ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DITINJAU DARI PEMAHAMAN
KONSEP MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013-2014)
Oleh LEO CHANDRA
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk
mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe TGT ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Desain yang digunakan dalam Penelitian ini adalah post-test only control design dengan populasi seluruh siswa kelas VII
SMP Negeri 8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013-2014 yang terdistribusi ke dalam 11 kelas dengan sampel penelitian siswa kelas VIIE dan VIIF yang
ditentukan dengan teknik purposive sampling. Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif kemampuan pemahaman konsep matematis yang diperoleh melalui tes dengan instrumen berbentuk uraian. Dari penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT tidak efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VII Semester Ganjil SMP Negeri
8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013-2014 pada materi Aljabar.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di desa Papahan, Kecamatan Kinal, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu pada tanggal 2 Juli 1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Sinardi dan Ibu Hartati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 22 Pinang Jawa pada tahun
2003, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Bengkulu Selatan pada tahun 2006, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Bengkulu Selatan
pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2009 melalui jalur penerimaan Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) dengan mengambil program studi Pendidikan Matematika sebagai pilihan
pertama.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Way Urang, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran. Selain itu, penulis
melaksa-nakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran yang terintegrasi dengan program KKN tersebut. Selain itu selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi yaitu BEM FKIP, FPPI
MOTO
Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya,
Tapi kegagalan adalah motivasi untuk
P
ersembahan
Segala Puji syukurku ucapkan kepada Allah SWT, Dzat Yang Maha
Sempurna Sholawat serta Salam Selalu Tercurah Kepada Muhammad
SAW.
Kupersembahkan karya kecil ini kepada :
Orang tuaku, Bapak (Sinardi) dan ibu (Hartati), yang telah
membesarkan, mendidik dan
selalu mendo’akan yang terbaik
untuk
keberhasilanku. Semoga suatu hari nanti Leo mampu membahagiakan
Bapak dan ibu.
Adik-adikku Piki, Roji, dan Rendra yang telah memberikan
do’a,
dukungan dan semangatnya kepadaku.
Septiana Kurniasih, S.Pd
tercinta yang telah memberikan do’a,
dukungan, kasih sayang dan semangatnya kepadaku.
Seluruh keluarga besar yang terus memberikan do’anya, terima kasih.
Para guru dan dosenku yang telah sabar dan ikhlas memberikan bekal
ilmu kepadaku, terimaksih atas ilmu yang telah diberikan.
Sahabat-sahabatku baik di kampus maupun di luar kampus, terimakasih
atas kebersamaan yang telah diberikan.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif tipe TGT Ditinjau Dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas
VII SMP Negeri 8 Bandarlampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013-2014) adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer,M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan sumbangan pemikiran, perhatian, kritik, saran, memotivasi, dan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
2. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
penulis selama penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
3. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung beserta staf dan jajarannya;
4. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA dan Dosen
pembahas atas kesediaan memberikan kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika;
6. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 7. Bapak Sudjasman, S.H., selaku kepala SMP Negeri 8 Bandarlampung beserta
Wakil, staf, dan karyawan yang telah memberikan kemudahan selama
penelitian.
8. Ibu Nurbaiti, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam penelitian.
9. Seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013-2014, khususnya siswa kelas VIIIE, VIIIF, VIIE dan VIIF atas perhatian dan
kerja sama yang telah terjalin.
10.Bapak dan ibuku, terimakasih atas perhatian, kasih sayang, dan do’a yang selalu diberikan kepadaku.
11.Adik-adikku (Piki, Roji dan Rendra) yang telah memberikan doa, semangat, dan motivasi kepadaku.
13.Paman-pamanku (Saduk, Yansyah, Hanzaini, Pudit dan Yaidin) beserta
keluarga yang telah banyak memberikan sumbangan baik materi maupun pemikirannya.
14.Sepupu-sepupuku (Icun, Nita, Lipi, Dita,Yoyoh, dan Nindi) terimakasih atas do’a, dukungan dan semangatnya kepadaku.
15.Yurismah dan keluarga yang telah memberikan dukungan kepadaku.
16.Teman-temanku (Adi, Arif, Umpu, Restu, Sulis, Risa, Vira, Rita, Vera, Vindi, Lia, Masni, Arini, Nurdin, Yulian, Elvandri dan Udin) terimakasih atas
kebersamaan yang telah diberikan.
17.Teman-teman, seluruh angkatan 2009 Pendidikan Matematika.
18.Teman-teman seperjuangan PPL di SMP Negeri 2 Padang Cermin dan KKN di desa Way Urang.
19.Pak Liyanto, penjaga Gedung G, terima kasih atas bantuan dan perhatiannya
selama ini.
20.Almamater tercinta.
21.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Bandarlampung, 23 Juni 2014 Penulis
vi
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran matematika ... 10
B. Efektivitas Pembelajaran ... 12
C. Pemahaman Konsep Matematis ... 13
D. Pembelajaran Kooperatif tipe TGT ... 15
E. Pembelajaran Konvensional ... 22
F. Kerangka Pikir ... 23
G. Anggapan Dasar ... 25
H. Hipotesis ... 25
III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 26
vii
C Data Penelitian ... 28
D. Teknik Pengumpulan Data ... 28
F. Instrumen Penelitian ... 29
1. Validitas Instrumen ... 30
a. Uji Reliabilitas Instrumen ... 32
b. Tingkat Kesukaran ... 33
c. Daya Pembeda ... 34
G. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 35
1. Uji Normalitas ... 35
2. Uji Homogenitas Varians ... 37
3. Uji Hipotesis ... 38
4. Uji Proporsi ... 40
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41
1. Uji Hipotesis ... 42
2. Uji Proporsi ... 43
B. Pembahasan ... 45
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 53
viii DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Perhitungan Poin Permainan untuk Empat Pemain ... 18
2.2 Kriteria Penghargaan Kelompok ... 20
3.1 Hasil Mid Semester Siswa Kelas VII SMPN 8 Bandarlampung ... 27
3.2 Desain Penelitian ... 28
3.3 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep... 30
3.4 Validitas Butir Soal ... 32
3.5 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 34
3.6 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 35
3.7 Hasil Uji Normalitas ... 36
3.8 Uji Homogenitas ... 37
4.1 Rekapitulasi Nilai Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 41
ix DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A.Perangkat Pembelajaran
A.1 Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TGT ... 55
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional ... 97
A.3 Lembar Latihan Soal ... 132
A.4 Soal Permainan (Games) ... 144
A.5 Soal Turnamen (Tournament) ... 150
B.Instrumen Penelitian B.1 Kisi-Kisi Soal-Soal Post-test ... 154
B.2 Soal Post-test ... 155
B.3 Kunci Jawaban Soal Post-test ... 157
B.4 Form Penilaian Post-test ... 161
C.Analisis Data C.1 Hasil Post-test Kelas Uji Coba ... 163
C.2 Analisis Reliabilitas Hasil Uji Coba Post-test ... 164
C.3 Analisis Daya Beda dan Tingkat Kesukaran ... 165
C.4 Hasil Nilai Post-test Kelas Eksperimen ... 168
C.5 Hasil Nilai Post-test Kelas Kontrol ... 169
C.6 Uji Normalitas Post-test Kelas Eksperimen ... 170
C.7 Uji Normalitas Post-test Kelas Kontrol ... 174
C.8 Uji Homogenitas Varians Data Post-test ... 178
C.9 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Pihak Kanan Post-test ... 179
C.10 Analisis Pemahaman Konsep ... 184
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena pendidikan dapat mengembangkan potensi diri seseorang untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Pendidikan yang baik tentunya akan mencetak sumber
daya manusia yang berkualitas baik pula dari segi spiritual maupun intelegensi serta mampu menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa
terhadap Tuhan YME, berilmu, kreatif, sehat dan kepribadian yang mantap dan mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia saat ini telah banyak
dilakukan oleh guru, masyarakat dan pemerintah tidak terkecuali di Lampung. Peningkatan mutu pendidikan ini dilakukan di segala bidang pelajaran tidak terkecuali bidang matematika. Sebagai salah satu bidang ilmu yang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, matematika perlu dipelajari dan dipahami dengan baik. Pada kenyataannya sampai saat ini matematika masih
2
Salah satu penyebab pelajaran matematika menjadi tidak favorit di sekolah karena
matematika berhubungan dengan ide-ide dan konsep-konsep yang abstrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudoyo (1988:3) yang menyatakan bahwa
matematika berkenaan dengan ide-ide dan konsep yang abstrak dan tersusun secara hierarki dan penalaran deduktif. Berdasarkan pendapat di atas maka
seharusnya matematika diajarkan secara sistematis dan berkelanjutan sehingga usaha yang sedemikian itu diharapkan dapat membantu siswa dalam belajar matematika. Salah satu hal yang sangat penting dikuasai oleh siswa dalam belajar
matematika yaitu pemahaman konsep, karena dengan memahami konsep siswa akan lebih mudah untuk mempelajari matematika. Guru juga dituntut untuk
mampu lebih kreatif dalam mengajar agar ide-ide dan konsep-konsep yang abstrak itu dapat disajikan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami oleh siswa.
Pentingnya pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika sesuai dengan tujuan utama pembelajaran matematika yang dinyatakan dalam (Permendiknas no
22 tahun 2006) yaitu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat,
efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan dari pembelajaran matematika maka diharapkan setelah mengikuti pembelajaran siswa mampu menguasai konsep matematika sehingga kemampuan tersebut dapat
mempermudah siswa dalam memecahkan berbagai masalah pada pelajaran matematika.
Namun pada kenyataanya pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika
3
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011
dinyatakan bahwa prestasi matematika siswa Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 42 negara dengan skor rata-rata 386 (Mullis dkk, 2012). Hal yang tidak jauh
berbeda juga terlihat pada hasil studi Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2013, Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65
negara dalam mata pelajaran matematika (OECD, 2013). Hasil survey tersebut
mengindikasikan siswa di Indonesia masih mengalami kesulitan dalam belajar diduga salah satu penyebabnya karena rendahnya kemampuan dasar yang dimiliki
siswa. Sebagai salah satu kemampuan dasar dalam pembelajaran matematika yaitu pemahaman konsep, harusnya dikuasai dengan baik oleh siswa. Namun
berdasarkan survey tersebut kuat dugaan bahwa rendahnya posisi Indonesia disebabkan karena rendahnya pemahaman konsep matematis siswa. Salah satu sekolah di Indonesia yang memiliki pemahaman konsep seperti sekolah di
Indonesia pada umumnya yaitu SMP Negeri 8 Bandarlampung.
Berdasarkan hasil ujian mid semester ganjil tahun pelajaran 2013/ 2014 kelas VII SMP Negeri 8 Bandarlampung yang diikuti oleh 258 siswa diperoleh informasi
bahwa pemahaman konsep matematis siswa masih sangat rendah yaitu hanya memiliki rata-rata nilai 40,63. Hal ini menyebabkan banyaknya siswa kelas VII di SMP Negeri 8 Bandarlampung tidak tuntas belajar atau memiliki nilai di bawah
KKM yang telah ditetapkan yaitu . Rendahnya pemahaman konsep matematis
siswa disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya faktor dari diri siswa itu sendiri, guru, model pembelajaran yang digunakan guru, maupun lingkungan
4
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru matematika di SMP Negeri 8
Bandarlampung, diketahui pula bahwa pada proses pembelajaran masih berpusat pada guru. Proses pembelajarannya dimulai dari guru menjelaskan materi dan
contoh soal, setelah itu memberikan latihan soal kepada siswa. Pada proses belajar seperti ini, siswa hanya aktif sebagai penerima ilmu pengetahuan.
Meskipun ada kegiatan diskusi, biasanya hanya melibatkan siswa tertentu. Siswa banyak duduk diam mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan dan sedikit peluang untuk bertanya, sehingga siswa kurang aktif selama proses
pembelajaran. Kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran mengakibatkan rendahnya pemahaman konsep matematis siswa.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi rendahnya pemahaman konsep matematis
siswa adalah adanya paradigma yang keliru dari guru yang menganggap bahwa pengetahuan itu dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran guru bertugas
menyampaikan suatu pengetahuan dan tugas siswa hanya menerimanya. Pembelajaran yang seperti ini tidak membuat siswa terlibat secara maksimal
dalam pembelajaran. Sehingga siswa tidak kreatif dalam belajar dan juga siswa cenderung acuh dengan apa yang disampaikan oleh guru.
Model pembelajaran yang dipilih oleh guru juga berperan dalam menentukan tingkat pemahaman konsep matematis yang diperoleh siswa. Pemilihan model
pembelajaran yang tidak sesuai dengan materi yang akan diajarkan menyebabkan tujuan yang ingin dicapai dari suatu pembelajaran tidak tercapai. Pemilihan
5
dalam belajar dan motivasi, hal ini menyebabkan pembelajaran tidak efektif
sehingga berdampak pada rendahnya pemahaman konsep matematis.
Ada banyak alternatif yang bisa dilakukan dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Salah satu alternatif yang cocok digunakan
untuk siswa yang memiliki karaktristik seperti itu adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif terdiri dari
beberapa tipe di antaranya TGT (teams games tournament). Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan salah satu model pembelajaran yang menuntut siswa aktif pada saat pembelajaran berlangsung. Adapun langkah-langkah
pembelajaran kooperati tipe TGT seperti yang diungkapkan oleh Slavin (2005: 166) “ yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5
tahapan yaitu : presentasi kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok (team recognition)”.
Tahapan pertama siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang
heterogen dan terdiri dari 4-5 orang. Setiap kelompok diberikan lembar latihan soal yang dikerjakan dengan cara diskusi. Setelah diskusi dan latihan soal selesai
dikerjakan, diadakan permainan (games) yang dimaksudkan agar dapat memperkuat pemahaman kosep matematis yang diperoleh selama diskusi dan mengerjakan latihan soal. Kemudian turnamen (tournament) dilaksanakan pada
pertemuan ke 4 dan ke 8 bertujuan untuk mengukur pemahaman konsep matematis yang diperoleh siswa selama pembelajaran berlangsung. Turnamen
6
kemampuan yang dimilikinya. Tiap kelompok diberikan soal berdasarkan tingkat
kemampuan mereka masing-masing.
Salah satu ciri dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah belajar dalam kelompok yang heterogen. Melalui kelompok itu siswa diberikan lembar latihan
soal yang dikerjakan secara berdiskusi. Dalam kelompok yang heterogen ini masing-masing siswa akan saling bertukar pikiran sehingga hal ini dapat
membantu proses pemahaman konsep matematis yang merupakan elemen penting dalam pembelajaran matematika.
Pada pembelajaran kooperatif tipe TGT tahapan permainan (games) dilakukan
setelah siswa selesai mengerjakan latihan soal, permainan bertujuan untuk mengukur pemahaman konsep yang di dapat siswa pada tahap diskusi. Permainan juga berfungsi membuat suasana belajar kondusif, memotivasi siswa dan
menimbulkan daya saing antar sesama siswa, adanya motivasi dan daya saing antar sesama siswa akan mendorong siswa untuk lebih giat lagi dalam belajar, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Tahapan
turnamen (tournament) di laksanakan setelah siswa selesai mengerjakan latihan soal, turnamen bertujuan untuk menguatkan kemampuan pemahaman konsep
matematis siswa. Turnamen juga berfungsi memotivasi siswa, meningkatkan daya saing, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.
7
Pemahaman Konsep Matematis Siswa di SMP Negeri 8 Bandarlampung tahun
pelajaran 2013-2014”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TGT
efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 8 Bandarlampung”
Dari rumusan masalah di atas, maka dapat dijabarkan pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Apakah pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ?
2. Apakah persentase siswa tuntas belajar yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih dari atau sama dengan 75% dari jumlah siswa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model
pembelajaran kooperatif tipe TGT ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa VII SMP Negeri 8 Bandarlampung.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini diantaranya:
8
Setelah dilaksanakan penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu
memberikan sumbangan terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait dengan pemahaman konsep matematis siswa dan
pembelajaran kooperatif tipe TGT. 2. Manfaat praktis
a. Manfaat bagi sekolah
Sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
b. Guru dan calon guru
Bagi guru dan calon guru penelitian ini sebagai tambahan informasi
tentang salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini dilihat dari beberapa aspek yaitu:
a. Aspek pemahaman konsep matematis siswa. Dalam penelitian ini pembelajaran dikatakan efektif apabila pemahaman konsep matematis siswa
mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. b. Aspek ketuntasan belajar siswa. Dikatakan tuntas apabila minimal 75% siswa
tuntas belajar.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam penelitian ini diawali dengan
9
siswa dikelompokkan yang terdiri dari 4-5 orang siswa, siswa melakukan
diskusi kelompok, pelaksanaan permainan dilakukan setiap pertemuan, dan pertandingan atau turnamen dilakukan di pertemuan ke 4 dan pertemuan ke 8.
3. Pemahaman konsep siswa merupakan kemampuan siswa dalam memahami isi materi pelajaran matematika berupa ide abstrak yang dapat dilihat melalui
hasil tes. Pemahaman konsep yang dimaksudkan adalah kemampuan siswa dalam (a) Menyatakan ulang suatu konsep (b) Menggolongkan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (c) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep
(d) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representatif matematika (e) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu dan
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran dan Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan suatu proses hubungan timbal balik antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan lingkungan belajar, serta pembelajaran juga memiliki tujuan yang akan dicapai. Hal ini senada dengan
pendapat yang diungkapkan Arihi dan Iru (2012:1), “yang menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses atau upaya menciptakan kondisi belajar dalam mengembangkan kemampuan minat dan bakat siswa secara optimal,
sehingga kompentensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai”. Sementara itu Usman (2002: 4),”menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atau suatu dasar hubungan timbal balik yang berlangsung di situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu”.
Lebih lanjut Abdurrahman (1999:28) ”mengungkapkan bahwa belajar merupakan
suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap”.
Pembelajaran juga merupakan proses pendewasaan dan perubahan tingkah laku dari kurang baik menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan tujuan belajar seperti yang diungkapkan oleh Sardiman (2007: 25) ”Tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu:
11
Hudoyo (1988:3) “menyatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide dan konsep yang abstrak dan tersusun secara hierarki dan penalaran deduktif”.
Pendapat lain seperti yang diungkapkan oleh Soedjadi (2000:13) mengatakan
bahwa karateristik dari matematika yaitu: 1. Memiliki objek kajian abstrak. 2. Bertumpu pada kesepakatan. 3. Berpola pikir deduktif.
4. Memiliki simbol yang kosong dari arti. 5. Memperhatikan semesta pembicaraan. 6. Konsisten dalam sistemnya.
Nurhadi (2004: 8), “menyatakan bahwa belajar matematika berarti belajar ilmu pasti, belajar ilmu pasti berarti belajar bernalar”. Berdasarkan pendapat di atas
matematika seharusnya dipelajari secara sistematis karena matematika berhubungan dengan konsep-konsep yang abstrak. Pemahaman akan konsep-konsep matematika akan membantu siswa mencapai tujuan dari
pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses pengembangan bakat dan minat dari siswa guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran juga
merupakan suatu proses hubungan timbal balik siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa. Hubungan timbal balik yang dimaksud adalah proses saling
bertukar pikiran antara siswa dengan guru, maupun siswa dengan siswa dalam rangka mencapai tujuan dari pembelajaran yang telah ditetapkan.
B. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas secara harfiah berasal dari kata efektif, sedangkan menurut Kamus
12
yang berarti berhasil guna yang bisa diartikan sebagai kegiatan yang dapat
memberikan hasil yang maksimal. Efektivitas juga berarti terciptanya suasana belajar yang kondusif sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan
hasil yang maksimal. Pendapat lain seperti yang dikemukakan oleh Sutikno (2005) “pembelajaran efektif berarti merupakan kemampuan dalam melaksanakan
pembelajaran yang telah direncanakan sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan”. Senada dengan pendapat yang diungkapkan oleh Hamalik (2004:171),
pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan aktivitas-aktivitas belajar
Penyediaan kesempatan untuk belajar secara mandiri ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami makna pembelajaran yang sedang dipelajarinya.
Lebih lanjut Rohani (2004:28) “menyatakan prinsip efisien dan efektif dalam
pembelajaran adalah apabila proses pengajarannya menggunakan waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil secara tepat dan cermat serta optimal”.
Mulyasa (2006: 193) menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru, dan membentuk kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini
dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Seluruh peserta didik harus dilibatkan secara penuh
13
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nasution (2002: 27) “bahwa belajar yang efektif hasilnya merupakan pemahaman, pengetahuan, atau
wawasan”. Lebih lanjut, Nugraha (1985: 63) mengemukakan bahwa kriteria
efektivitas pembelajaran, yaitu apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa tuntas belajar atau mancapai nilai KKM yang telah ditentukan. Dalam
penelitian ini pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran tersebut memberikan kesempatan yang luas pada siswa, tepat guna, tercipta suasana yang kondusif dan mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan dan siswa tuntas belajar 75% dari jumlah siswa.
C. Pemahaman Konsep Matematis
Pemahaman berasal dari kata paham, dalam kamus besar bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008) “paham berarti mengerti dengan benar, tahu benar, sehingga
pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara atau perbuatan memahami”.
Pendapat lain seperti yang diungkapkan oleh Soedjadi (2000: 13) “konsep adalah
ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek yang biasanya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata”. Konsep
berhubungan dengan definisi dan definisi merupakan ungkapan yang membatasi suatu konsep.
Pendapat lain seperti yang diungkapkan Hamalik (2002: 164) mengatakan bahwa peranan konsep dalam suatu pembelajaran terangkum sebagai berikut:
1. Konsep mengurangi kerumitan lingkungan.
2. Konsep membantu siswa untuk mengidentifikasi objek-objek yang ada di sekitar mereka.
14
menggunakan konsep-konsep yang telah dimilikinya untuk mempelajari sesuatu yang baru.
4. Konsep mengarahkan kegiatan instrumental. 5. Konsep memungkinkan pelaksanaan pengajaran.
Dalam penelitian ini nilai pemahaman konsep matematis siswa diperoleh dari hasil tes pemahaman konsep mengacu pada pendapat Wardhani (2008)
menyatakan bahwa indikator yang menunjukkan suatu pemahaman konsep adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan ulang suatu konsep.
2. Menggolongkan obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu. 3. Memberi contoh dan noncontoh dari konsep.
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. 5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. 7. Mengaplikasikan konsep.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini pemahaman konsep matematis yang dimaksud adalah kemampuan untuk (a) Menyatakan ulang suatu konsep (b) Menggolongkan objek-objek menurut
sifat-sifat tertentu (c) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep (d) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representatif matematika (e) Menggunakan,
memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu dan (f) Mengaplikasikan konsep.
D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Pembelajaran kooperatif sebagai suatu sikap dalam bekerja di antara sesama
15
satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok
belajar yang beranggotakan tiga sampai empat orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan
materi, kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing.
Arihi dan Iru (2012:63) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok,
setiap siswa dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Arihi dan Iru (2012:63) juga menyatakan tujuan pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu: 1) Hasil belajar akademik 2) Penerimaan keseragaman atau melatih
siswa untuk menghargai dan mengikuti orang lain 3) Mengembangkan keterampilan sosial.
Pendapat lain seperti yang dikemukakan oleh Slavin (2005:163) mengatakan
bahwa secara umum TGT sama saja dengan STAD kecuali TGT mengunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota
tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara dengan mereka. Slavin (2005:164) “mengatakan bahwa ada 3 ciri dari metode pembelajaran kooperatif
tipe TGT ini yaitu siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, games tournament, dan penghargaan kelompok”.
1. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4
16
berbeda. Heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotifasi siswa
untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan
menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan.
2. Game Tournament
Dalam permainan turnamen ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari
kelompoknya masing - masing. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 4
sampai 5 orang peserta berasal dari kelompok yang berbeda-beda. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan
membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut.
Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada
pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh
17
itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada
pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah, maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan. Posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja
turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca
soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban
pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain
kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota
kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
3. Penghargaan Kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah
18
dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing-masing
anggota kelompok dibagi dengan dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata -rata poin yang didapat oleh
kelompok tersebut. Penentuan poin yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh. Seperti ditunjukkan
pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain Pemain dengan Poin Bila Jumlah Kartu yang di Peroleh
Skor Tertinggi 60
Skor Tinggi 40
Skor Rendah 30
Skor Terendah 20
Sumber : (Slavin, 2005:175)
Menurut Slavin (2005: 163) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu : presentasi kelas (class precentation), belajar dalam
kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok, ( team recognition). Seperti yang dijabarkan sebagai
berikut ini.
a. Presentasi kelas
Mempersentasikan materi secara umum pada awal pembelajaran. Pada saat presentasi kelas siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami
19
b. Kelompok (team)
Siswa bekerja dalam kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 orang anggota dengan kemampuan akademik berbeda. Setelah guru menginformasikan materi, dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan
latihan soal yang telah disediakan. Dalam kelompok terjadi diskusi sesama anggota untuk memahami konsep secara bersama, saling bertukar jawaban, dan
mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab soal-soal pada lembar latihan soal.
c. Permainan (game)
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengeta-huan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok atau diskusi kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan
yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Jika memungkinkan, skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa
untuk turnamen mingguan.
d. Turnamen (tournament)
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja
20
e. Penghargaan kelompok (team recognition)
Pemberian penghargaan dilakukan berdasarkan pada rata-rata poin yang diperoleh oleh kelompok dari permainan. Penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rata-rata poin sebagai berikut.
Tabel 2.2 Kriteria Penghargaan Kelompok Kriteria rata-rata kelompok Predikat
40 Tim Baik
45 Tim Baik Sekali
50 Tim Istimewa
(Slavin, 2005:175)
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah
kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Pada
pelaksanaannya, soal yang sulit untuk siswa pintar, dan soal yang lebih mudah untuk siswa yang kemampuannya sedang, dan soal yang sangat mudah untuk
siswa yang kemampuannya rendah. Hal ini dimaksudkan agar semua siswa dapat menyumbangkan poin untuk kelompoknya masing-masing. Turnamen dapat dijadikan salah satu alat ukur kemampuan siswa dalam menguasai suatu materi
atau bis juga dijadikan sebagai salah satu alternatif penilaian oleh guru.
Pengelompokan siswa yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif.
21
ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam
pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain.
Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam
proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon
beragam oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif tipe TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis
bagi siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Model pembelajaran kooperatif tipe TGT, merupakan suatu model yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk lebih berperan aktif, bersaing, dan berkolaborasi dalam suatu proses pembelajaran. Sehingga pada prosesnya siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang lebih dan tercipta suasana yang
menyenangkan pada proses belajar itu sendiri. Adapun susunan meja dalam turnamen akademik menurut Slavin (2005:168) seperti yang dapat dilihat pada
bagan 2.1:
E. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang paling sering
22
konvensional ini ditandai dengan lebih banyak guru berceramah di kelas. Sanjaya
(2009: 177) mengungkapkan bahwa :
Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang menekankan pada penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada kelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara optimal. pembelajaran konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru.
Pendapat di atas didukung oleh Ruseffendi (2006) mengungkapkan bahwa
pembelajaran konvensional pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada
guru.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang diterapkan oleh kebanyakan guru yang
bersifat klasikal, pemahaman siswa dibangun berdasarkan hafalan dan juga menggunaan metode yang digunakan berupa ceramah, memberikan contoh, dan latihan-latihan soal.
F. Kerangka Pikir
Pembelajaran kooperatif tipe TGT membiasakan siswa untuk memahami konsep dari suatu materi. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran ini siswa akan dituntut untuk berperan aktif selama proses
pembelajaran berlangsung. Pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari beberapa tahapan - tahapan pertama yaitu presentasi kelas pada tahapan ini pokok
23
pembentukan tim yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa setelah tim terbentuk
siswa berdiskusi antar sesama anggota kelompok. Kemudian siswa bersama-sama mengerjakan latihan soal yang terdiri dari soal-soal uraian setelah melalui tahapan
ini siswa diharapkan mampu menyatakan ulang suatu konsep, memberi contoh dan non contoh dari konsep, menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur.
Kemudian untuk kembali memperdalam kemampuan pemahaman konsep siswa
pada tahap ketiga yaitu games terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk menguji pemahaman konsep yang diperoleh pada saat presentasi kelas dan diskusi berlangsung pada tahap ini siswa dapat mengembangkan kemampuan
pemahaman konsep di antaranya menyatakan ulang suatu konsep, menggolongkan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu, memberi contoh dan non contoh dari
konsep, mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dan mengaplikasikan suatu konsep.
Setelah pelaksanaan games pemahaman konsep matematis siswa kembali dikuatkan melalui pelaksanaan pertandingan yang terdiri dari beberapa soal,
sehingga setelah melalui tahapan ini siswa diharapkan benar-benar sudah mampu memahami suatu konsep matematis. Tahapan terakhir yaitu penghargaan tim,
penghargaan ini berdasarkan kriteria-kriteria penilaian yang telah ditetapkan, hal ini bertujuan untuk memberikan motivasi kepada siswa agar aktif selama proses pembelajaran berlangsung.
24
Berdasarkan hal tersebut diduga hasil belajar matematika siswa dengan
pembelajaran kooperatif tipe TGT akan lebih besar jika dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa dengan pembelajaran konvensional.
TEAM A
TEAM B TEAM C
Bagan: 2.1 Susunan Meja pada Turnamen Akademik
G. Anggapan Dasar
Penelitian ini memiliki anggapan dasar sebagai berikut.
25
2. Faktor lain yang mempengaruhi pemahaman konsep matematis siswa selain
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dianggap memilki pengaruh yang sama.
H. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dari pada pemahaman konsep matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional.
2. Persentase ketuntasan siswa yang mengikuti pemebelajaran kooperatif tipe
26
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini di laksanakan di SMP Negeri 8 Bandarlampung yang beralamat di jalan Untung Suropati 16, Kampung Baru, Kedaton, Bandarlampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester ganjil SMP Negeri 8
Bandarlampung tahun pelajaran 2013-2014 yang berjumlah 258 siswa dan terdistribusi dalam sebelas kelas dengan satu kelas unggulan dan sepuluh kelas
lainnya memiliki rata-rata kemampuan yang sama (Tabel 3.1). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Mengambil 10 kelas yang bukan kelas unggulan sebagai populasi dari 11 kelas yang ada untuk mencari populasi yang mendekati nilai awal yang sama (lihat Tabel 3.1).
2. Mengambil 2 kelas dari 10 kelas yang merupakan populasi dengan rata-rata kemampuan awal sama/hampir sama (dengan ketentuan 2 kelas tersebut diajar
oleh guru yang sama).
27
Tabel 3.1 Hasil Mid semester siswa kelas VII SMP Negeri 8 Bandarlampung
tahun ajaran 2013-2014
Kelas Rata-rata nilai Tuntas belajar Jumlah Siswa
VII A 57,50 56,00% 25
VII B 42,50 37,50% 24
VII C 39,25 33,33% 24
VII D 40,50 36,00% 25
VII E 35,25 32,81% 23
VII F 36,25 31,81% 23
VII G 37,00 36,00% 25
VII H 40,25 36,00% 25
VII I 38,50 36,00% 25
VII J 44,50 48,00% 25
VII K 45,25 48,00% 25
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Desain yang akan
digunakan adalah posttest only control design. Pada penelitian ini, diberikan perlakuan kepada kelompok eksperimen, yaitu menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT kemudian membandingkan hasilnya dengan kelompok kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Furchan (1982: 354) desain pelaksanaan penelitian dapat
28
Tabel 3.2 Desain Penelitian
Kelas Perlakuan Posttest
B X1 Y2
C X2 Y2
Keterangan:
B = kelas eksperimen C = kelas kontrol
X1 = perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model TGT
X2 = perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajran
konvensional Y2 = post-test
C. Data Penelitian
Data dalam penelitian adalah data kuantitatif diambil dari data pemahaman
konsep matematis siswa yang diperoleh melalui post-test yang dilakukan di akhir pembelajaran.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah tes. Tes yang diberikan berupa tes formatif
pada pokok bahasan Aljabar. Pemberian tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian pemahaman konsep matematis siswa setelah mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes pemahaman konsep matematis siswa berbentuk soal uraian. Tes yang diberikan bertujuan
29
mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Penyusunan soal tes ini diawali dengan menentukan kompetensi
dasar dan indikator yang akan diukur sesuai dengan materi yang dipelajari, menyusun kisi-kisi tes berdasarkan kompetensi dasar dan indikator yang dipilih
dan menyusun butir tes berdasarkan kisi-kisi yang dibuat.
Adapun indikator pemahaman konsep matematis yang digunakan dalam penelitian ini (1) menyatakan ulang suatu konsep; (2) menggolongkan objek - objek menurut sifat-sifat tertentu; (3) memberi contoh dan non contoh dari konsep; (4)
menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika; (5) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu; dan (6)
mengaplikasikan konsep. Pedoman penskoran tes pemahaman konsep disajikan pada Tabel 3.3.
Setelah perangkat tes tersusun, diujicobakan pada kelas di luar sampel penelitian yaitu kelas VIII E dan VIII F. Uji coba dilakukan untuk menguji apakah
soal-soal tersebut memenuhi kriteria soal-soal yang layak digunakan, yaitu meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran. Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi dan validitas butir soal. Validitas isi
dari tes pemahaman konsep matematis ini dapat diketahui dengan cara mem-bandingkan isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematis dengan
30
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep
No Indikator Keterangan Skor
1. Menyatakan ulang suatu konsep
a. Tidak menjawab 0
b. Menyatakan ulang suatu konsep tetapi salah
b. Memberi contoh dan non contoh tetapi salah
1
c. Memberi contoh dan non contoh dengan benar
c. Mengaplikasikan konsep dengan tepat 2
Sumber: Sartika (2011: 22)
1. Validitas Instrumen
Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi dan validitas
31
1.1 Validitas Isi
Validitas isi merupakan validitas yang diperhitungkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Menurut (Wakhinuddin, 2010) “pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah sejauh mana item-item dalam
suatu alat ukur harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur”.
Validitas isi dari suatu instrumen pemahaman konsep matematis dapat diketahui
dengan jalan membandingkan antara butir soal dalam instrumen dengan indikator pemahaman konsep matematis dan indikator yang akan dicapai dalam
pembelajaran, apakah hal-hal yang tercantum dalam indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran sudah terwakili dalam tes pemahaman konsep matematis tersebut atau belum terwakili.
Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika mengetahui dengan benar
kurikulum yang digunakan di SMP Negeri 8 Bandarlampung, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika dan
validitas butir soal. Berdasarkan penilaian guru mitra, soal yang digunakan telah dinyatakan valid (lihat pada Lampiran B.4). Kemudian dilakukan validitas butir soal.
1.2 Validitas Butir Soal
32
kritik untuk validitas butir instrumen, yaitu 0,3. Artinya apabila lebih besar
atau sama dengan 0,3, nomor butir tersebut dikatakan valid dan memuaskan. Berdasarkan perhitungan data hasil uji coba (Lampiran C.1) diperoleh validitas setiap butir soal yang disajikan dalam Tabel 3.4 :
Tabel 3.4 Validitas Butir Soal
Nomor item soal rxy Interpretasi
1a 0,59
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang berbentuk
33
r = indeks reliabilitas instrumen (tes) k = banyaknya item
Harga r1 1yang diperoleh diimplementasikan dengan indeks reliabilitas, menurut
Arikunto (2006: 195) adalah sebagai berikut.
a. Antara 0.800 sampai dengan 1.000: sangat tinggi b. Antara 0.600 sampai dengan 0.800: tinggi c. Antara 0.400 sampai dengan 0.600: cukup d. Antara 0.200 sampai dengan 0.400: rendah
e. Antara 0.000 sampai dengan 0.200: sangat rendah.”
Hasil penghitungan reliabilitas tes diperoleh harga r11= 0,78, berdasarkan
pendapat Arikunto di atas instrumen tes pemahaman konsep matematis yang
digunakan dalam penelitian memiliki kriteria tinggi. Sehingga instrumen tes dapat digunakan dalam penelitian.
3. Tingkat kesukaran (TK)
Setiap butir tes tentunya mempunyai tingkat kesukaran yang berbeda-beda.
Sudijono (2008: 372) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut.
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
34
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) disajikan padaTabel 3.5. Butir soal yang dipilih dalam penelitian ini yaitu soal dengan nilai tingkat kesukaran
0,31 TK 0,70 dengan interpretasi sedang sedangkan butir-butir soal dengan
kategori terlalu mudah dan terlalu sukar dibuang. Setelah menghitung tingkat kesukaran soal diperoleh hasil bahwa semua soal memiliki tingkat kesukaran
sedang yang berarti soal tersebut dapat digunakan untuk tes pemahaman konsep matematis siswa seperti yang tercantum pada (Lampiran C3).
Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
Sangat Sukar Sukar
Sedang Mudah
Sangat Mudah
4. Daya Pembeda
Daya pembeda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah.
Menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Daya
pembeda ditentukan dengan rumus:
Keterangan :
35
JB : rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : skor maksimum butir soal yang diolah.
Penafsiran interpretasi daya pembeda butir tes berdasarkan klasifikasi menurut To (dalam Noer, 2010), yang tertera dalam tabel 3.6.
Kriteria daya beda yang digunakan dalam penelitian ini adalah butir tes memiliki
daya beda lebih dari atau sama dengan 0,3. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh setiap butir soal memiliki daya pembeda yang berarti setiap butir soal memiliki daya pembeda baik, dengan demikian setiap butir soal dapat digunakan untuk mengukur pemahaman konsep matematis siswa data tercantum pada (Lampiran C3).
Tabel 3.6 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
Negatif DP 0,10 Sangat Buruk 0,10 DP 0,19 Buruk
0,20 DP 0,29 Agak baik, perlu revisi
0,30 DP 0,49 Baik
DP 0,50 Sangat Baik
To (dalam Noer, 2010)
F. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Teknik analisis data pemahaman konsep matematika siswa dilihat dari hasil posttest. Pada saat menguji pencapaian kriteria efektivitas dilakukan analisis data
dengan prosedur sebagai berikut.
1. Uji Normalitas
36
berdistribusi normal atau tidak. Uji Chi Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273)
adalah sebagai berikut. a. Hipotesis
Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
b. Taraf signifikan : α = 0,05
5% . Terima H0 jika sebaliknya. Rekapitulasi hasil penghitungan uji normalitas
data nilai posttest pemahaman konsep matematis siswa disajikan pada Tabel 3.7 sebagai berikut.
Tabel 3.7. Hasil Uji Normalitas untuk Distribusi Data Nilai Posttest
Kelas 2
Konvensional 0,67 7,81 Normal
Berdasarkan data pada Tabel 3.6 diketahui bahwa hitung2 pada kelas yang
menggunakan pembelajaran Kooperatif tipe TGT adalah 7,65 dan hitung2 pada
37
5%. Maka sesuai dengan kriteria pengujian yaitu terima H0 jika hitung2 tabel2
maka data posttest kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional berada pada daerah penerimaan H0 sehingga data kedua kelas tersebut berasal dari populasi
yang berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Varians
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data nilai tes pemahaman konsep
matematis siswa yang diperoleh memiliki varians yang sama atau tidak. Untuk uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji F. Adapun hipotesis untuk uji ini terdapat pada Sudjana (2005: 250),
berikut langkah-langkahnya: a) Hipotesis
H0: σ12= σ22 (kedua kelompok populasi mempunyai varians sama)
H1: σ12≠ σ22 (kedua kelompok populasi mempunyai varians tidak sama)
b) Statistik Uji
Pengujian homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji F.
38
Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Data nilai Posttest
Kelas Varian (s2) Dk Kriteria
TGT 121,35 21
1,14 2,09 Homogen
Konvensional 138,16 21
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa berada di luar daerah
penerimaan pada taraf signifikan = 0,05 yang berarti terima yaitu kedua
populasi memiliki varians yang homogen. Perhitungan lengkapnya lihat Lampiran
C7.
3. Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji prasyarat, kedua data nilai pemahaman konsep matematis siswa berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama. Karena populasi
berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama maka pada uji hipotesis dilakukan menggunakan uji-t, sebagai berikut.
a. Uji Kesamaan Dua Rata-rata (Uji Pihak Kanan)
Untuk menguji dua rata-rata digunakan uji-t. Menurut Sudjana (2005: 243)
sebagai berikut.
1) Hipotesis Uji
H0 :
1
2.(Rata-rata nilai pemahaman konsep matematissiswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe
39
H1 : (Rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional)
x : skor rata-rata dari kelas eksperimen
2
terima Ho jika thitung < ttabel.
b. Uji Proporsi
Untuk menguji hipotesis bahwa persentase ketuntasan belajar siswa di kelas eksprimen lebih dari atau sama dengan 75% dari jumlah siswa maka dilakukan uji proporsi pada nilai posttest siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe
40
x = banyaknya siswa tuntas belajar n = jumlah sampel
0,75 = proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan
Kriteria uji: tolak H0 jika zhitung ≥ z0,5 - α . Harga z0,5 –α diperoleh dari daftar
51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe TGT ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT tidak efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis pada siswa kelas VII SMP Negeri 8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai
berikut:
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, dikemukakan saran-saran sebagai
berikut:
1. Pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk membantu siswa dalam
memahami konsep matematis, namun dalam penerapannya harus diimbangi dengan pengelolaan kelas yang baik, dan pengelolaan waktu yang tepat agar
52
2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan
mengenai efektivitas pembelajaran kooperatif tipe TGT ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa sebaiknya menentukan waktu dan tempat
53
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono.1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta dan Depdikbud. Jakarta.
Arihi dan Iru. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-Model Pembelajaran. Jogjakarta. Multi Presindo
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Arvianto, Ilham Rais. 2013. Eksperi-mentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Berbasis AFL Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika. Vol. 1 No 7. Hal 672-681. [Online] Diakses di http://jurnal.pasca.uns.ac.id. [4 April 2014].
Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional: Surabaya.
Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.
Hudoyo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta.
Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Foy, P., & Arora, A. 2012. TIMSS 2011 International Results in Mathematics. [Online]. Tersedia: timss.bc.edu. [6 Juni 2014].
Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Nasution. 2006. Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta
Noer, Sri Hastuti. 2010. Evaluasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P.MIPA. Unila. Bandar Lam pung.
Nugraha, E. 1985. Statistika untuk Penelitian. CV Permadi. Bandung
54
Prabawati, Estu Hari. 2011. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan TGT Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol. 1 No 1. Hal 34-45. [Online]. Diakses di http://jurnal.pasca.uns.ac.id. [4 Juni 2014].
Rohani, Ahmad, HM. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta: Jakarta.
Ruseffendi, E.T. 2006. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Tarsito: Bandung.
Sanjaya, Wina,. 2009. Strategi Pembelajaran Yang Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Sardiman, A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers: Jakarta.
Setyowati, Anna. 2013. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dan Fan –N- Pick pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kecemasan pada Matematika. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika. Vol. 1 No. 6. 602-618. [Online] Diakses di http://jurnal.pasca.uns.ac.id. [4 Juni 2014].
Slavin, E. Robert. 2005. Cooperatif Learning. Bandung: Nusa Media
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Depdiknas. Jakarta. Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. NTP Pres. Mataram.
Tim Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Tim Penyusun. 2009. Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003. Asa Mandiri. Jakarta.
Usman, Moh Uzer. (2006). “Menjadi Guru Profesional”. PT. Rosda Karya: Bandung.
Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Depdiknas.