CABANG MEDAN DIPONEGORO)
TESIS
Oleh
MELKI SUHERY SIMAMORA
117011118/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
CABANG MEDAN DIPONEGORO)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MELKI SUHERY SIMAMORA
117011118/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
OBJEK JAMINAN (STUDI : PT BANK INTERNASIONAL INDONESIA, TBK CABANG MEDAN DIPONEGORO)
Nama Mahasiswa : MELKI SUHERY SIMAMORA Nomor Pokok : 117011118
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum
2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS
Nama : MELKI SUHERY SIMAMORA
Nim : 117011118
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KAJIAN HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN BANK
SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS
BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA
BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN (STUDI : PT BANK INTERNASIONAL INDONESIA, TBK CABANG MEDAN DIPONEGORO)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :MELKI SUHERY SIMAMORA
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR... v
RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 19
C. Tujuan Penelitian ... 20
D. Manfaat Penelitian ... 20
E. Keaslian Penelitian ... 21
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 22
1. Kerangka Teori ... 22
2. Konsepsi ... 26
G. Metode Penelitian ... 28
1. Sifat Penelitian ... 28
2. Teknik Pengumpulan Data ... 29
3. Alat Pengumpul Data ... 29
4. Analisis Data ... 30
BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN ... 31
A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan ... 31
B. Tinjauan Umum Hak Guna Bangunan ... 54
DALAM MENGANTISIPASI BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK
JAMINAN ... 81
BAB IV TINDAKAN-TINDAKAN YANG DILAKUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DENGAN BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN ... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101
A. Kesimpulan ... 101
B. Saran ... 103
pihak lain yang terkait memperoleh perlindungan melalui lembaga jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait. Bank sebagai salah satu lembaga pembiayaan yang membantu kelancaran usaha debiturnya melalui pinjaman uang dalam bentuk pemberian kredit mempunyai fungsi utama dalam pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu diperlukan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disingkat UUHT. Salah satu peristiwa yang dapat menghapuskan Hak Tanggungan disebutkan dalam Pasal 18 ayat 1d Undang-Undang Hak Tanggungan bahwa sebagai dasar yang disebutkan terakhir untuk hapusnya Hak Tanggungan adalah hapusnya hak atas tanah. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. Akan tetapi apabila jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut berakhir dan masih diperpanjang maka Hak Tanggungan masih melekat, sebaliknya apabila Hak Guna Bangunan tersebut tidak dapat diperpanjang maka Hak Tanggungan juga akan hapus demikian juga halnya dengan Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan (HPL) sehingga posisi kreditor tidak lagi sebagai Kreditur Preferen melainkan menjadi kreditor konkuren.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, karena setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil :
1. Kedudukan Bank selaku pemegang Hak Tanggungan dengan berakhirnya jangka waktu Sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak Pengelolaan (HPL) dan sedang menjadi objek jaminan, yaitu yang pada awalnya berposisi sebagai kreditor preferen sebagai pemegang jaminan kebendaan karena Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sebagai perjanjian jaminan kebendaan mempunyai prinsip absolut/mutlak,droit de suite, droit de preference, spesialitas dan publisitas, maka dengan hapusnya Hak Tanggungan berubah menjadi kreditor konkuren yang mempunyai hak perseorangan yang merupakan hak yang timbul dari jaminan umum atau jaminan yang timbul dari undang-undang sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1131 KUHPerdata.
perpanjangan serta retribusi (uang pemasukan kas negara) yang terlalu mahal, c). Debitor yang awam dan tidak kooperative tidak mau menanggung biaya-biaya proses perpanjangan Hak atas Sertipikat yang telah berakhir, d). Pengurusan perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan di kantor pertanahan yang cukup lama yang mengakibatkan SKMHT yang ditandatangani oleh Debitur bisa berulang-ulang.
3. Tindakan yang dapat dilakukan oleh Bank selaku kreditor pemegang Hak Tanggungan untuk mengantisipasi hapusnya hak atas tanah yang dijaminkan yaitu dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) pada waktu penandatanganan Perjanjian Kredit, yakni sebelum dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah yang akan dijaminkan dan hal tersebut telah dimungkinkan didalam Pasal 15 UUHT. Kemudian dengan mencantumkan janji-janji untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan. Menyelamatkan objek Hak Tanggungan disini termasuk untuk mengantisipasi atau menyelamatkan hapusnya hak atas tanah yang diagunkan karena habisnya waktu hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan akibat tidak diperpanjangnya masa berlaku hak atas tanah tersebut. Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah tersebut dapat dicantumkan kuasa dari pemberi Hak Tanggungan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memperpanjang jangka waktu hak atas tanah tersebut.
get protection from a strong guarantee board which is able to provide legal certainty for all of them. Bank as one of the financing institutions, which helps the streamlining of its debtors’ business through lending an amount of money in the form of credit, have the main function in the economic growth.
Therefore, a strong security right institution, capable of providing legal certainty for the parties concerned, is needed. For this reason, Law No. 4/1996, which regulates the Hypothecation on land and all properties related to it (UUHT), is enacted. One thing which can annul hypothecation as it is stipulated in Article 18 paragraph 1d of Law on Hypothecation is that the basis for the annulment of Hypothecation is the annulment of the land rights. The annulment of hypothecation on a State’s land, as it is stipulated in Article 35, will cause the land to be owned by the State. However, when the Building Rights come to an end and is still renewed, the hypothecation is associated. On the other hand, if the Building Rights cannot be renewed, the hypothecation will also be annulled. The same is true to the Building Rights on the Management Rights (HPL) so that the creditor’s position is not as a Preferential Creditor but as a Concurrent Creditor.
