• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

Yuki Farisandy

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA

OLEH

Yuki Farisandy

Dewasa ini tindak pidana tidak hanya terjadi di lingkungan luar rumah tapi, dapat juga terjadi di lingkungan dalam lingkup rumah tangga. Dalam hal ini kekerasan dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan dari hukum pidana. Pelaku dan korban berada dalam satu rumah, Korban merupakan anggota keluarga dan orang yang bekerja membantu kegiatan rumah tangga yaitu pembantu rumah tangga. Bentuk kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Permasalahan dalm penulisan skripsi ini adalah apakah yang menjadi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korban kekerasan seksual terhadap pembantu rumah tangga, upaya penanggulangan dan faktor penghambat dalam proses penerapan sanksi terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap pembantu rumah tangga.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris, data-data yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini diperoleh dari 2 (dua) sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Untuk menentukan sampel populasi

mengguanakan metode “ Purposive Sampling” adapun responden yang menjadi sampel

dalam penelitin ini adalah pihak korban kekerasan seksual terhadap pembantu rumah tangga, pihak Kepolisian Polresta Bandar Lampung, pihak Kejaksaan Tinggi Lampung dan pihak Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang Bandar Lampung.

(2)

Yuki Farisandy

Saran yang dapat penulis sampaikan demi perbaikan di masa mendatang adalah Sebaiknya pemerintah khususnya aparat penegak hukum memberikan sanksi yang sangat tegas terhadap para pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap pembantu rumah tangga sebagai contoh, mensosialisasikan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga kepada masyarakat, Sebaiknya korban tindak pidana kekerasan seksual terhadap pembantu rumah tangga tidak merasa takut lagi untuk melaporkan peristiwa yang telah dialaminya karena dilindungi oleh negara dengan adanya peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan untuk menjatuhkan hukuman bagi pelakunya, serta sebaiknya Hakim dalam memberikan putusan harus memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan korban yang mengalami kerugian baik mental dan spiritual sehingga Hakim memberikan hukuman yang sesuai untuk pelaku agar pelaku jera dan tidak ingin mengulangi perbuatannya lagi kepada korban berikutnya.

(3)
(4)

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA

(Skripsi)

Oleh :

YUKI FARISANDY

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

MOTTO

Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah SWT

diantara hamba-hambaNya adalah orang yang beriman

(Q.S. AL Fatir:28)

Do all things with love

(8)

Persembahan

Kupersembahkan Skripsi ini kepada:

Papi dan mami tercinta Yuhedi dan Purwanti

Yang telah membesarkanku, mengajarkanku banyak hal dan senantiasa mendoakan keberhasilanku.

Seluruh keluarga besarku Adek Indera, Adek Krisna, Bude, Mama Yayuk, Ii, Om Agus, Mas Nanang, Princess Intan, yang telah lama menantikan keberhasilanku

dan selalu menasehatiku agar menjadi lebih baik dan membanggakan keluarga.

Dan Archy Ollyvia, Papa Ndan, Mama Ros, sahabat dan teman-teman angkatan 2009 yang selalu senantiasa memberikan semangat, doa dan dukungan yang

khusus pada penulis.

THANK YOU TO

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 17Juli 1991,

merupakan putra pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak

Yuhedi dan Ibu Purwanti.

Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 3 Durian

diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah Menegah Pertama Negeri 4 Padang

Cermin diselesaikan pada tahun 2006 dan melanjutkan pada tingkat Sekolah

Menengah Atas Negeri 8 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009, pada

tahun 2009 penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Lampung melalui jalur SNMPTN. Pada tahun 2012 penulis mengikuti kuliah

kerja nyata (KKN) di Desa Sukamulya Kecamatan Pugung Kabupaten

(10)

SAN WACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul: Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Korban Kekerasan

Seksual Terhadap Pembantu Rumah Tangga, sebagaisalahsatusyarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan

terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H.,M.H selaku Pembimbing I atas bimbingan dan saran

yang diberikan selama proses penyusunan skripsi.

4. Ibu Firganefi, S.H.,M.H selaku Pembimbing II atas bimbingan dan saran

yang diberikan selama proses penyusunan skripsi.

5. Bapak Dr. Heni Siswanto, S.H.,M.H selaku Pembahas I, atas masukan dan

saran yang diberikan selama proses penyusunan skripsi.

6. Bapak Deni Achmad, S.H.,M.H selaku Pembahas II, atas masukan dan saran

yang diberikan selama proses penyusunan skripsi.

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

(11)

8. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung: Kiyai

Basir, Kiyai Apri, Mbak Yani, Mbak Sri, Mbak Yanti, Mbak dewi yang telah

memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

9. Kepala Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung dan Kanit Reskrim, yang

telah memberikan izin untuk melakukan Pra-Research dan Research di

Polresta Bandar Lampung.

10. Seluruh Keluarga Besarku, Papi, Mami, Indera, Krisna, Bude, Mama Yayuk,

Ii, Om Agus,Mas Nanang, Juan, Jane, Intan (Princess), Dinda (Ibu Peri),

Ami, yang telah sabar, memberikan semangat, dukungan dan doa kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. My Honey Archy Ollyvia yang telah sabar memberikan bantuan, perhatian

dan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

12. Seluruh Teman-teman : Wahyu-na (Busan Girl’s),Yoga (Jola), Yuni(Yunira),

Marini (Sist Nini), Tanti (Tante), Annisa (Lemot), Gilang (Mas Gils), Mamat,

Rey, Ditto, Byon, Lindra, Gusthio, Doddi Doy, Guin, Abi, Mang Defri, Mang

Deo, N.Co, Aldis, Angga Junot, Angga Mo, Senna. serta teman-teman yang

tidak bisa disebutkan satu persatu atas persahabatan dan kebersamaan selama

menempuh studi-studi serta dorongan dan motivasi yang diberikan dalam

penyelesaian skripsi ini.

13. Seluruh Rekan-rekan KKN : Indu, Lucy, Septi, Hendri, dan Ijul.

14. Seluruh Teman-teman SMA N 8 Bandar Lampung : Miftah, Ekoy, Jacob

Andi Tigor, Cahyo, Dwi Syam, Aji, Joko, Ivan, Lusia, Emak Stef, Ade, Iin,

Emul, Dian Id, Chiwi Kriting, Isna, Dwi Ockt, Uci, Anna, Cahya, Irma, Budi.

Penulis berdoa semoga kebaikan dan amal baik yang telah diberikan akan

mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT, dan akhirnya penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung,Desember 2014

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 3

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 4

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Penyebab Terjadinya Kejahatan ... 14

B. Pengertian dan Pengaturan Kekerasan Seksual... 18

C. Penyebab Terjadinya Viktimasasi ... 24

D. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Korban ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 32

B. Sumber dan Jenis Data ... 33

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35

E. Analisis Data ... 36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 38

(13)

C. Upaya Penanggulangan dan Faktor Penghambat dalam Proses Penerapan Sanksi terhadap Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Pembantu Rumah Tangga. ... 48

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 64

(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menjelaskan bahwa

Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum hal tersebut mengandung arti

bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan

Pancasila dan UUD NRI 1945.Dalam Negara Hukum, hak dan kewajiban setiap

warga Negara adalah sama. Hal ini secara tegas diungkapkan dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 27 ayat (1) yang

menyatakan bahwa: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum danpemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengantidak ada kecualinya”.Sebagai upaya untuk menegakkan keadilan,

kebenaran yang ditujukan memantapkan dan mengamankan pelaksanaan

pembangunan serta menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga setiap warga

negara menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, disamping itu hukum

harus benar-benar menjadi pengayom masyarakat. Penegakan hukum

dimanfaatkan untuk mencapai kesadaran hukum yang berdaya guna di era

reformasi ini.1

Mewujudkan keadilan yang merata baik secara material dan spiritual tidaklah

mudah, karena banyaknya keanekaragaman yang dimiliki oleh Negara Indonesia.

