• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan dengan Metode Analisis Faktor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan dengan Metode Analisis Faktor"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

(2)

28 0 0 0 0 0 0 0 0

29 4 0 2 16 0 4 0 8

30 2 0 5 4 0 25 0 10

31 0 0 0 0 0 0 0 0

32 4 0 1 16 0 1 0 4

33 0 0 0 0 0 0 0 0

34 3 0 3 9 0 9 0 9

35 2 0 2 4 0 4 0 4

36 6 0 1 36 0 1 0 6

37 0 0 1 0 0 1 0 0

38 2 0 2 4 0 4 0 4

39 1 0 0 1 0 0 0 0

40 0 0 0 0 0 0 0 0

41 0 0 0 0 0 0 0 0

42 0 0 2 0 0 4 0 0

43 0 0 0 0 0 0 0 0

44 1 0 0 1 0 0 0 0

45 0 0 1 0 0 1 0 0

(3)

Korelasi Antara Variabel X1 dengan X2

=

=

=

=

= 0,241

Korelasi Antara Variabel X1 dengan X4

=

=

=

(4)

Lampiran 2

PERHITUNGAN KMO DAN MSA

Untuk menghitung KMO dan MSA maka diperlukan matriks korelasi sederhana dan matriks korelasi parsial yang semua entrinya telah dikuadratkan. Berikut ini akan disajikan matriks korelasi sederhana dan matriks korelasi parsial yang semua entrinya telah dikuadratkan.

MATRIKS KORELASI SEDERHANA

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9

X1 1,000 0,241 -0,120 0,254 0,034 0,043 0,008 0,108 0,099

X2 0,241 1,000 -0,124 -0,176 0,100 0,291 -0,043 0,333 0,197

X3 -0,120 -0,124 1,000 0,422 -0,092 0,055 0,245 0,089 0,537

X4 0,254 -0,176 0,422 1,000 -0,215 -0,071 0,059 0,048 0,238

Σ = X5 0,034 0,100 -0,092 -0,215 1,000 0,256 0,028 -0,089 0,040

X6 0,043 0,291 0,055 -0,071 0,256 1,000 0,134 0,014 0,195

X7 0,008 -0,043 0,245 0,059 0,028 0,134 1,000 0,039 0,615

X8 0,108 0,333 0,089 0,048 -0,089 0,014 0,039 1,000 0,241

(5)

Lanjutan Lampiran 2 Matriks Korelasi Parsial

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9

X1 -0,224 0,270 -0,382 -0,076 0,024 0,003 -0,011 -0,088

X2 -0,224 0,167 0,227 0,023 -0,269 0,245 -0,283 -0,291

X3 0,270 0,167 -0,347 0,042 -0,054 0,155 -0,008 -0,497

X4 -0,382 0,227 -0,347 0,195 0,007 0,107 -0,015 -0,089

A = (aij) = X5 -0,076 0,023 0,042 0,195 -0,224 0,046 0,104 -0,089

X6 0,024 -0,269 -0,054 0,007 -0,224 -0,076 0,089 -0,040

X7 0,003 0,245 0,155 0,107 0,046 -0,076 0,069 -0,627

X8 -0,011 -0,283 -0,008 -0,015 0,104 0,089 0,069 -0,160

X9 -0,088 -0,291 -0,497 -0,089 -0,089 -0,040 -0,627 -0,160

Kuadrat Matriks Korelasi Sederhana

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Jumlah

X1 0,0581 0,0144 0,0645 0,0012 0,0019 0,0001 0,0117 0,0098 0.1615

X2 0,0581 0,0154 0,0301 0,0100 0,0847 0,0019 0,1109 0,0388 0.3507

X3 0,0144 0,0154 0,1781 0.0085 0.0030 0.0600 0.0079 0.2884 0.5757

X4 0,0645 0,0301 0,1781 0.0462 0.0050 0.0035 0.0023 0.0566 0.3873

Σ = ( ) = X5 0,0012 0,0100 0.0085 0.0462 0.0655 0.0008 0.0080 0.0016 0.1417

X6 0,0019 0,0847 0.0030 0.0050 0.0655 0.0180 0.0002 0.0380 0.2163

X7 0,0001 0,0019 0.0600 0.0035 0.0008 0.0180 0.0015 0.3782 0.4639

X8 0,0117 0,1109 0.0079 0.0023 0.0080 0.0002 0.0015 0.0581 0.2005

X9 0,0098 0,0388 0.2884 0.0566 0.0016 0.0380 0.3782 0.0581 0.8696

(6)

Lanjutan Lampiran 2

Kuadrat Matriks Korelasi Parsial

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Jumlah

X1 0.0502 0.0729 0.1459 0.0058 0.0006 0 0.0001 0.0077 0.2832

X2 0.0502 0.0000 0.0279 0.0515 0.0005 0.0724 0.06 0.0801 0.0847 0.4273

X3 0.0729 0.0279 0.0000 0.1204 0.0018 0.0029 0.024 0.0001 0.247 0.497

X4 0.1459 0.0515 0.1204 0.0000 0.038 0.0001 0.0115 0.0002 0.0079 0.3755

D = ( ) = X5 0.0058 0.0005 0.0018 0.038 0.0000 0.0502 0.0021 0.0108 0.0079 0.1171

X6 0.0006 0.0724 0.0029 0.0001 0.0502 0.0000 0.0058 0.0079 0.0016 0.1415

X7 0 0.06 0.024 0.0115 0.0021 0.0058 0.0000 0.0048 0.3931 0.5013

X8 0.0001 0.0801 0.0001 0.0002 0.0108 0.0079 0.0048 0.0000 0.0256 0.1296

X9 0.0077 0.0847 0.247 0.0079 0.0079 0.0016 0.3931 0.0256 0.0000 0.7755

(7)

Lanjutan Lampiran 2

1) KMO=

= 0,509

2) MSA =

= = 0,364

= = 0,451

= = 0,537

= = 0,508

= = 0,548

= = 0,605

= = 0,481

= = 0,608

(8)

Lampiran 3

NILAI KOMUNALITAS

Variabel

X1 -0,125 0,170 0,218 0,854 0,015625 0,0289 0,047524 0,729316 0,821365

X2 -0,081 0,327 0,785 0,108 0,006561 0,106929 0,616225 0,011664 0,741379

X3 0,773 -0,203 -0,106 0,092 0,597529 0,041209 0,011236 0,008464 0,658438

X4 0,384 -0,349 -0,200 0,688 0,147456 0,121801 0,04 0,473344 0,782601

X5 -0,046 0,765 -0,119 -0,034 0,002116 0,585225 0,014161 0,001156 0,602658

X6 0,193 0,684 0,164 0,035 0,037249 0,467856 0,026896 0,001225 0,533226

X7 0,727 0,212 0,005 -0,103 0,528529 0,044944 0,000025 0,010609 0,584107

X8 0,159 -0,248 0,805 0,005 0,025281 0,061504 0,648025 0,000025 0,734835

(9)

Lampiran 4

OUTPUT SPSS

Tabel Korelasi Matriks

(10)

Tabel Anti Image Matrices

Tabel Eigenvalue, Nilai Varians Kumulatif

(11)

Tabel Faktor Loading Sebelum Dirotasi

Tabel Faktor Loading Setelah Dirotasi

(12)
(13)

DAFTAR PUSTAKA

Algifari. 2000. Analisis Regresi Teori, Kasus, dan Solusi. Yogyakarta: BFFE Yogyakarta.

Anggraningrum R. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan tol jagorawi tahun 2001. Skripsi. Fakultas kesehatan masyarakat. Universitas Indonesia.

Badan Pusat Statistik. 2015. Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. BPS Prov. Sumut.

Direktorat jendral Perhubungan Darat. 2005. Master plan transportasi darat. Jakarta : departemen perhubungan.

Ditjen Perhubungan Darat. 2008. Jumlah kendaraan bermotor dibandingkan jumlah kecelakaan kendaraan bermotor berdasarkan jenis kendaraan 2002-2007. Jakarta diakses melalui www.dephub.go.id

Djaja, S. dkk 2016. Gambaran kecelakaan lalu lintas di Indonesia tahun 2010-2014. Jurnal ekologi kesehatan. 15(1) : 30-42

Jonathan Sarwono. Statistik Itu Mudah. Penerbit Andi.

Kartika. M. 2009. Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor di Wilayah Depok Tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta. Diakses melalui www.digilib.ui.ac.id

Manurung, J.R.H. 2012. Hubungan Faktor-Faktor Penyebab dan Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor di Kota Medan Tahun 2008-2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan

Santoso, Singgih. 2010. Menggunakan SPSS Untuk Statistik Multivariat.Jakarta: PT. Alex Media Komputindo.

(14)

Simarmata,Y.W. 2008. Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor Tahun 2007 di Wilayah Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Jakarta. Diakses melalui www.digilib.ui.ac.id

Sinaga,M.K. 2012. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soerjono Soekanto,1984, Inventarisasi dan Analisa terhadap Perundang-undangan Lalu Lintas, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, CV. Rajawali, Jakarta, hlm. 21

Supranto, J. 2004. Analisis Multivariate Arti dan Interprestasi. Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung : PT. Tarsito.

Syafrizal Helmi Situmorang. dkk. Analisis Data Penelitian. USU press

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009. tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(15)

BAB 3

PEMBAHASAN DAN HASIL

3.1Prosedur Penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari Kantor Kepolisian Resor Kota Medan dalam data publikasi

“Catatan Kecelakaan Lalu Lintas tahun 2012-2015. Waktu pelaksanaan pengambilan dan pengumpulan data selama 1 bulan dimulai dari Maret 2016 sampai dengan April 2016. Adapun variabel-variabel yang dianalisis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

( ) = Hujan

( ) = Pohon Tumbang

( ) = Tikungan Tajam

( ) = Lobang

( ) = Rem Tdak Berfungsi

( ) = Ban Kurang Baik

( ) = Batas Kecepatan

( ) = Mengantuk

(16)

Adapun data yang akan dianalisis adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Data Jumlah Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas Kota Medan Berdasarkan Jenis Faktornya Tahun 2012-2015.

Tahun

Kecepatan Mengantuk Tidak Tertib

Januari 2 0 3 2 1 0 62 2 123

Kecepatan Mengantuk Tidak Tertib

Januari 0 0 1 0 0 0 16 0 45

Februari 1 0 1 0 3 0 27 0 49

(17)

April 0 0 0 0 1 0 17 1 44

Kecepatan Mengantuk Tidak Tertib

(18)

Desember 6 0 1 1 0 0 24 0 77

Jumlah 23 0 22 20 9 1 395 3 924

Tahun

2015 Hujan Pohon Tumbang Tikungan Tajam Lobang

Rem Tidak Berfungsi

Ban Kurang Baik

Batas

Kecepatan Mengantuk Tidak Tertib

Januari 0 0 1 1 2 0 37 0 89

Februari 2 0 4 2 0 0 53 0 70

Maret 1 0 2 0 1 0 33 2 75

April 0 0 1 0 1 0 49 0 80

Mei 0 0 3 0 2 0 41 0 99

Juni 0 0 1 2 0 0 35 0 81

Juli 0 0 2 0 0 0 53 0 90

Agustus 1 0 1 0 3 0 46 0 95

September 0 0 3 1 0 0 44 3 85

Oktober 2 0 1 0 1 0 46 0 112

November 3 0 2 1 1 0 32 0 105

Desember 1 0 3 0 1 0 29 0 110

Jumlah 10 0 24 7 12 0 498 5 1091

(19)

3.2Perhitungan Analisis Faktor

Proses untuk mendapatkan model umum dari analisis faktor melalui beberapa tahapan. Dalam penelitian ini menggunakan SPSS 18.0 sebagai alat bantu untuk mempermudah proses perhitungan. Setelah data diolah menggunakan SPSS 18.0 maka akan dilakukan analisis tahap demi tahap dari proses analisis faktor.

3.2.1 Membentuk Matriks Korelasi

Matriks korelasi merupakan matriks yang memuat koefisien-koefisien dari semua pasangan variabel penelitian.Matriks ini digunakan untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variabel, nilai kedekatan ini dapat digunakan untuk melakukan beberapa pengujian untuk melihat kesesuaian dengan nilai korelasi yang diperoleh dari analisis faktor. Adapun korelasi variabel kecelakaan lalu lintas dapat dilihat pada Lampiran 1. Dengan menggunakan rumus 2.7 maka diperoleh hasil perhitungan korelasi sebagai berikut:

Korelasi antara Variabel X1 dengan Variabel X2

N = 45 = 331

= 85 = 7.225

= 3 = 3

= 11 = 9

(2.7)

=

(20)

=

=

=

= 0,241

Korelasi antara Variabel X1 dengan Variabel X4

N = 45 = 331

= 85 = 7.225

= 50 = 118

= 121 = 2.500

=

=

=

= 0,254

Maka diperoleh korelasi antara variabel X1 dengan variabel X2 sebesar 0,241 dan korelasi antara variabel X1 dengan variabel X4 sebesar 0,254.

Dengan bantuan program SPSS 18.0 maka diperoleh korelasi antar variabel sebagai berikut:

Tabel 3.2 Matriks Korelasi

(21)

X1 1 0,241 -0,120 0,254 0,034 0,043 0,008 0,108 0,099

Dari Tabel 3.2 menunjukkan korelasi yang cukup kuat antara variabel dengan variabel sehingga diharapkan nantinya bahwa variabel-variabel ini akan berkorelasi dengan faktor yang sama. Perhitungan nilai korelasi masing-masing variabel dapat diperoleh dengan menggunakan rumus korelasi.

Dalam tahap lain, hal yang perlu dilakukan agar analisis faktor dapat dilaksanakan yaitu dengan melihat nilai uji Bartlett’s test of sphericitydan uji

Kaiser Meyer Olkin (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan sampling dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan. Dengan fungsinya tersebut, uji KMO dapat menentukan layak atau tidaknya analisis faktor terhadap suatu data.Sedangkan Batrlett’s test of sphericity dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Kriteria kesesusaian dalam pemakaian analisis faktor adalah:

a. Jika harga KMO sebesar 0,9 berarti sangat sangat memuaskan, b. Jika harga KMO sebesar 0,8 berarti memuaskan,

c. Jika harga KMO sebesar 0,7 berarti harga menengah, d. Jika harga KMO sebesar 0,6 berarti cukup,

(22)

Kelengkapan matriks dapat dilihat pada Lampiran 2. Dengan menggunakan rumus 2.5 maka diperoleh hasil perhitungan KMO sebagai berikut:

KMO=

= 0,509

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai KMO lebih besar dari 0,5 yaitu sebesar 0,509 sehingga dapat disimpulkan data layak untuk dianalisis.

Untuk menguji apakah matriks korelasi sederhana bukan merupakan suatu matriks identitas, maka digunakan uji Bartlett’s test dengan pendekatan statistik chi square. Dengan menggunakan rumus 2.3 maka diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:

1. Menentukan Hipotesis

: Matriks korelasi sederhana merupakan matriks identitas

: Matriks korelasi sederhana bukan merupakan matriks identitas

2. Statistik Uji

3. Taraf nyata α dan nilai dari tabel diperoleh:

α = 5% = 0,05

dengan df

= 50,998

(23)

77,634

Dari hasil perhitungan diperoleh sehingga H0 ditolak.Dengan demikian, dapat disimpulkan matriks korelasi sederhana bukan merupakan matriks identitas.

Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan sampling (sampling adequacy) sedangkan Bartlett’s test of sphericity dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Dengan menggunakan SPSS 18.0 diperoleh hasil KMO dan Bartlett’s test sebagai berikut:

Tabel 3.3 Pengujian KMO dan Bartlett’stest Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. 0,509

Bartlett's Test of Sphericity

Approx. Chi-Square 77,634

Df 36

Sig. 0,000

(24)

Menurut Santoso (2005) Angka MSA (Measure of Sampling Adequency) berkisar antara 0 sampai 1 dengan kriteria sebagai berikut:

MSA = 1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain.

MSA ≥ 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut. MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut.

Hipotesis untuk uji di atas adalah:

: Sampel belum memadai untuk dianalisis lebih lanjut : Sampel sudah memadai untuk dianalisis lebih lanjut

Kriteria untuk melihat probabilitas (tingkat signifikansi) adalah sebagai berikut:

Angka Sig ≥ 0,05, maka diterima Angka Sig < 0,05, maka ditolak

Dari Tabel 3.3 menunjukkan besaran nilai Bartlett's Test of Sphericity

adalah 77,634 pada signifikan 0,000 yang berarti pada penelitian ini ada korelasi yang sangat signifikan antar variabel. Hal ini mengidentifikasikan bahwa matriks korelasi antar variabel tidak sama dengan matriks identitas atau dengan kata lain ada korelasi antar variabel. Hasil perhitungan KMO sebesar 0,509 sehingga kecukupan sampel sudah memadai, maka variabel dan sampel sudah layak untuk dianalisis lebih lanjut.

Tabel 3.4 berikut yaitu nilai matriks anti image correlation khususnya nilai pada angka koefisien korelasi yang berada pada off diagonal (nilai yang ditebalkan). Apabila nilai matriks anti image correlation lebih kecil dari 0,5 maka variabel tersebut harus dikeluarkan atau dieliminasi dari analisis faktor.

Tabel 3.4Anti Image Matrices

Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9

X1 -0,224 0,270 -0,382 -0,076 0,024 0,003 -0,011 -0,088

(25)

X3 0,270 0,167 -0,347 0,042 -0,054 0,155 -0,008 -0,497

aMeasure of Sampling Adequacy (MSA)

Dari Tabel 3.4 menunjukkan ada 6 variabel yang memenuhi kriteria angka MSA lebih besar dari 0,5 yang berarti ada 3 variabel yang tereduksi dan 6 variabel masih bisa diprediksi untuk dianalisa lebih lanjut. Perhitungan nilai MSA secara manual dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.2.2 Ekstraksi Faktor

Pada tahap ini akan dilakukan proses inti dari analisis faktor, yaitu melakukan ekstraksi terhadap sekumpulan variabel yang ada pada KMO > 0,5 sehingga terbentuk satu atau lebih variabel.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Principal Componen Analysis (Analisis Komponen Utama) karena tujuan dari analisis komponen faktor adalah mereduksi. Secara sederhana, sebuah variabel akan mengelompok ke suatu faktor yang terdiri atas variabel-variabel lain jika variabel tersebut berkorelasi dengan sejumlah variabel lain yang masuk ke dalam kelompok faktor tertentu. Ketika sebuah variabel berkorelasi dengan variabel lain, variabel tersebut berbagi varian dengan variabel tersebut, dengan jumlah varian yang dibagikan adalah besar korelasi pangkat 2 ( ). Sebagai contoh jika variabel 1 dengan variabel 2 mempunyai korelasi sebesar 0,4 maka variabel 1 membagi 16% atau ( ) dari variannya dengan variabel 2.

Tabel 3.5 Komunalitas

No Variabel Initial Extraction

1 ( ) = Hujan 1,000 0,821

(26)

3 ( ) = Tikungan Tajam 1,000 0,659

Menurut Santoso (2002), komunalitas adalah besarnya varian yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Semakin besar nilai komunalitas, semakin erat pula hubungan variabel yang bersangkutan dengan faktor yang terbentuk.Untuk variabel hujan, nilai komunalitasnya adalah 0,821. Hal ini berarti sekitar 82,1% varian dari variabel tersebut bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Untuk variable tidak tertib, nilai komunalitasnya adalah 0,834. Hal ini berarti sekitar 83,4% varian dari variabel tersebut bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Demikian seterusnya untuk variabel lainnya, dengan ketentuan bahwa semakin besar komunalitas sebuah variabel, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk.Nilai komunalitas diperoleh dari jumlah kuadrat masing-masing factor loading sebuah variabel.

Dari Tabel 3.5 menunjukkan bahwa 9 variabel diuji memenuhi persyaratan komunalitas, yaitu lebih besar dari 0,5. Tahap selanjutnya adalah melihat nilai eigenvalue.Perhitungan nilai komunalitas dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 3.6 Nilai Eigenvalue untuk Setiap Faktor

Faktor/Komponen Initial Eigenvalues

Total % of Variance Cumulative %

(27)

2 1,698 18,872 43,377

Dari Tabel 3.6 menunjukkan bahwa terdapat 9 variabel yang akan di masukkan ke dalam analisis faktor. Dengan masing-masing variabel mempunyai varian 1, maka total varian adalah 9 × 1 = 9. Jika dalam 9 variabel tersebut dapat diringkas menjadi 1 faktor, maka varian yang dapat dijelaskan oleh 1 faktor tersebut adalah

: 100% = 24,5%. Jika 9 variabel dapat di ekstrak menjadi 4 faktor, maka

varian yang dapat dijelaskan oleh 4 faktor tersebut adalah sebagai berikut: Varian faktor pertama adalah 24,5 %

Varian faktor kedua adalah 100% = 18,866 %

Varian faktor ketiga adalah 100% = 14,9 %

Varian faktor keempat adalah 100% = 11,644 %

Total keempat faktor yang dapat menjelaskan adalah:

24,5+18,866+14,9+11,644 = 69,91% atau 69,91 dari variabelitas 9 variabel asli tersebut, sehingga dari Tabel 3.6 di atas terlihat 4 faktor yang akan terbentuk.

3.2.3 Penentuan Jumlah Faktor

(28)

atau yang dapat memberikan sumbangan terhadap varian seluruh variabel. Beberapa prosedur yang dapat digunakan dalam menentukan banyaknya faktor antara lain adalah sebagai berikut:

a. Penentuan berdasarkan nilai eigenvalue

Dalam pendekatan ini hanya faktor dengan nilai eigenvalue lebih dari satu dipertahankan, faktor lainnya yang eigenvaluenya satu atau kurang dari satu tidak lagi dimasukkan di dalam model.Seluruh eigenvalue menunjukkan besarnya sumbangan dari faktor terhadap varian seluruh variabel asli.

Tabel 3.7 Sumbangan Masing-masing Faktor terhadap Varian Seluruh Variabel Asli adalah 2,205; 1,698; 1,341; dan 1,048.

b. Penentuan berdasarkan Scree Plot

Setelah diketahui bahwa 4 faktor tersebut adalah jumlah yang paling optimal, maka Tabel 3.6 di atas menunjukkan distribusi dari 9 variabel tersebut pada 4 faktor yang ada. Untuk itu selanjutnya dilihat dari tabel total varians explained diatas, maka nilai initial eigenvalues dapat dilhat melalui grafik

(29)

Gambar 3.1 Scree Plot

Dilihat pada Gambar 3.1 menjelaskan grafik dari faktor satu ke dua yang ditunjukkan oleh garis dari sumbu component number yaitu angka 1 ke 2 menunjukkan arah garis menurun dengan tidak terlalu tajam kebawah. Kemudian dari angka 2 ke 3 garis tersebut masih menurun sama seperti garis sebelumnya, sampai pada angka 3 ke 4 garis batas dari eigenvalues pada sumbu Y masih tidak melewati namun sudah pada slope yang lebih kecil. Pada saat perpindahan dari angka 4 ke angka 5, faktor tersebut sudah dibawah angka 1 dari sumbu Y. Scree

dimulai pada faktor ke 5 dan terlihat gerakan kurva semakin melemah, kemudian merata dan tidak terjadi keretakan lagi, sehingga dari semua nilai initial eigenvalues tersebut, maka dari faktor yang sudah dibentuk menunjukkan bahwa 4 faktor adalah paling baik untuk meringkas dari 9 variabel tersebut.

c. Penentuan berdasarkan nilai persentase varian

(30)

sebesar 69,917%, artinya ekstraksi faktor sudah dapat dihentikan sebanyak 4 faktor.

3.2.4 Rotasi Faktor

Bagian terpenting dari analisis faktor adalah matrix factor atau disebut juga komponen matriks. Untuk mengetahui variabel mana yang dapat dimasukkan ke dalam faktor 1, 2, 3 atau 4 maka dilakukan uji kelayakan dengan menggunakan komponen matriks. Matrix factor berisi koefisien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan dalam faktor. Koefisien ini merupakan factor loading yang mewakili koefisien antara faktor dengan variabel.

Matrix factor atau komponen matriks awal dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8 Matrix factor(a) (Sebelum Rotasi)

Variabel

Pada rotasi faktor, matriks faktor ditransformasikan ke dalam matriks yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dalam mengimplementasikannya. Dalam analisis ini rotasi faktor dilakukan dengan metode varimax rotation, yaitu rotasi

(31)

tinggi pada sebuah faktor, sehingga lebih mudah menginterpretasikannya. Rotasi

orthogonal menghasilkan faktor-faktor yang tidak berkorelasi. Matrix factor yang dirotasi membentuk dasar untuk menginterpretasikan faktor atau komponen yaitu berapa banyaknya faktor yang harus diekstraksi dari variabel asli.

Tabel 3.9 RotatedComponentMatrix (a) (Sesudah Rotasi)

Variabel 3.9 merupakan hasil rotasi yang memperlihatkan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata. Untuk melihat variabel mana yang akan dimasukkan kedalam faktor 1, 2, 3 dan 4 dengan melihat nilai factor loading tertinggi pada tiap baris faktor. Variabel hujan (X1) masuk ke faktor 4 karena memiliki nilai factor loading tertinggi (0,854). Variabel rem tidak berfungsi (X5) masuk ke dalam faktor 2 karena memiliki nilai factor loading tertinggi (0,765). Variabel mengantuk (X8) masuk ke dalam faktor 3 karena memiliki nilai factor loading tertinggi (0,805). Variable tidak tertib (X9) masuk ke dalam faktor 1 karena memiliki nilai factor

(32)

Tabel 3.10 Korelasi antara Variabel Sebelum dan Setelah Dirotasi

Variabel

Korelasi antara

variabel Faktor Faktor akhir

variabel

Interpretasi hasil dilakukan dengan melihat factor loading. Factor loading adalah angka yang menunjukkan besarnya korelasi antara suatu variabel dengan faktor satu, dua, tiga dan empat yang terbentuk. Berdasarkan interpretasi dari matriks faktor diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 3.11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas

No Faktor Variabel Eigenvalue Factor

(33)

X6

Dengan demikian dari 9 variabel telah direduksi menjadi empat faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota Medan, yaitu:

1. Faktor 1 (F1) terdiri atas variabel (tidak tertib), (batas kecepatan), (tikungan tajam). Faktor ini diberi nama faktor penyebab pengemudi.

2. Faktor 2 (F2) terdiri atas variabel (rem tidak berfungi), X6 (ban kurang

baik) Faktor ini diberi nama faktor penyebab kendaraan.

3. Faktor 3 (F3) terdiri atas variabel (pohon tumbang) dan variabel (mengantuk). Faktor ini diberi nama faktor penyebab lingkungan.

4. Faktor 4 (F4) terdiri atas variabel (hujan) dan variable X4 (lobang). Faktor

ini diberi nama faktor penyebab jalan.

Interpretasi hasil berdasarkan nilai eigenvalue dari setiap faktor dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor dominan pertama yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota medan adalah faktor penyebab pengemudi (24,505%). Faktor ini terdiri atas variabel (tidak tertib) dengan factor loading 0,857,

(tikungan tajam) dengan factor loading 0,773, (batas kecepatan)

dengan factor loading 0,727. Dapat dilihat variabel yang memiliki factor loading terbesar yaitu variabel (tidak tertib) dengan factor loading

0,857 berpengaruh paling kuat terhadap jumlah tingkat kecelakaan lalu lintas di kota medan.

b. Faktor dominan kedua yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota medan adalah faktor penyebab kendaraan (18,872%). Faktor ini terdiri dari variabel (rem tidak berfungsi) dengan factor loading

(34)

bahwa pada faktor kecelakaan penyebab kendaraan yang memiliki factor loading tertinggi terjadi pada variable ban kurang baik.

c. Faktor dominan ketiga adalah faktor penyebab lingkungan (14,900%). Faktor ini terdiri dari variabel (pohon tumbang) dengan factor loading

-0,081 dan variabel (mengantuk) dengan factor loading 0,159. Dari

kedua variabel tersebut yang mempunyai pengaruh terbesar pada tingkat kecelakaan di kota medan adalah variabel (mengantuk) karena

memiliki factor loading terbesar.

d. Faktor dominan keempat adalah faktor penyebab jalan (11,640%). Faktor ini terdiri dari variabel (lobang) dengan factor loading 0,384 dan

variable X1 (hujan) dengan factor loading -0,125. Maka faktor penyebab jalan dengan variable terbesar pada lobang.

3.2.6 Menetukan Ketepatan Model (Model Fit)

Menentukan ketepatan model (model fit) merupakan proses akhir dari analisis faktor. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar selisih (residual) antara korelasi yang diamati dengan korelasi yang diproduksi berdasarkan hasil estimasi matriks faktor. Jika banyak selisih (residual) yang nilainya lebih besar dari 0,05 (>0,05) artinya model faktor tidak tepat dan perlu dipertimbangkan kembali. Sebaliknya jika banyak selisih (residual) yang nilainya lebih kecil dari 0,05 (<0,05) berarti model sudah tepat. Berikut merupakan hasil uji ketepatan model (model fit) dengan menggunakan program SPSS for windows 18.0.

Tabel 3.12 Selisih (Residual) antar Matriks Korelasi Sebelum Analisis Faktor dengan Matriks Korelasi Setelah dilakukan Analisis Faktor

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9

X1

X2 -0,088

(35)

X4 -0,182 0,051 -0,030

X5 -0,046 -0,057 0,089 0,069

X6 -0,115 -0,050 0,059 0,102 -0,238

X7 0,150 -0,046 -0,265 -0,075 -0,104 -0,148

X8 -0,010 -0,205 0,001 0,058 0,205 0,021 -0,027

X9 0,037 0,004 -0,078 -0,059 0,002 -0,117 -0,030 -0,068

(36)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Setelah dilakukan analisis faktor terhadap 9 variabel yang diteliti maka terdapat 4 faktor yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota Medan, yaitu:

a. Faktor pertama adalah faktor penyebab pengemudi. Faktor ini merupakan faktor yang paling dominan mempunyai nilai eigenvalue sebesar 2,205 dan mampu menjelaskan keragaman total sebesar 24,505%.

b. Faktor kedua adalah faktor penyebab kendaraan. Faktor ini mempunyai

eigenvalue sebesar 1,698 dan mampu menjelaskan keragaman total sebesar 18,872%.

c. Faktor ketiga adalah faktor penyebab lingkungan. Faktor ini mempunyai

eigenvalue sebesar 1,341 dan mampu menjelaskan keragaman total sebesar 14,900%.

d. Faktor keempat adalah faktor penyebab jalan. Faktor ini mempunyai

eigenvalue sebesar 1,048 dan mampu menjelaskan keragaman total sebesar 11,640%.

Dari keempat faktor yang dianalisis, faktor yang paling dominan yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas adalah faktor penyebab pengemudi dengan jumlah persentase keragaman total sebesar 24,505%. 2. Keempat faktor yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota

(37)

4.2Saran

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang disampaikan sebagai saran, yaitu:

1. Pihak kepolisian meningkatkan kinerjanya dalam meminimkan jumlah angka kecelakaan di kota Medan seperti melakukan sistem lalu lintas yang teratur serta tertib berlalu lintas di jalan raya dan melakukan penjagaan dengan patroli di beberapa tempat yang dianggap rawan kecelakaan. Serta bekerjasama dengan dinas lalu lintas jalan raya dengan memasang marka jalan, rambu-rambu lalu lintas di tempat-tempat yang rawan dengan kecelakaan.

2. Usaha pencegahan terjadinya kecelakaan juga dapat dilakukan secara perorangan atau pengemudi kendaraan bermotor, misalnya berhati-hati dalam berkendaraan jangan sampai menjadi korban kecelakaan, tidak lalai dalam berkendaraan dan memastikan kendaraan yang digunakan sesuai standart keamanan.

(38)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1Geografi, Penduduk dan Transportasi Kota Medan

Kota Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini berada di wilayah dataran rendah timur dari Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian 22,5 meter di bagian utara Belawan sampai 37,5 meter di bagian selatan di atas permukaan laut. Kota ini dialiri oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3,30°- 3,43° LU dan 98,35°- 98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Di sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Di sebelah utara dan selatan berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional (BPS SU,2015)

Dari data BPS Provinsi Sumatera Utara, tercatat 13.766.851 jiwa jumlah penduduk Sumatera Utara, dari jumlah tersebut kota Medan memiliki jumlah penduduk tertinggi yaitu 2.191.140 jiwa dengan luas wilayah total area 265 km2. Kota Medan pada tahun 2014 merupakan kota dengan kepatadan penduduk tertinggi di Sumatera Utara yakni 8.268 jiwa/km2

Dari data Poldasu Direktorat Lalu Lintas Provinsi Sumatera Utara tahun 2004 s.d. 2014 didapatkan peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya, dengan persentasi peningkatan jumlah total adalah 145,3% dari jumlah kendaraan bermotor tahun 2004 (BPS SU, 2015)

2.2Kecelakaan lalu lintas

2.2.1 Pengertian Kecelakaan lalu lintas

(39)

menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Konradus (2006), menyebutkan bahwa jika dilihat dari berat ringannya kecelakaan, kecelakaan lalu-lintas dapat diklasifikasikan atas kecelakaan berat (fatal), sedang (mati dan seorang luka berat), ringan (luka-luka ringan), yang menimbulkan kerugian material seperti kerusakan kendaraan dan atau jalan. Sementara dari sisi korban kecelakaan, kecelakaan lalu-lintas dapat dikategorikan atas kecelakaan yang menyebabkan kematian (fatality killed), luka berat (serious injury), serta luka ringan (lightinjury).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas digolongkan atas:

1. Kecelakaan lalu-lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

2. Kecelakaan lalu-lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

3. Kecelakaan lalu-lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

Menurut Dirjen Perhubungan Darat (2005), kecelakaan lalu-lintas (lakalantas) dikelompokan ke dalam empat kategori dampak yaitu :

1. Kecelakaan fatal adalah kategori korban lakalantas yang meninggal dunia, baik di tempat kejadian perkara, maupun akibat luka parah sebelum 30 hari sejak terjadinya kecelakaan.

2. Kecelakaan dikatakan berakibat luka parah jika korban menderita luka-luka serius dan dirawat di rumah sakit selama lebih dari 30 hari.

(40)

4. Sedangkan PDO (Property Damage Only) adalah jenis kecelakaan yang hanya berakibat pada kerusakan barang hak milik saja, dan kerusakan atau kerugian ini biasanya dinyatakan dalam ukuran moneter.

2.2.2 Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas

Menurut Songer (2001) jumlah kendaraan bermotor yang meningkat dari tahun ke tahun merupakan faktor pendukung meningkatnya jumlah kecelakaan lalu-lintas. Kepadatan lalulintas (volume kendaraan), musim (kemarau/hujan), jenis kendaraan, bermotor, waktu (gelap/terang), perilaku berkendara yang aman (safety riding), kondisi kendaraan merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu-lintas.

Pendapat lainnya menyebutkan kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:

1. Faktor manusia, kecelakaan lalu lintas dapat terjadi karena pengemudi kendaraan yang melanggar rambu-rambu lalu lintas, tidak terampil dalam berkendaraan dan rendahnya tingkat kesadaran pengendara. Tidak sedikit angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena membawa kendaraan dalam keadaan mengantuk, mabuk dan mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya.

2. Faktor kendaraan, yang paling sering terjadi dari faktor kendaraan adalah ban kendaraan yang pecah, rem tidak berfungsi, peralatan tida layak pakai, tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya sehingga menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

3. Faktor jalan, antara lain adalah kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak atau belubang dapat menimbulkan adanya kecelakaan dan dapat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pengguna jalan.

(41)

dapat mengganggu jarak pandang, khususnya di daerah pegunungan (Soekanto, S. 1984)

Sedangkan menurut Dewar (2007) Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi 3 yaitu : faktor manusia, faktor kendaraan, faktor lingkungan dan jalan

1. Manusia sebagai pengendara memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi dalam berkendara, yaitu faktor psikologis dan faktor fisiologis. Keduanya adalah faktor dominan yang mempengaruhi manusia dalam berkendara di jalan raya. faktor psikologis dapat berupa mental, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan faktor fisiologis mencakup penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, kelelahan, dan sistem saraf

2. Faktor kendaraan merupakan faktor yang memiliki pengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Kendaraan yang mengalami perawatan secara berkala dan terus-menerus akan menciptakan rasa aman, nyaman dan selamat bagi pengemudi dan penumpangnya. Kondisi fisik dan mesin bus yang meliputi rem, ban, kaca spion, lampu utama, lampu sign dan sebagainya juga akan mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas. 3. Lingkungan fisik merupakan faktor dari luar yang berpengaruh terhadap

terjadinya kecelakaan lalu lintas, lingkungan fisik yang dimaksud terdiri dari dua unsur, yakni faktor jalan dan faktor lingkungan.

a. Faktor jalan meliputi kondisi jalan yang rusak, berlubang, licin, gelap, tanpa marka/rambu, dan tikungan/tanjakan/ turunan tajam, selain itu lokasi jalan seperti di dalam kota atau di luar kota (pedesaan) dan volume lalu lintas juga berpengaruh terhadap timbulnya kecelakaan lalu lintas.

(42)

Dari data Dirjen Perhubungan Darat - Departemen Perhubungan (2012) diketahui beberapa faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di Indonesia yaitu faktor manusia sebesar 93,52%, faktor kendaraan sebesar 2,76%, faktor jalan 3,23%, dan faktor lingkungan sebesar 0,49%, diuraikan dalam tabel berikut :

Faktor

Penyebab Uraian %

Pengemudi

Lengah, mengantuk, tidak terampil, lelah, mabuk, kecepatan tinggi, tidak menjaga jarak, kesalahan pejalan, gangguan binatang

93,52

Kendaraan Ban pecah, kerusakan sistem rem, kerusakan sistem

kemudi, as/kopel lepas, sistem lampu tidak berfungsi 2,76

Jalan

Persimpangan, jalan sempit, akses yang tidak dikontrol/dikendalikan, marka jalan kurang/tidak jelas, tidak ada rambu batas kecepatan, permukaan jalan licin

3,23

Lingkungan

Lalu-lintas campuran antara kendaraan cepat dengan kendaraan lambat, interaksi antara kendaraan dengan pejalan, pengawasan dan penegakan hokum belum efektif, pelayanan gawat darurat yang kurang cepat, cuaca seperti gelap, hujan, kabut, asap

0,49

Sumber : Direktorat Jendral Perhubungan Darat – Departemen Perhubungan 2012 Tabel 2.1 Faktor-Faktor penyebab Kecelakaan lalu-lintas jalan

2.3Variabel-variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu lintas

2.3.1 ( ) Faktor Hujan

(43)

lain. (Friedstrom dalam Jaroszweski, David 2014). Kondisi jalanan yang menjadi basah dan licin pada saat juga merupakan faktor terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Hal lain yang dapat memicu kecelakaan lalu-lintas saat hujan adalah jika pengemudi tidak mengemudi dengan hati-hati (Sugiarto,2009)

2.3.2 ( ) Faktor Pohon Tumbang

Pada kecelakaan lalu lintas akibat pohon tumbang, faktor cuaca juga berperan, umumnya pohon tumbang didahului oleh hujan deras dan angin kencang. Kemudian pohon tersebut secara tiba-tiba menimpa kendaraan yang sedang melintas. Menurut Polres Bantul, meskipun kelalaian dan pelanggaran rambu lalu-lintas mendominasi faktor penyebab kecelakaan, faktor alam seperti hujan dan pohon tumbang juga dapat dinilai sebagai penyebab terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Di Bantul sendiri dilaporkan dalam kurun waktu 5 bulan, terdapat sedikitnya 2 korban tewas pada kecelakaan lalu-lintas akibat pohon tumbang (Humas Polres Bantul, 2015)

2.3.3 ( ) Faktor Tikungan Tajam

Tikungan tajam adalah jalan yang memiliki sudut kemiringan belokan kurang dari atau lebih dari 180 derajat, untuk melewati kondisi jalan seperti ini dibutuhkan keterampilan dan teknik khusus berkendara agar tidak hilang kendali dan menyebabkan kecelakaan laul-lintas, pada jalanan seperti ini sebaiknya pengemudi menurunkan kecepatan kendaraan (Kartika 2009)

Jalan menikung mempengaruhi jarak pandang pengemudi menjadi lebih terbatas, sehingga apabila terjadi kondisi yang tak terkendali, pengemudi mengalami kesulitan menilai situasi dan mengambil keputusan. Selain itu alinemen jalan menikung juga dapat memperparah dampak yang ditimbulkan akibat kecelakaan (Marsaid,2013)

2.3.4 ( ) Faktor Jalan Berlubang

(44)

baik. Jalan berlubang beresiko menyebabkan kecelakaan lalu-lintas terutama pada pengemudi sepeda motor, pengemudi dapat mengalami ketidakseimbangan, kendaraan oleng lalu terjatuh. Tingkat keparahan yang ditimbulkan nantinya akan bergantung pada keparahan kerusakan jalan dan model kecelakaan (Buston 2007)

2.3.5 ( ) Faktor Rem Tidak Berfungsi

Rem merupakan komponen peting untuk memperlambat laju kendaraaan bermotor. Jarak terlalu dekat akan mempengaruhi pengereman, jika pengendara kurang memperhatikan jarak minimal antar kendaraan dan kecepatan kendaraan maka jarak pandang henti akan berkurang dan dapat menimbulkan kecelakaan (Ditjen Pehubungan Darat,2008)

Kecelakaan lalu-lintas yang disebabkan oleh disfungsi rem seringkali terjadi pada saat rem digunakan secara mendadak, sehingga kendaraan tidak terkendali dan dapat menabrak apa saja yang ada di depannya. Hal ini menunjukan kurangnya pengawasan dan perawatan rem pada kendaraan (Marsaid,2013)

2.3.6 ( ) Faktor Ban Kurang Baik

Noras dalam Anggraningrum (2002) menyebutkan bahwa tekanan angin pada ban sangat menentukan keamanan dalam berkendara dengan kecepatan tinggi. Tekanan angin yang terlalu rendah akan menyebabkan efek flapping

(melesak kedalam dan tertekan keluar) yang pada frekuensi tinggi akan mengakibatkan kerusakan serat ban dan retak pada dinding samping, sehingga akibat panas yang ditimbulkan dari gesekan ban dengan jalan memudahkan pecah atau meletusnya ban.

(45)

Ban kempes adalah kondisi dimana tekanan pada ban berkurang, hal ini dapat disebabkan rusaknya pentil pada ban secara tiba-tiba, misal pada keadaan tertusuk paku, batu tajam, atau benda lain yang dapat melubangi ban. Kondisi ban yang seperti ini dapat menjadi ancaman terutama pada saat mengendara dalam kecepatan tinggi (Marsaid,2013)

2.3.7 ( ) Faktor Batas Kecepatan

Yang dimaksud dengan pengendara kecepatan tinggi adalah pengendara yang mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi atau diatas kecepatan normal pada suatu kondisi lalu lintas sehingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan hasil penelitian Simarmata (2008), dapat disimpulkan kecepatan tinggi akan meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan dan tingkat keparahan dari konsekuensi kecelakaan tersebut.

Selain dampak yang ditimbulkan baik langsung ataupun tidak langsung, hal lain yang dipengaruhi oleh kecepatan sebuah kendaraan adalah waktu yang tersedia bagi pengendara untuk mengadakan reaksi terhadap perubahan dalam lingkungannya (Komba 2006) Perbedaan kecepatan akan mempengaruhi frekuensi pengemudi menyalip kendaraan di depan dan mempengaruhi dalam hal mengurangi kecepatan ketika berada di belakang kendaraan lain. Dalam kondisi bertumbukan, kecepatan akan mempengaruhi tingkat kecelakan dan kerusakan yang ditimbulkan. Kecepatan yang lebih tinggi akan menghasilkan energi yang lebih tinggi, sehingga apabila terjadi tubrukan akan menimbulkan dampak yang semakin parah (Kartika 2009)

2.3.8 ( ) Faktor Mengantuk

Menurut Warpani (2002) mengantuk merupakan kondisi dimana hilang daya reaksi dan konsentrasi pengemudi diakibatkan kurang istirahat (tidur) dan atau sudah mengemudikan kendaraan lebih dari 5 jam tanpa istirahat. Ciri-ciri pengendara yang mengantuk adalah sering menguap, perih pada mata, lambat dalam bereaksi, berhalusinasi, dan pandangan kosong.

(46)

Menurut Manurung (2012) pengemudi tidak tertib adalah pengemudi yang melanggar peraturan dan rambu-rambu lalu lintas seperti melanggar marka atau rambu lalu lintas, mendahului kendaraan lain melalui jalur kiri. Terjadinya kecelakaan lalu-lintas umumnya didahului oleh pelanggaran (Marsaid,2013) beberapa pelanggaran yang sering terjadi seperti mengebut dan terburu-buru mendahului kendaraan lain dengan tidak tertib (lantas Polres Kab. Malang dalam Marsaid,2013). Pengendara biasanya mengebut karena terburu-buru lalu mengambil jalur pada arah berlawanan, sehingga membahayakan pihak lawan. Pelanggaran terhadap rambu dan lampu lalu-lintas juga termasuk hal yang sering menyebabkan kecelakaan lalu-lintas. Kurangnya kesadaran keamaan pada masyarakat yang lebih mengutamakan kecepatan dan faktor ekonomi daripada keselamatan diri merupakan faktor predisposisi terjadinya pelanggaran (Dephub RI, 2008).

2.4Analisis Komponen Utama (AKU)

Analisis Komponen Utama adalah teknik statistik yang digunakan manakala peneliti tertarik pada sekumpulan data yang saling berkorelasi. Tujuannya adalah untuk menemukan sejumlah variabel yang koheren dalam sub kelompok yang secara relatif independen terhadap yang lain. Analisis komponen utama kebalikan dari analisis faktor di mana analisis komponen utama bersifat konvergen dan analisis faktor bersifat divergen (Tabachnick, 1983).

Analisis komponen utama (AKU) biasanya digunakan untuk:

1. Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang mendasari data variabel ganda.

2. Mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel asal yang terdiri atas banyak variabel yang saling berkorelasi.

3. Menetralisir variabel-variabel asal yang memberikan sumbangan informasi yang relatif kecil.

(47)

komponen utama lebih baik digunakan jika variabel-variabel asal saling berkorelasi. Di dalam proses analisis faktor metode yang digunakan untuk melakukan proses ekstraksi adalah analisis komponen utama, metode ini dipilih karena tujuan utama dari analisis faktor adalah untuk mereduksi data. Umumnya analisis komponen utama merupakan analisis intermediate yang berarti hasil komponen utama dapat digunakan untuk analisis selanjutnya (Supranto, 2010). Keunggulan analisis komponen utama adalah tidak adanya asumsi mengenai acak sebaran tertentu, tidak ada hipotesis yang diuji dan tidak ada model yang mendasarinya (Chatfield, 1980).

2.5Analisis Faktor (AF)

Menurut J. Supranto (2004), analisis faktor merupakan teknik statistika yang utamanya dipergunakan untuk mereduksi atau meringkas data dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel yang baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variable). Dalam analisis faktor, tidak ada variabel dependen dan independen, proses analisis faktor sendiri mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antara sejumlah variabel-variabel yang saling dependen dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah awal.

Analisis faktor digunakan di dalam situasi sebagai berikut:

1. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlying dimensions) atau faktor yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel.

(48)

3. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat selanjutnya.

Jika variabel-variabel dibakukan (standardized), maka model analisis faktor dapat ditulis sebagai berikut:

Xi = Bi1F1 + Bi2F2 + Bi3F3+ … + BijFj+ … + BimFm + Viµi (2.1)

keterangan:

Xi = Variabel ke-i yang dibakukan (rata-ratanya nol, standar deviasinya satu).

Bij = Koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada common

factor ke-j.

Fj = common factor ke-j.

Vi = Koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke-i pada faktor yang unik ke-i (unique factor).

µi = Faktor unik variabel ke-i. m = Banyaknya common factor. i = 1,2,3,...,n

j = 1,2,3,...,m

Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan.

(49)

keterangan:

i = 1,2,3,...,p

p = Jumlah variabel.

= Perkiraan faktor ke-i (didasarkan pada nilai variabel X dengan koefisiennya Wi).

= Timbangan/bobot atau koefisien nilai faktor ke-i. = Variabel ke yang sudah dibakukan (standardized).

Secara umum analisis faktor atau analisis komponen utama bertujuan untuk mereduksi data dan menginterprestasikannya sebagai suatu variabel baru yang berupa variabel bentukan. Andaikan dari p buah variabel awal/asal terbentuk k buah faktor/komponen di mana k < p, misalkan dari sejumlah variabel p sebanyak 10 variabel terbentuk k = 2 buah faktor/komponen yang dapat menerangkan kesepuluh variabel awal/asal tersebut. K buah faktor/komponen utama dapat mewakili p buah variabel aslinya sehingga lebih sederhana (Tabachnick, 1983).

Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menjelaskan struktur di antara banyak variabel dalam bentuk faktor.Faktor yang terbentuk merupakan besaran acak (random quantities) yang sebelumnya tidak dapat diamati atau diukur secara langsung. Selain tujuan utama analisis faktor, terdapat beberapa tujuan lainnya yaitu:

1. Untuk mereduksi sejumlah variabel asal yang jumlahnya banyak menjadi sejumlah variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit dari variabel asal dan variabel baru tersebut dinamakan faktor.

2. Untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel penyusun faktor atau dimensi dengan faktor yang terbentuk dengan menggunakan pengujian koefisien korelasi antar faktor dengan komponen pembentuknya.

(50)

setelah terbentuk faktor maka peneliti sudah mempunyai suatu hipotesis baru berdasarkan hasil analisis faktor.

Konsep dasar analisis faktor adalah sebagai berikut:

1. Tidak mengaitkan antara dependen variabel dengan independen variabel tetapi membuat reduksi atau abstraksi atau meringkas dari banyak variabel menjadi sedikit variabel.

2. Teknik yang digunakan adalah teknik interdependensi yaitu seluruh

set hubungan interdependen diteliti. Prinsip menggunakan korelasi r = 0 dan r = 1 digunakan dalam mengidentifikasi variabel yang berkorelasi dan yang tidak/kecil korelasinya.

3. Analisis faktor menekan adanya komunalitas; jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel pada variabel lainnya.

4. Kovariansi antar variabel yang diuraikan akan muncul common factor (jumlah sedikit) dan unique factorsetiap variabel (faktor-faktor tidak secara jelas terlihat).

5. Adanya koefisien nilai faktor (factor score coefficient) sehingga faktor 1 menyerap sebagian besar seluruh variabel, faktor 2 menyerap sebagian sisa varian setelah diambil untuk faktor 1, faktor 2 tidak berkorelasi dengan faktor.

Analisis faktor termasuk pada kategori Interdependence Techniques, yang berarti tidak ada variabel dependen ataupun variabel independen pada analisis tersebut, yang berarti juga tidak diperlukan sebuah model tertentu untuk analisis faktor. Hal ini berbeda dengan model Dependence Techniques seperti regresi berganda, yang mempunyai sebuah variabel dependen dan beberapa variabel independen sehingga diperlukan sebuah model (Santoso, 2010).

2.6Statistik yang Relevan dengan Analisis Faktor

Statistik penting yang berkaitan dengan analisis faktor adalah:

(51)

populasi. Dengan kata lain, matriks korelasi populasi merupakan matriks identitas (identity matrix), setiap variabel berkorelasi dengan dirinya sendiri secara sempurna dengan (r = 1) akan tetapi sama sekali tidak berkorelasi dengan lainnya (r = 0).

Statistik uji Bartlett’s adalah:

Χ2

b. Correlation matrix adalah matriks segitiga bagian bawah menunjukkan korelasi sederhana r, antara semua pasangan variabel yang tercakup dalam analisis. Nilai atau angka pada diagonal utama yang semuanya sama yaitu 1 diabaikan.

Tabel 2.1. MatriksKorelasi untuk Jumlah Variabel n = 3

X1 X2 X3

X1 1 r12 r13

X2 r21 1 r23

X3 r31 r32 1

Tabel 2.2. Matriks Korelasi untuk Jumlah Variabel n = 4

X1 X2 X3 X4

X1 1 r12 r13 r14

(52)

c. Communality adalah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan oleh common factor atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel.

d. Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor dari matriks identitas. Persamaan nilai eigen dan vektor eigen adalah:

(2.4) keterangan:

A = Matriks yang akan kita cari nilai eigen dan vektor eigennya x = Vektor eigen dalam bentuk matriks

= Nilai eigen dalam bentuk skalar

Untuk mencari nilai eigen (nilai ) dari sebuah matriks A yang berukuran n x n maka dilakukan langkah berikut: . Agar kedua sisi berbentuk vektor, maka sisi kanan dikali dengan matriks identitas I, sehingga:

sehingga det

Nilai eigenvalue> 1, maka faktor tersebut akan dimasukkan ke dalam model.

e. Factor loadings adalah korelasi sederhana antara variabel dengan faktor. f. Factor loading plot adalah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan

factor loadings sebagai koordinat.

g. Factor matrix yang memuat semua faktor loading dari semua variabel pada semua factor extracted.

h. Factor score merupakan skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada faktor turunan (derived factors).

i. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO)

Kaiser Meyer Olkin (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan sampling

(53)

koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan, di mana nilai yang tinggi antara0,5 - 1,0 berarti analisis faktor tepat, apabila kurang dari 0,5 analisis faktor dikatakan tidak tepat. Rumus untuk menghitung KMO adalah sebagai berikut (Johnson&Wichern, 2002):

(2.5)

keterangan:

rij = Koefisien korelasi sederhana antara ke-i dan ke-j.

aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel ke-i dan ke-j.

i = 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3,...,p

j. Measure of sampling adequacy (MSA), yaitu suatu indeks perbandingan antara koefisien korelasi korelasi parsial untuk setiap variabel. MSA digunakan untuk mengukur kecukupan sampel. Rumus untuk menghitung MSA adalah sebagai berikut:

(2.6)

keterangan:

p = Jumlah variabel.

= Kuadrat matriks korelasi sederhana.

= Kuadrat matriks korelasi parsial.

i = 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3...,p

k. Percentage of variance merupakan persentase varian total yang disumbangkan oleh setiap faktor.

(54)

m.Scree Plot merupakan plot dari eigenvalue sebagai sumbu tegak (vertical) dan banyaknya faktor sebagai sumbu datar, untuk menentukan banyaknya faktor yang bisa ditarik (factor extraction).

2.7Tahap – Tahap Pelaksanaan Analisis Faktor

1. Merumuskan masalah

Perumusan masalah dalam analisis faktor yaitu mengidentifikasi variabel.Variabel yang digunakan harus disesuaikan berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan keinginan dari peneliti.Tujuan utama faktor harus diidentifikasi.Ukuran variabel yang sesuai adalah interval atau rasio.Untuk menentukan banyaknya sampel berdasarkan analisis faktor sedikitnya 4 atau 5 kali banyaknya variabel.

2. Membentuk matriks korelasi

Proses analisis didasarkan suatu matriks korelasi antar variabel. Agar analisis faktor menjadi tepat, variabel-variabel yang akan dianalisis harus berkorelasi. Jika koefisien korelasi antar variabel terlalu kecil maka hubungan lemah, analisis faktor tidak tepat. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi maka asumsi-asumsi terkait akan digunakan salah satunya ialah besar korelasi antar variabel independen harus cukup kuat misalnya 0,5. Banyaknya faktor lebih sedikit daripada banyaknya variabel. Untuk menghitung nilai korelasi antar variabel secara manual digunakan sebagai berikut (Algifari, 2000:51):

(2.7)

keterangan:

N = Jumlah observasi.

(55)

Y = Skor total.

3. Ektraksi Faktor

Terdapat dua metode ekstraksi faktor dalam analisis faktor yaitu

principal component analysis (PCA) dan common factor analysis (CFA). Di dalam principal component analysis total varian pada data yang diperhatikan yaitu diagonal matriks korelasi, setiap elemennya sebesar 1 dan full varian

digunakan untuk dasar pembentukan faktor, yaitu variabel-variabel baru sebagai pengganti variabel-variabel lama yang jumlahnya lebih sedikit dan tidak lagi berkorelasi satu sama lain. Di dalam common factor analysis faktor diestimasi hanya berdasarkan pada common variance.Comunalities

dimasukkan di dalam matrikskorelasi.Metode ini dianggap tepat jika tujuan utamanya ialah mengenali/mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan

common variance yang menarik perhatian.

4. Penentuan Jumlah Faktor

Penentuan jumlah faktor artinya meringkas informasi yang terdapat dalam variabel asli, sejumlah faktor yang lebih sedikit akan diekstraksi. Beberapa jenis prosedur untuk menentukan banyaknya faktor yang harus diekstraksi antara lain:

a. Penentuan berdasarkan eigenvalue

Dalam pendekatan ini, hanya faktor dengan eigenvalue lebih besar dari 1 yang akan dipertahankan. Suatu eigenvalue adalah jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor. Faktor dengan nilai eigenvalue lebih kecil dari 1 tidak lebih baik dari sebuah variabel asli, karena variabel asli telah dibakukan (standardized) yang artinya rata-ratanya 0 dan standar deviasinya adalah 1.

b. Penentuan berdasarkan scree plot

(56)

slope tegak faktor dengan eigenvalue yang besar dan makin mengecil pada sisa faktor yang tidak perlu diekstraksi. Pengecilan slope ini disebut scree.

c. Penentuan berdasarkan persentase varian

Pada pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan sedemikian rupa sehingga kumulatif persentase varian yang diekstraksi oleh faktor mencapai suatu level tertentu yang memuaskan. Ekstraksi faktor dihentikan apabila kumulatif persentase varian sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varian variabel asli.

d. Penentuan berdasarkan Split-Half Reliability

Sampel dibagi menjadi dua, analisis faktor dilakukan pada masing-masing bagian sampel tersebut.Hanya faktor dengan faktor loading yang sesuai pada kedua sub-sampel yang dipertahankan, maksudnya faktor-faktor yang dipertahankan memang mempunyai faktor loading yang tinggi pada masing-masing bagian sampel.

e. Penentuan berdasarkan uji signifikansi

Dimungkinkan untuk menentukan signifikansi statistik untuk eigenvalue

yang terpisah dan pertahankan faktor-faktor yang memang berdasarkan uji statistik eigenvaluenya pada signifikansi α = 5% atau 1%.

f. Penentuan berdasarkan apriori

(57)

5. Rotasi Faktor

Hasil atau output yang penting dari analisis faktor adalah matriks faktor pola (factor pattern matrix) yang memuat koefisien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan (standardized) dinyatakan dalam faktor. Koefisien-koefisien ini disebut muatan faktor (factor loading) yang merupakan korelasi antara faktor dengan variabelnya.Suatu koefisien dengan nilai absolut yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat kuat.Koefisien tersebut bisa digunakan untuk menginterpretasi faktor. Beberapa literatur menyarankan besarnya nilai untuk batasan factor loadings

adalah 0,3, , .

Dalam melakukan rotasi faktor, diharapkan setiap faktor memiliki factor loadings atau koefisien yang tidak nol atau signifikan hanya untuk beberapa variable. Ada dua metode rotasi faktor yang berbeda yaitu: Orthogonal dan

oblique rotation. Rotasi dikatakan orthogonal rotation jika sumbu dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Metode oblique rotation dapat dibedakan menjadi: quartimax, varimax, dan equimax. Rotasi dikatakan oblique rotation jika sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya dan faktor-faktor tidak berkorelasi.Oblique rotation akan digunakan jika faktor-faktor pada populasi diperkirakan berkorelasi kuat. Metode ini dapat dibedakan menjadi oblimin, promax, orthobolique, Metode rotasi yang banyak digunakan adalah varimax procedure.Prosedur ini merupakan metode orthogonal yang berusaha meminimumkan banyaknya variabel dengan muatan tinggi pada suatu faktor. Rotasi orthogonal

menghasilkan faktor-faktor yang saling tidak berkorelasi satu sama lain.

6. Interpretasi Faktor

(58)

7. Menentukan Ketepatan Model (Model Fit)

(59)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dewasa ini, untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, bidang transportasi sebagai alat mobilisasi sangat berperan penting dalam mendukung pertumbuhan di berbagai sektor kehidupan. Meski demikian terdapat pula dampak negatif dari pemakaian alat transportasi itu sendiri seperti kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas diketahui banyak menimbulkan kerugian mulai dari kerusakan fasilitas umum hingga kematian pada korban.

Dari data Kepolisisan Daerah Sumatera Utara Direktorat Lalu Lintas Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 didapatkan bahwa Kota Medan merupakan daerah dengan angka kejadian kecelakaan lalu lintas tertinggi di Provinsi Sumatera Utara yaitu, 1.326 kejadian, dengan korban meninggal sebanyak 292 orang, korban dengan luka berat sebanyak 647 orang, korban dengan luka ringan sebanyak 231 orang dan dengan perkiraan kerugian material sejumlah Rp. 2.109.810.000.000,- (BPS SU, 2015)

Dari data Direktorat Jendral Perhubungan Darat – Departemen Perhubungan 2012 didapatkan faktor penyebab kecelakaan ini bersumber dari perilaku berkendara yang tidak disiplin (93,52%), faktor kendaraan (2,76%), faktor jalan (3,23%) dan faktor lingkungan (0,49%).

(60)

kejadian kecelakaan di Kota Kayu Agung, Sumatera Selatan yaitu usia, dimana 20% sampel berusia di bawah 17 tahun dan tidak memiliki lisensi mengemudi, sedangkan kejadian kecelakaan terbanyak dialami oleh pria (83,98%). Sinaga (2012) mendeskripsikan faktor penyebab kecelakaan lalu lintas pada tahun 2010 di Kota Medan, yang paling banyak adalah tindakan tidak aman pengemudi (99,4%) yang meliputi ketidaktertiban pengemudi (83,2%), tindakan tidak tertib dan lengah (11,9%), tidak tertib dan lelah (1,5%), tidak tertib dan mabuk(1,2%) tidak tertib dan mengantuk (1,2%) dan pengemudi mabuk (0,3%). Faktor lainnya adalah kondisi tidak aman pada lingkungan fisik (8,7%), yaitu tikungan tajam (2,5%), hujan atau gerimis (2,3%), tanpa marka atau rambu (1,9%), jalan berlubang, jalan rusak dan kabut atau mendung masing-masing sebanyak 0,6%, sedangkan hujan dan pohon tumbang (0,2%). Selain itu terdapat faktor kondisi tidak aman kendaraan sebanyak 2,1%, seperti pada rem blong (0,9%), ban pecah (0,4%), ban selip (0,4%), badan kendaraan rusak (0,2%), dan faktor tidak aman penumpang (0,2%) seperti muatan berlebih (0.2%).

Berdasarkan data-data diatas maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Tingkat

Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan dengan Metode Analisis Faktor”

1.2Rumusan Masalah

Pada penelitian ini perumusan masalah yang akan dibahas adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di Kota Medan.

1.3Pembatasan Masalah

Agar proses penelitian ini lebih jelas, maka penulis memberikan batasan masalah yang akan diteliti yaitu:

1. Penelitian dilakukan berdasarkan data dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 yang diperoleh dari kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor Kota Medan.

(61)

Tumbang, ( ) Faktor Tikungan Tajam, ( ) Faktor Lobang, ( )

Faktor Rem Tidak Berfungsi, ( ) Faktor Ban Kurang Baik, ( )

Faktor Batas Kecepatan, ( ) Faktor Mengantuk dan (X9) Faktor Tidak Tertib.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan kejadian kecelakaan di kota medan tahun 2012-2015 2. Mendeskripsikan karakteritik kejadian kecelakaan di kota medan

tahun 2012-2015

3. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada kejadian kecelakaan di kota medan

4. Menganalisis faktor apa yang paling mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota medan

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia serta instansi terkait dalam menyikapi kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia.

2. Menjadi bahan informasi dan masukan bagi kepolisian resort kota Medan dalam upaya memutuskan dan mengimplementasikan kebijakan dalam menanggulangi kecelakaan lalu lintas.

3. Sebagai pengetahuan dan informasi bagi pengguna jalan raya mengenai kecelakaan lalu lintas.

4. Menambah pengetahuan bagi peneliti lain yang akan meneliti mengenai kecelakaan lalu lintas di kota medan

Gambar

Tabel Perhitungan korelasi antara variabel X1 dengan variabel X2,  danvariabel X1 dengan variabel X4
Tabel Korelasi Matriks
Tabel Anti Image Matrices
Tabel Faktor Loading Sebelum Dirotasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah total BAL yang diuji menggunakan Kruskall Wallis yaitu nilai p= 0,620 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan sari buah nanas tidak ada pengaruh nyata

Jika kunci yang digunakan untuk proses verifikasi berbeda dengan kunci pada proses pemberian digital signature , maka nilai digital signature akan memberikan hasil

Hal ini sesuai dengan penelitian Kusumaningtyas (2011) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p&lt;0,000) pada hasil pretest dan posttest terhadap pengetahuan

berupa JSON (JavaScript Object Notation) ke data server. Aplikasi ini juga dibangun dengan memanfaatkan Google Maps API dalam memberikan informasi berupa peta lokasi

Tabulasi silang antara pengetahuan ibu dengan kekambuhan alergi makanan pada balita, dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu yang baik dalam pencegahan

[r]

Artinya berdasarkan pasal tersebut Undang- Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat juga digunakan untuk mengadili tindak pidana lain seperti tindak

Dalam makalah ini akan disampaikan cara penentuan nilai ketidakpastian pada material magnet permanen dengan alat ukur permagraph dengan menggunakan evaluasi tipe A yaitu dengan cara