• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Perubahan Dan Arahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Brebes Dan Cilacap Untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Perubahan Dan Arahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Brebes Dan Cilacap Untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PERUBAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN

DI KABUPATEN BREBES DAN CILACAP UNTUK MENDUKUNG

KETERSEDIAAN BERAS PROVINSI JAWA TENGAH

ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

(4)

RINGKASAN

ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO. Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh KHURSATUL MUNIBAH dan UNTUNG SUDADI.

Kabupaten Brebes dan Cilacap termasuk tiga kabupaten utama penghasil beras di Provinsi Jawa Tengah. Namun, terjadinya konversi yang menyebabkan penurunan luas baku lahan sawah telah menurunkan kapasitas produksi dan ketersediaan beras per kapita di kedua kabupaten tersebut. Pemodelan perubahan penggunaan lahan dapat diaplikasikan untuk mengantisipasi perubahan pemanfaatan ruang terkait konversi lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Cilacap. Selanjutnya perlu disusun arahan penggunaan lahan agar produksi dan ketersediaan beras di kedua kabupaten di masa mendatang tetap mampu memenuhi minimal 25% kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah.

Penelitian ini bertujuan menganalisis pola perubahan penggunaan lahan, memprediksi perubahan penggunaan lahan pada tahun 2030, menyusun neraca beras tahun 2030 dan menyusun arahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk mendukung ketersediaan beras di Provinsi Jawa Tengah. Untuk mencapai tujuan tersebut dibangun model perubahan penggunaan lahan dengan pendekatan cellular automata. Masukan model meliputi data penggunaan lahan, matriks transisi perubahan penggunaan lahan hasil analisis Markov chain, data kesesuaian lahan, serta filter default 5x5. Data penggunaan lahan tahun 2005, 2010 dan 2015 diperoleh dari interpretasi dan klasifikasi data citra Landsat. Uji akurasi klasifikasi dilakukan dengan menghitung overall accuracy dan kappa accuracy. Deteksi pola perubahan penggunaan lahan diperoleh dari hasil cross classification. Analisis kesesuaian lahan didasarkan pada karakteristik fisik lahan menggunakan metode matching dengan pendekatan faktor pembatas. Validasi model didasarkan pada nilai kappa yang merepresentasikan tingkat kesesuaian penggunaan lahan hasil simulasi dengan penggunaan lahan aktual tahun 2015.

Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes didominasi perubahan dari penggunaan lahan produktif ke lahan terbangun (permukiman) yang mencapai 85,27% (1.028 ha). Di Kabupaten Cilacap, pola perubahan penggunaan dari lahan kurang produktif ke penggunaan yang lebih produktif mencapai 43,34% (245 ha). Hasil validasi menunjukkan bahwa model dengan 8 iterasi yang menghasilkan nilai kappa 0,9285 merupakan model yang paling optimal. Hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2030 di kedua kabupaten menunjukkan bahwa permukiman semakin berkembang sementara lahan sawah mengalami tekanan yang semakin tinggi. Diprediksi pada tahun 2030 terjadi penurunan area lahan sawah seluas 1.554 ha di Kabupaten Brebes dan 333 ha di Kabupaten Cilacap. Kedua kabupaten hingga tahun 2030 diprediksi masih berstatus surplus beras dengan besaran surplus yang terus menurun. Untuk meningkatkan produksi dan menjaga ketersediaan beras, lahan sawah eksisting diarahkan untuk dilindungi, sementara semak belukar diarahkan untuk dikembangkan menjadi lahan sawah.

(5)

SUMMARY

ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO. Land Use Change Model and Direction in Brebes and Cilacap Regencies to Support Rice Availability of Central Java Province. Supervised by KHURSATUL MUNIBAH dan UNTUNG SUDADI.

Brebes Regency and Cilacap Regency are two of the top three rice producers in Central Java Province. Land conversion that resulted in the decrease of paddy field raw area in both regencies, however, has been reducing their production capacity and per capita rice availability. Land use change prediction modeling can be applied to anticipate the spatial utilization change related to paddy field conversion in both regencies. Then, land use direction should be arranged in order to maintain rice production and availability in both regencies in the future owing to be able to fulfill at least 25% of the people’s consumption demand of Central Java Province.

The objectives of this research are to analyze pattern of land use change, to predict land use change in year 2030, to set up rice availability balance sheet in 2030 and to arrange land use direction in Brebes and Cilacap regencies to support rice availability of Central Java Province. To achieve these objectives, it was built a land use change prediction model with cellular automata approach. Model inputs used were including land use data, transition matrices of land use change as resulted by Markov chain analysis, land use allocation based on land suitability analysis, and default filter 5x5 representing the neighbourhood function. Land use change data of year 2005, 2010, and 2015 were generated from interpretation and classification of Landsat image data. Accuracy test of the land use classification were executed by determining the overall accuracy and kappa accuracy. Detection of the pattern and direction of land use change was derived from the results of cross classification. Land suitability analysis was based on physical land characteristics using matching method with limiting factor approach. Validation of the model was based on the kappa values that represented the suitability level of land uses generated by simulation for year 2015 and the existing land uses of the same year. The pattern of land use change in Brebes Regency was dominated by the conversion of productive land use into built-up or settlement area that reached 85.27% (1,028 ha). In Cilacap Regency, the conversion pattern from less productive to more productive land use change reached 43.34% (245 ha). Validation results showed that a model that using 8 iterations which resulted in kappa values of 0,9285 represented the optimum model. It was predicted that in year 2030 paddy field area in Brebes and Cilacap regencies will be declining of 1.554 ha and of 333 ha, respectively. The availability of rice in both regencies was predicted to be still in surplus status, but with a diminishing rate. In order to increase and maintain rice availability, the existing paddy fields should be protected, while shrub and bush are directed to be developed as rice fields.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

MODEL PERUBAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN

DI KABUPATEN BREBES DAN CILACAP UNTUK MENDUKUNG

KETERSEDIAAN BERAS PROVINSI JAWA TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah

Nama : Andreas Ari Putro Dwinanto NRP : A156130391

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Khursatul Munibah, MSc Ketua

Dr Ir Untung Sudadi, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 adalah perubahan penggunaan lahan sawah dengan judul Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc dan Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc selaku komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis.

2. Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SPS IPB dan penguji luar komisi atas segala masukan dan arahan dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Segenap dosen, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SPS IPB.

4. Kementerian Pertanian c.q. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) atas pembiayaan melalui beasiswa BPPSDMP selama penulis menempuh studi.

5. Bapak Ibu staf instansi pemerintahan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

6. Rekan-rekan PWL angkatan 2013 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis.

Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada istri Veronica Rosa Susanti dan anak Maura Velove Andrearosalie dan Mikha Varen Andreano, serta kedua orang tua tercinta dan seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

(12)

DAFTAR ISI

Ruang Lingkup Penelitan 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Penggunaan Lahan dan Perubahannya 7

Konversi Lahan Sawah dan Dampaknya terhadap Produksi Beras 7

Model Perubahan Penggunaan Lahan 10

3 METODE PENELITIAN 12

Lokasi dan Waktu Penelitian 12

Rancangan Alir Penelitian 13

Jenis dan Sumber Data 13

Analisis Data 14

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan 14

Analisis Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan 18

Analisis Neraca Beras 21

Arahan Penggunaan Lahan Mendukung Ketersediaan Beras 21

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 23

Wilayah Administrasi 23

Kondisi Umum Wilayah 24

Topografi 24

Iklim 25

Penduduk 26

Pertanian Padi 27

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 29

Pola Perubahan Penggunaan Lahan 29

Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan 38

Analisis Kesesuaian Lahan 38

Validasi Model 39

Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2030 40

Neraca Beras 43

Arahan Penggunaan Lahan Mendukung Ketersediaan Beras 44

6 SIMPULAN DAN SARAN 48

Simpulan 48

Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 53

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan sumber data yang digunakan 14

2 Matrik hubungan antara tujuan, data, sumber data, metode analisis dan

keluaran 15

3 Matrik kesalahan klasifikasi 17

4 Matrik perubahan penggunaan lahan 18

5 Kriteria kesesuaian untuk lahan sawah 18

6 Kriteria kesesuaian untuk tegalan/ladang 18

7 Kriteria kesesuaian untuk kebun/kebun campuran 19

8 Kriteria kesesuaian untuk tambak 19

9 Kriteria kesesuaian untuk permukiman 19

10 Kriteria kesesuaian untuk hutan 19

11 Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Brebes dan Kabupaten

Cilacap tahun 1981-1997 27

12 Luas panen, produktivitas, produksi dan IP padi sawah di Kabupaten

Brebes dan Kabupaten Cilacap tahun 1995-2014 28

13 Hasil uji akurasi klasifikasi 29

14 Penggunaan lahan Kabupaten Brebes tahun 2005, 2010 dan 2015 30 15 Penggunaan lahan Kabupaten Cilacap tahun 2005, 2010 dan 2015 30 16 Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes 32 17 Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap 33 18 Matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010 40 19 Matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015 41 20 Prediksi penggunaan lahan Kabupaten Brebes tahun 2030 42 21 Prediksi penggunaan lahan Kabupaten Cilacap tahun 2030 42

22 Neraca beras Kabupaten Brebes 44

23 Neraca beras Kabupaten Cilacap 44

24 Kontribusi Kabupaten Brebes terhadap ketersediaan beras Provinsi

Jawa Tengah 45

25 Kontribusi Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras Provinsi

Jawa Tengah 45

26 Kontribusi Kabupaten Brebes terhadap ketersediaan beras Provinsi

Jawa Tengah hasil simulasi skenario 1 dan 2 46

27 Kontribusi Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras Provinsi

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan kepadatan penduduk dan proporsi luas sawah terhadap luas

wilayah di Provinsi Jawa Tengah 3

2 Kontribusi produksi beras Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap 4

3 Kerangka pemikiran 6

4 Wilayah penelitian 12

5 Diagram alir penelitian 13

6 Peta administrasi wilayah penelitian 23

7 Peta kemiringan lereng wilayah penelitian 24

8 Peta elevasi wilayah penelitian 25

9 Peta curah hujan wilayah penelitian 26

10 Citra sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan kualitas 29

11 Penggunaan lahan tahun 2005 31

12 Penggunaan lahan tahun 2010 31

13 Penggunaan lahan tahun 2015 32

14 Perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010 34

15 Perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015 34

16 Konversi lahan sawah tahun 2005-2010 36

17 Konversi lahan sawah tahun 2010-2015 36

18 Pola konversi lahan sawah terhadap topografi lahan 37

19 Pola konversi lahan sawah terhadap elevasi 37

20 Pola konversi lahan sawah terhadap jarak dari jalan 37 21 Pola konversi lahan sawah terhadap kepadatan penduduk 38

22 Kesesuaian lahan sawah dan tegalan/ladang 38

23 Kesesuaian lahan kebun/kebun campuran dan permukiman 39

24 Kesesuaian lahan tambak dan hutan 39

25 Nilai kappa pada setiap iterasi 40

26 Prediksi penggunaan lahan tahun 2030 42

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Koreksi geometrik citra satelit Landsat 54

2 Uji akurasi klasifikasi penggunaan lahan 55

3 Peta persebaran titik-titik pengamatan lapangan 57

4 Matrik perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes 58 5 Matrik perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap 59 6 Contoh perhitungan validasi model pada iterasi ke-8 (nilai kappa) 60

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pidato Presiden Soekarno tanggal 27 April 1952 pada peletakan batu pertama Gedung Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia yang menjadi cikal bakal berdirinya Institut Pertanian Bogor (IPB), memberikan gambaran arti pentingnya ketersediaan pangan bagi suatu bangsa. Di awal pidatonya yang berjudul Soal Hidup atau Mati, Presiden Soekarno mengemukakan sebuah pertanyaan mendasar,

“cukupkah persediaan makan rakyat kita dikemudian hari?”. Presiden Soekarno sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menempatkan masalah ketersediaan pangan sebagai kunci hidup atau matinya suatu bangsa. Kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan inilah yang terus diupayakan dari pemerintahan satu ke pemerintahan berikutnya, terutama ketersediaan beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia.

Lahan sawah memegang peranan penting dalam penyediaan kebutuhan beras. Produksi beras di Indonesia 94% dihasilkan dari usahatani padi sawah, sisanya dihasilkan dari usahatani padi lahan kering. Dengan luas wilayah hanya 7% daratan Indonesia, Pulau Jawa masih menjadi penyumbang produksi beras terbesar, mencapai 53% dari total produksi beras nasional (Widiatmaka et al. 2014). Salah satu provinsi di Pulau Jawa dengan kontribusi produksi beras yang signifikan terhadap produksi beras nasional adalah Provinsi Jawa Tengah. Produksi beras Provinsi Jawa Tengah periode tahun 2010-2014 mampu menyumbangkan rata-rata 15% dari total produksi beras nasional (Pusdatin 2014a). Dari 35 jumlah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap termasuk dalam tiga teratas kabupaten dengan kontribusi produksi beras terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Pada periode tahun 2010-2014, Kabupaten Brebes berkontribusi rata-rata 11% dan Kabupaten Cilacap berkontribusi rata-rata 15% dari total kebutuhan konsumsi beras penduduk Provinsi Jawa Tengah (BPS 2015a; BPS 2015b; Pusdatin 2014a).

Statistik pertanian menunjukkan laju produksi padi sawah terus berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Pada periode tahun 2010-2014 laju produksi padi sawah di Kabupaten Brebes menurun 4,70% dan di Kabupaten Cilacap menurun 6,50% (BPS 2015a; BPS 2015b). Ketersediaan lahan sawah menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika produksi padi sawah. Penurunan laju produksi padi sawah salah satunya disebabkan oleh ketersediaan lahan sawah yang mengalami pertumbuhan negatif akibat masifnya kegiatan konversi lahan sawah. Konversi lahan sawah mengakibatkan terjadinya pelambatan kapasitas produksi pangan (Sudaryanto 2002). Khakim et al. (2013) dalam penelitiannya menyatakan luas sawah berpengaruh sangat signifikan terhadap produksi padi di Provinsi Jawa Tengah. Koefisien input produksi pada faktor produksi luas sawah 1,08, artinya bahwa jika terjadi pengurangan luas sawah 1% maka ada kecenderungan produksi padi akan menurun 1,08%.

(18)

pertumbuhan ekonomi (Irawan 2008). Munibah et al. (2009) dalam penelitiannya menyatakan pertambahan jumlah penduduk akan mempengaruhi luas lahan pertanian dan cenderung mengikuti model linier (menurut persamaan y=0,085x+31.123, dimana y adalah luas lahan pertanian dan x adalah jumlah penduduk, dengan nilai R2 0,72). Data statistik di Kabupaten Brebes menunjukkan

kepadatan penduduk pada tahun 1995-2010 meningkat dari 939 jiwa/km2 menjadi 1.044 jiwa/km2, sementara lahan sawah mengalami pengurangan seluas 3.646 ha. Rata-rata Kabupaten Brebes kehilangan produksi beras 1.196 ton per tahun akibat terjadinya konversi lahan sawah. Demikian halnya di Kabupaten Cilacap, pada tahun 1995-2010 kepadatan penduduk meningkat dari 725 jiwa/km2 menjadi 818 jiwa/km2, sementara lahan sawah mengalami pengurangan seluas 223 ha. Rata-rata

Kabupaten Cilacap kehilangan produksi beras 103 ton per tahun akibat terjadinya konversi lahan sawah (BPS 2015a; BPS 2015b).

Laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan dampak konversi lahan sawah akan semakin mengancam ketersediaan beras per kapita. Terlebih lagi konversi lahan sawah di Pulau Jawa akan memberikan dampak negatif yang lebih besar, yaitu menyebabkan penurunan ketersediaan beras per kapita 8,31%, dibandingkan konversi lahan sawah di luar Jawa yang menyebabkan penurunan ketersediaan beras per kapita 7,50% (Purbiyanti 2013). Penurunan ketersediaan beras per kapita juga terjadi baik di Kabupaten Brebes maupun Kabupaten Cilacap. Ketersediaan beras per kapita pada tahun 2010 di Kabupaten Brebes 210,87 kg/kapita/tahun menurun menjadi 197,20 kg/kapita/tahun di tahun 2014, demikian pula di Kabupaten Cilacap terjadi penurunan ketersediaan beras per kapita dari 294,64 kg/kapita/tahun di tahun 2010 menjadi 272,60 kg/kapita/tahun di tahun 2014 (BPS 2015a; BPS 2015b).

Menurunnya laju produksi beras akibat konversi lahan sawah juga mengakibatkan penurunan kontribusi Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah. Periode tahun 2010-2014, rasio produksi beras di Kabupaten Brebes terhadap total ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah menurun dari 11,65% di tahun 2010 menjadi 10,74% di tahun 2014. Rasio produksi beras di Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah pada periode tersebut juga menurun dari 16,39% di tahun 2010 menjadi 14,86% di tahun 2014 (BPS 2015a; BPS 2015b; Pusdatin 2014a).

Perumusan Masalah

(19)

pertumbuhan produksi beras terus menurun sebagai akibat menurunnya luas baku lahan sawah karena proses konversi lahan sawah.

Model perubahan penggunaan lahan bisa menjadi instrumen untuk memahami dinamika konversi lahan sawah dan dampaknya terhadap ketersediaan beras di suatu wilayah. Model perubahan penggunaan lahan dapat dimanfaatkan sebagai sistem peringatan dini terhadap dampak perubahan penggunaan lahan di masa depan (Latuamury 2013). Bila pola perubahan yang berlangsung dalam suatu rentang waktu dimodelkan secara dinamik dan berbasis spasial maka akan diperoleh informasi tentang lokasi (where) dan luas (how much) yang dimungkinkan terjadi di masa depan. Model perubahan penggunaan lahan yang didalamnya memuat prediksi konversi lahan sawah diperlukan sebagai bahan antisipasi terhadap perubahan fungsi pemanfaatan ruang terutama fungsi lahan sawah sebagai penyedia beras.

Gambar 1 Hubungan kepadatan penduduk dan proporsi luas sawah terhadap luas wilayah di Provinsi Jawa Tengah

Kajian model perubahan penggunaan lahan dipandang perlu dilakukan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes merupakan kabupaten yang saling berbatasan mewakili tipologi Pulau Jawa bagian selatan dan tipologi Pulau Jawa bagian utara. Luas sawah Kabupaten Cilacap kedua terbesar di Provinsi Jawa Tengah (6,39% dari total luas sawah Provinsi Jawa Tengah) dan luas sawah Kabupaten Brebes ketiga terbesar di Provinsi Jawa Tengah (6,32% dari total luas sawah Provinsi Jawa Tengah).

1 Kab. Cilacap 8 Kab. Magelang 15 Kab. Grobogan 22 Kab. Semarang 29 Kab. Brebes 2 Kab. Banyumas 9 Kab. Boyolali 16 Kab. Blora 23 Kab. Temanggung 30 Kota Magelang 3 Kab. P urbalingga 10 Kab. Klaten 17 Kab. Rembang 24 Kab. Kendal 31 Kota Surakarta 4 Kab. Banjarnegara 11 Kab. Sukoharjo 18 Kab. P ati 25 Kab. Batang 32 Kota Salatiga 5 Kab. Kebumen 12 Kab. Wonogiri 19 Kab. Kudus 26 Kab. P ekalongan 33 Kota Semarang 6 Kab. P urworejo 13 Kab. Karanganyar 20 Kab. Jepara 27 Kab. P emalang 34 Kota P ekalongan 7 Kab. Wonosobo 14 Kab. Sragen 21 Kab. Demak 28 Kab. Tegal 35 Kota Tegal

1

0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000

(20)

Kepadatan penduduk Kabupaten Brebes lebih tinggi daripada Kabupaten Cilacap, dengan laju pengurangan sawah di Kabupaten Brebes lebih besar daripada laju pengurangan sawah di Kabupaten Cilacap (Gambar 1).

Arahan penggunaan lahan diperlukan sebagai antisipasi terus menurunnya ketersediaan lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap yang berdampak pada melambatnya kapasitas produksi beras dari usahatani padi sawah. Di masa mendatang, produksi beras dari lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap diharapkan tetap mampu memenuhi minimal 25% ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah, dengan rincian Kabupaten Brebes berkontribusi minimal 10% dan Kabupaten Cilacap berkontribusi minimal 15% (Gambar 2).

Gambar 2 Kontribusi produksi beras Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap

Dari beberapa uraian di atas, maka yang menjadi pertanyaan untuk dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap?

2. Bagaimana prediksi perubahan penggunaan lahan pada tahun 2030 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap?

3. Bagaimana prediksi neraca beras pada tahun 2030 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap?

4. Bagaimana arahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk mendukung ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap.

(21)

3. Menyusun neraca beras pada tahun 2030 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap.

4. Menyusun arahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk mendukung ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan terkait perubahan penggunaan lahan khususnya lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap dalam upaya mendukung tercapainya target kontribusi ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah.

Kerangka Pemikiran

Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap termasuk kabupaten penghasil beras utama di Provinsi Jawa Tengah. Produksi beras dari padi sawah yang dihasilkan tidak semata-mata hanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi beras penduduk di kedua kabupaten tersebut. Sebagai kabupaten penghasil beras utama, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap mempunyai tanggung jawab untuk berkontribusi terhadap ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk di Provinsi Jawa Tengah. Kapasitas produksi beras di kedua kabupaten diupayakan dapat terus meningkat agar dapat mengimbangi kebutuhan konsumsi beras yang semakin meningkat seiring pesatnya laju pertumbuhan penduduk.

Konversi lahan sawah mempengaruhi kapasitas produksi beras dari usahatani padi sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Kecenderungan tersebut terus berlanjut hingga saat ini. Laju pertumbuhan beras menurun, di sisi lain laju pertumbuhan penduduk terus meningkat. Jika fenomena tersebut terus berlangsung, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap terancam tidak lagi menjadi penghasil beras utama di Provinsi Jawa Tengah. Model perubahan penggunaan lahan diperlukan untuk mengetahui kondisi penggunaan lahan di masa yang akan datang, termasuk didalamnya prediksi konversi lahan sawah. Prediksi konversi lahan sawah di masa mendatang menjadi acuan dalam menyusun kemungkinan-kemungkinan arahan penggunaan lahan terbaik untuk mempertahankan tingkat ketersediaan beras di wilayah penelitian. Bagan alir kerangka pemikiran pada penelitian ini tersaji pada Gambar 3.

Ruang Lingkup Penelitan

(22)

dari usahatani padi ladang tidak diperhitungkan karena rasio produksi beras dari usahatani padi ladang terhadap total ketersediaan beras di kedua kabupaten rata-rata hanya 4%.

(23)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Lahan dan Perubahannya

Menurut FAO dalam Briassoulis (2000) mendefiniskan lahan sebagai tempat di permukaan bumi yang sifat-sifatnya saling berkaitan satu sama lain, memiliki atribut mulai dari biosfer atmosfer, batuan induk, bentuk-bentuk lahan, tanah dan ekologinya, hidrologi, tumbuh-tumbuhan, hewan dan hasil dari aktivitas manusia pada masa lalu dan sekarang dimana variabel tersebut berpengaruh nyata pada penggunaan oleh manusia saat ini dan akan datang. Arsyad (2010) mendefinisikan penggunaan lahan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual Penggunaan lahan dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu: (1) penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut; dan (2) penggunaan lahan non pertanian seperti penggunaan lahan pemukiman kota atau desa, industri, rekreasi, dan sebagainya.

Istilah penggunaan lahan berbeda dengan tutupan lahan. Terdapat perbedaan yang prinsip dalam kedua peristilahan tersebut. Penggunaan lahan mengandung aspek menyangkut aktifitas pemanfaatan lahan oleh manusia sedangkan penutupan lahan lebih bernuansa fisik (Rustiadi et al. 2009). Tutupan lahan merupakan keadaan biofisik dari permukaan bumi dan lapisan di bawahnya. Tutupan lahan menjelaskan keadaan fisik permukaan bumi sebagai lahan pertanian, gunung atau hutan (Herold et al. 2006). Tutupan lahan adalah atribut dari permukaan dan bawah permukaan lahan yang mengandung biota, tanah, topografi, air tanah dan permukaan, serta struktur manusia. Sedangkan penggunaan lahan adalah tujuan manusia dalam mengeksploitasi tutupan lahan (Lambin et al. 2003).

Lahan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia dengan tujuan yang beragam. Perubahan penggunaan lahan terjadi ketika pengguna lahan memutuskan untuk mengarahkan sumber daya ke arah tujuan yang berbeda, dengan dampak yang diinginkan dan maupun yang tidak dinginkan. Penyebab dari perubahan penggunaan adalah kelangkaan sumberdaya; perubahan kesempatan akibat pasar; intervensi kebijakan dari luar; hilangnya kapasitas adaptasi dan meningkatnya kerentanan; perubahan dalam organisasi sosial dalam mengakses sumberdaya dan dalam tingkah laku (Lambin et al. 2003). Analisis perubahan penggunaan lahan pada dasarnya analisis hubungan antara orang dan lahan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa, kapan, bagaimana, dan dimana perubahan penggunaan lahan terjadi. Tujuan dari analisis perubahan penggunaan lahan adalah dalam bentuk: deskripsi atau penjelasan, explanation (eksplanasi), prediksi, impact assessment (kajian dampak), prescription dan evaluasi (Briassoulis 2000).

Konversi Lahan Sawah dan Dampaknya terhadap Produksi Beras

(24)

Kebutuhan pangan membutuhkan lahan untuk produksi sedangkan permukiman dan sarana pelayanan umum membutuhkan kawasan permukiman dan lahan terbangun. Dalam kondisi demikian penggunaan lahan sawah akan berpeluang besar untuk dialihfungsikan (Sitorus et al. 2011). Konversi lahan sawah adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic), bukan suatu proses alami (Agus 2004). Konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius terhadap ketahanan pangan nasional karena dampaknya bersifat permanen. Lahan sawah yang telah terkonversi ke penggunaan lain di luar pertanian sangat kecil peluangnya untuk berubah kembali menjadi lahan sawah (Pasandaran 2006). Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan masifnya konversi lahan sawah (pertanian lahan basah) seperti di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bandung Barat. Dalam kurun waktu 10 tahun (1997-2007) terjadi konversi lahan sawah 11.078 ha di Kabupaten Tangerang, sementara di Kabupaten Bandung Barat dalam kurun waktu 10 tahun (1998-2008) terjadi konversi lahan sawah 309 ha (Sitorus et al. 2009; Sitorus et al. 2011).

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dampak konversi terhadap produksi beras. Sumaryanto et al. (2001) dalam penelitiannya menyebutkan konversi lahan sawah di Pulau Jawa, sebagai sentra utama penghasil beras Indonesia, rata-rata lebih dari 22.000 ha/tahun. Sebagian besar lahan sawah yang terkonversi merupakan sawah beririgasi teknis/semiteknis dengan produktivitas yang tinggi. Konversi lahan sawah tersebut mempunyai potensi ancaman yang nyata terhadap kapasitas nasional dalam mewujudkan pasokan pangan yang aman untuk mendukung ketahanan pangan. Dampak negatif dari konversi lahan sawah adalah terjadinya degradasi ketahanan pangan nasional. Semakin tinggi produktivitas lahan sawah yang terkonversi, semakin tinggi pula kerugian yang terjadi. Kerugian tersebut berupa hilangnya kesempatan kapasitas untuk memproduksi padi antara 4,5-12,5 ton/ha/tahun, tergantung pada kualitas lahan sawah yang bersangkutan.

Irawan dan Friyatno (2002) dalam penelitiannya menyatakan dampak konversi lahan sawah terhadap masalah pangan bersifat kumulatif. Dampak konversi lahan yang terjadi pada tahun tertentu tidak hanya dirasakan pada tahun yang bersangkutan tetapi dirasakan pula pada tahun-tahun selanjutnya. Konversi lahan sawah di Jawa selama kurun waktu 18 tahun (1981-1998) telah menyebabkan hilangnya 50,9 juta ton gabah atau sekitar 2,82 juta ton gabah per tahun. Kehilangan produksi pangan tersebut setara 1,7 juta ton beras per tahun. Jumlah kehilangan produksi beras tersebut hampir sebanding dengan jumlah impor beras pada tahun 1984-1997 yang berkisar antara 1,5 juta hingga 2,5 juta ton beras per tahun. Apabila konversi lahan sawah dapat ditekan maka hal itu akan memberikan dampak besar bagi pengadaan beras nasional. Sebagian besar pengurangan produksi padi akibat konversi lahan sawah terjadi di Jawa Timur dengan proporsi sekitar 44,2 persen (22,5 juta ton Padi) dari total pengurangan produksi di Jawa. Posisi kedua dan seterusnya ditempati oleh Jawa Tengah, Jawa Barat dan Yogyakarta, dimana kehilangan produksi Padi akibat konversi lahan sawah mencapai 15,9 juta, 10,8 juta dan 1,7 juta ton Padi.

(25)

terjadi selama tahun 1981-1999 telah menyebabkan kehilangan produksi padi 8,89 juta ton dengan rincian kehilangan produksi di Jawa sekitar 6,86 juta ton dan di luar Jawa 2.03 juta ton. Hal ini berarti setiap tahunnya 0,47 juta ton produksi padi hilang akibat konversi lahan sawah. Konversi lahan pertanian ke nonpertanian umumnya terjadi di wilayah perkotaan sebagai konsekuensi perluasan kota yang didorong oleh perbedaan pertumbuhan ekonomi yang terlalu besar antara wilayah perkotaan dengan wilayah pedesaan. Melihat kenyataan dampak kehilangan produksi akibat konversi lahan sawah di Jawa yang mencapai 1 juta ha selama periode 1981-1999, serta mempertimbangkan relatif kecilnya kemungkinan pengembangan lahan sawah di Jawa, maka konversi lahan sawah di Jawa sudah perlu dikendalikan.

Penelitian Maulana (2004) menyatakan produksi padi memang meningkat pada periode 1980-1984 32,01 juta ton menjadi 47,62 juta ton pada periode 1995-2001, tetapi laju pertumbuhan turun dari 6,29% per tahun menjadi 1,01%. Penurunan laju pertumbuhan produksi padi sawah tidak menguntungkan bagi ketahanan pangan nasional di masa datang karena permintaan beras terus meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan. Ketersediaan lahan sawah memiliki peranan sangat penting terhadap dinamika produksi padi sawah. Program pencetakan sawah oleh pemerintah dapat memperluas sawah yang tersedia untuk ditanami. Tetapi luas sawah yang tersedia juga dapat berkurang akibat dikonversi ke penggunaan di luar pertanian seperti untuk pembuatan jalan, kompleks perumahan, kawasan industri dan sebagainya. Luas sawah selama 1980-2001 mengalami pelambatan pertumbuhan, bahkan pada periode 1995-2001 luas sawah Indonesia mengalami pertumbuhan negatif. Khusus di Jawa laju pertumbuhan negatif telah terjadi sejak pertengahan dekade 1980. Pelambatan pertumbuhan luas sawah berpengaruh terhadap produksi padi sawah nasional karena terjadi kehilangan produksi padi akibat alih fungsi lahan dari pertanian ke nonpertanian.

Penelitian Irawan (2005) menegaskan bahwa dampak konversi lahan sawah terhadap masalah pangan yang tidak dapat segera dipulihkan, disebabkan oleh 4 alasan, yaitu: (1) lahan sawah yang sudah terkonversi tidak akan bisa kembali menjadi sawah (sifat permanen); (2) pencetakan sawah baru membutuhkan waktu yang panjang, sekitar 10 tahun; (3) sumber daya yang bisa dijadikan sawah semakin terbatas; dan (4) peningkatan produktivitas usahatani padi juga sulit dilakukan akibat stagnasi inovasi teknologi. Swasembada beras secara mandiri tidak akan tercapai apabila laju konversi lahan sawah terus berlanjut sebagaimana keadaan tahun 1992-2002 (0,77%/tahun). Swasembada beras akan tercapai apabila laju konversi lahan di Jawa dan luar Jawa dapat ditekan masing-masing sampai nol persen dan 0,72%/tahun mulai tahun 2010. Kebijakan perluasan areal lahan sawah di luar Jawa sebanyak satu juta hektar selama lima tahun tidak akan cukup untuk mencapai kondisi swasembada beras dalam 15 tahun ke depan selama laju konversi lahan sawah dan tingkat produktivitas padi tetap tidak berubah.

(26)

kapita tahun sebelumnya. Tetapi hanya rasio luas areal panen padi dengan jumlah penduduk total di Indonesia yang memiliki respon elastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan beberapa temuan empiris dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa konversi lahan sawah berdampak terhadap penurunan kapasitas produksi beras yang berakibat pada penurunan ketersediaan beras.

Model Perubahan Penggunaan Lahan

Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik (sebab akibat). Karena model merupakan abstraksi dari suatu realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas itu sendiri (Marimin 2005). Model perubahan penggunaan lahan dapat didefinisikan sebagai alat untuk mendukung analisis penyebab dan konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan (Verburg et al. 2004). Model perubahan penggunaan lahan dapat memainkan peran penting dalam penilaian dampak dari kegiatan masa lalu di bidang lingkungan maupun sosial-ekonomi. Pendekatan dan simulasi dari interaksi lokasi dengan lingkungan secara langsung telah terbukti secara empiris menjadi pendorong penting terjadinya perubahan penggunaan lahan (O'Sullivan dan Torrens 2000; Verburg et al. 2004). Secara umum Briassoulis (2000) menggambarkan klasifikasi pemodelan untuk analisis penggunaan lahan dan perubahannya. Model-model ini dikelompokkan ke dalam lima kelompok besar yaitu model statistik dan ekonometrik, model interaksi spasial, model optimisasi, model terpadu (intergrated model) dan pendekatan model lainnya.

(27)

merupakan bagian dari penataan ruang dalam kerangka pembangunan wilayah berkelanjutan.

Salah satu model penggunaan lahan yang saat ini berkembang adalah model dengan menggunakan pendekatan cellular automata. Metode cellular automata (CA) merupakan model matematika yang sangat cocok untuk meniru proses spasial yang kompleks atas dasar aturan keputusan sederhana (Wolfram, 1984). Sesuai dengan namanya, CA berisi sejumlah sel (cell) yang memiliki nilai tertentu. Setiap sel dapat berubah mengikuti suatu prinsip transisi tertentu (transition rule). CA terdiri dari empat komponen yang saling berinteraksi yaitu universe (dimensi ruang dari sel/cell space), states (keadaan /nilai yang mungkin dicapai oleh suatu sel), neigborhood (jumlah sel tetangga yang dipertimbangkan dalam penentuan nilai dari suatu sel) dan transition (seperangkat aturan yang digunakan dalam penentuan nilai dari suatu sel) (Chen et al. 2002).

(28)

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 – Oktober 2015 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. Wilayah penelitian secara geografis terletak di 108o4’30” – 109o30’30” BT dan 6o44’56,5” – 7o45’20” LS serta berbatasan sebelah selatan dengan Samudera Hindia, sebelah

utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tegal dan Kabupaten Banyumas, serta sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Peta wilayah penelitian disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Wilayah penelitian

(29)

Rancangan Alir Penelitian

Metode penelitian dirancang berdasarkan kerangka pemikiran yang diimplementasikan ke dalam tahapan pekerjaan sebagai proses untuk menjawab tujuan penelitian sebagaimana tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir penelitian

Jenis dan Sumber Data

(30)

dengan melakukan penelusuran ke instansi pemilik data, penelusuran situs internet dan pelaksanaan studi pustaka. Jenis dan sumber data selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan

No Data Skala Bentuk Sumber

1 Citra satelit Landsat tahun 2005, 2010 dan 2015

6 Data IP, produktivitas, konsumsi beras dan jumlah penduduk

- Digital Dinas Pertanian dan BPS Kabupaten

Analisis Data

Analisis data dilakukan berdasarkan tujuan penelitian. Hubungan antara tujuan, data, sumber data, metode analisis dan hingga menghasilkan keluaran disajikan pada Tabel 2.

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Pengolahan Citra Satelit

Data citra satelit Landsat digunakan untuk mendapatkan data penggunaan lahan tahun 2005, 2010 dan 2015 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Citra satelit Landsat 7 digunakan untuk mendapatkan penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010, sedangkan citra satelit Landsat 8 digunakan untuk mendapatkan penggunaan lahan tahun 2015. Proses pengolahan citra satelit dilakukan untuk menjaga kualitas informasi sesuai sifat dan karakteristik citra sehingga membantu mempermudah pelaksanaan ekstraksi data penggunaan lahan. Proses pengolahan meliputi koreksi geometri, mosaik citra, perbaikan stripping (khusus pada citra satelit Landsat 7) dan fusi/penajaman citra (pan sharpening).

Koreksi geometrik dilakukan untuk mengurangi distorsi geometrik selama proses akuisisi citra sehingga geometri citra semaksimal mungkin sesuai dengan keadaan asli di lapangan. Metode yang dipilih dalam proses ini adalah metode image to image dengan memanfaatkan Citra Satelit Ikonos wilayah penelitian yang telah terkoreksi geometrik. Akurasi koreksi geometrik diukur dengan nilai RMS-error(Root Mean Square Error) mengikuti persamaan (Jensen 1996):

− ����� = √ ′− ° +− ° ²

(31)

Tabel 2 Matrik hubungan antara tujuan, data, sumber data, metode analisis dan keluaran

(32)

perbaikan striping. Proses ini khusus dilakukan pada citra satelit Landsat 7 yang mengalami kegagalan operasi sensor Scan Line Corrector (SLC off) sejak 31 Mei 2003. Konsekuensinya Landsat 7 kehilangan sekitar 22% data akibat adanya gap pada saat perekaman sehingga perlu dilakukan perbaikan stripping (Ali dan Mohammed 2014). Proses pengisian gap dilakukan menggunakan citra pengisi dengan menggunakan modul Landsat Gapfill pada perangkat lunak Envi. Citra pengisi harus mempunyai area penampal yang bersilangan dengan area stripping citra utama. Citra pengisi dipilih pada lokasi path dan row yang sama dengan waktu perekaman tidak berbeda jauh dengan citra utama.

Resolusi spasial atau kedetilan citra berperan penting dalam proses interpretasi visual. Usaha interpretasi suatu obyek menjadi lebih mudah jika citra yang tersedia memiliki tingkat kedetilan informasi yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan kedetilan informasi, pada penelitian ini dilakukan penajaman citra/fusi data citra Landsat. Proses penajaman citra/fusi memberikan alternatif untuk menghasilkan sebuah klasifikasi penggunaan lahan dengan tingkat akurasi yang lebih baik dengan data citra resolusi rendah yang ekonomis dan mudah didapatkan. Fusi data dilakukan dengan menggabungkan citra pankromatik Landsat 7 dan 8 yang mempunyai resolusi spasial 15 meter dengan data citra multispektral Landsat 7 dan 8 yang mempunyai resolusi spasial 30 meter. Keluaran proses ini adalah citra multispektral landsat 7 dan 8 dengan resolusi spasial 15 meter. Teknik fusi yang digunakan adalah PC Spectral Sharpening (transformasi komponen utama). Pemilihan teknik didasarkan pada analisis visual hasil citra pansharp yang paling banyak menunjukkan informasi obyek-obyek penggunaan lahan di wilayah penelitian.

Interpretasi dan Klasifikasi

Interpretasi citra satelit untuk mendapatkan data penggunaan lahan tahun 2005, 2010 dan 2015 dilakukan secara visual. Interpretasi visual dilakukan dengan mengamati berbagai kenampakan obyek citra berdasarkan warna/rona (true colour maupun false colour), tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Acuan sekunder berupa peta penggunaan lahan yang sudah ada, citra satelit resolusi tinggi serta pemahaman tentang obyek yang dikaji akan sangat membantu dalam proses interpretasi. Hasil interpretasi kemudian diklaskan sesuai tipe penggunaan lahan yang ada di wilayah penelitian.

Verifikasi dan validasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebenaran proses klasifikasi. Hasil klasifikasi penggunaan lahan diverifikasi dengan titik-titik ground thruth (kenyataan di lapangan) yang diambil secara acak terstratifikasi berdasarkan pengelompokan jenis penggunaan lahan. Validasi hasil klasifikasi dilakukan dengan melakukan uji akurasi. Verifikasi penggunaan lahan tahun lampau (tahun 2005 dan 2010) dilakukan dengan wawancara informal kepada narasumber yang memiliki pengetahuan mengenai kondisi obyek yang dijadikan sampel pada masa lampau. Citra resolusi tinggi perekaman terdahulu (archieve) pada Google Earth digunakan untuk membantu validasi penggunaan lahan tahun lampau (tahun 2005 dan 2010).

(33)

Tabel 3 Matrik kesalahan klasifikasi

Nilai akurasi keseluruhan (overall accuracy) merupakan rasio antara jumlah keseluruhan piksel yang terklasifikasi secara benar dengan jumlah keseluruhan piksel referensi (Liu dan Mason 2009). Nilai akurasi keseluruhan (overall accuracy) hanya mempertimbangkan data yang benar antara hasil klasifikasi dan kondisi lapangan (referensi), sehingga nilainya biasanya lebih tinggi daripada nilai akurasi kappa yang mempertimbangkan faktor kesalahan proses klasifikasi. Tingkat akurasi kappa termasuk kategori tinggi jika bernilai 0,81-1,00 (Landis dan Koch 1977). Rumus perhitungan nilai akurasi kappa adalah:

�ℎ�� = ∑ ��− ∑ �+× +�

x+i : Jumlah piksel hasil klasifikasi pada penggunaan lahan ke-i xi+ : Jumlah piksel referensi pada penggunaan lahan ke-i

xii : Jumlah piksel referensi pada penggunaan lahan ke-i yang sesuai dengan piksel klasifikasi penggunaan lahan ke-i

i : Baris atau kolom

r : Jumlah klas penggunaan lahan N : Jumlah keseluruhan piksel referensi Khat : Nilai akurasi kappa

Deteksi Pola Perubahan Penggunaan Lahan

Peta penggunaan lahan hasil interpretasi dan klasifikasi selanjutnya digunakan untuk melakukan deteksi pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama kurun waktu 2005, 2010 dan 2015. Deteksi pola perubahan penggunaan lahan serta arah perubahannya diperoleh dari hasil klasifikasi silang (cross classification). Teknik ini membandingkan atribut penggunaan lahan antar titik tahun sehingga bisa diketahui wilayah yang tetap dan wilayah yang mengalami perubahan (Trisasongko et al. 2009). Hasil deteksi pola perubahan penggunaan lahan direpresentasikan dalam matrik perubahan penggunaan lahan seperti tersaji pada Tabel 4. Pola perubahan penggunaan lahan didalamnya memuat informasi terkait konversi lahan sawah. Data konversi lahan sawah kemudian ditumpangsusunkan dengan data karakteristik fisik maupun sosial untuk mengetahui pola konversi lahan sawah di wilayah penelitian.

(34)

Tabel 4 Matrik perubahan penggunaan lahan

Analisis Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan diperlukan sebagai dasar pengalokasian lahan dalam model perubahan penggunaan lahan. Analisis kesesuaian lahan didasarkan pada karakteristik fisik lahan menggunakan metode matching (pendekatan faktor pembatas). Kriteria analisis kesesuaian lahan yang digunakan disajikan pada Tabel 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Sebagai masukan untuk model, klas kesesuaian masing-masing diterjemahkan ke dalam bilangan integer dengan kisaran 1 (sebagai bobot minimal) sampai dengan 255 ( sebagai bobot maksimal) sesuai dengan tingkat kesesuaiannya.

Tabel 5 Kriteria kesesuaian untuk lahan sawah

Tabel 6 Kriteria kesesuaian untuk tegalan/ladang

A B C D E F G H

A-Tahun Y B-Tahun Y C-Tahun Y D-Tahun Y E-Tahun Y F-Tahun Y G-Tahun Y H-Tahun Y

= tidak berubah

= berubah ke penggunaan lahan lain Tahun Y

Drainase agak terhambat, terhambat, sangat terhambat, cepat sedang baik agak cepat

Tekstur halus, agak halus sedang agak kasar kasar Kedalaman tanah >50 40 - 50 25 - 40 <25 Lereng (%) <3 3 - 8 8 - 15 >15 Penggunaan lahan saat ini sawah - - -Sumber: Djaenudin et al. (2011) dengan modifikasi

Karakteristik Lahan Kelas Kesesuaian Lahan

Ketinggian tempat (mdpl) <500 500-750 >750 -Lereng (%) <3 3 - 8 8 - 15 >15 Drainase baik, agak cepat, terhambat sangat terhambat,

agak terhambat sedang cepat Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan modifikasi

(35)

Tabel 7 Kriteria kesesuaian untuk kebun/kebun campuran

Tabel 8 Kriteria kesesuaian untuk tambak

Tabel 9 Kriteria kesesuaian untuk permukiman

Tabel 10 Kriteria kesesuaian untuk hutan

Model Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan

Model perubahan penggunaan lahan pada penelitian ini didasarkan pada kesesuaian penggunaan lahan sebagai dasar pengalokasian lahan dan kecenderungan perubahan penggunaan lahan pada selang waktu tertentu yang dilakukan dengan pendekatan cellular automata (CA). Komponen utama metode cellular automata (CA) adalah cell (piksel), state, ketetanggaan/neighbourhood dan transition rule/transition function (Chen et al. 2002). Setiap sel memiliki fungsi

S1 S2 S3 N

Kedalaman efektif (cm) >100 75 - 100 50 - 75 < 50 Tekstur Halus, agak halus,

sedang

- agak kasar kasar

Ketinggian tempat (mdpl) <500 500-750 >750 -Lereng (%) <8 8 - 15 15 - 25 >25 Drainase Baik, sedang Agak terhambat Terhambat, agak

cepat

Sangat terhambat, cepat Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan modifikasi

Karakteristik Lahan Kelas Kesesuaian Lahan

Tekstur Agak halus Sedang Halus Agak kasar, kasar Drainase Sangat buruk Buruk Agak buruk, baik Cepat, sangat

cepat Curah hujan (mm/th) 2500 - 3000 2000 - 2500 1000 - 2000 <1000

3000 - 3500 >3500 Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan modifikasi

Karakteristik Lahan Kelas Kesesuaian Lahan

Fan and lahars Hills, mountains Tidal swamps, water

Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan modifikasi

Karakteristik Lahan Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Ketinggian tempat (mdpl) >2000 1000 - 2000 ≤1000 -Jarak dari sungai ordo 1&2 (m) ≤100 - - -Jarak dari garis pantai (m) ≤100 - -

-Lereng (%) >45 - -

-Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan modifikasi

(36)

tertentu yang bergerak dalam sebuah koridor aturan transisi, yang dipengaruhi sel tetangga dan karakteristik sel itu sendiri (Koomen dan Stillwell 2007).

Aplikasi CA modern berkembang pesat dengan menggabungkan komponen dari disiplin ilmu lain untuk mendapatkan simulasi yang lebih realistis. Sebagai contoh adalah penggabungan dengan model Markov yang menggunakan probabilitas transisi untuk menggambarkan perkembangan perubahan penggunaan lahan (Balzter et al. 1998). Simulasi perubahan penggunaan lahan pada penelitian ini mengacu pada penelitian Munibah (2008) yang dilakukan pada piranti Idrisi dengan modul cellular automata Markov (CA-Markov). CA-Markov merupakan kombinasi dari modul Markov chain dan multi-objective land allocation (MOLA). Masukan dalam model prediksi perubahan penggunaan lahan adalah penggunaan lahan tahun dasar, matrik transisi perubahan hasil dari modul Markov chain, kesesuaian penggunaan lahan serta filter default sebagai representasi dari fungsi ketetanggaan.

Validasi Model

Validasi model didasarkan pada nilai kappa yang merepresentasikan tingkat kesesuain penggunaan lahan hasil simulasi tahun 2015 dengan penggunaan lahan aktual tahun 2015. Semakin tinggi nilai kappa berarti semakin tinggi tingkat ketepatan penggunaan lahan hasil prediksi dengan penggunaan lahan aktual. Prediksi penggunaan lahan tahun 2015 diperoleh berdasarkan kecenderungan perubahan penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010 dengan menjalankan model simulasi cellular automata-Markov (CA-Markov). Masukan pada simulasi prediksi penggunaan lahan tahun 2015 terdiri dari penggunaan lahan tahun 2010 sebagai tahun dasar, kesesuaian penggunaan lahan dan matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010 serta filter default 5x5 pada piranti Idrisi.

Simulasi model dilakukan pada berbagai iterasi yang menghasilkan beberapa peta prediksi penggunaan lahan tahun 2015 sesuai iterasi yang digunakan. Tiap peta prediksi tahun 2015 yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan penggunaan lahan tahun 2015 aktual untuk mendapatkan peta prediksi dengan nilai kappa dan jumlah iterasi yang paling optimal. Nilai kappa tiap iterasi dilihat trendnya untuk dapat memastikan pada iterasi berapa terjadi break of slope. Break of slope adalah titik dimana terjadi perubahan yang nyata dan paling efektif untuk menjadi pewakil jumlah iterasi yang digunakan pada model perubahan penggunaan lahan (Munibah 2008). Nilai kappa dari jumlah iterasi yang terpilih mewakili validasi atau kelayakan dari model untuk dapat digunakan sebagai model prediksi penggunaan lahan.

Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan

(37)

Analisis Neraca Beras

Analisis neraca beras (NBt) dilakukan berdasarkan faktor ketersediaan beras

(Qt) dan faktor kebutuhan konsumsi beras (Dt). Faktor ketersediaan beras pada

penelitian ini didasarkan pada kemampuan produksi yang berasal dari lahan sawah yang ada di kabupaten wilayah penelitian. Faktor ketersediaan beras (Qt)

merupakan fungsi dari luas sawah (At), indeks pertanaman (IPt), produktifitas (Pt)

dan konstanta rendemen gabah beras (R). Sedangkan faktor Kebutuhan konsumsi beras (Dt) merupakan fungsi dari jumlah penduduk (Ot) dan konsumsi beras per

kapita (Ckap-t) (Irawan 2007). Ketersediaan beras per kapita (Qkap-t) merupakan rasio

dari ketersediaan beras (Qt) dengan jumlah penduduk (Ot) (Pusdatin 2014b).

�= �− � digunakan adalah luas sawah prediksi hasil pemodelan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Jumlah penduduk prediksi tahun 2030 dihasilkan dari pendugaan menggunakan model pertumbuhan dengan mendasarkan pada data jumlah penduduk tahun 1981 sampai tahun 2014. Model yang digunakan adalah model saturasi dengan asumsi bahwa perubahan laju dan persentase pertumbuhan senantiasa berubah, dengan persamaan sebagai berikut (Munibah et al. 2009).

= + exp⁡ +∗ exp⁡ +

dimana:

= prediksi jumlah penduduk tahun 2030 = interval waktu

= jumlah maksimum penduduk untuk masing-masing kabupaten = laju pertumbuhan penduduk

= parameter intersep

exp = eksponensial

Arahan Penggunaan Lahan Mendukung Ketersediaan Beras

(38)

ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah. Arahan penggunaan lahan diperlukan agar di masa mendatang ketersediaan beras dari produksi lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tetap mampu memenuhi minimal 25% ketersediaan beras untuk konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah, dengan rincian Kabupaten Brebes berkontribusi minimal 10% dan Kabupaten Cilacap berkontribusi minimal 15%.

(39)

4

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Wilayah Administrasi

Wilayah penelitian terdiri dari dua kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Kabupaten Brebes terletak disepanjang pantai utara Laut Jawa yang terbagi menjadi 17 wilayah kecamatan terdiri dari 292 desa dan 5 kelurahan. Secara administrasi Kabupaten Brebes dibatasi sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur Kabupaten Tegal dan Kota Tegal, sebelah selatan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, sebelah barat Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat.

Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten terluas di Jawa Tengah, 6,2% dari total wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap terletak di sepanjang pantai selatan terbagi dalam 24 kecamatan yang terdiri dari 269 desa dan 15 kelurahan. Batas wilayah Kabupaten Cilacap sebelah selatan adalah Samudra Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kebumen dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar Provinsi Jawa Barat. Peta administrasi wilayah penelitian tersaji pada Gambar 6.

(40)

Kondisi Umum Wilayah Topografi

Beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Brebes mempunyai karakteristik topografi yang sama. Wilayah tersebut diantaranya 5 kecamatan berupa daerah pesisir/pantai, 9 kecamatan berupa dataran rendah dan 3 kecamatan berupa dataran tinggi atau pegunungan. Wilayah dengan ketinggian kurang dari 25 mdpl menyebar di seluruh Kabupaten Brebes, kecuali di Kecamatan Salem, Bantarkawung, Bumiayu, Paguyangan, Sirampog dan Tonjong. Wilayah dengan ketinggian lebih besar dari 2000 mdpl terdapat di Kecamatan Sirampog. Berdasarkan kondisi kemiringannya, wilayah Kabupaten brebes 43,04% terdapat pada kemiringan datar, sedangkan wilayah dengan kemiringan lebih besar dari 45% hanya sekitar 15,37%.

Gambar 7 Peta kemiringan lereng wilayah penelitian

(41)

Cilacap bagian barat yaitu Kecamatan Daeyeuhluhur, Wanareja, Majenang, Cimanggu, Karangpucung, dengan ketinggian antara di atas 75 m dpl, dan Kecamatan Cipari, Sidareja, sebagian Gandrungmangu, dan sebagian Kawunganten dengan ketinggian antara 23-75 m dpl. Peta kemiringan lereng wilayah penelitian tersaji pada Gambar 7, sedangkan peta elevasi wilayah penelitian tersaji pada Gambar 8.

Gambar 8 Peta elevasi wilayah penelitian

Iklim

Suhu udara rata-rata di Kabupaten Brebes Tahun 2014 27,60oC dengan

kelembaban rata-rata 79,69%. Jumlah curah hujan rata-rata di Kabupaten Brebes pada tahun 2014 1.945 mm. Rata-rata jumlah curah hujan per bulan 162 mm sedangkan jumlah rata-rata hari hujan per bulan pada tahun 2014 adalah 10 hari. Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Paguyangan 2.992 mm, sedangkan jumlah hari hujan terbanyak adalah 189 hari terjadi di Kecamatan Bumiayu.

(42)

terendah 21.8 oC terjadi pada bulan Agustus dan September. Peta curah hujan

wilayah penelitian tersaji pada Gambar 9.

Gambar 9 Peta curah hujan wilayah penelitian

Penduduk

Pada akhir tahun 2014 Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes adalah 1.773.739 jiwa. Bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2004 jumlah penduduk Kabupaten Brebes 1.722.306 jiwa. Dalam periode 10 tahun terjadi pertambahan penduduk 51.073 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 0,29%. Jumlah penduduk per Kecamatan sangat bervariatif. Distribusi penduduk Kabupaten Brebes belum tersebar secara merata. Tiga kecamatan dengan penduduk terbanyak adalah Kecamatan Bulakamba 165.710 jiwa (9,34%), Kecamatan Brebes 160.407 jiwa (9,04%), dan Kecamatan Wanasari 143.367 jiwa (8,08%). Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling kecil adalah Kecamatan Salem 58.343 jiwa (3,29%). Kecamatan Jatibarang merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi dengan kepadatan penduduk 2.410 penduduk/km2. Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah ditempati oleh Kecamatan Salem dengan kepadatan 384 penduduk/km2.

(43)

pertumbuhan penduduk terendah sejak tahun 1994. Kecamatan Majenang adalah kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 127.769 jiwa (7,20%), diikuti Kecamatan Gandrungmangu 105.426 jiwa (5,94%) dan Kecamatan Kroya 103.947 jiwa (5,86%). Kecamatan yang berpenduduk paling sedikit adalah Kecamatan Kampunglaut dengan jumlah penduduk 17.181 jiwa (0,97%). Bertambahnya penduduk menyebabkan kepadatan penduduk meningkat, dari 827 jiwa/km2 pada tahun 2013 menjadi 830/km2 pada tahun 2014. Kecamatan berpenduduk terpadat berada di Kecamatan Cilacap Selatan (8.612 jiwa/km2). Kecamatan dengan

kepadatan paling rendah adalah Kecamatan Kampunglaut (118 jiwa/km2). Gambaran data jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah penelitian dari tahun 1981-1997 tersaji pada Tabel 11.

Tabel 11 Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tahun 1981-1997

Pertanian Padi

Sebagian besar areal sawah di Kabupaten Brebes ditanami padi sawah dengan luas panen pada tahun 2014 97.841 ha, terjadi penurunan seluas 2.418 ha bila dibandingkan dengan tahun 2013. Seiring dengan berkurangnya luas panen, produktifitas padi sawah juga mengalami penurunan. Pada tahun 2013 produktifitas padi sawah 59,93 kw/ha turun menjadi 57,40 kw/ha pada tahun 2014. Turunnya luas panen dan produktifitas menyebabkan produksi padi sawah menurun pada tahun 2014. Produksi padi sawah tahun 2014 561.612 ton, sementara pada tahun 2013 600.867 ton. Selain padi sawah juga dihasilkan padi ladang untuk memenuhi kebutuhan beras di Kabupaten Brebes. Pada tahun 2014 luas panen padi ladang 1.915 ha dan produksinya 9.896 ton, mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2013 dengan luas panen 1.493 ha dan produksinya 6.356 ton.

Sektor pertanian di Kabupaten Cilacap masih memberikan sumbangan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Kabupaten Cilacap khususnya dan masyarakat Jawa Tengah pada umumnya. Produksi padi sawah tahun 2014 tercatat 776.881 ton

Jumlah 1981 1.290.385 776 1.338.734 626 1998 1.577.631 949 1.642.725 768 1982 1.300.988 782 1.388.016 649 1999 1.583.426 952 1.652.019 773 1983 1.312.849 789 1.388.016 649 2000 1.698.635 1.021 1.671.779 782 1984 1.325.805 797 1.355.874 634 2001 1.705.433 1.026 1.689.214 790 1985 1.326.718 798 1.369.849 641 2002 1.711.657 1.029 1.696.765 793 1986 1.390.224 836 1.415.466 662 2003 1.717.067 1.033 1.704.596 797 1987 1.396.302 840 1.424.367 666 2004 1.722.306 1.036 1.709.908 800 1988 1.407.153 846 1.432.047 670 2005 1.727.708 1.039 1.716.235 803 1989 1.416.851 852 1.441.749 674 2006 1.736.401 1.044 1.722.607 806 1990 1.508.525 907 1.455.877 681 2007 1.743.195 1.048 1.730.469 809 1991 1.536.534 924 1.499.401 701 2008 1.747.430 1.051 1.738.603 813 1992 1.542.775 928 1.509.334 706 2009 1.752.128 1.054 1.744.128 816 1993 1.548.878 931 1.516.747 709 2010 1.736.331 1.044 1.748.705 818 1994 1.555.424 935 1.537.158 719 2011 1.742.511 1.048 1.755.268 821 1995 1.561.329 939 1.550.283 725 2012 1.748.510 1.051 1.764.003 825 1996 1.567.044 942 1.617.772 756 2013 1.764.648 1.061 1.768.502 827 1997 1.572.878 946 1.633.952 764 2014 1.773.379 1.066 1.774.649 830

Kabupaten Brebes Kabupaten Cilacap

Tahun Tahun

(44)

yang berarti mengalami penurunan 2,07% dari tahun 2013. Hal ini dikarenakan luas panen yang berkurang 1,99% yaitu dari 131.851 hektar di tahun 2013 menjadi 129.222 hektar. Produksi padi gogo tahun 2014 mengalami kenaikan yaitu dari 27.101 ton pada tahun 2013 menjadi 36.549 ton. Hal ini terjadi karena luas panen maupun provitasnya mengalami peningkatan. Luas panen bertambah 24,92% sedangkan produktivitas meningkat 7,96%. Data luas panen, produktivitas, produksi dan intensitas pertanaman (IP) padi sawah di wilayah penelitian tahun 1995-2014 tersaji pada Tabel 12.

Tabel 12 Luas panen, produktivitas, produksi dan IP padi sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tahun 1995-2014

Luas 1995 75.469 6,67 501.794 1,39 118.204 5,42 641.013 -1996 78.276 6,49 507.634 1,21 116.144 5,97 693.058 -1997 74.952 6,34 474.827 0,89 110.711 5,86 648.799 -1998 83.488 6,15 512.085 1,62 127.688 5,52 705.305 -1999 81.936 5,95 486.407 1,22 127.269 5,55 706.827 -2000 82.573 6,00 495.118 1,39 126.221 5,64 712.050 -2001 85.189 5,91 576.255 1,33 125.592 5,48 687.685 -2002 84.512 5,75 488.906 1,15 124.019 5,59 692.763 -2003 81.653 6,20 503.086 1,21 117.417 5,63 661.057 -2004 80.978 5,68 457.532 1,31 117.193 5,72 670.700 -2005 83.900 6,16 528.146 1,44 121.656 5,73 697.478 -2006 83.025 6,25 527.665 1,22 121.500 5,79 703.123 -2007 83.754 6,13 539.834 1,55 121.379 5,88 713.587 -2008 85.370 6,00 514.034 1,48 121.151 5,99 725.452 -2009 90.202 6,43 570.640 1,30 120.846 6,08 734.865 -2010 91.877 6,45 587.992 1,69 138.261 5,98 827.418 2,19 2011 89.771 6,82 611.064 1,31 127.823 5,99 765.874 1,99 2012 89.815 5,76 514.191 0,99 122.989 6,00 737.499 2,03 2013 100.259 6,01 600.866 1,56 131.851 6,02 793.337 1,74 2014 97.841 5,74 561.612 1,54 129.222 6,01 776.882 2,09 Tahun

(45)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Perubahan Penggunaan Lahan

Pola perubahan penggunaan lahan dianalisis menggunakan peta penggunaan lahan tahun 2005, 2010 dan 2015. Peta penggunaan lahan dihasilkan dari interpretasi dan klasifikasi citra satelit Landsat 7 tahun akuisisi 2005 dan 2010 serta citra satelit Landsat 8 tahun akuisisi 2015. Koreksi geometrik citra menggunakan 8 titik referansi terdistribusi merata di wilayah penelitian. Proses koreksi menghasilkan citra satelit terkoreksi geometrik dengan nilai RMS-error masing-masing adalah 0,75 untuk citra tahun 2005, 0,93 untuk citra tahun 2010 dan 0,90 untuk citra tahun 2015 (Lampiran 1). Berdasarkan Ardiansyah (2014), hasil koreksi geometrik memenuhi tingkat akurasi koreksi dengan nilai RMS-error lebih kecil dari 1 piksel. Proses mosaik citra, perbaikan stripping dan penajaman citra/fusi menghasilkan peningkatan kualitas citra sehingga mempermudah proses interpretasi, seperti tersaji pada Gambar 10.

Gambar 10 Citra sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan kualitas

Proses interpretasi dilakukan secara visual. Hasil interpretasi diklaskan menjadi klas-klas penggunaan lahan di wilayah penelitian dan dilakukan uji akurasi klasifikasi berdasarkan titik-titik hasil pengamatan di lapangan. Hasil uji akurasi klasifikasi tersaji pada Tabel 13, sedangkan perhitungan lengkap uji akurasi klasifikasi dan peta persebaran titik-titik pengamatan lapangan terdapat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

Tabel 13 Hasil uji akurasi klasifikasi

Uji akurasi menghasilkan nilai kappa masing-masing 0,89 untuk klasifikasi penggunaan lahan tahun 2005 dan 0,91 untuk klasifikasi penggunaan lahan tahun 2010 dan tahun 2015. Ini berarti klasifikasi penggunaan lahan tahun 2005 mempunyai tingkat ketepatan klasifikasi 89% dan penggunaan lahan tahun 2010 serta 2015 mempunyai tingkat ketepatan klasifikasi 91%.

Klasifikasi citra satelit di wilayah penelitian menghasilkan 8 (delapan) klas penggunaan lahan yaitu hutan, kebun/kebun campuran, permukiman, sawah, semak

2005 2010 2015 92,31 93,37 93,75

0,89 0,91 0,91 Overall Accuracy

(46)

belukar, tambak, tegalan/ladang dan tubuh air. Struktur penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap adalah lahan sawah. Lahan sawah sebagian besar tersebar di dataran rendah pesisir bagian utara dan pesisir bagian selatan. Bagian tengah yang merupakan perbatasan kedua kabupaten dengan karakteristik topografi berbukit didominasi oleh penggunaan lahan kebun/kebun campuran. Luas penggunaan lahan di wilayah penelitian disajikan pada Tabel 14 dan 15.

Tabel 14 Penggunaan lahan Kabupaten Brebes tahun 2005, 2010 dan 2015

Tabel 15 Penggunaan lahan Kabupaten Cilacap tahun 2005, 2010 dan 2015

Penggunaan lahan di wilayah penelitian yang mengalami penambahan luasan terbesar dari tahun 2005 sampai tahun 2015 adalah permukiman, sedangkan penggunaan lahan yang mengalami pengurangan luasan terbesar adalah lahan sawah. Permukiman terus meningkat luasannya karena memiliki nilai economic land rent yang paling tinggi sedangkan lahan sawah cenderung terus terkonversi karena memiliki nilai land rent yang paling rendah dibanding dengan penggunaan lahan lainnya. Nasution dan Winoto (1996) dalam penelitiannya menunjukkan rendahnya nilai land rent lahan sawah, masing-masing terhadap permukiman mencapai 1 : 622, terhadap industri 1 : 500, terhadap pariwisata 1 : 14 dan terhadap hutan produksi 1 : 2,6. Penggunaan lahan hutan dan tubuh air di wilayah penelitian tidak mengalami perubahan. Hutan dominan berada di Pulau Nusakambangan Kabupaten Cilacap. Status Pulau Nusakambangan berada di bawah pengelolaan Kementerian Hukum dan HAM dan difungsikan sebagai Lembaga Pemasyarakatan (LP) berkeamanan tinggi. Tingkat aksesibilitas yang rendah memungkinkan hutan di pulau ini terkonservasi dengan baik. Penyebaran spasial penggunaan lahan tahun 2005, 2010 dan 2015 di wilayah penelitian disajikan pada Gambar 11, 12 dan 13.

ha % ha % ha % ha % ha % ha % Hutan 3.266 1,85 3.266 1,85 3.266 1,85 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Kebun Campuran 54.975 31,11 54.904 31,07 54.790 31,00 -71 -0,13 -114 -0,21 -185 -0,34 Permukiman 16.004 9,06 16.425 9,29 17.032 9,64 421 2,63 607 3,70 1.028 6,42 Sawah 73.461 41,57 73.021 41,32 72.504 41,03 -440 -0,60 -517 -0,71 -957 -1,30 Semak Belukar 276 0,16 276 0,16 276 0,16 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Tambak 12.355 6,99 12.442 7,04 12.497 7,07 87 0,70 55 0,44 142 1,15 Tegalan/Ladang 13.755 7,78 13.758 7,79 13.727 7,77 3 0,02 -31 -0,23 -28 -0,20 Tubuh Air 2.630 1,49 2.630 1,49 2.630 1,49 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Total 176.722 100 176.722 100 176.722 100 Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2015

2005-2010 2010-2015 2005-2015 Hutan 17.757 7,57 17.757 7,57 17.757 7,57 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Kebun Campuran 73.672 31,43 73.661 31,42 73.609 31,40 -11 -0,02 -52 -0,07 -63 -0,09 Permukiman 37.825 16,14 37.968 16,20 38.125 16,26 143 0,38 157 0,41 300 0,79 Sawah 75.565 32,23 75.443 32,18 75.320 32,13 -122 -0,16 -123 -0,16 -245 -0,32 Semak Belukar 4.312 1,84 4.114 1,76 4.059 1,73 -198 -4,60 -56 -1,35 -254 -5,89 Tambak 2.262 0,96 2.451 1,05 2.505 1,07 189 8,36 53 2,18 243 10,73 Tegalan/Ladang 17.054 7,27 17.054 7,27 17.073 7,28 -1 0,00 19 0,11 19 0,11 Tubuh Air 5.978 2,55 5.978 2,55 5.978 2,55 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Total 234.426 100 234.426 100 234.426 100

2005-2010 2010-2015 2005-2015 Perubahan Perubahan Penggunaan

Lahan

Gambar

Tabel 2  Matrik hubungan antara tujuan, data, sumber data, metode analisis dan keluaran
Tabel 5 Kriteria kesesuaian untuk lahan sawah
Gambar 6 Peta administrasi wilayah penelitian
Gambar 7 Peta kemiringan lereng wilayah penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai Desember 2012 ini ialah produksi kedelai, dengan judul Pengaruh Varietas dan Kombinasi Pupuk

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan bulan November 2012 ini ialah perubahan sifat kimia tanah, Perubahan Karakteristik Kimia

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan Juni 2014 ini ialah revegetasi lahan pascatambang, dengan judul Pemanfaatan Kompos Ki Ambang

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksakan sejak bulan Juli 2013 sampai Februari 2014 ini adalah evaluasi lahan, dengan judul Evaluasi Lahan Fisik dan Ekonomi

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini adalah indeks pembangunan regional, dengan judul Aplikasi Metode Range

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah clustering metagenome, dengan judul Clustering Fragmen Metagenome

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah implementasi kecerdasan komputasional untuk pemodelan suara, dengan judul

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 pakan sapi perah, dengan judul “Ketersediaan serat efektif dan kandungan tanin ransum sapi