Keanekaragaman itu merupakan kekayaan bagi bangasa Indonesian tetapi juga

dapat menjadi sumber permasalahan bagi bangsa Indonesia. Salah satu perbedaan

dasar adalah perbedaan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Perbedaan

1

(15)

2 antara laki-laki dan perempuan sering menjadi penyebab terjadinya masalah

dalam hidup bermasyarakat.

Rumah tangga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat yang

terbentukkarena adanya ikatan perkawinan. Biasanya keluarga terdiri atas ayah,

ibu dan anak-anak. Namun di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada

sanak saudara yang ikut bertempat tinggal, misalnya orang tua baik dari suami

atau istri, saudara kandung atau tiri dari kedua belah pihak, kemenakan dan

keluarga yang lain yang mempunyai hubungan darah. Di samping itu terdapat

juga pembantu rumah tangga yang bekerja dan tinggal bersama-sama dalam

sebuah rumah (tinggal satu atap).2

Kejahatan akan bertambah dan beragam, untuk itu diperlukan upaya untuk

menanggulangi kejahatan, pelanggaran hukum atau perbuatan yang melanggar

pidana. Tindak pidana tidak hanya terjadi di lingkungan luar rumah tapi, sering

juga terjadi di dalam lingkungan rumah tangga atau di dalam rumah itu sendiri.

Dalam hal ini tindak kekerasan di dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan

yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan dari hukum pidana. Tindak

kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban

diantara anggota keluarga. Bentuk kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga

dapat berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal (ancaman kekerasan).

Kekerasan didalam rumah tangga secara umum merupakan bagian dari bentuk

tindak kejahatan, misalnya penyerangan secara fisik atau penganiyaan, kekerasan

seksual di dalam rumah tangga dan kekerasan atau penyiksaan terhadap anak

sendiri.

2Moerti Hadiati Soeroso, 2010, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam

(16)

3 Keperihatinan warga masyakat terhadap banyaknya kasus-kasus kekerasan

didalam rumah tangga merupakan salah satu faktor pendorong dibentuknya

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga (UU KDRT). Kelahiran undang-undang ini memang tidak dapat

dilepaskan dari semangat jaman yang bersifat mengglobal tentang tuntutan

perlunya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak,yang dipandang

sebagai kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan.

Terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga tidak lepas dari struktur masyarakat

dan struktur keluarga yang menberikan dominasi laki-laki terhadap perempuan.

Ketidakberdayaan perempuan melawan kekerasan yang dilakukan oleh seorang

laki-laki dikondisikan oleh pembatasan-pembatasan status sosial, peran sosial, dan

norma sosial dalam konteks struktur keluarga yang lebih patriarki. Terjadinya

korban karena struktur keluarga yang lazim disebut viktimisasi

struktural.Viktimisasi Struktural yaitu penimbulan korban karena suatu kejahatan

sebagai hasil interaksi antara fenomena-fenomena yang ada dan saling

mempengaruhi.3

Pada saat ini telah ada lembaga swadaya masyarakat yang memperhatikan

masalah-masalah yang berkaitan dengan perempuan. Lembaga-lembaga swadaya

masyarakat tersebut berdiri untuk membantu para wanita untuk memperjuangkan

hak-hak mereka sebagai perempuan dan melindungi mereka dari tindakan

kekerasan.

Lembaga Advokasi Perempuan Damar menyebutkan, kasus kekerasan seksual dan

perkosaan di Provinsi Lampung masih tinggi. Mereka mencatat, sebanyak 474

perempuan di Lampung mengalami kekerasan seksual di lingkup rumah

3

(17)

4 tangga.Kasus perkosaan,kasus perkosan majikan terhadap pembantu, kasus

perkosaan dengan pelaku dan korban yang memiliki hubungan darah (incest), dan

lainnya kasus pencabulan. "Lalu di lingkup masyarakat terpantau 332 kasus

perkosaan, kasus pencabulan, dan kasus perdagangan perempuan untuk tujuan

eksploitasi seksual," kata Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan

Damar Sely Fitriani. Pada akhir 2013, LSM Damar juga mencatat tingginya kasus

kekerasan seksual terhadap perempuan di Lampung. "Intensitas persoalan

kekerasan seksual terhadap perempuan menuntut perbaikan segera untuk

menghadirkan penanganan yang mumpuni bagi perempuan korban. Kebutuhan

penanganan yang mumpuni tidak dapat ditunda lagi," ujarnya.Berdasarkan data

yang dihimpun Damar, sedikitnya satu perempuan menjadi korban kekerasan

seksual setiap harinya. "Kekerasan seksual tersebut terjadi baik di lingkungan

rumah, di tengah-tengah masyarakat maupun dilakukan oleh oknum aparat negara.

Jumlah kasus ini tentunya masih merupakan puncak gunung es. Stigma dan beban

pembuktian menyebabkan sebagian banyak korban masih enggan melaporkan

kasusnya.4

Korban kekerasan seksual yang terjadi pada pembantu rumah tangga dapat di lihat

dalam kasus :

“ Pembantu Rumah Tangga yang sudah bersuami diperkosa Majikannya. Dalam Kasus Tersebut majikan yang berstatus PNS ini berinisial UMS (45), Warga Desa

Parsanga memperkosa pembantunya, Irma (30),Nama Palsu. Dengan ditemani

suami, wanita asal DesaBaban, Kecamatan Gapura, Sumenep, Madura, itu

menceritakan kepada petugas tentang perbuatan berulang-ulang yang dilakukan

sang majikan “.5

kemudian pada kasus berikutnya yaitu ” oknum PNS perkosa pembantu rumah

tangga , dalam kasus ini seorang pembantu rumah tangga dibawah umur diperkosa

4

http://www.saibumi.com/artikel-3830-damar-kasus-kekerasan-seksual-di-lampung-tinggi.html, diakses pada tanggal 16 Oktober 2014

5

(18)

5 oleh majikannya,di Kalimantan Tengah.”6Penyebab terjadinya kekerasan seksual

seperti kasus-kasus di atas biasanya terjadi karena pelaku habis menonton DVD

porno, tergoda oleh tubuh korban, suasana rumah yang sepi, dan lain sebagainya.

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis

dalam penulisan skripsi tertarik untuk mengambil judul : Analisis Kriminologis

Terjadinya Korban Kekerasan Seksual Terhadap Pembantu Rumah Tangga”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dari latar belakang diatas, maka yang

menjadi pokok permasalahan adalah :

1. Apakah yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya korban kekerasan

seksual terhadap pembantu rumah tangga?

2. Upaya penanggulangan dan faktor penghambat dalam proses penerapan

sanksi terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap pembantu rumah tangga?

2. Ruang Lingkup

Agar penelitian dapat lebih terfokus dan terarah sesuai dengan yang penulis

maksud, maka sangat penting dijelaskan terlebih dahulu batasan-batasan atau

ruang lingkup penelitian. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu hukum

pidana khususnya pada faktor-faktor penyebab terjadinya korban kekerasan

seksual terhadap pembantu rumah tangga dan upayapenanggulangan dan

faktor penghambat dalam proses penerapan sanksi terhadap pelaku kekerasan

seksual terhadap pembantu rumah tangga. Sedangkan objek penelitian

6

(19)

6 dilakukan pada Polresta Bandar Lampung, Kejaksaan Tinggi Lampung,dan

Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang, Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui yang menjadi faktor – faktor penyebab terjadinya korban

kekerasan seksual terhadap pembantu rumah tangga.

2. Untuk mengetahui upaya penanggulangan dan faktor penghambat dalam

proses penerapan sanksi terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap

pembantu rumah tangga.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini meliputi secara teoritis dan secara

praktis.

a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan hukum pidana khususnya mengenai tindak pidana kekerasan

seksual serta dapat mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah dengan

daya nalar dan acuan sesuai dengan ilmu yang dimiliki guna mengungkapkan

suatu permasalahan secara objektif melalui metode ilmiah.

(20)

7 Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah sebagai penambahan wawasan

berfikir penulis tentang hukum pidana khususnya mengenai tindak pidana

kekarasan seksual terhadap perempuan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang

sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan pada

dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi

sosial yang dianggap relevan untuk peneliti .

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang faktor

penyebab terjadinya tindak pidana yang dapat disebabkan beberapa hal, W.A

Bonger menekankan faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan adalah karena

kemiskinan dan kesengsaraan, yang dikenal dengan teori Subjektif Nahrungser

Schwerung.7

Dalam perspektif biologis teori Lombroso tentang Born Criminal (penjahat yang

dilahirkan), berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan membawa serta

bakat-bakat tertentu. Kalau bakat-bakat seseorang itu jahat, kapan saja dia bisa cenderung

jahat. Sebab bakat jahat sudah ada sejak lahir dan bukan karena pengaruh

lingkungan. Teori Lombroso tentang Born Criminal menyatakan bahwa para

penjahat adalah suatu bentuk lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati

nenekmoyang yang mirip kera dalam sifat bawaan dan watak dibandingkan

7

(21)

8 dengan mereka yang bukan penjahat. Pada dasarnya teory lombroso ini membagi

penjahat pada 4 golongan yaitu:

a. Born Criminal yaitu orang yang memang sejak lahir berbakat menjadi penjahat.

b. Insome Criminal yaitu orang yang termasuk pada golongan orang idiot dan

paranoid.

c. Occasional Criminal atau Criminaloid adalahpelaku kejahatan berdasarkan

pengalaman terus menerus sehingga mempengaruhi pribadinya.

d. Criminal of Passion yaitu pelaku kejahatan yang melakukan tindakannya

karena cinta, marah, ataupun karena kehormatan.8

Menurut Enrico Ferri Kejahatan dapat dijelaskan melalui studi pengaruh-pengaruh

interaktif diantara factor-faktor fisik (seperti ras, geografis, temperature) dan

faktor sosial (seperti umur, jenis kelamin, variable-variabel psikologis). Dia juga

berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol atau diatasi dengan

perubahan-perubahan sosial.9

Menurut Marc Ancel penanggulangan kejahatan “Penal Policy” adalah suatu

ilmu sekaligus seni yang ada pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk

memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk

memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga

kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada para

penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.10

8Ibid,

hlm 142

9

Topo Santoso dan Eva Achjani, Kriminologi, Rajawali Pers,Jakarta, 2012, hlm 39

10

(22)

9 Untuk menanggulangi meluasnya dan bertambahnya kejahatan yang melanggar

nilai-nilai maupun norma-norma yang hidup dan berlaku di dalam suatu

masyarakat, maka tentu saja diperlukan upaya-upaya penanggulangan.

Penanggulangan kejahatan (criminal prevention) emperik terdiri atas 3 (tiga)

bagian pokok, yaitu :

1. Pre-Emtif

Yang dimaksud dengan upaya Pre-Emtif disini adalah upaya-upaya awal yang

dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan

dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan

nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi

dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran

atau kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak

akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang

meskipun ada kesempatan.

2. Preventif

Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya Pre-Emtif

yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya

preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya

kejahatan.

3. Represif

Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang

tindakannya berupa penegak hukum (law enforcement) dengan menjatuhkan

hukuman.11

Menurut Sudarto penanggulangan kejahatan “Penal Policy”adalah

11

(23)

10 a. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan

keadaan dan situasi pada suatu saat.

b. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.12

Menurut A. Mullder penanggulangan kejahatan bersifat “Penal Policy” adalah

a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbarui.

b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana. c. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana

harus dilakukan. 13

Menurut G. P. Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh

dengan:

a. Penerapan hukum pidana (criminal law application);

b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan.14

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto

adalah :

a. Faktor hukumnya sendiri atau undang-undang yang belum jelas, yang

mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapan

b. Faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang memebentuk maupun

menerapkan hukum.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

(24)

11 e. Faktor budaya, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia didalam pergaulan hidup.15

Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan erat karena merupakan esensi dari

penegakan hukum, serta juga merupakan tolak ukur dari pada efektifitas

penegakan hukum. Dengan demikian maka kelima faktor tersebut diatas sangat

tepat digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang

menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan

kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti, baik dalam

penelitian normatif maupun empiris.Hal ini dilakukan dan dimaksudkan agar tidak

terjadi kesalahpahaman dalam melakukan penelitian. Maka di sini akan dijelaskan

tentang pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penelitian, sehingga akan

memberikan batasan yang tetap dalam penafsiran terhadap beberapa istilah.

Istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Pengertian korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah

sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan

diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak

asasi yang menderita.16

15

Soerjono Soekanto,Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Rajawali Pers,Jakarta,2014.hlm 8

16http://yuyantilalata.blogspot.com/2012/10/korban-victim.htmldiaksespadatanggal 31

(25)

12 2. Pengertian kekerasan seksual adalah kejahatan yang berkaitan dengan

perkelaminan atau seksualitas dan lebih khusus lagi yang berkaitan dengan

seksualitas laki-laki dan perempuan.17

3. Pengertian pembantu rumah tangga adalah orang yang bekerja di dalam

lingkup rumah tangga majikannya.18

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disajikan untuk mempermudah pemahaman penulisan

skripsi secara keseluruhan yang diperinci sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab ini diuraikan latar belakang masalah, permasalahan dan ruang lingkup

penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka konsepsional serta

sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab ini menguraikan tentang pengertian hukum pidana, pengertian tindak

pidana, pengertian kekerasan seksual, pengaturan kekerasan seksual dalam hukum

pidana, penyebab terjadinya viktimisasi, dan Pengertian korban dan

bentuk-bentuk korban.

BAB III METODE PENELITIAN

17

http://www.psikoterapis.com/?en_kekerasan-seksual,210diaksespadatanggal 31 Mei 2014

18

(26)

13 Pada Bab ini diuraikan metode yang digunakan dalam penulisan skripsi yaitu

langkah-langkah atau cara yang dipakai dalam penelitian memuat pendekatan

masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta

analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini diuraikan pembahasan dari Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya

Korban Kekerasan Seksual Terhadap Pembantu Rumah Tangga, Bentuk-Bentuk

Kekerasan Seksual Terhadap Pembantu Rumah Tangga serta faktor penghambat

dalam proses penerapan sanksi terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap

pembantu rumah tangga.

BAB V PENUTUP

Pada Bab Ini adalah Bab terakhir dari penulisan ini, dalam Bab ini dimuat dan

diuraikan secara singkat kesimpulan dari hasil pembahasan yang merupakan

(27)
(28)

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Penyebab Terjadinya Kejahatan

1. Pengertian Kejahatan

Menurut W.A Bonger kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang secara

sadar mendapat reaksi dari negara negara berupa pemberian derita, dan kemudian

sebagai reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum (legal definitions) mengenai

kejahatan.1

Sue titus reid berpendapat kejahatan adalah suatu tindakan sengaja atau omisi,

Dalam pengertian ini seseorang tidak dapat dihukum hanya karena pikirannya,

melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Kegagalan

untuk bertindak dapat juga merupakan kejahatan, jika terdapat suatu kewajiban

hukum untuk bertindak dalam kasus tertentu. Disamping itu pula, harus ada niat

jahat (criminal intent; mens rea)2

Menurut Paul W Tappan menyatakan bahwa kejahatan adalah :“An intentional act

in violation of the criminal law (statuory or case la, committed without defence or

excuse, and penalized by the state as a felony and misdemenor”3

1

Soerjono Soekanto, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hlm 44

2

Soerjono Soekanto, Ibid hlm 44

3

(29)

16 Pendapat Sutherland menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku

yang dilarang oleh negara oleh karena merupakan perbuatan yang merugikan

negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi, dengan hukuman sebagai suatu

upaya pamungkas.4

Herman manheim seorang ahli kriminologi Inggris menganggap bahwa

perumusan hukum tentang kejahatan sebagai perbuatan yang dapat dipidana

adalah lebih tepat, walaupun kurang informatif.5

Menurut Austin Turk, kriminalitas merupakan suatu status dan bukan perilaku

yang secara hukum dirumuskan sebagai kejahatan.6

Immannuel Kant memberikan pengertian kejahatan adalah suatu konsep yuridis

berarti tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum pidana. Ia

mengemukakan dalam bahasa Jerman : Noch suchen die juristen eine definition zu

ihrem begriffe von recht (jurist are still trying to find their definition of law.7

Menurut Arif Gosita kejahatan adalah suatu hasil lnteraksi karena adanya

interrelasi antara fenomena yang ada dan yang paling mempenagaruhi. Yang

dimaksud dengan kejahatan disini, adalah kejahatan dalam arti luas.8

Garrofalo merumuskan kejahatan sebagai pelanggaran perasaan-perasaan kasih.

Thomas melihat kejahatan dari sudut pandangan psikologi sosial sebagai suatu

tindakan yang bertentangan dengan solidaritas kelompok dimana pelaku menjadi

anggotanya.9

Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Kriminologi, CV Rajawali, Jakarta, 1984, hlm 31

8

(30)

17 Sedangkan, Radcliffe brown merumuskan kejahatan sebagai suatu pelanggaran

tata cara (usage) yang menimbulkan dilakukannya sanksi pidana.10

Martin R.Hasskell dan Lewis Yablonsky mengemukakan bahwa terdapat beberapa

variabel yang harus diperhatikan dalam hubungannya dengan suatu rumusan

tentang kejahatan, yaitu :

1. There must be an act or ommission;

2. The act or ommission must be in violation of alaw forbidding or commanding it;

3. There must be criminal intent (mens rea) or criminal negligence;

4. There must be a union or joint operation of act and intent, or criminal negligence;

5. punishment must be provided by law.11

Richard Quinney menyatakan bahwa kejahatan adalah suatu rumusan tentang

perilaku. Manusia yang diciptakan oleh yang berwenang dalam suatu masyarakat

yang secara politis terorganisasi. Kejahatan merupakan suatu hasil rumusan

perilaku yang diberikan terhadap sejumlah orang-orang lain dengan begitu

kejahatan sesuatu yang diciptakan.12

Tidak hanya yang dirumuskan oleh undang-undang hukum pidana saja, tetapi juga

tindakan-tindakan yang menimbulkan penderitaan dan tidak dibenarkan dan

dianggap jahat. Tidak atau belum dirumuskan dalam undang-undang oleh karena

situasi dan kondisi tertentu.13

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kejahatan merupakan suatu

(31)

18 jahat dan membahayakan kepada orang di sekitarnya yang menimbulkan kerugian

serta melanggar hukum yang berlaku.

2. Penyebab Terjadinya Kejahatan

Menurut W.A Bonger Penyebab terjadinya kejahatan adalah sebagai berikut :

1. Faktor Sosial yang mempengaruhi pelaku melakukan kejahtan

2. Faktor Ekonomi yang menunutut pelaku memperoleh penghasilan dari hasil kejahatan karena tidak memiliki penghasilan cukup untuk kehidupannya.

3. Faktor Agama karena seseorang yang tidak mempunyai keteguhan iman dan kemantapan taqwa mudah menjadikan seseorang terpengaruh melakukan kejahatan.

4. Faktor Lingkungan yang tidak aman sehingga mudah sekali terjadi kejahatan.

5. Faktor Keluarga apabila seseorang tinggal dalam suatu lingkungan keluarga yang buruk dapat mempengaruhi anggota keuarga melakukan kejahatan.14

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penyebab terjadinya kejahatan tidak

hanya dari pelaku kejahatan tetapi juga dapat dari korban yang memberikan

kesempatan pelaku dan situasi serta kondisi tertentu di mana korban berada.

B.Pengertian dan Pengaturan Kekerasan Seksual

1. Pengertian Kekerasan Seksual

Pengertian kekerasan seksual sebenarnya belum ada atau belum di dibakukan

dalam kamus bahasa Indonesia, menurut Achie Sudiarti Luhulima pengertian

kekerasan seksual adalah kejahatan yang berkaitan dengan perkelaminan atau

14

(32)

19 seksualitas dan lebih khusus lagi yang berkaitan dengan seksualitas laki-laki dan

perempuan.15

Berapa literatur asing dapat ditemukan “Sexsual Violence” yang terjemahannya

adalah kejahatan atau kekerasan seksual pada umumnya diartikan sebagai

perbuatan pidana yang berkaitan dengan seksualitas atau perkawinan yang dapat

di lakukan terhadap laki-laki atau perempuan.16

Kejahatan seksual dapat berupa pelecehan seksual, kekerasan seksual dan

pelanggaran seksual. Pelanggaran seksual dapat diartikan setiap aktivitas seksual

yang dilakukan orang dewasa dan perempuan.17

Pelanggaran seksual ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

a. Pelanggaran seksual tanpa unsur paksaan

Pelanggaran seksual tanpa unsur paksaan dilakukan dengan bujukan atau

tindakan lain dengan cara mengakali korban yang umumnya terjadi karena

keterbatasan pengalaman dan penalaran anak kemungkinan terjadinya

kejahatan ini didasari dan direncanakan oleh pelaku yang korbannya adalah

anak-anak.

15

Achi Sudiarti Luhulima, Pemahaman tentang bentuk-bentuk kekerasanterhadap perempuandan alternatif pemecahannya, PT. Alumni, 2000. Jakarta, hlm 57

16

Susilawati, Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual terhadap Perempuan, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2001, hlm 22

17

(33)

20 b. Pelanggaran seksual dengan paksaan

Pelanggaran seksual dengan unsur paksaan diberi terminologi khusus yaitu

perkosaan dalam delik ini telah diatur dalam Pasal 285 KUHP yang

diantaranya

harus memenuhi unsur :

1. Kekerasan/ ancaman kekerasan

2. Adanya persetubuhan dengan korban.18

Dari dua unsur diatas harus terbukti secara kumulatif, kegagalan membuktikan

salah satu unsur akan menggugurkan tuduhan perkosaan, seksual atau kejahatan

seksual dalam terminologinya harus mempunyai ciri-ciri bahwa tindakan tersebut

berupa :

a. Dapat berupa fisik maupun non fisik (psikis);

b. Dapat dilakukan secara aktif maupun pasif (tidak berbuat);

c. Dikehendaki/ diniati oleh pelaku;

d. Akibat ada kemungkinan akibat yang merugikan pada korban (fisik atau

psikis) yang dikehendaki oleh korban.19

Dapat dirumuskan bahwa kejahatan atau kekerasan seksual adalah tindakan atau

sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan korbannya

baik secara fisik maupun psikis. Hal penting lainnya dalah bahwa suatu kejadian

18

Achie Sudiarti Luhulima, Loc cit

19

(34)

21 yang bersifat kebetulan (accidential) tidak dapat dikategorikan sebagai kekerasan

walaupun menimbulkan kerugian pada korbannya.20

Definisi tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga menurut Pasal 1 Deklarasi

penghapusan kekerasan terhadap perempuan PBB tahun 1993 kekerasan seksual

adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat

kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis,

termasuk ancaman, tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan

secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan

pribadi.

Sementara, Pasal 2 Deklarasi membagi kekerasan terhadap perempuan, meskipun

tidak membatasinya, ke dalam 3 kelompok, yaitu kekerasan dalam keluarga,

kekerasan dalam masyarakat luas, dan kekersan yang dilakukan atau dibenarkan

oleh negara.

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Pasal 1 memberikan pengertian

kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang

terutama perempuan. Yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan

secara fisik, seksual, psikologis dan/ atau penelantaran rumah tangga termasuk

ancaman untuk melakukan perbuatan-perbuatan, pemaksaan atau perampasan

kemerdekaan secara relawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Pada Pasal 1 Konvensi perempuan kekerasan berbasis jender yaitu kekerasan yang

ditujukan kepada perempuan, atau menimbulkan akibat pada perempuan secara

tidak proporsional , termasuk tindakan yang mengakibatkan kerugian fisik,

mental, dan seksual dan perampasan dan paksaan ancaman.

20

(35)

22 Pada Pasal 8 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 kekerasan seksual meliputi

pemaksaan hubungan seksual meliputi orang yang menetap dalam lingkup rumah

tangga tersebut; dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam

lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/ atau

tujuan tertentu.

Dalam usulan rancangan undang-undang kekerasan dalam rumah tangga yang

disusun oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat, pada deklarasi diatas,

pengertian dalam kekerasan dalam rumah tangga dirumuskan sebagai :

Kekerasan seksual telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan di

negara kita. Pengaturan kekerasan seksual terdapat dalam kitab undang-undang

hukum pidana tapi, hanya didapati dalam bab yang mengatur tentang kejahtan

terhadap kesusilaan.

Menurut Achie Sudiarti Luhulima diuraikan beberapa unsur-unsur kekerasan

seksual yaitu :

1. Setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin (Gender based violence) ; 2. Yang berakibat ataupun tidak berakibat ;

3. Kesengsaraan atau penderitaan wanita ; 4. Secara Fisik, seksual atau psikologis ; 5. Termasuk ancaman tindakan tertentu ;

6. Pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang ; 7. Baik yang terjadi dalam masyarakat atau dalam kehidupan pribadi.21

2. Pengaturan tentang Kekerasan Seksual

Pengaturan kekerasan seksual dalam kitab undang-undang hukum pidana, diatur

dalam buku II Bab XIV, yaitu :

1. Pasal 281 tentang kejahatan kesopanan dalam arti kesusilaan;

21

(36)

23 2. Pasal 282 tentang penyalahgunaan alat pencegahan kehamilan pada orang

yang belum dewasa; 3. Pasal 283 tentang zinah; 4. Pasal 284 tentang perkosaan; 5. Pasal 285 tentang pornografi;

6. Pasal 286 tentang persetubuhan dengan orang yang sedang pingsan atau dalam keadaan tidak berdaya.

7. Pasal 287 tentang persetubuhan dengan anak di bawah umur atau belum masanya dikawinkan.

8. Pasal 288 tentang persetubuhan dengan istri yang masih di bawah umur atau belum masanya dikawinkan.

9. Pasal 289 tentang perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan;

10.Pasal 290 tentang kejahatan perbuatan cabul kepada orang yang sedang pingsan atau tidak berdaya, umurnya belum 15 tahun dan lain-lain;

11.Pasal 292 tentang kajahatan perbuatan cabul sesama kelamin (Homo Seksual); 12.Pasal 293 tentang menggerakkan orang belum dewasa untuk melakukan atau

dilakukan perbuatan cabul;

13.pasal 294 tentang perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa dan lain-lain;

14.Pasal 295 tentang memudahkan perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya yang belum dewasa, dan lain-lain;

15.Pasal 296 tentang memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain atau kebiasaan;

Dalam pengaturan perundang-undangan Republik Indonesia yang mengatur

tentang kekerasan seksual khusunya kekerasan seksual terhadap perempuan

lingkup rumah tangga tercantum pada undang-undang Republik Indonesia Nomor

23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui kekerasan seksual adalah

bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan melanggar hak asasi perempuan,

kekerasan seksual terhadap perempuan dapat mengakibatkan perempuan yang

mengaalaminya menjadi trauma. Kekerasan seksual tindak kriminal yang

melecehkan perempuan dan tindak pidana ini tersembunyi jarang dilaporkan.

Laki-laki mengintimidasi perempuan dengan menimbulkan kerugian fisik, mental

(37)

24

C. Penyebab Terjadinya Viktimisasi

Timbulnya korban, baik korban karena kejahatan, korban kecelakaan atau korban

dari peristiwa tertentu, pada dasarnya merupakan hasil interaksi antara pihak

korban dan pihak yang menimbulkan korban, sehingga Guglielmo Gulotta sampai

pada diagnosa bahwa pada kasus terjadinya korban kejahatan, terjadi relasi antara

pelaku dengan korban.22

Menurut Arif Gosita suatu Viktimisasi antara lain dapat dirumuskan sebagai suatu

penimbulan penderitaan (mental, fisik, dan sosial) pada pihak tertentu oleh

pihak-pihak tertentu dan demi kepentingan tertentu. Yang dimaksud dengan pihak-pihak-pihak-pihak

tertentu ialah siapa saja yang terlihat dalam eksistensi suatu viktimisasi (individu

dan atau kelompok/korporasi). Dalam memahami dan mengerti suatu viktimisasi

tidak boleh hanya diarahkan pada korban saja (korban sentris). Sebabnya

pihak-pihak lain yang terlibat dalam eksistensi suatu viktimisasi dapat pula menjadi

korban. Misalnya pihak pelaku, polisi, jaksa dan hakim. Saksi dapat menjadi

korban ketidakpuasan, dan balas dendam pihak korban.23

Menurut Benjamin Mendelsohn bahwa viktimisasi adalah interaksi antara pelaku

dengan korban, proses interaksi antara pelaku dengan korban saling bersifat

fungsional. Kedua belah pihak, yaitu pelaku dan korban dapat dipandang bersifat

aktif, saling menciptakan kondisi viktimogen, yaitu kondisi yang mempermudah

seseorang menjadi korban (vulnerability) atau akibat bahaya yang mengancam

seseorang, dan menggunakan istilah viktimitas (victimity), yang berolak dari real

social affliction of victimity, yaitu faktor-faktor yang menyebabkan orang mudah

menjadi korban atau akibat bahaya yang mengancam.24

22

Jp Widodo, Viktimologi, Fakultas Hukum Universitas Lanpung, Bandar Lampung,2004,hlm 59

23

Arif Gosita, Op cit hlm 122

24

(38)

25 Mulyana W. Kusumah memberikan pengertian bahwa viktimisasi yaitu berkaitan

dengan keberadaan korban, adanya korban yang secara resmi dirumuskan oleh

hukum pidana (pengertian korban dalam arti konkret) adalah indikasi bahwa

ketertiban sosial tergangggu.25

Pengertian Viktimisasi menurut Israel Drapklin dan Emilio C. Viano adalah the

action of victimized, in various senses (tindakan pengorbanan atau fakta yang

menjadikan timbulnya korban, dalam berbagai pengertian.26

Richard Quinny berpendapat “ rhetoric of victimization is one more weapon the

ruling class uses to justify and perpetuate its own existence. The victim, a

concrete one, apart from the state its self, is helf up as adefence of social order. it

is we would begin to conceive of the victims of police force, the victims of states

violence, the victim of oppression of any sort.27

Quinny merumuskan viktimisasi bertolak dari proses penetapan “korban” di

dalam undang-undang oleh penguasa dan dipakai sebagai sarana untuk

mempertahankan kekuasaan, sehingga pengertian viktimisasi terkait dengan

konsepsi sebuah realitas yang dibuat secara sistematis oleh penguasa di dalam

bentuk pengikatan sebuah perundang-undangan.28

Jenis-jenis viktimisasi Thorsten Sellin dan Marvin Wolgang memperkenalkan

tipologi viktimisasi sebagai berikut :

1. primery victimization… used a refer to a personalized or individu victim, who

may be directly assaulted or injured in vis-a vis offence, who is threated, or has

property stolen or damaged.

25

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,

Citra Aditya Bakti, Bandung 2001 hlm 32

(39)

26

2. Secondary victimization…. generally refers to estabilisment such as department

stores, ralroads, theaters, chain strores, churches and the like. The victim is

impersonal, commercial dan collective.

3. Tertiary victimization… refers to those ceses in whice the participants engage

in mutually concensual acts, such as fornication, adultery or staury rape.

4. No victization… was used as a category for offence that could not be commited

by an adult.29

Menurut Arif Gosita dikemukakan bahwa viktimisasi tidak hanya menimpa para

korban secara individual, sebagaimana jenis viktimisasi yang telah diuraikan di

atas, tetapi juga bisa menyangkut struktur masyarakat tertentu. Viktimisasi yang

bersumber dari struktur masyarakat lazim disebut Viktimisasi Struktural (Structual

Victimization).30

Menurut Arif Gosita yang menjadi penyebab viktimisasi adalah :

1. Faktor individual korban dan pelaku yang saling berkaitan ; 2. Faktor biologis korban dan pelaku ;

3. Faktor psikologis jiwa yang mempengaruhi terjadinya viktimisasi ; 4. Faktor sosial lingkungan sekitar ;

5. Pembatasan-pembatasan status sosial, peran sosial, dan norma sosial dalam konteks struktur keluarga yang lebih partiarkhi ;

6. Refleksi struktur masyarakat dan keluarga.31

Menurut Arif Gosita dikemukakan tentang unsur-unsur sosial yang mempengaruhi

terjadinya viktimisasi yaitu sebagai berikut :

(40)

27 6. Peranan.32

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa viktimisasi adalah sebagai

penimbulan penderitaan (mental, fisik, dan sosial) pada pihak-pihak tertentu demi

kepentingan tertentu.

D. Pengertian dan bentuk-bentuk korban

1. Pengertian korban

Ada korban ada kajahatan, ada kejahatan ada korban. Rangkaian kata-kata ini

menyatakan apabila terjadi suatu kejahatan maka timbul korban dari kejahatan

tersebut. Korban dalam suatu kejahatan mempunyai status sebagai partisipan pasif

maupun aktif dalam suatu kejahatan, peranan korban disini dipengaruhi oleh

situasi dan kondisi tertentu yang langsung atau tidak langsung berhubungan

dengan korban.33

“The Declaration OF Basic Principles Of Justice For Victimes Of Crimes And

Abuse Of Power” tahun 1985, memberikan pengertian korban adalah orang-orang

yang secara individual atau kolektif, telah mengalami penderitaan, meliputi

penderitaan fisik atau mental, penderitaan emosi, kerugian ekonomis atau

kerugian hak-hak asasi, melalui perbuatan-perbuatan atau pembiaran-pembiaran

yang melanggar hukum pidana yang berlaku di negara-negara anggota, yang

meliputi juga peraturan hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan.34

Menurut pendapat Arif Gosita yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang

menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang

(41)

28 mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan

dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.35

Richard Quinny berpendapat dalam tulisannya “who is the victim”, menegaskan

bahwa pengertian korban jangan diterima apa adanya (taken for granted). Konsep

tentang pengertian korban merupakan realitas sosial sebagai objek suatu

fenomena, sebagai kontruksi sosial dari situasi tertentu, tetapi berkait dan

merupakan produk dari proses-proses sosial baik dari kekuasaan pembentuk

undang-undang dan para penegak hukum.36

Pengertian korban menurut ZP. Separovic meliputi korban kejahatan dan korban

bukan kejahatan, kemudian dirumuskan a victim as anyone phsycal or moral

person, who suffer either as result of ruthless design or accidentially. Accordingly

we have victim of crime or offense and victim of accident. Victims are those who

are killed, injured or damages in property. Konsep tentang viktim dan viktimisasi

merupakan fenomena sosial yang berdasarkan pada ide tentang korban kejahatan,

insiden dan kecelakaan yang mempresentasikan keseluruhan viktimisasi.

Pengertian korban akibat kejahatan merupakan fase yang penting, karena studi

viktimologi bertolak sebagai bagian dari kriminologi, tetapi bukan berarti

membatasi kompetensi studi viktimologi tidak hanya untuk menghasilkan

perkembangan ilmu tentang korban, tetapi yang lebih penting adalah potensi

untuk kepentingan kesejahteraan manusia.37

Pendapat Zp Sevarovic tentang korban tersebut berdasarkan konsepnya tentang

ruang lingkup viktimologi, meliputi Fase old criminology, new criminology,

criminal criminology radical criminology and new criminology. Selanjutnya

(42)

29 subjek dan konsep tentang korban didasarkan pada perkembangan studi

viktimologi sebagai studi tentang human suffering.38

Menurut Stanciu pengertian korban terkait dengan keberadaan dan akibat

peradapan kehidupan negara-negara kapitalisme yang berasal dan berkembang di

negara-negara barat yang mengedepankan kompetisi materialistik dan industri.39

Benjamin Mendelsohn mengemukakan pendapat bahwa dalam merumuskan

pengertian korban dalam konteks viktimologi berkaitan dengan viktimitas

(victimity), Victimity tidaklah sama dengan Crime, tetapi merupakan pengertian

yang lebih luas daripada “ korban “ kejahatan, berdasarkan psikologikal

fenomenologi adalah faktor-faktor yang menyebabkan orang mudah menjadi

korban atau akibat bahaya yang mengancam seseorang. Lebih lanjut Mendelsohn

mengemukakan the definition of victimity in this phase evolution of victimology

can be indicate essentially by the whole of scio bio psychological characteristics ,

common to all victims in general, which society wishes to prevent and fight, no

matter what their determints are criminals or other. Jadi masalah korban dapat

dijelaskan dari evolusi suatu masyarakat yang berlangsung terus.40

2. Bentuk-bentuk korban

Menurut Arif Gosita masalah korban kejahatan mengemukakan berdasarkan

pengertian korban diatas, maka korban terbagi menjadi :

1. Korban ganda

Korban ganda akibat tindak kekerasan yang dialami oleh perempuan. Misalnya

dalam peristiwa perkosaan. Korban disini akan mengalami berbagai macam

(43)

30 penderitaan mental, fisik dan sosial sebelum proses pengadilan (sewaktu

diperkosa dan pemeriksaan polisi), selama persidangan dan setelah persidangan.

2. Korban yang tidak nampak

Korban yang tidak nampak adalah korban yang sebetulnya tidak menderita

tindakan tindakan kekerasan tetapi karena sitiasi dan kondisi tertentu yang tidak

memberitahukan, melaporkan penderitaannya kepada yang berwajib untuk

menyelesaikan secepatnya.

3. Pelaku sebagai korban

Seorang pelaku perempuan yang melakukan suatu tindakan kekerasan dapat juga

menjadi korban yang non struktural. Ia menjadi korban karena pembalasan atau

tindak adanya peraturan atau adanya peraturan yang dapat menjadi landasan ia di

perlakukan secara adil.

4. Korban kekerasan

Korban kekerasan ini merupakan perwujudan tindak kekerasan yang meliputi

perbuatan-perbuatan penganiayaan ringan atau berat, memaksa orang melakukan

sesuatu yang melanggar hukum, membuat orang pingsan, perkosaan dan

sebagainya.41

Mereka dalam pengertian adalah perorangan atau korban individual yang disebut

dengan bukan perorangan misalnya, suatu badan atau organisasi atau lembaga,

pihak adalah impersonal, kolektif komersial adalah yang disebut viktimisasi

sekunder.42

Kejahatan merupakan suatu hasil interaksi, karena adanya interelasi antara

peristiwa-peristiwa yang terjadi dan antara peristiwa-peristiwa tersebut saling

41

Arif Gosita Op Cit hlm 48

42

(44)

31 mempengaruhi, pelaku kejahatan dan korban kejahatan kedudukannya sebagai

partisipan, yang terlibat secara aktif maupun pasif dalam suatu kejahatan. Dari

kejahatan tersebut akan timbul korban akibat dari kejahatan.43

Korban akibat kejahatan menurut Mendelsohn terbagi menjadi lima alasan yaitu :

1. Korban karena kejahatan

2. Korban karena dirinya sendiri

3. Korban yang timbul karena perilaku anti sosial

4. Korban karena penggunaan teknologi

5. Korban karena kesembronoan atau kelalaian dalam memanfaatkan sumber

daya alam, sehingga mempengaruhi siklus alam, seperti musim, cuaca dan

lain-lain.44

43

Susilawati Op Cit hlm 12

44

(45)

32 Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa pengertian korban

adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan

orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang

(46)

33

III. METODE PENELITIAN

Upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian

dibutuhkan metode ilmiah yang merupakan suatu cara yang digunakan dalam

pelaksanaan penelitian dibutuhkan metode ilmiah yang merupakan suatu cara

yang digunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian untuk mendapatkan data yang

objektif dan akurat, dalam mengolah dan menyimpulkan serta memecahkan suatu

masalah.

A. Pendekatan Masalah

Dalam membahas permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, penulis

melakukan dua pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris guna

untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang benar dan objektif.

a. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan menganalisis dan menelaah

berbagai peraturan perundang-undangan, dokumentasi, teori-teori serta

literatur-literatur hukum dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan tindak pidana

kekerasan seksual terhadap perempuan.

b. Pendekatan Empiris

Pendekatan empiris dilakukan dengan cara meneliti dan mengumpulkan data

(47)

34 nama sumber yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Dalam melakukan penelitian, penulis memerlukan keterangan-keterangan yang

terkait dengan permasalahan yang berupa data, adapun data yang digunakan

adalah :

a. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka dari bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Data tersebut di atas sifatnya hanya penunjang untuk kelengkapan data primer,

adapun data tersebut adalah :

1. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mengikat sifatnya, untuk

penulisan skripsi ini bahan hukum primer yng digunakan adalah :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

c. Undang-Undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga.

d. Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana.

2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku literatur dan

(48)

35 3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk

dan penjelasan tehadap bahan hukum primer dan sekunder, antara lain kamus

Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris serta Kamus Hukum.

b. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan secara

langsung pada objek penelitian yaitu : Polresta Bandar Lampung, Kejaksaan

Tinggi Lampung, serta Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang Bandar

lampung.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga

(Masri Singarimbun, 1987: 152). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi

yaitu Aparat Kepolisian Polresta Bandar Lampung, Kejaksaan Tinggi Lampung

serta Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang. Untuk mendapatkan data yang

diperlukan dari populasi, penulis melakukan metode wawancara kepada

responden yang telah dipilih sebagai sampel yang dianggap dapat mewakili

seluruh responden. Adapun sampel yang dijadikan responden dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Penyidik Kepolisian Polresta Bandar Lampung 2 orang

b. JaksaKejaksaan Tinggi Lampung 1 orang

c. HakimPengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang 1 orang

(49)

36

D. Prosedur pengumpulan dan pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

a. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi

kepustakaan (library research), dilakukan dengan cara membaca, mempelajari,

mengutip dan menelaah literatur-literatur maupun peraturan perundang-undangan,

serta bahan-bahan hukum lainnya yang menunjang dan berhubungan dengan

permasalahan yang akan dibahas.

b. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara studi lapangan (Field Research)

1. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data secara langsung secara terhadap objek

penelitian, untuk memperoleh data yang benar dan objektif dilakukan

penelitian di Polresta Bandar Lampung, Kejaksaan Tinggi Lampung serta

Pengadilan Negeri kelas I A Tanjungkarang, Bandar Lampung.

2. Wawancara

Yaitu pengumpulan data dengan mengadakan wawancara secara langsung

(Interview) dengan menggunakan bantuan daftar pertanyaan yang bersifat

terbuka dimana wawancara tersebut dilakukan terhadap pihak-pihak yang

berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian antara lain Kepolisian

(50)

37 Tinggi Lampung, Ketua Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungkarang Bandar

Lampung dan Panitera Bagian Kasi Perkara Pidana yang dapat memberikan

penjelasan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

setelah data-data tersebut terkumpul, belumlah berarti apa-apa bagi tujuan

penulisan, sebab data-data yang diperoleh masih merupakan bahan mentah. Oleh

karena itu, data tersebut harus diolah guna mendapatkan data yang baik, untuk

selanjutnya dianalisi pengolahan ini dilakukan dengan cara :

a) Editing data yaitu untuk memeriksa atau meneliti data yang keliru, menambah

serta melengkapi data yang kurang lengkap.

b) Klasifikasi data yaitu penggolongan atau pengelompokan data menurut pokok

bahasan yang telah ditentukan.

c) Sistematisasi data yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara

sistematis hingga memudahkan interprestasi data.

E. Analisa Data

Setelah data tersebut berhasil diolah, maka langkah selanjutnya adalah

menganalisis adalah menganalisis data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca

dan diinterprestasikan, maka penelitian ini data yang diperoleh, akan dianalisis

secara kualitatif yaitu dilakukan dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan

dalam bentuk penjelasan serta penjelasan serta urutan kalimat. Dari analisis data

(51)

38 berfikir yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat umum yang kemudian

(52)

61

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab-bab

terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korban kekerasan seksual terhadap

pembantu rumah tangga adalah :

a. Faktor sosial yaitu lingkungan rumah majikan yang sepi membuat majikan

dengan leluasa melakukan tindakan tidak terpujinya itu.

b. Faktor Ekonomi yaitu ketergantungan korban yang bekerja pada pelaku untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehingga, korban tetapmenjadi pembantu rumah

tangga..

c. Faktor Pendidikan yaitu latar belakang pendidikan korban yang rendah

sehingga mudah dibodohi dan dimanfaatkan oleh majikan.

d. Faktor Agama yaitu iman dan taqwa yang tidak teguh sehingga mudah untuk

melakukan perbuatan dosa dan melanggar hukum.

e. Faktor Keluarga yaitu keadaan rumah tangga majikan yang kurang harmonis,

majikan laki-laki yang merasa tidak cukup mendapat perhatian dari istrinya.

f. Faktor Biologis yaitu dapat juga korban tinggal dan bekerja dengan majikan

laki-laki yang memiliki penyakit kelainan seks.

g. Faktor Psikologis yaitu adanya niat jahat pelaku dan adanya kesempatan

untuk melakukan perbuatan jahat pada korban.

h. Faktor Internal Korban yaitu korban yang memiliki penampilan menarik

(53)

62 2. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi kejahatan kekerasan

seksual terhadap pembantu rumah tangga, dapat ditempuh dengan upaya pre-emtif,

yang diwujudkan melalui tindakan :

a. Menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar secepatnya melaporkan

kepada pihak yang berwajib apabila terjadi suatu kejahatan termasuk kejahatan

kekerasan dalam rumah tangga (KDRT);

b. Melakukan penyuluhan-penyuluhan hukum mengenai KDRT;

c. Memberikan bimbingan, ceramah-ceramah agama dan penyuluhan untuk taat

beragama serta patuh terhadap hukum kepada semua lapisan masyarakat secara

selektif dan prioritas.

Faktor penghambat dalam proses penerapan sanksi terhadap pelaku kekerasan seksual

terhadap pembantu rumah tangga dapat ditimbulkan dari berbagai pihak adalah

sebagai berikut :

a. Pihak Aparat Penegak Hukum

Terbatasnya kekuatan polwan sebagai penyidik pada PPA. Karena, lebih

banyak polri sebagai penyidik

b. Pihak Korban

Belum ada keterbukaan dari pihak korban karena korban menganggap

perkosaan yang dialaminya merupakan aib tersendiri baginya sehingga beberapa

korban enggan melapor peristiwa kekerasan seksual yang telah dialaminya.

c. Pihak Pelaku

Pelaku tidak mengakui perbuatannya sehingga memerlukan kerja ekstra dalam

melakukan penyelidikan kasus.

d. Perundang-undangan

Aturan dalam KUHP memiliki kelemahan yaitu tidak ada batas liminatif yaitu

maksimal dan minimal hukuman. Sehingga ada pelaku yang dapat bebas murni

(54)

63 23 Tahun 2004 pasalnya merupakan delik aduan apabila laporan tersebut telah

dicabut pengaduannnya dengan pelapor penyidik tidak dapat melanjutkan proses

penyidikannya ke penuntut umum.

e. Pranata peradilan Pidana

Kecenderungan yang ada menunjukkan bawa perempuan yang menjadi korban

seringkali merasa cemas akan reaksi personel peradilan pidana (polisi, jaksa,

hakim) terhadap peristiwa yang dialami korban.

f. Lembaga Pers

Media massa mempunyai peran yang sangat besar dalam menyampaikan

informasi serta membentuk opini publik dalam mencari berita menarik untuk

dijual kekhalayak ramai.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka yang menjadi saran dari penulis adalah :

1. Sebaiknya Pemerintah khususnya aparat penegak hukum memberikan sanksi

yang sangat tegas terhadap para pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap

pembantu rumah tangga. Sebagai contoh : Mensosialisasikan Undang-Undang

N0. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga kepada

masyarakat.

2. a. Sebaiknya korban tindak pidana kekerasan seksual terhadap pembantu rumah

tangga tidak merasa takut lagi untuk melaporkan peristiwa yang dialaminya

karena telah dilindungi negara dengan adanya peraturan perundang-undangan

yang dapat diterapkan untuk menjatuhkan hukuman bagi pelakunya.

a. Sebaiknya hakim dalam memberikan putusan harus memperhatikan dan

mempertimbangkan keadaan korban yang mengalami kerugian baik fisik maupun

psikologis sehingga, hakim memberikan hukuman yang sesuai untuk pelaku agar

Referensi

Dokumen terkait

Namun, harus diingat pula bahwa bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah Pantai yang selalu

Menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian atas atau punggung kaki Salah satu tontonan yang menarik dalam sepakbola adalah kemampuan seorang pemain yang mempunyai teknik

c. Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang

Untuk itulah LDK AL Azzam Universitas Budi Luhur mengadakan suatu kegiatan Rangkaian Milad LDK Al Azzam dengan tema : “Al Azzam Evolut10n to Glory of Islam” yang diharapkan

Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Barito Kuala memiliki sarana dan prasarana yang diperuntukan untuk pengawasan sumberdaya ikan di samping itu melakukan kegiatan-

Kegiatannya bertujuan agar tenaga kerja terlindung dari berbagai macam resiko akibat lingkungan kerja, masyarakat sekitar perusahaan dan masyarakat umum

Perusahaan dapat menggunakan pengolahaan informasi apabila sudah dapat menerapkan pengolahaan data dengan baik, dimana fasilitas dan sumber daya menjadi salah dua

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Deng an menggunakan Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding, kerjasama dan