SKRIPSI
PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH MELALUI
BELANJA MODAL PADA KABUPATEN BENER MERIAH
PROVINSI ACEH
OLEH
Zulkautsar
090503011
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
Terhadap Pembangunan Daerah Melalui Belanja Modal Pada Kabupaten Bener Meriah” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas
akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari Dinas Pengelola
Keuangan dan Kekayaan Daerah, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain
telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan
adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, September 2013 Yang Membuat Pernyataan,
Zulkautsar
ABSTRAK
PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH MELALUI BELANJA MODAL PADA
KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH
Tujuan Penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap belanja modal pada Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum uji t dan uji f pada level signifikansi 5% (α=0,05). Variabel dalam penelitian ini adalah pajak daerah dan retribusi daerah sebagai variable
independen dan belanja modal sebagai variable dependen. Populasi dalam
penelitian ini adalah Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh, dan sampel yang digunakan dari tahun 2005 sampai dengan 2012.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah tidak berpengaruh siknifikan terhadapa belanja modal pada Kabupaten Bener Meriah. Secara parsial pajak daerah tidak berpengaruh siknifikan terhadap belanja modal pada Kabupaten Bener Meriah. Sedangkan retribusi daerah juga tidak berpengaruh siknifikan terhadap belanja modal.
ABSTRACT
EFFECT OF LOCAL TAXES AND LOCAL RETRIBUTIONS TO THE REGIONAL DEVELOPMENT THROUGH CAPITAL EXPENDITURE ON
BENER MERIAH DISTRICT IN PROVINCE ACEH
The purpose of this research is to find out and to alalyze whether local taxes receipt and retributions receipt influence the capital expenditure in Bener Meriah District.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linear regression with bring about classical assumption test before t test and f test on 5% level of significant (α=0,05).
The variable used in this research are local taxes receipt and retributions receipt as independent variable and capital expenditure as dependent variable.The Population in this research is Bener Meriah district in Aceh Province, and samples used the year 2005 up to year 2012.
The result of this research show that, simultaneously taxes receipt and retributions receipt influence not significantly toward the capital expenditure of Bener Meriah district. Partially local taxes receipt not significantly influence toward capital expenditure and retribution receipt also not significant influence toward the capital expenditure.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil allamin, segala puji bagi Allah yang telah
memberikan semua nikmat, karunia dan hidayah yang tiada terkira sehingga
ahirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, tanpa adanya kendala yang
berarti. Shalawat beserta salam senantiasa kita haturkan keharibaan Nabi Besar
Muhammad SAW yang tak pernah lelah memperjuangkan umatnya menuju jalan
yang penuh ilmu pengetahuan, dan kepada beliau, sahabat serta orang-orang yang
mengikuti beliau hingga hari akhir.
Penulis menyadari adanya keterbatasan, kekurangan dan ketidak
sempurnaan dalam penyusunan skripsi ini, baik dari segi isi maupun
penyajiannya. Oleh karena itu penulis selalu berusaha untuk memperbaiki diri
menuju kesempurnaan di masa yang akan dating.
Penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan moril maupun materil
dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu, pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada
semua pihak yang telah membantu penulis, terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, CA. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatra Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., dan Bapak Drs. Hotmal
Jafar, MM, Ak., selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatra Utara dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S1
Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program
Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara.
4. Bapak Drs. Sucipto, MM, Ak., selaku dosen pembimbing dan dosen penasehat
akademik yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk,
pengarahan, dan bimbingan dari awal hingga selesainya skripsi ini. Bapak Drs.
Abikusno Dharsuky, MM, Ak. selaku dosen pembaca yang telah memberikan
masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Qalbu Salim. B dan Ibunda Tercinta
Nuraidah Serta Kakak dan Abang tercinta Yuli Dame dan Bade Belantara
yang tak henti-hentinya memberikan dorongan, motivasi, semangat dan
dukungannya baik Moril maupun Materil kepada Penulis untuk menyelesaikan
Studi Penulis di Universitas Sumatra Utara. Semoga Ayahanda dan Ibunda
serta Kakanda dan Abangda selalu dilindungi oleh Allah SWT.
6. Teman-teman mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara
angkatan 2009, Khususnya teman-teman senasib seperjuangan Defry, Ihsan,
Baidi, Prian, Syahril, Marwan dan teman-teman baik penulis yang ada di
Takengon serta Adinda Nella yang telah banyak membantu penulis dalam
penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna yang
disebabkan keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengulasan skripsi. Oleh
dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah selanjutnya. Akhir
kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Agustus 2013 Penulis
Zulkautsar
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Permasalahan ... 6
1.2.1 Perumusan Masalah ... 6
1.2.2 Batasan Permasalahan ... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan ... 7
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Otonomi Daerah ... 9
2.3.2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan ... 31
2.3.3 Belanja Modal ... 32
2.3.4 Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan ... 33
2.3.5 Belanja Tidak Tersangka ... 34
2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 34
2.5 Kerangka Konseptual dan Hipotesi s ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian ... 47
4.1.1 Gambaran Umum Dinas Penglolaan Keuangan Dan Kekayaan Daerah ... 48
4.1.2 Pajak Daerah Kabupaten Bener Meriah ... 57
4.1.3 Retribusi Daerah Kabupaten Bener Meriah ... 58
4.1.4 Belanja Modal Kabupaten Bener Meriah ... 58
4.1.5 Statistik Deskriptif ... 59
4.1.6 Pengujian Asumsi Klasik ... 60
4.1.7 Pengujian Hipotesis ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 70
5.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
LAMPIRAN ... 75
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Pajak Provinsi dan Kabupaten/Kota ... 14
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ... 34
Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 40
Tabel 4.1 Realisasi Pajak Daerah ... 57
Tabel 4.2 Realisasi Retribusi Daerah ... 58
Tabel 4.3 Realisasi Belanja Modal ... 59
Tabel 4.4 Descriptive Statistics ... 59
Tabel 4.5 Uji Normalitas ... 61
Tabel 4.6 Uji Autokorelasi ... 63
Tabel 4.7 Uji Multikolinearitas ... 64
Tabel 4.8 Uji Parsial (T test) ... 66
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 37
Gambar 4.1 Normal P-P Plot ... 62
Gambar 4.2 Histogram ... 63
Gambar 4.3 Scatterplot ... 65
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Halaman
1. Data Realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dan Belanja
Modal ... 76 2. Hasil Pengujian Regresi Linear ... 78 3. Bagan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Pengelolaan Keuangan Dan
Kekayaan Daerah Kabupaten Bener Meriah ... 83
ABSTRAK
PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH MELALUI BELANJA MODAL PADA
KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH
Tujuan Penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap belanja modal pada Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum uji t dan uji f pada level signifikansi 5% (α=0,05). Variabel dalam penelitian ini adalah pajak daerah dan retribusi daerah sebagai variable
independen dan belanja modal sebagai variable dependen. Populasi dalam
penelitian ini adalah Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh, dan sampel yang digunakan dari tahun 2005 sampai dengan 2012.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah tidak berpengaruh siknifikan terhadapa belanja modal pada Kabupaten Bener Meriah. Secara parsial pajak daerah tidak berpengaruh siknifikan terhadap belanja modal pada Kabupaten Bener Meriah. Sedangkan retribusi daerah juga tidak berpengaruh siknifikan terhadap belanja modal.
ABSTRACT
EFFECT OF LOCAL TAXES AND LOCAL RETRIBUTIONS TO THE REGIONAL DEVELOPMENT THROUGH CAPITAL EXPENDITURE ON
BENER MERIAH DISTRICT IN PROVINCE ACEH
The purpose of this research is to find out and to alalyze whether local taxes receipt and retributions receipt influence the capital expenditure in Bener Meriah District.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linear regression with bring about classical assumption test before t test and f test on 5% level of significant (α=0,05).
The variable used in this research are local taxes receipt and retributions receipt as independent variable and capital expenditure as dependent variable.The Population in this research is Bener Meriah district in Aceh Province, and samples used the year 2005 up to year 2012.
The result of this research show that, simultaneously taxes receipt and retributions receipt influence not significantly toward the capital expenditure of Bener Meriah district. Partially local taxes receipt not significantly influence toward capital expenditure and retribution receipt also not significant influence toward the capital expenditure.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan
negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan
merata berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara
Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut
mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan,
dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung
jawab harus di ikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber
daya nasional secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pelayanannya dilakukan berdasarkan prinsi-prinsip transparansi, partisipasi, dan
akuntabilitas. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang bertujuan
untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945 didalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan ini Mencerminkan upaya untuk
Sejak tanggal 1 januari 2001 telah terjadi perubahan yang cukup
fundamental dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di indonesia.
Perubahan tersebut terutama terkait dengan dilaksanakannya secara efektif
otonomi daerah sebagaimana yang di cantumkan dalam UU nomor 22 tahun 1999
tentang pemerintahan daerah yang telah di revisi dengan UU no 32 tahun 2004.
Berlakunya kebijakan otonomi daerah sejak daerah sejak 1 januari 2001,
sistem pemerintahan mengalami perubahan yang mendasar. Penyelenggaraan
seluruh bidang pemerintahan kecuali politik luar negri. Pertahanan dan keamanan,
keadilan, moneter, dan fiskal menjadi wewenang pemerintah pusat. Pemerintah
kabupaten/kota mendapat kewenangan yang lebih luas untuk menggali
sumber-sumber penerimaan untuk anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pelaksanaan Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan dalam rangka meningkatkan pendayagunaan potensi-potensi yang
dimiliki secara optimal. Dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan
dengan pelaksanaan daerah tertentu memerlukan biaya yang cukup besar. Agar
pemerintah daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan
sebaik-baiknya, maka diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi
mengingat tidak semua sumber-sumber pembiayaan dapat diberikan kepada
daerah, maka pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali segala
sumber-sumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Agar pendanaan penyelenggaraan pemerintah dapat terlaksana secara
penyelenggaraan pemerintah. Penyelenggaraan pemerintah yang menjadi
kewenangan daerah dibiayai oleh APBD, Sedangkan Penyelenggaraan keuangan
pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah di biayai dari APBN, baik
kewenangan pusat yang dikonsentrasikan kepada gubernur atau ditugaskan
kepada pemerintah daerah dan/ atau desa atau sebutan lainnya dalam rangka tugas
pembantuan.
Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain
pendapatan yang sah. PAD, yang salah satunya berupa pajak daerah, di harapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu
mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
PAD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah sebelumnya kurang
mendapat perhatian, keadaan ini disebabkan ketergantungan pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat, sumber dana pembangunan daerah sebagian besar
diperoleh dari pemerintahan pusat sementara kewenangan pemerintah daerah
dalam mengatur penggunaan dana tersebut relatif terbatas.
Semakin besar pajak dan retribusi daerah yang diterima otomatis semakin
meningkatkan PADnya. Kemandirian Pemkab/Pemko dapat dilihat dari besarnya
PAD yang diperoleh Pemkab/Pemko. Semakin besar pajak dan retribusi yang
diperoleh oleh kabupaten dan kota tersebut dalam membiayai pengeluaran untuk
membantu dan memfasilitasi sarana dan prasarana masyarakat misalnya, dalam
sector pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain.
Pajak dan Retribusi daerah merupakan suatu sistem perpajakan indonesia,
yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu di jaga agar
kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sisitem
perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan
pajak nasional. pembinaan ini dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai
objek, tarif pajak dan retribusi, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah
saling melengkapi.
Retribusi daerah merupakan pembayaran wajib dari penduduk kepada
negara dikarenakan ada jasa tertentu yang di berikan oleh pemerintah kepada
individu secara perorangan. Pungutan dari masyarakat ini akan menjadi sumber
pendapatan bagi daerah tersebut, dan bisa dijadikan sumber utama pendapatan
daerah selain pajak daerah, bagian laba usaha daerah maupun nilai-nilai PAD
yang sah.
Sebagaimana diketahui bahwa retribusi daerah sebagai sumber penerimaan
dalam negri mempunyai potensi untuk dijadikan sumber pendapatan nasional,
mengingat semakin banyak orang pribadi maupun pihak swasta yang
menggunakan jasa yang disediakan pemerintah sekarang ini. Yang perlu
diperhatikan oleh pemerintah bagaimana cara mengoptimalkan pemungutan
retribusi daerah sehingga memberikan hasil yang maksimal.
Demikian juga halnya dengan Kabupaten Bener Meriah yang terbentuk
sejak tahun 2005, dan merupakan Kabupaten termuda di provinsi Aceh maka
Kabupaten Bener Meriah memiliki konsekuensi adanya tuntutan dalam
peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang di harapkan dan di upayakan dapat
menjadi penyangga dalam membiayai kegiatan pembangunan daerahnya.
Peranan pajak daerah dan retribusi daerah dalam membiayai belanja
daerahnya masing-masing belum optimal. Bahkan bisa dikatakan bahwa
kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah dalam menutupi semua belanja
daerah masih sangat kecil. Sehingga bantuan pemerintah pusat dan provinsi masih
sangat diharapkan dalam menutupi sebagian besar pengeluaran pemerintah
daerah. Oleh karena itu Kabupaten Bener Meriah masih harus bekerja keras dalam
menggali dan mengembangkan potensi daerah yang dimiliki, untuk mewujudkan
tujuan dari otonomi daerah, yaitu mampu meningkatkan kemandirian daerah
dalam menjalankan pemerintahannya.
Dari latar belakang tersebut penulis melihat banyak fenomena mengenai
kaitan antara PAD melalui Pajak Dan Retribusi dalam Hubungannya dengan
Belanja Daerah yang dalam hal ini Penulis mengkaitakannya dengan Belanja
Modal atau Belanja Fisik Daerah yang dapat dilihat dari Peningkatan aset-aset
Daerah. Dengan dilatari dari Fenomena ini Menimbulakan banyak
penelitian-penelitian sebelumnya berkaitan dengan hal-hal yang tersebut di atas, Seperti
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sianturi Agave (2010) Dengan Judul
“Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja
Modal Pada Pemerintahan Kabupaten / Kota Di Sumatera Utara”. Dengan Hasil
mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap Belanja Modal, sementara
Retribusi Daerah mempunyai pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan
terhadap Belanja Modal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah
memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap Belanja Modal. Kemudian
secara simultan dapat diambil kesimpulan bahwa pajak daerah dan retribusi
daerah memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap Belanja Modal.
Berdasarkan dari latar belakang dan penelitian terdahulu di atas penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan variable indevenden Pajak dan
Retribusi daerah sementara variable devendennya ialah Belanja Modal. Dengan
Variabel-variabel yang sama dengan penelitian sebelumnya oleh Sianturi Agave
(2010) namun dengan kabupaten dan tahun sample yang berbeda yang nantinya
akan menghasilkan Hasil penelitian yang berbeda pula.
1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Permasalahan
1.2.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis membuat
perumusan masalah sebagai berikut:
a. Apakah pajak daerah berpengaruh signifikan positif terhadap belanja
modal Pemerintah Kabupaten Bener Meriah.
b. Apakah retribusi daerah berpengaruh signifikan positif terhadap
c. Apakah pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama
berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal Pemerintahan
Kabupaten Bener Meriah
.
1.2.2 Batasan Permasalahan
a. Batasan aspek penelitian ini adalah hanya terhadap akutansi keuangan
daerah saja, berkaitan dengan nilai realisasi pajak daerah dan retribusi
daerah dibandingkan dengan belanja modal pembangunan daerah.
b. Batasan waktu penelitian adalah hanya meliputi tahun 2005-2012.
c. Objek penelitian ini adalah Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan
a. Untuk mengetahui apakah pajak daerah berpengaruh signifikan positif
terhadap pembangunan daerah Pemerintahan Kabupaten Bener
Meriah.
b. Untuk mengetahui apakah retribusi daerah berpengaruh signifikan
positif terhadap pembangunan daerah Pemerintah Kabupaten Bener
Meriah.
c. Untuk mengetahui apakah pajak daerah dan retribusi daerah secara
bersama-sama berpengaruh signifikan positif terhadap pembangunan
1.3.2 Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis, penelitian ini menjadi bahan masukan jika dikemudian
hari penulis diminta pendapat yang berkaitan dengan pengaruh pajak
daerah dan retribusi daerah terhadap pembangunan daerah Pemerintah
Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh.
b. Bagi Pemerintah Pusat, hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan inforamsi dalam melakukan penilaian
keberhasilan implementasi otonomi daerah pada Pemerintah
Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh.
c. Bagi Pemerintah Kabupaten Bener Meriah, hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai masukan informasi berupa bukti
empiris tentang pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
pembangunan daerah pada Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah
Provinsi Aceh, dan juga sebagai bahan masukan dalam penyusunan
APBD Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh di
tahun-tahun yang akan datang.
d. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Otonomi Daerah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 yang telah mengalami
perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah bahwa, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
Perundang-undangan. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang telah mengalami perubahan
kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemberian
otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan pada asas
desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang, kecuali kewenangan di
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama. Disamping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang
utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan
diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah, sedangkan yang
dimaksud dengan Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan
pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada
daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan
demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2.2 Pendapatan Asli Daerah
Menurut Halim (2004 : 67) “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah”
Menurut Bastian Indra (2006 : 148) “Pendapatan Asli Daerah (PAD)
adalah Kelompok Pendapatan asli daerah menurut jenis pendapatan terdiri atas:
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
bersumber dari sumber ekonomi asli daerah. Menurut Undang-Undang 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah Bab V,
Sumber Penerimaan Daerah, PAD bersumber dari :
1. pajak daerah,
2. retribusi daerah,
3. bagian laba usaha daerah,
4. lain-lain PAD yang sah.
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri 13/
2006 adalah terdiri dari :
2.2.1 Pajak Daerah
1. Pengertian Pajak Daerah
Menurut Kesit Bambang Prakoso (2003 : 1): Pengertian Pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah, pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (misal: Provinsi, Kabupaten, Kotamadya) yang diatur berdasarkan masing-masing Peraturan Daerah dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah
terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000, yang dimaksud dengan pajak
daerah adalah sebagai berikut: “Pajak daerah ialah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan
perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat
diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang
daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok
Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan
rumah tangga daerah itu sendiri.
Ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti
a. pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada
daerah sebagai pajak daerah.
b. penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang
c. pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan
undang-undang dan/atau peraturan hukum lainnya.
d. hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk
membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan, bahwa pajak
daerah merupakan pajak yang wewenang pemungutannya ada pada
pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas
Pendapatan Daerah.
2. Jenis-Jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak
daerah di Indonesia dibagi menjadi dua jenis, yaitu Pajak Provinsi dan
Pajak Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan
kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak
daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupaten/kota yang
bersangkutan. Dan berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000, ditetapkan
sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak provinsi dan tujuh
Tabel 2.1
Pajak Provinsi dan Kabupaten/Kota
Pajak Provinsi Pajak Kabupaten / Kota
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air.
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Pengambilan Dari Pemanfaatan Air Bawah Tanah Dan Air Permukaan
1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
7. Pajak Parkir
3. Jenis-Jenis Pajak Kabupaten / Kota.
a. Pajak Hotel, adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan
yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau
istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau yang fasilitas lainnya
dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang
menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali
untuk pertokoan dan perkantoran.
b. Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan
dengan pembayaran di restoran, yaitu adalah tempat yang
disediakan untuk menyantap makanan dan minuman dengan
dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi,
warung tempat jual makanan / minuman, tempat berdiscotiq dan
c. Pajak Hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu
semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan,
dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang
ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut
bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.
d. Pajak Reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu
benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susuanan
dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk
memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang,
jasa atau orang, atuapun untuk menarik perhatian umum kepada
suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat,
dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali
yang dilakukan oleh Pemerintah.
e. Pajak Penerangan Jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga
listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut
tersedia penerangan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, adalah pajak atas
kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Pajak Parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan
tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan,
baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun
tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan
bermotor yang memungut bayaran.
4. Pajak Kabupaten / Kota Lainnya
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 memberikan peluang
kepada daerah kabupaten/kota untuk memungut jenis pajak daerah
lain yang dipandang memenuhi syarat, selain ketujuh jenis pajak
kabupaten/kota yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak lainnya
ini harus benar-benar spesifik dan potensial di daerah tersebut. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah
kabupaten/kota dalam mengantisispasi situasi dan kondisi serta
perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang
mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap
memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat
serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Menurut Kurniawan Panca (2004 : 80),
Pemungutan pajak kabupaten/kota lainnya tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah sepanjang memenuhi kriteria di bawah ini
a. Bersifat pajak dan bukan retribusi. Maksudnya adalah pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian yang ditentukan dalam defenisi pajak daerah.
b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
memperhatikan aspek ketentraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak pajak provinsi dan atau objek pajak pusat.
e. Potensinya memadai. Maksudnya adalah bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya, diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.
f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif, maksudnya adalah bahwa pajak tersebut tidakmengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor impor.
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Kriteria aspek keadilan, antara lain objek pajak dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan, dan tarif pajak ditetapkan dengan memerhatikan keadaan wajib pajak. Selanjutnya, kriteria kemampuan masyarakat adalah kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan beban pajak.
h. Menjaga kelestarian lingkungan, maksudnya adalah bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi pemerintah daerah dan masyarakat”.
5. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten/ Kota
a. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Wajib pajaknya
adalah pengusaha hotel.
b. Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Wajib pajaknya
c. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang
menonton dan atau menikmati hiburan . Wajib pajaknya adalah
orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
d. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelengarakan atau memesan reklame . Wajib pajaknya
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame
e. Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan
yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik
bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atua badan
yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik
f. Subjek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah
orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan
C. Wajib pajakknya adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan pengambilan bahan galian gol C.
g. Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan
pembayaran atas tempat parkir Wajib pajaknya adalah orang
pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir
6. Objek Pajak Kabupaten / Kota
Menurut Marihot P. Siahaan (2005 : 55). ”Untuk dapat
mengenakan pajak, satu syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah
adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak.
Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand
Yang menjadi objek pajak dari pajak kabupaten/kota adalah sebagai
berikut:
a. objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan
pembayaran termasuk:
1) fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.
2) pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan
atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan.
3) fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk
tamu hotel, bukan untuk umum, dan
4) jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di
Hotel.
b. objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran
dengan pembayaran.
c. objek pajak hiburan yakni penyelenggara hiburan yang dipungut
bayaran.
d. objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame.
e. objek pajak penerangan jalan yakni penggunaan tenaga listrik di
ilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar
oleh pemerintah daerah.
f. objek pajak pengambilan bahan galian golongan C yakni kegiatan
g. objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan okok usaha maupun
yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang
memungut bayaran.
7. Tarif Pajak Kabupaten/ Kota Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000,
tarif untuk tiap jenis pajak daerah ditetapkan paling tinggi sebesar :
a. Pajak Hotel 10%;
b. Pajak Restoran 10%;
c. Pajak Hiburan 35%;
d. Pajak Reklame 25%;
e. Pajak Penerangan Jalan 10%;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%;
g. Pajak Parkir 20%;
Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal
yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota
dalam melakukan pemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota
di wilayah masing-masing.
2.2.2 Retribusi Daerah
1. Pengertian Retribusi Daerah
Menurut Marihot P. Siahaan (2005 : 5), ”Retribusi Daerah
adalah Pembayaran wajib dari penduduk kepada Negara karena
secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung,
yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa
dari Negara”.
Keunggulan retribusi daerah dibandingkan dengan pajak
daerah adalah pungutan retribusi daerah yang didasari oleh
kontraprestasi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, dimana tidak
ditentukan secara limitative seperti pada pajak daerah. Hal utama
yang membatasai pengenaan retribusi daerah oleh Pemerintah
Daerah terletak pada tersedia atau tidaknya suatu jasa layanan oleh
Pemerintah Daerah.
2. Jenis-Jenis Retribusi Daerah
Sesuai dengan Undang Undang No 34 tahun 2000 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 18 ayat 2, retribusi daerah
digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a). Retribusi Jasa Umum yang merupakan pungutan yang
dikenakan oleh daerah kepada masyarakat atas pelayanan yang
diberikan.Pelayanan yang digolongkan sebagai jasa usaha
tersebut tergolong quasy goods dan pelayanan yang memerlukan
pengendalian dalam konsumsinya dan biaya penyediaan layanan
tersebut cukup besar sehingga layak dibebankan pada
masyarakat. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah sebagai
penduduk dan akte catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman
dan pengabuan mayat, retribusi parkir di tepi jalan umum,
retribusi pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi
pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian
biaya cetak peta dan retribusi pengujian kapal perikanan.
b). Retribusi Jasa Usaha merupakan pungutan yang dikenakan oleh
daerah berkaitan dengan penyediaan layanan yang belum
memadai disediakan oleh swasta dan atau penyewaan
aset/kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan. Jenis-jenis
retribusi jasa usaha adalah: retribusi pemakaian kekayaan daerah,
retribusi pasar grosir dan atau pertokoan, retribusi tempat
pelelangan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir,
retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa, retribusi
penyedotan kakus, retribusi rumah potong hewan, retribusi
pelayanan pelabuhan kapal, retribusi tempat rekreasi dan
olahraga, retribusi penyebrangan diatas air, retribusi pengolahan
limbah cair, retribusi penjualan produksi usaha daerah.
c). Retribusi Perijinan Tertentu yang merupakan pungutan yang
dikenakan sebagai pembayaran atas pemberian ijin untuk
melakukan kegiatan tertentu yang perlu dikendalikan oleh daerah
seperti: retribusi pembentukan penggunaan tanah, retribusi ijin
mendirikan bangunan, retribusi ijin pengambilan hasil hutan
retribusi izin trayek dan retribusi izin tempat penjualan minuman
beralkohol.
3. Retribusi Lain-Lain
Selain jenis-jenis retribusi daerah yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, yaitu retribusi jasa umum,
retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu, kepada daerah
diberikan kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi daerah
lainnya yang dipandang sesuai untuk daerahnya. Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 4 menentukan bahwa dengan
peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi daerah lainnya
sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam mengantisipasi situasi dan kondisi
serta perkembangan perekonomian daerah pada masa yang akan
datang yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat
atas pelayanan pemerintah daerah, tetapi tetap memerhatikan aspirasi
dari masyarakat dan kesederhanaan jenis retribusi daerah serta
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
4. Subjek Retribusi Daerah dan Wajib Retribusi Daerah
a. Subjek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang
bersangkutan. Subjek Retribusi Jasa Umum ini dapat merupakan
Wajib Retribusi Jasa Umum.
b. Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang
bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa
Usaha.
c. Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini
dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu.
5. Objek Retribusi Daerah
Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 Pasal 18 ayat 1
menentukan bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu
yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang
diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi
hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-
ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Adapun objek
retribusi daerah menurut UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah adalah:
a. objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
b. objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.
c. objek retribusi perizinan tertentu yakni kegiatan tertentu yang
dilakukan pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin
kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas
kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
6. Tarif Retribusi Daerah
Menurut Panca Kurniawan (2005 : 177):
Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang terutang. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan pembedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu, misalnya:
i. Pembedaan retribusi tempat rekreasi antara anak dan dewasa, ii. Retribusi parkir antara sepeda motor dan mobil,
iii. Retribusi pasar antara kios dan los, dan
iv. Retribusi sampah antara rumah tangga dan industri.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum
didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya
penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan
aspek keadilan. Dengan ketentuan ini, daerah mempunyai
kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang dicapai
bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu
sesuai dengan jasa pelayanan yang diberikan. Sebagai contoh, tarif
retribusi persampahan untuk golongan masyarakat mampu dapat
ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutupi biaya
pengumpulan, transportasi, dan pembuangan sampah. Sedangkan,
untuk golongan masyarakat yang kurang mampu tarif ditetapkan
lebih rendah. Penetapan tarif retribusi jasa usaha ditetapkan
berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh keuntungan yang
layak, seperti keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang
pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara
efisien dan berorientasi pada harga pasar. Tarif retribusi perizinan
tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutupi sebagian
atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izan yang
bersangkutan. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan
sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh perkiraan biaya
penyediaan jasa yang bersangkutan dapat tertutupi.
2.3 Belanja Daerah
1. Pengertian Belanja Daerah
Sedangkan menurut Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 “Belanja
Daerah adalah “kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.”
2. Klasifikasi Belanja Daerah
Belanja daerah menurut kelompok belanja berdasarkan Permendagri
13/ 2006 terdiri atas :
Belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bentuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.
Menurut Halim (2004 : 18), belanja daerah digolongkan menjadi 4, yakni :
Belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal.
Klasifikasi belanja daerah yang dikemukakan oleh Halim (2004 : 18) sesuai
dengan klasifikasi belanja daerah menurut Kepmendagri 29/ 2002.
2.3.1 Belanja Administrasi Umum
Menurut Halim (2004 : 70): “Belanja administrasi umum adalah
kelompok belanja administrasi umum terdiri atas 4 jenis belanja, yaitu
1) belanja pegawai/ personalia, 2) belanja barang dan jasa, 3) belanja
perjalanan dinas, 4) belanja pemeliharaan.”
1. Belanja Pegawai / Personalia
Menurut Halim (2004 : 70), “jenis belanja pegawai/ personalia
merupakan belanja pemerintah daerah untuk orang/personel yang
tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata
lain merupakan biaya tetap pegawai.”
Jenis belanja pegawai/ personalia untuk belanja aparatur daerah meliputi objek belanja :
1) gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah 2) gaji dan tunjangan pegawai
3) biaya perawatan dan pengobatan
4) biaya pengembangan sumber daya manusia (Halim, 2004 : 70)
Jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi objek belanja :
1) belanja tetap dan tunjangan pimpinan dan anggota dprd 2) gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah 3) gaji dan tunjangan pegawai daerah
4) biaya perawatan dan pengobatan
2. Belanja Barang dan Jasa
Menurut Halim (2004 : 71), “jenis belanja barang dan jasa
merupakan belanja pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan
jasa.”
Jenis belanja barang dan jasa untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas objek belanja berikut :
1) biaya bahan pakai habis kantor 2) biaya jasa kantor
3) biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor 4) biaya sewa kantor
5) biaya makanan dan minuman kantor 6) biaya pakaian dinas
7) biaya bunga utang
8) biaya depresiasi gedung (operasional) 9) biaya depresiasi alat angkutan (operasional) 10) biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga
11) biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional) (Halim, 2004 : 71)
Jenis belanja ini untuk bagian belanja pelayanan publik terdiri atas objek belanja berikut ini :
1) biaya bahan pakai habis kantor 2) biaya jasa kantor
3) biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor 4) biaya sewa kantor
5) biaya makanan dan minuman kantor 6) biaya pakaian dinas
7) biaya bunga utang
10) biaya depresiasi alat angkutan (operasional)
11) biaya depresiasi alat bengkel dan alat ukur (operasional) 12) biaya depresiasi alat pertanian (operasional)
13) biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga
14) biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional) 15) biaya depresiasi alat-alat kedokteran (operasional)
16) biaya depresiasi alat-alat laboratorium (operasional) (Halim, 2004 : 71)
3. Belanja Perjalanan Dinas
Menurut Halim (2004 : 71),
belanja perjalanan dinas merupakan jenis belanja pemerintah daerah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan, objek belanja dari jenis belanja ini untuk bagian belanja aparatur daerah meliputi biaya perjalanan dinas, sedangkan untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi biaya perjalanan dinas, biaya perjalanan pindah, dan biaya pemulangan pegawai yang gugur dan dipensiunkan.
4. Belanja Pemeliharaan
Menurut Halim (2004, 71), “belanja pemeliharaan merupakan
belanja pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah.”
Objek belanja dari jenis belanja pemeliharaan untuk bagian
belanja aparatur daerah terdiri atas :
1) biaya pemeliharaan bangunan gedung
2) biaya pemeliharaan alat-alat angkutan
3) biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga
4) biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi
5) biaya pemeliharaan buku perpustakaan
(Halim, 2004 : 71-72)
Objek Belanja untuk Jenis Belanja Pemeliharaan untuk Bagian Belanja Pelayanan Publik terdiri atas :
1) biaya pemeliharaan jalan dan jembatan 2) biaya pemeliharaan bangunan air (irigasi) 3) biaya pemeliharaan instalasi
4) biaya pemeliharaan jaringan
5) biaya pemeliharaan bangunan gedung 6) biaya pemeliharaan monumen
7) biaya pemeliharaan alat-alat besar 8) biaya pemeliharaan alat-alat angkutan 9) biaya pemeliharaan alat-alat bengkel 10) biaya pemeliharaan alat-alat pertanian
11) biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga 12) biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi 13) biaya pemeliharaan alat-alat kedokteran
14) biaya pemeliharaan alat-alat laboratorium 15) biaya pemeliharaan buku perpustakaan
16) biaya pemeliharaan barang bercorak kesenian, kebudayaan 17) biaya pemeliharaan hewan, ternak, serta tanaman
18) biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan (Halim, 2004 : 72).
2.3.2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan
Menurut Halim (2004 : 72), “belanja operasi dan pemeliharaan
merupakan semua belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan
aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi jenis
Menurut Halim (2004 : 72), jenis belanja pegawai/ personalia
untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi
objek belanja berikut “1) honorarium/ upah, 2) uang lembur, 3)
insentif.”
Jenis belanja barang dan jasa baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja :
1) biaya bahan/ material 2) biaya jasa pihak ketiga 3) biaya cetak dan penggandaan 4) biaya sewa
5) biaya makanan dan minuman 6) biaya bunga utang
7) biaya pakaian kerja. (Halim, 2004 : 72-73)
“Jenis belanja perjalanan dinas dan jenis belanja pemeliharaan memiliki
klasifikasi yang sama dengan klasifikasi jenis belanja ini pada
kelompok belanja administrasi umum, baik untuk bagian belanja
aparatur daerah maupun pelayanan publik.” (Halim, 2004 : 73)
2.3.3 Belanja Modal
Menurut Halim (2004 : 73), “belanja modal merupakan belanja
pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan
akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan
menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada
kelompok belanja administrasi umum.”
1) belanja modal tanah
2) belanja modal jalan dan jembatan 3) belanja modal bangunan air (irigasi) 4) belanja modal instalasi
5) belanja modal jaringan
6) belanja modal bangunan gedung 7) belanja modal monumen
8) belanja modal alat-alat besar 9) belanja modal alat-alat angkutan 10) belanja modal alat-alat bengkel 11) belanja modal alat-alat pertanian
12) belanja modal alat-alat kantor dan rumah tangga 13) belanja modal alat-alat studio dan alat-alat komunikasi 14) belanja modal alat-alat kedokteran
15) belanja modal alat-alat laboratorium 16) belanja modal buku/ perpustakaan
17) belanja modal barang bercorak kesenian, kebudayaan 18) belanja modal hewan, ternak, serta tanaman
19) belanja modal alat-alat persenjataan/ keamanan. (Halim, 2004 : 73)
2.3.4 Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan
Menurut Halim (2004 : 73):
2.3.5 Belanja Tidak Tersangka
Menurut Halim (2004 : 73), “kelompok belanja tidak tersangka
adalah belanja Pemerintah Daerah untuk pelayanan publik dalam rangka
mengatasi bencana alam dan atau bencana sosial. Kelompok belanja ini
terdiri atas jenis belanja tidak tersangka.”
2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Hasil
Pemerintah
Belanja Modal Pada Pemerintahan
1. Belanja Modal
1. secara parsial dapat diambil
karena itu, dapat disimpulkan bahwa Pajak
lebih signifikan terhadap Belanja Modal.
2. secara simultan dapat diambil
kesimpulan bahwa pajak daerah dan retribusi
daerah memiliki
pengaruh yang
signifikan
positif terhadap
Belanja Modal.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah:
1. Pada penelitian ini memiliki dua variabel baru yaitu Pajak daerah dan
Retribusi Daerah yang juga merupakan komponen dari Pendapatan Asli
Daerah. Disini peneliti ingin menguji apakah variabel ini juga
berpengaruh
terhadap Belanja Modal.
2. Sampel Penelitian pada Penelitian ini yakni hanya pada satu Kabupaten
saja. Sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan banyak
sample.
3. Tahun Penelitian pada penelitian ini hanya menggunakan 8 tahun. Yaitu
BELANJA MODAL
(Y) 2.5 Kerangka Konseptual dan Hipotesis
1. Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan
bagaimana hubungan suatu teori dengan factor-faktor yang penting yang
telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Penelitian ini menggunakan
dua variable bebas yaitu pajak daerah dan retribusi daerah, serta satu
variable terikat yaitu Belanja Daerah. Adapun yang menjadi kerangka
konseptual dari penelitian ini adalah:
Gambar 2.1
H1
H3
H2
Gambar 2.1: Kerangka Konseptual PAJAK DAERAH
(X1)
RETRIBUSI DAERAH
2. Hipotesis Penelitian
Menurut Erlina dan Mulyani (2007 : 41) “Hipotesis adalah proporsi
yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris.”
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap
masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan
dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian.
Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan
sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Pajak Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat
pembangunan daerah Melalui Belanja Modal Pemerintahan
kabupaten Bener Meriah Aceh
H2 : Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat
Pembangunan Daerah Melalui Belanja Modal Pemerintahan
kabupaten Bener Meriah Aceh
H3 : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara bersama-sama
berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain asosiatif kausal. Menurut Erlina
(2008:34), “penelitian asosiatif adalah menghubungkan dua variabel atau
lebih”. Menurut Umar (2003:30) “desain kausal berguna untuk mengukur
hubungan – hubungan antar variabel riset atau berguna untuk menganalisis
bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain”. Jadi penelitian
asosiatif kausal adalah penelitian yang menjelaskan hubungan sebab dan
akibat dua variabel atau lebih untuk menganalisis bagaimana suatu variabel
mempengaruhi variabel lainnya.
3.2 Populasi dan Sampel
Menurut Erlina (2008:75) “populasi adalah sekelompok orang,
kejadian, suatu yang mempunyai karakteristik tertentu”. Populasi pada
penelitian ini adalah Laporan realisasi APBD Kabupaten Bener Meriah
selama tahun 2005-2012.
“Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan
karakteristik populasi” (Erlina, 2008:75). Sampel yang digunakan adalah
Laporan Realisasi Belanja Modal dan Laporan Realisasi Pajak Daerah dan
3.3 Defenisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dan defenisinya akan
di jelaskan melalui tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Defenisi Operasional
Jenis Variabel Nama Variabel Defenisi
Independen Pajak Daerah Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan
Daerah dan pembangunan Daerah.
Independen Retribusi Daerah Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.
Dependen Belanja Modal Belanja Modal merupakan belanja
pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum
3.4 Prosedur Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data peneliti melakukan teknik dokumentasi dan
menggunakan data sekunder yakni memperoleh data penelitian dari tempat
penelitian berupa Laporan keuangan pemerintahan yang telah di audit dan dari
website Direktorat jendral Perimbangan Keuangan (DJPK) Departemen
Keuangan berupa Data series keuangan tahun 2005-2012.
3.5 Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji
asumsi klasik dan pengujian hipotesis.
3.5.1 Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam
variabel dependen dengan variabel independen mempunyai distribusi
normal atau tidak. Proses uji normalitas data dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Distribusi data dapat dilihat dengan membandingkan Zhitung dan Ztabel dengan kriteria sebagai
berikut :
1) Jika Zhitung (Kolmogorov Smirnov) < Ztabel (1,96), atau
2) Jika Zhitung (Kolmogorov Smirnov) > Ztabel (1,96), atau
angka signifikan < taraf signifikan (α) 0,05 maka distribusi data dikatakan tidak normal.
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengidentifikasi ada
tidaknya hubungan antar variabel independen dalam model regresi.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel bebasnya. Untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas, dapat
dilakukan dengan cara:
1) Nilai R2 pada estimasi model regresi,
2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen,
3) Menggunakan variance inflation factor dan nilai tolerance.
Multikolinieritas terjadi jika VIF lebih dari 10 dan nilai
tolerance lebih kecil dari 0,10.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
saat ini dengan kesalahan penggangu pada periode sebelumnya.
Autokorelasi sering terjadi pada sampel dengan data time series.
Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji
1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,
2) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada
autokorelasi,
3) Angka D-W di atas +2 berarti autokorelasi negatif.
d. Uji Heterokedasititas
Uji heterokedasititas dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi telah terjadi ketidaksamaan varian dari residual
suatu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Model regresi yang
baik adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual
atau homokedastisitas. Untuk melihat ada tidaknya heterokedasititas
dapat dilakukan dengan melihat grafik Scatterplot. Cara memprediksi pola gambar Scatterplot adalah dengan :
1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di
sekitar angka 0,
2) Titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah
saja,
3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola
bergelombang melebar,
3.5.2 Pengujian Hipotesis
Model penelitian ini menggunakan mdel regresi linier berganda.
Model regresi linier berganda adalah model regresi yang memiliki lebih
dari satu variabel independen. Model regresi linier berganda dikatakan
model yang baik jika model tersebut memiliki asumsi normalitas data
dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik baik multikolinieritas,
autokorelasi dan heterokedastisitas.
Persamaan regresi linier berganda yaitu :
Y = α + β1X1 + β2X2 + ε
Keterangan :
Y = Indeks Pengungkapan,
X1 = Pajak Daerah,
X2 = Retribusi Daerah,
α = Konstanta,
ε = error,
a. Uji Parsial (t-test)
Uji parsial digunakan untuk menguji seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelasan/independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Hipotesis statistik yang diajukan adalah :
H1 : bi ≠ 0 : ada pengaruh
Kriteria yang digunakan dalam menerima atau menolak hipotesis adalah
:
1) H1 diterima apabila thitung > ttabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas
< level of significant sebesar 0,05,
2) H1 ditolak apabila thitung < ttabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas > level of significant sebesar 0,05.
b. Uji Simultan (F-test)
Uji F dilakukan untuk menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model regresi berganda
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :
H1 : b0 = b1 = b2 ≠ 0 : semua variabel independen berpengaruh secara bersama-sama.
Kriteria yang digunakan dalam menerima atau menolak hipotesis
1) H1 diterima apabila Fhitung > Ftabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas
< level of significant sebesar 0,05,
2) H1 diterima apabila Fhitung < Ftabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas
> level of significant sebesar 0,05
3.6 Jadwal dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Kekayaan
Daerah Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh, dengan perencanaan jadwal
penelitian dimulai pada bulan April sampai selesai.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian
Kabupaten Bener Meriah dengan Ibukotanya Simpang Tiga Redelong
terletak antara 40 33’50” - 40 54’50” Lintang Utara dan 960 40’75” – 970 17’50”
Bujur Timur dengan tinggi rata-rata di atas permukaan laut 100 - 2.500 meter.
Kabupaten yang memiliki luas 1.919,69 km2 terdiri dari 10 kecamatan, dan 233
Kampung dengan kecamatan paling luas yaitu Kecamatan Syiah Utama yang
luasnya hampir setengah dari luas Kabupaten Bener Meriah.
Letak Geografis
Nama Daerah : Kabupaten Bener Meriah
Letak : 4O 33’50” – 4 O 54’50” LU
96O 40’75” – 97O 17’50” BT
Luas Daerah : 1 919,69 KM2
Tinggi Rata-rata : 100-2500 M diatas Permukaan Laut
Batas-batas Daerah
Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Utara Dan Bireuen
Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Tengah
Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Timur
Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Tengah
Banyaknya Kecamatan : 10