SI
(Kasus d
FAKULTA
IN
SISTEM TATANIAGA TOMAT
us di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisar
Kabupaten Bandung Barat)
SKRIPSI
MUHAMMAD FIKRI H34080003
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
KULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
isarua,
ii
RINGKASAN
MUHAMMAD FIKRI. Sistem Tataniaga Tomat (Kasus di Desa Tugumukti,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di
bawah bimbingan RATNA WINANDI).
Jawa Barat merupakan sentra produksi tomat terbesar di Indonesia. Salah satu sentra produksi tomat berada di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat marjin tataniaga sebesar 40 persen dalam tataniaga tomat, fluktuasi harga di tingkat petani yang dipengaruhi oleh rendahnya posisi tawar petani dalam menjual hasil panen tomatnya kepada pedagang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pelaksanaan sistem tataniaga tomat di Desa Tugumukti dan (2) Menganalisis tingkat efisiensi operasional saluran tataniaga tomat dari sistem tataniaga tomat yang terbentuk di Desa Tugumukti.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat selama Bulan Mei hingga Juni 2012. Responden penelitian terdiri dari petani responden yang berjumlah 20 orang dan delapan orang responden lembaga tataniaga. Penarikan petani responden dilakukan dengan
metode purposive sampling sedangkan penarikan pedagang responden dilakukan
dengan metode snowball sampling dengan mengikuti alur tataniaga. Pendekatan
analisis yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari analisis lembaga dan saluran tataniaga, fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar yang dianalisis
secara deskriptif. Selain itu dilakukan analisis terkait marjin tataniaga, farmer’s
share, dan analisis rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga untuk dapat menjelaskan terkait efisiensi operasional saluran tataniaga yang terjadi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga tomat di Desa Tugumukti adalah pedagang kecil Pasar Andir Bandung (PKPAB), pedagang besar Pasar Induk Cibitung (PBPIC), Pedagang Besar Pasar Induk Kramat Jati (PBPIK) dan pedagang pengecer di masing-masing pasar. Pada sistem tataniaga tomat ini terbentuk enam pola saluran tataniaga. Saluran tataniaga yang paling banyak melibatkan petani dan lembaga tataniaga adalah saluran tataniaga III dimana melibatkan 18 orang petani, satu orang PBPIC dan dua orang pedagang pengecer di Pasar Induk Cibitung Bekasi. Penerapan fungsi-fungsi tataniaga oleh para pelaku yang terlibat dalam penyaluran tomat dari petani hingga konsumen telah berjalan cukup baik.
Berdasarkan hasil analisis efisiensi operasional tataniaga terdapat perbedaan biaya, keuntungan, marjin yang diperoleh pada setiap pelaku dalam sistem tataniaga tomat di Desa Tugumukti. Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan biaya yang dibutuhkan dalam penerapan fungsi-fungsi tataniaga dan perbedaan cara lembaga tataniaga dalam menginginkan keuntungan. Dalam menentukan saluran tataniaga yang relatif lebih efisien, Peneliti mengelompokkan saluran tataniaga yang ada menjadi dua kelompok besar. Saluran tataniaga tersebut dikelompokkan berdasarkan kemiripan jumlah lembaga tataniaga yang dilalui tomat dari petani hingga konsumen. Berdasarkan perbandingan yang dilakukan pada kelompok satu (saluran I, III dan V) diperoleh bahwa saluran tataniaga V merupakan saluran yang relatif lebih efisien dilihat dari indikator efisiensi yang digunakan, sedangkan perbandingan yang dilakukan pada kelompok dua (saluran II, IV dan VI) diperoleh bahwa saluran yang relatif lebih efisien adalah saluran tataniaga VI. Ketika saluran tataniaga V dan VI dibandingkan, maka diperoleh bahwa saluran tataniaga V relatif lebih efisien dibandingkan saluran tataniaga VI. Hal ini didasari dari hasil perbandingan nilai indikator efisiensi operasional yang relatif lebih efisien dan volume penjualan tomat pada saluran tataniaga V lebih besar dibandingkan dengan volume penjualan pada saluran tataniaga VI. Namun pada kenyataannya saluran V masih belum optimal karena yang dominan dalam penentuan harga tomat adalah PBPIK, informasi yang menyebar terbatas dan tidak merata. Kerjasama antara lembaga tataniaga tidak berlandaskan pada asas hukum yang kuat (hanya sebatas kepercayaan) sehingga memungkinkan adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak dalam saluran tersebut.
Dari kondisi sistem tataniaga yang terbentuk, sebaiknya petani memperbaiki kondisi permodalan usahatani dengan tidak terus-menerus meminjam modal kepada pedagang sehingga petani memperoleh kesempatan untuk menjual tomat pada alternatif saluran lainnya (misalnya saluran V yang secara operasional lebih efisien). Di samping itu, hendaknya pedagang bersikap lebih adil dan terbuka dalam menentukan harga tomat petani. Khususnya kepada
petani yang telah melakukan aktivitas sortasi, grading serta pengangkutan tomat.
Dengan demikian, petani akan lebih termotivasi untuk melakukan sortasi,
iv
SISTEM TATANIAGA TOMAT
(Kasus di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bandung Barat)
MUHAMMAD FIKRI H34080003
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Sistem Tataniaga Tomat (Kasus di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat
Nama : Muhammad Fikri
NIM : H34080003
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS
NIP. 19530718 197803 2 001
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Sistem Tataniaga
Tomat (Kasus di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung
Barat)” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian
akhir skripsi.
Bogor, Februari 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rantau pada tanggal 23 April 1990. Penulis adalah
anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda H. A. Alham dan
Ibunda Hj. Sri Suhasti.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Dharma Patra YKPP UP-1
Pangkalan Berandan pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama
diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Dharma Patra YKPP UP-1 Pangkalan
Berandan. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Babalan
Pangkalan Berandan diselesaikan pada tahun 2008. Kemudian penulis
melanjutkan studi di perguruan tinggi pada Program Mayor Agribisnis di
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajamen, Institut Pertanian
Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Penulis
juga mengikuti Program Minor Komunikasi pada Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Selama menjalani pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis tercatat
sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Music/Agriculture/X-pression!! (UKM
MAX!!) IPB periode 2008 – 2009 dan sebagai Kepala Sub-divisi contract and
property UKM MAX!! periode 2009 – 2010. Sampai saat ini penulis masih aktif dalam berbagai kegiatan seni musik di dalam maupun di luar kampus IPB. Penulis
juga tercatat sebagai salah satu peraih Beasiswa Prestasi dari Bank Rakyat
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sistem Tataniaga
Tomat (Kasus di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung
Barat)”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program
Sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Tomat merupakan salah satu komoditi strategis di Indonesia. Hal ini
terbukti bahwa tomat merupakan salah satu jenis sayuran yang dibutuhkan oleh
masyarakat sebagai bahan baku makanan dan minuman, industri olahan, dan
merupakan salah satu komoditi ekspor. Perbedaan harga tomat di tingkat petani
dengan harga tomat di pasar hingga 40 persen memberikan gambaran bahwa
ternyata terdapat marjin tataniaga dalam proses tataniaga tomat. Di sisi lain
ternyata petani memiliki posisi tawar yang relatif lebih rendah dibandingkan
pedagang yang mengakibatkan marjin tataniaga menjadi cukup besar.
Kondisi di atas yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian
mengenai sistem tataniaga tomat di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan
menganalisis pelaksanaan serta tingkat efisiensi operasional saluran tataniaga dari
sistem tataniaga tomat yang terbentuk di Desa Tugumukti.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan dan
sumber informasi bagi petani, pelaku bisnis, institusi serta pihak-pihak yang
terlibat dalam pengembangan agribisnis di Indoensia. Khususnya bermanfaat bagi
pengembangan agribisnis di sektor tanaman hortikultura.
Bogor, Februari 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan
hidayah-Nya yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, terutama
dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan, motivasi, doa dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih kepada:
1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, pengarahan serta motivasi
kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.
2. Dr. Amzul Rifin, SP. MA selaku dosen penguji utama dan Etriya, SP. MM
selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah bersedia meluangkan
waktu serta memberikan saran untuk perbaikan penulisan skripsi ini.
3. Ayahanda H. A. Alham dan Ibunda Hj. Sri Suhasti yang tidak pernah lelah
memberikan doa, cinta, kasih sayang dan motivasi yang sangat berharga bagi
penulis selama menjalani studi di Insitut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini
bisa menjadi hadiah terbaik.
4. Saudara yang Saya banggakan: Guntur Syahputra, Dutika Bayu Handayani,
Alzaidin serta Sujannah yang telah banyak membantu, baik secara moril
maupun materil, selama penulis menjalani studi di Insitut Pertanian Bogor
dan penyelesaian skripsi ini.
5. Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan dan masukan kepada penulis selama menjalani studi di
Departemen Agribisnis.
6. Dosen dan staff Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada
penulis selama menjalani kegiatan perkuliahan.
7. Kepala Desa Tugumukti, Bapak H. Ondo Solihin beserta Ibu dan keluarga,
kepala dan staff Balai Penyuluh Pertanian Cisarua Kabupaten Bandung Barat
yang telah memberikan arahan kepada penulis selama melaksanakan
x
8. Para petani di Desa Tugumukti dan pedagang tomat yang telah menerima dan
meluangkan waktunya serta bersedia memberikan informasi selama penulis
melakukan penelitian.
9. Keluarga besar UKM MAX!! IPB, khususnya kepada MAX!! 5: Andra, Oka,
Ibenk, Imo, Ubur, Fatchur, Icod, Syifa, Laras, Denden, Amel, Fanny, dll.
Teman-teman dari Nanoblast (Rona, Iniz, Ancha, Andra dan Oka), Asphoria
(Fan, Maul, Aria dan Rheza). Terima kasih atas semua pengalaman dan
segala hal yang telah kita perjuangkan bersama selama di IPB. Terima kasih
atas motivasi yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
10. Keluarga besar AgriTRASH : Sahal, Vino, Tommy, Ilham, Malik, Ryan
“Jagal”, Ryan Iga, Bursol, Ubur, Adri, Joko dan Dharma. Terima kasih atas
doa, waktu, motivasi, diskusi, dan segala hal yang telah kita lewati bersama
selama ini.
11. Keluarga besar Agribisnis 45: Tim Gladikarya Desa Tugumukti (Dedi
Iskandar M, Anggarini D. Safitri, Shafiyyatul Ghina dan Nezi Hidayani),
teman seperjuangan selama penyelesaian skripsi (Ni Putu Ayuning WPM,
Dedi Iskandar M, Mizani A. Puteri, Farisah Firas dan Andina G. Pertiwi),
teman diskusi tataniaga (Herawati, Ni Putu Ayuning WPM, Nursahaldin Sam,
M. Adri Siregar, Asmayanti, Arini Prihatin, dll), serta seluruh sahabat di
Dept. Agribisnis Angkatan 45. Terima kasih atas semangat, doa dan bantuan
yang diberikan selama kegiatan perkuliahan, penelitian hingga penulisan
skripsi.
12. Jauhar Samudera N yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar
hasil penelitian dan telah memberikan banyak masukan.
13. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang telah memberikan beasiswa kepada
penulis melalui program Beasiswa Prestasi selama periode 2011 – 2012.
14. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih
atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
Bogor, Februari 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian... 11
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 11
II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Gambaran Umum Tanaman Tomat ... 13
2.2 Hasil Penelitian Tentang Tataniaga Hortikultura ... 15
2.2.1 Kajian Mengenai Fungsi-fungsi Tataniaga ... 16
2.2.2 Kajian Mengenai Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga ... 17
2.2.3 Kajian Mengenai Struktur dan Perilaku Pasar ... 18
2.2.4 Kajian Mengenai Analisis Efisiensi Tataniaga ... 19
2.3 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 20
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 21
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21
3.1.1 Konsep Sistem Tataniaga ... 21
3.1.2 Konsep Fungsi-fungsi Tataniaga ... 25
3.1.3 Konsep Lembaga dan Saluran Tataniaga ... 26
3.1.4 Konsep Struktur dan Perilaku Pasar ... 29
3.1.5 Konsep Efisiensi Tataniaga ... 34
3.1.6 Konsep Marjin Tataniaga ... 35
3.1.7 Konsep Farmer’s Share ... 38
3.1.8 Konsep Rasio Kentungan dan Biaya ... 38
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 39
IV METODE PENELITIAN ... 41
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 41
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 41
4.3 Metode Pengumpulan Data ... 42
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 42
4.4.1 Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga ... 43
4.4.2 Analisis Fungsi Tataniaga ... 43
4.4.3 Analisis Struktur Pasar ... 44
4.4.4 Analisis Perilaku Pasar ... 44
4.4.5 Analisis Efisiensi Tataniaga ... 44
xii
4.4.5.2 Analisis Farmer’s Share ... 46
4.4.5.3 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ... 46
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 47
5.1 Karakteristik Wilayah dan Keadaan Alam ... 47
5.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 49
5.3 Karakteristik Petani Responden ... 50
5.4 Karakteristik Pedagang Responden ... 52
5.5 Gambaran Umum Usahatani Tomat ... 54
5.5.1 . Persiapan Lahan ... 55
5.5.2 . Pembibitan ... 56
5.5.3 . Penanaman ... 56
5.5.4 . Pemeliharaan ... 57
5.5.5 . Pemanenan ... 58
VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63
6.1 Sistem Tataniaga ... 63
6.2 Lembaga dan Saluran Tataniaga ... 65
6.2.1 Saluran Tataniaga I ... 66
6.2.2 Saluran Tataniaga II ... 68
6.2.3 Saluran Tataniaga III ... 69
6.2.4 Saluran Tataniaga IV ... 71
6.2.5 Saluran Tataniaga V ... 72
6.2.6 Saluran Tataniaga VI ... 73
6.3 Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga ... 74
6.3.1 Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani ... 76
6.3.2 Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Kecil Pasar Andir Bandung ... 78
6.3.3 Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Besar Pasar Induk Cibitung Bekasi ... 80
6.3.4 Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Besar Pasar Induk Kramat Jati Jakarta ... 81
6.4 Analisis Struktur Pasar ... 85
6.4.1 Jumlah Penjual dan Pembeli ... 86
6.4.2 Sifat dan Jenis Tomat ... 87
6.4.3 Hambatan Keluar dan Masuk Pasar ... 88
6.4.4 Informasi Pasar ... 90
6.4.5 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer ... 90
6.5 Analisis Perilaku Pasar ... 91
6.5.1 Praktik Pembelian dan Penjualan ... 92
6.5.2 Sistem Penentuan Harga dalam Transaksi ... 93
6.5.3 Sistem Pembayaran dalam Transaksi ... 95
6.5.4 Hubungan Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 96
6.6 Analisis Marjin Tataniaga ... 101
6.7 Analisis Farmer’s Share ... 105
6.8 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ... 108
VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 115
7.1 Kesimpulan ... 115
7.2 Saran ... 116
DAFTAR PUSTAKA ... 118
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku
Periode 2007 - 2010 ... 2
2. Perkembangan Produksi Beberapa Tanaman Sayuran
Menurut Jenis Tanaman di Indonesia Tahun 2008 – 2010 (ton) ... 3
3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Komoditi Tomat
Tahun 2008 - 2010 ... 3
4. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tomat Menurut Beberapa
Provinsi di Indonesia Tahun 2010 ... 4
5. Luas Panen Komoditi Tomat Menurut Kabupaten dan Kota
di Jawa Barat Tahun 2008 - 2010 ... 5
6. Produksi Komoditi Tomat Menurut Kabupaten dan Kota
di Jawa Barat Tahun 2008 - 2010 ... 6
7. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tomat Beberapa Kecamatan
di Kab. Bandung Barat Tahun 2010 ... 6
8. Produksi Tomat di Tingkat Petani di Kecamatan Cisarua,
Kab. Bandung Barat (Juni – Desember 2011) ... 8
9. Harga Rata-rata per Bulan Komoditi Tomat di Tingkat Petani
di Kecamatan Cisarua, Bandung Barat (Juni – Desember 2011) ... 8
10.Harga Rata-rata per Bulan Komoditi Tomat di Pasar Induk
Kramat Jati (Juni – Desember 2011) ... 9
11.Kandungan Gizi Tomat dalam Setiap 100 gram Bahan ... 15
12.Karakteristik Struktur Pasar pada Komoditi Pangan dan Serat ... 29
13.Luas Tanam dan Produksi Beberapa Produk Pertanian
Berdasarkan Jenis Tanaman di Desa Tugumukti 2011 ... 48
14.Jumlah Penduduk Desa Tugumukti Berdasarkan
Mata Pencaharian Tahun 2011 ... 49
15.Karakteristik Petani Responden Tomat di Desa Tugumukti ... 51
16.Karakteristik Umum Pedagang Responden ... 53
17.Indikator Sortasi dan Grading Tomat oleh
Petani di Desa Tugumukti ... 59
18.Hasil Produksi Tomat Petani Responden Berdasarkan Pasar Tujuan
Selama Bulan Mei 2012 ... 59
19.Harga Tomat di Tingkat Petani Berdasarkan Pasar Tujuan
20.Fungsi-fungsi Tataniaga yang Dilakukan Oleh Lembaga
Tataniaga Tomat di Desa Tugumukti ... 75
21.Biaya Tataniaga per Koligram Grade Tomat
di Tingkat Petani (Rp/Kg) ... 76
22.Biaya Tataniaga per Kilogram Grade Tomat
di Tingkat PKPAB (Rp/Kg) ... 79
23.Biaya Tataniaga per Kiligram Grade Tomat
di Tingkat PBPIC (Rp/Kg) ... 80
24.Biaya Tataniaga per Kilogram Grade Tomat
di Tingkat PBPIK (Rp/Kg) ... 81
25.Biaya Tataniaga per Kilogram Grade Tomat
di Tingkat Pedagang Pengecer (Rp/Kg) ... 83
26.Analisis Marjin Tataniaga Tomat pada Sistem Tataniaga
Tomat di Desa Tugumukti Mei 2012 ... 102
27.Farmer’s Share Pada Sistem Tataniaga Tomat di
Desa Tugumukti Mei 2012 ... 106
28.Perbandingan Nilai Efisiensi Tataniaga pada Saluran I, III
dan V dalam Sistem Tataniaga Tomat di Desa Tugumukti
Bulan Mei 2012 ... 111
29.Perbandingan Nilai Efisiensi Tataniaga pada Saluran II, IV
dan VI dalam Sistem Tataniaga Tomat di Desa Tugumukti
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Hubungan Kurva Permintaan di Tingkat Petani dan Pedagang
dan Hubungan Kurva Penawaran di Tingkat Petani dan Pedagang .... 36
2. Kurva Pembentukan Marjin Tataniaga ... 37
3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Petani Responden Penelitian di Desa Tugumukti,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat Tahun 2012 ... 122
2. Analisis Marjin Tataniaga Tomat Pada Sistem Tataniaga Tomat
di Desa Tugumukti (Rp/Kg) ... 123
3. Analisis Marjin Tataniaga Tomat pada Sistem Tataniaga Tomat
di Desa Tugumukti (Persen) ... 124
4. Nilai Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pada Sistem Tataniaga
Tomat di Desa Tugumukti ... 125
5. Rincian Biaya Tataniaga Pada Saluran Tataniaga I dan II (Rp/Kg) ... 126
6. Rincian Biaya Tataniaga Pada Saluran Tataniaga III
dan IV (Rp/Kg) ... 127
7. Rincian Biaya Tataniaga Pada Saluran Tataniaga V
dan VI (Rp/Kg) ... 128
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional tidak terlepas dari pengembangan wilayah
pedesaan berbasis pertanian sebagai pilar utama dalam pembangunan nasional.
Potensi Indonesia yang berlimpah dari segi ketersediaan lahan potensial, kondisi
agroklimat, jumlah tenaga kerja yang mendukung, serta keberagaman sumberdaya
alam lokal menjadikan pertanian sangat potensial untuk dikembangkan. Namun
saat ini pembangunan pertanian di Indonesia disadari tidak hanya bertumpu pada
pertanian di pedesaan yang mengandalkan pertanian budidaya saja, namun perlu
membangun pertanian yang kokoh dan berkesinambungan yang membutuhkan
intergrasi dengan kawasan, elemen, dan sarana serta prasarana yang lain, baik dari
penyediaan input-input produksi sampai dengan pengolahan dan pemasaran
produk pertanian yang didukung oleh lembaga-lembaga pendukung lainnya.
Pertanian pada kenyataannya sangat penting dalam menopang
perekonomian Indonesia yaitu memiliki peranan yang strategis dalam
pembangunan nasional. Asmarantaka (2009) mengatakan bahwa pertanian
memiliki peranan sebagai: 1) pemasok bahan makanan pokok penduduk; 2)
pemasok bahan baku industri; 3) penyedia lapangan kerja terbesar penduduk; 4)
pencipta nilai tambah atau Produk Domestik Bruto (PDB); dan 5) merupakan
sumber penghasil devisa bagi negara. Di samping itu, pertanian juga berperan
sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah kemiskinan penduduk pedesaan.
Sektor tanaman hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang
berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa kondisi agroklimat
wilayah Indonesia yang cocok untuk pengembangan tanaman hortikultura.
Kondisi agroklimat wilayah Indonesia mampu mendorong produksi tanaman
hortikultura yang terdiri dari tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias
dan tanaman biofarmaka (obat-obatan). Iklim, kelembaban udara, curah hujan dan
kondisi tekstur tanah Indonesia sangat mendukung dalam produksi tanaman
Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga berlaku Periode 2007 - 2010
Komoditi
Nilai PDB (Milyar Rp)
Pertumbuhan 2009-2010 (%)
2007 2008 2009 2010
Sayur-sayuran 25.587 28.208 30.506 31.244 2,42 Buah-buahan 42.362 47.060 48.437 45.482 -6,1 Tanaman hias 4.741 5.085 5.494 6.174 12,37 Biofarmaka 4.105 3.853 3.897 3.665 -5,94
Total 76.795 84.202 88.334 85.958 -2,69
Sumber : Pusdatin, 2012
Berdasarkan Tabel 1, pertumbuhan nilai PDB hortikultura berdasarkan
harga berlaku pada tahun 2009-2010 terbesar terdapat pada komoditi tanaman hias
yang mengalami pertumbuhan sebesar 12,37 persen, diikuti komoditi
sayur-sayuran yang mengalami pertumbuhan 2,42 persen. Penurunan terjadi pada
komoditi biofarmaka dan buah-buahan dimana mengalami penurunan
berturut-turut sebesar -5,94 persen dan -6,1 persen. Secara absolut kontribusi
sayur-sayuran dalam pembentukan PDB hortikultura lebih rendah dibandingkan dengan
buah-buahan. Kontribusi sayuran terhadap PDB hortikulutra tahun 2010 adalah
sebesar 36,35 persen sedangkan buah-buahan 52,91 persen, namun komoditi
sayur-sayuran mampu tumbuh sebesar 2,42 persen dari tahun 2009 ke tahun 2010.
Salah satu komoditi dari sektor tanaman hortikultura adalah tomat.
Tanaman ini sudah sejak lama dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Tomat
merupakan salah satu komoditi strategis karena merupakan salah satu sayuran
yang selalu digunakan sebagai bahan makanan oleh masyarakat dan bahan baku
industri olahan makanan dan minuman di Indonesia serta tomat tidak dapat
disubstitusi oleh sayuran lain, sehingga sampai saat ini tanaman tomat terus
dikembangkan. Sentra produksi tomat (Lycopersicum esculentum) dapat dijumpai
di beberapa daerah seperti di Jawa Barat, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur dan berbagai tempat lain di
Indonesia.
Tomat pada umumnya dimanfaatkan sebagai salah satu bahan makanan
untuk konsumsi rumah tangga maupun input dalam industri olahan makanan dan
3
tersebut, produksi tomat di Indonesia terus berkembang tiap tahunnya yang
terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Beberapa Tanaman Sayuran Menurut Jenis Tanaman di Indonesia Tahun 2008-2010 (ton)
Jenis Tanaman
Tahun (Ton) Perkembangan
2009-2010 (%)
2008 2009 2010
Tomat 725.973 853.061 891.616 4,52 Cabe Besar 695.707 787.433 807.160 2,51 Cabe 1.153.060 1.378.727 1.328.864 -3,62 Cabe Rawit 457.353 591.294 521.704 -11,77 Kembang Kol 109.497 96.038 101.205 5,38 Kacang Panjang 455.524 483.793 489.449 1,17 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 dan 2011 (diolah)
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi tomat di Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya dari tahun 2008 - 2010. Pada tahun 2008, volume
produksi tomat di Indonesia sebesar 725.973 ton dan jumlah ini meningkat
menjadi 853.061 ton atau tumbuh sebesar 17,5 persen pada tahun 2009.
Peningkatan volume produksi juga terjadi pada tahun berikutnya dimana produksi
tomat meningkat menjadi 891.616 ton atau tumbuh sebesar 4,52 persen pada
tahun 2010. Artinya, Indonesia memiliki potensi dalam pengembangan budidaya
tomat.
Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Komoditi Tomat Tahun 2009 – 2010
Kriteria
Tahun Perkembangan
2009-2010 (%)
2009 2010
Volume Ekspor (Ton) 596 618 3,7 Nilai Ekspor (US$ 000) 390 566 45,13 Sumber: Pusdatin, 2011 (diolah)
Potensi pengembangan budidaya tomat juga terlihat dari kontribusi tomat
Indonesia sebagai salah satu komoditi yang diekspor keluar negeri. Berdasarkan
data Pusdatin (2011) pada Tabel 3 tercatat bahwa terjadi peningkatan volume
ekspor tomat dari tahun 2009 sebesar 596 ton meningkat menjadi 618 ton pada
terjadi pada nilai ekspor tomat dimana pada tahun 2009 nilai ekspor tomat adalah
sebesar 390 US$ dan meningkat menjadi 566 US$ atau meningkat sebesar 45,13
persen. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan permintaan tomat dan
Indonesia berpotensi serta berpeluang dalam meningkatkan produksi dan
pemasaran tomat.
Jawa Barat merupakan wilayah sentra produksi tomat di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari luas panen, produksi, dan produktivitas tomat berdasarkan
provinsi di Indonesia pada tahun 2010. Berdasarkan data pada Tabel 4, Jawa Barat
pada tahun 2010 memiliki luas panen tomat terbesar di Indonesia yaitu sebesar
12.635 ha diikuti oleh Bengkulu dan Jawa Tengah yang memiliki luas panen
berturut-turut 5.042 ha dan 4.857 ha. Luas panen tomat di Jawa Barat dapat
menghasilkan total produksi tertinggi mencapai 304.774 ton dengan produktivitas
24,12 ton/ha. Kondisi ini memberikan informasi bahwa bahwa Jawa Barat
merupakan sentra produksi tomat terbesar di Indonesia.
Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tomat Menurut Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2010
Provinsi Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Sumatera Utara 4.311 84.353 19,57 Sumatera Barat 2.005 49.712 24,79 Bengkulu 5.042 52.667 10,45 Sumatera Selatan 2.279 19.101 8,38
Lampung 2.588 20.330 7,86
Jawa Barat 12.635 304.774 24,12 Jawa Tengah 4.857 76.462 15,74 Jawa Timur 4.439 56.342 12,69 Sulawesi Utara 3.076 28.303 9,20 Sulawesi Selatan 3.154 33.084 10,49 Sumber: Pusdatin, 2011 (diolah)
Beberapa kabupaten di Jawa Barat yang merupakan wilayah produksi
tomat diantaranya Kabupaten Garut, Bandung, Bandung Barat, Cianjur, Sukabumi
dan lain lain. Pada umumnya wilayah ini merupakan wilayah dataran tinggi
dengan kondisi agroklimatnya cocok untuk membudidayakan tomat. Hal ini dapat
5
wilayah di Jawa Barat pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 seperti yang
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Panen Komoditi Tomat Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat Tahun 2008 – 2010
Kabupaten/Kota Tahun (Ha) Perkembangan 2009
– 2010 (%)
2008 2009 2010
Garut 3.347 3.572 3.694 3,14 Bandung 1.991 1.812 1.686 -6,95 Bandung Barat 395 513 2.487 384,79 Cianjur 1.183 1.056 970 -8,14 Sukabumi 833 731 838 14,64 Sumber: Diperta Provinsi Jawa Barat, 2012 (diolah)
Data pada Tabel 5 memberikan informasi bahwa luas panen terbesar
sayuran tomat di Jawa Barat berada di wilayah Kabupaten Garut yang pada tahun
2010 total luas panen tomat di Garut adalah 3.694 ha. Namun yang perlu menjadi
perhatian adalah Kabupaten Bandung Barat ternyata pada tahun 2009 sampai
2010 memiliki perkembangan luas panen tomat yang sangat signifikan. Tercatat
bahwa perkembangan luas panen tomat tahun 2009 ke tahun 2010 di Kabupaten
Bandung Barat mencapai 384,79 persen, dimana secara absolut pada tahun 2009
luas panen tomat di kabupaten ini adalah 513 hektar meningkat menjadi 2.487
hektar. Hal ini secara umum akan berpengaruh kepada total produksi tomat di
Kabupaten Bandung Barat dan juga berpengaruh pada cara petani tomat dalam
memasarkan hasil produksinya.
Produksi tomat pada tiap kabupaten di wilayah Jawa Barat selalu
berfluktuasi setiap tahunnya. Hal ini terlihat pada Tabel 6 yang menunjukkan
fluktuasi hasil produksi tomat di beberapa kabupaten di Jawa Barat pada rentang
tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Walaupun dari segi hasil produksi tomat
yang menempati urutan tertinggi adalah Kabupaten Garut, namun dilihat dari
perkembangan produksi yang terjadi pada tahun 2009 ke tahun 2010, Kabupaten
Bandung Barat mengalami perkembangan hasil produksi yang sangat signifikan.
Hasil produksi yang tumbuh sangat signifikan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan
luas tanam yang cukup signifikan di Kabupaten Bandung Barat. Hasil produksi
sebesar 413,73 persen menjadi 46.595 ton tahun 2010. Secara absolut,
pertumbuhan yang terjadi adalah sebesar 37.525 ton.
Tabel 6. Produksi Komoditi Tomat Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat Tahun 2008 – 2010
Kabupaten/Kota Tahun (Ton) Perkembangan
2009 – 2010 (%)
2008 2009 2010
Garut 84.670 148.511 99.125 -33,25 Bandung 97.192 138.486 83.123 -39,98 Bandung Barat 14.034 9.070 46.595 413,73 Cianjur 15.982 49.390 15.400 -68,82 Sukabumi 17.499 16.292 17.288 6,11 Sumber: Diperta Provinsi Jawa Barat, 2012 (diolah)
Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 15 kecamatan diantaranya adalah
Lembang, Parongpong, Cisarua, Sindangkerta, Padalarang, Batujajar, Cililin dan
lain-lain dimana salah satu komoditi pertanian yang dibudidayakan hampir di
setiap kecamatan di Kabupaten Bandung Barat adalah tomat (Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan Bandung Barat, 2012). Kecamatan Cisarua
merupakan salah satu sentra produksi tomat di Kabupaten Bandung Barat. Hal ini
dapat dilihat dari luas panen, produksi dan khususnya produktivitas tomat yang
dapat dilihat pada Tabel 7 di tahun 2011.
Tabel 7. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tomat Menurut Beberapa Kecamatan di Kab. Bandung Barat Tahun 2011
Kecamatan Luas Panen
(Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
Batujajar 23 392 17,04
Cisarua 102 7.474 73,27
Cipeundeuy 59 1.012 17,15
Cipatat 20 609 30,45
Cikalongwetan 27 366 13,56
Cililin 26 260 10,00
Ngamprah 86 2.115 24,59
Parongpong 69 2.331 33,78 Sindangkerta 205 5.610 20,40
Lembang 63 1.413 22,43
7
Pada Tabel 7, luas panen tomat di Kecamatan Cisarua pada tahun 2011
merupakan luas panen nomor dua terbesar setelah Kecamatan Sindangkerta. Luas
panen tomat Kecamatan Cisarua pada tahun 2011 adalah 102 ha dan luas panen
tomat Kecamatan Sindangkerta adalah 205 ha. Namun pada tahun yang sama,
Kecamatan Cisarua mampu memproduksi tomat lebih banyak dan terbesar
dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Bandung Barat yaitu
mencapai 7474 ton dan kemudian diikuti oleh kecamatan Sindangkerta sebesar
5610 ton. Kondisi ini meberikan informasi bahwa Kecamatan Cisarua merupakan
salah satu sentra produksi tomat di Kabupaten Bandung Barat.
Salah satu desa di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat dimana
petaninya aktif dalam membudidayakan tomat adalah adalah Desa Tugumukti.
Pada tahun 2011 tercatat Desa Tugumukti memiliki luas lahan tomat sebesar 42
ha, yang artinya Desa Tugumukti memiliki sekitar 41 persen dari total luas lahan
tomat di Kecamatan Cisarua (Laporan Profil Desa Tugumukti, 2011). Di sisi lain,
petani di desa ini sudah sejak lama membudidayakan tomat dan berbagai tanaman
sayuran lainnya. Kondisi agroklimat yang ideal untuk pertumbuhan tanaman
tomat merupakan salah satu faktor pendukung bagi petani di Desa Tugumukti ini
untuk terus membudidayakan tomat sampai sekarang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah
Sayur-sayuran, termasuk di dalamnya tomat, memiliki sifat atau
karakteristik yang mudah rusak sehingga mengharuskan sebuah proses tataniaga
yang cepat untuk menekan tingkat kerusakan yang mungkin terjadi. Di samping
itu, untuk meminimalisir kerusakan pada komoditi tomat, petani harus melakukan
penanganan pasca panen yang baik. Penanganan pasca panen yang kurang baik
nantinya akan menurunkan kualitas tomat dan akan berimplikasi pada turunnya
harga tomat yang dibayar oleh konsumen dalam bentuk harga jual tomat itu
sendiri dan akhirnya akan berdampak pada pendapatan yang diterima oleh petani.
Berdasarkan data dari DISTANBUNHUT (2012), hasil produksi tomat di
Kecamatan Cisarua dari bulan Juni hingga Desember 2011 berfluktuasi. Hasil
produksi terendah berada pada bulan Oktober 2011 yaitu sebanyak 420 ton,
Desember 2011 yaitu mencapai 665 ton. Kondisi ini selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Produksi Tomat di Tingkat Petani di Kecamatan Cisarua, Kab. Bandung Barat (Juni – Desember 2011)
Bulan Ton
Juni 570
Juli 630
Agustus 590
September 630
Oktober 420
Nopember 480
Desember 665
Total 3985
Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kab. Bandung Barat, 2012 (diolah)
Di samping petani menghadapi resiko kerusakan produk yang terlihat dari
hasil panen tomat, petani juga dihadapkan dengan fluktuasi harga tomat di pasar.
Fluktuasi harga tomat pada umumnya dipengaruhi oleh permintan dan penawaran
tomat yang terjadi di pasar. Hal ini nantinya akan berpengaruh kepada harga tomat
di tingkat petani dan pendapatan petani tomat di Kecamatan Cisarua yang dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Harga Rata-rata per Bulan Komoditi Tomat di Tingkat Petani di Kecamatan Cisarua, Kab. Bandung Barat (Juni – Desember 2011)
Bulan Harga (Rp/Kg)
Juni 2.000
Juli 3.000
Agustus 1.500
September 2.000
Oktober 2.000
Nopember 3.000
Desember 6.500
Rata-rata 2.857
9
Berdasarkan Tabel 9, harga rata-rata tomat di tingkat petani di Kecamatan
Cisarua dalam tiap bulan kurun waktu tujuh bulan, mulai bulan Juni sampai
Desember tahun 2011 sangat fluktuatif yang relatif mengikuti harga tomat di
pasar. Harga rata-rata per kilogram tomat yang terjadi adalah Rp 2.857,00. Harga
terendah terjadi di bulan Agustus yaitu Rp 1.500,00 per kilogram, sedangkan
harga tertinggi terjadi di bulan Desember yaitu Rp 6.500,00 per kilogram dimana
pada bulan tersebut sedang terjadi panen raya di Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bandung Barat.
Tabel 10. Harga Rata-rata per Bulan Komoditi Tomat di Pasar Induk Kramat Jati (Juni – Desember 2011)
Bulan Harga (Rp/Kg)
Juni 5.695
Juli 5.825
Agustus 3.211
September 2.340
Oktober 2.620
Nopember 4.210
Desember 9.350
Rata-rata 4.750
Sumber : Diperta Provinsi Jawa Barat, 2011 (diolah)
Fluktuasi harga juga terjadi di Pasar Induk Kramat Jati (PIK). Berdasarkan
Tabel 10, harga tomat pada kurun waktu tujuh bulan mulai Juni sampai Desember
2011 di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sangat fluktuatif. Harga rata-rata tomat di
PIKJ adalah Rp 4.750,00 per kilogram dimana harga terendah terjadi di bulan
September 2011 yaitu Rp 2.340,00 per kilogram dan harga tertinggi bisa
mencapai Rp 9.350,00 per kilogram yang terjadi di bulan Desember 2011.
Berdasarkan informasi di atas, harga tomat di petani memiliki
kecenderungan lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar.
Rata-rata harga tomat yang diterima petani di Kecamatan Cisarua dalam kurun
waktu tersebut adalah Rp 2.857,00 per kilogram, sedangkan harga rata-rata di
PIKJ adalah Rp 4.750,00 per kilogram. Terdapat marjin harga sebesar Rp
oleh konsumen. Rata-rata marjin harga terkecil terjadi pada bulan September
dimana marjin hanya sebesar Rp 340,00 per kilogram, sedangkan rata-rata marjin
terbesar terjadi pada bulan Juni dimana marjin harga mencapai Rp 3.695,00 per
kilogram. Hal ini menandakan bahwa terdapat perbedaan harga yang besar dalam
tataniaga tomat yang akan berpengaruh kepada efisiensi harga dalam tataniaga
komoditi tomat yang terjadi.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, petani menghadapi
keterbatasan akses saluran tataniaga dan informasi pasar. Di samping itu, petani
diharusan untuk segera menjual hasil panennya agar terhindar dari risiko
kerusakan produk. Hal ini seringkali memaksa petani menjual hasil panennya
sesegera mungkin dengan harga yang telah ditentukan oleh lembaga tataniaga
yang ada. Hal ini mengindikasikan bahwa petani memiliki posisi tawar yang lebih
rendah dibandingkan dengan lembaga tataniaga yang berdampak pada
ketidakmampuan petani tomat untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi yang
berimplikasi pada penerimaan petani tomat.
Berdasarkan hasil survey awal di lapangan, petani Desa Tugumukti
memiliki kecenderungan memasarkan produknya hingga konsumen melalui
perantara yang biasa disebut dengan lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga
merupakan pihak-pihak perantara yang melakukan aktivitas fungsi tataniaga
sehingga tomat bergerak dari petani ke konsumen dalam suatu sistem tataniaga.
Petani tomat di Desa Tugumukti dihadapkan pada berbagai lembaga tataniaga
perantara dalam memasarkan tomat. Keberagaman lembaga tataniaga, baik dari
segi jumlah maupun dari segi karakteristik lembaga, yang dihadapi oleh petani
pada akhirnya akan berdampak pada beragamnya alternatif saluran tataniaga yang
dihadapi dan bedampak pada bervariasinya harga jual, kentungan dan biaya-biaya
yang harus dikeluarkan. Hal ini pada akhirnya berdampak pada harga tomat di
tingkat konsumen akhir.
Analisis sistem tataniaga tomat dilakukan untuk mengetahui kondisi riil di
lapangan terkait pelaksanaan sistem tataniaga tomat dan melihat tingkat efisiensi
operasional saluran tataniaga yang terbentuk dalam sistem tataniaga tomat di Desa
Tugumukti. Di samping itu penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui
11
Saluran tataniaga tomat yang relatif lebih efisien dari beberapa saluran tataniaga
yang terbentuk diharapkan dapat mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi
setiap pihak yang terlibat dalam tataniaga tomat tersebut, termasuk di dalamnya
bermanfaat bagi petani.
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah yang dapat
dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana sistem tataniaga tomat di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bandung Barat?
2. Dari sistem tataniaga tomat yang terbentuk di Desa Tugumukti, saluran mana
yang relatif lebih efisien dilihat dari segi efisiensi operasional?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis pelaksanaan sistem tataniaga tomat di Desa Tugumukti,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.
2. Menganalisis tingkat efisiensi operasional saluran tataniaga tomat dari sistem
tataniaga tomat yang terbentuk di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bandung Barat.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sistem tataniaga tomat yang
berasal dari petani tomat di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bandung Barat. Adapun yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah
petani tomat di Desa Tugumukti, lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses
tataniaga tomat diantaranya Pedagang Kecil Pasar Andir Bandung (PKPAB),
Pedagang Besar Pasar Induk Cibitung (PBPIC) Bekasi, Pedagang Besar Pasar
Induk Kramat Jati (PBPIK) Jakarta dan pedagang pengecer. Data yang digunakan
merupakan data penjualan tomat yang terjadi pada bulan Mei 2012 yang
dilakukan oleh setiap responden penelitian. Konsumen akhir yang membeli tomat
dari pedagang pengecer maupun dari pedagang besar/kecil tidak dijadikan sebagai
Adapun batasan wilayah dan pasar yang diambil dalam penelitian ini
mencakup saluran tataniaga tomat yang dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan
pasar lokal pada tiga buah pasar yaitu Pasar Andir Bandung, Pasar Induk Cibitung
Bekasi dan Pasar Induk Kramat Jati Jakarta yang diperoleh dengan metode
snowball sampling dengan mengikuti saluran tataniaga. Saluran tataniaga untuk
memenuhi kebutuhan pasar lokal modern (supermarket) dan ekspor beserta
lembaga tataniaga yang bertindak sebagai eksportir tidak dianalisis dalam
penelitian ini.
Pendekatan alat analisis yang digunakan pada penelitian ini dibatasi.
Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terkait sistem tataniaga tomat di Desa
Tugumukti digunakan analisis lembaga dan saluran tataniaga, fungsi tataniaga,
struktur dan perilaku pasar. Selain itu, digunakan analisis yang bertujuan untuk
mengkaji efisiensi operasional saluran tataniaga yang terbentuk pada sistem
tataniaga tomat yaitu marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan
terhadap biaya untuk melihat tingkat efisiensi operasional tataniaga tomat di Desa
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Tanaman Tomat
Tomat (Lycopersicum esculentum) dipercaya merupakan tanaman asli
Benua Amerika. Tomat pada mulanya ditemukan di antara celah-celah batu
Pegunungan Peru dan kemudian muncul di Meksiko. Pembudidayaan tomat
pertama kali dilakukan oleh suku Inca dan suku Aztec pada tahun 700 SM dengan
memberi nama tomat dengan julukan xictomatle. Tomat menyebar di Benua
Eropa pada awal abad ke-16 dan menyebar di Benua Asia pada abad ke-18
dimulai dari Filipina hingga sampai ke Indonesia. Sampai saat ini belum diketahui
pasti kapan awal mula tomat mulai diusahakan sebagai salah satu usaha di bidang
pertanian, tetapi yang jelas pada tahun 1811 tanaman tomat telah tersebar di
seluruh wilayah di Indonesia, terutama di dataran tinggi (Tugiono 2007 dan
Wiryanta 2002).
Tugiyono (2007) menjelaskan bahwa apabila dilihat dari bentuk buah,
buah tomat dibedakan menjadi lima jenis yaitu 1) Tomat Biasa, berbentuk bulat
pipih tidak teratur, sedikit beralur terutama di dekat tangkai. Tomat ini banyak
ditemukan di pasar-pasar lokal; 2) Tomat Apel atau Pir, berbentuk bulat seperti
buah apel atau buah pir; 3) Tomat Kentang, berbentuk bulat besar, padat, dan
kompak. Ukuran buahnya lebih besar dibandingkan tomat apel; 4) Tomat Tegak,
buahnya berbentuk agak lonjong dan teksturnya keras; 5) Tomat Cherry, buahnya
berukuran kecil berbentuk bulat atau bulat memanjang dengan warna merah atau
kuning. Adapun beberapa varietas benih tomat yang beredar di pasaran Indonesia
diantaranya Safira F1, Presto F1, Jelita F1, Mahkota F1, Donna F1, Glory F1, dan
lain-lain.
Berdasarkan tipe pertumbuhannya, Tugiyono (2007) mengatakan bahwa
tomat dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu 1) tipe determinate dengan tipe
pertumbuhan yang cepat dengan umur panen lebih pendek; 2) tipe indeterminate
dengan pertumbuhan batang relatif lebih lama dengan umur panen yang lebih
lama, dan 3) tipe semi indeterminate dengan kemampuan rata-rata tipe
determinate dan indeterminate.
Tanaman tomat merupakan tanaman yang dapat tumbuh di semua tempat,
yang bertanah basah (tergenang air) dan memiliki curah hujan yang sangat tinggi
pertumbuhan tomat menjadi kurang optimal. Tanah yang tergenang air akan
menyebabkan akar tomat mudah membusuk dan tidak mampu menyerap zat-zat
hara dari dalam tanah karena sirkulasi udara dalam tanah di sekitar akar tomat
kurang baik. Akibatnya tanaman tomat akan mati.
Tugioyo (2007) mengemukakan bahwa tanaman tomat merupakan
tanaman setahun, berbentuk perdu atau semak dan termasuk kedalam tanaman
berbunga (Angiospermae). Daun tomat memiliki bentuk celah menyirip tanpa
daun penumpu (stippelae). Jumlah daunnya ganjil, antara 5-7 helai. Dilihat dari
bentuk batang, tanaman tomat memiliki batang yang berbentuk segi empat sampai
bulat, berwarna hijau dan mempunyai banyak cabang. Akar tanaman tomat adalah
akar tunggang dengan akar samping yang menjalar di seluruh permukaan atas.
Bunga tanaman tomat berjenis dua dengan lima buah kelopak berwarna hijau
berbulu dan dua helai daun mahkota berwarna kuning. Hampir semua bagian
tanaman tomat berbulu halus bahkan ada yang tajam, kecuali akar dan
mahkotanya.
Faktor-faktor lingkungan yang menjadi syarat tumbuh tanaman tomat
diantaranya media tanam, suhu udara, air, intensitas cahaya dan kelembaban
udara. Wiryanta (2002) mengatakan bahwa sebagian besar sentra penanaman
tomat berada di daerah dengan kisaran ketinggian 1.000 – 1.250 m dpl (meter di
atas permukaan laut). Namun pada saat ini produsen benih sudah dapat
mengembangkan dan memproduksi jenis tanaman tomat yang cocok ditanam di
daerah dataran rendah dengan kisaran ketinggian antara 100 – 600 m dpl.
Cahyono (2008) mengemukakan bahwa suhu rata-rata yang optimal bagi
pertumbuhan tomat adalah 21oC pada siang hari dan 15oC pada malam hari. Suhu
tinggi yang diikuti kelembaban yang relatif tinggi dapat mereduksi hasil karena
menyebabkan penyakit daun berkembang, sedangkan kelembaban yang relatif
rendah dapat mengganggu pembentukan buah. Wiryanta (2002) mengatakan
bahwa kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tomat adalah 80
persen. Untuk membudidayakan tanaman tomat dibutuhkan media tanam (tanah)
15
bertekstur lempung atau lempung berdebu dan banyak mengandung humus
dengan tingkat keasaman media tanam antara 5 – 6.
Tanaman tomat memiliki buah berbentuk bulat, bulat lonjong, bulat pipih
atau oval. Buah yang masih muda berwarna hijau muda sampai hijau tua.
Sementara itu, buah yang sudah tua berwarna merah cerah atau gelap, merah
kekuning-kuningan, atau merah kehitaman. Selain warna tersebut, tomat juga ada
yang berwarna kuning (Wiryanta 2002). Tomat memiliki karakteristik rasa yang
segar, manis agak kemasam-masaman. Dalam buah tomat terdapat berbagai
kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Adapun komponen-komponen
[image:32.595.103.516.311.662.2]nutrisi yang terkandung di dalam buah tomat dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Kandungan Gizi Tomat dalam Setiap 100 gram Bahan Kandungan Gizi
(satuan)
Macam Tomat
Buah Muda Buah Masak Sari Buah
1 2
Energi (kal) 23,00 20,00 19,00 15,00 Protein (g) 2,00 1,00 1,00 1,00 Lemak (g) 0.70 0,30 0,20 0,20 Karbohidrat (g) 2,30 4,20 4,10 3,50
Serat (gr) - - 0,80 -
Abu - - 0,60 -
Calsium (mg) 5,00 5,00 18,00 7,00 Fosfor (mg) 27,00 27,00 18,00 15,00 Zat Besi (mg) 0,50 0,50 0,80 0,40
Natrium (mg) - - 4,0 -
Kalium (mg) - - 266,00 -
Vitamin A (S.I) 320,00 1.500,00 735,00 600,00 Vitamin B1 (mg) 0,07 0,06 0,06 0,05 Vitamin B2 (mg) - - 0,04 -
Niacin (mg) - - 0,60 -
Vitamin C (mg) 30,00 40,00 29,00 10,00 Air (gr) 93,00 94,00 - 94,00 Sumber: Wiryanta, 2002
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu tentang Tataniaga
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitan ini
hortikultura. Penelitian mengenai sistem tataniaga produk hortikultura pada
umumnya bertujuan untuk mengukur tingkat efisiensi pada pelaksanaan sistem
tataniaga. Berbagai pendekatan yang digunakan dalam melihat sistem tataniaga
dan mengukur efisiensi adalah melalui analisis terkait fungsi-fungsi tataniaga,
lembaga dan saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, marjin tataniaga,
farmer’sshare serta rasio keuntungan dan biaya serta .
Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu terkait tataniaga produk
hortikultura yang dibahas pada bagian ini yaitu: penelitian Peranginangin (2011)
yang menganalisis tataniaga markisa ungu di Desa Seberaya, Kecamatan
Tigapanah, Kabupaten Karo; penelitian Utama (2011) yang menganalisis sistem
tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur; penelitian
Wacana (2011) yang menganalisis tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes,
Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes; penelitian Nurbayuto (2011) yang
menganalisis usahatani dan tataniaga caisin pada Gabungan Kelompok Tani
Bunga Wortel di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor; penelitian
Sihombing (2010) yang menganalisis sistem tataniaga nenas bogor di Desa
Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini dirangkum
dalam beberapa aspek diantaranya terkait fungsi-fungsi tataniaga, lembaga dan
saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, dan efisiensi tataniaga yang dapat
dilihat pada bagian di bawah ini.
2.2.1 Kajian Mengenai Analisis Fungsi-fungsi Tataniaga
Pada penelitian terdahulu, metode pemilihan petani responden ditentukan
dengan cara random sampling (Wacana 2011), secara sengaja (Utama 2011;
Peranginangin 2011; Sihombing 2010), dan pemilihan responden dengan
menggunakan tabel penarikan Sampel Yamane (Nurbayuto 2011). Jumlah petani
yang dijadikan responden penelitian bervariasi antara 20 hingga 50 orang
responden.
Penelitian terdahulu terkait analisis tataniaga beberapa komoditi
hortikultura menunjukkan bahwa petani dan lembaga tataniaga melakukan fungsi
tataniaga berupa fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi
pertukaran yang dilakukan petani diantaranya adalah penjualan, sedangkan
17
melakukan fungsi fisik berupa pengolahan, pengemasan dan pengangkutan
walaupun masih cenderung sederhana (Peranginangin 2011; Wacana 2011).
Fungsi fisik yang dilakukan oleh lembaga tataniaga cenderung lebih
banyak dimana lembaga tataniaga melakukan pengangkutan, pengolahan,
pengemasan, dan penyimpanan dalam kuantitas yang lebih besar. Fungsi fasiltitas
berupa penanggungan risiko, pembiayaan, juga dilakukan petani. Kadang-kadang
petani juga melakukan sortasi dan informasi pasar yang merupakan bagian dari
fungsi fasilitas. Lembaga tataniaga juga melakukan aktivitas pembiayaan,
penangungan risiko dan informasi pasar. Beberapa dari lembaga tataniaga
melakukan sortasi dan grading pada produk yang mereka beli sebagai standarisasi
yang telah menjadi ketetapan perusahaan (Wacana 2011; Peranginangin 2011;
Utama 2011; Sihombing 2010).
2.2.2 Kajian Mengenai Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga
Metode yang digunakan untuk mengetahui lembaga tataniaga dan
menelusuri saluran tataniaga yang terlibat di dalamnya adalah metode snowball
sampling (Wacana 2011, Utama 2011, peranginangin 2011, Nurbayuto 2011, dan
Sihombing 2010). Metode snowball sampling yaitu sebuah metode dengan
mengikuti alur tataniaga mulai dari petani hingga konsumen akhir sesuai dengan
informasi yang diperoleh pada setiap lembaga tataniaga.
Analisis terhadap saluran tataniaga dari beberapa komoditi hortikultura
pada penelitian terdahulu menunjukkan bahwa jumlah saluran tataniaga untuk
setiap komoditasnya bervariasi mulai dari tiga hingga tujuh saluran tataniaga.
Jumlah saluran tataniaga yang relatif sedikit yaitu tiga saluran tataniaga cenderung
memiliki lembaga tataniaga yang terlibat tidak terlalu banyak antara tiga hingga
empat lembaga tataniaga dengan jangkauan pasar yang relatif terbatas (Sihombing
2010; Nurbayuto 2011). Jumlah saluran tataniaga yang terdiri dari empat saluran
atau lebih biasanya mempunyai lima atau lebih lembaga tataniaga yang terlibat
dengan jangkauan pasar yang relatif lebih luas (Utama 2011; Wacana 2011;
Peranginangin 2011). Banyaknya jumlah saluran tataniaga umumnya dipengaruhi
oleh lembaga tataniaga yang terlibat, luasnya target pasar yang dituju, dan jarak
2.2.3 Kajian Mengenai Struktur dan Perilaku Pasar
Struktur pasar yang terbentuk dalam sistem tataniaga beberapa komoditi
hortikultura pada penelitian terdahulu bervariasi. Beberapa petani menghadapi
struktur pasar yang cenderung oligopsoni dengan pertimbangan jumlah petani
jauh lebih banyak daripada pedagang pengumpul dan pedagang bebas untuk
menentukan harga (Sihombing 2011; Nurbayuto 2011). Di sisi lain petani juga
menghadapi struktur pasar persaingan sempurna (Peranginangin 2011; Wacana
2011; Utama 2011). Lembaga tataniaga yang berada di tingkat desa seperti
pedagang pengumpul yang membeli produk langsung dari petani menghadapi
struktur pasar oligopoli (Wacana 2011; Sihombing 2010), di samping itu beberapa
pedagang pengumpul juga menghadapi pasar persaingan sempurna saat membeli
produk dari petani (Peranginangin 2011; Utama 2011). Pedagang pengumpul
menghadapi pasar oligopsoni pada saat menjual produknya (Peranginangin 2011).
Pedagang besar, Sub-Terminal Agribisnis (STA), supplier dan grosir cenderung
menghadapi struktur pasar oligopoli (Peranginangin 2011, Wacana 2011; Utama
2011; Sihombing 2010). Di sisi lain, pedagang pengecer menghadapi pasar
persaingan monopolistik (Wacana; 2011) dan pasar persaingan sempurna (Utama
2011; Nurbayuto 2011; Peranginangin; Sihombing 2010).
Perilaku pasar dapat diamati pada aktivitas kerjasama yang dilakukan antar
lembaga dalam tataniaga seperti aktivitas pembelian dan penjulan, cara
pembayaran, sistem penentuan harga, dan aktivitas lain yang terangkum dalam
kerjasama usaha baik sifatnya lisan (asas kepercayaan) maupun tertulis (kontrak
kerjasama). Petani berhak menjual produknya ke pedagang pengumpul ataupun ke
pengecer yang berani menghargai produk mereka dengan harga yang lebih tinggi.
Hal ini terjadi karena tidak ada keterikatan kontrak kerjasama yang terjadi, namun
terkadang petani sudah memiliki langganan (ikatan sosial) pedagang pengumpul
dalam menjual produknya (Sihombing 2010; Utama 2011; Peranginangin 2011).
Sedangkan yang dilakukan lembaga tataniaga lainnya cukup bervariasi. Pedagang
pengumpul menjual produk yang telah dibeli kepada pedagang pengumpul yang
lebih besar atau pedagang selanjutnya baik sifatnya diatur dengan kontrak bisnis
maupun kontrak sosial (langganan). Sistem ini berlangsung sepanjang saluran
19
pembayaran juga dilakukan dengan berbagai cara. Petani dengan pedagang
pengumpul melakukan tawar menawar harga hingga mencapai harga yang
disepakati bersama (Peranginangin 2011; Wacana 2011), harga terkadang juga
lebih dominan ditentukan oleh pedagang pengumpul (Utama 2011) karena
pedagang pengumpul lebih mengetahui informasi pasar dibandingkan dengan
petani. Penentuan harga di tingkat lembaga tataniaga selanjutnya dilakukan
dengan tawar menawar antara lembaga tataniaga walaupun lembaga tataniaga
yang lebih tinggi lebih dominan menentukan harga karena mengetahui informasi
pasar (Sihombing 2010; Utama 2011; Peranginangin 2011). Sistem pembayaran
yang dilakukan pada setiap lembaga tataniaga bervariasi mulai dari pembayaran
secara tunai saat barang diterima, pembayaran dengan uang muka sebagai
kesepakatan yang nantinya akan dilunasi sesuai dengan waktu yang disepakati
antar lembaga, dan pembayaran dengan sistem tunda bayar.
2.2.4 Kajian Mengenai Analisis Efisiensi Tataniaga
Jumlah lembaga dan saluran tataniaga dalam sebuah sistem tataniaga
mempengaruhi efisiensi tataniaga. pendekatan untuk menganalisis efisiensi
tataniaga dapat ditinjau dari segi volume penjualan, marjin tataniaga, farmer’s
share, serta rasio keuntungan dan biaya. Beberapa penelitian terdahulu lebih menekankan penilaian efisiensi tataniaga berdasarkan marjin tataniaga dan
farmer’s share saja yang kemudian dilengkapi dengan rasio keuntungan dan biaya. Saluran tataniaga yang paling efisien cenderung terjadi pada saluran yang
pendek dan melibatkan sedikit lembaga tataniaga dimana efisiensi dinilai dari
marjin relatif kecil dengan farmer’s share yang relatif tinggi (Wacana 2011;
Nurbayuto 2011; Peranginangin 2011; Sihombing 2010). Rasio keuntungan dan
biaya juga menjadi ukuran efisiensi dimana penyebaran keuntungan yang merata
di setiap lembaga menjadikan saluran itu lebih efisien (Utama 2011).
Dari beberapa penelitian terdahulu yang diacu dalam penelitian ini,
diperoleh informasi bahwa pendekatan yang dapat dilakukan dalam menganalisis
sistem tataniaga adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis
deskriptif yang digunakan untuk mendeskrisikan saluran dan lembaga tataniaga,
fungsi-fungsi tataniaga, serta struktur dan perilaku pasar, sedangkan analisis
analisis marjin tataniaga, farmer’s share serta analisis rasio keuntungan dan biaya. Penelitian terdahulu lebih menekankan penilaian efisiensi saluran tataniaga lebih
dilihat dari marjin tataniaga dan farmer’s share sedangkan rasio keuntungan dan
biaya digunakan untuk melengkapi analisis yang telah dilakukan.
2.3 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Dalam sebuah penelitian, penting untuk memaparkan penelitian terdahulu
dimana memiliki topik yang hampir sama dengan penelitian yang akan dilakukan.
Hal ini berguna untuk memaparkan keunggulan dan kelemahan dari hasil
penelitian sebelumnya atau menunjukkan persamaan maupun perbedaan dari
penelitian yang akan dilakukan. Di sisi lain, hal ini berfungsi untuk meyakinkan
bahwa tidak ada terjadi pengulangan penelitian yang berarti namun ada
pengembangan analisis yang lebih mendalam atau berbeda dari penelitian
sebelumnya.
Adapun persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian
terdahulu dapat dilihat dari metode penelitian dan pendekatan alat analisis yang
digunakan. Metode penelitian dalam menentukan responden di tingkat petani
beserta jumlahnya dilakukan secara sengaja (purposive) seperti yang dilakukan
oleh Utama (2011), Peranginangin (2011) dan Sihombing (2010), sedangkan
metode yang digunakan untuk menentukan responden lembaga tataniaga dalam
saluran tataniaga digunakan metode snowball sampling. Pendekatan alat analisis
yang digunakan adalah pendekatan analisis sistem tataniaga yang terdiri dari
analisis saluran dan lembaga tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, serta struktur dan
perilaku pasar yang terjadi dalam sistem tataniaga. Di samping itu, digunakan
juga analisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya
seperti yang dilakukan oleh Wacana (2011), Utama (2011), peranginangin (2011),
Nurbayuto (2011), dan Sihombing (2010).
Adapun perbedaan yang terdapat pada penelitian yang dilakukan
dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang dijadikan bahan rujukan yaitu
terlihat pada komoditi yang diteliti, lokasi penelitian dan waktu penelitian.
Komoditi yang akan diteliti pada penelitian ini adalah tomat yang berasal dari
petani tomat di lokasi penelitian yaitu di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua,
III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Sistem Tataniaga
Banyak definisi dari para ahli bidang pemasaran yang menjelaskan arti
dari pemasaran atau tataniaga, khususnya tataniaga produk-produk pertanian.
Tataniaga dan pemasaran sering digunakan secara bergantian karena mempunyai
makna yang sama. Tataniaga disebut juga pemasaran yang dalam bahasa Inggris
berasal dari kata marketing merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan
ekonomi (Limbong dan Sitorus 1985). Pengertian pemasaran yang dikemukakan
para ahli pada umumnya menjelaskan bagaimana dan apa yang terjadi dengan
produk-produk pertanian setelah produk tersebut lepas dari tangan petani atau
farm gate (Purcell 1979, diacu dalam Asmarantaka 2009). Pemasaran juga memiliki arti sebuah proses yang mengakibatkan aliran produk melalui suatu
sistem dari produsen ke konsumen (Downey dan Erickson 1992). Seperich et al.
(1994) mendefinisikan tataniaga sebagai keseluruhan aktivitas bisnis yang
membantu memuaskan kebutuhan konsumen dengan cara mengkoordinasikan
aliran barang dan jasa dari produses ke konsumen dan pengguna jasa.
Asmarantaka (2009) menyebutkan bahwa pengertian dari tataniaga dapat
dilihat dari dua aspek sudut pandang yang berbeda, yaitu tataniaga dilihat dari
aspek ekonomi (makro) dan aspek manajemen (mikro). Pengertian tataniaga
ditinjau dari aspek ekonomi adalah :
1. Tataniaga produk agribisnis merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis
dalam mengalirkan barang dan jasa dari petani sebagai titik awal produksi
(usahatani) hingga sampai ke konsumen akhir (Kohls dan Uhl 2002).
2. Tataniaga produk pertanian merupakan serangkaian tahapan, fungsi yang
diperlukan untuk memperlihatkan pergerakan input atau produk dari tingkat
produksi primer (usahatani) di tingkat petani hingga konsumen akhir.
Tahapan pergerakan tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi ataupun
hubungan antara lembaga tataniaga yang terlibat (Hammond dan Dahl 1977).
3. Rangkaian fungsi-fungsi tataniaga merupakan aktivitas bisnis dan merupakan
nilai tambah (value added) berupa nilai guna bentuk (form utility), tempat (place utility), waktu (time utility) dan kepemilikan (possesion utility) (Asmarantaka 2009). Kondisi ini dapat terlihat pada saat petani melakukan
usahatani dengan merubah input-input pertanian menjadi output produk
pertanian (nilai guna bentuk dan kepemilikan). Pedagang pengumpul
mengumpulkan sekaligus melakukan pengemasan pada sebuah produk dan
kemudian menjual produk tersebut di pasar (nilai guna kepemilikan dan
tempat). Pabrik saus sambal yang menggiling tomat, cabai dan bahan-bahan
lain sehingga menjadi produk saus sambal dan menjualnya (nilai guna bentuk
dan tempat). Pabrik pengolah yang memanfaatkan output pertanian sebagai
bahan baku (gandum) diolah menjadi tepung lalu mengemas dan menjualnya
kepada grosir (nilai guna bentuk dan kepemilikan), grosir ke pedagang eceran
(nilai guna tempat dan waktu) yang akhirnya ke pabrik roti (nilai guna
bentuk) dan konsumen akhir (kepuasan). Selama proses tataniaga ini
berlangsung dari produsen hingga konsumen akhir, banyak peningkatan atau
penciptaan nilai guna yang terjadi dan mempunyai nilai ekonomi tinggi.
4. Tataniaga pertanian merupakan salah satu sub-sistem dari sistem agribisnis
yaitu sub-sistem : sarana produksi pertanian, usahatani, tataniaga dan
pengolahan hasil pertanian dan subsistem penunjang (penelitian, penyuluhan,
pembiayaan dan kebijakan tataniaga). Pelaksanaan aktivitas tataniaga
merupakan faktor penentuan efektivitas dan efisiensi dari pelaksanaan sistem
agribisnis.
Tataniaga menurut Ricketts dan Rawlins (2001) dilihat dari aspek
manajemen (mikro) merupakan suatu proses manajerial yang dilakukan oleh
pihak-pihak baik individu maupun kelompok dengan tujuan untuk mendapatkan
apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan, menawarkan
dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain melalui prosess
bauran pemasaran yaitu perencanaan produk, penetapan harga, promosi dan
distribusi. Di sisi lain Assauri (2004) menyebutkan bahwa tataniaga dilihat dari
aspek manajemen merupakan penerapan dari berbagai teori diantaranya teori
utilitas, permintaan dan penawaran, teori harga, struktur pasar, dan pendekatan <