• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia Terhadap Pengirim Yang Kehilangan Barang (Studi Kargo Pt. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia Terhadap Pengirim Yang Kehilangan Barang (Studi Kargo Pt. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PT. GARUDA INDONESIA TERHADAP

PENGIRIM YANG KEHILANGAN BARANG

(Studi Kargo PT. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROBERT SIMON JOSHUA MAAIL 080200316

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TANGGUNG JAWAB PT. GARUDA INDONESIA TERHADAP

PENGIRIM YANG KEHILANGAN BARANG

(Studi Kargo PT. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROBERT SIMON JOSHUA MAAIL 080200316

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH.,M.Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sinta Uli Pulungan, SH.,M.Hum Aflah, SH.,M.Hum

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadhirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmad, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun skripsi ini berjudul : “Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia terhadap Pengirim yang Kehilangan Barang (Studi Kargo PT. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu)”

Pengangkutan di udara berkembang dengan pesat namun dijumpai juga beberapa hambatan ataupun masalah yang kurang baik oleh perusahaan pengangkutan maupun para pengguna jasa pengangkutan itu sendiri. Hal ini timbul juga lebih banyak disebabkan oleh pelaksanaan dilapangan dan belum sempurnanya perundang-undangan yang mengatur mengenai pengangkutan ini, sehingga keadaan demikian menyebabkan tidak terdapatnya kepastian hukum bagi para pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan didalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.

(4)

dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Syafruddin, SH.MH.DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, SH.M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Sinta Uli, SH.M.Hum, selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Iyang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

8. Bapak Alm. Ramli Siregar, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

(5)

10.Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

11.Kepada ayahanda tersayang Richard Maail, SH dan ibunda tersayang Nia Hutabarat, kakanda tersayang Rini Utami Maail, SE, abangda tersayang Rudy Imannuel Babtista Maail, Amd terima kasih atas segala perhatian, dukungan materi, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU.

12.Kepada sahabat penulis Fahmi Anggia Lubis, SH, Barita News Lumbanbatu, SH, Jefri Zulfi SH, M.Karami SH, Nanda Simangunsong, Iman Hasibuan dan seluruh mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2008 dan kepada adik-adik stambuk 2011 khususnya Dinda Anwar, Natasya Rehulina Bangun, SH, Rizky Chairunisya Ramadhani, SH, Josua Caesar, Reno Fritz

13. Buat Patricia Uma Keshia Tobing yang telah memberikan motivasi dan semangat serta doa kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 14.Sahabat Fakultas Pertanian USU stambuk 2008, Anggi Syah Umar

Nasution, SP, Haikal Hanif, SP, Taufik Ardiansyah, S.Pet, yang telah memberikan motivasi dan semangat serta doa kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. Ethnomusikology USU khususnya abangda Ivan Sianipar, S.Sn, yang telah memberikan motivasi dan semangat serta doa kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.

(6)

besar SATMA AMPI USU, yang telah mempercayai penulis sebagai SEKJEN SATMA AMPI USU.

Penulis menyadari terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis berharap kepada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Semoga skripsi ini bagi pembaca dan perkembangan hukum di Indonesia.

Medan, Agustus 2015 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penelitian ... 7

F. Keaslian Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGIRIMMENURUT PERATURAN ... 12

A. Pengertian Transportasi Udara dan Jenis-Jenisnya ... 12

B. Tanggung jawab PT. Garuda Indonesia ... 21

C. Pengaturan Hukum Terhadap PT. Garuda Indonesia ... 32

BAB III TANGGUNG JAWAB KARGO PT. GARUDA INDONESIA TERHADAP PENGIRIM MENURUT PERATURAN HUKUM ... 36

A. Pengertian Pengirim dan Jenis Pengirim Barang ... 36

B. Hak dan Kewajiban PT. Garuda Indonesia terhadap Pengirim Barang ... 37

(8)

Kerugianpada PT. Garuda Indonesia ... 40

BAB IV TANGGUNG JAWAB PT. GARUDA INDONESIA TERHADAP PENGIRIM YANG KEHILANGANBARANG (Studi Kargo PT. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamau)... 46

A. Bentuk Tanggungjawab PT. Garuda Indonesia terhadap Pengirimyang Kehilangan Barang ... 46

B. Pelaksanaan Tanggungjawab PT. Garuda Indonesia atas Barang yang Hilang ... 61

C. Penyelesaian terhadap Barang yang Hilang oleh PT. Garuda Indonesia ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN ... 77 1. Wawancara

(9)

ABSTRAK

Robert Simon Joshua Maail* Sinta Uli, SH, M.Hum**

Aflah, SH.M.Hum ***

Perkembangan jumlah perusahaan penerbangan di satu sisi menguntungkan bagi para pengguna jasa transportasi udara (penumpang dan pemilik kargo) karena akan banyak pilihan. Perusahaan-perusahaan tersebut bersaing untuk menarik penumpang sebanyak-banyaknya dengan menawarkan tiket murah dan tarif yang lebih murah atau menawarkan berbagai bonus. Peraturan yang mengatur tentang pengangkutan udara

yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Peraturan

Menteri Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Judul dari skripsi ini adalah Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia terhadap Pengirim yang Kehilangan Barang (Studi Kargo Garuda Bandar Udara Kualanamu). Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bentuk tanggung jawab jasa pengiriman barang terhadap konsumen yang kehilangan barang, pelaksanaan tanggung jawab jasa pengiriman barang atas barang yang hilang dan penyelesaian terhadap barang yang hilang oleh jasa pengiriman barang.

Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi Yuridis Normatif dengan sifat Deskripstif Analitis. Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data primer dan data sekunder, dengan teknik pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan) dan fieldresearch (penelitian lapangan) dan melakukan wawancara.

Bentuk tanggung jawab pengangkut barang (cargo) terhadap penggunaan jasa pengangkutan udara, memberikan kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pengirim. Tanggung jawab yang dimaksud berupa tanggung jawab terhadap pengirim kargo, karena kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak. Maskapai penerbangan wajib membayar ganti rugi yang diderita oleh penumpang dan pengirim. Apabila ingkar janji, maskapai penerbangan dapat digugat di pengadilan. Tanggung jawab Garuda Indonesia apabila ada klaim dari pengguna jasa pengiriman barang adalah jika barang kiriman terlambat maka ganti rugi yang diberikan adalah sebesar 2 x ongkos kirim. Sedangkan untuk barang kiriman yang hilang maka pihak Garuda Indonesia akan memberi ganti rugi sebesar 10 x ongkos kirim ditambah dengan nilai barang yang dipertanggungkan (untuk barang kiriman yang diasuransikan). Sementara untuk barang kiriman yang tidak diasuransikan akan diganti sebesar 2 x ongkos kirim saja. Penyelesaian terhadap barang yang hilang oleh Kargo PT. Garuda Indonesia (pengiriman barang) dilakukan melalui dua cara yaitu dengan non litigasi, penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui proses Mediasi, Arbitrase atau Konsiliasi, Litigasi.

