• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelayanan Administrasi Kantor Badan Pertanahan Nasional Dalam Menyelesaikan Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelayanan Administrasi Kantor Badan Pertanahan Nasional Dalam Menyelesaikan Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai)"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA A.Buku

Agung, Kurniawan, 2005, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta : Pembaruan. Badudu, JS, Sutan Mohammad Zain, 2001, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta :

Pustaka Sinar Harapan.

Dougherty, dan Pritchard, 1985, Bauer 2003 : 55-56.

Dwiyanto, Agus, 2008, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta : Gajah Mada Univercity Press.

Dwiyatmi, Sri Harini, Pengantar Hukum Indonesia, Ghalia, Indonesia.

Effendi, Sofian dan Tukiran, 2012, Metode Penelitian Survey Edisi Revisi 2012, Jakarta: LP3ES.

Gie, The Liang. 1997, Ensiklopedia Administrasi, Jakarta : PT. Air Agung Putra.

Herman, Hermit. 2008, Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan

Tanah Pemda, Bandung : CV. Mandar Maju.

Indrarti, Maria Frida. 2011, Ilmu Perundang-Undangan (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan), Yogyakarta : Kanisius, Hal. 184-185.

Juliantara, Dadang, 2005. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan

Publik. Yogyakarta : Pembaruan.

Komariah.2010, Hukum Perdata, Malang, Edisi revisi.

Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kurniawan, Agung. 2005, Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta : Pembaruan LAN, 2003, Penyusunan Standar Pelayanan Publik, Jakarta. LAN.

Lukman, Sampara, 2000, Manajemen Kualitas Pelayanan, Jakarta : STIA LAN PRESS. Lukman, Sampara, 2006, Manajemen Pelayanan. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Mahmudi, 2005, Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : Unit Penerbit & Percetakan Akademi Manajemen Bersih.

Moeleong, Lexy. 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Moenir, A.S. 2002, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara.

Perangin, Effendi. 1992, Praktek Pengurusan Sertipikat Hak Atas Tanah, Jakarta : CV Rajawali.

Perangin, Effendi. Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1994, hal.3. Siagian, S.P. 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Bumi Aksara.

(2)

Singarimbun, Masri. 1995, Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES.

Soekanto, Soerjono. 2002, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, penerbit Rajawali, Jakarta, cetakan Kedua,

1983, hal.120.

Sutedi, Adrian, Sertifikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta.

Thoha. Miftah, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Van, Dijk, R. Pengantar Hukum Adat Indonesia, Penerbit Sumur, Bandung, Cetakan kedelapan, 1979, Hal.66.

(3)

B. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan

Peraturan Kepala Badan Pertanaan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2010, tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku di Badan Pertanahan Nasional.

C. Sumber Internet

(4)

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III.I. Sejarah Singkat dan Gambaran Umum Kota Binjai III.I.I. Sejarah Singkat Kota Binjai

Mengenai asal usul Kota Binjai di masa silam, yang dulunya diawali dari sebuah Kampung kecil yang terletak di antara Sungai Mencirim di sebelahTimur, Sungai Bangkatan ditengah Kota dan Sungai Bingai di sebelah Barat, yang letaknya di antara dua Kerajaan Melayu yaitu Kesultanan Deli dan Kesultanan Langkat.

Masih sangat sedikit sekali terungkapnya nama Kota Binjai, berdasarkan penuturan orang-orang tua yang dianggap mengetahui asal mula Kota Binjai, baik yang dikisahkan atau yang diriwayatkan dalam berbagai tulisan yang pernah dijumpai, bahwa Kota Binjai itu berasal dari sebuah kampung kecil terletak di pinggir Sungai Bingai. Kira-kira di Kelurahan Pekan Binjai yang sekarang, upacara adat dalam rangka pembukaan kampung tersebut diadakan di bawah sebatang pohon "BINJAI" (Mangifera caesia), sebangsa pohon embacang yang daunnya sangatlah rindang dengan batang yang cukup besar, hidup dan tumbuh dengan kokoh di pinggir Sungai Bingai, yang bermuara ke Sungai Wampu.

Pada masa dahulu sungai ini cukup besar sehingga dapat dilayari sampan - sampan besar yang berkayuh sampai jauh kemuaranya. Disekitar pohon binjai yang besar itulah kemudian dibangun beberapa rumah yang lama kelamaan menjadi besar dan luas yang akhirnya berkembang menjadi "BANDAR" atau pelabuhan yang ramai didatangi tongkang-tongkang yang datang dari Stabat, Tanjung Pura dan juga dari Semenanjung Malaka, kemudian nama Pohon Binjai itulah yang akhirnya melekat menjadi nama Kota Binjai.

(5)

Sebenarnya sejak tahun 1822, Binjai telah dijadikan Bandar/Pelabuhan dimana hasil pertanian lada yang diekspor adalah dari perkebunan lada di sekitar Ketapangai (Pungei) atau Kelurahan Kebun lada sekarang. Pada tahun 1823 Gubernur Inggris yang berkedudukan di Pulau Penang telah mengutus (Jhon Anderson) untuk pergi ke pesisir Sumatera Timur dan dari catatannya disebutkan sebuah Kampung yang bernama Ba Bingai (Menurut buku Mission to The Eastcoast Sumatera - Edinburg 1826). Pada Masa Penjajahan Belanda Tahun 1864 Perkembangan zaman terus berjalan, pada tahun1864 Daerah Deli telah dicoba ditanami tembakau oleh Pioner Belanda yang bernama J.Nienkyis dan 1866 didirikan Deli Maatschappiy.

Usaha untuk menguasai Tanah Deli oleh orang Belanda tidak terkecuali dengan menggunakan politik pecah belah melalui pengangkatan datuk - datuk. Usaha ini diketahui oleh Datuk Kocik, Datuk Jalil dan Suling Barat yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda bahkan mereka melakukan perlawanan. Kitlv.nl Bindjai Droogschuur van de tabaksplantage, vermoedelijk te Bindjai Bersamaan dengan itu Datuk Sunggal tidak menyetujui pemberian kosensi tanah kepada perusahaan Rotterdanmy oleh Sultan Deli karena tampa persetujuan.

Dibawah kepemimpinan Datuk Sunggal bersama rakyat di Timbang

Langkat (Binjai) dibuat Benteng pertahanan untuk menghadapi Belanda. Dengan tindakan Datuk Sunggal ini Belanda merasa terhina dan memerintahkan Kapten Koops untuk menumpas para Datuk yang menentang Belanda. Dan pada 17 Mei 1872 terjadilah pertempuran yang sengit antara Datuk beserta masyarakat dengan Belanda.

(6)

ditangkap Belanda lalu kemudian pada tahun 1873 para Datuk dibuang ke Cilacap. Pada tahun 1917 oleh Pemeritahan Belanda mengeluarkan Instelling Ordanantie No.12 dimana Binjai dijadikan Gemente dengan luas 267 Ha. Pada Masa penjajahan Jepang Tahun 1942-1945 Pada masa penjajahan Jepang Tahun 1942-1942-1945 dibawah pemerintahan Jepang dengan kepala Pemerintahannya adalah Kagujawa dengan sebutan Guserbu hingga tahun 1944-1945 Pemerintahan kota dipimpin oleh Ketua Dewan Eksekutif J.Runnanbi dengan anggota Dr.RM Djoelham, Natangsa Sembiringdan dan tan Hong Poh.

