• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Perubahan Dan Arahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Perubahan Dan Arahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PERUBAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN

LAHAN DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

TOGA PANDAPOTAN SINURAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

TOGA PANDAPOTAN SINURAT. Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh KHURSATUL MUNIBAH dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan terindikasi berdampak negatif terhadap lingkungan. Data spasial lahan kritis pada Tahun 2013 menunjukkan lahan kritis di wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan terdapat seluas 27 870 hektar dengan kategori sangat kritis dan seluas 68 274 hektar termasuk kategori kritis. Lahan kritis merupakan kelanjutan proses degradasi lahan dimana sebagian besar diakibatkan deforestasi dan ketidaksesuaian pengunaan lahan dengan kualitas lahan serta kemampuan lahan itu sendiri. Salah satu upaya untuk perlindungan kawasan dan pelestarian lingkungan disyaratkan menjaga proporsi luas hutan sekurang-kurangnya 30 % dari luas daerah aliran sungai dan atau luas wilayah sebagaimana digariskan dalam ketentuan penyusunan pola pemanfaatan ruang menurut UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Belum diketahuinya perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut, maka disusun suatu penelitian yang bertujuan untuk : (1) menganalisis perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, (3) memprediksi perubahan penggunaan lahan, dan (4) menyusun arahan penggunaan lahan berbasis kemampuan lahan yang diharapkan dapat menjadi bahan untuk penyempurnaan RTRW Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011-2031.

Unit analisis penelitian adalah wilayah adminstrasi Kabupaten Humbang Hasundutan berbasis data raster dengan resolusi piksel 100 x 100 meter. Perubahan penggunaan lahan dianalisis berdasarkan dua titik tahun yaitu penggunaan lahan Tahun 2003 (T0) dan Tahun 2013 (T1). Kedua penggunaan

lahan ini disusun dalam matriks transisi perubahan penggunaan lahan untuk mengetahui jenis penggunaan lahan yang mengalami perubahan baik secara fisik maupun luas. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dianalisis menggunakan regresi logistik biner untuk mengetahui hubungan secara kuantitatif pengaruh masing-masing faktor pendorong terhadap kemunculan jenis penggunaan lahan tertentu. Prediksi perubahan penggunaan lahan Tahun 2033 (T2) disimulasikan menggunakan CLUE-S (the Conversion of Land Use and its

Effects at Small region extent) suatu model eksplisit spasial kombinasi antara sistem dinamik spasial dan persaingan tiap jenis penggunaan lahan. Analisis kelas kemampuan lahan menggunakan tiga faktor pembatas yaitu kelerengan lahan, drainase dan kedalaman tanah dengan teknik kombinasi pengharkatan nilai piksel pada setiap faktor. Berdasarkan kelas kemampuan lahan dirumuskan arahan penggunaan lahan dengan pertimbangan penggunaan lahan eksisting, proyeksi penggunaan lahan Tahun 2033 dan pola ruang dalam RTRW Kabupaten Humbang Hasundutan 2011-2031.

(5)

peningkatan luas terbesar terjadi pada pertanian lahan kering. Penurunan luas hutan akibat deforestasi dan transformasi lahan pertanian berada pada laju penyusutan rata-rata 536.2 hektar per tahunnya. Kondisi ini apabila dibiarkan maka proporsi luas areal berhutan tidak lagi dapat dipertahankan sehingga akan meningkatkan luas lahan kritis dan mengarah pada terjadinya erosi dan isu kerentanan lingkungan lainnya.

Perubahan penggunaan lahan tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor pendorong baik dari aspek sosial ekonomi maupun biofisik wilayah. Hasil analisis regresi logistik biner menunjukkan perubahan hutan menjadi non hutan dipengaruhi peningkatan jumlah penduduk, curah hujan, jarak dari kota kecamatan, jarak dari sungai utama dan kedekatan dengan ibukota kabupaten, jalan utama serta hutan dengan kelerengan lahan yang lebih datar.

Suatu prediksi dapat memberikan peluang untuk menghadapi permasalahan lingkungan dan perubahan regional di masa yang akan datang. Pendekatan menggunakan model CLUE-S menerapkan tiga skenario proyeksi yaitu perubahan penggunaan lahan berdasarkan perubahan Tahun 2003-2013 tanpa adanya larangan konversi (Skenario 0); proyeksi perlambatan pertumbuhan setengah perubahan rata-rata Tahun 2003-2013 (Skenario 1); dan kombinasi kebijakan kawasan terbatas dengan rehabilitasi lahan hutan (Skenario 2). Proyeksi perubahan penggunaan lahan pada Tahun 2033 menunjukkan simulasi menggunakan Skenario 0 dan Skenario 1 tidak dapat mempertahankan proporsi luas hutan pada akhir tahun prediksi sedangkan Skenario 2 dengan menerapkan larangan konversi pada hutan primer dan kawasan bergambut serta alokasi rehabilitasi lahan hutan dapat mempertahankan areal berhutan sebesar 31.5 % dan berkontribusi mengembalikan vegetasi hutan pada lahan sangat kritis seluas 42.87 %.

Arahan penggunaan lahan untuk penyempurnaan RTRW Kabupaten Humbang Hasundutan 2011 – 2031 yang didasarkan pada pertimbangan penggunaan lahan eksisting, proyeksi perubahan penggunaan lahan menggunakan Skenario 2 dan hasil analisis kemampuan lahan menunjukkan peningkatan luas pada kawasan lindung yang bersumber dari lahan dengan kemampuan kelas VII dan VIII. Pengalokasian lahan berbasis kemampuan lahan dan optimalisasi proporsi luas hutan diharapkan dapat mengurangi dampak negatif akibat perubahan penggunaan lahan serta menciptakan lingkungan yang nyaman dan berkelanjutan.

(6)

SUMMARY

TOGA PANDAPOTAN SINURAT. Land Use Change Model and Land Use Directives in Humbang Hasundutan Regency, North Sumatera Province. Supervised by KHURSATUL MUNIBAH and DWI PUTRO TEJO BASKORO.

The growth of a region has changed the land-use pattern, not only in urban areas, but also occurs in regions with rural characteristics areas such as Humbang Hasundutan Regency, North Sumatra Province. As one of district that newly developed since its establishment in 2003, the region with area covered by 247 848 hectares wide is experiencing positive economic growth of GDP that increased from year 2009 to 2013 and also has an economic structure transforming from primary sector into trading and services sector.

Land use change in Humbang Hasundutan district indicated negative impact on environment. Spatial data of degraded land in year 2013 showed there were 27 870 hectares areas that classified as very critical and 68 274 hectares as critical. The loss of vegetation cover leads to the emergence of land degradation caused by deforestation and land mismanagement. Maintaining forest cover proportion at least 30 % of watershed or district areas as stipulated in Regional Spatial Planning (RTRW) regulation is needed for protection and preservation of environment.

Since there is no information of land use change and its driving factors in Humbang Hasundutan district, this study sets into four main objectives which are: (1) to analyze land use change, (2) to analyze factors that influence land use change, (3) to predict land use change in year 2033 and (4) to formulate land use directive based on land capability. Analysis of this study based on raster data with pixel resolution at 100 x 100 meters and limited to administrative boundaries of Humbang Hasundutan district.

Land use change analysis using two different years of land use classification that sets into transition matrix. To analyze driving factors that influences the change on land use type using binary logistic regression. CLUE-S (the Conversion of Land Use and its Effects at Small region extent) model is chosen to predict land use change in year 2033. CLUE-S is a spatially explicit model based on cellular automata that can simulate land use change with empirical quantification of relationship between land use change and its driving factors. Land capability analysis using combination of pixel weighted value techniques of limiting factors. The limiting factors consist of slope, drainage and soil depth factors which are used to determine the classes of land capability.

Land use change from 2003 - 2013 on Humbang Hasundutan district showed forest cover loss and peatland conversion while dryland agriculture has an areas that highly increased. A decrease of forest areas caused by deforestation with average rate of vegetation loss by 536.2 hectares per year. This condition can lead to the emergence of degraded land, soil erosion and other environmental vulnerability issues.

(7)

Relationship between driving factors and land use change can be modeled to generate land use change predictions. A prediction can provide opportunities to deal with environmental issues and regional changes in the future. CLUE-S model was simulated into three conditions scenarios that consist of Scenario 0 is a simulation of land use change with natural changes; Scenario 1 is slow growth simulation; and Scenario 2 is simulation with restricted area policy and forest rehabilitation. The results showed simulation using Scenario 0 and 1 cannot maintain forest cover proportion by 30 % in year 2033, while using Scenario 2 with restricted area policy on primary forest and peatland as well as forest rehabilitation can maintain forest cover area by 31.5 % and contribute to augment forest vegetation by 42.87 % on degraded land that categorized as very critical.

Land use directive formulation based on existing land use, prediction of land use change in year 2033 by Scenario 2 and land capability analysis were used to improve Regional Spatial Planning of Humbang Hasundutan 2011 – 2031. The result showed an increase of protection and preservation areas derived from land capability which classified as VII and VIII grade, while forest and paddy field as predicted in year 2033 were directed to be a community forest and land potential of paddy field. Land use allocation based on capability and maintains forest cover with optimal proportion areas are expected to reduce the negative impact of land use change and to conduct secure environment.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

MODEL PERUBAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN

LAHAN DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai dengan Oktober 2015 adalah perubahan penggunaan lahan, dengan judul Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara.

Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1 Dr Dra Khursatul Munibah, MSc dan Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Agr selaku komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan saran mulai tahap awal hingga penyelesaian tulisan ini.

2 Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB, serta Bapak/Ibu dosen pengajar dan staf akademik di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB.

3 Dr Ir Widiatmaka, DEA selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan yang berharga demi kesempurnaan tesis ini.

4 Kepala Pusbindiklatren BAPPENAS beserta jajarannya atas beasiswa yang diberikan kepada penulis.

5 Bupati Humbang Hasundutan beserta Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Humbang Hasundutan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis mengikuti Tugas Belajar dari instansi Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan.

6 Istriku tercinta Nelly D.V Siregar dan putri kecilku Josheva Alena atas doa, cinta, kasih sayang, kesabaran dan senantiasa memberikan dukungan selama menjalani studi ini.

7 Ayahanda K. Sinurat dan seluruh keluarga yang selalu mencurahkan perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

8 Kakak tercinta Duma N Sinurat, SKm beserta suami Dr Ir Robinson H Sinaga, SH, LLM tidak terkecuali adikku Novita M. Sinurat SH, MH beserta suami Bripka Irruandi Aritonang dan keponakan-keponakan tersayang yang selalu memberi dukungan dan perhatian kepada penulis.

9 Bapak Ahmad Firman Ashari, MSi dan Muhammad Ilyas, MSi yang meluangkan waktu untuk berdiskusi dalam penyusunan tesis ini.

10 Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Kelas Khusus Bappenas dan Kelas Reguler serta seluruh pihak yang berkontribusi dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam dirinya, akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Horas.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Kerangka Pemikiran 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Penggunaan Lahan dan Perubahannya 6

Faktor Pendorong Perubahan Penggunaan Lahan 8

Model CLUE-S 8

Penataan Ruang 10

Evaluasi Kemampuan Lahan 11

3 METODOLOGI PENELITIAN 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Jenis dan Sumber Data 13

Teknik Pengumpulan Data 13

Analisis Data 14

4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 24

Letak Geografis dan Administrasi 24

Sosial Ekonomi dan Kependudukan 26

Fisik Wilayah 27

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Analis Perubahan Penggunaan Lahan 32

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan 46 Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan (CLUE-S) 57 Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan 70

6 SIMPULAN DAN SARAN 79

Simpulan 79

Saran 80

DAFTAR PUSTAKA 80

LAMPIRAN 83

(14)

DAFTAR TABEL

1 Matriks Hubungan antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data,

Teknik Analisis dan Keluaran 14

2 Matriks Kesalahan (Error Matrix) 18

3 Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Tahun T0– T1 19

4 Parameter Model CLUE-S 21

5 Kebutuhan Luas Penggunaan Lahan 21

6 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan 23

7 Luas Administrasi Kecamatan Kabupaten Humbang Hasundutan 24 8 Jumlah Penduduk Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 27 9 Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Tahun 2013 27 10 Ketinggian Tempat Kabupaten Humbang Hasundutan 28 11 Kelas Kelerengan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan 29 12 Satuan Tanah di Kabupaten Humbang Hasundutan 30 13 Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2003 37 14 Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 38 15 Matriks Kesalahan, Nilai Overall Accuracy, Nilai Kappa Statistics

Penggunaan Lahan Tahun 2003 39

16 Matriks Kesalahan, Nilai Overall Accuracy, Nilai Kappa Statistics

Penggunaan Lahan Tahun 2013 39

17 Perubahan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003 – 2013 40 18 Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Periode 2003 – 2013 41

19 Klasifikasi Faktor Pendorong Sosial Ekonomi 47

20 Klasifikasi Faktor Pendorong Biofisik 48

21 Klasifikasi Faktor Pendorong Aksesibilitas wilayah 49 22 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Lahan Hutan Menjadi

Non Hutan 51

23 Susunan Variabel dalam Regresi Logistik Biner 53 24 Nilai Koefisien Beta (ß) Faktor-Faktor Pendorong 54

25 Nilai Exp (ß) Penggunaan Lahan 55

26 PDRB Humbang Hasundutan Tahun Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2006 – 2013 59

27 Kebutuhan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003 - 2013

(Validasi Model) 60

28 Kebutuhan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2013 - 2033

(Skenario 0) 61

29 Kebutuhan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2013 - 2033

(Skenario 1) 61

30 Kebutuhan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2013 - 2033

(15)

31 Matriks Konversi Penggunaan Lahan 63 32 Nilai Elastisitas Konversi Penggunaan Lahan 64

33 Pengaturan Parameter dalam Model CLUE-S 66

34 Perbandingan Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2033 69 35 Tutupan Vegetasi Hutan pada Lahan Kritis berdasarkan masing-

masing Skenario 70

36 Luas kawasan berdasarkan Pola Ruang RTRW Kabupaten Humbang

Hasundutan 2011 – 2031 71

37 Klasifikasi Kemampuan Lahan berdasarkan Kelas Lereng 72 38 Klasifikasi Kemampuan Lahan berdasarkan Kelas Drainase Tanah 73 39 Klasifikasi Kemampuan Lahan berdasarkan Kelas Kedalaman Tanah 73 40 Luas Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan 74 41 Luas Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan 75

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 6

2 Struktur Model CLUE-S 9

3 Lokasi Penelitian 13

4 Bagan Alir Penelitian 17

5 Peta Administrasi Kabupaten Humbang Hasundutan 25 6 Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan Total PDRB

Tahun 2005 s.d 2013 26

7 Ketinggian Tempat Kabupaten Humbang Hasundutan 28 8 Kelerengan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan 29 9 Satuan Peta Tanah Kabupaten Humbang Hasundutan 30 10 Distribusi Curah Hujan di Kabupaten Humbang Hasundutan 31

11 Kenampakan Lahan yang selalu tergenang air 32

12 Kenampakan Pertanian Lahan Kering 33

13 Kenampakan Objek Non Vegetasi 34

14 Kenampakan Objek Vegetasi 35

15 Kenampakan Tubuh Air 36

16 Klasifikasi Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan

Tahun 2003 37

17 Klasifikasi Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan

Tahun 2013 38

18 Peningkatan dan Penurunan Luas Penggunaan Lahan Periode

Tahun 2003-2013 40

(16)

21 Pola Spasial Perubahan Rawa Gambut 43 22 Pola Spasial Perubahan Hutan menjadi (a) pertanian lahan kering,

(b) lahan terbuka, (c) beluar dan (d) sawah 41

23 Pola Spasial Perubahan Lahan Terbuka 45

24 Pola Spasial Perubahan Pertanian Lahan Kering menjadi (a) belukar

(b) permukiman dan (c) sawah 45

25 Pola Spasial Perubahan Lahan Sawah menjadi (a) permukiman

dan (b) pertanian lahan kering 46

26 Wilayah Peluang Terjadinya Konversi Hutan 52

27 Perbandingan Penggunaan Lahan Prediksi dan Aktual 2013

(Validasi Model CLUE-S) 65

28 Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2033 berdasarkan Skenario 0 66 29 Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2033 berdasarkan Skenario 1 67 30 Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2033 berdasarkan Skenario 2 67 31 Perbandingan luas perubahan penggunaan lahan Prediksi Tahun 2033 69 32 Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Humbang Hasundutan 72 33 Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan 74 34 Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan 76 35 Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan 78

DAFTAR LAMPIRAN

1 Teknik Kombinasi Piksel Pembeda Faktor Kemampuan Lahan 83

2 Citra Satelit Multiwaktu 84

3 Perbandingan Titik Uji (Groundtruth) Hasil Klasfikasi

Penggunaan Lahan dengan Data Referensi 86

4 Hasil Regresi Logistik Faktor yang Mempengaruhi Perubahan

Hutan Menjadi Non Hutan 89

5 Peta Indikatif Penundaan Izin Baru Pemanfaatan Hutan,

Penggunaan Kawasan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan

dan Areal Penggunaan Lain 91

6 Peta Lahan Kritis Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 92

7 Hasil Validasi Model Prediksi Tahun 2013 93

8 Kriteria Lahan Kritis menurut Permenhut No 32/ Menhut-II/ 2009 94 9 Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Penghambat 95 10 Klasifikasi Kemampuan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan

Berdasarkan Kombinasi Nilai Piksel 96

11 Hasil Analisis Kriteria Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu proses yang kompleks, dinamika keterkaitan manusia dan sistem alam (Koomen dan Stillwell 2007). Peningkatan kebutuhan manusia terhadap lahan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan dan berdampak pada siklus perubahan iklim sedangkan perubahan iklim akan mempengaruhi penggunaan lahan di masa yang akan datang. Deforestasi skala besar dan transformasi berikutnya menjadi lahan pertanian di daerah tropis merupakan contoh perubahan penggunaan lahan yang berdampak berat pada biodiversitas hutan, degradasi lahan dan kemampuan alam mendukung kebutuhan manusia (Lambin et al. 2003). Penggunaan lahan yang tidak terkendali sebagaimana dikemukakan Rossiter (1996) dapat mengarah pada inefisiensi pemanfaatan sumber daya alam, rusaknya sumber daya lahan, kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Pengalokasian lahan berdasarkan keterkaitan fungsi dan kemampuan lahan diharapkan dapat mengendalikan perubahan penggunaan lahan serta meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Dinamika perubahan penggunaan lahan tidak hanya berlangsung di kawasan perkotaan (urban), akan tetapi fenomena ini juga terjadi di wilayah dengan karakteristik perdesaan (rural) termasuk Kabupaten Humbang Hasundutan. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan belum krusial seperti lahan di perkotaan lainnya, namun tekanan terhadap hutan mengalami peningkatan dikarenakan aktivitas penebangan hutan dan konversi menjadi lahan pertanian yang belum seimbang dengan alokasi rehabilitasi hutan dan lahan.

Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan kabupaten baru di Provinsi Sumatera Utara yang terbentuk pada Tahun 2003 dan mengalami pertumbuhan wilayah yang relatif pesat dibandingkan dengan kabupaten di sekitarnya. Indikator pertumbuhan suatu wilayah secara umum dapat diketahui dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). BPS Humbang Hasundutan (2013) mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir terjadi pertumbuhan positif PDRB dari 5.32 % (2009) menjadi 6.03 % (2013). Selain itu, pertumbuhan ini juga menunjukkan adanya pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer (pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan) ke sektor sekunder/ tersier (perdagangan dan jasa). Perkembangan infrastruktur yang semakin baik diikuti terbentuknya permukiman baru dan pusat kegiatan di setiap kecamatan serta meningkatnya investasi pemanfaatan sumber daya alam berupa pengusahaan hutan, pertambangan, pabrik pengolahan pangan dan sebagainya menunjukkan kontribusinya dalam peningkatan perekonomian wilayah.

(18)

BPDAS Wampu Sei Ular (2013) menunjukkan di Kabupaten Humbang Hasundutan terdapat lahan seluas 27 870 hektar (11.2 %) dengan kategori sangat kritis, 68 274 hektar (27.5 %) kritis, 88 890 hektar (35.9 %) agak kritis, 40 453 hektar (16.3 %) potensial kritis dan 22 365 hektar (9 %) tidak kritis. Degradasi lahan merupakan penurunan kemampuan lahan baik secara aktual maupun potensial untuk berproduksi. Akibat lanjutan proses degradasi lahan adalah kerusakan lahan yang dikenal sebagai lahan kritis. Osman (2014) menyebutkan bahwa lima penyebab utama degradasi lahan di dalamnya termasuk deforestasi, overgrazing, kesalahan pengolahan lahan pertanian, over-eksploitasi vegetasi dan aktivitas bio-industri.

Menurunnya produktivitas sebagian lahan hingga mencapai 50 % sebagaimana dijelaskan Eswaran et al. (2001) adalah akibat erosi dan disertifikasi lahan. Lebih lanjut dijelaskan dalam konteks produktivitas, degradasi lahan dihasilkan dari ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dengan kualitas lahan yang bersangkutan. Berdasarkan data BPS Tahun 2007-2011, di Kabupaten Humbang Hasundutan terjadi penurunan produksi tanaman pangan, khususnya produksi padi (gabah kering giling) yang semula 111 181 ton menjadi 103 410 ton.

Dampak negatif perubahan penggunaan lahan lainnya yaitu isu kerentanan lingkungan di beberapa daerah seperti Kecamatan Pakkat, Parlilitan, Tarabintang, Onanganjang dan Baktiraja yang dinyatakan sebagai daerah waspada longsor oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan (Harian Andalas 2014). Kondisi ini menunjukkan tutupan vegetasi hutan yang semakin berkurang sehingga fungsi hutan sebagai perlindungan kawasan dan konservasi tanah menjadi tidak optimal.

Mengacu pada ketentuan penyusunan pola ruang dalam UU No 26 Tahun 2007 bahwa dalam rangka pelestarian lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai. Penetapan proporsi luas kawasan hutan dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan tata air, karena sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai curah dan intensitas hujan yang tinggi, serta mempunyai konfigurasi daratan yang bergelombang, berbukit dan bergunung yang peka akan gangguan keseimbangan tata air seperti banjir, erosi, sedimentasi, serta kekurangan air.

Perubahan penggunaan lahan merupakan proses yang tidak dapat dihindari sehingga penting dikaji secara empirik dan dalam pengamatan multiwaktu agar dapat merencanakan penggunaan lahan yang tepat. Berbagai pendekatan analitik diaplikasikan para peneliti untuk mengamati fenomena perubahan penggunaan lahan termasuk dampaknya terhadap lingkungan dengan teknik pemodelan secara spasial. Model perubahan penggunaan lahan merupakan alat untuk mendukung analisis dampak dan konsekuensi perubahan penggunaan lahan dalam rangka mendapatkan pemahaman terhadap fungsi sistem penggunaan lahan untuk menyusun perencanaan penggunaan lahan. Pemodelan berguna untuk mengurai kompleksnya tekanan sosial ekonomi dan faktor biofisik dalam mempengaruhi pola spasial dan kecepatan perubahan penggunaan lahan serta mengestimasi dampak perubahan penggunaan lahan.

(19)

at Small region extent). CLUE-S merupakan aplikasi komputer yang dapat memproyeksikan perubahan penggunaan lahan berbasis cellular automata. Model ini mensimulasikan perubahan penggunaan lahan berdasarkan kuantifikasi empirik hubungan antara penggunaan lahan dan faktor-faktor yang mempegaruhinya kombinasi sistem dinamik spasial dan persaingan tiap jenis penggunaan lahan.

Kerangka awal model Conversion of Land Use and Its Effects (CLUE) (Veldkamp dan Fresco 1996, Verburg et al. 1999, Verburg et al. 2002) dikembangkan untuk mensimulasikan perubahan penggunaan lahan untuk wilayah yang sangat luas. Oleh karena perbedaan representasi data dan fitur lain untuk aplikasi skala regional, model CLUE tidak dapat diterapkan sehingga dikembangkan pendekatan pemodelan CLUE-S (the Conversion of Land Uses and its Small regional extent) dengan menggunakan resolusi spasial tidak lebih dari 1 x 1 km. Struktur pemodelan CLUE-S terdiri dari dua modul terpisah dinamakan sebagai demand non-spasial dan prosedur alokasi eksplisit secara spasial.

Verburgh et al. (2002) telah mengaplikasikan pemodelan menggunakan CLUE-S untuk meneliti perubahan penggunaan lahan di wilayah DAS Selangor (Malaysia), Pulau Sibuyan (Philipina), dan Provinsi Bac Kan (Vietnam), sedangkan di Indonesia penelitian menggunakan CLUE-S diterapkan oleh Warlina (2007) memodelkan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bandung dengan tujuan menyusun konsep penataan ruang dalam kerangka pembangunan wilayah berkelanjutan. Kurniawan (2012) juga menggunakan CLUE-S untuk menyusun arah penyempurnaan RTRW Kabupaten Sukabumi Tahun 2012 - 2032 melalui delapan skenario kebijakan kawasan.

Kim et al. (2011) menyebutkan suatu prediksi perubahan penggunaan lahan dapat menyediakan peluang untuk menghadapi permasalahan lingkungan dan perubahan regional di masa depan. Belum diketahuinya perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan dan hubungan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut mendasari pentingnya penelitian ini dilakukan sekaligus menghasilkan proyeksi perubahan penggunaan lahan di masa yang akan datang untuk menyusun arahan penggunaan lahan Kabupaten Humbang Hasundutan berdasarkan evaluasi kemampuan lahan.

Perumusan Masalah

(20)

hutan paling sedikit 30 % dari luas wilayah dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kelestarian lingkungan.

Berkaitan dengan hal tersebut disusun rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Belum diketahuinya perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan yang menunjukkan dampak negatif terhadap lingkungan.

2. Belum diketahuinya faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan.

3. Belum diketahuinya arah perubahan penggunaan lahan di masa yang akan datang sehingga perlu dibangun sebuah model prediksi untuk memproyeksikan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan.

4. Belum adanya arahan penggunaan lahan berbasis kemampuan lahan dalam rangka penyempurnaan RTRW Kabupaten Humbang Hasundutan.

Merujuk pada rumusan permasalahan diatas, disusun pertanyaan penelitian (research question), yaitu :

1. Bagaimana perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan?

3. Bagaimana proyeksi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2033?

4. Bagaimana arahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang suatu model perubahan dan arahan penggunaan lahan dalam rangka penyempurnaan tata ruang wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan yang dicapai dengan :

1. Menganalisis perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2003 - 2013.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan.

3. Memprediksi perubahan penggunaan lahan Kabupaten Humbang Hasundutan pada Tahun 2033.

4. Menganalisis kemampuan lahan dan merumuskan arahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

(21)

2. Memperkaya pengetahuan tentang model spasial perubahan penggunaan lahan yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam perencanaan dan pengembangan wilayah.

Kerangka Pemikiran

Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindari dan dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Pertumbuhan wilayah menyebabkan kebutuhan lahan meningkat sedangkan sumber daya lahan sifatnya terbatas. Penggunaan lahan yang tidak tepat dapat mengarah pada inefisiensi sumberdaya alam, rusaknya sumber daya lahan, kemisikinan dan masalah sosial lainnya. Munculnya lahan kritis, bahaya longsor dan menurunnya produktivitas sebagian lahan adalah akibat perubahan penggunaan lahan berat seperti deforestasi dan transformasi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan tersebut. Belum tersedianya pedoman pemanfaatan ruang pada dasarnya akan menambah serangkaian permasalahan lingkungan dan menyebabkan kurang optimalnya distribusi sumber daya alam di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pemerintah menetapkan proporsi luas hutan dalam RTRW paling sedikit 30 % dari luas daerah aliran sungai dimaksudkan sebagai perlindungan dan pelestarian lingkungan. Kabupaten Humbang Hasundutan dengan karakteristik wilayah dataran tinggi pegunungan dan bagian hulu dari beberapa DAS mengalami tekanan pada lahan hutan yang menyebabkan munculnya lahan kritis pada sebagian besar wilayahnya sehingga perlu disusun suatu kebijakan yang mampu mempertahankan proporsi hutan dan perbaikan lingkungan yang diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif perubahan penggunaan lahan.

Perubahan penggunaan lahan dianalisis secara empirik dan pada multiwaktu. Pertimbangan pengaruh berbagai faktor pendorong perubahan penggunaan lahan ditinjau dari aspek sosial ekonomi, biofisik dan aksesibilitas wilayah. Berdasarkan hubungan tersebut dibangun sebuah model perubahan penggunaan lahan untuk memproyeksikan perubahan lingkungan di masa yang akan datang dalam rangka mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan perubahan dan mengidentifikasi lokasi perubahan yang menjadi permasalahan.

(22)

Pembentukan

Gambar 1 Kerangka pemikiran

2

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Lahan dan Perubahannya

Tanah mengandung pengertian suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horizon-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai suatu hasil dari proses penambahan kehilangan, pemindahan, dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung perakaran tanaman di dalam suatu lingkungan alami (Soil Survey Staff 1998), sedangkan lahan terdiri atas lingkungan fisik termasuk iklim, relief, tanah, hidrologi, dan vegetasi dimana keseluruhan merupakan potensi yang mempengaruhi penggunaannya, termasuk di dalamnya akibat aktivitas manusia di masa lampu dan masa sekarang, misalnya reklamasi daerah pantai, penebangan hutan dan aktivitas yang merugikan seperti salinisasi. Faktor ekonomi dan sosial tidak termasuk dalam konsep lahan ini (FAO 1976).

(23)

bumi. Terminologi penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) sering bertukar tempat dalam memaknainya walaupun pada dasarnya istilah tersebut memiliki arti yang relatif sama yaitu menggambarkan fisik permukaan bumi. Sebagimana dikemukakan Briassoulis (2000) pengertian land use merujuk pada sifat biofisik lahan yang menggambarkan fungsi atau tujuan lahan digunakan, dijelaskan sebagai aktivitas manusia yang secara langsung berkaitan dengan lahan, penggunaan dari sumber daya tersebut atau memberikan dampak terhadapnya sedangkan pengertian land cover menurut Lambin et al. (2003) adalah atribut permukaan bumi dan di bawah permukaan termasuk biota, tanah, topografi, permukaan dan air bawah tanah serta struktur manusia. Istilah land use/ land cover ditinjau dari teknik penginderaan jauh disebutkan bahwa land cover berkaitan dengan tipe kenampakan objek pada permukaan bumi, sedangkan land use berkaitan dengan aktivitas manusia atau fungsi ekonomi sebidang lahan yang bersifat spesifik (Lillesand et al. 2004).

Lambin et al. (2003) mengemukakan penggunaan lahan merupakan tujuan manusia mengeksploitasi penutup lahan. Terdapat berbagai variasi dalam ruang dan waktu dalam lingkungan biofisik, aktivitas ekonomi dan konteks kultural yang berhubungan dengan perubahan penggunaan lahan. Mengidentifikasi penyebab perubahan lahan membutuhkan pemahaman bagaimana manusia memutuskan penggunaan terhadap lahan dan ada berapa jenis faktor yang berinteraksi secara spesifik mempengaruhi tujuan penggunaan lahan. Keputusan penggunaan lahan ini dipengaruhi faktor dalam skala lokal, regional dan global.

Perubahan penggunaan lahan bersifat dinamis dan terus berlangsung sejalan dengan perkembangan wilayah dari waktu ke waktu. Menurut Xu et al. (2013) daerah perkotaan di seluruh dunia, perluasan pembangunan lingkungan untuk mengakomodasi kenaikan populasi telah menyebabkan berkurangnya lahan pertanian dan meningkatkan potensi terjadinya erosi, mengarah ke penggunaan sumber daya yang lahan tidak efisien dan kenaikan konsekuensi entropi. Konsep entropi dipakai dalam ilmu thermodinamika dan diadopsi ke dalam teori informasi yang menggambarkan jumlah ketidakpastian dan gangguan dalam suatu sistem. Konsep entropi diekspresikan dalam istilah probabilitas berbagai variasi wilayah yang kemudian dihubungkan dalam perencanaan penggunaan lahan.

Perubahan penggunaan lahan menurut Sun et al. (2013) adalah proses yang kompleks dipengaruhi oleh alam dan aktivitas manusia. Tipikal perubahan penggunaan lahan yang besar termasuk diantaranya desertifikasi, deforestasi, kesalahan pengelolaan lahan pertanian dan akibat urbanisasi. Urbanisasi adalah salah satu bentuk ekstrim pengaruh manusia dalam perubahan penggunaan lahan. Pengaruh ini dihasilkan dari kompleksitas berbagai faktor fisik dan sosial ekonomi. Urbanisasi mentransformasikan lansekap alami menjadi lahan perkotaan, perubahan hidrologi daerah aliran sungai dan menimbulkan polusi terhadap tubuh air. Peningkatan luas kawasan terbangun pada perkotaan akan mengarahkan tingginya aliran permukaan dan menyebabkan erosi dan sedimentasi.

(24)

Faktor Pendorong Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan merupakan hasil dari berbagai proses interaksi. Setiap proses berjalan melalui rentang skala dalam ruang dan waktu. Proses ini dipicu oleh satu atau lebih variabel yang dipengaruhi keterlibatan aksi agen perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan. Faktor-faktor pendorong termasuk demografi (tekanan penduduk) Faktor-faktor ekonomi, Faktor-faktor teknologi, faktor kelembagaan, faktor budaya dan faktor biofisik. Keseluruhan faktor ini mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dengan cara yang berbeda-beda (Verburg et al. 2002).

Berdasarkan studi yang dilakukan Chen et al. (2010) pemilihan variabel faktor pendorong disesuaikan berdasarkan wilayahnya. Faktor pendorong dipilih secara komparatif, komprehensif termasuk unsur topografi dan faktor pendorong sosio-ekonomi. Pemicu aspek topografi termasuk diantaranya elevasi dan lereng. Faktor geografi penduduk diantaranya jarak ke sungai, jarak antar wilayah, jarak ke pusat kota, jarak ke jalan negara, jarak ke jalan provinsi, jarak ke rel kereta api, sedangkan faktor sosio-ekonomi melibatkan kepadatan penduduk, populasi penduduk non-pertanian, PDRB wilayah dan pembobotan pembangunan.

Lambin et al. (2001) dalam Verburg et al. (2002) menyebutkan determinasi atau penentuan faktor pendorong perubahan penggunaan lahan seringkali menjadi permasalahan dan masih menjadi bahan diskusi. Belum ada suatu teori pendukung dalam proses-proses yang relevan terhadap perubahan penggunaan lahan.

Model CLUE-S

Model adalah abstraksi atau penyederhanaan dunia nyata (Odum 1975, Jeffers 1978, Duerr et al. 1979) dalam Skidmore (2002). Pemodelan dapat memberikan prediksi dan simulasi kondisi masa depan dalam ruang dan waktu. Alasan pemodelan adalah untuk pemahaman dan manajemen akhir dalam suatu sistem berkelanjutan (Skidmore 2002). Veldkamp dan Lambin (2001) mengistilahkan pemodelan adalah suatu teknik yang penting untuk memproyeksikan jalan alternatif menuju masa depan dengan mengadakan berbagai eksperimen untuk menguji pemahaman kita terhadap proses-proses kunci dan menjelaskan masa depan secara kuantitatif. Pemodelan suatu kejadian atau fenomena dapat dijadikan sebagai abstraksi atau perkiraan realitas melalui penyederhanaan hal yang kompleks sehingga memudahkan pemahaman dalam menganalisis. Selain itu, model membantu perencana dalam mengeksplorasi masa depan dengan berbagai kondisi skenario yang dijalankan dalam model (Verburg et al. 2004).

(25)

bergantung pada konversi lahan paling menjadi perhatian dalam wilayah studi sesuai dengan skenario yang dijalankan. Berbasis per tahun, area yang diliputi jenis penggunaan lahan yang berbeda yang menjadi input langsung terhadap semua alokasi modul. Menurut Verburg et al. (2002), model dapat mendukung dalam eksplorasi perubahan penggunaan lahan di masa depan dengan skenario yang berbeda-beda. Analisis menggunakan skenario dapat membantu mengidentifikasi lokasi-lokasi penting di masa depan dalam perubahan wajah lingkungan.

Driving Factors of

change

Land Use demand

Driving Factors of

location

Land use allocation

Gambar 2 Struktur model CLUE-S

Model CLUE-S memerlukan sejumlah parameter yang perlu dispesifikasikan sebelum skenario disusun. Verburg (2010) menjelaskan pengaturan parameter tergantung pada asumsi yang dibuat untuk ketepatan skenario. Kondisi skenario dapat dieksplorasi berdasarkan kebutuhan lahan, kebijakan spasial terkait regulasi kawasan dan area terbatas, elastisitas konversi dan urutan konversi penggunaan lahan.

Skenario berdasarkan kebutuhan lahan. model dapat mengalokasikan kebutuhan lahan berdasarkan laju pertambahan atau pengurangan luas masing-masing jenis penggunaan lahan setiap tahunnya. Bila diperlukan, kebutuhan alokasi lahan dapat diatur menurut pertumbuhan populasi dan atau menghilangkan sumber daya lahan tertentu sesuai dengan target skenario yang ingin dicapai.

Skenario berdasarkan kebijakan spasial dan area terbatas. Pemilihan skenario berbasis kebijakan spasial mengindikasikan areal dimana perubahan penggunaan lahan tidak boleh terjadi berdasarkan ketentuan atau regulasi yang ada dan status penguasaan lahan. Misalnya regulasi kawasan lindung atau kawasan konservasi dan area terbatas lainnya.

Skenario berdasarkan elastisitas konversi. Elastisitas konversi berkaitan dengan jenis penggunaan lahan yang tidak mudah terkonversi. Verburg (2010) mengelompokkan nilai elastisitas konversi dalam range mendekati 0 (semakin mudah terkonversi) dan nilai mendekati 1 (konversi yang irreversible). Pengguna harus menspesifikasikan nilai ini berdasarkan keahlian atau mengobservasi kecenderungan perubahan jenis penggunaan lahan di masa lalu.

(26)

sekunder. Lahan yang subur dan baik untuk ditanami akan sangat sulit berubah menjadi hutan primer, penggunaannya akan lebih ke pertanian.

Penataan Ruang

Lahan sebagai sumber daya alam yang sifatnya terbatas memerlukan pengaturan ruang dalam pengalokasian penggunaan lahan sebagai strategi memenuhi permintaan kebutuhan penggunaan lahan di masa depan. Menurut Rustiadi et al. (2011) rencana penggunaan lahan dianggap perencanaan fisik yang paling utama dalam proses penataan ruang, bahkan sebagian kalangan berpendapat proses ini merupakan proses perencanaan minimal dari suatu perencanaan tata ruang, akan tetapi tetap memperhitungkan keterkaitan unsur-unsur lainnya karena penggunaan lahan tidak bersifat independent. Pengendalian dan alokasi pemanfaatan ruang yang optimal akan mengarahkan penggunaan lahan sesuai dengan fungsi dan kemampuannya dalam mendukung pembangunan secara berkelanjutan.

Sistem perencanaan yang berlaku di Indonesia saat ini dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis sistem perencanaan, yaitu Perencanaan Pembangunan Nasional yang dikenal melalui Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Perencanaan keruangan yang dikenal melalui Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Perencanaan pembangunan nasional lebih menitikberatkan pada perencanaan sektoral sedangkan penataan ruang merupakan perencanaan ruang atau wilayah yang didasarkan pada daya dukung dan optimasi pemanfaatan ruang. Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007, penyelenggaran penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan : (a) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, (b) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, dan (c) terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Rustiadi et al. (2011) menjelaskan dalam proses penataan ruang terdapat landasan-landasan yang dapat dijadikan falsafah, yakni: (1) sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan, (2) menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumber daya di masa sekarang dan masa yang akan datang (pembangunan berkelanjutan), (3) disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun, (4) upaya melakukan perubahan ke arah yang lebih baik secara terencana, (5) sebagai suatu sistem yang meliputi kegiatan perencanaan, implementasi dan pengendalian pemanfaatan ruang, dan (6) dilakukan jika dikehendaki adanya perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang, artinya tidak dilakukan tanpa sebab atau kehendak.

(27)

didasarkan pada potensi sumber daya dalam suatu wilayah sedangkan kawasan lindung diarahkan pada kawasan-kawasan yang memberikan perlindungan terhadap lingkungan.

Pemanfaatan ruang kabupaten diwujudkan dalam struktur ruang dan pola ruang. Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri PU No 16/ PRT/ M/ 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten disebutkan penyusunan pola ruang berfungsi sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kabupaten, mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang, sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk dua puluh tahun, dan sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah kabupaten. Arahan pemanfaatan ruang merupakan perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama penataan/ pengembangan wilayah kabupaten dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun perencanaan (20 tahun) dengan fungsi sebagai acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman penataan/ pengembangan wilayah, sebagai arahan untuk sektor dalam penyusunan program (besaran, lokasi, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan), sebagai dasar estimasi kebutuhan pembiayaan setiap jangka waktu 5 (lima) tahun, dan sebagai acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi.

Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi lahan menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan yang bertujuan untuk menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu. Arsyad (2010) menjelaskan Klasifikasi Kemampuan Lahan (Land Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum.

Kemampuan lahan dibagi ke dalam delapan kelas, masing-masing merujuk pada penggunaan lahan yang direkomendasikan. Menurut Arsyad (2010) tanah pada kelas I sampai IV dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman tanaman pertanian pada umumnya (tanaman semusim dan tahunan), rumput untuk makanan ternak, padang rumput dan hutan. Tanah pada kelas V, VI dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohon atau vegetasi alami. Dalam beberapa hal tanah kelas V dan VI dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Tanah kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami.

(28)

Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah dikelompokkan sebagai berikut,

Kelas I tidak mempunyai atau hanya sedikit hambatan yang membatasi penggunaannya. Sesuai untuk berbagai penggunaan, terutama pertanian. Karakteristik lahannya antara lain topografi hampir datar sampai datar, ancaman erosi kecil, kedalaman efektif dalam, drainase baik, mudah diolah, kapasitas menahan air baik, subur, tidak terancam banjir.

Kelas II mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Pengelolaan perlu hati-hati termasuk tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan. Penggunaan untuk tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi,hutan lindung dan cagar alam.

Kelas III mempunyai beberapa hambatan yang berat yang mengurangi pilihan penggunaan lahan dan memerlukan tindakan konservasi khusus dan keduanya. Mempunyai pembatas lebih berat dari kelas II dan jika dipergunakan untuk tanaman perlu pengelolaan tanah dan tindakan konservasi lebih sulit diterapkan. Hambatan tersebut membatasi lama penggunaan bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi dari pembatas tersebut. Penggunaan untuk tanaman semusim, tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, cagar alam dan penggunaan untuk non-pertanian.

Kelas IV memiliki hambatan dan ancaman kerusakan tanah lebih besar dari kelas III, dan pilihan tanaman juga terbatas. Perlu pengelolaan hati-hati untuk tanaman semusim, tindakan konservasi lebih sulit diterapkan. Penggunaan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian pada umumnya, tanaman rumput. hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung, suaka alam dan non-pertanian.

Kelas V tidak terancam erosi tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak mudah untuk dihilangkan, sehingga membatasi pilihan penggunaannya. Mempunyai hambatan yang membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman. Terletak pada topografi datar sampai hampir datar tetapi sering terlanda banjir, berbatu atau iklim yang kurang sesuai.

Kelas VI mempunyai faktor penghambat berat yang menyebabkan penggunaan tanah sangat terbatas karena mempunyai ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan. Umumnya terletak pada lereng curam, sehingga jika dipergunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk menghindari erosi. Penggunaan untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, cagar alam dan non-pertanian.

Kelas VII mempunyai faktor penghambat dan ancaman berat yang tidak dapat dihilangkan, karena itu pemanfaatannya harus bersifat konservasi. Jika digunakan untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan pencegahan erosi yang berat.

(29)

3

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah ± 247 848 hektar mencakup 10 kecamatan, 153 desa dan 1 kelurahan (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2015 sampai Oktober 2015.

Gambar 3 Lokasi penelitian

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data penginderaan jauh dan data pengecekan lapang (groundtruth) sedangkan data sekunder terdiri atas data biofisik, sosial ekonomi, dan aksesibilitas wilayah diperoleh dari beberapa instansi terkait.

Teknik Pengumpulan Data

Kelas penggunaan lahan pada dua titik tahun (T0 dan T1) diperoleh melalui

hasil interpretasi visual dan digitasi layar terhadap Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2003 dan Citra Landsat 8 OLI TIRS Tahun 2013 masing-masing dengan resolusi spasial 30 meter yang diunduh melalui website USGS Glovis/ Earth Explorer. Data ketinggian tempat (elevasi), kelerengan lahan (slope) merupakan hasil derivasi Digital Elevation Model (DEM) Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) resolusi spasial 90 m yang diunduh dari website CGIAR-CSI. Konfirmasi hasil interpretasi penggunaan lahan dilakukan melalui pengecekan lapang (groundtruth) pada beberapa titik uji yang telah ditentukan.

(30)

kedalaman tanah dan drainase tanah berdasarkan atribut Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Sidikalang, Sumatera (Puslittan) Tahun 1989 Skala 1 : 250.000. Data sosial ekonomi yang terdiri dari jumlah penduduk jumlah rumah tangga usaha pertanian, PDRB Humbang Hasundutan Tahun 2005 - 2013 diperoleh dari BPS Humbang Hasundutan. Aksesibilitas wilayah berupa batas administrasi Kabupaten Humbang Hasundutan Skala 1 : 50.000, koordinat ibukota kabupaten dan kota kecamatan serta data jalan diperoleh dari Bagian Tata Pemerintahan Setdakab Humbang Hasudutan.

Data sungai bersumber dari Peta Dasar Tematik Kehutanan (PDTK) Skala 1 : 250.000 dan peta sebaran lahan kritis diperoleh dari BPDAS Asahan Barumun dan BPDAS Wampu Sei Ular. Peta moratorium penundaan izin baru pada hutan primer dan kawasan bergambut Skala 1 : 250.000 diperoleh dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peta pola ruang RTRW Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011-2031 diperoleh dari BAPPEDA Humbang Hasundutan.

Analisis Data

Unit analisis dalam penelitian ini adalah polygon batas administrasi Kabupaten Humbang Hasundutan. Seluruh data yang digunakan ditransformasikan ke dalam raster grid dengan resolusi piksel 100 x 100 m. Matriks hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran disajikan pada Tabel 1.

Prosedur penelitian dikelompokkan menjadi empat tahap analisis sesuai dengan tujuan yang akan dicapai yaitu, (1) menganalisis perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan periode Tahun 2003 – 2013 (T0 dan T1),

(2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, (3) memprediksi perubahan penggunaan lahan Tahun 2033 (T2) – baseline 20 tahun sesuai masa berlaku rencana tata ruang

wilayah, dan (4) menganalisis kemampuan lahan untuk menyusun arahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Rangkaian proses analisis dideskripsikan dalam bagan alir penelitian sebagaimana dalam Gambar 4. Tabel 1 Matriks Hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data,

teknik analisis dan keluaran

(31)
(32)

Tabel 1 (lanjutan)

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan dianalisis berdasarkan kondisi penggunaan lahan minimal pada dua titik tahun (T0 dan T1). Klasifikasi penggunaan lahan

diperoleh melalui interpretasi visual data penginderaan jauh yang didukung dengan pengecekan lapang. Penggunaan lahan Tahun 2003 digunakan Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2003 sedangkan penggunaan lahan Tahun 2013 digunakan Citra Landsat 8 OLI Tahun 2013.

Tahap pengolahan citra sebelum interpretasi secara visual adalah mengkombinasikan seluruh layer band pada citra satelit dan selanjutnya dilakukan koreksi geometrik untuk memperbaiki distorsi kenampakan objek dan posisi geografis yang sesuai dengan wilayah studi. Untuk kemudahan pengolahan lebih lanjut, citra satelit dipotong sesuai batas wilayah penelitian.

Interpretasi secara visual dilakukan berdasarkan pendekatan unsur-unsur interpretasi seperti rona/ warna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs sebagai pedoman untuk deliniasi kelas penggunaan lahan. Perbedaan kenampakan objek pada citra dapat diketahui dengan menyusun komposisi band yang tepat dalam saluran RGB (red, green, blue). Interpretasi menggunakan kombinasi band kenampakan agriculture dimana untuk Landsat 7 digunakan kombinasi band 5-4-3 sedangkan Landsat 8 digunakan kombinasi band 6-5-4. Komposisi warna agriculture (false color) memberikan kekontrasan warna terbaik dalam mengklasifikasikan objek dengan tipe vegetasi.

(33)

Citra Landsat (Baseline 20 tahun)

Ya

Skenario 2 Kawasan Terbatas dan RHL (demand.in3,

Query Kriteria Arahan Penggunaan Lahan

Penggunaan Lahan Tahun 2033 (t2)

Tidak

Keterangan :

Gambar 4 Bagan alir penelitian : Tujuan penelitian

: Data

(34)

Pengujian dilakukan dengan menetapkan 100 sampel titik uji (groundtruth points) yang tersebar secara acak pada seluruh kelas penggunaan lahan. Penentuan titik uji menggunakan metode Stratified Random Sampling, yaitu metode pengambilan titik berstrata secara acak berdasarkan proprosi luas tiap kelas penggunaan lahan, sehingga kelas yang mempunyai luasan yang lebih besar akan memiliki titik uji yang lebih banyak.

Hasil konfirmasi titik uji disusun dalam matriks kesalahan sebagaimana format pada Tabel 2. Berdasarkan matriks kesalahan dapat dievaluasi keakuratan hasil klasifikasi dari nilai Overall Accuracy dan Kappa Accuracy. Overall accuracy adalah jumlah piksel yang sesuai pada baris diagonal dibagi jumlah keseluruhan titik uji sedangkan Kappa Accuracy diartikan sebagai ukuran persetujuan antara hasil klasifikasi dengan keadaan aktual. Nilai Kappa sama dengan 1 menunjukkan hasil klasifikasi mendapatkan persetujuan sempurna (perfect agreement) sedangkan nilai Kappa sama dengan 0 menunjukkan hasil klasifikasi tidak dapat disetujui (no agreement).

Tabel 2 Matriks kesalahan (error matrix) Penggunaan lahan

hasil klasifikasi

Penggunaan lahan refrerensi

Pi+ Pi+ ... ... Pi+ Jumlah

P+i X ii X+i

P+i X ii X+i

... Xii X+i

... Xii X+i

P+i Xmm X+i

Jumlah Xi+ Xi+ Xi+ Xi+ Xi+ N

Keterangan :

P+i : Jenis Penggunaan lahan hasil interpretasi Pi+ : Jenis penggunaan lahan hasil validasi

Persamaan Overall Accuracy dituliskan sebagai berikut:

sedangkan persamaan Kappa Accuracy sebagaimana dijelaskan Lillesand et al. (2004) dituliskan sebagai berikut:

∑ ∑

k =

X+i : Jumlah titik hasil interpretasi pada jenis penggunaan lahan ke-i

Xi+ : Jumlah titik hasil validasi pada jenis penggunaan lahan ke-i

(35)

i : Baris atau kolom

r : Jumlah tipe penggunaan lahan

N : Jumlah titik penggunaan lahan yang divalidasi k : Nilai Kappa

Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan cara overlay kelas penggunaan lahan pada dua titik tahun. Atribut kelas dan luas masing-masing penggunaan lahan dibandingkan menggunakan matriks transisi seperti format dalam Tabel 3.

Tabel 3 Matriks transisi perubahan penggunaan lahan Tahun T0– T1

Penggunaan Lahan

Tahun T1 Total

Luas

H Pm Pt B A Sw

Ta

hun T

0

H H T0

Pm Pm T0

Pt Pt T0

B B T0

A A T0

Sw Sw T0

Total Luas H T1 Pm T1 Pt T1 B T1 A T1 Sw T1

Keterangan :

Kelas Penggunaan Lahan : H = Hutan, Pm = Permukiman, Pt = Pertanian Lahan Kering, A = Tubuh Air, Sw = Sawah

: Tidak berubah

: Berubah

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan dipengaruhi berbagai faktor yang ditinjau dari aspek sosial ekonomi, biofisik dan aksesibilitas wilayah. Faktor-faktor ini dianggap berpotensi mempengaruhi perubahan suatu penggunaan lahan menjadi bentuk penggunaan lahan lainnya dan atau meningkatkan peluang munculnya suatu penggunaan lahan tertentu. Untuk mengetahui hubungan faktor-faktor pendorong terhadap suatu penggunaan lahan dianalisis dengan regresi logistik biner. Ukuran nilai peluang/ probabilitas suatu kejadian berada pada rentang 0 dan 1. Nilai 0 menunjukkan tidak adanya peluang terjadinya suatu peristiwa sedangkan 1 menunjukkan peluang kejadian peristiwa tersebut. Peluang perubahan penggunaan lahan atau munculnya penggunaan lahan tertentu dideskripsikan dengan peluang 0 dan 1 sehingga masing-masing penggunaan lahan disusun dalam peta biner yaitu raster dengan nilai 1 (satu jenis penggunaan lahan) dan 0 (tidak ada penggunaan lahan).

Regresi logistik biner adalah model regresi dimana variabel terikat bersifat biner atau dikotomi (dichotomous). Fungsi regresi merupakan suatu respon monotonic garis kurva dibatasi antara 0 dan 1 dengan fungsi logistik pada persamaan,

(36)

dimana pi adalah nilai probabilitas peningkatan sel penggunaan lahan sedangkan E(Y) perolehan nilai dari variabel terikat biner Y, 0 adalah nilai konstan yang diestimasi, �n adalah koefisien yang diestimasi dari masing-masing variabel bebas Xi (Pontius dan Schneider, 2001).

Fungsi kelas penggunaan lahan dalam persamaan regresi logistik adalah sebagai variabel terikat (variabel dependen) sedangkan seluruh faktor pendorong ditetapkan sebagai variabel bebas (variabel independen). Variabel bebas yag terdiri dari faktor sosial ekonomi, biofisik dan aksesibilitas wilayah diklasifikasikan berdasarkan karakteristik setiap data yang ditransformasikan ke dalam format raster dan dikelaskan dari nilai terkecil sampai terbesar dengan metode natural breaks. Hasil klasifikasi faktor dan peta biner penggunaan lahan kemudian dikonversi menjadi data ASCII untuk pengolahan menggunakan aplikasi statistik.

Regresi logistik biner dijalankan dengan metode forward stepwise yaitu melakukan pemodelan melalui regresi secara berulang dan atau bertahap dengan cara memasukkan variabel independen satu persatu kemudian mempertahankannya dalam model apabila variabel tersebut mempunyai pengaruh signifikan. Variabel yang tidak signifikan akan dikeluarkan dari model, sehingga variabel yang terdapat dalam model adalah variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap jenis penggunaan lahan.

Pengaruh setiap faktor pendorong terhadap penggunaan lahan diketahui dari nilai koefisien beta (ß) dan nilai peluang yang dihasilkan Exp beta (ß) menunjukkan apakah peluang penggunaan lahan tertentu pada grid sel meningkat (>1) atau menurun (< 1) akibat dari satu peningkatan pada variabel bebas. Hasil regresi logistik diuji ketepatannya menggunakan Relative Operating Characteristic (ROC) dengan validasi nilai 0.5 – 1.0, dimana angka 1.0 mengindikasikan model regresi tepat sempurna, sedangkan nilai 0.5 mengindikasikan bahwa model tidak dapat digunakan (Pontius dan Schneider 2001).

Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan

Pada dasarnya model CLUE-S digunakan dalam rangka memproyeksikan perubahan pengalokasian penggunaan lahan secara spasial untuk mengetahui sejauh mana dampak yang timbul berdasarkan skenario yang diterapkan dalam simulasi. Model ini dibangun pada kerangka pemikiran adanya suatu hubungan kemunculan penggunaan lahan tertentu dengan faktor-faktor pendorong ditinjau dari aspek sosial ekonomi maupun faktor biofisik wilayah. Simulasi model menggunakan perangkat lunak Dyna CLUE v2.0 yang dikembangkan oleh Institute for Environmental Studies, Universitas Amsterdam (VU).

Perangkat lunak CLUE-S dalam memproses pemodelan perubahan penggunaan lahan disyaratkan luas area studi tidak lebih dari 1.000 x 1.000 grid piksel antara kolom dan baris (Verburg et al. 2002). Luas wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan mengakomodir model dengan resolusi piksel ukuran 100 x 100 m menghasilkan kolom dan baris grid sebesar 792 x 569 piksel.

(37)

Tabel 4 Parameter Model CLUE-S

No. ASCII File Fungsi dalam model

1. main.1 Parameter utama model

2. alloc.reg Koefisien regresi logistik

3. allow.txt Matriks konversi

4. region.fil Area studi dan kebijakan kawasan

5. demand.in Tabulasi kebutuhan luas penggunaan lahan 6. cov_all.0 Inisial penggunaan lahan tahun awal

7. sc1gr0.fil Faktor pendorong (driving factors)

Data raster penggunaan lahan tahun awal (T0) ditransformasikan ke dalam

format ASCII dengan nama (cov_all.0) dan faktor-faktor pendorong dengan nama (sc1gr0.fil) sesuai nomor urut masing-masing faktor. Kebutuhan luas penggunaan lahan merupakan tabulasi luas penggunaan lahan yang dialokasikan sesuai tahun prediksi (demand.in) disusun berdasarkan rata-rata perubahan luas setiap tahunnya disusun dalam format Tabel 5.

Tabel 5 Kebutuhan luas penggunaan lahan

Tahun Penggunaan Lahan

P1 P2 … Pn

T1 X11 X12 … X1n

T2 X21 X22 … X2n

… … … … …

Tn Xz1 Xz2 … Xzn

Keterangan :

Pn : Jenis Penggunaan lahan T1-Tn : Tahun ke n

Xn : Luas penggunaan lahan

Nilai alokasi sel (alloc.reg) untuk tiap jenis penggunaan lahan diperoleh dari koefisien hasil regresi logistik. Pengaturan konversi penggunaan lahan dibagi atas dua jenis yaitu matriks konversi (allow.txt) dan elastisitas konversi (main.1) dari setiap penggunaan lahan. Matriks konversi adalah nilai yang menunjukkan suatu jenis penggunaan lahan boleh berubah menjadi penggunaan lahan lainnya. Nilai matriks konversi adalah angka 0 dan angka 1. Angka 1 menunjukkan bahwa konversi dapat terjadi sedangkan angka 0 menunjukkan konversi tidak boleh terjadi.

Elastisitas konversi adalah sifat mudah tidaknya suatu penggunaan dapat berubah. Penetapan nilai elastisitas jenis penggunaan lahan adalah hasil penilaian subyektif sesuai kondisi perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam suatu wilayah. Nilai elastisitas berada pada rentang 0 dan 1, dimana nilai elastisitas mendekati 1 diinterpretasikan suatu jenis lahan sulit bergeser menjadi penggunaan lahan lainnya. Deskripsi rentang nilai elastisitas digambarkan Verburgh (2010) sebagai berikut,

(38)

dimaksud dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu yang sama, misalnya, perladangan berpindah.

> 0 .. < 1 : menandakan bahwa perubahan diperbolehkan akan tetapi semakin besar nilainya, semakin besar preferensi yang diberikan pada lokasi yang telah ada penggunaan lahan tersebut.

1 : menandakan sel grid dengan satu penggunaan lahan tidak akan bisa ditambahkan atau dipindahkan dalam satu waktu karena sulit terkonversi, misalnya permukiman dalam perkotaan.

Kebijakan spasial dan pembatasan area (region.fil) merupakan kebijakan terkait area spesifik yang akan dipertahankan penggunaannya misalnya kawasan konservasi dan kawasan hutan negara. Penggunaan kebijakan spasial dan area terbatas menjadi skenario dalam menyusun kebijakan penggunaan lahan. Skenario yang disusun dalam model merupakan kombinasi modul kebutuhan penggunaan lahan dan modul kebijakan spasial dan area terbatas digunakan sebagai arahan penyusunan alokasi pemanfaatan ruang.

Skenario dalam penelitian ini terdiri atas, (1) Skenario laju perubahan penggunaan lahan berdasarkan perubahan periode tahun T0 – T1 tanpa adanya

larangan konversi, (2) Skenario perlambatan pertumbuhan yaitu setengah dari laju perubahan tahun T0 – T1, dan (3) Skenario kawasan terbatas dan alokasi

rehabilitasi lahan hutan.

Simulasi Model

Simulasi model CLUE-S menggunakan pendekatan berbasis cellular automata yaitu kompetisi sel tiap jenis penggunaan lahan. Simulasi diawali dari penggunaan lahan Tahun awal (T0) sebagai acuan lokasi penggunaan lahan. Luas

probabilistik kemudian dihitung oleh model berdasarkan nilai koefisien regresi logistik dan dibandingkan dengan kebutuhan luas penggunaan lahan. Tahap selanjutnya mengecek apakah ada batasan kebijakan dan lokasi spesifik penggunaan lahan di areal tertentu. Pola perubahan penggunaan lahan didasarkan pada matriks konversi dan nilai elastisitas penggunaan lahan. Total nilai seluruh parameter menjadi nilai kekuatan kompetitif masing-masing penggunaan lahan yang dikalkulasikan sampai akhir tahun prediksi.

Validasi model dilakukan dengan simulasi penggunaan lahan Tahun 2003 memprediksi Tahun 2013. Penggunaan lahan hasil prediksi Tahun 2013 dibandingkan dengan penggunaan lahan aktual Tahun 2013 melalui tabulasi silang dengan bantuan aplikasi pengolah data raster. Menurut Wang et al. (2012), hasil validasi model dievaluasi dengan membandingkan parameter Index of Agreement Kappa masing-masing kelas penggunaan lahan, pola spasial dan geometrik kelas penggunaan lahan berdasarkan proporsi total jumlah piksel. Indeks Kappa diklasifikasikan sebagai berikut :

Poor agreement = kurang dari 0.20

Fair agreement = 0.20 sampai dengan 0.40 Moderate agreement = 0.40 sampai dengan 0.60 Good agreement = 0.60 sampai dengan 0.80 Very good agreement = 0.80 sampai dengan 1.00

Gambar

Tabel 1 (lanjutan)
Gambar 4 Bagan alir penelitian
Tabel 6 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan
Tabel 7 Luas administrasi kecamatan Kabupaten Humbang Hasundutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

PROYEKSI ANGKA KELAHIRAN DAN ANGKA KEMATIAN BAYI PADA TAHUN 2013 DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BERDASARKAN DATA TAHUN.. 2003

Penggunaan lahan di Kabupaten Bandung dikelompokan atas enam jenis penggunaan lahan dengan luas terbesar hingga terkecil pada tahun 2002 berturut-turut adalah

Arahan pengendalian penggunaan lahan skenario kedua, dimana hutan yang berada di kawasan lindung dan sawah yang berada di kawasan pertanian lahan basah

LILI SURYANI. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan, Komoditas Unggulan Perkebunan dan Arahan Pengembangannya di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Dibimbing oleh SANTUN R.P.

Penggunaan lahan di Kabupaten Bandung dikelompokan menjadi enam jenis penggunaan lahan dengan luas terbesar hingga terkecil pada tahun 2002 dan 2012

(1) mengidentifikasi penggunaan dan tutupan lahan serta pola dinamikanya di Kabupaten Indramayu, (2) melakukan proyeksi penggunaan dan tutupan lahan untuk tahun

Menurut hasil wawancara dengan Kepala Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara, Bapak Dompak Sinambela didapat hasil

Judul Usulan Penelitian : Evaluasi Lahan Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica).. Nama : Agnes Helen R. Asmarlaili