran Pekerjaan : Pembangunan 1 Ruang Kelas

Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Multimedia Dalam Memahami Pengukuran Komponen Elektronika Pada Kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri

Chapter II presents review of related literature, which consists of reading, reading comprehension, reading purpose, teaching English at junior high school, text, narrative

dan kurang berinteraksi sehingga akan berdampak pada hasil belajar siswa yang. memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mencapai 35% dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : tingkat kelincahan siswa kelas IV dan V Sekolah Dasar Negeri 01 Mijen Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus secara umum termasuk dalam kategori

Metode Interval Training Pada Atlet SSB Bintang Utara Labuhan Batu usia 13-15.

Melaksanakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan standar asuhan kebidanan yang meliputi pengkajian data, perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan, perencanaan,