• Tidak ada hasil yang ditemukan

Land Optimization of Cocoa Based Farming for Agricultural Sustainable Development in Krueng Seulimum Watershed Aceh Province.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Land Optimization of Cocoa Based Farming for Agricultural Sustainable Development in Krueng Seulimum Watershed Aceh Province."

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

DI DAS KRUENG SEULIMUM PROPINSI ACEH

HALIM AKBAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Optimalisasi Lahan Usahatani Berbasis Kakao Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di DAS Krueng Seulimum Propinsi Aceh adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Agustus 2013

Halim Akbar

(4)

Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di DAS Krueng Seulimum Propinsi Aceh. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO sebagai ketua, NAIK SINUKABAN, dan SITANALA ARSYAD sebagai anggota.

Perubahan penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini cenderung meningkat karena aktivitas pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan ini berdampak negatif terhadap kondisi hidrologis DAS. Perubahan penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum menjadi lahan pertanian dan usahatani tanpa penerapan agroteknologi telah menyebabkan erosi yang tinggi dan produktivitas lahan yang rendah, ini ditunjukkan dengan rendahnya produksi kakao di bagian hulu, terjadinya sedimentasi dan fluktuasi debit yang tinggi di bagian hilir. Penelitian ini bertujuan : (1) mengkaji karakteristik lahan dan agroteknologi yang diterapkan untuk tanaman kakao di DAS Krueng Seulimum, (2) menganalisis laju erosi dan aliran permukaan pada lahan usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum, (3) menganalisis alokasi lahan optimal untuk usahatani berbasis kakao dan agroteknologi sehingga dapat menurunkan erosi dan meningkatkan pendapatan petani di DAS Krueng Seulimum, (4) merumuskan perencanaan usahatani berbasis kakao berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum.

Penelitian ini menggunakan metode survei dan pengukuran lapangan yang diawali dengan pembuatan peta satuan lahan (land unit). Peta satuan lahan digunakan sebagai unit dasar dalam analisis kelas kemampuan lahan, kesesuaian lahan, prediksi erosi dan Etol serta penentuan sampel petani responden untuk analisis usahatani. Pengumpulan data biofisik lahan (sifat-sifat tanah, karakteristik lahan, dan iklim) untuk analisis kelas kemampuan lahan, evaluasi kesesuaian lahan, prediksi erosi dan Etol. Pengumpulan data sosial ekonomi (karakteristik petani, luas lahan usahatani, sarana produksi, produksi tanaman, teknik budidaya, dan lainnya) dilakukan melalui survei lapangan dan wawancara dengan petani responden untuk analisis usahatani. Untuk mengetahui pengaruh teknologi konservasi tanah dan air terhadap aliran permukaan dan erosi, dilakukan percobaan petak erosi (plot erosi) di lapang. Analisis kriteria erosi dan pendapatan usahatani menggunakan optimalisasi usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan dengan program tujuan ganda (multiple goal programming). Analisis penentuan usaha tani berbasis kakao yang berkelanjutan dengan perangkat pengambilan keputusan (decision tool) menggunakan kriteria kesesuaian lahan, laju erosi dibawah erosi yang masih dapat ditoleransi, pendapatan harus di atas kebutuhan hidup layak.

(5)

perlakuan pemberian mulsa jerami 18 kg petak-1 (5 ton ha-1) pada setiap perlakuan juga nyata memberikan pengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi pada tipe usahatani kakao+pinang+mulsa (AP = 7.29 mm dan erosi = 141.8 kg ha-1).

Perhitungan prediksi erosi pada beberapa penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum menunjukkan bahwa prediksi erosi terbesar terjadi pada penggunaan lahan semak belukar dan pertanian lahan kering. Nilai prediksi erosi pada penggunaan lahan semak belukar berkisar antara 30.71 - 292.98 ton ha-1 thn-1, prediksi erosi pada penggunaan lahan pertanian lahan kering berkisar antara 27.60 - 118.19 ton ha-1thn-1, prediksi erosi pada penggunaan lahan padang penggembalaan berkisar antara 9.92 ton ha-1thn-1- 62.98 ton ha-1thn-1 prediksi erosi pada penggunaan lahan hutan sekunder berkisar antara 1.26-6.94 ton ha-1 thn-1 .

Luas lahan garapan petani pada usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum berkisar 1.0 -1,50 ha (45.45%), jumlah anggota keluarga rata-rata 5 orang, dan nilai KHL sebesar Rp. 28 000 000 ha-1 kk-1 thn-1. Usahatani berbasis kakao yang dilakukan oleh petani di DAS Krueng Seulimum pada luasan 1,0 hektar menunjukkan bahwa semua tipe usahatani (K, KP dan KPs) tidak berkelanjutan (sustainable) karena pendapatan < KHL, dilihat dari indikator erosi terlihat bahwa nilai erosi yang didapat masih diatas nilai ETol, yaitu 54.38 ton ha-1thn-1 - 135.89 ton ha-1thn-1. Usahatani berbasis kakao berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum dapat dicapai dengan penerapan agroteknologi pemupukan yaitu dengan pemberian pupuk lengkap pada lereng 7%, pembuatan teras gulud dengan tanaman penguat teras pada lereng 14% dan pembuatan teras gulud dengan tanaman penguat teras + pemberian mulsa 6 ton ha-1 thn-1 pada lereng 21% dapat menurunkan erosi menjadi lebih kecil dari erosi yang masih dapat ditoleransi dan memberikan pendapatan usahatani lebih besar dari kebutuhan hidup layak (KHL).

Hasil analisis program tujuan ganda menunjukkan bahwa tipe usahatani berbasis kakao yang paling optimal diterapkan di DAS Krueng Seulimum adalah tipe usahatani Kakao + Pisang (KPs) pada lahan seluas 1.5 ha dengan menerapkan agroteknologi pemupukan, teras gulud dengan tanaman penguat teras ditambah dengan pemberian mulsa 6 ton ha-1thn-1 dapat menekan erosi di bawah Etol yaitu 16.03 - 38.64 ton ha-1thn-1 dengan pendapatan optimum sebesar Rp 42 954 150 kk ha-1 thn-1 jauh lebih besar dari KHL.

Rencana pengembangan lahan pertanian berbasis kakao pada setiap satuan lahan dengan menggunakan decision tool didapat SL 5 dan 9 sesuai untuk dikembangkan tanaman kakao+pinang dengan penerapan agroteknologi pemupukan, SL 1, 3, 6, 7, 10 dan 11 sesuai untuk dikembangkan tanaman kakao+pinang dengan penerapan agroteknologi pemupukan ditambah dengan pembuatan teras gulud + tanaman penguat teras, SL 2, 12, 14, 15 dan 16 sesuai dikembangkan tanaman kakao+pisang dengan penerapan agroteknologi pemupukan ditambah dengan pembuatan teras gulud +tanaman penguat teras + dengan pemberian mulsa 6 ton ha-1 thn-1 .

(6)

Sustainable Development in Krueng Seulimum Watershed Aceh Province. Under direction of KUKUH MURTILAKSONO, NAIK SINUKABAN, and SITANALA ARSYAD

Changes in land use in the watershed at present tend to increase due to the construction activity and population growth rate which have the quite high and those cause negative impacts on hydrological wathershed condition. Changes in land use in the Krueng Seulimum watershed to agriculture and farming without application of agro technology have led to high attrition and low land productivity, and those are shown by the low production of cocoa in the up-stream, sedimentation and high fluctuation in the down-stream. This study aims firstly, to assess the characteristics of the land and agro-technology applied to the cocoa crop in the Krueng Seulimum watershed, secondly, to analyze the rate of erosion and surface run off on cocoa based farming land in the Krueng Seulimum watershed, thirdly, to analyze the optimal land allocation for cocoa and agro-technology based farming to reduce erosion and increase the income of farmers in the Krueng Seulimum watershed, and finally, to formulate sustainable cocoa based farming in the Krueng Seulimum watershed.

This study used the survey and field measurement methods that were started with mapping land units. Map of land units was used as the basic unit in analysis of land capability class, soil suitability, erosion prediction, Etol and determination of respondent farmer sample for farming analysis. Bio-physical land data collection such as soil properties, soil characteristics , and climate were used for analysing of land capability class, land suitability evaluation, prediction of erosion and Etol. Socio-economic data collection likes characteristics of farmers, farm land, means of production, crop production, cultivation techniques, and others, were conducted through field surveys and interviews with respondent farmers for farming analysis. To determine the effect of soil and water conservation technologies for runoff and erosion, it was conducted the erosion plot experiments in the field. Analysis of erosion criteria and farming income used the optimization of sustainable cocoa-based farming with a dual purpose program. Determination analysis of sustainable cocoa-based farm with making decision tools used the criteria of land suitability, erosion rates under tolerable erosion conditions, the income should be above the needs of decent living.

The results showed that the Krueng Seulimum watershed consists of 24 units of land (SL). The land is classified as class III , IV and VI with the main limiting factors as follow: the slope factor (l), erosion (e) , soil erodiblity (KE) and the rocks on the surface soil (b). Most of the cocoa farming lands belong to the quite suitable class (S2) and marginally suitable class (S3). In general, the use of land in Seulimum Krueng watershed is in accordance with the land capability and land suitability.

(7)

watershed showed that the greatest prediction erosion occurred in the shrub land use and dry land farming. Erosion prediction value on shrub land use ranged from 30.71 - 292.98 tons ha-1 year-1, erosion prediction on dry land use ranged from 27.60 - 118.19 tons ha-1 year-1, erosion prediction on pasture land use ranged from 9.92 ton ha-1 year-1 - 62.98 tons ha-1 year-1,prediction of erosion on secondary forest land use ranged between 1.26 - 6.94 tons ha-1 year-1.

Cocoa based farming conducted farmers in the Krueng Seulimum watershed ranges from 1.0 -1.50 ha (45.45 %), the average number of family member is 5 people , and the KHL value is Rp 28 million ha-1 kk-1 year-1. Cocoa-based farming conducted by farmers in the Krueng Seulimum watershed on area of 1.0 acres shows that all types of farming such as K, KP and KPS, are not sustainable because the income is less than KHL, and from erosion indicator, it shows that the erosion value obtained is still above Etol value, namely 54.38 tons ha-1 year-1 - 135.89 tons ha-1 year-1. Sustainable cocoa based farming in the Krueng Seulimum watershed can be achieved with the implementation of agro-fertilizing by giving complete fertilizer at 7 % slopes, gulud terracing with terrace booster crops on slope of 14 % and gulud terracing, terrace amplifier crops + mulching 6 tons ha-1 year-1 on slope of 21% can reduce erosion to become smaller than the tolerable erosion and provide income farming greater than the need for decent living (KHL).

Dual purpose program analysis results indicated that the most optimal type of cocoa-based farming applied in the Krueng Seulimum watershed is the type of cocoa farming + banana (KPs) in an area of 1.5 ha by implementing agro- fertilization, gulud terracing with amplifier plants plus mulching 6 tons ha-1 year-1. this type can suppress the erosion under Etol 16.03 - 38.64 tons ha-1 year-1 dan increase optimum revenue of Rp 42.954.150 kk ha-1 year-1, much larger than the KHL.

Development plan of cocoa-based farming in each land unit by using a decision tool, it was obtainaed SL 5 and SL 9 which were suitable to develop cocoa + areca crops with the application of agro-fertilizing. SL 1, 3, 6, 7, 10 and 11 were suitable for developing cocoa + areca crops with the application of agro-fertilizing with gulud terracing plus amplifier crops. SL 2, 12, 14, 15 and 16 are developed for cocoa +banana crops by applicating agro-fertilization with gulud terracing plus terrace amplifier crops + mulching 6 tons ha-1 year-1.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

OPTIMALISASI LAHAN USAHATANI BERBASIS KAKAO

UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

DI DAS KRUENG SEULIMUM PROPINSI ACEH

HALIM AKBAR

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Widiatmaka, DEA

Dr. Ir. Latief M Rachman, M.Sc, MBA

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng

(11)
(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Optimalisasi Lahan Usahatani Berbasis Kakao untuk Pembagunan Pertanian Berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum Propinsi Aceh.

Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terlaksana karena bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun materi yang semuanya itu tidak mampu penulis balas. .

Penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS selaku ketua komisi pembimbing ; Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing dan Prof (Em) Dr. Ir. Sitanala Arsyad, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis sejak persiapan penelitian sampai pada penyelesaian disertasi.

2. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh program doktor di Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana IPB atas pelayanan serta fasilitas hingga penyelesaian studi.

3. Rektor Universitas Malikussaleh dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program doktor pada Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS kepada penulis untuk mengikuti program doktor pada Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

5. Dr. Ir. Widiatmaka, DEA dan Dr. Ir. Latief M Rachman, MSc MBA selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup atas masukan dalam penyempurnaan disertasi ini.

6. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng dan Dr. Ir. Latief M Rachman, MSc MBA selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka dan saran dalam penyempurnaan disertasi ini.

7. Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono MS, Prof. Dr. Ir. Abubakar A Karim, MS dan Prof. A. Hadi Arifin, MSi atas pemberian rekomendasi sehingga penulis dapat diterima sebagai mahasiswa program Doktor pada Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

8. Bupati Aceh Besar beserta staff atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian di lapangan.

9. Staf laboratorium Ilmu Tanah pada Institut Pertanian Bogor dan staf laboratorium jurusan ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. 10.Bapak kepala Desa Panca, Alue Rindang, Teladan dan Jawi beserta warganya

atas segala bantuan, pelayanan dan fasilitas yang diberikan selama penelitian. 11.Kedua orang tua saya H. Abubakar Siddik (Alm) dan Hj. Halimah yang sangat

(13)

12.Istri tercinta Isra Maisarra A.Md atas izin, motivasi dan pengertian yang diberikan kepada penulis dan anak-anak tersayang Muhammad Alif Rachman dan Muhammad Fabyan Akbar atas pengertian, pengorbanan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

13.Teman-teman di Program Studi Pengelolaan DAS dan Program Studi lainnya atas apresiasi, do’a dan motivasi kepada penulis selama mengikuti kuliah hingga menyelesaikan disertasi ini.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Agustus 2013

(14)

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xviii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Permasalahan 4

Kerangka Pemikiran 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Kebaharuan (Novelty) 7

2 TINJAUAN PUSTAKA

Usahatani Kakao 8

Evaluasi Lahan 11

Erosi dan Faktor yang Mempengaruhinya 16

Dampak Usahatani Kakao Terhadap Erosi dan Aliran Permukaan 22

Konsep Pembangunan Pertanian Berkelanjutan 23

Pengelolaan DAS 25

Program Tujuan Ganda 26

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian 29

Alat dan Bahan 30

Tahapan Penelitian dan Pengumpulan Data 30

Analisis Data 36

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis 44

Penggunaan Lahan 44

Iklim 44

Hidrologi 45

Tanah 46

Topografi 46

Penduduk 47

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lahan Di DAS Kr. Seulimum 48

Evaluasi Erosi, ETol dan Prediksi Erosi 54

(15)

DAFTAR PUSTAKA 79

(16)

1 Luas areal tanaman kakao di propinsi Aceh 9

2 Kriteria kasifikasi kemampuan lahan 14

3 Jumlah erosi, C-organik dan hara terangkut aliran permukaan pada lahan pertanian tanaman pangan di beberapa lokasi di Jawa Barat 17 4 Jenis, sumber dan keguanaan data yang diperlukan untuk penelitian 33 5 Perlakuan tipe usahatani dan kelas lereng pada tiap petak erosi yang

digunakan untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi di lapangan 35

6 Penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum 44

7 Sebaran dan luasan setiap jenis tanah di DAS Kr. Seulimum 46 8 Keadaan topografi dan luas penyebarannya di DAS Kr. Seulimum 47 9 Sebaran jumlah penduduk dan jumlah KK di DAS Kr. Seulimum

berdasarkan jenis kelamin Tahun 2010 47

10 Satuan lahan di DAS Kr. Seulimum 48

11 Kelas kemampuan lahan (KKL) di DAS Kr. Seulimum 50 12 Lokasi tanaman kakao pada berbagai kelas kesesuaian lahan di DAS

Kr. Seulimum 52

13 Lokasi tanaman pisang pada berbagai kelas kesesuaian lahan di DAS

Kr. Seulimum 53

14 Pengaruh tipe usahatani berbasis kakao terhadap aliran permukaan

dan erosi 54

15 Rekapitulasi prediksi erosi pada setiap satuan di DAS Krueng

Seulimum 57

16 PrediksiErosi pada setiap tipe usahatani campuran berbasis kakao

di DAS Kr. Seulimum 58

17 Luas tanaman kakao di DAS Kr. Seulimum 59

18 Luasan beberapa tipe usahatani berbasis kakao di DAS Kr.Seulimum 59 19 Deskripsi karakteristik setiap tipe usahatani berbasis kakao di DAS

Kr. Seulimum 61

20 Sebaran responden berdasarkan kepemilikan lahan 63 21 Besaran tenaga yang dibutuhkan berdasarkan tipe usahatani ber-

basis kakao 64

22 Biaya usahatani tiap tipe usahatani di DAS Kr. Seulimum 64

23 Produksi usahatani di DAS Kr. Seulimum 65

(17)

26 Pendapatan usahatani luasan 1.5 hektar di DAS Kr. Seulimum 66 27 Pendapatan usahatani luasan 1.5 hektar setelah penerapan agrotek

pemupukan di DAS Kr. Seulimum 68

28 Pendapatan usahatani berbasis kakao di DAS Kr. Seulimum 69 29 Erosi pada tipe usahatani berbasis kakao setelah penerapan agrotek

di DAS Kr. Seulimum 69

(18)

1 Kerangka pemikiran perencanaan usahatani kakao berkelanjutan

di DAS Kr. Seulimum 6

2 Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas

dan macam penggunaan lahan 13

3 Skematis klasifikasi kemampuan lahan 14

4 Lokasi penelitian DAS Kr. Seulimum, kabupaten Aceh Besar 29

5 Diagram alir tahapan penelitian 31

6 Plot pengamatan erosi dan aliran permukaan 34

7 Batasan nilai D, De dan Dmin 38

8 Sebaran curah hujan dan hari hujan setiap bulan di DAS Kr.Selimum

berdasarkan data curah hujan Tahun 2001 - 2010 45

9 Peta satuan lahan di DAS Kr. Seulimum 49

10 Prediksi erosi pada berbagai tipe usahatani berbasis kakao dan

kemiringan lereng di DAS Kr. Seulimum 58

11 Sistem pertanian di DAS Kr. Seulimum 60

12 Pembersihan areal tanaman kakao yang dilakukan petani di DAS

Kr. Seulimum 62

13 Prediksi Erosi dan pendapatan usahatani kondisi saat ini (sebelum

penerapan agroteknologi) 67

14 Erosi dan pendapatan usahatani dengan penerapan agroteknologi

pemupukan pada lereng 7% di DAS Krueng Seulimum 68 15 Erosi dan pendapatan usahatani dengan penerapan agroteknologi

pemupukan, teras gulud+tanaman penguat teras pada lereng 14%

di DAS Krueng Seulimum 70

16 Erosi dan pendapatan usahatani dengan penerapan agroteknologi pemupukan, teras gulud+tanaman penguat teras+mulsa 6 ton/ha

pada lereng 21% di DAS Krueng Seulimum 70

17 Peta arahan sebaran tipe usahatani berbasis kakao di DAS Krueng

(19)

1 Faktor-faktor penghambat dalam klasifikasi kemampuan lahan 85

2 Kriteria kesesuaian lahan tanaman kakao 88

3 Kriteria kesesuaian lahan tanaman pisang 89

4 Nilai faktor C dengan pertanaman tunggal 90

5 Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) dan pengelolaan

tanaman (C) 91

6 Faktor kedalaman beberapa sub order tanah 92

7 Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman 93 8 Data curah hujan selama 10 Tahun terakhir (2001 - 2010) di

kabupaten Aceh Besar 94

9 Data kelembaban udara selama 10 Tahun terakhir (2000-2009)

di kabupaten Aceh Besar 95

10 Data temperatur udara rata-rata 10 Tahun terakhir (2000 - 2009)

di kabupaten Aceh Besar 96

11 Data penyinaran matahari 10 Tahun terakhir (2000 - 2009) di

kabupaten Aceh Besar 97

12 Peta penggunaan lahan di DAS Kr. Seulimum 98

13 Peta jenis tanah di DAS Kr. Seulimum 99

14 Peta lereng di DAS Kr. Seulimum 100

15 Hasil Analisis Kimia Tanah 101

16 Hasil Analisis Fisika Tanah 102

17 Peta Kelas Kemampuan Lahan di DAS Kr. Seulimum 103 18 Penilaian Kemampuan Lahan Di DAS Kr. Seulimum 104 19 Peta kelas kesesuaian lahan tanaman kakao di DAS Kr. Seulimum 108 20 Penilaian kesesuaian lahan tanaman kakao pada masing - masing

satuan lahan di DAS Kr. Seulimum 109

21 Peta kelas kesesuaian lahan tanaman pisang di DAS Kr. Seulimum 112 22 Penilaian kesesuaian lahan tanaman Pisang pada masing - masing

satuan lahan di DAS Kr. Seulimum 113

23 Nilai ETol pada beberapa penggunaan lahan di DAS Kr.Selimum 116 24 Biaya usahatani aktual pada masing-masing type usahatani di DAS

Kr. Seulimum 117

(20)

27 Optimalisasi lahan usahatani berbasis kakao luasan 1.5 ha pada

lereng 14% dengan agroteknologi pemupukan dan teras gulud

dengan tanaman penguat teras 120

28 Optimalisasi lahan usahatani berbasis kakao luasan 1.5 ha pada

(21)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Intensitas perubahan penggunaan lahan di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini cenderung meningkat karena aktivitas pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan membawa pengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis DAS, diantaranya meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran permukaan, serta banjir dan kekeringan. Masalah ini semakin bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih fungsikan menjadi lahan usaha lain.

Persepsi publik dan kebijakan umum tentang perlindungan DAS menginginkan adanya suatu kondisi (hutan) di daerah hulu dan mengasosiasikan setiap kejadian banjir dengan hilangnya tutupan hutan di bagian hulu. Selain itu, merubah kawasan hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya dianggap akan mengurangi kemampuan DAS dalam mempertahankan fungsi tersebut.

Dampak lain terjadinya kehilangan hutan adalah dengan diberlakukannya rencana tata ruang yang diajukan oleh Kementerian, lembaga, gubernur dan bupati/walikota yang sarat usulan pelepasan kawasan hutan. Sementara itu kawasan berstatus hutan tetapi tidak lagi memiliki tegakan pohon juga cukup banyak, sehingga nantinya moratorium izin pembukaan kawasan gambut dan hutan primer tidak berguna.

Hutan merupakan bentuk penggunaan lahan dengan berbagai pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Fungsi ekologis hutan sangat penting terutama untuk menjaga erosi serta mengatur tata air di daerah aliran sungai. Luas lahan hutan yang harus dipertahankan dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) agar dapat menjamin kelestarian sumber air menjadi permasalahan yang cukup kompleks saat ini, mengingat berbagai kepentingan atas penggunaan lahan di DAS antar berbagai sektor serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dampak negatif alih guna lahan hutan menjadi penggunaan lahan lain telah banyak dibuktikan dan apabila kebutuhan lahan mendesak, maka konversi lahan hutan akan sangat sulit untuk dihindari. Menurut FWI/GFW (2001) laju kerusakan hutan dari tahun ketahun terus meningkat. Periode tahun 1985-1997, kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.7 juta hektar tahun-1 dan dalam periode tahun 1997-2000 meningkat menjadi 3.8 juta hektar tahun-1 (Baplan Dephut 2003). Di Provinsi Aceh, kehilangan hutan yang terjadi sekarang ini sekitar 23 124.41 hektar tahun-1 dari total kawasan hutan seluas 3.3 juta hektar akibat penebangan liar dan alih fungsi hutan (Walhi Aceh 2012).

(22)

keterpaduan antar sektor, antar wilayah hulu-tengah-hilir, terutama pada era otonomi daerah, dimana sumberdaya alam ditempatkan sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD).

Data terbaru Kementerian Negara Lingkungan Hidup menjelaskan pengrusakan lingkungan di Indonesia terus menunjukkan dampaknya. Saat ini terdapat 60 DAS di seluruh Indonesia masuk kategori super prioritas (BPDAS Aceh 2009).

Gambaran kerusakan DAS di Indonesia juga tercermin dari banyaknya jumlah DAS yang masuk dalam skala prioritas. Tahun 1984 terdapat 22 DAS super prioritas (surat keputusan bersama tiga menteri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, dan Menteri Pekerjaan Umum No: 19 Tahun 1984 - No: 059/Kpts-II/1984 - No: 124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984, diacu dalam Arsyad 2006). Tahun 1999 terdapat 62 DAS Prioritas I, 232 DAS Prioritas II dan 178 DAS Prioritas III (Ditjen RRL 1999). Tahun 2004 jumlah DAS prioritas I meningkat menjadi 65 DAS (Ditjen SDA 2004).

Dalam upaya untuk menyelamatkan DAS di Indonesia, Departemen Kehutanan telah menetapkan 108 DAS sebagai prioritas utama untuk ditangani terjadi di DAS Krueng Aceh, pada tahun 1999 luas tutupan hutan DAS tersebut masih sekitar 207 740 hektar sedangkan pada tahun 2008 luas tutupan lahan DAS tersebut hanya mencapai 172 370 hektar, padahal fungsi ekologis kawasan itu sangat mendesak dan strategis (Walhi Aceh 2009).

Aksi pengrusakan hutan yang terjadi juga telah mengancam keberlangsungan 47 DAS dan sub-DAS yang ada di Aceh. Salah satu contoh adalah kawasan Seulawah (daerah hulu DAS Krueng Aceh) dimana 40 persen kawasan hutan Seulawah yang letaknya sangat dekat dengan ibu kota provinsi Aceh juga telah dirambah, terlebih di kawasan hutan yang terpaut jauh di pedalaman dan agak sukar dipantau oleh petugas.

FFI (2009) juga mengemukakan bahwa sekitar 266 000 hektar hutan di Provinsi Aceh hingga tahun 2009 mengalami kerusakan yang cukup berat akibat pembalakan liar, sehingga propinsi Aceh disebut telah memecahkan rekor baru dalam hal pengrusakan hutan tercepat di dunia. Hingga kini pembalakan hutan masih terus berlangsung (termasuk di DAS Krueng Seulimum).

Kondisi lingkungan hutan di Aceh juga diperparah dengan meningkatnya

hot spot (titik api) dari 518 titik api menjadi 1 163 titik api pada tahun 2006. Kebakaran hutan dan lahan dari tahun 2001 sampai dengan 2006 telah menghanguskan areal seluas 403 524 ha dari 3 057 titik api (Walhi Aceh 2006).

(23)

DAS Krueng Seulimum dengan luasan 25 444.35 hektar telah mengalami alih fungsi hutan yang sangat luas. Tahun 1977 luas hutan di DAS Krueng Seulimum masih sekitar 16 179.00 ha (70.86%), tahun 1987 menurun menjadi 11 129.10 ha (48.75%) dan tahun 2002 luas hutan tinggal 9 032.40 ha (39.56%) (Wahyuzar 2005). Sedangkan tahun 2011 luasan hutan di DAS Krueng Seulimum tinggal 7 000.01 Ha (27.51%) (Baplan Dephut 2011).

Perubahan hutan yang terjadi di DAS Krueng Seulimum berdampak pada kontribusi air yang akan disumbangkan pada DAS Krueng Aceh. Debit air pada DAS Krueng Aceh dalam dua tahun terakhir ini juga semakin berkurang disamping itu airnya juga kurang jernih (BPDAS Aceh 2009). Walhi Aceh (2009) menambahkan bahwa debit air DAS Krueng Aceh menyusut lebih dari 40 persen dibandingkan pada tahun 2000, sehingga beberapa desa di kawasan hilir Banda Aceh sudah mulai kesulitan untuk mendapatkan air selama setahun terakhir. Dampak langsung yang dapat dilihat adalah pada musim kemarau masyarakat yang tinggal di sekitar sungai ini tidak bisa lagi menggunakan air sungai untuk keperluan mandi, karena debit airnya yang sudah sangat sedikit, berlumut dan dapat menimbulkan iritasi serta gatal-gatal pada kulit. Masalah ketersediaan air bagi penduduk setempat menjadi persoalan yang serius setiap tahun (BPDAS Aceh 2009).

Kerusakan lain di DAS Krueng Seulimum juga dipicu oleh maraknya aktivitas penambangan galian C (pasir, batu dan kerikil). Kegiatan tersebut sampai saat ini masih terus berlangsung yang mengakibatkan tingginya kecepatan arus sungai dan tingkat erosi pada tebing sungai.

Akibat pembalakan liar, konversi hutan menjadi lahan pertanian, dan usahatani yang dilakukan tanpa mempertimbangkan kemampuan lahan dan kesesuaian lahan serta penerapan agroteknologi telah menyebabkan kerusakan di DAS Krueng Seulimum. Hal ini terlihat dengan tingginya erosi\ dan rendahnya produktivitas lahan di bagian hulu yang ditunjukkan dengan rendahnya produksi kakao yaitu 271 - 450 kg ha-1 (Disbunhut Aceh 2008).

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan penghasilan devisa. Saat ini komoditi kakao di Propinsi Aceh tersebar hampir di seluruh Provinsi (APED 2007). Secara keseluruhan luas areal tanaman kakao di Propinsi Aceh adalah 70 873.00 ha, dimana 78% merupakan areal perkebunan rakyat (Disbunhut Aceh 2008).

Dinas perkebunan dan kehutanan propinsi Aceh yang di dukung oleh dana dari ADB pada tahun 2007 telah mengembangkan lahan baru kakao di Aceh Besar seluas 500 ha (Program pembangunan perkebunan Aceh Besar), dan BRR melalui dinas terkait melakukan pengembangan lahan kakao seluas 100 ha. Ini semua sangat dibutuhkan upaya pengelolaan kakao yang berkelanjutan, mengingat produksi yang dihasilkan saat ini masih sangat rendah.

(24)

antara lahan dan petani. Menurut Sinukaban (2001) proses saling memiskinkan harus diputuskan dengan penerapan sistem pertanian konservasi (SPK) yang bertujuan memperkecil erosi dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga nantinya akan meningkatkan pendapatan petani.

Uraian di atas menunjukkan masih rendahnya pengetahuan petani, sehingga usahatani kakao yang dilakukan oleh petani di DAS Krueng Seulimum tidak berkelanjutan. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya yaitu dengan memadukan teknik konservasi tanah dan air pada lahan pertanian berbasis kakao, sehingga petani di DAS Krueng Seulimum memiliki pengetahuan tentang usahatani pertanian yang berkelanjutan yaitu pendapatan yang layak bagi setiap petani, agroteknologi yang diterapkan tidak menimbulkan kerusakan sumberdaya lahan (erosi), dan dapat diterima (acceptable) serta dikembangkan (replicable) oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimiliki petani (Sinukaban 2005).

Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah pokok yang harus diatasi di DAS Krueng Seulimum yaitu :

1. Telah terjadi kerusakan hutan akibat pembalakan liar (illegal logging) dan alih guna lahan sehingga terjadi aliran permukaan dan erosi yang tinggi dan mengakibatkan sedimentasi yang pada saat musim hujan mengakibatkan terjadinya banjir.

2. Usahatani kakao yang dilakukan saat ini kurang mempertimbangkan klas kemampuan dan kesesuaian lahan serta agroteknologi yang tepat sehingga memungkinkan terjadinya aliran permukaan dan erosi yang tinggi.

3. Pendapatan petani terutama yang berasal dari usahatani kakao masih rendah, karena produksi yang dihasilkan tanaman kakao yang belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL).

4. Belum dilakukan penataan (alokasi) penggunaan lahan yang optimal untuk usahatani kakao.

Kerangka Pemikiran

Daerah aliran sungai (DAS) terdiri atas unsur - unsur yang saling berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi dan sangat peka terhadap input-input yang terjadi didalamnya. Salah satu input yang mempengaruhi kondisi DAS adalah perubahan penggunaan lahan. Pasca terjadinya tsunami, penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum mengalami perubahan yang cukup pesat disamping perubahan lainnnya yaitu konversi hutan menjadi lahan usahatani kakao yang pengelolaannya masih secara konvensional sehingga menimbulkan erosi yang tinggi dan produksi yang diinginkan belum dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi petani.

(25)

diukur yaitu erosi harus lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi (ETol), agroteknologi yang diterapkan harus dapat diterima (acceptable) dan dapat dikembangkan (replicable) serta pendapatan yang didapat harus di atas standar hidup layak. Untuk itu diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan DAS secara cermat dan seksama dengan penerapan sistem pertanian konservasi.

Sistem pertanian konservasi (SPK) adalah sistem pertanian yang dapat mengendalikan degradasi lahan (erosi ≤ ETol) dan meningkatkan pendapatan petani hingga dapat memenuhi standar kebutuhan hidup secara layak (KHL) dengan menggunakan agroteknologi yang memadai serta bersifat khas lokasi (site specific). Penerapan sistem pertanian konservasi merupakan langkah tepat untuk menjamin kelestarian usahatani lahan kering dalam suatu DAS. Untuk itu agar sumberdaya lahan dapat dilakukan secara lestari dan berkelanjutan maka optimalisasi pola usahatani perlu didesain dan dirancang dengan tepat agar usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum dapat berkelanjutan.

Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan penilaian kemampuan dan kesesuaian lahan pada tiap satuan lahan (SL) yang bertujuan untuk mengetahui produktivitas dari masing-masing satuan lahan bagi usahatani. Penggunaan lahan yang sesuai dan cocok dengan kemampuan lahan merupakan langkah awal menuju sistem budidaya tanaman yang baik. Bila kondisi tanahnya tidak sesuai untuk pertanian maka agroteknologi apapun yang digunakan tidak akan dapat mencegah erosi.

Tingkat keberhasilan usahatani pada satu bidang lahan dengan penerapan agroteknologi dapat dilihat dari besarnya erosi yang terjadi, dimana erosi aktual yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi (E < ETol), untuk itu agar agroteknologi yang diterapkan dapat diterima dan dikembangkan oleh petani maka agroteknologi tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik biofisik (site specific), sehingga nantinya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Sinukaban 2004). Selanjutnya upaya untuk memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan kepentingan pendapatan petani dari usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum maka perlu dilakukan optimalisasi pola usahatani yang dapat mengkompromikan berbagai aspek kepentingan (beberapa tujuan) tersebut.

(26)

Gambar 1 Kerangka pemikiran perencanaan usahatani kakao berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum.

Tujuan Penelitian

1. Mengkaji karakteristik lahan dan agroteknologi yang diterapkan untuk tanaman kakao di DAS Krueng Seulimum

2. Menganalisis laju erosi dan aliran permukaan pada lahan usaha tani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum.

3. Menganalisis alokasi lahan optimal untuk usahatani berbasis kakao dan agroteknologi sehingga dapat menurunkan erosi dan meningkatkan pendapatan petani di DAS Krueng Seulimum.

4. Merumuskan perencanaan usahatani berbasis kakao berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum.

Tipe dan Alternatif Agroteknologi Usaha tani Kakao

- Kerusakan lahan akibat alih guna lahan dan

illegal logging

- Belum dilakukan penilaian terhadap

kemampuan dan kesesuaian lahan serta agroteknologi pada usahatani berbasis kakao

DAS Krueng Seulimum (25 444.35Ha)

Usahatani Kakao tidak Berkelanjutan

Erosi dan AP Tinggi

Analisis Usahatani Pengukuran dan

pendugaan Erosi

Arahan Usahatani Berbasis Kakao Berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum

- Belum dilakukan penataan (alokasi)

penggunaan lahan yang optimal untuk usahatani kakao

- Produksi kakao rendah

Pendapatan Rendah

Analisis Pengambilan Keputusan

(27)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar dan Propinsi Aceh dalam mengambil kebijakan untuk pengembangan usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum.

2. Bagi petani di DAS Kreung Seulimum sebagai sumber informasi dalam usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan.

3. Pengembangan ilmu pengetahuan dalam mendesain usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan dengan menggunakan analisis program tujuan ganda.

Kebaruan Penelitian (Novelty)

Kebaruan dari penelitian ini adalah memberikan informasi:

1. Besarnya aliran permukaan dan erosi pada usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum.

2. Tipe usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum. 3. Besarnya standar hidup layak keluarga petani berbasis kakao di DAS Krueng

(28)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Usahatani Kakao

Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi petani. Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar. Oleh karena itu dalam budidayanya tanaman kakao memerlukan naungan.

Di Indonesia tanaman kakao mengalami perkembangan yang cukup pesat. Tahun 1969-1970 produksi kakao Indonesia hanya sekitar 1.0 Ton (peringkat ke 29 dunia), kemudian Tahun 1980-1981 meningkat menjadi sekitar 16 Ton (peringkat 16 dunia) (AAK 2004).

Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan - perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Siregar et al. 2007).

Tahun 2000 luas kepemilikan perkebunan kakao lebih didominasi oleh perkebunan rakyat yaitu 86% dari total area perkebunan kakao di Indonesia, kemudian diikuti oleh perkebunan besar negara 7% dan perkebunan besar swasta 7% (AAK 2004).

Perkembangan kakao di propinsi Aceh tidak terlepas dari berbagai masalah yang dijumpai dari sektor hulu hingga sektor hilir. Beberapa masalah di sektor hulu antara lain produktivitas tanaman yang masih rendah. Permasalahan di sektor hilir mengenai rendahnya kualitas mutu biji terutama biji yang tidak difermentasi. Meskipun areal dan produksi kakao di NAD selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan, namun dari segi aspek produktivitas menurun 4,25 % per tahun (Disbunhut Aceh 2008).

Di propinsi Aceh luas areal tanaman kakao dari tahun ke tahun terus meningkat, tahun 2004 jumlah areal tanam seluas 24 491.00 ha sedangkan tahun 2008 luas areal tanaman kakao meningkat menjadi 70 873.00 ha dan ini umumnya dilakukan oleh petani sehingga perkebunan rakyat telah mendominasi perkebunan kakao di propinsi Aceh (Disbunhut 2008). Luas areal tanaman kakao di propinsi Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel di atas terlihat bahwa perkembangan luas areal TBM terus mengalami peningkatan, ini menunjukkan bahwa minat petani terhadap pengembangan kakao di propinsi Aceh cukup besar yang juga didukung oleh kondisi dan prospek harga kakao di pasaran internasional yang cukup bagus.

(29)

Tabel 1 Luas tanaman kakao di propinsi Aceh Rendahnya produktivitas kakao di propinsi Aceh diakibatkan karena minimnya pengetahuan petani setempat akan budidaya tanaman kakao disamping akibat konflik yang berkepanjangan (lahan kakao yang diterlantarkan).

Menurut FKA (2010), produksi kakao yang dicapai menunjukkan bahwa petani kakao di Aceh masih miskin, ini disebabkan karena produktivitas lahan yang rendah. Penyebabnya adalah rusaknya kebun, tidak terawat, hama penyakit lokal seperti monyet dan tupai serta hama penggerek buah kakao (PBK). Faktor lain yang mengakibatkan rendahnya produksi kakao di Aceh adalah bibit kakao yang digunakan tidak semuanya menggunakan bibit unggul. Akibatnya adalah harga jual yang rendah, karena kualitas yang kurang baik. Umumnya tanaman kakao di Aceh memiliki buah dan biji yang kecil, bahkan ada juga sebagian petani yang memanen muda buah kakao, karena kuatir dengan serangan hama. Secara umum petani kakao di Aceh hanya mampu menghasilkan biji kakao sebanyak 50-400 kg ha-1 tahun-1 bila dibandingkan dengan sebuah kebun kakao yang baik dapat menghasilkan panen minimal 1.00 ton hektar-1 tahun-1 nya (FKA 2010), sedangkan produksi optimum adalah 1.00 -1.2 ton hektar-1 tahun-1 (AAK 2004)

Untuk itu FKA mengemukakan, strategi yang akan didorong oleh pihaknya adalah mengefektifkan penggunaan bibit kakao bersertifikasi internasional, dan selain itu juga melakukan sertifikasi terhadap produksi kakao Aceh, hal ini sangat penting sehingga nantinya akan semakin meningkatkan kepercayaan internasional terhadap produksi kakao Aceh.

Faktor lain yang harus di perhatikan dalam budidaya kakao adalah teknik pemangkasan, perlakuan ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan dan produksi kakao. Teknik pemangkasan terdiri atas :

- Pemangkasan bentuk dilakukan pada tanaman yang belum menghasilkan. - Pemangkasan pemeliharaan dan produksi, cabang yang dipangkas adalah

cabang sakit, cabang balik, cabang terlindung atau cabang yang melindungi, frekuensi 6-8 kali pertahun, tunas air dibuang 2-4 minggu sekali.

(30)

- Pemangkasan tidak dibenarkan pada saat tanaman berbunga lebat atau ketika sebagian besar buah masih penti (Prawoto 1996).

Kendala lain yang dihadapi oleh petani kakao di propinsi Aceh selama ini adalah : 1) penerapan teknologi budidaya secara benar masih sangat kurang. 2) produktivitas kakao di propinsi Aceh masih rendah, 3) kualitas kakao yang dihasilkan petani masih di bawah standar ekspor, 4) penanganan pascapanen kakao masih minim dan 5) pemasaran hasil kakao hanya di pasarkan keluar provinsi (propinsi Sumatera Utara) sehingga terjadi fluktuasi harga.

Sebagai daerah tropis, Indonesia yang terletak antara 6o LU – 11o LS merupakan daerah yang sesuai untuk tanaman kakao. Tanaman Kakao merupakan tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitasnya akan rendah.

Tanaman kakao akan tumbuh lebih baik bila mengikuti acuan kriteria kesesuaian lahannya (Djaenudin et al. 2003). Kakao dalam pertumbuhannya memerlukan curah hujan yang cukup dan terdistribusi merata, dengan jumah curah hujan 1500 - 2500 mm tahun-1, bulan kering tidak lebih dari 3 bulan dan memerlukan suhu rata-rata antara 15 - 30oC dengan suhu optimum 25.5oC.

Keadaan tanah yang diinginkan oleh tanaman kakao adalah tanah yang bersolum > 150 cm, tekstur lempung liat berpasir dengan komposisi 30 ‐ 40% liat, 50% pasir, dan 10 ‐ 20% debu, struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap sehingga tanah mempunyai daya menahan air, aerasi dan drainase yang baik, reaksi tanah (pH) 6 - 7, dan kandungan bahan organik tidak kurang dari 3% (Siregar et al. 2007).

Dilihat dari habitat aslinya tanaman kakao hidup pada hutan tropika basah, yaitu tumbuh di bawah naungan pohon-pohon tinggi. Habitat seperti ini masih dipertahankan dengan cara memberi tanaman penaung. Untuk itu walaupun telah diperoleh lahan yang sesuai, sebelum penanaman kakao tetap diperlukan persiapan naungan yang bertujuan untuk mengurangi pencahayaan penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek. Tanpa persiapan naungan yang baik, pengembangan tanaman kakao akan sulit diharapkan keberhasilannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan juga bagi tanaman penaung adalah tumbuhnya menyemak tetapi tegak, perakarannya tidak dalam dan melebar agar tidak terjadi persaingan dengan tanaman kakao dan pembongkarannya mudah (PPKKI 2004).

Tanaman pisang ( Musa sp) dapat ditanam sebagai tanaman penaung bagi tanaman kakao muda dengan jarak tanam 3x6 m untuk kakao yang jarak tanamnya 3x3 m. Dilihat dari aspek populasi, tanaman pisang tidak menampakkan pengaruh yang jelas terhadap pertumbuhan kakao muda, akan tetapi semakin tinggi populasi semakin besar pendapatannya. Manfaat lain dari tanaman pisang adalah limbah dari tanaman pisang dapat dipakai sebagai mulsa bagi tanaman kakao sebagai upaya efisiensi dalam siklus unsur hara dan bahan organik (Prawoto 1995).

(31)

tumpang tindih dengan sistem perakaran kakao dan ini sering dilakukan di negara India (Lim 1978).

Evaluasi Lahan

Kebutuhan akan lahan yang semakin meningkat dan langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan dalam penggunaan lahan, maka sangat diperlukan penilaian lahan dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan.

Beberapa indikator yang memprihatinkan hasil evaluasi kegiatan pertanian hingga saat ini, yaitu : (1) tingkat produktivitas lahan menurun, (2) konversi lahan pertanian semakin meningkat, (3) luas lahan kritis semakin meluas, (4) tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat, (5) daya dukung lingkungan merosot, (6) tingkat pengangguran di pedesaan meningkat, (7) daya tukar petani berkurang, (8) penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun, (9) kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya mengatasi masalah tersebut. Langkah pertama dalam upaya tersebut adalah evaluasi lahan.

Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumberdaya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan.

Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities) dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan atau pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan tujuannya, evaluasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan (land capability classification) atau klasifikasi kesesuaian lahan (land suitability classification). Klasifikasi kemampuan lahan digunakan untuk penggunaan pertanian secara umum, sedangkan klasifikasi kesesuaian lahan digunakan untuk penggunaan pertanian yang lebih khusus untuk jenis tanaman tertentu (crop specific) (Arsyad 2010).

Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan lahan (Land capability clasification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari (Arsyad 2010). Sitorus (2004) juga mengemukakan klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian potensi lahan bagi penggunaan berbagai sistem pertanian secara luas dan tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu atau tindakan-tindakan pengelolaannya. Lahan dengan kemampuan yang tinggi diharapkan nantinya berpotensi yang tinggi dalam berbagai penggunaan.

(32)

proses penyaringan. Nilai yang pertama diuji terhadap kriteria untuk kelas lahan yang terbaik, dan jika tidak semua kriteria dapat dipenuhi, lahan tersebut secara otomatis jatuh ke dalam kelas yang lebih rendah hingga kelasnya ditemukan dan semua kriteria dipenuhi.

Klasifikasi kemampuan lahan dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian antara penggunaan lahan dengan kemampun tanah, karena bila suatu penggunaan lahan tidak sesuai dengan kemampuannya maka akan terjadi degradasi lahan. Demikian pula bila penggunaan lahan untuk pertanian tidak disertai dengan tindakan pengelolaan lahan yang baik, maka akan menimbulkan permasalahan erosi pada lahan pertanian tersebut (Kahirun 2000).

Sistem klasifikasi kemampuan lahan (land capability) yang dikembangkan oleh Hockensmith dan Steele (1943) ; Klingebiel dan Montgomery (1973) dalam

Arsyad (2010) membagi lahan ke dalam sejumlah kategori menurut faktor penghambat terhadap pertumbuhan tanaman. Selanjutnya Dent dan Young (1981) mengemukakan bahwa klasifikasi kemampuan lahan merupakan proses pengelompokkan lahan ke dalam kelas-kelas tertentu, terutama didasarkan atas faktor-faktor pembatas permanen. Ada tiga kategori yang digunakan, yaitu kelas,

sub kelas dan satuan kemampuan. Penggolongan ke dalam tiga katagori tersebut berdasarkan atas kemampuan lahannya untuk produksi pertanian secara umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang (Arsyad 2010).

Pengelompokan lahan ke dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat dari kekas I sampai dengan kelas VIII, dimana resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah semakin tinggi kelasnya (Hardjowigeno 2010). Tanah kelas I – IV dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman tanaman pertanian (tanaman semusim dan tanaman tahunan), rumput untuk makanan ternak, padang rumput dan hutan. Tanah pada kelas V, VI dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohonan atau vegetasi alami. Dalam beberapa hal tanah kelas V dan VI dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Tanah dalam kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami (Arsyad 2010).

Kelas

Kelas merupakan tingkat yang tertinggi dan bersifat luas dalam struktur klasifikasi. Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat, dimana tanah dikelompokkan ke dalam kelas I sampai kelas VIII. Semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin jelek, resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat semakin besar sehingga pilihan penggunaan lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Tanah kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, sedangkan tanah kelas V sampai VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian dan bila diperuntukkan untuk usaha pertanian diperlukan biaya yang sangat tinggi dalam pengelolaannya.

(33)

Kelas Kemampuan

Lahan

Intensitas dan Pilihan Penggunaan Meningkat

Hambatan

Terbatas Sedang Intensif Terbatas Sedang Intensif Sangat Intensif

Gambar 2 Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan (Klingebiel dan Montgomery 1973 dalam Arsyad 2010).

Sub Kelas

Pengelompokkan di dalam sub kelas didasarkan atas jenis faktor penghambat atau ancaman kerusakan. Terdapat beberapa jenis faktor penghambat, yaitu ancaman erosi (e), keadaan drainase (w), (3) hambatan daerah perakaran (s) dan hambatan iklim (c).

Satuan Kemampuan (CapabilityUnit)

Pengelompokkan di dalam satuan kemampuan lahan memberi keterangan yang lebih spesifik dan terinci untuk setiap bidang lahan dari pada sub kelas (Arsyad 2010). Satuan kemampuan merupakan pengelompokan lahan yang sama atau hampir sama kesesuaiannya bagi tanaman dan memerlukan pengelolaan yang sama. Lahan ini mempunyai sifat yang sama dalam hal (a) kemampuan memproduksi tanaman pertanian atau tanaman rumput untuk makanan ternak, (b) memerlukan tindakan konservasi dan pengelolaan yang sama di bawah vegetasi penutup yang sama, dan (c) untuk jenis tanaman yang sama akan memberi hasil kurang lebih sama (produksi rata-rata dengan sistem pengelolaan yang sama tidak akan berbeda lebih dari 25 %) (Suripin 2001).

(34)

Tabel 2 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan

Faktor penghambat/ Pembatas 1)

Kelas Kemampuan Lahan

I II III IV V VI VII VIII

1. Lereng Permukaan A (l0) B (l1) C (l2) D (l3) A(l0) E (l4) F (l5) G (l6)

2. Kepekaan erosi KE1,KE2 KE3 KE4,KE5 KE6 (*) (*) (*) (*)

3. Tingkat erosi e0 e1 e2 e3 (**) e4 e5 (*)

4. Kedalaman tanah k0 k1 k2 k2 (*) k3 (*) (*)

5. Tekstur lapisan Atas t1,t2, t1,t2, t1,t2, t1,t2, (*) t1,t2, t1,t2, t5

t3 t3 t3,t4 t3,t4 t3,t4 t3,t4

6. Tekstur lap. bawah sda sda sda sda (*) sda sda t5

7. Permeabilitas P2,P3 P2,P3 P2,P3 P2,P3 P1 (*) (*) P5

P4 P4

8. Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) d0

9. Kerikil/batuan b0 b0 b1 b2 b3 (*) (*) b4

10. Ancaman banjir O0 O1 O2 O3 O4 (**) (**) (*)

11.Garam/salinitas (***) g0 g1 g2 (**) g3 g3 (*) (*)

Catatan: (1) = kriteria masing-masing faktor penghambat disajikan pada Lampiran 1 (*) = dapat mempunyai sembarang sifat

(**) = tidak berlaku

(***) = umumnya terdapat di daerah beriklim kering Sumber : Arsyad ( 2010)

Secara skematis klasifikasi kemampuan lahan dapat dilihat pada Gambar 3 berikut :

Gambar 3 Skematis klasifikasi kemampuan lahan

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Menurut FAO (1976) kerangka dari sistem Klasifikasi kesesuaian lahan dibagi atas 4 (empat) kategori, yaitu :

Ordo : menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu.

Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan.

I II III IV V VI VII VIII

Vs1 Vs2 Vs3 Vs4

e w s c

Kelas

Sub Kelas

(35)

Sub kelas : menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan dalam masing-masing kelas.

Unit : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang ber pengaruh dalam pengelolaan suatu sub kelas.

Ordo dan kelas biasanya digunakan dalam pemetaan tanah tinjau, sub-kelas untuk pemetaan tanah semi detail, dan unit untuk pemetaan tanah detail. Ordo juga digunakan dalam pemetaan tanah pada skala yang lebih besar.

Kesesuaian Lahan pada Tingkat Ordo (Order)

Pada tingkat ordo ditunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Dikenal ada 2 (dua) ordo, yaitu : 1. Ordo S (sesuai). Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat

digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan itu akan memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan. Tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya.

2. Ordo N (tidak sesuai). Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat digolongkan sebagai tidak sesuai untuk digunakan bagi usaha pertanian karena berbagai penghambat, baik secara fisik (lereng sangat curam berbatu-batu dan sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).

Kesesuaian Lahan pada Tingkat Kelas

Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari ordo dan menunjukkan tingkat kesesuaian dari ordo tersebut. Kelas diberi nomor urut yang ditulis dibelakang symbol ordo, dimana nomor itu menunjukkan tingkat kelas yang makin jelek jika makin tinggi nomornya (Hardjowigeno 2010).

Banyaknya kelas dalam setiap ordo sebetulnya tidak terbatas, akan tetapi dianjurkan hanya memakai tiga sampai lima kelas dalam ordo S dan dua kelas dalam ordo N. Jumlah kelas tersebut harus didasarkan kepada keperluan minimum untuk mencapai tujuan-tujuan penafsiran.

Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo S (sesuai) dan dua kelas yang dipakai dalam ordo N (tidak sesuai), maka pembagian serta definisinya secara kualitatif adalah sebagai berikut (FAO 1976) :

1. Kelas S1: sangat sesuai (highly suitable). Lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.

2. Kelas S2: cukup sesuai (moderately) lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produk atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan.

(36)

yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkat masukan yang diperlukan.

4. Kelas N1: tidak sesuai pada saat itu (currently not suitable). Lahan mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

5. Kelas N2: tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable). Lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Kesesuaian Lahan pada Tingkat Sub Kelas

Sub kelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut.

Tiap kelas dapat terdiri dari satu atau lebih sub- kelas, tergantung dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas itu ditunjukkan dengan symbol huruf kecil yang ditempatkan setelah simbol kelas. Misalnya kelas S2 yang mempunyai pembatas kedalaman efektif (s) dapat menjadi sub-kelas S2s. Dalam satu sub kelas dapat mempunyai satu, dua, atau paling banyak tiga symbol pembatas, dimana pembatas yang paling dominan ditulis paling depan. Misalnya, dalam sub-kelas S2ts maka pembatas keadaan topografi (t) adalah pembatas yang paling dominan dan pembatas kedalaman efektif (s) adalah pembatas kedua atau tambahan (Hardjowigeno 2010)

Kesesuaian Lahan pada Tingkat Unit

Kesesuaian lahan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari sub-kelas berdasarkan atas besarnya faktor pembatas. Semua unit yang berada dalam satu sub-kelas mempunyai tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkat sub kelas.

Unit yang satu berbeda dengan unit lainnya karena kemampuan produksi atau dalam aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan detail dari pembatas-batasnya. Diketahuinya pembatas secara detail, akan memudahkan penafsiran dalam mengelola rencana suatu usaha tani.

Erosi dan Faktor yang Mempengaruhinya

Erosi adalah peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat yang lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut kemudian diendapkan di tempat lain.

Dalam konteks suatu DAS, erosi tanah merupakan masalah yang serius. Dampak dari erosi telah dikenal luas yakni : menurunnya produktivitas tanah, dan meningkatnya sedimentasi yang berakibat pendangkalan sungai dan saluran irigasi, berkurangnya secara tajam umur pemanfaatan waduk.

(37)

seperti Indonesia, erosi disebabkan oleh kekuatan jatuh butir hujan dan aliran permukaan.

Proses terjadinya erosi melalui beberapa tahap, yaitu pelepasan (detachment), pemindahan (transportation) dan pengendapan (deposition). Hujan yang jatuh di permukaan tanah akan menghancurkan partikel tanah dan memercikkan partikel tersebut ke atas kemudian berpindah ke tempat lain. Dampak yang ditimbulkan akibat berpindahnya partikel-partikel tanah tersebut yaitu akan terjadi penyumbatan pori-pori tanah sehingga akan mengurangi infiltrasi tanah karena telah terjadinya pemadatan tanah (surface crusting). Apabila hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, maka akan terjadi run off yang akan menghancurkan partikel tanah dan mengangkutnya dengan tenaga aliran run off. Jika kecepatan aliran menjadi lambat atau terhenti, partikel akan mengalami deposisi atau sedimentasi. Banyaknya air mengalir di permukaan tanah bergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah.

Erosi yang disebabkan oleh air hujan mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil), dimana tanah lapisan atas adalah tanah yang lebih subur dibandingkan dengan lapisan tanah dibawahnya (sub soil), dan pada tanah lapisan atas kandungan bahan organik dan unsur-unsur hara lebih tinggi. Kehilangan tanah lapisan atas akan mengakibatkan kehilangan bahan organik dan unsur-unsur hara tanah cukup besar bersama-sama dengan tanah yang tererosi, seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah erosi, C-organik dan hara terangkut aliran permukaan pada lahan pertanian tanaman pangan di beberapa lokasi di Jawa Barat (dalam

Kurnia et al. 2005) Lokasi Erosi

(ton ha-1)

C-organik N P2O5 K2O

---kg ha-1---

Darmaga1) 96.1 9.9 432.5 - 107.6

Citayam2) 93.5 6.0 1065.8 108.5 197.0

Jasinga3) 90.5 4.7 651.6 119.2 140.8

Pacet4) 65.1 - 241.0 80.0 18.0

Pangalengan5) 66.5 3.1 333.0 - -

Keterangan : 1) Sinukaban (1990), 2)Suwardjo 1981, 3)Kurnia et al. (1997), 4)et al. (1997) dan 5)Banuwa (1994)

Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi

Proses terjadinya erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor iklim, topografi, vegetasi, tanah, dan tindakan manusia. Selanjutnya Baver (1980) mengklasifikasi faktor-faktor tersebut dalam suatu persamaan sebagai berikut :

E = f ( I, R, V, T, M ) ... (1) dimana :

(38)

Iklim

Didaerah tropika faktor iklim yang terpenting yang menentukan besarnya tanah tererosi adalah hujan. Karakteristik hujan yang mempengaruhi erosi adalah intensitas hujan, lama hujan, total curah hujan energi kinetik hujan, ukuran butir, kecepatan dan bentuk jatuhnya hujan serta distribusi hujan (Kohnke, 1968 dalam

Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja 1993).

Tanah

Sifat –sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi adalah faktor kepekaan tanah (erodibilitas tanah). Semakin besar nilai erodibilitas tanah suatu tanah makin peka tanah tersebut terhadap erosi. Erodibilitas tanah sangat tergantung pada dua karakteristik tanah yaitu stabilitas agregat tanah dan kapasitas infiltrasi.

Stabilitas agregat tanah dipengaruhi oleh struktur tanah yang biasanya ditentukan oleh bahan organik tanah, persentase fraksi pasir, debu dan liat (Wiersum, 1979 dalam Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja 1993). Selanjutnya Greenland (1965 dalam Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja 1993) mengemukakan bahwa tanah dengan kandungan liat dan bahan organik yang tinggi mempunyai agregat yang stabil karena mempunyai ikatan yang kuat diantara koloid-koloidnya. Kriteria yang penting dalam menduga kepekaan tanah terhadap erosi adalah clay ratio yaitu perbandingan antara persentase pasir dan debu dengan persentase liat (Bouyoucos, 1935 dalam Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja 1993)

Topografi

Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang berpengaruh terhadap erosi. Kenaikan kecepatan aliran permukaan akibat kemiringan lereng menjadikan air tersebut sebagai pengangkut yang lebih baik, karena tetesan hujan akan mengakibatkan terlepasnya butir-butir tanah yang selanjutnya akan di hanyutkan oleh aliran permukaan.

Pengaruh panjang lereng terhadap erosi sangat tergantung pada jenis tanah dan intensitas hujan. Umumnya kehilangan tanah meningkat dengan meningkatnya panjang lereng bila intensitas hujannya besar.

Vegetasi

Faktor vegetasi merupakan lapisan pelindung antara atmosfer dan tanah. Vegetasi akan mempengaruhi siklus hidrologi diantaranya volume air yang masuk ke sungai, kedalam tanah dan cadangan air bawah tanah. Vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau hutan yang lebat (Arsyad, 2010).

Selanjutnya Arsyad (2010) mengemukakan pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dikelompokkan sebagai berikut :

- Intersepsi hujan

Intersepsi hujan oleh vegetasi akan mempengaruhi erosi, yaitu mengurangi jumlah air yang sampai ke tanah sehingga akan mengurangi aliran permukaan dan mengurangi kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh ke tanah. - Mengurangi kecepatan dan kekuatan perusakan aliran permukaan

(39)

permukaan lebih besar dari pada pengaruhnya terhadap pengurangan jumlah aliran permukaan.

- Pengaruh perakaran

Perakaran tumbuhan akan membentuk agregat-agregat tanah yang dimulai dengan penghancuran bongkah-bongkah tanah oleh akar. Akar tumbuhan masuk ke dalam bongkah dan menimbulkan tempat-tempat lemah yang menyebabkan bongkah-bongkah terpisah menjadi butir-butir sekunder. Rumput, leguminosa dan tumbuhan semak memiliki pengaruh yang nyata dalam memperkuat ketahanan tanah terhadap erosi dan longsor sampai kedalaman 0.75-1.5 m, sedangkan pepohonan memiliki pengaruh lebih dalam dan dapat meningkatkan kekuatan tanah sampai kedalaman 3 m atau lebih tergantung pada morfologi akar jenis pepohonan tersebut (Arsyad 2010). - Transpirasi

Tanah dalam kapasitas lapang mengakibatkan hilangnya air dari tanah terutama melalui transpirasi. Transpirasi memperbesar kapasitas tanah untuk menyerap air hujan, sehingga nantinya akan mengurangi jumlah aliran permukaan

- Kegiatan biologi tanah

Kegiatan biologi tanah (bakteri, jamur, cendawan, insekta dan cacing tanah) akan memperbaiki porositas dan kemantapan agregat tanah. Pengaruh dari berbagai organisme tanah ini akan meningkatkan infiltrasi tanah, mengurangi aliran permukaan dan mengurangi erosi.

Manusia

Manusia merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan terjadinya erosi. Beberapa kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya erosi adalah adanya aktivitas manusia dalam memanfaatkan tanah untuk berbagai kegunaan, diantaranya cara bercocok tanam yang salah atau pembuatan jalan yang ceroboh dapat mempercepat terjadinya erosi. Selanjutnya pemusnahan tanaman akibat penebangan dan kebakaran akan menyebabkan erosi semakin besar.

Menurut Arsyad ( 2010) faktor erosi akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan, untuk itu didalam perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaannya faktor erosi harus dipertimbangkan. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model prediksi erosi.

Persamaan untuk menghitung kehilangan tanah di lapangan telah dimulai sejak tahun 1936, dimana saat itu Cook yang mengembangkan tiga faktor yang tidak saling berkaitan, tetapi mempengaruhi erosi yaitu erodibilitas, erosivitas dan tanaman penutup tanah.

Gambar

Gambar 2  Skema hubungan antara kelas kemampuan  lahan  dengan
Tabel 2  Kriteria klasifikasi kemampuan lahan
Gambar 4 Lokasi Penelitian DAS Krueng Seulimum – Kabupaten Aceh Besar
Gambar  5  Diagram alir tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan adanya faktor risiko terjadinya barotrauma telinga tengah pada penyelam tradisional adalah tidak atau belum pernah penyuluhan kesehatan

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep aktivitas ekonomi berkaitan dengan sumber daya alam menggunakan model pembelajaran kooperatif

Sistem perusahaan (enterprise system), yang juga dikenal sebagai sistem perencanaan sumber daya perusahaan (enterprise resource planning - ERP), menyelesaikan masalah ini

degradasi budaya gotong royong, dan upaya untuk meningkatkan kembali budaya gotong royong di Dusun 3 Pematu. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian

Analisis pemasaran ikan cakalang di Kelurahan Labuan Bajo adalah harga yang diterima oleh nelayan pada saluran I sebesar 57,69 sehingga efisiensinya adalah 15,33%

Hand and Body Lotion Citra di Surabaya Selatan diperoleh hasil bahwa Faktor Budaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap Minat Beli , Faktor Sosial berpengaruh positif

Alat ini di rancang tidak hanya sebagai jam, tetapi juga ditambahkan fitur-fitur lainnya seperti timer maju dan mundur, dan alarm waktu dengan menggnakan ic mikrokontroler AT892051

Aset keuangan (atau mana yang lebih tepat, bagian dari aset keuangan atau bagian dari kelompok aset keuangan serupa) dihentikan pengakuannya pada saat: (1) hak untuk menerima arus