Kata Kunci: Tanggung Jawab, PT. Garuda Indonesia, Kehilangan Barang

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu kebutuhan hidup yang tidak kalah penting di era globalisasi ini adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling mengirim barang dari satu tempat ke tempat yang lain membuat jasa ini menjadi sangat penting. Berdasarkan kenyataan tersebut banyak bermunculan perusahaan yang memberikan layanan jasa pengiriman barang.Sebagaimana dalam melaksanakan pelayanan jasa melalui perusahaan yang melayani jasa pengiriman barang, pihak perusahaan berkewajiban menerima dan menyelenggarakan pengiriman barang dari tempat asal ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.

(11)

Indonesia.Dalam hal ini PT. Garuda Indonesia juga merupakan perusahaan yang bergerak dibidang kargo/pengiriman barang.

Pengangkutan di udara berkembang dengan pesat namun dijumpai juga beberapa hambatan ataupun masalah yang kurang baik oleh perusahaan pengangkutan maupun para pengguna jasa pengangkutan itu sendiri. Hal ini timbul juga lebih banyak disebabkan oleh belum sempurnanya perundang-undangan yang mengatur mengenai pengangkutan ini, sehingga keadaan demikian menyebabkan tidak terdapatnya kepastian hukum bagi para pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan ini. Tetapi karena pengangkutan merupakan perjanjian dimana titik tolak hukum perjanjian adalah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata), yang berlaku di Indonesia, maka tidak terlepas dari peranan Buku III KUHPerdata tersebut.

Dalam melaksanakan kewajibannya untuk mengantarkan barang,perusahaan pengiriman barang melalui jajarannya berusaha memberikanpelayanan yang terbaik kepada pengguna jasanya. Akan tetapi dalamkenyataanya tetap ada pelaksanaan perusahaan yang tidak sesuai denganyang dijanjikan. Hal ini membuat pengguna jasa pengiriman barang tersebutmerasa dirugikan. Adapun bentuk pelayanan yang merugikan itu adalahbarang yang terlambat datang ke tempat tujuan, rusak, atau hilang.

(12)

Bukan hanya perkembangan dari perusahaan penerbangan saja yang terus meningkat, perusahaan penyedia jasa pengangkutan barang/kargo (ekspedisi) juga terus bertambah banyak. Perusahaan ini bersaing dalam pemberian jasa dan layanan, seperti ketepantan waktu pengiriman, dan biaya pengiriman yang murah.Masalah yang sering terjadi dalam penggunaan jasa pengiriman barang/kargo sering terjadinya keterlambatan, penumpukan barang gudang penyedia jasa pengangkutan ataupun bandara karena banyaknya volume pengiriman barang pada musim-musim tertentu, seperti menjelang bulan puasa dan natal.

Hal ini mendorong pihak perusahaan penyedia jasa ekspedisi melakukan upaya-upaya mencegah timbulnya kerugian yang berakibatnya berpindahnya pengirim ke perusahaan jasa ekspedisi lain. Upaya-upaya ini berupa pengiriman barang/kargo yang harusnya dikirim melalui udara dialihkan menggunakan pengangkutan laut, karena penumpukan antrian barang/kargo kiriman di gudang bandara, ataupun dengan pemanfaatan maskapai lain dalam mengirim barang/kargo tesebut.

Perusahaan jasa pengirim masih harus memenuhi kewajiban terhadap pemilik barang yang menitipinya untuk dikirimkan, sehingga apabila terjadi kerusakan, musnah, ataupun hilangnya barang yang dititipikan tersebut, pengangkut harus mempertanggungjawabkannya. Tanggung jawab pengangkut terhadap kehilangan atau rusaknya barang yang dititipkan digudang akibat menunggu barang disalurkan berdasarka hukum penitipan (the law of bailment).1

1 Toto T. Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Udara: Tanggungjawab Pengangkut dalam

(13)

Pertanggung jawaban ini juga di atur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan (selanjutnya disebut UU Penerbangan), Pasal 145, menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut.

Pengangkutan barang pada umumnyamenggunakan pesawat udara niaga dan udarasipil yang terikat pada Pasal 141-147 UU Penerbangan, apabilapengangkutan barang/kargo oleh perusahaanpenggangkut menggunakan pesat udara negara memperoleh pengecualian terhadap tanggaungjawab terhadap penumpang dan/atau kargoyang dilakukan oleh pesawat udara negara yangtertuang dalam Pasal 148 UU Penerbangan. Bahkan dalam Putusan Menteri Nomor 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara tidak disinggung mengenai tanggung jawab pesawat udara negara secara khusus.

Semua perjanjian yang dibuat secara sah adalah mengikat para pihak yang membuatnya. Hal ini merupakan tuntutan kepastian hukum, sedang di pihak yang lain hukum itu harus dilaksanakan dengan itikad baik. Apabila karena kelalaian pihak yang wajib melakukan prestasi telah melakukan wanprestasi ini mempunyai akibat hukum.

(14)

memahami hak-haknya sebagai penumpang, sebagaimana di atur dalam UU Penerbangan.

Pengangkutan udara, melalui pengiriman barang oleh seorang penumpang kepada perusahaan cargo, memiliki sejumlah konsekuensi akibat adanya hubungan tersebut.Berdasarkan pada asas-asas yang ada dalam hukum pengangkutan, maka ada hubungan timbal balik antara pengangkut dan pengirim, yaitu hubungan hak dan kewajiban. Dan sebagai pihak perantara bagi sampainya barang kepada pihak penerima, maka pengangkut memiliki tanggung jawab tertentu terhadap sesuatu (barang atau orang) yang dipercayakan kepadanya oleh pengirim untuk disampaikan kepada penerimasebagai pihak yang tertuju.Keberadaan pengangkutan udara dewasa ini memegang peranan yang sangat penting hampir dalam semua aspek kehidupan tidak terkecuali dalam hal pelaksanaan pengangkutan barang cargo.

Kegiatan pengangkutan barang (cargo)kerapkali menimbulkan kerugianterutama bagi pihak pengguna jasa cargo tersebut.Akibat kargo yang banyak juga dapat menyebabkan berkurangnya kehati-hatian perusahaan pengangkut, maskapai penerbangan, dan kurir pengantar terhadap kondisi kargo yang dikirimkan tersebut. Hal ini menyebabkan banyaknya barang yang rusak pada saat pengiriman, salah alamat, ataupun hilang.2

2Wawancara dengan Jusman Napitupulu, selaku Supervisor Operasional Cargo PT.

Garuda Indonesia (Persero), 12 Agustus 2015.

(15)

barang Stb l939 No. 100 dan UU Penerbangan. Masalah yang paling utama dalam angkutan udara internasional adalah masalah tanggung jawab pengangkut yang dikhususkan kepada tanggung jawab pengangkutan barang (cargo).

