• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang Hak Tanggungan Atas Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (Hpl) Yang Menjadi Objek Jaminan (Studi : Pt Bank Internasional Indonesia, Tbk Cabang Medan Diponegoro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Hukum Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang Hak Tanggungan Atas Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (Hpl) Yang Menjadi Objek Jaminan (Studi : Pt Bank Internasional Indonesia, Tbk Cabang Medan Diponegoro)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

CABANG MEDAN DIPONEGORO)

TESIS

Oleh

MELKI SUHERY SIMAMORA

117011118/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

CABANG MEDAN DIPONEGORO)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MELKI SUHERY SIMAMORA

117011118/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

OBJEK JAMINAN (STUDI : PT BANK INTERNASIONAL INDONESIA, TBK CABANG MEDAN DIPONEGORO)

Nama Mahasiswa : MELKI SUHERY SIMAMORA Nomor Pokok : 117011118

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

(5)

Nama : MELKI SUHERY SIMAMORA

Nim : 117011118

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KAJIAN HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN BANK

SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS

BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA

BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN (STUDI : PT BANK INTERNASIONAL INDONESIA, TBK CABANG MEDAN DIPONEGORO)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :MELKI SUHERY SIMAMORA

(6)

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... v

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 19

C. Tujuan Penelitian ... 20

D. Manfaat Penelitian ... 20

E. Keaslian Penelitian ... 21

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 22

1. Kerangka Teori ... 22

2. Konsepsi ... 26

G. Metode Penelitian ... 28

1. Sifat Penelitian ... 28

2. Teknik Pengumpulan Data ... 29

3. Alat Pengumpul Data ... 29

4. Analisis Data ... 30

BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN ... 31

A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan ... 31

B. Tinjauan Umum Hak Guna Bangunan ... 54

(7)

DALAM MENGANTISIPASI BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK

JAMINAN ... 81

BAB IV TINDAKAN-TINDAKAN YANG DILAKUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DENGAN BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 103

(8)

pihak lain yang terkait memperoleh perlindungan melalui lembaga jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait. Bank sebagai salah satu lembaga pembiayaan yang membantu kelancaran usaha debiturnya melalui pinjaman uang dalam bentuk pemberian kredit mempunyai fungsi utama dalam pertumbuhan ekonomi.

Untuk itu diperlukan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disingkat UUHT. Salah satu peristiwa yang dapat menghapuskan Hak Tanggungan disebutkan dalam Pasal 18 ayat 1d Undang-Undang Hak Tanggungan bahwa sebagai dasar yang disebutkan terakhir untuk hapusnya Hak Tanggungan adalah hapusnya hak atas tanah. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. Akan tetapi apabila jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut berakhir dan masih diperpanjang maka Hak Tanggungan masih melekat, sebaliknya apabila Hak Guna Bangunan tersebut tidak dapat diperpanjang maka Hak Tanggungan juga akan hapus demikian juga halnya dengan Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan (HPL) sehingga posisi kreditor tidak lagi sebagai Kreditur Preferen melainkan menjadi kreditor konkuren.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, karena setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil :

1. Kedudukan Bank selaku pemegang Hak Tanggungan dengan berakhirnya jangka waktu Sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak Pengelolaan (HPL) dan sedang menjadi objek jaminan, yaitu yang pada awalnya berposisi sebagai kreditor preferen sebagai pemegang jaminan kebendaan karena Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sebagai perjanjian jaminan kebendaan mempunyai prinsip absolut/mutlak,droit de suite, droit de preference, spesialitas dan publisitas, maka dengan hapusnya Hak Tanggungan berubah menjadi kreditor konkuren yang mempunyai hak perseorangan yang merupakan hak yang timbul dari jaminan umum atau jaminan yang timbul dari undang-undang sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1131 KUHPerdata.

(9)

perpanjangan serta retribusi (uang pemasukan kas negara) yang terlalu mahal, c). Debitor yang awam dan tidak kooperative tidak mau menanggung biaya-biaya proses perpanjangan Hak atas Sertipikat yang telah berakhir, d). Pengurusan perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan di kantor pertanahan yang cukup lama yang mengakibatkan SKMHT yang ditandatangani oleh Debitur bisa berulang-ulang.

3. Tindakan yang dapat dilakukan oleh Bank selaku kreditor pemegang Hak Tanggungan untuk mengantisipasi hapusnya hak atas tanah yang dijaminkan yaitu dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) pada waktu penandatanganan Perjanjian Kredit, yakni sebelum dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah yang akan dijaminkan dan hal tersebut telah dimungkinkan didalam Pasal 15 UUHT. Kemudian dengan mencantumkan janji-janji untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan. Menyelamatkan objek Hak Tanggungan disini termasuk untuk mengantisipasi atau menyelamatkan hapusnya hak atas tanah yang diagunkan karena habisnya waktu hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan akibat tidak diperpanjangnya masa berlaku hak atas tanah tersebut. Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah tersebut dapat dicantumkan kuasa dari pemberi Hak Tanggungan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memperpanjang jangka waktu hak atas tanah tersebut.

(10)

get protection from a strong guarantee board which is able to provide legal certainty for all of them. Bank as one of the financing institutions, which helps the streamlining of its debtors’ business through lending an amount of money in the form of credit, have the main function in the economic growth.

Therefore, a strong security right institution, capable of providing legal certainty for the parties concerned, is needed. For this reason, Law No. 4/1996, which regulates the Hypothecation on land and all properties related to it (UUHT), is enacted. One thing which can annul hypothecation as it is stipulated in Article 18 paragraph 1d of Law on Hypothecation is that the basis for the annulment of Hypothecation is the annulment of the land rights. The annulment of hypothecation on a State’s land, as it is stipulated in Article 35, will cause the land to be owned by the State. However, when the Building Rights come to an end and is still renewed, the hypothecation is associated. On the other hand, if the Building Rights cannot be renewed, the hypothecation will also be annulled. The same is true to the Building Rights on the Management Rights (HPL) so that the creditor’s position is not as a Preferential Creditor but as a Concurrent Creditor.

The research used Legal Certainty (Rechtssicherheit) method which explains that law must be implemented and enforced because each individual expects that law can be implemented in any concrete occurrence. Based on the findings of the research, it can be concluded that:

1. The Bank as the holder of Hypothecation, when the period of the validity of the Building Rights certificate, which is located on the Management Rights, comes to an end and is still a collateral, initially has the position as preferential creditor and the holder of hypothecation because the Deed for the Giving of Hypothecation (APHT) as the collateral has absolute, droit de suite, droit de preference, specialty, and publicity principles. Therefore, Hypothecation changes to be a concurrent creditor that has individual rights which is caused by general guarantee or the guarantee which is caused by law as it is stipulated in Article 1131 of the Civil Code.

(11)

long-Certificate in the Land Office which is long-winded can cause the debtors to be back and forth repeatedly in signing the SKMHT.

3. In order to anticipate the annulment of the land rights as the collateral, the Bank as the creditor who holds Hypothecation, can make a power of attorney for Charging Hypothecation (SKMHT) at the time the Credit Contract is signed, before the Deed for the Giving of Hypothecation (APHT) which will be mortgaged is made, and this can be done according to Article 15 of UUHT by attaching the promise to save the Hypothecation. What it means by saving the Hypothecation includes anticipating or saving the annulment of the mortgaged land rights because the period of the validity of the land rights which are charged by the Hypothecation has come to an end. The power of attorney from the mortgagor to the mortgagee can be attached on the Deed for the giving of Hypothecation in order to renew the period of the validity of the land rights.

(12)

Esa atas berkat dan rahmat dan karunianya yang telah menambah keyakinan dan

kekuatan bagi penulis dengan segala keterbatasan waktu dan materi yang dimiliki

sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul ”Kajian Hukum Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang Hak Tanggungan Atas Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (HPL) Yang Menjadi Objek Jaminan (Studi : PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk Cabang Medan Diponegoro)”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi

dalam menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak

memperoleh dukungan, motivasi, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikann ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum

(13)

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta

seluruh Staf atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga

dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Dosen Pembimbing

yang dengan penuh perhatian memberikan dorongan, masukan dan saran kepada

penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini;

6. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum, selaku anggota komisi

pembimbing yang dengan sabar dan perhatian memberi dukungan, masukan serta

arahan yang sangat membantu dalam penyempurnaan tesis ini;

7. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS, selaku anggota komisi pembimbing

yang dengan penuh kesabaran dan juga perhatian memberi dukungan serta

pengarahan kepada penulis;

8. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan dan arahan untuk penyempurnaan tesis ini;

9. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Dosen Penguji yang

(14)

informasi dibidang Perbankan dalam penyelesaian tesis ini.

12. Bapak Hafizunsyah, SH, yang telah bersedia meluangkan waktu guna

memberikan informasi di Kantor Pertanahan Kota Medan.

13. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2011 pada Group A yang selalu memberi

dukungan, semangat dan doa dalam menyelesaikan penulisan tesis ini;

14. Isteri dan anak tercinta, maafkan Papa yang telah banyak mengambil waktu bersama keluarga.

Secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada

kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Muslih AR. Simamora dan ibunda Rukmini

Piliyang yang telah membesarkan dengan kasih sayang, kesabaran, dan doa yang

tiada henti-hentinya hingga kami berhasil, semoga Allah SWT memberi umur yang

panjang dan memberi rahmat yang seluas-luasnya kepada orang tua penulis.

Akhir kata penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat memberikan

manfaat dan sebagai sarana bacaan untuk semua pihak, terutama kepada penulis dan

kalangan yang mengembangkan ilmu hukum khususnya bidang ilmu kenotariatan.

Medan, Juli 2013 Penulis

(15)

Nama : Melki Suhery Simamora

Tempat/Tanggal lahir : Padang Masiang/ 29 Mei 1982

Alamat : Jl. Beringin III No. 53-A Medan

Jenis Kelamin : Laki-laki

II. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Muslih AR. Simamora

Nama Ibu : Rukmini Piliyang

III. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Negeri 1 Barus (1990-1995)

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama : SLTP Negeri 1 Barus (1995-1998)

Sekolah Menengah Umum : MAN 1 Barus (1998-2001)

Diploma III : Akademi Perdagangan (Akperdag “TP)

Semarang (2001-2004

Strata I : UNIVERSITAS DHARMAWANGSA

Fakultas Ekonomi (2004-2008) Fakultas Hukum (2008-2010)

Strata II : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(16)

pihak lain yang terkait memperoleh perlindungan melalui lembaga jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait. Bank sebagai salah satu lembaga pembiayaan yang membantu kelancaran usaha debiturnya melalui pinjaman uang dalam bentuk pemberian kredit mempunyai fungsi utama dalam pertumbuhan ekonomi.

Untuk itu diperlukan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disingkat UUHT. Salah satu peristiwa yang dapat menghapuskan Hak Tanggungan disebutkan dalam Pasal 18 ayat 1d Undang-Undang Hak Tanggungan bahwa sebagai dasar yang disebutkan terakhir untuk hapusnya Hak Tanggungan adalah hapusnya hak atas tanah. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. Akan tetapi apabila jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut berakhir dan masih diperpanjang maka Hak Tanggungan masih melekat, sebaliknya apabila Hak Guna Bangunan tersebut tidak dapat diperpanjang maka Hak Tanggungan juga akan hapus demikian juga halnya dengan Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan (HPL) sehingga posisi kreditor tidak lagi sebagai Kreditur Preferen melainkan menjadi kreditor konkuren.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, karena setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil :

1. Kedudukan Bank selaku pemegang Hak Tanggungan dengan berakhirnya jangka waktu Sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak Pengelolaan (HPL) dan sedang menjadi objek jaminan, yaitu yang pada awalnya berposisi sebagai kreditor preferen sebagai pemegang jaminan kebendaan karena Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sebagai perjanjian jaminan kebendaan mempunyai prinsip absolut/mutlak,droit de suite, droit de preference, spesialitas dan publisitas, maka dengan hapusnya Hak Tanggungan berubah menjadi kreditor konkuren yang mempunyai hak perseorangan yang merupakan hak yang timbul dari jaminan umum atau jaminan yang timbul dari undang-undang sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1131 KUHPerdata.

(17)

perpanjangan serta retribusi (uang pemasukan kas negara) yang terlalu mahal, c). Debitor yang awam dan tidak kooperative tidak mau menanggung biaya-biaya proses perpanjangan Hak atas Sertipikat yang telah berakhir, d). Pengurusan perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan di kantor pertanahan yang cukup lama yang mengakibatkan SKMHT yang ditandatangani oleh Debitur bisa berulang-ulang.

3. Tindakan yang dapat dilakukan oleh Bank selaku kreditor pemegang Hak Tanggungan untuk mengantisipasi hapusnya hak atas tanah yang dijaminkan yaitu dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) pada waktu penandatanganan Perjanjian Kredit, yakni sebelum dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah yang akan dijaminkan dan hal tersebut telah dimungkinkan didalam Pasal 15 UUHT. Kemudian dengan mencantumkan janji-janji untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan. Menyelamatkan objek Hak Tanggungan disini termasuk untuk mengantisipasi atau menyelamatkan hapusnya hak atas tanah yang diagunkan karena habisnya waktu hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan akibat tidak diperpanjangnya masa berlaku hak atas tanah tersebut. Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah tersebut dapat dicantumkan kuasa dari pemberi Hak Tanggungan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memperpanjang jangka waktu hak atas tanah tersebut.

(18)

get protection from a strong guarantee board which is able to provide legal certainty for all of them. Bank as one of the financing institutions, which helps the streamlining of its debtors’ business through lending an amount of money in the form of credit, have the main function in the economic growth.

Therefore, a strong security right institution, capable of providing legal certainty for the parties concerned, is needed. For this reason, Law No. 4/1996, which regulates the Hypothecation on land and all properties related to it (UUHT), is enacted. One thing which can annul hypothecation as it is stipulated in Article 18 paragraph 1d of Law on Hypothecation is that the basis for the annulment of Hypothecation is the annulment of the land rights. The annulment of hypothecation on a State’s land, as it is stipulated in Article 35, will cause the land to be owned by the State. However, when the Building Rights come to an end and is still renewed, the hypothecation is associated. On the other hand, if the Building Rights cannot be renewed, the hypothecation will also be annulled. The same is true to the Building Rights on the Management Rights (HPL) so that the creditor’s position is not as a Preferential Creditor but as a Concurrent Creditor.

The research used Legal Certainty (Rechtssicherheit) method which explains that law must be implemented and enforced because each individual expects that law can be implemented in any concrete occurrence. Based on the findings of the research, it can be concluded that:

1. The Bank as the holder of Hypothecation, when the period of the validity of the Building Rights certificate, which is located on the Management Rights, comes to an end and is still a collateral, initially has the position as preferential creditor and the holder of hypothecation because the Deed for the Giving of Hypothecation (APHT) as the collateral has absolute, droit de suite, droit de preference, specialty, and publicity principles. Therefore, Hypothecation changes to be a concurrent creditor that has individual rights which is caused by general guarantee or the guarantee which is caused by law as it is stipulated in Article 1131 of the Civil Code.

(19)

long-Certificate in the Land Office which is long-winded can cause the debtors to be back and forth repeatedly in signing the SKMHT.

3. In order to anticipate the annulment of the land rights as the collateral, the Bank as the creditor who holds Hypothecation, can make a power of attorney for Charging Hypothecation (SKMHT) at the time the Credit Contract is signed, before the Deed for the Giving of Hypothecation (APHT) which will be mortgaged is made, and this can be done according to Article 15 of UUHT by attaching the promise to save the Hypothecation. What it means by saving the Hypothecation includes anticipating or saving the annulment of the mortgaged land rights because the period of the validity of the land rights which are charged by the Hypothecation has come to an end. The power of attorney from the mortgagor to the mortgagee can be attached on the Deed for the giving of Hypothecation in order to renew the period of the validity of the land rights.

(20)

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi mempunyai makna sebagai suatu bagian dari

pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan

kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka mendorong dan menggairahkan dunia usaha,

pemerintah telah memberi dukungan dengan menyediakan berbagai fasilitas dan

bermacam-macam sarana termasuk didalamnya upaya dalam menunjang

permodalan yaitu dengan menyediakan fasilitas kredit. Memperhatikan

pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha sekarang ini para pengusaha dalam

upaya menambah kebutuhan akan modal yang akan mendorong kelancaran

usahanya, biasanya memanfaatkan fasilitas kredit yang disediakan oleh pemerintah

dan disalurkan melalui lembaga-lembaga keuangan dengan mengadakan perjanjian

kredit.1

Untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh

pemerintah maupun masyarakat secara perorangan ataupun badan hukum, sangat

diperlukan dana dalam jumlah yang besar2. Maka untuk memperlancar pengerahan

dana, memperluas pemberian kredit kepada masyarakat hendaknya diusahakan

1

Kartono,Hak-Hak Jaminan Kredit, Pradnya Paramita, Jakarta , 1977, hal .98

2Husni Hasbullah, Frieda,Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak Yang Memberi Jaminan, Jilid 2, Ind

(21)

agar dana-dana yang disalurkan lewat bank-bank, tidak hanya berasal dari bank

sentral dan APBN saja melainkan juga menyerap dana-dana yang berasal dari

masyarakat sendiri.

Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses

pembangunan sudah seharusnya apabila pemberi dan penerima kredit serta

pihak-pihak lain yang terkait memperoleh perlindungan melalui lembaga jaminan yang

kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pada pasal 58 dinyatakan tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa “Hak Tanggungan yang dapat

dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan tersebut

dalam pasal 25, pasal 33 dan pasal 39 diatur denganUndang-Undang”. Dengan

demikian telah disediakan Lembaga jaminan yang dapat dibebankan kepada

hak-hak atas tanah, yakni Hak Tanggungan yang menjadi pengganti Lembaga

Hypotheek yang diatur dalam Buku II KUHPerdata dan Credietverband yang

diatur dalam S. 1908-542 Juncto. S.1937-190.

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti bahwa jika Debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain.3

3Kelompok Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum UNPAD,Hak Tanggungan Atas Tanah dan

(22)

Guna menjalankan perekonomian dan dunia usaha terutama sektor riil

sudah pasti membutuhkan pendanaan yang besar dan juga modal yang besar.

Masalah dana dan permodalan adalah sesuatu yang vital bagi dunia usaha. Modal

merupakan sesuatu yang mutlak bagi suatu perusahaan dalam melaksanakan

aktivitas bisnisnya, begitu pula halnya dengan perusahaan juga akan mati tanpa

dana. Dengan demikian salah satu permasalahan dalam bidang ekonomi adalah

masalah permodalan.

Sebagaimana yang diarahkan dalam Garis Garis Besar Haluan Negara

(GBHN), bahwa pembangunan nasional merupakan suatu usaha bersama antara

masyarakat dan pemerintah4. Masyarakat adalah pelaku utama pembagunan dan

pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan

suasana yang menunjang. Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional,

khususnya dibidang ekonomi yang pelakunya meliputi semua unsur kehidupan

ekonomi, baik pemerintah, swasta, badan hukum, maupun perseorangan,

pembiayaan merupakan sarana yang mutlak diperlukan.

Bank sebagai salah satu lembaga pembiayaan yang membantu kelancaran

usaha debiturnya melalui pinjaman uang dalam bentuk pemberian kredit

mempunyai fungsi utama dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut pasal 1 angka 11

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan sebagai berikut :

(23)

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.

Pemberian Kredit yang dilakukan oleh bank sebagai lembaga pembiayaan

atau keuangan sudah semestinya mendapat perlindungan hukum bagi pemberi dan

penerima kredit serta pihak terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga

jaminan hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Dalam perkembangan

kegiatan perkreditan seperti dijelaskan diatas, tidak bisa dilepaskan dari pemberian

kredit oleh bank itu sendiri dan jaminan atas pelunasan kredit tersebut. Oleh

karena itu pemerintah mendorong perbankan untuk menyelurkan kredit tanpa

adanya keharusan pemohon kredit memberikan jaminan, tetapi pada umumnya

perbankan tidak memberikan kredit tanpa adanya jaminan.

Hal ini disebabkan karena kedudukan bank sebagai lembaga keuangan

yang kegiatan operasionalnya berada dalam lingkup penghimpunan dana dari

masyarakat (dalam bentuk kredit) sampai dana tersebut kembali lagi ke Bank.

Dengan demikian dalam setiap kegiatan perkreditan, pihak bank perlu memperoleh

jaminan atas pembayaran piutangnya, yaitu dengan cara meminta jaminan kepada

nasabah.

Dalam perwujudan tentang jaminan umum yang bersumber karena

peraturan perundang-undangan berdasarkan pasal 1131 KUHPerdata, yang

(24)

maupun yang tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian

hari menjadi tanggungan atas seluruh perikatannya5. Apabila terjadi wanprestasi

maka seluruh harta benda debitor dijual lelang dan dibagi-dibagi menurut besar

kecilnya piutang masing-masing kreditor. Namun perlindungan yang berasal dari

jaminan umum tersebut dirasakan belum memberikan rasa aman bagi kreditor,

sehingga dalam praktik penyaluran kredit, agar bank (kreditur) memiliki hak yang

istimewa atau preferen atas benda jaminan yang secara khusus disediakan oleh

debitor, maka jaminan tersebut harus diikat secara khusus. Pasal 1131

KUHPerdata mengatur hak untuk didahulukan diantara kreditur muncul dari hak

istimewa seperti hak hipotik, hak tanggungan, gadai dan fidusia.

Permintaan jaminan khusus oleh bank dalam penyaluran kredit tersebut

merupakan realisasi dari prinsip kehati-hatian bank sebagaimana ditentukan oleh

Undang-Undang Perbankan. Dalam Perbankan ada azas yang harus diperhatikan

oleh Bank sebelum mamberikan kredit kepada nasabahnya, yang dikenal dengan

istilah The five C’s of Credit, artinya pada pemberian kredit tersebut harus

diperhatikan lima faktor, yaitu Character (karakter), Capacity (kemampuan

mengembalikan utang), Collateral (jaminan), Capital (modal), dan Condition

(situasi dan kondisi).

Didalam setiap pemberian kredit selalu diperlukan jaminan atau agunan.

Adapun jaminan yang diberikan dapat berbentuk benda tidak bergerak (tetap),

misalnya tanah, rumah, sawah, ladang, tambak dan lain sebagainya. Sebenarnya

(25)

yang dijadikan jaminan disini adalah hak atas tanah tersebut diatas. Berdasarkan

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 pada Pasal 28 yang

dapat dijadikan jaminan hutang dengan di bebani Hak Tanggungan6 yaitu Hak

Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan.

Obyek Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 pada pasal 28 yang sekarang telah

diatur dengan adanya Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) Nomor 4 tahun

1996 yang disebutkan pada Pasal 4 ayat 1, bahwa Hak atas tanah yang dapat

dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna

Bangunan.

Selain hak-hak atas tanah diatas disebutkan juga pada Pasal 2 UUHT

tersebut bahwa Hak pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku

wajib didaftar menurut sifatnya dapat dialihkan juga dapat dibebani Hak

Tanggungan, dan disebutkan pada Pasal 4 UUHT, Hak Tanggungan dapat juga

dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang

telah ada atau akan ada yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang

pembebanannya dengan tegas dinyatakan didalam Akta Pemberian Hak

Tanggungan yang bersangkutan dan juga disebutkan pada Pasal 27 bahwa

Ketentuan undang-undang ini berlaku juga terhadap pembebanan hak jaminan atas

Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.

(26)

Seperti yang kita ketahui bahwa pemberian Hak Tanggungan hanya akan

terjadi bilamana sebelumnya diadakan Perjanjian Pokok yang berupa perjanjian

yang menimbulkan suatu hubungan hukum utang piutang yang dijamin

pelunasannya dengan Hak Tanggungan, sesuai dengan sifat accessoir dari

perjanjian Hak Tanggungan7. Adapun fungsi daripada jaminan tersebut adalah

demi keamanan pinjaman yang diberikan oleh Bank selaku kreditur kepada

nasabahnya (debitur).

Ketentuan ini telah secara tegas dinyatakan dalam pasal 3 ayat 1

Undang-Undang Hak Tanggungan, bahwa :

“Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan.”

Perjanjian Pokok yang dimaksud tersebut diatas dapat berupa Perjanjian

Kredit. Perjanjian kredit yang telah ditandatangani oleh Kreditur dan Debitur (para

pihak) tersebut dapat berbentuk akta dibawah tangan (yang dibuat oleh para pihak

sendiri) atau dalam bentuk akta Otentik yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris),

yang mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut8:

1. Perjanjian Kredit sebagai alat bukti bagi Kreditur dan Debitur yang

membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara Bank sebagai

Kreditur dan Debitur. Hak Debitur adalah menerima pinjaman dan

(27)

menggunakan sesuai dengan tujuannya dan kewajiban Debitur

mengembalikan hutang tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang

telah ditentukan dan Hak Kreditur untuk mendapat pembayaran bunga dan

kewajiban Kreditur adalah meminjamkan sejumlah uang kepada Debitur dan

Kreditur berhak kembali menerima pembayaran kembali pokok dann bunga.

2. Perjanjian Kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pengawasan kredit

yang telah diberikan Karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan

dalam pemberian kredit dan pengembalian kredit. Untuk mencairkan kredit

dan penggunaan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit.

3. Perjanjian Kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari

perjanjian ikutannya yaitu perjanjian pengikatan jaminan. Pemberian kredit

pada umumnya dijamin dengan benda-benda bergerak atau benda tidak

bergerak milik Debitur atau milik pihak ketiga yang harus dilakukan

pengikatan jaminan.

4. Perjanjian Kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya

hutang Debitur artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan

eksekutorial atau tidak memberikan kekuasaan langsung kepada bank selaku

kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila Debitur tidak mampu

melunasi hutangnya (wanprestasi).

Jaminan kebendaan mempunyai posisi paling dominan dan dianggap

strategis dalam penyaluran kredit bank. Jaminan kebendaan yang paling banyak

(28)

prospek yang menguntungkan. Dalam praktek terlihat, bahwa sebagian besar

benda yang menjadi objek jaminan adalah tanah. Hal ini dikarenakan tanah

mempunyai nilai ekonomi yang senantiasa meningkat. Kondisi yang demikian ini

disebabkan oleh nilai permintaan dan ketersediaan barang (tanah) yang senantiasa

semakin besar.

Sesuai dengan hukum ekonomi, kondisi ini mengakibatkan nilai tanah

cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Kenyataan diatas telah menempatkan

tanah sebagai benda jaminan yang ideal. Tanah memilik peran yang sangat

penting artinya dalam kehidupan bangsa Indonesia ataupun dalam pelaksanaan

pembangunan nasional yang diselenggarakan sebagai upaya berkelanjutan untuk

mewujukan masyarakat yang adil dan makmur berdasar Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu pengaturan penguasaan pemilikan dan

penggunaan tanah perlu lebih diarahkan bagi semakin terjaminnya tertib dibidang

hukum pertanahan, administrasi pertanahan, penggunaan tanah, ataupun

pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, sehingga adanya kepastian hukum di

bidang pertanahan pada umumnya dapat terwujud.

(29)

wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia itu, untuk pada tingkatan tertinggi.

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya;

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian) dari bumi, air dan ruang angkasa itu;

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.9

Dengan demikian jelaslah, bahwa Negara harus mengatur segala

sesuatunya yang berkaitan dengan tanah (merupakan bagian dari bumi) tersebut,

agar digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kekuasaan Negara

mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi

dari hak itu sendiri, artinya sampai seberapa jauh Negara memberi kekuasaan

kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan haknya, maka sampai disitulah

batas kekuasaan Negara tersebut.10

Tujuan utama diberlakukannya UUPA adalah untuk memberikan

pengaturan penggunaan dan penguasaan tanah. Selain itu juga terlihat dalam

konsideran UUPA dibagian berpendapat yang menyebutkan11:

“Perlu adanya hukum agraria, yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia“ “Bahwa hukum agraria nasional harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa sebagai dimaksud diatas dan harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria“

9Angka 2 Penjelasan Umum Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 Tahun 1960

10A.P. Parlindungan,Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju, Bandung,

1998, hal. 44.

11Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

(30)

Dengan demikian jelaslah tujuan pemberlakuan UUPA tersebut adalah

untuk menghilangkan sifat dualisme dalam hukum tanah nasional, yang berarti

terciptanya unifikasi hukum tanah nasional dan terciptanya kepastian hukum

mengenai hak atas tanah, disamping tercapainya fungsi tanah secara optimal

sesuai dengan perkembangan kebutuhan rakyat Indonesia.

Untuk itu diperlukan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu

memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat

mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk

mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945. untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

mengenai hak tersebut, maka lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta

benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disingkat UUHT.

Dalam Pasal 1 ayat 1 UUHT dinyatakan bahwa Hak Tanggungan adalah

Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap

(31)

Sebagaimana yang terkandung dalam UUHT, maka unsur-unsur pokok

Hak Tanggungan antara lain12:

1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang

2. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA

3. Hak Tanggungan dapat dibebankan terhadap tanahnya (hak atas tanah) saja,

tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu

kesatuan dengan tanah itu

4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu

5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap

Kreditor-kreditor yang lain.

Menelaah kembali defenisi Hak Tanggungan yang terdapat pada Pasal 1

UU Nomor 4 Tahun 1996, dapat disimpulkan bahwa Hak Tanggungan

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap

kreditor-kreditor lain. Bahwa jika debitur cedera janji, Bank selaku kreditur

pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang

dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan, dengan hak mendahului daripada keditor-kreditor lain. Kedudukan

diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi

piutang-piutang negara menurut ketentuan hukum yang berlaku. Selain dalam penjelasan

umum UUHT ditemukan pengertian mengenai kalimat "kedudukan yang

12Sutan Remy Sjahdeini,Hak Tanggungan, Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang

(32)

diutamakan tertentu terhadap kreditor lain, juga dapat ditemukan dalam Pasal 20

ayat (1) UUHT ketentuan yang berbunyi bahwa :

Apabila debitor cedera janji, maka :

(a) Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak

Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau

(b) Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), objek Hak Tanggungan

dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditemukan dalam

peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak

Tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.

Dalam Pasal 8 ayat (2) UUHT menentukan bahwa kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan

(memberikan Hak Tanggungan) harus ada pada pemberi Hak

Tanggungan pada saat dilakukan pendaftaran Hak Tanggungan.

Sehubungan dengan ketentuan tersebut,

Hak tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang

telah dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, hak atas

tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang dikemudian hari tidak dapat

dijaminkan dengan Hak Tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Begitu juga

tidak mungkin untuk membebankan Hak Tanggungan pada suatu hak atas

tanah yang baru akan ada dikemudian hari. Berdasarkan Pasal 4 ayat (4)

(33)

yang menjadi objek Hak Tanggungan, tetapi juga berikut bangunan, tanaman,

dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.

Bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan

tanah tersebut adalah yang dimaksudkan oleh UUHT sebagai “Benda-benda

yang berkaitan dengan tanah”.

Benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dapat dibebani pula

dengan Hak Tanggungan tidak terbatas kepada benda-benda yang merupakan

milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan (Pasal 4 ayat 4 UUHT),

tetapi juga yang bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut (Pasal

4 ayat 5 UUHT). Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, adanya

Hak Tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya.

Apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain, dengan

sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga. Pada

pasal 18 UUHT disebutkan peristiwa-peristiwa yang dapat mengakibatkan

hapusnya Hak Tanggungan. Dari cara penyebutannya, orang bisa

menyimpulkan, bahwa yang menjadi maksud dari pembuat Undang-undang

untuk menentukan batasan hal-hal yang mengakibatkan hapusnya Hak

Tanggungan.

Dalam Pasal 18 UUHT disebutkan mengenai hapusnya Hak

Tanggungan Yaitu:

1. Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut :

(34)

b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;

c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh

Ketua Pengadilan Negeri;

d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

2. Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya

dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya

Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada

pemberi Hak Tanggungan.

3. Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan

berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi

karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak

Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan

dari beban Hak Tanggungan sebagaiman diatur dalam Pasal 19.

4. Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani

Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.

Salah satu peristiwa yang menghapuskan Hak Tanggungan disebutkan

dalam Pasal 18 ayat (1d) UUHT, bahwa sebagai dasar yang disebutkan

terakhir untuk hapusnya Hak Tanggungan adalah hapusnya hak atas tanah.

Hapusnya hak atas tanah banyak terjadi karena lewatnya jangka waktu hak

tersebut diberikan. Hak-hak yang lebih rendah tingkatannya dari pada hak

milik seperti Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai terbatas

(35)

berakhirnya hak atas tanah yang bersangkutan, maka hak atas tanah yang

bersangkutan kembali kepada pemiliknya dan kalau hak tersebut diberikan

oleh negara, maka tanah tersebut kembali kepada tanah negara.

Sebagai dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Perturan dasar-dasar pokok

agraria yang dalam pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa :

“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2

ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut

tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik

sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan

hukum”

Dengan adanya hak menguasai dari Negara yang dapat memberikan

tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut

peruntukan dan keperluannya.13

“Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka pemegang Hak atas tanah yang bersangkutan diberikan Sertipikat Hak atas Tanah. Sedangkan untuk melaksanakan fungsi informasi, data yang berkaitan dengan aspek fisik dan yuridis dari bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar, tujuan tertib administrasi pertanahan maka setiap bidang atau satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar”.14

13Muchsin, Imam Koeswoyo, Hukum Agraria Dalam Perspektif Sejarah, Refina Aditama, Bandung,

2007, hal. 56.

14Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju,

(36)

Dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang

Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah disebutkan

bahwa Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka

waktu paling lama 30 tahun dan jangka waktu tersebut dapat diperpanjang

dengan waktu paling lama 20 tahun. Sesudah jangka waktu Hak Guna

Bangunan dan perpanjangannya berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat

diberikan pembaharuan Hak Guna bangunan di atas tanah yang sama.

Pengaturan mengenai prosedur permohonan perpanjangan Hak Guna

Bangunan disebutkan dalam Pasal 27 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah

No.40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai atas Tanah yaitu:

1. Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau

pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum

berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau

perpanjangannya.

2. Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dicatat dalam buku

tanah pada Kantor Pertanahan.

Hak Guna Bangunan dapat hapus oleh sebab-sebab seperti yang

disebutkan dalam Pasal 35 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1996

tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

(37)

a) berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan

pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;

b) dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau

pemegang Hak MiIik sebelum jangka waktunya berakhir, karena:

1) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau

dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 32; atau

2) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang

tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara

pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau

perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan ; atau

3) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap;

c) dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu

berakhir;

d) dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;

e) ditelantarkan;

f) tanahnya musnah;

g) ketentuan Pasal 20 ayat 2.

Dengan berakhirnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya menjadi

(38)

tidak diperpanjang jangka waktu berlakunya, maka sesuai dengan ketentuan

pasal 37 ayat 1 PP No. 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa pemegang

“bekas” Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda

yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan

kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak

Guna Bangunan.

Berdasarkan hal-hal yang melatar belakangi permasalahan tersebut

diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Kajian Hukum

Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang Hak Tanggungan Atas

Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (HPL)

Yang Menjadi Obyek Jaminan (Studi : PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk

Cabang Medan Diponegoro)”.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah kedudukan Bank selaku pemegang Hak Tanggungan apabila

Sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak Pengelolaan (HPL)

yang sedang dijaminkan berakhir Haknya?

2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Bank selaku pemegang hak tanggungan

dalam mengantisipasi Sertipikat Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan

(HPL) yang telah berakhir tersebut?

3. Apa tindakan Bank selaku pemegang Hak Tanggungan dengan berakhirnya

(39)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Bank selaku pemegang Hak

Tanggungan apabila Sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak

Pengelolaan (HPL) yang sedang dijaminkan berakhir Haknya.

2. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh Bank selaku pemegang

hak tanggungan dalam mengantisipasi Sertipikat Hak Guna Bangunan diatas

Hak Pengelolaan (HPL) yang telah berakhir tersebut.

3. Untuk mengetahui Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Bank selaku

pemegang Hak Tanggungan dengan berakhirnya Sertipikat Hak Guna

Bangunan tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat,

baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut :

1. Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

dibidang perbankan terutama dalam Hukum Agraria dan Pertanahan.

2. Praktis

Hasil penelitian ini berguna sebagai masukan (input) maupun sebagai bahan

pertimbangan dalam mengambil langkah-langkah kebijakan dibidang

perekonomian dan bahwasanya dalam penyaluran dana dalam bentuk kredit,

bank memerlukan jaminan yang berfungsi sebagai antisipasi kredit macet

(40)

E. Keaslian Penelitian

Sebelumnya peneliti telah melakukan penelusuran terhadap

penelitian-penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu di Perpustakaan Magister

Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terhadap

penelitian yang telah ada, akan tetapi penelitian yang membahas tentang Kajian

Hukum Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang Hak Tanggungan Atas

Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (HPL) Yang

Menjadi Obyek Hak Jaminan (Studi : PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk

Cabang Medan Diponegoro) belum pernah dilakukan penelitiannya. Oleh sebab itu

penelitian yang akan dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah asli dan dapat

dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis berdasarkan objektivitas

dan professional.

Dari uraian tersebut diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

penelitian tentang “Kajian Hukum Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang

Hak Tanggungan Atas Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak

Pengelolaan (HPL) Yang Menjadi Obyek Jaminan (Studi : PT. Bank Internasional

Indonesia, Tbk Cabang Medan Diponegoro)” belum pernah ada yang melakukan

(41)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada

metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh

teori.15

Kegiatan penelitian dimulai apabila seorang peneliti melakukan usaha

untuk bergerak dari teori. Dalam proses ini akan timbul preferensi seorang

ilmuwan terhadap teori-teori dan metode-metode tertentu.16

Teori dapat diartikan sebagai suatu system yang berisi proporsi-proporsi

yang telah diuji kebenarannya, maka suatu teori juga mungkin memberikan

pengarahan pada aktivitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf

pemahaman tertentu.17

Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk

bagaimana mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan

menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu.18

Landasan teori merupakan suatu kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dijadikan

bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak

15 Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Univesitas Indonesia UI Press, Jakarta, 2005,

hal. 6

16Ibid 17Ibid

(42)

disetujui yang merupakan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam

penulisan.19

Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan

arahan/petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati. Berdasarkan

dari pengertian tersebut serta berangkat dari pemikiran bahwa dalam masyarakat

Indonesia hukum tanah memegang peranan yang sangat penting yang bertalian

erat dengan sifat masyarakat.

Menurut ajaran Yuridis Dogmatis bahwa :

”Tujuan Hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaaan, melainkan semata-mata untuk kepastian. Menurut aliran ini meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal asalkan kepastian hukum dapat terwujud. Hukum identik dengan kepastian”.20

Selanjutnya Van Kan mengatakan bahwa Hukum bertujuan menjaga

kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu.

Bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam

masyarakat.21

19M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.

20Achmad Ali, Menguak Hukum (suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta,

2002, hal. 83.

21C.S.T. Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002,

(43)

Adapun teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian

ini adalah adalah teori Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), yaitu teori yang

menjelaskan bahwa hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, karena setiap

orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa

konkrit.22 Demikian halnya dengan kedudukan Bank selaku pemegang Hak

Tanggungan apabila Sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak

Pengelolaan (HPL) yang sedang dijaminkan pada PT. Bank Internasional

Indonesia Cabang Medan Diponegoro berakhir Haknya harus mempunyai

kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggung

jawabkan secara hukum.

Hak Guna Bangunan menurut pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah Hak untuk

mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya

sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak ini terbatas jangka

waktunya sampai dengan 30 tahun, akan tetapi dapat diperpanjang selama 20

tahun.23 Perpanjangan jangka waktu Hak atas tanah ini termasuk kategori

pendaftaran tanah, karena perubahan data yuridis dan terjadinya perubahan jangka

waktu berlakunya hak yang dicantumkan tersebut dalam Sertipikat tanah yang

bersangkutan.24

22Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo,Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1993, hal. 1.

(44)

Kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 pasal 22

menyebutkan bahwa :

1. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan

pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk

2. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan

keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk

berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.

3. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian Hak

Guna Bangunan atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diatur

lebih lanjut dengan keputusan presiden.

Terhadap Hak Guna Bangunan yang diberikan diatas Hak Pengelolaan,

setiap perbuatan hukum yang berhubungan dengan Hak Guna Bangunan diatas

bidang tanah tersebut harus mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari

pemegang Hak Pengelolaan. Pengaturan mengenai pembebanan Hak Tanggungan

atas Hak Guna Bangunan sebagai hak yang dapat dibebankan Hak tanggungan

diatur dalam pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960.

Hapusnya Hak Guna Bangunan seperti yang diatur dalam pasal 40 UUPA

yang menyebutkan bahwa Hak Guna Bangunan hapus karena :

a. jangka waktu berakhir

b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak

terpenuhi

(45)

d. dicabut untuk kepentingan umum

e. diterlantarkan

f. tanahnya musnah

g. ketentuan dalam pasal 36 ayat 2.

Dengan demikian apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan

atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, maka

tanah tersebut kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan seperti yang telah

disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan.

2. Konsepsi

Kerangka konseptual pada dasarnya merupakan suatu pengarah atau

pedoman yang lebih konkrit kepada kerangka teoritis yang seringkali bersifat

abstrak. Walaupun demikian suatu kerangka konseptual belaka, kadang-kadang

dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan definisi-definisi operasional

yang akan dapat menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Dengan

demikian maka kecuali terdiri dari pada konsep-konsep, suatu kerangka

konsepsional dapat pula mencakup definisi-definisi operasional. Definisi

merupakan keterangan mengenai maksud untuk memakai sebuah lambang secara

khusus yaitu menyatakan apa arti sebuah kata.25

25Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm.

(46)

Konsepsi juga diterjemahkan sebagai usaha membawa suatu dari abstrak

menjadi sesuatu yang konkrit. Dari uraian kerangka teori di atas, akan dijelaskan

beberap konsep dasar yang digunakan dalam penulisan tesis ini, antara lain :

Sertipikat adalah Surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah

wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang

masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.26

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling

lama 30 tahun. Jangka waktu Hak Guna Bangunan seperti yang disebutkan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah.27

Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan

pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.28

Hak Tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria, berikut atau tidak

berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.29

26Lihat pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

27Lihat pasal 25 PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai atas Tanah.

28Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata

Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, pasal 1 angka 3.

(47)

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi, hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan

untuk mengengkap kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.30

Penelitian pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan atau menguji

kebenaran suatu pengetahuan.31

1. Sifat Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian maka jenis penelitian

yang diterapkan adalah dengan metode penulisan dan pendekatan yuridis

normatif.32 Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat

peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder

atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas33 yaitu berupa perundang-undangan, peraturan

pemerintah yang berkaitan dengan Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan.

Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan

30Soerjono Soekanto,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2007, hal. 1.

31Ronny Hantijo Soemitro,Metode Penelitian Hukum,Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000, hal. 15 32Roni Hantijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta

1998, hal. 11

(48)

hukum primer34, misalnya buku-buku teks, hasil penelitian para ahli,

makalah-makalah seminar dan hasil karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan :

a. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan

dengan objek penelitian dan peraturan perundang-undangan serta peraturan

pelaksanaannya yang berkaitan tentang Hak Tanggungan atas Sertipikat Hak

Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan yang telah berakhir jangka waktu

Haknya dan masih menjadi jaminan Bank.

b. Penelitian lapangan yaitu untuk mendapatkan data primer yang berkaitan

dengan materi penelitian, yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap Hak

Tanggungan atas Sertipikat Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan yang

telah berakhir jangka waktu Haknya dan masih menjadi jaminan Bank.

3. Alat Pengumpul Data

Dalam melakukan penelitian ini, adapun metode pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah dengan melakukan :

1. Studi dokumen (document study), yaitu dengan mempelajari makalah-makalah,

tulisan-tulisan ataupun buku-buku yang berkaitan dengan materi penelitian.

2. Wawancara (interview), yaitu melakukan wawancara dengan para informan

atau nara sumber dengan menggunakan pedoman wawancara bebas agar data

34Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Keenam, Raja Grafindo Perkasa,

(49)

diperoleh langsung dari sumbernya dan lebih mendalam. Para informan atau

nara sumber yang akan diwawancarai, yaitu pihak PT. Bank Internasional

Indonesia, Tbk Cabang Medan Diponegoro, Notaris/PPAT dan Kantor

Pertanahan Kota Medan. 4. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data/ mengorganisasikannya

ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan

tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh

data.35Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data secara kualitatif yang

diolah dengan menggunakan metode deduktif dan kemudian ditarik kesimpulan

dari pembahasan yang dilakukan.

Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library

research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research)

disusun secara berurut dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan cara

metode deduktif dan diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ditetapkan

dalam tesis ini.

(50)

BAB II

KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK

PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN

A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian Hak Tanggungan

Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 memberikan

perumusan sebagai berikut:

“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”

Kemudian pada Angka 4 Penjelasan Umum atas Undang-Undang hak

Tanggungan antara lain menyatakan:

“Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukalt diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitur cedera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lain.”

(51)

atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada kreditor tertentu pemegang Hak Tanggungan terhadap

kreditor lain. Jaminan yang diberikan, yaitu hak yang diutamakan atau

mendahulu dari kreditor-kreditor lainnya bagi kreditor (Pemegang Hak

Tanggungan).

Sesuai dengan perumusan pengertian Hak Tanggungan di atas, Hak

Tanggungan dimaksud hanya Hak Tanggungan yang dibebani dengan hak atas

tanah atau dengan kata lain UUHT hanya mengatur lembaga hak jaminan atas

hak atas tanah belaka, sedangkan lembaga hak jaminan atas benda-benda lain

selain hak atas tanah tidak termasuk dalam luas ruang lingkup pengertian

HakTanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan.

Lembaga-lembaga hak jaminan diluar Hak Tanggungan tersebut akan

dibiarkan berkembang sendiri-sendiri sesuai dengan perkembangan kebutuhan

hukum dalam masyarakat. Hal ini menggambarkan adanya gejala kurangnya

keinginan untuk menciptakan kesatuan hukum jaminan nasional. Kalau gejala ini

terus dibiarkan, tidak mustahil akan dapat menumbuhkan pranata hukum dan

hukum-hukum yang liar, yang tidak jelas arah dan tujuan perkembangannya.36

Apabila pengertian di atas dirinci lebih lanjut, terdapat beberapa unsur

esensial yang merupakan ciri-ciri dari Hak Tanggungan tersebut, yaitu :

36

(52)

a) hak jaminan kebendaan;

b) objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah, baik berikut atau tidak berikut

benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang merupakan satu kesatuan

dengan tanah yang bersangkutan;

c) diperuntukkan untuk menjamin pelunasan utang tertentu;

d) dengan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor pemegang

Hak Tanggungan.

Perumusan Hak Tanggungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal l angka

1 UUHT dimaksud bukan merupakan perumusan umum tentang Tanggungan,

tetapi hanya merumuskan Hak Tanggungan atas tanah (beserta dengan

benda-benda yang berkaitan dengan tanah) saja. Pembuat undang-undang tidak hendak

memberikan perumusan tentang Hak Tanggungan pada umumnya, tetapi hanya

membatasi diri dengan memberikan perumusan Hak Tanggungan atas tanah

beserta dengan benda-benda yang berkaitan dengan tanah saja. Perumusannya

memberikan peluang untuk di kemudian hari adanya pengaturan tentang Hak

Tanggungan atas benda lain.37

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui ciri-ciri Hak Tanggungan

sebagai hak kebendaan, sebagai berikut:38

37

J. Satrio,Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku I, Bandung , Citra Aditya Bakti, 1997, Hal. 64.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai kedudukan hukum objek jaminan Hak Tanggungan yang disita oleh pengadilan karena terkait

KEDUDUKAN KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS HAK GUNA BANGUNAN YANG MASA BERLAKUNYA HABIS DITINJAU DARI UNDANG - UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS

Kewenangan kreditur pemegang hak tanggungan dalam pelaksanaan eksekusi objek hak tanggungan apabila debitur pailit adalah kreditur pemegang hak tanggungan diutamakan

Teori kepastian hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan kedudukan pemegang Hak Tanggungan adalah sebagai kreditur preference ,

Pertimbangan hakim dalam membatalkan Hak Tanggungan adalah benar karena tanah dan bangunan Sertipikat Hak Milik nomor: 334 yang dijadikan jaminan kredit

Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Penerima Hak Tanggungan, yang sesudah pemasangan Hak Tanggungan

Penelitian ini menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai kedudukan hukum objek jaminan Hak Tanggungan yang disita oleh pengadilan karena terkait

"Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas