Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN DEPARTEMEN ORTODONTI FKG USU
HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU RAS
CAMPURAN ANTARA PROTO DENGAN DEUTRO-MELAYU
A. IDENTITAS RESPONDEN
B. RIWAYAT DENTAL DAN WAJAH
Perawatan Ortodonti : Sudah / Sedang / Belum Pernah
Trauma pada Wajah : Pernah / Tidak Pernah
Tindakan Bedah pada Wajah : Pernah / Tidak Pernah
C. PEMERIKSAAN INTRAORAL (diisi oleh operator)
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
NIM :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No.Hp :
Menyatakan bersedia dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan untuk ikut turut serta
dalam penelitian yang berjudul “Hubungan Sudut Interinsisal dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Antara Proto Dengan Deutro-Melayu” dan tidak akan menyatakan keberatan maupun tuntutan di kemudian hari. Apabila di kemudian hari saya mengundurkan diri maka saya tidak dituntut apapun.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sehat dan tanpa paksaan apapun dari pihak manapun juga.
Medan,
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Salam Sejahtera,
Nama saya Melisa dan saya sedang melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi saya di Departemen Ortodonsia FKG USU.
Judul penelitian saya adalah “Hubungan Sudut Interinsisal dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Antara Proto Dengan Deutro-Melayu”. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan bantuan teman-teman, para junior serta senior yang sedang mengambil pendidikan di FKG USU, yang tergolong ras campuran antara Proto-Melayu (Batak, Gayo, Sasak, Dayak, dan Toraja) dan Deutro-Melayu (Aceh, Minangkabau, Sumatera, Rejang Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Menado, Sunda, Betawi, Makassar, dan Melayu) untuk dapat berpartisipasi menjadi subjek penelitian saya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besar sudut interinsisal (sudut yang terbentuk antara gigi seri atas dan bawah) pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Proto-Melayu, dan untuk mengetahui profil jaringan lunak wajah menurut metode Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu, serta mengetahui hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara
Proto-Melayu dengan Deutro-Proto-Melayu.
Alur penelitian ini adalah para calon subjek penelitian akan diseleksi berdasarkan kriteria
yang terdapat dalam penelitian ini. Jika memenuhi kriteria, para subjek penelitian akan dibawa ke Pramita Lab untuk dilakukan ronsen foto. Sefalogram lateral (hasil ronsen foto kepala dari arah samping) diperlukan untuk mendapatkan nilai sudut interinsisal (sudut yang terbentuk antara gigi seri atas dan bawah) dan profil jaringan lunak wajah yang ditinjau secara sefalogram lateral.
sebagai sumbangan ilmiah bagi ilmu ortodonsia. Penelitian ini tidak menimbulkan efek samping apapun pada subjek penelitian dan subjek penelitian tidak akan dikenakan biaya sama sekali.
Demikian sekiranya penelitian yang akan saya lakukan. Besar harapan saya apabila teman-teman, para junior dan senior dapat membantu saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Bagi yang bersedia menjadi subjek penelitian ini atau ingin memberikan masukan, kritik, dan saran yang berhubungan dengan pengembangan penelitian dan skripsi saya ini, silahkan menghubungi saya pada nomor 08984832073. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.
Salam Hormat,
(MELISA)
Lampiran 3
Hasil Pengukuran Sudut Interinsisal, Sudut Fasial, dan Sudut H pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran
Antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu
Sampel Sudut Interinsisal Sudut Fasial Sudut H
Sampel Sudut Interinsisal Sudut Fasial Sudut H
31 109 88 20
32 128 89 17
33 110 93 15
34 118 85 15
35 134 90 15
36 117 98 15
37 110 99 16
38 117 87 20
39 113 82 19
40 121 88 16
41 123 88 13
42 118 89 19
43 120 88 12
44 114 91 12
45 117 88 16
46 128 89 13
47 138 87 14
48 120 83 19
49 131 101 13
Lampiran 4
Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Sudut Interinsisal, Sudut Fasial, dan Sudut H Pada Mahasiswa FKG USU ras campuran
Antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu
DESCRIPTIVES VARIABLES=x y z
/STATISTICS=MEAN SUM STDDEV VARIANCE RANGE MIN MAX.
Descriptives
Descriptive Statistics
N Range Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation Variance
Sudut Interinsisal 50 47 100 147 6038 120.76 10.655 113.533
Sudut Fasial 50 22 79 101 4430 88.60 5.163 26.653
Sudut H 50 16 6 22 787 15.74 3.585 12.849
Lampiran 5
Hasil Uji Normalitas Data
NPAR TESTS
/K-S(NORMAL)=x y z /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sudut Interinsisal Sudut Fasial Sudut H
N 50 50 50
Normal Parametersa,,b Mean 120.76 88.60 15.74
Std. Deviation 10.655 5.163 3.585
Most Extreme Differences Absolute .131 .106 .158
Positive .131 .106 .102
Negative -.056 -.072 -.158
Kolmogorov-Smirnov Z .926 .751 1.120
Asymp. Sig. (2-tailed) .357 .625 .162
a. Test distribution is Normal.
Lampiran 6
Hasil Uji Korelasi Pearson’s
CORRELATIONS
/VARIABLES=x y z /PRINT=TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE.
Correlations
Correlations
Sudut Interinsisal Sudut Fasial Sudut H
Sudut Interinsisal Pearson Correlation 1 -.034 -.441**
Sig. (2-tailed) .812 .001
N 50 50 50
Sudut Fasial Pearson Correlation -.034 1 -.322*
Sig. (2-tailed) .812 .022
N 50 50 50
Sudut H Pearson Correlation -.441** -.322* 1
Sig. (2-tailed) .001 .022
N 50 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
DAFTAR PUSTAKA
1. Susilowati. Hubungan antara sudut interinsisal dengan derajat konveksitas profiljaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar. Dentika Dent. J 2009; 14(2): 125-8.
2. Zen Y. Pola hubungan antara konveksitas, posisi gigi insisivus, dan posisi bibirdalam analisa Ricketts. MIKG 2005; 20 (63): 160-8.
3. Riedel RA. Esthetics and its relation to orthodontic therapy. Am J Orthod 1970;20 (3): 168-78.
4. Bhalajhi, S.I. Orthodontics: the art and science. 1st ed. New Delhi: AryaPublishing House, 1998; 1-15, 151-2.
5. Sahin AM, Umit G. Analysis of Holdaway soft-tissue measurements in children between 9 and 12 years of age. Eur J Orthod2001; 23: 287-94.
6. Arigato. Hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Ricketts pada mahasiswa suku Batak FKG dan FT USU. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2012.
7. Sijabat DN. Hubungan konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunakwajah pada pasien remaja suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.Medan: Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011.
8. Wangsrimongkol, et al. Soft tissue analysis in Thai adult females with pleasing faces. KDJ 1998; 1(1): 26-34.
9. Lokanata S. Perbandingan lima garis referensi dari posisi horizontal bibir atas dan bibir bawah pada mahasiswa FKG dan FT USU suku Batak. Medan: Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2013.
11.Agha NF, Ahmad ZM, Dewachi ZB. Correlation of incisors inclination and
position with facial profile. Al-Rafidain Dent J 2011; 11(1): 154-60.
12.Hamilah DK. Pola pertumbuhan jaringan lunak kraniofasial serta kaitannya dengan pola pertumbuhan jaringan keras kraniofasial dan pertumbuhan umum. MIKG 1993: 1-20.
13.Rostina T. Analisis profil jaringan lunak menurut metode Holdaway pada mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. Tesis. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2007.
14.Ardhana W. Hubungan antara pengukuran inklinasi gigi insisivus sentral secara linier pada model studi dengan pengukuran secara anguler pada sefalogram lateral. MIKG. 2004: VI (2): 148-9.
15.Rahardjo P. Diagnosis ortodontik. Surabaya: Airlangga University Press, 2008: 71-6.
16.Basciftci FA, et al. The influence of extraction treatment on Holdaway soft-tissue measurements. Angle Orthod 2004; 74(2): 167-73.
17.Begg PR, Kesling PC. Begg orthodontic theory and technique. Ed 3. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1977: 159-66.
18.Gill DS. Orthodontic at a glance. Ed 1. London: Blackwell Munksgaard, 2008: 42-5.
19.Mahyastuti RD, Christnawati. Perbandingan posisi bibir dan dagu antara laki-laki dan perempuan Jawa berdasarkan analisis estetik profil muka menurut Bass. MIKG 2008; 23 (1): 1-7.
20.Buschang PH, Fretty K, Campbell PM. Can commonly used profile planes be used to evaluate changes in lower lip position?. Angle Orthod 2011; 81(4): 557-63.
22.Nurbayati S. Hubungan sudut interinsisal terhadap profil jaringan lunak pasien
RSGMP FKG USU. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011.
23.Qadir MYA, Dawoody AD, Agha NF. Evaluation of Holdaway soft tissue
analysis for Iraqi adults with class I normal occlusion. Al-Rafidain Dent J 2008; 8(2): 231-37.
24.Daldjoeni N. Ras-ras umat manusia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991: 189-93.
25.Djoeana H, Nasution FH, Trenggono BS. Antropologi untuk mahasiswa kedokteran gigi. Ed 1. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2005: 40-9.
26.Barakati SF, Bindayel NA. Holdaway soft tissue cephalometric standards for Saudi adults. King Saud University Journal of Dental Sciences 2012; 3: 27-32. 27.Hussien E, Khateeb SA, Watted N, et al. Evaluation of facial soft tissue
parameters for Palestinians using Holaway analysis. The Saudi Dental Journal 2011; 23: 191-5.
28.Waldman BH. Change in lip contour with maxillary incisor retraction. Angle Orthod 1982; 52 (2): 129-34.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di DepartemenOrtodonsia FKG USU, Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan.Penelitian dimulai dari bulan Agustus 2013 sampai dengan Januari 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu.
Sampel dalam penilitian ini adalah foto sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu. Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Berdasarkan perhitungan, jumlah sampel minimum yang diperoleh adalah 25 orang, dengan pertimbangan agar hasil penelitian lebih valid dan akurat maka sampel yang ditetapkan sebanyak 50 orang.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan metode purposive samplingyaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3.1 Kriteria Inklusi
- Pasien yang belum pernah mendapat perawatan ortodonti
- Relasi molar Klas I Angle dengan overjet dan overbite normal (2-4 mm) - Seluruh gigi lengkap sampai molar kedua
- Crowded dan diastema ≤ 2 mm
- Mahasiswa FKG USU dengan ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu
- Kualitas foto sefalometri lateral baik - Usia minimal 18 tahun
- Kesehatan umum baik dan tidak ada trauma di kepala dan wajah yang bisa mempengaruhi hasil sefalogram.
3.3.2 Kriteria Eksklusi
- Adanya fraktur atau atrisi pada gigi insisivus
- Adanya kelainan ukuran gigi (makrodonsia dan mikrodonsia) dan bentuk gigi (peg shaped)
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sudut interinsisal.
3.4.2 Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway (sudut fasial dan sudut H).
3.4.3 Variabel Terkendali
- Pasien yang belum mendapat perawatan ortodonti
- Seluruh gigi permanen lengkap sampai molar kedua
- Relasi molar Klas I Angle dengan overbite dan overjet normal (2-4 mm)
- Crowded dan diastema ≤ 2 mm
- Usia minimal 18 tahun
- Ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu - Kualitas foto sefalometri lateral baik
3.5Definisi Operasional
a. Mahasiswa FKG USU Ras campuran antara Proto-Melayudengan Deutro-Melayu adalah mahasiswa Indonesia FKG USU dari angkatan 2008 sampai 2013 yang merupakan campuran antara ras Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu.
Ayah sampel berasal dari ras Proto-Melayu sedangkan Ibunya berasal dari ras Deutro-Melayu atau sebaliknya.
b. Ras Proto-Melayu adalah kelompok yang terdiri dari suku Batak, Gayo, Sasak, Dayak, dan Toraja.
c. Ras Deutro-Melayu adalah kelompok yang terdiri dari suku Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Minangkabau, Sumatera, Rejang Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Menado, Sunda, Betawi, Makassar, dan Melayu.
e. Labrale superior (Ls) :titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.
f. Pogonion kulit (pog’):titik paling anterior pada jaringan lunak dagu. g. Porion (Po) : titik paling superior dari porus akustikus eksterna. h. Orbital (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita.
i. Sudut interinsisal adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu memanjang gigi insisivus pertama atas dengan sumbu memanjang pada gigi insisivus pertama bawah (Gambar 2).
j. Garis H : garis yang ditarik dari titik Pog’ ke Ls (Gambar 12). k. Sudut fasial:sudut yang dibentuk oleh garis N’-Pog’ dan bidang Frankfurt (Gambar 12).
l. Sudut H:sudut yang dibentuk garis N’- Pog’ dan garis H.(Gambar 12). m. Bidang Frankfurt horizontal : bidang yangterbentuk dari garis yang menghubungkan porion dan orbital (Gambar 12).
Gambar 12. Garis H, sudut fasial (a), sudut H (b) danbidang Frankfurt horizontal (FH)
Garis H
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah :
a. Tracing box
b. Protractor
c. Pensil 4H, penggaris dan penghapus. d. Tiga serangkai
Bahan penelitian yang digunakan adalah : a. Sefalogram lateral (8x10 inci)
b. Kertas asetat (8x10 inci) c. Lem perekat
Gambar 13. Alat dan bahan yang digunakan: (A) tracing box, (B) pensil, penghapus danpenggaris, (C) tiga serangkai, busur derajat, (D) protractor,
(E) sefalogramlateral, (F) kertas asetat
3.7 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pembagian kuesioner kepada mahasiswa FKG USU angkatan 2008 sampai
2013. Jika mahasiswa tersebut merupakan ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu dan belum pernah mendapat perawatan ortodonti maka akan
A B
D
dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan intraoral menggunakan tiga serangkai
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.Apabila memenuhi syarat, maka akan dilakukan foto sefalometri lateral di Pramita Lab.
b. Penapakan foto sefalometri lateral. Sefalogram ditracing dengan kertas
asetat dan pensil 4H di atas pencahayaan tracing box untuk mencari titik-titikPogonion kulit (Pog’), Labralesuperior (Ls), Nasion kulit (N’), Frankfurt horizontal, dan sumbu memanjang gigi insisivus pertama atas dan bawah. Setelah titik-titik ini ditentukan peneliti, titik-titik ini diperiksa kembali oleh pembimbing.
c. Pengukuran sudut interinsisal dengan menggunakan protractor.
d. Pengukuran profil jaringan lunak dengan analisis Holdaway, dimana titik referensinya yaitu dari Pogonion kulit (Pog’) dan Labralesuperior (Ls). Hasil tracingbesar sudut H dan sudut fasial diukur dengan protractor.
e. Untuk mendapatkan data yang valid, terlebih dahulu dilakukan uji dengan mengukur 5 foto sefalometrilateral yang sama. Jika hasil perhitungan tidak terdapat perbedaan bermakna maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut.
f. Dalam satu hari, pengukuran hanya dilakukan sebanyak 5 foto sefalometri lateral untuk menghindari kelelahan mata peneliti sewaktu melakukan pengukuran sehingga data yang diperoleh lebih akurat.
g. Hasil pengukuran sudut fasial dan sudut H yang diperoleh dicatat, diolah datanya dan dianalisis.
3.8 Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak pengolahan data statistik.
3.8.2 Analisis Data
2. Dianalisis hubungan antara sudut interinsisal dan profil jaringan lunak
wajah. Jika data dari kedua kelompok terdistribusi normal, analisis yang digunakan adalah korelasi Pearson’s, tetapi jika distribusi salah satu kelompok atau kedua kelompok tidak terdistribusi normal, analisis yang digunakan adalah korelasi
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini berlangsung di Departemen Ortodonsia FKG USU dengan sampel penelitian berjumlah 50 foto sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu dan memiliki usia minimal 18 tahun yang masih aktif dalam menjalani masa pendidikan di FKG USU. Sampel merupakan data primer yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah memperoleh persetujuan medik (informed consent) dan telah memenuhi syarat kode etik penelitian (ethical clearance). Data hasil yang diperoleh dari pengukuran foto sefalometri lateral kemudian diolah menggunakan perangkat lunak pengolahan data statistik. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan terhadap sampel dapat dilihat gambaran rerata sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu.
Tabel 1. Rerata nilai sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu
Parameter N Rata-rata Simpangan Baku
Sudut Interinsisal 50 120,76º 10,655
Sudut Fasial 50 88,60º 5,163
Sudut H 50 15,74º 3,585
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan pada sefalogram, selanjutnya
dilakukan uji statistik pada data-data hasil pengukuran. Sebelumnya dilakukan tes uji normalitas pada seluruh data-data hasil pengukuran untuk melihat apakah data-data tersebut terdistribusi normal yang akan menentukan uji statistik berikutnya.
Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai pengukuran pada 50 sampel penelitian yang telah ditetapkan memiliki distribusi normal (p>0,05) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji korelasi Pearson’s. Berbeda jika hasil uji normalitas menunjukkan distribusi tidak normal maka uji statistik akan dilanjutkan dengan uji Spearman. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 2. Hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu (Uji Korelasi Pearson’s)
Korelasi Pearson's Sudut Interinsisal
P R (Pearson’s)
Sudut Fasial 0.812 -0,034
Sudut H 0.001 -0,441
Korelasi bermakna jika signifikan pada taraf uji p < 0,01 ( r ) = 0,00 – 0,199korelasi sangat lemah
( r ) = 0,20 – 0,399korelasi lemah ( r ) = 0,40 – 0,599korelasi sedang ( r ) = 0,60 – 0,799korelasi kuat
( r ) = 0,80 – 1,000 korelasi sangat kuat
Tabel 2 yang merupakan hasil uji korelasi Pearson’s yang dilakukan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut fasial) diketahui sebesar 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi sangat lemah dengan nilai signifikan (p) yang tidak bermakna yaitu sebesar 0,812. Hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut H) memiliki nilai signifikanyang bermakna yaitu sebesar 0,001 dengan nilai kekuatan uji korelasi Pearson’s sebesar 0,441. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah sedang.
sudut interinsisal semakin besar maka sudut fasial dan sudut Hakan semakin kecil,
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan sampel foto sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu yang merupakan data primer yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Salah satu kriteria inklusi dari penelitian ini yaitu mahasiswa yang berumur minimal 18 tahun dimana pada usia ini telah melewati masa pubertas dan fase tumbuh kembang telah selesai.1,22 Besar sampel telah ditentukan dengan menggunakan rumus perhitungan statistik dengan standar error tipe I ditetapkan sebesar 5% dengan Zα 2 pihak sebesar 1,96 dan standar error tipe II ditetapkan sebesar 10% dengan Zβ sebesar 1,282, maka didapat jumlah sampel sebanyak 25 foto sefalometri, dengan pertimbangan agar parameter populasi makin akurat dan hasil pengukuran lebih valid maka sampel yang digunakan adalah 50 foto sefalometri lateral. Selain itu, dalam penapakan sefalogram harus teliti
terutama dalam penentuan bidang Frankfurt karena dapat terjadi overlapping pada orbita dan porion sehingga penentuan titik-titik tersebut diambil bagian tengahnya.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan rerata sudut interinsisal mahasiswa ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu FKG USU adalah 120,76º. Rerata sudut interinsisal pada penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurbayati terhadap pasien RSGMP FKG USU didapat rerata sudut interinsisal sebesar 120,20º.22 Selain itu, hasil penelitian Susilowati di Makassar didapat rerata sudut interinsisal untuk laki-laki adalah 136,36º dan 136,03º untuk perempuan, besar rerata sudut interinsisal tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Perbedaan ini dapat disebabkan karena populasi penelitian berasal dari suku dan ras yang berbeda dimana pada penelitian Susilowati yang menjadi populasi penelitian adalah suku Bugis dan Makassar.1
penelitiannya terhadap mahasiswa FKG USU dimana pada penelitian Rostina rerata
sudut fasial adalah 91,16º dan 16,55º untuk sudut H. Perbedaan ini dapat disebabkan karena subjek pada penelitian tersebut menggunakan ras Deutro-Melayu, sementara pada penelitian ini menggunakan subjek yang berasal dari ras campuran antara
Proto-Melayu dengan Deutro-Proto-Melayu.13
Qadirdkk. dalam penelitiannya mengenai analisis jaringan lunak menggunakan analisis holdaway mendapatkan rerata sudut fasial sebesar 91,39º dan rerata sudut H sebesar 13,13º pada mahasiswa Irak.23Barakati dkk.dalam penelitiannya mendapatkan rerata sudut fasial sebesar 89,66º dan rerata sudut H sebesar 15,16º pada mahasiswa Saudi Arabia.26 Sedangkan Hussein dkk.mendapatkan rerata sudut fasial sebesar 92,17º dan rerata sudut H sebesar 14,34º pada mahasiswa Palestina.27 Hasil penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini dapat dikarenakan subjek penelitian yang berasal dari ras yang berbeda dan jumlah sampel penelitian yang berbeda.
Uji korelasi Pearson’s dilakukan terhadap hasil pengukuran dalam penelitian ini untuk melihat adanya hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah yaitu sudut fasial dan sudut H pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu. Hasil analisis diperoleh adanya hubungan sudut interinsisal dengan sudut fasial tetapi sangat lemah dan tidak signifikan. Selain itu, hasil analisis lain diperoleh adanya hubungan antara sudut interinsisal dengan sudut H dengan nilai korelasi sedang dan signifikan. Hasil uji korelasi yang didapat dalam arah negatif, artinya semakin besar sudut interinsisal, maka semakin kecil pula
sudut fasial dan sudut H, begitu pula sebaliknya.
Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan olehBasciftci dkk. yang
Sudut H yang mengalami perubahan setelah dilakukan retraksi insisivus dapat
disebabkan karena perubahan letak bibir atas akibat retraksi gigi insisivus sehingga sudut H menjadi lebih kecil. Halini didukung oleh penelitian Waldman yang menyatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara perubahan kontur bibir
atas dengan retraksi gigi insisivus atas.28 Hamilah juga berpendapat bahwa terdapat korelasi antara inklinasi insisivus sentralis dengan konveksitas jaringan lunak, karena bibir atas selalu bertumpu pada insisivus sentralis dan tulang alveolar rahang atas.12
Alshakhs melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat perubahan jaringan lunak wajah dengan retraksi gigi insisivus maksila dan mandibula. Alshakhs menyimpulkan bahwa tidak terdapat perubahan yang signifikan pada letak Pog’ sebelum dan sesudah dilakukan retraksi insisivus.29Sudut fasial juga sangat dipengaruhi oleh letak titik Pog’ karena menunjukkan maju mundurnya dagu terhadap kepala.1Pernyataantersebut mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa sudut fasial mempunyai hubungan yang sangat lemah dan tidak bermakna dengan sudut interinsisal.
Zen juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara jaringan keras dan jaringan lunak menggunakan analisis Ricketts. Zen menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konveksitas, posisi gigi insisivus bawah terhadap bidang profil, dan posisi bibir menurut analisis Ricketts.2 Hasil ini juga didukung oleh Nurbayati yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara profil jaringan lunak wajah dengan sudut interinsisal.22
Susilowati juga melakukan penelitian pada suku Bugis dan Makassar dan
menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara besar sudut interinsisal dengan derajat konveksitas jaringan lunak wajah. Perbedaan ini dapat disebabkan
subjek penelitian berasal dari ras campuran antara Proto-Melayu dan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Rerata sudut interinsisal mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Proto-Melayu adalah 120,76º, nilai rerata sudut fasial adalah 88,60º dan nilai rerata sudut H adalah 15,74º. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut fasial) sebesar 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi sangat lemah dengan nilai signifikan (p) yang tidak bermakna yaitu sebesar 0,812. Selain itu, hasil uji korelasi juga menunjukkan terdapat korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut H) sebesar 0,441. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi sedang dengan nilai signifikan (p) yang bermakna sebesar 0,001. Korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah dalam arah negatif sehingga semakin besar sudut interinsisal, maka semakin kecil sudut fasial dan sudut H, begitu juga sebaliknya.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan populasi ras dan suku yang berbeda.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengelompokkan subjek berdasarkan jenis kelamin.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan perawatan ortodonti modern adalah mencapai keseimbangan antara hubungan oklusal yang fungsional, estetik wajah yang baik, dan stabilitas hasil perawatan.2Setiap perawatan ortodonti dikatakan dapat mencapai suatu keadaan yang memuaskan apabila dapat mengatasi keluhan utama pasien yaitu penampilan wajah pasien yang lebih harmonis dan seimbang. Keadaan harmonis dan seimbang ini sangat ditentukan oleh susunan gigi yang teratur dengan inklinasi dan angulasi gigi
anterior yang baik sesuai dengan kriteria oklusi normal.14
Diagnosis dan rencana perawatan yang tepatdiperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.2 Penampilan wajah seseorang di daerah sepertiga wajah bawah sangat ditentukan oleh posisi bibir sedangkan posisi bibir sangat ditentukan oleh inklinasi gigi anterior. Inklinasi gigi insisivus sentral ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan/angulasi gigi pada sefalogram lateral melalui analisis sefalometri.1,14
2.1 Radiografi Sefalometri
Studi tentang sefalometri mulai dikembangkan oleh Ketcham dan Ellis (1919), Percy Brown (1921), dan Pacini (1922), tetapi baru dipopulerkan oleh B. Holly Broadbent pada tahun 1931. Pada tahun yang sama, Hofrath dari Jerman juga mengadakan penelitian tentang penggunaan radiografi sefalometri untuk menganalisis pertumbuhan wajah.15
Pengenalan Broadbent tentang sefalometri pada tahun 1931 merupakan awal baru di bidang ortodonti. Hubungan antara gigi, rahang, wajah, dan struktur kepala
yang lebih stabil serta keberhasilan perawatan yang lebih baik dianggap dapat tercapai. Sejak saat itu, analisis sefalometri digunakan dalam menentukan hubungan
itu, sefalogram juga membantu banyak ortodontis untuk membuat keputusan apakah
ekstraksi gigi diperlukan atau tidak dan digunakan sebagai perbandingan antara maloklusi sebelum perawatan dan hasil yang diperoleh dari perawatan.17
Analisis sefalometri dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Sefalogram frontal atau antero-posterior, yaitu gambaran frontal atau antero-posterior dari tengkorak kepala (Gambar 1A). Salah satu analisis sefalometri yang menggunakan sefalogram frontal adalah analisis Mesh.10
2. Sefalogram lateral, yaitu gambaran lateral dari tengkorak kepala. Darisefalogram lateral dapat dilakukan analisis profil jaringan lunak aspek lateral (Gambar 1B).4,18 Beberapa analisis sefalometri yang menggunakan sefalogram lateral antara lain : analisis Down, analisis Steiner, analisis Ricketts, analisis McNamara, dan analisis Tweed.10
Gambar 1. Sefalogram: (A) Sefalogram frontal, (B) Sefalogram lateral6
Sefalometri mempunyai beberapa kegunaan, yaitu :
1. Membantu mendiagnosis dengan mempelajari struktur dental, skeletal dan jaringan lunak dari struktur kranio-fasial
4. Merencanakan suatu perawatan ortodonti
5. Mengevaluasi kasus yang telah dirawat (progress reports) 6. Menganalisis secara fungsional
7. Melakukan riset.4
2.2Sudut Interinsisal
Inklinasi gigi insisivus merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan estetika wajah pasien, terutama dalam melakukan tindakan diagnosis dan evaluasi perawatan ortodonti. Inklinasi gigi insisivus sentralis ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan gigi dalam arah antero-posterior pada sefalogram lateral melalui analisis sefalometri (Gambar 2).14 Sudut inklinasi insisivus yang lebih besar dari normal berarti gigi dalam keadaan protrusif, sedangkan sudut inklinasi insisivus yang lebih kecil dari normal berarti
retrusif. Perubahan sudut inklinasi gigi lebih banyak dipengaruhi letak gigi sedangkan letak tulang rahang dianggap lebih stabil dibandingkan letak gigi.15
Gambar 2. Sudut interinsisal secara sefalometri6
Menurut Graber dan Vanarsdall, posisi gigi insisivus merupakan salah satu
utama dalam menentukan rencana perawatan karena posisi akhir gigi insisivus bawah
terhadap A-Pog dapat mempengaruhi profil jaringan lunak wajah dan stabilitas hasil perawatan.2
Menurut Ceylan dkk. perawatan terhadap perubahan posisi dan inklinasi gigi
insisivus bawah dilakukan terlebih dahulu, kemudian ditentukan perubahan gigi insisivus atas yang disesuaikan dengan posisi gigi insisivus bawah, dimana gigi insisivus atas juga merupakan faktor yang penting dalam menentukan rencana perawatan. Creekmore menyatakan bahwa posisi optimal gigi pada rahang dan wajah lebih ditentukan oleh posisi gigi insisivus atas daripada posisi gigi insisivus bawah, dan menurut Russouw dkk., gigi insisivus atas memegang peranan penting sebagai petunjuk anterior dari gerakan protrusif mandibula.2
Menurut Irawati, sudut interinsisal berkaitan dengan kontak insisivus yang dihubungkan dengan kedalaman overbite. Inklinasi gigi insisivus atas dan insisivus bawah yang retrusif menyebabkan sudut interinsisal menjadi lebih besar. Besarnya sudut interinsisal akan mempengaruhi kontak antara gigi insisivus atas dan bawah (cit. Susilowati, 2009).1
2.3 Analisis Jaringan Lunak Wajah
Keberhasilan perawatan ortodonti sering dikaitkan dengan perbaikan penampilan wajah termasuk profil jaringan lunak. Jaringan lunak merupakan faktor penting yang dapat mengubah penampilan estetik wajah. Menurut Harkati, wajah dengan estetik baik adalah wajah yang mempunyai keseimbangan dan keserasian bentuk, hubungan, serta proporsi komponen wajah yang baik.19
Analisis jaringan lunak wajah dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu
metode langsung pada jaringan lunak, radiografi sefalometri, dan fotometri. Analisis profil wajah dengan metode sefalometri umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan garis dan bidang referensi intrakranial yang sangat bervariasi, seperti garis
Sela Tursika-Nasion(S-N) dan bidang Frankfort Horizontal.19
Dari sefalogramlateral dapat dilakukan analisis jaringan lunak. Titik-titik yang digunakan dalam analisis jaringan lunak (Gambar 3):6,10
a. Glabella (G) : titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital.
b. Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung.
c. Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung.
d. Subnasale (Sn) : titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas.
e. Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.
f. Superior labial sulcus (SLS) : titik tercekung diantara Sn dan Ls.
g. Stomion superius (Stms) : titik paling bawah dari vermillion bibir atas.
h. Stomion inferius (Stmi) : titik paling atas dari vermillion bibir bawah.
i. Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.
j. Inferior labial sulcus (ILS) : titik paling cekung diantara Li dan Pog’.
k. Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior jaringan lunak dagu.
l. Menton kulit (Me’) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu.
Ada beberapa analisis jaringanlunak wajah diantaranya analisis menurut
Ricketts, Steiner, Subtelny, dan Holdaway.8
2.3.1 AnalisisMenurut Ricketts
Ricketts menggunakan garis estetik (esthetic line) yang merupakan garis yang ditarik dari Pogonion kulit (Pog’) ke ujung hidung (Pr).20Dalam keadaan normal, bibir atas atau Labium superior (Ls) terletak 2-4 mm, dan bibir bawah atau Labium
inferior (Li) terletak 1-2 mm di belakang garis estetik (Gambar 4).21 Titik Ls dan Li
dapat berada di depan atau di belakang garis E maka diberi tanda negatif jika titik-titik ini terletak di belakang garis E, sebaliknya tanda positif jika terletak di depan garis E.6,22Apabila letak titik Ls lebih dari 4 mm di belakang garis E maka profil tampak cekung sebaliknya tampak cembung jika terletak di depan garis E. Namun menurut Ricketts nilai ideal tersebut dapat bervariasi tergantung umur dan jenis kelamin.13
2.3.2 AnalisisMenurut Steiner
Garis referensi yang digunakan adalah garis yang ditarik dari titik tengah bentuk lengkung S yang terletak antara ujung hidung (Pr) dan Subnasale (Sn) di bibir atas dengan Pogonion kulit (Pog’).20,22 Menurut Steiner, idealnya titik Labrale
superior dan Labrale inferior menyinggung garis S (Gambar 5).6
Gambar 5. Analisis jaringan lunak wajah menurut Steiner (S line)20
2.3.3 AnalisisMenurut Subtelny
Subtelny membagi analisis konveksitas profil wajah menjadi tiga yaitu analisis konveksitas skeletal (N-A-Pog) dengan nilai rata-rata 175º, pada umur 12 tahun nilai rata-rata menjadi 177,5º. Konvekstitas jaringan lunak (N’-Sn-Pog’) dengan nilai rata-rata 161º. Konveksitas jaringan lunak penuh (N’-Pr-Pog’) dengan nilai rata-rata 137º untuk laki-laki dan 133º untuk perempuan (Gambar 6). Menurut
Gambar 6.Analisis konveksitas wajah menurut Subtelny. (1) Sudut
konveksitas wajahskeletal (N-A-Pog). (2) Sudut konveksitas wajah jaringan lunak (N’-Sn-Pog’). (3) Sudut konveksitas wajah jaringan lunak penuh (N’-Pr-Pog’)22
2.3.4 Analisis Menurut Holdaway
AnalisisHoldaway menggunakan garis Harmoni (garis H) dalam menentukan keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak.13 Garis H diperoleh dengan menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke Labrale superior (Ls).6,20,22 Analisis profil jaringan lunak yang dilakukan Holdaway berbeda dengan Ricketts dimana Holdaway tidak menggunakan puncak hidung sebagai titik penentuan analisisnya (Gambar 7).13
Holdaway melakukan 11 analisisuntuk memperoleh profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari :
1. Jarak puncak hidung (Pr)
6. Tebal bibir atas
7. Strain bibir atas 8. Sudut fasial
9. Kurvaturabibir atas
10. Besar sudut H
11. Kecembungan skeletal.6,22
Menurut Jacobson dan Vlachos, analisis Holdaway lebih terperinci, jelas dan luas pembahasannya tentang analisis profil jaringan lunak.10
Gambar 7. Analisis jaringan lunak wajah menurut Holdaway (H line)20
2.3.4.1 Jarak Puncak Hidung ke Garis H
2.3.4.2 Kedalaman Sulkus Labialis Superior
Sulkus labialis superior terletak pada titik tercekung antara titik Sn dengan titik Ls.12 Kedudukan bibir atas seimbang jika kedalaman sulkus labialis superior (Sls) sebesar 5 mm terhadap garis H. Apabila dijumpai kedalaman sulkus labialis
superior 3 mm pada bibir yang pendek atau tipis maka hal ini masih dapat diterima. Begitu juga pada bibir panjang atau tebal apabila dijumpai hasil pengukuran sebesar 7 mm, maka hal ini masih dianggap hasil yang seimbang (Gambar 8).10,13,23
2.3.4.3 Kedalaman Sulkus Labialis Inferior
Sulkus labialis inferior terletak pada titik tercekung antara titik
Labraleinferior (Li) dengan titik Pog’.13 Profil jaringan lunak seseorang untuk
kedalaman sulkus labialis inferior dikatakan harmonis dan seimbang jika kedudukan sulkus labialis inferior terhadap garis H sama seperti kedalaman sulkus labialis superior yaitu mendekati 5 mm (Gambar 8).10,13,23
2.3.4.4 Jarak Bibir Bawah ke Garis H
Bibir bawah paling anterior umumnya terletak pada titik Labrale inferior (Li). Jarak bibir bawah ke garis H diukur dari titik Li ke garis H dengan arah horizontal.13 Idealnya jarak bibir bawah ke garis H adalah 0 mm atau garis H menyinggung titik Li. Namun demikian menurut Holdaway masih dapat dikatakan harmonis dan seimbang jika jarak Li ke garis H dalam batasan -1 sampai dengan +2 mm. Tanda negatif menunjukkan letak titik Li di belakang garis H, sebaliknya dikatakan positif jika terletak di depan garis H (Gambar 8).10,13,23
2.3.4.5 Tebal Dagu
datar.10,13 Dagu datar dapat disebabkan oleh inklinasi insisivus bawah yang lebih
protrusif (Gambar 8).10
Gambar 8. Jarak puncak hidung ke garis H, kedalaman sulkus labialis superior,jarak bibir bawah ke garis H, kedalaman sulkus labialis inferior, dan tebal dagu10
2.3.4.6 Tebal Bibir Atas
Pengukuran tebal bibir atas diukur dari 2 mm di bawah titik A skeletal ke bagian luar kulit labialis superior. Idealnya tebal bibir atas adalah berkisar 14 mm (Gambar 9).10,13,23
2.3.4.7 Strain Bibir Atas
mencapai setengah dari tebal bibir atas maka sebaiknya insisivus sentralis atas
diretraksi ke palatinal.10,13
Gambar 9. Tebal bibir atas dan strain bibir atas10
2.3.4.8 Sudut Fasial
Sudut fasial yaitu sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis Frankfurt dengan garis N’-Pog’ yang membentuk sudut a. Sudut fasial yang ideal adalah berkisar antara 90º sampai 92º. Apabila sudut fasial lebih besar dari 92º menunjukkan profil cekung karena letak Pog’ lebih ke anterior, sebaliknya apabila sudut fasial lebih kecil dari 90º tampak profilnya cembung karena letak titik Pog’ lebih ke posterior (Gambar 10).10,13
2.3.4.9 Kurvatura Bibir Atas
berkisar 2,5 mm pada pasien yang mempunyai bibir dengan ketebalan normal,
sedangkan pada kelompok yang mempunyai bibir tipis berkisar 1,5 mm dan 4 mm pada kelompok bibir tebal masih dapat diterima. Pada kelompok bibir tipis menunjukkan kurvatura bibir atas lebih datar sedangkan pada kelompok bibir tebal
menunjukkan lebih dalam (Gambar 10).10,13
Gambar 10. Sudut fasial dan kurvatura bibir atas10
2.3.4.10 Sudut H
2.3.4.11 Kecembungan Skeletal
Kecembungan skeletal diukur dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog).10,23 Titik A adalah titik tercekung antara spina nasalis anterior dengan puncak prosessus alveolar maksila.13 Dikatakan dengan tegas bahwa kecembungan
skeletal tidak termasuk pengukuran jaringan lunak namun sangat berguna dalam penentuan kecembungan wajah skeletal yang ideal jika jarak antara garis N-Pog ke titik A sekitar -2mm sampai +2 mm (Gambar 11).10,13
Gambar 11. Sudut H dan kecembungan skeletal10
2.4Ras Campuran Antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu
Sebagian besar penduduk Indonesia adalah ras Paleomongoloid sebutan yang diberikan oleh Von Eickstedt untuk ras Melayu yang terdiri dari kelompok
Ciri-ciri jasmani yang berlainan pada umumnya antara kelompok
Proto-Melayu dan Deutro-Proto-Melayu terdapat pada bentuk kepala. Buditaslim membuktikan bahwa ada perbedaan antara tinggi wajah total orang Batak (mewakili Proto-Melayu) dan orang Jawa (mewakili Deutro-Melayu) dimana wajah orang Batak lebih tinggi
daripada orang Jawa. Dengan kata lain, kelompokProto-Melayu memiliki kepala yang panjang (dolichocephalis) sedangkan orang Deutro-Melayu memiliki kepala yang pendek (brachycephalis).24,25 Selain itu, Mundiyah berhasil menemukan bahwa lebar mesio-distal gigi pada kedua kelompok ini memiliki perbedaan ukuran yang bermakna (cit. Djoeana H,dkk., 2005).25
Kelompok Proto-Melayu adalah Batak, Gayo, Sasak, Dayak, dan Toraja. Sedangkan yang termasuk kelompok Deutro-Melayu adalah Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Minangkabau, Sumatera pesisir, Rejang Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Menado pesisir, Sunda kecil timur, Betawi, Makassar, dan Melayu.6,13,25
2.6 Kerangka Konsep
Mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu
dengan Deutro-Melayu
Klas I Angle
Radiografi sefalometri lateral
Inklinasi gigi insisivus rahang atas dan rahang
bawah
Profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway (sudut fasial dan sudut H) Sudut
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Ortodonsia adalah salah satu cabang kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Semakin berkembangnya ilmu di bidang ortodonsia, semakin banyak pula orang yang ingin memperbaiki posisi giginya yang tidak teratur.1 Maloklusi atau ketidakteraturan gigi pada lengkung rahang secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu disharmoni yang melibatkan hubungan dan
posisi antar gigi, antar rahang, atau kombinasi keduanya.2 Maloklusi juga merupakan masalah beberapa individu karena dapat menyebabkan masalah fungsi pengunyahan, penelanan, gangguan temporomandibular joint (TMJ), bicara serta dapat mempengaruhi psikologis individu tersebut.1
Pada dasarnya perawatan ortodonti bertujuan untuk meningkatkan efisiensi fungsional, keseimbangan struktural dan keselarasan estetik yang efisien oleh Riedel disebut tiga serangkai yaitu “Utility”, “Stability”, dan “Beauty”.3,4Penentuan estetik wajah seseorang sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut interinsisal karena posisi dan inklinasi gigi insisivus akan berpengaruh pada jaringan lunak wajah terutama sepertiga wajah bagian bawah.2Diagnosis dan rencana perawatan memiliki peranan yang penting di dalam perawatan ortodonti. Prosedur rencana perawatan didasarkan pada pengukuran jaringan keras, dan beberapa penelitian telah menemukan nilai standar untuk jaringan lunak dan jaringan keras.5
Sahin dan Umit melakukan penelitian mengenai analisis jaringan lunak dan jaringan keras yang digunakan sebagai patokan dalam perencanaan perawatan.5 Neger juga melakukan penelitian yang sama dengan populasi yang berbeda, menyatakan belum mendapatkan hasil yang memuaskan mengenai hubungan perawatan ortodonti dengan perubahan profil jaringan lunak.6
kebanyakan ortodontis merasa kecewa melihat perubahan beberapa profil wajah
pasien yang justru lebih baik sebelum dilakukan perawatan ortodonti. Holdaway juga menyatakan bahwa perawatan yang didasarkan pada pengukuran jaringan keras atau hanya berdasarkan garis wajah akan memberikan hasil yang mengecewakan.
Ortodontis sebaiknya tidak hanya memperhatikan gigi dan skeletal pasien tetapi profil wajah juga penting dianalisis dalam mendiagnosis dan merencanakan perawatan maloklusi yang diderita.5,7
Analisis sefalometri pada profil jaringan lunak telah dilakukan oleh Burstone, Subtelny, dan Holdaway pada tahun 1983.1Beberapa referensi titik analisis telah dikemukakan untuk menilai posisi antero-posterior pada bibir atas dan bawah melalui profil lateral, seperti Steiner, Ricketts, Holdaway, Burstone, dan Sushner. Metode pengukuran mereka banyak digunakan oleh ahli ortodontis untuk mengukur posisi bibir dalam diagnosis dan rencana perawatan.8Lokanata menyatakan bahwa analisis Holdaway lebih baik dibandingkan analisis Ricketts karena analisis Holdaway tidak menggunakan hidung sebagai titik penentu dan rerata hidung masyarakat Indonesialebih rendah dibanding ras kaukasoid.9Jacobson dan Vlachos menyatakan bahwa analisis Holdaway lebih terperinci, jelas dan luas pembahasannya tentang analisis profil jaringan lunak.10 Analisis Holdaway melakukan 11 analisis untuk melihat profil jaringan lunak, tetapi pengukuran dapat diukur pada sudut fasial dan sudut H karena dapat digunakan sebagai penentuan konveksitas jaringan lunak wajah apakah cembung, cekung, atau lurus.7
Menurut Platou dan Zachrison, Rakosi dkk., serta Graber dan Vanarsdall
menyatakan bahwa posisi gigi insisivus banyak digunakan sebagai petunjuk dalam menegakkan diagnosis, menentukan rencana perawatan, dan mendapatkan stabilitas
hasil perawatan (cit. Zen Y, 2005).2
Hamilah menyatakan bahwa ada korelasi antara inklinasiinsisivus sentralis
dengan konveksitas jaringan lunak.12Menurut Irawati, bertambahnya usia akan menyebabkan gigi insisivus atas retrusif, sehingga sudut interinsisal bertambah besar dan konveksitas jaringan lunak juga bertambah (cit. Susilowati, 2009).1
Menurut penelitian Agha dkk. menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara sudut interinsisal dan sudut konveksitas profil jaringan lunak wajah pada seluruh sampel penelitian.11Arigatomenyatakan terdapat korelasi lemah dengan nilai signifikan yang tidak bermakna dan positif antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah.6 Sedangkan menurut Susilowati, tidak ada hubungan yang bermakna antara sudut interinsisal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada laki-laki dan perempuan suku Bugis dan Makassar.1
Penduduk Indonesia sebagian besar terdiri dari ras Proto-Melayu dan Deutro-Melayu. Ras Proto-Melayu terdiri dari suku Batak, Dayak dan Toraja. Sedangkan ras Deutro-Melayu terdiri dari suku Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Melayu, Minangkabau, Betawi, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Makassar, Bugis, dan Menado.13 Pada dewasa ini,penduduk yang merupakan keturunan dari ras yang sama telah sulit ditemukan karena banyak penduduk yang menikah dengan ras berbeda, sepertiras campuran antara Proto-Melayu dengan Deuto-Melayu.
Beberapa hasil penelitian yang telah ada, masih menunjukkan belum ada hubungan yang signifikan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak. Beberapa peneliti berpendapat bahwa ada hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah, sementara peneliti lain berpendapat tidak ada hubungan.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada
1.2Permasalahan
Permasalahan penelitian ini adalah :
1. Berapakah rata-ratabesar sudut interinsisal pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu?
2. Bagaimanakah profiljaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu?
3. Apakah ada hubunganantara sudut interinsisal dengan profiljaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui rata-rata besar sudut interinsisalpada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu.
2. Untuk mengetahui profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway
pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu. 3. Untuk mengetahuihubungan antara sudut interinsisal dengan profil
jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu.
1.4Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu.
1.5Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat Praktis
1.5.2 Manfaat Teoritis
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia Tahun 2014
Melisa
Hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu
x + 40 halaman
Pada dasarnya perawatan ortodonti bertujuan untuk meningkatkan efisiensi fungsional, keseimbangan struktural dan keselarasan estetik. Penentuan estetik wajah seseorang sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut interinsisal karena posisi dan inklinasi gigi insisivus akan berpengaruh pada jaringan lunak wajah terutama sepertiga wajah bagian bawah. Oleh karena itu, penulis ingin melihat seberapa jauh hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu FKG USU.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. Populasi penelitian adalah mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu yang masih aktif dalam perkuliahan. Sampel yang digunakan adalah data primer berupa 50 foto sefalometri lateral. Sampel diambil dengan cara purposive sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria yang ditentukan. Analisis data dilakukan dengan menghitung rerata dan standar deviasi sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah, kemudian dilakukan uji
korelasi.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rerata sudut interinsisal mahasiswa FKG
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan terbalik antara sudut interinsisal
dengan sudut fasial dan sudut H, yaitu semakin besar sudut interinsisal, maka semakin kecil sudut fasial dan sudut H, begitu juga sebaliknya.
HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL
JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS
HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU
RAS CAMPURAN PROTO DENGAN
DEUTRO-MELAYU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
MELISA
NIM : 100600097
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia Tahun 2014
Melisa
Hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu
x + 40 halaman
Pada dasarnya perawatan ortodonti bertujuan untuk meningkatkan efisiensi fungsional, keseimbangan struktural dan keselarasan estetik. Penentuan estetik wajah seseorang sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut interinsisal karena posisi dan inklinasi gigi insisivus akan berpengaruh pada jaringan lunak wajah terutama sepertiga wajah bagian bawah. Oleh karena itu, penulis ingin melihat seberapa jauh hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu FKG USU.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. Populasi penelitian adalah mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu yang masih aktif dalam perkuliahan. Sampel yang digunakan adalah data primer berupa 50 foto sefalometri lateral. Sampel diambil dengan cara purposive sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria yang ditentukan. Analisis data dilakukan dengan menghitung rerata dan standar deviasi sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah, kemudian dilakukan uji
korelasi.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rerata sudut interinsisal mahasiswa FKG
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan terbalik antara sudut interinsisal
dengan sudut fasial dan sudut H, yaitu semakin besar sudut interinsisal, maka semakin kecil sudut fasial dan sudut H, begitu juga sebaliknya.
HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL
JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS
HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU
RAS CAMPURAN PROTO DENGAN
DEUTRO-MELAYU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
MELISA
NIM : 100600097
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 5 Februari 2014
Pembimbing : Tanda tangan
Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort(K) ...
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 5 Februari 2014
TIM PENGUJI
KETUA : Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort(K)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, skripsi ini telah
selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan
pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. H. Nazruddin,drg.,C.Ort.,Ph.D.,Sp.Ort selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort(K) selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, nasihat, dan pengarahan serta
saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort dan Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort selaku dosen
tim penguji yang telah menyediakan waktu dan memberikan masukan kepada
penulis.
4. Erna Sulistyawati, drg, Sp.Ort(K), selaku Ketua Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
5. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort selaku koordinator skripsi.
6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bantuan yang diberikan kepada
penulis.
7. Armia Syahputra,drg selaku dosen pembimbing akademik penulis yang
telah begitu banyak membantu, membimbing, dan memberi nasihat yang berharga
selama penulis menjalani masa studi perkuliahan.
8. Kedua orang tua tercinta Ayahanda (Sie Chin) dan Ibunda (Anita Kosasih)
yang telah memberikan kasih sayang, doa, serta dukungan moril dan materil yang
terus menerus kepada penulis.
9. Teman-teman stambuk ’10 dan sahabat-sahabat tersayang terutama Dessi
Natalia, Ervi Gani, Jocelyn, Sunny Chailes, Vivi Leontara, Wennie Fransisca,
Winnie Neormansyah, Rose Diana, Wunardi Surya, dan teman-teman seperjuangan
skripsi di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan
skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.Akhir kata penulis
mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, 5 Februari 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI. ...
KATA PENGANTAR... iv
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri ... 6
2.3.4.2Kedalaman Sulkus Labialis Superior ... 15
2.3.4.3 Kedalaman Sulkus Labialis Inferior ... 15
2.3.4.5Tebal Dagu ... 15
2.3.4.6Tebal Bibir Atas ... 16
2.3.4.7Strain Bibir Atas ... 16
2.3.4.8Sudut Fasial ... 17
2.3.4.9Kurvatura Bibir Atas ... 17
2.3.4.10Sudut H ... 18
2.3.4.11Kecembungan Skeletal ... 19
2.4 Ras Campuran Antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu ... 19
2.5 Kerangka Teori ... 21
2.6 Kerangka Konsep ... 22
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rerata nilai sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah padamahasiswa FKG USU ras campuran Protodengan
Deutro-Melayu ... 30
2. Hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswaFKG USU ras campuran
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Sefalogram: (A) Sefalogram frontal, (B) Sefalogram lateral ... 7
2. Sudut interinsisal secara sefalometri. ... 8
3. Titik-titik dalam analisisjaringan lunak menurut Jacobson. ... 10
4. Analisis jaringan lunak wajah menurut Ricketts. ... 11
5. Analisis jaringan lunak wajah menurut Steiner ... 12
6. Analisis konveksitas wajah menurut Subtelny ... 13
7. Analisis jaringan lunak wajah menurut Holdaway ... 14
8. Jarak puncak hidung ke garis H, kedalaman sulkus labialissuperior, jarak bibir bawah ke garis H, kedalaman sulkus labialis inferior, dan tebal dagu ... 16
9. Tebal bibir atas dan strain bibir atas ... 17
10.Sudut fasial dan kurvatura bibir atas ... 18
11.Sudut H dan kecembungan skeletal ... 19
12.Garis H, sudut fasial (a), sudut H (b) danbidang Frankfurt horizontal (FH) ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Kuesioner penelitian.
2. Surat pernyataan persetujuan (informed consent) dan lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian.
3. Hasil pengukuran sudut interinsisal, sudut fasial, dan sudut H pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu.
4. Hasil perhitungan statistik deskriptif sudut interinsisal, sudut fasial, dan sudut H pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu.
5. Hasil uji normalitas data.
6. Uji korelasi Pearson’s antara sudut interinisal, sudut fasial, dan sudut H pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu.