• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Pati Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai Disintegran pada Pembuatan Beberapa Jenis Tablet secara Cetak Langsung dan Granulasi Basah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Pati Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai Disintegran pada Pembuatan Beberapa Jenis Tablet secara Cetak Langsung dan Granulasi Basah"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

PENGGUNAAN PATI TALAS (

Colocasia esculenta

(L.) Schott)

SEBAGAI DISINTEGRAN PADA PEMBUATAN BEBERAPA

JENIS TABLET SECARA CETAK LANGSUNG DAN

GRANULASI BASAH

SKRIPSI

OLEH:

(2)

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

PENGGUNAAN PATI TALAS (

Colocasia esculenta

(L.) Schott)

SEBAGAI DISINTEGRAN PADA PEMBUATAN BEBERAPA

JENIS TABLET SECARA CETAK LANGSUNG DAN

GRANULASI BASAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Tak lupa pula shalawat beriring salam kepada Rasulullah Muhammad SAW

sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi dengan judul “Penggunaan Pati

Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai Disintegran pada Pembuatan

Beberapa Jenis Tablet secara Cetak Langsung dan Granulasi Basah” disusun

untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.

selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc.,Apt. selaku dosen

pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-

saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny,

M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah

memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Dra.

Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Bapak Drs. Agusmal Dalimunte., M.S., Apt., dan

Ibu Djendakita Purba, M.Si., Apt. selaku dosen penguji, yang telah memberikan

kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bapak/Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik selama

perkuliahan dan Bapak Dr. Martua Pandapotan Nasution, MPS., Apt. selaku

(5)

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga kepada

Ayahanda Alm. Fadhli Pulungan dan Ibunda Latifah Hanum Nst. yang telah

memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun dan

motivasi serta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Saudaraku tersayang

Bang Taufiq dan Tafa, Unde Idah, Unde Milah, Ujing Ziah, dan lainnya yang

telah memberikan dukungan dan doanya selama ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada asisten lab.

Teknologi Sediaan Farmasi II atas saran-saran yang diberikan, kak Icha, Kiky,

kak Aida, Didiz, kak Dede dan keluarga besar kos 84 AB atas dukungan, bantuan

dan semangat yang luar biasa, serta teman-teman ekstensi farmasi angkatan 2012.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan,

oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik

dan saran yang membangun pada skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga

skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015 Penulis

(6)

PENGGUNAAN PATI TALAS (Colocasia esculenta (L.) Schott) SEBAGAI DISINTEGRAN PADA PEMBUATAN BEBERAPA JENIS TABLET

SECARA CETAK LANGSUNG DAN GRANULASI BASAH

ABSTRAK

Latar Belakang: Pati talas diprediksi dapat berpotensi sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet cetak langsung dan granulasi basah.

Tujuan: Membandingkan potensi pati talas sebagai disintegran terhadap metode yang digunakan dalam pembuatan tablet, mengetahui pengaruh sifat zat aktif terhadap potensi pati talas sebagai disintegran dan mengetahui konsentrasinya yang terbaik pada pembuatan beberapa jenis tablet tersebut.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi isolasi pati talas, formulasi sediaan dan evaluasi terhadap tablet yang dihasilkan. Variasi konsentrasi pati talas yaitu 5%, 10% dan 15%, sebagai pembanding digunakan primojel 4% dan amilum manihot 10%. Bahan aktif yang digunakan yaitu kalsium laktat dibuat secara cetak langsung, parasetamol yang bersifat hidrofob dan antalgin yang bersifat hidrofil dibuat secara granulasi basah.

Hasil: Tablet kalsium laktat waktu hancurya lebih cepat (1,56-2,23 menit) dibandingkan formula tablet parasetamol (5,55-10,41 menit) dan tablet antalgin (5,75-9,83 menit). Daya hancur tablet parasetamol meningkat dengan peningkatan konsentrasi pati talas sebagai disintegran (5%<10%<15%), sebaliknya daya hancur tablet antalgin menurun dengan peningkatan konsentrasi pati talas sebagai disintegran (5%>10%>15%), dengan demikian sifat zat aktif mempengaruhi potensi pati talas sebagai disintegrannya. Konsentrasi pati talas 15% pada tablet kalsium laktat dan parasetamol memberikan hasil yang terbaik, dan pada tablet antalgin konsentrasi pati talas 5% memberikan hasil yang terbaik.

Kesimpulan: Pati talas dapat digunakan sebagai disintegran pada tablet yang dibuat dengan metode cetak langsung dan granulasi basah.

(7)

TARO (Colocasia esculenta (L.) Schott) STARCH APLICATION AS DISINTEGRANT IN MANUFACTURING SOME TYPES OF

TABLETS BY DIRECT COMPRESSION AND WET GRANULATION METHODS

ABSTRACT

Background: Taro starch is predicted to be able to use as disintegrant in manufacturing some types of tablets by direct compression and wet granulation methods.

Objective: The study aimed to compare the potential of taro starch as disintegrant with using method in manufacturing of tablets, to determine the influence of active substance characteristic against the potential of taro starch as disintegrant and knowing the best concentration of it in manufacturing some types of the tablets.

Methods: This study used an experimental method included isolation of taro starch, formulation and evaluation of the resulting tablets. Variation of taro starch concentrations were 5%, 10% and 15%, as a comparison used primojel 4% and amylum manihot 10%. The active substances used were calcium lactate that was made by direct compression, paracetamol was hydrophobic and antalgin was hydrophilic they were made by wet granulation.

Results: The disintegration times of calcium lactate tablets by direct compression (1.56-2.23 minutes) was faster than paracetamol (5.55-10.41 minutes) and antalgin (5.75-9.83 minutes) tablet. The power of disintegration in paracetamol tablets increased by the increasing of taro starch concentration as disintegrant, (5%<10%<15%), but the power of disintegration at antalgin tablet decreased by the increasing of taro starch concentration as disintegrant (5%>10%>15%), so the characteristic of the active substances affected the potential of taro starch as disintegrant. At the using of taro starch concentration 15% in calcium lactate and paracetamol tablets showed the best result, and antalgin tablet at concentration 5% showed the best result.

Conclusion: Taro starch can be used as a disintegrant in tablet which is manufactured by direct compression and wet granulation methods.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Tumbuhan Talas ... 7

2.2 Uraian Pati ... 9

2.3 Kalsium Laktat ... 11

2.3.1 Tinjauan umum ... 11

(9)

2.4 Parasetamol ... 12

2.4.1 Tinjauan umum ... 12

2.4.2 Farmakologi ... 12

2.5 Antalgin ... 13

2.5.1 Tinjauan umum ... 13

2.5.2 Farmakologi ... 13

2.6 Uraian Tablet ... 14

2.6.1 Pengertian tablet ... 14

2.6.2 Metode pembuatan tablet ... 15

2.6.3 Komposisi tablet ... 16

2.6.4 Teori pencampuran ... 19

2.6.5 Uji preformulasi ... 20

2.6.6 Evaluasi tablet ... 21

2.7 Titrasi Kompleksometri ... 24

2.8 Spektrofotometri Ultraviolet ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Alat-alat ... 26

3.2 Bahan-bahan ... 26

3.3 Isolasi Pati Talas ... 27

3.4 Evaluasi Terhadap Pati Hasil Isolasi ... 27

3.4.1 Bentuk dan ukuran partikel ... 27

3.4.2 Distribusi ukuran partikel ... 27

3.4.3 Uji terhadap iodium ... 28

(10)

3.4.5 Penepatan kadar abu total ... 28

3.4.6 Penetapan susut pengeringan ... 28

3.5 Formulasi Tablet ... 29

3.5.1 Formulasi tablet cetak langsung ... 29

3.5.2 Formulasi tablet granulasi basah ... 31

3.5.2.1 Tablet parasetamol ... 31

3.5.2.2 Tablet antalgin ... 33

3.6 Pembuatan Tablet ... 35

3.6.1 Metode cetak langsung ... 35

3.6.2 Metode granulasi basah ... 35

3.7 Uji Preformulasi ... 36

3.7.1 Sudut diam massa granul ... 36

3.7.2 Waktu alir granul ... 36

3.7.3 Indeks tap granul ... 37

3.8 Pembuatan Pereaksi ... 37

3.8.1 Air suling bebas karbondioksida ... 37

3.8.2 Pembuatan HCl 0,1 N ... 37

3.8.3 Pembuatan dapar fosfat pH 5,8 ... 37

3.8.4 Pembuatan kalium dihidrogen fosfat 0,2 M ... 38

3.8.5 Larutan NaOH 0,1 N ... 38

3.8.6 Larutan NaOH 0,2 N ... 38

3.8.7 Indikator EBT ... 38

3.8.8 Buffer amonia pH 10 ... 38

(11)

3.8.10 Larutan iodium 0,1 N ... 38

3.9 Evaluasi Tablet ... 39

3.9.1 Uji kekerasan tablet ... 39

3.9.2 Uji friabilitas ... 39

3.9.3 Uji waktu hancur ... 39

3.9.4 Penetapan kadar kalsium laktat ... 40

3.9.4.1 Pembakuan Na2EDTA ... 40

3.9.4.2 Penetapan kadar tablet kalsium laktat ... 40

3.9.4.3 Rumus perhitungan ... 41

3.9.5 Penetapan kadar parasetamol ... 41

3.9.5.1 Pembuatan larutan induk baku ... 41

3.9.5.2 Penentuan kurva serapan parasetamol ... 41

3.9.5.3 Penentuan linieritas kurva kalibrasi parasetamol ... 42

3.9.5.4 Penetapan kadar tablet parasetamol ... 3.9.6 Penetapan kadar antalgin ... 42

3.9.6.1 Pembuatan larutan induk baku ... 42

3.9.6.2 Penentuan kurva serapan antalgin ... 43

3.9.6.3 Penentuan linieritas kurva kalibrasi antalgin . .. 43

3.9.6.4 Penetapan kadar tablet antalgin ... 43

3.9.7 Uji keragaman bobot ... 44

3.9.8 Uji disolusi tablet ... 44

3.9.9 Analisis data secara statistik ... 45

(12)

4.1. Evaluasi Pati Hasil Isolasi ... 47

4.1.1 Bentuk dan ukuran partikel pati talas ... 47

4.1.2 Distribusi ukuran partikel ... 48

4.1.3 Uji terhadap iodium ... 48

4.1.4 Bobot jenis ... 48

4.2 Uji Preformulasi Massa Granul ... 49

4.2.1 Uji sudut diam ... 51

4.2.2 Uji waktu alir ... 52

4.2.3 Uji indeks tap ... 53

4.3 Hasil Uji Evaluasi Tablet ... 55

4.3.1 Uji kekerasan tablet ... 56

4.3.2 Uji friabilitas ... 57

4.3.3 Uji waktu hancur ... 58

4.3.4 Penetapan kadar kalsium laktat ... 60

4.3.5 Penetapan kadar tablet parasetamol ... 62

4.3.5.1 Pembuatan kurva serapan maksimum dan kurva kalibrasi ... 62

4.3.5.2 Hasil penetapan kadar parasetamol ... 63

4.3.6 Penetapan kadar tablet antalgin ... 64

4.3.6.1 Pembuatan kurva serapan maksimum dan kurva kalibrasi ... 64

4.3.6.2 Hasil penetapan kadar antalgin ... 66

4.3.7 Keragaman bobot ... 66

4.3.7.1 Tablet kalsium laktat ... 66

(13)

4.3.7.3 Tablet antalgin ... 68

4.3.8 Hasil uji disolusi ... 69

4.3.8.1 Tablet kalsium laktat ... 69

4.3.8.2 Tablet parasetamol ... 71

4.3.8.3 Tablet antalgin ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Formula tablet kalsium laktat untuk 100 tablet ... 30

Tabel 3.2 Formula tablet parasetamol untuk 100 tablet ... 32

Tabel 3.3 Formula tablet antalgin untuk 100 tablet ... 34

Tabel 3.4 Kriteria penggunaan alat disolusi ... 44

Tabel 3.5 Kriteria Penerimaan zat aktif yang larut dengan disolusi ... 45

Tabel 4.1 Data ukuran partikel pati talas ... 48

Tabel 4.2 Data uji preformulasi massa granul tablet kalsium laktat, parasetamol dan antalgin ... 50

Tabel 4.3 Data hasil evaluasi tablet metode cetak langsung dan granulasi basah ... 56

Tabel 4.4 Hasil penetapan kadar tablet kalsium laktat ... 61

Tabel 4.5 Hasil penetapan kadar tablet parasetamol ... 64

Tabel 4.6 Hasil penetapan kadar tablet antalgin ... 66

Tabel 4.7 Hasil uji keragaman bobot tablet kalsium laktat ... 67

Tabel 4.8 Hasil uji keragaman bobot tablet parasetamol ... 68

Tabel 4.9 Hasil uji keragaman bobot tablet antalgin ... 69

Tabel 4.10 Hasil uji disolusi tablet kalsium laktat ... 70

Tabel 4.11 Hasil uji disolusi tablet parasetamol ... 72

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Klasifikasi berbagai bentuk umbi talas ... 8

Gambar 2.2 Rumus bangun kalsium laktat ... 11

Gambar 2.3 Rumus bangun parasetamol ... 12

Gambar 2.4 Rumus bangun kalsium laktat ... 13

Gambar 4.1 Butir pati talas ... 47

Gambar 4.2 Diagram sudut diam massa granul dengan jenis dan persentase disintegran yang berbeda ... 52

Gambar 4.3 Diagram waktu alir massa granul dengan jenis dan persentase disintegran yang berbeda ... 53

Gambar 4.4 Diagram indeks tap massa granul dengan jenis dan persentase disintegran yang berbeda ... 55

Gambar 4.5 Diagram kekerasan beberapa tablet dengan jenis dan persentase disintegran yang berbeda ... 57

Gambar 4.6 Diagram friabilitas beberapa tablet dengan jenis dan persentase disintegran yang berbeda ... 58

Gambar 4.7 Diagram waktu hancur beberapa tablet dengan jenis dan persentase disintegran yang berbeda ... 60

Gambar 4.8 Kurva serapan dan panjang gelombang maksimum parasetamol BPFI dalam dapar fosfat pH 5,8 pada c= 6,5 mcg/ml ... 62

Gambar 4.9 Kurva kalibrasi parasetamol BPFI dalam dapar fosfat pH 5,8 secara Spektro Ultraviolet pada = 243,1 nm ... 63

Gambar 4.10 Kurva serapan dan data panjang gelombang maksimum antalgin BPFI dalam HCl 0,1 N pada c= 16 mcg/ml ... 65

Gambar 4.11 Kurva kalibrasi antalgin BPFI dalam HCl 0,1 N secara spektro ultraviolet pada = 258,7 nm ... 65

(16)

Gambar 4.13 Disolusi tablet parasetamol dengan jenis dan persentase

disintegran yang berbeda dalam dapar fosfat pH 5,8 ... 71

Gambar 4.14 Disolusi tablet antalgin dengan jenis dan persentase

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel ... 79

Lampiran 2. Gambar tumbuhan talas, umbi talas dan pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) ... 80

Lampiran 3. Flowsheet pembuatan pati talas ... 81

Lampiran 4. Perhitungan karakteristik pati talas ... 82

Lampiran 5. Contoh perhitungan friabilitas tablet kalsium laktat ... 84

Lampiran 6. Data hasil uji kekerasan, uji friabilitas, dan uji waktu hancur ... 85

Lampiran 7. Perhitungan pembakuan Na2.EDTA ... 87

Lampiran 8. Hasil perhitungan penetapan kadar kalsium laktat ... 88

Lampiran 9. Hasil penentuan persamaan regresi dari kurva kalibrasi parasetamol BPFI pada panjang gelombang = 243,1 nm dalam larutan dapar fosfat pH 5,8 ... 90

Lampiran 10. Contoh perhitungan kadar tablet parasetamol ... 91

Lampiran 11. Hasil penentuan persamaan regresi dari kurva kalibrasi antalgin BPFI pada panjang gelombang = 258,7 nm dalam HCl 0,1N ... 94

Lampiran 12. Contoh perhitungan kadar tablet antalgin ... 96

Lampiran 13. Contoh analisis data statistik untuk mencari kadar zat berkhasiat sebenarnya dalam formulasi tablet ... 99

Lampiran 14. Contoh perhitungan keragaman bobot ... 101

Lampiran 15. Contoh perhitungan hasil uji disolusi tablet kalsium laktat, parasetamol, dan antalgin ... 103

Lampiran 16. Data persen kumulatif disolusi ... 107

(18)

Lampiran 18.

Lampiran 19.

Gambar alat-alat yang digunakan ...

Gambar tablet kalsium laktat, parasetamol, dan antalgin 111

dengan menggunakan pati talas berbagai konsentrasi sebagai disintegran, primojel dan amilum manihot

sebagai pembanding ... 113

Lampiran 20. Perubahan warna pada penetapan kadar kalsium laktat secara titrasi ... 114

Lampiran 21. Sertifikat parasetamol baku pembanding ... 115

Lampiran 22. Sertifikat antalgin baku pembanding ... 116

Lampiran 23. Sertifikat bahan baku parasetamol ... 117

Lampiran 24. Sertifikat bahan baku antalgin ... 118

Lampiran 25. Sertifikat bahan baku kalsium laktat ... 119

(19)

PENGGUNAAN PATI TALAS (Colocasia esculenta (L.) Schott) SEBAGAI DISINTEGRAN PADA PEMBUATAN BEBERAPA JENIS TABLET

SECARA CETAK LANGSUNG DAN GRANULASI BASAH

ABSTRAK

Latar Belakang: Pati talas diprediksi dapat berpotensi sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet cetak langsung dan granulasi basah.

Tujuan: Membandingkan potensi pati talas sebagai disintegran terhadap metode yang digunakan dalam pembuatan tablet, mengetahui pengaruh sifat zat aktif terhadap potensi pati talas sebagai disintegran dan mengetahui konsentrasinya yang terbaik pada pembuatan beberapa jenis tablet tersebut.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi isolasi pati talas, formulasi sediaan dan evaluasi terhadap tablet yang dihasilkan. Variasi konsentrasi pati talas yaitu 5%, 10% dan 15%, sebagai pembanding digunakan primojel 4% dan amilum manihot 10%. Bahan aktif yang digunakan yaitu kalsium laktat dibuat secara cetak langsung, parasetamol yang bersifat hidrofob dan antalgin yang bersifat hidrofil dibuat secara granulasi basah.

Hasil: Tablet kalsium laktat waktu hancurya lebih cepat (1,56-2,23 menit) dibandingkan formula tablet parasetamol (5,55-10,41 menit) dan tablet antalgin (5,75-9,83 menit). Daya hancur tablet parasetamol meningkat dengan peningkatan konsentrasi pati talas sebagai disintegran (5%<10%<15%), sebaliknya daya hancur tablet antalgin menurun dengan peningkatan konsentrasi pati talas sebagai disintegran (5%>10%>15%), dengan demikian sifat zat aktif mempengaruhi potensi pati talas sebagai disintegrannya. Konsentrasi pati talas 15% pada tablet kalsium laktat dan parasetamol memberikan hasil yang terbaik, dan pada tablet antalgin konsentrasi pati talas 5% memberikan hasil yang terbaik.

Kesimpulan: Pati talas dapat digunakan sebagai disintegran pada tablet yang dibuat dengan metode cetak langsung dan granulasi basah.

(20)

TARO (Colocasia esculenta (L.) Schott) STARCH APLICATION AS DISINTEGRANT IN MANUFACTURING SOME TYPES OF

TABLETS BY DIRECT COMPRESSION AND WET GRANULATION METHODS

ABSTRACT

Background: Taro starch is predicted to be able to use as disintegrant in manufacturing some types of tablets by direct compression and wet granulation methods.

Objective: The study aimed to compare the potential of taro starch as disintegrant with using method in manufacturing of tablets, to determine the influence of active substance characteristic against the potential of taro starch as disintegrant and knowing the best concentration of it in manufacturing some types of the tablets.

Methods: This study used an experimental method included isolation of taro starch, formulation and evaluation of the resulting tablets. Variation of taro starch concentrations were 5%, 10% and 15%, as a comparison used primojel 4% and amylum manihot 10%. The active substances used were calcium lactate that was made by direct compression, paracetamol was hydrophobic and antalgin was hydrophilic they were made by wet granulation.

Results: The disintegration times of calcium lactate tablets by direct compression (1.56-2.23 minutes) was faster than paracetamol (5.55-10.41 minutes) and antalgin (5.75-9.83 minutes) tablet. The power of disintegration in paracetamol tablets increased by the increasing of taro starch concentration as disintegrant, (5%<10%<15%), but the power of disintegration at antalgin tablet decreased by the increasing of taro starch concentration as disintegrant (5%>10%>15%), so the characteristic of the active substances affected the potential of taro starch as disintegrant. At the using of taro starch concentration 15% in calcium lactate and paracetamol tablets showed the best result, and antalgin tablet at concentration 5% showed the best result.

Conclusion: Taro starch can be used as a disintegrant in tablet which is manufactured by direct compression and wet granulation methods.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat

berbeda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan

dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode

pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat secara oral

atau melalui mulut (Ansel, 1989).

Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi dan juga

banyak mengalami perkembangan dalam formulasinya. Beberapa keuntungan

sediaan tablet adalah sediaan lebih kompak, dosisnya tepat, mudah

pengemasannya dan penggunaannya lebih praktis dibanding sediaan yang lain

(Lachman, dkk., 1994).

Menurut Ansel (1989), ada tiga metode pembuatan tablet kompresi yang

berlaku yaitu metode granulasi basah, metode granulasi kering dan cetak

langsung. Pada metode granulasi basah, prinsipnya yaitu mengubah campuran

serbuk menjadi granula yang bebas mengalir ke dalam cetakan dengan

menambahkan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk, kemudian diayak dan

dicetak. Metode granulasi kering dilakukan dengan cara memadatkan massa yang

jumlahnya besar dari campuran serbuk, setelah itu memecahkannya menjadi

pecahan-pecahan ataupun granul yang lebih kecil kemudian dicetak kembali

(22)

dengan metode granulasi basah karena kepekaannya terhadap uap air ataupun

dengan pemanasan. Sedangkan pada metode cetak langsung, campuran bahan obat

dan beberapa eksipien yang berbentuk granul dapat langsung dicetak dalam mesin

tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering. Metode-metode tersebut

dapat dipilih sesuai dengan sifat bahan obat dan eksipien dari pembuatan tablet

tersebut.

Hampir semua tablet memerlukan penambahan komponen atau eksipien

untuk berbagai tujuan dengan zat aktif dalam formulasi. Hal ini untuk

memperoleh sifat fisik, kimia, mekanik agar memenuhi persyaratan resmi

(farmakope) dan persyaratan industri yang dapat diterima serta untuk membantu

dan memudahkan pembuatannya. Dalam formulasi tablet pada umumnya dapat

ditambahkan zat pengisi, pengikat, disintegran, lubrikan, glidan, zat warna dan

sebagainya, agar memenuhi fungsi farmasetik seperti tersebut diatas.

Sistem formulasi sediaan tablet yang tidak melibatkan penggunaan

eksipien merupakan hal yang sangat jarang ditemukan. Perlakuan pemrosesan

yang diterima oleh zat aktif (sendiri atau kombinasi dengan eksipien) akan

tergantung pada tingkat dosis, sifat-sifat fisik dan kimia zat aktif dan eksipien

yang digunakan, sifat dasar sediaan, penggunaannya, semua masalah absorpsi atau

ketersediaan hayati, metode granulasi dan pengempaan yang digunakan (Siregar

dan Wikarsa, 2010).

Karakterisasi dari sifat fisika kimia bahan obat merupakan salah satu

langkah penting dalam pembuatan bentuk sediaan padat. Identifikasi sifat kimia,

terutama kemurniannya adalah sangat penting. Selain itu, sifat fisik dari bahan

(23)

densitas dan lain-lain harus diperhatikan. Literatur dan pengalaman nyata

menggambarkan bahwa kualitas fisik (seperti ukuran partikel dari bahan baku)

dapat sangat berpengaruh terhadap availabilitas dan efek klinis sediaan obat

tersebut (Niazi, 2009)

Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam

saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya ke dalam

cairan tubuh untuk dilarutkan. Daya hancur tablet memungkinkan partikel obat

menjadi lebih luas untuk bekerja secara lokal dalam tubuh. Semua tablet harus

melalui pengujian daya hancur secara resmi yang dilaksanakan in vitro dengan

alat uji khusus (Ansel, 1989).

Pada pembuatan tablet, pati biasanya digunakan sebagai bahan tambahan

terutama sebagai bahan pengisi, pengikat atau disintegran (Alanazi, dkk., 2008).

Pati digunakan sejak lama sebagai eksipien dalam sediaan farmasi. Terutama pati

jagung, kentang dan gandum digunakan dan tercantum dalam monografi di

beberapa farmakope. Fungsi klasik pati di masa lalu adalah sebagai pengisi dan

disintegran pada tablet. Juga pati dimodifikasi (pregelatinized) telah digunakan

sebagai pengisi-pengikat dalam teknologi pembuatan tablet (Ahmed dan Khan,

2013).

Pati bersifat dapat meninggikan porositas dan pembasahan tablet sehingga

memudahkan penetrasi air melalui pori-pori ke bagian dalam tablet yang

menyebabkan percepatan penghancuran tablet. Efek porositas disebabkan oleh

sifat pati yang tidak termampatkan dan kohesifitasnya yang rendah. Hal ini

(24)

menyebabkan air dapat masuk ke dalam tablet sehingga dapat memecahkan tablet

(Voigt, 1995).

Pati merupakan eksipien serbaguna yang digunakan terutama dalam

formulasi sediaan padat oral sebagai bahan pengikat, pengisi, dan disintegran.

Konsentrasi yang digunakan sebagai disintegran pada umumnya 3 – 25%. Pati

alami sesuai spesifikasinya dalam monografi digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan bahan tambahan berbasis pati (Rowe, dkk., 2009).

Talas mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, lemak dan

vitamin. Kandungan protein daun talas lebih tinggi dari umbinya. Pada talas

bogor, talas semir dan talas bentul kandungan protein kasar berat kering daun

adalah 4,24 – 6,99% sedangkan pada umbinya sekitar 0,54 – 3,55%. Rasa gatal di

mulut setelah makan talas disebabkan oleh kristal-kristal kalsium oksalat. Kalsium

oksalat hanya menyebabkan gatal-gatal tanpa gangguan lain. Zat tersebut dapat

dikurangi dengan pencucian banyak air (Sitompul dan Guritno, 1995).

Pati atau amilum dapat diperoleh dari berbagai tanaman yang memiliki

kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Banyak sumber amilum dari tanaman

berkarbohidrat yang telah dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam

pembuatan tablet. Menurut Chotimah dan Desi (2013), umbi talas mengandung

karbohirat sebanyak 13 – 29 g tiap 100 g umbi talas. Pati talas dalam penelitian ini

merupakan pati yang diisolasi dari umbi talas.

Berdasarkan hal tersebut maka akan dilakukan penelitian tentang

penggunaan pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada

(25)

1.2 Perumusan Masalah

a. Apakah ada perbandingan potensi pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott)

sebagai disintegran terhadap metode yang digunakan dalam pembuatan tablet?

b. Apakah ada pengaruh sifat zat aktif yang digunakan terhadap potensi pati talas

(Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan tablet

secara granulasi basah?

c. Konsentrasi berapakah penggunaan pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott)

sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet secara cetak

langsung dan granulasi basah dapat memberikan hasil yang terbaik?

1.3 Hipotesis

a. Ada perbandingan potensi pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai

disintegran terhadap metode yang digunakan dalam pembuatan tablet.

b. Ada pengaruh sifat zat aktif yang digunakan terhadap potensi pati talas

(Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan tablet

secara granulasi basah.

c. Konsentrasi tertentu penggunaan pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott)

sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet secara cetak

langsung dan granulasi basah dapat memberikan hasil yang terbaik.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Untuk membandingkan potensi pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott)

(26)

b. Untuk mengetahui pengaruh sifat zat aktif yang digunakan terhadap potensi

pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan

tablet secara granulasi basah.

c. Untuk mengetahui konsentrasi berapakah penggunaan pati talas (Colocasia

esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet

secara cetak langsung dan granulasi basah dapat memberikan hasil yang

terbaik.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi kegunaan pati talas

sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet secara cetak langsung

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Talas

Talas termasuk dalam suku talas-talasan (Araceae). Tanaman ini

berperawakan tegak, dengan tinggi 1 m atau lebih. Talas merupakan tanaman

pangan berupa herba dan merupakan tanaman semusim atau sepanjang tahun.

Tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara. Selanjutnya talas menyebar ke

Cina (abad pertama), Jepang, daerah Asia Tenggara lainnya dan beberapa pulau di

Samudera Pasifik akibat terbawa oleh migrasi penduduk. Di Indonesia talas bisa

dijumpai hampir diseluruh kepulauan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan

di atas 1000 m dpl, baik liar maupun ditanam (Purwono dan Purnamawati, 2007).

Talas memiliki nama umum di seluruh dunia, yaitu Taro, Old cocoyam,

Abalong, Taioba, Arvi, Keladi, Satoimo, Tayoba dan Yu-tao. Taksonomi

tumbuhan talas secara lengkap adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Genus : Colocasia

(28)

Umbi talas memiliki berbagai macam bentuk yang sangat tergantung

dengan lingkungan tempat tumbuhnya serta varietasnya. Gambar 2.1

menunjukkan berbagai macam bentuk dari umbi talas, mulai dari yang kerucut

(1), membulat (2), silindris (3), elips (4), halter (5), memanjang (6), datar dan

bermuka banyak (7), dan tandan (8). Umumnya talas yang tersebar di Indonesia

memiliki bentuk kerucut, silindris, atau elips, dengan sebagian kecil daerah

memproduksi talas dengan bentuk umbi membulat, halter, memanjang, dan

tandan. Untuk bentuk umbi datar dan bermuka banyak, hingga kini belum ada

ditemui di Indonesia.

Gambar 2.1 Klasifikasi berbagai bentuk umbi talas

(Hanarida dan Minantyorini, 2002)

Talas dapat mulai dipanen umur 6 – 9 bulan, tergantung varietas yang

ditanam. Panen dilakukan dengan menggali dan mencabut tanaman. Umbi

kemudian dibersihkan dari tanah dan akar-akar yang muncul dari umbi (Purwono

(29)

Umbi talas merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang cukup

baik. Komponen makronutrien dan mikronutrien yang terkandung di dalam umbi

talas meliputi protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, fosfor, kalsium, besi,

tiamin, riboflavin, niasin, dan vitamin C. Komposisi kimia tersebut bervariasi

tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis varietas, usia, dan tingkat

kematangan dari umbi. Faktor iklim dan kesuburan tanah juga turut berperan

terhadap perbedaan komposisi kimia dari umbi talas. Nilai lebih dari umbi talas

adalah kemudahan patinya untuk dicerna. Hal ini disebabkan oleh ukuran granula

patinya yang cukup kecil (Koswara, 2013).

2.2 Uraian Pati

Pati adalah karbohidrat yang mengandung sejumlah besar unit-unit

glukosa yang tergabung dalam ikatan glikosidik. Polisakarida ini dihasilkan oleh

semua tumbuhan sebagai cadangan makanan. Pati tersebut adalah karbohidrat

yang paling umum terdapat pada makanan manusia dan terkandung dalam jumlah

besar pada makanan pokok seperti kentang, gandum, jagung, beras dan singkong.

Biasanya pati yang digunakan diisolasi dari tanaman dan disebut pati alami

(Ahmed dan Khan, 2013).

Pati terdiri dari struktur linear amilosa dan rantai cabang amilopektin, dua

polisakarida tersebut berdasarkan pada α-(D)-glukosa. Kedua polimer tersusun

dalam struktur semikristalin, dan dalam granula pati, amilopektin membentuk

kristal. Sebenarnya struktur dari pati ini belum sepenuhnya dipahami. Tidak ada

pola distribusi yang spesifik dari molekul amilosa dan amilopektin dari butir pati

(30)

konfigurasi dari molekul-molekul tersebut diperoleh pada sifatnya yang berbeda

pada air dingin. Amilosa (linear pada ikatan 1,4) menunjukkan kecenderungan

yang tinggi untuk kristalisasi (retrogradasi) mengakibatkan ia larut dalam air,

sedangkan amilopektin (polimer bercabang) menunjukkan proses pembentukan

jelli secara lambat, membentuk preparasi yang buram dan sangat kental setelah

beberapa hari. Amilopektin memiliki berat molekul yang lebih tinggi daripada

amilosa (Rowe, dkk., 2009).

Pati atau amilum dapat diperoleh dari berbagai tanaman yang memiliki

kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, seperti beras, kentang, jagung ataupun

singkong. Selain itu, menurut Chotimah dan Desi (2013) dalam penelitiannya,

umbi talas mengandung karbohirat sebanyak 13 – 29 gram tiap 100 gram umbi

talas, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber penghasil pati. Pati talas memiliki

ukuran granul yang lebih kecil dari pada ukuran granula pati singkong dan jagung.

Selain itu pati talas juga mengandung bobot molekul amilopektin yang lebih

tinggi dari kedua pati tersebut, namun molekul amilosanya lebih rendah (Lim,

2013).

Pati atau amilum merupakan bahan tambahan serbaguna yang digunakan

terutama dalam formulasi sediaan padat oral yang mana digunakan sebagai

pengikat, pengisi, dan disintegran. Dalam formulasi tablet tersebut, pasta pati

dibuat baru yang mana digunakan pada konsentrasi 3 – 20% (biasanya 5 – 10%,

tergantung pada jenis patinya) sebagai bahan pengikat untuk granulasi basah.

Sebagai disintegran, pati biasanya digunakan pada konsentrasi 3 – 25% (Rowe,

(31)

2.3 Kalsium Laktat

[image:31.596.169.445.141.280.2]

2.3.1 Tinjauan umum

Gambar 2.2 Rumus bangun kalsium laktat (Rowe, dkk., 2009)

Rumus molekul : C6H10CaO6.xH2O

Berat molekul : Pentahidrat : 308,30

Anhidrat : 218,22

Pemerian : Serbuk atau granul putih; bau lemah; bentuk pentahidrat

sedikit lebih besar, pada suhu 1200 menjadi bentuk anhidrat.

Kelarutan : Kalsium laktat pentahidrat larut dalam air; praktis tidak larut

dalam etanol.

(Ditjen POM, 1995)

2.3.2 Manfaat kalsium

Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat di dalam tubuh.

Vitamin D dibutuhkan pada proses absorpsi. Kebutuhan kalsium meningkat pada

masa pertumbuhan, selama laktasi pada wanita pascamenopause. Bayi yang

mendapat susu buatan memerlukan tambahan kalsium. Selain itu asupan kalsium

juga perlu ditingkatkan bila makanan banyak mengandung protein dan atau fosfor.

(32)

sindrom malabsorpsi dan pasien-pasien yang mendapat kortikosteroid, isoniazid,

tetrasiklin atau antasid yang mengandung aluminium (Gunawan, dkk., 2011).

2.4 Parasetamol

[image:32.596.202.421.203.308.2]

2.4.1 Tinjauan umum

Gambar 2.3 Rumus bangun parasetamol (Ditjen POM, 1979)

Rumus molekul : C8H9NO2

Nama kimia : 4-Hidroksiasetanilida

Berat molekul : 151,16

Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air; 7 bagian etanol (95%); 13 bagian

aseton P; 40 bagian gliserol; 9 bagian propilenglikol P; serta

larut dalam larutan alkali hidroksida.

(Ditjen POM, 1979)

2.4.2 Farmakologi

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang

sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh

gugus aminobenzen. Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu

menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol dapat

(33)

sentral seperti salisilat. Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui

saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan

masa paruh plasma antara 1 – 3 jam. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat

protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Obat ini

diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian

besar dalam bentuk terkonjugasi (Gunawan, dkk., 2011).

2.5 Antalgin

[image:33.596.192.402.325.437.2]

2.5.1 Tinjauan umum

Gambar 2.4 Rumus bangun antalgin (Ditjen POM, 1979)

Rumus molekul : C13H16N3NaO4S.H2O

Nama kimia : Natrium 2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4-metilaminometana

sulfonat

Berat molekul : 351,37

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan.

Kelarutan : Larut dalam air dan HCl 0,02 N

(Ditjen POM, 1979)

2.5.2 Farmakologi

Antalgin termasuk derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang mudah

(34)

dalam menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rematik.

Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa

sakit dan termostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986).

2.6 Uraian Tablet

2.6.1 Pengertian tablet

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau

tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan

merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat

dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan

baja. Tablet dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan

tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).

Sifat-sifat tablet:

a. Harus merupakan produk menarik (bagus dilihat) yang mempunyai

identitasnya sendiri serta bebas dari serpihan, keretakan, pelunturan/

pemucatan, kontaminasi dan lain-lain.

b. Harus sanggup menahan guncangan mekanik selama produksi, pengepakan.

c. Harus mempunyai kestabilan kimia dan fisika untuk mempertahankan

kelengkapan fisiknya sepanjang waktu.

Dari segi lain, tablet juga harus dapat melepaskan zat berkhasiat di dalam tubuh

dengan cara yang dapat diramalkan serta tetap/dapat diulang (Lachman, dkk.,

(35)

2.6.2 Metode pembuatan tablet

Menurut Ansel (1989), ada tiga metode pembuatan tablet kompresi yang

berlaku yaitu metode granulasi basah, metode granulasi kering dan cetak

langsung.

a. Granulasi basah

Metode ini merupakan metode pembuatan yang paling banyak digunakan

dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam

pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang dan

mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan granul basah,

pengeringan, pengayakan granul kering, pencampuran bahan pelicin dan bahan

penghancur, pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).

Bahan aktif, pengisi dan disintegran dicampur hingga homogen. Bahan

pengikat ditambahkan untuk mencampur serbuk dengan cara pengadukan. Massa

serbuk terbasahi oleh bahan pengikat hingga massa tersebut mempunyai

konsistensi lembab. Kemudian massa lembab tersebut dilewatkan pada mesh 6

atau 8. Setelah itu ditempatkan pada wadah yang sesuai dan dimasukkan dalam

lemari pengering. Setelah kering, granul tersebut dikurangi ukuran partikelnya

dengan melewatkannya pada pengayakan mesh yang ukurannya lebih kecil.

Ukuran ayakan tergantung pada diameter punch. Kemudian ke dalam granul

kering ditambahkan lubrikan atau glidan sebagai serbuk fine untuk meningkatkan

aliran granul. Granul tersebut kemudian dicetak menjadi tablet (Sahoo, 2007).

b. Granulasi kering

Metode granulasi kering disebut juga slugging, merupakan salah satu

(36)

aktif dan eksipien) menjadi massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk

menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar (granul). Dengan metode ini,

baik bahan aktif ataupun bahan pengisi harus memiliki sifat kohesif supaya massa

yang jumlahnya besar dapat dibentuk. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan

yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya

terhadap uap air atau karena tidak tahan terhadap pemanasan (Ansel, 1989).

c. Kompresi/cetak langsung

Cetak langsung berarti mengompres tablet secara langsung dari bahan

bubuk tanpa memodifikasi sifat fisik bahan. Metode ini berlaku untuk bahan

kimia berbentuk kristal yang memiliki karakteristik kompresibilitas dan sifat alir

yang baik seperti: garam kalium (klorat, klorida, bromida), natrium klorida,

amonium klorida, methenamine, kalsium laktat, asetosal dan lain-lain (Sahoo,

2007).

Kompresi langsung merupakan metode pilihan dalam manufaktur tablet

apabila proses itu dapat digunakan untuk memproduksi produk jadi bermutu

tinggi. Metode ini paling tepat karena menggunakan penanganan bahan-bahan

paling sedikit dan tidak melibatkan tahap pengeringan. Oleh karena itu, metode

ini paling efisien energi, paling cepat, dan paling ekonomis untuk memproduksi

tablet. Sebaliknya, banyak situasi ketika cetak langsung tidak dapat dilakukan

pada zat aktif dengan dosis kecil, zat aktif dengan masalah pemisahan dan

keseragaman kandungan; zat aktif dosis besar yang tidak dapat dikompresi

langsung atau yang mempunyai sifat aliran yang buruk; dalam pembuatan tablet

tertentu; atau dalam banyak pengoperasian manufaktur tablet tertentu (Siregar dan

(37)

2.6.3 Komposisi tablet

Tablet oral umumnya di samping zat aktif mengandung, pengisi, pengikat,

penghancur, dan pelincir. Tablet tertentu mungkin memerlukan pemacu aliran, zat

warna, zat perasa, dan pemanis (Lachman, dkk, 1994).

Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan

pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang

dapat ditambahkan bahan pewangi (flavoring agent), bahan pewarna (colouring

agent) dan bahan-bahan lainnya (Ansel, 1989).

a. Pengisi

Pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk. Selain

itu pengisi dapat juga ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga

dapat dicetak langsung atau untuk memacu aliran (Lachman, dkk., 1994). Bahan-

bahan pengisi yaitu: laktosa, amilum, Starch 1500, manitol, sorbitol, avicel,

kalsium sulfat dihidrat, kalsium karbonat dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa,

2010).

b. Pengikat

Bahan pengikat digunakan untuk memberikan kekompakan dan daya tahan

tablet, juga untuk menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam butir

granulat (Voigt, 1995). Pengikat yang umum digunakan yaitu: amilum, gelatin,

glukosa, gom arab, natrium alginat, cmc, polivinilpirolidon, dan veegum

(Soekemi, dkk., 1987)

c. Penghancur/disintegran

disintegran digunakan agar memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak

(38)

1994). Bahan yang digunakan sebagai pengembang yaitu: amilum, gom, derivat

selulosa, alginat, dan clays (Soekemi, dkk., 1987).

d. Pelicin

Bahan pelicin ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul-granul

pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die,

mengurangi pergesekan antara butir-butir granul, dan mempermudah pengeluaran

tablet dari die. Bahan pelicin yaitu: metalik stearat, talk, asam stearat, senyawa

lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis (Soekemi, dkk, 1987).

Pemilihan eksipien didasarkan pada 3 pertimbangan:

- Kompatibilitas dengan zat aktif; banyak eksipien yang mempunyai gugus

fungsional aktif yang dapat berinteraksi dengan bahan aktif obat dan

meningkatkan degradasinya. Bahkan air dari hidrasi atau kelembaban pada

eksipien dapat membuat kesulitan dalam degradasi bentuk padat bahan aktif

obat.

- Pengaruh terhadap efikasi; eksipien dikenal untuk mengubah pola pelepasan

obat (misalnya pengikat yang kuat akan memperlambat kehancuran tablet) dan

sering mengikat molekul obat dalam saluran cerna. Evaluasi harus dilakukan

pada komposisi penuh bahan tambahan karena kehadiran dua bahan dapat

mengubah karakteristik masing-masing.

- Biaya formulasi; menurunnya biaya bahan aktif farmasi membuat pemilihan

eksipien berdasarkan biaya menjadi pertimbangan penting, terutama bagi

produsen obat generik, dimana mereka akan bersaing secara harga. Karena itu,

(39)

2.6.4 Teori pencampuran

Proses pencampuran merupakan proses yang sangat penting sebelum

dilakukan pencetakan tablet. Pencampuran bertujuan untuk memperolah

campuran homogen antar partikel-partikel penyusunnya, pencampuran yang

kurang baik atau tidak homogen akan menyebabkan kadar zat aktif dalam tablet

kurang seragam.

Untuk mendapatkan campuran yang homogen pada pencampuran serbuk

ada beberapa faktor yang mempengaruhi: bentuk partikel berpengaruh terhadap

gerakan partikel pada waktu pencampuran, partikel-partikel yang ideal berbentuk

bola karena lebih mudah bergerak, sedangkan partikel yang berbentuk jarum dan

partikel yang tidak teratur lebih sukar bergerak dan membentuk agregat.

Untuk partikel-partikel yang besar akan cenderung memisah dari partikel-

partikel yang kecil, yakni partikel besar cenderung ke bawah dan partikel yang

kecil cenderung ke atas dalam bentuk fines. Kerapatan massa, dalam proses

pencampuran di dalam alat pencampuran dapat terjadi segregasi karena gesekan

dari partikel yang mempunyai perbedaan kerapatan massa, untuk komponen yang

kerapatan massanya besar akan turun ke bawah, sedangkan komponen yang

kerapatan massanya kecil akan tetap di atas sehingga dibutuhkan waktu

pencampuran yang lebih lama untuk mendapatkan campuran yang homogen.

Kelengketan dan kelicinan, untuk bahan yang bersifat lengket, maka pada proses

pencampuran partikelnya akan bergerombol satu sama lain dan melekat pada

dinding mixer sehingga proses pencampuran akan lebih sukar, lain halnya bila

didapatkan bahan yang licin, bahan tersebut akan membantu dalam proses

(40)

gaya kapiler, gaya ini mengakibatkan bahan cenderung menggumpal dan melekat

pada dinding mixer, sedangkan pada kelembaban yang rendah gaya yang dominan

adalah gaya elektrostatik, gaya ini menyebabkan partikel-partikel menjadi

bermuatan, cenderung membentuk agregat dan mengalami segregasi. Lama

campuran, keefektifan waktu yang digunakan untuk proses pencampuran akan

mempengaruhi hasil pencampuran karena campuran yang sudah homogen bila

proses pencampurannya dilanjutkan maka pada waktu tertentu tidak homogen lagi

(Parrott, 1971).

2.6.5 Uji preformulasi

Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diperiksa apakah

memenuhi syarat untuk dapat dicetak. Preformulasi ini menggambarkan sifat

massa sewaktu pencetakan tablet, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap.

Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan 100 gram massa

granul melalui corong. Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika tidak

maka akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat

diatasi dengan penambahan bahan pelicin (Cartensen, 1977) .

Pengukuran sudut diam digunakan metode corong tegak, granul dibiarkan

mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan membentuk kerucut,

kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan,

semakin kecil sudut diam, semakin baik aliran granul tersebut (Voigt, 1995).

Indeks tap adalah uji yang mengamati penurunan volume sejumlah serbuk

atau granul akibat adanya gaya hentakan. Indeks tap dilakukan dengan alat

(41)

atas dan ke bawah. Serbuk atau granul yang baik mempunyai indeks tap kurang

dari 20% (Cartensen, 1977).

2.6.6 Evaluasi tablet

a. Kekerasan tablet

Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam

melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan talet

selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai

sebagai ukuran dari tekanan pengempakan. Kekerasan tablet biasanya 4 – 8 kg,

tablet dengan kekerasan kurang dari 4 kg akan didapatkan tablet yang cenderung

rapuh, tapi bila kekerasan tablet lebih besar dari 8 kg akan didapatkan tablet yang

cenderung keras (Parrott, 1971).

Kekerasan tablet dipengaruhi oleh perbedaan massa granul yang mengisi

die pada saat pencetakan tablet dan tekanan kompressi. Selain itu, berbedanya

nilai kekerasan juga dapat diakibatkan oleh variasi jenis dan jumlah bahan

tambahan yang digunakan pada formulasi. Bahan pengikat adalah contoh bahan

tambahan yang bisa menyebabkan meningkatnya kekerasan tablet bila digunakan

terlalu pekat (Lachman, dkk, 1994).

b. Friabilitas

Tablet mengalami capping atau hancur akibat adanya goncangan dan

gesekan, selain itu juga dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman

isi tablet. Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm, menjatuhkan tablet sejauh

6 inci pada setiap putaran, dijalankan sebanyak 100 putaran. Kehilangan berat

(42)

Kerenyahan tablet dapat dipengaruhi oleh kandungan air dari granul dan

produk akhir. Granul yang sangat kering dan hanya mengandung sedikit sekali

persentase kelembapan, sering sekali menghasilkan tablet yang renyah daripada

granul yang kadar kelembapannya 2 sampai 4% (Lachman, dkk, 1994).

c. Waktu hancur

Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam

saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya ke dalam

cairan tubuh untuk dilarutkan. Daya hancur tablet juga penting untuk tablet yang

mengandung bahan obat (seperti antasida atau diare) yang tidak dimaksudkan

untuk diabsorpsi tetapi lebih banyak bekerja setempat dalam saluran cerna. Dalam

hal ini daya hancur tablet memungkinkan partikel obat menjadi lebih luas untuk

bekerja secara lokal dalam tubuh (Ansel, 1989).

Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet

dalam medium yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas

kasa alat pengujian. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat

fisika kimia granul dan kekerasan tablet, kecuali dinyatakan lain, waktu hancur

tablet tidak bersalut tidak boleh lebih dari 15 menit (Lachman, dkk., 1994).

Waktu hancur yang semakin cepat maka akan semakin cepat pula

pelarutan dari bahan berkhasiat sehingga akan lebih cepat berkhasiat dalam tubuh.

d. Kadar zat berkhasiat

Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah obat dalam tablet

harus dipantau pada setiap tablet atau batch, begitu juga kemampuan tablet untuk

(43)

Persyaratan kadar berbeda-beda dan tertera pada masing-masing monografi

masing-masing bahan obat.

e. Keragaman bobot

Ditimbang seksama 10 tablet, satu per satu, dan dihitung bobot rata-rata.

Dari hasil penetapan kadar, yang diperoleh seperti yang tertera dalam masing-

masing monografi, hitung jumlah zat aktif masing-masing dari 10 tablet dengan

anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Persyaratannya yaitu jika jumlah zat

aktif dalam masing-masing dari 10 satuan sediaan terletak antara 85,0% hingga

115,0% dari yang tertera pada etiket, atau jika simpangan baku kurang dari atau

sama dengan 6,0% (Ditjen POM, 1995).

f. Disolusi

Disolusi yaitu larutnya obat dalam cairan pencernaan yang berhubungan

langsung dengan efikasi (kemanjuran) dari tablet dan perbedaan bioavailabilitas

dari berbagai formula (Lachman, dkk, 1994). Disolusi adalah suatu proses

larutnya zat aktif dari suatu sediaan dalam medium. Hal ini berlaku untuk obat-

obat yang diberikan secara oral dalam bentuk padat seperti tablet, kapsul, atau

suspensi. Agar suatu obat dapat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut

dalam cairan pada tempat absorbsi. Suatu obat yang diberikan secara oral dalam

bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel obat

tersebut larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran pencernaan (Ansel,

1989). Cara pengujian disolusi tablet dan kapsul, juga persyaratan yang harus

dipenuhi dinyatakan dalam masing-masing monografi obat. Adapun yang diukur

adalah jumlah zat berkhasiat yang larut dalam satu satuan waktu dengan alat

(44)

2.7 Titrasi Kompleksometri

Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-

garam logam. Etilen diamin tetra asetat (EDTA) merupakan titran yang sering

digunakan. EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua

logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Logam-logam alkali tanah

seperti kalsium dan magnesium membentuk kompleks yang tidak stabil dengan

EDTA pada pH rendah, karenanya titrasi logam-logam ini dengan EDTA

dilakukan pada larutan buffer amonia pH 10. Persamaan reaksi umum pada titrasi

kompleksometri adalah:

Mn+ + Na2EDTA (MEDTA)

n-4

+ 2H

-Untuk deteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna. Indikator

zat warna ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan

titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah kecil logam.

Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka kompleks

indikator-logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator

yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain: Hitam

eriokrom (Eriochrom Black T, Mordant Black II, Solochrome Black); mureksid;

jingga pirokatekol; jingga xilenol; asam kalkon karbonat; kalmagit; dan biru

hidroksi naftol (Gandjar dan Rohman, 2010).

2.8 Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri ultraviolet digunakan untuk analisa kualitatif ataupun

kuantitatif suatu senyawa. Absorpsi cahaya ultraviolet maupun cahaya tampak

(45)

dasar berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.

Penyerapan radiasi ultraviolet atau sinar tampak tergantung pada mudahnya

transisi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk

transisi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.

Molekul-molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap panjang

gelombang lebih panjang (Fessenden dan Fessenden, 1992).

Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk

terjadinya transisi elektronik. Dengan demikian spektra ultraviolet dan spektra

tampak dapat dikatakan sebagai spectra elektronik. Keadaan energi yang paling

rendah disebut keadaan dasar (ground state). Transisi-transisi elektronik akan

meningkatkan energi molekular dari keadaan dasar ke satu atau lebih dari tingkat

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi isolasi

pati talas, formulasi sediaan dan evaluasi terhadap tablet yang dihasilkan.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi II dan

Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Disintegration Tester

(Copley), Dissolution Tester (Veego), Hardness Tester (Copley), Friability Tester

(Copley), Spektrofotometer UV-1800 (Shimadzu), mesin pencetak tablet

(Erweka), stopwatch, neraca analitik, mortir dan stamfer, alat-alat gelas, hot plate,

ayakan mesh 12 dan mesh 14, lemari pengering, krus porselen, tanur, dan alat

laboratorium lainnya.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati talas,

magnesium stearat, talkum, laktosa, amilum manihot, primojel, parasetamol

(Hengshuljiheng Pharmacy Co., Ltd.), antalgin (Hebei Jiheng (Group)

Pharmaceutical Co., Ltd.), kalsium laktat (Chemipan Corporation Co., Ltd.),

Avicel pH 102 (Gujarat Microwax PVT., Ltd.), akuades, dinatrium edetat

(Merck), zink sulfat (Merck), amonium klorida (Merck), amonia (Merck), EBT

(Eriochrom Black T) (Merck), kalium dihidrogen fosfat (Merck), natrium

(47)

3.3 Isolasi Pati Talas

Umbi talas diperoleh dari daerah Payamala, P. Brandan berusia 6 – 7 bulan

panen. Pati talas diperoleh dengan cara umbi talas dikupas dari kulit luarnya,

untuk menghilangkan lendirnya, umbi talas dicuci bersih selama kurang lebih 5

sampai 10 menit hingga bersih, kemudian direndam dalam larutan garam dengan

kadar NaCl 1% kurang lebih 20 menit. Dicuci kembali umbi talas dengan air

bersih untuk menghilangkan garam mineral dan sisa endapan hasil pengikatan

NaCl terhadap CaC2O4 yang masih menempel pada umbi talas. Umbi talas yang

telah bersih tersebut kemudian ditimbang sebanyak 10 kg lalu diparut. Hasil

parutan ditampung, diremas-remas dalam air kemudian diperas dengan kain

belacu putih yang bersih. Hasil perasan diendapkan selama 24 jam. Kemudian

cairan di atas endapan tersebut dibuang. Hasil endapan tersebut dicuci beberapa

kali dengan air suling (enap tuang) sampai cairan di atas endapan menjadi jernih.

Endapan dikeluarkan dari wadah, dikeringkan di bawah sinar matahari. Hasil

isolat tersebut berupa pati talas (Muljohardjo, 1987).

3.4 Evaluasi Terhadap Pati Hasil Isolasi

3.4.1 Bentuk dan ukuran partikel

Bentuk dan ukuran pati talas dapat dilihat menggunakan alat Scanning

Electron Microscopy (SEM). Pengujian tersebut dilakukan di Laboratorium Ilmu

Dasar Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

3.4.2 Distribusi ukuran partikel

Distribusi ukuran partikel ditentukan dengan ayakan mesh 40, mesh 60

(48)

3.4.3 Uji terhadap iodium

Sebanyak 0,5 g pati talas dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian

disuspensikan dengan akuades. Ditambahkan larutan iodium 0,1 N sebanyak 4 – 5

tetes. Amati perubahan warna yang terjadi.

3.4.4 Berat jenis

Pati talas dimasukkan ke dalam gelas ukur 25 ml lalu dilihat volume awal.

Lalu gelas ukur di tap sebanyak 15 kali setelah itu dilihat volumenya. Kemudian

pati talas ditimbang. Lalu berat jenis dihitung dengan rumus:

BJ: Berat / Volume

Lalu dihitung bobot jenis dengan rumus:

Bobot jenis = BJ 2 BJ 1 x100%

BJ 2

Keterangan: BJ = Berat Jenis

3.4.5 Penetapan kadar abu total

Caranya: Lebih kurang 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan

ditimbang seksama, masukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijarkan dan

ditara, kemudian diratakan. Pijarkan dengan menggunakan tanur perlahan-lahan

hingga arang habis, dinginkan, timbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan dalam tanur tersebut (Ditjen

POM, 1979).

3.4.6 Penetapan susut pengeringan

Caranya: Timbang seksama 1 g sampai 2 g zat dalam botol timbang

dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30

(49)

botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm,

masukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu

penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam

keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar (Ditjen POM,

1979).

3.5 Formulasi Tablet

3.5.1 Formulasi tablet cetak langsung

Metode pembuatan tablet Kalsium Laktat secara cetak langsung dengan

bobot tablet 650 mg dan diameter 13 mm. Pati talas digunakan sebagai bahan

disintegran dengan konsentrasi 5% (FK1), 10% (FK2), dan 15% (FK3).

Sedangkan sebagai pembanding digunakan Primojel dengan konsentrasi 4%

(FK4) dan amilum manihot dengan konsentrasi 10% (FK5).

Adapun formula tablet Kalsium Laktat adalah sebagai berikut :

R/ Kalsium Laktat 500 mg

Pati Talas X%

Talkum 1%

Mg. Stearat 1%

Avicel ad 650 mg

m.f. tab. dtd. No. C

Keterangan : X = 5, 10, dan 15 %

Rencana Kerja

Metode : Cetak langsung

(50)

Bobot tablet : 650 mg/tablet

Jumlah tablet : 100 tablet

 Contoh perhitungan bahan pembuatan tablet kalsium laktat dengan pati talas

10% sebagai disintegran :

 KalsiumLaktat = 0,5 x 100 = 50 g

 Pati talas =

 Talkum =

 Mg. Stearat =

 Avicel = (0,65 g x 100) – (50+6,5+0,65+0,65) g

[image:50.596.112.513.406.583.2]

= 65 g – 57,8 g = 7,2 g

Tabel 3.1 Formula tablet kalsium laktat untuk 100 tablet

Komposisi Formula

FK1 FK2 FK3 FK4 FK5

Kalsium

Laktat (g) 50 50 50 50 50

Pati talas (g) 3,25 6,5 9,75 - -

Primojel (g) - - - 2,6 -

Amilum

Manihot (g) - - - - 6,5

Talkum (g) 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65

Mg. Stearat (g) 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65

Avicel (g) 10,45 7,2 3,95 11,1 7,2

Berat tablet (g) 65 65 65 65 65

Keterangan:

FK1 = Formula tablet kalsium laktat dengan konsentrasi pati talas 5% FK2 = Formula tablet kalsium laktat dengan konsentrasi pati talas 10% FK3 = Formula tablet kalsium laktat dengan konsentrasi pati talas 15% FK4 = Formula tablet kalsium laktat dengan konsentrasi primojel 4%

(51)

3.5.2 Formulasi tablet granulasi basah

3.5.2.1 Tablet parasetamol

Metode pembuatan tablet Parasetamol secara granulasi basah dengan

bobot tablet 650 mg dan diameter 13 mm. Pati talas digunakan sebagai bahan

disintegran dengan konsentrasi 5% (FP1), 10% (FP2), dan 15% (FP3). Sebagai

pembanding digunakan Primojel dengan konsentrasi 4% (FP4) dan amilum

manihot 10% (FP5).

Adapun formula tablet parasetamol adalah sebagai berikut :

R/Parasetamol 0,5

Musilago amili 10 % 30%

Pati talas X %

Talkum 1 %

Mg. Stearat 1 %

Laktosa qs

m.f. tab dtd. No. C

Keterangan : X = 5, 10, dan 15 %

Rencana Kerja

Metode : Granulasi basah

Diameter : 13 mm

Bobot tablet : 650 mg/tablet

Jumlah tablet : 100 tablet

 Contoh perhitungan bahan pembuatan tablet parasetamol dengan pati talas

10% sebagai disintegran:

(52)

 Musilago amili 10% =

- Amilum manihot =

- Aquadest = 19,5 – 1,95 = 17,55 ml

 Pati talas =

- Pengembang dalam = 1,625 g

- Pengembang luar = 1,625 g

 Talkum =

 Mg. Stearat =

 Laktosa = (0,65 g x 100) – (50+1,95+3,25+0,65+0,65) g

[image:52.596.133.493.81.388.2]

= 65 g – 56,5 g = 8,5 g

Tabel 3.2 Formula tablet parasetamol untuk 100 tablet

Komposisi Formula

FP1 FP2 FP3 FP4 FP5

Parasetamol (g) 50 50 50 50 50

Musilago amili 10%

(g) 1,95 1,95 1,95 1,95 1,95

Pati talas (g) 3,25 6,5 9,75 - -

Primojel (g) - - - 2,6 -

Amilum manihot (g) - - - - 6,5

Talkum (g) 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65

Mg. Stearat (g) 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65

Laktosa (g) 8,5 5,25 2 3,15 5,25

Berat tablet (g) 65 65 65 65 65

Keterangan:

FP1 = Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati talas 5% FP2 = Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati talas 10% FP3 = Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati talas 15% FP4 = Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi primojel 4%

(53)

3.5.2.2 Tablet antalgin

Metode pembuatan tablet Antalgin secara granulasi basah dengan bobot

tablet 650 mg dan diameter 13 mm. Pati talas digunakan sebagai bahan

disintegran dengan konsentrasi 5% (FA1), 10% (FA2), dan 15% (FA3). Sebagai

pembandin

Gambar

Gambar 2.2 Rumus bangun kalsium laktat (Rowe, dkk., 2009)
Gambar 2.3 Rumus bangun parasetamol (Ditjen POM, 1979)
Gambar 2.4 Rumus bangun antalgin (Ditjen POM, 1979)
Tabel 3.1 Formula tablet kalsium laktat untuk 100 tablet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai konsentrasi amilum ubi talas sebagai bahan penghancur tablet parasetamol terhadap sifat fisiknya dan

Pembuatan pati talas termodifikasi dengan bakteri asam laktat ( Lactobacillus sp ) dapat meningkatkan rendemen pati talas dan menghasilkan sifat fisikokimia yang lebih

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan profil gelatinisasi pati umbi talas, mengetahui pengaruh penambahan kitosan dan sorbitol terhadap sifat kekuatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan profil gelatinisasi pati umbi talas, mengetahui pengaruh penambahan kitosan dan sorbitol terhadap sifat kekuatan

1. Mengetahui karakteristik pati talas meliputi kadar pati, kadar air, kadar abu, kadar amilosa, kadar amilopektin, kadar protein, kadar lemak dan profil gelatinisasi pati

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan profil gelatinisasi pati umbi talas, mengetahui pengaruh penambahan kitosan dan sorbitol terhadap sifat kekuatan

Rasio asam klorida 15% terhadap pati umbi talas yang menghasilkan kadar gula tertinggi diperoleh pada penggunaan rasio asam klorida 15%/pati umbi talas 10:1 atas dasar v/b dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi kualitas granul serta sifat fisik tablet parasetamol dan mengetahui formulasi sediaan tablet parasetamol dengan