Pada tahun 1945 (saat Revolusi) sebagai kepala pemerintahan Binjai adalah RM. Ibnoe dan pada 29 oktober 1945 T. Amir Hamzah diangkat menjadi Residen Langkat oleh Komite Nasional dan pada masa pendudukan Belanda 1947 Binjai berada di bawah asisten Residen j. Bunger dan RM. Ibnoe sebagai Wakil Walikota Binjai pada tahun 1948-1950 pemerintahan Kota Binjai dipegang oleh ASC Moree. Tahun 1950-1956 Binjai menjadi Kota Administratif Kabupaten Langkat dan sebagai Walikota adalah OK Salamuddin T.Ubaidullah Tahun 1953-1956. Berdasarkan Undang–undang Darurat No.9 Tahun 1956 Kota binjai menjadi otonom Kotapraja dengan walikota pertama SS.Parmuhan.

(7)

III.2. Sejarah Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Binjai

Kantor Badan Pertanahan Kota Binjai terletak di Kota Binjai, tepatnya di Jalan Samanhudi, Nomor 5-C, KecamatanBinjai Kota. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Lebih lanjut ayat (2) dari Pasal yang sama menentukan bahwa Badan Pertanahan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala. (Sesuai dengan Perpres No. 63 Tahun 2013).

Hal ini sejalan dengan apa yang ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Presiden Pendaftaran Tanah yang menentukan bahwa tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang ditugaskan kepada Pejabat lain. Kegiatan-kegiatan tertentu yang dimaksud adalah kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Badan Pertanahan, misalnya pengukuran titik dasar teknik, pemetaan fotogrametri, dan lain-lain.

Badan Pertanahan Nasional dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria. Badan Pertanahan Nasional diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

(8)

TABEL III.I

PEMANFAATAN SARANA DAN PRASARANA KANTOR

PERTANAHAN KOTA BINJAI

3. Lobby (Ruang Tunggu Pelayanan) + Teras 20

4. Ruang Kepala Kantor 20

5. Ruang Sub Bagian Tata Usaha 50

6. Ruang Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah

70

7. Ruang Seksi Survey Pengukuran dan Pemetaan

70

8. Ruang Seksi Pemberdayaan Tanah 20 9. Ruang Seksi Sengketa Konflik dan

Perkara

20

10. Ruang Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan

20

(9)

III.2.1. Struktur Organisasi Kantor Badan Pertanahan Nasional TABEL III.2

STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PERTANAHAN KOTA BINJAI

HIDI

Kepala Sub Bagian Tata Usaha HIMMELENA NAPITUPULU, SH, M.Kn

(10)

III.2.2. Daftar Pegawai Sipil Kantor Pertanahan Kota Binjai TABEL III.3

DAFTAR PEGAWAI KANTOR PERTANAHAN KOTA BINJAI

No. Nama Pegawai NIP Pangkat/

IV/b Kepala Kantor

2. HARTOYO, SH 19680713 199703 1 002

III/b Kepala Urusan Perencanaan dan Keuangan

3. SITI AISYAH, S.SiT 19680606 199103 2 004

III/d Kepala Urusan Umum dan Kepegawaian

4. MUHAMMAD HUSNI

19690809 20064 1 013

II/c Staf Administrasi

5. FIRMAN SYAH

PUTRA

19830710 201212 1 003

II/a Staf Administrasi

6. SYAHRINUL, B.Sc, SH, MH

19590510 198003 1 006

IV/a Kepala Seksi Srvei, Pengukuran dan Pemetaan

7. ALAM NUGRAHA

SAMBAS, S.SiT

19751111 200112 1 005

III/c Kepala Sub Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan

(11)

198303 1 013 Pengukuran dan Pemetaan

9. ELFAZAHRA SUARDI

19891114 200912 2 001

II/b Pengumpul Data Survei,

Pengukuran dan Pemetaan

10. SRI PUSPITA DEWI, SH, M.Kn

19650802 199303 2 003

IV/a Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah

11. SAUT HALOMOAN SIMARMATA, S.SiT

19751213 199703 1 003

III/d Kepala Sub Seksi Penetapan Hak Tanah

12. HIDIR SUDIRMAN, A.Ptnh

19591206 198203 1 004

III/d Kepala Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT

13. TATANG

IVANANTA, SH

19650405 198503 1 004

III/d Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan

14. Dra.HELEN NAPITUPULU

19690402 199303 2 002

III/d Kepala Sub Seksi PGT dan Kawasan Tertentu

15. IDA SRI NANDA 19610312 198203 2 002

III/b Kepala Sub Seksi Landreform dan Konsolidasi Tanah

16. KHOIRUN NISAK, SH, MH

19690710 199403 2 003

IV/a Kepala Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan

17. ELSARIA TARIGAN, SH

19690417 199303 2 002

(12)

18. M.NUR

ALAMSYAH, SH

19601021 198103 1 001

III/d Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara

19. HIMMELLENA

NAPITUPULU, SH, M.Kn

19680306 199203 2 001

IV/a Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Sumber : Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

III.3. Visi Dan Misi Kantor Badan Pertanahan III.3.1. VISI

Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.

III.3.2. MISI

Mengembangkan dan menyelenggarakan politik dan kebijakan pertanahan untuk:

1. Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan.

2. Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan

bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pendaftaran tanah (P4T).

(13)

hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara dikemudian hari.

4. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip, dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas.

III.3.3. Fungsi Badan Pertanahan Nasional

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan. 2. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan.

3. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan. 4. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan.

5. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan.

6. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. 7. Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah.

8. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus.

9. Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan.

(14)

12.Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan.

13.Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan.

14.Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan.

15.Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan. 16.Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan.

17.Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan. 18.Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan.

19.Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan. 20.Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum

dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 21.Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.

III.3.4. Agenda Kebijakan Badan Pertanahan Nasional

Adapun beberapa Agenda Kebijakan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) adalah sebagai berikut:

1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.

2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.

3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).

4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik.

(15)

6. Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.

7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.

8. Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.

9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan Pertanahan yang telah ditetapkan.

10.Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.

11.Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan Pertanahan.

III.3.5. Empat Prinsip Badan Pertanahan Nasional

Diawali dari tahun 2005, pertanahan nasional dibangun dan dikembangkan atas dasar empat (4) prinsip pengelolaan:

1. Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada kesejahteraan masyarakat, 2. Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada keadilan penguasaan dan

pemilikan tanah,

3. Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada keberlanjutan sistem kemasyarakatan dan Kebangsaan Indonesia,

4. Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada harmoni sosial.

III.3.6. Arti Lambang dan Logo Badan Pertanahan Nasional

(16)

Lambang Badan Pertanahan Nasional adalah bentuk suatu kesatuan gambar dan tulisan terdiri dari:

• Gambar 4 (empat) butir padi melambangkan Kemakmuran dan kesejahteraan.

Memaknai atau melambangkan 4 (empat) tujuan Penataan Pertanahan yang akan dan telah dilakukan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yaitu kemakmuran, keadilan, kesejahteraan sosial dan

keberlanjutan.

• Gambar lingkaran bumi melambangkan sumber penghidupan manusia.

(17)

• Gambar sumbu melambangkan poros keseimbangan. 3 (tiga) Garis Lintang dan 3

(tiga) Garis Bujur Memaknai atau melambangkan pasal 33 ayat 3 UUD 45 yang mandasari lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960.

• Gambar 11(sebelas) bidang grafis bumi memaknai atau melambangkan 11 (Sebelas)

agenda pertanahan yang akan dan telah dilakukan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Bidang pada sisi sebelah kiri melambangkan bidang bumi yang berada diluar jangkauan wilayah kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

• Warna Coklat melambangkan bumi, alam raya dan cerminan dapat dipercaya dan

teguh.

• Warna Kuning Emas melambangkan kehangatan, pencerahan, intelektual dan

kemakmuran.

(18)

BAB IV

PENYAJIAN DAN PENELITIAN

IV.1. Penyajian Data

Pada bab ini, penulis akan menyajikan data-data yang diperoleh melalui penelitian dilapangan untuk kemudian dianalisis melalui teori-teori yang ada. Data yang diperoleh terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara secara terbuka kepada pihak yang berhubungan dengan judul penelitian ini, yaitu dengan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah sebagai Key Informan, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber-sumber tertulis yang diperkuat oleh data primer.

Dalam wawancara ini ada beberapa pertanyaan pokok yang akan diajukan kepada informan yang menyangkut pada persoalan pegurusan Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah.

IV.1.1. Karakteristik Informan

Informan dari Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai :

1. Drs. RASMON SINAMO : Kepala Kantor Badan Pertanahan Kota Binjai, (Informan Kunci) 2. SRI PUSPITA DEWI, SH, M.Kn : Kepala Seksi Hak Tanah dan

Pendaftaran Tanah, (Informan Kunci)

3. FIRMAN SYAH PUTRA : Pengadministrasi Umum (Informan Utama)

(19)

1. Bapak Yusra, Sarjana Ekonomi, masyarakat yang bertempat tinggal di Bandarsenembah, Kelurahan Binjai Barat, umur 56 tahun.

2. Bapak Alfian, masyarakat yang bertempat tinggal di Binjai Utara, Kelurahan Jati Karya, umur 45 tahun.

3. Bapak Ilham, Masyarakat Binjai Kota, yang bertempat timggal di Kelurahan Berngam, umur 39 tahun.

4. Bapak Rahmad, masyarakat Binjai Timur, yang bertempat tinggal di Kelurahan Suka Maju, umur 42 tahun.

IV.1.2. Hasil Wawancara

IV.1.2.1. Persayratan Pelayanan

Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk menanyakan hal mendasar

yang sesuai dengan judul yang telah ditentukan sebelumnya. Pemaparan hasil wawancara ini dibuat secara berurutan menurut pertanyaan peneliti. Yang diwawancarai yaitu Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai, Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, dan pegawai administrasi yang bertugas pada program Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah. Serta infroman lainnya.

Penulis memberi pertanyaan kepada Key informan tentang apa saja yang menjadi persyaratan administrasi dalam pelaksanaan Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai, kemudian Bapak Drs. Rasmon Sinamo, sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai, beliau menjawab :

“ Untuk melaksanakan proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah kami

membutuhkan persyaratan seperti: Sertipikat asli untuk proses peralihan hak, Akta Jual Beli

(20)

masing-masing pihak, Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan, yang sdemuanya itu telah disahkan atau dilegalisai oleh pihak PPAT.”

Berdasarkan hasil wawancara dengan key informan, diketahui bahwa Persyaratan pelayanan ini terdapat dalam Perkaban Nomor 1 tahun 2010, diatur mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk melakukan Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah. Adapun persyaratannya, yaitu :

1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup.

2. Surat Kuasa apabila dikuasakan

3. Fotocopy identitas pemohon/pemegang dan penerima hak (KTP, KK) serta kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket

4. Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket

5. Sertipikat asli

6. Akta Tukar Menukar dari PPAT

7. Ijin Pemindahan Hak apabila di dalam sertipikat/keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh

dipindahtangankan jika telah diperoleh ijin dari instansi yang berwenang

8. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket

9. Penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti SSP/PPH untuk perolehan tanah lebih dari 60 Juta Rupiah

(21)

“ Saya faham dan sudah mengerti dengan persyaratan pelayanan yang

diberikan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ini, dan saya

mendapatkan pelayanan dan hasil sesuai dengan yang saya harapkan.’’

IV.1.2.2. Prosedur Pelayanan

Pertanyaan berikutnya yang penulis berikan adalah bagaimana prosedur Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah pada Kantor Badan Pertanahan Kota Binjai, kemudian Ibu Dewi Puspita sebagai Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Menjawab :

“ Melalui loket pelayanan dengan melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan

kemudian membayar kewajiban administrasi sesuai dengan Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 tentang Standar

Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia.”

Kemudian Pengadministrasi Umum Bapak Fiman menambahkan:

“ Pemohon selalu datang ke loket untuk menyerahkan dokumen yang akan diproses.” IV.1.2.3. Waktu Pelayanan

Dalam mencapai pelayanan yang maksimal harus dapat ditetapkan

standarisasi waktu dalam penyelesaian sertipikat yang diusulkan oleh masyarakat, penulis memberikan pertanyaan tentang bagaimana standarisasi waktu yang ditetapkan untuk menyelesaikan Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah, kepada key informan Ibu Sri Puspita Dewi, SH.M.Kn, beliau menjawab :

“ Untuk pengurusan sertipikat kami berdasarkan Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesai Nomor 1 tahun 2010, tentang standar

pelayanan dan Pengaturan Pertanahan Kepala Badan Pengaturan Pertanahan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, yaitu:

(22)

Pertanyaan juga penulis berikan kepada pengadministrasi umum, Bapak jawaban Bapak Firman Syah Putra :

“ 5 (lima) hari sejak diterimanya berkas pada loket Kantor Badan Pertanahan

Nasional .”

Pertanyaan yang sama juga penulis berikan kepada Bapak Alfian selaku informan tambahan:

“ Bisa lebih dari 5 (lima) hari, jika ada hambatan atau kendala seperti kurangnya

kelengkapan persyaratan administrasi.”

Dari hasil wawancara peneliti mendapatkan jawaban yang berbeda dari ketigat informan, yaitu informan Kunci, Informan Utama dan Informan tambahan memberikan jawaban yang sama yaitu 5 (lima) hari, sedangkan informan tambahan menjawab bisa lebih dari waktu yang ditetapkan jika persyaratan administrasinya belum lengkap.

Kemudian penulis juga memberikan pertanyaan, apakah waktu yang dibutuhkan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku :

Bapak Rasmon selaku Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional menjawab :

“ Sudah jelas harus sesuai.”

Jawaban Ibu Dewi sebagai Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Hak Tanah :

“ Sesuai, karena kami mengikuti peraturan yang berlaku. ”

Jawaban dari Bapak Pengadministrasi Umum menjawab :

“ Terkadang bisa tidak sesuai, karena keseringan persyaratan administrasi kurang

lengkap, jadi berkas belum bisa diproses, dan terkadang petugas Peralihan Hak juga

menerima banyak dokumen peralihan yang harus segera diselesaikan, tetapi

kebanyakan sesuai dengan waktu.“

Kemudian jawaban dari Bapak Ilham selaku masyarakat, yang juga informan tambahan, beliau menanggapi :

(23)

lebih sekitar 1 bulan yang lalu, saya mengurus lebih dari 5 (lima) hari, karena saya

tidak tahu persyaratan yang dibutuhkan untuk Peralihan Hak, dan setelah saya cek ke

Kantor Badan Pertanahan, ternyata berkas saya kurang lengkap, jadi petugas

Peralihan belum bisa memproses dokumen saya.”

Dari wawancara diatas penulis mendapatkan jawaban yang berbeda dari keempat informan, yaitu waktu yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan terkadang tidak sesuai juga dengan peraturan, disebabkan ada atau tidaknya hambatan dalam Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah, tapi

kebanyakan sesuai dengan pwraturan yang berlaku. IV.1.2.4. Biaya

Pertanyaan selanjutnya tentang berapakah biaya yang dikenakan untuk Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah :

Bapak Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional menjawab :

“ Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah tentang jenis dan tarif atas jenis

penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2010. “

Ibu Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah menjawab:

“ Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2010.”

Bapak Pengadminisrasi Umum juga Menjawab :

“ Sudah sesuai dengan PP Nomor 13 tahun 2010, jika tidak sesuai masyarakat pasti

protes.”

IV.1.2.5. Hambatan

Dan pertanyaan terakhir tentang apa saja yang menjadi hambatan atau kendala yang terjadi dalam Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah :

(24)

“ Kendala yang dihadapi biasanya kurang lengkapnya berkas persyaratan

pelayanan administrasi, yang dapat menghambat proses Peralihan Haknya”

Kemudian Bapak Firman sebagai pengadministrasi umum menambahkan :

“ Terkadang hambatan terjadi karena kurangnya informasi, yang dibutuhkan oleh

masyarakat tentang pertanahan.”

Jawaban dari Bapak Rahmad :

“ Masyarakat kurang memahami pentingnya kelengkapan persyaratan

pelayanan administrasi, dan juga kurang mendapatkan informasi lengkap.”

Dari seluruh hasil wawancara tersebut diatas dapat diketahui bahwa yang menjadi hambatan dan masalah adalah kurangnya informasi yang menyebabkan kurang pula kelengkapan persyaratan administrasi, pemohon yang tidak berada di tempat, banyaknya pemohon yang mengurus Peralihan Hak Atas Tanah, serta kurang pemahaman masyarakat akan pentingnya kelengkapan berkas pesyaratan pelayanan administrasi yang diperlukan Kantor Badan Pertanahan Nasional.

Pertanyaan berikutnya, penulis menanyakan, bagaimana Badan Pertanahan Nasional dalam menyelesaikan kendala atau hambatan tersebut Bapak Drs. Rasmon sebagai Key informan menjawab :

“ Pemohon harus melengkapi kekurangan berkas mereka terlebih dahulu, dan akan

diproses setelah persyaratannya semuanya lengkap.”

Ibu Dewi Puspita selaku Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah juga menjawab :

“ Kami akan menghubungi PPAT untuk melengkapi kekurangan persyaratan

pelayanan administrasi ini, karena kami memperoleh berkas untuk Proses Peralihan

Jual Beli Hak Milik Atas Tanah dari pihak PPAT setempat.”

(25)

“ Kami juga tentunya akan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang

membutuhkan informasi tentang Pertanahan, dan menjelaskan apa saja persyaratan

pelayanan administrasi yang dibutuhkan Kantor Badan Pertanahan dalam

menyelesaikan semua program yang ada pada Kantor Badan Pertanahan Nasional

Kota Binjai.”

(26)

BAB V

ANALISIS DATA

V.1. Hasil Analisis Data

Dalam bagian ini akan dibahas data yang diperoleh dari hasil penelitian seperti yang sudah disajikan pada bagian terdahulu. Pembahasan yang dilakukan adalah dengan analisis deskriptif, setiap data-data dan fakta-fakta yang diperoleh selama penelitian di lapangan digambarkan sebagaimana adanya yang diiringi penafsiran dan analisis yang rasional.

Dari seluruh informasi data yang telah dikumpulkan selama melakukan penelitian di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai, baik melalui studi pustaka, maupun secara wawancara dengan informan kunci, informan Utama serta masyarakat sebagai informan tambahan, maka akan dilakukan analisa terhadap setiap data-data dan fakta-fakta yang telah didapat melalui penguraian masalah-masalah yang terjadi dalam Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.

Dalam analisis data ini selanjutnya akan dijabarkan masalah-masalah yang penulis temukan dilapangan selama melakukan penelitian. Untuk melakukan analisa terhadap setiap data yang ada dan fakta yang didapat melalui penguraian-penguraian masalah sebagai berikut :

V.I.1. Persyaratan Pelayanan 1. Kejelasan Persyaratan

(27)

a. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup.

b. Surat Kuasa apabila dikuasakan

c. Fotocopy identitas pemohon/pemegang dan penerima hak (KTP, KK) serta kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket d. Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan

dengan aslinya oleh petugas loket e. Sertipikat asli

f. Akta Tukar Menukar dari PPAT, misalnya Akta Jual Beli

g. Ijin Pemindahan Hak apabila di dalam sertipikat/keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh

dipindahtangankan jika telah diperoleh ijin dari instansi yang berwenang

h. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket

i. Penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti SSP/PPH untuk perolehan tanah lebih dari 60 Juta Rupiah

V.1.2. Prosedur Pelayanan

Prosedur merupakan urutan tugas atau pekerjaan yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan. Prosedur pelayanan dalam hal ini menyangkut kemudahan tahapan pelayanan pendaftaran yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari kesederhanaan alur pelayanan.

1. Kesederhanaan Alur Pelayanan

(28)

Peraturan Kepala Badan Pertanaan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Adapun proses pelayanan dalam Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah ialah : a. Pertama kali Pemohon datang ke loket untuk melakukan pengecekan sertipikat atau

biasa disebut dengan cek bersih sertipikat, disertai meminta Zona Nilai Tanah (ZNT). b. Kemudian pemohon membayar biaya pemeriksaan sertipikat tersebut, lalu kemudian dari petugas administrasi yang melakukan pengetikan dokumen dengan menggunakan Komputerisasi Kantor Pertanahan, selanjutnya melakukan pemeriksaan, dan kemudian diserahkan kepada Kepala Sub Bagian dan Seksi Peralihan, Pembebanan Hak PPAT untuk diperiksa kembali, lalu kemudian dilanjutkan kepada Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah untuk didaftarkan, dan terakhir diserahkan kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan untuk ditandatangani, setelah selesai dokumen tersebut diserahkan kembali ke loket.

c. Kemudian, berkas yang telah selesai diproses tersebut diberikan kembali kepada pemohon.

V.I.3. Waktu Pelayanan

Efisiensi merupakan salah satu dimensi yang perlu dideteksi dalam

pengukuran pelayanan publik, karena efisiensi itu berkaitan dengan ketepatan waktu, dan penggunaan biaya.

Ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pegawai Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai dalam Proses peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2010, yakni :

(29)

Berdasarkan hasil wawancara penulis kepada Pegawai Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai dan dengan masyarakat yang menjadi pemohon untuk proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah waktu yang mereka butuhkan tepat waktu hanya saja ada beberapa yang tidak tepat waktu dikarenakan kurangnya kelengkapan persyaratan pelayanan administrasi serta banyaknya pemohon yang melakukan Peralihan Hak Atas Tanah, dan biasanya akan selesai lebih kurang dalam waktu 2 (dua) minggu sejak diterimanya berkas oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional

Berdasarkan hasil analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa waktu dalam pengurusan Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas tanah sebenarnya sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku, hanya saja waktu pengurusan masyarakat sering bertambah, karena dokumen persyaratan pelayanan administrasi tidak lengkap.

V.1.4. Biaya

Bahwa pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dan

sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2010, tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. Biaya dapat ditentukan berdasarkan Zona Nilai Tanah (ZNT).

Zona Nilai Tanah (ZNT) dimaknai sebagai zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang mempunyai satu Nilai Indikasi rata-rata yang dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam wilayah administratif Desa/Kelurahan atau disebut juga letak titik koordinat bidang tanah yang dibuat per Kelurahan/Desa. Untuk penentuan biaya dapat dilihat sebagai berikut :

Rumus :

1.000

(30)

Contohnya :

Luas Tanah : 300-M2 ZNT : Rp.1.000.000.-

Perhitungannya :

300-M2 X (Rp.1.000.000.-) 1.000

=

1.000

Rp.300.000.000.-

= Rp.300.000.-

Berdasarkan hasil wawancara biaya yang ditetapkan untuk proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah ini berdasarkan berapa Luas Tanah dan berapa Nilai Zona Nilai Tanah (ZNT), karena luas tanah berbeda-beda dan nilai Zona Nilai Tanah ini juga berbeda-beda, berdasarkan dimana letak Desa/Kelurahan tanah tersebut.

Diamping itu selain tarif untuk Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah tersebut diatas yang dikenakan sebesar Rp.300.000.- itu ada biaya-biaya lainnya seperti biaya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB tahun terakhir), serta biaya PPAT, dan itu semua harus dilunasi pemohon, karena merupakan persyaratan pelayanan administrasi pertanahan.

V.1.5. Hambatan

Didalam setiap lembaga pelayanan publik selalu mendapat hambatan-hambatan yang dapat mengganggu proses pelayanan publik itu sendiri.

(31)

lengkapnya persyaratan pelayanan administrasi yang dibutuhkan untuk Proses Perallihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah, hal ini disebabkan karena kurangnya informasi pelayanan tersebut, disamping itu juga banyaknya dokumen pemohon proses Peralihan Hak Atas tanah yang harus diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

(32)

BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bagian ini penulis mencoba mengambil beberapa kesimpulan dan memberikan saran sebagai langkah terakhir dalam penulisan hasil penelitian ini.

VI.1. Kesimpulan

1. Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah dengan akta PPAT dapat dikenakan bagi tanah yang sudah memiliki sertipikat hak ataupun yang belum memiliki sertipikat hak, dengan terselenggaranya pembuatan Akta Jual Beli oleh PPAT dan kemudian dilanjutkan dengan pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah tersebut

2. Sertipikat Hak Milik atas tanah adalah tanda bukti kepemilikan hak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf C Undang-Undang Pokok Agraria untuk Hak Atas Tanah. Dan dari hasil penelitian yang menggunakan indikator-indikator pelayanan yang menurut saya sudah terlaksana dengan baik karena menggunakan sistem kerja sesuai dengan Peraturan yang berlaku pada Kantor Badan Pertanahan Nasional.

3. Pelayanan Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah dapat dilihat dari indikator-indikator berikut :

a. Dari persyaratan : persyaratan merupakan syarat (dokumen) yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik pelayanan teknis maupun pelayanan administrasi, pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai persyaratan itu sudah jelas, hanya saja ada sebagian yang

belum memahaminya.

(33)

persyaratan-persyaratan untuk mencapai tujuan. Pada Kantor Pertanahan Nasional Kota Binjai Prosedurnya sudah maksimal.

c. Waktu : waktu dalam pengurusan Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah sudah sesuai, waktu dalam pengurusan Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas tanah sebenarnya sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku, hanya saja waktu pengurusan masyarakat sering bertambah, karena dokumen persyaratan pelayanan administrasi tidak lengkap dikarenakan kurangnya informasi yang diberikan.

d. Biaya : biaya pengurusan Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai berbeda-beda, sesuai dengan Luas Tanah masing-masing dan Berdasarkan Zona Nilai Tanah per Desa/Kelurahannya, dan biaya penambahan seperti biaya PPAT, serta biaya wajib seperti pembayaran PBB, BPHTB dan PPh yang harus dilunasi oleh pemohon.

e. Hambatan : hambatan yang sering ditemukan dalam Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah yaitu kurangnya informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat yang belum mengerti pentingnya pendaftaran hak atas tanah. Belum lengkapnya persyaratan pelayanan administrasi yang dibutuhkan untuk Proses Perallihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah. Banyaknya dokumen pemohon proses Peralihan Hak Atas tanah yang harus diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan, serta masyarakat yang kurang memahami pentingnya sebuah dokumen yang digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk Proses Peralihan Hak Atas Tanah mereka.

VI.2. SARAN

Adapun saran yang dapat penulis berikan dalam penelitian ini, yaitu :

(34)

belum paham tentang pertanahan, dan agar pelayanan berikutnya tentang sertipikat dapat dipahami dan dimengerti oleh masyarakat.

(35)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

II.I. Bentuk Penelitian

Pada penelitian ini metode yang dipakai adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif penelitian ini adalah penelitian yang diarahkan untuk melihat gejala dan fakta secara sistematis dan akurat sehingga menghasilkan data dari hasil pengamatan penulis.

Adapun alasan penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif adalah untuk melihat bagaimana Pelayanan Administrasi Kantor Pertanahan Dalam Menyelesaikan Proses Peralihan Hak Milik Atas Tanah Melalui Proses Jual Beli.

II.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Binjai, di Jalan Samanhudi, Kota Binjai.

II.3. Informan Penelitian

Subjek penelitian yang menjadi informan dalam memberikan informasi terdiri dari : a. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.

b. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.

c. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti.

Adapun informan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah :

(36)

b. Informan Utama yaitu, Kasubsi Peralihan Hak Atas Tanah dan staff-staff pegawai Kantor Pertanahan Kota Binjai.

c. Informan tambahan, yaitu masyarakat yang pada saat itu sedang berada pada Kantor Pertanahan Kota Binjai.

11.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Teknik pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian untuk mencari kebenaran dan data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara :

a. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan Tanya jawab secara langsung dan mendalam dengan sejumlah pihak terkait untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

b. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung objek penelitian lalu mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan untuk yang berkaitan dengan topik penelitian.

2. Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu teknik pengumpulan data yang

dilakukan melalui studi, melalui bahan-bahan kepustakaan untuk mendukung data primer.

Teknik ini dilakukan dengan menggunakan cara :

(37)

b. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang memiliki relevan dengan masalah yang diteliti.

II.5. Teknik Analisis Data

(38)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas diatas tanah, sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah, dan yang pada akhirnya tanah pula tempat orang dikebumikan setelah meninggal dunia sebagai tempat peristirahatan terakhir.

Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Masalah tanah erat sekali hubungannya dengan manusia sebagai pemenuhan kebutuhannya demi kelangsungan hidupnya, demikian juga dalam interaksinya. Manusia sebagai anggota masyarakat dengan pemerintah sebagai penguasa tertinggi dalam negara sekaligus penggerak untuk terwujudnya pembangunan demi untuk peningkatan taraf hidup dari masyarakat.

Hukum tanah di Indonesia didasarkan pada Hukum Adat. Hal ini terdapat dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), yang berbunyi: “ Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, Air dan Ruang Angkasa ialah hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme, Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada hukum Agama. Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan kebutuhan akan tanah untuk kegiatan usaha maka semakin meningkat pula pada kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan.

(39)

tanah. Disadari atau tidak, tanah sebagai benda yang bersifat “permanen” (tidak dapat bertambah) banyak menimbulkan masalah jika dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Tanah adalah termasuk kebutuhan primer, setelah sandang atau pangan. Seiring perkembangan zaman, cara pandang masyarakat terhadap nilai tanah perlahan mulai berubah. Dulu tanah hanya dinilai sebagai faktor penunjang aktivitas pertanian saja, tapi saat ini sudah dilihat dengan cara pandang yang lebih strategis, yaitu aset penting dalam sebuah industrialisasi.

Disamping sebagai tempat pemukiman, sumber penghidupan manusia dan persemayaman terakhir, tanah pada hakikatnya juga merupakan salah satu modal pokok bagi bangsa Indonesia dalam pencapaian tujuan-tujuan Negara. Tanah adalah suatu unsur yang utama dalam pembangunan menuju terbentuknya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) secara tegas mengatakan bahwa Negara Iindonesia berdasarkan asas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka

(Machststaat), hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

amandemen ke tiga (3), yang berbunyi “ Negara Indonesia Adalah Negara Hukum”.

(40)

Maka dari itu, menyadari berapa pentingnya tanah bagi hidup dan kehidupan manusia, dan Indonesia sebagai Negara agraris, maka dalam penyusunan Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan peranan tanah bagi bangsa Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi bahwa “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat ”. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, maka pada tanggal 24 September 1960 telah dikeluarkan hukum yang mengatur tentang pertanahan, yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang sampai saat ini masih digunakan sebagai landasan hukum dalam proses pertanahan di Indonesia.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan di bidang pertanahan juga

dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar Nomor 32 tahun 2004, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008, tentang Pemerintahan Daerah Pasal 14 ayat (1) huruf (K), yang mengatakan bahwa pelayanan pertanahan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah merupakan urusan berskala Kabupaten/Kota, yang menjadi tugas dan wewenang Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui instansi vertikalnya di daerah yaitu yang disebut dengan Kantor Badan Pertanahan.

(41)

Kemudian menurut Hukum Perdata disebutkan bahwa jual beli tanah adalah suatu perjanjian dengan mana penjual mengikatkan dirinya (artinya berjanji) untuk menyerahkan hak atas tanah yang bersangkutan kepada pembeli yang mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual dengan harga yang telah disepakatinya, maka berlakulah ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata didalamnya. Menurut ketentuan dari pasal ini, bahwa objek yang diperjanjikan harus ditentukan jenisnya untuk mana kemudian dicantumkan didalam perjanjian.

Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH Perdata, yang antara lain

menyebut, bahwa jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak yang pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai objek yang diperjanjikan dan harganya, walaupun hak atas tanah belum diserahkan dan harganya belum dibayar

atau telah dibayar sebahagian saja.

Semenjak dikeluarkannya UUPA, maka pengertian jual beli tanah bukan lagi suatu perjanjian seperti yang disebutka diatas, melainkan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya yang bersifat tunai dan kemudian selanjutnya diatur dalam Peraturan Pelaksanaan dari UUPA yaitu PP No. 10 tahun 1961 yang telah diperbaruhi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah, yang menentukan bahwa jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

(42)

Bertitik dari tolak dari uraian diatas maka merupakan hal menarik bagi peneliti untuk mengangkat menjadi suatu bahan penelitian dengan judul “Pelayanan Administrasi Kantor

Badan Pertanahan Nasional Dalam Menyelesaikan Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai)”.

1.2. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana Pelayanan Administrasi yang diberikan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai kepada masyarakat dalam menyelesaikan Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah?

2. Apa Masalah-masalah yang dihadapi oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai dalam menyelesaikan Proses Perlihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah dan bagaimana cara mereka menyelesaikan msalah-masalah tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana Pelayanan Administrasi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai dalam menyelesaikan proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah. 2. Mengetahui masalah yang dihadapi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

dalam menyelesaikan Proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas tanah.

3. Mengetahui bagaimana Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi pada saat proses Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah dan apa saja yang dilakukan di Kantor Badan Pertanahan Nasional tersebut untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada tersebut.

(43)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah : 1. Manfaat secara ilmiah

Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam mengembangkan kemampuan untuk menulis karya ilmiah dan menambah pengetahuan ilmiah tentang studi Administrasi Negara dalam kaitannya dengan peningkatan pelayanan publik dalam hal administrasi pertanahan khususnya pengetahuan mengenai proses peralihan jual beli hak milik atas tanah.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis penelitiuan ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat dan pemerintah serta lembaga-lembaga lain yang terkait, yang membutuhkan acuan dalam peningkatan pelayanan publik khususnya Administrasi Negara.

3. Manfaat secara akademis

Sebagai satu tahapan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir dan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Strata-1 di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Administrasi

1.5.1.1. Pengertian Administrasi

(44)

Sebagian besar literatur menggunakan istilah administrasi perkantoran dan manajemen perkantoran untuk menyebut administrasi.

Secara etimologis perkataan Indonesia administrasi yang bahasa Inggrisnya

Administration, berasal dari kata Latin, yaitu : Ad + ministrate dan Administratio, Ad

ministrate yang berarti melayani, memenuhi atau membantu, The Liang Gie (1977).

Pengertian administrasi dalam arti yang sempit bahkan pengertian sehari-

hari, maka administrasi artinya adalah tata usaha. Jadi administrasi pada hakikatnya adalah usaha untuk membantu, usaha untuk menolong, usaha untuk memimpin atau mengarahkan semua kegiatan dalam pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

1.5.1.2. Pengertian Administrasi Negara

Utrech dengan teori residunya menyatakan bahwa administrasi Negara adalah badan eksekutif yang pada dasarnya menjalankan sebagian tugas-tugas yang tidak menjadi tugas legislatif dan yudikatif, seperti yang diutarakan oleh montesqiue.

Sedangkan teori dwipraja dari Donner merupakan teori yang lebih modern. Menurut Donner, Administrasi Negara dalam menjalankan pemerintahan dilakukan dalam dua bidang yang berbeda, yaitu bidang pertama adalah menentukan tujuan Negara yang disebut sebagai tugas politik yang merupakan tugas dari lembaga tertinggi Negara. Bidang kedua adalah bidang yang mewujudkan atau menjalankan tugas yang telah digariskan oleh mereka yang bertugas dalam tugas politik atau mewujudkan tugas politik. Bidang kedua ini dijalankan oleh lembaga dibawah lembaga tertinggi Negara, dalam hal ini adalah lembaga eksekutif.

1.5.1.3. Pentingnya Ilmu Administrasi Negara

(45)

Sebagian besar persoalan administrasi Negara adalah bersumber dari persoalan masyarakat. Administrasi Negara merupakan suatu sistem yang menjawab persoalan-persoalan masyarakat etrsebut.

Gerald E. Caiden, dalam Public Administration, 2nd Ed, (1982:1), menyatakan bahwa disiplin administrasi negara ini pada hakekatnya adalah suatu disiplin yang menanggapi masalah-masalah pelaksanaan persoalan-persoalan masyarakat (public affairs), dan management dari usaha-usaha masyarakat (public business).

1.5.1.4. Latar Belakang Sejarah Perkembangan Ilmu Administrasi Negara

Administrasi Negara sebenarnya sudah ada semenjak dahulu kala, seperti yang disinggung di muka. Ia akan timbul dalam suatu masyarakat yang terorganisasi. Administrasi Negara modern yang dikenal sekarang ini adalah produk dari suatu masyarakat feudal yang tumbuh subur di Negara-negara Eropa. Negara-negara didaratan Eropa yang kesemuanya dikuasai oleh kaum feudal, bangsawan, dan kaum ningrat, kerajaan berusaha untuk mngokohkan sistem pemerintahannya.

Perkembangan masyarakat membawa tuntutan-tuntutan masyarakat pun meningkat. Tuntutan-tuntutan ini membutuhkan jawabannya. Jika jawabannya tidak sepadan dengan perkembangan tersebut, maka terdapat ketidakpuasan.

Administrasi Negara haruslah mampu menjawab tuntutan-tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang tersebut. Sehingga ketidakpuasan masyarakat dapat diperkecil dan dipersempit jaraknya.

1.5.2. Pelayanan Publik

1.5.2.1. Pengertian Pelayanan Publik

(46)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sinambela dalam Reformasi Pelayanan Publik tahun 2006:4) dijelaskan pelayanan sebagai hal, cara atau hasil pekerjaan melayani. Pelayanan publik juga dapat diartikan pengabdian serta pelayanan kepada masyarakat berupa usaha yang dijalankan dan pelayanan itu diberikan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektivitas, ekonomis serta manajemen yang baik dalam pelayanan kepada masyarakat dengan baik dan memuaskan (Lukman, dalam Manajemen Pelayanan tahun 2006:82).

Dalam Ilmu Politik dan Administrasi Negara, pelayanan pelayanan publik

merupakan istilah yang menggambarkan bentuk dan jenis pelayanan pemerintah kepada rakyat atas kepentingan umum.

Hakikat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pelayanan publik

(public sevice) oleh birokrasi merupakan salah satu perwujudan dari fungsi

aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping umum atau sebagai abdi negara.

Menurut Kotler dalam Sempara Lukman manajemen kualitas pelayanan, (2000 : 8), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minuman, menerima, mengiyakan, dan menggunakan.

(47)

supaya dapat dijangkau oleh golongan paling tidak mampu. Karena itu perlu diingat bahwa pelayanan publik harus dapat dinikmati oleh masyarakat secara keseluruhan.

Gaya manajemen yang terlalu berorientasi pada tugas juga membawa pengaruh tidak terpacunya pegawai kepada hasil dan kualitas pelayanan umum. Formalitas dalam rincian tugas-tugas organisasi menuntut uniformitas dan keseragaman yang tinggi.

Sementara itu, kelambanan pelayanan umum tidak hanya disebabkan oleh kurang baiknya cara pelayanan ditingkat bawah. Ternyata masih banyak faktor yang mempengaruhi begitu buruknya tata kerja dalam birokrasi. Sikap pandang organisasi birokrasi pemerintahan kita, misalnya, terlalu berorintasi kepada kegiatan (activity), dan pertanggungjawaban formal (formal accountability).

Penekanan kepada hasil (product) atau kualitas pelayanan (service quality) sangatlah kurang, sehingga lambat laun pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi menjadi kurang menantang dan kurang menggairahkan.

Kecenderungan lain yang melekat di dalam birokrasi adalah kurang diperhatikannya asas keterjangkauan dan pemerataan. Hambatan-hambatan diatas tidak lepas dari sistem dan mekanisme kerja yang diterapkan dalam birokrasi pemerintahan kita. Keharusan untuk mencapai target waktu seringkali mengorbankan cara kerja serta tujuan akhirnya.

1.5.2.2. Makna dan Tujuan Pelayanan

Pada dasarnya pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan. Dukungan kepada pelanggan dapat bermakna sebagai suatu bentuk pelayanan yang memberikan kepuasan bagi pelanggan, selalu dekat dengan pelanggannya, sehingga kesan yang menyenangkan senantiasa diingat oleh pelanggannya.

Tujuan pelayanan publik (Dadang Juliantara, 2005:10) adalah memuaskan

(48)

Kualitas atau mutu pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan kenyataan.

Hakekat pelayanan publik adalah memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakn perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

Aspek-aspek pelayanan publik (Dadang Juliantara, 2005:11), yaitu : a. Transparan

Bersifat terbuka, mudah dan dapat di akses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas

Dapat mempertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

d. Kesamaan Hak

Tidak diskriminasi dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status luar negri.

1.5.2.3. Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik

Adapun kegiatan pelayanan yang disinggung diatas adalah merupakan kegiatan yang memberikan kemudahan kepada sseorang dalam mendapatkan suatu kepuassan dari kegiatan yang dilakukannya terhadap pelaksanaan aktivitas

yang sedang terjadi ataupun yang akan terjadi.

(49)

Pelayanan dengan lisan ini dilakukan oleh petugas-petugas bidang Hubungan Masyarakat (Humas), bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia.

Agar layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu :

a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya.

b. Mampu memberikan penjelasn apa yang perlu dengan lancar dan singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.

c. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.

d. Meski dalam keadaan sepi tidak berbincang dan bercanda dengan sesama pegawai, karena dapat menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas.

2. Pelayanan Melalui Tulisan

Pelayanan dengan tulisan ini, layanan yang diberikan berupa pemberian penjelasan kepada masyarakat dengan penerangannya berupa penulisan suatu informasi mengenai hal atau masalah yang sedang terjadi.

Pelayanan melalui tulisan terdiri dari dua macam, yaitu :

a. Layanan yang berupa petunjuk informasi dan yang sejenis yang ditujukan pada orang-orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga.

b. Pelayanan berupa reaksi tertulis atau pelaporan, keluhan, pemberian atau penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya.

(50)

Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar kesanggupan dan penjelasan secara lisan. Umumnya layanan ini dilakukan oleh petugas-petugas tingkat menengah dan bawah, karena itu faktor keahlian dan keterampilan pegawai sangat menentukan terhadap hasil perbuatan dan pekerjaan.

Tujuan utama orang yang berkepentingan dalam layanan itu adalah mendapatkan pelayanan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar penjelasan dan kesanggupan secara lisan.

1.5.2.4. Standar Pelayanan Publik

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan penerima pelayanan.

Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, standar pelayanan dikembangkan menjadi 14 unsur yang “relevan”, “valid” dan “reliebel”, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut :

a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.

b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administrative yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.

(51)

d. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan pelayanan.

e. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

f. Kecepatan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.

g. Keahlian mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.

h. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai.

i. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

j. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang ditetapkan dengan biaya yang dibayarkan.

k. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap pembiayaan yang ditetapkan oleh unit pelayanan.

l. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang akibatnya dari pelaksanaan.

(52)

Sedangkan berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 tahun 2014 tentang pedoman standar pelayanan, terdapat beberapa persamaan dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2003 tersebut diatas, dan pada Nomor 15 tahun 2014 ini terdapat beberapa tambahan sebagai berikut :

a. Identifikasi Persyaratan, yaitu persyaratan pelayanan merupakan suatu

tuntutan yang harus dipenuhi, persyaratan pelayanan ini dapat berupa dokumen atau barang/hal lain, tergantung kebutuhan masing-masing jenis pelayanan.

b. Identifikasi Prosedur, yaitu tata cara pelayanan yang dibakukan bagi penerima pelayanan.

c. Identifikasi Waktu, yaitu jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

d. Identifikasi Biaya/Tarif, yaitu biaya adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara masyarakat. e. Identifikasi Produk Layanan, yaitu hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan, proses identifikasi ini dilakukan untuk setiap jenis pelayanan.

f. Penanganan Pengelolaan Pengaduan, yaitu organisasi penyelenggara pelayanan wajib membuat mekanisme pengelolaan pengaduan. Bentuk-bentuk pengelolaan pengaduan yang banyak digunakan antara lain: penyediaan kotak saran/kotak pengaduan, sms, portal pengaduan dalam bentuk website, dan penyediaan petugas penerima pengaduan.

1.5.2.5.Kualitas Pelayanan Publik

(53)

bagaimana cara yang harus diperoleh dalam usaha meningkatkan kualitas, dimana dalam hal ini setiap organisasi atau instansi memiliki cara agar pelayanan yang diberikan kepada publik dapat dijalakan dengan sebaik mungkin. Pemberian kualitas pelayanan yang baik dari suatu organisasi atau instansi bersumber dari aktivitas karyawan yang secara langsung menentukan keberhasilan organisasi. Jadi, apabila karyawan dapat bekerja sebagaimana dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka pelayanan akan dapat diberikan dengan baik kepada publik.

Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak dikenal, antara lain: (Badudu, 2001:781) “Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan”. Kualitas pelayanan suatu organisasi dapat digambarkan dengan apakah atau sejauh mana kepuasan pengguna terhadap pelayanan dan sejauh mana dapat dipertemukan dengan tujuan publik yang sudah dibuat.

1.5.3. Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) 1.5.3.1. Definisi Kantor Badan Pertanahan Nasional

Kantor Badan Pertanahan Nasional adalah unit Kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten, Kotamadya, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran pertanahan hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pada tanah. (Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah).

Karena Indonesia merupakan Negara Hukum, maka segala kebijakan yang menyangkut kehidupan publik diatur dengan berlandaskan hukum oleh para pembuat kebijakan. Jenis-jenis perundang-undangan di Negara Republik Indonesia (dengan penyesuaian penyebutan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 adalah sebagai berikut.

(54)

a. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undnag-Undang. b. Peraturan Pemerintah.

c. Peraturan Presiden. d. Peraturan Menteri.

e. Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen. f.Peraturan Direktur Jendral Departemen.

g. Peraturan Badan Hukum Negara.

2. Peraturan Perundang-undangan di Tingkat daerah a. Peraturan Derah Provinsi.

b. Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi. c. Peraturan Daerah Kabupaten Kota.

d. Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota. 1.5.3.2. Tugas Badan Pertanahan Nasional

Adapun tugas Badan Pertanahan Nasional adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.

1.5.3.3. Fungsi dan Agenda Kebijakan Kantor Badan Pertanahan Nasional

Fungsi Kantor Badan Pertanahan Nasional dalam menyelenggarakan tugas, Kantor Badan Pertanahan Nasional mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka pelakasanaan tugas pertanahan.

2. Pelayanan, perijinan, dan rekomendasi di Bidang Pertanahan.

3. Pelaksanaan survey, pengukuran dan pemetaan dasar, pengukuran, dan pemetaan bidang, pembukuan tanah.

(55)

5. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum dibidang Pertanahan. 6. Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah.

Kantor Pertanahan yang sebagaimana dimaksud sebagai instansi vertikal dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) menurut Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia memiliki agenda kebijakan yaitu :

1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.

2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh diseluruh Indonesia.

3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship). 1.5.4. Peralihan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah

1.5.4.1. Pengertian Peralihan Hak Milik Atas Tanah

Peralihan Hak Milik atas Tanah diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUPA, yaitu Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Peralihan Hak Atas Tanah merupakan suatu proses pemindahan hak atas tanah dari Pihak Pertama (Penjual) kepada Pihak Kedua (Pembeli), dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

Peralihan hak baru terjadi setelah adanya penyerahan (levering) dari pihak penjual kepada pihak pembeli (Pasal 1459 KUHP Perdata). Terhadap hak kebendaan untuk barang tak bergerak penyerahannya dilakukan dengan balik nama dihadapan pegawai kadaster atau pegawai penyimpanan hipotik. Seseuai dengan sifat obligator tadi, maka penyerahan terjadi apabila harga yang diperjanjikan telah dibayar lunas oleh pembeli.

1.5.4.2. Pengertian Jual Beli

Sebelum berlakunya UUPA, yaitu : UU No. 5. Tahun 1960, di Indonesia, telah dikenal 2 (dua) ketentuan UU berkenaan dengan hukum pertanahan, yakni kitab UU Hukum Perdata dan Hukum Adat (dengan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan hukum tersebut.

(56)

adalah suatu perjanjian dengan mana pihak penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan kepada pembeli dan membayar dengan harga yang telah diperjanjikan, pada pengertian jual beli menurut KUH Perdata tersebut diatas, tidak dipersoalkan objek yang diperjual belikan, namun dengan demikian dikarenakan jual beli itu adalah suatu perjanjian, maka berlakulah ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata didalamnya. Menurut ketentuan dari pasal ini, bahwa objek yang diperjanjikan harus ditentukan jenisnya untuk mana kemudian dicantumkan didalam perjanjian.

Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH Perdata, yang antara lain menyebut, bahwa jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak yang

pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai objek yang diperjanjikan dan harganya, walaupun hak atas tanah belum diserahkan dan harganya belum dibayar atau telah dibayar sebahagian saja.

Menurut Soerjono Soekanto dalam hukum adat Indonesia (1983 : 120), jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti, bahwa perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan dihadapan pihak yang berwenang seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), atau jika tanah adat harus dilakukan dihadapan kepala adat yang berperan sebagai Pejabat yang menanggung keteraturan, dan sahnya perbuatan pemindahan hak itu. Dengan tunai maksudnya ialah, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran atas tanah tersebut dilakukan secara kontan atau sebagian sesuai dengan perjanjian.

Gambar

TABEL III.I
TABEL III.2
TABEL III.3
Gambar 4 (empat) butir padi melambangkan Kemakmuran dan kesejahteraan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa setiap peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli, setelah dilakukan peralihan haknya oleh PPAT setempat yang dibuktikan dengan akta jual

kwitansi sebagai bukti pembayaran permohonan pendaftaran peralihan tersebut. Untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah karena jual beli tersebut yang tidak memerlukan

Dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ditentukan bahwa peralihan hak atas tanah dan Hak Milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar

Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Milik Karena Jual Beli Melalui One Day Service Di Kabupaten Bantul .... BAB III

“ Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam peusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak

Indikator persyaratan dalam kepuasan masyarakat terhadap pelayanan permohonan sertifikat peralihan hak tanah melalui jual beli di Badan Pertanahan Nasional

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah melalui Jual Beli yang ada Pada Kantor Pertanahan Kota Semarang terdapat 2 faktor yang

Proses Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Demak Pengertian pendaftaran tanah baru dimuat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan