• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau: studi kasus kawasan perkotaan Purwokerto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau: studi kasus kawasan perkotaan Purwokerto"

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN

UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN

DAN RUANG TERBUKA HIJAU

(Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto)

YATIN CIPTANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(3)

YATIN CIPTANINGRUM. Land Use Optimization for Food Crop Land and Green Space Protection: Case Study of Purwokerto Urban Area. Under direction of H.R. SUNSUN SAEFULHAKIM and ATANG SUTANDI

Conventional land use planning has caused urban poverty and environment quality degradation. Urban agriculture plays an important role in enhancing urban food security, reducing urban poverty and enhancing quality of the environment. In order that urban agriculture plays the important role, food croop land in urban area is necessary to be protected. Managing land use in urban area for food crop land protection needs a comprehensive approach to consider many conflicting land use needs. The solution to these complex isues need an optimization approach to conflicting objectives. A goals programming model has been formulated for urban area of Purwokerto to find the optimal land use allocation with minimum deficit of accomplishing local demand for foods and green space.

Data used for setting parameters of the model were urban area map, land use map, land suitability map, local demand for foods, building area, and green space. The model was solved with GAMS Software and the result was mapped with Arcview GIS 3.3. The study revealed that optimal land use allocation is 3813.5 ha for housing/settlement, 31.5 ha for industrial area, 232.6 ha for comercial and office building, 4286.6 ha for irrigated farming, 199.9 ha for non irrigated farming, 13.9 ha for dry farming, 950.0 ha for orchard, and 131.5 ha for waterfront green space. The center of urban area that is the most developed and intensive building coverage revealed deficit green space. By implementing the optimal land use allocation and the optimal farming most of local demand for food comodities can be supplied locally by the urban agriculture.

Keywords: land use planning, food cropland protection, green space protection, goals programming model

(4)

YATIN CIPTANINGRUM. Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto). Dibimbing oleh H.R. SUNSUN SAEFULHAKIM dan ATANG SUTANDI.

Perencanaan penggunaan lahan konvensional di kawasan perkotaan Purwokerto menyebabkan rencana tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto belum memiliki informasi yang memadai bagi pemanfaatan dan pengendalian tata ruang. Hal tersebut telah mendorong alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan perkembangan kawasan yang tidak terarah (urban sprawl). Akumulasi dari fenomena alih fungsi lahan dan perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto telah memunculkan permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan.

Multifungsi lahan pertanian memungkinkan pertanian kawasan perkotaan berperan penting dalam meningkatkan ketahanan pangan, mengurangi kemiskinan kawasan perkotaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Peran pertanian kawasan perkotaan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kawasan menunjukkan perlunya perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Langkah awal untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau adalah perencanaan penggunaan lahan.

Perencanaan penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau memerlukan pendekatan yang komprehensif, dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan penggunaan lahan yang berpotensi konflik. Keterkaitan dan kompleksitas kegiatan dan fungsi di kawasan perkotaan memerlukan pendekatan model optimasi yang mampu memberikan analisis yang komprehensif, sehingga memungkinkan pencapaian optimal berbagai tujuan penggunaan lahan. Model optimasi dengan banyak tujuan (goals programming model) telah disusun untuk optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto yang ditujukan untuk meminimumkan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau.

Data yang digunakan untuk penentuan parameter model meliputi Peta Administrasi, Peta Penggunaan Lahan, Peta Kesesuaian Lahan, pola konsumsi bahan makanan, ruang terbangun dan ruang terbuka hijau. Komputasi model optimasi menggunakan software GAMS dan hasilnya disajikan dalam secara spasial menggunakan softwareArcView GIS 3.3.

(5)

komoditas bahan makanan pokok (padi, palawija dan umbi-umbian), sayuran dan buah-buahan. Komoditas padi, palawija dan umbi-umbian menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas 2269.3 Ha. Komoditas sayuran menempati penggunaan lahan kebun campuran seluas 45.6 Ha, sawah irigasi seluas 2313.5 Ha, dan sawah tadah hujan seluas 199.9 Ha. Sedangkan buah-buahan menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas 20.9 Ha, kebun campuran seluas 904.4 Ha, dan lahan kering semusim seluas 13.8 Ha.

Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pola penggunaan lahan optimal dan pola pertanaman optimal kawasan perkotaan Purwokerto dapat mencukupi sebagian besar kebutuhan bahan makanannya. Beberapa komoditas yang mengalami defisit yaitu padi, kedelai, rambutan, pisang, salak, dan jambu biji. Nilai defisit terbesar pada komoditas padi sebesar 29035.0 Ton (64%), dan defisit terkecil pada komoditas jambu biji sebesar 11.9 Ton (20%). Nilai marginal terbesar pada komoditas jambu biji, dan nilai marginal terkecil pada komoditas buncis.

Pola ketersedian ruang terbuka hijau kawasan perkotaan Purwokerto menunjukan bahwa sebagian besar kelurahan di pusat kawasan perkotaan Purwokerto (Kecamatan Purwokerto Barat, Purwokerto Selatan, Purwokerto Timur, dan Purwokerto Utara) mengalami defisit ruang terbuka hijau, dan sebaliknya desa/kelurahan pada kecamatan-kecamatan yang merupakan perluasan kawasan perkotaan. Defisit terbesar pada Kelurahan Teluk, yaitu sebesar 71.5 Ha (36.9%). Kelurahan Karanglewas Lor memiliki defisit terkecil yaitu 0.9 Ha (4.5%), namun nilai marginalnya paling besar, sehingga peningkatan lahan terbangun pada wilayah ini akan mendorong peningkatan defisit pemenuhan ruang terbuka hijau.

(6)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN

DAN RUANG TERBUKA HIJAU

(Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto)

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

(8)
(9)

Judul Tesis : Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto)

Nama : Yatin Ciptaningrum

NIM : A 156070134

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr Ir. Atang Sutandi, M.Si. Ph.d

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(10)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya atas ridho dan pertolongan-Nya tesis ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2008 ini adalah perencanaan penggunaan lahan, dengan judul Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto). Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr dan Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.d selaku Komisi Pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan bagi penyusunan tesis, serta tambahan ilmu yang bermanfaat.

2. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi perbaikan penulisan tesis.

3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah.

4. Pemerintah Kabupaten Banyumas yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis.

5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan tugas belajar dan beasiswa yang diberikan.

6. Seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, cinta dan kasih sayangnya.

7. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun kelas reguler angkatan 2007 atas semua doa, dukungan dan kebersamaannya selama proses belajar hingga selesai.

8. Rekan-rekan di Bidang Prasarana Wilayah Bappeda Kabupaten Banyumas, dan pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini. Kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan di masa yang akan datang sangat penulis hargai. Semoga tesis ini bermanfaat.

(11)

Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 31 Oktober 1972 dari bapak Soedijarto dan ibu Supartijah. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwokerto dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada tahun 2007, penulis memperoleh beasiswa program 13 bulan dari Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan, Bappenas untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

Penulis bekerja sebagai tenaga honorer pada Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 1998-2000. Tahun 2003 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan ditempatkan pada Bidang Prasarana Wilayah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Banyumas sampai saat ini.

(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ... xiii

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan ... 8

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan ... 12

Penataan Ruang Kawasan Perkotaan ... 16

Optimasi Penggunaan Lahan ... 19

METODE PENELITIAN Kerangka Pikir ... 23

Ruang Lingkup ... 26

Model Optimasi ... 29

Pengumpulan dan Penyiapan Data ... 35

Jenis dan Sumber Data ... 35

Variabel dan Parameter Optimasi ... 36

Pendugaan Parameter Optimasi ... 36

Konfigurasi Penggunaan Lahan Optimal ... 47

Analisis Sensitivitas ... 48

(13)

Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Purwokerto ... 50

Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto ... 61

Kondisi Sosial Ekonomi Kawasan Perkotaan Purwokerto ... 62

Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Purwokerto ... 65

Potensi Pertanian Kawasan Perkotaan Purwokerto ... 65

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Penggunaan Lahan Optimal ... 69

Pola Pertanaman Optimal Komoditas Pertanian Tanaman Bahan Makanan ... 78 Pemenuhan Permintaan Konsumsi Lokal Tanaman Bahan Makanan ... 90

Pola Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau ... 94

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 98

Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100

(14)

Halaman

1 Desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto ... 28

2 Jenis dan sumber data ... 35

3 Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan Kabupaten Banyumas ... 37 4 Jumlah penduduk dan penggunaan lahan aktual ruang terbangun kawasan perkotaan Purwokerto ... 39 5 Produktivitas (Ton/Ha) dan intensitas pertanaman tiap komoditas pada tiap jenis penggunaan lahan ... 41 6 Koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan ... 43

7 Penduduk menurut matan pencaharian pada kawasan perkotaan Purwokerto... 64 8 Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto ... 65

9 Luas areal lahan untuk tiap kelas kesesuaian ... 67

10 Pola penggunaan lahan optimal ... 71

11 Perubahan penggunaan lahan ... 74

12 Luas penggunaan lahan aktual dan penggunaan lahan optimal ... 75

13 Pola pertanaman optimal komoditas padi, palawija dan umbi-umbian ... 79 14 Pola pertanaman optimal komoditas buah-buahan ... 80

15 Pola pertanaman optimal komoditas sayuran ... 82

16 Penggunaan lahan optimal dan pangsa area pertanamanan optimal .. 86

(15)

Halaman

1 Peran pertanian ... 5

2 Tipologi pendekatan penataan ruang ... 16

3 Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perkotaan ... 17

4 Kerangka pikir ... 25

5 Kawasan perkotaan Purwokerto ... 27

6 Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto ... 44

7 Kesesuaian lahan kawasan perkotaan Purwokerto... 45

8 Struktur logika pilihan penggunaan lahan ... 46

9 Kabupaten Banyumas dalam konstelasi regional Provinsi Jawa Tengah ... 50 10 Ketinggian lahan kawasan perkotaan Purwokerto ... 52

11 Kemiringan lahan kawasan perkotaan Purwokerto ... 53

12 Geologi kawasan perkotaan Purwokerto ... 54

13 Hidrologi kawasan perkotaan Purwokerto ... 58

14 Curah hujan kawasan perkotaan Purwokerto ... 59

15 Tanah kawasan perkotaan Purwokerto ... 60

16 Penggunaan lahan optimal kawasan perkotaan Purwokerto ... 73

(16)

Halaman

1 Satuan peta lahan pada tiap desa/kelurahan ... 103

2 Luas satuan peta lahan ... 105

(17)

Latar Belakang

Penataan ruang pada dasarnya merupakan proses pembangunan untuk

menciptakan kehidupan yang lebih baik melalui pengelolaan ruang. Penataan

ruang secara konvensional memiliki keterbatasan dalam aspek keterukurannya.

Pada umumnya rencana tara ruang tidak memberikan informasi yang memadai

tentang dampak dan manfaat alokasi ruang terhadap kinerja pembangunan.

Akibatnya rencana tata ruang belum mampu memberikan manfaat bagi

kesejahteraan masyarakat.

Rencana tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto tidak mampu

mengendalikan perkembangan kawasan, fenomena yang terjadi adalah kawasan

perkotaan Purwokerto berkembang tanpa arah ke daerah hinterland-nya (Bappeda

Kabupaten Banyumas 2007). Rencana tata ruang tersebut juga tidak memberikan

informasi tentang luas lahan pertanian yang bisa dialihfungsikan ke penggunaan

lahan non pertanian untuk menampung perkembangan kawasan, sehingga alih

fungsi lahan menjadi tidak terkendali. Dampak lebih jauh dari fenomena tersebut

adalah timbulnya permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan di

kawasan perkotaan Purwokerto. Kedua permasalahan tersebut muncul seiring

pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan sebagai wujud kinerja pembangunan.

Di wilayah Kabupaten Banyumas terdapat 178,945 keluarga pra sejahtera. Dari

jumlah tersebut 28,876 keluarga pra sejahtera berada di kawasan perkotaan

Purwokerto. Selanjutnya 58 lokasi permukiman kumuh yang ada di wilayah

Kabupaten Banyumas, 34 lokasi di antaranya berada di kawasan perkotaan

Purwokerto (BPS 2006a).

Sebagai proses pembangunan penataan ruang bertujuan untuk

mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya melalui mobilisasi dan alokasi sumber

daya berdasarkan prinsip efisiensi dan produktivitas, alat dan wujud distrbusi

sumber daya sesuai asas pemerataan, keberimbangan dan keadilan, serta menjaga

keberlanjutan pembangunan, menciptakan rasa aman, dan kenyamanan ruang

(Rustiadi et al. 2007). Kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan

(18)

Kemiskinan mengindikasikan terjadinya misalokasi sumber daya. Di sisi lain

penurunan kualitas lingkungan merupakan ancaman bagi keberlanjutan

pembangunan. Permasalahan-permasalahan tersebut harus dapat diatasi agar tidak

menghambat perkembangan kawasan.

Pertanian perkotaan merupakan strategi yang bersifat komplementer bagi

pengurangan kemiskinan perkotaan, permasalahan ketahanan pangan dan

peningkatan kualitas lingkungan perkotaan (RUAF Fondation 2009). Multifungsi

lahan pertanian memungkinkan pertanian perkotaan berperan dalam penyediaan

pangan, pengembangan ekonomi kawasan perkotaan, pengembangan sosial, dan

peningkatan kualitas lingkungan perkotaan. Keberadaan pertanian di kawasan

perkotaan akan meningkatkan efisiensi produksi sehingga meningkatkan akses

penduduk terhadap pangan. Dari sudut pandang ekonomi, pertanian perkotaan

menyediakan lapangan pekerjaan untuk menciptakan pendapatan bagi

penduduknya, sehingga dapat digunakan sebagai upaya pemberdayaan untuk

meningkatkan kemandirian masyarakat. Selanjutnya fungsi pertanian untuk

memperbaiki iklim mikro, pengaturan tata air, dan meningkatkan biodiversity,

memungkinkan pertanian berperan dalam peningkatan kualitas lingkungan

kawasan perkotaan.

Pertanian bukan kegiatan utama dalam kawasan perkotaan, namun demikian

peran pertanian menjadikannya penting untuk dilindungi. Pada kawasan perkotaan

Purwokerto perlindungan lahan pertanian menjadi semakin penting karena

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu lumbung pangan nasional di Provinsi

Jawa Tengah, dan kawasan perkotaan Purwokerto merupakan salah satu bagian

wilayah Kabupaten Banyumas paling subur dengan potensi dan sarana prasarana

pertanian yang memadai. Gambaran umum produksi padi di Indonesia

menunjukan terkonsentrasinya produksi padi di pulau Jawa. Sekitar 55.06% atau

sebesar 29.76 ton dari seluruh produksi padi di Indonesia pada tahun 2005

dihasilkan di pulau Jawa. Tingginya produksi padi di pulau Jawa disebabkan

tingginya produktivitas dan luas panen di pulau tersebut. Hal yang sama juga

terjadi pada produksi tanaman bahan makanan yang lain seperti jagung, ubi kayu,

(19)

oleh Pulau Jawa, kecuali ubi jalar yang berada di bawah 50% (BPS 2006b).

Keadaan ini menggambarkan kondisi tanah di pulau Jawa sebagai lahan yang baik

untuk dirawat dan perlu dipertahankan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas

produksi tanaman bahan makanan.

Pertanian dalam kawasan perkotaan akan meningkatkan kompetisi terhadap

lahan dan sumber daya lainnya di kawasan perkotaan. Kondisi demikian

mengharuskan perencanaan dan pengelolaan lahan serta sumber daya lainnya

secara terintegrasi dan komprehensif (FAO 1997). Lahan pertanian perkotaan

sebagai bagian dari ruang perkotaan harus direncanakan secara terintegrasi dengan

sektor-sektor lainnya.

Keterkaitan dan kompleksitas kegiatan dan fungsi di kawasan perkotaan

memerlukan model perencanaan penggunaan lahan yang dapat mengoptimalkan

pencapaian berbagai tujuan dengan keterbatasan lahan. Hal ini dikarenakan

berbagai kepentingan terhadap lahan memiliki potensi konflik. Di samping itu

penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya dapat

mengakibatkan kerusakan pada lahan dan kerusakan lingkungan. Pendekatan

model yang terintegrasi seperti optimasi akan mampu memberikan analisis yang

komprehensif, sehingga memungkinkan pencapaian optimal berbagai tujuan

penggunaan lahan.

Perumusan Masalah

Urbanisasi telah berdampak pada peningkatan penduduk miskin di kawasan

perkotaan, tumbuhnya permukiman kumuh, permasalahan sampah, dan penyakit

urbanisasi lainnya. Hal ini dikarenakan kawasan perkotaan memiliki keterbatasan

dalam menampung perkembangan penduduk, menyediakan lapangan pekerjaan,

serta menyediakan fasilitas dan berbagai pelayanan kehidupan. Penyediaan sarana

dan prasarana kehidupan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk dan

daya dukung lingkungan akan menyebabkan permasalahan baru. Akhirnya jika

sumber daya kawasan perkotaan tidak mampu lagi menampung perkembangan

maka kawasan perkotaan akan mengalami kemunduran dan menjadi tidak nyaman

(20)

Peningkatan penduduk miskin di kawasan perkotaan terutama dikarenakan

migrasi penduduk miskin dari desa. Penduduk miskin yang kebanyakan adalah

petani melakukan migrasi dengan pengharapan untuk memperoleh kehidupan

yang lebih baik di kota. Pada kenyataannya mereka tidak memiliki

kemampuan/ketrampilan yang dibutuhkan dalam sektor ekonomi di kawasan

perkotaan yang didominasi sektor sekunder dan tersier. Secara umum tenaga kerja

sektor pertanian juga sulit untuk berpindah ke sektor lain. Sementara untuk

bekerja di sektor pertanian akan terhambat karena terbatasnya lahan pertanian di

kawasan perkotaan.

Peningkatan penduduk kawasan perkotaan akan meningkatkan kebutuhan

pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut potensi pertanian yang ada

dalam kawasan perkotaan perlu dioptimalkan. Mengoptimalkan pertanian

perkotaan dapat mengurangi ketergantungan kawasan perkotaan terhadap suplai

bahan pangan dari luar kawasan. Meningkatnya pemanfaatan lahan pertanian guna

memenuhi konsumsi bahan makanan dengan potensi pertanian dalam kawasan

akan membuka peluang lapangan pekerjaan. Sektor pertanian dapat memberikan

peluang lapangan pekerjaan yang hampir tanpa hambatan. Pertanian juga

merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Di samping itu dari

sisi produksi pusat produksi dan pasar berada pada lokasi yang sama akan

meningkatkan efisiensi.

Pertanian sebagai komponen utama ruang terbuka hijau menentukan kualitas

lingkungan kawasan perkotaan. Keberadaan lahan pertanian di kawasan perkotaan

akan mendukung terciptanya lingkungan kawasan perkotaan yang nyaman. Di sisi

lain pertumbuhan ekonomi dan peningkatan penduduk kawasan perkotaan

meningkatkan kebutuhan lahan terbangun. Alih fungsi lahan pertanian menjadi

konsekuensi perkembangan tersebut sehingga ruang terbuka hijau kawasan

perkotaan terus berkurang. Berkurangnya ruang terbuka hijau mengakibatkan

lingkungan kawasan perkotaan menjadi tidak nyaman, suhu kawasan meningkat,

(21)

Gambar 1 Peran pertanian

Peran pertanian sebagai penyedia pangan, pengembangan ekonomi kawasan

perkotaan, pengembangan sosial, dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan

dapat menjadi alternatif strategi bagi pengurangan kemiskinan perkotaan dan

peningkatan kualitas lingkungan perkotaan. Peran tersebut menunjukan perlunya

perlindungan lahan pertanian perkotaan. Perlindungan lahan pertanian sekaligus

merupakan langkah perlindungan terhadap ruang terbuka hijau.

Perencanaan lahan pertanian merupakan dasar bagi perlindungan lahan

pertanian. Lahan pertanian sebagai bagian dari penggunaan lahan kawasan

perkotaan merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah. Perlindungan lahan

pertanian terutama ditujukan untuk menjamin kecukupan pangan. Selain itu

dengan perlindungan lahan pertanian diharapkan dapat meningkatkan

kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat. Tujuan perlindungan

lahan pertanian dapat terwujud jika potensi pertanian dioptimalkan. Dalam

perencanaan penggunaan lahan tujuan-tujuan tersebut dikaji secara komprehensif

(22)

Perencanaan tata ruang secara konvensional belum dapat mewujudkan

penggunaan lahan yang optimal. Rencana tata ruang pada umumnya tidak

memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian, bahkan sebaliknya rencana

tata ruang seringkali menjadi legalisasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian.

Multifungsi lahan pertanian sering diabaikan dan potensinya belum dioptimalkan.

Kebijakan penataan ruang yang tidak tepat pada akhirnya menimbulkan

permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan.

Kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan merupakan

ancaman bagi keberlanjutan pembangunan kawasan perkotaan, kedua

permasalahan tersebut dapat menghambat perkembangan kawasan. Oleh karena

itu diperlukan pendekatan perencanaan yang dapat mewujudkan penggunaan

lahan optimal dengan melindungi lahan pertanian, melindungi ruang terbuka

hijau, sekaligus mengoptimalkan potensi pertanian.

Dari uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji

dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto

untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau?

2. Bagaimana penggunaan lahan untuk budidaya pertanian tanaman bahan

makanan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto?

3. Bagaimana potensi kawasan perkotaan Purwokerto untuk memenuhi

permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pertanian tanaman bahan

makanan dan ruang terbuka hijau?

Tujuan Penelitian

1. Melakukan analisis optimasi penggunaan lahan untuk perlindungan lahan

pertanian dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan Purwokerto.

2. Melakukan analisis optimasi penggunaan lahan untuk budidaya pertanian

(23)

3. Melakukan analisis potensi kawasan perkotaan Purwokerto untuk memenuhi

permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pertanian tanaman bahan

makanan dan ruang terbuka hijau.

4. Membuat peta arahan penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan

Purwokerto.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan alternatif pendekatan perencanaan penggunaan

lahan untuk perencanaan tata ruang yang lebih terukur, bagi badan

perencanaan/instansi teknis yang bertanggungjawab dalam perencanaan tata

(24)

Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan

Lahan adalah aset terpenting bagi kegiatan pertanian. Sebagai salah satu

faktor produksi pertanian lahan memiliki potensi yang berbeda-beda yang

menentukan penggunaannya untuk budidaya. Lahan yang memiliki kesesuaian

untuk budidaya pertanian tanaman pangan jumlahnya terbatas dan terus menurun

sejalan dengan perkembangan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.

Fenomena alih fungsi lahan saat ini menunjukan perkembangan yang semakin

cepat menyebabkan luas lahan pertanian kian menyusut.

Perubahan penggunaan lahan merupakan tuntutan perkembangan kawasan

perkotaan. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah bagian dari proses

transformasi struktur ekonomi kawasan perkotaan, yang ditandai dengan

berkembangnya sektor sekunder dan tersier menggeser peran sektor pertanian

terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan (Nugroho & Dahuri 2004).

Perkembangan kawasan perkotaan umumnya didominasi oleh sektor sekunder dan

tersier yang intensif dalam penggunaan lahan. Hal ini sejalan dengan konsep sewa

lahan, di mana sewa lahan semakin menurun dengan makin jauhnya jarak dengan

pusat bisnis. Sektor-sektor dengan produktivitas tinggi akan menempati pusat

kawasan perkotaan.

Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang tidak terkendali akan

menyebabkan permasalahan ketahanan pangan, lingkungan dan ketenagakerjaan.

Selain berfungsi sebagai media budidaya tanaman, lahan pertanian memiliki

multifungsi bagi lingkungan, biofisik lahan, dan sosial budaya. Dengan demikian

alih fungsi lahan tidak hanya berpengaruh terhadap produksi pangan, tetapi juga

menimbulkan banyak kerugian akibat hilangnya investasi untuk membangun

irigasi dan prasarana lainnya, juga kerugian ekologis bagi lahan pertanian di

sekitarnya. Kerugian tersebut bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan

pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan

sektor-sektor penunjang lainnya. Secara umum sektor-sektor pertanian merupakan sektor-sektor yang

paling banyak menyediakan lapangan kerja, dan pada umumnya tenaga kerja

(25)

Ketahanan pangan menjadi isu penting di Indonesia, banyaknya penduduk

miskin, penurunan produktivitas pertanian, serta bencana alam menjadi ancaman

bagi ketahanan pangan. Sebagai negara agraris Indonesia memiliki potensi yang

besar untuk menyediakan bahan pangan. Namun kenyataannya kebutuhan bahan

pangan Indonesia masih bergantung pasokan dari luar negeri. Kondisi demikian

sangat beresiko bagi ketahanan pangan nasional (Liem 2008).

Undang-undang tentang Pangan (UU No. 7 Tahun 1996) mendefinisikan

ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang

tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

aman, merata, dan terjangkau. Berdasarkan definisi tersebut terdapat 4 komponen

yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: 1)

kecukupan ketersediaan pangan, 2) stabilitas ketersediaan pangan 3)

aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan, serta 4) kualitas/keamanan pangan.

Indonesia dihadapkan dengan dua masalah ketahanan pangan, yaitu ketahanan

pangan wilayah dan ketahanan pangan rumah tangga. Ketahanan pangan wilayah

digambarkan dari aspek produksi, sedangkan aspek ketahanan pangan rumah

tangga diwujudkan dengan kemampuan penduduk mengakses dan mengonsumsi

makanan sesuai syarat gizi untuk mencapai derajat hidup sehat. Dari aspek

produksi ketahanan pangan menghadapi tantangan karena berkurangnya lahan

pertanian. Sedangkan dari aspek ketahanan pangan rumah tangga banyaknya

penduduk miskin meningkatkan ancaman terhadap ketahanan pangan.

Ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah dan

masyarakat. Upaya mewujudkan ketahanan pangan dilakukan dengan

menyediakan pangan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat sejalan

dengan perkembangan penduduk. Peraturan Pemerintah mengenai Ketahanan

Pangan (PP No. 68 Tahun 2002) menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk

menyediakan pangan adalah dengan mempertahankan dan mengembangkan lahan

produktif, di samping upaya-upaya terkait dengan teknologi produksi yang

diharapkan semakin efisien. Mempertahankan dan mengembangkan lahan

produktif serta pengembangan teknologi produksi pertanian merupakan bagian

(26)

Perlindungan lahan pertanian terutama lahan sawah irigasi telah mendapat

perhatian pemerintah dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang Irigasi

(PP No. 20 Tahun 2006). Upaya perlindungan lahan pertanian sawah beririgasi

merupakan bagian dari perlindungan investasi infrastruktur pertanian.

Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut pemerintah mengupayakan

ketersediaan lahan beririgasi dan/atau mengendalikan alih fungsi lahan beririgasi

untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat jaringan irigasi. Selanjutnya

pemerintah berkewajiban menetapkan wilayah potensial irigasi dalam rencana tata

ruang wilayah untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Alih fungsi lahan

beririgasi tidak dapat dilakukan kecuali dengan perubahan rencana tata ruang, atau

bencana alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi lahan dan jaringan irigasi.

Sebagai konsekuensi alih fungsi lahan yang diakibatkan oleh perubahan rencana

tata ruang, pemerintah berkewajiban mengupayakan penggantian lahan beririgasi

beserta jaringannya.

Saat ini tengah disusun Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan sebagai upaya pemerintah untuk menjamin lapangan kerja

dan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat, menjamin kedaulatan

dan ketahanan pangan. Perlindungan lahan pertanian juga dilakukan sejalan

dengan pembaruan agraria yaitu berkenaan dengan penataan kembali penguasaan,

pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria yang ditujukan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rancangan Undang-undang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan perlindungan lahan petanian

bertujuan untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara

berkelanjutan, menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan,

mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, melindungi

kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani, meningkatkan kemakmuran,

kesejahteraan petani dan masyarakat, meningkatkan perlindungan dan

pemberdayaan petani, meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan

yang layak, mempertahankan keseimbangan ekologis, dan mempertahankan

(27)

Perlindungan lahan pertanian dilakukan dengan mempertimbangkan aspek

lokasi, fisik, produktivitas, investasi infrastruktur pertanian, manfaat konservasi

tanah dan air, penyerapan tenaga kerja, serta kecukupan pangan (Liem 2008).

Sedangkan dalam rancangan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan beberapa aspek terkait perencanaan penggunaan lahan

antara lain penggunaan lahan pertanian, lokasi, sosial ekonomi masyarakat, serta

kriteria fisik lahan dan ketersediaan infrastruktur pertanian. Lahan pertanian yang

ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat berupa sawah

beririgasi (teknis, semi teknis, sederhana, dan pedesaan), sawah tadah hujan, lahan

rawa baik pasang surut maupun lebak, dan/atau lahan kering. Sedangkan

lokasinya dapat berada di kawasan perdesaan maupun perkotaan.

Perlindungan lahan pertanian dilakukan melalui perencanaan berdasarkan

pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan, produktivitas,

kebutuhan pangan nasional, kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan,

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta musyawarah petani.

Perencanaan dilakukan terhadap lahan pertanian yang sudah ada dan yang

potensial dikembangkan, dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian lahan,

ketersediaan infrastruktur, penggunaan lahan, potensi teknis lahan, dan luasan

kesatuan hamparan lahan. Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan

disusun baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.

Pentingnya mengintegrasikan penggunaan lahan pertanian dengan

penggunaan lahan lainnya dalam perencanaan penggunaan lahan untuk penataan

ruang ditunjukan dengan perencanaan dan penetapan yang saling terkait antar

wilayah dan penggunaan lahan lainnya. Perencanaan kawasan pertanian pangan

berkelanjutan di tingkat nasional menjadi acuan bagi perencanaan di tingkat

provinsi, dan perencanaan di tingkat provinsi menjadi acuan perencanaan di

tingkat kabupaten/kota. Selanjutnya penetapan kawasan pertanian pangan

berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang menjadi

(28)

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang

Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang terbuka hijau adalah

ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk

area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana di dalam

penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam

ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau

tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan

pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. Kebijakan tentang ruang

terbuka hijau diperkuat dengan Undang-undang Penataan Ruang (UU No. 26

Tahun 2007) yang telah memberikan landasan pengaturan untuk ruang terbuka

hijau dalam rangka mewujudkan ruang kawasan perkotaan yang aman, nyaman,

produktif, dan berkelanjutan. Sebagai tidak lanjut dari ketentuan tersebut telah

ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan

Perkotaan. Peraturan lain yang memuat ketentuan tentang ruang terbuka hijau

adalah Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 32/Permen/M/2006

tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun

Yang Berdiri Sendiri, Persyaratan, Standar dan Kriteria dalam Perencanaan,

Pelaksanaan dan Pengendalian Kasiba dan Lisiba. Ruang terbuka hijau juga diatur

dalam rencana tata ruang, baik dalam rencana penggunaan lahan maupun tercakup

dalam ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB). Koefisien dasar bangunan

yaitu perbandingan antara luas ruang terbangun dengan luas total lahan.

Sedangkan ruang terbuka hijau merupakan selisih antara luas total lahan dengan

luas ruang terbangun.

Perkembangan kawasan perkotaan telah mengakibatkan penurunan kuantitas

dan kualitas ruang terbuka hijau. Penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka

hijau mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perkotaan dan berdampak

terhadap kehidupan perkotaan. Hal tersebut dikarenakan fungsi dan manfaat ruang

terbuka hijau yang menentukan kualitas dan keberlanjutan lingkungan kawasan

(29)

Fungsi ruang terbuka hijau dapat dikelompokan dalam fungsi ekologi, sosial

budaya, arsitektural dan fungsi ekonomi. Fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau

antara lain (Irwan 2008, The Bodine Street Community Garden 2009):

1. Fungsi ekologi

• Sebagai paru-paru kawasan perkotaan yang menghasilkan oksigen untuk pernafasan makhluk hidup.

• Pengatur iklim mikro sehingga kawasan perkotaan menjadi sejuk, nyaman

dan segar.

• Menciptakan lingkungan hidup (ruang hidup) bagi makhluk hidup di alam

yang memungkinkan terjadi interaksi secara alamiah.

• Penyeimbang alam, merupakan habitat bagi berbagai macam organisme yang hidup di sekitarnya.

• Fungsi oro-hidrologi, menyerap air hujan, mengendalikan persediaan air

tanah dan mencegah erosi, sekaligus memperbaiki drainase.

• Perlindungan terhadap kondisi fisik alami seperti angin kencang, panas matahari, gas atau debu. Ruang terbuka hijau mengurangi efek pulau panas

di kawasan perkotaan. Efek pulau panas adalah gejala peningkatan suhu

pada kawasan perkotaan dibandingkan suhu lingkungan sekitarnya. Efek

pulau panas terjadi pada kawasan perkotaan yang padat dengan ruang

terbangun yang masif, dikarenakan bangunan, aspal jalan, dan konstruksi

beton menyerap panas, sehingga temperatur di sekitarnya menjadi

meningkat. Tanaman mampu mengurangi efek pulau panas tersebut

dengan naungan kanopinya dan evapotranspirasi.

• Mengurangi polusi, tanaman dalam ruang terbuka hijau mampu menyerap

polutan dari kendaraan, menyaring debu dengan dengan tajuk dan

kerimbunan daunnya, meredam kebisingan, dan berperan membersihkan

air limbah.

• Akhirnya ruang terbuka hijau dapat menjadi indikator bagi kondisi ekologi

(30)

2. Fungsi sosial budaya

• Sebagai tempat rekreasi, tempat bersosialisasi, menciptakan interaksi

positif antar masyarakat, serta mengembangkan nilai-nilai sosial yang bisa

menjadi modal sosial bagi pembangunan.

• Ruang terbuka hijau menjadi sarana pendidikan untuk mengenalkan alam, menghubungkan masyarakat dengan lingkungannya sehingga

memunculkan kesadaran untuk menciptakan lingkungan hidup yang

nyaman. Hal ini penting untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang

berkelanjutan.

3. Fungsi arsitektural

Fungsi arsitektural ruang terbuka hijau terkait vegetasi di dalamnya yang

akan meningkatkan fungsi ruang dan berperan membentuk ruang kawasan

perkotaan. Penanaman vegetasi dengan mempertimbangkan aspek arsitektural

serta direncanakan dengan baik dan menyeluruh akan menambah keindahan

kawasan perkotaan

4. Fungsi ekonomi

• Lahan pertanian merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang

menghasilkan produk yang bernilai ekonomi.

• Ruang terbuka hijau yang berupa lahan pertanian dapat menciptakan

lapangan pekerjaan dan berperan bagi pemberdayaan masyarakat.

• Sedangkan ruang terbuka hijau privat berupa taman dapat meningkatkan

nilai properti.

Sesuai arahan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, perencanaan ruang terbuka

hijau dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:

1. Konsep struktur fungsional kota

Ruang terbuka hijau dikelompokan berdasarkan struktur fungsional ruang

meliputi kawasan hijau pertamanan kota, hutan kota, kawasan rekreasi kota,

lapangan olah raga, permakaman, pertanian, jalur hijau/koridor jalan dan

(31)

2. Konsep koridor kota

Ruang terbuka hijau terbagi dalam kawasan dengan fungsi tertentu terkait

aktivitas dominan, yaitu ruang terbuka hijau kawasan permukiman,

perdagangan, perkantoran dan fasilitas pelayanan umum, industri, kawasan

rekreasi dan hiburan, pertanian dan perkebunan, dan kawasan pendidikan.

Kebijakan yang memuat ketentuan tentang ruang terbuka hijau menentukan

standar luas ruang terbuka hijau yang berbeda-beda. Luas ruang terbuka hijau

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Penataan Ruang adalah minimal

sebesar 30% luas wilayah. Persyaratan dan stándar fasilitas ruang terbuka hijau

pada Kasiba sebagaimana Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor

32/Permen/M/2006 adalah 15 m2 per jiwa dengan lokasi menyebar. Selanjutnya

dalam rencana tata ruang luasan ruang terbuka hijau ditentukan berdasarkan KDB.

Penetapan KDB dibedakan dalam tingkatan KDB tinggi (lebih besar dari 60%

sampai dengan 100%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan rendah (lebih kecil

dari 30%). Untuk daerah/kawasan padat dan/atau pusat kota dapat ditetapkan

KDB tinggi dan/atau sedang, sedangkan untuk daerah/kawasan renggang dan/atau

fungsi resapan ditetapkan KDB rendah (PP No. 36 Tahun 2005). Koefisien dasar

bangunan 60% berarti area yang boleh tertutup oleh bangunan dan perkerasan

adalah maksimum 60% dari luas kawasan, sedangkan sisanya adalah ruang

terbuka hijau.

Berbagai fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau menentukan keberlanjutan

kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan perkotaan secara berkelanjutan

merupakan tantangan dalam pembangunan kawasan. Dengan pendekatan

pembangunan berkelanjutan ekploitasi sumber daya, investasi, dan perubahan

institusional dikembangkan dengan mempertimbangkan kebutuhan masa sekarang

dan masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan membutuhkan

pengelolaan sumber daya alam yang dapat menyeimbangkan kebutuhan

masyarakat dengan daya dukung lingkungan. Semakin banyak kehilangan ruang

terbuka hijau tidak hanya berarti kehilangan sumber daya alam dan menurunnya

kualitas lingkungan kawasan perkotaan tapi juga sumber daya manusia dengan

(32)

Penataan Ruang Kawasan Perkotaan

Undang-undang Penataan Ruang mengklasifikasikan penataan ruang

berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan

kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang kawasan perkotaan

merupakan penataan ruang yang didasarkan pada kegiatan kawasan. Penataan

ruang kawasan perkotaan diselenggarakan pada kawasan perkotaan yang

merupakan bagian wilayah kabupaten dan kawasan yang secara fungsional berciri

perkotaan yang mencakup dua atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau

lebih wilayah provinsi. Rencana tata ruang kawasan perkotaan merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah.

Gambar 2 Tipologi pendekatan penataan ruang

Perencanaan tata ruang secara konvensional menggunakan Pedoman

Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan (Departemen Permukiman

dan Prasarana Wilayah 2002) dalam penyusunannya. Rencana tata ruang kawasan

perkotaan disusun melalui tahapan proses perencanaan sebagai berikut:

1. Penentuan kawasan perencanaan berdasarkan tingkat urgensi/prioritas/

keterdesakan penanganan kawasan dalam konstelasi wilayah

2. Identifikasi permasalahan pembangunan dan perwujudan ruang kawasan

3. Perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan didasarkan atas

(33)

kebutuhan prasarana dan sarana lingkungan, sasaran pembangunan kawasan,

dan pertimbangan efisiensi pelayanan, mencakup:

a. Perkiraan kebutuhan pengembangan kependudukan;

b. Perkiraan kebutuhan pengembangan ekonomi perkotaan;

c. Perkiraan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi perkotaan;

d. Perkiraan kebutuhan pengembangan lahan perkotaan (ekstensifikasi,

intensifikasi, perkiraan ketersediaan lahan bagi pengembangan);

e. Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan.

4. Perumusan rencana berdasarkan pada perkiraan kebutuhan pelaksanaan

pembangunan dan pemanfaatan ruang.

5. Penetapan rencana (legalisasi) untuk mengoperasionalkan rencana.

Gambar 3 Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perkotaan

Muatan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian

wilayah kabupaten berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang

Kawasan Perkotaan, meliputi: 1) tujuan pengembangan kawasan fungsional

perkotaan; 2) rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan, 3)

(34)

pedoman pengendalian pemanfaatan ruang kawasan fungsional perkotaan.

Perencanaan penggunaan lahan merupakan bagian dari rencana struktur dan pola

pemanfaatan ruang kawasan perkotaan. Namun demikian pola spasial penggunaan

lahan yang terbentuk tidak terlepas dari muatan lainya dalam rencana tata ruang.

Produk rencana tata ruang pada umumnya memiliki kelemahan dari aspek

keterukurannya. Sehingga strategi pemanfaatan ruang seringkali kurang dapat

dioperasionalkan sebagai acuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan

potensi wilayah secara optimal. Rencana tata ruang seringkali tidak

mengemukakan tujuan perencanaan tata ruang secara spesifik. Dengan pengertian

bahwa tujuan-tujuan tersebut bisa juga menjadi tujuan penataan ruang untuk

wilayah lain dengan kondisi dan potensi wilayah yang berbeda, tidak berbeda jika

arahan digunakan pada suatu wilayah atau di wilayah lain. Hal ini dapat

mengarahkan pada strategi pemanfaatan ruang yang terlalu umum, tidak spesifik

sesuai potensi wilayah.

Perencanaan tata ruang secara konvensional belum dapat mendukung fungsi

kawasan perkotaan dan pemanfaatan sumber daya secara optimal. Berbagai

permasalahan kawasan perkotaan menunjukan bahwa penataan ruang secara

konvensional belum dapat mewujudkan efisiensi penggunaan lahan yang dapat

mendukung kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang ada di dalam kawasan. Lahan

sebagai sumber daya kawasan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan dan

fungsi kawasan perlu dikelola dengan baik sehingga dapat digunakan secara

berkesinambungan, menciptakan interaksi positif antara berbagai kegiatan, fungsi

dan komponen kawasan perkotaan, serta meminimasi dampak negatif yang tidak

diinginkan.

Penataan ruang kawasan perkotaan harus dapat mendukung dinamika

perkembangan dan berusaha mengefisienkan penggunaan lahan sebelum

melakukan perluasan kota ke daerah pinggiran (fringe area). Sebagai pusat

pengembangan wilayah kawasan perkotaan cenderung berkembang menjadi besar,

melebar ke daerah pinggirannya. Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan

secara konvensional tidak mampu mencegah terjadinya perkembangan kawasan

(35)

memberikan informasi yang memadai mengenai manfaat pelaksanaan rencana,

dampak perubahan penggunaan lahan dan sebagainya. Akibatnya kawasan

cenderung berkembang tidak terarah menjadi besar, melebar ke daerah

pinggirannya, serta timbulnya berbagai permasalahan kawasan perkotaan.

Optimasi Penggunaan Lahan

Optimasi adalah suatu teknik analisis untuk menentukan keputusan optimal

(maksimal atau minimal) untuk mencapai tujuan tertentu dengan dibatasi berbagai

kendala (Widodo 2006). Linear programming merupakan model dasar dalam

optimasi. Langkah pemodelan optimasi meliputi tahapan perumusan variabel

tujuan, merumuskan variabel keputusan, menyusun fungsi tujuan, menentukan

fungsi kendala, menentukan konfigurasi optimal, dan analisis sensistivitas

(Saefulhakim 2008).

Model optimasi telah berkembang luas, dan telah banyak digunakan dalam

sistem manajemen secara umum, akan tetapi terdapat perbedaan penggunaan

model tersebut untuk optimasi penggunaan lahan. Kajian penggunaan lahan

dengan model optimasi telah banyak digunakan terkait produktivitas lahan dan

pemanfaatan sumber daya, seperti memaksimalkan produksi, penentuan pola

tanam optimal, analisis target produksi dengan kendala fisik, biologi, ekonomi

dan lingkungan, menentukan pola penggunaan lahan yang optimal berdasarkan

berbagai kriteria (ekonomi, lingkungan dan sosial), optimasi suplai air untuk lahan

pertanian, menentukan alokasi terbaik berbagai tipe penggunaan lahan, dan

sebagainya. Namun demikian model optimasi belum banyak digunakan untuk

perencanaan tata ruang atau penggunaan lahan kawasan perkotaan.

Struktur umum model optimasi terdiri atas variabel keputusan, fungsi

tujuan, dan fungsi kendala. Variabel keputusan dalam optimasi penggunaan lahan

adalah pola spasial penggunaan lahan, yang mencakup tipe, luas dan lokasi

penggunaan lahan. Variabel keputusan dapat didasarkan pada pola penggunaan

lahan aktual dengan tipe penggunaan lahan yang ada, atau dikembangkan lebih

(36)

Fungsi tujuan disusun berdasarkan hubungan fungsional antar variabel

keputusan atau yang terkait dengan variabel keputusan sesuai dengan konteks

optimasi yang dilakukan. Selanjutnya fungsi kendala dalam optimasi penggunaan

lahan ditentukan berdasarkan kondisi aktual dalam wilayah penelitian, dengan

pemahaman terhadap kendala-kendala yang dapat menghambat pencapaian

tujuan. Kendala optimasi penggunaan lahan dapat mencakup antara lain kendala

ketersedian sumber daya (luas lahan, kesesuaian lahan, penggunaan lahan aktual),

dan kendala aspek legal (peraturan perundangan terkait pola penggunaan lahan).

Sadeghi et al. (2008) dalam kajian optimasi penggunaan lahan daerah aliran

sungai (Land use optimization in watershed scale) menentukan variabel keputusan

optimasi sebagai pola penggunaan lahan, yaitu tipe, lokasi dan luasan penggunaan

lahan yang didasarkan pada pola dan tipe penggunaan lahan aktual. Fungsi tujuan

disusun berdasarkan sasaran-sasaran optimasi untuk memaksimalkan keuntungan

dan meminimumkan erosi. Untuk tujuan ganda tersebut model optimasi yang

digunakan adalah multiobjectivesgoalprogramming.

Sementara itu Arifin (2004) dalam pemodelan optimasi pola penggunaan

lahan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan, variabel keputusan (pola

penggunaan lahan) dikembangkan menjadi pola penggunaan lahan untuk

komoditas dan musim tanam tertentu. Fungsi tujuan dalam kajian ini dirumuskan

dengan mengkaitkan variabel keputusan dengan tujuan optimasi, untuk

memaksimalkan land rent. Model optimasi yang digunakan dalam kajian ini

adalah linear programming.

Dalam operasional perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan

tujuan perencanaan lebih kompleks. Optimasi penggunaan lahan kawasan

perkotaan juga akan memiliki tujuan yang lebih kompleks. Oleh sebab itu metode

goals programming/multiobjectivesgoalprogramming akan lebih tepat digunakan

dalam optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan. Goals programming

merupakan salah satu metode dalam pemodelan optimasi untuk mendapatkan

alternatif pemecahan optimum dengan banyak tujuan terhadap suatu persoalan.

Goals programming akan mampu menampung tujuan-tujuan optimasi

(37)

Bentuk umum model goals programming (Saefulhakim 2008) adalah

sebagai berikut:

Fungsi tujuan:

Fungsi-fungsi kendala: • Kendala sasaran

• Kendala riil

• Kendala non negativitas

Keterangan:

j = {1...J}set variabel keputusan

i = {1...I}set fungsi kendala riil

k = {1...K}set fungsi kendala sasaran

z = variabel tujuan yang dicari nilai optimalnya

xj = variabel keputusan ke-j = variabel sasaran ke-k

= variabel angka kekurangan dari angka sasaran ke-k

= variabel angka kelebihan dari angka sasaran ke-k

= koefisien fungsi sasaran ke-k untuk variabel keputusan ke-j

= nilai sasaran ke-k

= skala prioritas penurunan angka kekurangan dari nilai sasaran

(38)

= skala prioritas penurunan angka kelebihan dari nilai sasaran

ke-k

= koefisien fungsi kendala riil ke-i untuk variabel keputusan ke-j

= konstanta fungsi kendala riil ke-i

Dengan kompleksitas kawasan perkotaan, perencanaan penggunaan lahan

kawasan perkotaan yang terbatas dan rentan terhadap konflik karena persaingan

penggunaan lahan yang tinggi akan sangat relevan jika dilakukan secara terukur

dengan model optimasi. Keunggulan analisis kuantitatif dengan model optimasi

untuk perencanaan penggunaan lahan adalah bahwa pendekatan ini memberikan

basis pengetahuan dan informasi yang lebih baik tentang alokasi, luasan dan tipe

penggunaan lahan apa yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan tertentu. Model

optimasi dapat memberikan produk rencana yang lebih terukur dengan hasil

sesuai kondisi aktual dan lebih dapat dilaksanakan. Dengan demikian dampak

negatif dari perubahan penggunaan lahan dapat dihindarkan. Di samping itu

dengan pendekatan model optimasi berbagai kepentingan yang saling

bertentangan dapat diintegrasikan dan dianalisis secara komprehensif. Sehingga

memungkinkan efisiensi dalam pengalokasian sumber daya yang terbatas dan

efektivitas program pembangunan. Dalam prakteknya solusi optimal tetap

menghadapi ketidakpastian (uncertainty) karena dinamika penggunaan lahan dan

(39)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pikir

Pembangunan kawasan perkotaan dilaksanakan untuk mendukung fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat pelayanan. Kawasan perkotaan merupakan pusat berbagai pelayanan yang tidak hanya melayani internal kawasan, tetapi juga wilayah lain dalam sistem perkotaan. Agar kawasan perkotaan dapat menjalankan fungsinya dengan baik maka diperlukan penataan/pengelolaan berbagai potensi dan permasalahan kawasan. Dengan pengelolaan yang baik berbagai permasalahan dan potensi tersebut bisa menjadi pendorong produktivitas masyarakat dan mendukung fungsi kawasan perkotaan.

Penataan ruang merupakan bentuk intervensi kebijakan agar lahan dan sumber daya lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pencapaian tujuan pembangunan. Penataan ruang diperlukan untuk memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan kepada manusia serta makhluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang harus didasarkan pada pemahaman potensi dan keterbatasan sumber daya, perkembangan kegiatan sosial ekonomi, serta kebutuhan kehidupan saat ini, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan untuk kehidupan di masa yang akan datang.

(40)

Perencanaan tata ruang yang tidak terukur menjadikan penggunaan lahan tidak optimal. Penggunaan lahan yang tidak optimal menjadi tidak efektif untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tanpa keterukuran rencana tata ruang kawasan perkotaan belum dapat memberikan informasi yang memadai untuk pengambilan keputusan terkait pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang yang tidak terukur tidak mampu mengendalikan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian, mengakibatkan perkembangan kawasan perkotaan yang tidak terarah, serta mengancam ketahanan pangan. Pemanfaatan ruang yang didasarkan pada rencana tata ruang yang tidak terukur seringkali hanya mempertimbangkan kepentingan sesaat dan kurang memperhatikan dampak jangka panjang, serta tidak terintegrasi antara berbagai kepentingan penggunaan lahan.

Perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan perlu mempertimbangkan perlindungan lahan pertanian tanaman pangan. Selain untuk menjamin kecukupan pangan, perlindungan lahan pertanian juga merupakan perlindungan investasi infratruktur irigasi, efisiensi produksi dengan mendekatkan supply dan demand bahan makanan, serta manfaat lainnya untuk memenuhi rasio kebutuhan ruang terbuka hijau. Pertanian bukan kegiatan utama dalam kawasan perkotaan, namun demikian pertanian berperan penting bagi keberlanjutan kawasan perkotaan.

(41)

Sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan rencana tata ruang perlu direncanakan secara terukur. Dengan perencanaan yang terukur, pemanfaatan ruang untuk mewujudkan struktur dan dan pola ruang akan dapat menghasilkan pola penggunaan lahan yang optimal. Selanjutnya pola penggunaan lahan yang optimal akan dapat meningkatkan kinerja pembangunan, dan diharapkan dapat mengurangi berbagai permasalahan di kawasan perkotaan terkait penggunaan lahan.

(42)

Ruang Lingkup

Optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan ditujukan untuk merencanakan penggunaan lahan optimal bagi pencapaian tujuan penggunaan lahan. Optimasi penggunaan lahan dilakukan dengan mempertimbangkan teori, permasalahan, standar, ketentuan teknis, panduan, peraturan perundangan yang terkait dengan pemodelan optimasi dan perencanaan penggunaan lahan. Selanjutnya optimasi dilakukan dengan mempertimbangkan karakterisitik lahan, produktivitas lahan, penggunaan lahan, kondisi sosial ekonomi, dan berbagai persoalan yang dihadapi kawasan perkotaan Purwokerto.

Dengan berbagai keterbatasan dalam penelitian, terutama keterbatasan waktu dan data, maka ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah perlu dispesifikasikan dalam penelitian ini.

Ruang lingkup wilayah

(43)

Gambar 5 Kawasan perkotaan Purwokerto

(44)

Tabel 1 Desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto

(45)

Ruang lingkup materi

Pengertian operasional optimasi penggunaan lahan dalam penelitian ini adalah menentukan berbagai tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan di kawasan perkotaan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Perlindungan lahan pertanian terutama ditujukan untuk menjamin kecukupan pangan. Dengan demikian dapat diidentifikasi kriteria penggunaan lahan optimal dalam optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan, yaitu penggunaan lahan yang mengintegrasikan berbagai kebutuhan penggunaan lahan dengan memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal, serta memenuhi standar kenyamanan lingkungan.

Perencanaan penggunaan lahan merupakan salah satu komponen perencanaan tata ruang. Dalam perencanaan tata ruang, tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan merupakan produk rencana pola pemanfaatan ruang, yang menggambarkan letak, ukuran, fungsi dari kegiatan-kegiatan budidaya dan lindung. Rencana pola pemanfaatan ruang berisi delineasi (batas-batas) kawasan kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan-kawasan lainnya di dalam kawasan budidaya dan delineasi kawasan lindung.

Dalam optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto permasalahan dan perwujudan ruang kawasan, serta perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan merupakan input analisis untuk penentuan variabel dan parameter optimasi. Penggunaan lahan untuk pelaksanaan pembangunan harus disesuaikan dengan daya dukung lahan berdasarkan kesesuaiannya untuk penggunaan tertentu. Dengan demikian dampak negatif penggunaan lahan terhadap lingkungan dapat diminimumkan dan penggunaan lahan dapat berkelanjutan.

Model Optimasi

(46)

Fungsi tujuan dan fungsi kendala dinyatakan sebagai fungsi dari variabel keputusan, atau fungsi yang terkait dengan variabel keputusan dalam hubungan fungsional tertentu. Sasaran dalam optimasi penggunaan lahan didasarkan pada isu strategis wilayah dengan memperhatikan ketersediaan data untuk analisis. Optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto ditujukan untuk meminimumkan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal komoditas

pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau, sedangkan model optimasi yang digunakan adalah goals programming.

Fungsi tujuan

Optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto menggunakan sasaran ganda. Fungsi tujuan dinyatakan sebagai fungsi dari berbagai variabel sasaran optimasi, yang dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

z = total defisit pangsa pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau

= defisit pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton)

= defisit pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha)

= rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan ke-l

(kg/kapita/tahun)

= total areal lahan tiap desa/kelurahan (Ha)

= standar pangsa areal ruang terbuka hijau tiap desa/kelurahan

P = total populasi

(47)

tujuan. Dalam penelitian sasaran pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan sasaran pemenuhan ruang terbuka hijau diasumsikan memiliki prioritas yang sama.

Fungsi kendala

Suatu tipe penggunaan lahan memiliki implikasi terhadap penggunaan lahan yang lain, sehingga perlu mengalokasikan lahan dengan mempertimbangkan kendala-kendala penggunaannya. Dari fungsi tujuan ditentukan fungsi kendala sasaran optimasi penggunaan lahan, meliputi:

1. Kendala Sasaran

• Fungsi kendala sasaran pemenuhan kebutuhan pangan lokal

Di mana:

= produktivitas komoditas pertanian tanaman bahan makanan

ke-l pada jenis penggunaan lahan ke-k,

k

= intensitas pertanaman komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l pada jenis penggunaan lahan ke-k

= luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k dengan budi daya komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l (Ha) = defisit pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap

komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton)

= surplus pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton)

= rataan konsumsi komodiitas tanaman bahan makanan ke-l (kg/kapita/tahun)

(48)

• Fungsi kendala sasaran pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau

Di mana:

= koefisien ruang terbuka hijau pada jenis penggunaan lahan ke-k = defisit pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang

terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha)

= surplus pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha)

= area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)

Total produksi komoditas pertanian tanaman bahan makanan diupayakan sama dengan kebutuhan konsumsinya. Demikian pula total ruang terbuka hijau diupayakan sama dengan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan standar yang digunakan, yaitu sebesar 40% total area lahan pada tiap desa/kelurahan.

Selain kendala-kendala tersebut juga terdapat kendala terkait total area lahan, meliputi:

2. Kendala Riil

• Kendala neraca areal pertanaman

Total area budi daya pada tiap desa/kelurahan tidak bisa melebihi luas area desa/kelurahan. Kendala neraca areal pertanaman dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

(49)

= luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k dengan budi daya komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l (Ha)

• Kendala kebutuhan lahan terbangun

Total area lahan ruang terbangun meliputi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman (Kim), Industri Pengolahan (Ind), dan Perkantoran/Pertokoan (Kom). Kendala kebutuhan lahan terbangun dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

= area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)

• Kendala unit lahan

Kendala unit lahan dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

= luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j (Ha)

= area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)

(50)

Di mana:

= kesesuaian alokasi penggunaan lahan pada desa/kelurahan ke-i

dengan unit lahan ke-j

= luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j (Ha)

= area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang

dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)

3. Kendala Non negativitas Positif Variabel

(51)

merupakan simpangan terhadap target sasaran optimasi. Pola penggunaan lahan optimal dan pola pertanaman optimal adalah pola penggunaan lahan dan pola pertanaman yang dapat mendukung pencapaian tujuan optimasi.

Dari fungsi kendala diperoleh nilai-nilai marginal dari sasaran-sasaran optimasi. Nilai marginal merupakan perubahan nilai fungsi tujuan dengan perubahan fungsi kendala. Nilai marginal positif bermakna bahwa perubahan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan, sehingga nilai optimal tidak dapat dicapai. Peningkatan satu satuan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan sebesar nilai marginalnya. Semakin besar nilai marginal semakin besar dampaknya terhadap ketidaktercapaian fungsi tujuan.

Pengumpulan dan Penyiapan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder. Sebelum sampai kepada analisis pokok dalam penelitian diperlukan pengumpulan dan penyiapan data dari berbagai sumber dan format, untuk dianalisis lebih lanjut. Pernyiapan data dilakukan dengan:

1. Ekstraksi data, dilakukan untuk memperoleh data sesuai kebutuhan analisis. 2. Analisis spasial, untuk memperoleh data dan peta sesuai cakupan lokasi

penelitian karena sebagian besar data spasial dalam agregat kabupaten. Analisis optimasi menggunakan peta-peta hasil analisis spasial clip-overlay untuk memperoleh peta sesuai cakupan wilayah penelitian.

Analisis spasial juga digunakan untuk memperoleh dan menggabungkan informasi pada tiap unit wilayah yang diperlukan untuk analisis.

Ekstraksi data dan analisis spasial untuk pernyiapan data dilakukan dengan software ArcView GIS 3.3, MS Office Access dan MS Office Excel. Penentuan konfigurasi optimal menggunakan Software GAMS, sedangkan untuk penyajian spasial digunakan software ArcView GIS 3.3.

(52)

Data yang digunakan untuk penentuan parameter model meliputi jenis dari sumber sebagaimana Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan sumber data

Data Sumber Data

Peta Penggunaan Lahan Bappeda Kabupaten Banyumas 2006 Peta Kesesuaian Lahan Bappeda Kabupaten Banyumas 2004

Peta Administrasi Bappeda Kabupaten Banyumas 2000

Podes 2006 BPS

Podes 2003 BPS

SUSENAS 2000 BPS

Variabel dan Parameter Optimasi

Variabel optimasi penggunaan lahan meliputi variabel tujuan (z), variabel

sasaran dan variabel keputusan optimasi .).

Sedangkan parameter optimasi meliputi 1) rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan , 2) total penduduk kawasan (P), 3) total areal lahan di tiap desa/kelurahan 4) standar koefisien ruang terbuka hijau (α), 5) produktivitas komoditas tanaman bahan makanan , 6) intensitas pertanaman , 7) koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan , 8) area lahan terbangun, 9) area peta lahan , dan 10) kategori kesesuaian alokasi satuan peta lahan ).

Pendugaan Parameter Optimasi

Penentuan parameter model secara garis besar dilakukan dengan menggunakan data, analisis spasial, ditentukan dengan asumsi berdasarkan justifikasi dan logika tertentu, atau gabungan data dan asumsi.

1. Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan

(53)

bahan makanan sebagaimana Tabel 3.

2. Total penduduk kawasan

Parameter total penduduk kawasan menggunakan data Podes (BPS 2006a), dari 56 desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto. Total penduduk kawasan dinyatakan dengan (P).

Tabel 3 Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan Kabupaten

(54)

No. Komoditi Rataan Konsumsi (Kg/Kp)

Gambar

Gambar 3 Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perkotaan
Gambar 4 Kerangka pikir
Gambar 5  Kawasan perkotaan Purwokerto
Tabel 1 Desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 ini ialah Status Kerentanan Aedes aegypti dan Kaitannya Dengan Penggunaan Insektisida

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini adalah Pembangunan Ruang Terbuka Hijau, dengan judul Pemetaan Polutan Udara dan

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 adalah perubahan penggunaan lahan sawah dengan judul Model Perubahan dan Arahan

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2001 ini ialah jaringan komunikasi pertanian, dengan judul Analisis Jaringan Komunikasi pada

Berangkat dari pemindahan Ibukota Kabupaten Madiun ke perkotaan Mejayan serta demand dari penggunaan lahan perkotaan yang tidak didukung dari supply yang ada, maka penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas telah terjadi perubahan jenis penggunaan lahan pertanian ke lahan

Perubahan penggunaan lahan ini berdampak pada penurunan pemanfaatan lahan di daerah Kecamatan Sungai Raya sehingga tidak menunjang kebutuhan daya dukung lingkungan (oksigen)

Pelaksanaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Sleman berdasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang