PERAWAKAN ANAK UMUR 4-19 TAHUN DI KOTA BANDUNG
RENNY KRISTIANTI ARYO
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
bimbingan BAMBANG SURYOBROTO dan SEKARWATI SUKMANINGRASA.
Somatotipe di Indonesia belum pernah diteliti di Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perawakan anak usia 4-19 tahun di kota Bandung dan melihat perkembangan perawakan anak di setiap kelompok umurnya. Penelitian telah dilakukan kepada anak-anak perempuan dan laki-laki di Kota Bandung umur 4-19 tahun dengan menggunakan antropometri berdasarkan metode Heath-Carter. Komponen somatotipe perempuan lebih dominan endomorf, sedangkan laki-laki adalah ektomorf. Komponen somatotipe anak umur 4-6 tahun pada perempuan dan laki-laki adalah endomorfik-mesomorf. Nilai korelasi antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan endomorf pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Somatotipe perempuan dan laki-laki berubah seiring dengan pertambahan umur. Hingga umur 19 tahun, pada perempuan komponen endomorf naik sedangkan pada laki-laki komponen ektomorf naik, komponen mesomorf turun baik pada perempuan maupun laki-laki.
Kata kunci: somatotipe, antropometri, anak kota Bandung.
ABSTRACT
RENNY KRISTIANTI ARYO. Children Physique Aged 4-19 Years in Bandung City. Under direction of BAMBANG SURYOBROTO and SEKARWATI SUKMANINGRASA.
Somatotype in Indonesia had not been studied in Bandung City. The study aims to determine the physique of children aged 4-19 years in Bandung City and to see the physique development of children in each age class. It is carried out in girls and boys age 4-19 years old in Bandung City by Heath-Carter method. Girls had more endomorph component, while boys had more ectomorph component. Somatotype component of children aged 4-6 years both girls and boys are endomorphic-mesomorph. The correlation of Body Mass Index (BMI) to endomorph was higher in girls than in boys. Somatotype of girls and boys changed with age. Endomorph component in girls and ectomorph component in boys increased, but mesomorph component in both sexes decreased until the age of 19 years.
PERAWAKAN ANAK UMUR 4-19 TAHUN DI KOTA BANDUNG
RENNY KRISTIANTI ARYO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains
pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NRP
: G34070116
Departemen : Biologi
Menyetujui,
Dr. Bambang Suryobroto
Pembimbing I
Dra. Sekarwati Sukmaningrasa, M.Si
Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
Ketua Departemen Biologi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan hikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Perawakan Anak Umur 4-19 Tahun di Kota Bandung” ini dilakukan mulai Februari 2011 sampai dengan Mei 2011 di wilayah kota Bandung, Jawa Barat. Analisis data dikerjakan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Bambang Suryobroto dan Dra. Sekarwati Sukmaningrasa, M.Si atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. dr. Sri Budiarti Poerwanto selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan yang telah bersedia menguji dan memberikan saran saat ujian dan penulisan karya ilmiah. Terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta yang senantiasa memberi cinta, doa dan dukungan, Tetri Widiyani, M.Si, Kanthi Arum, M.Si, Yuliadi Zamroni, M.Si, Andi Darmawan, M.Si, dan Eneng Nunuz R, S.Si atas bantuan dan saran selama penulis melakukan penelitian ini, Ibu Tini dan Ibu Ani atas bantuan dalam peminjaman alat pengukuran, sekolah/instansi yang terlibat dalam pengambilan data, teman-teman tersayang khususnya di Biologi angkatan 44 yang selalu memberikan bantuan, doa, semangat dan kasih sayang, serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan karya ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2011
Penulis dilahirkan di Bandung Propinsi Jawa Barat pada tanggal 25 Agustus 1988, putri dari pasangan Benny Aryo dan Kiki Suhandi. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMP Negeri 3 Bandung pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 4 Bandung dan lulus tahun 2006, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ekuitas Bank Jabar Bandung melalui jalur khusus Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Setelah itu tahun 2007, penulis lulus seleksi masuk Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...viii
DAFTAR GAMBAR ...viii
DAFTAR LAMPIRAN...viii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ...1
METODE... 1
Waktu dan Tempat Penelitian ... 1
Metode Pengambilan Data ... 2
Kuisioner... 3
Analisis Data... 3
HASIL... 3
PEMBAHASAN ... 4
SIMPULAN ... 5
DAFTAR PUSTAKA ... 6
1 Rumus penghitungan somatotipe ... 2
2 Pengeluaran keluarga perbulan untuk makan... 3
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Peta kota Bandung...12 Somatotipe setiap tingkatan umur ... 4
3 Plot Indeks Massa Tubuh (IMT) dan komponen endomorf ... 4
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Surat izin Pemerintah Kota Bandung ... 82 Surat izin Dinas Pendidikan Kota Bandung ... 10
3 Daftar sekolah/instansi yang terlibat dalam pengambilan data ... 10
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perawakan merujuk kepada bentuk tubuh individu. Faktor yang mempengaruhi perawakan adalah umur, jenis kelamin, lingkungan, genetik, gaya hidup, aktivitas fisik, dan status nutrisi (Shephard 1991; Katzmarzyk et al.2000; Malina et al. 2004; Munoz-Cachon et al. 2007). Selama masa anak-anak dan remaja, perawakan akan berkembang sehingga penelitian mengenai perawakan tubuh berguna sebagai informasi kesehatan bagi individu dan komunitas (Singh 2007).
Penilaian perawakan tubuh dapat digambarkan dengan somatotipe menggunakan tiga komponen, yaitu endomorf, mesomorf, dan ektomorf. Endomorf adalah kegemukan relatif, mesomorf adalah kekokohan otot relatif, dan ektomorf adalah linieritas relatif atau kelangsingan suatu fisik. Somatotipe dinyatakan dalam tiga angka yang mewakili ketiga komponen tersebut dan dituliskan dalam urutan di atas (Carter 2002; Malina et al. 2004). Setiap komponen tersebut mempunyai nilai dari 1 sampai 7 (Shephard 1991). Antropometri dapat digunakan untuk menghitung komponen-komponen somatotipe (Carter 2002).
Kota Bandung adalah ibu kota propinsi Jawa Barat. Berdasarkan Indonesia Investment Coordinating Board (2010), Upah Minimum Regional (UMR) tahun 2010 kota Bandung adalah Rp 1.118.000,-. Secara geografis kota ini terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat. Kota Bandung memiliki luas wilayah sebesar 167,67 km² yang dikelilingi oleh pegunungan, serta berada pada ketinggian 791 m dpl. Kota Bandung memiliki 30 kecamatan (Pemkot
Bandung 2010). Jumlah penduduk Kota Bandung adalah 2.417. 287 jiwa dengan jumlah perempuan 1.184.248 jiwa dan laki-laki 1.233.039 jiwa. Jumlah penduduk umur 0-4 tahun sebesar 177.433, umur 5-9 tahun sebesar 208.738, umur 10-14 sebesar 220.268, dan umur 15-19 sebesar 216.197. Penduduk di Kota Bandung kebanyakan adalah suku sunda dengan status nutrisi yang baik (BPS 2010). Bila pendapatan cukup tinggi, maka status sosio-ekonomi di suatu kota tinggi pula sehingga pertumbuhan anak-anaknya akan baik (Rahmawati et al. 2004). Pertumbuhan yang baik akan memberikan status somatotipe yang baik sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi kota yang lain.
Penelitian mengenai perawakan tubuh di Indonesia, baru dilakukan di Yogyakarta dan Bantul oleh Rahmawati et al. pada tahun 2004. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung. Kota ini merupakan salah satu kota dengan tingkat pendapatan yang cukup tinggi.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perawakan anak usia 4 sampai 19 tahun di kota Bandung dan melihat perkembangan perawakan anak di setiap kelompok umurnya.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data dilakukan mulai bulan Februari sampai Mei 2011 di wilayah Bandung, Jawa Barat (Gambar 1). Analisis data dikerjakan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB, Bogor.
Pengambilan data di kota Bandung telah mendapatkan izin dari Pemerintah Kota Bandung dan Dinas Pendidikan Kota Bandung (Lampiran 1 dan 2). Pengukuran (Lampiran 3) dilakukan kepada 1192 orang pada tingkatan usia 4-19 tahun. Pencilan dikeluarkan untuk mendapatkan pertumbuhan yang normal. Selain itu, ada beberapa data yang kurang lengkap, kuisioner tidak kembali, dan bertempat tinggal di luar kota Bandung sehingga data yang terpakai hanya 854 orang. Alat yang digunakan berupa meteran, timbangan digital, skinfold calliper, kaliper geser, dan lembar kuisioner.
Metode Pengambilan Data
Komponen somatotipe dari subjek dihitung berdasarkan metode Heath-Carter (Carter 2002) (Tabel 1). Endomorf diperoleh dari perhitungan tebal lipatan kulit tubuh. Mesomorf diperoleh dari perhitungan lebar tulang serta lingkar lengan dan betis. Ektomorf diperoleh dari rasio tinggi dan berat tubuh (Carter 2002).
Data somatotipe diperoleh dengan cara pengukuran tubuh secara antropometri. Berat badan (BB) diukur menggunakan timbangan digital merk Oxone berskala 0.1 kg yang diletakkan pada bidang horisontal yang datar. Subjek berdiri tegak di tengah timbangan tanpa bantuan, tanpa alas kaki, tidak bergerak, kedua tangan di samping badan, dan pandangan lurus kedepan. Tinggi
badan (TB) diukur menggunakan meteran berskala 0.1 cm. Subjek berdiri tegak pada bidang datar horisontal, tanpa alas kaki, tumit rapat, santai, lutut diluruskan, dan pandangan menghadap kedepan. Tumit, bokong, bahu dan kepala menyentuh bidang vertikal.
Tebal lipatan kulit subjek diukur menggunakan skinfold calliperdengan skala 0.1 mm (NHANES III 1988). Tebal lipatan kulit yang diukur adalah tebal lipatan kulit trisep (TLKT), subskapular (TLKSb), supraspinal (TLKSp), dan tebal lipatan kulit betis (TLKB). Lipatan kulit digenggam menggunakan ibu jari dan telunjuk lalu ditarik kemudian diukur. Nilai yang ditunjukan pada skinfold calliperdinyatakan sebagai tebal lipatan kulit.
Lebar siku (LS) dan lebar lutut (LL) diukur menggunakan kaliper geser. Subjek duduk dengan tangan dan lutut yang ditekuk kemudian diukur. Nilai yang ditunjukkan pada kaliper geser dinyatakan sebagai lebar tulang.
Lingkar lengan atas lemas (LLA), lingkar tensed (LT), yaitu Lingkar lengan atas yang ditegangkan, serta lingkar betis (LB) diukur menggunakan pita meter. Untuk pengukuran LLA, lengan atas dilemaskan sedangkan LT lengan atas yang ditegangkan. Pengukuran LB dilakukan dengan subjek berdiri dan betis tanpa penekanan.
Tabel 1 Rumus penghitungan somatotipe (Carter 2002)
Komponen-komponen Somatotipe
= − . + . − . + .
di mana Xadalah jumlah TLKT, TLKSb, TLKSp dikalikan dengan (170.18/TB dalam cm).
= − . × + . × + . × + . × +
× . + .
Lingkar lengan terkoreksi (LLT) oleh tebal lipatan kulit trisep dan lingkar betis terkoreksi (LBT) oleh tebal lipatan kulit betis.
= × . − . ≥ .
= × . − . . > > .
= . . ≥
Height Weight Ratio (HWR) adalah tinggi dibagi dengan akar pangkat tiga dari berat (TB/BB1/3 ).
3
Kuisioner
Kuisioner bertujuan mendapatkan data pribadi, seperti tanggal lahir dan tempat tinggal, serta data pengukuran yang diisi berdasarkan hasil wawancara dan pengukuran langsung dengan subjek untuk mendapatkan data perawakan tubuh (Lampiran 4).
Analisis Data
Untuk setiap jenis kelamin, nilai-nilai komponen somatotipe adalah median untuk setiap kelompok umur. Nilai median ditentukan dengan menggunakan metode Generalized Additive Models for Location Scale and Shape (GAMLSS) (Stasinopoulos & Rigby 2005) dalam program R (R Development Core Team 2011).
HASIL
Tabel 2 menyatakan setengah jumlah keluarga memiliki pengeluaran keluarga perbulan untuk makan lebih besar dari UMR Kota Bandung. Hal ini ditunjukkan dengan nilai persentase pada perempuan sebesar 46.59% dan pada laki-laki sebesar 54.30%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan keluarga perbulan juga lebih besar dari UMR Kota Bandung. Dengan status sosio-ekonomi menengah keatas ini, pola pertumbuhan yang diperoleh diharapkan menggambarkan pertumbuhan yang baik.
Perempuan umur 4-5 tahun memiliki somatotipe endomorfik-mesomorf (3-4-2). Umur 6-7 tahun komponen-komponen somatotipenya menjadi berimbang (3-3-3). Umur 8-12 tahun, somatotipe perempuan endomorf-ektomorf (3-2-3). Pada umur mulai pubertas, yaitu 9-10 tahun endomorf semakin naik sampai umur 17 tahun. Komponen ektomorf mengalami puncak pada usia 9-11 tahun, setelah itu ektomorf
turun. Mesomorf turun sampai terendah pada umur 14. Seiring pertambahan umur perempuan 13-19 tahun, komponen endomorf semakin naik, mesomorf stabil, dan ektomorf turun (Gambar 2a). Laki-laki umur 4-6 tahun memiliki somatotipe yang sama seperti perempuan, yaitu endomorfik-mesomorf (3-4-2). Umur 7-8 tahun, komponen somatotipe mulai berubah menjadi berimbang (3-3-3). Umur 4-10 tahun, komponen endomorf stabil dan setelah itu mulai turun hingga yang terendah pada umur 15 tahun. Mulai umur 4 tahun mesomorf turun dengan yang terendah pada umur 15 tahun, sebaliknya pada umur tersebut ektomorf naik dan berpuncak pada umur 13-15 tahun. Pada laki-laki semakin bertambah usia hingga 19 tahun, komponen endomorf dan mesomorf semakin menurun, serta ektomorf meningkat sehingga menjadi ektomorf berimbang (2-2-3) (Gambar 2b).
Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus IMT= BB (kg)/TB2 (m2) berhubungan dengan kandungan lemak tubuh (Freedman 2009). Komponen endomorf juga menunjukkan hubungan dengan lemak tubuh. Gambar 3 menunjukkan adanya korelasi antara IMT dan endomorf baik pada perempuan ataupun laki-laki. Nilai korelasi antara IMT dan endomorf perempuan adalah 0.65. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara IMT dan endomorf sangat tinggi karena mendekati satu. Nilai korelasi antara IMT dan endomorf laki-laki adalah 0.36. Pada perempuan nilai korelasinya lebih tinggi daripada laki-laki. Semakin tinggi nilai komponen endomorf, maka nilai IMT semakin tinggi pula. Perempuan terlihat lebih banyak endomorf daripada laki-laki karena komponen dominan laki-laki adalah ektomorf.
Tabel 2 Pengeluaran keluarga perbulan untuk makan di Kota Bandung
Kategori
X < Rp.500.000 30 7.05 28 7.07
Rp. 500.000 ≤ X< Rp. 750.000 105 24.71 81 20.45
Rp. 750.000 ≤ X < Rp. 1.000.000 92 21.65 72 18.18
Rp. 1.000.000 ≤ X < Rp 1.250.000 78 18.35 80 20.20
X ≥ Rp. 1.250.000 120 28.24 135 34.10
Jumlah 425 100 396 100
Gambar 2 Somatotipe setiap tingkatan umur (a) Perempuan dan (b) Laki-laki. Nilai somatotipe tidak dibulatkan untuk memberikan gambaran yang lebih halus
Gambar 3 Plot Indeks Massa Tubuh (IMT) dan komponen endomorf (a) Perempuan dan (b) Laki-laki
PEMBAHASAN
Perkembangan tubuh didefinisikan sebagai perubahan baik secara kuantitatif ataupun kualitatif diawali dari tahapan belum terdiferensiasi atau belum dewasa menuju ke tahap yang terorganisasi, terspesialisasi, dan tahap dewasa (Bogin 1999). Perubahan komponen-komponen somatotipe seiring pertambahan umur merupakan fenomena perkembangan. Endomorf berhubungan dengan kandungan lemak. Mesomorf atau tubuh bebas lemak berhubungan dengan kekokohan otot dan ketahanan tulang. Ektomorf berhubungan dengan tinggi dan berat badan (Duquet & Carter 2009).
5
Lemak tubuh perempuan lebih banyak daripada laki-laki (Shephard 1991). Pada umur pubertas, perempuan lebih berlemak daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh pembentukan payudara dan pinggul pada perempuan yang mengalami pubertas. Nilai endomorf perempuan dan laki-laki semakin tinggi, maka nilai IMT akan tinggi pula (Gambar 3). Nilai korelasi antara IMT dan endomorf laki-laki lebih rendah daripada perempuan. Hal ini disebabkan oleh perempuan memiliki komponen somatotipe endomorf lebih banyak daripada laki-laki. Komponen dominan laki-laki adalah ektomorf. Laki-laki yang mengalami pubertas akan membentuk otot pada lengan dan betis, serta menjadi lebih tinggi dan berat sehingga lemak tubuhnya berkurang (Shephard 1991; Malina et al. 2004). Otot adalah massa jaringan terbesar dalam tubuh. Perkembangan otot bervariasi dalam bagian tubuh tertentu. Laki-laki cenderung memiliki massa otot yag lebih besar daripada perempuan. Aktivitas fisik mempengaruhi besar massa otot. Pertumbuhan tulang dapat dilihat dari tinggi, humerus, dan femur. Pertumbuhan tulang berbeda seiring pertambahan umur. Laki-laki memiliki tulang yang lebih besar daripada perempuan (Malina et al. 2004; Eston et al. 2009). Kelangsingan memuncak pada perempuan umur 18 tahun dan laki-laki umur 20 tahun (Shephard 1991). Tinggi dan berat badan perempuan dan laki-laki memiliki pola pertumbuhan yang sama, yang membedakan adalah tinggi dan berat badan perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
Pendapatan keluarga perbulan dilihat dari pengeluaran keluarga perbulan untuk makan (Tabel 2). Pendapatan masyarakat Kota Bandung cukup tinggi, maka status sosio-ekonomi di kota tersebut tinggi pula sehingga pertumbuhan anak-anaknya akan baik.
Hal ini sama seperti data yang dilaporkan di Yogyakarta (Rahmawati et al. 2004). Di Kota Yogyakarta perempuan memiliki lebih banyak lemak daripada laki-laki mulai umur pubertas, yaitu umur 9 tahun. Perempuan dan laki-laki pada umur 7-15 tahun komponen somatotipe yang dominan adalah mesomorf. Seiring dengan pertambahan umur somatotipe perempuan lebih dominan endomorf, komponen mesomorf menurun, dan ektomorf cenderung stabil. Laki-laki memiliki somatotipe endomorf dan mesomorf yang menurun, serta ektomorf yang meningkat. Data yang dilaporkan di
kabupaten Bantul berbeda dengan data di Kota Bandung dan Yogyakarta. Somatotipe perempuan di daerah tersebut dominan endomorf, tapi tidak sebesar di Kota Yogyakarta. Somatotipe laki-laki cenderung berimbang (Rahmawati et al. 2004).
Data yang dilaporkan di pedeseaan Afrika Selatan oleh Monyeki et al. (2002) berbeda dengan hasil penelitian ini. Anak-anak perempuan umur 4-6 tahun memiliki komponen somatotipe ektomorfik-mesomorf (2-4-3). Umur 8-10 tahun komponen somatotipenya ektomorf berimbang (2-3-5). Hal ini dapat ditafsirkan sebagai perbedaan genetik antara orang Negrid dan Mongolid.
Di Negara maju seperti Spanyol, perawakan tubuh dipengaruhi oleh status sosio-ekonomi. Pada laki-laki pengaruh sosio-ekonomi lebih terlihat daripada perempuan. Laki-laki dengan status sosio-ekonomi rendah memiliki perawakan endomorf-mesomorf (4-4-2). Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai diet pada orang Spanyol dengan sosio-ekonomi rendah sehingga komponen endomorf meningkat (Munoz-Cachon et al. 2007).
Somatotipe dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Somatotipe orang yang berolahraga atau atlit berbeda dengan yang bukan atlit. Somatotipe setiap atlit pun berbeda sesuai dengan jenis olahraganya. Orang yang sering berolahraga cenderung sedikit lemak daripada yang tidak berolahraga (Rahmawati 2003; Rahmawati et al. 2007). Lingkungan dan status gizi juga memengaruhi somatotipe. Penelitian Rahmawati et al. (2004) yang menyatakan bahwa di daerah perkotaan dengan status nutrisi yang baik, besar tubuh orang kota lebih besar daripada di kabupaten.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Bogin B. 1999. Pattern of Human Growth. Ed ke-2. Cambridge: Cambridge University Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bandung. 2010. Kota Bandung dalam Angka 2010. Bandung.
Carter JEL. 2002. The Heath-Carter Anthropometric Somatotype Instruction Manual. Canada: Tep&Rosscraft. Duquet W, Carter JEL. 2009.
Somatotyping. Di Dalam: Eston R & Reilly T, editor. Kinanthropometry and Exercise Physiology Laboratory Manual. Tests, procedures and data Third Edition. London & New York: Routledge Taylor & Francis Group. hlm 3-53.
Eston R, Hawes M, Martin A, Reilly T. 2009. Human Body Composition. Di Dalam: Eston R & Reilly T, editor. Kinanthropometry and Exercise Physiology Laboratory Manual. Tests, procedures and data Third Edition. London & New York: Routledge Taylor & Francis Group. hlm 54-72.
Freedman et al. 2009. Classification of body fatness by body mass index for age categories among children. Arch Pediatr Adolesc Med163: 805-811.
Investment Coordinating Board .2010. Display Ekonomi Kota Bandung. www.regionalinvestment.com. [8 Juni 2011].
Katzmarzyk et al. 2000. Familial resemblance for physique: heritabilities for somatotype components. Annals Of Hum Bio27: 467-477.
Malina RM, Bouchard C, Bar-Or O. 2004. Growth, Maturation, and Physical Activity. USA: Human Kinetics. Nutrition Examination Survey III. 1988. Body Measurements (Anthropometry). Rockville: Westat Inc.
[Pemkot Bandung] Pemerintah Kota Bandung. 2010. Keadaan Iklim dan Wilayah Kota Bandung. www.bandung.go.id. [26 November 2010].
R Development Core Team. 2011. R: A Language and Environment for Statistical Computing. R Fondation for Statistical Computing, Vienna, Austria. ISBN 3-900051-07-0. http://www.r-project.org/. [11 Januari 2011].
Rahmawati NT. 2003. Somatotypes of Javanese soccer and volleyball players in Yogyakarta. Berk Ilmu Kedokt 35: 157-164.
Rahmawati NT, Hastuti J, Ashizawa K. 2004. Growth and somatotype of urban and rural Javanese children in Yogyakarta and Bantul, Indonesia. Anthr Scie112: 99–108.
Rahmawati NT, Budiharjo S, Ashizawa K. 2007. Somatotypes of young male athletes and non-athlete students in Yogyakarta, Indonesia. Anthr Scie115: 1–7.
Shephard RJ. 1991. Body Composition in Biological Anthropology. UK: Cambridge University Press.
Singh SP. 2007. Somatotype and Disease – A Review. Anthr Spec3: 251-261. Stasinopoulos DM, Rigby RA. 2005.
9
11
Lampiran 3Daftar sekolah/instansi yang terlibat dalam pengambilan data
No Sekolah/Instansi Alamat
1 TK Bhayangkari 46 Jl. Pelindung Hewan Bandung 2 TK Pelita Bangsa Jl. Soekarno Hatta No. 391 Bandung
3 TK Rehoboth Jl. Dewi Sartika No. 11 Bandung
4 TK Angkasa I Jl. Pajajaran No. 148 Bandung 5 TK Merpati Pos Jl. Brigjen Katamso No. 3-5 Bandung
6 SDN Dwikora Jl. Inhoftank No. 16 Bandung
7 SDN Babakan Ciparay 3 Jl. Kopo No. 440 Bandung
8 SDK Pelita Bangsa Jl. Soekarno Hatta No. 391 Bandung 9 SDN Pasir Kaliki 2 Jl. Pasirkaliki No. 110 Bandung 10 SDN Coblong 1dan 2 Jl. Ir.H.Juanda No. 304 Bandung 11 SDN Buah Batu Baru Jl. Buahbatu No. 273 Bandung
12 SMPN 3 Jl. Dewi Sartika No. 96 Bandung
13 SMPN 21 Jl. Caringin Gg.Lumbung II Bandung
14 SMPK Pelita Bangsa Jl. Soekarno Hatta No. 391 Bandung
15 SMPN 1 Jl. Kesatrian No. 12 Bandung
16 SMP Angkasa Jl. Pajajaran 151 Bandung
17 SMPN 27 Jl. Yudawastu Pramuka I
18 SMPN 42 Jl. Manjah Lega Bandung
19 SMAN 4 Jl. Gardujati No. 20 Bandung
20 SMAK Pelita Bangsa Jl. Soekarno Hatta No. 391 Bandung 21 SMAK Rehoboth Jl. Dewi Sartika No. 11 Bandung
22 SMAN 14 Jl. Yudha Wastu Pramuka Bandung
23 SMAN 21 Jl. Rancasawo Ciwastra Bandung
24 SMAK St Maria 2 Jl. Sulaksana Baru I Bandung
25 UIN Jl. A. H. Nasution No. 105 Bandung
Lampiran 4 Kuisioner Penelitian
Kecamatan…… Wilayah Bandung……
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Usia : tahun
Anak ke- : dari bersaudara
Penyakit (jika ada) :
Menarke (Perempuan) : SUDAH / BELUM, jika sudah usia tahun Spermake (Laki-laki) : SUDAH / BELUM, jika sudah usia tahun
Data Orang Tua
Nama Ayah :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Nama Ayah dari Ayah :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Nama Ibu dari Ayah :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Nama Ibu :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Nama Ayah dari Ibu :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Nama Ibu dari Ibu :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Pengeluaran keluarga per bulan untuk makan (pilih salah satu) : 1. X < Rp.500.000
2. Rp. 500.000 ≤ X< Rp. 750.000 3. Rp. 750.000 ≤ X < Rp. 1.000.000 4. Rp. 1.000.000 ≤ X < Rp 1.250.000 5. X ≥ Rp. 1.250.000
Ket: X = Total pengeluaran keluarga per bulan untuk makan
Data Pengukuran
Pengukur : Pencatat :
No. Parameter Kode Hasil Pengukuran
1. Berat Badan BB
2. Tinggi Badan TB
3. Tinggi Duduk TD
4. Lingkar Lengan Atas LLA
5. Lingkar Tensed LT
6. Lingkar Betis LB
7. Lebar Siku LS
8. Lebar Lutut LL
9. Tebal Lipatan Kulit Trisep TLKT
10. Tebal Lipatan Kulit Subscapular TLKSb 11. Tebal Lipatan Kulit Supraspinal TLKSp
bimbingan BAMBANG SURYOBROTO dan SEKARWATI SUKMANINGRASA.
Somatotipe di Indonesia belum pernah diteliti di Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perawakan anak usia 4-19 tahun di kota Bandung dan melihat perkembangan perawakan anak di setiap kelompok umurnya. Penelitian telah dilakukan kepada anak-anak perempuan dan laki-laki di Kota Bandung umur 4-19 tahun dengan menggunakan antropometri berdasarkan metode Heath-Carter. Komponen somatotipe perempuan lebih dominan endomorf, sedangkan laki-laki adalah ektomorf. Komponen somatotipe anak umur 4-6 tahun pada perempuan dan laki-laki adalah endomorfik-mesomorf. Nilai korelasi antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan endomorf pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Somatotipe perempuan dan laki-laki berubah seiring dengan pertambahan umur. Hingga umur 19 tahun, pada perempuan komponen endomorf naik sedangkan pada laki-laki komponen ektomorf naik, komponen mesomorf turun baik pada perempuan maupun laki-laki.
Kata kunci: somatotipe, antropometri, anak kota Bandung.
ABSTRACT
RENNY KRISTIANTI ARYO. Children Physique Aged 4-19 Years in Bandung City. Under direction of BAMBANG SURYOBROTO and SEKARWATI SUKMANINGRASA.
Somatotype in Indonesia had not been studied in Bandung City. The study aims to determine the physique of children aged 4-19 years in Bandung City and to see the physique development of children in each age class. It is carried out in girls and boys age 4-19 years old in Bandung City by Heath-Carter method. Girls had more endomorph component, while boys had more ectomorph component. Somatotype component of children aged 4-6 years both girls and boys are endomorphic-mesomorph. The correlation of Body Mass Index (BMI) to endomorph was higher in girls than in boys. Somatotype of girls and boys changed with age. Endomorph component in girls and ectomorph component in boys increased, but mesomorph component in both sexes decreased until the age of 19 years.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perawakan merujuk kepada bentuk tubuh individu. Faktor yang mempengaruhi perawakan adalah umur, jenis kelamin, lingkungan, genetik, gaya hidup, aktivitas fisik, dan status nutrisi (Shephard 1991; Katzmarzyk et al.2000; Malina et al. 2004; Munoz-Cachon et al. 2007). Selama masa anak-anak dan remaja, perawakan akan berkembang sehingga penelitian mengenai perawakan tubuh berguna sebagai informasi kesehatan bagi individu dan komunitas (Singh 2007).
Penilaian perawakan tubuh dapat digambarkan dengan somatotipe menggunakan tiga komponen, yaitu endomorf, mesomorf, dan ektomorf. Endomorf adalah kegemukan relatif, mesomorf adalah kekokohan otot relatif, dan ektomorf adalah linieritas relatif atau kelangsingan suatu fisik. Somatotipe dinyatakan dalam tiga angka yang mewakili ketiga komponen tersebut dan dituliskan dalam urutan di atas (Carter 2002; Malina et al. 2004). Setiap komponen tersebut mempunyai nilai dari 1 sampai 7 (Shephard 1991). Antropometri dapat digunakan untuk menghitung komponen-komponen somatotipe (Carter 2002).
Kota Bandung adalah ibu kota propinsi Jawa Barat. Berdasarkan Indonesia Investment Coordinating Board (2010), Upah Minimum Regional (UMR) tahun 2010 kota Bandung adalah Rp 1.118.000,-. Secara geografis kota ini terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat. Kota Bandung memiliki luas wilayah sebesar 167,67 km² yang dikelilingi oleh pegunungan, serta berada pada ketinggian 791 m dpl. Kota Bandung memiliki 30 kecamatan (Pemkot
Bandung 2010). Jumlah penduduk Kota Bandung adalah 2.417. 287 jiwa dengan jumlah perempuan 1.184.248 jiwa dan laki-laki 1.233.039 jiwa. Jumlah penduduk umur 0-4 tahun sebesar 177.433, umur 5-9 tahun sebesar 208.738, umur 10-14 sebesar 220.268, dan umur 15-19 sebesar 216.197. Penduduk di Kota Bandung kebanyakan adalah suku sunda dengan status nutrisi yang baik (BPS 2010). Bila pendapatan cukup tinggi, maka status sosio-ekonomi di suatu kota tinggi pula sehingga pertumbuhan anak-anaknya akan baik (Rahmawati et al. 2004). Pertumbuhan yang baik akan memberikan status somatotipe yang baik sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi kota yang lain.
Penelitian mengenai perawakan tubuh di Indonesia, baru dilakukan di Yogyakarta dan Bantul oleh Rahmawati et al. pada tahun 2004. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung. Kota ini merupakan salah satu kota dengan tingkat pendapatan yang cukup tinggi.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perawakan anak usia 4 sampai 19 tahun di kota Bandung dan melihat perkembangan perawakan anak di setiap kelompok umurnya.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data dilakukan mulai bulan Februari sampai Mei 2011 di wilayah Bandung, Jawa Barat (Gambar 1). Analisis data dikerjakan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB, Bogor.
Latar Belakang
Perawakan merujuk kepada bentuk tubuh individu. Faktor yang mempengaruhi perawakan adalah umur, jenis kelamin, lingkungan, genetik, gaya hidup, aktivitas fisik, dan status nutrisi (Shephard 1991; Katzmarzyk et al.2000; Malina et al. 2004; Munoz-Cachon et al. 2007). Selama masa anak-anak dan remaja, perawakan akan berkembang sehingga penelitian mengenai perawakan tubuh berguna sebagai informasi kesehatan bagi individu dan komunitas (Singh 2007).
Penilaian perawakan tubuh dapat digambarkan dengan somatotipe menggunakan tiga komponen, yaitu endomorf, mesomorf, dan ektomorf. Endomorf adalah kegemukan relatif, mesomorf adalah kekokohan otot relatif, dan ektomorf adalah linieritas relatif atau kelangsingan suatu fisik. Somatotipe dinyatakan dalam tiga angka yang mewakili ketiga komponen tersebut dan dituliskan dalam urutan di atas (Carter 2002; Malina et al. 2004). Setiap komponen tersebut mempunyai nilai dari 1 sampai 7 (Shephard 1991). Antropometri dapat digunakan untuk menghitung komponen-komponen somatotipe (Carter 2002).
Kota Bandung adalah ibu kota propinsi Jawa Barat. Berdasarkan Indonesia Investment Coordinating Board (2010), Upah Minimum Regional (UMR) tahun 2010 kota Bandung adalah Rp 1.118.000,-. Secara geografis kota ini terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat. Kota Bandung memiliki luas wilayah sebesar 167,67 km² yang dikelilingi oleh pegunungan, serta berada pada ketinggian 791 m dpl. Kota Bandung memiliki 30 kecamatan (Pemkot
laki 1.233.039 jiwa. Jumlah penduduk umur 0-4 tahun sebesar 177.433, umur 5-9 tahun sebesar 208.738, umur 10-14 sebesar 220.268, dan umur 15-19 sebesar 216.197. Penduduk di Kota Bandung kebanyakan adalah suku sunda dengan status nutrisi yang baik (BPS 2010). Bila pendapatan cukup tinggi, maka status sosio-ekonomi di suatu kota tinggi pula sehingga pertumbuhan anak-anaknya akan baik (Rahmawati et al. 2004). Pertumbuhan yang baik akan memberikan status somatotipe yang baik sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi kota yang lain.
Penelitian mengenai perawakan tubuh di Indonesia, baru dilakukan di Yogyakarta dan Bantul oleh Rahmawati et al. pada tahun 2004. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung. Kota ini merupakan salah satu kota dengan tingkat pendapatan yang cukup tinggi.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perawakan anak usia 4 sampai 19 tahun di kota Bandung dan melihat perkembangan perawakan anak di setiap kelompok umurnya.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data dilakukan mulai bulan Februari sampai Mei 2011 di wilayah Bandung, Jawa Barat (Gambar 1). Analisis data dikerjakan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB, Bogor.
2
Pengambilan data di kota Bandung telah mendapatkan izin dari Pemerintah Kota Bandung dan Dinas Pendidikan Kota Bandung (Lampiran 1 dan 2). Pengukuran (Lampiran 3) dilakukan kepada 1192 orang pada tingkatan usia 4-19 tahun. Pencilan dikeluarkan untuk mendapatkan pertumbuhan yang normal. Selain itu, ada beberapa data yang kurang lengkap, kuisioner tidak kembali, dan bertempat tinggal di luar kota Bandung sehingga data yang terpakai hanya 854 orang. Alat yang digunakan berupa meteran, timbangan digital, skinfold calliper, kaliper geser, dan lembar kuisioner.
Metode Pengambilan Data
Komponen somatotipe dari subjek dihitung berdasarkan metode Heath-Carter (Carter 2002) (Tabel 1). Endomorf diperoleh dari perhitungan tebal lipatan kulit tubuh. Mesomorf diperoleh dari perhitungan lebar tulang serta lingkar lengan dan betis. Ektomorf diperoleh dari rasio tinggi dan berat tubuh (Carter 2002).
Data somatotipe diperoleh dengan cara pengukuran tubuh secara antropometri. Berat badan (BB) diukur menggunakan timbangan digital merk Oxone berskala 0.1 kg yang diletakkan pada bidang horisontal yang datar. Subjek berdiri tegak di tengah timbangan tanpa bantuan, tanpa alas kaki, tidak bergerak, kedua tangan di samping badan, dan pandangan lurus kedepan. Tinggi
badan (TB) diukur menggunakan meteran berskala 0.1 cm. Subjek berdiri tegak pada bidang datar horisontal, tanpa alas kaki, tumit rapat, santai, lutut diluruskan, dan pandangan menghadap kedepan. Tumit, bokong, bahu dan kepala menyentuh bidang vertikal.
Tebal lipatan kulit subjek diukur menggunakan skinfold calliperdengan skala 0.1 mm (NHANES III 1988). Tebal lipatan kulit yang diukur adalah tebal lipatan kulit trisep (TLKT), subskapular (TLKSb), supraspinal (TLKSp), dan tebal lipatan kulit betis (TLKB). Lipatan kulit digenggam menggunakan ibu jari dan telunjuk lalu ditarik kemudian diukur. Nilai yang ditunjukan pada skinfold calliperdinyatakan sebagai tebal lipatan kulit.
Lebar siku (LS) dan lebar lutut (LL) diukur menggunakan kaliper geser. Subjek duduk dengan tangan dan lutut yang ditekuk kemudian diukur. Nilai yang ditunjukkan pada kaliper geser dinyatakan sebagai lebar tulang.
Lingkar lengan atas lemas (LLA), lingkar tensed (LT), yaitu Lingkar lengan atas yang ditegangkan, serta lingkar betis (LB) diukur menggunakan pita meter. Untuk pengukuran LLA, lengan atas dilemaskan sedangkan LT lengan atas yang ditegangkan. Pengukuran LB dilakukan dengan subjek berdiri dan betis tanpa penekanan.
Tabel 1 Rumus penghitungan somatotipe (Carter 2002)
Komponen-komponen Somatotipe
= − . + . − . + .
di mana Xadalah jumlah TLKT, TLKSb, TLKSp dikalikan dengan (170.18/TB dalam cm).
= − . × + . × + . × + . × +
× . + .
Lingkar lengan terkoreksi (LLT) oleh tebal lipatan kulit trisep dan lingkar betis terkoreksi (LBT) oleh tebal lipatan kulit betis.
= × . − . ≥ .
= × . − . . > > .
= . . ≥
Height Weight Ratio (HWR) adalah tinggi dibagi dengan akar pangkat tiga dari berat (TB/BB1/3 ).
Kuisioner
Kuisioner bertujuan mendapatkan data pribadi, seperti tanggal lahir dan tempat tinggal, serta data pengukuran yang diisi berdasarkan hasil wawancara dan pengukuran langsung dengan subjek untuk mendapatkan data perawakan tubuh (Lampiran 4).
Analisis Data
Untuk setiap jenis kelamin, nilai-nilai komponen somatotipe adalah median untuk setiap kelompok umur. Nilai median ditentukan dengan menggunakan metode Generalized Additive Models for Location Scale and Shape (GAMLSS) (Stasinopoulos & Rigby 2005) dalam program R (R Development Core Team 2011).
HASIL
Tabel 2 menyatakan setengah jumlah keluarga memiliki pengeluaran keluarga perbulan untuk makan lebih besar dari UMR Kota Bandung. Hal ini ditunjukkan dengan nilai persentase pada perempuan sebesar 46.59% dan pada laki-laki sebesar 54.30%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan keluarga perbulan juga lebih besar dari UMR Kota Bandung. Dengan status sosio-ekonomi menengah keatas ini, pola pertumbuhan yang diperoleh diharapkan menggambarkan pertumbuhan yang baik.
Perempuan umur 4-5 tahun memiliki somatotipe endomorfik-mesomorf (3-4-2). Umur 6-7 tahun komponen-komponen somatotipenya menjadi berimbang (3-3-3). Umur 8-12 tahun, somatotipe perempuan endomorf-ektomorf (3-2-3). Pada umur mulai pubertas, yaitu 9-10 tahun endomorf semakin naik sampai umur 17 tahun. Komponen ektomorf mengalami puncak pada usia 9-11 tahun, setelah itu ektomorf
turun. Mesomorf turun sampai terendah pada umur 14. Seiring pertambahan umur perempuan 13-19 tahun, komponen endomorf semakin naik, mesomorf stabil, dan ektomorf turun (Gambar 2a). Laki-laki umur 4-6 tahun memiliki somatotipe yang sama seperti perempuan, yaitu endomorfik-mesomorf (3-4-2). Umur 7-8 tahun, komponen somatotipe mulai berubah menjadi berimbang (3-3-3). Umur 4-10 tahun, komponen endomorf stabil dan setelah itu mulai turun hingga yang terendah pada umur 15 tahun. Mulai umur 4 tahun mesomorf turun dengan yang terendah pada umur 15 tahun, sebaliknya pada umur tersebut ektomorf naik dan berpuncak pada umur 13-15 tahun. Pada laki-laki semakin bertambah usia hingga 19 tahun, komponen endomorf dan mesomorf semakin menurun, serta ektomorf meningkat sehingga menjadi ektomorf berimbang (2-2-3) (Gambar 2b).
Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus IMT= BB (kg)/TB2 (m2) berhubungan dengan kandungan lemak tubuh (Freedman 2009). Komponen endomorf juga menunjukkan hubungan dengan lemak tubuh. Gambar 3 menunjukkan adanya korelasi antara IMT dan endomorf baik pada perempuan ataupun laki-laki. Nilai korelasi antara IMT dan endomorf perempuan adalah 0.65. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara IMT dan endomorf sangat tinggi karena mendekati satu. Nilai korelasi antara IMT dan endomorf laki-laki adalah 0.36. Pada perempuan nilai korelasinya lebih tinggi daripada laki-laki. Semakin tinggi nilai komponen endomorf, maka nilai IMT semakin tinggi pula. Perempuan terlihat lebih banyak endomorf daripada laki-laki karena komponen dominan laki-laki adalah ektomorf.
Tabel 2 Pengeluaran keluarga perbulan untuk makan di Kota Bandung
Kategori
X < Rp.500.000 30 7.05 28 7.07
Rp. 500.000 ≤ X< Rp. 750.000 105 24.71 81 20.45
Rp. 750.000 ≤ X < Rp. 1.000.000 92 21.65 72 18.18
Rp. 1.000.000 ≤ X < Rp 1.250.000 78 18.35 80 20.20
X ≥ Rp. 1.250.000 120 28.24 135 34.10
Jumlah 425 100 396 100
3
Kuisioner
Kuisioner bertujuan mendapatkan data pribadi, seperti tanggal lahir dan tempat tinggal, serta data pengukuran yang diisi berdasarkan hasil wawancara dan pengukuran langsung dengan subjek untuk mendapatkan data perawakan tubuh (Lampiran 4).
Analisis Data
Untuk setiap jenis kelamin, nilai-nilai komponen somatotipe adalah median untuk setiap kelompok umur. Nilai median ditentukan dengan menggunakan metode Generalized Additive Models for Location Scale and Shape (GAMLSS) (Stasinopoulos & Rigby 2005) dalam program R (R Development Core Team 2011).
HASIL
Tabel 2 menyatakan setengah jumlah keluarga memiliki pengeluaran keluarga perbulan untuk makan lebih besar dari UMR Kota Bandung. Hal ini ditunjukkan dengan nilai persentase pada perempuan sebesar 46.59% dan pada laki-laki sebesar 54.30%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan keluarga perbulan juga lebih besar dari UMR Kota Bandung. Dengan status sosio-ekonomi menengah keatas ini, pola pertumbuhan yang diperoleh diharapkan menggambarkan pertumbuhan yang baik.
Perempuan umur 4-5 tahun memiliki somatotipe endomorfik-mesomorf (3-4-2). Umur 6-7 tahun komponen-komponen somatotipenya menjadi berimbang (3-3-3). Umur 8-12 tahun, somatotipe perempuan endomorf-ektomorf (3-2-3). Pada umur mulai pubertas, yaitu 9-10 tahun endomorf semakin naik sampai umur 17 tahun. Komponen ektomorf mengalami puncak pada usia 9-11 tahun, setelah itu ektomorf
turun. Mesomorf turun sampai terendah pada umur 14. Seiring pertambahan umur perempuan 13-19 tahun, komponen endomorf semakin naik, mesomorf stabil, dan ektomorf turun (Gambar 2a). Laki-laki umur 4-6 tahun memiliki somatotipe yang sama seperti perempuan, yaitu endomorfik-mesomorf (3-4-2). Umur 7-8 tahun, komponen somatotipe mulai berubah menjadi berimbang (3-3-3). Umur 4-10 tahun, komponen endomorf stabil dan setelah itu mulai turun hingga yang terendah pada umur 15 tahun. Mulai umur 4 tahun mesomorf turun dengan yang terendah pada umur 15 tahun, sebaliknya pada umur tersebut ektomorf naik dan berpuncak pada umur 13-15 tahun. Pada laki-laki semakin bertambah usia hingga 19 tahun, komponen endomorf dan mesomorf semakin menurun, serta ektomorf meningkat sehingga menjadi ektomorf berimbang (2-2-3) (Gambar 2b).
Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus IMT= BB (kg)/TB2 (m2) berhubungan dengan kandungan lemak tubuh (Freedman 2009). Komponen endomorf juga menunjukkan hubungan dengan lemak tubuh. Gambar 3 menunjukkan adanya korelasi antara IMT dan endomorf baik pada perempuan ataupun laki-laki. Nilai korelasi antara IMT dan endomorf perempuan adalah 0.65. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara IMT dan endomorf sangat tinggi karena mendekati satu. Nilai korelasi antara IMT dan endomorf laki-laki adalah 0.36. Pada perempuan nilai korelasinya lebih tinggi daripada laki-laki. Semakin tinggi nilai komponen endomorf, maka nilai IMT semakin tinggi pula. Perempuan terlihat lebih banyak endomorf daripada laki-laki karena komponen dominan laki-laki adalah ektomorf.
Tabel 2 Pengeluaran keluarga perbulan untuk makan di Kota Bandung
Kategori
X < Rp.500.000 30 7.05 28 7.07
Rp. 500.000 ≤ X< Rp. 750.000 105 24.71 81 20.45
Rp. 750.000 ≤ X < Rp. 1.000.000 92 21.65 72 18.18
Rp. 1.000.000 ≤ X < Rp 1.250.000 78 18.35 80 20.20
X ≥ Rp. 1.250.000 120 28.24 135 34.10
Jumlah 425 100 396 100
Gambar 2 Somatotipe setiap tingkatan umur (a) Perempuan dan (b) Laki-laki. Nilai somatotipe tidak dibulatkan untuk memberikan gambaran yang lebih halus
Gambar 3 Plot Indeks Massa Tubuh (IMT) dan komponen endomorf (a) Perempuan dan (b) Laki-laki
PEMBAHASAN
Perkembangan tubuh didefinisikan sebagai perubahan baik secara kuantitatif ataupun kualitatif diawali dari tahapan belum terdiferensiasi atau belum dewasa menuju ke tahap yang terorganisasi, terspesialisasi, dan tahap dewasa (Bogin 1999). Perubahan komponen-komponen somatotipe seiring pertambahan umur merupakan fenomena perkembangan. Endomorf berhubungan dengan kandungan lemak. Mesomorf atau tubuh bebas lemak berhubungan dengan kekokohan otot dan ketahanan tulang. Ektomorf berhubungan dengan tinggi dan berat badan (Duquet & Carter 2009).
5
Lemak tubuh perempuan lebih banyak daripada laki-laki (Shephard 1991). Pada umur pubertas, perempuan lebih berlemak daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh pembentukan payudara dan pinggul pada perempuan yang mengalami pubertas. Nilai endomorf perempuan dan laki-laki semakin tinggi, maka nilai IMT akan tinggi pula (Gambar 3). Nilai korelasi antara IMT dan endomorf laki-laki lebih rendah daripada perempuan. Hal ini disebabkan oleh perempuan memiliki komponen somatotipe endomorf lebih banyak daripada laki-laki. Komponen dominan laki-laki adalah ektomorf. Laki-laki yang mengalami pubertas akan membentuk otot pada lengan dan betis, serta menjadi lebih tinggi dan berat sehingga lemak tubuhnya berkurang (Shephard 1991; Malina et al. 2004). Otot adalah massa jaringan terbesar dalam tubuh. Perkembangan otot bervariasi dalam bagian tubuh tertentu. Laki-laki cenderung memiliki massa otot yag lebih besar daripada perempuan. Aktivitas fisik mempengaruhi besar massa otot. Pertumbuhan tulang dapat dilihat dari tinggi, humerus, dan femur. Pertumbuhan tulang berbeda seiring pertambahan umur. Laki-laki memiliki tulang yang lebih besar daripada perempuan (Malina et al. 2004; Eston et al. 2009). Kelangsingan memuncak pada perempuan umur 18 tahun dan laki-laki umur 20 tahun (Shephard 1991). Tinggi dan berat badan perempuan dan laki-laki memiliki pola pertumbuhan yang sama, yang membedakan adalah tinggi dan berat badan perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
Pendapatan keluarga perbulan dilihat dari pengeluaran keluarga perbulan untuk makan (Tabel 2). Pendapatan masyarakat Kota Bandung cukup tinggi, maka status sosio-ekonomi di kota tersebut tinggi pula sehingga pertumbuhan anak-anaknya akan baik.
Hal ini sama seperti data yang dilaporkan di Yogyakarta (Rahmawati et al. 2004). Di Kota Yogyakarta perempuan memiliki lebih banyak lemak daripada laki-laki mulai umur pubertas, yaitu umur 9 tahun. Perempuan dan laki-laki pada umur 7-15 tahun komponen somatotipe yang dominan adalah mesomorf. Seiring dengan pertambahan umur somatotipe perempuan lebih dominan endomorf, komponen mesomorf menurun, dan ektomorf cenderung stabil. Laki-laki memiliki somatotipe endomorf dan mesomorf yang menurun, serta ektomorf yang meningkat. Data yang dilaporkan di
kabupaten Bantul berbeda dengan data di Kota Bandung dan Yogyakarta. Somatotipe perempuan di daerah tersebut dominan endomorf, tapi tidak sebesar di Kota Yogyakarta. Somatotipe laki-laki cenderung berimbang (Rahmawati et al. 2004).
Data yang dilaporkan di pedeseaan Afrika Selatan oleh Monyeki et al. (2002) berbeda dengan hasil penelitian ini. Anak-anak perempuan umur 4-6 tahun memiliki komponen somatotipe ektomorfik-mesomorf (2-4-3). Umur 8-10 tahun komponen somatotipenya ektomorf berimbang (2-3-5). Hal ini dapat ditafsirkan sebagai perbedaan genetik antara orang Negrid dan Mongolid.
Di Negara maju seperti Spanyol, perawakan tubuh dipengaruhi oleh status sosio-ekonomi. Pada laki-laki pengaruh sosio-ekonomi lebih terlihat daripada perempuan. Laki-laki dengan status sosio-ekonomi rendah memiliki perawakan endomorf-mesomorf (4-4-2). Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai diet pada orang Spanyol dengan sosio-ekonomi rendah sehingga komponen endomorf meningkat (Munoz-Cachon et al. 2007).
Somatotipe dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Somatotipe orang yang berolahraga atau atlit berbeda dengan yang bukan atlit. Somatotipe setiap atlit pun berbeda sesuai dengan jenis olahraganya. Orang yang sering berolahraga cenderung sedikit lemak daripada yang tidak berolahraga (Rahmawati 2003; Rahmawati et al. 2007). Lingkungan dan status gizi juga memengaruhi somatotipe. Penelitian Rahmawati et al. (2004) yang menyatakan bahwa di daerah perkotaan dengan status nutrisi yang baik, besar tubuh orang kota lebih besar daripada di kabupaten.
SIMPULAN
Lemak tubuh perempuan lebih banyak daripada laki-laki (Shephard 1991). Pada umur pubertas, perempuan lebih berlemak daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh pembentukan payudara dan pinggul pada perempuan yang mengalami pubertas. Nilai endomorf perempuan dan laki-laki semakin tinggi, maka nilai IMT akan tinggi pula (Gambar 3). Nilai korelasi antara IMT dan endomorf laki-laki lebih rendah daripada perempuan. Hal ini disebabkan oleh perempuan memiliki komponen somatotipe endomorf lebih banyak daripada laki-laki. Komponen dominan laki-laki adalah ektomorf. Laki-laki yang mengalami pubertas akan membentuk otot pada lengan dan betis, serta menjadi lebih tinggi dan berat sehingga lemak tubuhnya berkurang (Shephard 1991; Malina et al. 2004). Otot adalah massa jaringan terbesar dalam tubuh. Perkembangan otot bervariasi dalam bagian tubuh tertentu. Laki-laki cenderung memiliki massa otot yag lebih besar daripada perempuan. Aktivitas fisik mempengaruhi besar massa otot. Pertumbuhan tulang dapat dilihat dari tinggi, humerus, dan femur. Pertumbuhan tulang berbeda seiring pertambahan umur. Laki-laki memiliki tulang yang lebih besar daripada perempuan (Malina et al. 2004; Eston et al. 2009). Kelangsingan memuncak pada perempuan umur 18 tahun dan laki-laki umur 20 tahun (Shephard 1991). Tinggi dan berat badan perempuan dan laki-laki memiliki pola pertumbuhan yang sama, yang membedakan adalah tinggi dan berat badan perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
Pendapatan keluarga perbulan dilihat dari pengeluaran keluarga perbulan untuk makan (Tabel 2). Pendapatan masyarakat Kota Bandung cukup tinggi, maka status sosio-ekonomi di kota tersebut tinggi pula sehingga pertumbuhan anak-anaknya akan baik.
Hal ini sama seperti data yang dilaporkan di Yogyakarta (Rahmawati et al. 2004). Di Kota Yogyakarta perempuan memiliki lebih banyak lemak daripada laki-laki mulai umur pubertas, yaitu umur 9 tahun. Perempuan dan laki-laki pada umur 7-15 tahun komponen somatotipe yang dominan adalah mesomorf. Seiring dengan pertambahan umur somatotipe perempuan lebih dominan endomorf, komponen mesomorf menurun, dan ektomorf cenderung stabil. Laki-laki memiliki somatotipe endomorf dan mesomorf yang menurun, serta ektomorf yang meningkat. Data yang dilaporkan di
kabupaten Bantul berbeda dengan data di Kota Bandung dan Yogyakarta. Somatotipe perempuan di daerah tersebut dominan endomorf, tapi tidak sebesar di Kota Yogyakarta. Somatotipe laki-laki cenderung berimbang (Rahmawati et al. 2004).
Data yang dilaporkan di pedeseaan Afrika Selatan oleh Monyeki et al. (2002) berbeda dengan hasil penelitian ini. Anak-anak perempuan umur 4-6 tahun memiliki komponen somatotipe ektomorfik-mesomorf (2-4-3). Umur 8-10 tahun komponen somatotipenya ektomorf berimbang (2-3-5). Hal ini dapat ditafsirkan sebagai perbedaan genetik antara orang Negrid dan Mongolid.
Di Negara maju seperti Spanyol, perawakan tubuh dipengaruhi oleh status sosio-ekonomi. Pada laki-laki pengaruh sosio-ekonomi lebih terlihat daripada perempuan. Laki-laki dengan status sosio-ekonomi rendah memiliki perawakan endomorf-mesomorf (4-4-2). Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai diet pada orang Spanyol dengan sosio-ekonomi rendah sehingga komponen endomorf meningkat (Munoz-Cachon et al. 2007).
Somatotipe dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Somatotipe orang yang berolahraga atau atlit berbeda dengan yang bukan atlit. Somatotipe setiap atlit pun berbeda sesuai dengan jenis olahraganya. Orang yang sering berolahraga cenderung sedikit lemak daripada yang tidak berolahraga (Rahmawati 2003; Rahmawati et al. 2007). Lingkungan dan status gizi juga memengaruhi somatotipe. Penelitian Rahmawati et al. (2004) yang menyatakan bahwa di daerah perkotaan dengan status nutrisi yang baik, besar tubuh orang kota lebih besar daripada di kabupaten.
SIMPULAN
PERAWAKAN ANAK UMUR 4-19 TAHUN DI KOTA BANDUNG
RENNY KRISTIANTI ARYO
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR PUSTAKA
Bogin B. 1999. Pattern of Human Growth. Ed ke-2. Cambridge: Cambridge University Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bandung. 2010. Kota Bandung dalam Angka 2010. Bandung.
Carter JEL. 2002. The Heath-Carter Anthropometric Somatotype Instruction Manual. Canada: Tep&Rosscraft. Duquet W, Carter JEL. 2009.
Somatotyping. Di Dalam: Eston R & Reilly T, editor. Kinanthropometry and Exercise Physiology Laboratory Manual. Tests, procedures and data Third Edition. London & New York: Routledge Taylor & Francis Group. hlm 3-53.
Eston R, Hawes M, Martin A, Reilly T. 2009. Human Body Composition. Di Dalam: Eston R & Reilly T, editor. Kinanthropometry and Exercise Physiology Laboratory Manual. Tests, procedures and data Third Edition. London & New York: Routledge Taylor & Francis Group. hlm 54-72.
Freedman et al. 2009. Classification of body fatness by body mass index for age categories among children. Arch Pediatr Adolesc Med163: 805-811.
Investment Coordinating Board .2010. Display Ekonomi Kota Bandung. www.regionalinvestment.com. [8 Juni 2011].
Katzmarzyk et al. 2000. Familial resemblance for physique: heritabilities for somatotype components. Annals Of Hum Bio27: 467-477.
Malina RM, Bouchard C, Bar-Or O. 2004. Growth, Maturation, and Physical Activity. USA: Human Kinetics. Nutrition Examination Survey III. 1988. Body Measurements (Anthropometry). Rockville: Westat Inc.
[Pemkot Bandung] Pemerintah Kota Bandung. 2010. Keadaan Iklim dan Wilayah Kota Bandung. www.bandung.go.id. [26 November 2010].
R Development Core Team. 2011. R: A Language and Environment for Statistical Computing. R Fondation for Statistical Computing, Vienna, Austria. ISBN 3-900051-07-0. http://www.r-project.org/. [11 Januari 2011].
Rahmawati NT. 2003. Somatotypes of Javanese soccer and volleyball players in Yogyakarta. Berk Ilmu Kedokt 35: 157-164.
Rahmawati NT, Hastuti J, Ashizawa K. 2004. Growth and somatotype of urban and rural Javanese children in Yogyakarta and Bantul, Indonesia. Anthr Scie112: 99–108.
Rahmawati NT, Budiharjo S, Ashizawa K. 2007. Somatotypes of young male athletes and non-athlete students in Yogyakarta, Indonesia. Anthr Scie115: 1–7.
Shephard RJ. 1991. Body Composition in Biological Anthropology. UK: Cambridge University Press.
Singh SP. 2007. Somatotype and Disease – A Review. Anthr Spec3: 251-261. Stasinopoulos DM, Rigby RA. 2005.
9
11
Lampiran 3Daftar sekolah/instansi yang terlibat dalam pengambilan data
No Sekolah/Instansi Alamat
1 TK Bhayangkari 46 Jl. Pelindung Hewan Bandung 2 TK Pelita Bangsa Jl. Soekarno Hatta No. 391 Bandung
3 TK Rehoboth Jl. Dewi Sartika No. 11 Bandung
4 TK Angkasa I Jl. Pajajaran No. 148 Bandung 5 TK Merpati Pos Jl. Brigjen Katamso No. 3-5 Bandung
6 SDN Dwikora Jl. Inhoftank No. 16 Bandung
7 SDN Babakan Ciparay 3 Jl. Kopo No. 440 Bandung
8 SDK Pelita Bangsa Jl. Soekarno Hatta No. 391 Bandung 9 SDN Pasir Kaliki 2 Jl. Pasirkaliki No. 110 Bandung 10 SDN Coblong 1dan 2 Jl. Ir.H.Juanda No. 304 Bandung 11 SDN Buah Batu Baru Jl. Buahbatu No. 273 Bandung
12 SMPN 3 Jl. Dewi Sartika No. 96 Bandung
13 SMPN 21 Jl. Caringin Gg.Lumbung II Bandung
14 SMPK Pelita Bangsa Jl. Soekarno Hatta No. 391 Bandung
15 SMPN 1 Jl. Kesatrian No. 12 Bandung
16 SMP Angkasa Jl. Pajajaran 151 Bandung
17 SMPN 27 Jl. Yudawastu Pramuka I
18 SMPN 42 Jl. Manjah Lega Bandung
19 SMAN 4 Jl. Gardujati No. 20 Bandung
20 SMAK Pelita Bangsa Jl. Soekarno Hatta No. 391 Bandung 21 SMAK Rehoboth Jl. Dewi Sartika No. 11 Bandung
22 SMAN 14 Jl. Yudha Wastu Pramuka Bandung
23 SMAN 21 Jl. Rancasawo Ciwastra Bandung
24 SMAK St Maria 2 Jl. Sulaksana Baru I Bandung
25 UIN Jl. A. H. Nasution No. 105 Bandung
Lampiran 4 Kuisioner Penelitian
Kecamatan…… Wilayah Bandung……
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Usia : tahun
Anak ke- : dari bersaudara
Penyakit (jika ada) :
Menarke (Perempuan) : SUDAH / BELUM, jika sudah usia tahun Spermake (Laki-laki) : SUDAH / BELUM, jika sudah usia tahun
Data Orang Tua
Nama Ayah :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Nama Ayah dari Ayah :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Nama Ibu dari Ayah :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Nama Ibu :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Nama Ayah dari Ibu :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Nama Ibu dari Ibu :
Tempat Lahir :
Tanggal Lahir :
Penyakit (jika ada) :
Pengeluaran keluarga per bulan untuk makan (pilih salah satu) : 1. X < Rp.500.000
2. Rp. 500.000 ≤ X< Rp. 750.000 3. Rp. 750.000 ≤ X < Rp. 1.000.000 4. Rp. 1.000.000 ≤ X < Rp 1.250.000 5. X ≥ Rp. 1.250.000
Ket: X = Total pengeluaran keluarga per bulan untuk makan
Data Pengukuran
Pengukur : Pencatat :
No. Parameter Kode Hasil Pengukuran
1. Berat Badan BB
2. Tinggi Badan TB
3. Tinggi Duduk TD
4. Lingkar Lengan Atas LLA
5. Lingkar Tensed LT
6. Lingkar Betis LB
7. Lebar Siku LS
8. Lebar Lutut LL
9. Tebal Lipatan Kulit Trisep TLKT
10. Tebal Lipatan Kulit Subscapular TLKSb 11. Tebal Lipatan Kulit Supraspinal TLKSp