• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Pengambilan Sampel Terhadap Kadar Bod, Cod Dan Minyak/Lemak Dari Air Sungai Silau Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Waktu Pengambilan Sampel Terhadap Kadar Bod, Cod Dan Minyak/Lemak Dari Air Sungai Silau Kabupaten Asahan"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Lampiran 3. Data Hasil Penentuan Kadar BOD (mg/L)

No

Urut Waktu

Nilai DOo

(mg/L)

Nilai DO5

(mg/L)

Kadar BOD (mg/L)

1 07:00 WIB 13,01 6,35 6,66

2 10:00 WIB 12,50 6,45 6,05

3 13:00 WIB 12,54 6,86 5,68

4 16:00 WIB 7,61 4,72 2,89

(4)

Lampiran 4. Data Hasil Penentuan Kadar COD (mg/L O2)

No Urut

Waktu (Jam)

Kadar COD (mg/L O2) Kadar COD

(mg/L O2)

I II III

1 07:00 WIB 26,0 26,0 27,0 26,3

2 10:00 WIB 19,0 19,0 19,0 19,0

3 13:00 WIB 20,0 21,0 21,0 20,6

4 16:00 WIB 10,0 11,0 11,0 10,6

(5)
(6)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

07:00 WIB 10:00 WIB 13:00 WIB 16:00 WIB 19:00 WI

(7)

0 5 10 15 20 25 30

07:00 WIB 10:00 WIB 13:00 WIB 16:00 WIB 19:00 WIB

Kurva hasil pengukuran kadar COD dengan pengaruh waktu pengambilan sampel

Waktu (Jam)

2

(8)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

07:00 WIB 10:00 WIB 13:00 WIB 16:00 WIB 19:00 WI

Waktu (Jam)

M

iny

ak

(m

g/ L

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar. 2008. Kimia Lingkungan. USU Press. Medan.

Alaerts. 1986. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Burckle. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Indonesia.

Chandra. 2010. Pengantar Kesehatan LingkunganI. Buku Kedokteran. Dwidjoseputro. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Surabaya.

Erwin. 2008. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup. PT. Refika Aditama. Bandung.

Green. 1998. Sampling Design and Statistical Methods for Environmental Biologists. University of Western Ontario. New York.

Hadi. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. UI Press. Indonesia. Kusnanto. 2003. Planet Kita Kesehatan Kita Laporan Komisi WHO Mengenai

Kesehatan dan Lingkungan. UGM Press. Yogyakarta.

Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengelolaan Pencemaran Air.

Ryadi. 1984. Pencemaran Air. Karya Anda. Surabaya.

Sastrawijaya. 2001. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Surabaya.

Siahaan, N. 1997. Ekologi Lingkungan Hidup dan pembangunan. Erlangga. Jakarta. Situmorang, M. 2007. Lingkungan Kita. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Medan.

Sunu. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Grasindo. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

(10)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan yang digunakan

3.1.1. Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

• Inkubator Lovibond

• Botol winkler Gratech

• Aerator Welch

• Labu takar Pyrex

• Buret Pyrex

• Labu Erlenmeyer Pyrex

• Gelas Ukur Pyrex

• Pipet ukur Pyrex

• Beaker Pyrex

• Spektrofotometer Merck

• Reaktor COD Hach

• Tabung Khusus COD

• Timbangan Analitik Shimadzu

• Oven Memmert

• Desikator Nalgene

• Shaker Istech

• Penangas Air Memmert

• Pipet Tetes

• Corong Pisah Pyrex

(11)

3.1.2. Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

• Air Sungai

• Akuades

• H2SO4 (p) p.a (E-Merck)

• MnSO4. 4H2O p.a (E-Merck)

• NaOH p.a (E-Merck)

• KI p.a (E-Merck)

• NaN3 p.a (E-Merck)

• Amilum p.a (E-Merck)

• KIO3 p.a (E-Merck)

• Na2S2O3 .5 H2O p.a (E-Merck)

• Isoamil Alkohol p.a (E-Merck)

• K2Cr2O7 p.a (E-Merck)

• HgSO4 p.a (E-Merck)

• Ag2SO4 p.a (E-Merck)

• HCl p.a (E-Merck)

• Metil Orange p.a (E-Merck)

• n-Heksan p.a (E-Merck)

• Na2SO4 p.a (E-Merck)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Penyediaan Reagen

1. Larutan Mangan sulfat , MnSO4. 4H2O

Dilarutkan 240 g MnSO4. 4H2O dengan akuades, dimasukkan dalam labu takar

(12)

2. Larutan alkali iodide azida

Dilarutkan 250 g NaOH dan 75 g KI dengan akuades, dimasukkan dalam labu takar 500 mL kemudian diencerkan sampai garis tanda (larutan a)

Dilarutkan 5 g NaN3 dengan 20 mL akuades (larutan b).

Digabung (larutan a) dan (larutan b), dimasukkan dalam botol polietilen dan disimpan ditempat gelap.

3. Larutan indikator amilum1 %

Dilarutkan 1 g amilum dengan 100 mL akuades, kemudian didihkan selama 1 menit dan didinginkan.

4. Larutan asam sulfat 13,6%

Dimasukkan 50 mL H2SO4 (p) secara perlahan-lahan melalui dinding ke dalam

labu takar 250 mL yang berisi 200 mL akuades kemudian diencerkan sampai garis tanda.

5. Larutan KIO3 0,1 N

Ditimbang 0,8917 g KIO3 yang telah dikeringkan pada temperatur 120-140 oC

selama 2 jam lalu dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 250 mL. Kemudian diencerkan sampai garis tanda.

6. Larutan KIO3 0,01 N

Dimasukkan 10 mL KIO3 0,1 N ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan

sampai garis tanda.

7. Larutan Na2S2O3 0,025 N

Dilarutkan 6,5 g Na2S2O3 .5 H2O dan 0,2 Na2CO3 anhidrat dengan 500 mL air

suling di dalam labu ukur 1000 mL, diencerkan sampai garis tanda. Kemudian ditambahkan 2 mL isoamil alkohol, dikocok dan didiamkan selama 2 hari. 8. Larutan Na2S2O3 0,0125 N

500 mL Larutan Na2S2O3 0,025 N didalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan

akuades sampai garis tanda. 9. Larutan oksidator K2Cr2O7

Sebanyak 1,022 g K2Cr2O7 kristal dilarutkan dengan akuades, ditambahkan

167 mL H2SO4 (p) dan 33,3 g HgSO4, diaduk sampai larut, didinginkan dan

(13)

10.Larutan Asam Sulfat

Ditambahkan 10,12 g Ag2SO4 serbuk ke dalam 1000 mL H2SO4 (p), dibiarkan

1-2 hari sampai larut.

11.Indikator Metil Orange 0,1%

Ditimbang dengan teliti 0,1 g metil orange, dilarutkan dengan etanol 95% dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan etanol 95% sampai garis tanda.

12.Larutan HCl 18,5%

Dimasukkan 5 mL HCl(p) secara perlahan-lahan melalui dinding ke dalam labu

takar 10 mLyang berisi akuades kemudian diencerkan sampai garis tanda.

3.2.2 Standarisasi larutan Na2S2O3 0,0125 N

Sebanyak 10 mL KIO3 0,01 N larutan dipipet ke dalam masing-masing tiga

erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 1 g serbuk KI dan 2 mL H2SO4 13,6%,

ditutup dan dikocok. Didiamkan selama 5 menit lalu ditambahkan 100 mL akuades, langsung dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,0125 N sampai warna

kuning muda. Ditambahkan 1 ml indikator amilum 1% dan dilanjutkan dititrasi sampai warna biru hilang.

3.2.3. Prosedur Pengambilan sampel air sungai untuk analisa BOD

1. Disediakan botol winkler 100 mL

2. Dimasukkan air sungai ke dalam botol winkler secara duplo sampai meluap, jangan sampai terjadi turbulensi gelembung udara, kemudian ditutup rapat jangan sampai ada gelembung udara didalam botolnya.

(14)

3.2.4. Prosedur Penentuan BOD

1. Dimasukkan sampel ai sungai ke dalam dua buah botol winkler 100 mL tanpa menimbulkan gelembung

2. Ditambahkan 1 mL larutan alkaline iodide azida

3. Ditambahkan 1 mL larutan manganes, dikocok hingga homogen, dibiarkan mengendap

4. Ditambahkan 1 mL H2SO4 (p) dan dikocok hingga homogen

5. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N hingga warna kuning muda

6. Ditambahkan 1 mL indikator amilum

7. Dilanjutkan dititrasi sampai warna biru hilang untuk menentukan oksigen terlarut 0 hari (DOo). Sedangkan untuk menentukan oksigen terlarut 5 hari

(DO5) diinkubasikan pada 20o C selama 5 hari.

3.2.5. Prosedur Penentuan COD

1. Sebanyak 1,5 mL larutan oksidator K2Cr2O7 dan 3,5 mL pereaksi asam sulfat

2. dalam tabung COD

3. Dimasukkan 2,5 mL air sungai ke dalam tabung tersebut, ditutup tabung COD dan dikocok sampai homogen

4. Dipanaskan dalam reactor COD pada 150 oC selama 2 jam 5. Didinginkan sampai temperatur kamar

6. Diukur pada panjang gelombang 420 nm, dengan menggunakan akuades sebagai referensi.

3.2.6 Prosedur Penentuan Minyak atau Lemak

1. Sebanyak 1000 mL air sungai dimasukkan ke dalam corong pisah 2000 mL 2. Ditambahkan 3 tetes indikator metil orange

3. Ditambahkan HCl 18,5% sampai warna menjadi merah

(15)

5. Dibiarkan 2 menit, lalu ditampung lapisan air dan lapisan n-Heksan dimasukkan ke dalam corong pisah 300 mL

6. Lapisan air dimasukkan kembali ke dalam corong pisah 2000 mL, dan dilakukan langkah yang sama seperti langkah 4-5

7. Digabung lapisan heksan langkah 5. kemudian dibilas corong pisah 2000 mL dengan akuades dan dibilas dengan sedikit n-Heksan lalu dimasukkan bilasan tersebut ke dalam corong pisah 300 mL

8. Ditambahkan 20 mL akuades ke dalam lapisan n-Heksan, dikocok pelan selama 1 menit dan didiamkan, lalu dipisahkan lapisan air.

9. Ditambahkan 3 g Na2SO4 ke dalam lapisan n-Heksan dan dikocok

10.kemudian disaring lapisan n-Heksan dengan kertas saring yang telah dibilas dengan n-Heksan, ditampung ke dalam beaker glass kosong yang telah diketahui berat kosong konstannya, dibilas corong pisah 100 mL dan kertas saring dengan n-Heksan dan dimasukkan ke dalam beaker tersebut.

11.Diuapkan lapisan n-Heksan dalam beaker tersebut dengan penangas air pada temperatur 80 ± 5 oC sampai n-Heksan teruapkan dengan sempurna

(16)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Bagan Penentuan BOD

Dimasukkan ke dalam botol winkler 100 mL Ditambahkan 1 mL alkaline iodida azida Ditambahkan 1 mL manganase

Dikocok hingga homogen

Ditambahkan 1 mL H2SO4 (p)

Dikocok hingga homogen

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N

Ditambahkan 1 mL indicator amilum 1 % Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N,

diamati dan dicatat volume titrannya Air Sungai

Endapan coklat

Sampel berwarna kuning muda

(17)

3.3.2 Bagan Penentuan COD

Sebanyak 2,5 mL dipipet

Dimasukkan ke dalam tabung COD Ditambahkan 1,5 mL larutan oksidator K2Cr2O7

Ditambahkan 3,5 mL pereaksi asam sulfat Dipanaskan dalam COD reaktor pada temperatur 150 oC selama 2 jam Didinginkan sampai temperatur kamar Diukur Kadar COD pada panjang gelombang 420 nm

Air Sungai

(18)

3.3.3 Bagan Penentuan Minyak Atau Lemak

Dipipet sebanyak 1000 mL

Dimasukkan ke dalam corong pisah 2000 mL Ditambahkan 3 tetes indikator metil orange Ditambahkan HCl 18,5%

Ditambahkan 20 mL n-Heksan

Dikocok hingga homogen selama 5 menit Didiamkan selama 2 menit

Dipisahkan n-Heksan dan akuades

Dimasukkan kedalam corong pisah 2000 mL Digabungkan Ditambahkan 20 mL akuades

Dikocok selama 3 menit, lalu didiamkan. Dipisahkan n-Heksan dan akuades

Ditambahkan 3 g Na2SO4, dihomogenkan

Disaring pada beaker glass

Diuapkan pada penangas air pada temperatur 80oC selama 30 menit Dimasukkan ke dalam desikator Ditimbang pada neraca analitik Air sungai

Air sungai

n-Heksan Akuades

Akuades

Hasil Larutan Endapan

(19)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Hasil penentuan kadar BOD sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan pada table 2, Hasil Penentuan Kadar COD sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan pada table 3, Hasil Penentuan Kadar Minyak/Lemak sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan pada tebel 4.

Tabel 2. Hasil Penentuan Kadar BOD sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan: No

(20)

Tabel 4. Hasil Penentuan Kadar Minyak/Lemak sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan:

No Urut

Waktu Pengambilan Sampel

(Jam)

Kadar Minyak/Lemak (mg/L)

1 07.00 WIB 3,40

2 10.00 WIB 2,60

3 13.00 WIB 2,26

4 16.00 WIB 1,33

5 19.00 WIB 1,90

4.1.1 Perhitungan Faktor Na2S2O3 0,0125N

• Penentuan Faktor Na2S2O3 0,0125N dihitung berdasarkan persamaan :

8 Faktor Na2S2O3 0,0125N =

v

v = volume Na2S2O3 0,0125N yang digunakan untuk titrasi (mL)

Dari tiga hasil titrasi masing-masing larutan KIO3 10 mL

Pemakaian larutan Na2S2O3 0,0125N : (1) 7,90 mL

(2) 8,00 mL (3) 8,10 mL Rata-rata: 8,00 mL

8

maka, Faktor Na2S2O3 0,0125N = = 1

(21)

4.1.2 Penentuan Kadar Oksigen Terlarut (DO)

• Penentuan Kadar Oksigen Terlarut 0 hari (DO0) dihitung berdasarkan

persamaan:

V1 1000

mg/L oksigen terlarut = t x f x x x BE O x N V2 V1 - 2

Contoh Perhitungan untuk Penentuan Kadar Oksigen Terlarut (DO) pada lampiran 1 :

t (volume titrasi Na2S2O3) = 12,8 mL

V1 (volume botol BOD) = 100 mL

V2 (volume larutan yang dititrasi) = 100 mL

f (factor Na2S2O3 ) = 1

N (normalitas larutan Na2S2O3) = 0,0125 N

100 1000 16

maka, mg/L oksigen terlarut = 12,8 x 1 x x x x 0,0125 = 13,05 mg/L 100 100 - 2 2

dilakukan penentuan kadar oksigen terlarut 0 hari (DOo) untuk masing-masing

sampel sebanyak 3 kali

• Penentuan Kadar Oksigen Terlarut 5 hari (DO5) dihitung berdasarkan

persamaan diatas setelah dilakukan inkubasi pada suhu 20o C selama 5 hari. dilakukan penentuan kadar oksigen terlarut 5 hari (DO5) untuk masing-masing sampel

(22)

4.1.3 Penentuan Kadar BOD

• Penentuan Kadar BOD dihitung berdasarkan persamaan: BOD (mg/L) = (D0 - D5)

Contoh Perhitungan Penentuan Kadar BOD pada lampiran 3:

D0 (kadar Oksigen Terlarut mg/L nol hari) = 13,01 mg/L

D5 (kadar Oksigen Terlarut mg/L lima hari) = 6,35 mg/L

maka, BOD (mg/L) = (13,01 mg/L - 6,35 mg/L) = 6,66 mg/L Hasil yang diperoleh pada penentuan kadar BOD dapat dilihat pada kurva 1

4.1.4 Penentuan Kadar Minyak/Lemak

Penentuan Kadar Minyak/Lemak dihitung berdasarkan persamaan: [A - B]

Minyak/Lemak (mg/L) = x 1000 (mL sampel)

Contoh perhitungan Penentuan Kadar Minyak/Lemak pada lampiran 5: A ( berat cawan poselen + sampel (mg)) = 64,1427 g

B (berat cawan poselen kosong (mg)) = 64,1459 g

[64,1427 g - 64,1459 g]

maka, Minyak/Lemak (mg/L) = x 106 = 3,20 mg/L (1000 mL)

dilakukan penentuan kadar minyak/lemak untuk masing-masing sampel sebanyak 3 kali

(23)

4.2 Pembahasan

Penelitian dilakukan untuk menentukan kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dalam air sungai Silau Kabupaten Asahan didasarkan pada perbedaan waktu sampling yang dilakukan pada titik sampling yang sama, dimana dilakukan analisa dari parameter tersebut diatas masing-masing 3 kali.

BOD air adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organic oleh mikroorganisme aerobik, biasanya dinyatakan dalam milligram oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi bahan organik dalam satu liter air dengan inkubasi selama 5 x 24 jam pada temperatur 20o C (Effendie, 2003)

Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan jumlah pencemar yang tinggi, terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan organik. Nilai BOD berbanding lurus dengan jumlah bahan organik di perairan. Semakin tinggi jumlah bahan organik di perairan semakin besar pula nilai BOD, sebab kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik tersebut semakin tinggi.

Mikroorganisme aerobik di dalam air yang berfungsi sebagai perombak (decomposer) bahan organik hanya dapat menjalankan fungsinya bila terdapat oksigen yang cukup. Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi dari lingkungan maka kadar oksigen dilingkungan sekitar semakin berkurang. Dampak lebih lanjut dari kekurangan oksigen di sungai adalah dapat mengganggu kehidupan berbagai organisme di sungai tersebut.

Penetapan BOD dilakukan berdasarkan pengukuran selisih oksigen terlarut sebelum dan setelah inkubasi. Untuk inkubasi ini ditetapkan pada temperature 20o C selama 5 hari. Pemilihan waktu inkubasi selama 5 hari pada temperature 20o C ini berdasarkan pada perkiraan bahwa hanya 68-70% dari bahan orgnik yang mengalami degradasi.

Dari kurva 1 hasil pengukuran kadar BOD menunjukkan nilai BOD tertinggi 6,66 mg/L terjadi pada pukul 07:00 WIB dan telah melebihi baku mutu air berdasarkan kelas air Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 untuk kelas II nilai BOD maksimum 3 mg/L, dan pada pukul 16:00 WIB terlihat nilai BOD terendah 2,89 mg/L dan berada dalam kisaran baku mutu air berdasarkan kelas air Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 untuk kelas II , air yang peruntukannya dapat

(24)

peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

COD adalah jumlah oksigen (mg/L O2 ) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi

zat-zat organik dan anorganik yang ada dalam 1 liter air dengan menggunakan oksidator kalium dikromat. Kandungan COD merupakan kandungan bahan pencemar berupa senyawa kimia yang menyerap oksigen terlarut (DO) dalam air yang digunakan untuk keperluan oksidasi dan mengubahnya menjadi bentuk senyawa lain.

COD merupakan salah satu parameter indikator pencemar di dalam air yang disebabkan oleh limbah organik. Keberadaannya di dalam lingkungan sangat ditentukan oleh limbah organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga dan industri. Dengan tingginya kadar bahan kimia yang menyerap oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan biota-biota yang hidup dalam air seperti ikan dan hewan lainnya. Konsentrasi COD yang tinggi dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah yang banyak.

Dari kurva 2 hasil pengukuran kadar COD menunjukkan nilai COD tertinggi 26,6 mg/L juga terjadi pada pukul 07:00 WIB dan telah melebihi baku mutu air dimana untuk kelas II nilai COD maksimum 25 mg/L, sementara pada Pukul 16:00 WIB nilai COD yang diperoleh sebesar 10,6 mg/L.

Pasang surutnya air sungai dapat mempengaruhi kadar BOD, COD dan minyak/lemak air sungai, pada saat air sungai pasang maka kadar BOD, COD dan minyak/lemak rendah karena terjadi pengenceran sedangkan pada saat air sungai surut maka kadar BOD, COD dan minyak/lemak tinggi. Pasang surut air sungai tidak dapat dipastikan waktunya karena tergantung pada kondisi alam dan curah hujan.

Mikroorganisme yang paling berperan dalam dekomposisi minyak. Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menurunkan konsentrasi oksigen terlarut karena lapisan film menghambat pengambilan oksigen oleh air serta menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurang.

(25)

Tingginya rendahnya kadar BOD, COD dan minyak/lemak air sungai Silau Kabupaten Asahan mungkin terjadi karena:

• Tingginya kandungan bahan-bahan organik yang masuk ke dalam sungai, bahan organik berasal dari industri yang cenderung membuang limbahnya pada malam hari serta limbah domestik dari pemukiman di sekitar sungai, dimana limbah domestik ini termasuk sumber bahan organik yang mengandung protein, karbohidrat, lemak dan minyak (Wardoyo, 1995)

• Oksigen terlarut dalam sungai tidak mencukupi bagi mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam jumlah yang besar (Effendi, 2003). Akibat semakin menurunnya tingkat oksigen terlarut maka kandungan bahan organik dalam sungai tinggi. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh mikrooganisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (Pescod, 1973)

• Meningkatnya kandungan oksigen terlarut dalam sungai yang berasal dari proses fotosintesis pada siang hari. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis alga yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin 2000)

(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa:

1. Kualitas air sungai Silau Kabupaten Asahan terbaik diperoleh pada pukul

16:00 WIB dengan kadar BOD sebesar 2,89 mg/L, kadar COD sebesar 10,6 mg/L O2 dan kadar Minyak/Lemak sebesar 1,33 mg/L.

2. Kualitas air sungai Silau Kabupaten Asahan terburuk diperoleh pada pukul 07:00 WIB dengan kadar BOD sebesar 6,66 mg/L, kadar COD sebesar 26,3 mg/L O2 dan kadar Minyak/Lemak sebesar 3,40 mg/L.

5.2 Saran

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Pada dasarnya air dapat dibedakan menjadi dua yaitu air laut yang asin dan air tawar yang terdapat di darat. Keduanyapun merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup yang ada di bumi, karena makhluk hidup membutuhkan air. Air laut merupakan sumber kehidupan bagi berbagai jenis ikan, berbagai jenis tanaman/rumput laut, dan berbagai organisme yang hidup di air asin. Sedangkan air tawar merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup yang ada di darat seperti manusia, hewan, burung, dan tanaman.

Air yang tidak tercemar, merupakan air yang tidak mengandung bahan-bahan asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yang telah ditetapkan sehingga air tersebut dapat digunakan secara normal untuk berbagai keperluan. Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tidak dapat dipergunakan secara normal disebut dengan polusi/pencemaran. (Sunu, 2001)

2.1.1 Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air

Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas:

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

(28)

Tabel 1. Kriteria BOD, COD, Minyak atau Lemak Bedasarkan Kelas Air

Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini apabila tidak disertai dengan program pengelolaan limbah yang baik akan memungkinkan terjadinya pencemaran air, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Bahan buangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan industri adalah penyebab utama terjadi pencemaran air.

Komponen pencemar air tersebut dikelompokkan sebagai berikut:

- Bahan Buangan Padat

Bahan buangan padat adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar (butiran besar) maupun yang halus (butiran kecil).

- Bahan Buangan Organik

(29)

- Bahan Buangan Anorganik

Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Bahan buangan anorganik biasanya berasal dari industri yang melibatkan penggunaan unsur-unsur logam.

- Bahan Buangan Olahan Bahan Makanan

Bahan buangan olahan bahan makanan dapat juga dimasukkan ke dalam kelompok bahan buangan organik. Apabila bahan buangan olahan bahan makanan mengandung protein dan gugus amin, maka pada saat didegradasi oleh mikroorganisme akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk. Air lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan akan mengandung banyak mikroorganisme, termasuk pula di dalamnya bakteri patogen. Mengingat akan hal ini maka pembungan limbah yang berasal dari industri pengolahan bahan makanan perlu mendapat pengawasan yang seksama agar bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia tidak berkembang biak di dalam air lingkungan.

- Bahan Buangan Cairan Berminyak

Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Kalau bahan buangan cairan berminyak mengandung senyawa yang volatil maka akan terjadi penguapan dan luasan permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut. Lapisan minyak yang menutupi permukaan air dapat juga terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu, namun memerlukan waktu yang cukup lama.

- Bahan Buangan Zat Kimia

(30)

2.2 Biological atau Biochemical Oxygen Demand (BOD)

2.2.1 Pengertian dan Prinsip Penentuan BOD

Biological atau Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah kebutuhan oksigen biologis didefinisikan sebagai pengukuran pengurangan kadar organik di dalam air yang dikonsumsi oleh makhluk hidup (organisme) di dalam air selama periode 5 hari pada keadaan gelap (tidak terjadi proses fotosintesa).

Prinsip Penentuan BOD yaitu: “Penentuan BOD berdasarkan pada penentuan oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi pada temperature 20o C selama 5 hari. Nilai BOD adalah selisih oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi dinyatakan dalam mg/L”.

Pengurangan kadar oksigen adalah disebabkan oleh kegiatan organisme (bakteri) mengkonsumsi atau mendegradasi senyawa organik dan nutrien lain yang terdapat di dalam air. Air yang relatif bersih akan mengandung mikroorganisme relatif sedikit, sehingga pengurangan oksigen di dalam air selama periode 5 hari akan sedikit, sedangkan untuk air yang terpolusi dan mengandung banyak mikroorganisme bakteri akan mengkonsumsi banyak oksigen dalam proses degradasi senyawa organik dan nutrien selama 5 hari, sehingga pengurangan kadar oksigen menjadi sangat besar. (Situmorang M, 2007)

2.2.2 Dampak Terhadap Manusia dan Lingkungan

BOD menunjukkan jumlah bahan organik yang ada didalam air yang dapat didegradasi secara biologis. Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan jumlah pencemar yang tinggi, terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan organik. Nilai BOD berbanding lurus dengan jumlah bahan organik diperairan. Semakin tinggi jumlah bahan organik di perairan semakin besar pula nilai BOD, sebab kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik tersebut semakin tinggi.

(31)

BOD merupakan salah satu parameter indikator pencemar di dalam air yang disebabkan oleh limbah organik. Keberadaannya di dalam lingkungan sangat ditentukan oleh limbah organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun yang berasal dari limbah industri.

Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah:

1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga “intermediate oxygen demand”

2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal 5 hari

3. Uji BOD dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD melainkan hanya kira-kira 68% dari total BOD

4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat dalam air tersebut, misalnya adanya germisida seperti khlorin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.

Jika konsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat aerobik akan aktif memecah bahan-bahan tersebut secara anaerobik karena tidak adanya oksigen. Pemecahan komponen-komponen secara anaerobik akan menghasilkan produk-produk yang berbeda seperti terlihat di bawah ini:

Kondisi aerobik

Gambar 1. Pemecahan komponen-komponen pada kondisi aerobik dan anaerobik

Senyawa-senyawa hasil pemecahan secara anaerobik seperti amin, H2S dan

komponen fosfor mempunyai bau yang menyengat, misalnya amin berbau anyir dan H2S berbau busuk. Oleh karena itu perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi

anaerobik tidak dikehendaki. (Agusnar H, 2008)

(32)

oksigen terlarut sore hari adalah karena banyaknya oksigen dari hasil fotosintesis pada siang hari, sedangkan rendahnya oksigen pada malam hari karena tidak terjadinya fotosintesis dan oksigen yang ada dalam air digunakan oleh tumbuhan dan hewan untuk bernapas.

Naik turunnya kadar oksigen terlarut dalam air itu disebut fluktuasi oksigen (Oxyge pulse). Besarnya fluktuasi oksigen dalam suatu badan air sangat menentukan kehidupan hewan air. Hewan air yang kurang tahan pada air yang kadar oksigennya rendah, titik kritis baginya adalah pada saat kadar oksigen di malam hari. Biasanya hewan yang kurang tahan pada keadaan air yang rendah tidak cocok baginya.

Pengukuran oksigen terlarut dalam badan air sering dilakukan dengan metode winkler. Prinsip pengukuran dengan metode winkler adalah bahwa Natrium hidroksida bereaksi dengan mangan sulfat membentuk endapan putih mangan hidroksida.

2MnSO4 + 2NaOH Mn(OH)2 + Na2SO4

dengan adanya oksigen pada air yang tinggi kadar alkalinya, endapan mangan hidroksida dioksidasi menjadi mangan-oksihidroksida (MnO(OH)2) yang berwarna

coklat, dan kadar oksigen dalam larutan itu sebanding dengan intensitas warna coklat yang terbentuk. Pada air yang bersifat sangat asam, ion mangan dibebaskan dan bereaksi dengan ion iodine yang bebas ekuivalen dengan banyaknya oksigen dalam air yang diukur.

MnO(OH)2 + 4NaHSO4 + 2KI I2 + MnSO4 + K2 SO4 + 2 Na2 SO4 + 3 H2 O

Banyaknya kadar iodine dapat diukur secara titrimetri dengan natrium tiosulfat. (Suin, 2002).

2.3 Chemical Oxygen Demand (COD)

2.3.1 Pengertian dan Prinsip Penentuan COD

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang

ada dalam 1 L sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber

oksigen (oxidizing agent).

Prinsip penentuan COD yaitu: “Bahan organik dioksidasi oleh kromat dalam suasana asam dan mendidih dengan adanya kalium dikromat berlebih. Ketika sampel diuraikan, ion dikromat (Cr2O72-) mengoksidasi zat organik dalam sampel. Krom (VI)

(33)

daerah spektrum 400 nm, dimana serapan ion kromat (Cr3+) mempunyai serapan yang kuat pada daerah spectrum 600 nm, dimana ion dikromat (Cr2O72-) hampir tidak

mempunyai serapan. Untuk nilai COD antara 100-900 mg/L, ditentukan dengan bertambahnya ion Cr3+ dalam daerah 600nm. Nilai COD dibawah 90 mg/L ditentukan dengan melihat berkurangnya ion Cr2O72- pada daerah 420 nm”.

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih.

∆E

Ca Hb Oc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+

Ag2SO4

(warna kuning) (warna hijau)

Perak sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat

reaksi. Sedang mercuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan.

2.3.2 Gangguan tes COD

Kadar klorida (Cl- ) sampai 2000 mg/L di dalam sampel dapat mengganggu bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh

dikromat, sesuai reaksi dibawah:

6Cl -+ Cr2O72- + 14 H+ 3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O

Gangguan ini dihilangkan dengan penambahan merkuri sulfat (HgSO4) pada sampel,

sebelum penambahan reagen lainnya. Ion mekuri bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri klorida, sesuai reaksi dibawah ini :

Hg2+ + 2 Cl- HgCl2

Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrasi ion Cl- menjadi sangat kecil dan tidak mengganggu oksidasi zat organis dalam tes COD.

2.3.3 Keuntungan Tes COD dibandingkan dengan tes BOD

Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisa BOD5

(34)

dibutuhkan pengenceran sampel sedang pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran. Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi soal pada tes COD.

2.3.4 Kekurangan Tes COD

Tes COD hanya merupakan suatu analisis yang menggunakan suatu reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam), sehingga merupakan suatu pendekatan saja. Karena hal tersebut di atas maka tes COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis. (Alaerts, 1984)

2.4 Minyak atau Lemak

2.4.1 Pengertian dan Prinsip Penentuan Minyak atau Lemak

Minyak atau lemak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air, yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Minyak atau lemak yang digunakan dalam makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Komponen-komponen lain yang mungkin terdapat meliputi : fosfolipid, sterol, vitamin dan zat warna yang larut dalam minyak atau lemak seperti klorofil dan kareteniod. (Ketaren, 1986) Gambar 2. Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak

(35)

Wujud cair atau padat dari trigliserida adalah bergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berwujud cair karena mengandung asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, linoleat, linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umumnya berwujud padat karena banyak mengandung asam lemak jenuh seperti asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair yang tinggi. (Ketaren, 1986)

Asam-asam lemak yang ditemukan di alam, biasanya merupakan asam-asam monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam-asam lemak dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap yang berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya.

2.4.2 Keberadaan dan Dampak Terhadap Lingkungan

Salah satu sumber utama dari pencemaran minyak dan lemak adalah umumnya rumah tangga dan industri. Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut: adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurang, konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak karena lapisan film minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air, adanya lapisan minyak pada permukaan air akan mengganggu burung air, dan penetrasi sinar oksigen yang menurun dengan adanya minyak dapat mengganggu kehidupan tanaman-tanaman (JICA, 2006)

2.4.3 Sifat-Sifat Minyak atau Lemak

2.4.3.1 Sifat Fisika

(36)

Titik cair kristal-kristal suatu lemak dapat berbeda-beda berdasakan dua mekanisme utama. Pertama karena heterogenitas kristal-kristal. Karena lemak dan minyak merupakan campuran trigliserida, maka komposisi trigliserida kristal lemak juga dapat berbeda-beda. Pada umumnya, pendinginan lemak cair secara cepat akan menghasilkan kristal yang terdiri dari campuran trigliserida. Kristal semacam itu mencair pada suhu lebih rendah dari pada kristal lemak yang lebih homogen. Kedua, oleh karena bentuk polimorfik yang berbeda-beda. Trigliserida murni dapat mempunyai beberapa bentuk kristal, yaitu menunjukkan polimorfisme. Masing-masing bentuk ditandai titik cair, berat jenis dan stabilitas Masing-masing-Masing-masing dan juga bentuk-bentuk lain. Bentuk yang paling stabil mempunyai titik cair dan berat jenis yang tertinggi. (Buckle, 1987)

2.4.3.2 Proses Kimia

a. Hidrolisis

Merupakan reaksi antara minyak/lemak dan air yang dapat menyebabkan pemecahan minyak/lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini terjadi dengan adanya temperatur tinggi atau adanya katalis dan sejumlah air. Minyak/ lemak akan mengalami hidrolisis bila dipanaskan dengan larutan asam atau basa serta dengan adanya enzim lipase. (Lowson, 1985)

b. Oksidasi

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak dan lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada lemak dan minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas.

c. Hidrogenasi

(37)

ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator.

(38)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Air dibutuhkan oleh manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan, berada di permukaan dan di dalam tanah, di danau dan laut, menguap naik ke atmosfer, lalu terbentuk awan, turun dalam bentuk hujan, infiltrasi ke bumi/tubuh bumi, membentuk air bawah tanah, mengisi danau dan sungai serta laut, dan seterusnya. Sekali jaring/jalur siklus ini terganggu atau dirusak, sistemnya tidak berfungsi sebagaimana lajimnya oleh akibat limbah industri (misalnya) yang bersenyawa dengan limbah pestisida/insektisida dan buangan domestik lainnya, lalu menyatu dengan air sungai, akan merusak air sungai dan mungkin juga badan air. Ada pihak yang mengatakan, bahwa alam akan mengaturnya dan memperbaikinya kembali tetapi perlu diiingat, bahwa semua ada batasnya. (Erwin, 2008)

Menurut Anonimous (1982), bahwa pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energy, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak sesuai dengan fungsinya. Air sungai dikatakan tercemar apabila badan air tersebut tidak sesuai lagi dengan fungsinyanya dan tidak dapat lagi mendukung kehidupan biota yang ada di dalamnya. Terjadinya suatu pencemaran di sungai umumnya disebabkan oleh masuknya limbah ke badan air.

(39)

Secara umum kondisi kualitas air semakin menurun. Pemantauan kualitas air sungai di beberapa daerah menunjukkan bahwa parameter BOD, COD dan Minyak/Lemak banyak yang tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II menurut PP 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dimana air kelas II adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air di Indonesia telah menurun. Penurunan kualitas air sungai akibat kegiatan industri telah menyebabkan pencemaran air sungai karena banyaknya industri yang membuang limbah (PP No. 82 Tahun 2001)

Berkurangnya daerah resapan air akibat penebangan liar dan praktek-praktek pemanfaatan hutan yang tidak terarah serta perubahan iklim yang memicu terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan telah menyebabkan kekeringan yang luar biasa sehingga terjadi gagal panen dan kesulitan memperoleh air. Demikian halnya pada musim penghujan, banjir terjadi di hampir seluruh daerah setiap tahunnya dengan skala yang lebih luas dan waktu yang cukup lama.

Kondisi kualitas lingkungan hidup terutama air sungai semakin memprihatinkan. Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya kepadatan penduduk serta kegiatan yang terjadi di sepanjang sungai dan berkontribusi mencemari badan air.

Sungai sangat bermanfaat bagi manusia, dan tidak kalah pentingnya bagi biota air. Disamping itu Sungai Silau Kabupaten Asahan sangat rentan terhadap pencemaran. Hal ini disebabkan karena daerah aliran Sungai Silau merupakan tempat bungan akhir limbah cair industri.

(40)

Air sungai Silau Kabupaten Asahan banyak dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di sepanjang sungai Silau. Sebagian besar penduduk memanfaatkan air sungai Silau untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian, mengairi tanaman dan sebagai pembudidayaan ikan air tawar. Oleh sebab itu, perlu diketahui mengenai parameter-parameter dasar yang diperlukan untuk memperoleh gambaran kualitas air Sungai Silau Kabupaten Asahan berdasarkan variasi waktu.

Untuk mengetahui mutu air sungai Silau Kabupaten Asahan berdasarkan variasi waktu mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Waktu Pengambilan Sampel Terhadap Kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak Dari Air Sungai Silau Kabupaten Asahan”.

1.2Permasalahan

Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dari Air Sungai Silau Kabupaten Asahan pada beberapa variasi waktu.

1.3Pembatasan Masalah

Didalam penelitian ini permasalahan dibatasi dengan hanya melakukan analisa terhadap kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dari air sungai Silau Kabupaten Asahan pada pukul 07.00 WIB, 10.00 WIB, 13.00 WIB, 16.00 WIB, 19.00 WIB.

1.4Tujuan Penelitian

(41)

1.5Manfaat Penelitian

1. Pemerintah Daerah

Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Asahan.

2. Masyarakat

Sebagai bahan informasi masyarakat tentang kualitas air Sungai Silau Kabupaten Asahan dengan variasi waktu 07. 00 WIB, 10.00 WIB, 13.00 WIB, 16.00 WIB, 19.00 WIB.

3. Perusahaan

Menggugah perusahaan agar memperhatikan penanganan limbah cair industry sebelum dibuang ke badan air sungai Silau Kabupaten Asahan.

1.6Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Winkler, untuk penentuan kadar BOD dari air sungai Silau Kabupaten Asahan 2. Spektrofotometri, untuk penentuan kadar COD dari air sungai Silau Kabupaten

Asahan

3. Gravimetri, untuk penentuan kadar Minyak/Lemak dari air sungai Silau Kabupaten Asahan

1.7Lokasi Penelitian

(42)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dari air sungai Silau Kabupaten Asahan telah diteliti. Sampel diambil dari titik sampling yang sama yaitu N: 02o 58’ 15,2” E: 099o

38’ 54,2” dengan menggunakan variasi waktu pada pukul 07.00 WIB, 10.00 WIB, 13.00 WIB, 16.00 WIB, 19.00 WIB dan dilakukan pengujian terhadap parameter

(43)

THE EFFECT OF TIME SAMPLING OVER THE RATE OF BOD, COD AND OIL/FAT WATER CONTENT

OF SILAU RIVER KABUPATEN ASAHAN

ABSTRACT

(44)

AIR SUNGAI SILAU KABUPATEN ASAHAN

ELPERIDA MANIHURUK

070822025

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(45)

PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPEL TERHADAP KADAR BOD, COD, MINYAK/LEMAK DARI

AIR SUNGAI SILAU KABUPATEN ASAHAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana Sains

OLEH :

ELPERIDA MANIHURUK

070822025

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(46)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN

SAMPEL TERHADAP KADAR BOD, COD DAN MINYAK/LEMAK DARI AIR SUNGAI SILAU KABUPATEN ASAHAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : ELPERIDA MANIHURUK

Nomor Induk Mahasiswa : 070822025

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, April 2012

Komisi Pembimbing

Pembimbing II Pembimbing I

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP 195512181987012001 NIP 195408301985032001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(47)

PERNYATAAN

PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPEL TERHADAP KADAR BOD, COD DAN MINYAK/LEMAK DARI

AIR SUNGAI SILAU KABUPATEN ASAHAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2012

(48)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

(49)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dari air sungai Silau Kabupaten Asahan telah diteliti. Sampel diambil dari titik sampling yang sama yaitu N: 02o 58’ 15,2” E: 099o

38’ 54,2” dengan menggunakan variasi waktu pada pukul 07.00 WIB, 10.00 WIB, 13.00 WIB, 16.00 WIB, 19.00 WIB dan dilakukan pengujian terhadap parameter

(50)

THE EFFECT OF TIME SAMPLING OVER THE RATE OF BOD, COD AND OIL/FAT WATER CONTENT

OF SILAU RIVER KABUPATEN ASAHAN

ABSTRACT

(51)
(52)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan yang Digunakan 16

3.1.1. Alat-Alat 16

3.1.2. Bahan-Bahan 17

3.2. Prosedur Penelitian 17

3.2.1. Penyediaan Reagen 17

3.2.2. Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,0125N 19

3.2.3. Prosedur Pengambilan Sampel Air Sungai untuk Analisa BOD 20 3.2.4. Prosedur Penentuan BOD 20

3.2.5. Prosedur Penentuan COD 20

3.2.6. Prosedur Penentuan Minyak atau Lemak 21

3.3. Bagan Penelitian 22

3.3.1. Bagan Penentuan BOD 22

3.3.2. Bagan Penentuan COD 23

3.3.3. Bagan Penentuan Minyak atau Lemak 24

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 25

4.1.1 Perhitungan Faktor Larutan Na2S2O3 0,0125 N 25

4.1.2 Penentuan Kadar Oksigen Terlarut (DO) 27

4.1.3 Penentuan Kadar BOD 28

4.1.4 Penentuan Kadar Minyak/Lemak 28

4.2. Pembahasan 29

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 32

5.2. Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33 LAMPIRAN

(53)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kriteria BOD, COD dan Minyak atau Lemak Berdasarkan Kelas Air 6 Tabel 2. Hasil Penentuan Kadar BOD Sampel Air Sungai Silau Kabupaten

Asahan 25

Tabel 3. Hasil Penentuan Kadar COD Sampel Air Sungai Silau Kabupaten

Asahan 25

Tabel 4. Hasil Penentuan Kadar Minyak/Lemak Sampel Air Sungai Silau

(54)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pemecahan Komponen-Komponen pada Kondisi aerob

dan anaerob 9 Gambar 2. Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak 12 Gambar 3. Kurva hasil pengukuran kadar BOD dengan pengaruh waktu

pengambilan sampel 40 Gambar 4. Kurva hasil pengukuran kadar COD dengan pengaruh waktu

pengambilan sampel 41 Gambar 5. Kurva hasil pengukuran kadar Minyak/Lemak dengan pengaruh

(55)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Hasil Penentuan Oksigen Terlarut 0 Hari (DOo mg/L) 34

Lampiran 2. Data Hasil Penentuan Oksigen Terlarut 5 Hari (DO5 mg/L) 35

Lampiran 3. Data Hasil Penentuan Kadar BOD (mg/L) 36 Lampiran 4. Data Hasil Penentuan Kadar COD (mg/L O2) 37

Lampiran 5. Data Hasil Penentuan Minyak/Lemak (mg/L) 38

Gambar

Tabel 3. Hasil Penentuan Kadar COD sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan:
Tabel 4. Hasil Penentuan Kadar Minyak/Lemak sampel Air Sungai Silau Kabupaten               Asahan:
Tabel 1. Kriteria BOD, COD, Minyak atau Lemak Bedasarkan Kelas Air
Gambar 2.  Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan analisis kadar COD, BOD, dan Angka Permanganat pada limbah Cair Industri Karet Yang Terdapat Pada Air Sungai Denai di Amplas dengan metode titrimetri yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas air sungai Tallo ditinjau dari Parameter, kadar Timbal (Pb) ,BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD

The method is by using Qual2E Software for BOD and mass balance for COD afterwards compared with the standard in accordance with PP no 82 in 2001 about the water quality

The method is by using Qual2E Software for BOD and mass balance for COD afterwards compared with the standard in accordance with PP no 82 in 2001 about the water quality

jika dibandingkan dengan baku mutu air kelas I untuk parameter COD berdasarkan PP No 82 Tahun 2001 sebesar 10 mg/L, maka kondisi kualitas air Sungai Pelayaran yang masih dalam

1) Kesesuaian kualitas air Sungai Samin berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 menunjukkan parameter BOD sesuai baku mutu kelas IV pada Dukuh Nongko dan Desa Bugel, sedangkan

Reaktor MSL ( Multi Soil Layering ) sangat efektif untuk mereduksi BOD, COD, TSS, dan minyak/lemak dalam limbah cair industri minyak goreng, dimana dapat memberikan

Dalam menganalisis kualitas air sungai maka dilakukan pemeriksaan beberapa parameter diantaranya ialah pH, suhu, BOD, COD, dan DO ,sehingga didapatkan bahwa kesimpulan secara khusus