• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap kadar bod, cod dan minyak/lemak dari air sungai silau kabupaten asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap kadar bod, cod dan minyak/lemak dari air sungai silau kabupaten asahan"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

AIR SUNGAI SILAU KABUPATEN ASAHAN

ELPERIDA MANIHURUK

070822025

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPEL TERHADAP KADAR BOD, COD, MINYAK/LEMAK DARI

AIR SUNGAI SILAU KABUPATEN ASAHAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana Sains

OLEH :

ELPERIDA MANIHURUK

070822025

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN

SAMPEL TERHADAP KADAR BOD, COD DAN MINYAK/LEMAK DARI AIR SUNGAI SILAU KABUPATEN ASAHAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : ELPERIDA MANIHURUK Nomor Induk Mahasiswa : 070822025

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, April 2012

Komisi Pembimbing

Pembimbing II Pembimbing I

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP 195512181987012001 NIP 195408301985032001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPEL TERHADAP KADAR BOD, COD DAN MINYAK/LEMAK DARI

AIR SUNGAI SILAU KABUPATEN ASAHAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa

kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2012

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha

Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya kertas kajian ini berhasil diselesaikan

dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada DR. Rumondang Bulan Nst, M.S

dan Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku dosen pembimbing pada penyelesaian skripsi

ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk

menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas dan padat dan professional yang telah

diberikan kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima

kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen DR. Rumondang Bulan

Nst, M.S dan Drs. Albert Pasaribu, MSc, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen

pada Departemen Kimia FMIPA USU, pegawai di FMIPA USU, dan rekan-rekan

kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada kedua orang tua saya, suami, putriku,

keluarga, serta sahabat-sahabat yang selama ini telah banyak memberikan bantuan,

semangat, dan doa yang saya perlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan

(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap

kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dari air sungai Silau Kabupaten Asahan telah

diteliti. Sampel diambil dari titik sampling yang sama yaitu N: 02o 58’ 15,2” E: 099o

38’ 54,2” dengan menggunakan variasi waktu pada pukul 07.00 WIB, 10.00 WIB,

13.00 WIB, 16.00 WIB, 19.00 WIB dan dilakukan pengujian terhadap parameter

BOD, COD dan Minyak/Lemak. Hasil dari penelitian menunjukkan kadar BOD,

COD dan Minyak/Lemak tertinggi pada pukul 07.00 WIB dan terendah pada pukul

16.00 WIB. Dapat disimpulkan bahwa kualitas air sungai Silau Kabupaten Asahan

(7)

THE EFFECT OF TIME SAMPLING OVER THE RATE OF BOD, COD AND OIL/FAT WATER CONTENT

OF SILAU RIVER KABUPATEN ASAHAN

ABSTRACT

(8)
(9)

BAB 3 METODE PENELITIAN

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kriteria BOD, COD dan Minyak atau Lemak Berdasarkan Kelas Air 6 Tabel 2. Hasil Penentuan Kadar BOD Sampel Air Sungai Silau Kabupaten

Asahan 25

Tabel 3. Hasil Penentuan Kadar COD Sampel Air Sungai Silau Kabupaten

Asahan 25

Tabel 4. Hasil Penentuan Kadar Minyak/Lemak Sampel Air Sungai Silau

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pemecahan Komponen-Komponen pada Kondisi aerob

dan anaerob 9 Gambar 2. Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak 12 Gambar 3. Kurva hasil pengukuran kadar BOD dengan pengaruh waktu

pengambilan sampel 40 Gambar 4. Kurva hasil pengukuran kadar COD dengan pengaruh waktu

pengambilan sampel 41 Gambar 5. Kurva hasil pengukuran kadar Minyak/Lemak dengan pengaruh

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Hasil Penentuan Oksigen Terlarut 0 Hari (DOo mg/L) 34 Lampiran 2. Data Hasil Penentuan Oksigen Terlarut 5 Hari (DO5 mg/L) 35 Lampiran 3. Data Hasil Penentuan Kadar BOD (mg/L) 36 Lampiran 4. Data Hasil Penentuan Kadar COD (mg/L O2) 37 Lampiran 5. Data Hasil Penentuan Minyak/Lemak (mg/L) 38

(13)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap

kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dari air sungai Silau Kabupaten Asahan telah

diteliti. Sampel diambil dari titik sampling yang sama yaitu N: 02o 58’ 15,2” E: 099o

38’ 54,2” dengan menggunakan variasi waktu pada pukul 07.00 WIB, 10.00 WIB,

13.00 WIB, 16.00 WIB, 19.00 WIB dan dilakukan pengujian terhadap parameter

BOD, COD dan Minyak/Lemak. Hasil dari penelitian menunjukkan kadar BOD,

COD dan Minyak/Lemak tertinggi pada pukul 07.00 WIB dan terendah pada pukul

16.00 WIB. Dapat disimpulkan bahwa kualitas air sungai Silau Kabupaten Asahan

(14)

THE EFFECT OF TIME SAMPLING OVER THE RATE OF BOD, COD AND OIL/FAT WATER CONTENT

OF SILAU RIVER KABUPATEN ASAHAN

ABSTRACT

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi

kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan sehingga merupakan modal

dasar dan faktor utama pembangunan. Air merupakan komponen lingkungan hidup

yang penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Air dibutuhkan oleh manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan,

berada di permukaan dan di dalam tanah, di danau dan laut, menguap naik ke

atmosfer, lalu terbentuk awan, turun dalam bentuk hujan, infiltrasi ke bumi/tubuh

bumi, membentuk air bawah tanah, mengisi danau dan sungai serta laut, dan

seterusnya. Sekali jaring/jalur siklus ini terganggu atau dirusak, sistemnya tidak

berfungsi sebagaimana lajimnya oleh akibat limbah industri (misalnya) yang

bersenyawa dengan limbah pestisida/insektisida dan buangan domestik lainnya, lalu

menyatu dengan air sungai, akan merusak air sungai dan mungkin juga badan air. Ada

pihak yang mengatakan, bahwa alam akan mengaturnya dan memperbaikinya kembali

tetapi perlu diiingat, bahwa semua ada batasnya. (Erwin, 2008)

Menurut Anonimous (1982), bahwa pencemaran lingkungan adalah masuknya

atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energy, dan atau komponen lain ke dalam

lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan

menjadi kurang atau tidak sesuai dengan fungsinya. Air sungai dikatakan tercemar

apabila badan air tersebut tidak sesuai lagi dengan fungsinyanya dan tidak dapat lagi

mendukung kehidupan biota yang ada di dalamnya. Terjadinya suatu pencemaran di

sungai umumnya disebabkan oleh masuknya limbah ke badan air.

Menurunnya kualitas dan kuantitas lingkungan merupakan permasalahan yang

sangat serius saat ini, termasuk kualitas air sungai. Agenda peningkatan kualitas air

sungai yang menjadi salah satu faktor pengelolaan lingkungan saat ini karena

persoalan air banyak dikonotasikan dengan pencemaran, kelangkaan air dan banjir

(16)

Secara umum kondisi kualitas air semakin menurun. Pemantauan kualitas air

sungai di beberapa daerah menunjukkan bahwa parameter BOD, COD dan

Minyak/Lemak banyak yang tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II menurut PP 82

Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

dimana air kelas II adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk

mengairi pertanaman, dan atau untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air di

Indonesia telah menurun. Penurunan kualitas air sungai akibat kegiatan industri telah

menyebabkan pencemaran air sungai karena banyaknya industri yang membuang

limbah (PP No. 82 Tahun 2001)

Berkurangnya daerah resapan air akibat penebangan liar dan praktek-praktek

pemanfaatan hutan yang tidak terarah serta perubahan iklim yang memicu terjadinya

musim kemarau yang berkepanjangan telah menyebabkan kekeringan yang luar biasa

sehingga terjadi gagal panen dan kesulitan memperoleh air. Demikian halnya pada

musim penghujan, banjir terjadi di hampir seluruh daerah setiap tahunnya dengan

skala yang lebih luas dan waktu yang cukup lama.

Kondisi kualitas lingkungan hidup terutama air sungai semakin

memprihatinkan. Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya kepadatan

penduduk serta kegiatan yang terjadi di sepanjang sungai dan berkontribusi

mencemari badan air.

Sungai sangat bermanfaat bagi manusia, dan tidak kalah pentingnya bagi biota

air. Disamping itu Sungai Silau Kabupaten Asahan sangat rentan terhadap

pencemaran. Hal ini disebabkan karena daerah aliran Sungai Silau merupakan tempat

bungan akhir limbah cair industri.

Pada bagian hulu sungai terdapat beberapa industri yang membuang limbah

cair ke sungai Silau Kabupaten Asahan antara lain : PT. Mas Mulia industri karet,

PT. Sri Sumatera Sejahtera industri karet, PT. Wipolimex industri karet, PT. Sari Tani

Jay industri tepung ubi, PT. Fairco Bumi Lestari industri karet, PTPN 3 Sei Silau

(17)

Air sungai Silau Kabupaten Asahan banyak dimanfaatkan oleh penduduk yang

tinggal di sepanjang sungai Silau. Sebagian besar penduduk memanfaatkan air sungai

Silau untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian, mengairi tanaman

dan sebagai pembudidayaan ikan air tawar. Oleh sebab itu, perlu diketahui mengenai

parameter-parameter dasar yang diperlukan untuk memperoleh gambaran kualitas air

Sungai Silau Kabupaten Asahan berdasarkan variasi waktu.

Untuk mengetahui mutu air sungai Silau Kabupaten Asahan berdasarkan

variasi waktu mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Waktu Pengambilan Sampel Terhadap Kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak Dari

Air Sungai Silau Kabupaten Asahan”.

1.2Permasalahan

Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh waktu

pengambilan sampel terhadap kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dari Air Sungai

Silau Kabupaten Asahan pada beberapa variasi waktu.

1.3Pembatasan Masalah

Didalam penelitian ini permasalahan dibatasi dengan hanya melakukan analisa

terhadap kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dari air sungai Silau Kabupaten

Asahan pada pukul 07.00 WIB, 10.00 WIB, 13.00 WIB, 16.00 WIB, 19.00 WIB.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh waktu

pengambilan sampel terhadap kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dari air sungai

(18)

1.5Manfaat Penelitian

1. Pemerintah Daerah

Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten Asahan.

2. Masyarakat

Sebagai bahan informasi masyarakat tentang kualitas air Sungai Silau

Kabupaten Asahan dengan variasi waktu 07. 00 WIB, 10.00 WIB, 13.00 WIB,

16.00 WIB, 19.00 WIB.

3. Perusahaan

Menggugah perusahaan agar memperhatikan penanganan limbah cair industry

sebelum dibuang ke badan air sungai Silau Kabupaten Asahan.

1.6Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Winkler, untuk penentuan kadar BOD dari air sungai Silau Kabupaten Asahan

2. Spektrofotometri, untuk penentuan kadar COD dari air sungai Silau Kabupaten

Asahan

3. Gravimetri, untuk penentuan kadar Minyak/Lemak dari air sungai Silau

Kabupaten Asahan

1.7Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Pada dasarnya air dapat dibedakan menjadi dua yaitu air laut yang asin dan air tawar

yang terdapat di darat. Keduanyapun merupakan sumber kehidupan bagi makhluk

hidup yang ada di bumi, karena makhluk hidup membutuhkan air. Air laut merupakan

sumber kehidupan bagi berbagai jenis ikan, berbagai jenis tanaman/rumput laut, dan

berbagai organisme yang hidup di air asin. Sedangkan air tawar merupakan sumber

kehidupan bagi makhluk hidup yang ada di darat seperti manusia, hewan, burung, dan

tanaman.

Air yang tidak tercemar, merupakan air yang tidak mengandung bahan-bahan

asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yang telah ditetapkan sehingga air tersebut

dapat digunakan secara normal untuk berbagai keperluan. Adanya benda-benda asing

yang mengakibatkan air tidak dapat dipergunakan secara normal disebut dengan

polusi/pencemaran. (Sunu, 2001)

2.1.1 Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air

Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas:

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan atau untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air

tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat dipergunakan untuk mengairi

pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

(20)

Tabel 1. Kriteria BOD, COD, Minyak atau Lemak Bedasarkan Kelas Air

disertai dengan program pengelolaan limbah yang baik akan memungkinkan

terjadinya pencemaran air, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Bahan

buangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan industri adalah penyebab utama

terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena bahan buangan organik dapat

membusuk atau terdegradasi maka akan sangat bijaksana apabila bahan bungan yang

termasuk kelompok ini tidak dibuang ke air lingkungan karena akan dapat menaikkan

populasi mikroorganisme di dalam air. Dengan bertambahnya populasi

mikroorganisme di dalam air maka tidak tertutup pula kemungkinannya untuk ikut

(21)

- Bahan Buangan Anorganik

Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk

dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini

masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam

air. Bahan buangan anorganik biasanya berasal dari industri yang melibatkan

penggunaan unsur-unsur logam.

- Bahan Buangan Olahan Bahan Makanan

Bahan buangan olahan bahan makanan dapat juga dimasukkan ke dalam kelompok

bahan buangan organik. Apabila bahan buangan olahan bahan makanan mengandung

protein dan gugus amin, maka pada saat didegradasi oleh mikroorganisme akan terurai

menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk. Air lingkungan yang

mengandung bahan buangan olahan bahan makanan akan mengandung banyak

mikroorganisme, termasuk pula di dalamnya bakteri patogen. Mengingat akan hal ini

maka pembungan limbah yang berasal dari industri pengolahan bahan makanan perlu

mendapat pengawasan yang seksama agar bakteri patogen yang berbahaya bagi

manusia tidak berkembang biak di dalam air lingkungan.

- Bahan Buangan Cairan Berminyak

Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan

air. Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan

mengapung menutupi permukaan air. Kalau bahan buangan cairan berminyak

mengandung senyawa yang volatil maka akan terjadi penguapan dan luasan

permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut. Lapisan minyak

yang menutupi permukaan air dapat juga terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu,

namun memerlukan waktu yang cukup lama.

- Bahan Buangan Zat Kimia

Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi yang dimaksud dalam kelompok

ini adalah bahan pencemar air yang berupa: sabun, bahan pemberantas hama

(insektisida), zat warna kimia, larutan penyamak kulit dan zat radioaktif. (Wardhana,

(22)

2.2 Biological atau Biochemical Oxygen Demand (BOD)

2.2.1 Pengertian dan Prinsip Penentuan BOD

Biological atau Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah kebutuhan oksigen

biologis didefinisikan sebagai pengukuran pengurangan kadar organik di dalam air

yang dikonsumsi oleh makhluk hidup (organisme) di dalam air selama periode 5 hari

pada keadaan gelap (tidak terjadi proses fotosintesa).

Prinsip Penentuan BOD yaitu: “Penentuan BOD berdasarkan pada penentuan oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi pada temperature 20o C selama 5 hari. Nilai BOD adalah selisih oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi dinyatakan

dalam mg/L”.

Pengurangan kadar oksigen adalah disebabkan oleh kegiatan organisme

(bakteri) mengkonsumsi atau mendegradasi senyawa organik dan nutrien lain yang

terdapat di dalam air. Air yang relatif bersih akan mengandung mikroorganisme relatif

sedikit, sehingga pengurangan oksigen di dalam air selama periode 5 hari akan sedikit,

sedangkan untuk air yang terpolusi dan mengandung banyak mikroorganisme bakteri

akan mengkonsumsi banyak oksigen dalam proses degradasi senyawa organik dan

nutrien selama 5 hari, sehingga pengurangan kadar oksigen menjadi sangat besar.

(Situmorang M, 2007)

2.2.2 Dampak Terhadap Manusia dan Lingkungan

BOD menunjukkan jumlah bahan organik yang ada didalam air yang dapat

didegradasi secara biologis. Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan jumlah

pencemar yang tinggi, terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan organik. Nilai

BOD berbanding lurus dengan jumlah bahan organik diperairan. Semakin tinggi

jumlah bahan organik di perairan semakin besar pula nilai BOD, sebab kebutuhan

oksigen untuk menguraikan bahan organik tersebut semakin tinggi.

Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi dari lingkungan maka kadar

oksigen dilingkungan sekitarnya semakin berkurang akibatnya oksigen sebagai

sumber kehidupan bagi makhluk air (hewan dan tumbuhan) tidak dapat terpenuhi

sehingga makhluk air tersebut menjadi mati. Dampak lebih lanjut dari kekurangan

oksigen di lingkungan perairan adalah dapat mengganggu kehidupan berbagai

organisme di perairan tersebut. Akibat yang lebih fatal adalah kematian masal bagi

(23)

BOD merupakan salah satu parameter indikator pencemar di dalam air yang

disebabkan oleh limbah organik. Keberadaannya di dalam lingkungan sangat

ditentukan oleh limbah organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun

yang berasal dari limbah industri.

Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah:

1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan

anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga “intermediate

oxygen demand”

2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal 5 hari

3. Uji BOD dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai total

BOD melainkan hanya kira-kira 68% dari total BOD

4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat dalam air tersebut,

misalnya adanya germisida seperti khlorin dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik sehingga hasil

uji BOD menjadi kurang teliti.

Jika konsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme

aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme

yang bersifat aerobik akan aktif memecah bahan-bahan tersebut secara anaerobik

karena tidak adanya oksigen. Pemecahan komponen-komponen secara anaerobik akan

menghasilkan produk-produk yang berbeda seperti terlihat di bawah ini:

Kondisi aerobik Kondisi Anaerobik

C + O2 CO2 C + H2 CH4

N + H2O NH3 + HNO3 N + H2 NH3 + amin S + H2O H2SO4 S + H2 H2S

P + H2O H3PO4 P + H2 PH3 + Komponen fosfor Gambar 1. Pemecahan komponen-komponen pada kondisi aerobik dan anaerobik

Senyawa-senyawa hasil pemecahan secara anaerobik seperti amin, H2S dan komponen fosfor mempunyai bau yang menyengat, misalnya amin berbau anyir dan

H2S berbau busuk. Oleh karena itu perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi anaerobik tidak dikehendaki. (Agusnar H, 2008)

Kadar oksigen terlarut pada badan air yang tergenang dan mengandung banyak

(24)

oksigen terlarut sore hari adalah karena banyaknya oksigen dari hasil fotosintesis pada

siang hari, sedangkan rendahnya oksigen pada malam hari karena tidak terjadinya

fotosintesis dan oksigen yang ada dalam air digunakan oleh tumbuhan dan hewan

untuk bernapas.

Naik turunnya kadar oksigen terlarut dalam air itu disebut fluktuasi oksigen

(Oxyge pulse). Besarnya fluktuasi oksigen dalam suatu badan air sangat menentukan

kehidupan hewan air. Hewan air yang kurang tahan pada air yang kadar oksigennya

rendah, titik kritis baginya adalah pada saat kadar oksigen di malam hari. Biasanya

hewan yang kurang tahan pada keadaan air yang rendah tidak cocok baginya.

Pengukuran oksigen terlarut dalam badan air sering dilakukan dengan metode

winkler. Prinsip pengukuran dengan metode winkler adalah bahwa Natrium

hidroksida bereaksi dengan mangan sulfat membentuk endapan putih mangan

hidroksida.

2MnSO4 + 2NaOH Mn(OH)2 + Na2SO4

dengan adanya oksigen pada air yang tinggi kadar alkalinya, endapan mangan

hidroksida dioksidasi menjadi mangan-oksihidroksida (MnO(OH)2) yang berwarna coklat, dan kadar oksigen dalam larutan itu sebanding dengan intensitas warna coklat

yang terbentuk. Pada air yang bersifat sangat asam, ion mangan dibebaskan dan

bereaksi dengan ion iodine yang bebas ekuivalen dengan banyaknya oksigen dalam air

yang diukur.

MnO(OH)2 + 4NaHSO4 + 2KI I2 + MnSO4 + K2 SO4 + 2 Na2 SO4 + 3 H2 O Banyaknya kadar iodine dapat diukur secara titrimetri dengan natrium tiosulfat.

(Suin, 2002).

Prinsip penentuan COD yaitu: “Bahan organik dioksidasi oleh kromat dalam suasana asam dan mendidih dengan adanya kalium dikromat berlebih. Ketika sampel

(25)

daerah spektrum 400 nm, dimana serapan ion kromat (Cr3+) mempunyai serapan yang kuat pada daerah spectrum 600 nm, dimana ion dikromat (Cr2O72-) hampir tidak mempunyai serapan. Untuk nilai COD antara 100-900 mg/L, ditentukan dengan

bertambahnya ion Cr3+ dalam daerah 600nm. Nilai COD dibawah 90 mg/L ditentukan dengan melihat berkurangnya ion Cr2O72-pada daerah 420 nm”.

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang

secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan

berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

Perak sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Sedang mercuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida

yang pada umumnya ada di dalam air buangan.

2.3.2 Gangguan tes COD

Kadar klorida (Cl- ) sampai 2000 mg/L di dalam sampel dapat mengganggu bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat, sesuai reaksi dibawah:

6Cl -+ Cr2O72- + 14 H+ 3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O

Gangguan ini dihilangkan dengan penambahan merkuri sulfat (HgSO4) pada sampel, sebelum penambahan reagen lainnya. Ion mekuri bergabung dengan ion klorida

membentuk merkuri klorida, sesuai reaksi dibawah ini :

Hg2+ + 2 Cl- HgCl2

Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrasi ion Cl- menjadi sangat kecil dan tidak mengganggu oksidasi zat organis dalam tes COD.

2.3.3 Keuntungan Tes COD dibandingkan dengan tes BOD

(26)

dibutuhkan pengenceran sampel sedang pada umumnya analisa BOD selalu

membutuhkan pengenceran. Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap

mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi soal pada tes COD.

2.3.4 Kekurangan Tes COD

Tes COD hanya merupakan suatu analisis yang menggunakan suatu reaksi oksidasi

kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam), sehingga

merupakan suatu pendekatan saja. Karena hal tersebut di atas maka tes COD tidak

dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat

yang teroksidasi secara biologis. (Alaerts, 1984)

2.4 Minyak atau Lemak

2.4.1 Pengertian dan Prinsip Penentuan Minyak atau Lemak

Minyak atau lemak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air, yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan dan hewan. Minyak atau lemak yang digunakan dalam makanan

sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai

asam lemak. Komponen-komponen lain yang mungkin terdapat meliputi : fosfolipid,

sterol, vitamin dan zat warna yang larut dalam minyak atau lemak seperti klorofil dan

kareteniod. (Ketaren, 1986)

Gambar 2. Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak

Prinsip penentuan minyak atau lemak yaitu : “Pada kondisi asam dengan pH ≤ 4, minyak dan lemak yang terdapat dalam air diekstraksi dengan hexane. Hexane yang telah mengikat minyak dan lemak diuapkan pada suhu 80o C. Hasil ekstrak yang tertinggal (tidak teruapkan) diukur secara gravimetric dan hasil yang diperoleh

(27)

Wujud cair atau padat dari trigliserida adalah bergantung dari komposisi asam

lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berwujud cair karena

mengandung asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, linoleat, linolenat dengan

titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umumnya berwujud padat karena banyak

mengandung asam lemak jenuh seperti asam palmitat dan stearat yang mempunyai

titik cair yang tinggi. (Ketaren, 1986)

Asam-asam lemak yang ditemukan di alam, biasanya merupakan asam-asam

monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom

karbon genap. Asam-asam lemak dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: asam

lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan

rangkap yang berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya.

2.4.2 Keberadaan dan Dampak Terhadap Lingkungan

Salah satu sumber utama dari pencemaran minyak dan lemak adalah umumnya rumah

tangga dan industri. Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat

menimbulkan hal-hal sebagai berikut: adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke

dalam air berkurang, konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak

karena lapisan film minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air, adanya

lapisan minyak pada permukaan air akan mengganggu burung air, dan penetrasi sinar

oksigen yang menurun dengan adanya minyak dapat mengganggu kehidupan

tanaman-tanaman (JICA, 2006)

berkurang dengan tidak jenuhnya rangkaian karbon oleh karena minyak dan lemak

adalah campuran trigliseida, titik cairnya tidak tepat. Titik cair minyak dan lemak

ditentukan oleh beberapa faktor. Makin pendek rantai asam lemak, makin rendah titik

cair trigliserida itu. Cara-cara penyebaran asam-asam lemak dalam suatu lemak juga

(28)

Titik cair kristal-kristal suatu lemak dapat berbeda-beda berdasakan dua

mekanisme utama. Pertama karena heterogenitas kristal-kristal. Karena lemak dan

minyak merupakan campuran trigliserida, maka komposisi trigliserida kristal lemak

juga dapat berbeda-beda. Pada umumnya, pendinginan lemak cair secara cepat akan

menghasilkan kristal yang terdiri dari campuran trigliserida. Kristal semacam itu

mencair pada suhu lebih rendah dari pada kristal lemak yang lebih homogen. Kedua,

oleh karena bentuk polimorfik yang berbeda-beda. Trigliserida murni dapat

mempunyai beberapa bentuk kristal, yaitu menunjukkan polimorfisme.

Masing-masing bentuk ditandai titik cair, berat jenis dan stabilitas Masing-masing-Masing-masing dan juga

bentuk-bentuk lain. Bentuk yang paling stabil mempunyai titik cair dan berat jenis

yang tertinggi. (Buckle, 1987)

2.4.3.2 Proses Kimia

a. Hidrolisis

Merupakan reaksi antara minyak/lemak dan air yang dapat menyebabkan pemecahan

minyak/lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini terjadi

dengan adanya temperatur tinggi atau adanya katalis dan sejumlah air. Minyak/ lemak

akan mengalami hidrolisis bila dipanaskan dengan larutan asam atau basa serta dengan

adanya enzim lipase. (Lowson, 1985)

b. Oksidasi

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan

minyak dan lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik

pada lemak dan minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida

dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai

dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak

bebas.

c. Hidrogenasi

Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan

(29)

ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel

sebagai katalisator.

Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang

mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen

akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh, yaitu ikatan rangkap, membentuk

radikal kompleks antara hidrogen, nikel dan asam lemak tak jenuh. Hidrogenasi dapat

dilakukan secara parsial ataupun total, akan tetapi pada umumnya hidrogenasi

dilakukan secara parsial. Selama hidrogenasi parsial, sebagian ikatan rangkap dari

asam lemak akan menjadi jenuh tetapi ikatan rangkap yang secara alami berbentuk cis

(30)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan yang digunakan

3.1.1. Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

 Inkubator Lovibond

 Botol winkler Gratech

 Aerator Welch

 Labu takar Pyrex

 Buret Pyrex

 Labu Erlenmeyer Pyrex

 Gelas Ukur Pyrex

 Pipet ukur Pyrex

 Beaker Pyrex

 Spektrofotometer Merck

 Reaktor COD Hach

 Tabung Khusus COD

 Timbangan Analitik Shimadzu

 Oven Memmert

 Desikator Nalgene

 Shaker Istech

 Penangas Air Memmert

 Pipet Tetes

 Corong Pisah Pyrex

(31)

3.1.2. Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

 Air Sungai  Akuades

 H2SO4 (p) p.a (E-Merck)

 MnSO4. 4H2O p.a (E-Merck)

 NaOH p.a (E-Merck)

 KI p.a (E-Merck)

 NaN3 p.a (E-Merck)

 Amilum p.a (E-Merck)

 KIO3 p.a (E-Merck)

 Na2S2O3 .5 H2O p.a (E-Merck)

 Isoamil Alkohol p.a (E-Merck)

 K2Cr2O7 p.a (E-Merck)

 HgSO4 p.a (E-Merck)

 Ag2SO4 p.a (E-Merck)

 HCl p.a (E-Merck)

 Metil Orange p.a (E-Merck)

 n-Heksan p.a (E-Merck)

 Na2SO4 p.a (E-Merck)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Penyediaan Reagen

1. Larutan Mangan sulfat , MnSO4. 4H2O

(32)

2. Larutan alkali iodide azida

Dilarutkan 250 g NaOH dan 75 g KI dengan akuades, dimasukkan dalam labu

takar 500 mL kemudian diencerkan sampai garis tanda (larutan a)

Dilarutkan 5 g NaN3 dengan 20 mL akuades (larutan b).

Digabung (larutan a) dan (larutan b), dimasukkan dalam botol polietilen dan

disimpan ditempat gelap.

3. Larutan indikator amilum1 %

Dilarutkan 1 g amilum dengan 100 mL akuades, kemudian didihkan selama 1

menit dan didinginkan.

4. Larutan asam sulfat 13,6%

Dimasukkan 50 mL H2SO4 (p) secara perlahan-lahan melalui dinding ke dalam labu takar 250 mL yang berisi 200 mL akuades kemudian diencerkan sampai

garis tanda.

5. Larutan KIO3 0,1 N

Ditimbang 0,8917 g KIO3 yang telah dikeringkan pada temperatur 120-140 oC selama 2 jam lalu dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 250 mL. suling di dalam labu ukur 1000 mL, diencerkan sampai garis tanda. Kemudian

ditambahkan 2 mL isoamil alkohol, dikocok dan didiamkan selama 2 hari.

(33)

10.Larutan Asam Sulfat

Ditambahkan 10,12 g Ag2SO4 serbuk ke dalam 1000 mL H2SO4 (p), dibiarkan 1-2 hari sampai larut.

11.Indikator Metil Orange 0,1%

Ditimbang dengan teliti 0,1 g metil orange, dilarutkan dengan etanol 95%

dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan etanol

95% sampai garis tanda.

12.Larutan HCl 18,5%

Dimasukkan 5 mL HCl(p) secara perlahan-lahan melalui dinding ke dalam labu takar 10 mLyang berisi akuades kemudian diencerkan sampai garis tanda.

3.2.2 Standarisasi larutan Na2S2O3 0,0125 N

Sebanyak 10 mL KIO3 0,01 N larutan dipipet ke dalam masing-masing tiga erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 1 g serbuk KI dan 2 mL H2SO4 13,6%, ditutup dan dikocok. Didiamkan selama 5 menit lalu ditambahkan 100 mL

akuades, langsung dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,0125 N sampai warna kuning muda. Ditambahkan 1 ml indikator amilum 1% dan dilanjutkan dititrasi

sampai warna biru hilang.

3.2.3. Prosedur Pengambilan sampel air sungai untuk analisa BOD

1. Disediakan botol winkler 100 mL

2. Dimasukkan air sungai ke dalam botol winkler secara duplo sampai meluap,

jangan sampai terjadi turbulensi gelembung udara, kemudian ditutup rapat

jangan sampai ada gelembung udara didalam botolnya.

(34)

3.2.4. Prosedur Penentuan BOD

1. Dimasukkan sampel ai sungai ke dalam dua buah botol winkler 100 mL tanpa

menimbulkan gelembung

2. Ditambahkan 1 mL larutan alkaline iodide azida

3. Ditambahkan 1 mL larutan manganes, dikocok hingga homogen, dibiarkan

mengendap

4. Ditambahkan 1 mL H2SO4 (p) dan dikocok hingga homogen 5. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N hingga warna kuning muda 6. Ditambahkan 1 mL indikator amilum

7. Dilanjutkan dititrasi sampai warna biru hilang untuk menentukan oksigen

terlarut 0 hari (DOo). Sedangkan untuk menentukan oksigen terlarut 5 hari (DO5) diinkubasikan pada 20o C selama 5 hari.

3.2.5. Prosedur Penentuan COD

1. Sebanyak 1,5 mL larutan oksidator K2Cr2O7 dan 3,5 mL pereaksi asam sulfat 2. dalam tabung COD

3. Dimasukkan 2,5 mL air sungai ke dalam tabung tersebut, ditutup tabung COD

dan dikocok sampai homogen

4. Dipanaskan dalam reactor COD pada 150 oC selama 2 jam 5. Didinginkan sampai temperatur kamar

6. Diukur pada panjang gelombang 420 nm, dengan menggunakan akuades

sebagai referensi.

3.2.6 Prosedur Penentuan Minyak atau Lemak

1. Sebanyak 1000 mL air sungai dimasukkan ke dalam corong pisah 2000 mL

2. Ditambahkan 3 tetes indikator metil orange

3. Ditambahkan HCl 18,5% sampai warna menjadi merah

4. Ditambahkan 20 mL n-Heksan dan dikocok dengan menggunakan shaker

(35)

5. Dibiarkan 2 menit, lalu ditampung lapisan air dan lapisan n-Heksan

dimasukkan ke dalam corong pisah 300 mL

6. Lapisan air dimasukkan kembali ke dalam corong pisah 2000 mL, dan

dilakukan langkah yang sama seperti langkah 4-5

7. Digabung lapisan heksan langkah 5. kemudian dibilas corong pisah 2000 mL

dengan akuades dan dibilas dengan sedikit n-Heksan lalu dimasukkan bilasan

tersebut ke dalam corong pisah 300 mL

8. Ditambahkan 20 mL akuades ke dalam lapisan n-Heksan, dikocok pelan

selama 1 menit dan didiamkan, lalu dipisahkan lapisan air.

9. Ditambahkan 3 g Na2SO4 ke dalam lapisan n-Heksan dan dikocok

10.kemudian disaring lapisan n-Heksan dengan kertas saring yang telah dibilas

dengan n-Heksan, ditampung ke dalam beaker glass kosong yang telah

diketahui berat kosong konstannya, dibilas corong pisah 100 mL dan kertas

saring dengan n-Heksan dan dimasukkan ke dalam beaker tersebut.

11.Diuapkan lapisan n-Heksan dalam beaker tersebut dengan penangas air pada

temperatur 80 ± 5 oC sampai n-Heksan teruapkan dengan sempurna

12.Diangkat beaker dan dikeringkan dengan lap, kemudian dimasukkan ke dalam

oven pada suhu 80 ± 5 oC selama 30 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit, dan ditimbang dengan neraca analitik sampai diperoleh berat

(36)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Bagan Penentuan BOD

Dimasukkan ke dalam botol winkler 100 mL

Ditambahkan 1 mL alkaline iodida azida

Ditambahkan 1 mL manganase

Dikocok hingga homogen

Ditambahkan 1 mL H2SO4 (p) Dikocok hingga homogen

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N

Ditambahkan 1 mL indicator amilum 1 %

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N, diamati dan dicatat volume titrannya

Air Sungai

Endapan coklat

Sampel berwarna kuning muda

(37)

3.3.2 Bagan Penentuan COD

Sebanyak 2,5 mL dipipet

Dimasukkan ke dalam tabung COD

Ditambahkan 1,5 mL larutan oksidator

K2Cr2O7

Ditambahkan 3,5 mL pereaksi asam sulfat

Dipanaskan dalam COD reaktor pada

temperatur 150 oC selama 2 jam Didinginkan sampai temperatur kamar

Diukur Kadar COD pada panjang

gelombang 420 nm Air Sungai

(38)

3.3.3 Bagan Penentuan Minyak Atau Lemak

Dipipet sebanyak 1000 mL

Dimasukkan ke dalam corong pisah 2000 mL

Ditambahkan 3 tetes indikator metil orange

Ditambahkan HCl 18,5%

Ditambahkan 20 mL n-Heksan

Dikocok hingga homogen selama 5 menit

Didiamkan selama 2 menit

Dipisahkan n-Heksan dan akuades

Dimasukkan kedalam corong pisah 2000 mL

Digabungkan Ditambahkan 20 mL akuades

Dikocok selama 3 menit, lalu didiamkan.

Dipisahkan n-Heksan dan akuades

Ditambahkan 3 g Na2SO4, dihomogenkan Disaring pada beaker glass

Diuapkan pada penangas air pada

temperatur 80oC selama 30 menit Dimasukkan ke dalam desikator

Ditimbang pada neraca analitik Air sungai

Air sungai

n-Heksan Akuades

Akuades

Hasil Larutan Endapan

(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Hasil penentuan kadar BOD sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan pada

table 2, Hasil Penentuan Kadar COD sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan

pada table 3, Hasil Penentuan Kadar Minyak/Lemak sampel Air Sungai Silau

Kabupaten Asahan pada tebel 4.

Tabel 2. Hasil Penentuan Kadar BOD sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan:

No

Tabel 3. Hasil Penentuan Kadar COD sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan:

(40)

Tabel 4. Hasil Penentuan Kadar Minyak/Lemak sampel Air Sungai Silau Kabupaten

 Penentuan Faktor Na2S2O3 0,0125N dihitung berdasarkan persamaan : 8

Faktor Na2S2O3 0,0125N = v

v = volume Na2S2O3 0,0125N yang digunakan untuk titrasi (mL) Dari tiga hasil titrasi masing-masing larutan KIO3 10 mL

(41)

4.1.2 Penentuan Kadar Oksigen Terlarut (DO)

 Penentuan Kadar Oksigen Terlarut 0 hari (DO0) dihitung berdasarkan persamaan:

V1 1000

mg/L oksigen terlarut = t x f x x x BE O x N V2 V1 - 2

Contoh Perhitungan untuk Penentuan Kadar Oksigen Terlarut (DO) pada

lampiran 1 :

t (volume titrasi Na2S2O3) = 12,8 mL V1 (volume botol BOD) = 100 mL V2 (volume larutan yang dititrasi) = 100 mL f (factor Na2S2O3 ) = 1

N (normalitas larutan Na2S2O3) = 0,0125 N

100 1000 16

maka, mg/L oksigen terlarut = 12,8 x 1 x x x x 0,0125 = 13,05 mg/L 100 100 - 2 2

dilakukan penentuan kadar oksigen terlarut 0 hari (DOo) untuk masing-masing sampel sebanyak 3 kali

 Penentuan Kadar Oksigen Terlarut 5 hari (DO5) dihitung berdasarkan persamaan diatas setelah dilakukan inkubasi pada suhu 20o C selama 5 hari.

(42)

4.1.3 Penentuan Kadar BOD

 Penentuan Kadar BOD dihitung berdasarkan persamaan:

BOD (mg/L) = (D0 - D5)

Contoh Perhitungan Penentuan Kadar BOD pada lampiran 3:

D0 (kadar Oksigen Terlarut mg/L nol hari) = 13,01 mg/L D5 (kadar Oksigen Terlarut mg/L lima hari) = 6,35 mg/L

maka, BOD (mg/L) = (13,01 mg/L - 6,35 mg/L) = 6,66 mg/L

Hasil yang diperoleh pada penentuan kadar BOD dapat dilihat pada kurva 1

4.1.4 Penentuan Kadar Minyak/Lemak

 Penentuan Kadar Minyak/Lemak dihitung berdasarkan persamaan: [A - B]

Minyak/Lemak (mg/L) = x 1000 (mL sampel)

Contoh perhitungan Penentuan Kadar Minyak/Lemak pada lampiran 5:

A ( berat cawan poselen + sampel (mg)) = 64,1427 g

B (berat cawan poselen kosong (mg)) = 64,1459 g

[64,1427 g - 64,1459 g]

maka, Minyak/Lemak (mg/L) = x 106 = 3,20 mg/L (1000 mL)

dilakukan penentuan kadar minyak/lemak untuk masing-masing sampel sebanyak 3

kali

(43)

4.2 Pembahasan

Penelitian dilakukan untuk menentukan kadar BOD, COD dan Minyak/Lemak dalam

air sungai Silau Kabupaten Asahan didasarkan pada perbedaan waktu sampling yang

dilakukan pada titik sampling yang sama, dimana dilakukan analisa dari parameter

tersebut diatas masing-masing 3 kali.

BOD air adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan

organic oleh mikroorganisme aerobik, biasanya dinyatakan dalam milligram oksigen

yang dibutuhkan untuk mendegradasi bahan organik dalam satu liter air dengan

inkubasi selama 5 x 24 jam pada temperatur 20o C (Effendie, 2003)

Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan jumlah pencemar yang tinggi,

terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan organik. Nilai BOD berbanding lurus

dengan jumlah bahan organik di perairan. Semakin tinggi jumlah bahan organik di

perairan semakin besar pula nilai BOD, sebab kebutuhan oksigen untuk menguraikan

bahan organik tersebut semakin tinggi.

Mikroorganisme aerobik di dalam air yang berfungsi sebagai perombak

(decomposer) bahan organik hanya dapat menjalankan fungsinya bila terdapat oksigen

yang cukup. Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi dari lingkungan maka kadar

oksigen dilingkungan sekitar semakin berkurang. Dampak lebih lanjut dari

kekurangan oksigen di sungai adalah dapat mengganggu kehidupan berbagai

organisme di sungai tersebut.

Penetapan BOD dilakukan berdasarkan pengukuran selisih oksigen terlarut

sebelum dan setelah inkubasi. Untuk inkubasi ini ditetapkan pada temperature 20o C selama 5 hari. Pemilihan waktu inkubasi selama 5 hari pada temperature 20o C ini berdasarkan pada perkiraan bahwa hanya 68-70% dari bahan orgnik yang mengalami

(44)

peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

COD adalah jumlah oksigen (mg/L O2 ) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik dan anorganik yang ada dalam 1 liter air dengan menggunakan

oksidator kalium dikromat. Kandungan COD merupakan kandungan bahan pencemar

berupa senyawa kimia yang menyerap oksigen terlarut (DO) dalam air yang

digunakan untuk keperluan oksidasi dan mengubahnya menjadi bentuk senyawa lain.

COD merupakan salah satu parameter indikator pencemar di dalam air yang

disebabkan oleh limbah organik. Keberadaannya di dalam lingkungan sangat

ditentukan oleh limbah organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga dan

industri. Dengan tingginya kadar bahan kimia yang menyerap oksigen terlarut dalam

air dapat menyebabkan biota-biota yang hidup dalam air seperti ikan dan hewan

lainnya. Konsentrasi COD yang tinggi dalam air menunjukkan adanya bahan

pencemar organik dalam jumlah yang banyak.

Dari kurva 2 hasil pengukuran kadar COD menunjukkan nilai COD tertinggi

26,6 mg/L juga terjadi pada pukul 07:00 WIB dan telah melebihi baku mutu air

dimana untuk kelas II nilai COD maksimum 25 mg/L, sementara pada Pukul 16:00

WIB nilai COD yang diperoleh sebesar 10,6 mg/L.

Pasang surutnya air sungai dapat mempengaruhi kadar BOD, COD dan

minyak/lemak air sungai, pada saat air sungai pasang maka kadar BOD, COD dan

minyak/lemak rendah karena terjadi pengenceran sedangkan pada saat air sungai surut

maka kadar BOD, COD dan minyak/lemak tinggi. Pasang surut air sungai tidak dapat

dipastikan waktunya karena tergantung pada kondisi alam dan curah hujan.

Mikroorganisme yang paling berperan dalam dekomposisi minyak.

Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menurunkan konsentrasi

oksigen terlarut karena lapisan film menghambat pengambilan oksigen oleh air serta

menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurang.

Dari kurva 3 hasil pengukuran kadar minyak/lemak menunjukkan nilai

minyak/lemak tertinggi 3,40 mg/L terjadi pada pukul 07:00 WIB sementara pada

Pukul 16:00 WIB nilai minyak/lemak yang diperoleh sebesar 1,33 mg/L. Dari hasil

(45)

Tingginya rendahnya kadar BOD, COD dan minyak/lemak air sungai Silau Kabupaten

Asahan mungkin terjadi karena:

 Tingginya kandungan bahan-bahan organik yang masuk ke dalam sungai,

bahan organik berasal dari industri yang cenderung membuang limbahnya

pada malam hari serta limbah domestik dari pemukiman di sekitar sungai,

dimana limbah domestik ini termasuk sumber bahan organik yang

mengandung protein, karbohidrat, lemak dan minyak (Wardoyo, 1995)

 Oksigen terlarut dalam sungai tidak mencukupi bagi mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam jumlah yang besar (Effendi, 2003). Akibat

semakin menurunnya tingkat oksigen terlarut maka kandungan bahan organik

dalam sungai tinggi. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik

ini digunakan oleh mikrooganisme sebagai bahan makanan dan energinya

diperoleh dari proses oksidasi (Pescod, 1973)

 Meningkatnya kandungan oksigen terlarut dalam sungai yang berasal dari

proses fotosintesis pada siang hari. Sumber utama oksigen dalam suatu

perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis

alga yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin 2000)

 Masyarakat di sekitar sungai Silau kembali beraktifitas dan membuang limbah domestik setelah pukul 16:00 WIB sehingga bahan organik dari limbah

domestik yang dibuang ke sungai berkurang maka kadar BOD, COD dan

minyak/lemak berkurang. BOD merupakan gambaran kadar bahan organik

yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba earob untuk mengoksidasi

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa:

1. Kualitas air sungai Silau Kabupaten Asahan terbaik diperoleh pada pukul 16:00 WIB dengan kadar BOD sebesar 2,89 mg/L, kadar COD sebesar 10,6 mg/L O2 dan kadar Minyak/Lemak sebesar 1,33 mg/L.

2. Kualitas air sungai Silau Kabupaten Asahan terburuk diperoleh pada pukul 07:00 WIB dengan kadar BOD sebesar 6,66 mg/L, kadar COD sebesar 26,3 mg/L O2 dan kadar Minyak/Lemak sebesar 3,40 mg/L.

5.2 Saran

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar. 2008. Kimia Lingkungan. USU Press. Medan.

Alaerts. 1986. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.

Burckle. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Indonesia.

Chandra. 2010. Pengantar Kesehatan LingkunganI. Buku Kedokteran.

Dwidjoseputro. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Surabaya.

Erwin. 2008. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup. PT. Refika Aditama. Bandung.

Green. 1998. Sampling Design and Statistical Methods for Environmental Biologists. University of Western Ontario. New York.

Hadi. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. UI Press. Indonesia.

Kusnanto. 2003. Planet Kita Kesehatan Kita Laporan Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan. UGM Press. Yogyakarta.

Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengelolaan Pencemaran Air.

Ryadi. 1984. Pencemaran Air. Karya Anda. Surabaya.

Sastrawijaya. 2001. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Surabaya.

Siahaan, N. 1997. Ekologi Lingkungan Hidup dan pembangunan. Erlangga. Jakarta.

Situmorang, M. 2007. Lingkungan Kita. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.

Sunu. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Grasindo. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Sutamiharja. 1978. Kualitas dan Pencemaran Lingkungan. IPB Press. Bogor.

(48)
(49)
(50)

Lampiran 3. Data Hasil Penentuan Kadar BOD (mg/L)

No

Urut Waktu

Nilai DOo (mg/L)

Nilai DO5 (mg/L)

Kadar BOD (mg/L)

1 07:00 WIB 13,01 6,35 6,66

2 10:00 WIB 12,50 6,45 6,05

3 13:00 WIB 12,54 6,86 5,68

4 16:00 WIB 7,61 4,72 2,89

(51)

Lampiran 4. Data Hasil Penentuan Kadar COD (mg/L O2)

No Urut

Waktu (Jam)

Kadar COD (mg/L O2) Kadar COD (mg/L O2)

I II III

1 07:00 WIB 26,0 26,0 27,0 26,3

2 10:00 WIB 19,0 19,0 19,0 19,0

3 13:00 WIB 20,0 21,0 21,0 20,6

4 16:00 WIB 10,0 11,0 11,0 10,6

(52)
(53)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

07:00 WIB 10:00 WIB 13:00 WIB 16:00 WIB 19:00 WIB

g/L

(54)

0 5 10 15 20 25 30

07:00 WIB 10:00 WIB 13:00 WIB 16:00 WIB 19:00 WIB

Kurva hasil pengukuran kadar COD dengan pengaruh waktu pengambilan sampel

Waktu (Jam)

K

adar

CO

D

(m

g/ L

O

2

(55)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

07:00 WIB 10:00 WIB 13:00 WIB 16:00 WIB 19:00 WIB

Gambar

Tabel 1. Kriteria BOD, COD, Minyak atau Lemak Bedasarkan Kelas Air
Gambar 1.  Pemecahan komponen-komponen pada kondisi aerobik dan anaerobik
Gambar 2.  Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak
Tabel 3. Hasil Penentuan Kadar COD sampel Air Sungai Silau Kabupaten Asahan:
+2

Referensi

Dokumen terkait

selaku dosen wali penulis dan Ketua Program Studi Diploma Tiga Akuntansi periode 2013-2017 yang telah memberikan, referensi tempat bagi penulis untuk dapat

Untuk mengukur besaran dari suatu proses digunakan alat ukur yang disebut sebagai sensor (bagian yang berhubungan langsung dengan medium yang diukur), dimana

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang positif dan signifikan secara parsial maupun simultan antara sikap, tingkat intelegensi

Tindakan orang-orang yang diamati atau kata-kata dari orang diwawancarai merupakan sumber data primer, maka peneliti juga akan melakukan wawancara langsung dengan

Dan adapun dengan tujuan penelitian ini, yaitu: Untuk mengetahui pemanfaatan Teknologi Informasi di Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Rezky Makassar

Peraturan Pemerintah ini mengatur tata cara hubungan BPJS dengan lembaga Pemerintah dan pemerintah daerah, tata cara hubungan kerja sama BPJS dengan organisasi

o Mahasiswa mampu mengerjakan soal MEDIAN untuk data berkelompok o Mahasiswa mampu mengerjakan soal MODUS untuk data tersebar o Mahasiswa mampu mengerjakan soal MEDIAN untuk

penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi tenaga kerja sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, perlu mengubah Peraturan