• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan Tinggi"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGOLAHAN MI SUBSTITUSI SORGUM INSTAN

BERANTIOKSIDAN TINGGI

SKRIPSI

DESSYANA F24062061

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PROCESSING REVIEW OF INSTANT SORGHUM

SUBSTITUTION NOODLE

WITH HIGH ANTIOXIDANT CONTENT

Dessyana1, Nurheni Sri Palupi1,2, dan Sutrisno Koswara1,2

1

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, PO. Box 220, Bogor 16002, Indonesia

2Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center

Jl. Puspa Lingkar Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

ABSTRACT

Instant sorghum substitution noodle is a food product alternative as source of carbohydrate with high antioxidant content. Research methodology was divided into 3 stages: sorghum flour processing, instant sorghum noodles production, and instant sorghum noodle analysis. Sorghum was hulled 0, 20, and 60 seconds before the flour will be used in the formulation. Concentrations of sorghum flour for substitution were 30%, 40%, and 50%. Addition of water about 40% by weight of the mixed flour and frying for 120 seconds at 160oC were the most optimum parameters. Based on organoleptic tests, formulation was made from hulled sorghum about 20 seconds with 30% concentration of substitution was the most preferred formulation. Based on physical analysis, elongation value of formulation selected was 72.68%, hardness value was 3609.50 gf, adhesiveness value was 977.42 gf, springiness value was 0.2706 gs, water absorption (DSA) value was 146.96% and cooking loss value was 9.20%. Based on chemical analysis, formulation selected had 3.56% moisture content, 1.64% ash content, 17.32% fat content, 9.55% protein content, 67.91% carbohydrate content, and 0.61% crude fiber content. Sorghum flour was used had 8.37% moisture content, 1.18% ash content, 3.86% fat content, 6.15% protein content, 80.43% carbohydrate content, and 2.40% crude fiber content. Based on antioxidants analysis, total phenol content of formulation selected was 0.05 mg GAE (Gallic Acid Equivalent)/g, antioxidant activity was 0.58 mg AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity)/g, and antioxidant capacity was 18.17%. Sorghum flour was used had total phenol content was 0.12 mg GAE/g, antioxidant activity was 0.73 mg AEAC/g, and antioxidant capacity was 23.13%.

(3)

Dessyana. F24062061. Kajian Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan Tinggi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si. dan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si.

RINGKASAN

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi sebagai sumber kalori di dunia, bahkan menduduki peringkat keempat setelah beras, gandum, dan jagung. Sorgum mempunyai prospek yang baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tidak hanya dikarenakan daya adaptasinya yang baik pada lahan kering dan relatif tahan hama, tetapi kandungan nutrisi sorgum tidak kalah jika dibandingkan dengan serealia lainnya. Untuk meningkatkan nilai tambah dan penerimaan masyarakat terhadap komoditas tersebut, rekayasa cara pengolahan sorgum menjadi mi instan dapat dilakukan. Mi substitusi sorgum instan yang dihasilkan masih menggunakan bahan baku terigu untuk memperbaiki karakteristik mi yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan secara umum untuk memanfaatkan sorgum sebagai bahan substitusi dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan berantioksidan tinggi dan bertujuan secara khusus untuk mendapatkan formula mi substitusi sorgum instan yang paling disukai, menentukan karakteristik tepung sorgum yang digunakan beserta mi substitusi sorgum instan yang dihasilkan, mengukur kandungan total fenol dan aktivitas serta kapasitas antioksidan pada formula mi substitusi sorgum instan yang paling disukai. Penelitian yang dilakukan terdiri dari 3 tahap, diantaranya tahap pembuatan tepung sorgum, tahap pembuatan mi substitusi sorgum instan, dan tahap analisis mi substitusi sorgum instan terpilih beserta tepung sorgum yang digunakan pada formula terpilih.

Tepung sorgum diproduksi melalui proses penyosohan dan penepungan biji sorgum. Penyosohan biji sorgum dilakukan dengan waktu sosoh selama 0, 20, dan 60 detik. Tepung sorgum yang digunakan dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan merupakan tepung sorgum yang telah melalui tahap pengayakan menggunakan pengayak bergetar (vibrating screen)berskala 100 mesh.

Proses pembuatan mi substitusi sorgum instan mengacu pada proses pembuatan mi instan terigu pada umumnya meliputi pencampuran, pembentukan adonan dan lembaran, pencetakan mi dan pemotongan, pengukusan, penggorengan dan pendinginan. Penentuan jumlah air yang ditambahkan dalam formula dan penentuan waktu penggorengan yang optimum merupakan langkah awal dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, penambahan air sebanyak 40% dari berat campuran tepung dipilih untuk selanjutnya diberlakukan pada semua formula dan waktu yang paling optimum dalam proses penggorengan mi substitusi sorgum instan adalah selama 120 detik (2 menit) pada suhu 160°C.

(4)
(5)

KAJIAN PENGOLAHAN MI SUBSTITUSI SORGUM INSTAN

BERANTIOKSIDAN TINGGI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh DESSYANA

F24062061

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Kajian Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan

Tinggi

Nama : Dessyana

NRP : F24062061

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) (Ir. Sutrisno Koswara, M.Si)

NIP 19610802.198703.2.002 NIP 9640505.199103.1.003

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.) NIP 19650814.199002.1.001

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul

Kajian Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan Tinggi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum

diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka

di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2010

Yang membuat pernyataan

Dessyana

(8)

© Hak Cipta mlik Dessyana, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik

(9)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1987

sebagai anak kedua dari pasangan Alim Soehayrman dan

Mirayati. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD. Maria

Fransiska, SLTP Pax Ecclesia, dan SMA Marsudirini Bekasi.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor

pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa studi di IPB, penulis merupakan anggota

HIMITEPA dan KEMAKI. Pengalaman organisasi yang pernah dijalani penulis

adalah menjadi anggota Biro Pendidikan dan Pengembangan Kemaki (2007-2009),

anggota Food Processing Club divisi Confectionery (2007) serta divisi Ice Cream

(2008), dan berpartisipasi sebagai penyuluh dalam Penyuluhan Keamanan Pangan

untuk Pedagang Sekitar Kampus IPB (2008), Pengalaman kerja yang pernah dilalui

penulis adalah menjadi guru les privat, asisten praktikum teknologi pengolahan

pangan, dan praktek lapang di KPB PT Perkebunan Nusantara.

Selama mengikuti perkuliahan, seminar dan pelatihan yang pernah

diikuti penulis adalah seminar Kewirausahaan IPB (2006), seminar Another Bussines

Hour IPB “From The Spirit Get Profit” (2007), seminar dan pelatihan Auditor

Sistem HACCP (2008), serta seminar dan pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal

(2009). Prestasi yang pernah diraih penulis adalah peraih beasiswa PPA-IPB

(2008-2010), penerima dana dari program Dikti untuk PKMI 2007 yang berjudul “Efek

Perubahan pH dan Penambahan Senyawa Logam Terhadap Stabilitas Warna Pigmen

Curcumin pada Kunyit (Curcuma longan Linn.)” dan untuk PKMP 2009 yang

berjudul “Aplikasi Limbah Bawang Merah (Alium cepa L.) sebagai Antibrowning

Agent pada Apel Fresh Cut”.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan atas segala berkat dan penyertaan-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian dengan judul Kajian

Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan Tinggi dilaksanakan di

Institut Pertanian Bogor sejak bulan Februari sampai dengan Juli 2010.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis

ingin menyampaikan penghaargaan dan terim kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si yang telah memberikan arahan, bimbingan,

saran, dan nasihat selama penulis menempuh pendidikan dan penelitian.

2. Ir. Sutrisno Koswara, M.Si yang telah memberikan izin, kesempatan, arahan,

bimbingan, saran, dan nasihat selama proses penelitian kepada penulis.

3. Ir. Elvira Syamsir, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen penguji serta atas

segala masukan dan pencerahan yang diberikan kepada penulis.

4. Papa, mama, kakak, keluarga besar, dan teman-teman Legio Mariae atas cinta

kasih, doa, semangat, dan dukungannya kepada penulis.

5. Febri, Narita, Bayang, Daniel Pramuita, Adel, dan Agnes. Terima kasih atas

dukungan, rasa saling berbagi, dan kebersamaan kita selama ini.

6. Saffiera, Septi, Dewi, Eka, Erinna, Stephanie, Wonojatun, Arius, Riza dan semua

teman, adik kelas, dan kakak kelasku yang tak dapat dituliskan satu persatu.

Terima kasih atas masukan, dukungan, dan kebersamaan kita.

7. Seluruh dosen ITP, staff dan teknisi laboratorium di ITP maupun di SEAFAST,

serta setiap individu dan institusi terkait, atas segala pengajaran, pendidikan,

moral, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan kontribusi

yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan.

Bogor, Oktober 2010

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. SORGUM ... 4

1. Botani Sorgum ... 4

2. Morfologi dan Anatomi Biji Sorgum ... 5

3. Komposisi Kimia Biji Sorgum ... 7

B. MI INSTAN SORGUM ... 11

1. Definisi Mi Instan ... 11

2. Proses Pembuatan Mi Substitusi Sorgum Instan ... 13

C. ANTIOKSIDAN ... 14

1. Definisi Antioksidan ... 14

2. Mekanisme Reaksi Antioksidan ... 15

3. Komponen Bioaktif Sorgum ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. ALAT DAN BAHAN .. ... 22

B. TAHAPAN PENELITIAN ... 22

1. Pembuatan Tepung Sorgum ... 22

2. Pembuatan Mi Substitusi Sorgum Instan ... 25

a. Penentuan Jumlah Air dan Waktu penggorengan ... 25

b. Formulasi Mi Substitusi Sorgum Instan ... 26

(12)

Halaman

C. METODE ANALISIS... 28

1. Analisis Sensori ... 28

2. Analisis Fisik ... 29

3. Analisis Kimia ... 31

4. Analisis Total Fenol... 35

5. Analisis Anti Radikal Bebas DPPH... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Proses Pembuatan Tepung Sorgum ... 38

B. Proses Pembuatan Mi Substitusi Sorgum Instan ... 39

C. Formula Mi Substitusi Sorgum Instan Terpilih ... 41

D. Karakteristik Fisik Mi Substitusi Sorgum Instan Terpilih Setelah Rehidrasi ... 47

E. Karakteristik Kimia Mi Substitusi Sorgum Instan dan Tepung Sorgum Terpilih ... 51

F. Ketersediaan Senyawa Antioksidan pada Mi Substitusi Sorgum Instan Terpilih ... 56

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hasil analisis kimia terhadap bagian-bagian biji sorgum ... 7

2. Kandungan vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya ... 9

3. Komposisi kimia sorgum, gandum, dan jagung dalam 100 gram bahan

yang dapat dimakan ... 10

4. Syarat mutu mi instan ... 12

5. Formulasi mi substitusi sorgum instan ... 26

6. Pengaturan Texture Analyzer dalam mode TPA

(Texture Profile Analysis) ... 30

7. Bobot total biji sorgum dan rendemen tepung sorgum ... 39

8. Karakteristik warna dan waktu rehidrasi produk mi substitusi sorgum

instan pada variasi waktu penggorengan ... 41

9. Rekapitulasi hasil uji rating ... 43

10. Karakteristik fisik mi substitusi sorgum instan terpilih dan mi instan

komersial ... 47

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tanaman sorgum ... 4

2. Struktur biji sorgum ... 6

3. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH ... 17

4. Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu asam benzoat dan asam Sinamat ... 18

5. Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin dan luteolinidin ... 19

6. Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum ... 20

7. Tahapan penelitian ... 23

8. Tahap pembuatan tepung biji sorgum dengan waktu penyosohan 0 detik ... 24

9. Tahap pembuatan tepung biji sorgum dengan waktu penyosohan 20 dan 60 detik ... 24

(a) Mesinpenepung cakram ... 25

(b) Pengayak bergetar... 25

11. Mesin pembuat mi ... 26

12. Proses pembuatan mi substitusi sorgum instan ... 27

13. Tepung sorgum yang dihasilkan ... 39

14. Proses penggorengan dengan mesin penggoreng ... 42

15. Mi substitusi sorgum instan terpilih ... 47

16. Total fenol mi substitusi sorgum instan dan tepung sorgum terpilih ... 57

17. Aktivitas antioksidan mi substitusi sorgum instan dan tepung sorgum terpilih beserta biji sorgum dengan perlakuan waktu penyosohan 60, 20, dan 0 detik ... 60

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Formulir uji rating hedonik ... 73

2. Pengolahan data uji rating hedonik terhadap atribut rasa ... 74

3. Pengolahan data uji rating hedonik terhadap atribut elastisitas ... 75

4. Pengolahan data uji rating hedonik terhadap atribut kelengketan ... 76

5. Pengolahan data analisis elongasi ... 77

6. Pengolahan data kekerasan dan kelengketan ... 77

7. Pengolahan data analisis kekenyalan ... 77

8. Pengolahan data analisis daya serap air (DSA) ... 78

9. Pengolahan data analisis kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) ... 78

10. Pengolahan data analisis kadar air ... 79

11. Pengolahan data analisis kadar abu ... 79

12. Pengolahan data analisis kadar lemak ... 79

13. Pengolahan data analisis kadar protein ... 80

14. Pengolahan data analisis kadar karbohidrat ... 80

15. Pengolahan data analisis kadar serat kasar ... 80

16. Kurva standar asam galat (untuk analisis total fenol mi substitusi sorgum instan dan tepung sorgum terpilih) ... 81

17. Kurva standar asam galat (untuk analisis total fenol mi instan komersial ... 81

18. Pengolahan data analisis total fenol ... 82

19. Kurva standar asam askorbat ... 82

20. Pengolahan data analisis aktivitas dan kapasitas antioksidan ... 83

(16)

II. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang bergizi dan

bervariasi saat ini sudah semakin meningkat. Kesadaran ini dipengaruhi oleh

semakin majunya teknologi dan media informasi di bidang pangan. Telah banyak

penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara pangan dan kesehatan

sehingga hal ini menstimulir munculnya aneka produk pangan fungsional.

Kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi produk pangan juga

dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat yang semakin dinamis dikarenakan oleh

tuntutan pekerjaan. Tingginya aktivitas yang didorong oleh semakin tingginya

kebutuhan, menyebabkan pola konsumsi pangan yang praktis dalam

penyajiannya menjadi tren konsumsi saat ini. Mi instan merupakan salah satu

jenis pangan yang dapat menjadi alternatif pengganti pangan pokok, selain

karena kepraktisannya, mi instan juga dapat mengenyangkan. Seiring dengan

perkembangan zaman, peningkatan pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

kesehatan serta pentingnya nilai gizi dalam makanan yang mereka konsumsi

menyebabkan kebutuhan akan mi instan yang menyehatkan (mi sehat) pun

meningkat.

Konsumsi mi instan yang mampu menggantikan konsumsi beras

merupakan bentuk partisipasi terhadap program diversifikasi pangan, yang dalam

perjalanannya diartikan sebagai program yang bertujuan untuk menurunkan

tingkat konsumsi beras. Maksud dari program diversifikasi pangan pada dasarnya

adalah menganekaragamkan jenis pangan dan meningkatkan mutu gizi makanan

rakyat baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai usaha untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia (Ariani 2006). Mi instan yang umumnya

dikonsumsi adalah mi instan yang berbahan baku terigu.

Pemanfaatan terigu sebagai bahan baku pangan di Indonesia meningkat

sangat signifikan dari 9.9 kg per kapita pada tahun 2002, menjadi 17.11 kg per

kapita pada tahun 2007 atau sekitar 12% dari konsumsi pangan Indonesia. Pada

tahun 2007, 100% kebutuhan dalam negeri dipenuhi oleh gandum impor. Volume

(17)

daripada periode yang sama tahun 2008 (Melyani 2009). Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik, volume impor terigu selama bulan Januari 2010 bahkan naik

menjadi 60029 ton (Zuhri 2010). Ketidakseimbangan antara impor terigu dengan

produksi terigu dalam negeri yang secara tidak langsung dipengaruhi pula oleh

kebijakan pemerintah, tentu akan berdampak negatif bagi perekonomian

Indonesia (Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim 2009). Substitusi

terigu menggunakan tepung sorgum diharapkan mampu mendukung secara utuh

program diversifikasi pangan yang mengindahkan ketersediaan bahan baku

lainnya di dalam negeri sekaligus manfaatnya yang baik bagi kesehatan.

Sorgum merupakan salah satu komoditas hayati dari Afrika. Sorgum

sebenarnya sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1925, tetapi

perkembangannya tidak sebaik padi dan jagung. Hal ini dikarenakan masih

sedikitnya daerah yang memanfaatkan tanaman sorgum sebagai bahan pangan.

Sorgum di berbagai wilayah Indonesia mempunyai istilah yang berbeda-beda,

seperti cantel di berbagai desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jagung cantrik di

daerah Jawa Barat, batara tojeng di berbagai desa di Sulawesi Selatan. Sorgum

baru berkembang baik pada tahun 1973 di beberapa daerah seperti Demak,

Kudus, Grobogan, Purwodadi, Lamongan, dan Bojonegoro (Suprapto dan

Mudjisihono 1987).

Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki

potensi sebagai sumber kalori di dunia, bahkan menduduki peringkat keempat

setelah beras, gandum, dan jagung (FAO 1996). Sorgum mempunyai prospek

yang baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tidak hanya dikarenakan

daya adaptasinya yang baik pada lahan kering dan relatif tahan hama, tetapi

kandungan nutrisi sorgum tidak kalah jika dibandingkan dengan serealia lainnya.

Jika dibandingkan dengan jagung, kadar protein sorgum lebih tinggi. Namun jika

dibandingkan dengan gandum, kadar protein sorgum masih lebih rendah. Dari

segi kandungan mineral, sorgum memiliki kandungan kalsium, besi, dan tiamin

yang lebih tinggi daripada gandum dan jagung (Hubeis 1984).

Sorgum mengandung komponen fenolik yang memiliki sifat antioksidan.

Menurut Wall dan Blessin (1970), meskipun kandungan karotennya tidak

(18)

khususnya tanin. Beberapa sumber menyatakan bahwa senyawa tanin memiliki

manfaat kesehatan, diantaranya dapat menghambat oksidasi asam linoleat pada

hemoglobin, mampu menurunkan kadar kolestrol darah, memiliki potensial untuk

diaplikasikan pada makanan penderita diabetes dan obesitas, serta memiliki

aktivitas anti mutagenik.

B. TUJUAN

Tujuan umum penelitian ini adalah memanfaatkan sorgum sebagai bahan

substitusi dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan berantioksidan tinggi.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formula mi

substitusi sorgum instan yang paling disukai, menentukan karakterisitik mi

substitusi sorgum instan terpilih beserta tepung sorgum yang digunakan, dan

mengukur kandungan total fenol dan aktivitas serta kapasitas antioksidan pada

formula mi substitusi sorgum instan yang paling disukai.

C. MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi yang terkait

dengan potensi sorgum sekaligus meningkatkan nilai tambah dari sorgum sebagai

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SORGUM

1. Botani Sorgum

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu jenis

tanaman yang termasuk dalam kelas Monocotyledon, famili Gramineae dan

sub famili Panicoideae (Matz 1991). Sebenarnya sorgum merupakan daging

biji terlindung pada sekam dari malai yang berdiri tegak pada batang. Namun

dalam kenyataan praktisnya, yang dimaksud dengan sorgum menurut Hubeis

(1984), yaitu butir sorgum yang telah dipisahkan dari sekamnya dengan cara

perontokan dan berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (1992) merupakan

biji dari tanaman sorgum yang telah dikeringkan dan dibuang kelopaknya.

Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah tropik dan subtropik, dari

dataran rendah (daerah pantai) sampai ketinggian 700 m di atas permukaan

laut. Suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sorgum

antara 23o-30oC dengan kelembapan relatif 20-40%, sedangkan suhu tanah

yang baik untuk pertumbuhannya adalah ± 25oC (Suprapto dan Mudjisihono

1987). Tanaman sorgum dapat tumbuh mencapai ketinggian antara 2-15 kaki.

Batang tanaman sorgum hampir menyerupai tanaman jagung, hanya saja

tanaman sorgum memiliki lebih banyak akar sekunder dan luas daun yang

lebih kecil (Kramer 1959). Bentuk tanaman sorgum dapat dilihat pada

Gambar 1.

(20)

Sorgum berasal dari Afrika dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada

tahun 1925 dengan istilah yang berbeda-beda tiap daerah (Suprapto dan

Mudjisihono 1987). Sorgum berpotensi besar untuk berkembang di Indonesia

karena sorgum mempunyai daerah adaptasi yang luas, meliputi daerah

beriklim kering atau musim hujan pendek serta tanah yang kurang subur.

Selain itu, sorgum dapat ditanam sebagai tanaman sisipan atau tumpang sari

dengan padi gogo, kedelai, kacang tanah, ataupun tembakau sehingga luas

tanaman sorgum yang sesungguhnya agak sulit diukur. Penghasil sorgum

terbesar di Indonesia terdapat di Jawa Tengah, disusul Jawa Timur, DI

Yogyakarta, serta NTB dan NTT (Sirrapa 2003).

2. Morfologi dan Anatomi Biji Sorgum

Biji sorgum pada umumnya berbentuk bulat lonjong atau bulat telur

dan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kulit luar, lembaga, dan endosperm.

Komposisi dari bagian-bagian bijinya, yaitu kulit luar 7.9%, lembaga 9.8%,

dan endosperm 82.3% (Hoseney 1998). Menurut Watson (1984), biji sorgum

berbentuk bulatan dengan ukuran panjang sekitar 4.0 mm, lebar 3.5 mm, dan

tebal 2.5 mm. Berat biji sorgum bervariasi antara 8 sampai 50 mg dengan

berat rata-rata sebesar 28 mg. Biji sorgum termasuk jenis kariopsis

(caryopsis) dimana seluruh perikarp bergabung dengan endosperm. Gambar

penampang biji sorgum dapat dilihat pada Gambar 2.

Perikarp atau kulit luar merupakan bagian terluar dari biji yang

melapisi endosperm. Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), perikarp

terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikarp, mesokarp, dan endokarp. Epikarp

tersusun atas dua sampai tiga lapis sel memanjang, berbentuk segi empat,

memiliki ketebalan tertentu, dan mengandung zat pigmen. Zat pigmen yang

terdapat pada perikarp berwarna putih, kuning, jingga, dan merah, dimana zat

pigmen ini dapat mengalir masuk ke dalam endosperm.

Lapisan tengah dari perikarp adalah mesokarp yang merupakan

lapisan paling tebal dari ketiga lapisan yang menyusun perikarp. Sel

mesokrap mengandung granula pati kecil, berbentuk poligonal dan dapat

(21)

merupakan satu-satunya jenis serealia yang memiliki pati pada bagian

mesokarp.

Gambar 2.Struktur biji sorgum (FSD 2010)

Lapisan paling dalam dari perikarp adalah endokarp. Lapisan

endokarp terdiri atas sel-sel melintang berbentuk tabung. Salah satu fungsi

dari sel berbentuk tabung tersebut, yaitu mengangkut air. Tepat di bawah

endokarp, terdapat lapisan testa yang mengelilingi endosperm. Beberapa

peneliti berpendapat bahwa senyawa polifenol kadar tinggi terdapat dalam

testa (Felicia 2006). Hoseney (1998) menyatakan bahwa pada lapisan testa

terdapat senyawa polifenol dalam jumlah tinggi, yaitu berupa tanin dalam

bentuk terkondensasi (condensed tannin). Lapisan testa terkait sangat kuat

dengan lapisan perikarp dan sulit dihilangkan.

Lembaga terdiri dari keping biji dan terikat kuat dengan endosperm.

Hal ini menyebabkan lembaga sulit dihilangkan dengan proses penggilingan.

Lembaga kaya akan protein, lemak, serta sejumlah mineral dan vitamin B

(Suprapto dan Mudjisihono 1987). Dua bagian utama dari lembaga adalah

embryonic axis (bakal embrio) dan scutellum. Scutellum merupakan jaringan

penyimpan yang kaya akan lemak, protein, enzim, dan mineral. Minyak pada Kariopsis

Lembaga Stylet

Endospermdalam

Radikula Plumula

Epiblastula Perikarp

Endosperm Testa Endospermluar

(22)

lembaga sorgum kaya akan asam lemak tak jenuh ganda dan mirip seperti

minyak jagung (FAO 1995).

Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji serealia dengan

proporsi sekitar 81-84% dan terdiri atas lapisan luar endosperm (corneous

endosperm) dan lapisan dalam endosperm (floury endosperm) (Suprapto dan

Mudjisihono 1987). Corneous endosperm merupkan lapisan keras dan bening

seperti kaca, sedangkan floury endosperm merupakan lapisan yang lebih

lembut dan agak keruh. Proporsi corneous dan floury endosperm bervariasi

antar jenis sorgum. Secara umum, corneous endosperm paling banyak

terdapat pada lapisan luar, sedangkan floury endosperm banyak terdapat pada

pusat endosperm. Lapisan luar endosperm berupa sel-sel aleuron yang

mengandung protein dalam jumlah tinggi, sedangkan bagian dalam

endosperm mengandung sedikit protein. Sel-sel penyusun aleuron berukuran

kecil dan berbentuk kotak serta mengandung granula pati yang terselebung

oleh gumpalan protein matriks terutama glutelin (protein larut dalam alkali)

dan prolamin (protein larut dalam alkohol).

3. Komposisi Kimia Biji Sorgum

Komposisi kimia biji sorgum bervariasi tergantung bagian bijinya,

varietas, tanah, dan kondisi lingkungan penanaman. Adapun hasil analisis

kimia terhadap bagian-bagian biji sorgum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis kimia terhadap bagian-bagian biji sorgum

Bagian biji Susunan kimia bagian-bagian biji (%)

Pati Protein Lemak Abu Serat

Biji utuh 73.80 12.30 3.60 1.65 2.20

Endosperm 82.50 12.30 0.63 0.37 1.30

Kulit biji 34.60 6.70 4.90 2.02 8.60

Lembaga 9.80 13.40 18.90 10.36 2.60

Sumber: Suprapto dan Mudjisihono (1987)

Kandungan karbohidrat pada sorgum sebagian besar terdiri atas

(23)

dan Mudjisihono (1987), polisakarida pati merupakan bentuk karbohidrat

yang paling banyak terdapat dalam sorgum, khususnya pada bagian

endosperm. Berdasarkan kandungan amilosanya, biji sorgum dapat

digolongkan menjadi jenis beras (non waxy sorgum) dan jenis ketan (waxy

sorgum). Kadar amilosa jenis beras sekitar 25%, sedangkan untuk jenis ketan

sekitar 2%. Polisakarida non pati merupakan jenis karbohidrat yang tidak

dapat dicerna enzim-enzim pencernaan manusia.

Polisakarida non pati yang terkandung pada sorgum terdiri atas

selulosa, β-glucan, hemiselulosa, dan lignin. Menurut Rooney dan

Serna-Saldivar (1999), sorgum mengandung serat tidak larut (Insoluble Dietary

Fiber/IDF) dalam jumlah tinggi, sedangkan kandungan serat larut (Soluble

Dietary Fiber/SDF) dan β-glucan cukup rendah.

Kandungan lemak dalam biji sorgum utuh sekitar 3.6% dengan

kandungan lemak tertinggi pada bagian lembaga, yaitu sekitar 18.9%

(Suprapto dan Mudjisihono 1987). Menurut Chung dan Ohm (1999), lemak

pada biji sorgum terdiri dari dua jenis, yaitu lemak bebas (2.8-4.4%) dan

lemak dalam bentuk terikat (0.6-0.8%). Jenis asam lemak yang menyusunnya

terdiri atas asam palmitat (11-13%), asam oleat (30-45%), dan asam linoleat

(33-49%) Hulse et al. (1980) menyatakan bahwa hampir 80% kandungan

lemak pada sorgum terdiri atas asam lemak tidak jenuh dengan proporsi

paling besar, yaitu asam linoleat.

Kandungan protein sorgum cukup unggul jika dibandingkan dengan

beras maupun jagung. (FAO 1995). Menurut Lasztity (2000), seperti jenis

serealia lainnya, distribusi protein pada biji sorgum tidak merata. Hal ini

ditegaskan oleh Suprapto dan Mudjisihono (1987) yang menyatakan bahwa

jumlah protein yang terdapat dalam perikarp, lembaga, dan endosperm

berbeda-beda. Bagian-bagian biji tersebut juga memiliki jenis protein yang

berbeda. Lebih dari 80% total protein terdapat pada bagian endosperm biji,

terutama pada lapisan luar endosperm. Sebaliknya, bagian perikarp memiliki

kandungan protein yang paling rendah (Lazistity 2000). Menurut Suprapto

dan Mudjisihono (1987), protein yang terkandung dalam bagian lembaga

(24)

terkandung dalam endosperm (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan

asam amino dalam lembaga meliputi lisin (4.1%), treonin (3.4%), metionin

(1.5%), dan sistin (1.0%), sedangkan kandungan asam amino dalam

endosperm meliputi lisin (1.1%), treonin (2.8%), metionin (1.0%), dan sistin

(0.8%).

Seperti serealia lainnya, protein pada biji sorgum dapat dicirikan

menjadi empat jenis, yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalam

garam), prolamin (larut dalam alkohol), dan glutelin (larut dalam alkali).

Protein albumin dan globulin paling banyak terdapat pada lapisan aleuron,

sedangkan protein prolamin dan glutelin banyak menyelubungi granula pati

yang terdapat dalam lapisan aleuron (Suprapto dan Mudjisihono 1987).

Menurut Lasztity (2000), jenis protein yang dominan pada sorgum, yaitu

kafirin (sekitar 32.6-58.8% dari total protein). Kafirin ini termasuk ke dalam

jenis protein prolamin. Selain itu, pada sorgum juga terdapat protein glutelin

(19.0-37.4%), albumin (1.3-7.7%), dan globulin (2.0-9.3%). Sorgum tidak

memiliki protein glutenin dan gliadin yang mampu membentuk gluten seperti

halnya terigu.

Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), kandungan vitamin yang

terdapat pada biji sorgum utuh dan bagian biji lainnya berbeda-beda. Susunan

vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya terdapat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya

Kandungan vitamin

(µg/g bahan)

Bagian Biji (%)

Biji Utuh Endosperm Lembaga Sekam

Niasin 45.30 43.70 80.70 44.00

Asam pantotenat 10.40 8.70 32.20 10.00

Riboflavin 1.30 0.90 3.90 4.00

Biotin 0.20 0.11 0.57 0.35

Piridoksin 4.70 4.00 7.20 4.40

Tiamin 3.30 - - -

Vitamin C 21.00 - - -

Kolin 420.00 - - -

(25)

Bagian lembaga lebih kaya akan vitamin, bahkan jumlahnya dapat

mencapai 2-5 kali lebih banyak, jika dibandingkan dengan kandungan

vitamin dalam perikarp dan endosperm. Perikarp dan lembaga mengandung

riboflavin dalam jumlah yang hampir sama, demikian pula dengan kandungan

niasin, asam pantotenat, dan piridoksin dalam bagian perikarp dan endosperm

hampir sama pula. Apabila dibandingkan dengan biji jagung, biji sorgum

mengandung riboflavin dan piridoksin dalam jumlah yang sama, sedangkan

asam pantotenat, asam nikotinat, dan biotin pada biji sorgum memiliki jumlah

yang lebih tinggi. Kadar tiamin dan niasin dalam biji sorgum lebih baik

daripada terigu dan beras, namun kadar riboflavinnya lebih rendah.

Wall dan Blessin (1970) menyatakan kandungan mineral biji sorgum

dan bagian tanaman lainnya bergantung pada banyak faktor, antara lain

varietas, kondisi tanah, suhu, curah hujan, dan penggunaan pupuk. Jenis

mineral utama pada biji sorgum antara lain fosfor, magnesium, potasium, dan

silikon. Jenis mineral lainnya seperti kalsium dan natrium terdapat dalam

jumlah sedikit. Secara keseluruhan kandungan nutrisi sorgum tidak kalah jika

dibandingkan dengan serealia lainnya (gandum dan jagung). Komposisi kimis

sorgum, gandum, dan jagung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia sorgum, gandum, dan jagung dalam 100 gram bahan yang dapat dimakan

Komposisi kimia Sorgum Gandum Jagung

Kalori (Kal) 355.00 344.00 363.00

Protein (g) 10.40 11.50 10.00

Lemak (g) 3.40 2.00 4.50

Karbohidrat (g) 71.00 70.00 71.00

Serat (g) 2.00 2.00 2.00

Ca (mg) 32.00 30.00 12.00

Fe (mg) 4.50 3.50 2.50

Thiamin (mg) 0.50 0.40 0.35

Riboflavin (mg) 0.12 0.10 0.13

Niacinamide (mg) 3.50 5.00 2.00

(26)

B. MI INSTAN

1. Definisi Mi Instan

Menurut Hou dan Kruk (1998), produk mi pada mulanya berasal dari

daratan Cina. Saat ini mi cukup populer bukan hanya di Asia bagian timur,

tetapi juga di Indonesia. Mi dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditi

pangan substitusi karena mi berfungsi sebagai bahan pangan utama yang

mengandung karbohidrat dalam jumlah tinggi (Indriani 2005). Menurut

Astawan (1999), produk mi dapat dikelompokkan menjadi mi mentah, mi

basah, mi kering, dan mi instan.

Mi instan merupakan salah satu jenis produk pasta atau ekstrusi.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3551-2000, mi

instan dibuat dari adonan tepung terigu atau tepung beras atau tepung lainnya

sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya, dan

dapat diberi perlakuan dengan bahan alkali (Badan Standarisasi Nasional,

2000). Syarat mutu mi instan menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 4.

Menurut Astawan (1999), bahan dasar pembuatan mi instan adalah

terigu. Terigu memiliki keistimewaan dibandingkan tepung dari jenis serealia

lainnya karena dapat membentuk gluten pada saat terigu bercampur air. Sifat

elastik gluten pada adonan mi menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah

putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Berdasarkan kandungan

glutennya, terigu yang digunakan adalah jenis hard flour. Tepung ini

berkualitas paling baik dengan kandungan proteinnya sekitar 12-13%.

Air berfungsi sebagai media reaksi antara karbohidrat dengan gluten,

pelarut garam, dan pembentukan sifat kenyal gluten. Fungsi garam adalah

memberi rasa, memperkuat tekstur, mengikat air, meningkatkan elastisitas

dan fleksibilitas mi. Air abu berfungsi untuk mempercepat pembentukan

gluten dan meningkatkan sifat kenyal. Bahan pengembang digunakan untuk

mempercepat pengembangan adonan. CMC (Carboxyl Metil Cellulose)

umumnya ditambahkan dalam pembuatan mi sebagai bahan pengembang dan

bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap

air serta mempertahankan keempukan mi selama penyimpanan. Bahan-bahan

(27)

adalah pewarna kuning, seperti tartarzine yellow ataupun larutan brine.

Menurut Baik et al. (1994), larutan brine merupakan larutan dengan

komposisi 5.18% natrium klorida, 0.26% natrium karbonat, dan 0.26%

kalium karbonat. Fungsi dari zat warna adalah memberi warna khas mie

sedangkan bumbu-bumbu digunakan untuk memberi flavor tertentu.

Tabel 4. Syarat mutu mi instan (SNI 01-3551-2000)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan 2)

Berlaku untuk keping mi dan bumbu

(28)

Berdasarkan proses pengeringan, dikenal dua macam mi instan.

Pengeringan dengan cara menggoreng menghasilkan mi instan goreng

(instant fried noodle), sedangkan pengeringan dengan udara panas disebut mi

instan kering (instant dried noodle). Mi instan goreng mampu menyerap

minyak hingga 20% selama penggorengan (dalam pembuatan mi) sehingga

mi instan goreng memiliki keunggulan rasa dibandingkan mi jenis lainnya.

Namun demikian, mi instan goreng disyaratkan agar pada saat perebusan

tidak ada minyak yang terlepas ke dalam air dan hasilnya mi harus cukup

kompak dan permukaannya tidak lengket (Astawan 1999).

2. Proses Pembuatan Mi SubstitusiSorgum Instan

Proses pembuatan mi substitusi sorgum instan memiliki kesamaan

dalam proses pembuatan mi instan yang umumnya terbuat dari terigu.

Adapun tahapan proses pembuatan mi substitusi sorgum instan terdiri atas

tahap persiapan bahan, pencampuran bahan (mixing), pembentukan lembaran

(sheeting) dan pembentukan untaian mi (slitting), pemotongan untaian mi

(cutting), pengukusan (steaming), penggorengan (frying), pendinginan

(cooling), dan pengemasan (packaging).

Tahap persiapan bahan meliputi penimbangan bahan sesuai formula

dan pembuatan larutan garam. Bahan-bahan yang telah ditimbang beserta

larutan garam dicampur menjadi satu. Pencampuran bahan bertujuan untuk

mendistribusikan bahan secara seragam dan membentuk adonan yang

kompak serta memiliki kadar air yang cukup. Pada tahap ini sangat sedikit

sekali terjadi pengembangan gluten. Pengembangan gluten baru terjadi pada

saat pembentukan lembaran. Pembentukan lembaran yang dimaksud adalah

tahap pembentukan lembaran tipis dengan ukuran yang disesuaikan

kebutuhan. Tahap pembentukan lembaran bertujuan membentuk struktur

gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga lembar adonan

menjadi lembut dan elastis. Setelah terbentuk, lembaran adonan dipotong

atau disisir menjadi untaian mi. Pada tahap pembentukan untaian mi, tekstur

(29)

Mi yang dihasilkan dari tahap pembentukan untaian mi masih berupa

untaian panjang sehingga perlu dilakukan tahap pemotongan untuk

memperoleh mi dengan ukuran yang diinginkan. Pengukusan adalah salah

satu tahap pemasakan untaian mi. Tahap ini bertujuan memasak mi mentah

menjadi mi solid (Kim 1996). Tahap lanjutan setelah pengukusan, yaitu tahap

penggorengan. Penggorengan adalah proses pengeringan dengan

menggunakan minyak sebagai media. Menurut Syamsir (2008), proses

penggorengan mi instan dilakukan dengan menggunakan minyak goreng

bersuhu 140-160oC selama 1-2 menit sehingga mi menjadi kering dan padat

dengan kadar air sekitar 2-5%. Tahap berikutnya sebelum mi dikemas, yaitu

tahap pendinginan (cooling). Menurut Astawan (1999), proses pendinginan

akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap dan menempel pada mi

sehingga mi akan menjadi keras. Apabila proses pendinginannya tidak

sempurna, uap air yang tersisa akan mengembun dan menempel pada

permukaan sehingga memacu tumbuhnya jamur. Setelah didinginkan, mi

langsung dikemas biasanya dengan menggunakan plastik polipropilen.

C. ANTIOKSIDAN

1. Definisi Antioksidan

Antioksidan secara umum didefinisikan sebagai senyawa yang dapat

menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi. Dalam arti khusus,

antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi

oksidasi radikal bebas. Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang secara

nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih

rendah dibanding substrat yang dapat dioksidasi. Selain berbentuk zat gizi,

seperti vitamin C, E dan β-karoten, antioksidan dapat pula berupa zat non

gizi, seperti pigmen (karoten, likopen, flavonoid, klorofil) dan enzim

(glutation peroksida, koenzim, Q-10 atau ubiquinon) (Pokorny et al. 2008).

Menurut Madhavi et al. (1996), antioksidan dapat dikategorikan

menjadi 2 kelompok, yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami.

Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis

(30)

antioksidan hasil ekstraksi bahan alami. Antioksidan alami di dalam makanan

dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua

komponen makanan, terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan,

maupun diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai

bahan tambahan pangan (Madhavi et al. 1996).

Senyawa antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan umumnya

adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan

flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik

polifungsional. Menurut Pokorny et al. (2008), golongan flavonoid yang

memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavanol, isoflavon, katekin

dan flavonol. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam

fenolat, asam klorogenat dan lain-lain. Senyawa antioksidan alami polifenolik

ini bersifat multifungsional dan dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap

radikal, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksidan. Sekitar

2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi

flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid

merupakan salah satu golongan fenol yang terbesar. Lebih lanjut disebutkan

bahwa sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua jenis tumbuhan, sehingga

pastilah flavonoid ditemukan pula pada setiap ekstrak tumbuhan. Kebanyakan

golongan flavonoid dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki

sifat-sifat antioksidan.

2. Mekanisme Reaksi Antioksidan

Menurut Gordon (1990), proses oksidasi yang disebabkan oleh radikal

bebas terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut ;

Inisiasi : RH R• + H• (1)

Propagasi : R• + O2ROO• (2)

: ROO• + RH ROOH + R• (3)

Terminasi : ROO• + ROO• (4)

R• + ROO•

(31)

Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan senyawa radikal yang bersifat

tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (1).

Pada tahap propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen

membentuk radikal peroksi (2). Radikal peroksi akan menyerang asam lemak

menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (3). Tanpa adanya

antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi dengan

membentuk kompleks radikal bebas (4). Hidroperoksida yang terbentuk

bersifat tidak stabil kemudian terdegradasi lebih lanjut menghasilkan

senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida, keton dan alkohol.

Tang (1991) menyatakan bahwa senyawa fenolik dapat mencegah

terjadinya autooksidasi yang disebabkan radikal bebas karena termasuk

golongan antioksidan. Peranan senyawa fenolik sebagai antioksidan berkaitan

dengan peranannya sebagai donor atom hidrogen pada senyawa radikal.

Penambahan antioksidan (AH) dengan konsentrasi rendah dapat menghambat

atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut

dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (4

dan 5). Radikal-radikal antioksidan (A•) yang terbentuk pada reaksi tersebut

relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan

molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon 1990).

Inisiasi : R• + AH RH + A• (4)

Propagasi : ROO• + AH ROOH + A• (5)

Gordon (1990) menyatakan besarnya konsentrasi antioksidan yang

ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi,

aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut

menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi

tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji.

Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menentukan

kapasitas antioksidan suatu bahan adalah metode DPPH. DPPH (

2,2-dyphenyl-1-picrylhydrazil atau 1.1-diphenyl-2-picrylhydrazil) merupakan

senyawa radikal bebas berwarna ungu tua yang stabil dalam larutan metanol.

Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH dapat dilihat pada

(32)

Gambar 3. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH (Vaya dan Aviram 2001)

Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH

oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari

larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai

absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah

pembentukan α,α-diphenyl-β-picrylhydrazine, melalui kemampuan

antioksidan dalam menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH

setelah direaksikan dengan antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan

yang semakin besar pula (Benabadji et al. 2004).

3. Komponen Bioaktif Sorgum

Menurut Awika dan Rooney (2004), sorgum mengandung berbagai

senyawa bioaktif, beberapa diantaranya adalah komponen fenolik, fitosterol,

dan polisakanol. Fenol membantu dalam pertahanan alami tanaman melawan

hama dan penyakit, sedangkan fitosterol dan polisakanol merupakan

komponen penting dari lilin dan minyak tanaman. Singh et al. (2003)

menyatakan bahwa jumlah fitosterol sekitar 0.5 mg/g biji sorgum sedangkan

polisakanol sekitar 38-92 mg/100g biji sorgum. Senyawa fenolik pada

sorgum memiliki aktivitas antioksidan, sifat menurunkan kolestrol dan

kegunaan lain untuk kesehatan. Fenol dalam sorgum dibagi menjadi dua

kategori yaitu asam fenolat dan flavonoid. Asam fenolat merupakan turunan

asam sinamat dan benzoat, sedangkan flavonoid meliputi tanin dan antosianin

(33)

Rooney 2004). Struktur asam fenolik dari sorgum dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4.Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu asam benzoat dan asam sinamat (Awika dan Rooney 2004)

Antosianin merupakan salah satu kelas utama dari flavonoid yang

paling banyak dipelajari dari sorgum (Awika dan Rooney 2004). Awika et al

(2003) melaporkan bahwa antosianin dari sorgum tidak seperti antosianin

pada umumnya. Antosianin pada sorgum dinilai unik karena strukturnya tidak

memiliki gugus hidroksil pada cincin karbon (C) nomor 3 sehingga

dinamakan 3-deoksiantosianidin. Keunikan tersebut menyebabkan antosianin

pada sorgum lebih stabil pada pH tinggi dibanding antosianin yang diisolasi

dari buah-buahan atau sayur-sayuran pada umumnya sehingga berpotensi

untuk digunakan sebagai pewarna alami makanan. Antosianin pada sorgum

belum diteliti lebih jauh karena hingga kini data kuantitatif mengenai

antosianin pada sorgum dan kemampuan antioksidannya belum

dipublikasikan sehingga peranannya bagi kesehatan belum dapat diketahui

pasti. Antosianin pada sorgum yang telah diidentifikasi adalah apigenidin dan

luteolinidin (Wu dan Prior 2005). Struktur apigenidin dan luteolinidin dapat

dilihat pada Gambar 5.

Komponen flavonoid selain antosianin pada sorgum yaitu senyawa

Asam galat (11): R1=H, R2=R3=R4=OH

Asam gent isat (12): R1=R4= OH, R2=R3=H

Asam salisilat (13): R1=OH, R2=R3=R4=H

Asam p-hidroksibenzoat (14): R1=R2=R4=H, R3=OH Siringat (15): R1=H, R2=R4=OCH3, R3=OH

Prot okat ekik (16): R1=R4=H, R2=R3=OH

Asam kaf eat (17): R1=R4=H, R2=R3=OH

Asam ferulat (18): R1=R4=H, R2=OCH3, R3=OH

Asam 0-kum arat (19): R1=OH, R2=R3=R4=H Asam p-kum arat (20): R1=R2=R4=H, R3=OH Sinapat (21): R1=H, R2=R4=OCH3, R3=OH

Asam Benzoat (11-16)

(34)

senyawa fenolik yang larut dalam air dengan berat molekul antara 500-3000.

Kadar tanin dalam biji sorgum berkisar antara 0.4-3.6% yang sebagian besar

terdapat dalam lapisan testa (Suprapto dan Mudjisihono 1987).

R1 = H, R2 = H, R3 = H: apigenidin

R1 = OH, R2 = H, R3 = H: lut eolinidin

Gambar 5. Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin dan luteolinidin (Awika dan Rooney 2004)

Menurut Waniska et al. (1989), senyawa tanin pada sorgum memiliki

berbagai peranan, antara lain untuk melindungi biji dari predator burung,

serangga, dan kapang (Fusarium tapsinum dan Aspergillus flavus). Tanin dari

sorgum menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi secara in vitro

(Riedl dan Hagerman 2001). Menurut Hagerman (1998), tanin dengan berat

molekul tinggi memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan

antioksidan alami lainnya. Hal tersebut berhubungan dengan banyaknya

jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil yang dimiliki oleh tanin, dimana

semakin banyak jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil, maka tanin akan

semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Selain itu, penelitian dari Hagerman

(1998) juga melaporkan bahwa tanin tidak dapat berperan sebagai prooksidan

sehingga dinilai merupakan salah satu antioksidan yang potensial. Struktur

tanin pada sorgum dapat dilihat pada Gambar 6.

Sorgum memiliki berbagai efek positif bagi kesehatan yang berkaitan

erat dengan berbagai komponen bioaktif terutama senyawa fenolik yang

dimilikinya (Awika dan Rooney 2004). Peranan sorgum dalam mencegah

penyakit kardiovaskular (cardiovascular disease/CVD) dilaporkan oleh Cho

et al. (2000) yang menyatakan bahwa ekstrak heksan sorgum dapat

(35)

reduktase pada sel hati tikus. Penelitian dari Lee dan Pan (2003) juga

melaporkan bahwa senyawa tanin sorgum dapat menghambat 63-97%

oksidasi asam linoleat pada hemoglobin dibandingkan kedelai (13%) dan

dedak padi (78%). Kemampuan sorgum dalam menurunkan kadar kolestrol

darah juga dilaporkan oleh Rooney et al. (1992) yang menyatakan bahwa

dedak sorgum memiliki kemampuan menurunkan kadar kolestrol darah lebih

baik dibanding gandum dan jagung.

Gambar 6. Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum (Rooney dan Serna 2000)

Manfaat kesehatan sorgum lainnya adalah peranannya dalam

membantu ketersediaan pangan bagi penderita diabetes militus dan obesitas

yang dibuktikan oleh penelitian Awika dan Rooney (2004), yang menyatakan

bahwa senyawa tanin pada sorgum menyebabkan sorgum dicerna lebih

lambat dibandingkan jenis serealia lainnya. Pernyataan tersebut dipertegas

oleh Suarni (2004)yang menyatakan bahwa komponen protein dan pati pada

sorgum lebih lambat dicerna daripada serealia lain sehingga komoditi ini

dinilai potensial untuk diaplikasikan pada makanan penderita diabetes dan

obesitas. Menurut Muriu et al. (2002), mekanisme yang terjadi disebabkan

senyawa tanin yang terdapat pada sorgum akan menurunkan nilai nutrisi dari

makanan yang dikonsumsi dengan cara berikatan dengan protein (Hagerman

dan Butler 1981) dan karbohidrat (Lizardo et al. 1995) membentuk suatu

komplek yang sulit didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan. Mekanisme

(36)

seperti sukrase, amylase, tripsin, kimotripsin dan lipase (Lizardo et al., 1995;

Al-Mamary et al., 2001).

Aktivitas anti mutagenik sorgum dibuktikan oleh penelitian Grimmer

et al. (1992) yang menunjukkan bahwa senyawa tanin pada sorgum memiliki

aktivitas anti mutagenik lebih tinggi dibanding senyawa tanin dengan berat

molekul lebih rendah. Sebuah studi yang dilakukan oleh Turner (2006)

melaporkan bahwa tanin dari dedak sorgum dapat mereduksi kanker kolon

pada tikus percobaan, dimana studi dilakukan dengan cara pemberian diet

berupa dedak sorgum hitam, selulosa dan sorgum putih. Aktivitas anti kanker

kolon terbaik ada pada dedak sorgum hitam dimana hasil yang didapat,

diduga berkorelasi dengan adanya aktivitas antioksidan dari sorgum.

Mekanisme anti kanker kolon dari sorgum memiliki hubungan erat dengan

senyawa tanin pada sorgum. Mekanisme tersebut mengacu pada penelitian

yang telah dilakukan oleh Rios (2002) yang melaporkan bahwa senyawa

tanin tidak terdegradasi setelah melewati saluran pencernaan pada manusia.

Menurut Rios (2002), tanin baru akan terdegradasi oleh mikroflora yang

terdapat di kolon menjadi asam fenolik yang dapat berperan sebagai

antioksidan dalam sistem pencernaan di kolon.

Van Rensburg (1981) menyatakan bahwa konsumsi sorgum secara

konstan akan berkorelasi dengan penurunan insiden kanker esofagus

dibandingkan dengan konsumsi gandum maupun jagung yang justru dapat

meningkatkan insiden kanker esofagus. Berdasarkan bukti yang terkait,

sorgum diduga kuat mampu menyumbangkan komponen nutrisi yang dapat

menghambat terjadinya kanker esofagus. Pernyataan ini dipertegas dengan

penelitian Chen et al. (1993), berdasarkan data epidemiologi dari studi yang

dilakukan terhadap 21 komunitas di Cina yang telah mengonsumsi sorgum

selama lebih dari 6 tahun, tingkat kematian yang disebabkan oleh kanker

esofagus menurun 1.4-3.2 kali dibandingkan ketika masih mengonsumsi

(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan meliputi mesin penyosoh, mesin penepung cakram

(pin disc mill), pengayak bergetar (vibrating screen), mesin pembuat mi (noodle

machine), pengukus (steamer), oven, neraca, desikator, wadah plastik, peralatan

masak, mesin penggoreng (deep fat fryer) dengan kapasitas minyak goreng

sebanyak 6 liter, alat analisis tekstur (texture analyzer), peralatan gelas untuk

analisis kimia, sentrifuse, penangas, alat pengocok (shaker), dan

spektrofotometer.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi terdiri atas tepung

sorgum, terigu Cakra Kembar, air, garam, baking powder, dan CMC.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat dan serat kasar, analisis fisik,

pengujian total fenol, dan analisis anti radikal bebas DPPH, diantaranya air,

kertas saring, heksana teknis, HCl, K2SO4, HgO, larutan tris, H2SO4,

Na2S2O3.5H2O, NaOH, H2BO3, larutan indikator, etanol 95%, air akuades, asam

metafosfat, natrium asetat, asam asetat glasial, buffer asetat, etanol PA, metanol

PA, asam askorbat, DPPH, reagen Folin-Ciocalteu, dan asam galat.

B. TAHAPAN PENELITIAN

Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7, dengan pewarnaan yang berbeda untuk setiap tahapan. Penelitian yang dilakukan terdiri dari 3 tahap,

diantaranya tahap pembuatan tepung sorgum yang ditandai dengan warna merah,

tahap pembuatan mi substitusi sorgum instan yang ditandai dengan warna

kuning, dan tahap analisis mi substitusi sorgum instan terpilih beserta tepung

sorgum yang digunakan pada formula terpilih ditandai dengan warna biru.

1. Pembuatan Tepung Sorgum

Tahap awal dalam penelitian ini adalah penyosohan biji sorgum yang

bertujuan untuk mengupas sebagian kulit biji sorgum. Penyosohan dilakukan

(38)

Gambar 7. Tahapan penelitian

Biji sorgum hasil sort asi

Penyosohan (0, 20, dan 60 det ik)

Penepungan

Pengayakan (100 mesh)

Pembuat an mi (subst it usi 30%, 40%, 50% dengan penam bahan air sebanyak 40% berat t epung)

Tepung sorgum

Penggorengan (T=160oC, t = 120 det ik) M i basah mat ang

M i subst it usi sorgum inst an Analisis sensori

Analisis lanjut an t erhadap mi yang paling dit erima secara sensori dan t epung sorgum yang digunakan pada formula t erpilih:

1. Analisis fisik (persen elongasi, kekerasan, kelengket an, kekenyalan, daya serap air, kehilangan padat an akibat pemasakan, dan penent uan w akt u rehidrasi)

2. Analisis kimia (proksimat dan serat kasar) (*) 3. Analisis t ot al fenol (*)

4. Analisis ant i radikal bebas DPPH (*)

Penent uan jumlah air (30%,35%,40%) dalam formulasi dan w akt u penggorengan (30, 60, 90, 120, 150 det ik) secara subjekt if

Pengukusan (T=100oC, t = 15 m enit )

(

(39)

Penentuan waktu sosoh dilakukan berdasarkan penelitian terdahulu

mengenai pengaruh waktu sosoh terhadap aktivitas antioksidan serealia non

beras (Yanuwar 2009). Setelah melalui tahap penyosohan, biji sorgum digiling

dengan menggunakan mesin penepung cakram sehingga dapat dihasilkan

tepung sorgum. Agar memperoleh tepung sorgum yang halus, tepung sorgum

yang telah digiling kemudian disaring dengan pengayakbergetar berskala 100

mesh. Tahap pembuatan tepung sorgum dengan waktu sosoh biji sorgum

selama 0 detik serta 20 dan 60 detik dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Perbedaan dalam proses pembuatan tepung sorgum dengan waktu sosoh 0 detik dengan proses pembuatan tepung sorgum dengan waktu sosoh 20 dan 60

detik terletak pada perlakuan perendaman dan penirisan serta pengeringan biji

sorgum yang tidak mengalami penyosohan (waktu sosoh 0 detik). Ilustrasi

mesin penepung cakram dan pengayak bergetar dapat dilihat pada Gambar 10.

Perendaman dalam air

Gambar 8. Tahap pembuatan tepung biji sorgum dengan waktu sosoh 0 detik

(40)

(a) (b)

Gambar 10. Mesin penepung cakram (a) dan Pengayak bergetar (b)

2. Pembuatan Mi Substitusi Sorgum Instan

Langkah awal dalam tahap pembuatan mi substitusi sorgum instan,

yaitu penentuan jumlah air dan waktu penggorengan. Setelah diperoleh jumlah

air dan waktu penggorengan yang optimum maka dilakukan produksi mi

dengan metode pembentukan lembaran dan untaian mi sesuai formulasi.

a. Penentuan Jumlah Air dan Waktu Penggorengan

Melalui uji coba yang dilakukan, jumlah air yang ditambahkan ke

dalam formula, yaitu 30%, 35%, dan 40% dari bahan campuran tepung.

Pengamatan dilakukan terhadap karakter adonan pada saat pembentukan

lembaran. Parameter proses yang juga berpengaruh terhadap produk mi

sorgum substitusi instan adalah waktu penggorengan sehingga perlu

dilakukan uji coba penggorengan pada suhu 160oC dengan waktu yang

berbeda. Waktu penggorengen yang diujicobakan, diantaranya 30, 60, 90,

120, dan 150 detik (s), sehingga akan diperoleh waktu penggorengan yang

tepat untuk menghasilkan produk mi substitusi sorgum instan yang baik

berdasarkan pengujian visual secara subjektif dan waktu rehidrasi yang

dibutuhkan mi substitusi sorgum instan untuk menjadi mi yang siap

dikonsumsi. Waktu penggorengan yang tepat selanjutnya akan diberlakukan

(41)

b. Formulasi Mi Substitusi Sorgum Instan

Prinsip dan bahan penunjang pembuatan mi substitusi sorgum instan

pada dasarnya sama dengan prinsip dan bahan penunjang dalam proses

pembuatan mi instan berbasis terigu. Formula mi substitusi sorgum instan

yang akan diproduksi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Formulasi mi substitusi sorgum instan

Komposisi Waktu sosoh 0 s Waktu sosoh 20 s Waktu sosoh 60 s F 1 F 2 F 3 F 4 F 5 F 6 F 7 F 8 F9

Tepung sorgum 30% 40% 50% 30% 40% 50% 30% 40% 50%

Terigu 70% 60% 50% 70% 60% 50% 70% 60% 50%

Air 40% 40% 40% 40% 40% 40% 40% 40% 40%

CMC 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1%

Garam 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1%

Baking powder 0.3% 0.3% 0.3% 0.3% 0.3% 0.3% 0.3% 0.3% 0.3%

Proses pembuatan mi substitusi sorgum instan mengacu pada proses

pembuatan mi instan terigu pada umumnya meliputi pencampuran,

pembentukan adonan dan lembaran, pencetakan mi dan pemotongan,

pengukusan, penggorengan dan pendinginan. Ilustrasi mesin pembuat mi

dapat dilihat pada Gambar 11.

(42)

Bahan kering berupa tepung sorgum, terigu, CMC, dan baking powder

dicampur, kemudian ditambahkan dengan larutan garam hingga homogen.

Selanjutnya dilakukan proses pembentukan lembaran pada adonan dengan

cara melewatkan adonan pada dua gilingan pengepres dimulai dari jarak yang

lebar hingga jarak antara keduanya semakin menyempit, yaitu sekitar 1.4

mm. Pembentukan lembaran dilakukan berulang sampai dihasilkan lembaran

mi yang elastis dengan ketebalan yang sesuai. Lembaran mi selanjutnya

disisir menjadi untaian mi, lalu dibentuk bergelombang, diletakkan pada

wadah untuk pengukusan, dan dipotong sesuai ukuran yang dikehendaki.

Mi basah lalu dikukus pada suhu sekitar 100⁰C, selama 15 menit.

Setelah dilakukan pengukusan, selanjutnya dilakukan proses penggorengan

menggunakan mesin penggoreng dengan kapasitas minyak goreng yang

digunakan sebanyak 6 liter dan pengaturan suhu sebesar 160oC serta variasi

waktu penggorengan selama 30, 60, 90, 120, dan 150 detik. Proses

pembuatan mi subst it usi sorgum instan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Proses pembuatan mi substitusi sorgum instan Larutan garam

Penggorengan (T= 160oC, t= 120

Pembuatan lembaran dan untaian mi (ketebalan 1.4 mm)

Pemotongan untaian mi

Pendingina

Mi sorgum Proses pencampuran Tepung sorgum, terigu,

CMC, bakingpowder

(43)

Tahap setelah penggorengan, yaitu pendinginan yang disertai

penirisan minyak pada mi setelah penggorengan. Pendinginan dilakukan

dengan cara mengeringanginkan mi sebelum dikemas. Tujuannya untuk

mencegah terjadinya pengembunan uap panas akibat penggorengan. Tahap

terakhir yang dilakukan adalah pengemasan mi yang umumnya menggunakan

plastik polipropilen (Astawan 1999).

3. Analisis Mi Substitusi Sorgum Instan dan Tepung Sorgum

Tahap analisis yang pertama kali dilakukan adalah analisis sensori

terhadap mi substitusi sorgum instan dari keseluruhan formula yang diujikan

sehingga diperoleh satu formula terpilih. Setelah mendapatkan satu formula

terpilih dilakukan tahap analisis lainnya. Analisis yang dilakukan, meliputi

analisis fisik, analisis kimia, analisis total fenol, dan analisis anti radikal bebas

DPPH. Selain melakukan analisis terhadap mi substitusi sorgum instan dari

formula terpilih, analisis terhadap tepung sorgum yang digunakan pun

dilakukan. Analisis yang dilakukan terhadap tepung sorgum tersebut,

diantaranya analisis kimia, analisis total fenol, dan analisis anti radikal bebas

DPPH.

C. METODE ANALISIS

1. Analisis Sensori (Waysima dan Adawiyah 2008)

Analisis sensori merupakan analisis yang menggunakan indera manusia

sebagai instrumennya. Analisis sensori yang dilakukan adalah uji afektif berupa

rating hedonik, yang menyangkut penerimaan terhadap sifat atau kualitas

sampel yang diujikan dan melibatkan panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang.

Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya dengan nilai

skala terhadap rasa, elastisitas, dan kelengketan dari setiap sampel pada uji

rating hedonik. Data yang diperoleh akan ditabulasi dan dianalisis dengan

analisis ragam (ANOVA) yang dapat dilanjutkan dengan uji Duncan. Parameter

yang diujikan pada uji rating hedonik terdiri dari tiga atribut sensori, yaitu rasa,

Gambar

Gambar 1. Tanaman sorgum (Barr 2007)
Gambar 2. Struktur biji sorgum (FSD 2010)
Tabel 1. Hasil analisis kimia terhadap bagian-bagian biji sorgum
Tabel 2.  Kandungan vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tepung kedelai yang telah didapatkan pada tahap proses pembuatan tepung protein kedelai digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu sutera instan dengan cara menambahkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan pembuatan mi glosor instan yang menggunakan pewarna alami dan memiliki kandungan beta karoten yang berasal

Hal ini disebabkan peningkatan jumlah tapioka akan meningkatkan jumlah amilosa dan amilopektin pada bahan yang digunakan, sebab dalam pembuatan mi instan berbahan baku

Pada penelitian ini digunakan substitusi labu kuning serta ikan gabus sebagai bahan baku utama dalam pembuatan MP-ASI bubur instan bagi PMT balita gizi kurang.. Labu

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula mi instan yang dibuat dengan substitusi tepung ubi jalar kuning dan bekatul beras merah yang paling disukai panelis

Penggunaan pati sagu dan tepung ubi jalar ungu dalam pembuatan mi instan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian deskriptif warna, aroma, rasa dan

Batang sorgum manis memiliki kadar gula lebih tinggi dibandingkan dengan jenis sorgum lain dan potensial sebagai bahan baku etanol atau etil-butil eter sebagai aditif oktan

Sedangkan mi instan merupakan produk yang terbuat dari tepung terigu sebagai bahan baku utama dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lainnya dan bahan tambahan pangan yang diizinkan,