Permasalahan yang dihadapi seorang pengguna jasa ketika memanfaatkan jasa kargo, antara lain ketidakjelasan prosedur pengangkutan, ketidakpastian dalam penerimaan barang, perhitungan biaya angkut secara sepihak oleh penyedia jasa cargo baik udara maupun laut, keterlambatan penerimaan barang yang berakibat kerugian ekonomi bagi pengirim barang, barang cacat, dan permasalahan-permasalahan lainnya yang muncul yang berpotensi akan merugikan penumpang sebagai pihak pengguna jasa

Berdasarkan latar belakang diatas maka tertarik memilih judul Tanggung jawab PT. Garuda Indonesia terhadap Pengirimyang Kehilangan Barang (Studi KargoPT. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu)

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimana bentuk tanggung jawab PT. Garuda Indonesia terhadap pengirim yang kehilangan barang?

2. Bagaimana pelaksanaan tanggung jawab PT. Garuda Indonesia atas barang yang hilang?

(16)

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah

1. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab PT. Garuda Indonesia terhadap pengirim yang kehilangan barang.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan tanggung jawab PT. Garuda Indonesia atas barang yang hilang.

3. Untuk mengetahui penyelesaian terhadap barang yang hilang oleh PT. Garuda Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritis

Dapat menambah literatur tentang perkembangan hukum perdata dalam kaitannya dengan perjanjian pengangkutan barang melalui udara.

2. Secara praktis

Diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil manfaatnya terutama dalam hal mengetahui dari Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia terhadap Pengirim yang Kehilangan Barang.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan terdiri atas: 1. Sifat penelitian

(17)

Deskriptif Analisis yang mengarah penelitian hukum Yuridis Empiris, yaitu wujud atau penuangan hasil penelitian mengenai hukum yang berlaku di masyarakat3

2. Sumber data .

Data penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Sumber data primer didapatkan melalui penelitian lapangan pada PT. Garuda Indonesia. Sumber data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah KUH Perdata, KUH Dagang, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo. 3. Teknik pengumpulan data

Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui wawancara dengan Jusman Napitupulu selaku Supervisor Operasional Kargo PT.Garuda Indonesia, studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan.

4. Analisis data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi dokumen, dan studi lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik

(18)

beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.

F. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia terhadap Pengirim yang Kehilangan Barang (Studi Kargo PT. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu). Adapun skripsi yang ada di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara antara lain :

1. Dinda Adistya Nugraha (2013) dengan judul skripsi Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengiriman Barang Terhadap Kelalaian Yang Menyebabkan Rusak Atau Hilangnya Barang Pengiriman Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus PT. TIKI Cabang Gelugur Medan). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah

a. Tanggung jawab perusahaan PT. TIKI akibat kelalaian yang menyebabkan rusaknya atau hilangnya barang.

b. Perlindungan konsumen dalam perjanjian pengiriman barang. c. Penyelesaian perselisihan dalam perjanjian pengiriman barang.

2. Ilham Aspan (2013) dengan judul skripsi Tinjauan Hukum Tentang Tanggung Jawab Perusahaan Pengurusan Jasa Muatan Pada Angkutan Darat (Studi: CV Kharisma). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah

a. Tanggung jawab hukum CV. Kharisma selaku pengangkut dalam menyelenggarakan pengangkutan barang terhadap konsumen

(19)

Belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian, penulisan dan sistematika penulisan

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGIRIM MENURUT PERATURAN

Bab ini berisikan pengertian transportasi udara dan jenis-jenisnya, tanggung jawab PT. Garuda Indonesia dan pengaturan hukum terhadap PT. Garuda Indonesia.

BAB III TANGGUNG JAWABPT. GARUDA INDONESIA MENURUT PERATURAN HUKUM

(20)

BAB IV TANGGUNG JAWABPT. GARUDA INDONESIA TERHADAP PENGIRIM YANG KEHILANGAN BARANG (Studi Kargo PT. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu)

Bab ini akan membahas mengenai bentuk tanggung jawab PT. Garuda Indonesia terhadap pengirim yang kehilangan barang dan pelaksanaan tanggung jawab PT. Garuda Indonesia atas barang yang hilang serta penyelesaian terhadap barang yang hilang oleh PT. Garuda Indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(21)

BAB II

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

PENGIRIM MENURUT PERATURAN

A. Pengertian Transportasi Udara dan Jenis-Jenisnya

1. Pengertian Transportasi

Kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata” transportasi”. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut. Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare berarti mengangkut atau membawa. Transportasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Berikut beberapa pengertian tentang transportasi udara.

Transportasi udara adalah merupakan alat angkutan mutakhir dan tercepat. Transportasi ini menggunakan pesawat udara sebagai alat angkutan sedangkan udara atau angkasa sebagai jalur atau jalannya. Dimana pesawat udara Yang dimaksud dilengkapi dengan navigasi dan alat telekomunikasi yang canggih.4

Pengangkutan sebagai proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang

4 Srikandi Rahayu

(22)

angkutan dan kemajuan teknologi.5 Selanjutnya pengangkutan memiliki tiga dimensi pokok, yaitu pengangkutansebagai usaha, pengangkutan sebagai perjanjian dan pengangkutan sebagai proses.6

Abdulkadir Muhammad mendefenisikan Pengangkutan sebagai proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan teknologi

Pengangkut menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 1 ayat (25): “Pengangkut adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan undang-undang ini, dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga”

7

5

Abdulkadir Muhammad, (1) Arti Penting dan strategis multimoda pengangkutan niaga

di Indonesia, dalam perspektif hukum bisnis di era globalisasi ekonomi,(Yogyakarta:Genta Press,

2007), hal 1.

6Abdulkadir Muhammad, (2) Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Citra Aditya

Bhakti, 2008), hal 12.

7Abdulkadir Muhammad, (1) Op.cit., hal 1

(23)

Pengangkutan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berdasarkan suatu perjanjian;

2. Kegiatan ekonomi di bidang jasa; 3. Berbentuk perusahaan;

4. Menggunakan alat angkut mekanik.

Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapiselalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulisyang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan jemaah haji,carter kapal untuk pengangkutan barang dagang Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuattertulis yang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutanjemaah haji, carter kapal untuk pengangkutan barang dagangan.

Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna sebagai serangkaian perbuatanmulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian dibawa menuju tempat yang telahditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan.8

a. Dalam arti luas, terdiri dari:

Sedangkan pendapat lainmenyatakan pengangkutan niaga adalah rangkaian kegiatan atau peristiwa pemindahanpenumpang dan/atau barang dari suatu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai tempatpenurunan penumpang atau pembongkaran barang. Rangkaian kegiatan pemindahan tersebutmeliputi :

1) Memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut 2) Membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan

(24)

3) Menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di tempat tujuan.

b. Dalam arti sempit, meliputi kegiatan membawa penumpang dan/atau barang daristasiun/terminal/pelabuhan/bandar udara tempat tujuan.9

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimanapengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orangdari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkandiri untuk membayar uang angkutan.10 Defenisi ini memiliki kesamaan dengan defenisisebelumnya, dengan sedikit perbedaan yaitu adanya penekanan pada aspek fungsi darikegiatan pengangkutan, yaitu memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempatlain, dengan maksud untuk meningkatkan daya guna atau nilai. Selain defenisi di atas ada yang menyatakan bahwa Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, dengan adanya perpindahan tersebut maka mutlak diperlukannya untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.11

9Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2004), hal 134.

10HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia 3:Hukum

Pengangkutan,(Jakarta: Djambatan,2003) hal 2

11 Sution Usman Adji, Dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia,(Jakarta:Rineka

Cipta,2001) hal 1

(25)

Pengangkutan udara terbagi atas beberapa yaitu:

a. Angkutan Udara Niaga adalah angkutan udara untuk umum dan memungut pembayaran.

b. Angkutan Udara Bukan Niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan.

Asas-asas dalam pengangkutan udara merupakan suatu hal yang menjadi pedoman dan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan pengangkutan udara. Asas pengangkutan udara ini tercantum dalam Pasal 2 UU Penerbangan, yaitu ”Penerbangan diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri”.

(26)

masyarakat selalu sadar dan taat kepada hukum pengangkutan, serta penyelenggara penerbangan taat pada aturan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan asas percaya pada diri sendiri maksudnya bahwa suatu maskapai penerbangan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan pada kepribadian bangsa12

Transportasi atau pengangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau moda ataujenisnya(modes of transportation) yang dapat ditinjau dari segi barang

.

Pasal 3 UU Penerbangan disebutkan tujuan dari penerbangan, yaitu ”Tujuan penerbangan adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdayaguna, dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, dengan mengutamakan dan melindungi penerbangan nasional, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, sebagai pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional serta mempererat hubungan antar bangsa”

Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat dengan selamat, dan meningkatkan nilai guna bagi penmpang ataupun barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat tujuan lain berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang menyebabkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang diangkut adalah barang, selamat artinya nilai sumber daya manusia dan barang ditempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan mansusia dan pelaksanaan pembangunan.

(27)

yang diangkut, darisegi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta dari sudut alatangkutannya. Secara rinci klasifakasi transportasi sebagai berikut :

1. Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi: a. angkutan penumpang (passanger);

b. angkutan barang (goods); c. angkutan pos (mail).

2. Dari sudut geografis. Ditinjau dari sudut geografis, transportasi dapat dibagi menjadi;

a. Angkutan antar benua: misalnya dari Asia ke Eropah;

b. Angkutan antar kontinental: misalnya dari Francis ke Swiss dan diseterusnya sampaike Timur Tengah;

c. Angkutan antar pulau: misalnya dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera; d. Angkutan antar kota: misalnya dari Jakarta ke Bandung;

e. Angkutan antar daerah: misalnya dari Jawa Barat ke Jawa Timur; f. Angkutan di dalam kota: misalnya kota Medan, Surabaya dan lain-lain 3. Dari sudut teknis dan alat pengangkutnya, Jika dilihat dari sudut teknis dan

alatangkutnya, maka transportasi dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Angkutan jalan raya atau highway transportation(road transportation), sepertipengangkutan dengan menggunakan truk,bus dan sedan;

b. Pengangkutan rel (rail transportation), yaitu angkutan kereta api, trem listrik dansebagainya. Pengangkutan jalan raya dan pengangkutan rel kadang-kadang keduanyadigabung dalam golongan yang disebut rail and

(28)

c. Pengangkutan melalui air di pedalaman( inland transportation), seperti pengangkutansungai, kanal, danau dan sebagainya;

d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation), seperti transportasi untuk mengangkutatau mengalirkan minyak tanah,bensin dan air minum;

e. Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation), yaitu angkutan denganmenggunakan kapal laut yang mengarungi samudera;

f. Pengangkutan udara (transportation by air atau air transportation), yaitupengangkutan dengan menggunakan kapal terbang yang melalui jalan udara.

2. Jenis-Jenis Transportasi

Pentingnya pengangkutan bagi perpindahan barang dan/atau orang tidak hanya mendukung dalam hal sebagai pelengkap sarana fisik saja akan tetapa juga dapat berperan sebagai penentu harga barang yang berada di pasar, oleh karena itu pengangkutan dapat dibedakan dalam beberapa jenis angkutan. MenurutHasnil Basri membagi pengangkutan atas tiga jenis, yaitu:

a. Ruang lingkup pengangkutan darat

(29)

surat-surat/ paket melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk juga pengangkutan darat.

Pengangkutan melalui jalan raya, yaitu pengangkutan dengan menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di setiap jalan dalam bentuk apapun yang terbuka untuk lalu lintas umum. Adapun pengangkutan melalui jalan raya diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pengangkutan dengan kereta api, yaitu pengangkutan dengan menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di atas rel. Adapun pengangkutan dengan kereta api diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

b. Pengangkutan laut

Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai sumber makanan dan mata pencaharian bagi umat manusia, sebagai tempat berekreasi, dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi sebagai jalan raya perdagangan. Ruang lingkup angkutan laut jauh berbeda dari ruang lingkup angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui batas Negara, sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

(30)

Hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada satu bidang hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum publik dan privat nasional maupun internasional.

c. Pengangkutan Udara

International Air Transport Association (IATA) sebagai organisasi

internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara diseluruh dunia telah menyetujui syarat-syarat umum pengangkutan (General

Condition of Carriage), baik untuk penumpang, bagasi maupun untuk barang.

Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya.Syarat-syarat umum ini perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab di dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan udara di Indonesia (S. 1939-100). Dengan membeli tiket pengangkutan udara, maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang dan dengan sendirinya semua ketentuan-ketentuan yang tercantum pada tiket pengangkutan udara telah berlaku.13

B. Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia

Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.

13Hasnil Basri, Hukum Pengangkutan, (Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU,

(31)

Terjadinya pengangkutan udara tidak lepas dari adanya pihak-pihak didalamnya. Pihak-pihak dalam angkutan udara terdiri atas, pengangkut, penumpang, pengirim dan penerima.Secara umum, dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia tidak dijumpai defenisi pengangkutan, kecuali dalam pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang. Singkatnya pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan. Maka pada pengangkutan udara pengangkut adalah pihak maskapai penerbangan yang menyelenggarakan pengangkutan udara.

Pengangkut menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pada Pasal 1 ayat 26 adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuanundang-undang ini, dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian udara niaga.

(32)

atau mampu membuat perjanjian seperti yang termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.14

1. Kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada hubungannya dengan pengangkut udara

Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar berhak memperoleh pelayanan pengangkutan dari pengangkutan udara niaga. Penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong sebagai subjek hukum pengangkutan.

