• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Pemangkasan Produksi Apel (Malus sylvestris Mill.) Di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Pemangkasan Produksi Apel (Malus sylvestris Mill.) Di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

(Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA KRISNA,

NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA TIMUR

NURUL HUDA APRILIANTI

A24061835

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

NURUL HUDA APRILIANTI. Pengelolaan Pemangkasan Produksi Apel (Malus sylvestris Mill.) di Agrowisata Krisna, Nongkojajar. Pasuruan. Jawa Timur. (Dibimbing oleh WINARSO D. WIDODO)

Kegiatan magang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman tentang aspek produksi, teknis, dan pengelolaan perkebunan apel pada kondisi yang sebenarnya, serta mempelajari pengelolaan usaha perkebunan apel dengan aspek khusus pengelolaan pemangkasan produksi. Magang dilakukan 16 Februari-16 Juni 2010 di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur.

Kegiatan magang yang dilakukan selama empat bulan meliputi pekerjaan langsung di lapangan sebagai karyawan lapangan selama satu bulan dan sebagai asisten manajer selama tiga bulan. Kegiatan yang dikerjakan di lapangan sebagai karyawan lapangan meliputi penyulaman tanaman, perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, pengendalian OPT, pemanenan, dan pengelolaan pasca panen. Kegiatan yang dilakukan sebagai asisten manajer yaitu mengawasi kegiatan karyawan lapangan, mengorganisasikan karyawan, serta membuat laporan kebutuhan fisik dan biaya operasional. Kegiatan lain yang dilakukan antara lain studi banding ke kebun apel di sekitar perusahaan.

(3)

Pemangkasan produksi yang dilaksanakan di Agrowisata Krisna sudah dilakukan dengan baik secara teknis, dilihat dari persentase pecah tunas campuran yang lebih banyak dibanding persentase pecah tunas vegetatif baik pada Rome Beauty maupun Manalagi. Persentase pecah tunas campuran pada kultivar Rome Beauty mencapai 75.53 % pada tanaman yang dipangkas 14 hari setelah panen dan 82.24 % pada tanaman yang dipangkas 21 hari setelah panen. Persentase pecah tunas campuran pada kultivar Manalagi mencapai 55.81% pada tanaman yang dipangkas 14 hari setelah panen dan 44.10 % pada tanaman yang dipangkas 21 hari setelah panen.

(4)

PENGELOLAAN PEMANGKASAN PRODUKSI APEL

(Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA KRISNA,

NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA TIMUR

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

NURUL HUDA APRILIANTI

A24061835

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul

:

PENGELOLAAN

PEMANGKASAN

PRODUKSI

APEL (Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA

KRISNA, NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA

TIMUR

Nama

:

NURUL HUDA APRILIANTI

NRP

: A24061835

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. NIP. 19620831 198703 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP. 19611101 198703 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 April 1988 di Salatiga, Jawa Tengah.

Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Fauzi Ahmad Yulianto dan Ibu Darmini.

Riwayat pendidikan penulis bermula dari SDN Tegalrejo I Salatiga yang

berhasil diselesaikan pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis lulus dari SLTPN I Salatiga dan melanjutkan studi di SMAN I Salatiga, yang diselesaikan

pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI, kemudian diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada tahun 2006.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengelolaan Pemangkasan Produksi Apel (Malus sylvestris Mill.) di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat penyelesaian tugas akhir Program Sarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada orang tua dan kakak yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Diny Dinarti, M.Si atas bimbingan dan arahan selama magang dan penyusunan skripsi sampai pelaksanaan seminar hasil magang, Dr. Ir. Winarso D. Widodo MS atas bimbingan dan arahan selama pelaksanaan magang dan penyusunan skripsi, Ani Kurniawati, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, H. Soepandi sebagai pembimbing lapangan, seluruh karyawan Agrowisata Krisna, Mbak Nurul, dan keluarga atas tempat tinggal dan bantuan selama pelaksanaan magang, serta teman-teman AGH 43 tercinta. Semoga sripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2011

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Botani Apel ... 3

Syarat Tumbuh ... 3

Budidaya Apel ... 4

Pemangkasan Tanaman ... 9

METODE MAGANG ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Metode Pelaksanaan ... 11

Analisis Data dan Informasi ... 12

KEADAAN UMUM ... 13

Sejarah Perusahaan ... 13

Letak Geografis atau Letak Wilayah Administratif... 13

Keadaan Iklim dan Tanah ... 13

Luas Areal dan Tata Guna Lahan ... 14

Keadaan Tanaman dan Produksi ... 15

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 15

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 17

PENGELOLAAN PEMANGKASAN PRODUKSI DI AGROWISATA KRISNA ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Data Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Apel per Pohon ... 6

2. Pemupukan di Kusuma Agrowisata ... 7

3. Keadaan Klimatologi Nongkojajar Bulan Februari-20 Juni 2010 ... 14

4. Jumlah Karyawan Agrowisata Krisna Tahun 2010 ... 16

5. Produksi dan Produktivitas Apel Tahun 2006-2009 di Agrowisata Krisna ... 17

6. Produksi Rata-Rata Tanaman Apel berdasarkan Umur Tanaman ... 18

7. Kultivar dan Karakteristik Apel yang Dihasilkan Agrowisata Krisna ... 28

8. Grade Apel di Daerah Nongkojajar ... 29

9. Perbandingan Prestasi Kerja Karyawan Agrowisata Krisna dengan Penulis ... 33

10. Waktu Pangkas, Pecah Tunas, Bunga Mekar Serempak, dan Muncul Buah... 34

11. Jumlah Mata Tunas Awal, Persentase Pecah Tunas Campuran, dan Persentase Pecah Tunas Vegetatif ... 35

12. Jumlah Tunas Vegetatif dan Tunas Campuran per Cabang ... 36

13. Jumlah Bunga pada Rome Beauty dan Manalagi ... 37

14. Tingkat Kerontokan Bunga dan Persentase Fruit Set ... 37

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penyambungan Tanaman ... 18

2. Hasil Pangkasan pada Apel ... 20

3. Pelengkungan Cabang ... 21

4. Mata Tunas yang Mulai Terdiferensiasi ... 23

5. Pemberian Pupuk Kandang ... 24

6. Gejala Serangan Hama pada Tanaman Apel ... 25

7. Gejala Serangan Penyakit pada Tanaman Apel ... 26

8. Alat-alat dalam Sortasi dan Grading ... 29

9. Produk Olahan Apel Agrowisata Krisna ... 30

10. Proses Pembuatan Cuka Apel ... 31

11. Mata Tunas pada Apel ... 35

12. Bunga pada Apel ... 36

13. Pertambahan Jumlah Bunga pada Kultivar Rome Beauty dan Manalagi ... 37

14. Fase Perkembangan Buah pada Apel Rome Beauty ... 39

15. Fase Perkembangan Buah pada Apel Manalagi ... 39

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Lapangan di Agrowisata Krisna, Andonosari, Nongkojajar, Tutur, Pasuruan, Jawa Timur ... 44 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Asisten Manajer di

Agrowisata Krisna, Andonosari, Nongkojajar, Tutur, Pasuruan, Jawa Timur ... 46 3. Data Curah Hujan Nongkojajar Tahun 2000-2009 ... 50 4. Peta Areal Agrowisata Krisna ... 55 5. Luas Areal Pertanaman Apel Wisata Petik Masing-masing Blok

(12)

Latar Belakang

Konsumsi apel per kapita di Indonesia mengalami peningkatan dari 0.52 kg per tahun pada tahun 2004 menjadi 0.62 kg per tahun pada tahun 2005 berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2006). Produksi apel nasional belum mencukupi permintaan sehingga harus dipenuhi dengan apel impor. Menurut Sarwanto (2008), apel menduduki peringkat pertama impor buah Indonesia diikuti oleh pir, jeruk, durian, dan anggur. Volume impor apel Indonesia mengalami kenaikan dari 126 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 145 ribu ton pada tahun 2008.

Apel lokal sebenarnya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan apel impor, diantaranya dalam hal kesegaran dan kandungan nilai gizi. Buah impor karena harus melalui alur transportasi yang lama dan harus selalu berada di dalam alat pendingin, kandungan gizinya sudah jauh berkurang (Dimyati dan Sukirno, 2007). Hasil penelitian Permatasari (2009) menunjukkan bahwa 50 % konsumen bersikap positif terhadap parameter kemasan, harga, label, kualitas, dan kandungan gizi apel lokal, sementara 47 % bersikap netral dan 3 % bersikap negatif. Ketersediaan apel lokal yang lebih sedikit dibandingkan apel impor di pasar merupakan salah satu penyebab konsumen lebih memilih apel impor.Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas apel masih sangat dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan nasional dan dapat membuka peluang untuk ekspor.

Produksi apel dipengaruhi oleh pelaksanaan teknis budidaya. Kegiatan budidaya apel secara umum meliputi pembibitan, penanaman, pemupukan, perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, penyiraman, pengapuran, penjarangan buah, dan pengendalian OPT. Pelaksanaan teknis budidaya yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produksi apel.

(13)

Prastowo et al. (2006) menyatakan, pemangkasan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber energi (unsur hara dan sinar matahari) untuk memperoleh percabangan yang ideal dan seimbang sehingga distribusi daun merata dalam penerimaan sinar matahari, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil produksi dan mutu buah.

Kegiatan magang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang produksi apel pada kondisi yang sebenarnya. Magang dilakukan di salah satu sentra produksi apel Indonesia yang bertempat di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur.

Tujuan

(14)

Botani Apel

Tanaman apel termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Rosaceae, genus Malus, dan spesies Malus sylvestris Mill. Malus sylvestris Mill mempunyai bermacam-macam kultivar yang memiliki kekhasan tersendiri. Beberapa kultivar apel unggulan di Indonesia yaitu Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble, dan Wanglin/Lali jiwo (Prihatman, 2000).

Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia Barat dengan iklim temperate. Tanaman apel di daerah tropika dapat dibungakan tanpa tergantung musim dengan mengatur waktu perompesan dan pemangkasan. Satu siklus pembuahan apel membutuhkan waktu 4.5-6 bulan tergantung kultivar dan cuaca sehingga dalam setahun apel dapat dibuahkan 2-3 kali (Prihatman, 2000). Berbeda dengan kawasan empat musim, pembungaan hanya terjadi pada musim semi, sehingga apel hanya berproduksi sekali setahun (Hakim, 2008).

Syarat Tumbuh

Tanaman apel tumbuh dengan baik pada tanah yang bersolum dalam, mempunyai lapisan bahan organik tinggi, struktur tanahnya remah dan gembur, serta mempunyai aerasi, penyerapan air, dan porositas yang baik sehingga pertukaran oksigen, pergerakan hara, dan kemampuan menyimpanan airnya optimal. Tanah yang cocok adalah Latosol, Andosol, dan Regosol. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk tanaman apel adalah 6-7. Tanaman apel membutuhkan kandungan air tanah yang cukup untuk tumbuh. Kelerengan yang terlalu tajam akan menyulitkan perawatan tanaman, sehingga bila masih memungkinkan dibuat terasering maka tanah masih layak untuk ditanami (Prihatman, 2000).

(15)

berbunga akan menyebabkan bunga gugur sehingga diperlukan cuaca cerah saat pembungaan (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2008). Kusumo (1986) menyatakan bahwa penggunaan penutup pohon dari bahan plastik yang tembus sinar matahari dapat mengurangi risiko bunga gugur. Untung (1994) menyatakan bahwa jika waktu musim hujan dapat dipastikan, maka masa berbuah apel bisa diatur dengan menjadwalkan waktu perompesan daun.

Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60 % setiap harinya, terutama pada saat pembungaan. Suhu yang dibutuhkan

antara 16-27oC, kelembaban udara sekitar 75-85 %. Tanaman apel dapat tumbuh dan berbuah baik di daerah tropika pada ketinggian 1.000-1.250 m dari permukaan laut (dpl) (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2008).

Budidaya Apel

Kegiatan budidaya apel secara umum meliputi pembibitan, penanaman, perompesan daun, pemangkasan cabang, pelengkungan cabang, pemupukan, penjarangan buah, pengendalian OPT, panen, dan pasca panen. Pelaksanaan teknis budidaya yang tepat diharapkan dapat menghasilkan produksi apel yang optimal. Kemampuan memilih bibit yang baik merupakan langkah awal keberhasilan bertanam apel. Bibit yang unggul mempunyai ciri-ciri batangnya lurus, daunnya terlihat segar, dan tidak mudah rontok. Perbanyakan tanaman apel dapat dilakukan secara vegetatif maupun generatif. Perbanyakan secara generatif jarang dilakukan karena masa berbuah yang lama dan hasilnya belum tentu bagus (Untung, 1994).

(16)

sampai tiga minggu kemudian. Bibit hasil sambungan yang kira-kira sudah berumur enam bulan dipotong setinggi 80-100 cm dari pangkal batang dan daunnya dirompes.

Perompesan dilakukan untuk mematahkan dormansi sebagai pengganti musim gugur di daerah temperate. Perompesan dilakukan supaya penguapan berkurang, sedangkan suplai bahan makanan tetap berlangsung. Akibatnya terjadi kelebihan zat makanan dalam tanaman. Pada kondisi ini tunas-tunas lateral akan muncul lebih cepat (Untung, 1994). Perompesan umumnya dilakukan sekitar 10 hari setelah panen (Soelarso, 1997). Studi yang dilakukan Baiturrohmah (2010) menunjukkan, perbedaan waktu rompes berpengaruh nyata terhadap waktu bunga

mekar serempak dan persentase kerontokan pentil buah per pohon sampai delapan minggu setelah rompes.

Cabang pohon yang tidak dipangkas akan tumbuh lurus ke atas. Hal ini terjadi karena dominansi tunas apikal dan perlu diatasi dengan pemangkasan dan pelengkungan cabang (Kusumo, 1986). Untung (1994) menambahkan, pelengkungan dilakukan setelah pemangkasan cabang untuk merangsang tumbuhnya tunas lateral. Arah pelengkungan cabang akan menentukan pertumbuhan tunas. Lengkungan yang terlalu ke atas akan menghasilkan sedikit tunas dan sebagian besar terdapat pada bagian ujung cabang. Tunas yang terlalu ke bawah atau busur lengkungannya pendek akan menghasilkan tunas yang tumbuh rapat di lengkungan tertinggi di bagian ujung cabang, sedang di bagian cabang di antaranya tidak tumbuh. Pelengkungan sebaiknya horizontal agar tunas-tunas tumbuh merata sepanjang cabang. Posisi tersebut menyebabkan dominansi auksin digantikan oleh etilen, yang dapat merangsang pembungaan.

(17)

peroksida diuraikan melalui lintasan pentosa fosfat oksidatif. Dengan peningkatan laju lintasan pentosa fosfat tersebut, dihasilkan lebih banyak substansi yang mendasari pertumbuhan baru.

Untung (1994) menyatakan, umumnya pupuk diberikan setelah daun dirontokkan, muncul bunga baru, atau setelah pemangkasan cabang yang sakit atau rusak. Saptarini (2002) menambahkan, N berfungsi untuk merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman, khususnya batang, cabang, dan daun. Tanaman yang kekurangan N akan tumbuh kerdil. Fungsi P merangsang pertumbuhan akar-akar baru dari benih dan tanaman muda, juga mempercepat pembuahan, serta pemasakan biji dan buah. Fungsi K memperkokoh fisik tanaman, mempertahankan bunga dan buah tidak mudah gugur, dan membuat tanaman memiliki daya tahan tinggi terhadap kekeringan maupun gangguan penyakit.

Pupuk diberikan di alur yang mengelilingi batang selebar tajuk sedalam lebih kurang 20 cm. Untuk pupuk anorganik ditaburkan secara merata di dalam alur, lalu ditutup dengan tanah. Untuk tanaman dewasa diberikan pupuk organik melingkari tanaman dengan radius satu meter. Pemberian pupuk pelengkap cair dilakukan dengan penyemprotan setelah bunga apel membentuk buah sebesar kelereng sampai satu bulan menjelang panen dengan interval dua minggu (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2008). Dosis dan waktu pemberian pupuk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Apel per Pohon

No Pupuk Dosis

(18)

Baiturrohmah (2010) melaporkan, pemupukan di Kusuma Agrowisata dibedakan atas dasar umur tanaman, yaitu pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) (Tabel 2). Pemupukan pada TBM menggunakan pupuk ZA dengan dosis yang berbeda berdasarkan umur tanaman, sedangkan pada TM menggunakan pupuk majemuk NPK (15:15:15). Pupuk diberikan di sekitar tanaman dengan kedalaman alur sekitar 10-20 cm dan selebar tajuk yaitu sekitar satu meter dari batang pohon pada TM dan setengah meter pada TBM.

Tabel 2. Pemupukan di Kusuma Agrowisata

Umur tanaman (tahun) Pupuk Dosis (g/tanaman) 1

2 3 4

≥ 5

ZA ZA ZA ZA NPK

100 200 300 300 500 Sumber: Baiturrohmah (2010)

Hama dan penyakit merupakan faktor penting yang membatasi produksi apel. Kutu hijau (Aphis pomii), tungau, trips, ulat daun (Spodoptera litura), serangga penghisap daun (Helopelthis sp.), ulat daun hitam, dan lalat buah adalah hama yang sering menyerang tanaman apel. Penyakit yang sering menyerang tanaman apel yaitu embun tepung, bercak daun, jamur upas, kanker batang, dan busuk buah. Pencegahan dilakukan dengan penyemprotan dosis ringan sebelum hama dan penyakit menyerang tanaman atau secara rutin 1-2 minggu sekali. Penanggulangan dilakukan dengan penyemprotan sedini mungkin dengan dosis tepat. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari. Jenis dan dosis pestisida yang digunakan dalam menanggulangi hama sangat beragam tergantung dengan hama dan penyakit yang dikendalikan dan tingkat populasi hama (Soelarso, 1997).

Penjarangan buah dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah agar besarnya seragam, kulit baik, dan sehat. Penjarangan dilakukan dengan membuang buah yang tidak normal (terserang hama penyakit atau kecil-kecil),

sehingga untuk mendapatkan buah yang baik, satu tunas hendaknya berisi 3-5 buah (Prihatman, 2000). Ashari (2004) menyatakan, penjarangan buah yang

(19)

berikutnya, sehingga dapat menjamin panen yang kontinyu. Produksi buah secara besar-besaran akan memaksa tanaman mengeluarkan cadangan karbohidrat terlalu banyak, sehingga setelah masa berbuah selesai, pertumbuhan vegetatif tanaman terganggu dan proses pengumpulan karbohidrat untuk pembungaan akan terhambat.

Buah apel dapat dipanen pada umur 4-5 bulan setelah bunga mekar, tergantung pada kultivar dan iklim. Pemanenan paling baik dilakukan pada saat tanaman mencapai tingkat masak fisiologis (ripening). Ciri masak fisiologis buah adalah: ukuran buah terlihat maksimal, aroma mulai terasa, warna buah tampak cerah segar dan bila ditekan terasa renyah (Prihatman, 2000). Pramono (2007) menambahkan, jika panen dilakukan saat buah belum siap akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman dan pembungaan pada musim berikutnya.

Pemanenan apel dilakukan dengan cara memetik buah secara manual dengan tangan. Periode panen apel adalah enam bulan sekali berdasarkan siklus pemeliharaan yang telah dilakukan. Apel yang sudah dipanen dikumpulkan pada tempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari langsung agar laju respirasi berkurang untuk mempertahankan kualitas. Penyortiran dilakukan untuk memisahkan antara buah yang baik dan bebas penyakit dengan buah yang jelek atau berpenyakit, agar penyakit tidak tertular ke seluruh buah yang dipanen yang dapat menurunkan mutu produk. Penggolongan dilakukan untuk mengklasifikasikan produk berdasarkan jenis kultivar, ukuran, dan kualitas buah (Prihatman, 2000).

Buah yang akan dikirim dikemas untuk menghindari kerusakan.

Pengemasan biasanya menggunakan kotak kardus dengan ukuran 48 cm x 33 cm x 37 cm, yang dapat menampung 35 kg apel. Dasar kotak kardus

diberi potongan-potongan kertas untuk menghindari risiko terkena benturan. Sebelum kotak ditutup, di atas susunan buah apel diberi potongan-potongan kertas lagi. Buah yang dikemas dalam satu kotak besarnya harus seragam agar mudah

menyusunnya. Lapisan buah pertama diatur pada bagian lebar kotak 3-3, 3-3 buah atau berselang 3-2 buah sampai susunan memenuhi panjang kotak.

(20)

dan bila agak rapat disebut susunan tertutup. Susunan terbuka lebih baik untuk sirkulasi udara di antara tiap-tiap buah (Soelarso, 1996).

Pemangkasan Tanaman

Pemangkasan pada apel menurut tujuannya dibagi menjadi pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan, dan pemangkasan produksi. Pemangkasan bentuk dilakukan dengan cara sebagai berikut: batang utama tanaman apel dipangkas setinggi 80 cm tepat di atas payungan daun kemudian daun yang ada di bawah pangkasan dirompes agar tumbuh tunas lateral dari pangkasan. Tunas lateral disisakan tiga buah yang tumbuhnya ke segala arah agar semua cabangnya terkena sinar matahari. Setelah tunas-tunas tadi tumbuh menjadi cabang yang panjangnya sekitar satu meter, daunnya dirompes dan payungan daun di ujungnya dipangkas. Cabang yang telah gundul dilengkungkan dengan tali dan diikatkan pada kayu pasak lalu dipasakkan ke tanah sehingga posisi cabang benar-benar mendatar. Tujuan pelengkungan cabang hingga mendatar yaitu agar tunas sekunder tumbuh merata dan teratur di sepanjang cabang. Tiga tunas sekunder yang arahnya baik disisakan untuk dipelihara, tunas lainnya dipangkas. Setelah tunas sekunder panjangnya satu meter, daunnya dirompes dan dilengkungkan sampai mendatar agar tunas tersier tumbuh (Saptarini et al., 2002).

Pemangkasan pemeliharaan dilakukan setiap diperlukan untuk memelihara bentuk tanaman, mencegah serangan penyakit, dan mengatur arah percabangan sehingga sinar matahari dapat masuk secara merata. Luka bekas pemangkasan juga dapat menjadi sarana penyebaran penyakit. Luka yang besar harus dilumuri dengan parafin, lilin, cat, atau ter supaya tidak kemasukan air dan dihinggapi penyakit. Gunting yang digunakan harus tajam dan licin, sehingga pemangkasan dapat dilakukan sekali potong (Prihatman, 2000).

(21)

Pemangkasan produksi pada prinsipnya adalah mengubah perbandingan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) (C/N rasio) dalam tubuh tanaman. Tidak imbangnya C/N rasio ini dapat mengganggu fase vegetatif dan fase reproduktif tanaman. Tanaman yang C/N rasionya tinggi, rangsangan untuk terbentuknya bunga dan buah semakin tinggi pula (Saptarini et al., 2002).

(22)

Waktu dan Tempat

Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan, dimulai tanggal 16 Februari 2010 sampai dengan tanggal 16 Juni 2010. Magang dilaksanakan di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang yang dilakukan selama empat bulan meliputi pekerjaan langsung di lapangan sebagai karyawan lapangan selama satu bulan dan sebagai asisten manajer selama tiga bulan. Kegiatan sebagai karyawan lapangan meliputi penyulaman tanaman, perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, pengendalian OPT, pemanenan, dan pengelolaan pasca panen. Kegiatan yang dilakukan sebagai asisten manajer yaitu mengawasi kegiatan karyawan lapangan, mengorganisasikan karyawan, serta membuat laporan kebutuhan fisik dan biaya operasional. Kegiatan lain yang dilakukan antara lain studi banding ke kebun apel di sekitar perusahaan.

Kegiatan pengambilan data dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode langsung, yaitu melalui pengamatan, wawancara, atau diskusi dengan karyawan. Data pengamatan di lapangan difokuskan pada kegiatan pemangkasan produksi dengan peubah pengamatan meliputi persentase pecah tunas per cabang, jumlah tunas campuran, jumlah tunas vegetatif, jumlah bunga, persentase kerontokan bunga, persentase

fruit set, jumlah buah, dan pertumbuhan buah.

(23)

persentase fruit set, jumlah buah, dan pertumbuhan buah dilakukan pada tiga cabang per tanaman.

Data sekunder diperoleh dengan mengakses arsip kebun yang meliputi sejarah dan keadaan umum perusahaan, lokasi dan letak geografis kebun, keadaan tanah dan iklim, curah hujan, luas areal, tata guna lahan, organisasi, sumber daya manusia, data produksi, dan data tentang kegiatan budidaya yang telah dilaksanakan oleh perusahaan, terutama dalam aspek pemangkasan.

Analisis Data dan Informasi

(24)

Sejarah Perusahaan

Agrowisata Krisna merupakan perusahaan yang bergerak dalam unit usaha hortikultura yang mengelola proses produksi apel mulai dari pengadaan input, teknis budidaya, sampai pemasaran hasil panen. Agrowisata Krisna juga memiliki unit bisnis sampingan berupa industri pengolahan apel dan agrowisata.

Pemilik dari agrowisata ini adalah H. Soepandi yang mulai membudidayakan apel pada tahun 1968 dengan modal lahan pemberian ayahnya dan dua ekor anak sapi untuk dibelikan bibit apel dari orang Belanda. Tahun 1992 Agrowisata Krisna menambah unit bisnis dengan menjadikan kebun apel sebagai tempat wisata petik apel yang bertujuan untuk memperkenalkan daerah Tutur – Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur sebagai daerah wisata. Jeruk Valencia, jeruk Jova, jeruk Keprok, plum asal Australia, dan buah naga juga ditanam untuk menambah daya tarik dan variasi komoditas agrowisata.

Agrowisata Krisna mulai mengusahakan pengelolaan pasca panen berupa pengolahan apel pada tahun 2003. Produk yang dihasilkan antara lain cuka apel, teh apel, wine apel, jenang apel, dan wingko apel. Tujuan dari pengembangan unit bisnis ini, khususnya cuka apel, yaitu untuk meningkatkan nilai produk, memenuhi permintaan cuka apel di pasaran, sebagai upaya pemanfaatan banyaknya apel afkir, dan untuk meningkatkan pendapatan Agrowisata Krisna.

Letak Geografis atau Letak Wilayah Administratif

Agrowisata Krisna terletak di Dusun Sawah Talun, Desa Andonosari, Kecamatan Tutur-Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Lokasi ini terletak pada ketinggian 1 161 m dpl.

Keadaan Iklim dan Tanah

(25)

setahun adalah 3-4 bulan dan bulan basah 8-9 bulan. Kelembaban udaranya berkisar 75-85 %. Tipe iklim daerah ini tergolong tropika basah.

Keadaan klimatologi Nongkojajar bulan Februari - 20 Juni 2010 dapat

dilihat pada Tabel 3. Hujan turun hampir setiap hari dengan curah hujan > 500 mm/bulan. Curah hujan dan hari hujan di Nongkojajar bulan Februari-Juni

pada tahun 2010 ini merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir (Tabel 4). Curah hujan yang tinggi merupakan salah satu penyebab utama kerontokan bunga pada apel.

Tabel 3. Keadaan Klimatologi Nongkojajar Bulan Februari-20 Juni 2010 No Unsur Klimatologi Februari Maret April Mei 1-20 Juni

1 2

Curah Hujan Jumlah Hari Hujan

712 29

632 28

544 29

546 27

411 18 Sumber: Balai Benih Induk Nongkojajar (2010)

Tabel 4. Curah Hujan dan Hari Hujan Bulan Februari – Juni Tahun 2006 – 2010

Bulan 2006 2007 2008 2009 2010

Januari 430 202 249 419 556 Februari 346 608 369 500 712 Maret 542 240 875 128 632 April 323 456 105 224 544 Mei 363 102 152 284 546

Juni 15 251 8 49 411*

CH 2 019 1 859 1 758 1 604 3 401* HH 106 119 103 119 160* Sumber: Balai Benih Induk Nongkojajar (2010)

Keterangan: *) Data terakhir diambil tanggal 20 Juni 2010; CH: Curah Hujan, HH: Hari Hujan

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

(26)

Bangunan untuk menunjang agrowisata meliputi guest house, tempat parkir, kantor, mushola, kamar mandi kantor, gudang peralatan pertanian, gudang fermentasi cuka apel, gudang penyimpanan pestisida dan pupuk, serta mess yang disediakan untuk penjaga dan peserta magang. Bangunan tersebut berdiri di atas lahan seluas 600 m2 berdampingan dengan kebun untuk budidaya.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Kultivar apel yang ditanam pada awal usaha adalah Rome Beauty dan

Manalagi. Jumlah tanaman yang ditanam pada awal penanaman sebanyak

200 tanaman. Setelah menghasilkan, jumlah tanaman ditambah sebanyak 700 tanaman pada tahun 1969, 1 250 tanaman pada tahun 1971, 600 tanaman pada

tahun 1974, 700 tanaman pada tahun 1978, dan 300 tanaman pada tahun 1986. Jumlah keseluruhan tanaman apel pada tahun 2010 sebanyak 3 500 tanaman dengan kultivar yang tersedia adalah Rome Beauty, Manalagi, Anna, Wanglin, dan Princess Noble.

Proporsi dari lima kultivar tersebut adalah 70 % Rome Beauty, 15 % Manalagi, 10 % Anna, 5% campuran Wanglin dan Princess Noble. Rome

Beauty dan Manalagi merupakan kultivar yang paling banyak dibudidayakan karena produktivitasnya lebih tinggi dan lebih banyak permintaan dari pedagang pengepul dibandingkan kultivar lainnya yang hanya sebagai penambah daya tarik dan variasi komoditas agrowisata.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

(27)

Tabel 4. Jumlah Karyawan Agrowisata Krisna Tahun 2010

Sumber: Agrowisata Krisna (2010)

Manajer bertanggung jawab dalam menentukan semua keputusan baik dalam produksi apel, pengolahan pasca panen apel, dan pengelolaan agrowisata. Pengambilan keputusan mencakup rencana kegiatan harian dan pengelolaan keuangan serta administrasi. Pengelolaan keuangan dan administrasi dilakukan secara sederhana tanpa menggunakan sistem pembukuan yang lengkap. Pengelolaan keuangan meliputi pencatatan penerimaan dan pengeluaran.

Manajer bertindak sekaligus sebagai pengawas dan turun langsung ke lapangan untuk mengawasi semua kegiatan kerja yang berlangsung sehingga penyimpangan kerja dapat diminimalkan. Manajer juga bertanggung jawab untuk menyiapkan alat dan bahan, memberikan pengarahan kepada karyawan tetap dan KHL, mengawasi, mengontrol, dan menilai pekerjaan karyawan, serta mengamati kondisi tanaman.

Hubungan antara pimpinan dan bawahan yang dilakukan secara langsung (face to face) ini menjadi kekuatan tersendiri karena adanya kedekatan hubungan antara pimpinan dan bawahan. Karyawan lapangan direkrut dari penduduk sekitar lokasi Agrowisata Krisna dan bertugas untuk melakukan semua kegiatan budidaya di lapangan.

Agrowisata Krisna selain memproduksi apel segar juga memproduksi apel olahan berupa cuka apel, teh apel, wine apel, jenang apel, dan wingko apel. Kegiatan pasca panen ini dilakukan oleh dua orang karyawan dengan besar upah disesuaikan dengan hasil penjualan dan jam kerja.

Bagian Status Kerja Jumlah (Orang)

Laki-laki Perempuan Total

Pimpinan/Manajer 1 - 1

Produksi apel KHL 4 2 6

(28)

Produktivitas tanaman sangat dipengaruhi oleh kegiatan budidaya yang diterapkan. Kegiatan budidaya yang dilakukan di Agrowisata Krisna antara lain peremajaan, perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pengendalian gulma, pemanenan, serta pasca panen.

Peremajaan Tanaman

Apel mencapai produktivitas optimumnya pada umur 10 tahun dan akan menurun pada tahun-tahun berikutnya. Apel biasanya dipelihara sampai umur 25-30 tahun, setelah itu dibongkar dan ditanami kembali. Tanaman apel di Agrowisata Krisna sudah berumur 36-41 tahun. Kondisi tanaman sudah tua dan banyak terkena penyakit sehingga banyak cabang yang harus dipangkas. Selain mempengaruhi produksivitas, umur juga mempengaruhi biaya operasional perawatan masing-masing tanaman.

Produksi tanaman apel empattahun terakhir di Agrowisata Krisna dapat dilihat pada Tabel 5. Produksi tersebut merupakan produksi dari kultivar Rome Beauty dan Manalagi. Produksi yang dihasilkan masih rendah dibandingkan dengan produksi rata-rata per pohon per musim yang ditetapkan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (Tabel 6). Produktivitas yang ingin dicapai perusahaan sebesar 10 kg/pohon/musim belum tercapai. Produksi yang berfluktuasi disebabkan karena terdapat tanaman yang dipanen tiga kali dalam satu tahun dan hanya dipanen satu kali pada tahun berikutnya, sehingga produksi cenderung menumpuk di tahun tertentu dan tahun berikutnya mengalami penurunan.

Tabel 5. Produksi dan Produktivitas Apel Tahun 2006-2009 di Agrowisata Krisna

Tahun Produksi total (kg)

Produktivitas (kg/pohon/musim)

2006 40 630 8.83

2007 28 485 5.37

2008 38 378 8.92

2009 22 487 5.35

(29)

Tabel 6. Produksi Rata-Rata Tanaman Apel berdasarkan Umur Tanaman

Umur Tanaman Produksi Rata-rata per Pohon per Musim (kg) Rome Beauty Manalagi

5 tahun 10 15

10 tahun 25 30-40

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (2008)

Peremajaan tanaman total tidak dilakukan atas pertimbangan biaya. Peremajaan hanya dilakukan pada tanaman yang rusak oleh penyakit. Peremajaan dilakukan dengan menyambung batang atas secara langsung di tempat tumbuh batang bawah. Batang bawah maupun batang atas diperoleh dari kebun sendiri.

Batang bawah menggunakan apel liar/apel alas (Malus pumilla). Prihatman (2000) menyatakan, apel liar mempunyai sistem perakaran yang luas dan kuat, pohonnya kokoh, dan mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan. Anakan atau siwilan tumbuh dari pangkal batang bawah tanaman produktif.

Apel liar yang siap digunakan untuk batang bawah adalah siwilan dari batang bawah tanaman yang akan disulam dengan tinggi lebih kurang 60 cm, diameter lebih kurang 1 cm, dan kulit batangnya mudah dikelupas dari kayunya sehingga mudah untuk dilakukan penempelan atau penyambungan (Prihatman, 2000). Batang atas diambil dari cabang/batang kultivar unggul yang sehat. Teknik penyambungan yang digunakan di Agrowisata Krisna adalah sambung pucuk (top grafting). Jarak tanam antar tanaman berkisar antara 2.5 m x 2.5 m sampai

Gambar 1. Penyambungan Tanaman; a) Trubus Malus pumilla

sebagai batang bawah, b) Hasil Sambungan Batang Atas dan Batang Bawah

(30)

3 m x 3 m. Kultivar Manalagi ditanam dalam satu lahan dengan kultivar Rome Beauty karena adanya self incompatibility pada kultivar Manalagi.

Secara umum cara penyambungan sudah dilakukan dengan baik. Batang bawah dan batang atas yang digunakan sudah sesuai dengan anjuran Prihatman (2000). Peremajaan tanaman tetap perlu dilakukan secara bertahap untuk menggantikan tanaman yang sudah rusak sehingga produksi dapat ditingkatkan.

Defoliasi Buatan

Apel merupakan tanaman asli daerah temperate yang akan mengalami pengguguran daun secara alami di musim gugur. Di daerah tropika, defoliasi dilakukan secara buatan (perompesan) untuk mematahkan dormansi tunas seperti di daerah asalnya.

Perompesan di Agrowisata Krisna dilakukan sebanyak satu kali per musim sekitar 10 hari setelah panen. Soelarso (1997) menyatakan, perompesan yang dilakukan sebelum waktunya tidak akan membentuk bunga, melainkan daun yang tumbuh kurang subur. Tanaman yang sudah siap dirompes ditandai dengan tunas yang sudah padat dan daun-daun yang sudah tua tapi belum menguning.

Perompesan dapat dilakukan secara manual dan kimiawi. Perompesan secara manual dapat mengakibatkan luka yang memungkinkan tanaman menjadi peka terhadap serangan hama dan penyakit, sedangkan perompesan secara kimiawi harus dilakukan dengan dosis yang tepat karena konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menjadikan tanaman menjadi kering (Soelarso, 1997). Agrowisata Krisna menggunakan cara manual dengan pertimbangan lahan yang ada tidak terlalu luas dan sumber daya manusia yang tersedia termasuk murah. Secara teknis, perompesan di Agrowisata Krisna sudah dilakukan dengan baik, namun perlu ditingkatkan pengawasan sehingga efisiensi kerja dapat ditingkatkan.

Pemangkasan Tanaman

(31)

pemeliharaan dan kegiatan budidaya. Tanaman apel yang tidak dipangkas akan tumbuh ke atas karena dominansi tunas terminal.

Pemangkasan cabang yang sakit termasuk pemangkasan pemeliharaan. Pemangkasan ini bertujuan untuk menghindari penyebaran penyakit yang lebih luas ke bagian pohon yang lain. Sebagian besar penyakit menyerang melalui cabang yang luka, baik akibat kesalahan teknik budidaya maupun akibat lingkungan. Luka bekas pemangkasan dapat menjadi sarana penyebaran penyakit sehingga harus dilumuri dengan cat minyak. Alat pangkas yang digunakan harus tajam dan licin sehingga pemangkasan dapat dilakukan sekali potong untuk memperkecil luka yang dihasilkan dan menghindari luka memar pada kulit. Ranting dan cabang sisa pemangkasan dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Pemeriksaan kebun dilakukan beberapa hari sekali oleh manajer untuk melihat kondisi kebun, apakah pemangkasan pemeliharaan perlu dilakukan atau tidak.

Pemangkasan produksi dilakukan dengan memotong mata tunas yang kecil atau mati, tangkai-tangkai bekas petikan buah, serta cabang yang kurus, tidak produktif, atau terserang penyakit. Tujuan dari pemangkasan produksi adalah untuk mendorong pecahnya tunas dan mempengaruhi banyaknya tunas bunga dan daun yang terbentuk.

Pemangkasan tidak boleh terlalu dekat dengan mata tunas karena dapat menyebabkan luka pada mata tunas dan mengundang penyakit. Arah pangkas miring ke atas dan keluar dari mata tunas (Gambar 2).

Pemangkasan produksi di Agrowisata Krisna pada umumnya dilakukan setelah perompesan daun, akan tetapi tidak menutup kemungkinan pemangkasan dilakukan sebelum perompesan untuk menghemat tenaga kerja. Kekurangan dari

a b

(32)

pemangkasan yang dilakukan sebelum perompesan daun adalah pemangkasan menjadi kurang optimal karena pandangan pekerja tertutup daun yang masih lebat sehingga sulit membedakan tunas yang produktif atau tidak. Penulis tidak membandingkan hasil pemangkasan yang dilakukan sebelum perompesan dengan pemangkasan setelah perompesan karena keterbatasan waktu.

Secara teknis pemangkasan sudah dilakukan dengan baik, tenaga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja terlatih yang sudah berpengalaman dalam mengerjakan pemangkasan. Pemangkasan sangat menentukan produksi yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan dengan benar.

Pelengkungan Cabang

Pelengkungan cabang dilakukan satu kali per musim setelah pemangkasan. Cabang dilengkungkan dengan menggunakan tali yang diikatkan longgar pada tengah cabang, kemudian ditarik kearah luar tajuk dan diikatkan pada patok atau batang bagian bawah apel itu sendiri.

Pelengkungan cabang dilakukan untuk mempercepat tumbuhnya tunas-tunas baru dan mengatur bentuk pohon agar tidak tumbuh terlalu tinggi. Cabang yang dilengkungkan adalah cabang yang sudah gemuk berwarna coklat tapi masih lentur sehingga tidak patah ketika dilengkungkan. Arah pelengkungan cabang sebaiknya ke bidang yang masih kosong sehingga antar cabang tidak saling tumpang tindih dan menghalangi sinar matahari masuk (Gambar 3).

Gambar 3. Pelengkungan Cabang

(33)

Pemberian Zat Perangsang Tumbuh (ZPT)

Pemberian ZPT perlu diikuti dengan pemupukan dan pengairan intensif untuk mengimbangi laju pertumbuhan dan kebutuhan hara pada tanaman. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah Dormex 520 SL dengan kandungan bahan aktif hidrogen sianamida (CH2N2) 520 g/l. Notodimedjo (1995) menyatakan, pemberian hidrogen sianamida pada tanaman apel dapat meningkatkan jumlah daun, luas daun, panjang tunas dan diameter tunas. Dormex diberikan satu kali dalam setiap musim, paling lambat 10 hari setelah rompes.

Pemberian ZPT yaitu dengan cara disemprotkan ke tanaman dengan konsentrasi 30 ml/l atau dapat dioleskan (ditutul) ke mata tunas. Agrowisata Krisna menggunakan cara tutul. Penutulan membutuhkan waktu dan tenaga kerja lebih banyak, tapi membutuhkan volume larutan yang lebih kecil daripada penyemprotan.Selain itu ZPT yang diberikan lebih tepat sasaran, hanya diberikan ke mata tunas yang akan ditumbuhkan, karena pemberian ZPT yang berlebihan dapat menyebabkan mata tunas tumbuh terlalu banyak dan berukuran kecil.

Penutulan di musim hujan dicampur dengan bahan perekat agar ZPT tidak tercuci oleh hujan.

Curah hujan yang terlalu tinggi merupakan penyebab utama gagalnya bunga menjadi buah, karena bunga rontok sebelum maupun sesudah penyerbukan. Presentase rontok yang tinggi dapat menurunkan hasil panen. ZPT tambahan dengan merk dagang Stop Drop diberikan untuk mempertahankan bunga agar menjadi buah. Perlakuan ini hanya diberikan jika hujan cukup lebat, berlangsung lama pada siang hari, dan tanaman terkena serangan penyakit. Stop drop

mengandung bahan aktif 1-Napthaleneacetic acid sodium salt 3.5 %. Dosis yang digunakan sebesar 25-50 g/200 l air. Zat tersebut diaplikasikan sebanyak satu kali yaitu 3-4 hari sebelum bunga mekar untuk mencegah kerontokan bunga.

Zat pengatur tumbuh dengan merk Atonik, dan Fujiwan diberikan dengan tujuan untuk menambah bobot buah dan meningkatkan jumlah bunga. Atonik mempunyai kandungan bahan aktif natrium orto-nitrofenol 2 g/l, natrium para-nitrofenol 3 g/l, natrium 2-4 dipara-nitrofenol 0.5 g/l, dan natrium 5 nitroguaiakol 1 g/l dengan dosis 1-2 ml/ l. Fujiwan mengandung bahan aktif isoprothiolane 400 g/l

(34)

0.5-2 ml/l. Selain sebagai ZPT, Atonik dan Fujiwan juga berfungsi sebagai fungisida. Cara pemberiannya yaitu disemprot seminggu sekali setelah rompes sampai waktu muncul bunga.

Mata tunas mulai terdiferensiasi dan mengalami pecah tunas 1-2 minggu setelah perompesan dan pemangkasan (Gambar 4). Tunas yang muncul antara lain tunas campuran, tunas tumpul yang ruasnya rapat seperti taji, dan tunas vegetatif (Kusumo, 1986).

Gambar 4. Mata Tunas yang Mulai Terdiferensiasi; a) Tunas Campuran, b) Tunas Vegetatif

Pemupukan

Pemupukan di Agrowisata Krisna umumnya menggunakan pedoman pemupukan dari Kebun Bibit Hortikultura Nongkojajar untuk tanaman dengan umur lebih dari enam tahun. Saat magang dilakukan, pemupukan yang dilakukan hanya pemberian pupuk kandang dari kotoran sapi sebanyak dua pikul per pohon (lebih kurang 20 kg). Pupuk kandang dapat memperbaiki dan mempertahankan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah. Untung (1994) menyatakan, kandungan pupuk kandang dari kotoran sapi yaitu air 85 %, N 0.4 %, P 0.08 %, dan K 0.08%. Cara pemupukan yang digunakan yaitu dengan membenamkan pupuk kandang melingkari tanaman dengan radius satu meter (Gambar 5). Pemupukan dilakukan setelah perlakukan perompesan karena perompesan menyebabkan kandungan nitrogen di dalam daun-daun hilang sebelum sempat disimpan di dalam jaringan kulit batang Soelarso (1997).

(35)

Gambar 5. Pemberian Pupuk Kandang

Tanaman apel untuk pertumbuhannya membutuhkan air yang memadai sepanjang musim. Pertanaman apel di Nongkojajar pada musim kemarau masih tumbuh baik tanpa pengairan karena iklimnya tergolong tropika basah dan tanahnya mempunyai daya kapiler yang baik sehingga mampu mengikat air.

Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengendalian OPT yang tidak dilakukan secara berkala akan menyebabkan produktivitas dari tanaman apel menurun dan membutuhkan biaya perawatan yang lebih besar. Kehadiran gulma di sekitar tanaman apel menimbulkan persaingan dalam memperebutkan unsur hara, mengundang hama penyakit dan merusak perakaran tanaman apel.

Pengendalian gulma dilakukan setiap dua bulan sekali secara mekanis maupun kimiawi yaitu menggunakan herbisida Round Up 486 SL. Round Up

mengandung bahan aktif isopropilamina glifosat 486 g/l (setara dengan glifosat 360 g/l). Gulma-gulma yang disemprot dengan Round Up akan kering dalam waktu satu minggu. Pengendalian secara manual dilakukan dengan menggunakan cangkul dan arit. Gulma hasil penyiangan secara manual dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pemilihan teknik pengendalian didasarkan oleh pertimbangan biaya dan banyaknya gulma yang perlu diatasi.

(36)

menyerang tanaman apel di Agrowisata Krisna antara lain kutu hijau (Aphis pomii), thrips, ulat grayak (Spodoptera litura), kutu sisik, lalat buah, kelelawar, dan burung. Penyakit yang sering menyerang tanaman apel yaitu embun tepung, bercak daun, kanker batang, busuk batang, busuk buah, dan mata ayam.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan sekali seminggu. Pestisida yang digunakan bergantung kepada hama dan penyakit yang sedang menyerang. Kutu hijau, thrips, dan ulat grayak dapat diatasi dengan menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin atau beta sifultrin seperti Decis dan Buldok dengan dosis 0.5 ml/l. Pengendalian juga dapat menggunakan Dursban dengan bahan aktif klorpirifos 200 g/l, dosis yang digunakan 2-3 ml/l. Pengendalian kutu sisik menggunakan pestisida berbahan aktif abamektin dicampur dengan kelas penembus jaringan dimana penembus jaringan tersebut yang akan digunakan untuk menembus lapisan lilin pada kutu sisik sehingga pengobatan akan lebih efektif. Contoh serangan hama pada tanaman apel dapat dilihat pada Gambar 6.

Pengendalian penyakit dilakukan selaras teknik budidaya dengan mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat dan memangkas cabang yang terkena penyakit. Pengendalian secara kimiawi menggunakan penyemprotan dengan pestisida berbahan aktif klorotalonil untuk mengatasi busuk buah, Tebukonazol untuk mengatasi bercak daun, Mancozeb dan Propineb untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur. Contoh gejala serangan penyakit pada tanaman apel dapat dilihat pada Gambar 7.

a

Gambar 6. Gejala Serangan Hama pada Tanaman Apel; a) Aphis pomii, b) Spodoptera litura, c) Kutu Sisik, d) Lalat Buah, e) Burung

d e

(37)

Serangan hama dan penyakit meningkat di musim hujan sehingga intensitas penyemprotan ditingkatkan menjadi lima hari sekali. Curah hujan yang tinggi selama pengamatan dilakukan membuat penyemprotan menjadi tidak efisien karena pestisida tercuci oleh hujan. Hal ini diatasi dengan penambahan perekat pada larutan pestisida.

Penjarangan Buah

Penjarangan buah dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas buah agar ukuran buah besar dan seragam, warna kulit baik, buah sehat, memudahkan pemeliharaan buah apel, serta mendapatkan distribusi sinar matahari yang lebih banyak dan merata. Jumlah buah yang terlalu banyak dalam satu tunas dapat terjadi jika digunakan ZPT secara berlebih atau pemangkasan yang tidak tepat sehingga buah mengumpul pada beberapa tunas saja.

Penjarangan buah di Agrowisata Krisna dilakukan secara manual dengan tangan enam minggu sesudah bunga mekar total. Pada setiap dompolan disisakan maksimal tiga buah yang besarnya seragam dan sehat. Penjarangan buah biasa

a b c

d e

Gambar 7. Gejala Serangan Penyakit pada Tanaman Apel; a) Busuk Buah, b) Mata Ayam, c) Nyawo, d) Embun Tepung, e) Bercak Daun, f) Busuk Batang, g) Jamur, h) Nectrina galligena, i) Kanker Batang

f g

m

(38)

dilakukan saat musim kemarau. Di musim penghujan, penjarangan buah jarang dilakukan karena persentase fruit set kecil.

Panen

Panen dilakukan pada saat buah matang secara fisiologis. Jika panen dilakukan saat buah belum siap akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman dan pembungaan pada musim berikutnya. Tanaman akan menghasilkan tunas vegetatif yang berlebihan dan pembungaan pada musim berikutnya akan banyak gagal terjadi fruit set. Buah yang dipetik terlalu muda akan cepat menjadi keriput. Buah apel yang menjadi keriput beratnya susut mencapai 5.5 %, sedangkan buah apel yang dipetik umur tua makin cepat lunak dan masir, cepat mengalami penurunan padatan total terlarut (PTT) maupun jumlah komponen dan konsentrasi cita rasanya dalam penyimpanan (Soelarso, 1997).

Ciri-ciri buah yang siap dipanen yaitu ujung buah membuka/merekah dan kulit buah mengkilap. Panen dapat dilakukan lebih kurang 150 hari setelah rompes (HSR) untuk kultivar Manalagi dan lebih kurang 165 HSR untuk kultivar Rome Beauty. Apel Anna merupakan apel yang paling cepat dipanen, yaitu 135 HSR.

(39)

Tabel 7. Kultivar dan Karakteristik Apel yang Dihasilkan Agrowisata Krisna

No Kultivar Ciri-ciri 1 Rome

Beauty

1. Rasanya asam manis, segar, tidak beraroma

2. Daging buah putih kekuningan, keras, tekstur kasar 3. Bentuk buah bulat, kulit tebal berwarna hijau kemerahan 4. Bentuk daun panjang dengan ujung menyempit

2 Manalagi 1. Rasanya manis, agak liat dan kering

2. Daging buah berwarna putih, jika telah masak beraroma harum 3. Bentuk buah bulat perpori putih dengan warna hijau merata

hingga kekuningan

4. Berdaun lebar dengan warna hijau tua, halus, dan tipis 3 Wanglin 1. Rasanya manis, segar, teksturnya renyah

2. Bentuknya bulat dengan pangkal buah mendatar, kulit berwarna hijau kecoklatan

3. Daun hijau kelabu, permukaan daun berbulu, dengan ujung daun meruncing

4 Anna 1. Rasanya agak asam manis, agak keset, dan sedikit berair 2. Daging buah berwarna kuning

3. Bentuk buah oval, kulit buah halus, tipis, dan berwarna merah tua kombinasi kuning

4. Berdaun tebal, berujung runcing, dan berwarna hijau muda, tepi daun bergerigi dan agak melipat ke bawah

5. Princess noble

1. Buah berbentuk bulat, warna daging buah putih 2. Warna buah hijau berbintik-bintik putih

3. Rasa buah segar dan agak masam

4. Berdaun tebal, berwarna hijau tua dengan ujung meruncing

Agrowisata Krisna melakukan sistem rotasi panen pada setiap bloknya, sehingga dihasilkan kontinuitas produksi apel di kebun. Rotasi panen antar blok satu dengan yang lain berjarak sekitar 2 minggu-1 bulan yang dapat diatur dengan menentukan waktu perompesan dan pemangkasan.

(40)

didistribusikan ke pasar induk Kramat Jati Jakarta untuk dijual ke pasar-pasar atau supermarket di daerah sekitar Jabodetabek dan Bandung.

Sortasi dan Grading

Agrowisata Krisna tidak melakukan sortasi dan grading sendiri. Sortasi dan grading dilakukan oleh para pengepul. Grade rata-rata pengepul yang mengambil apel di daerah Nongkojajar dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Grade Apel di Daerah Nongkojajar

Grade Jumlah Buah (buah/kg)

Manalagi Rome Beauty

A 5-6 3-4

B 7-9 5-6

C 10-11 7-8

D 11-15 9-11

E 16-20 12-15

Kriil > 20 > 15 Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (2008)

Secara umum, produksi apel yang dihasilkan Agrowisata Krisna sebagian besar berada pada grade B dan C, masing-masing sebanyak 25-40%, sedangkan

grade A hanya sekitar 5.-.10%. Hal ini menunjukkan masih diperlukan peningkatan pemeliharaan tanaman sehingga dapat grade dapat ditingkatkan.

Hasil panen diletakkan pada keranjang bambu yang berukuran 30.-.35 kg/keranjang untuk kemudian diantar ke tempat sortasi. Proses sortasi

umumnya menggunakan bantuan alat sortasi seperti yang terlihat pada Gambar 8.

(41)

Pengolahan Pasca Panen

Agrowisata Krisna mulai mengusahakan pengelolaan pasca panen berupa pengolahan apel menjadi cuka apel, teh apel, wine apel, jenang apel, dan wingko apel sejak tahun 2003. Produk-produk olahan apel dari Agrowisata Krisna dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Produk Olahan Apel Agrowisata Krisna

Pengolahan pasca panen ini bertujuan untuk mengantisipasi banyaknya apel yang rusak dan rontok setiap kali panen dan banyaknya apel yang gugur akibat kelalaian pengunjung agrowisata. Setiap tahunnya, Agrowisata Krisna memanfaatkan lebih kurang 5 % dari jumlah apel yang tidak masuk dalam grade

sebagai bahan baku pembuatan apel olahan.

(42)

Tahapan pembuatan cuka apel dapat dilihat pada Gambar 10. Pertama-tama apel dicuci dengan air bersih, diparut menjadi potongan-potongan tipis dan panjang (a), diperas dengan menggunakan mesin pres (b), kemudian difermentasikan selama kurang lebih satu tahun (c). Selama proses fermentasi dilakukan 4-6 kali proses penyaringan endapan. Penyaringan dilakukan agar cuka yang dihasilkan terlihat bersih, jernih, dan bening. Cuka apel yang sudah jadi dikemas dalam botol yang sudah disterilisasi dan dipasarkan (d).

Gambar 10. Proses Pembuatan Cuka Apel; a) Apel Hasil Parutan, b) Mesin Pres Apel, c) Galon untuk Wadah Fermentasi, d) Cuka Apel yang siap Dipasarkan

Hambatan yang dihadapi perusahaan yaitu pada produksi dan pemasaran cuka apel yang dijalankan. Cuka apel produksi Krisna sangat bergantung pada hasil panen apel, yaitu sekitar 5 % dari keseluruhan produksi apel, sehingga jumlah cuka apel yang dihasilkan tidak sama setiap tahunnya.

Proses awal pembuatan teh apel hampir sama dengan cuka apel. Apel disortir kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada apel. Apel-apel diparut menjadi potongan-potongan panjang dan tipis, kemudian dijemur selama 2-3 hari dan disterilkan di dalam oven selama beberapa jam, dan selanjutnya dikemas dalam bungkus plastik berukuran satu ons.

Aspek Manajerial

Karyawan harian lepas direkrut dari penduduk sekitar lokasi Agrowisata Krisna. Besar gaji yang diterima KHL sebesar Rp 10.000.00/hari untuk tenaga kerja laki-laki dan Rp 8.000.00/hari untuk tenaga kerja wanita. Waktu kerja KHL dimulai dari pukul 06.30-12.00 WIB dengan waktu istirahat pada pukul 08.00-08.30 WIB. Manajer yang sekaligus bertugas sebagai pengawas datang lebih awal

(43)

untuk memeriksa kelengkapan peralatan dan mengecek kondisi lahan. Tugas KHL biasanya sudah diberikan dari hari sebelumnya sehingga bisa dipersiapkan terlebih apabila manajer berhalangan datang atau datang terlambat.

Tenaga kerja laki-laki bertugas untuk mengerjakan pemangkasan, pelengkungan cabang, penyemprotan, serta penjarangan buah. Tenaga kerja perempuan bertugas untuk mengerjakan pemupukan, dan pengendalian gulma secara mekanik. Perompesan, pemberian ZPT, dan pemanenan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja dari luar dengan pertimbangan efisiensi waktu. Upah untuk kegiatan perompesan dan pemberian ZPT yaitu sebesar Rp 8,000.00/hari. Kegiatan pengangkutan pupuk kandang juga dilakukan oleh tenaga kerja dari luar dengan sistem upah berdasarkan jumlah pupuk kandang yang diangkut sebesar Rp 5.000.00/pikul. Upah kegiatan pemanenan sebesar Rp 30.000.00/hari yang ditanggung oleh pengepul.

Agrowisata Krisna selain memproduksi apel segar juga memproduksi apel olahan berupa cuka apel, teh apel, wine apel, jenang apel, dan wingko apel. Kegiatan pasca panen ini dilakukan oleh dua orang karyawan dengan besar upah disesuaikan dengan hasil penjualan dan jam kerja.

(44)

Tabel 9. Perbandingan Prestasi Kerja Karyawan Agrowisata Krisna dengan Penulis

Kegiatan Prestasi Kerja

Karyawan Penulis Perompesan

Pemangkasan Penutulan ZPT Penyemprotan Pelengkungan Pemanenan

24 pohon/HOK 30 pohon/HOK 12 pohon/HOK 0.4 hektar/HOK 24 pohon/HOK 390 kg/HOK

24 pohon/HOK 6 pohon/HOK 12 pohon/HOK

-

48 pohon/HOK 210 kg/HOK Keterangan: HOK = Hari Orang Kerja (1 HOK = 5 jam/hari)

Perusahaan tidak menerapkan standar kerja sehingga evaluasi kegiatan kerja kurang maksimal. Standar kerja sebaiknya diterapkan untuk meningkatkan kedisiplinan karyawan dan membantu perusahaan mencapai target kerja.

Kegiatan sebagai asisten manajer dilakukan penulis selama tiga bulan. Kegiatan yang dilakukan antara lain membantu mengawasi kegiatan karyawan lapangan, mengorganisasikan karyawan, serta membuat laporan kebutuhan fisik dan biaya operasional. Pengelolaan keuangan meliputi pencatatan penerimaan dan pengeluaran setiap hari kerja. Pengeluaran yang dicatat setiap harinya meliputi biaya operasional yang diperlukan untuk setiap kegiatan yang dilakukan, sedangkan penerimaan meliputi penjualan hasil panen, produk pasca panen, serta agrowisata.

(45)

DI AGROWISATA KRISNA

Pemangkasan produksi dilakukan sekali setiap musim setelah perompesan. Perompesan maupun pemangkasan produksi dilakukan setelah panen, yaitu sekitar 10 HSP. Perompesan dan pemangkasan yang dilakukan sebelum waktunya tidak akan membentuk bunga, melainkan daun yang tumbuh kurang subur. Keterbatasan tenaga kerja menyebabkan pemangkasan di Agrowisata Krisna tidak dapat dilakukan secara serempak dalam satu waktu dan harus menyesuaikan dengan kemampuan tenaga kerjanya.

Waktu pemangkasan yang tidak serempak menyebabkan adanya tingkat perkembangan yang berbeda antara tanaman yang satu dengan yang lain dalam satu blok. Waktu berbunga dan waktu muncul buah berbeda dalam satu blok, sedangkan panen dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, sehingga ada perbedaan tingkat kematangan saat panen

Mata tunas pada Manalagi mulai terdiferensiasi sehingga mengalami pecah tunas pada dua minggu setelah pangkas (MSA), sedangkan Rome Beauty mulai terdiferensiasi pada 1 MSA (Tabel 10). Waktu pecah tunas pada apel memang dipengaruhi oleh kultivar. Soelarso (1997) menyatakan, waktu pecah tunas Rome Beauty umumnya terjadi pada 22 hari setelah rompes (HSR) sedangkan Manalagi pada 27 HSR.

Tabel 10. Waktu Pangkas, Pecah Tunas, Bunga Mekar Serempak, dan Muncul Buah

Kultivar Waktu Pangkas

Waktu Pecah Tunas

Waktu Bunga Mekar Serempak

Waktu Muncul Buah --- MSA ---

Rome Beauty

14 HSP 1 4 6

21 HSP 2 4 6

Manalagi 14 HSP 2 4 6

21 HSP 2 4 6

(46)

disampingnya tumbuh daun. Tunas tumpul bisa tumbuh menjadi bunga dan daun atau hanya daun saja, sedangkan tunas vegetatif hanya terdiri dari daun.

Tunas pada kultivar Rome Beauty dan Manalagi lebih banyak terdiferensiasi menjadi tunas campuran daripada tunas vegetatif baik pada pemangkasan yang dilakukan pada 14 HSP maupun 21 HSP (Tabel 11). Hal ini sesuai dengan tujuan pemangkasan produksi yaitu untuk memelihara tunas yang produktif saja sehingga pemanfaatan unsur hara dan sinar matahari dapat dioptimalkan untuk meningkatkan hasil produksi dan mutu buah.

Tabel 11. Jumlah Mata Tunas Awal, Persentase Pecah Tunas Campuran, dan Persentase Pecah Tunas Vegetatif

Rome Beauty Manalagi

14 HSP 21 HSP 14 HSP 21 HSP Jumlah Mata Tunas

(0 MSA) 56.40 34.53 49.33 45.20 Persentase Pecah Tunas

Campuran (%) 75.53 82.24 55.81 44.10 Persentase Pecah Tunas

Vegetatif (%) 16.19 10.23 17.70 10.18

Rome Beauty lebih banyak menghasilkan tunas campuran daripada Manalagi. Hal ini disebabkan karena tunas pada Manalagi berukuran lebih kecil dan lebih rapat daripada Rome Beauty, sehingga sulit dibedakan antara mata tunas yang diperkirakan produktif dan tidak produktif saat dilakukan pemangkasan. Mata tunas yang produktif dan akan dipelihara mempunyai ciri-ciri lebih gemuk dan lebih padat apabila dipegang daripada tunas yang tidak produktif (Gambar 11).

Waktu pemangkasan berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas vegetatif dan tunas campuran pada akhir pengamatan (Tabel 12). Tanaman yang dipangkas Gambar 11. Mata Tunas pada Apel; a) Tunas Produktif, b) Tunas Tidak

Produktif

(47)

pada 14 HSP mengalami pertambahan tunas vegetatif dan tunas campuran lebih banyak daripada tanaman yang dipangkas pada 21 HSP. Hal ini diduga karena pada tanaman yang dipangkas 21 HSP, cadangan makanan juga termanfaatkan untuk pertumbuhan tunas yang tidak produktif dan menjadi terbuang ketika cabang dipangkas. Hal ini menyebabkan tunas kekurangan zat makanan untuk mendukung pembungaan.

Tabel 12. Jumlah Tunas Vegetatif dan Tunas Campuran per Cabang Rome

Beauty

∑ tunas

vegetatif/ cabang

∑ tunas

campuran/ cabang

Manalagi ∑ tunas vegetatif/

cabang

∑ tunas

campuran/ cabang 14 HSP 15.37 49.40 14 HSP 23.11 33.39 21 HSP 8.62 34.11 21 HSP 11.94 23.30 Hasil uji

t-student * *

Hasil uji

t-student * *

Keterangan: * = Berbeda nyata pada taraf 5%

Jumlah Bunga dan Kerontokan Bunga

Bunga apel tumbuh pada ujung tunas. Mahkota bunganya berjumlah lima. Bunga Rome Beauty berwarna putih dengan merah muda di tepinya, sedangkan Manalagi berwarna putih (Gambar 12).

Kuncup bunga mulai muncul pada 3 MSA pada kedua kultivar, dan berbunga serempak pada 4 MSA. Hasil uji t-student (Tabel 13) menunjukkan bahwa waktu pangkas tidak berbeda nyata terhadap jumlah bunga pada kedua kultivar. Jumlah bunga pada Rome Beauty lebih banyak daripada Manalagi

Gambar 12. Bunga pada Apel; a) Bunga Rome Beauty, b) Bunga Manalagi

(48)

(Tabel 13), hal ini merupakan akibat dari jumlah mata tunas yang terdiferensiasi menjadi tunas campuran pada Rome Beauty lebih banyak daripada Manalagi.

Tabel 13.Jumlah Bunga pada Rome Beauty dan Manalagi

Rome Beauty Jumlah Bunga Manalagi Jumlah Bunga 14 HSP 31.3 14 HSP 13.41 21 HSP 24.5 21 HSP 12.52 Hasil uji t-student tn Hasil uji t-student tn

Bunga mekar serempak pada 4 MSA pada kedua kultivar dan terjadi kerontokan pada 5 dan 6 MSA (Gambar 13). Anomali cuaca mengakibatkan hujan deras masih turun pada bulan April. Tercatat ada 20 hari hujan (HH) dengan rata-rata curah hujan sebanyak 16.44 mm/hari dari tanggal 3 April-23 April 2010, yaitu saat bunga muncul pada tanaman contoh. Rome Beauty mengalami tingkat kerontokan yang lebih tinggi daripada Manalagi saat 5 MSA. Hampir 100 % bunga yang tidak diserbuki sudah rontok pada 6 MSA (Tabel 14) sementara sisanya rontok pada minggu berikutnya, sedangkan yang berhasil diserbuki akan membentuk pentil buah (fruit set).

Gambar 13. Pertambahan Jumlah Bunga pada Kultivar Rome Beauty dan Manalagi

Tabel 14. Tingkat Kerontokan Bunga dan Persentase Fruit Set

Kultivar Waktu Pangkas

Tingkat Kerontokan Bunga

(5 MSA)

Tingkat Kerontokan Bunga (6 MSA)

Fruit Set

--- % --- Rome

Beauty

14 HSP 21 HSP

41.23 43.12

96.98 98.50

1.79 1.50 Manalagi 14 HSP

21 HSP

34.76 27.96

69.44 70.05

(49)

Perbedaan tingkat kerontokan bunga pada kultivar Rome Beauty dan Manalagi ini kemungkinan dipengaruhi oleh genetik masing-masing kultivar. Edigius (2006) menyatakan, proses pembungaan tanaman apel telah terjadi sejak kuncup dan mulai terbentuk setelah terbentuknya kuncup terminal, sebelum kuncup membuka. Proses terjadinya kuncup bunga ini dipengaruhi oleh sifat genetik masing-masing kultivar, akumulasi hormon florigen, dan faktor lingkungan.

Pembentukan Buah (Fruit Set)

Curah hujan yang tinggi menjadi kendala utama dalam pembentukan buah tanaman apel. Ashari (2004) menyatakan, hujan di samping dapat membatasi atau mencegah aktivitas lebah secara tidak langsung juga menyebabkan terbatasnya penyebaran tepung sari sehingga mengganggu proses penyerbukan. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan kelembaban menjadi tinggi sehingga tepung sari menggumpal. Tepung sari yang menggumpal dapat terganggu fertilitasnya dan terhambat penyebarannya, terutama oleh angin.

Fruit set terjadi 6 MSA pada Rome Beauty dan Manalagi. Kultivar Manalagi lebih tahan terhadap hujan dibanding Rome Beauty, terlihat dari presentase fruit set Manalagi yang lebih tinggi daripada Rome Beauty (Tabel 15). Pada umumnya, kultivar Manalagi memang menghasilkan lebih banyak buah/pohon daripada Rome Beauty. Pada kondisi optimum, Rome Beauty dapat

menghasilkan 25 kg/pohon, sedangkan produksi Manalagi dapat mencapai 30 – 40 kg/pohon.

(50)

Tabel 15.Jumlah Buah pada Rome Beauty dan Manalagi

Rome Beauty Jumlah Buah Manalagi Jumlah Buah 14 HSP 1.41 14 HSP 6.59 21 HSP 0.74 21 HSP 5.91 Hasil uji t-student * Hasil uji t-student tn Keterangan: *= nyata pada taraf 5%, tn= tidak nyata pada taraf 5%

Buah mulai berbentuk pentil pada 5 MSA. Ruhiyat (2008) menyatakan, buah apel mengalami fase-fase perkembangan buah sebagai berikut: fase buah sebesar pentil, fase buah sebesar kelereng, fase buah sebesar telur, fase pemasakan buah, dan fase panen. Semua kultivar akan mengalami fase tersebut, akan tetapi saatnya berbeda untuk masing-masing kultivar. Fase perkembangan buah pada kultivar Rome Beauty dan Manalagi dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.

Gambar 16 menunjukkan pertumbuhan buah pada kultivar Rome Beauty dan Manalagi. Diameter buah terus bertambah sejak pentil buah muncul dengan pertambahan diameter yang relatif sama setiap minggunya.

Gambar 15. Fase Perkembangan Buah pada Apel Manalagi; a) Fase Pentil, b) Fase Kelereng, c) Fase Telur, d) Fase Tua, e) Fase Panen

Gambar 14. Fase Perkembangan Buah pada Apel Rome Beauty; Fase Pentil, b) Fase Kelereng, c) Fase Telur, d) Fase Tua, e) Fase Panen

a b

m

c d e

a b

m

(51)

Gambar 16.Pertumbuhan Buah pada Kultivar Rome Beauty dan Manalagi

Perbedaan waktu pangkas tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan buah (Tabel 16). Ukuran buah apel dipengaruhi banyaknya biji yang terdapat dalam buah. Pembentukan dan perkembangan buah yang sempurna akan menghasilkan 10 biji dalam buah. Ukuran buah juga dipengaruhi oleh aplikasi insektisida atau fungisida, penjarangan buah dini, dan jumlah air yang cukup pada akhir musim (Ashari, 2004). Aplikasi insektisida dan fungisida mempengaruhi serangan hama dan penyakit pada tanaman sehingga berpengaruh terhadap perkembangan buah.

Tabel 16. Pertambahan Diameter Buah pada Rome Beauty dan Manalagi

Rome Beauty Pertambahan

Diameter Buah (cm) Manalagi

Pertambahan Diameter Buah (cm) 14 HSP 1.326 14 HSP 1.433

21 HSP 0.974 21 HSP 1.389 Hasil uji

t-student

tn Hasil uji

t-student

tn

(52)

Kesimpulan

Kegiatan magang telah memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman tentang aspek produksi, aspek teknis, dan pengelolaan perkebunan apel pada kondisi yang sebenarnya. Pengelolaan usaha perkebunan apel telah dipelajari khususnya mengenai pengelolaan pemangkasan produksi.

Pemangkasan produksi yang dilaksanakan di Agrowisata Krisna sudah dilakukan dengan baik secara teknis, dilihat dari persentase pecah tunas campuran yang lebih banyak terbentuk dibanding persentase pecah tunas vegetatif baik pada Rome Beauty maupun Manalagi. Persentase pecah tunas campuran pada kultivar Rome Beauty mencapai 75.53 % pada tanaman yang dipangkas 14 hari setelah panen dan 82.24 % pada tanaman yang dipangkas 21 hari setelah panen. Persentase pecah tunas campuran pada kultivar Manalagi mencapai 55.81% pada tanaman yang dipangkas 14 hari setelah panen dan 44.10 % pada tanaman yang dipangkas 21 hari setelah panen.

Waktu pemangkasan produksi yang tidak serempak menyebabkan adanya tingkat perkembangan yang berbeda antara tanaman yang satu dengan yang lain dalam satu blok, antara lain pada peubah pertambahan jumlah tunas vegetatif dan pertambahan tunas campuran pada Rome Beauty dan Manalagi, serta jumlah buah pada Rome Beauty. Pemangkasan pada 14 hari setelah panen memberikan hasil lebih baik daripada pemangkasan pada 21 hari setelah panen dilihat dari jumlah tunas campuran per cabang, jumlah bunga, serta pertumbuhan buah.

Saran

Gambar

Gambar 2. Hasil Pemangkasan pada Apel; a) Terlalu Dekat dengan Mata Tunas, b) Hasil Pangkasan yang Benar
Gambar 4. Mata Tunas yang Mulai Terdiferensiasi; a) Tunas  Campuran, b) Tunas Vegetatif
Gambar 5. Pemberian Pupuk Kandang
Gambar 6. Gejala Serangan Hama pada Tanaman Apel; a) Aphis pomii, b) Spodoptera litura, c) Kutu Sisik, d) Lalat Buah, e) Burung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah produksi panen terbesar terjadi pada bulan Januari (Tabel 8) karena pada saat setelah perompesan daun yaitu ketika mulai muncul bunga tepatnya pada bulan September

Metode pelaksanaan magang yaitu dengan melakukan pengamatan mengenai keadaan lapang, mengumpulkan data primer dan sekunder, serta mengikuti secara langsung seluruh