LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabulasi Data dan Tabel Anova
Tabulasi data pH (Derajat Keasaman) Jenis Mikroba*Lama Fermentasi*Dosis 2 0,085 0,042 3,96* 3,88 5,29
Tabel ANOVA Lemak Kasar
Jenis Mikroba*Lama Fermentasi*Dosis 2 7,708 3,854 2,66tn 3,88 6,93
Lampiran 2. Analisis Keragaman Pengaruh Dosis dan Lama Fermentasi Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.) Oleh Aspergillus niger dan Ragi TapeTerhadap pH (Derajat Keasaman)
The SAS System 23:20 Thursday, January 8, 2017 The GLM Procedure
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis
A 6.47500 12 1 A
A 6.44167 12 2
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise errorrate.
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N hari
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N dosis
A 6.46667 12 1 A
The GLM Procedure
NOTE: To ensure overall protection level, only probabilities associated with pre-plannedcomparisons should be used.
Lampiran 3. Analisis Keragaman Pengaruh Dosis dan Lama Fermentasi Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.) Oleh Aspergillus niger dan Ragi TapeTerhadap Protein Kasar
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N jenis A 4.6392 12 1
A
A 4.4758 12 2
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N hari
Duncan's Multiple Range Test for pk
Means with the same letter are not significantly different.
NOTE: To ensure overall protection level, only probabilities associated with pre-planned comparisons should be used.
NOTE: To ensure overall protection level, only probabilities associated with pre-planned comparisons should be used.
1 2 2 4.89000000 0.47605147 <.0001 2
1 4 1 4.36500000 0.47605147 <.0001 3
1 4 2 5.13000000 0.47605147 <.0001 4
1 6 1 5.06500000 0.47605147 <.0001 5
1 6 2 4.89000000 0.47605147 <.0001 6
2 2 1 4.71000000 0.47605147 <.0001 7
2 2 2 4.19500000 0.47605147 <.0001 8
2 4 1 3.98000000 0.47605147 <.0001 9
2 4 2 5.06000000 0.47605147 <.0001 10
2 6 1 4.37000000 0.47605147 <.0001 11
Lampiran 4. Analisis Keragaman Pengaruh Dosis dan Lama Fermentasi Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.) Oleh Aspergillus niger dan Ragi TapeTerhadap Lemak Kasar
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis
A 21.6017 12 2 A
A 20.6558 12 1
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N hari A 23.3325 8 2
A
A 22.4788 8 4 B 17.5750 8 6
Means with the same letter are not significantly different.
NOTE: To ensure overall protection level, only probabilities associated with pre-planned comparisons should be used.
NOTE: To ensure overall protection level, only probabilities associated with pre-planned comparisons should be used.
NOTE: To ensure overall protection level, only probabilities associated with pre-planned comparisons should be used. Standard LSMEAN jenis hari dosis lk LSMEAN Error Pr > |t| Number 1 2
21.9700000 0.8512332 <.0001 2
1 4 1 20.5950000 0.8512332 <.0001 3
1 4 2 24.6800000 0.8512332 <.0001 4
1 6 1 17.1850000 0.8512332 <.0001 5
1 6 2 15.7900000 0.8512332 <.0001 6
2 2 1 24.0700000 0.8512332 <.0001 7
2 2 2 23.5750000 0.8512332 <.0001 8
2 4 1 22.3550000 0.8512332 <.0001 9
2 4 2 22.2850000 0.8512332 <.0001 10
2 6 1 19.5350000 0.8512332 <.0001 11
Lampiran 5. Analisis Keragaman Pengaruh Dosis dan Lama Fermentasi Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.) Oleh Aspergillus niger dan Ragi TapeTerhadap Serat Kasar
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise errorrate.
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis
A 25.909 12 2 A
A 23.328 12 1
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise errorrate.
Means with the same letter are not significantly different.
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise errorrate.
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N dosis
NOTE: To ensure overall protection level, only probabilities associated with pre-plannedcomparisons should be used.
NOTE: To ensure overall protection level, only probabilities associated with pre-plannedcomparisons should be used.
NOTE: To ensure overall protection level, only probabilities associated with pre-plannedcomparisons should be used.
Standard LSMEAN
1 2 1 23.0000000 2.1733730 <.0001 1
1 2 2 20.0850000 2.1733730 <.0001 2
1 4 1 19.7600000 2.1733730 <.0001 3
1 4 2 28.3500000 2.1733730 <.0001 4
1 6 1 23.0300000 2.1733730 <.0001 5
1 6 2 25.7400000 2.1733730 <.0001 6
2 2 1 22.0600000 2.1733730 <.0001 7
2 2 2 32.4800000 2.1733730 <.0001 8
2 4 1 21.8800000 2.1733730 <.0001 9
2 4 2 23.2250000 2.1733730 <.0001 10
2 6 1 28.6150000 2.1733730 <.0001 11
DAFTAR PUSTAKA
Adnan dan P. Halifah. 2010. Struktur Hewan. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar.
Akmal dan Filawati. 2008. Pemanfaatan Kapang Aspergillus nigersebagai Inokulan Fermentasi Kulit Kopi dengan Media Cair dan Pengaruhnya terhadap Performans Ayam Broiler. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, Vol. XI. No.3. Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists, Washington D.C.
August, E. 2000. Kajian Penggunaan Lipase Amobil dari Aspergillus niger pada Pembuatan Monoasilgliserol yang Bersifat Antibakteria dari Minyak Kelapa. Bogor:IPB
Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara. 2014
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Felony, G. 2006. Production of Extracellular Lipase From Aspergillus niger by Solid State Fermentation. Cuba: Grupo de Biotecnologia Aplicada.
Hajoeningtijas, O.D. 2012. Mikrobiologi Pertanian.Graha Ilmu. Yogyakarta.
Hermayanti, Yeni, Eli G. 2006. Modul Analisa Proksimat. Padang: SMAK 3 Padang.
Hidayat, N., M.C. Padaga., S.Suhartini. 2006. Mikrobiologi Nutrisi. ANDI.Yogyakarta.
Hutajulu, W.L. 2007. Pengaruh Pemberian Tepung Daun Kelapa Sawit yang Difermentasi Aspergillus niger Terhadap Karkas Kelinci Lokal Jantan Umur 16. Jurnal Faklutas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Ingrid, H.M. dan Suharto.I. 2012.Fermentasi Glukosa oleh Aspergilus niger
menjadi Asam Glukonat. Universitas Katolik Parayangan. Bandung.
Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, UGM. Yogyakarta.
Kurniawan, H. 2016. Pengaruh Ampas Kelapa Fermentasi Menggunakan
Aspergillus niger Dalam Ransum Terhadap Kinerja Domba ekor Tipis. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Lestari, S. 2001. Pengaruh Kadar Ampas Tahu yang Difermentasi Terhadap Efisiensi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus Carpio). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mahmudi M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Phospat Menggunakan Cara Ekstraksi Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksane. Semarang: Universitas Diponegoro
Mirwandhono, E., Irawati B., dan Darwanto S. 2006. Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava Tuber Skin Fermented by Aspergillus niger), Medan. Jurnal Agribisnis Perternakan, Vol. 2, No. 3, Desember 2006.
Mirwandhono, E. dan Zulfikar, S. 2004. Pemanfaatan hidrosat tepung kepala udang dan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Sumatera Utara. Medan. Miskiyah, I. Mulyawati dan W. Haliza. 2006. Pemanfaatan Ampas Kelapa
Limbah Pengolahan Minyak Kelapa Murni Menjadi Pakan. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Verteriner.
Mulia, D.S., Mudah, M., Maryanto, H., dan Purbomartono, C. (2014c, Desember) Fermentasi ampa tahu dengan Aspergillus niger untuk meningkatkan kualitas bahan baku pakan ikan. Pengembangan Sumberdaya MenujuMasyarakat Madani Berkearifan Lokal. Seminar Nasional LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Mulyono A.M.W. 2009. Nilai Nutritif Onggok Terfermentasi Mutan
Trichorderma AAI pada Ayam Broiler. Media Kedokteran Hewan. Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara. Yogyakarta.
Murni, S.W., Siti D.K., Tanti D.L., dan Petrissia E.M. 2011. Produksi, Karakteristik dan Isolasi Lipase dari Aspergillus niger. UPN “Veteran”. Yogyakarta.
Murtidjo. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius.
Muhsafaat, L.A., H.A. Sukria dan Suryahadi. 2015. Kualitas Protein dan Komposisi Asam Amino Ampas Sagu Hasil Fermentasi Aspergillus niger
dengan penambahan Urea dan Zeolit. Jurnal Ilmu Peternakan Indonesia 20(2): 125-127
Nisa, F. C., J. Kusnadi dan R. Chrisnasari. 2008. Viabilitas dan Deteksi Subletal Bakteri Probiotik pada Susu Kedelai Fermentasi Instan Metode Pengeringan Beku (Kajian Jenis Isolate dan Konsentrasi Sukrosa Sebagai Krioprotektan). Jurnal Teknologi Pertanian. 9(1) : 40 –51.
44
_________. 2010. Tepung Ampas Kelapa pada Umur Panen 11-12 Bulan Sebagai Bahan Pangan Sumber Kesehatan. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi UNNES. Semarang.
Prescott, S.C. and C.G. Dunn. 1982. Industrial Microbiology, 4th Ed. Mc. Graw HillBook Company, New York, Toronto, London.
Rindengan, B., Kembuan H., dan A. Lay. 1997. Pemanfaatan Ampas Kelapa Untuk Bahan Makanan Rendah Kalori Jurnal Penelitian Tanaman Industri, 3(6).
Rusdi, U.D. 1992. Fermentasi Konsentrat Campuran Bungkil Biji Kapok dan Onggok serta Implikasi Efeknya Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler. Disertasi. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Sugiyanti, Suparwi, dan T. R. Sutardi. 2013. Fermentasi Limbah Soun dengan
Aspergillus niger Ditinjau dari Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik Secara In Vitro. Sugiyanti dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 881-888, September 2013.
Suhardikono, L. 1995. Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.
Suhardiman, P. 1999. Bertanam Kelapa Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: UNESA Pres.
Supriyati,T.Pasaribu,H.Hamid dan A.Sinurat. 1999. Fermentasi Bungkil Intisawit Secara Substrat Padat Menggunakan Aspergillus niger. JITV 3(2): 165 – 170.
Susanto, T. dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya.
Steel, R. G. D. Dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tanuwidjaja, L.1975. Pembuatan Tempe dan Sejenisnya dari Tepung Kedelai. Lkn-Lipi. Bandung:1-7.
Tekpan. 2006. Aneka Hasil Olahan Kelapa
2016).
Umiyasih, U dan Y.N. Anggraeny. 2008. Pengaruh Fermentasi Ragi tape Terhadap Kandungan Nutrisi Dan Kecernaan Ampas Pati Aren (Arenga Pinnata Merr.). Pasuruan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008.
Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM PRESS, Malang.
Winarno, F.G. 1989.Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Wina, E. 2005. Teknologi Pemanfaatan Mikroorganisme Dalam Pakan Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia Di Indonesia: Sebuah Review. Bogor. WARTAZOA Vot. l5 No. 4 Th . 2005.
Yohanista M, Sofjan O, Widodo E. 2014. Evaluasi Nutrisi Campuran Onggok dan Ampas Tahu Terfermentasi Aspergillus niger, Rizhopus Oligosporus
dan Kombinasi sebagai Bahan Pakan Pengganti Tepung Jagung. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24:72-83.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Reproduksi
TernakProgram Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2016.
Bahan dan Alat Bahan
Bahan yang akan digunakan adalahtepung ampas kelapa, Aspergillus niger
dan ragi tapesebagai fermentator, aquades, PDA (Potatoes Dextrose Agar), urea
dan zeolit, cling warp, aluminium foil, label name, kapas steril, kotak fermentasi
dan alkohol.
Alat
Alat yang digunakan adalah timbangan elektrik, oven, autoclave, mesin
grinder, cawan petri, tabung reksi, lampu bunsen, labu erlenmeyer, sprayer,
penggaduk (spatula),gelas ukur, pipet tetes, jarum ose danalat tulis.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah secara experimental dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) Faktorial dengan 3 faktor yaitu
jenis mikroba, dosis dan lama fermentasi yang masing-masing faktor terdiri dari:
a. Faktor jenis mikroba (A) dengan 2 taraf:
A1: Aspergillus niger
b. Faktor lama fermentasi (B) dengan 3 taraf:
B1: Fermentasi 2 hari
B2: Fermentasi 4 hari
B3: Fermentasi 6 hari
c. Faktor dosis(C) dengan 2 taraf:
C1: 1% Bahan kering tepung ampas kelapa (9g/kg)
C2: 2% Bahan keringtepung ampas kelapa (18g/kg)
Maka kombinasi unit perlakuan sebagai berikut:
A2B2C2 A1B2C2 A1B3C1 A1B2C2 A1B3C2 A2B1C2 A2B2C2 A1B2C1 A2B3C1 A2B3C2 A1B1C1 A2B1C1 A2B1C1 A2B1C2 A1B1C1 A1B1C2 A2B3C1 A1B1C2 A1B3C2 A2B2C1 A1B2C1 A2B2C1 A2B3C1 A1B3C1
Model rancangan yang digunakan :
Xnpqr = observasi/pengamatan pada satuan percobaan ke n dari kombinasi perlakuan pqr dengan faktor A taraf ke p, faktor B taraf ke q, dan faktor C taraf ke r
µ = rataan umum
αp = pengaruh faktor A pada taraf ke p βq = pengaruh faktor B pada taraf ke q γr = pengaruh faktor C pada taraf ke r
(αβ)pq = pengaruh interaksi faktor A taraf ke p dan faktor B taraf ke q (βγ)pr = pengaruh interaksi faktor A taraf ke p dan faktor C taraf ke r (αγ)pr = pengaruh interaksi faktor B taraf ke q dan faktor C taraf ke r (αβγ) pqr = pengaruh interaksi faktor A taraf ke p, faktor B taraf ke q, dan
faktor C taraf ke r
enpqr = pengaruh eror/galat yang muncul dari kombinasi percobaan ke
21
Pelaksanaan Penelitian
Perhitungan Jumlah Koloni Mikroba
Disiapkan media PDA (Potatoes Dextrose Agar) untuk menghitung
jumlah koloni mikroba yang akan digunakan dalam fermentasi. Adapun prosedur
yang digunakan sebagai berikut:
- Disiapkan PDA (Potatoes Dextrose Agar) sebanyak 39 g lalu dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer yang sudah diisi aquades 1L lalu diaduk dan
dimasukkan ke dalam autoclave yang sudah diatur suhu (1210C), dan
tekanannya (1 atm) selama 15 menit.
- Dilakukan pengenceran 10-1 - 10-9terhadap Aspergillus niger dan ragi tape
- Didingikan PDA (Potatoes Dextrose Agar) sampai suhunya 30-400C, lalu
dituangkan ke dalam cawan petri yang diikuti oleh Aspergillus niger yang
telah diencerkan 1 ml dan dilakukan sampai 10-9. Hal ini juga dilakukan
dengan ragi tape lalu ditutup dengan menggunakan cling wrap dan ditunggu
selama 3 hari.
- Dilakukan perhitungan koloni pada hari ke-3, ke-4 dan ke-5.
Pelaksanaan Fermentasi Ampas Kelapa
Ampas kelapa yang telah ditepungkan dikemas dalam plastik tahan panas
kemudian dimasukkan ke dalam autoclave yang sudah diatur suhu (1210C), dan
tekanannya (1atm) selama 15 menit lalu didinginkan. Setelah itu, substrat
dimasukkan ke dalam kotak dan dicampur dengan Aspergillus niger 1% dan 2%
bahan kering, diaduk sampai rata, dilakukan pengukuran pH pada masing-masing
bahan untuk memperoleh pH awal, lalu kotak ditutup menggunakan cling wrap
yang difermentasi dengan ragi tape.Kemudiaan diinkubasi selama 2, 4 dan 6 hari,
masing-masing kombinasi diulang 2 kali. Setelah mencapai hari tersebut,
dilakukan pengukuran terhadap pH untuk memperoleh pH akhir ampas kelapa
yang difermentasi. Ampas kelapa dikeringkan menggunakan oven dengan suhu
600C selama 24 jam. Lalu dilakukan pengujian terhadap protein kasar, lemak
kasar dan serat kasar.
Prosedur Fermentasi
1. Pengolahan Ampas Kelapa Fermentasi dengan Aspergillus niger
Ampas Kelapa Basah
Disterilkan (autoclave)(15 menit, 1210C)
Ditambahkan air 800 ml/kg tepung ampas kelapa
Ditambahkan Zeolit 5% bahan kering Dosis 1% dan 2% bahan kering Dihomogenkan
Dimasukkan ke dalam kotak dan ditutup menggunakan clingwrap
Difermentasi selama 2, 4 dan 6 hari
23
2. Pengolahan Tepung Ampas Kelapa Fermentasi dengan Ragi tape
Ampas Kelapa Basah
Tepung Ampas Kelapa
Tepung Ampas Kelapa +Ragi tape
Pengeringan
Ampas Kelapa Fermentasi
Sumber : (Modifikasi Umiyasih dan Anggraeny, 2008).
Peubah Penelitian A. pH Fermentasi
Prinsip pengukuran pH yaitu menggunakan pH meter yang ditancapkan
pada bahan penelitian menggunakan buffer 7 dan dilihat angka yang akan
ditunjukkan pada pH meter. Hal tersebut dilakukan pada semua bahan. Di oven (24 jam, 600C. Digiling (grinder)
Disterilkan (autoclave)(15 menit, 1210C)
Ditambahkan air 800 ml/kg tepung ampas kelapa
Ditambahkan ragi tape dengan dosis 1% dan 2% bahan kering
Dihomogenkan
Dimasukkan ke dalam kotak dan ditutup menggunakan clingwrap
Difermentasi selama 2, 4 dan 6 hari
B. Analisis Proksimat (AOAC, 1995) 1. Kadar Protein
a. Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 0,05 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan tambahkan 1 g selenium 2,5 ml H2SO4 dan 3 tetes H2O2. Bahan-bahan
yang telah dicampurkan kemudian didestruksi hingga bening, Pengatur panas
pada alat destruksi diputar dengan skala 2 hingga mencapai skala 10. Sampel yang
telah di destruksi kemudian diencerkan larutan dengan menggunakan H2O
(aquades) sebanyak 50 ml dan dikocok. Dan dimasukkan kedalam botol kjehldahl.
b. Tahap distilasi
Disediakan tabung kjehldahl dan erlemenyer. Pada tabung kjehldahl
dimasukkan sampel yang telah diencerkan sebanyak 10 ml dan ditambahkan
penolphtalen 3 tetes dan NaOH 50% sampai larutan menjadi merah. Pada
erlemenyer dimasukkan asam borax (H3BO3) 3% sebanyak 5 ml ditambahkan
aquadest sebanyak 25 ml serta indicator mix 2 tetes. Kedua tabung yang telah
berisi larutan tersebut dipasangkan pada alat destilasi kjehldahl kemudian di
destilasi hingga larutan pada erlemenyer bertambah menjadi 150 ml dan destilasi
dihentikan kemudian erlemenyer dikeluarkan untuk dititrasi
c. Tahap Titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan
erlemenyer berubah warna menjadi pink dan dihitung dengan blanko (0.05).
Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut :
Volume HCl x N HCl x 14,01x 6,25 x FP mg sampel
Keterangan : FP = Faktor Pengenceran
25
2. Analisis Kadar Lemak
Sampel seberat 2 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian ke dalam labu lemak yang
sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet.
Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan
disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi
soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 400C dengan menggunakan pemanas listrik
selama 16 jam. Pelarut lelmak yang ada dalam labu didestilasi hingga semua
pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung diruang
ekstraktor, pelarut dikeluarkan hingga tidak kembali ke dalam labu, selanjutnya
labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C, setelah itu labu didinginkan
dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak adalah
sebagai berikut:
W1
W3-W2
Keterangan: W1 = Berat sampel (g)
W2 = Barat labu lemak tanpa lemak (g)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)
3. Kadar Serat Kasar
Prinsip dari analisis serat kasar yaitu ekstraksi contoh dengan
menggunakan asam dan basa untuk memisahkan serat kasar dan bahan lainnya.
Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah
diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih yang terdiri dari selulosa dengan
sedikit lignin dan pentosa. Sampel yang akan diukur dihaluskan terlebih dahulu
sehingga dapat melalui saringan diameter 1 mm dan diaduk merata. Sebanyak
1 g sampel di masukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 150 ml
H2SO4 1,25% mendidih dan dididihkan selama 30 menit dan sekali-sekali
digoyang-goyang. Dipasang corong pengisap yang telah dilapisi kertas saring ke
vacump pump kemudian dituang rebusan sample dan biarkan air rebusan dihisap
habis setelah itu dicuci dengan air panas 100 ml. Diambil sampel dan dimasukkan
ampasnya kedalam beaker glass dan ditambahkan 150 ml NaOH 1.25% kemudian
direbus dengan skala tinggi sampai mendidih kemudian diturunkan skala
perebusannya dan direbus selama 30 menit. Kemudian dipasang corong pengisap
yang telah dilapisi kertas saring ke vacump pump. Dituang rebusan sampel dan
biarkan air rebusan dihisap habis setelah itu dicuci dengan air panas 100 ml,
ethanol 20 ml dan terakhir dengan diethyl ether 20 ml. Diambil residu sampel
beserta kertas saringnya dan dimasukan kedalam cawan porselen. Cawan porselen
dimasukkan ke oven 105 oC selama 12 jam, kemudian dimasukkan ke desikator ±
1 jam, kemudian ditimbang. Setelah itu dipijarkan kedalam tanur 600oC selama 8
jam sampai putih (menjadi abu). Kemudian dimasukkan kedalam desikator selama
1 jam, kemudian ditimbang. Kadar serat kasar dapat diperoleh sebagai berikut:
(B - ( A+ C)) Berat Sampel
Keterangan : A = Berat kertas saring (g)
B = Berat kertas saring + berat sampel (g)
27
C. Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
(ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji
HASIL DAN PEMBAHASAN
Derajat Keasaman (pH) Fermentasi
pH atau derajat keasaman merupakan salah satu komponen yang
menentukan fermentasi itu berjalan dengan baik atau tidak, dimana pH
berpengaruh dalam pertumbuhan mikroba. Nilai pH (derajat keasaman) tepung
ampas kelapa yang difermentasi dengan Aspergillus niger dan ragi tape dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Interaksi Jenis Mikroba (A) dan Lama Fermentasi (B) Pada pH (Derajat Keasaman)
Jenis Mikroba (A) Lama Fermentasi (B) Rataan Jenis Mikroba (A)
B1 B2 B3
A1 6,42 6,55 6,45 6,47tn
A2 6,37 6,52 6,42 6,45tn
Rataan Lama Fermentasi (B) 6,40b 6,53ab 6,43b
Ket: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada kolom menunjukkan berbeda nyata dengan uji Duncan 5%
tn= tidak nyata
Tabel 1 menunjukkan bahwa lama fermentasi berbeda nyata, dimana rataan
pH tertinggi ada pada hari ke 4 (B2) yaitu sebesar 6,53 dan rataan jenis mikrba
yang tertinggi ada pada A1 (Aspergillus niger) sebesar 6,47 yang tidak berbeda
nyata dengan A2 (ragi tape). Hal ini terjadi karena mikroba bekerja pada pH
optimum yaitu 5-7, sehingga rataan pH fermentasi berada pada interval pH
optimum mikroba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fardiaz (1987), yang
menyatakan bahwa kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum sekisar pH 6 –
7,5, khamir mempunyai pH 4-5 dan tumbuh pada kisaran pH 2,5 – 8 dan kapang
mempunyai pH optimum antara 5 dan 7 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 3 –
8,5. Dalam fermentasi, kontrol pH penting sekali dilakukan karena pH yang
29
Tabel 2. Interaksi Lama Fermentasi (B) dan Dosis (C) Pada pH (Derajat Keasaman)
Rataan Lama Fermentasi (B) 6,40a 6,53ab 6,43b
Ket: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada kolom menunjukkan berbeda nyata dengan uji Duncan 5%
tn= tidak nyata
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa rataan tertinggi dosis ada pada C1
sebesar 6,48 yang tidak berbeda nyata dengan A2 dan rataan hari terbaik ada pada
ke 4 (B2) sebesar 6,53. Hal ini disebabkan karena mikroba yang bisa betumbuh
pada pH netral. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hajoeningtijas (2012), yang
menyatakan bahwa mikroba memiliki karakteristik dan ciri yang berbeda didalam
persyaratan tumbuhnya. Karakteristik persyaratan pertumbuhan mikroba inilah
yang meyebabkan bermacam-macam media penunjang pertumbuhan mikroba.
Penyiapan media meliputi media alamiah dan media komersial. Beberapa faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba, meliputi: suplai nutrisi, suhu,
keasaman dan ketersediaan oksigen.
Tabel 3. Interaksi Jenis Mikroba (A) dan Dosis (C) Pada pH (Derajat Keasaman)
Jenis Mikroba (A) Dosis (C) Rataan Jenis
Miroba (A)
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dosis C1 dan C2 tidak berpengaruh nyata,
dimana rataan tertingginya ada pada C1 sebesar 6,48 dan jenis mikroba juga tidak
yaitu sebesar 6,47, dimana angka tersebt masih berapa pada kisaran pH netral,
karena jika pH melewati batas maksimum maupun minimum akan terjadi
denaturasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murni et al. (2011), yang
menyatakan bahwa pada pH tinggi atau rendah memungkinkan terjadi denaturasi
dan ini akan mengakibatkan menurunnya antivitas enzim. Karena enzim
merupakan protein, perubahan pH akan mengakibatkan ionisasi pada molekul
protein berubah pula. Perubahan ini akan mengakibatkan preubahan sturktur tiga
dimensinya berubah sehingga fungsi kataliknya terganggu.
Analisis Proksimat (AOAC, 1995)
Bahan pakan merupakan bahan organik dan anorganik yang sebagian atau
semuanya dapat dicerna oleh ternak, yang tidak mengganggu kesehatan ternak,
tidak beracun serta memiliki nilai nutrisi baik berupa protein, karbohidrat, lemak
maupun serat kasar. Bahan pakan yang akan dikonsumsi oleh ternak ini akan
dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
produksi ternak. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan analisis proksimat,
untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, lemak dan serat pada
bahan pakan berupa ampas kelapa dan ampas kelapa fermentasi.
Protein Kasar
Protein merupakan suatu zat makanan yang makanan yang amat penting
bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungi sebagai bahan bakar dalam tubuh,
juga berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh dan pembangunan. Analisis kadar
protein digunakan untuk menguji kadar protein, ditentukan kadar nitrogen secara
31
kandungan protein kasar pada ampas kelapa yang difermentasi dengan Aspergillus
niger dan ragi tape dengan lama dan dosis fermentasi yang berbeda dapat dilihat
pada Tabel berikut.
Tabel 4. Interaksi Jenis Mikroba (A) dan Lama Fermentasi (B) Pada Protein Kasar
Jenis Mikroba (A) Lama Fermentasi (B) Rataan Jenis Mikroba (A)
Peningkatan kadar protein pada ampas kelapa yang difermentasi
dikarenakan salah satu hal yang diharapkan terjadi pada proses fermentasi adalah
mampu meningkatkan kandungan nutrisi yaitu protein pada ampas kelapa.
Dimana hal ini terjadi karena karena fermentasi dapat mengubah zat yang besifat
kompleks yang sulit dicerna menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Supriyati et al. (1999), yang menyatakan bahwa fermentasi
adalah salah satu cara untuk mengolah ampas kelapa menjadi bahan pakan. Pada
proses fermentasi terjadi reaksi dimana senyawa kompleks diubah menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan membebaskan molekul air. Fermentasi
dengan menggunakan kapang memungkinkan terjadinya perombakan komponen
bahan yang sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan nutrisinya.
Pada tabel 4 dapat dilihat tidak ada perbedaan yang nyata, tetapi perlakuan
yang memiliki rataan tertinggi ada pada B3 sebesar 4.71 dan A1 sebesar 4,63. Hal
ini disebabkan kedua jenis mikroba memiliki kemampuan dalam memfermentasi
ampas kelapa dengan semakin bertambahnya hari semakin meningkat juga
Hal ini sesuai dengan pernyataan Sidarta et al. (2010), yang menyatakan bahwa
peningkatan kadar protein dan aktivitias enzim amilase berjalan selaras seiring
dengan waktu untuk fermentasi. Semakin tinggi aktivitas enzim amilase maka
semakin tinggi kadar protein yang dihasilkan. Enzim amilase berfungsi untuk
menyediakan gula sederhana (glukosa) sebagai bahan dasar untuk sintesis protein.
Glukosa merupakan sumber dari asam piruvat, yang merupakan komponen utama
untuk pembentukan asam amino.
Tabel 5. Interaksi Lama Fermentasi (B) dan Dosis (C) Pada Protein Kasar
Dosis (C) Lama Fermentasi (B) Rataan Dosis
B1 B2 B3
C1 4,10 4,17 4,71 4,33tn
C2 4,54 5,09 4,71 4,78tn
Rataan Lama Fermentasi (B) 4,32tn 4,63tn 4,71tn Ket: tn= tidak nyata
Pada tabel 5 dapat dilihat rataan dosis tertinggi terdapat pada C2 sebesar 4,
78 dengan lama fermentasi B3 (6 hari) sebesar 4,71 yang tidak berbeda nyata
dengan yang lainnya.Peningkatan protein itu terjadi karena mikroba mampu
bekerja pada subsrat yaitu ampas kelapa, sehingga terjadi peningkatan protein dan
jika dilihat pada tabel, semakin lama fermentasi juga meningkatkan kandungan
protein. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhayati et al. (2006) yang
menyatakan bahwa kenaikan protein masing-masing substrat perlakuan
disebabkan oleh turunnya kandungan pati atau karbohidrat dan lemak serta
tumbuhnya kapang yang mengandung nitrogen cukup tinggi (5-8%). Selama
proses fermentasi kapang mengeluarkan enzim dan enzim ini terdiri dari protein.
33
Tabel 6. Interaksi Jenis Mikroba (A) dan Dosis (C) Pada Protein Kasar
Jenis Mikroba (A) Dosis (C) Rataan Jenis
Mikroba (A)
Tabel 6 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata, tetapi rataan dosis
tertinggi ada pada C2 sebesar 4,78 dan pada mikroba A1 yaitu sebesar 4,63. Hal
ini terjadi karena A1 (Aspergillus niger) dan A2 (ragi tape) sama-sama mampu
meningkatkan kandungan protein suatu bahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Pagarra (2010), yang menyatakan bahwa ragi tape menghasilkan enzim yang
dapat mengubah substrak menjadi bahan lain dengan menggunakan energi. Kata
ragi dipakai untuk menyebutkan adonan atau ramuan yang digunakan dalam
pembuatan berbagai makanan dan minuman seperti roti, anggur, bir dan lainnya
serta pernyataan Mulia et al. (2014), yang menyatakan bahwa senyawa yang
dapat dipecah dalam proses fermentasi Aspergillus niger adalah karbohidrat dan
asam amino. Fermentasi dapat menghasilkan produk yang lebih baik dari bahan
aslinya.
Pada Tabel 6 rataan jenis tertinggi ada pada A1 (Aspergillus niger) sebesar
4,63 yang tidak berbeda nyata dengan A2 (ragi tape). Hal tersebut terjadi karena
kapang terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen, sehingga mengakibatkan
meningkatnya kandungan protein. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muhsafaat et
al. (2015), yang menyatakan bahwa pengingkatan kandungan kapag sejalan
dengan peningkatan kandunga protein, dikarenakan tubuh kapang terdiri dari
bahwa kapan aniger mempunyai kandungan protein kasar yag berasal dari protein
sel tunggal sebesar 50,18%.
Lemak Kasar
Lemak dalam analisis proksimat ditentukan dengan mengekstraksikan
bahan pakan dalam pelarut organik dimana komponen penyusun lemak adalah
karbon, oksigen dan hydrogen, sehingga lemak dapat dimanfaakan sebagai
sumber energi. Kemudian untuk penetapan kandungan lemak dilakukan dengan
larutan N-heksan sebagai pelarut. Fungsi dari N-heksan adalah untuk
mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari
kuning menjadi jernih (Mahmudi,1997). Nilai kandungan lemak kasar pada ampas
kelapa yang difermentasi dengan Aspergillus niger dan ragi tape dengan lama dan
dosis fermentasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 7. Interaksi Jenis Mikroba (A) dan Lama Fermentasi (B) pada Lemak Kasar
Jenis Mikroba (A) Lama Fermentasi (B) Rataan Jenis Mikroba (A)
B1 B2 B3
A1 22,84 22,63 16,48 20,65tn
A2 23,82 22,32 18,66 21,60tn
Rataan Lama Fermentasi (B) 23,33a 22,47a 17,57b
Ket: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada kolom menunjukkan berbeda nyata dengan uji Duncan 5%
tn= tidak nyata
Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi penurunan
kandungan lemak kasar pada fermentasi ampas kelapa. Hal ini disebabkan
mikroba akan merombak lemak yang ada pada substrat sebagai sumber energi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rusdi (1992), yang menyatakan bahwasetelah
menyerang pati kemudian akan menyerang protein dan lemak sebagai sumber
35
Tabel 8. Interaksi Lama Fermentasi (B) dan Dosis (C) Pada Lemak Kasar
Dosis (C) Lama Fermentasi (B) Rataan Dosis (C)
B1 B2 B3
C1 23,89 21,47 18,36 21,24tn
C2 22,77 23,48 16,79 21,01tn
Rataan Lama Fermentasi (B) 23,33a 22,47a 17,57b
Ket: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada kolom menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan uji Duncan 5%
tn= tidak nyata
Pada tabel 8 menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan lemak
kasar, dimana rattan tertinggi ada pada B3 (hari ke 6) yaitu sebesar 17,57 yang
berbeda nyata dengan B1 dan B2. Sedangkan rataan dosis tidak berbeda nyata
dimana rataan tertinggi ada pada C2 yaitu sebesar 21,01. Hal ini desebabkan oleh
Hal ini dikarenakan enzim lipase masih bekerja dengan baik pada hari ke 6,
dimana lama fermentasi yang optimum adalah 2-5 hari sesuai dengan kurva
pertumbuhan mikroba (hal.4), yaitu pada fase logaritmatik (eksponensial) dan fase
stationer. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fardiaz (1992), yang menyatakan
bahwa pertumbuhan mikroba ditandai dengan lamanya waktu yang digunakan,
sehingga konsentrasi metabolik semakin meningkat sampai akhirnya menjadi
terbatas yang kemudian dapat menyebabkan laju pertumbuhan menurun.
Tabel 9. Interaksi Jenis Mikroba (A) dan Dosis (C)pada Lemak Kasar
Jenis Mikroba (A) Dosis (C) Rataan Jenis
Mikroba (A)
C1 C2
A1 20,49 20,81 20,65tn
A2 2198 21,21 21,60tn
Rataan Dosis (C) 21,24tn 21,01tn Ket: tn= tidak nyata
Tabel 9 menunjukkan bahwa penggunaan jenis mikroba yang berbeda
untuk menurunkan kandungan lemak kasar ampas kelapa tidak berbeda nyata,
karena Aspergillus niger dan ragi tape memiliki enzim lipase yang berfungsi
untuk merombak lemak untuk digunakan sebagai sumber energi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Yohanista et al. (2014), yang menyatakan bahwa enzim lipase
yang diproduksi masing-masing kapang berbeda-beda dan sangat mempengaruhi
kandungan lemak kasar substrat setelah fermentasi karena enzim lipase akan
merombak lemak yang akan digunakan oleh kapang sebagai sumber energi.
Serat Kasar
Serat kasar merupakan salah satu komponen polisakarida non-pati. Serat
kasar merupakan nutrien khas penyusun dinding sel tanaman, yang sebagian besar
adalah selulosa (Mulyono, 2009). Tilman et al. (1998) menyatakan bahwa serat
kasar terdiri dari selulosa , hemiselulosa dan lignin. Seluosa dan hemiselulosa
adalah komponen dinsing sel tanaman yang tidak dapat dicerna oleh
hewan-hewan monogastrik. Nilai kandungan serat kasar pada ampas kelapa yang
difermentasi dengan Aspergillus niger dan ragi tape dengan lama dan dosis
fermentasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 10. Interaksi Jenis Mikroba (A) dan Lama Fermentasi (B) Pada Serat Kasar
Jenis Mikroba (A) Lama Fermentasi (B) Rataan Jenis Mikroba (A)
B1 B2 B3
A1 21,54 24,05 24,38 23,32tn
A2 27,27 22,55 27,90 25,90tn
Rataan Lama Fermentasi (B) 24,40tn 23,30tn 26,14tn Ket: tn=tidak nyata
Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa lama fermentasi tidak berpengaruh
nyata terhadap penurunan kadar serat kasar dimana rataan tertingginya ada pada
B2 sebesar 23,30 sedangkan pada jenis mikroba juga tidak mengalami perbedaan
37
sesuai dengan pernyataan Mirwandono et al., (2006), yang menyatakan bahwa
fermentasi yang terbaik untuk menaikkan kadar protein kasar dan menurunkan
serat kasar pada lama fermentasi 4 hari karena pada lama fermentasi 6 hari
kecenderungan meningkatnya kadar protein kasar tidak signifikan lagi dan kadar
serat kasar mulai naik.
Tabel 10 pada bagian lama fermentasi diharapkan semakin lama
fermentasi semakin menurun kandungan serat kasarnya, namun dalam kasus ini
B3 kembali mengalami peningkatan kandungan serat kasar. Hal ini disebabkan
karena mikroba yang ada pada fermentasi ampas kelapa mengalami peningkatan,
dimana mikroba tersebut mengandung dinding sel, sehingga semakin banyak
mikroba semakin banyak juga dinding sel, yang mana penyusun dinding sel
tersebut adalah serat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwadaria et al. (1998),
yang menyatakan bahwa pertumbuhan sel kapang yang lebih aktif akan
mengakibatkan kenaikan kadar serat kasar dinding sel kapang, dimana
pertumbuhan sel kapang yang lebih aktif dan tinggi menurunkan aktifitas kapang
bila nutrisi nutrisi substrat yang tersedia tidak tercukupi.
Tabel 11. Interaksi Lama Fermentasi (B) dan Dosis (C) pada Serat Kasar
Lama Fermentasi (B)
Rataan Dosis
Dosis (C) B1 B2 B3
C1 22,53 20,82 25,82 23,05b
C2 26,28 25,78 26,46 26,17a
Rataan Lama Fermentasi (B) 24,40tn 23,30tn 26,14tn
Ket: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris menunjukkan berbeda nyata dengan uji Duncan 5%
tn= tidak nyata
Tabel 11 menunjukkan dosis yang baik dalam menurunkan kandungan serat
kasar adalah C1 23,05 yang berbeda nyata dengan C2 26,17. Hal ini dikarenakan
perkembangan mikroba dalam menghasilkan enzim untuk mencerna substrat,
namun mikroba tersebut juga akan meningkatkaan penyumbangan serat kasar
yang berasal dari dinding sel mikroba tersebut, sehingga terjadi peningkatan serat
kasar dengan dosis 2%. Hal ini sesuaidengan pernyataan Fardiaz (1992), yang
menyatakan bahwa proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh faktor level dan
waktu. Tingkat level berkaitan dengan besaran populasi mikroba yang berpeluang
menentukan cepat tidaknya perkembangan mikroba dalam menghasilkan enzim
untuk merombak substrat, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh terhadap
produk akhir.
Tabel 12. Interaksi Jenis Mikroba (A) dan Dosis (C) pada Serat Kasar
Jenis Mikroba (A) Dosis (C) Rataan Jenis
Mikroba (A)
C1 C2
A1 21.93 24.72 23.32tn
A2 24.18 27.63 25.90tn
Rataan Dosis (C) 23.05b 26.17a
Ket: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada kolom menunjukkan berbeda nyata dengan uji Duncan 5%
tn= tidak nyata
Tabel 12 menunjukkan bahwa rataan jenis mikroba tidak berbeda nyata
data dalam penurunan kadungan sera kasar, dimana rataan tertinggi ada pada A1
sebesar 23,32 sedangkan dosis berpengaruh nyata, dimana rataan tertinggi ada
pada dosis C1 sebesar 23.05. Hal ini disebabkan adanya dinding sel pada mikroba
yang digunakan, dimana dinding sel tersebut mengandung serat, sehingga
kandungan serat pada ampas kelapa yang difermentasi menggunakan Aspergillus
niger dan ragi tape tidak memberikan pengaruh yang positif dalam penurunan
serat kasar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siswoko (1996), yang menyatakan
bahwa dinding sel kapang selama fermentasi mengalami kumulasi dalam media
39
miselium yang lebat. Secara umum kandungan serat kasar produk fermentasi
dipengaruhi oleh pertumbuhan miselia kapang.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Untuk melihat rekapitulasihasil penelitian terhadap pH, kadar protein
kasar, lemak kasar dan serat kasar, maka dilihat rekapitulasi hasil penelitian yang
A1B3C1 6,55bcd 5,065 tn 17185tn 23,03ab
A1B3C2 6,35ab 4,89 tn 15,79tn 25,74abc
A2B1C1 6,45abcd 4,71 tn 24,07tn 22,06ab
A2B1C2 6,3a 4,195 tn 23,575tn 32,48c
A2B2C1 6,4abc 3,98 tn 22,355tn 21,88ab
A2B2C2 6,65d 5,06 tn 22,285tn 23,225ab
A2B3C1 6,4abc 4,37 tn 19,535tn 28,615bc
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ampas kelapa dapat
dimanfaatkan sebagai pakan alternatif. Dimana penggunaan mikroba yang
berbeda sebagai fermentator dengan dosis dan lama fermentasi yang berbeda juga
dapat meningkatan kualitas nutrisi pakan, yaitu peningkatan protein kasar,
penurunan lemak kasar dan serat kasar.
Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti lama fermentasi dan
dosis yang optimum untuk dengan interval waktu 1 hari. Dosis yang baik untuk
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Ampas Kelapa sebagai Pakan Ternak
Kelapa (Cocos nuciferaL.) merupakan tanaman tropis yang penting bagi
negara Asia dan Pasifik. Tanaman kelapa disebut juga pohon kehidupan, karena
dari setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia (Suhardikono, 1995).
Tanaman kelapa di Indonesia mencapai luas 3.759.397 ha. Sekitar 92,40%
diantaranya berupa kelapa dalam yang diusahakan sebagai perkebunan rakyat,
sedangkan kelapa hibrida baru sekitar 4%. Oleh karena itu, Indonesia disebut
sebagai negara produsen kelapa kedua setelah Philipina, tentu dilihat dari segi
total areal maupun potensi produksinya (Putri, 2010).
Produksi kelapa di Sumatera Utara adalah 88.962 ton, dengan produksi
terbesar dari Kabupaten Nias Utara 14.905 ton, Asahan 18.121 ton dan Nias
Selatan 12,612 ton (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2014). Dengan
jumlah produksi kelapa tersebut, diperoleh jumlah produksi ampas kelapa di
provinsi Sumatera Utara sebesar 13.344.300 kg (Diolah dari Suhardikono, 1995
dan Suhardiman,1999).
5
Tanaman kelapa banyak ditemukan di daerah pantai karena memerlukan
kelembaban yang tinggi. Buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran
kurang lebih sebesar kepala manusia. Komposisi buah kelapa terdiri dari sabut
33%, tempurung 12%, daging buah 28% dan air 25% (Tekpan, 2006). Sedangkan
Suhardiman (1999), menyatakan bahwa komposisi buah kelapa seperti bagan
berikut:
-serat pintal -minuman -arang tempurung
-serat sikat -obat-obatan -perkakas -penyiraman tanaman
- bumbu dapur - minyak kampung - minyak pabrik - untuk kue
- bungkil - bungkil -dll
Santan adalah cairan yang diperoleh dengan melakukan pemerasan
terhadap daging buah kelapa parutan yang digunakan untuk mengolah berbagai
masakan. Dengan cara perasan, diperoleh santan sedikit lebih daripada 50% berat
daging buah kelapa parutan mula-mula (Suhardikono, 1995).
Ampas kelapa merupakan sumber protein yang baik. Kandungan
proteinnya, sekitar 23% lebih besar dibandingkan dengan gandum, tetapi tanpa
jenis protein yang spesifik yang ada pada tepung gandum, yaitu gluten. Meskipun
ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, namun memiliki
Ampas kelapa dapat diolah menjadi produk lain seperti tepung ampas
kelapa yang diperolehdengan cara menghaluskan daging ampas kelapa. Hasil
analisis Rindengan et al. (1997) menyatakan pada tepung ampas kelapa dari
Genjah Kuning Nias yaitu: kadar air 4,56%, protein 4,11%, lemak 15,89%, serat
kasar 30,58%, karbohidrat 79,34% dan abu 0,66%. Hasil analisis Putri (2010)
menyatakan bahwa ampas kelapa dapat digunakan sebagai pakan alternatif,
karena memiliki kandungan nutrien yang cukup tinggi yaitu protein 5,78%, lemak
38,24% dan serat kasar 15,07%.
Proses fermentasi dapat menurunkan kadar lemak ampas kelapa sebesar
11,39%. Fermentasi ampas kelapa juga mampu meningkatkan kecernaan bahan
kering dan bahan organik, dimana komponen ini diperlukan untuk mengetahui
sejauh mana pakan tersebut dapat dipergunakan dan dicerna oleh ternak (Miskyah
et al., 2006).
Pengertian Fermentasi
Fermentasi merupakan proses perombakan struktur secara fisik, kimia dan
biologi sehingga bahan dari struktur yang kompleks manjadi sederhana, sehingga
daya cerna ternak menjadi lebih efisien (Nisa et al., 2008). Pada fermentasi terjadi
proses yang menguntungkan, diantaranya dapat mengawetkan, menghilangkan
bau yang tidak diinginkan dan racun yang terdapat pada bahan, meningkatkan
daya cerna dan mengubah warna (Lestari, 2001).
Fermentasi adalah salah satu cara untuk mengolah ampas kelapa menjadi
bahan pakan. Pada proses fermentasi terjadi reaksi dimana senyawa kompleks
diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan membebaskan molekul air.
7
komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan nutrisinya (Supriyati et al., 1999).
Produk fermentasi diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat bahan dasar,
seperti meningkatkan kecernaan, menghilangkan senyawa beracun, menimbulkan
rasa dan aroma yang disukai (Prescott dan Dunn, 1982). Keberhasilan suatu
proses fermentasi agar memperoleh produk yang lebih baik dan berkualitas
dibandingkan dengan bahan asalnya, berkaitan erat dengan cara melakukan
pengolahan.
Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa
bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi
pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida
serta senyawa nitrogen organik (Hidayatet al., 2006).
Mekanisme Fermentasi
Enzim merupakan biokatalisator yang sangat efektif yang akan
meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik secara nyata (Lehninger, 1995).
Sifat spesifisitas enzim berbeda satu sama lain sehingga dapat dimanfaatkan untuk
tujuan reaksi atau jenis produk yang diharapkan. Enzim juga dapat bekerja pada
kondisi yang ramah (mild), sehingga lebih efisien karena dapat menekan
konsumsi energi proses (tekanan dan temperatur tinggi). Katalis enzim juga
meminimalisir terikutnya senyawa-senyawa pengotor dalam produk suatu proses
(August, 2000).
Enzim lipase yang diproduksi masing-masing kapang berbeda-beda dan
enzim lipase akan merombak lemak yang akan digunakan oleh kapang sebagai
sumber energi (Yohanista et al., 2014).
Gambar 2. Mekanisme pemecahan lipid
Dalam aktivitasnya, kapang menggunakan karbohidrat sebagai sumber
karbon. Pemecahan karbohidrat akan diikuti dengan pembebasan energi,
karbondioksida dan air. Panas yang dibebaskan menyebabkan suhu substrat
meningkat (Winarno, 1989).
Gambar 3. Mekanisme Pemecahan Karbohidrat
Proses fermentasi terbukti bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dan
palatabilitas pakan, sehingga konsumsi pakan akan meningkat dan akibatnya
9
Peningkatan kadar protein dan aktivitias enzim amilase berjalan selaras
seiring dengan waktu untuk fermentasi. Semakin tinggi aktivitas enzim amilase
maka semakin tinggi kadar protein yang dihasilkan. Enzim amilase berfungsi
untuk menyediakan gula sederhana (glukosa) sebagai bahan dasar untuk sintesis
protein. Glukosa merupakan sumber dari asam piruvat, yang merupakan
komponen utama untuk pembentukan asam amino (Sidarta et al. 2010).
Lama Fermentasi
Pertumbuhan mikroba ditandai dengan lamanya waktu yang digunakan,
sehingga konsentrasi metabolik semakin meningkat sampai akhirnya menjadi
terbatas yang kemudian dapat menyebabkan laju pertumbuhan menurun
(Fardiaz, 1992). Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini,
Gambar 4. Kurva Pertumbuhan <ikroba
Untuk beberapa lama fermentasi terutama dihubungkan dengan
karbohidrat, bahkan sampai sekarangpun masih sering digunakan. Padahal
pengertian fermentasi tersebut menyangkut perombakan protein dan lemak oleh
akitvitas mikroorganisme. Fermentasi sering dihubungkan dengan pembentukan
gas yang disebabkan oleh mikroorganisme yang hidup. Fermentasi dapat juga
berlangsung (meskipun jarang terjadi) dengan menggunakan ekstrak enzim yang
berfungsi sebagai katalisator reaksi (Suprihatin, 2010).
Mikroba memiliki karakteristik dan ciri yang berbeda didalam persyaratan
tumbuhnya. Karakteristik persyaratan pertumbuhan mikroba inilah yang
menyebabkan bermacam-macam media penunjang pertumbuhan mikroba.
Penyiapan media meliputi media alamiah dan media komersial. Beberapa faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba, meliputi: suplai nutrisi, suhu,
keasaman dan ketersediaan oksigen (Hajoeningtijas, 2012).
Pertumbuhan sel kapang yang lebih aktif akan mengakibatkan kenaikan
kadar serat kasar dinding sel kapang, dimana pertumbuhan sel kapang yang lebih
aktif dan tinggi menurunkan aktifitas kapang bila nutrisi nutrisi substrat yang
tersedia tidak tercukupi (Purwadaria et al., 1998).
Dosis Inokulum
Jumlah spora yang terlalu sedikit akan memperlambat laju pertumbuhan
sehingga memberikan kesempatan kepada mikroba lain yang mampu bersaing
dengan mikroba yang ada. Jumlah mikroba yang terlalu banyak akan
menyebabkan sporulasi yang terlalu cepat sehingga sebagian energi tidak
digunakan untuk memperbanyak sel. Jumlah koloni mikroba yang optimal untuk
fermentasi adalah 1x107 (Tanuwidjadja, 1975).
Proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh faktor level dan waktu. Tingkat
level berkaitan dengan besaran populasi mikroba yang berpeluang menentukan
cepat tidaknya perkembangan mikroba dalam menghasilkan enzim untuk
merombak substrat, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh terhadap produk
11
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan petunjuk aktivitas ion H dalam suatu
larutan. Pada proses fermentasi, pH sangat berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan mikroba dan berhubungan erat dengan suhu. Jika suhu naik, maka
pH optimum untuk pertumbuhan juga naik (Fardiaz, 1989).
Mikroba memiliki pH minimum, maksimum dan optimum. Bakteri
memerlukan pH 6,5-7,5; khamir 4,0-4,5; sedang jamur mempunyai kisaran pH
yang luas (Hidayat et al., 2006). Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum
sekitar pH 6 – 7,5, khamir mempunyai pH 4-5 dan tumbuh pada kisaran pH 2,5 –
8 dan kapang mempunyai pH optimum antara 5 sampai 7 dan dapat tumbuh pada
kisaran pH 3 – 8,5. Dalam fermentasi, control pH penting sekali dilakukan karena
pH yang optimum harus tetap dipertahankan (Fardiaz, 1987).
pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan mikroba terletak antara
6,5-7,5. namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau
alkalin. Bagi kebanyakan spesies, nilai pH maksimum dan minimum ialah antara
4 dan 9 (Hajoeningtijas, 2012).
Pada pH tinggi atau rendah memungkinkan terjadi denaturasi dan ini akan
mengakibatkan menurunnya antivitas enzim. Karena enzim merupakan protein,
perubahan pH akan mengakibatkan ionisasi pada molekul protein berubah pula.
Perubahan ini akan mengakibatkan preubahan sturktur tiga dimensinya berubah
sehingga fungsi kataliknya terganggu (Murni et al., 2011).
Protein Kasar
Protein kasar adalah nilai hasil bagi dari total nitrogen amonia dengan
(100/16). Nitrogen yang terdapat di dalam pakan tidak hanya berasal dari
protein saja tetapi ada juga nitrogen yang berasal dari senyawa bukan protein
atau nitrogen nonprotein (non–protein nitrogen/NPN). Nilai yang diperoleh
dari perhitungan diatas merupakan nilai dari apa yang disebut protein kasar
(Kamal,1998).
Kadar protein suatu bahan pakan secara umum dapat diperhitungkan
dengan analisis kadar protein kasar. Analisis kadar protein ini merupakan usaha
untuk mengetahui kadar protein bahan baku pakan. Analisis kadar protein
digunakan untuk menguji kadar protein, ditentukan kadar nitrogennya secara
kimiawi kemudian angka yang diperoleh dikalikan dengan
faktor 6,25 = (100 : 16). Faktor tersebut digunakan sebab nitrogen mewakili
sekitar 16% dari protein (Murtidjo, 1987). Kandungan protein yang dimiliki oleh
ampas kelapa yaitu sebesar 11,35% (Miskiyah et al., 2006)
Lemak Kasar
Kadar lemak dalam analisis proksimat ditentukan dengan
mengekstraksikan bahan pakan dalam pelarut organik. Zat lemak terdiri dari
karbon, oksigen dan hidrogen. Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini
bukan lemak murni akan tetapi campuran dari berbagai zat yang terdiri dari
klorofil, xantofil, karoten dan lain-lain (Murtidjo, 1987).
Kemudian untuk penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan
N-heksan sebagai pelarut. Fungsi dari N-heksan adalah untuk mengekstraksi
lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning
menjadi jernih (Mahmudi, 1997). Kadar lemak kasar yang terdapat pada ampas
13
Serat Kasar
Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau hasil pertanian
setelah diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih, dan terdiri dari selulosa,
dengan sedikit lignin dan pentosa. Serat kasar juga merupakan kumpulan dari
semua serat yang tidak bisa dicerna, komponen dari serat kasar ini yaitu terdiri
dari selulosa, pentosa, lignin, dan komponen-komponen lainnya. Komponen dari
serat kasar ini serat ini tidak mempunyai nilai gizi akan tetapi serat ini sangat
penting untuk proses memudahkan dalam pencernaan didalam tubuh agar proses
pencernaan tersebut lancar (peristaltic) (Hermayati et al., 2006).
Serat kasar adalah salah satu komponen polisakarida. Serat kasar
merupakan salah satu komponen polisakarida non-pati. Serat kasar merupakan
nutrien khas penyusun dinding sel tanaman, yang sebagian besar adalah selulosa
(Mulyono, 2009).
Serat kasar merupakan nutrien khas penyusun dinding sel tanaman, yang
sebagian besar adalah selulosa (Mulyono, 2009). Kadar serat kasar yang terdapat
pada ampas kelapa sebesar 15,07% (Putri, 2010).
Analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar serat kasar
bahan baku pakan. Zat-zat yang tidak larut selama pemasakan bisa diketahui
karena terdiri dari serat kasar dan zat-zat mineral, kemudian disaring,
dikeringkan, ditimbang dan kemudian dipijarkan lalu didinginkan dan ditimbang
sekali lagi. Perbedaan berat yang dihasilkan dari penimbangan menunjukkan berat
serat kasar yang ada dalam makanan atau bahan baku pakan (Murtidjo, 1987).
Kandungan serat kasar dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan misella
energi, dan kehilangan bahan kering selama fermentasi. Pertumbuhan misella
kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar LSF karena terbentuknya
dinding sel yang mengandung selulosa, disamping terjadinya kehilangan dari
sejumlah padatan (Mirwandhono dan Siregar, 2004).
Dinding sel kapang selama fermentasi mengalami kumulasi dalam media
dimana semakin lama waktu fermentasi maka akan menghasilkan pertumbuhan
miselium yang lebat. Secara umum kandungan serat kasar produk fermentasi
dipengaruhi oleh pertumbuhan miselia kapang (Siswoko, 1996).
Aspergillus niger
Aspergillus nigeradalah jamur yang digunakan dalam pembuatan asam
sitrat. Asam sitrat merupakan salah satu asam organik yang banyak digunakan
dalam bidang pangan, misalnya pada pembuatan permen dan minuman kemasan.
Jamur ini sering mengkontaminasi makanan, misalnya roti tawar (Hidayatet al.,
2006).Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat. Oleh karena itu Aspergillus
niger banyak digunakan secara komersial (Sugiyanti et al., 2013).
Pertumbuhan dan perkembangbiakan sel jamur Aspergillus niger dalam
proses fermentasi untuk memproduksi enzim dengan aktivitas enzim tertinggi
sangat ditentukan oleh lamanya waktu fermentasi dan beberapa faktor seperti: laju
aerasi, konsentrasi induser (minyak goreng sawit), kecepatan pengadukan dan pH
awal (Murni et al., 2011).
Aspergillus niger tumbuh optimum selama 3-5 hari (Falony, 2008), pada
suhu 35-37 0C, dengan suhu minimum 6-8 0C dan suhu maksimum 45-47 0C.
15
dasar putih atau kuning dengan lapisan konidiospora yang tebal dan berwarna
gelap cokelat (Ingrid dan Suharto, 2012).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fermentasi substrat padat
menggunakan jamur Aspergillus niger dapat menurunkan kandungan serat kasar,
meningkatkan kadar protein dan daya cerna secara in vitro (Hutajulu,
2007).Potensi Aspergillus niger telah banyak diketahui seiring dengan
dilakukannya penelitian yang membuktikan kemampuannya dalam melakukan
transformasi senyawa (Mahmoud et al., 2007).
PemanfaatanAspergillus niger dalam proses fermentasi limbah sawit
(bungkil inti dan lumpur sawit) mampu meningkatkan kadar protein dari 15,40%
menjadi 23,40% dan meningkatkan daya cerna bahan jika dimanfaatkan oleh
ternak unggas (Mirwandhono dan Siregar, 2004).
Kenaikan protein masing-masing substrat perlakuan disebabkan oleh
turunnya kandungan pati atau karbohidrat dan lemak serta tumbuhnya kapang
yang mengandung nitrogen cukup tinggi (5-8%). Selama proses fermentasi
kapang mengeluarkan enzim dan enzim ini terdiri dari protein. Sedangkan kapang
sendiri merupakan protein sel tunggal (Nurhayati et al., 2006).
Peningkatan kadar protein kasar pada perlakuan yang difermentasi
dikarenakan fermentasi dapat mengubah zat yang bersifat kompleks menjadi
bentuk yang lebih sederhana. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses
fermentasi Aspergillus niger adalah karbohidrat dan asam amino. Fermentasi
dapat menghasilkan produk yang lebih baik dari bahan aslinya
Pengingkatan kandungan kapag sejalan dengan peningkatan kandungan
protein, dikarenakan tubuh kapang terdiri dari elemen nitrogen (Muhsafaat et al.,
2015). Kapan aniger mempunyai kandungan protein kasar yag berasal dari protein
sel tunggal sebesar 50,18% (Chiou et al., 2001).
Fermentasi Aspergillus niger dapat menaikkan kadar protein kasar, lemak
kasar dan kadar abu tepung kulit ubi kayu dan terjadi penurunan bahan kering dan
serat kasar tepung kulit ubi kayu. Fermentasi Aspergillus niger yang terbaik untuk
menaikkan kadar protein kasar dan menurunkan serat kasar pada lamafermentasi 4
hari karena pada lama fermentasi 6 hari kecenderungan meningkatnya kadar
protein kasar tidak signifikan lagi dan kadar serat kasar mulai naik. Interaksi
berbagai level pemberian Aspergillus niger dan variasi lamanya waktu fermentasi
dapat memperbaiki nilai nutrisi tepung kulit ubi kayu (Mirwandonoet al., 2006).
Kapang setelah menyerang pati kemudian akan menyerang protein dan
lemak sebagai sumber energi. Aspergillus niger mampu memproduksi enzim
lipase sehingga dapat menurunkan lemak yang terkandung dalam bahan
(Rusdi, 1992). Aspergillus niger memproduksi enzim lipase tertinggi pada masa
inkubasi hari ke-4 baik pada subtrat minyak kelapa maupun ampas kelapa dan
apabila digunakan untuk fermentasi ampas kelapa dapat mengubah komposisi
nutrien ampas kelapa khususnya penurunan lemak (Kurniawan, 2016).
Ragi Tape
Ragi merupakan organisme fakultatif yang mempunyai kemampuan
menghasilkan energi dari senyawa organik dalam kondisi aerob maupun anaerob
sehingga ragi dapat tumbuh dalam kondisi ekologi yang berbeda. Ragi dapat
17
Ragi yang mengandung mikroflora seperti kapang, khamir dan bakteri
dapat berfungsi sebagai starter fermentasi. Selain itu ragi juga kaya akan protein
yakni sekitar 40-50%, jumlah protein ragi tersebut tergantung dari jenis bahan
penyusunnya (Susanto dan Saneto, 1994).
Ragi tape merupakan bibit atau starter untuk membuat berbagai macam
fermentasi, seperti tape ketan atau singkong, tape ubi jalar, brem cair atau padat
dan lainnya. Ragi tape umumnya terdiri dari kapang, khamir dan bakteri. Cita rasa
tape yang dihasilkan ditentukan oleh jenis mikroorganisme yang aktif di dalam
ragi. Keaktifan mikroorganisme di dalam ragi diatur dengan penambahan bumbu
dan rempah (Tim Penulis UNAIR, 2007).
Ragi tape adalah suatu bahan yang dapat berperan sebagai probiotik yang
terdiri dari inokulum padat yang mengandung berbagai jenis kapang, khamir dan
bakteri. Walaupun telah terisolasi berbagai mikroba di dalam ragi tape tetapi telah
diketahui jenis yang dominan adalah Aspergillus niger dari jenis kapang dan
Sacharomyces cereviceae dari jenis khamir. Dalam proses fermentasi Aspergillus
niger dapat mensekresi enzim selulase yang berfungsi mencerna serat kasar,
sedangkan Sacharomyces cereviceae berperan menfermentasi glukosa menjadi
alkohol (Akmal dan Filawati, 2008).
Secara fisiologi, ragi tape menghasilkan enzim yang dapat mengubah
substrak menjadi bahan lain dengan menggunakan energi. Kata ragi dipakai untuk
menyebutkan adonan atau ramuan yang digunakan dalam pembuatan berbagai
makanan dan minuman seperti roti, anggur, bir dan lainnya (Adnan dan Halifah,
Ragi terdiri dari sejumlah kecil enzim, termasuk protease, lipase, invertase,
maltase dan zimase. Enzim yang penting dalam ragi adalah invertase, maltase dan
zimase. Enzim invertase dalam ragi bertanggung jawab terhadap awal aktivitas
fermentasi. Enzim ini mengubah gula (sukrosa) yang terlarut dalam air menjadi gula
sederhana yang terdiri atas glukosa dan fruktosa. Gula sederhana kemudian dipecah
menjadi karbondioksida dan alkohol. Enzim amilase yang terdapat dalam tepung
mampu memproduksi maltose yang dapat dikonsumsi oleh ragi sehingga fermentasi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting,
namunketersediaannya yang terbatas dengan harga yang mahal sering menjadi
kendala bagi usaha peternakan. Oleh karena itu perlu diupayakan bahan pakan
alternatif yang dapat digunakan sebagai pakan ternak yang harganya murah, tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia, mudah didapat dan berkualitas baik
(Umiyasih dan Anggraeny, 2008).
Di Indonesia, penggunaan pakan alternatif sudah berkembang karena
banyaknya sumber daya alam yang dapat memberi keuntungan bagi peternakan,
dimana pakan alternatif tersebut mampu menyumbang komposisi nutrisi yang
dibutuhkan oleh ternak dalam memenuhi kebutuhan hidup maupun produksinya.
Salah satu pakan alternatif yang bisa digunakan adalah ampas kelapa yang
dapat dimanfaatkan sebagai pakan domba, kambing dan unggas karena masih
memiliki nilai nutrisi yang mampu meningkatkan pertumbuhan ternak.Ampas
kelapa yang dimaksud adalah bagian daging buah yang sudah diparut atau
dipisahkan dari tempurung kelapa dan sudah diperas atau diambil santannya.
Berbagai teknologi diperlukan untuk mempertahankan ketersediaan pakan,
meningkatkan kualitas pakan dan mengoptimumkan fungsi kerja rumen sehingga
produksi ternak di Indonesia dapat ditingkatkan. Teknologi dengan memanfaatkan
mikroorganisme untuk makanan manusia sudah dikenal sejak lama dan di dalam
pakan ternak sudah mulai diperkenalkan di Indonesia. Bentuknya dapat berupa
probiotik (bakteri, jamur, khamir atau campurannya), produk fermentasi atau
Kandungan serat dan lemak yang tinggi pada ampas kelapa akan turun jika
diberi perlakukan yaitu fermentasi. Teknik fermentasi adalah salah satu cara yang
dilakukan untuk meningkatkan kandungan nutrisi yang ada pada limbah yang
bersifat ramah lingkungan karena menggunakan mikroba yang berasal dari alam
untuk mendegradasi kandungan yang diinginkan untuk turun pada suatu bahan
pakan, salah satunya yaitu ampas kelapa.
Fermentasi menggunakan kapang memungkinkan terjadinya perombakan
komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan nutrisinya (Supriyati et al., 1999). Pada proses
fermentasi akan terjadi perubahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana.Beberapa faktor yang mampu mempengaruhi proses fermentasi adalah
waktu dan berapa banyak dosis yang digunakan. Dimana kedua hal tersebut harus
dibatasi agar hasil yang diharapkan dalam proses fermentasi.
Kapang yang digunakan dalam fermentasi ampas kelapa ini adalah
Aspergillus nigerdan ragi tape. Aspergillus niger merupakan jenis mikroba yang
memiliki keunggulan, yaitu menghasilkan enzim ektraseluler dengan aktivitas
tinggi serta mudah dalam pemeliharaannya. Ragi tapemerupakan salah satu starter
yang mampuberadaptasi dengan baik pada kondisi aerob dan konsentrasi gula
yang tinggi dan tidak menghasilkan alkohol.
Secara ekonomi kapangdan ragi tersebut mudah didapat dengan harga
yang murah, dan mampu berkembang pada media yang biayanya relatif murah
serta ketersediaanya mudah didapatkan (Wahyu et al., 2011), sehingga jika petani
atau peternak ingin melakukan eksperimen terhadap ampas kelapa, akan mudah
3
Berdasarkan uraian diatas, penulis akanmelakukan penelitian terhadap
pengaruh dosis dan lama fermentasi ampas kelapa (Cocos nucifera L.) oleh
Aspergillus nigerdan ragi tapeterhadap kandungan kualitas nutrisi untuk
memperoleh kondisi optimum kerja enzim yang dihasilkan oleh kapang dan ragi
tersebut.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh dosis dan lama fermentasi yang berbeda
terhadap ampas kelapa yang akan dijadikan sebagai pakan dan meningkatkan
kandungan nutrisi dari ampas kelapa yang akan difermentasi denganAspergillus
nigerdan ragi tape.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dan diharapkan juga berguna
untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan ampas kelapa yang
akan dijadikan sebagai pakan ternak.
Hipotesis Penelitian
PenggunaanAspergillus niger dan ragi tapesebagai fermentator dengan
dosis dan lama fermentasi yang berbeda pada pengolahan ampas kelapa
berpengaruh positif terhadap penurunan serat kasar dan lemak kasar serta