The research used Legal Certainty (Rechtssicherheit) method which explains that law must be implemented and enforced because each individual expects that law can be implemented in any concrete occurrence. Based on the findings of the research, it can be concluded that:
1. The Bank as the holder of Hypothecation, when the period of the validity of the Building Rights certificate, which is located on the Management Rights, comes to an end and is still a collateral, initially has the position as preferential creditor and the holder of hypothecation because the Deed for the Giving of Hypothecation (APHT) as the collateral has absolute, droit de suite, droit de preference, specialty, and publicity principles. Therefore, Hypothecation changes to be a concurrent creditor that has individual rights which is caused by general guarantee or the guarantee which is caused by law as it is stipulated in Article 1131 of the Civil Code.
long-Certificate in the Land Office which is long-winded can cause the debtors to be back and forth repeatedly in signing the SKMHT.
3. In order to anticipate the annulment of the land rights as the collateral, the Bank as the creditor who holds Hypothecation, can make a power of attorney for Charging Hypothecation (SKMHT) at the time the Credit Contract is signed, before the Deed for the Giving of Hypothecation (APHT) which will be mortgaged is made, and this can be done according to Article 15 of UUHT by attaching the promise to save the Hypothecation. What it means by saving the Hypothecation includes anticipating or saving the annulment of the mortgaged land rights because the period of the validity of the land rights which are charged by the Hypothecation has come to an end. The power of attorney from the mortgagor to the mortgagee can be attached on the Deed for the giving of Hypothecation in order to renew the period of the validity of the land rights.
Esa atas berkat dan rahmat dan karunianya yang telah menambah keyakinan dan
kekuatan bagi penulis dengan segala keterbatasan waktu dan materi yang dimiliki
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul ”Kajian Hukum Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang Hak Tanggungan Atas Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (HPL) Yang Menjadi Objek Jaminan (Studi : PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk Cabang Medan Diponegoro)”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi
dalam menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak
memperoleh dukungan, motivasi, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikann ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta
seluruh Staf atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga
dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Dosen Pembimbing
yang dengan penuh perhatian memberikan dorongan, masukan dan saran kepada
penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini;
6. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum, selaku anggota komisi
pembimbing yang dengan sabar dan perhatian memberi dukungan, masukan serta
arahan yang sangat membantu dalam penyempurnaan tesis ini;
7. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS, selaku anggota komisi pembimbing
yang dengan penuh kesabaran dan juga perhatian memberi dukungan serta
pengarahan kepada penulis;
8. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan dan arahan untuk penyempurnaan tesis ini;
9. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Dosen Penguji yang
informasi dibidang Perbankan dalam penyelesaian tesis ini.
12. Bapak Hafizunsyah, SH, yang telah bersedia meluangkan waktu guna
memberikan informasi di Kantor Pertanahan Kota Medan.
13. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2011 pada Group A yang selalu memberi
dukungan, semangat dan doa dalam menyelesaikan penulisan tesis ini;
14. Isteri dan anak tercinta, maafkan Papa yang telah banyak mengambil waktu bersama keluarga.
Secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada
kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Muslih AR. Simamora dan ibunda Rukmini
Piliyang yang telah membesarkan dengan kasih sayang, kesabaran, dan doa yang
tiada henti-hentinya hingga kami berhasil, semoga Allah SWT memberi umur yang
panjang dan memberi rahmat yang seluas-luasnya kepada orang tua penulis.
Akhir kata penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat memberikan
manfaat dan sebagai sarana bacaan untuk semua pihak, terutama kepada penulis dan
kalangan yang mengembangkan ilmu hukum khususnya bidang ilmu kenotariatan.
Medan, Juli 2013 Penulis
Nama : Melki Suhery Simamora
Tempat/Tanggal lahir : Padang Masiang/ 29 Mei 1982
Alamat : Jl. Beringin III No. 53-A Medan
Jenis Kelamin : Laki-laki
II. IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Muslih AR. Simamora
Nama Ibu : Rukmini Piliyang
III. PENDIDIKAN
Sekolah Dasar : SD Negeri 1 Barus (1990-1995)
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama : SLTP Negeri 1 Barus (1995-1998)
Sekolah Menengah Umum : MAN 1 Barus (1998-2001)
Diploma III : Akademi Perdagangan (Akperdag “TP)
Semarang (2001-2004
Strata I : UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
Fakultas Ekonomi (2004-2008) Fakultas Hukum (2008-2010)
Strata II : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pihak lain yang terkait memperoleh perlindungan melalui lembaga jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait. Bank sebagai salah satu lembaga pembiayaan yang membantu kelancaran usaha debiturnya melalui pinjaman uang dalam bentuk pemberian kredit mempunyai fungsi utama dalam pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu diperlukan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disingkat UUHT. Salah satu peristiwa yang dapat menghapuskan Hak Tanggungan disebutkan dalam Pasal 18 ayat 1d Undang-Undang Hak Tanggungan bahwa sebagai dasar yang disebutkan terakhir untuk hapusnya Hak Tanggungan adalah hapusnya hak atas tanah. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. Akan tetapi apabila jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut berakhir dan masih diperpanjang maka Hak Tanggungan masih melekat, sebaliknya apabila Hak Guna Bangunan tersebut tidak dapat diperpanjang maka Hak Tanggungan juga akan hapus demikian juga halnya dengan Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan (HPL) sehingga posisi kreditor tidak lagi sebagai Kreditur Preferen melainkan menjadi kreditor konkuren.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, karena setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil :
1. Kedudukan Bank selaku pemegang Hak Tanggungan dengan berakhirnya jangka waktu Sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak Pengelolaan (HPL) dan sedang menjadi objek jaminan, yaitu yang pada awalnya berposisi sebagai kreditor preferen sebagai pemegang jaminan kebendaan karena Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sebagai perjanjian jaminan kebendaan mempunyai prinsip absolut/mutlak,droit de suite, droit de preference, spesialitas dan publisitas, maka dengan hapusnya Hak Tanggungan berubah menjadi kreditor konkuren yang mempunyai hak perseorangan yang merupakan hak yang timbul dari jaminan umum atau jaminan yang timbul dari undang-undang sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1131 KUHPerdata.
perpanjangan serta retribusi (uang pemasukan kas negara) yang terlalu mahal, c). Debitor yang awam dan tidak kooperative tidak mau menanggung biaya-biaya proses perpanjangan Hak atas Sertipikat yang telah berakhir, d). Pengurusan perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan di kantor pertanahan yang cukup lama yang mengakibatkan SKMHT yang ditandatangani oleh Debitur bisa berulang-ulang.
3. Tindakan yang dapat dilakukan oleh Bank selaku kreditor pemegang Hak Tanggungan untuk mengantisipasi hapusnya hak atas tanah yang dijaminkan yaitu dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) pada waktu penandatanganan Perjanjian Kredit, yakni sebelum dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah yang akan dijaminkan dan hal tersebut telah dimungkinkan didalam Pasal 15 UUHT. Kemudian dengan mencantumkan janji-janji untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan. Menyelamatkan objek Hak Tanggungan disini termasuk untuk mengantisipasi atau menyelamatkan hapusnya hak atas tanah yang diagunkan karena habisnya waktu hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan akibat tidak diperpanjangnya masa berlaku hak atas tanah tersebut. Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah tersebut dapat dicantumkan kuasa dari pemberi Hak Tanggungan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memperpanjang jangka waktu hak atas tanah tersebut.
get protection from a strong guarantee board which is able to provide legal certainty for all of them. Bank as one of the financing institutions, which helps the streamlining of its debtors’ business through lending an amount of money in the form of credit, have the main function in the economic growth.
Therefore, a strong security right institution, capable of providing legal certainty for the parties concerned, is needed. For this reason, Law No. 4/1996, which regulates the Hypothecation on land and all properties related to it (UUHT), is enacted. One thing which can annul hypothecation as it is stipulated in Article 18 paragraph 1d of Law on Hypothecation is that the basis for the annulment of Hypothecation is the annulment of the land rights. The annulment of hypothecation on a State’s land, as it is stipulated in Article 35, will cause the land to be owned by the State. However, when the Building Rights come to an end and is still renewed, the hypothecation is associated. On the other hand, if the Building Rights cannot be renewed, the hypothecation will also be annulled. The same is true to the Building Rights on the Management Rights (HPL) so that the creditor’s position is not as a Preferential Creditor but as a Concurrent Creditor.
The research used Legal Certainty (Rechtssicherheit) method which explains that law must be implemented and enforced because each individual expects that law can be implemented in any concrete occurrence. Based on the findings of the research, it can be concluded that:
1. The Bank as the holder of Hypothecation, when the period of the validity of the Building Rights certificate, which is located on the Management Rights, comes to an end and is still a collateral, initially has the position as preferential creditor and the holder of hypothecation because the Deed for the Giving of Hypothecation (APHT) as the collateral has absolute, droit de suite, droit de preference, specialty, and publicity principles. Therefore, Hypothecation changes to be a concurrent creditor that has individual rights which is caused by general guarantee or the guarantee which is caused by law as it is stipulated in Article 1131 of the Civil Code.
long-Certificate in the Land Office which is long-winded can cause the debtors to be back and forth repeatedly in signing the SKMHT.
3. In order to anticipate the annulment of the land rights as the collateral, the Bank as the creditor who holds Hypothecation, can make a power of attorney for Charging Hypothecation (SKMHT) at the time the Credit Contract is signed, before the Deed for the Giving of Hypothecation (APHT) which will be mortgaged is made, and this can be done according to Article 15 of UUHT by attaching the promise to save the Hypothecation. What it means by saving the Hypothecation includes anticipating or saving the annulment of the mortgaged land rights because the period of the validity of the land rights which are charged by the Hypothecation has come to an end. The power of attorney from the mortgagor to the mortgagee can be attached on the Deed for the giving of Hypothecation in order to renew the period of the validity of the land rights.
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi mempunyai makna sebagai suatu bagian dari
pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka mendorong dan menggairahkan dunia usaha,
pemerintah telah memberi dukungan dengan menyediakan berbagai fasilitas dan
bermacam-macam sarana termasuk didalamnya upaya dalam menunjang
permodalan yaitu dengan menyediakan fasilitas kredit. Memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha sekarang ini para pengusaha dalam
upaya menambah kebutuhan akan modal yang akan mendorong kelancaran
usahanya, biasanya memanfaatkan fasilitas kredit yang disediakan oleh pemerintah
dan disalurkan melalui lembaga-lembaga keuangan dengan mengadakan perjanjian
kredit.1
Untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh
pemerintah maupun masyarakat secara perorangan ataupun badan hukum, sangat
diperlukan dana dalam jumlah yang besar2. Maka untuk memperlancar pengerahan
dana, memperluas pemberian kredit kepada masyarakat hendaknya diusahakan
1
Kartono,Hak-Hak Jaminan Kredit, Pradnya Paramita, Jakarta , 1977, hal .98
2Husni Hasbullah, Frieda,Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak Yang Memberi Jaminan, Jilid 2, Ind
agar dana-dana yang disalurkan lewat bank-bank, tidak hanya berasal dari bank
sentral dan APBN saja melainkan juga menyerap dana-dana yang berasal dari
masyarakat sendiri.
Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses
pembangunan sudah seharusnya apabila pemberi dan penerima kredit serta
pihak-pihak lain yang terkait memperoleh perlindungan melalui lembaga jaminan yang
kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pada pasal 58 dinyatakan tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa “Hak Tanggungan yang dapat
dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan tersebut
dalam pasal 25, pasal 33 dan pasal 39 diatur denganUndang-Undang”. Dengan
demikian telah disediakan Lembaga jaminan yang dapat dibebankan kepada
hak-hak atas tanah, yakni Hak Tanggungan yang menjadi pengganti Lembaga
Hypotheek yang diatur dalam Buku II KUHPerdata dan Credietverband yang
diatur dalam S. 1908-542 Juncto. S.1937-190.
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti bahwa jika Debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain.3
3Kelompok Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum UNPAD,Hak Tanggungan Atas Tanah dan
Guna menjalankan perekonomian dan dunia usaha terutama sektor riil
sudah pasti membutuhkan pendanaan yang besar dan juga modal yang besar.
Masalah dana dan permodalan adalah sesuatu yang vital bagi dunia usaha. Modal
merupakan sesuatu yang mutlak bagi suatu perusahaan dalam melaksanakan
aktivitas bisnisnya, begitu pula halnya dengan perusahaan juga akan mati tanpa
dana. Dengan demikian salah satu permasalahan dalam bidang ekonomi adalah
masalah permodalan.
Sebagaimana yang diarahkan dalam Garis Garis Besar Haluan Negara
(GBHN), bahwa pembangunan nasional merupakan suatu usaha bersama antara
masyarakat dan pemerintah4. Masyarakat adalah pelaku utama pembagunan dan
pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan
suasana yang menunjang. Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional,
khususnya dibidang ekonomi yang pelakunya meliputi semua unsur kehidupan
ekonomi, baik pemerintah, swasta, badan hukum, maupun perseorangan,
pembiayaan merupakan sarana yang mutlak diperlukan.
Bank sebagai salah satu lembaga pembiayaan yang membantu kelancaran
usaha debiturnya melalui pinjaman uang dalam bentuk pemberian kredit
mempunyai fungsi utama dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut pasal 1 angka 11
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan sebagai berikut :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.
Pemberian Kredit yang dilakukan oleh bank sebagai lembaga pembiayaan
atau keuangan sudah semestinya mendapat perlindungan hukum bagi pemberi dan
penerima kredit serta pihak terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga
jaminan hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Dalam perkembangan
kegiatan perkreditan seperti dijelaskan diatas, tidak bisa dilepaskan dari pemberian
kredit oleh bank itu sendiri dan jaminan atas pelunasan kredit tersebut. Oleh
karena itu pemerintah mendorong perbankan untuk menyelurkan kredit tanpa
adanya keharusan pemohon kredit memberikan jaminan, tetapi pada umumnya
perbankan tidak memberikan kredit tanpa adanya jaminan.
Hal ini disebabkan karena kedudukan bank sebagai lembaga keuangan
yang kegiatan operasionalnya berada dalam lingkup penghimpunan dana dari
masyarakat (dalam bentuk kredit) sampai dana tersebut kembali lagi ke Bank.
Dengan demikian dalam setiap kegiatan perkreditan, pihak bank perlu memperoleh
jaminan atas pembayaran piutangnya, yaitu dengan cara meminta jaminan kepada
nasabah.
Dalam perwujudan tentang jaminan umum yang bersumber karena
peraturan perundang-undangan berdasarkan pasal 1131 KUHPerdata, yang
maupun yang tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian
hari menjadi tanggungan atas seluruh perikatannya5. Apabila terjadi wanprestasi
maka seluruh harta benda debitor dijual lelang dan dibagi-dibagi menurut besar
kecilnya piutang masing-masing kreditor. Namun perlindungan yang berasal dari
jaminan umum tersebut dirasakan belum memberikan rasa aman bagi kreditor,
sehingga dalam praktik penyaluran kredit, agar bank (kreditur) memiliki hak yang
istimewa atau preferen atas benda jaminan yang secara khusus disediakan oleh
debitor, maka jaminan tersebut harus diikat secara khusus. Pasal 1131
KUHPerdata mengatur hak untuk didahulukan diantara kreditur muncul dari hak
istimewa seperti hak hipotik, hak tanggungan, gadai dan fidusia.
Permintaan jaminan khusus oleh bank dalam penyaluran kredit tersebut
merupakan realisasi dari prinsip kehati-hatian bank sebagaimana ditentukan oleh
Undang-Undang Perbankan. Dalam Perbankan ada azas yang harus diperhatikan
oleh Bank sebelum mamberikan kredit kepada nasabahnya, yang dikenal dengan
istilah The five C’s of Credit, artinya pada pemberian kredit tersebut harus
diperhatikan lima faktor, yaitu Character (karakter), Capacity (kemampuan
mengembalikan utang), Collateral (jaminan), Capital (modal), dan Condition
(situasi dan kondisi).
Didalam setiap pemberian kredit selalu diperlukan jaminan atau agunan.
Adapun jaminan yang diberikan dapat berbentuk benda tidak bergerak (tetap),
misalnya tanah, rumah, sawah, ladang, tambak dan lain sebagainya. Sebenarnya
yang dijadikan jaminan disini adalah hak atas tanah tersebut diatas. Berdasarkan
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 pada Pasal 28 yang
dapat dijadikan jaminan hutang dengan di bebani Hak Tanggungan6 yaitu Hak
Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan.
Obyek Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 pada pasal 28 yang sekarang telah
diatur dengan adanya Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) Nomor 4 tahun
1996 yang disebutkan pada Pasal 4 ayat 1, bahwa Hak atas tanah yang dapat
dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna
Bangunan.
Selain hak-hak atas tanah diatas disebutkan juga pada Pasal 2 UUHT
tersebut bahwa Hak pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku
wajib didaftar menurut sifatnya dapat dialihkan juga dapat dibebani Hak
Tanggungan, dan disebutkan pada Pasal 4 UUHT, Hak Tanggungan dapat juga
dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang
telah ada atau akan ada yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang
pembebanannya dengan tegas dinyatakan didalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan dan juga disebutkan pada Pasal 27 bahwa
Ketentuan undang-undang ini berlaku juga terhadap pembebanan hak jaminan atas
Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
Seperti yang kita ketahui bahwa pemberian Hak Tanggungan hanya akan
terjadi bilamana sebelumnya diadakan Perjanjian Pokok yang berupa perjanjian
yang menimbulkan suatu hubungan hukum utang piutang yang dijamin
pelunasannya dengan Hak Tanggungan, sesuai dengan sifat accessoir dari
perjanjian Hak Tanggungan7. Adapun fungsi daripada jaminan tersebut adalah
demi keamanan pinjaman yang diberikan oleh Bank selaku kreditur kepada
nasabahnya (debitur).
Ketentuan ini telah secara tegas dinyatakan dalam pasal 3 ayat 1
Undang-Undang Hak Tanggungan, bahwa :
“Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan.”
Perjanjian Pokok yang dimaksud tersebut diatas dapat berupa Perjanjian
Kredit. Perjanjian kredit yang telah ditandatangani oleh Kreditur dan Debitur (para
pihak) tersebut dapat berbentuk akta dibawah tangan (yang dibuat oleh para pihak
sendiri) atau dalam bentuk akta Otentik yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris),
yang mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut8:
1. Perjanjian Kredit sebagai alat bukti bagi Kreditur dan Debitur yang
membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara Bank sebagai
Kreditur dan Debitur. Hak Debitur adalah menerima pinjaman dan
menggunakan sesuai dengan tujuannya dan kewajiban Debitur
mengembalikan hutang tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang
telah ditentukan dan Hak Kreditur untuk mendapat pembayaran bunga dan
kewajiban Kreditur adalah meminjamkan sejumlah uang kepada Debitur dan
Kreditur berhak kembali menerima pembayaran kembali pokok dann bunga.
2. Perjanjian Kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pengawasan kredit
yang telah diberikan Karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan
dalam pemberian kredit dan pengembalian kredit. Untuk mencairkan kredit
dan penggunaan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit.
3. Perjanjian Kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari
perjanjian ikutannya yaitu perjanjian pengikatan jaminan. Pemberian kredit
pada umumnya dijamin dengan benda-benda bergerak atau benda tidak
bergerak milik Debitur atau milik pihak ketiga yang harus dilakukan
pengikatan jaminan.
4. Perjanjian Kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya
hutang Debitur artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan
eksekutorial atau tidak memberikan kekuasaan langsung kepada bank selaku
kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila Debitur tidak mampu
melunasi hutangnya (wanprestasi).
Jaminan kebendaan mempunyai posisi paling dominan dan dianggap
strategis dalam penyaluran kredit bank. Jaminan kebendaan yang paling banyak
prospek yang menguntungkan. Dalam praktek terlihat, bahwa sebagian besar
benda yang menjadi objek jaminan adalah tanah. Hal ini dikarenakan tanah
mempunyai nilai ekonomi yang senantiasa meningkat. Kondisi yang demikian ini
disebabkan oleh nilai permintaan dan ketersediaan barang (tanah) yang senantiasa
semakin besar.
Sesuai dengan hukum ekonomi, kondisi ini mengakibatkan nilai tanah
cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Kenyataan diatas telah menempatkan
tanah sebagai benda jaminan yang ideal. Tanah memilik peran yang sangat
penting artinya dalam kehidupan bangsa Indonesia ataupun dalam pelaksanaan
pembangunan nasional yang diselenggarakan sebagai upaya berkelanjutan untuk
mewujukan masyarakat yang adil dan makmur berdasar Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu pengaturan penguasaan pemilikan dan
penggunaan tanah perlu lebih diarahkan bagi semakin terjaminnya tertib dibidang
hukum pertanahan, administrasi pertanahan, penggunaan tanah, ataupun
pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, sehingga adanya kepastian hukum di
bidang pertanahan pada umumnya dapat terwujud.
wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia itu, untuk pada tingkatan tertinggi.
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya;
2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian) dari bumi, air dan ruang angkasa itu;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.9
Dengan demikian jelaslah, bahwa Negara harus mengatur segala
sesuatunya yang berkaitan dengan tanah (merupakan bagian dari bumi) tersebut,
agar digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kekuasaan Negara
mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi
dari hak itu sendiri, artinya sampai seberapa jauh Negara memberi kekuasaan
kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan haknya, maka sampai disitulah
batas kekuasaan Negara tersebut.10
Tujuan utama diberlakukannya UUPA adalah untuk memberikan
pengaturan penggunaan dan penguasaan tanah. Selain itu juga terlihat dalam
konsideran UUPA dibagian berpendapat yang menyebutkan11:
“Perlu adanya hukum agraria, yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia“ “Bahwa hukum agraria nasional harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa sebagai dimaksud diatas dan harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria“
9Angka 2 Penjelasan Umum Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 Tahun 1960
10A.P. Parlindungan,Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju, Bandung,
1998, hal. 44.
11Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Dengan demikian jelaslah tujuan pemberlakuan UUPA tersebut adalah
untuk menghilangkan sifat dualisme dalam hukum tanah nasional, yang berarti
terciptanya unifikasi hukum tanah nasional dan terciptanya kepastian hukum
mengenai hak atas tanah, disamping tercapainya fungsi tanah secara optimal
sesuai dengan perkembangan kebutuhan rakyat Indonesia.
Untuk itu diperlukan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu
memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat
mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
mengenai hak tersebut, maka lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 1996 yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disingkat UUHT.
Dalam Pasal 1 ayat 1 UUHT dinyatakan bahwa Hak Tanggungan adalah
Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
Sebagaimana yang terkandung dalam UUHT, maka unsur-unsur pokok
Hak Tanggungan antara lain12:
1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang
2. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA
3. Hak Tanggungan dapat dibebankan terhadap tanahnya (hak atas tanah) saja,
tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu
4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu
5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
Kreditor-kreditor yang lain.
Menelaah kembali defenisi Hak Tanggungan yang terdapat pada Pasal 1
UU Nomor 4 Tahun 1996, dapat disimpulkan bahwa Hak Tanggungan
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain. Bahwa jika debitur cedera janji, Bank selaku kreditur
pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang
dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan, dengan hak mendahului daripada keditor-kreditor lain. Kedudukan
diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi
piutang-piutang negara menurut ketentuan hukum yang berlaku. Selain dalam penjelasan
umum UUHT ditemukan pengertian mengenai kalimat "kedudukan yang
12Sutan Remy Sjahdeini,Hak Tanggungan, Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang
diutamakan tertentu terhadap kreditor lain, juga dapat ditemukan dalam Pasal 20
ayat (1) UUHT ketentuan yang berbunyi bahwa :
Apabila debitor cedera janji, maka :
(a) Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau
(b) Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), objek Hak Tanggungan
dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditemukan dalam
peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak
Tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.
Dalam Pasal 8 ayat (2) UUHT menentukan bahwa kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan
(memberikan Hak Tanggungan) harus ada pada pemberi Hak
Tanggungan pada saat dilakukan pendaftaran Hak Tanggungan.
Sehubungan dengan ketentuan tersebut,
Hak tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang
telah dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, hak atas
tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang dikemudian hari tidak dapat
dijaminkan dengan Hak Tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Begitu juga
tidak mungkin untuk membebankan Hak Tanggungan pada suatu hak atas
tanah yang baru akan ada dikemudian hari. Berdasarkan Pasal 4 ayat (4)
yang menjadi objek Hak Tanggungan, tetapi juga berikut bangunan, tanaman,
dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.
Bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah tersebut adalah yang dimaksudkan oleh UUHT sebagai “Benda-benda
yang berkaitan dengan tanah”.
Benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dapat dibebani pula
dengan Hak Tanggungan tidak terbatas kepada benda-benda yang merupakan
milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan (Pasal 4 ayat 4 UUHT),
tetapi juga yang bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut (Pasal
4 ayat 5 UUHT). Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, adanya
Hak Tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya.
Apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain, dengan
sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga. Pada
pasal 18 UUHT disebutkan peristiwa-peristiwa yang dapat mengakibatkan
hapusnya Hak Tanggungan. Dari cara penyebutannya, orang bisa
menyimpulkan, bahwa yang menjadi maksud dari pembuat Undang-undang
untuk menentukan batasan hal-hal yang mengakibatkan hapusnya Hak
Tanggungan.
Dalam Pasal 18 UUHT disebutkan mengenai hapusnya Hak
Tanggungan Yaitu:
1. Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut :
b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh
Ketua Pengadilan Negeri;
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
2. Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya
dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya
Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada
pemberi Hak Tanggungan.
3. Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan
berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi
karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan
dari beban Hak Tanggungan sebagaiman diatur dalam Pasal 19.
4. Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani
Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.
Salah satu peristiwa yang menghapuskan Hak Tanggungan disebutkan
dalam Pasal 18 ayat (1d) UUHT, bahwa sebagai dasar yang disebutkan
terakhir untuk hapusnya Hak Tanggungan adalah hapusnya hak atas tanah.
Hapusnya hak atas tanah banyak terjadi karena lewatnya jangka waktu hak
tersebut diberikan. Hak-hak yang lebih rendah tingkatannya dari pada hak
milik seperti Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai terbatas
berakhirnya hak atas tanah yang bersangkutan, maka hak atas tanah yang
bersangkutan kembali kepada pemiliknya dan kalau hak tersebut diberikan
oleh negara, maka tanah tersebut kembali kepada tanah negara.
Sebagai dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Perturan dasar-dasar pokok
agraria yang dalam pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa :
“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut
tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan
hukum”
Dengan adanya hak menguasai dari Negara yang dapat memberikan
tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut
peruntukan dan keperluannya.13
“Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka pemegang Hak atas tanah yang bersangkutan diberikan Sertipikat Hak atas Tanah. Sedangkan untuk melaksanakan fungsi informasi, data yang berkaitan dengan aspek fisik dan yuridis dari bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar, tujuan tertib administrasi pertanahan maka setiap bidang atau satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar”.14
13Muchsin, Imam Koeswoyo, Hukum Agraria Dalam Perspektif Sejarah, Refina Aditama, Bandung,
2007, hal. 56.
14Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju,
Dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah disebutkan
bahwa Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka
waktu paling lama 30 tahun dan jangka waktu tersebut dapat diperpanjang
dengan waktu paling lama 20 tahun. Sesudah jangka waktu Hak Guna
Bangunan dan perpanjangannya berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat
diberikan pembaharuan Hak Guna bangunan di atas tanah yang sama.
Pengaturan mengenai prosedur permohonan perpanjangan Hak Guna
Bangunan disebutkan dalam Pasal 27 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah
No.40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai atas Tanah yaitu:
1. Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau
pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum
berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau
perpanjangannya.
2. Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dicatat dalam buku
tanah pada Kantor Pertanahan.
Hak Guna Bangunan dapat hapus oleh sebab-sebab seperti yang
disebutkan dalam Pasal 35 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah
a) berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b) dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau
pemegang Hak MiIik sebelum jangka waktunya berakhir, karena:
1) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau
dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 32; atau
2) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang
tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara
pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau
perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan ; atau
3) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap;
c) dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu
berakhir;
d) dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;
e) ditelantarkan;
f) tanahnya musnah;
g) ketentuan Pasal 20 ayat 2.
Dengan berakhirnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya menjadi
tidak diperpanjang jangka waktu berlakunya, maka sesuai dengan ketentuan
pasal 37 ayat 1 PP No. 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa pemegang
“bekas” Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda
yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan
kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak
Guna Bangunan.
Berdasarkan hal-hal yang melatar belakangi permasalahan tersebut
diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Kajian Hukum
Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang Hak Tanggungan Atas
Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (HPL)
Yang Menjadi Obyek Jaminan (Studi : PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk
Cabang Medan Diponegoro)”.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah kedudukan Bank selaku pemegang Hak Tanggungan apabila
Sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak Pengelolaan (HPL)
yang sedang dijaminkan berakhir Haknya?
2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Bank selaku pemegang hak tanggungan
dalam mengantisipasi Sertipikat Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan
(HPL) yang telah berakhir tersebut?
3. Apa tindakan Bank selaku pemegang Hak Tanggungan dengan berakhirnya
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Bank selaku pemegang Hak
Tanggungan apabila Sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak
Pengelolaan (HPL) yang sedang dijaminkan berakhir Haknya.
2. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh Bank selaku pemegang
hak tanggungan dalam mengantisipasi Sertipikat Hak Guna Bangunan diatas
Hak Pengelolaan (HPL) yang telah berakhir tersebut.
3. Untuk mengetahui Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Bank selaku
pemegang Hak Tanggungan dengan berakhirnya Sertipikat Hak Guna
Bangunan tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat,
baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut :
1. Teoritis
Penelitian ini dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
dibidang perbankan terutama dalam Hukum Agraria dan Pertanahan.
2. Praktis
Hasil penelitian ini berguna sebagai masukan (input) maupun sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil langkah-langkah kebijakan dibidang
perekonomian dan bahwasanya dalam penyaluran dana dalam bentuk kredit,
bank memerlukan jaminan yang berfungsi sebagai antisipasi kredit macet
E. Keaslian Penelitian
Sebelumnya peneliti telah melakukan penelusuran terhadap
penelitian-penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu di Perpustakaan Magister
Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terhadap
penelitian yang telah ada, akan tetapi penelitian yang membahas tentang Kajian
Hukum Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang Hak Tanggungan Atas
Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (HPL) Yang
Menjadi Obyek Hak Jaminan (Studi : PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk
Cabang Medan Diponegoro) belum pernah dilakukan penelitiannya. Oleh sebab itu
penelitian yang akan dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah asli dan dapat
dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis berdasarkan objektivitas
dan professional.
Dari uraian tersebut diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
penelitian tentang “Kajian Hukum Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang
Hak Tanggungan Atas Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak
Pengelolaan (HPL) Yang Menjadi Obyek Jaminan (Studi : PT. Bank Internasional
Indonesia, Tbk Cabang Medan Diponegoro)” belum pernah ada yang melakukan
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada
metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh
teori.15
Kegiatan penelitian dimulai apabila seorang peneliti melakukan usaha
untuk bergerak dari teori. Dalam proses ini akan timbul preferensi seorang
ilmuwan terhadap teori-teori dan metode-metode tertentu.16
Teori dapat diartikan sebagai suatu system yang berisi proporsi-proporsi
yang telah diuji kebenarannya, maka suatu teori juga mungkin memberikan
pengarahan pada aktivitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf
pemahaman tertentu.17
Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk
bagaimana mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan
menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu.18
Landasan teori merupakan suatu kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dijadikan
bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak
15 Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Univesitas Indonesia UI Press, Jakarta, 2005,
hal. 6
16Ibid 17Ibid
disetujui yang merupakan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam
penulisan.19
Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati. Berdasarkan
dari pengertian tersebut serta berangkat dari pemikiran bahwa dalam masyarakat
Indonesia hukum tanah memegang peranan yang sangat penting yang bertalian
erat dengan sifat masyarakat.
Menurut ajaran Yuridis Dogmatis bahwa :
”Tujuan Hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaaan, melainkan semata-mata untuk kepastian. Menurut aliran ini meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal asalkan kepastian hukum dapat terwujud. Hukum identik dengan kepastian”.20
Selanjutnya Van Kan mengatakan bahwa Hukum bertujuan menjaga
kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu.
Bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam
masyarakat.21
19M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
20Achmad Ali, Menguak Hukum (suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta,
2002, hal. 83.
21C.S.T. Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002,
Adapun teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian
ini adalah adalah teori Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), yaitu teori yang
menjelaskan bahwa hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, karena setiap
orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa
konkrit.22 Demikian halnya dengan kedudukan Bank selaku pemegang Hak
Tanggungan apabila Sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak
Pengelolaan (HPL) yang sedang dijaminkan pada PT. Bank Internasional
Indonesia Cabang Medan Diponegoro berakhir Haknya harus mempunyai
kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggung
jawabkan secara hukum.
Hak Guna Bangunan menurut pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah Hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya
sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak ini terbatas jangka
waktunya sampai dengan 30 tahun, akan tetapi dapat diperpanjang selama 20
tahun.23 Perpanjangan jangka waktu Hak atas tanah ini termasuk kategori
pendaftaran tanah, karena perubahan data yuridis dan terjadinya perubahan jangka
waktu berlakunya hak yang dicantumkan tersebut dalam Sertipikat tanah yang
bersangkutan.24
22Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo,Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1993, hal. 1.
Kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 pasal 22
menyebutkan bahwa :
1. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan
pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
2. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan
keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk
berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.
3. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian Hak
Guna Bangunan atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diatur
lebih lanjut dengan keputusan presiden.
Terhadap Hak Guna Bangunan yang diberikan diatas Hak Pengelolaan,
setiap perbuatan hukum yang berhubungan dengan Hak Guna Bangunan diatas
bidang tanah tersebut harus mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
pemegang Hak Pengelolaan. Pengaturan mengenai pembebanan Hak Tanggungan
atas Hak Guna Bangunan sebagai hak yang dapat dibebankan Hak tanggungan
diatur dalam pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960.
Hapusnya Hak Guna Bangunan seperti yang diatur dalam pasal 40 UUPA
yang menyebutkan bahwa Hak Guna Bangunan hapus karena :
a. jangka waktu berakhir
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
terpenuhi
d. dicabut untuk kepentingan umum
e. diterlantarkan
f. tanahnya musnah
g. ketentuan dalam pasal 36 ayat 2.
Dengan demikian apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, maka
tanah tersebut kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan seperti yang telah
disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan.
2. Konsepsi
Kerangka konseptual pada dasarnya merupakan suatu pengarah atau
pedoman yang lebih konkrit kepada kerangka teoritis yang seringkali bersifat
abstrak. Walaupun demikian suatu kerangka konseptual belaka, kadang-kadang
dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan definisi-definisi operasional
yang akan dapat menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Dengan
demikian maka kecuali terdiri dari pada konsep-konsep, suatu kerangka
konsepsional dapat pula mencakup definisi-definisi operasional. Definisi
merupakan keterangan mengenai maksud untuk memakai sebuah lambang secara
khusus yaitu menyatakan apa arti sebuah kata.25
25Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm.
Konsepsi juga diterjemahkan sebagai usaha membawa suatu dari abstrak
menjadi sesuatu yang konkrit. Dari uraian kerangka teori di atas, akan dijelaskan
beberap konsep dasar yang digunakan dalam penulisan tesis ini, antara lain :
Sertipikat adalah Surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah
wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang
masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.26
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling
lama 30 tahun. Jangka waktu Hak Guna Bangunan seperti yang disebutkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah.27
Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.28
Hak Tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.29
26Lihat pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
27Lihat pasal 25 PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai atas Tanah.
28Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata
Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, pasal 1 angka 3.
G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi, hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan
untuk mengengkap kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.30
Penelitian pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan atau menguji
kebenaran suatu pengetahuan.31
1. Sifat Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian maka jenis penelitian
yang diterapkan adalah dengan metode penulisan dan pendekatan yuridis
normatif.32 Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat
peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder
atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas33 yaitu berupa perundang-undangan, peraturan
pemerintah yang berkaitan dengan Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan.
Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan
30Soerjono Soekanto,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, hal. 1.
31Ronny Hantijo Soemitro,Metode Penelitian Hukum,Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000, hal. 15 32Roni Hantijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta
1998, hal. 11
hukum primer34, misalnya buku-buku teks, hasil penelitian para ahli,
makalah-makalah seminar dan hasil karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan :
a. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan
dengan objek penelitian dan peraturan perundang-undangan serta peraturan
pelaksanaannya yang berkaitan tentang Hak Tanggungan atas Sertipikat Hak
Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan yang telah berakhir jangka waktu
Haknya dan masih menjadi jaminan Bank.
b. Penelitian lapangan yaitu untuk mendapatkan data primer yang berkaitan
dengan materi penelitian, yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap Hak
Tanggungan atas Sertipikat Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan yang
telah berakhir jangka waktu Haknya dan masih menjadi jaminan Bank.
3. Alat Pengumpul Data
Dalam melakukan penelitian ini, adapun metode pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan melakukan :
1. Studi dokumen (document study), yaitu dengan mempelajari makalah-makalah,
tulisan-tulisan ataupun buku-buku yang berkaitan dengan materi penelitian.
2. Wawancara (interview), yaitu melakukan wawancara dengan para informan
atau nara sumber dengan menggunakan pedoman wawancara bebas agar data
34Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Keenam, Raja Grafindo Perkasa,
diperoleh langsung dari sumbernya dan lebih mendalam. Para informan atau
nara sumber yang akan diwawancarai, yaitu pihak PT. Bank Internasional
Indonesia, Tbk Cabang Medan Diponegoro, Notaris/PPAT dan Kantor
Pertanahan Kota Medan. 4. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data/ mengorganisasikannya
ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh
data.35Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data secara kualitatif yang
diolah dengan menggunakan metode deduktif dan kemudian ditarik kesimpulan
dari pembahasan yang dilakukan.
Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library
research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research)
disusun secara berurut dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan cara
metode deduktif dan diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ditetapkan
dalam tesis ini.
BAB II
KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK
PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN
A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian Hak Tanggungan
Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal
1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 memberikan
perumusan sebagai berikut:
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”
Kemudian pada Angka 4 Penjelasan Umum atas Undang-Undang hak
Tanggungan antara lain menyatakan:
“Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukalt diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitur cedera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lain.”
atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu pemegang Hak Tanggungan terhadap
kreditor lain. Jaminan yang diberikan, yaitu hak yang diutamakan atau
mendahulu dari kreditor-kreditor lainnya bagi kreditor (Pemegang Hak
Tanggungan).
Sesuai dengan perumusan pengertian Hak Tanggungan di atas, Hak
Tanggungan dimaksud hanya Hak Tanggungan yang dibebani dengan hak atas
tanah atau dengan kata lain UUHT hanya mengatur lembaga hak jaminan atas
hak atas tanah belaka, sedangkan lembaga hak jaminan atas benda-benda lain
selain hak atas tanah tidak termasuk dalam luas ruang lingkup pengertian
HakTanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan.
Lembaga-lembaga hak jaminan diluar Hak Tanggungan tersebut akan
dibiarkan berkembang sendiri-sendiri sesuai dengan perkembangan kebutuhan
hukum dalam masyarakat. Hal ini menggambarkan adanya gejala kurangnya
keinginan untuk menciptakan kesatuan hukum jaminan nasional. Kalau gejala ini
terus dibiarkan, tidak mustahil akan dapat menumbuhkan pranata hukum dan
hukum-hukum yang liar, yang tidak jelas arah dan tujuan perkembangannya.36
Apabila pengertian di atas dirinci lebih lanjut, terdapat beberapa unsur
esensial yang merupakan ciri-ciri dari Hak Tanggungan tersebut, yaitu :
36
a) hak jaminan kebendaan;
b) objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah, baik berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah yang bersangkutan;
c) diperuntukkan untuk menjamin pelunasan utang tertentu;
d) dengan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor pemegang
Hak Tanggungan.
Perumusan Hak Tanggungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal l angka
1 UUHT dimaksud bukan merupakan perumusan umum tentang Tanggungan,
tetapi hanya merumuskan Hak Tanggungan atas tanah (beserta dengan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah) saja. Pembuat undang-undang tidak hendak
memberikan perumusan tentang Hak Tanggungan pada umumnya, tetapi hanya
membatasi diri dengan memberikan perumusan Hak Tanggungan atas tanah
beserta dengan benda-benda yang berkaitan dengan tanah saja. Perumusannya
memberikan peluang untuk di kemudian hari adanya pengaturan tentang Hak
Tanggungan atas benda lain.37
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui ciri-ciri Hak Tanggungan
sebagai hak kebendaan, sebagai berikut:38
37
J. Satrio,Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku I, Bandung , Citra Aditya Bakti, 1997, Hal. 64.