• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesa Metil Ester Sulfonat Dari Metil Ester Berbahan Baku PKO Pada Skala Pilot Plant

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesa Metil Ester Sulfonat Dari Metil Ester Berbahan Baku PKO Pada Skala Pilot Plant"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESA METIL ESTER SULFONAT

DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO

PADA SKALA PILOT PLANT

ARI IMAM SUTANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant

adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Februari 2007 Yang menyatakan,

(4)

ABSTRAK

ARI IMAM SUTANTO. Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant. Pembimbing : ANI SURYANI, ERLIZA HAMBALI dan PRAYOGA SURYADARMA.

Salah satu industri oleokimia berbasis minyak sawit yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di Indonesia adalah industri surfaktan. Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi atau biokimia. Surfaktan telah diaplikasikan secara luas di berbagai industri sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi Salah satu jenis surfaktan berbasis bahan alami yang saat ini sedang banyak diteliti dan dikembangkan adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan MES merupakan salah satu surfaktan anionik yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak sawit melalui proses sulfonasi.

Penelitian mengenai proses produksi surfaktan MES pada skala laboratorium telah banyak dilakukan dan memberikan hasil produk yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk kosmetika, pembersih, personal care product dan untuk aplikasi EOR di pertambangan minyak bumi. Pada tahap peningkatan skala produksi surfaktan MES dari skala laboratorium ke skala pilot plant, perlakuan lama reaksi dan kecepatan pengadukan pada reaktor pemroses penting untuk diperhatikan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mendapatkan kondisi proses yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant, (2) memperoleh karakteristik produk surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO yang dihasilkan, (3) mengetahui kelayakan finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO.

Proses sulfonasi metil ester minyak inti sawit dilakukan dengan sistem batch menggunakan tangki reaktor sulfonasi skala 100 L. Proses sulfonasi dilakukan dengan mencampurkan metil ester dan reaktan NaHSO3 pada nisbah mol reaktan 1:1,2. Suhu proses yang digunakan adalah 100oC. Pada penelitian ini variable proses yang diduga berpengaruh terhadap kualitas produk MES adalah kecepatan pengadukan selama proses dan lama proses sulfonasi. Perlakukan kecepatan pengadukan terdiri dari 3 taraf, yaitu kecepatan 140, 160 dan 180 rpm. Perlakuan lama proses sulfonasi adalah setiap interval 30 menit selama selang waktu 0-360 menit. Karakterisasi produk MES yang dihasilkan meliputi uji timol biru, pH, warna (kecerahan), kemampuan menurunkan tegangan permukaan, kemampuan menurunkan tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya deterjensi.

(5)

yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Retrun (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Pay Back Period (PBP) dan analisis sensitivitas.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa reaktor sulfonasi yang ada dapat digunakan untuk memproduksi surfkatan MES secara batch dengan NaHSO3 sebagai agen pesulfonasinya. Krakteristik produk MES yang dihasilkan

adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru : positif, (2) pH MES sebelum proses pemurnian : 3,53 - 5,94, (3) pH MES setelah proses pemurnian : 5,77 - 6,21, (4) tingkat kecerahan: 61,90 - 66,71 L, (5) penurunan tegangan permukaan : 27,75 (55,5%) - 32,90 dyne/cm (65,80%), (6) penurunan tegangan antarmuka : 28,00 dyne/cm (70%) - 31,85 dyne/cm (79,63%), (7) stabilitas emulsi : 72,25 -76,25%, (8) stabilitas busa : 4,63 - 8,06 jam, (9) daya deterjensi yang ditunjukan dengan tingkat kekeruhan : 0,101 - 0,296 A. Kondisi proses produksi surfaktan MES yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES dengan reaktor sulfonasi yang ada adalah pada perlakuan kecepatan pengadukan 179,6 rpm dan lama reaksi 258,9 menit. Pada kondisi tersebut karakterisk MES yang dihasilkan adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru : positif, (2) pH MES sebelum proses pemurnian : 3,60, (3) pH MES setelah proses pemurnian : 5,94, (3) tingkat kecerahan: 62,80 L, (4) penurunan tegangan permukaan : 31,80 dyne/cm (63,68%), (5) penurunan tegangan antarmuka : 30,55 dyne/cm (76,38%), (7) stabilitas emulsi : 74,95%, (8) stabilitas busa : 8,29 jam, (9) daya deterjensi yang ditunjukan dengan tingkat kekeruhan : 0,27 A.

Analisis finansial terhadap kelayakan pendirian industri surfaktan MES

menunjukkan kebutuhahan dana investasi yang diperlukan adalah sebesar Rp 28.123.707.895,-. Perhitungan kriteria investasi memberikan hasil (1) NPV :

Rp 13.707.106.258,-, (2) IRR : 25,70 persen, (3) B/C : 1,49, (4) PBP : 3,94 tahun, (5) BEP : Rp 1.680.659.331,-, dan (6) analisis sensitivitas : proyek masih layak dilaksanakan jika terjadi kenaikan kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen atau jika terjadi penurunan harga jual sebesar 5 persen.

(6)

ABSTRACT

ARI IMAM SUTANTO. Methyl Ester Sulfonates Synthesis from Methyl Ester Based on PKO in Pilot Plant Scale. Tutors: ANI SURYANI, ERLIZA HAMBALI and PRAYOGA SURYADARMA.

One of the palm oil-based oleochemical industry which has a great prospect to be developed in Indonesia is the surfactant industry. Surfactant is a surface active agent which can be produced by chemical or biochemical synthesis. Surfactant has been widely applied in several kind of industries as adhesive, wetting, foaming, emulsifier, or penetrating material component. One kind of the natural-based surfactant which currently has been researched and developed is the methyl ester sulfonates (MES) surfactant. MES surfactant is one of the anionic surfactant which can be made using the methyl ester from palm oil through the sulfonation process.

Research on the MES surfactant production process at the laboratory scale has been conducted many times and it gives product result that can be applied on many kinds of cosmetics, cleaner, and personal care products, and also for enhanced oil recovery (EOR) application on the oil mining. At the upgrading stage of MES surfactant production scale from the laboratory scale to the pilot plant scale, treatment of reaction time and stirring speed on the processing reactor is important to be noticed.

The objectives of this research are: (1) to get the process condition which can be used to produce MES surfactant made from PKO-based methyl ester using sulfonation reactor at the pilot plant scale, (2) to obtain the characteristic of the produced MES surfactant product made from PKO-based methyl ester, (3) to get the financial feasibility of the industry of MES surfactant made from PKO-based methyl ester.

Sulfonation process of palm kernel oil methyl ester is conducted using batch system in 100 L scale sulfonation reactor tank. Sulfonation process is conducted by mixing the methyl ester and NaHSO3 reactant at reactant mol ratio 1:1.2. Temperature of the process is 100oC. In this research, process variables which are supposed to influence the quality of MES product are the stirring speed at the process and the duration of sulfonation process. The treatment of stirring process consists of 3 grades, those are at the speed of 140, 160 and 180 rpm. The treatment of sulfonation process duration is in every 30 minutes interval in period of 0-360 minutes. Characterization of produced MES product includes test of blue thymol, pH, color (brightness), surface tension decreasing ability, interface tension decreasing ability, emulsion stability, foam stability, and detergency.

(7)

From the result of this research, it can be concluded that the existing sulfonation reactor can be used to produce MES surfactant using batch system with NaHSO3 as the sulfonating agent. The characteristics of the produced MES

product are: (1) blue thymol test gives a positive result, (2) pH before purification : 3.53 – 5.94, (3) pH after purification: 5.77-6.21, (4) brightness level: 61.90-66.71 L, (5) surface tension decreasing: 27.75 (55.5%)-32.90 dyne/cm (65.80%), (6) interface tension decreasing: 28.00 dyne/cm (70%)-31.85 dyne/cm (79.63%), (7) emulsion stability: 72.25 -76.25%, (8) foam stability: 4.63 - 8.06 hours, (9) detergency which is indicated by the turbidity level: 0.101-0.296 A. Process condition of MES surfactant production which can be used to produce the MES surfactant using the existing sulfonation reactor is in the treatment where the stirring speed equal to 179.6 rpm and the reaction length equal to 258.9 minutes. In that condition, the characteristics of produced MES are: (1) blue thymol test gives a positive result, (2) pH before purification: 3.60, (3) pH after purification: 5.94, (4) brightness level: 62.80 L, (4) surface tension decreasing: 31.80 dyne/cm (63.68%), (5) interface tension decreasing: 30.55 dyne/cm (76.38%), (8) emulsion stability: 74.95%, (8) foam stability: 8.29 hours, (9) detergency level which is indicated by the turbidity level: 0.27 A.

Financial analysis on the MES surfactant industry establishment feasibility indicates that required investment fund is Rp 28,123,707,895.-. Calculation on investment criteria gives the result as follows: (1) NPV: Rp 13,707,106,258.-, (2) IRR: 25.70%, (3) B/C: 1.49, (4) PBP: 3.94 years, (5) BEP: Rp 1,680,659,331.-, and (6) sensitivity analysis: this project is still feasible to implement if there is an increase of material price equal to 10% or if there is a decrease of selling price equal to 5%. Financial analysis calculation on the MES surfactant industry indicates this industry is feasible to be established.

(8)

SINTESA METIL ESTER SULFONAT

DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO

PADA SKALA PILOT PLANT

ARI IMAM SUTANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Tesis : Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant

Nama Mahasiswa : Ari Imam Sutanto

NIM : F351020261

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Ani Suryani, DEA Ketua

Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi Prayoga Suryadarma, STP, MT

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr.Ir. Irawadi Jamaran Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant”. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Selama melakukan studi dan menyelesaikan penulisan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr.Ir. Ani Suryani, DEA selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingan, bantuan, masukan, arahan dan perhatiannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S2 di IPB.

2. Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan dukungan, bimbingan, bantuan, masukan dan arahan baik itu dalam kegiatan studi di IPB maupun di luar kegiatan studi.

3. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, bantuan, arahan dan masukkan kepada penulis selama penelitian hingga penyelesaian penulisan tesis ini.

4. Dr.Ir. Dwi Setyaningsi, MSi sebagai penguji luar komisi atas kesediaan waktu, masukkan dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini.

5. Ayahanda Drs. Soebroto, Ibunda Sunarmi, serta adik-adik tercinta Susanto Budi Susilo dan Sri Utami Rahayuningsih atas kesabaran, semangat dan motivasi yang diberikan.

6. PT Adev Prima Mandiri dan segenap crew, khususnya Ir. Mira Rivai, MSi dan Ir. Hisworo R. atas kesempatan dan dukungan yang diberikan.

7. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi – IPB atas fasilitas penelitian yang diberikan.

8. Rekan-rekan satu angkatan TIP 2002, khususnya Mb Kia, Dony Hidayat, Zumi Zaidah, dan Dony Sumarna atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.

9. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu selama penulis melakukan studi dan penelitian di IPB.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya bagi perkembangan industri oleokimia berbasis sawit di Indonesia.

Bogor, Februari 2007

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Februari 1978 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Soebroto dan Sunarmi. Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Bogor. Lulus dari SMAN 1 Bogor pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Undangan Seleksi masuk IPB (USMI). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2001.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang dapat diproduksi secara kimiawi atau biokimia. Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menggabungkan bagian antar fase yang berbeda seperti udara-air, atau fase yang memiliki derajat polaritas yang berbeda seperti minyak-air. Sifat khas surfaktan ini disebabkan oleh struktur ampifilik yang dimilikinya, yang berarti dalam satu molekul surfaktan mengandung gugus hidrofilik yang bersifat polar dan gugus hidrofobik yang bersifat nonpolar.

Surfaktan telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri seperti industri farmasi, industri deterjen, industri kosmetika, industri kimia, industri pertanian dan industri pangan. Dalam industri-industri tersebut surfaktan digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi. Secara umum surfaktan dapat dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu kelompok anionik, nonionik, kationik dan amfoterik. Pembagian jenis surfaktan ini berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya.

Kelompok surfaktan yang saat ini paling banyak diproduksi dan diaplikasikan secara luas pada berbagai industri adalah surfaktan anionik. Salah satu jenis surfaktan anionik yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan jenis ini dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku minyak sawit. Menurut Matheson (1996a), metil ester sulfonat memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan C18

memberikan tingkat deterjensi yang baik.

(13)

yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak sawit. Kelebihan minyak sawit jika digunakan sebagai bahan baku surfaktan adalah sifatnya yang terbarukan (renewable resources), lebih bersih (cleaner), dan lebih ramah lingkungan (environment friendly) jika dibandingkan dengan surfaktan berbasis petrokimia.

Pada tahun-tahun mendatang kebutuhan surfaktan untuk berbagai industri diperkirakan akan meningkat dan surfaktan MES diperkirakan akan menjadi surfaktan yang paling banyak diproduksi. Menurut data BPS (2006), jumlah impor surfaktan (anionik, kationik, dan nonionik) dalam negeri pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 26,76 ribu ton dengan nilai sekitar US $ 53,57 juta. Kebutuhan akan surfaktan saat ini sebagian besar didominasi oleh industri yang memproduksi beragam produk deterjen, pembersih, perawatan diri, dan kosmetika. Pada Tabel 1 disajikan jumlah dan nilai impor beberapa kelompok surfaktan selama 5 tahun terakhir.

Tabel 1. Jumlah dan nilai impor surfaktan Indonesia

Surfaktan Anionik Surfaktan Kationik Surfaktan Nonionik

Tahun Jumlah

(kg)

Nilai (US $)

Jumlah (kg)

Nilai (US $)

Jumlah (kg)

Nilai (US $) 2001 4.853.438 9.280.562 1.990.255 4.461.984 9.751.570 16.252.737 2002 5.144.644 10.329.265 2.205.202 4.729.703 12.735.550 27.629.653 2003 5.894.258 10.700.582 2.252.899 4.571.643 13.788.242 27.515.606 2004 6.408.349 13.048.411 2.875.302 4.597.025 13.742.975 28.088.360 2005 7.165.043 14.181.868 2.871.073 5.102.598 16.720.457 34.282.597 Sumber : BPS (2006)

(14)

Saat ini minyak sawit Indonesia lebih didominasi oleh produksi CPO. CPO lebih banyak dimanfaatkan untuk produk pangan seperti untuk minyak goreng, mentega dan shortening. Dengan demikian pemanfaatan PKO untuk produk nonpangan lebih menarik untuk dilakukan. PKO dapat digunakan sebagai sumber bahan baku potensial untuk memproduksi surfaktan MES. Sebelum digunakan sebagai bahan baku surfaktan, PKO direaksikan terlebih dahulu dengan metanol melalui proses transesterifikasi menjadi metil ester. Metil ester ini yang kemudian digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan metil ester sulfonat (MES) melalui proses sulfonasi.

Kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh suatu industri merupakan salah satu usaha industri tersebut untuk meningkatkan keunggulan bersaing produknya dalam suatu pasar. Termasuk dalam hal ini adalah kegiatan penelitian dan pengembangan untuk produk surfaktan MES. Pekerjaan penelitian mulai dari skala laboratorium hingga skala industri menjadi hal yang sangat penting dilakukan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Salah satu tahapan penelitian dari pengembangan suatu produk yang perlu dilalui setelah tahapan penelitian skala laboratorium namun sebelum diaplikasikan ke skala industri adalah kegiatan uji coba pada skala pilot plant.

(15)

model untuk pengembangan proses ke skala industri.

Penelitian mengenai proses produksi surfaktan MES pada skala laboratorium telah banyak dilakukan dan memberikan hasil produk yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk kosmetika, pembersih, personal care product dan untuk aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR) di pertambangan minyak bumi. Melihat potensi pengembangan dan pemanfaatan surfaktan MES yang sedemikian besar, maka penelitian untuk memproduksi surfaktan MES pada skala yang lebih besar perlu dilakukan. Penentuan kondisi proses produksi surfaktan MES pada skala pilot plant selain dilakukan untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan hasil percobaan pada skala laboratorium juga dilakukan untuk melihat kinerja alat yang digunakan. Pada tahap peningkatan skala produksi surfaktan MES dari skala laboratorium ke skala pilot plant, kondisi pencampuran pada reaktor pemroses yaitu lama reaksi dan kecepatan pengadukan penting untuk diperhatikan.

Pencampuran berkaitan erat dengan terjadinya reaksi kimia dari dua atau lebih zat dalam membentuk hasil reaksi. Reaksi kimia terjadi karena adanya tumbukan antara molekul-molekul dari zat yang bereaksi. Pembentukan produk akibat pencampuran dari pereaksi berhubungan dengan lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang digunakan. Setiap reaksi kimia membutuhkan waktu yang berbeda dalam menyelesaikan reaksi sampai menghasilkan produk. Lama reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik pereaksi dan produk serta kondisi reaksi yang dijalankan (Ebbing dan Wrighton, 1990). Secara umum semakin lama waktu interaksi antar pereaksi maka akan menghasilkan produk yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu waktu tertentu. Interaksi antar pereaksi pada suatu reaksi kimia dapat dilakukan dengan cara perataan pereaksi melalui pengadukan.

(16)

kimia, biologis, maupun sifat reologi fluida; (2) faktor peralatan, seperti bentuk, ukuran tangki dan pengaduk; dan (3) kondisi pencampuran.

Berdasarkan uraian di atas, kondisi pencampuran yaitu lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang digunakan dalam reaktor sulfonasi diduga akan memberikan pengaruh terhadap karakteristik surfaktan yang dihasilkan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian guna mendapatkan kondisi proses sulfonasi terbaik yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant. Selain itu juga untuk mengetahui kelayakan pendirian industri surfaktan MES secara finansial dari penelitian yang dilakukan jika diterapkan pada skala industri, maka perlu dilakukan kajian kelayakan berupa analisis finansial.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan kondisi proses terbaik yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant.

2. Memperoleh karakteristik produk surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO yang dihasilkan.

3. Mengetahui kelayakan finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Semakin lama proses sulfonasi berlangsung diduga akan semakin memaksimalkan jumlah MES yang terbentuk, karena dengan semakin lamanya waktu proses sulfonasi maka akan semakin banyak metil ester dan natrium bisulfit yang bereaksi membentuk MES

(17)

putaran pengadukan yang semakin tinggi maka akan memaksimalkan pencampuran metil ester dan natrium bisulfit guna bereaksi membentuk MES.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penentuan kondisi proses sulfonasi metil ester sawit berbasis PKO dengan pereaksi NaHSO3 mengunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant.

Faktor perlakuan yang diteliti adalah lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang digunakan pada proses sulfonasi.

2. Karakterisasi surfaktan MES yang dihasilkan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Inti Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk ke dalam famili Arecaceae dan subkelas Monocotyledoneae. Dari buah sawit yang dihasilkan oleh tanaman ini dihasilkan dua jenis minyak sawit yaitu minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO) dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). Minyak sawit kasar atau CPO berupa minyak yang agak kental berwarna kuning jingga kemerah-merahan. CPO mengandung asam lemak bebas (FFA) 5% dan mengandung banyak β-carotene atau pro vitamin A (800-900 ppm). Titik leleh berkisar antara 33-34 °C. Minyak inti kelapa sawit berupa minyak putih kekuning-kuningan yang diperoleh dari proses ekstraksi inti buah kelapa sawit. Kandungan asam lemak bebasnya sekitar 5 % (http://www.agroindonesia.com/ sample_report/small.html). Sifat fisik dan karakteristik minyak inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik minyak inti sawit

Sifat Fisik dan Kimia Minyak Inti Sawit

Berat jenis (99o/15,5 o C) Indeks bias (40o C)

Bilangan iod (g Iod/100 g)

Bilangan penyabunan (mg KOH/g contoh) Bahan tak tersabunkan (% b/b)

Titik leleh (oC)

0,860 – 0,873 1,449 – 1,452

14 – 22 245 – 255

≤ 0,8 24 – 26

Sumber : Swern (1979)

(19)

kandungan asam palmitat dan asam stearat masing-masing hanya sekitar 7% dan 2% (Matheson, 1996a). Sebagai perbandingan, komposisi asam lemak yang terdapat di dalam minyak sawit kasar (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak inti sawit (PKO) dan minyak sawit kasar (CPO)

Berdasarkan proses pembuatannya, oleokimia dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak, gliserin, metil ester, alkohol lemak (fatty alcohol) dan oleokimia turunan yang merupakan pengolahan lebih lanjut dari oleokimia dasar, seperti metallic soap (stabilizer), alkohol sulfat, alkanolamida dan metil ester sulfonat (MES) (Libanan, 2002). Selanjutnya menurut Matheson (1996a), metil ester merupakan produk antara yang dapat digunakan sebagai bahan baku surfaktan yang berasal dari minyak dan lemak selain asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol).

(20)

membentuk ester. Reaksi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1. RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2O

Asam lemak Alkohol Ester Air Gambar 1. Reaksi esterifikasi asam lemak (Hui, 1996)

Selanjutnya menurut Hui (1996), transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari suatu ester dengan alkohol lainnya dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis, dalam hal ini alkohol menggantikan air. Reaksi transesterifikasi memisahkan ester dari alkohol. Reaksi ini biasa disebut juga alkoholisis dan ditunjukkan dalam Gambar 2.

RCOOR’ + R’’OH RCOOR’’ + R’OH Ester Alkohol Ester Alkohol

Gambar 2. Reaksi transesterifikasi (Hui, 1996)

Proses transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani merupakan proses yang efektif untuk mentransformasi molekul trigliserida menjadi molekul asam lemak. Transesterifikasi meliputi reaksi antara alkohol dan molekul trigliserida dengan adanya katalis basa atau asam (Matheson, 1996a). Pada Gambar 3 disajikan reaksi alkoholisis antara minyak atau lemak dengan metanol yang menghasilkan metil ester.

O

R1⎯ C ⎯ OCH2 HOCH2

O O

║ ║

R1⎯ C ⎯ OCH + 3 CH3OH HOCH + 3 R ⎯ C ⎯ OCH3

O

R1⎯ C ⎯ OCH2 HOCH2

(21)

Definisi metil ester menurut SNI (1999) adalah ester lemak yang dibuat melalui proses esterifikasi asam lemak dengan metil alkohol dan produknya berbentuk cairan. Syarat mutu metil ester berdasarkan kualitas metil ester yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu metil ester (SNI, 1999)

Persyaratan berdasarkan kualitas

No Jenis Uji Satuan

(22)

antara dua senyawa dalam fasa yang sama, sedangkan permukaan (surface) adalah jika antarmuka antara dua senyawa tidak dalam fasa yang sama.

Selanjutnya Perkins (1988) menambahkan tegangan permukaan dari suatu cairan adalah tekanan internal di bawah permukaan cairan yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik antar molekul cairan itu sendiri. Gaya tarik menarik tersebut menimbulkan tekanan dari dalam cairan melawan tekanan dari atas permukaan cairan, sehingga cairan tersebut cenderung untuk membentuk lapisan antarmuka dengan zat yang lain. Surfaktan dapat mempengaruhi kemampuan dari molekul cairan tersebut agar dapat berinteraksi dengan zat yang lain dengan cara menurunkan tegangan permukaannya.

Surfaktan merupakan molekul amphifilik yang memiliki dua gugus yaitu polar dan nonpolar. Gugus nonpolar bersifat hidrophobik (tidak suka air) dan mengandung rantai hidrokarbon dengan gugus alkil atau alkilbenzena. Gugus polar bersifat hidrofilik (suka air) dan mengandung heteroatom seperti O, S, P atau N yang terikat dalam gugus fungsional seperti alkohol, tiol, eter, ester, asam, sulfat, sulfonat, fosfat, amina, amida, dan lain sebagainya (Salager, 2002).

Surfaktan diklasifikasikan menjadi empat kelompok besar berdasarkan muatan ion gugus hidrofiliknya (setelah terdiosiasi dalam media cair), yaitu : (1) anionik: gugus hidrofiliknya bermuatan negatif, (2) kationik: gugus hidrofiliknya bermuatan positif, (3) nonionik: gugus hidrofiliknya hampir tidak bermuatan, dan (4) amfoterik: molekul pada gugus hidrofiliknya bermuatan positif dan negatif, tergantung pH medium (Perkins, 1988). Pada Gambar 4 disajikan struktur molekul surfaktan, sedangkan pada Gambar 5 disajikan molekul surfaktan dalam suatu sistem emulsi.

Gambar 4. Struktur molekul surfaktan

(http://simscience.org/membranes/advanced/essay/surfactants.html)

Gugus hidrofilik

(23)

Minyak Air

Air

Minyak

(a) (b)

Gambar 5. Molekul surfaktan dalam sistem emulsi (a) oil in water (o/w) (b) water in oil (w/o)

(http://simscience.org/membranes/advanced/essay/surfactants.html)

Surfaktan anionik terdisosiasi di dalam air menjadi gugus anion yang bermuatan negatif dan gugus kation yang bermuatan postif. Gugus kationnya secara umum adalah logam alkali (Na+, K+). Contoh surfaktan anionik adalah natrium lauril eter sulfat, natrium lauril sulfat, dan senyawa amonium. Surfaktan kationik terdisosiasi di dalam air menjadi gugus kation yang bermuatan positif dan gugus anion yang bermuatan negatif. Umumnya gugus anion adalah golongan halogen. Contoh surfaktan jenis ini adalah olealkonium klorida, distearildimonium klorida, dan isostearil etildimonium etosulfat. Surfaktan nonionik tidak terdisosiasi dalam cairan encer, karena gugus hidrofiliknya dari jenis yang tidak dapat terdisosiasi seperti gugus alkohol, phenol, eter, ester atau amina. Contoh surfaktan nonionik adalah poliglikol ester. Surfaktan amfoterik dalam media cair terdisosiasi menjadi gugus anionik dan kationik pada molekul surfaktan yang sama. Contoh surfaktan amfoterik dari jenis sintetis adalah betain dan sulfobetain, sedangkan dari jenis alami adalah asam-asam amino dan fosfolipid (Salager, 2002). Kelompok dan model surfaktan dapat dilihat pada Gambar 6.

(24)

Kelompok Model Surfaktan ionik Anionik

Kationik Amfoterik Surfaktan nonionik

: Gugus hidrofobik

: Gugus hidrofilik

Sumber : (http://www.sdk.co.jp/shodex/english/dc080301.htm)

Gambar 6. Kelompok dan model surfaktan

Surfaktan secara umum digunakan untuk menurukan tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi. Selain itu surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan partikel yang terdispersi. Pada beberapa industri, surfaktan digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi (Georgiou et al., 1992; Rieger, 1985).

Metil Ester Sulfonat

Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik. Bagian aktif permukaan (surface-active) surfaktan MES mengandung gugus sulfonat. Formula umum surfaktan MES adalah RSO3Na, dimana gugus R merupakan grup

hidrokarbon yang dapat didegradasi pada struktur molekul surfaktan. Grup hidrokarbon R berupa alkil dan produk tersebut dapat dicampur secara acak dengan isomer lainnya selama isomer tersebut tidak mengandung rantai bercabang yang dapat mengganggu sifat biodegradable gugus sulfonat (Watkins, 2001). Struktur kimia metil ester sulfonat (MES) dapat dilihat pada Gambar 7.

O ║

R—CH—C—OCH3

│ SO3Na

(25)

Menurut Watkins (2001), jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, atau tallow. Selanjutnya menurut Matheson (1996b), MES berbahan minyak nabati memiliki kinerja yang sangat menarik, diantaranya adalah karakteristik dispersi dan sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water), tidak mengandung ion fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan C18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat

mudah didegradasi (good biodegradability).

Metil ester sulfonat (MES) yang berbentuk concentrated pasta, solid flake, atau granula telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pembersih (washing and cleaning products). MES dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C10, C12 dan C14 biasa digunakan untuk light duty dishwashing detergent, sedangkan MES dari minyak nabati dengan atom karbon C16-18 dan tallow biasa digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair (liquid laundry detergent) (Matheson, 1996b). Karakteristik dari MES komersial disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik MES komersial

Analisa Nilai

Metil ester sulfonat (MES) (%)a 83,0

Disodium karboksi sulfonat (%)a 3,5

Metanol (%)a 0,07

Air (%)a 2,3

pHa 5,3

Tegangan permukaan (mN/m)b 39 – 40,2 Tegangan antar muka(mN/m)b 8,4 – 9,7

Klett color, 5 % aktifa 310

Di-metil sulfat (%)a 7,2

Sumber : aSheats dan MacArthur, (2002), b Pore (1993)

Proses Produksi Surfaktan MES

(26)

sulfonasi metil ester asam lemak minyak sawit atau inti sawit menghasilkan metil ester sulfonat tanpa melalui reaksi sementara (Hermawan dan Sadi, 1997).

Umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester dan alkohol lemak (fatty alcohol). Beberapa proses yang dapat diterapkan untuk menghasilkan surfaktan, diantaranya yaitu proses sukrolisis untuk menghasilkan surfaktan sukrosa ester, proses amidasi untuk menghasilkan surfaktan alkanolamida, dan proses sulfonasi untuk menghasilkan surfaktan metil ester sulfonat (Sadi, 1994; Libanan, 2002).

Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak dan alkohol lemak. Diistilahkan sebagai sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan grup sulfat pada senyawa organik. Jenis minyak yang biasa disulfonasi adalah minyak yang mengandung ikatan rangkap ataupun grup hidroksil pada molekulnya. Pada industri surfaktan, bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini, 1983).

Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit, NaHSO3, atau gas SO3 dengan ester asam lemak (Bernardini, 1983; Watkins,

2001). Menurut Foster (1996), proses sulfonasi menggunakan SO3 dilakukan

dengan melarutkan SO3 secara langsung dengan udara yang sangat kering dan

direaksikan secara langsung dengan bahan baku organik yang digunakan. Sumber gas SO3 yang digunakan dapat berbentuk SO3 cair ataupun SO3 yang diproduksi

dari hasil pembakaran sulfur. Reaksi gas SO3 dengan bahan organik cukup cepat

dan bersifat stokiometrik. Proses ini cukup rumit pada berbagai kemungkinan reaksi sehingga diperlukan kontrol proses yang ketat. Proses sulfonasi menggunakan gas SO3 memiliki biaya proses yang paling rendah dibandingkan

dengan menggunakan bahan lainnya pada proses sulfonasi dan menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi. Namun hanya sesuai untuk proses yang bersifat kontinyu dengan volume produksi yang besar, selain itu dibutuhkan peralatan produksi yang mahal dengan tingkat ketepatan yang tinggi, dan disyaratkan personel pengoperasian yang terlatih.

(27)

produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio molar reaktan, suhu reaksi, lama reaksi, jenis dan konsentrasi katalis, laju alir bahan, kecepatan pengadukan, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan (SO3, NaHSO3, asam sulfit), waktu netralisasi, pH dan suhu

netralisasi (Foster, 1996). Reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi, yaitu (1) rantai tidak jenuh (ikatan rangkap), (2) bagian α-atom karbon, (3) gugus karboksil. Kemungkinan terikatnya grup sulfat disajikan pada Gambar 8.

H H H O

H C C CH CH C CH2 C

H H m H n OH

1 2 3

Gambar 8. Kemungkinan terikatnya grup sulfat yang digunakan dalam proses sulfonasi (Jungermann, 1979)

Proses sulfonasi dapat juga dikatakan sebagai proses oksidasi. Proses sulfonasi dengan menggunakan senyawa bisulfit sangat menguntungkan karena senyawa bisulfit merupakan sulfometil agen. Natrium bisulfit (NaHSO3)

(28)

Gambar 9. Reaksi kimia antara metil ester dan natrium bisulfit untuk menghasilkan metil ester sulfonat (Pore, 1993).

Terbentuknya di-salt atau disodium karboksi sulfat sebagai produk samping pada proses sulfonasi dapat menghasilkan krakteristik MES yang kurang baik seperti sensitif terhadap air sadah, menurun daya kelarutannya dalam air dingin, daya deterjensi menjadi 50 persen lebih rendah, dan umur simpan produk menjadi lebih singkat. Selain itu keberadaan di-salt ini dapat menyebabkan sifat aktif permukaan surfaktan menjadi lebih rendah (Swern, 1979). Proses terbentuknya dinatrium karboksi sulfonat (di-salt) pada saat proses netralisasi disajikan pada Gambar 10.

(I)

(II)

Gambar 10. Reaksi kimia pembentukan di-salt dan metanol (MacArthur et al., 2002)

Metil ester sulfonat O

(29)

Lama Reaksi

Pembentukan produk dari pereaksi berhubungan dengan lama reaksi. Setiap reaksi kimia membutuhkan waktu yang berbeda dalam menyelesaikan reaksi sampai menghasilkan produk. Lama reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik pereaksi dan produk serta kondisi reaksi yang dijalankan. Secara umum semakin lama waktu interaksi antar pereaksi maka akan menghasilkan produk yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu waktu tertentu. Interaksi antar pereaksi pada suatu reaksi kimia dapat dilakukan dengan cara perataan pereaksi melalui pengadukan (Ebbing dan Wrighton, 1990).

Maharlika (2003) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh kondisi rasio mol reaktan dan lama reaksi terhadap produksi surfaktan metil ester sulfonat (MES). Proses sulfonasi dilakukan pada skala laboratorium (100 ml), dengan menggunakan reaktor untuk mereaksikan metil ester minyak sawit sebagai bahan baku utama dengan natrium bisulfit. Proses produksi surfaktan dalam penelitian tersebut dilakukan secara batch, dengan mencampurkan bahan baku, pereaksi dan katalis secara langsung dalam reaktor. Setelah suhu metil ester mencapai 40 oC, natrium bisulfit dimasukkan ke dalam reaktor. Katalis Al2O3 dimasukan sesaat

setelah natrium bisulfit selesai dimasukan ke dalam reaktor. Katalis yang ditambahkan sebanyak 1 persen (b/b). Selama proses sulfonasi berlangsung, kecepatan pengadukan dan suhu reaksi dipertahankan stabil pada 400 rpm dengan suhu 80 oC. Kondisi proses sulfonasi yang memberikan pengaruh terbaik dari rasio mol reaktan dan lama reaksi adalah rasio mol 1 : 1,5 dengan lama reaksi 4,5 jam.

Hambali et al.(2003) telah melakukan kajian pengaruh suhu dan kecepatan pada proses produksi surfaktan MES dari metil ester berbasis minyak inti sawit. Proses sulfonasi dilakukan dengan menambahkan NaHSO3 dan katalis Al2O3

sebanyak 1% ke dalam metil ester. Perbandingan metil ester dengan NaHSO3

(30)

Penelitian untuk melihat pengaruh konsentrasi katalis Al2O3 pada proses

produksi metil ester sulfonat dari metil ester dominan oleat minyak inti sawit telah dilakukan oleh Safitri (2003). Proses sulfonasi dilakukan dengan menambahkan NaHSO3 dengan perbandingan metil ester dan NaHSO3 adalah 1 : 1,2. Kondisi

proses ditetapkan pada suhu 80 0C, kecepatan pengadukan 400 rpm, dan lama proses selama tiga jam. Proses sulfonasi yang memberikan pengaruh terbaik didapatkan pada penggunaan katalis Al2O3 dengan konsentrasi 1,5 %.

Suryani et al. (2003) telah melakukan optimasi proses produksi MES dari metil ester minyak inti sawit baik sebelum maupun sesudah proses pemurnian MES. Kondisi terbaik untuk proses sulfonasi sebelum pemurnian diperoleh pada perlakuan dengan kecepatan agitasi 300 rpm dan lama reaksi 5 jam. Titik optimasi terbaik untuk proses sulfonasi dan pemurnian MES dengan menggunakan metanol terjadi pada perlakuan kecepatan agitasi 300 rpm, lama reaksi 4,6 jam, dan penambahan metanol sebanyak 50%. Data hasil pengujian produk surfaktan MES yang dilakukan oleh beberapa peneliti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Data hasil pengujian surfaktan MES yang diproduksi pada berbagai kondisi proses

Kondisi Proses

Parameter

a) Bahan baku : Metil

ester berbasis PKO Katalis : Al2O3 1%

ester berbasis PKO Katalis : Al2O3 1,5%

ester berbasis PKO Katalis : Al2O3 1,5%

- Tingkat kecerahan warna (L)

- Penuruan tegangan permukaan (mN/m) - Penurunan

tegangan antar muka (mN/m) - Stabilitas emulsi

(menit)

(31)

Pengadukan

Pengadukan merupakan salah satu operasi proses yang banyak digunakan secara luas dalam kegiatan produksi pada industri kimia, pangan, farmasi, dan lain sebagainya. Pengadukan dapat dilakukan di dalam tangki berpengaduk. Pengadukan dalam proses produksi bertujuan untuk mendapatkan homogenitas pencampuran yang tinggi, dengan waktu pencampuran yang singkat dan konsumsi energi yang rendah. Faktor yang harus diperhatikan pada proses pengadukan adalah : (1) sifat bahan yang akan dicampur, meliputi sifat fisik, kimia, biologis, maupun sifat reologi fluida; (2) faktor peralatan, seperti bentuk, ukuran tangki dan pengaduk; dan (3) kondisi pengadukan (Tatterson, 1991).

Menurut Perry dan Green (1985), faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih peralatan pengadukan adalah : 1) kebutuhan proses; 2) sifat aliran fluida; 3) konstruksi bahan yang dibutuhkan; dan 4) harga peralatan. Idealnya peralatan pengadukan yang dipilih mampu memenuhi semua kebutuhan proses yang diinginkan dan dengan total biaya peralatan yang paling rendah. Total biaya peralatan ini termasuk biaya investasi, biaya operasi dan biaya perawatan.

Pencampuran dan pengadukan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang tidak hanya tergantung dari jenis pengaduk yang digunakan, tetapi juga menyangkut beberapa faktor seperti fluida, mekanika fluida dan geometri dari reaktor (Tatterson, 1991). Selanjutnya menurut Edwards dan Beker (1992), terdapat tiga komponen utama peralatan yang umum digunakan pada pencampuran dengan menggunakan reaktor tangki berpengaduk. Ketiga komponen tersebut, yaitu tangki (vessel), pengaduk (impeller), dan sekat (baffle). Disamping itu sparger (penyemprot udara atau gas) juga biasa digunakan jika operasi proses melibatkan kontak gas-cairan.

(32)

Gambar 11. Konstruksi tangki berpengaduk (McCabe, et al., 1993)

Pada fluida yang memiliki kekentalan rendah (fluida encer), akibat pengadukan pada kecepatan yang tinggi akan menimbulkan vortex. Vortex yaitu terbentuknya cekungan permukaan media pada bagian tengah tangki (sekeliling shaft) yang disebabkan oleh adanya gaya tangensial. Vortex ini menyebabkan aliran pada tangki tersebut bersifat horizontal, sehingga pencampuran tidak dapat berlangsung dengan baik. Untuk mencegah terjadinya vortex tersebut maka pada dinding-dinding tangki dipasang bilah-bilah yang disebut baffle (Edward dan Baker, 1992). Bentuk geometri tangki standar dapat dilihat pada Gambar 12.

Fungsi utama dari pengaduk adalah untuk mengaduk beberapa macam bahan sehingga dicapai homogenitas pencampuran yang baik dan menjaga kondisi lingkungan yang seragam pada seluruh isi tangki. Pada tangki berpengaduk, terdapat bermacam-macam tipe pengaduk, diantaranya adalah pengaduk tipe baling-baling (propeller), turbin, dayung atau pedal (paddle), jangkar (anchor), pita heliks (helical ribbon), dan heliks berulir (helical screw). Masing-masing jenis pengaduk tersebut memiliki penggunaan yang berbeda-beda dan menghasilkan karakteristik yang berbeda-beda pula (Edwards dan Baker, 1992). Model beberapa tipe pengaduk disajikan pada Gambar 13.

motor

Pengatur kecepatan

Permukaan cairan

Thermometer

Bilah pengaduk Batang pengaduk

Sekat (baffle) Jaket Kaki pencelup (dip leg)

(33)

Keterangan :

Dt = Diameter tangki

H = Tinggi cairan dalam tangki Da = Diameter pengaduk (impeller)

E = Jarak bagian dasar tangki dengan sumbu bilah pengaduk J = Lebar sekat (baffle)

W = Tinggi bilah pengaduk L = Lebar bilah pengaduk

Gambar 12. Geometeri tangki standar (McCabe, et al., 1993)

Gambar 13. Beberapa bentuk pengaduk : (a) Baling-baling kapal (marine propeller); (b) turbin flat-blade, W = Dt/5; (c) turbin disk flat-blade,

W = Dt/5, Da=2Di/3, J=Dt/4; (d) turbin curved-blade, W = Dt/8; (e)

turbin pitched-blade, W = Dt/8; (f) shrouded turbine, W = Dt/8.

(Keterangan : Dt = diameter tangki; Da= diameter pengaduk; J =

lebar sekat; W= lebar bilah pengaduk) (Treybal, 1985) Da/Dt = 1/3

H/Dt = 1

J/Dt = 1/12

E/Dt = 1/3

W/Da = 1/5

(34)

Pengaduk tipe propeller, turbin dan paddle umumnya digunakan untuk sistem yang relatif encer dengan kecepatan pengadukan yang tinggi. Pengadukan tipe propeller yang biasa digunakan adalah model baling-baling kapal berbilah tiga. Pengaduk tipe ini, banyak digunakan pada pencampuran dua atau lebih bahan dimana bahan-bahan tersebut tidak mengalami perubahan sifat. Pengaduk tipe turbin merupakan pengaduk yang banyak digunakan di industri-industri, terutama pada industri kimia. Pengaduk tipe turbin ini dapat dimodifikasi menjadi empat sampai dua belas blade. Untuk mengaduk cairan yang kental (kekentalannya tinggi), biasanya digunakan pengaduk tipe jangkar (Edwards dan Baker, 1992).

Menurut Sailah (1993), bentuk pengaduk berpengaruh terhadap pola aliran yang dihasilkannya. Berdasarkan pola aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pengaduk yang menghasilkan pola radial (aliran mendatar dari bilah pengaduk ke dinding tangki dan membentuk dua daerah, daerah atas dan bawah) dan pengaduk yang menghasilkan pola aliran axial (aliran vertikal ke atas dan bawah impeller).

Pola aliran cairan pada tangki berpengaduk tipe propeller dan turbin disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 (a) menunjukkan pola aliran vortex yang timbul tanpa adanya baffle dan pola aliran aksial yang memotong ke bagian bawah tangki vertikal dengan adanya baffle yang dihasilkan oleh pengaduk tipe propeller. Gambar 14 (b) menunjukkan pola aliran vortex yang timbul tanpa adanya baffle dan pola aliran radial yang mengarah mendatar ke dinding tangki dengan adanya baffle yang dihasilkan oleh pengaduk tipe turbin.

(35)

Gambar 14. Pola aliran pengadukan cairan pada tangki berpengaduk, dengan dan tanpa baffle: (a) baling-baling kapal (propeller) dan (b) turbin disk flat-blade (Treybal, 1985)

Hakim (2005) melakukan proses produksi surfaktan dietanolamida pada skala laboratorium menggunakan asam lemak C12 minyak inti sawit pada kondisi proses lama reaksi 4 jam dan kecepatan pengadukan 150 rpm. Jenis pengaduk yang digunakan adalah marine propeller 4 blade, diameter 8 cm. Penggunaan jenis pengaduk ini memberikan pola aliran laminar (kecepatan pengadukan <150 rpm) dan merupakan pengadukan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap dietanolamida yang dihasilkan dalam hal kemampuannya menurunkan tegangan permukaan, menstabilkan emulsi, serta melarutkan pengotor lemak.

Peningkatan Skala

(36)

Suryani, 2000). Selanjutnya menurut Machfud et al. (1989) pengembangan suatu proses umumnya dapat dilaksanakan dalam tiga skala, yaitu (1) skala laboratorium, merupakan tahapan penyeleksian proses; (2) skala pilot plant, dimana kondisi-kondisi operasi optimal mulai diterapkan; dan (3) skala industri, dimana proses-prosesnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan perhitungan ekonomi (Machfud et al., 1989)

Percobaan pada skala pilot plant sesungguhnya merupakan laboratorium ukuran besar yang dirancang untuk bersifat fleksibel bagi penggunaan peralatan dan penyesuaian operasi. Selama perubahan skala operasi dari skala operasi yang satu ke skala operasi yang lain, beberapa aspek tidak mengalami perubahan. Beberapa aspek berubah dengan meningkatnya skala operasi dan sebagin aspek lainnya mungkin berada dalam kondisi operasi (Smith, 1990).

Penentuan kondisi proses produksi surfaktan MES yang optimal pada skala pilot plant selain dilakukan untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan hasil percobaan pada skala laboratorium juga dilakukan untuk melihat kinerja alat yang digunakan. Pada tahap peningkatan skala produksi surfaktan MES dari skala laboratorium ke skala pilot plant, reaktor pemroses yang digunakan penting untuk diperhatikan. Menurut Mangunwidjaja dan Suryani (2000), dalam rancang bangun reaktor ada tiga fenomena penting yang harus diperhatikan yaitu fenomena termodinamik, mikrokinetik dan perpindahan. Fenomena termodinamik dan mikrokinetik tidak tergantung pada skala, sedangkan fenomena perpindahan tergantung pada skala atau ukuran. Proses perpindahan dalam reaktor terjadi menurut dua mekanisme perpindahan, yaitu pengaliran (konveksi) dan difusi (konduksi). Secara prinsip perilaku reaktor tidak berubah selama peningkatan skala, jika tetapan waktu untuk perpindahan dan konversi tetap. Untuk bejana berpengaduk, kecepatan agitasi dapat dipertahankan agar tetap selama peningkatan skala.

(37)

untuk mengaduk semua jenis bahan, karena tiap-tiap bahan memiliki sifat yang berbeda, yang memerlukan desain peralatan yang berbeda pula, diantaranya pada penentuan pengaduk yang tepat serta geometri peralatannya (Tatterson, 1991).

Lebih lanjut Tatterson (1991) menambahkan pada proses pengadukan salah satu sifat bahan yang sangat penting untuk diperhatikan adalah sifat reologinya. Sifat bahan yang diaduk berpengaruh dalam perancangan peralatan dan teknik pemrosesan yang digunakan, termasuk karakteristik proses, seperti pola aliran, waktu pengadukan dan konsumsi energinya.

Menurut Geankoplis (2003), dalam suatu peningkatan skala pada tangki berpengaduk, jika kesamaan geometrik peralatan skala kecil ke skala besar dipertahankan pada kondisi proses yang sama, maka bagian-bagian yang relevan dengan perilaku cairan dalam tangki berpengaduk adalah tenaga yang digunakan untuk agitasi (P), dan kecepatan putar pengaduk (N). Konsumsi energi oleh tangki berpengaduk digambarkan dengan Bilangan Power (Power Number). Bilangan Power merupakan bilangan yang tidak berdimensi yang diperoleh dengan persamaan:

dimana : Np = Bilangan Power (Power Number) P = Tenaga eksternal dari agitator (J/detik) ρ = Densitas cairan dalam tangki (kg/m3) N = Kecepatan agitasi (rpm)

D = Diameter impeller (m)

Pergerakan cairan di dalam tangki berpengaduk dapat digambarkan dengan bilangan tak berdimensi lain, yaitu bilangan Reynolds (N Re). Bilangan Reynolds merupakan rasio antara inersia dengan kekentalan. Bilangan Reynolds (N Re) didefinisikan sebagai berikut :

dimana : N Re = Bilangan Reynolds

ρ = Densitas cairan dalam tangki (kg/m3) N = Kecepatan agitasi (rpm)

D = Diameter impeller (m) η = Kekentalan (kg/m.detik)

Np = P / ρ N3 D5

(38)

Menurut Edwards et al. (1992), hubungan antara Bilangan Power (Np) dengan Bilangan Reynolds (N Re) biasanya digunakan untuk menggambarkan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan pengadukan. Hubungan ini digambarkan dalam bentuk kurva tenaga (power-curve). Kurva ini diperoleh dengan cara memplotkan nilai-nilai Np dan N Re berdasarkan data hasil percobaan yang meragamkan nilai kecepatan impeller (N), diameter impeller (D), densitas (ρ) dan viskositas (η) cairan pada tiap-tiap impeller yang mempunyai kesamaan geometrik tertentu. Berdasarkan nilai Bilangan Reynolds diperoleh tiga pola aliran, yaitu :

(1)Aliran laminar (viscous flow), pada N Re < 10 (aliran didominasi oleh tingginya kekentalan cairan).

(2)Aliran transisi (transient), pada N Re 10 – 104

(3)Aliran turbulen (turbulent flow), pada N Re >104 (pencampuran terjadi lebih cepat)

Kurva hubungan antara Bilangan Power (Np) dan Bilangan Reynolds (NRe) untuk

berbagai jenis pengaduk dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Kurva hubungan Bilangan Power (Np) dan Bilangan Reynolds (NRe)

untuk beberapa jenis pengaduk pada tangki ber-baffles; (a) propeller; (b) flat-blade turbines, (c) disk flat-blade, (d) curved-blade turbines, (e) pitched-curved-blade turbines, (g) flat-curved-blade turbines, tidak ber-baffles (Treybal, 1985)

(39)

Analisis Finansial

Perancangan suatu industri memerlukan suatu rangkaian kegiatan yang ditunjang dengan sejumlah studi dan dokumen-dokumen yang mendukung untuk pengambilan keputusan (decision), apakah suatu rencana investasi dapat dilaksanakan atau tidak, analisa mengenai aspek keadaan produk (product description), keadaan pasar (market description), jenis teknologi (technology variety), ketersediaan faktor produksi, perkiraan kebutuhan biaya (cost estimate), perkiraan keuntungan (profit estimate), lokasi, dan aspek sosial (Djamin, 1984).

Salah satu aspek penting dari kegiatan perencanaan proyek adalah aspek keuangan yang umumnya dijabarkan dalam analisis finansial. Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya-biaya dengan manfaat (keuntungan) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek. Analisis finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan, baik untuk dana tetap maupun modal kerja awal (Sutojo, 1993).

Analisis finansial mempelajari berbagai faktor penting, yang meliputi dana investasi (aktiva dan modal kerja), sumber-sumber pembelanjaan (modal sendiri, pinjaman jangka pendek dan panjang), taksiran penghasilan, biaya dan rugi/laba pada berbagai tingkat operasi, manfaat dan biaya dalam artian finansial (rate of return on invesment, net present value, internal rate of return, Net B/C, profitability index, pay back period, resiko proyek, analisis sensitivitas) dan proyeksi keuangan (Husnan dan Suwarsono, 2000)

Menurut Umar (2000), tujuan analisis terhadap aspek finansial adalah untuk membandingkan pengeluaran dengan pendapatan, seperti ketersediaan dana, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus. Untuk melihat apakah proyek yang akan dijalankan layak atau tidak dapat diketahui dari kriteria-kriteria investasi berikut :

(40)

2) Internal Rate of Return (IRR), yaitu suatu tingkat bunga modal yang mengakibatkan nilai sekarang dari aliran uang suatu proyek sama dengan nol. 3) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), yaitu perbandingan antara NPV postif

terhadap NPV negatif.

4) Break Even Point (BEP), yaitu suatu keadaan dimana biaya yang dikeluarkan sama dengan penerimaan yang diperoleh.

5) Pay Back Period (PBP), yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi awal dimana keputusan yang diambil berdasarkan kriteria waktu. 6) Analisis sensitivitas, meliputi sensitivitas terhadap perubahan kenaikan biaya

(41)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, LPPM-IPB dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB. Penelitian berlangsung mulai bulan Februari sampai dengan bulan November 2006.

Bahan dan Peralatan

Bahan Penelitian

Bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi metil ester sulfonat (MES) adalah metil ester minyak inti sawit dengan asam lemak dominan C12 –C20,

yang diperoleh dari PT. Ecogreen Oleochemicals, Batam. Bahan kimia lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah Na-bisulfit (NaHSO3) dan

bahan-bahan kimia untuk analisis.

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah reaktor tangki berpengaduk sulfonasi skala 100 L, pendingin balik, hot plate, termometer, sentrifuse, tachometer, timbangan analitik, gelas piala, gelas ukur, pipet dan alat gelas lainnya. Peralatan untuk analisa yaitu pH-meter, tensiometer du Nuoy, mixer vortexer, stopwatch dan kromameter CR-310. Skema reaktor sulfonasi skala pilot plant (skala 100 L) yang digunakan untuk memproduksi surfaktan MES disajikan pada Lampiran 1.

(42)

Sebagai sumber panas reaktor digunakan heater listrik dengan daya 5000 watt. Pada Gambar 3.1. ditampilkan tangki reaktor sulfonasi yang digunakan.

Gambar 16. Tangki reaktor sulfonasi

Reaktor sulfonasi ini juga dilengkapi dengan motor pengaduk dengan daya ½ HP. Jenis pengaduk yang digunakan dan dipasangkan dalam tangki adalah pengaduk tipe turbin. Pemilihan pengaduk tipe turbin dikarenakan pengaduk jenis ini umum digunakan untuk sistem yang relatif encer dengan kecepatan pengadukan yang tinggi (Edwards dan Baker, 1992). Bentuk pengaduk tipe turbin yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 17.

(43)

Kelengkapan lain yang ada pada reaktor sulfonasi ini adalah tangki bahan baku metil ester kapasitas 100 L, pompa dan panel pengontrol. Pada panel pengontrol terdapat tombol pengatur kecepatan pengaduk, pengatur suhu dan pompa. Kecepatan pengadukan dan suhu proses yang diinginkan dapat diatur melalui panel ini. Metil ester yang disimpan pada tangki bahan baku dapat langsung dialirkan ke dalam tangki reaktor sulfonasi menggunakan pompa penyedot yang dapat dioperasikan dengan menyalakan tombol pompa yang terdapat pada panel pengontrol. Gambar panel pengontrol dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Panel pengontrol

Metode Penelitian

Salah satu tujuan dari kegiatan penelitian adalah untuk mendapatkan kondisi proses yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES dengan menggunakan tangki reaktor sulfonasi skala 100 L. Untuk mendapatkan hasil yang dimaksud maka penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu (1) uji kinerja reaktor sulfonasi skala 100 L yang digunakan dan (2) produksi surfaktan MES pada berbagai kondisi perlakuan untuk mendapatkan kondisi proses yang optimum.

Pengatur kecepatan digital

Pengatur suhu

(44)

Uji Kinerja Reaktor Sulfonasi

Uji kinerja reaktor sulfonasi dikhususkan untuk melihat kemampuan reaktor mencapai kecepatan pengadukan dan suhu proses yang diinginkan. Jenis pengaduk yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe turbin. Kecepatan motor pengaduk dan suhu proses dapat diatur dari panel kontrol. Untuk melihat perubahan kecepatan putar motor pengaduk akibat beban yang diisikan pada tangki pemroses dilakukan percobaan dengan perlakuan sebagai berikut :

1. Sebanyak 60 L metil ester dimasukan ke dalam tangki pemroses.

2. Pada kontrol panel, kecepatan putar (dalam rpm) diatur sesuai dengan kecepatan yang diinginkan.

3. Dengan menggunakan alat tachometer dilakukan pengukuran kecepatan putar pengaduk aktual yang terjadi pada tangki pemroses.

4. Kecepatan yang terbaca pada alat pengukur kecepatan di kontrol panel dengan kecepatan aktual yang terjadi pada tangki proses dibandingkan dan dibuat kurva hubungannya.

Selanjutnya untuk melihat kemampuan alat mencapai suhu proses yang diinginkan dilakukan perlakuan sebagai berikut :

1. Sebanyak 60 L metil ester dimasukkan ke dalam tangki proses.

2. Pada panel kontrol, kecepatan putar pengaduk diatur pada kecepatan 500 rpm dan pengatur suhu diatur pada suhu 100oC.

3. Waktu yang dibutuhkan agar bahan yang diisikan ke dalam tangki mencapai suhu 100oC ditandai dengan matinya lampu indikator pada pengatur panel kontrol, kemudian waktu tersebut dicatat.

4. Dengan menggunakan termometer suhu aktual bahan pada tangki proses diukur untuk kemudian dibandingkan dengan suhu yang terbaca pada alat pengatur suhu di panel kontrol.

Produksi MES

Proses sulfonasi metil ester dari minyak inti sawit dilakukan dengan sistem batch menggunakan reaktor tangki berpengaduk skala 100 L. Proses sulfonasi ini dilakukan dengan mencampurkan metil ester dan reaktan NaHSO3 pada nisbah

(45)

60 L ke dalam reaktor sulfonasi. Reaktor sulfonasi yang berisi metil ester ini kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 100oC. Setelah suhu tercapai, reaktan NaHSO3 dimasukkan ke dalam tangki.

Pada penelitian ini variabel proses yang diduga berpengaruh terhadap kualitas surfaktan MES yang dihasilkan adalah kecepatan pengadukan dan lama reaksi yang digunakan pada proses sulfonasi. Faktor kecepatan pengadukan terdiri dari 3 taraf perlakuan, yaitu kecepatan 140, 160 dan 180 rpm. Lama proses sulfonasi terdiri dari 12 taraf perlakuan pada rentang lama reaksi 0 – 360 menit (6 jam), yaitu 30, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, dan 360 menit. Ulangan proses dilakukan sebanyak dua kali (modifikasi Hambali et al., 2002). Rancangan percobaan yang digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan kecepatan pengadukan dan lama reaksi dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial. Model rancangan percobaannya adalah :

Yijk = µ + Ki + Lj + (KL)ij + εk(ij)

dimana :

Yijk = hasil pengamatan pada ulangan ke-k (k=1,2), kecepatan

pengadukan ke-i (i=1,2,3) dan lama reaksi ke-j (j=1,2....,12) µ = rata-rata sebenarnya

Ki = pengaruh kecepatan pengadukan ke-i

Lj = pengaruh lama reaksi ke-j

(KL)ij = pengaruh interaksi kecepatan pengadukan ke-i dan lama reaksi

ke-j

εk(ij) = galat eksperimen

Hasil sulfonasi dari setiap perlakuan selanjutnya disentrifugasi dengan menggunakan sentrifuse pada kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Dari hasil sentrifugasi diperoleh MES berbentuk cairan dan NaHSO3 yang berupa padatan

(46)

selama 30 menit.

Sebelum dilakukan analisis terhadap MES, dilakukan uji timol biru untuk mengetahui terbentuknya surfaktan anionik. Setelah pengujian ini, analisis MES lebih lanjut dapat dilakukan. Diagram alir proses produksi surfaktan MES dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Diagram alir proses produksi surfaktan MES

Metil ester berbasis PKO

Proses Sulfonasi

Perbandingan mol metil ester : NaHSO3 = 1 : 1,2

Suhu reaksi = 100 oC Tipe Pengaduk : turbin

Kecepatan pengadukan = 140 rpm; 160 rpm; 180 rpm Lama reaksi = 0 – 360 menit dengan interval 30 menit

Sentrifugasi

(1500 rpm, 15 menit) NaHSO3 sisa

Metil Ester Sulfonat (MES) NaHSO3

Pemurnian 50 oC; 1,5 jam

Penguapan Metanol 70 – 80 oC; 10 menit

Netralisasi 55 oC; 30 menit

Metanol Metanol 30% (v/v)

(47)

Karakterisasi Produk MES

Karakterisasi produk MES yang dihasilkan meliputi uji timol biru, pH, warna, penurunan tegangan permukaan, penurunan tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya deterjensi. Prosedur analisis karakterisasi produk surfaktan MES yang dihasilkan disajikan pada Lampiran 2.

Penentuan Hubungan antara Perlakuan yang Dikenakan dengan Parameter Kualitas Produk

Parameter kualitas produk sebagai variabel respon meliputi pH, warna, penurunan tegangan permukaan, penurunan tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya deterjensi. Perlakuan sebagai variabel bebas yang dikenakan terdiri dari kecepatan pengadukan dan lama reaksi sulfonasi. Penentuan model persamaan hubungan antara paramater kualitas produk dengan perlakukan yang dikenakan digunakan metode penyesuaian kurva (curve fitting method).

Data yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan dalam suatu rangkaian data yang dipresentasikan dalam sistem koordinat x-y. Tahap kedua, penentuan hubungan antara parameter-parameter kualitas produk yang diuji (sumbu y) dengan lama proses sulfonasi (sumbu x) akibat pengaruh kecepatan pengadukan dilakukan dengan analisa regresi. Dengan menggunakan analisa regresi akan dibuat kurva atau fungsi berdasarkan sebaran titik data yang diperoleh dari hasil percobaan. Analisa regresi yang digunakan untuk menentukan kurva atau fungsi yang paling mendekati dari sebaran data yang ada adalah dengan menggunakan metode penyesuaian kurva (curve fitting method), dengan mempertimbangkan koefisien determinasi (r2) terbesar (Triatmodjo, 2002). Persamaan yang memiliki koefisien determinasi (r2) terbesar dipilih menjadi persamaan yang paling sesuai (fit) dan dianggap mewakili gambaran data yang ada. Nilai koefisien determinasi (r2) berkisar dari ) sampai 1.

(48)

power, dan growth merupakan model persamaan matematika yang umum digunakan dalam bidang teknik (engineering), industri dan bioteknologi. Persamaan eksponensial biasa digunakan untuk menggambarkan peluruhan atom dalam reaksi nuklir. Persamaan power banyak digunakan dalam penelitian dibidang teknik, sedangkan growth lebih banyak digunakan dalam bidang bioteknologi untuk menggambarkan pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim (Chapra dan Canale, 1990)

Untuk melakukan perhitungan model regresi dan mencari persamaan fungsi dari data yang diperoleh maka digunakan program Curve Expert Ver.1.3.. Selanjutnya untuk mencari nilai x atau y dari model atau persamaan fungsi yang diperoleh jika salah satu variabel diketahui adalah dengan menggunakan program Mathcad, version 11.0b.

Penentuan Kondisi Proses Produksi MES

Penentuan kondisi proses sulfonasi terbaik yang dapat digunakan untuk memproduksi MES dengan menggunakan reaktor sulfonasi yang ada dilakukan dengan pendekatan mencari nilai optimum dari masing-masing parameter produk yang ada. Metode regresi berganda digunakan untuk melihat pengaruh linier dan kuadratik dari dua variabel bebas yaitu perlakuan kecepatan pengadukan (x1) dan lama reaksi (x2) terhadap variabel respon yang diamati (y) yang akan memberikan nilai optimum. Model persamaan regresi dari respon yang diamati dapat dinyatakan sebagai berikut :

2

xi : pengaruh linier faktor utama

xixj : pengaruh linier dua faktor

(49)

Kelayakan Finansial

Analisis aspek finansial meliputi penentuan asumsi, analisis sumber dana dan struktur pembiayaan, biaya investasi, harga dan perkiraan penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, dan kriteria kelayakan investasi. Kriteria kelayakan investasi yang dianalisis yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Retrun (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Pay Back Period (PBP) dan analisis sensitivitas.

Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai sekarang dari penerimaan (benefit) dengan nilai sekarang dari pengeluaran (cost) pada tingkat bunga tertentu. Bila NPV>0 maka proyek dapat dijalankan, jika NPV=0 maka proyek mengembalikan sebesar social opportunity cost of capital, jika NPV<0 maka proyek ditolak (Gray et al. 1992). Rumus menghitung NPV adalah :

Bt = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) Ct = biaya bruto pada tahun ke-t (Rp) n = umur ekonomis proyek (tahun) i = tingkat suku bunga (%)

t = tingkat investasi (t=1,2,3,...,n)

Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga modal yang mengakibatkan nilai sekarang dari aliran uang suatu proyek sama dengan nol atau tingkat bunga dimana nilai NPV sama dengan nol. Jika nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku (IRR>i) maka suatu proyek dapat dijalankan, dan jika sebaliknya (IRR<i) maka proyek tidak layak dijalankan (Gray et al. 1992). Rumus menghitung IRR adalah :

(50)

dimana :

i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif (%)

i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif (%)

NPV1 = NPV yang bernilai positif (Rp) NPV2 = NPV yang bernilai negatif (Rp)

Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara NPV positif terhadap NPV negatif. Jika nilai Net B/C>1 maka proyek dinyatakan layak, jika nilai Net B/C=1 maka proyek mencapai titik impas, jika Net B/C<1 maka proyek dinyatakan tidak layak (Gray et al. 1992). Rumus menghitung Net B/C adalah :

Bt = pendapatan proyek pada tahun ke-t (Rp) Ct = biaya proyek pada tahun ke-t (Rp) n = umur ekonomis proyek (tahun) i = tingkat suku bunga (%)

t = tingkat investasi (t=1,2,3,...,n)

Break Even Point (BEP)

Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana biaya yang dikeluarkan sama dengan penerimaan yang diperoleh. Dalam pengkajian BEP, jika tingkat produksi atau penjualan tidak dapat melampaui titik ini maka proyek yang bersangkutan tidak dapat menghasilkan laba (Gray et al. 1992). Rumus menghitung nilai BEP adalah :

(51)

Pay Back Periode (PBP)

Pay Back Periode (PBP) adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh pengeluaran investasi (Gray et al. 1992). Rumus untuk menghitung PBP adalah sebagai berikut :

) ( +1+1 +

=

n

n C

B m n

PBP

dimana :

n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (tahun)

m = nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (Rp) Bn = benefit bruto pada tahun ke-n (Rp)

Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)

Analisis Sensitivitas

(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Kinerja Reaktor Sulfonasi

Pada penelitian ini produksi MES dilakukan dengan sistem batch menggunakan reaktor sulfonasi berupa tangki berpengaduk. Sebelum dilakukan penelitian produksi MES, maka terlebih dahulu dilakukan uji kinerja terhadap reaktor sulfonasi yang digunakan. Uji kinerja terhadap reaktor sulfonasi yang dilakukan terdiri dari (1) kemampuan mencapai kecepatan pengadukan yang diinginkan, dan (2) kemampuan mencapai suhu reaksi yang diinginkan.

Uji Kinerja Reaktor Sulfonasi Terhadap Kecepatan Pengadukan

Dari hasil pengamatan, kecepatan putar pengaduk akan memberikan hasil yang berbeda antara tangki yang dibiarkan kosong dengan tangki yang diisi metil ester. Kecepatan putar pengaduk pada tangki yang tidak diisi cairan (tangki kosong) relatif memiliki kecepatan putar yang sama dengan kecepatan putar yang terbaca pada alat pengatur kecepatan di panel pengontrol. Kecepatan putar pengaduk relatif menjadi lebih lambat jika tangki diisikan metil ester. Hasil pengamatan terhadap perubahan kecepatan pengaduk antara kecepatan yang terbaca pada alat pengatur kecepatan di panel pengontrol dengan kecepatan pengadukan aktual pada tangki yang berisi metil ester disajikan pada Lampiran 3.

Hasil uji menunjukkan kecepatan pengadukan aktual maksimal yang dapat dicapai pada tangki yang berisi metil ester adalah 195 rpm dan kecepatan yang terbaca pada alat pengatur kecepatan adalah 1250 rpm. Saat kecepatan pengaduk yang terbaca pada alat pengatur kecepatan mencapai 1300 rpm, motor pengaduk akan mengalami kelebihan beban (overloaded) karena daya motor pengaduk kurang untuk mengaduk beban yang ada dan otomatis motor pengaduk berhenti.

Gambar

Tabel 6.   Data hasil pengujian surfaktan MES yang diproduksi pada berbagai  kondisi proses
Gambar 11.  Konstruksi tangki berpengaduk (McCabe, et al., 1993)
Gambar 13. Beberapa bentuk pengaduk : (a) Baling-baling kapal (marine propeller); (b) turbin flat-blade, W = Dt/5; (c) turbin disk flat-blade, W = Dt/5, Da=2Di/3, J=Dt/4; (d) turbin curved-blade, W = Dt/8; (e) turbin pitched-blade, W = Dt/8; (f) shrouded t
Gambar 14.  Pola aliran pengadukan cairan pada tangki berpengaduk, dengan dan tanpa baffle: (a) baling-baling kapal (propeller) dan (b) turbin disk flat-blade (Treybal, 1985)
+7

Referensi

Dokumen terkait

ester asam lemak dari asam stearat dan asam oleat, sulfonasi metil ester asam. lemak, analisis spektroskopi FT-IR untuk mengkonfirmasi hasil dari

Aplikasi surfaktan MES memungkinkan untuk dilakukan pada industri perminyakan mengingat surfaktan MES memiliki kelebihan dibandingkan surfaktan berbasis petrokimia, diantaranya

Sintesis Surfaktan Metil Ester Sulfonat dari Sulfonasi Metil Ester Asam Lemak Minyak Kastor (Ricinus communis

Metil palmitat merupakan senyawa terbaik sebagai bahan baku untuk produksi surfaktan MES (Metil Ester Sulfonat).. Produk ini dapat digunakan sebagai bahan aktif

Mdan adalah kota unggulan pe a karena memiliki keunggulan dalam ketersdiaan bahan baku PKO, yang menurut hasil kuisioner adalah kriteria yang paling enting

Tahapan penelitian dilakukan sebagai berikut: penyiapan bahan baku metil ester dari olein minyak sawit, penentuan lama proses sulfonasi metil ester olein menggunakan reaktor

Medan adalah kota unggulan pertama karena memiliki keunggulan dalam ketersediaan bahan baku PKO, yang menurut hasil kuisioner adalah kriteria yang paling penting

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu pemanasan dan lama pemanasan surfaktan metil ester sulfonat (MES) dengan konsentrasi 3% (b/b)