• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.) dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.) dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENYIMPANAN BUAH RAMBUTAN

(

Nephelium lappaceum,

Linn

.

) DALAM KEMASAN

ATMOSFIR TERMODIFIKASI

Oleh :

AGRA TEGAR SENJAYA

F14102062

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN PENYIMPANAN BUAH RAMBUTAN

(

Nephelium lappaceum,

Linn

.

) DALAM KEMASAN

ATMOSFIR TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGRA TEGAR SENJAYA F14102062

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN PENYIMPANAN BUAH RAMBUTAN

(Nephelium lappaceum, Linn.) DALAM KEMASAN ATMOSFIR

TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGRA TEGAR SENJAYA F14102062

Dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1984 Di Bandung

Tanggal lulus : 15 Agustus 2006 Disetujui,

Bogor, Agustus 2006

Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

(4)

Agra Tegar Senjaya. F14102062. Kajian Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.) Dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr dan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc. 2006

RINGKASAN

Rambutan merupakan produk holtikultura yang mempunyai potensi besar di pasar lokal maupun ekspor, yang ditunjukkan dengan permintaannya yang cukup besar. Pada tahun 2003 produksi rambutan di Indonesia sebesar 476.941 ton. Masalah utama yang terjadi pada rambutan adalah produk ini mudah mengalami kerusakan akibat masih berlangsungnya proses fisiologis seperti respirasi, transpirasi dan produksi etilen. Kerusakan ini semakin cepat bila diawali kerusakan fisik dan mekanis selama penanganan pasca panen dan panen. Kesibukan kerja untuk meningkatkan prestasi dan pendapatan menyebabkan waktu yang tersedia di luar urusan kerjanya semakin sempit. Hal ini menyebabkan beralihnya pilihan masyarakat terhadap buah-buahan segar yang siap saji.

Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh kemasan atmosfir termodifikasi untuk memperpanjang masa simpan pada buah rambutan. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan : mengkaji laju respirasi buah rambutan dalam kemasan, menentukan pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu buah rambutan dalam kemasan, dan menentukan umur simpan buah rambutan yang disimpan pada suhu rendah baik dalam bentuk utuh maupun terolah minimal.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah rambutan varietas Aceh, plastik HDPE (High Density Polietilen), plastik SF (Strecth Film). Sedangkan alat yang digunakan adalah Continous Gas Analyzer tipe IRA-107, Portable Oxygen Tester POT-101, Rheometer tipe CR-300DX, Chromameter tipe CR-200, Refraktometer, timbangan digital, sealer, dan cold storage. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah : buah rambutan yang dipetik kemudian disortasi dan dipisahkan antara rambutan utuh dan rambutan terolah minimal. Setelah itu rambutan dimasukkan kedalam kemasan plastik HDPE (High Density Polietilen) dan SF (Strecth Film) untuk disimpan dalam cold storage dengan suhu 10oC serta suhu ruang. Pengamatan yang dilakukan selama penyimpanan meliputi: laju respirasi, susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, warna dan organoleptik.

Kemasan SF mampu menurunkan laju respirasi buah rambutan terolah minimal dan rambutan utuh baik pada suhu ruang maupun suhu 10oC. Pada suhu ruang, laju produksi CO2 buah rambutan terolah minimal dalam kemasan HDPE

adalah 101.80 ml/kg jam sedangkan dalam kemasan SF adalah 10.79 ml/kg jam. Pada rambutan utuh, laju produksi CO2 dalam kemasan HDPE adalah 27.54 ml/kg

jam sedangkan dalam kemasan SF adalah 4.86 ml/kg jam. Bila dikombinasikan dengan suhu 10oC, laju produksi CO2 rambutan terolah minimal dalam kemasan

HDPE adalah 9.20 ml/kg jam sedangkan dalam kemasan adalah SF 2.44 ml/kg jam. Untuk rambutan utuh, laju produksi CO2 dalam kemasan HDPE menjadi 5.57

ml/kg jam sedangkan dalam kemasan SF menjadi 1.65 ml/kg jam

Pada suhu ruang, laju konsumsi O2 buah rambutan terolah minimal dalam

(5)

adalah 47.77 ml/kg jam sedangkan dalam kemasan SF adalah 14.97 ml/kg jam. Bila disimpan dalam suhu rendah (10oC) laju konsumsi O2 buah rambutan terolah

minimal dalam kemasan HDPE menjadi 12.00 ml/kg jam sedangkan dalam kemasan SF menjadi 4.94 ml/kg jam. Sedangkan pada rambutan utuh, laju konsumsi O2 dalam kemasan HDPE menjadi 9.51 ml/kg jam dan dalam kemasan

SF menjadi 4.00 ml/kg jam.

Suhu penyimpanan, jenis kemasan beserta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap susut bobot rambutan terolah minimal selama penyimpanan, sedangkan pada rambutan utuh berpengaruh sangat nyata mulai hari ke-2 sampai hari ke-16. Peningkatan susut bobot tertinggi pada dialami pada rambutan yang disimpan pada suhu ruang dalam kemasan SF baik pada rambutan terolah minimal dan rambutan utuh, yaitu sebesar 4.983% dan 13.003%. Sedangkan susut bobot terendah dialami pada rambutan pada suhu 10oC dalam kemasan HDPE baik pada rambutan terolah minimal dan rambutan utuh, yaitu sebesar 0.0733% dan 0.5767%.

Jenis kemasan, suhu penyimpanan serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap kekerasan daging, total padatan terlarut, nilai L (tingkat kecerahan), nilai a (tingkat kehijauan) dan derajat putih selama penyimpanan. Kekerasan kulit tertinggi pada akhir penyimpanan dialami oleh rambutan yang disimpan dalam kemasan HDPE pada suhu 10oC, yaitu sebesar 20.300 N. Sedangkan terendah dialami oleh rambutan dalam kemasan HDPE pada suhu ruang, yaitu sebesar 18.500 N. Jenis kemasan berpengaruh nyata pada hari ke-5, ke-6, dan ke-8, sedangkan suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-1 dan ke-5 terhadap kekerasan kulit. Nilai L (tingkat kecerahan), nilai a (tingkat kehijauan) nilai b (kandungan warna kuning) pada rambuan utuh dan nilai derajat putih pada rambutan terolah minimal mengalami penurunan selama penyimpanan. Perubahan nilai b tertinggi selama penyimpanan dialami oleh rambutan yang disimpan dalam kemasan HDPE pada suhu 10oC sebesar 8.84. sedangkan terendah dialami oleh rambutan yang disimpan dalam kemasan HDPE dalam suhu ruang sebesar 7.04. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-2 dan ke-6, jenis kemasan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna b selama masa penyimpanan.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Agra Tegar Senjaya, dilahirkan di Bandung pada tanggal 19 Maret 1984. Merupakan anak pertama dari pasangan Dang Lily dan Tien Rustini.

Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Waskito 4, kemudian lulus dari SLTP N I Ciputat pada tahun 1999 dan pada tahun 2002 lulus dari SMU N 5 Bogor. Pada tahun itu juga penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis mengambil sub program studi Teknik Biosistem Pertanian pada tahun 2004.

Selama masa kuliah penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu menjadi pengurus BEM FATETA (Badan Eksekutif Mahasiswa) tahun 2004/2005 dan ikut berbagai kegiatan kemahasiswaan lainnya. Selain itu, penulis pernah menjabat sebagai asisten dosen pada mata kuliah Teknik Pengolahan Pasca Panen Hasil Pertanian (2006). Pada tahun 2005 penulis melakukan praktek lapang di PTPN VIII Perkebunan Malabar dengan judul ”Aspek Keteknikan Dalam Pengolahan Teh Hitam Orthodoks di PTPN VIII Perkebunan Malabar, Bandung, Jawa Barat”. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Kajian Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceum,

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn) Dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Sutrisno, MAgr dan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc selaku dosen

Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak pengarahan dalam penulisan skripsi.

3. Pa Sugi dan Pa Yaden yang telah banyak membantu selama penelitian.

4. Keluarga tercinta : Mama, Papa, serta adikku atas segala doa, kasih sayang, serta dukungannya yang tanpa henti.

5. Ertha Kartika untuk segala perhatian, dukungan, serta waktu yang diluangkan. 6. Team PL + Ceuceu The Explorer (Isan, Peri, Reza, Anjar, Gilang, Ijun, Ratna,

Ima) atas segala kebersamaannya. Budi, Ado dan Basuki yang telah membantu selama penelitian.

7. Teman-teman TEP’39 yang telah banyak membantu selama perkuliahan. 8. Semua pihak yang yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan atas penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat membantu penulis dalam penyempurnaan untuk tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI.. ... ii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. RAMBUTAN... 4

B. BUAH SEGAR TEROLAH MINIMAL... 7

C. PENGEMASAN... 7

1. KEMASAN PLASTIK... 8

2. PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI... 9

D. PENYIMPANAN DINGIN... 11

III. METODOLOGI A. WAKTU DAN TEMPAT... 13

B. BAHAN DAN ALAT... 13

C. METODOLOGI... 13

D. PENGAMATAN 1. LAJU RESPIRASI... 16

2. SUSUT BOBOT... 16

3. TOTAL PADATAN TERLARUT... 17

4. KEKERASAN... 17

5. WARNA... 17

6. ORGANOLEPTIK... 18

(9)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN FISIOLOGIS

1. LAJU RESPIRASI DALAM KEMASAN... 19

B. KAJIAN MUTU BUAH 1. SUSUT BOBOT... 26

2. KEKERASAN... 29

3. TOTAL PADATAN TERLARUT... 31

4. WARNA a. NILAI L... 33

b. NILAI a... 34

c. NILAI b... 35

d. DERAJAT PUTIH... 36

5. ORGANOLEPTIK... 38

C. KORELASI ANTARA NILAI KEKERASAN DAN WARNA DENGAN SKALA HEDONIK 1. RAMBUTAN TEROLAH MINIMAL... 43

2. RAMBUTAN UTUH... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN………. 47

B. SARAN………. 48

DAFTAR PUSTAKA………...………..……… 49

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik perkembangan luas panen dan produksi rambutan

di Indonesia... 2 Gambar 2. Diagram Alir Penelitian... 15 Gambar 3. Grafik perubahan konsentrasi CO2 buah rambutan terolah

minimal selama penyimpanan... 19 Gambar 4. Grafik perubahan konsentrasi O2 buah rambutan terolah

minimal selama penyimpanan... 20 Gambar 5. Grafik perubahan konsentrasi CO2 buah rambutan utuh

selama penyimpanan... 20 Gambar 6. Grafik perubahan konsentrasi O2 buah rambutan utuh

selama penyimpanan... 21 Gambar 7. Grafik perubahan laju respirasi CO2 buah rambutan

terolah minimal dalam kemasan dan berbagai suhu selama penyimpanan... 22 Gambar 8. Grafik perubahan laju respirasi O2 buah rambutan terolah

minimal dalam kemasan dan berbagai suhu selama

penyimpanan... 23 Gambar 9. Grafik perubahan laju respirasi CO2 buah rambutan

utuh dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 24 Gambar 10. Grafik perubahan laju respirasi O2 buah rambutan

utuh dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 24 Gambar 11. Grafik perubahan susut bobot rambutan terolah minimal

dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 27 Gambar 12. Grafik perubahan susut bobot rambutan utuh

dalam berbagai kemasan dan suhu

(11)

KAJIAN PENYIMPANAN BUAH RAMBUTAN

(

Nephelium lappaceum,

Linn

.

) DALAM KEMASAN

ATMOSFIR TERMODIFIKASI

Oleh :

AGRA TEGAR SENJAYA

F14102062

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

KAJIAN PENYIMPANAN BUAH RAMBUTAN

(

Nephelium lappaceum,

Linn

.

) DALAM KEMASAN

ATMOSFIR TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGRA TEGAR SENJAYA F14102062

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN PENYIMPANAN BUAH RAMBUTAN

(Nephelium lappaceum, Linn.) DALAM KEMASAN ATMOSFIR

TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGRA TEGAR SENJAYA F14102062

Dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1984 Di Bandung

Tanggal lulus : 15 Agustus 2006 Disetujui,

Bogor, Agustus 2006

Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

(14)

Agra Tegar Senjaya. F14102062. Kajian Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.) Dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr dan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc. 2006

RINGKASAN

Rambutan merupakan produk holtikultura yang mempunyai potensi besar di pasar lokal maupun ekspor, yang ditunjukkan dengan permintaannya yang cukup besar. Pada tahun 2003 produksi rambutan di Indonesia sebesar 476.941 ton. Masalah utama yang terjadi pada rambutan adalah produk ini mudah mengalami kerusakan akibat masih berlangsungnya proses fisiologis seperti respirasi, transpirasi dan produksi etilen. Kerusakan ini semakin cepat bila diawali kerusakan fisik dan mekanis selama penanganan pasca panen dan panen. Kesibukan kerja untuk meningkatkan prestasi dan pendapatan menyebabkan waktu yang tersedia di luar urusan kerjanya semakin sempit. Hal ini menyebabkan beralihnya pilihan masyarakat terhadap buah-buahan segar yang siap saji.

Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh kemasan atmosfir termodifikasi untuk memperpanjang masa simpan pada buah rambutan. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan : mengkaji laju respirasi buah rambutan dalam kemasan, menentukan pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu buah rambutan dalam kemasan, dan menentukan umur simpan buah rambutan yang disimpan pada suhu rendah baik dalam bentuk utuh maupun terolah minimal.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah rambutan varietas Aceh, plastik HDPE (High Density Polietilen), plastik SF (Strecth Film). Sedangkan alat yang digunakan adalah Continous Gas Analyzer tipe IRA-107, Portable Oxygen Tester POT-101, Rheometer tipe CR-300DX, Chromameter tipe CR-200, Refraktometer, timbangan digital, sealer, dan cold storage. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah : buah rambutan yang dipetik kemudian disortasi dan dipisahkan antara rambutan utuh dan rambutan terolah minimal. Setelah itu rambutan dimasukkan kedalam kemasan plastik HDPE (High Density Polietilen) dan SF (Strecth Film) untuk disimpan dalam cold storage dengan suhu 10oC serta suhu ruang. Pengamatan yang dilakukan selama penyimpanan meliputi: laju respirasi, susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, warna dan organoleptik.

Kemasan SF mampu menurunkan laju respirasi buah rambutan terolah minimal dan rambutan utuh baik pada suhu ruang maupun suhu 10oC. Pada suhu ruang, laju produksi CO2 buah rambutan terolah minimal dalam kemasan HDPE

adalah 101.80 ml/kg jam sedangkan dalam kemasan SF adalah 10.79 ml/kg jam. Pada rambutan utuh, laju produksi CO2 dalam kemasan HDPE adalah 27.54 ml/kg

jam sedangkan dalam kemasan SF adalah 4.86 ml/kg jam. Bila dikombinasikan dengan suhu 10oC, laju produksi CO2 rambutan terolah minimal dalam kemasan

HDPE adalah 9.20 ml/kg jam sedangkan dalam kemasan adalah SF 2.44 ml/kg jam. Untuk rambutan utuh, laju produksi CO2 dalam kemasan HDPE menjadi 5.57

ml/kg jam sedangkan dalam kemasan SF menjadi 1.65 ml/kg jam

Pada suhu ruang, laju konsumsi O2 buah rambutan terolah minimal dalam

(15)

adalah 47.77 ml/kg jam sedangkan dalam kemasan SF adalah 14.97 ml/kg jam. Bila disimpan dalam suhu rendah (10oC) laju konsumsi O2 buah rambutan terolah

minimal dalam kemasan HDPE menjadi 12.00 ml/kg jam sedangkan dalam kemasan SF menjadi 4.94 ml/kg jam. Sedangkan pada rambutan utuh, laju konsumsi O2 dalam kemasan HDPE menjadi 9.51 ml/kg jam dan dalam kemasan

SF menjadi 4.00 ml/kg jam.

Suhu penyimpanan, jenis kemasan beserta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap susut bobot rambutan terolah minimal selama penyimpanan, sedangkan pada rambutan utuh berpengaruh sangat nyata mulai hari ke-2 sampai hari ke-16. Peningkatan susut bobot tertinggi pada dialami pada rambutan yang disimpan pada suhu ruang dalam kemasan SF baik pada rambutan terolah minimal dan rambutan utuh, yaitu sebesar 4.983% dan 13.003%. Sedangkan susut bobot terendah dialami pada rambutan pada suhu 10oC dalam kemasan HDPE baik pada rambutan terolah minimal dan rambutan utuh, yaitu sebesar 0.0733% dan 0.5767%.

Jenis kemasan, suhu penyimpanan serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap kekerasan daging, total padatan terlarut, nilai L (tingkat kecerahan), nilai a (tingkat kehijauan) dan derajat putih selama penyimpanan. Kekerasan kulit tertinggi pada akhir penyimpanan dialami oleh rambutan yang disimpan dalam kemasan HDPE pada suhu 10oC, yaitu sebesar 20.300 N. Sedangkan terendah dialami oleh rambutan dalam kemasan HDPE pada suhu ruang, yaitu sebesar 18.500 N. Jenis kemasan berpengaruh nyata pada hari ke-5, ke-6, dan ke-8, sedangkan suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-1 dan ke-5 terhadap kekerasan kulit. Nilai L (tingkat kecerahan), nilai a (tingkat kehijauan) nilai b (kandungan warna kuning) pada rambuan utuh dan nilai derajat putih pada rambutan terolah minimal mengalami penurunan selama penyimpanan. Perubahan nilai b tertinggi selama penyimpanan dialami oleh rambutan yang disimpan dalam kemasan HDPE pada suhu 10oC sebesar 8.84. sedangkan terendah dialami oleh rambutan yang disimpan dalam kemasan HDPE dalam suhu ruang sebesar 7.04. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-2 dan ke-6, jenis kemasan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna b selama masa penyimpanan.

(16)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Agra Tegar Senjaya, dilahirkan di Bandung pada tanggal 19 Maret 1984. Merupakan anak pertama dari pasangan Dang Lily dan Tien Rustini.

Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Waskito 4, kemudian lulus dari SLTP N I Ciputat pada tahun 1999 dan pada tahun 2002 lulus dari SMU N 5 Bogor. Pada tahun itu juga penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis mengambil sub program studi Teknik Biosistem Pertanian pada tahun 2004.

Selama masa kuliah penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu menjadi pengurus BEM FATETA (Badan Eksekutif Mahasiswa) tahun 2004/2005 dan ikut berbagai kegiatan kemahasiswaan lainnya. Selain itu, penulis pernah menjabat sebagai asisten dosen pada mata kuliah Teknik Pengolahan Pasca Panen Hasil Pertanian (2006). Pada tahun 2005 penulis melakukan praktek lapang di PTPN VIII Perkebunan Malabar dengan judul ”Aspek Keteknikan Dalam Pengolahan Teh Hitam Orthodoks di PTPN VIII Perkebunan Malabar, Bandung, Jawa Barat”. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Kajian Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceum,

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn) Dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Sutrisno, MAgr dan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc selaku dosen

Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak pengarahan dalam penulisan skripsi.

3. Pa Sugi dan Pa Yaden yang telah banyak membantu selama penelitian.

4. Keluarga tercinta : Mama, Papa, serta adikku atas segala doa, kasih sayang, serta dukungannya yang tanpa henti.

5. Ertha Kartika untuk segala perhatian, dukungan, serta waktu yang diluangkan. 6. Team PL + Ceuceu The Explorer (Isan, Peri, Reza, Anjar, Gilang, Ijun, Ratna,

Ima) atas segala kebersamaannya. Budi, Ado dan Basuki yang telah membantu selama penelitian.

7. Teman-teman TEP’39 yang telah banyak membantu selama perkuliahan. 8. Semua pihak yang yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan atas penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat membantu penulis dalam penyempurnaan untuk tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2006

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI.. ... ii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. RAMBUTAN... 4

B. BUAH SEGAR TEROLAH MINIMAL... 7

C. PENGEMASAN... 7

1. KEMASAN PLASTIK... 8

2. PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI... 9

D. PENYIMPANAN DINGIN... 11

III. METODOLOGI A. WAKTU DAN TEMPAT... 13

B. BAHAN DAN ALAT... 13

C. METODOLOGI... 13

D. PENGAMATAN 1. LAJU RESPIRASI... 16

2. SUSUT BOBOT... 16

3. TOTAL PADATAN TERLARUT... 17

4. KEKERASAN... 17

5. WARNA... 17

6. ORGANOLEPTIK... 18

(19)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN FISIOLOGIS

1. LAJU RESPIRASI DALAM KEMASAN... 19

B. KAJIAN MUTU BUAH 1. SUSUT BOBOT... 26

2. KEKERASAN... 29

3. TOTAL PADATAN TERLARUT... 31

4. WARNA a. NILAI L... 33

b. NILAI a... 34

c. NILAI b... 35

d. DERAJAT PUTIH... 36

5. ORGANOLEPTIK... 38

C. KORELASI ANTARA NILAI KEKERASAN DAN WARNA DENGAN SKALA HEDONIK 1. RAMBUTAN TEROLAH MINIMAL... 43

2. RAMBUTAN UTUH... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN………. 47

B. SARAN………. 48

DAFTAR PUSTAKA………...………..……… 49

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik perkembangan luas panen dan produksi rambutan

di Indonesia... 2 Gambar 2. Diagram Alir Penelitian... 15 Gambar 3. Grafik perubahan konsentrasi CO2 buah rambutan terolah

minimal selama penyimpanan... 19 Gambar 4. Grafik perubahan konsentrasi O2 buah rambutan terolah

minimal selama penyimpanan... 20 Gambar 5. Grafik perubahan konsentrasi CO2 buah rambutan utuh

selama penyimpanan... 20 Gambar 6. Grafik perubahan konsentrasi O2 buah rambutan utuh

selama penyimpanan... 21 Gambar 7. Grafik perubahan laju respirasi CO2 buah rambutan

terolah minimal dalam kemasan dan berbagai suhu selama penyimpanan... 22 Gambar 8. Grafik perubahan laju respirasi O2 buah rambutan terolah

minimal dalam kemasan dan berbagai suhu selama

penyimpanan... 23 Gambar 9. Grafik perubahan laju respirasi CO2 buah rambutan

utuh dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 24 Gambar 10. Grafik perubahan laju respirasi O2 buah rambutan

utuh dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 24 Gambar 11. Grafik perubahan susut bobot rambutan terolah minimal

dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 27 Gambar 12. Grafik perubahan susut bobot rambutan utuh

dalam berbagai kemasan dan suhu

(21)

Gambar 13. Grafik perubahan kekerasan daging buah rambutan terolah minimal dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 29 Gambar 14. Grafik perubahan kekerasan kulit buah rambutan utuh

dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 30 Gambar 15. Grafik perubahan total padatan terlarut buah rambutan

terolah minimal selama penyimpanan... 31 Gambar 16. Grafik perubahan total padatan terlarut buah rambutan

utuh selama penyimpanan... 32 Gambar 17. Grafik perubahan warna (nilai L) kulit buah rambutan utuh

dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 33 Gambar 18. Grafik perubahan warna (nilai a) kulit buah rambutan utuh

dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 34 Gambar 19. Grafik perubahan warna (nilai b) kulit buah rambutan utuh

dalam berbagai kemasan dan suhu

selama penyimpanan... 36 Gambar 20. Grafik perubahan derajat putih pada rambutan terolah

minimal dalam berbagai kemasan dan suhu selama

penyimpanan... 37 Gambar 21. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap warna daging

rambutan terolah minimal selama penyimpanan... 38 Gambar 22. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap kekerasan

daging rambutan terolah minimal

selama penyimpanan... 38 Gambar 23. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap aroma

rambutan terolah minimal selama penyimpanan... 39 Gambar 24. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap rasa

(22)

Gambar 25. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap warna kulit

rambutan utuh selama penyimpanan... 40 Gambar 26. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap kekerasan

kulit rambutan utuh selama penyimpanan... 41 Gambar 27. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap aroma

rambutan utuh selama penyimpanan... 41 Gambar 28. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap rasa

rambutan utuh selama penyimpanan... 42 Gambar 29. Grafik korelasi antara skala hedonik kekerasan daging

dengan nilai kekerasan daging... 43 Gambar 30. Grafik korelasi antara skala hedonik warna dengan nilai

derajat putih... 43 Gambar 31. Grafik korelasi antara skala hedonik kekerasan

dengan nilai kekerasan kulit... 44 Gambar 32. Grafik korelasi antara skala hedonik warna dengan

nilai L... 45 Gambar 33. Grafik korelasi antara skala hedonik warna dengan

nilai a... 45 Gambar 34. Grafik korelasi antara skala hedonik warna dengan

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi kimia buah rambutan dalam 100 gr bagian

buah yang dapat dimakan... 5 Tabel 2. Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan

penetapan (ml-mil/m2-jam-atm)... 11 Tabel 3. Laju respirasi (ml/kg jam) rata-rata buah rambutan terolah

minimal dalam berbagai kemasan dan suhu... 25 Tabel 4. Laju respirasi (ml/kg jam) rata-rata buah rambutan utuh

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data hasil pengukuran suhu pada ruang pendingin

(10oC) suhu kamar (suhu ruang)..………... 51 Lampiran 2. Perubahan rata-rata konsentrasi gas CO2 dan O2 buah

rambutan terolah minimal...………... 52 Lampiran 3. Perubahan rata-rata konsentrasi gas CO2 dan O2 buah

rambutan utuh...………... 53 Lampiran 4. Perubahan rata-rata laju respirasi CO2 dan O2 buah

rambutan terolah minimal...………... 54 Lampiran 5. Perubahan rata-rata laju respirasi CO2 dan O2 buah

rambutan utuh...………... 55 Lampiran 6. Analisis ragam laju respirasi buah rambutan

terolah minimal dan rambutan utuh... 56 Lampiran 7. Data perubahan susut bobot buah rambutan

terolah minimal dan utuh selama penyimpanan….... 58 Lampiran 8. Analisis ragam perubahan susut bobot buah rambutan

terolah minimal dan rambutan utuh... 59 Lampiran 9. Data perubahan kekerasan daging rambutan terolah

minimal dan kekerasan kulit rambutan utuh

selama penyimpanan... 60 Lampiran 10. Analisis ragam kekerasan daging buah rambutan

terolah minimal dan kekerasan kulit buah

rambutan utuh... 61 Lampiran 11. Data perubahan total padatan terlarut pada buah

rambutan terolah minimal dan rambutan utuh

selama penyimpanan... 62 Lampiran 12. Analisis ragam total padatan terlarut buah rambutan

terolah minimal dan buah rambutan utuh... 63 Lampiran 13. Data perubahan nilai warna L (tingkat kecerahan) kulit

(25)

Lampiran 14. Analisis ragam nilai warna L (tingkat kecerahan)

kulit buah rambutan utuh... 65 Lampiran 15. Data perubahan nilai warna a kulit pada buah rambutan

utuh selama penyimpanan... 66 Lampiran 16. Analisis ragam nilai warna a kulit

buah rambutan utuh... 67 Lampiran 17. Data perubahan nilai warna b kulit pada buah rambutan

utuh selama penyimpanan... 68 Lampiran 18. Analisis ragam nilai warna b kulit

buah rambutan utuh... 69 Lampiran 19. Data perubahan derajat putih pada buah rambutan

terolah minimal... 70 Lampiran 20. Analisis ragam derajat putih buah rambutan

(26)

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini buah telah menjadi salah satu komoditas perdagangan internasional yang terus berkembang. Berbagai buah produksi negara-negara sub-tropis dapat dengan mudah dijumpai di negara tropis, sebaliknya buah dari negara tropispun dapat dijumpai di negara-negara sub-tropis. Berdasarkan rasio buah tersedia terhadap jumlah penduduk Indonesia tahun 2000, maka konsumsi per kapita buah adalah 36.96 kg/kapita/tahun dan akan terus diupayakan meningkat mendekati angka anjuran FAO sebesar 60 kg/kapita/tahun. Beberapa jenis buah unggulan Indonesia yang dapat bersaing di pasar internasional diantaranya adalah pisang, mangga, manggis, jeruk, salak, pepaya, nenas, rambutan, durian, semangka, nangka dan duku (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2006).

Dalam era globalisasi, perdagangan internasional buah-buahan juga membuka peluang peningkatan usaha agribisnis buah, baik dalam skala kecil, menengah, maupun besar, walaupun di sisi lain, persaingan yang dihadapipun akan semakin berat. Oleh karena itu, dalam upaya memenangkan persaingan ini hanya ada satu pilihan, yaitu peningkatan daya saing melalui peningkatan mutu, produktivitas, dan efisiensi usaha dengan memperhatikan aspek keamanan pangan dan pelestarian lingkungan hidup.

(27)

Gambar 1. Grafik perkembangan luas panen dan produksi rambutan di Indonesia (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2006).

(28)

yang panjang. Dengan demikian tersedia dalam jangka lebih lama, dapat dipasarkan secara luas baik di tingkat lokal maupun ekspor dengan harga yang stabil, dan menguntungkan petani, pedagang serta pihak terkait lainnya yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Pada dasarnya, upaya penanganan rambutan sudah ada, namun belum memberikan hasil yang optimal sehingga perlu dikaji cara penanganan yang tepat dan aplikatif bagi petani, pedagang dan eksportir, yang tentunya harus mudah, murah serta efektif menjaga mutu dan memperpanjang umur simpannya. Menurut Gunadnya (1995), cara penanganan utama buah-buahan adalah pendinginan tetapi biasanya kurang efektif bila tidak dikombinasikan dengan cara lain misalnya pengemasan dengan plastik, serta penerapan atmosfir termodifikasi aktif dengan menggunakan gas O2, CO2 dan N2.

Kesibukan kerja untuk meningkatkan prestasi dan pendapatan menyebabkan waktu yang tersedia di luar urusan kerjanya semakin sempit. Hal ini menyebabkan beralihnya pilihan masyarakat terhadap buah-buahan segar yang siap saji. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan buah-buahan tersebut adalah dengan menghilangkan bagian yang tidak dapat dimakan dan memperkecil. Teknologi ini lebih dikenal sebagai teknologi olah minimal (minimally processing).

B. TUJUAN

(29)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. RAMBUTAN

Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn) termasuk famili Sapindacaeae yang merupakan tanaman buah tropis asli Indonesia, namun saat ini telah menyebar luar di daerah yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin dan ditemukan pula di daratan yang mempunyai iklim sub-tropis. Buah rambutan berbentuk bulat sampai lonjong dan seluruh permukaan kulitnya banyak ditumbuhi rambut-rambut (duri-duri lunak), oleh karena itu disebut rambutan (Kosiyachinda dan Salma dalam Hasbi, 1995).

Struktur anatomis buah rambutan terdiri dari : kulit yang seluruh permukaannya ditumbuhi rambut, aril, dan biji. Rambut berbentuk seperti ujung tombak yang agak pipih dan melengkung di ujungnya. Kulitnya terdiri atas dua bagian yaitu kulit luar yang berwarna kuning sampai merah tua dan kulit bagian dalam berwarna putih sampai putih kekuningan (Kalie, 1994). Panjang buah sekitar 4.5 cm, lebar 2.5-3.7 cm dengan tebal kulit 2-4 mm dan pada bagian terluar kulit (pericarp), ditutupi oleh rambut (spinterns) yang mana akan berwarna merah atau kekuningan ketika matang (Nakasone et al. dalam Hidayat, 2005). Bagian yang dapat dimakan dari buah rambutan adalah salut bijinya atau aril yang memiliki ketebalan berkisar antara 0.4-0.8 cm, berwarna putih sampai kekuningan, transparan atau buram, manis, berair dan merupakan kira-kira 48 persen dari keseluruhan buah (Sunarmani dalam Hidayat, 2005).

(30)
[image:30.612.200.439.111.501.2]

Tabel 1. Komposisi kimia buah rambutan dalam 100 gr bagian buah yang dapat dimakan (Lam et al., 1987)

Komposisi kimia Jumlah

Air (g) 82.1

Protein (g) 0.9

Lemak (g) 0.3

Abu (g) 0.3

Glukose (g) 2.8

Fruktose (g) 3.0

Sukrose (g) 9.9

Pati (g) 0

Serat makanan (g) 2.8

Asam malat (g) 0.05

Asam sitrat (g) 0.31

Energi (kJ) 297

Vitamin C (mg) 70.0

Niacin (mg) 0.5

Kalsium (mg) 15

Besi (mg) 0.8

Thiamin (mg) 0.01

Riboflavin (mg) 0.07

Dari survey yang telah dilakukan terdapat 22 jenis rambutan baik yang berasal dari galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur yang berbeda. Ciri-ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat buah (dari daging buah, kandungan air, bentuk, warna kulit, panjang rambut). Dari sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi, diantaranya:

(31)

daging buahnya tebal. Rambutan jenis ini dapat bertahan hingga mencapai 6 hari setelah dipetik.

Rambutan Aceh Lebak Bulus : produktivitas rata-rata sebesar 160-170 ikat per pohon. Rambutan ini memiliki ciri-ciri kulit buah berwarna merah kuning, halus, rasanya segar manis-asam, banyak air dan ngelotok. Daya simpan 4 hari setelah dipetik, buah ini tahan dalam pengangkutan.

Rambutan Cimacan : memiliki ciri-ciri kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua, rambut kasar dan agak jarang, rasa manis, sedikit berair. Rambutan jenis ini kurang tahan dalam pengangkutan dan kurang lebat buahnya dengan rata-rata hasil 90-170 ikat per pohon,

Rambutan Binjai : merupakan salah satu rambutan yang terbaik di Indonesia dengan ciri-ciri buah cukup besar, kulit berwarna merah darah sampai merah tua, rambut buah agak kasar dan jarang. Meskipun hasil buahnya tidak sebanyak rambutan Aceh Lebak Bulus, tapi rasanya manis dengan sedikit asam.

Rambutan Sinyonya : memiliki buah yang lebat, batang yang kuat cocok untuk diokulasi, warna kulit buah merah tua sampai merah anggur, dengan rambut halus dan rapat. Rambutan yang memiliki rasa manis asam, banyak berair, lembek dan tidak ngelotok ini banyak disukai terutama oleh orang Tionghoa.

(32)

B. BUAH SEGAR TEROLAH MINIMAL

Buah-buahan dan sayuran terolah minimal adalah buah dan sayur yang disiapkan untuk memudahkan konsumsi dan distribusi ke konsumen dalam keadaan seperti bahan segarnya (King dan Bolin, 1989). Teknologi olah minimal adalah seluruh kegiatan pengolahan seperti pencucuian, sortasi, pembersihan, pengupasan, pemotongan, dan lain sebagainya yang tidak mempengaruhi sifat-sifat mutu bahan segarnya, khususnya kandungan gizinya (Shewfelt, 1987)

Kendala utama yang dihadapi buah terolah minimal adalah terjadinya perubahan-perubahan fisiologis yang tidak diinginkan. Adanya pemotongan dan pengirisan menyebabkan kerusakan-kerusakan pada jaringan sel dan membran sel. Pada dasarnya kerusakan yang timbul disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya aktivitas enzim, peningkatan produksi etilen, peningkatan laju respirasi dan perubahan flora mikroba pada produk. Cara yang dapat diupayakan untuk mengantisipasi pendeknya umur simpan produk hortikultura yang diolah secara minimal adalah dengan penyimpanan pada suhu rendah, penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi, dan penggunaan film kemasan setelah pengolahan minimal (Wong, et al., 1994).

C. PENGEMASAN

Pada dasarnya tujuan utama dilakukan pengemasan adalah untuk memberikan proteksi terhadap produk agar tidak mudah rusak. Khusus untuk produk makanan, terutama produk segar atau produk yang akan didistribusikan ke tempat lain yang jauh, pengemasan juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dengan mikroba. Pengemasan juga merupakan bagian penting dari usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran (Hambali et al., 1988).

(33)

Sedangkan menurut Buckle et al. (1987), pengemasan bahan pangan harus mempunyai lima fungsi utama, yaitu:

1. Harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya.

2. Harus memberi perlindungan bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen, dan sinar.

3. Harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan, yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan. 4. Harus mempunyai tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan,

untuk dibuka dan ditutup kembali, dan kemudahan dalam penanganan dan pengangkutan.

5. Harus memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi daya awet bahan pangan yang akan dikemas adalah sifat alamiah bahan pangan, kondisi atmosfer (terutama air dan kelembaban), dan ketahanan bahan pengemas secara keseluruhan terhadap air, dan gas atmosfer (Buckle et al., 1987).

1. Kemasan plastik

Dalam bungkus plastik dapat timbul udara termodifikasi yang menguntungkan bagi penurunan laju respirasi produk. Udara yang telah mengalami perubahan itu menghambat pematangan dan memperpanjang masa simpan produk pertanian seperti buah-buahan dan sayur-sayuran (Pantastico, 1986).

Menurut Hall et al., (1989), film kemasan sebagai bahan pengemas mempunyai fungsi untuk melindungi dan mengawetkan buah-buahan yang mudah rusak serta menyebabkan produk yang dikemas menjadi lebih menarik. Selain itu juga film plastik dapat memberikan perlindungan terhadap kehilangan air pada produk sehingga akan tetap kelihatan segar sampai waktu yang lama.

Film kemasan memberikan lingkungan yang berbeda pada produk yang disimpan karena laju perembesan O2 ke dalam kemasan dan CO2 keluar

(34)

dan sifat kemasan yang digunakan. Faktor penting dalam pemilihan film pengemas adalah permeabilitas bahan pengemas karena umur simpan produk hortikultura terutama dikendalikan oleh suhu, kelembaban nisbi, serta konsentrasi O2 dan CO2 lingkungannya. Sifat film kemasan yang sesuai untuk

penyimpanan buah-buahan adalah yang lebih permeabel terhadap CO2

sehingga laju akumulasi CO2 hasil respirasi lebih sedikit dari laju penyusutan

O2 (Hall et al., 1989).

Polietilen merupakan volume terbesar dari plastik tipis berlapis tunggal (single film) yang digunakan dalam industri pengemasan fleksibel. Polietilen dengan kepadatan rendah (dibuat dengan tekanan dan suhu tinggi) merupakan plastik tipis yang murah dengan kekuatan tegangan yang sedang dan terang, dan merupakan penahan air yang baik tetapi jelek terhadap oksigen. Keuntungan yang terbesar adalah kemampuannya untuk ditutup sehingga memberi tutup yang rapat terhadap cairan. Polietilen dengan kepadatan tinggi (suhu dan tekanan rendah) memberi perlindungan yang baik terhadap air dan meningkatkan stabilitas terhadap panas. Sedangkan polipropilen lebih kaku, kuat dan ringan daripada polietilen dengan daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu, tetapi bukan penahan gas yang baik (Buckle et al., 1987).

2. Pengemasan Atmosfir Termodifikasi

Dewasa ini penyimpanan tidak hanya berfungsi sebagai sebagai cadangan pangan, tetapi juga berfungsi untuk menjaga mutu agar makanan tetap layak dan sehat untuk dikonsumsi. Kondisi penyimpanan yang kurang baik selain menurunkan nilai ekonomi bahan pangan juga dapat menyebabkan adanya pencemaran yang mengancam kesehatan manusia (Syarief dan Hariyadi dalam Hasbi, 1995).

(35)

antara respirasi alami dan penggunaan kemasan yang semipermiabel (Hasan dan Pantastico, 1990).

Penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi dapat diciptakan secara pasif ataupun pasif. Dalam atmosfir temodofikasi pasif, kesetimbangan antara O2 dan CO2 didapat melalui pertukaran udara di dalam kemasan melalui film

plastik. Jadi kesetimbangan yang diinginkan tidak diatur oleh suatu alat tertentu di luar kemasan yang digunakan. Pada atmosfir termodifikasi aktif, udara di dalam kemasan pada awalnya dikontrol dengan cara menarik semua udara dari dalam kemasan untuk kemudian diisi kembali dengan udara yang sudah diatur konsentrasinya menggunakan suatu alat, sehingga kesetimbangan langsung tercapai (Zagory dan Kader, 1988).

Penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi bila dikombinasikan dengan pendinginan, dengan nyata menghambat kegiatan respirasi, dan dapat menunda pelunakan, penguningan, perubahan warna, perubahan-perubahan mutu, dan proses pembongkaran lainnya dengan mempertahankan atmosfir yang mengandung lebih banyak CO2 dengan lebih sedikit O2 daripada dalam

udara biasa (Do dan Salunke dalam Pantastico, 1986).

Pengemasan atmosfir termodifikasi bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan menciptakan kondisi atmosfir yang cocok untuk suatu bahan tertentu. Kondisi optimum atmosfir terkendali untuk produk segar biasanya tercapai pada konsentrasi O2 yang lebih rendah dan konsentrasi CO2

lebih tinggi daripada atmosfir lingkungan. Untuk mencapai hal tersebut maka pengemas dibuat dari plastik yang mempunyai permeabilitas tertentu terhadap O2 maupun CO2 (Mannapperuma et al., 1989).

Menurut Geeson, et al. (1985), perubahan konsentrasi O2 dan CO2

tersebut dalam suatu saat akan mencapai suatu keadaan kesetimbangan, dimana pada saat itu terjadi sedikit sekali atau bahkan tidak ada perubahan konsentrasi O2 dan CO2.

(36)

memperlihatkan kecenderungan meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan (ml-mil/m2-jam-atm) (Gunadya, 1995).

100C a) 150C a) 250C b) Jenis

Film kemasan O2 CO2 O2 CO2 O2 CO2

Polietilen densitas rendah - - - - 1002 3600

Polipropilen 265 364 294 430 229 656

Strech film 342 888 473 748 4143 6226

White strech film 226 422 291 412 1464 1470

a)

hasil perhitungan (secara teoritis)

b)

hasil penetapan (hasil pengukuran)

D. PENYIMPANAN DINGIN

Buah-buahan dan sayuran merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis. Menurut Pantastico (1986), penyimpanan dalam suhu rendah merupakan cara yang paling efektif dan bermanfaat untuk memperlambat perkembangan dan pembusukan pascapanen pada buah-buahan dan sayuran yang disebabkan oleh infeksi di bagian dalam. Penyimpanan pada suhu dingin pada prinsipnya bertujuan untuk menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, dan sebagai akibatnya ketahanan simpannya cukup panjang dengan susut bobot minimal, mutu buah masih baik.

(37)

respirasi yang dapat mengakibatkan pematangan, penuaan, dan pengeluaran panas juga terhambat.

(38)

III.

METODOLOGI

A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2006. Lokasi penelitian adalah Laboratorium TPPHP (Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah rambutan varietas Aceh yang diperoleh dari perkebunan di Parung Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah plastik HDPE (High Density Polietilen), plastik SF (Strecth Film), styrofoam, alkohol, lilin (malam), selang plastik.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Continous Gas Analyzer tipe IRA-107 untuk mengukur konsentrasi CO2, Portable Oxygen

Tester POT-101 untuk mengukur konsentrasi O2 , Rheometer tipe CR-300DX

untuk mengukur kekerasan buah, Chromameter tipe CR-200 untuk mengetahui perubahan warna buah, Refraktometer untuk mengukur total padatan terlarut bahan, timbangan digital untuk mengetahui susut bobot, sealer, cold storage.

C. METODOLOGI

Pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

• Buah rambutan yang dipetik dari kebun diangkut dengan kemasan karung menggunakan kendaraan menuju laboratorium.

• Setelah itu rambutan disortasi untuk keseragaman warna.

• Untuk rambutan terolah minimal, rambutan dikupas dengan menggunakan pisau yang telah disterilisasi dengan alkohol untuk mencegah terdapatnya mikroorganisme.

(39)

• Untuk plastik SF, rambutan disimpan dengan menggunakan alas styrofoam. Sedangkan untuk kemasan plastik HDPE, rambutan langsung tanpa menggunakan styrofoam.

• Setelah rambutan dikemas dalam plastik, kemudian disimpan di dalam cold storage dengan suhu 10°C dan suhu kamar (sebagai kontrol).

(40)
[image:40.612.148.497.74.698.2]

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian. Pohon rambutan

Panen

Sortasi

Suhu kamar Penyimpanan

dingin

10o

Pengamatan

Warna buah

Susut bobot

Kekerasan Plastik

HDPE

Plastik Strech Film

Total padatan

terlarut

Laju respirasi

Organoleptik Rambutan

terolah minimal

Rambutan utuh

(41)

D. PENGAMATAN

1. Laju respirasi

Pengukuran laju respirasi dilakukan dengan menggunakan buah rambutan yang telah dikemas. Kemasan plastik dilubangi dan dipasangi selang. Untuk mencegah masuk keluarnya gas O2 dan CO2 kedalam dan

keluar dari kemasan maka pada bagian leher selang dilapisi lilin (wax). Untuk mengetahui konsentrasi gas CO2 dan O2 maka dua selang tersebut

dihubungkan dengan continous gas analyzer dan portable oxygen tester. Pengukuran konsentrasi gas CO2 dan O2 dilakukan setiap 3 jam

untuk hari pertama, 6 jam pada hari kedua, 12 jam pada hari ketiga, dan 24 jam pada hari selanjutnya. Laju respirasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Mannaperumma & Singh (1989), berikut

dt

dx

x

W

V

R

=

……….. (1)

Keterangan

R : Laju respirasi (ml/kg jam) V : Volume bebas (l)

W : Berat sampel (kg)

dt dx

: Perubahan Konsentrasi gas terhadap waktu (%)

2. Susut bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital, berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan dan dinyatakan dalam persen. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus sebagai berikut:

Susut bobot (%) = x100% W

Wa W

Dimana :

(42)

3. Total padatan terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan Refraktometer model N-1 Atago. Pasta buah ditempatkan pada prisma Refraktometer, lalu dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refraktometer dibersihkan dengan aquades. Besarnya nilai total padatan terlarut dinyatakan dalam satuan %Brix.

4. Kekerasan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahan buah terhadap jarum penusuk dari rheomater dengan model CR-300. Alat diset pada kedalaman 3 mm dengan beban maksimum 2 kg dan menggunakan jarum no.2,5. Bahan ditusuk pada bagian tengah dan kekerasan buah langsung dapat dibaca pada alat dalam satuan kgf. Untuk rambutan terolah minimal kekerasan yang diukur adalah kekerasan daging, sedangkan untuk rambutan utuh kekerasan kulit yang diukur.

5. Warna

Warna kulit diukur dengan Chromameter Minolta tipe CR-200. Dengan cara menempelkan alat sensornya pada permukaan rambutan, maka akan dihasilkan nilai-nilai dengan symbol Y, x, z.

Untuk rambutan utuh perubahan warna dilihat dari tingkat kecerahan (nilai L), kandungan warna hijau (nilai a) dan kandungan warna kuning (nilai b), sedangkan untuk rambutan terolah minimal dilihat dari tingkat derajat putihnya.

Menurut Soekarto (1990), parameter L menunjukkan tingkat kecerahan suatu bahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam). Tingkat L bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih.

(43)

Nilai (b) menyatakan kandungan warna kuning. Nilai (+b) akan semakin besar jika warna semakin kuning sedangkan nilai (-b) akan semakin kecil jika warna semakin biru.

6. Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui sejauh mana panelis (sebanyak 15 panelis) menerima perubahan sifat fisik dan kimia buah rambutan selama penyimpanan. Pengamatan organoleptik buah rambutan dalam kemasan meliputi 4 parameter : warna, aroma, rasa, kekerasan. Penilaian panelis ditabulasikan kedalam skor angka, yaitu 1 sampai 5. Skor 5 untuk penilaian sangat suka, skor 4 untuk penilaian suka, skor 3 untuk biasa, skor 2 untuk tidak suka, dan skor 1 untuk penilaian sangat tidak suka yang kemudian dirata-ratakan. Skor rata-rata 4.6-5 diartikan sangat suka, 3.6-4.5 diartikan suka, 2.6-3.5 diartikan biasa, 1.6-2.5 diartikan tidak suka, dan 1-1.5 diartikan sangat tidak suka.

E RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah desain eksperimen faktorial 2k dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah adalah jenis plastik dengan dua taraf yaitu menggunakan plastik Stretch Film (SF) dan High Density Polietilen (HDPE), sedangkan faktor kedua adalah suhu penyimpanan dengan dua taraf yaitu 10°C, dan suhu kamar (kontrol). Persamaan yang digunakan dalam rancangan ini adalah sebagai berikut:

ij ij j i

Yij=μ+α +β +αβ +ε

Dimana:

Yij = hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah (rata-rata yang sesungguhnya)

αi = pengaruh faktor pertama pada taraf ke-i βj = pengaruh faktor kedua pada taraf ke-j

αβij = interaksi antara pengaruh faktor pertama pada taraf ke-i dengan pengaruh faktor kedua pada taraf ke-j

(44)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KAJIAN FISIOLOGIS

1. LAJU RESPIRASI DALAM KEMASAN

Respirasi yang dilakukan oleh buah-buahan, sayuran, dan hasil pertanian lainnya merupakan suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air, dan

sejumlah besar elektron (Winarno dan Aman, 1981). Berikut ini adalah persamaan kimia respirasi:

O H CO O O H

C6 12 6 +6 2 →6 2 +6 2 + 674 kal energi

Setelah dipanen, sayuran dan buah-buahan masih melangsungkan proses respirasi yang bisa digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui daya simpan. Laju respirasi yang tinggi biasanya memiliki umur simpan yang pendek, sebaliknya semakin rendah laju respirasi maka buah yang bersangkutan potensial untuk disimpan lebih lama dalam bentuk segar (Pantastico, 1986). Grafik perubahan konsentrasi gas CO2 dan O2 dalam

kemasan dapat dilihat pada Gambar 3 sampai 6.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

0 24 48 72 96 120 144 168

Waktu (jam) K o n s en tr asi g a s C O 2 ( % )

[image:44.612.154.502.442.645.2]

HDPE-10 HDPE-R SF-10 SF-R

Gambar 3. Grafik perubahan konsentrasi CO2 buah rambutan terolah minimal

(45)

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

0 24 48 72 96 120 144 168

Waktu (jam) Ko n s en tr as i g a s O 2 (% )

HDPE-10 HDPE-R SF-10 SF-R

Gambar 4. Grafik perubahan konsentrasi O2 buah rambutan terolah minimal

selama penyimpanan. 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

0 48 96 144 192 240 288 336 384 432

Waktu (jam) K o n sen tr asi g as C O 2 ( % )

HDPE-10 HDPE-R SF-10 SF-R

Gambar 5. Grafik perubahan konsentrasi CO2 buah rambutan utuh selama

(46)

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

0 48 96 144 192 240 288 336 384 432

Waktu (jam)

Ko

n

s

en

tr

as

i

g

a

s

O

2

(%

)

HDPE-10 HDPE-R SF-10 SF-R

Gambar 6. Grafik perubahan konsentrasi O2 buah rambutan utuh selama

penyimpanan. Keterangan:

HDPE-10 = Rambutan dalam kemasan HDPE dengan suhu 10oC HDPE-R = Rambutan dalam kemasan HDPE dengan suhu ruang SF-10 = Rambutan dalam kemasan SF dengan suhu 10oC SF-R = Rambutan dalam kemasan SF dengan suhu ruang

Berdasarkan grafik diatas, peningkatan konsentrasi CO2 dan penurunan

konsentrasi O2 pada suhu ruang meningkat lebih cepat dibanding suhu 10oC,

hal ini bisa disebabkan karena penghambatan proses fisiologis pada suhu 10oC sehingga proses respirasi lebih lambat. Selain faktor suhu, disebabkan juga karena kelembaban pada suhu ruang lebih rendah dibanding dengan suhu 10°C.

Peningkatan konsentrasi CO2 dalam kemasan HDPE lebih cepat

dibanding dengan kemasan SF. Hal ini disebabkan karena permeabilitas terhadap gas dari plastik SF lebih besar, sehingga pertukaran udara hasil respirasi dari dalam ke luar lebih cepat dibanding kemasan HDPE yang dapat menyebabkan gas CO2 terakumulasi dalam kemasan. Rambutan dalam

kemasan HDPE mengalami penurunan O2 lebih lambat dibanding kemasan SF

yang disebabkan karena O2 dari luar pada kemasan SF bisa masuk ke dalam

(47)

dengan O2 sehingga laju akumulasi gas O2 disekitar bahan lebih kecil daripada

penyerapan O2.

Perlakuan terolah minimal menyebabkan terjadi percepatan reaksi fisiologis seperti respirasi sehingga terjadi peningkatan CO2 dan penurunan O2

lebih drastis dibanding dengan rambutan utuh, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 sampai 6.

Menurut Phan et al. (1986), faktor yang mempengaruhi respirasi ada dua: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, gas etilen, ketersediaan O2, CO2, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah

selama pemanenan.

Grafik perubahan laju respirasi CO2 dan O2 buah rambutan terolah

minimal dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8, sedangkan untuk rambutan utuh pada Gambar 9 dan 10.

0 50 100 150 200 250 300

0 24 48 72 96 120 144 168

Waktu (jam) L a ju r e s p ir a s i C O 2 ( m l/k g j a m )

HDPE-10 HDPE-R SF-10 SF-R

Gambar 7. Grafik perubahan laju respirasi CO2 buah rambutan terolah

(48)

0 50 100 150 200 250

0 24 48 72 96 120 144 168

Waktu (jam)

L

a

ju

r

e

s

p

ir

a

s

i

O

2

(m

l/

k

g

j

a

m

)

HDPE-10 HDPE-R SF-10 SF-R

Gambar 8. Grafik perubahan laju respirasi O2 buah rambutan terolah minimal

dalam berbagai kemasan dan suhu selama penyimpanan.

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa laju respirasi CO2 dan

O2 pada umumnya semakin menurun kemudian stabil selama penyimpanan,

(49)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 48 96 144 192 240 288 336 384 432

Waktu (jam) L a ju r e s p ir a s i C O 2 ( m l/ k g j a m)

HDPE-10 HDPE-R SF-10 SF-R

Gambar 9. Grafik perubahan laju respirasi CO2 buah rambutan utuh dalam

berbagai kemasan dan suhu selama penyimpanan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 48 96 144 192 240 288 336 384 432

Waktu (jam) L a ju r e s p ir a s i O 2 ( m l/k g j a m )

[image:49.612.157.498.80.282.2]

HDPE-10 HDPE-R SF-10 SF-R

Gambar 10. Grafik perubahan laju respirasi O2 buah rambutan utuh dalam

berbagai kemasan dan suhu selama penyimpanan.

(50)

Burn (1995) menyatakan bahwa kehilangan kulit dan gangguan keutuhan sel akibat pengupasan, pengirisan, maupun pemotongan menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis sehingga mengakibatkan peningkatan transpirasi, aktivitas enzim dan laju respirasi.

Produk hortikultura yang diolah secara minimal akan mengalami perubahan akibat hilangnya pelindung alami yang menyebabkan terjadinya induksi sintesis etilen, reaksi pencoklatan (browning), kehilangan air, dan peningkatan laju respirasi. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan umur simpan produk menjadi pendek sehingga membutuhkan teknik yang berkaitan dengan teknologi pengolahan minimal. Wong et al., (1994) mengatakan bahwa pada dasarnya kerusakan yang timbul akibat proses pengolahan minimal disebabkan oleh aktivitas enzim, pembentukan senyawa metabolik sekunder, peningkatan produksi etilen, peningkatan laju respirasi, dan perubahan mikroba pada produk.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 5) diketahui bahwa faktor suhu, kemasan serta interaksinya berpengaruh sangat nyata pada laju respirasi baik pada rambutan utuh maupun rambutan terolah minimal. Hal ini berarti bahwa kemasan HDPE dan SF memberikan hasil yang berbeda pada laju respirasi buah rambutan, begitu juga pada suhu 10oC dan ruang serta interaksinya. Phan et al. (1986) menyatakan bahwa laju respirasi buah-buahan antara 0°C dan 35°C meningkat 2-2.5 kali untuk setiap kenaikan 7.8°C. Laju respirasi rata-rata buah rambutan terolah minimal dan rambutan utuh dalam kemasan dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Laju respirasi (ml/kg jam) rata-rata buah rambutan terolah minimal dalam berbagai kemasan dan suhu

Kemasan HDPE Kemasan SF Suhu

(°C) CO2 O2 RQ CO2 O2 RQ

10 Ruang

9.20 101.80

12.00 92.15

0.76 1.10

2.44 10.79

4.94 32.51

(51)

Tabel 4. Laju respirasi (ml/kg jam) rata-rata buah rambutan utuh dalam berbagai kemasan dan suhu

Kemasan HDPE Kemasan SF Suhu

(°C) CO2 O2 RQ CO2 O2 RQ

10 Ruang

5.57 27.54

9.51 47.77

0.58 0.58

1.65 4.86

4.00 14.97

0.41 0.33

Perbandingan antara gas CO2 yang dihasilkan dengan gas O2 yang

dibutuhkan dinamakan kuosien respirasi (RQ). Pada umumnya, bila nilai RQ sama dengan satu berarti gula yang dioksidasi. Nilai RQ lebih besar dari satu menunjukkan bahwa yang digunakan dalam respirasi adalah suatu substrat mengandung oksigen seperti asam organik. Sedangkan apabila nilai RQ kurang dari satu, ada beberapa kemungkinan, antara lain: substratnya mempunyai perbandingan oksigen terhadap karbon lebih kecil dari heksosa, oksidasi belum tuntas, atau karbondioksida yang dihasilkan digunakan untuk proses sintesis, misalnya pembentukan asam malat dari piruvat (Pantastico, 1986).

B. KAJIAN MUTU BUAH 1. SUSUT BOBOT

(52)

-1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

0 1 2 3 4 5 6 7

Waktu (hari) S u s u t bob ot ( % )

HDPE-10 HDPE-R SF-10 SF-R

Gambar 11. Grafik perubahan susut bobot rambutan terolah minimal dalam berbagai kemasan dan suhu selama penyimpanan.

-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Waktu (hari) S u s u t bo bot ( % )

[image:52.612.154.502.81.272.2]

HDPE-10 HDPE-R SF-10 SF-R

Gambar 12. Grafik perubahan susut bobot rambutan utuh dalam berbagai kemasan dan suhu selama penyimpanan.

(53)

buah dan sebahagian kecil oleh respirasi yang mengubah gula menjadi CO2

dan H2O.

Dari Gambar 11 dan 12 terlihat bahwa terjadinya penurunan susut bobot pada suhu ruang lebih besar dibandingkan suhu 10°C. Selain pengaruh suhu rendah yang dapat mengurangi aktifitas respirasi juga karena rendahnya kelembaban ruang penyimpanan pada suhu ruang yang mempercepat transpirasi sehingga dapat menurunkan bobot secara drastis. Menurut Ryall dan Pentzer (1982), faktor yang mempengaruhi susut bobot salah satunya adalah kelembaban udara relatif (RH) pada ruang simpan, apabila ruang simpan memiliki RH yang tinggi maka susut bobot yang dialami akan lebih rendah jika dibandingkan dengan ruang simpan yang memiliki RH yang rendah.

Selain itu dapat dilihat juga bahwa perubahan susut bobot pada kemasan HDPE lebih kecil daripada SF selama penyimpanan. Ini disebabkan karena kemasan SF lebih permeabel terhadap air dibanding kemasan HDPE, sehingga dalam kemasan HDPE air hasil respirasi kemungkinan masih terdapat didalam kemasan atau terjadi pengembunan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan susut bobot atau nilainya menjadi negatif (Gambar 11 dan 12) yang berarti bahwa bobot buah rambutan mengalami kenaikan.

Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan berat pada buah dan sayuran yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi, dimana kehilangan air tidak saja menurunkan bobot tetapi potensial menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan pada produk. Selanjutnya disebutkan bahwa penyusutan bobot akibat respirasi dan transpirasi dapat ditekan dengan cara menaikkan kelembaban nisbi, menurunkan suhu, mengurangi gerakan udara dan penggunaan kemasan.

(54)

interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap susut bobot mulai hari ke-2 sampai hari ke-16 .

2. KEKERASAN

Pengukuran uji kekerasan dilakukan sebagai salah satu indikasi terjadinya kerusakan pada buah rambutan. Perubahan kekerasan pada buah selama penyimpanan disebabkan oleh pembongkaran protopektin yang tidak larut menjadi senyawa pektin yang larut dan secara fisiologis perubahan kekerasan dipengaruhi oleh tekanan turgor yang mengakibatkan perubahan komposisi dinding sel (Winarno dan Aman, 1981). Air sel yang menguap membuat sel menciut sehingga ruangan antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan. Data rata-rata perubahan kekerasan daging buah rambutan terolah menimal dan kekerasan kulit rambutan utuh selama penyimpanan disajikan pada Lampiran 8. Grafik perubahan kekerasan daging dan kulit pada buah rambutan selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35

0 1 2 3 4 5 6 7

Waktu (hari)

K

eker

asan

D

a

g

in

g

(N

)

[image:54.612.152.504.385.595.2]

HDPE-10 HDPE-Ruang SF-10 SF-Ruang

(55)

Dari Gambar 13 dapat diketahui bahwa kekerasan buah rambutan terolah minimal selama penyimpanan mengalami penurunan yang terjadi karena degradasi pektin yang dikatalis oleh enzim esterase yang menghasilkan asam poligalakturanat bebas dan metanol serta enzim poligalakturonase. Pengurangan ketegangan juga berhubungan dengan pembentukan zat pektin yang larut dalam air. Proses respirasi membutuhkan air yang diambil dari sel sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan air pada sel yang membuat sel kehilangan kekerasannya. Menurut Pantastico (1986) ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif pada vakuola, permebilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Buah-buahan akan kehilangan airnya karena proses transpirasi dan respirasi setelah pemanenan, sehingga tekanan turgornya menjadi semakin kecil dan menyebabkan komoditi tersebut menjadi lunak.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 9) terlihat bahwa jenis kemasan, suhu penyimpanan, beserta interaksinya secara umum tidak berpengaruh terhadap kekerasan daging buah rambutan terolah minimal.

2 3 4 5 6 7

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Waktu (hari)

K

eker

asan

K

u

li

t

(N

)

[image:55.612.154.501.386.586.2]

HDPE-10 HDPE-Ruang SF-10 SF-Ruang

Gambar 14. Grafik perubahan kekerasan kulit buah rambutan utuh dalam berbagai kemasan dan suhu selama penyimpanan.

(56)

meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin banyak terjadinya penguapan air hasil respirasi dan transpirasi yang menyebabkan buah rambutan menjadi semakin kering sehingga menyebabkan semakin kerasnya kulit buah rambutan. Kelembaban ruang penyimpanan juga dapat mempengaruhi kekerasan kulit. Semakin rendah kelembaban, penguapan air dari kulit semakin cepat sehingga menyebabkan kulit mengering tetapi bagian dalam masih lunak.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 9) terlihat bahwa jenis kemasan berpengaruh nyata pada hari ke-5, ke-6, dan ke-8, sedangkan suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-1 dan ke-5 terhadap kekerasan kulit pada buah rambutan utuh.

3. TOTAL PADATAN TERLARUT

Data rata-rata hasil pengamatan total padatan terlarut buah rambutan terolah menimal dan rambutan utuh selama penyimpanan disajikan pada Lampiran 10. Grafik perubahan total padatan terlarut buah rambutan terolah minimal dan rambutan utuh yang terjadi selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.

15 16 17 18 19 20 21

0 1 2 3 4 5 6 7

Waktu (hari) T o ta l P a da ta n T e rl a rut ( % B ri x )

[image:56.612.155.499.429.628.2]

HDPE-10 HDPE-Ruang SF-10 SF-Ruang

(57)

16 17 18 19 20 21 22

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Waktu (hari)

Tot

a

l P

a

da

ta

nTe

rl

a

rut

(

%

B

ri

x

)

[image:57.612.155.502.81.273.2]

HDPE-10 HDPE-Ruang SF-10 SF-Ruang

Gambar 16. Grafik perubahan total padatan terlarut buah rambutan utuh dalam berbagai kemasan dan suhu selama penyimpanan.

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa perubahan total padatan terlarut cenderung bervariasi selama penyimpanan, baik pada rambutan terolah minimal dan rambuan utuh. Total padatan terlarut terendah didapat pada buah rambutan pada suhu 10°C yang disebabkan karena terhambatnya proses penguraian gula, asam pektat, pektinat dan lainnya menjadi senyawa sederhana, akibat terhambatnya proses fisiologis termasuk respirasi.

Terjadinya kenaikan dan penurunan kandungan gula pada perlakuan yang dicobakan selain disebabkan oleh hidrolisis pati menjadi sukrosa, glukosa, dan fruktosa juga diduga karena keheterogenan buah yang diuji. Hal ini dapat terjadi karena buah dalam satu pohon tingkat kematangannya bervariasi bahkan dalam satu tangkaipun menunjukkan ketidakseragaman buah.

(58)

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 11), jenis kemasan, suhu penyimpanan beserta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut buah rambutan terolah minimal dan rambutan utuh. Hal ini berarti jenis kemasan HDPE dan kemasan SF tidak memberikan hasil yang berbeda terhadap total padatan terlarut, begitu pula dengan suhu 10oC dan suhu ruang serta interaksi antara keduanya.

4. WARNA

Warna merupakan salah satu ukuran mutu dan kualitas dari buah-buahan yang dapat meningkatkan daya tarik konsumen.

a. Nilai L

Data rata-rata perubahan nilai warna L (tingkat kecerahan) kulit buah rambutan utuh selama penyimpanan disajikan pada Lampiran 12. Grafik perubahan tingkat kecerahan (nilai warna L) buah rambutan utuh selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 17.

0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Waktu (hari)

Nila

i L

[image:58.612.169.503.371.568.2]

HDPE-10 HDPE-Ruang SF-10 SF-Ruang

Gambar 17. Grafik perubahan warna nilai L (tingkat kecerahan) kulit bu

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia buah rambutan dalam 100 gr bagian buah
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian.
Gambar 3. Grafik perubahan konsentrasi CO2 buah rambutan terolah minimal
Gambar 10. Grafik perubahan laju respirasi O2 buah rambutan utuh dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian buah terolah minimal yang menggunakan kemasan atmosfer termodifikasi sudah banyak dilakukan, diantaranya adalah: Hidayat (2005) yang menyimpulkan bahwa mutu

Penelitian ini bertujuan untuk memperpanjang umur simpan buah tamarillo segar dengan tujuan khusus menentukan laju respirasi buah tamarillo, komposisi optimum atmosfir lingkungan

Gambar 13 Grafik nilai warna b buah pada kulit rambutan selama penyimpanan Pada analisis ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa pelapisan lilin berpengaruh nyata terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk memperpanjang umur simpan buah tamarillo segar dengan tujuan khusus menentukan laju respirasi buah tamarillo, komposisi optimum atmosfir lingkungan

Oleh karena itu untuk mengoptimalkan umur simpan buah rambutan perlu dilakukan penelitian terhadap kondisi penyimpanan buah rambutan pada sistim pengemasan

Penelitian buah terolah minimal yang menggunakan kemasan atmosfer termodifikasi sudah banyak dilakukan, diantaranya adalah: Hidayat (2005) yang menyimpulkan bahwa mutu

Adapun tujuan khususnya adalah menentukan laju respirasi potongan sawo segar pada berbagai tingkat suhu penyimpanan, menentukan komposisi O 2 dan CO 2 serta suhu

Data yang digunakan dalam Persamaan (3) tersebut adalah tebal masing- masing kemasan, permeabilitas kemasan, luas kemasan yang digunakan seesuai yang dijual di