Subjek hukum merupakan orang atau badan yang dikenakan hak dan kewajiban. Seperti apa yang telah diketahui subjek hukum pengangkutan adalah pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian dan pihak yang tidak secara langsung terikat dalam perjanjian.Pelaksanaan pengangkutan udara tidak terlepas dari hak dan kewajiban para pihaknya. Dalam mewujudkan hak dan kewajiban para pihak tidak boleh terdapat tumpang tindih, semua harus dilakukan seadil-adilnya. Perjanjian pengangkutan tidak hanya mengatur hak dan kewajiban pengangkut tetapi juga penumpang, pengirim, dan penerima.

Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan udara adalah pengangkut udara bertanggung jawab untuk kerugian sebagai akibat dari luka atau jejas (lichamelijke letsel) pada tubuh penumpang, bila:

14 HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, 3, Hukum

(33)

2. Terjadi diatas pesawat terbang;

3. Selama jangka waktu antara naik dan turun dari pesawat terbang seperti yang terdapat dalam Pasal 24 ayat (1) OrdonansiPengangkutanUdara (OPU). Kalau luka itu menimbulkan kematian si penumpang, maka ahli waris penumpang yang sah, dapat menuntut ganti kerugian yang dinilai sesuai kedudukan, kekayaan dan keadaan yang bersangkutan.

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati kemudian ada pula para ahli yang mebedakan kedua terminologi di atau ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, terdapat pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan yang agak mirip, yang mengaitkan perbedaan keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kualitas antara subjek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Pada srtict liability, hubungan itu harus ada sementara pada absolute liability, dapat saja si tergugat yang diminta pertanggungjawabannya itu bukan si pelaku langsung kesalahan tersebut (misalnya dalam kasus bencana alam).

Praduga Selalu Bertanggung Jawab (Presumption of Liability). Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab(presumption of liability

principle),sampai ia dapat membuktikan ia tidakbesalah. Jadi, beban pembuktian

(34)

1. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia dapat membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal hal diluar kekuasaannya.

2. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya kerugian.

3. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, kerugian yang tibul bukan karena kesalahannya.

4. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan oleh kesalahan/kelalaian penumpang karena kualitas/mutu barang yang diangkut tidak baik.

Tanggung jawab berdasarkan kesalahan(Liability Basen on Fault)Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan(fault liabilityatau liability based on

fault)adalah prinsip yang cukup umum berlakudalam hukum pidana dan perdata.

Dalam kitab undang-undang hukum perdata khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367 KUH Perdata, prinsip inidipegang secara teguh.Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintapertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yangdilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai pasaltentang perbuatan melawan hukum mengharuskan terpenuhinya empatunsur pokok yaitu:

1. Adanya perbuatan; 2. Adanya unsur kesalahan; 3. Adanya kerugian yang diderita;

(35)

Kesalahan adalah unsur yang bertentangan denganhukum. Pengertian “hukum” tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan(limitation of liabilityprinciple)sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagaiklausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.

Berkenaan dengan ganti kerugian, KUH Perdata telah mengatur didalam beberapa pasal-pasalnya, antara lain sebagai berikut :

- Pasal 1365 menyebutkan :

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepadaseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkankerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

- Pasal 1366 menyebutkan :

“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yangdisebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankelalaian atau kurang hati-hatinya.”

(36)

urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawabtentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan ataubawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untukmana orang-orang ini dipakainya.

Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab(Presumption ofNon

Liability)Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga

untuktidak selalu bertanggung jawab(presumption of nonliability principle)hanya dikenal dalam lingkup transaksi penumpang yang sangat terbatas, danpembatasan demikian biasanya secaracommon sensedapat dibenarkan.Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan.Kehilangan, kerusakan, dan keterlambatan pada pengiriman barang, yangbiasanya dilaksanakan pekerjaannya oleh perusahaan jasa pengirimanbarang adalah tanggung jawab dari pengguna jasa pengiriman barangtersebut yang kurang cermat dalam informasi layanan jasa pengirimanbarang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintapertanggungjawabannya.

Prinsip ini menekankan bahwa selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul pada pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti rugi kerugian itu.15 Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut.16

15 Musa Taklima, Pengertian, Fungsi Dan Kegunaan Pengangkutan, Disampaikan dalam

perkuliahan pertama hukum pengangkutan dan transportasi hukum bisnis syariah tanggal 22 September 2010, hal. 23

16 Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan, Pengangkutan Darat Melalui Jalan Umum dan

Kereta Api, Pengangkutan Laut Serta Pengangkutan Udara di Indonesia, UMM Press, Malang,

2007, hlm. 89.

(37)

Indonesia dianut dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang dikenal dengan pasal tentang perbuatan melawan hukum (onrechtnatigedaad) (Pasal 1401 BW Belanda) sebagai aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang tentang masing-masing pengangkutan.

Tanggung jawab pengangkut dapat didefinisikan sebagai kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.17

a. Pasal 468 KUHD

Tanggung jawab pengangkut menurut KUHD diatur dalam:

Ayat 1 :

“Persetujuan pengangkutan untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut”.

Ayat 2 (a).

“Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang diangkutnya tidak diserahkan atau rusak”.

Ayat 2 (b).

“tetapi pengangkut tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila tidak dapat diserahkan atau rusaknya barang itu disebabkan karena:

a. suatu malapetaka yang tidak dapat dihindari terjadinya. b. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.

c. suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.

(38)

Ayat 3 :

“Pengangkut juga bertanggung jawab kepada :

1) Segala perbuatan mereka yang dipekerjakan bagi kepentingan pengangkut itu.

2) Sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.

3) Segala barang (alat-alat) yang dipakainya untuk menyelenggarakan pengangkutan itu.

d. Selain itu disebutkan pula dalam Pasal 477 KUHD bahwa: “pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkut kecuali apabila dibuktikan keterlambatan itu disebabkan karena suatu malapetaka yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya .”

e. Khusus untuk rusaknya barang, pengangkut bebas dari tanggung jawab apabila dapat membuktikan rusaknya barang itu karena cacat barang atau karena kesalahan pengirim.

Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 2 Pengangkut yangmengoperasikan pesawat udara wajibbertanggung jawab atas kerugianterhadap :

a. Penumpang yang meninggal dunia, cacattetap atau luka-luka b. Hilang atau rusaknya bagasi kabin

c. Hilang, musnah, atau rusaknya bagasitercatat d. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo.

(39)

f. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga g. Batas Tanggung Jawab Pengangkut

Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2)

(1) Tanggung jawab pengangkut kepadapenumpang dimulaisejak penumpangmeninggalkan ruang tunggu Bandar udaramenuju pesawat udara sampaidengan penumpang memasukiterminalkedatangan di bandar udara tujuan.

(2) Tanggung jawab pengangkut terhadapbagasi tercatat dimulaisejak pengangkutmenerima bagasi tercatat padasaatpelaporan (check-in) sampai denganiterimanya bagasi tercatat olehpenumpang.

Pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi sebagai akibat kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang muatan penumpang bila :Peristiwa yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama pengangkutan udara;Termasuk “selama pengangkutan udara” ialah selama bagasi atau barang muatan itu ada dibawah pengawasan pengangkut, baik di lapangan terbang, di dalam pesawat atau diluar lapangan terbang;Waktu pengangkutan udara tidak meliputi pengangkutan di darat, laut atau sungai, yang dilaksanakan di luar suatu lapangan terbang terdapat dalam Pasal 25 OPU.

(40)

lain terdapat dalam Pasal 26 OPU. Bila rusak, diperhitungkan harga barang sebagai diatas, dikurangi dengan harga barang yang rusak, dan sisanya dikurangi pula dengan jumlah uang, yang karena kerusakan itu tidak perlu dibayar, yakni mengenai uang angkutan dan biaya-biaya lain terdapat dalam Pasal 27 OPU.Terlambat datang ditempat tujuan. Hal ini tidak hanya mengenai barang muatan bagasi, tetapi juga mengenai penumpang, kecuali kalau ada perjanjian lain terdapat dalam Pasal 28 OPU.18

1. Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan Pengangkut udara wajib mengangkut orang dan/atau kargo pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan udara. Pengangkut udara wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa pengangkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan udara yang telah disepakati. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut sebagai biaya pengangkutan udara.

Tanggung jawab PT.Garuda Indonesia (Persero) sebagai pengangkut terhadap penumpang menurut pasal 141 undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, luka-luka, yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.tetapi dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan terdapat batasan-batasan tanggung jawab dari PT.Garuda Indonesia (Persero) sebagai pengangkut terhadap penumpang yaitu :

(41)

dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara dan wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung

2. Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya

3. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.

4. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.

C. Pengaturan Hukum terhadap PT. Garuda Indonesia

(42)

udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang.19

Pihak yang berhak untuk diangkut adalah orang yang namanya tercantum dalam tiket penumpang tersebut termasuk bagasinya. Dalam hal terjadinya musibah,pemegang dokumen pengangkutan udara adalah orang yang berhak atas santunan atau ganti kerugian dari perusahaan asuransi.

Pengangkutan udara diadakan dengan perjanjian antara perusahaan pengangkutan udara dan penumpang atau pemilik barang. Tiket penumpang dan tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan. Tiket Penumpang dan tiket bagasi diterbitkan atas nama dan karena itu tidak boleh dialihkan atau diserahkan kepada orang lain.

20

Pengaturan pengangkutan udara diatur dalam Undang-undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Selain itu juga terdapat dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) S.100 tahun 1939 yang sebagian besar aturan-aturan tersebut mengacu pada Konvensi Warsawa tahun 1929.Luchtverkeersverordening (S. 1936 – 426), peraturan ini mengatur lalu lintas udara, contohnya: tentang penerangan, tanda-tanda dan isyarat- isyarat yang harus dipergunakan dalam penerbangan dan lain-lain. Verordening Toezicht Luchtvart (S. 1936 – 425), yang adalah suatu peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain pengawasan atas personal penerbangan, syarat jasmani, surat tanda kecakapan sebagai ahli mesin dan ahli radio serta pengawasan atas materil (penerbangan). (4)

Luchtvaart quarantaine Ordonantie (S. 1939 – 149, jo. S. 1939 – 150), antara lain

19Abdlkadir Muhammad, (2) Op.cit,hal.10

(43)

mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan disebarkannya penyakit menular oleh penumpang-penumpang pesawat terbang.21

21 Achmad Zainuddin, Selintas Pelabuhan Udara, (Yogyakarta, Ananda, 2003), hal 29.

Pengangkutan menganut Asas hukum pengangkutan yang merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu : asas hukum publik dan asas hukum perdata. Asas hukum publik adalah landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum publik meliputi : asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepentingan umum, asas keterpaduan, asas tegaknya hukum, asas percaya diri, asas keselamatan penumpang, asas berwawasan lingkungan hidup, asas kedaulatan negara, asas kebangsan.Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang. Asas hukum perdata meliputi: asas perjanjian, asas koordinatif, asas campuran, asas retensi, asas pembuktian dengan dokumen.

(44)
(45)

BAB III

TANGGUNG JAWAB KARGO PT. GARUDA INDONESIA

TERHADAP PENGIRIM MENURUT

PERATURAN HUKUM

A. Pengertian Pengirim dan Jenis Pengiriman Barang

1. Pengertian Pengirim

Pengirim adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan.Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) Indonesia juga tidak mengatur defenisi pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut. 22

Pengirim adalah pemilik barang atau penjual (eksportir), atau majikan penumpang dalam perjanjian pengangkutan serombongan penumpang (tenaga kerja, olah raga). Pemilik barang dapat berupa manusia pribadi , atau perusahaan perseroan atau perusahaan persekutuan badan hukum, dan bukan badan hukum atau perusahaan umum (perum). Sedangkan penjual (eksportir) selalu berupa perusahaan persekutuan badan hukum atau bukan badan hukum. Majikan penumpang adalah kepala rombongan atau ketua organisasi tertentu.23

2. Jenis-jenis Pengiriman Barang

22 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, Angkutan Laut,

Angkutan Udara, (USU Press, Medan, 2006), hal 20

23Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, (Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005), hal

(46)

Adapun jenis-jenis pengiriman barang antara lain :

a. Jasa pengiriman barang via akomodasi laut (sea fright) b. Jasa pengiriman barang via akomodasi udara

c. Jasa pengiriman barang via akomodasi darat (trucking)24

B. Hak dan Kewajiban PT. Garuda Indonesia terhadap Pengirim Barang

Sebagaimana dalam perjanjian pengangkutan terdapat hak dan kewajiban para pihak yang harusdilaksanakan dengan baik. Hak dan kewajibana timbul karena adanya hubungan hukum diantara para pihak.

Berikut ini dijelaskan hak dan kewajiban pengangkut dan penumpang padatransportasi udara

1. Hak Pengangkut

Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara menjelaskan pengangkutan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Di dalam Pasal 7 ayat (1), disebutkan bahwa pengangkutan berhak untuk meminta kepada pengirim barang atau untuk membuat surat muatan udara. b. Di dalam Pasal 9, disebutkan bahwa pengangkut berhak meminta kepada

pengirim barang untuk membuat surat muatan udara, jika ada beberapa barang.

c. Pengangkut juga berhak menolak pengangkutan penumpang jika ternyata identitas penumpang tidak jelas.

d. Hak penumpang yang dicantumkan dalam tiket penumpang yaitu hak untuk menyelenggarakan angkutan kepada perusahaan pengangkut lain, serta

(47)

pengubah tempat-tempat pemberhentian yang telah disetujui, semua tetap ada ditangan pengangkut udara.

e. Hak untuk pembayaran kepada penumpang atau pengirim barang atas barang yang telah diangkutnya serta mengadakan peraturan yang perlu untuk pengangkutan dalam batas-batas yang dicantumkan Undang-Undang.

Kewajiban pengangkutan udara dalam Ordonansi Pengangkutan Udara adalah:

a. Pengangkut harus menandatangani surat muatan udara segera setelah muatan barang-barang diterimanya Pasal 8 ayat (2).

b. Bila pengangkut tidak mungkin melaksanakan perintah-perintah dari pengirim, pengangkut harus segera memberitahukan kepada pengirim Pasal 15 ayat (3).

Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menjelaskan tentang kewajiban pemegang izin angkutan udara dalam Pasal 118 yakni:

a. Melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak izin diterbitkan dengan mengoperasikan minimal jumlah pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai dengan lingkup usaha atau kegiatannya.

b. Memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu.

c. Mematuhi ketentuan wajib angkut penerbangan sipil, dan ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(48)

e. Melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas dasar suku agama, ras, antar golongan, serta strata ekonomi dan sosial.

f. Menyerahkan laporan kegiatan laporan kegiatan angkutan udara termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan, setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Menteri.

g. Menyerahkan laporan kinerja keunangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar yang sekurang-kurangnya memuat neraca, laporan rugi laba, arus kas, dan rincian biaya, setiap tahun paling lambat akhir bulan April tahun berikutnya kepada Menteri.

h. Melaporkan apabila terjadi perubahan penanggung jawab atas pemilik badan hukum angkutan udara niaga, domisili badan usaha angkutan udara niaga dan pemilikan pesawat kepada Menteri.

i. Memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.

Khusus untuk wajib angkut, terdapat dalam Pasal 140 dimana pengangkut wajib:

a. Mengangkut orang dan/atau kargo, dan pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan.

b. Memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati, dimana perjanjian ini dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan.

2. Kewajiban PT. Garuda Indonesia

(49)

jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati, dimana perjanjian ini dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan.

Kewajiban-kewajiban dari pihak PT. Garuda Indonesia antara lain:

1. Menyediakan alat pengangkut yang akan digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan.

2. Menjaga keselamatan orang (penumpang) dan/ atau barang yang diangkutnya. Dengan demikian maka sejak pengangkut menguasai orang (penumpang) dan/ atau barang yang akan diangkut, maka sejak saat itulah pihak pengangkut mulai bertanggung jawab (Pasal 1235 KUHPerdata).

3. Kewajiban yang disebutkan dalam Pasal 470 KUHD yaitu sebagai berikut: a. Mengusahakan pemeliharaan, perlengkapan atau peranakbuahan alat

pengangkutnya;

b. Mengusahakan kesanggupan alat pengangkut itu untuk dipakai menyelenggarakan pengangkutan menurut persetujuan;

c. Memperlakukan dengan baik dan melakukan penjagaan atas muatan yang diangkut.

d. Menyerahkan muatan ditempat tujuan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian25

C. Upaya Hukum Bagi Pengirim Barang Yang Mengalami Kerugian pada

PT. Garuda Indonesia

Upaya hukum yang dapat saudara lakukan ialah dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap Maskapai Penerbangan tersebut. Sesuai

(50)

dengan ketentuanPasal 1365 KUHPerdatayang berbunyi :“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut” Gugatan dapat diajukan di Pengadilan Negeri atau tempat kantor pusat maskapai tersebut berlokasi. Namun sebelum mengajukan gugatan, ada baiknya terlebih dahulu saudara membuat surat peringatan tertulis ataupun somasi kepada Maskapai tersebut. Jika somasi tidak diindahkan, pengirim mengajukan gugatan hokum kepada Maskapai tersebut. Untuk mendukung gugatan di Pengadilan, harus memiliki bukti-bukti yang kuat yang dapat menunjukan bahwa benar adalah penumpang maskapai tersebut dan keberangkatan saudara mengalami keterlambatan.

Berdasarkan hak-hak pengirim tersebut jelas terlihat bahwa pengirim berhak mendapatkan ganti kerugian dari pelaku usaha apabila pelaku usaha telah melakukan wanprestasi yang dapat merugikan penumpang. Kasus yang terdapat dalam bab sebelumnya menyatakan bahwa PT. Garuda Indonesia telah melakukan wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata, wanprestasi tersebut yaitu : 1. PT. Garuda Indonesia tidak mengkonfirmasi sebagaimana mestinya jika

barang yang dikirimkan oleh penumpang hilang.

2. PT. Garuda Indonesia terlambat melakukan prestasi yaitu membayar ganti kerugian terhadap penumpang.

(51)

kemudahan untuk menuntut hak-haknya tersebut. Upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh seorang penumpang barang dalam hal telah terbukti bahwa barang miliknya hilang atau rusak akibat dari kelalaian atau kesalahan dari perusahaan pengiriman barang /perusahaan ekspedisi:

a. Gugatan keperdataan atas perbuatan melawan hukum atau wanprestasi

Pemilik barang dapat melakukan gugatan keperdataan atas hilangnya barang miliknya terkait penyelenggaran pengangkutan barang yang dilakukan oleh suatu perusahaan jasa pengangkutan barang. Dimana gugatan ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian:

1) Gugatan keperdataan atas dasar wanprestasi

Gugatan terkait dengan wanprestasi mempunyai dasar adanya suatu pelanggaran terhadap perjanjian pengangkutan antara Pemilik Barang (Pengirim) dengan Perusahaan Jasa Pengangkutan.

Seseorang dikatakan telah wanprestasi apabila:

a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; b) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan;

c) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

(52)

untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajibannya memberikan penggantian biaya, rugi, bunga”.

Dalam hal kapan untuk memberikan gugatan ganti kerugian tersebut, dasar wanprestasi mengacu pada ketentuan pasal 1243 KUH Perdata bahwa“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.

Kedua ketentuan tersebut dapat menjadi dalil-dalil bagi Pemilik barang untuk melakukan gugatan keperdataan terhadap Perusahaan Pengangkutan atas dasar Wanprestasi.

2) Gugatan keperdataan dasar perbuatan melawan hukum

(53)

perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”

b. Pelaporan pidana atas tindakan penggelapan

Jika melihat kronologis terhadap peristiwa yang terjadi maka patut diduga bahwa perbuatan si Sopir (yang merupakan pekerja Perusahaan Pengangkut) merupakan Tindak Pidana Penggelapan dalam Hubungan Kerja. Dan telah memenuhi unsur Pasal 374 KUH Pidana yaitu Penggelapan yang dilakukan dalam hubungan kerja, yang berbunyi:“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”Berdasarkan pasal tersebut unsur-unsur tindak pidana penggelapan dalam hubungan kerja ini adalah:

1) Dikuasainya barang karena adanya hubungan kerja; 2) Mendapat upah atas hubungan tersebut

3) Hubungan kerja tersebut merupakan pencaharian salah satu pihak

Maka berdasarkan Pasal 374 KUH Pidana ini, Pemilik barang dapat melaporkan tindakan pidana atas perbuatan penggelapan yang dilakukan oleh Perusahaan Pengangkutan yang bersangkutan.

(54)
(55)

BAB IV

TANGGUNG JAWAB PT. GARUDA INDONESIA TERHADAP

PENGIRIM BARANG YANG KEHILANGAN BARANG

(Studi Kargo PT. Garuda Indonesia Bandara Udara Kualanamu)

A. Bentuk Tanggunga Jawab PT. Garuda Indonesia Terhadap Pengirim

yang Kehilangan Barang

(56)

“Kalau ada kebijakan, malah positif buat pertumbuhan, karena itu bagus pengaruhnya ke makro.”26

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 berada pada kisaran 6,2 persen-6,6 persen. Perkiraan ini lebih rendah daripada perkiraan sebelumnya yang dipatok di kisaran 6,3 persen-6,8 persen.27

Purwosutjipto,

Kecepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, sedikit banyaknya juga tidak terlepas dari peran jasa pengangkutan barang/cargo melalui pengangkutan udara, untuk mempercepat transaksi antara pihak pembuat barang dengan pihak pembeli (penerima barang dari cargo kiriman udara). Di sisi lain, dalam transaksi tersebut sering muncul permasalahan-permasalahan akibat kesepakatan pengangkutan barang/cargo melalui pengangkutan udara yang telah dibuat, misalnya pihak pengirim merasa ongkos/biaya kirim yang terlalu mahal, kiriman terlambat diterima, cacat pada barang yang diterima, dan masalah-masalah lain yang terjadi akibat adanya hubungan ini.

Transaksi pengangkutan melalui kargo udara, melihat sifatnya yang semakin kompleks baik pada volume transaksi (besar dan banyak), nilai transaksi yang tinggi (pada nilai barang dari transaksi), tentunya membutuhkan tanggung jawab atau konsekuensi hukum yang jelas (pasti). Namun demikian di sisi hukum

28

26

Kemenkeu, Pertumbuhan Ekonomi Triwulan Pertama 2013. Selasa, 23 April 2013. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/04/23/05342984. Diakses 11 Mei 2015

27 Bank Indonesia, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2013. Selasa, 23 April 2015.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/04/23/05342984. Diakses 12 Mei 2015

28 H.M.N. Purwosutjipto, Loc.Cit, hal. 207

(57)

sangat riskan dan mengandung konsekuensi dapat merugikan salah satu pihak apabila terjadi kelalaian atau wanprestasi oleh pihak pengangkut.

Berbicara mengenai pengertian tanggung jawab sangat luas, namun demikian menurut Peter Salim dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar masing-masing “tanggung jawab” dalam arti accountability, responsibility, dan

liability.29 Demikian pula menurut Henry Campbell Black.30

Di samping itu, accountability dapat pula berarti suatu kepercayaan terhadap lembaga tertentu yang berkaitan dengan keuangan, misalnya dalam kalimat : Komisi Hak-hak Asasi Manusia (HAM) harus membuat laporan “pertanggungan jawab” keuangan kepada Sekretariat Negara sebab Sekretariat Negara memberi subsidi kepada Komisi HAM.

Tanggung jawab dalam arti accountability biasanya berkaitan dengan keuangan atau pembukuan misalnya dalam kalimat: dimintakan “pertanggungan jawab” atas hasil pembukuannya atau dalam kalimat : akuntan itu harus “bertanggung jawab,” perkataan “tanggung jawab” dalam kedua kalimat tersebut berarti accountability yang menyangkut masalah keuangan. Accountability dapat pula diartikan sesuatu yang berkaitan dengan pembayaran, misalnya dalam kalimat: bank tersebut harus menyerahkan nota “pertanggungan jawab”. Perkataan “pertanggungan jawab” dapat diartikan accountability.

31

29 Peter Salim, Contemporary English-Indonesian Dictionary, Edisi Pertama, Modern

English Press, Jakarta, 1985, hal. 213

30

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Revised Fourt Edition. St. Paul Minn, West Publisher Co, hal 214.

31 Diskusi “Problem Masa Depan Komisi Nasional Hak-hak Asasi Manusia (HAM),

diselenggarakan oleh Laboratorium Sosiologi Fakultas Sosiologi dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia tanggal 26 Pebruari 2002, di Jakarta

(58)

hukum dan kredibilitas “tanggung jawab”, karena kedua faktor tersebut sangat esensial.32

Dengan demikian apabila terjadi sesuatu, dapat diajukan gugatan perdata di muka pengadilan oleh orang yang dirugikan.Isteri seorang dokter yang menggunakan alat suntik milik suaminya, harus “bertanggung jawab”. Perkataan “tanggung jawab” (liability) diartikan isteri dokter dapat diajukan gugatan perdata atas kerugian yang harus dibayar oleh isteri tersebut akibat perbuatannya.33

Tanggung jawab (liability) dapat pula diartikan sebagai kewajiban untuk membayar uang atau melaksanakan jasa lain, kewajiban yang pada akhirnya harus dilaksanakan.34

Pasal 144 UU Penerbangan menyebutkan bahwa pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat

UU Penerbangan mendefinisikan tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau barang serta pihak ketiga. Dengan demikian dapat diartikan tanggung jawab (liability) adalah kewajiban membayar ganti kerugian yang diderita pihak lain, misalnya dalam perjanjian pengangkutan udara, maskapai penerbangan bertangggung jawab atas keselamatan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya sampai di tempat tujuan. Oleh karena itu apabila timbul kerugian yang diderita oleh penumpang maka maskapai penerbangan harus bertanggung jawab dalam arti liability. Tanggung jawab di sini diartikan maskapai penerbangan wajib membayar ganti rugi yang diderita oleh penumpang dan apabila ingkar janji, maskapai penerbangan dapat digugat di pengadilan.

32

Jaschka Fisher, Menteri Luar Negeri Jerman, lihat Kompas tanggal 4 November 2000, hal. 13, klm. 2 dan 3

33 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal. 1398

Referensi

Dokumen terkait

Kengi yang paling s.rins rcrjadi adalah kerugi Fng ditimbulkan krena kens*rn, kclhbd.n, musnJDyr bIarg rp€ni lang tsjadi padd pcnganskuhn baBng (cdso) yds lcrjadi

menuangkan dalam bentuk skripsi dengan mengggunakan judul Tanggung Jawab Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara Atas Perjanjian Pengiriman Barang ( Studi Pada

Berdasarkan hal tersebut dapat dikaji tentang perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen sehingga konsumen dapat bertanggung jawab sesuai dengan perjanjian tersebut, serta

Keterlambatan barang atau bagasi penumpang pada dasarnya juga merupakan tanggung jawab dari pengangkut. Ketentuan mengenai hal ini sama seperti tanggung jawab pengangkut

jawab hukum pelaku usaha terhadap barang yang memiliki cacat produk, maka.. dipilihlah sebuah perusahaan yang

“bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan

Mengenai hal tersebut, dinyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab kepada konsumen terhadap produk yang digunakan/dimanfaatkan oleh konsumen, sebagaimana yang telah diatur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab hukum maskapai penerbangan terhadap kehilangan barang bagasi tercatat ditinjau dari Peraturan