• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Pencarian Pelayanan Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Perilaku Pencarian Pelayanan Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN PENGOBATAN PADA MASYARAKAT DUSUN VI

DESA PATUMBAK KAMPUNG KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH:

NIM.081000089 KRISTYANI R SARAGIH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN PENGOBATAN PADA MASYARAKAT DUSUN VI DESA PATUMBAK KAMPUNG

KABUPATEN

DELI SERDANG TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 081000089

KRISTYANI RONAULY SARAGIH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Proses tindakan pencarian pengobatan merupakan suatu proses yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia karena setiap orang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari masalah penyakit. Empat pola pengobatan yang berkembang pada masyarakat di Desa Patumbak, melakukan pengobatan sendiri terhadap penyakit yang diderita, dengan menggunakan pengobatan tradisional, menggunakan pengobatan medis modern, dan menggabungkan jenis pengobatan modern dan tradisional.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku pencarian pelayanan pengobatan pada masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dianalisa secara deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam persentase. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 81 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan pertanyaan ketika melakukan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berumur 18-40 tahun sebanyak 53,1 %. Mayoritas responden tidak bekerja yaitu sebanyak 61,7%. Pendidikan responden sebagian besar sedang yaitu sebanyak 71,6%. Penghasilan responden sebagian besar > Rp 1.201.000,- ada sebanyak 71, 6%. Petugas kesehatan masuk ke dalam kategori rendah yaitu sebanyak 72,8%. Dukungan keluarga masuk ke dalam kategori sedang ada sebanyak 56,8%. Media cetak/elektronik mayoritas tinggi yaitu sebanyak 37%. Fasilitas kesehatan masuk ke dalam kategori sedang yaitu sebanyak 51,9%. Tingkat pengetahuan responden berada dalam kategori sedang sebanyak 60 orang (74,1%). Sikap responden juga berada dalam kategori sedang yaitu sebanyak 51 orang (63%). Untuk tindakan responden berada dalam kategori rendah ada sebanyak 44 orang (54,3%).

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan pengawasan terhadap Puskesmas Patumbak dalam pelayanan kesehatan dan lebih peka dan serius dalam upaya meminimalkan hambatan seperti sikap petugas kesehatan yang masih kurang dalam memberikan pelayanan pengobatan maupun informasi kesehatan.

(5)

ABSTRACT

The searching process for medical care or treatment is a process that can not be separated from human’s life because every people in their lives is never detached from disease problem. Four medication pattern that developed in Desa Patumbak Kampung is by self medication healing to the disease suffered, by using the traditional medication, by using modern medication, and the fusion between traditional and modern medication.

The purpose of this research is to describe behaviour of medication in Dusun VI Desa Patumbak Kampung. This research is a descriptive research with quantitative methodology approach. The result is analyzed descriptively and quantitatively, and presented in percentage amount. The respondence that have been interviewed are 81 respondences. Data collected by questionnaire module, as a guide of inquiry during the interview.

The results of this research shows, most of the respondence by the age 18-40 years old, is about 53,1%. The majority of unemployed respondence is about 61,7%. Respondence’s education is include in the mediocre level is 71,6%. The respondence’s average earning that > Rp 1.201.000,- is about 71,6%. Public Health officer is include in the low category as much as 72,8%. Famili support is included in the mediocre category by 56,8%. Print/electronic media is included in the high category by 37%. The knowledge level of the repondence is in mediocre level, at 60 respondences(74,1%). The respondence’s behavior is in the mediocre level, as much as 51 respondences (63%). And for the respondence’s action is in the low level, as much as 44 respondences (54,3%).

Based on the research, it is recommended for Patumbak Public Health Service ( Puskesmas Patumbak) to be more sensitive and serious in order to minimalize the obstacle such as the officer’s behavior that still not optimal( less action) in giving the medication service or socializing the health information.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kristyani Ronauly Saragih Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 21 Oktober 1990

Agama : Kristen Protestan

Suku : Batak

Jumlah Saudara : 1 orang

Nama OrangTua : J. Saragih & M. Situmorang

Alamat Rumah : Jln. Pertahanan Gg. Resmi no 42 Amplas Riwayat Pendidikan :

1. TK Swasta Dewi Lestari Medan 1995-1996

2. SD Swasta Parulian 3 Medan 1996-2002

3. SMP Katolik Trisakti 1 Medan 2002-2005

4. SMU Swasta Sutomo 1 Medan 2005-2008

5. Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2008-2013

Riwayat Organisasi :

1. GMKI KOMISARIAT FKM USU

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas Berkat dan Karunia-Nya telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Perilaku Pencarian Pelayanan Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013”

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan material dan moril dari berbagai pihak oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, Mkes dan Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Dosen

Pembimbing Skripsi saya yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing dan

mengarahkan penulis mulai dari awal sampai berakhirnya skripsi ini.

2. Ibu Namora Lumongga Msc, PhD dan Bapak Drs. Edy Syahrial, MS selaku Dosen

Penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi

ini menjadi lebih baik.

3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu

Perilaku Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara yang telah banyak membantu kelancaran skripsi ini.

6. Ibu Dra.Lina Tarigan, Apt, MS selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu

memberikan nasehat dan motivasi selama penulis melaksanakan perkuliahan dan

(8)

7. Seluruh Staf Pegawai Kantor Kepala Desa Patumbak Kampung yang telah banyak

membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

8. Secara khusus buat Papa J. Saragih dan Mama M. Situmorang yang penulis sangat

sayangi, terima kasih buat segala perhatian, semangat dukungan material dan moral,

semoga Tuhan Yesus membalas semuanya dengan kebahagiaan dan sukacita.

9. Buat seluruh keluarga Saragih dan Situmorang yang saya sayangi terima kasih atas

dukungan dan doanya.

10. Buat Sahabat-sahabat terhebat yang selalu hadir dalam suka maupun duka Geng Gesit :

Emma, Etak, Lidy, Amik, Mei, dan Nimon terima kasih atas semua semangat , doa,

motivasi, dukungan dan mau mendengar argumentasi hingga keluhan saya.

11. Buat rekan-rekan seperjuangan GMKI FKM USU stambuk 2008 : Fitry, Berta dan

Happy terimakasih atas doa dan semangatnya.

12. Buat senior-senior GMKI FKM USU : Kakak Vutry, Kakak Eva, Kakak Kristine, Kakak

Devi Abang Gibeon yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih

sudah menjadi abang dan kakak yang baik selama perkuliahan di FKM USU.

13. Buat teman-teman stambuk 2008 dan PKIP seperjuangan Ririn, Budi, Mike terima kasih

atas doa dan semangat dari kalian.

14. Buat Sahabat jauh : Koko Djo, abang Alex yang telah memberi petuah klise namun

menyemangati penulis.

Dengan segala kerendahan hati, disadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juli 2012

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.2. Distribusi Berdasarkan Petugas Kesehatan Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.3. Distribusi Berdasarkan Dukungan Keluarga Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.4. Distribusi Berdasarkan Media Cetak/Elektronik Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.5. Distribusi Berdasarkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.6. Distribusi Berdasarkan Dukungan Teman Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.7. Distribusi Berdasarkan Pengetahuan Responden Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Pelayanan Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Kelebihan Pelayanan Pengobatan Modern Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Kelebihan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

(10)

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Kapan Suatu Penyakit Harus Diobati Ke Pelayanan Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Akibat Yang Terjadi Apabila Terlambat Ke Pelayanan Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.14. Distribusi Berdasarkan Sikap Responden Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.15. Distribusi Sikap Responden Terhadap Pernyataan Mengenai Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.16. Distribusi Berdasarkan Tindakan Responden Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Tindakan Awal Untuk Mengobati Apabila Merasa Sakit Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Faktor Yang Mendorong Tindakan Responden Menggunakan Fasilitas Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Faktor yang Mendorong Tindakan Penggunaan

Fasilitas Pelayanan Pengobatan Modern Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Faktor yang Mendorong Tindakan Pengobatan Sendiri Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

(11)

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian

LAMPIRAN 2 Master Data Olah Data Komputer LAMPIRAN 3 Output Olah Data Komputer

LAMPIRAN 4 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

(12)

ABSTRAK

Proses tindakan pencarian pengobatan merupakan suatu proses yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia karena setiap orang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari masalah penyakit. Empat pola pengobatan yang berkembang pada masyarakat di Desa Patumbak, melakukan pengobatan sendiri terhadap penyakit yang diderita, dengan menggunakan pengobatan tradisional, menggunakan pengobatan medis modern, dan menggabungkan jenis pengobatan modern dan tradisional.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku pencarian pelayanan pengobatan pada masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dianalisa secara deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam persentase. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 81 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan pertanyaan ketika melakukan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berumur 18-40 tahun sebanyak 53,1 %. Mayoritas responden tidak bekerja yaitu sebanyak 61,7%. Pendidikan responden sebagian besar sedang yaitu sebanyak 71,6%. Penghasilan responden sebagian besar > Rp 1.201.000,- ada sebanyak 71, 6%. Petugas kesehatan masuk ke dalam kategori rendah yaitu sebanyak 72,8%. Dukungan keluarga masuk ke dalam kategori sedang ada sebanyak 56,8%. Media cetak/elektronik mayoritas tinggi yaitu sebanyak 37%. Fasilitas kesehatan masuk ke dalam kategori sedang yaitu sebanyak 51,9%. Tingkat pengetahuan responden berada dalam kategori sedang sebanyak 60 orang (74,1%). Sikap responden juga berada dalam kategori sedang yaitu sebanyak 51 orang (63%). Untuk tindakan responden berada dalam kategori rendah ada sebanyak 44 orang (54,3%).

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan pengawasan terhadap Puskesmas Patumbak dalam pelayanan kesehatan dan lebih peka dan serius dalam upaya meminimalkan hambatan seperti sikap petugas kesehatan yang masih kurang dalam memberikan pelayanan pengobatan maupun informasi kesehatan.

(13)

ABSTRACT

The searching process for medical care or treatment is a process that can not be separated from human’s life because every people in their lives is never detached from disease problem. Four medication pattern that developed in Desa Patumbak Kampung is by self medication healing to the disease suffered, by using the traditional medication, by using modern medication, and the fusion between traditional and modern medication.

The purpose of this research is to describe behaviour of medication in Dusun VI Desa Patumbak Kampung. This research is a descriptive research with quantitative methodology approach. The result is analyzed descriptively and quantitatively, and presented in percentage amount. The respondence that have been interviewed are 81 respondences. Data collected by questionnaire module, as a guide of inquiry during the interview.

The results of this research shows, most of the respondence by the age 18-40 years old, is about 53,1%. The majority of unemployed respondence is about 61,7%. Respondence’s education is include in the mediocre level is 71,6%. The respondence’s average earning that > Rp 1.201.000,- is about 71,6%. Public Health officer is include in the low category as much as 72,8%. Famili support is included in the mediocre category by 56,8%. Print/electronic media is included in the high category by 37%. The knowledge level of the repondence is in mediocre level, at 60 respondences(74,1%). The respondence’s behavior is in the mediocre level, as much as 51 respondences (63%). And for the respondence’s action is in the low level, as much as 44 respondences (54,3%).

Based on the research, it is recommended for Patumbak Public Health Service ( Puskesmas Patumbak) to be more sensitive and serious in order to minimalize the obstacle such as the officer’s behavior that still not optimal( less action) in giving the medication service or socializing the health information.

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Peran serta mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif (UU Kesehatan RI,2009).

Setiap manusia berkeinginan untuk hidup sehat atau paling tidak akan mempertahankan status sehat yang dimilikinya. Tindakan manusia dalam mempertahankan kesehatan tersebut mengakibatkan terjadinya pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada, baik pengobatan tradisional maupun pengobatan modern. Namun hubungan antara sehat dengan permintaan pelayanan kesehatan tidaklah sesederhana itu. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya jarak, tarif maupun pelayanan kesehatan yang memuaskan atau tidak, tapi juga dipengaruhi oleh faktor akan konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit (Notoatmodjo, 2003).

(15)

tradisional (dukun, datu, maupun tabib) maupun pengobatan serta penyembuhan jenis penyakit yang dilakukan secara modern dengan memanfaatkan tenaga medis serta dengan mempergunakan peralatan kedokteran yang serba modern. Kedua jenis cara ini saling berbeda dan tidak dapat dipertemukan dan sampai saat ini kedua cara ini masih diperlukan oleh masyarakat, baik masyarakat di perkotaan maupun yang berada di pedesaan. Hal ini tergantung bagaimana pola pencarian pengobatan yang dipahami oleh individu tersebut dan yang berkembang di lingkungan sekitar (Tinendung, 2009).

Seorang pengobat tradisional mengatakan bahwa sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, badan lemah atau sakit. Pada penyakit batin tidak ada tanda-tanda di badannya, tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada yang gaib. Pada orang yang sehat gerakannya lincah kuat bekerja, suhu badan normal, makan dan tidur normal, penglihatan terang, tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit-sakit badan (Embong, 2010).

(16)

Gangguan kesehatan merupakan konsekuensi perilaku yang berwujud tindakan yang disadari atau tidak disadari. Merugikan kesehatan atau menurunkan derajat kesehatan si pelaku sendiri atau orang-orang lain atau suatu kelompok. Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,sikap, dan tindakan Sesuai dengan batasan ini perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Sarwono, 2007).

Merupakan fakta bahwa sebagian anggota masyarakat dalam mencari pemecahan masalah kesehatan atau kebiasaan mencari pengobatan (health seeking behaviour), yaitu sebagian besar masyarakat di Indonesia akan mencoba mengobati

sendiri terlebih dahulu kalau sakit dengan cara atau bahan tradisional sehari-hari dipergunakan di lingkungan keluarga atau meminta pertolongan kepada dukun. Kalau belum berhasil baru mereka pergi ke tempat-tempat pelayanan kesehatan, hasilnya akan jauh lebih baik daripada tidak mengobati (Agoes & Jacob,1996).

(17)

dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Holt,Gary A. & Edwin L.Hall.,1986).

Sementara di Indonesia, sumber pengobatan mencakup tiga sektor yang saling berhubungan yaitu pengobatan sendiri, pengobatan medis profesional, dan pengobatan tradisional. Didapati 62,65% penduduk Indonesia yang sakit melakukan pengobatan sendiri dan sisanya ke pengobatan medis, pengobat tradisional, dan tidak berobat. Pengobatan sendiri adalah upaya pengobatan sakit menggunakan obat atau cara lain tanpa petunjuk dokter, pengobatan sendiri merupakan salah satu upaya untuk mencapai kesehatan bagi semua orang yang memungkinkan masyarakat dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan Profil Kesehatan RI tahun 2011 diketahui 10 penyakit terbesar yang harus di rawat inap di RS pada tahun 2011 adalah diare, DBD, demam tifoid dan paratifoid,penyakit kehamilan dan persalinan lainnya, dispepsis, hipertensi essensial, cedera intrakranial, infeksi saluran nafas akut lainnya, dan pneumonia sedangkan 10 penyakit terbesar rawat jalan di Indonesia antara lain peringkat pertama ada penyakit infeksi saluran nafas bagian atas akut dan lainnya, cedera, penyakit kulit dan subkutan lainnya, gangguan refraksi, diare dan gastroentritis oleh penyebab infeksi tertentu, dispepsia, penyakit pulpa dan periapikal, hipertensi primer, konjuntivitis, dan penyakit telinga (Profil Kesehatan RI,2011).

(18)

pengobatan sendiri. Dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan penuh dan memutuskan untuk berobat jalan sebagian besar berada di provinsi Bali yaitu 55,04% yang diikuti oleh Sumatra Barat 50,75% dan DKI Jakarta sebesar 50,71 %. Sedangkan daerah dengan persentase terendah adalah Sulawesi Tenggara sebesar 28,03%, Kalimantan Tengah sebesar 28,10% dan Maluku sebesar 31,97%. Persentase penduduk yang mengobati diri sendiri selama sebulan penuh di Provinsi Lampung adalah 21,3% (Susenas, 2007).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2005, mendapati persentase penduduk Indonesia yang berobat ke Puskesmas adalah sebesar 37, 26 persen (21,9 juta jiwa); ke praktik dokter sebesar 24,39 persen (14,3 juta jiwa); ke poliklinik sebesar 3,86 persen (2,27 juta jiwa); rumah sakit pemerintah sebesar 6,01 persen (3,5 juta jiwa); dan ke rumah sakit swasta sebesar 3,32 persen (1,95 juta jiwa) (Ikatan Dokter Indonesia, 2007).

Pada kenyataanya dalam masyarakat terdapat beraneka ragam konsep sehat sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara pelayanan kesehatan. Timbulnya perbedaan tentang konsep sehat sakit ini disebabkan adamya persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dan penyelenggara kesehatan (Notoatmodjo 2003).

(19)

Poskesdes, Posyandu,dan Gudang Farmasi) menurun akibat meningkatnya jumlah sarana pelayanan kesehatan swasta yaitu 77,11 % pada tahun 2010 menjadi 70,06 % pada tahun 2011, terdapat juga satu milik BUMN yaitu RSU GL. Tobing Tanjung Morawa. Pada tahun 2011 di Kabupaten Deli Serdang terdapat 23 Puskesmas yaitu 16 Puskesmas perawatan dan 17 Puskesmas non perawatan yang berada di 22 Kecamatan juga terdapat 104 unit Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling (Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang,2011).

Cakupan Kunjungan rawat jalan di Puskesmas maupun di RSU mengalami peningkatan yaitu 28,80 % pada tahun 2009, menjadi 30,82 % tahun 2010 dan 43,63 % pada tahun 2011. Jumlah kunjungan rawat jalan di Kabupaten Deli Serdang tahun 2011 sebanyak 788.534 kunjungan dengan rincian 554.824 (70,36 %) di Puskesmas 233.710 (29,64 %) di RSU.

Cakupan kunjungan rawat inap baik di Puskesmas dan RSU Kabupaten Deli Serdang mengalami fluktuasi dalam tiga tahun terakhir yaitu 3,58 pada tahun 2009, turun menjadi 2,25 % pada tahun 2010 dan meningkat 3,33 % pada tahun 2011, jumlah kunjungan rawat inap di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 sebanyak 60.089 kunjungan dengan 1.501 (2,49%) di Puskesmas dan 58.588 kunjungan (97,51%) di RSU (Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kesehatan Kabupaten Deli Serdang jumlah tahun 2011 jumlah peserta Jamkesmas mengalami penurunan yaitu 20,89 % tahun 2011 menjadi 21,09 % tahun 2010 dan 21,11% tahun 2009, pada tahun 2011 dilaporkan terdapat 377,561 orang miskin yang dicakup oleh Jamkesmas.

(20)

Kampung yang terbanyak adalah ISPA. Penyakit lainnya yang diderita masyarakat adalah Obsfebris, karies gigi, TB paru, Hipertensi, Gastritis, Diare. Data Puskesmas Patumbak Kampung menunjukkan bahwa, masyarakat kurang menggunakan pelayanan puskesmas itu terlihat hanya sekitar 11% atau sekitar 1450 orang dari jumlah penduduk yang tinggal di desa Patumbak Kampung yaitu sebanyak 14.431 jiwa yang menggunakan puskesmas begitu juga dengan warga yang ada di Dusun VI Patumbak Kampung.

Daerah di Desa Patumbak Kampung merupakan daerah perindustrian yang terdapat banyak pabrik, Di dusun VI saja terdapat 6 buah pabrik dan juga dilalui oleh mobil- mobil truk yang menyebabkan udara menjadi sangat berdebu dan kotor. Hal itu juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat yang tinggal di Desa Patumbak Kampung dan tingginya angka masyarakat yang terkena penyakit ISPA.

Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal inipun bukan berarti mereka harus mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern , tetapi juga ke fasilitas tradisional yang kadang-kadang menjadi pilihan masyarakat yang pertama.

(21)

dikarenakan pada umumnya masyarakat memiliki pengetahuan dan teknik khusus dalam meramu obat yang sesuai dengan penyakitnya dengan memanfaatkan bahan-bahan atau tanaman-tanaman yang tersedia di lingkungannya. Proses pencarian pengobaan sebagian besar dimulai dengan membeli obat di warung lalu dilanjutkan ke pengobatan tradisional pada akhirnya apabila tidak sembuh pergi berobat ke pengobatan modern.

Di Desa Patumbak Kampung ini juga terdapat beberapa pengobatan tradisional seperti tukang pijat, paranormal, pijat tunanetra, dukun patah. Kebanyakan dari masyarakat lebih memilih untuk berobat ke pelayanan pengobatan tradisional ini untuk mengobati berbagai macam penyakit mereka. Apabila merasa tidak enak badan maka kebanyakan masyarakat akan menggunakan jasa tukang pijat, salah satu tempat pijat yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat Patumbak Kampung adalah Terapi Abadi, pasien yang berobat ke tempat ini kebanyakan adalah yang menderita sakit stroke.

Begitu juga masyarakat yang mengalami patah tulang, luka bakar biasanya keluarganya akan memilih untuk mengobati dirinya ataupun anggota keluarganya ke seorang dukun patah. Untuk luka bakar tidak sedikit masyarakat yang memilih untuk mengobati ke pengobatan tradisional, dan juga apabila sudah berobat ke Rumah Sakit biasanya masyarakat akan melanjutkan pengobatannya ke pengobatan tradisional.

(22)

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimanakah gambaran perilaku pencarian pelayanan pengobatan pada masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang .

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku pencarian pelayanan pengobatan pada masyarakat Dusun VI Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui gambaran faktor internal yang mempengaruhi perilaku masyarakat dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang dalam pencarian pelayanan pengobatan.

2) Untuk mengetahui faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang dalam pencarian pelayanan pengobatan.

3) Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang dalam pencarian pelayanan pengobatan.

(23)

5) Untuk mengetahui tindakan masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang dalam pencarian pelayanan pengobatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Data dari hasil penelitian ini dapat sebagai data tambahan atau

pertimbangan bagi Dinas Kesehatan mengenai sikap, tindakan, dan perilaku pencarian pelayanan pengobatan pada masyarakat.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman bagi Puskesmas untuk meningkatkan penyuluhan mengenai kesehatan agar pembangunan kesehatan tercapai.

3. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam pemilihan tempat pengobatan.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perilaku Kesehatan

2.1.1. Batasan Perilaku

Menurut Notoatmodjo 2005 perilaku dapat ditafsirkan sebagai kegiatan atau aktifitas organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan. Manusia sebagai salah satu mahluk hidup mempunyai aktifitas yang dapat dibagikan menjadi dua kelompok yaitu aktivitas yang dapat dilihat oleh orang lain dan aktivitas yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Menurut seorang ahli psikologi Skinner yang dikutip dari Notoatmodjo (2007) beliau mendapati bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap suatu stimulus (rangsangan dari luar). Oleh sebab itu perilaku manusia terjadi melalui proses Stimulus, Organisme, dan Respons, sehingga teori Skinner disebut teori “S-O-R”.Teori Skinner juga menjelaskan adanya 2 jenis respons yaitu :

a) Responden respon atau refleksif, yakni respons yang ditunjukkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respon yang relatif tetap misalnya makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan dan sebagainya.

(25)

a) Perilaku tertutup (Covert Behaviour)

Perilaku ini adalah respons yang masih belum dapat dilihat oleh orang lain.

Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,

pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk

"unobservable behavior" atau "covert behavior" yang dapat diukur adalah

pengetahuan dan sikap misalnya seorang ibu tahu pentingnya periksa kehamilan,

seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan

sebagainya.

b) Perilaku terbuka (Overt Behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau "observable behavior". Yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain misal, seorang ibu yang memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.

Dari penjelasan dapat disebutkan bahwa perilaku tersebut terbentuk di dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :

a) Faktor eksternal yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang, Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.

(26)

berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan lainnya.

Dari penelitian- penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana mereka berada ( Notoatmodjo, 2007).

2.2. Determinan Perilaku

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya (Notoatmodjo,2003).

Faktor - faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua yakni:

a. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: jenis kelamin, tingkat emosional, tingkat kecerdasan,dan lain-lain.

(27)

Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, persepsi, kepercayaan- kepercayaan, dan penilaian - penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan ). dan lain-lain.

2. Orang penting sebagai refrensi

Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia lakukan ataupun katakan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok refrensi seperti kepala suku, guru, kepala desa, dan lain-lain.

3. Sumber-sumber daya

Yang termasuk adalah fasilitas - fasilitas misalnya: waktu, uang , tenaga kerja, keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

4. Kebudayaan

(28)

Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal atau faktor lingkungan.

Suatu teori lain dikembangkan oleh Lawrence Green yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, yang mengatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 (tiga) faktor.

1. Faktor- faktor predisposisi (predisporsing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai - nilai dan sebagainya.

2. Faktor- faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

3. Faktor- faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain yang merupakan kelompok refrensi dari perilaku masyarakat.

(29)

terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) , perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya, ataupun ekonomi dimana ia beraktifitas.

2. Perubahan terencana (planned change) ialah perubahan ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change) ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesedian untuk berubah yang berbeda-beda.

(30)

1. Persepsi Kerentanan (perceived susceptibility)

Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan kalau ia rentan terhadap penyakit tersebut.

2. Persepsi Keparahan ( perceived seriousness)

Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan misalnya dapat menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga dampak sosial seperti dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial.

3. Persepsi Manfaat (perceived benefits)

Penerimaan seseorang terhadap pengobatan penyakit dapat disebabkan karena keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penyakit. Faktor lainnya termasuk yang tidak termasuk dengan perawatan seperti, berhenti merokok dapat menghemat uang.

4. Persepsi Hambatan ( perceived barriers)

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan tindakan tersebut.

5. Petunjuk untuk Bertindak (cues to action)

(31)

lainnya seperti faktor lingkungan, media massa atau anjuran dari keluarga, teman-teman dan sebagainya.

6. Efikasi Diri (self efficacy)

Efikasi diri adalah kepercayaaan seseorang terhadap kemampuannya dalam pengambilan tindakan.

HBM mengasumsikan proses internal dan rasional, yakni seseorang menilai derajat resiko mereka dan membuat perhitungan untung rugi jika mereka tidak ikut dalam perilaku kesehatan preventif atau kegiatan berorientasi kesehatan. Namun perhitungan tersebut bervariasi berdasarkan informasi dan interpretasi yang dibuat.

2.3. Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2005), respon seseorang terhadap rangsangan atau objek-objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit adalah merupakan suatu perilaku kesehatan ( healthy behavior ). Ringkasnya perilaku kesehatan itu adalah semua aktivitas seseorang yang

berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati( unobservable). Pemeliharaan kesehatan ini meliputi pencegahan dan perlindungan diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyenbuhan apabila sakit. Dengan demikian, perilaku kesehatan bisa dibagi dua, yaitu:

(32)

kesehatan (perilaku promotif). Contoh: olah raga teratur, tidak merokok, cuci tangan pakai sabun sebelum makan dan sebagainya.

b. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang untuk memperoleh penyembuhan atau terlepas dari masalah kesehatan yang dideritanya. Pelayanan kesehatan yang dicari adalah fasilitas kesehatan moden (rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan sebagainya) maupun tradisional (dukun, sinshe, paranormal), maupun pengobatan modern atau profesional (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2005), beliau membagikan perilaku kesehatan menjadi tiga, yaitu:

1) Perilaku sehat (healthy behavior)

Perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain:

1. Kegiatan fisik yang teratur dan cukup. 2. Makanan dengan menu seimbang .

3. Tidak merokok serta meminum minuman keras dan tidak memakai narkoba.

4. Istirahat yang cukup. 5. Pengendalian stress.

(33)

2) Perilaku sakit ( Illness behavior)

Perilaku sakit adalah tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya. Tindakan yang muncul pada orang sakit atau anaknya sakit adalah:

1. Didiamkan saja dan tetap manjalani aktivitas sehari-hari.

2. Melakukan tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri melalui cara tradisional atau cara modern.

3. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan modern atau tradisional.

3) Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)

Becker mengatakan hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran orang sakit antara lain:

1. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan .

2. Tindakan untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan.

3. Melakukan kewajibannya sebagai pasien.

4. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya.

(34)

2.4. Domain Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalamamn serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar atau dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat aktif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono,2000).

Meskipun perilaku adalah bentuk reaksi atau respon terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakterisitik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor- faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua yakni :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

(35)

tindak. Untuk kepentingan pendidikan praktis, tiga tingkat ranah perilaku telah dikembangkan sebagai berikut:

2.4.1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Terdapat intensitas yang berbeda-beda pada setiap pengetahuan sesorang terhadap objek. Tingkat pengetahuan dapat dibagi dalam 6 tingkat, yaitu:

a) Tahu (know)

Tahu diartikanhanya hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

b) Memahami (comprehension)

Memahami sesuatu objek bukan sekadar tahu objek tersebut, tetapi orang itu harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

c) Aplikasi (application)

(36)

Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan- perhitungan hasil penelitian.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-kompenen yang terdapat dalam sebuah masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang itu sudah dapat menggambarkan ( membuat bagan ), memisahkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya. Misalnya, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi.

e) Sintesis (syntesis)

Sintesis adalah kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Umumnya, analisis adalah kemampuan untuk menghasilkan formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata- kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar.

f) Evaluasi (evaluation)

(37)

masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak.

2.4.2. Sikap (attitude)

Menurut Campbell (1950), sikap dapat didefinisikan dengan sederhana, yakni :" An individual's attitude is syndrome of response consistency with regard to object." Dengan kata lain, sikap itu adalah kumpulan gejala dalam merespons

stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Sementara itu, Newcomb menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi yang terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005), pula merumuskan bahwa sikap terbentuk dari 3 komponen utama,yaitu :

a) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. b) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. c) Kecendrungan untuk bertindak.

Sikap bisa dibagi menurut tingkat intensitasnya, yaitu : 1) Menerima

Menerima diartikan individu atau subjek mau menerima stimulus atau

objek yang diberikan.

2) Menanggapi

(38)

3) Menghargai

Menghargai diartikan apabila subjek dapat memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggungjawab

Bertanggung jawab diartikan subjek tersebut berani mengambil resiko terhadap apa yang diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.4.3. Tindakan (practise)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlakukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Faktor-faktor misalnya adanya fasilitas atau sarana dan prasarana perlu supaya sikap meningkat menjadi tindakan. Praktik atau tindakan dapat dikelompokkan menjadi 4 tingkatan mengikut kualitasnya, yaitu:

1) Persepsi (perception)

(39)

2) Respons terpimpin ( guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya seseorang ibu dapat memasak sayur dengan benar.

3) Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur- umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

4) Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya seorang ibu dapat memasak makanan yang bergizi dengan bahan – bahan yang murah dan sederhana.

2.5. Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan

Perubahan perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku baru dalam kehidupan melalui 3 tahap, yaitu:

2.5.1. Pengetahuan kesehatan (health knowledge)

(40)

a) Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular

b) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi kesehatan.

c) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan modern ataupun tradisional.

d) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.

2.5.2. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)

Sikap terhadap kesehatan adalah penilaian individu terhadap hal-hal yang

mencakupi pemeliharaan kesehatan, yaitu:

a) Sikap tentang penyakit menular dan tidak menular

b) Sikap tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi kesehatan.

c) Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan modern ataupun tradisional.

d) Sikap untuk menghindari kecelakaan.

2.5.3. Praktik kesehatan

Praktik kesehatan adalah tindakan seseorang untuk menjaga kesehatan, yaitu:

a) Tindakan tentang penyakit menular dan tidak menular

b) Tindakan tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi

kesehatan.

c) Tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan modern ataupun tradisional.

(41)

2.6. Perilaku Pencarian Pengobatan

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit (disease but not illness) sudah tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.

Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pola pencarian pengobatan pada beberapa daerah. Hal ini tidak dapat dijelaskan hanya karena adanya perbedaan morbidity rate atau karakteristik demografi penduduk, tetapi faktor-faktor sosial budaya yang menyebabkan tidak digunakannya fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi dapat diukur berdasarkan unit keluarga (Sarwono, 2004).

Young (1980) menyatakan bahwa ada tiga pertanyaan pokok yang biasanya dipakai dalam pengambilan keputusan yaitu :

a. Alternatif apa yang dilihat oleh anggota masyarakat agar mampu menyelesaikan masalahnya, disini alternatf yang dimaksud adalah pengobatan sendiri, pengobatan tradisional, paramedis, dokter dan rumah sakit.

(42)

c. Bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih alternatif tersebut. Proses pengambilan keputusan ini dimulai dengan penerimaan informasi, memproses berbagai informasi dengan kemungkinan dampaknya, kemudian mengambil keputusan dari berbagai kemungkinan dan melaksanakannya. Masyarakat yang berpenyakit dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) pasti tidak akan berbuat apa-apa mengenai penyakitnya. Ini berbeda apabila

seseorang itu berpenyakit dan merasakan sakit, maka baru timbul berbagai macam perilaku dan usaha, misalnya:

1. Tidak melakukan apa-apa. Ini disebabkan oleh kondisi yang sakit tersebut tidak mengganggu kegiatan mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apa pun gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Selain itu ada juga yang beralasan bahwa kesehatan bukan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.Alasan yang lain adalah fasilitas kesehatan jauh,para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak sanggup biaya, takut ke rumah sakit, dan lain-lain.

2. Tindakan berobat sendiri (self treatment). Alasannya juga sama seperti diatas (1). Perkara lain yang bisa dijadikan tambahan untuk tindakan mengobat sendiri ini adalah mereka percaya kepada diri sendiri karena pengalaman yang lalu dimana pengobatan sendiri mendatangkan kesembuhan. Hal ini menngakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.

3. Tindakan berobat ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy). Bagi masyarakat desa pengobatan tradisional ini masih menjadi

(43)

lebih cenderung ke arah sosial budaya masyarakat berbanding hal-hal yang masih dianggap masih asing.

4. Tindakan berobat melalui pembelian obat-obat di warung. Obat-obat dibeli umumnya tidak memakai resep dan belum menimbulkan masalah kesehatan yang cukup serius.

5. Tindakan berobat ke fasilitas-fasilitas pengobatan yang modern seperti balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

6. Tindakan mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yaitu ke praktik dokter.

Menurut Lewin dalam Notoatmodjo (2007), apabila individu bertindak untuk mengobati sesuatu penyakit, ada empat variable yang penting dalam tindakan

1. Kerentanan yang dirasakan

Merupakan suatu tindakan pencegahan terhadap penyakit apabila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan pada penyakit tersebut.

2. Keseriusan yang dirasakan

Merupakan suatu tindakan mencari pengobatan dan pencegahan penyakit karena didorong oleh keseriusan penyakit tersebut pada dirinya atau masyarakat

3. Manfaat dan rintangan- rintangan yang dirasakan

(44)

pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut.

4. Isyarat atau tanda- tanda

Faktor-faktor seperti pesan-pesan pada media massa, nasihat kawan-kawan atau individu lain perlu supaya pasien mendapatkan tingkat penerimaan yang benar mengenai kerentanan, kegawatan dan keuntungan sesuatu tindakan.

Suchman menjelaskan 5 macam reaksi dalam proses pencarian pengobatan ,yaitu :

1) Shopping yaitu proses mencari alternatif sumber pengobatan guna

menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai harapan si sakit.

2) Fragmentation yaitu proses pengobatan oleh beberapa fasilitas

kesehatan pada lokasi yang sama. Misalnya: berobat ke dokter, sekaligus ke sinshe dan dukun.

3) Procastination yaitu proses penundaan pencarian pengobatan

meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.

4) Self medication yaitu pengobatan sendiri yang menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.

5) Discontinuity yaitu perhentian proses pengobatan.

(45)

pada yang lainnya, mutu berdampak lebih kuat dibandingkan dua landasan yang lainnya. Mutu dapat dicapai jika layanan yang terjangkau dapat diberikan dengan cara yang pantas, efisien, dan hemat biaya. Mutu tercapai ketika kebutuhan dan harapan pelanggan terpenuhi, tentu saja dalam pelayanan pengobatan, pasien merupakan pelanggan yang paling penting.(Al-Assaf,2003).

2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencarian pelayanan pengobatan.

a) Umur

Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor umur, dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi- lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Umur adalah lamanya waktu hidup terhitung sejak lahir sampai dengan sekarang. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman jiwanya (Hurlock, 2012).

Pembagian usia berdasarkan psikologi perkembangan (Hurlock, 2002) bahwa masa dewasa terbagi atas:

a. Masa Dewasa Dini, berlangsung usia 18 s/d 40 tahun

b. Masa Dewasa Madya, berlangsung antara usia 41 s/d 60 tahun c. Masa Usia Lanjut, berlangsung antara usia > 60 tahun

(46)

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.

b) Pekerjaaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anderson dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satu diantaranya adalah pekerjaan menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.

c) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan (Erfandi, 2009).

(47)

sebagai akibat rendahnya pendidikan dan sikap masa bodoh terhadap pelayanan kesehatan.

d) Penghasilan

Penghasilan adalah akumulasi uang yang diterima setiap bulannya yang diperoleh seseorang yang digunakan untuk kehidupan sehari-harinya. e) Petugas Kesehatan

Peran petugas kesehatan sangat penting terhadap keberlanjutan dan keberhasilan proses pengobatan yang dijalani pasien. Dukungan petugas kesehatan adalah partisipasi dan pertolongan dari petugas kesehatan sebagai pemberi informasi, saran, ajakan, motivasi, dan pengawasan dalam berobat. Semakin tinggi dukungan petugas kesehatan terhadap proses pengobatan yang dijalani, maka proses pengobatan akan semakin berjalan dengan baik.

Begitu juga sebaliknya apabila sikap petugas kesehatan (dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya) berlaku tidak ramah atau tidak simpatik kepada pasien, dan tidak responsif saat menerima pasien serta dalam memberika tindakan medis dan keperawatan. Hal inilah yang menyebabkan menjadi enggan berobat ke sarana kesehatan, karena mereka tahu informasi tersebut dari anggota keluarga, teman, ataupun tetanggannya.

f) Dukungan Keluarga

(48)

bentuk uang, barang, jasa, informasi dan nasehat yang mana membuat si penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan tentram.

Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan saling berbagi, kemampuan sistem pendukung di antara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah.

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

g) Media cetak/ elektronik

Kemunculan media memiliki dua pengaruh, baik positif maupun negatif, media kesehatn adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronika sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya dapat berubah perilaku kearah psotif terhadap kesehatan (Notoatmodjo,2005)

h) Jarak fasilitas kesehatan

(49)

i) Dukungan Teman

(50)

2.9.Kerangka Konsep

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang betujuan untuk menggambarkan bagaimana perilaku pencarian pelayanan pengobatan pada masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

3.2. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Ibu rumah tangga yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Ibu dari KK yang tinggal di Dusun VI Desa Patumbak Kampung . 2. Dapat berkomunikasi dengan baik.

3. Bersedia menjadi responden 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun VI Desa Patumbak Kampung pada bulan April 2013. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah:

1. Berdasarkan survei awal yang dilakukan bahwa jumlah kunjungan Puskesmas Patumbak masih rendah.

2. Banyaknya jumlah pengobatan tradisional yang terdapat di Dusun VI Desa Patumbak Kampung.

3. Ada beberapa kasus keterlambatan pencarian pengobatan hingga menyebabkan kematian di Dusun VI Desa Patumbak Kampung.

(52)

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah 530 KK berdasarkan presentase jumlahKK yang ada di dusun VI Desa Patumbak tahun 2013.

3.4.2. Sampel

Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow (1994), sebagai berikut :

=

�.�1−��2. 2 .

�2 (�−1)+

1−�2.. 2

Dimana:

� = Ukuran sampel

� = Besar sampel populasi sasaran

� = Perkiraan proporsi (prevalensi) variabel dependen pada populasi

� = 1− �

�1−� = Statistik Z (misalnya Z= 1,96 untuk �= 0,05)

d = Delta, presisi absolut atau margin of error yang diinginkan di kedua sisi proporsi (misalnya 10%)

Berdasakan rumus di atas, maka sampel pada penelitian ini adalah: n = 530.(1,96)

2.0,5.0,5

(0,1)2.(530 1)+(1,96)2 .0,5.0,5

=81,4

(53)

Jadi sampel yang diambil adalah sebanyak 81 KK yang ada di Dusun VI Desa Patumbak Kampung.

3.4.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling, yaitu metode pengambilan sampel secara acak sederhana dimana

setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk terpilih sebagai sampel .

Langkah-langkah pengambilan sampel yaitu dengan membuat undian sejumlah ibu rumah tangga yang tinggal di Dusun VI Desa Patumbak Kampung, kemudian dari jumlah tersebut di kocok dan diambil 81 ibu.

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel independen yaitu (1) Faktor internal (meliputi: umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, penghasilan) dan (2) Faktor eksternal (meliputi: petugas kesehatan, keluarga, media kesehatan, dan fasilitas kesehatan). Variabel dependen meliputi ( pengetahuan masyarakat dalam pencarian pengobatan, sikap masyarakat dalam pencarian pengobatan, dan tindakan masyarakat dalam pencarian pengobatan). 3.5.2. Defenisi operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Varibel dalam penelitian ini adalah:

(54)

a. Usia adalah lamanya waktu perjalanan hidup responden yang dihitung sejak ia lahir sampai pada pelaksanaan wawancara yang dinyatakan dalam satuan tahun.

b. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh responden setiap hari pengelompokan pekerjaan responden yang dinyatakan dengan tidak bekerja dan bekerja sampai pada saat penelitian dilakukan.

c. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti atau diselesaikan oleh responden( telah mendapatkan ijazah) yang dinyatakan dengan rendah, sedang, dan tinggi.

d. Penghasilan Keluarga adalah jumlah uang yang diterima setiap bulannya oleh responden yang sudah bekerja dan penghasilan keluarga bagi responden yang belum kerja dikategorikan berdasarkan Upah Minimum Propinsi (UMP) sesuai dengan surat keputusan Gubernur Sumatra Utara No. 188.44/93/KPTS tentang Penetapan Upah Minimum Propinsi Sumatra Utara Tahun 2012, yakni :

1. Penghasilan di bawah UMP (<Rp1.201.000,-)

2. Penghasilan di atas atau sama dengan UMP (>Rp1.201.000,-)

(55)

a. Petugas kesehatan masyarakat adalah tenaga kesehatan yang bekerja dan menangani masalah kesehatan seperti dokter, bidan, dan perawat di puskesmas praktek dokter atau praktek bidan .

b. Dukungan Keluarga adalah yang terdiri dari suami , anak, ayah,ibu yang tinggal dalam satu rumah dan memiliki ikatan keturunan, yang mempengaruhi seseorang tentang pencarian pelayanan pengobatan.

c. Media informasi kesehatan adalah segala bentuk media yang dapat menambah pengetahuan responden mengenai pelayanan pengobatan baik dari televisi,radio, koran maupun iklan.

d. Fasilitas kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif .

e. Dukungan teman adalah partisipasi dan perhatian yang diberikan oleh orang yang dekat dengan responden sebagai pemberi informasi dan saran dalam pencarian pelayanan pengobatan.

3. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden mengenai pencarian pelayanan pengobatan apabila dirinya atau anggota keluarganya sakit.

4. Sikap adalah kecendrungan responden untuk berespon negatif atau positif mengenai pencarian pelayanan pengobatan apabila dirinya atau anggota keluarganya sakit.

(56)

3.6. Instrumen dan Cara Pengukuran

3.6.1. Instrumen

Alat untuk pengumpulan data adalah kuesioner 3.6.2. Pengukuran Variabel Independen

1. Faktor Internal

a. Pengukuran variabel usia skala ordinal dengan kategori sbb: 1. < 18 Tahun

2. 18 s/d 40Tahun 3. 41 s/d 40 Tahun 4. >61 Tahun

b. Pengukuran variabel pekerjaan menggunakan skala ordinal, didasarkan atas jawaban responden mengenai status kepercayaannya, yang dikategorikan sebagai berikut:

1. Tidak bekerja, jika responden seorang pengangguran/ ibu rumah tangga/ tidak mempunyai pekerjaan tetap.

2. Bekerja, jika responden bekerja sebagai Pegawai Negeri/ Pegawai Swata/ Petani/ Buruh/ Wiraswasta/ mempunyai pekerjaan tetap.

(57)

1. Rendah, jika responden tidak pernah sekolah/tidak tamat SD/ tamat SD

2. Sedang, jika responden tamat SMP/SMA 3. Tinggi, jika responden tamat Diploma/S2/S2/S3

d. Pengukuran variabel penghasilan menggunakan skala ordinal, didasarkan atas jawanban responden mengenai akumulasi uang yang diterima setiap bulannya dalam nilai rupiah yang diperoleh responden dibandingkan pada Upah Minimum Provinsi (UMP) Provinsi Sumatra Utara 2012 yang dikategorikan sebagai berikut:

1. < Rp 1.201.000 2. >Rp 1.201.000 2. Faktor Eksternal

a. Pengukuran variabel petugas kesehatan

Pengukuran variabel petugas kesehatan menggunakan skala ordinal, didasarkan atas 6 (enam) pertanyaan tentang petugas kesehatan. Bila responden menjawab “tidak”, maka responden mendapatkan skor 0 (nol) . Bila responden menjawab “ya”, maka responden mendapat skor 1 (satu) . Skor maksimum adalah 6 (enam) dan skor minimum adalah 0 (nol).

(58)

b. Pengukuran variabel dukungan keluarga

Pengukuran variabel keluarga menggunakan skala ordinal, didasarkan atas 6 (enam) pertanyaan tentang keluarga. Bila responden menjawab “tidak”, maka responden mendapatkan skor 0 (nol) . Bila responden menjawab “ya”, maka responden mendapat skor 1 (satu) . Skor maksimum adalah 6 (enam) dan skor minimum adalah 0 (nol).

Dukungan petugas kesehatan dikategorikan menjadi: 1. Rendah, jika responden mendapat total skor 0 s/d 2. 2. Sedang, jika responden mendapat total skor 3 s/d 4 3. Tinggi, jika responden mendapat total skor 4 s/d 6 c. Pengukuran variabel media informasi kesehatan

Pengukuran variabel media informasi kesehatan menggunakan skala ordinal, didasarkan atas 4 (empat) pertanyaan tentang media informasi kesehatan. Bila responden menjawab “tidak”, maka responden mendapatkan skor 0 (nol) . Bila responden menjawab “ya”, maka responden mendapat skor 1 (satu) . Skor maksimum adalah 4 (empat) dan skor minimum adalah 0 (nol).

(59)

d. Pengukuran variabel fasilitas kesehatan

Pengukuran variabel fasilitas kesehatan menggunakan skala ordinal, didasarkan atas 6 (enam) pertanyaan tentang fasilitas kesehatan. Untuk pertanyaan 2, pertanyaan 3, pertanyaan 4, pertanyaan 5, dan pertanyaan 6, bila responden menjawab “tidak”, maka responden mendapatkan skor 0 (nol) . Bila responden menjawab “ya”, maka responden mendapat skor 1 (satu). Untuk pertanyaan 1, sebaliknya yaitu nila reponden menjawab “tidak”, maka responden mendapat skor 1 (satu) dan bila menjawab “ya”, maka responden mendapat skor 0 (nol). Skor maksimum adalah 6 (enam) dan skor minimum adalah 0 (nol).

Dukungan petugas kesehatan dikategorikan menjadi: 1. Rendah, jika responden mendapat total skor 0 s/d 2. 2. Sedang, jika responden mendapat total skor 3 s/d 4 3. Tinggi, jika responden mendapat total skor 4 s/d 6 e. Pengukuran variabel dukungan teman

Pengukuran variabel keluarga menggunakan skala ordinal, didasarkan atas 6 (enam) pertanyaan tentang keluarga. Bila responden menjawab “tidak”, maka responden mendapatkan skor 0 (nol) . Bila responden menjawab “ya”, maka responden mendapat skor 1 (satu) . Skor maksimum adalah 6 (enam) dan skor minimum adalah 0 (nol).

(60)

2. Sedang, jika responden mendapat total skor 3 s/d 4 3. Tinggi, jika responden mendapat total skor 4 s/d 6 3.6.3. Pengukuran Variabel Dependen.

a. Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan diukur melalui 15 pertanyaan dengan menggunakan skala Thurstone (Singarimbun, 1995). Menurut Arikunto (1998), aspek

pengukuran pengetahuan dengan kategori baik, sedang, dan kurang terlebih dahulu menentukan kriteria (tolak ukur) yang akan dijadikan penentuan. Skala pengukuran pengetahuan berdarakan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan

1. Untuk pertanyaan nomor13 dan 15 nilai tertingginya adalah 3, dengan kriteria jawaban:

a) Jawaban benar nilai : 3

b) Jawaban mendekati benar nilai : 2 c) Jawaban salah nilai : 1

2. Untuk pertanyaan nomor1, 2, 3, 4, 5,6,7 8, 9,10,11,12, dan 14 a) Jawaban < 2 nilai : 1

b) Jawaban 2-3 nilai : 2 c) Jawaban >3 nilai : 3

(61)

a. Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh >75%dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 45 yaitu > 34

b. Tingkat pengetahuan sedang, apabila nilai yang diperoleh 45%- 75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 45 yaitu 21-34.

c. Tingkat pengetahuan kurang, apanila nilai yang diperoleh <45%dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 45 yaitu <21. b. Pengukuran Sikap

Sikap diukur melalui 15 pertanyaan, skala pengukuran sikap berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Nilai tertinggi dari seluruh pertanyaan adalah 2, sehingga total nilainya adalah 30. Aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklarifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

a. Sikap baik, apabila nilai yang diperoleh >75%dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 30 yaitu > 22

b. Sikap sedang, apabila nilai yang diperoleh 45%- 75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 30 yaitu 14 - 22

c. Sikap kurang, apanila nilai yang diperoleh <45%dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 30 yaitu <14

c. Pengukuran Tindakan

(62)

berdarakan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan

1. Untuk pertanyaan nomor 1,2,6,9,10,11,12,13 nilai tertingginya adalah 3 , dengan kriteria jawaban:

a) Jawaban benar nilai : 3

b) Jawaban mendekati benar nilai : 2 c) Jawaban salah nilai : 1

2. Untuk pertanyaan nomor , 3, 4, 5,7, 8, 14, dan a) Jawaban < 2 nilai : 1

b) Jawaban 2-3 nilai : 2 c) Jawaban >3 nilai : 3

Dari seluruh pertanyaan didapatkan total nilai sebesar 42 , aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklarifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

a. Tindakan baik, apabila nilai yang diperoleh >75%dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 42 yaitu >31

b. Tindakan sedang, apabila nilai yang diperoleh 45%- 75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 42 yaitu 18-31

Gambar

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Terhadap Perilaku
Tabel 4.3. Distribusi Berdasarkan Dukungan Keluarga Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013
Tabel 4.4. Distribusi Berdasarkan Media Cetak/Elektronik Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013
Tabel 4.6. Distribusi Berdasarkan Media Cetak/Elektronik Terhadap Perilaku Pengobatan Pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, sikap suami suku Batak Toba dalam perawatan ibu nifas di Kelurahan Kenangan Kabupaten Deli Serdang tahun 2011 telah ditemukan bahwa suami yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi orangtua tunggal terhadap perceraian di Dusun III B Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang memiliki persepsi positif dari

mempengaruhi kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus. malaria di puskesmas Kabupaten

Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Deli Serdang yang memiliki penderita cukup tinggi dengan jumlah penderita tahun 2011

Efektivitas Kerja Pegawai di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Deli Serdang. Kabupaten Deli Serdang berada pada tingkat

Pertimbangan ini didasarkan karena Kecamatan Patumbak merupakan daerah penghasiljagung terbanyak di Kabupaten Deli Serdang dengan luas lahan 760 Ha dengan produksi 17.803 ton

6 Saya akan meneruskan pengobatan walaupun memerlukan biaya yang tinggi untuk mengobati penyakit tersebut 7 Berobat akan menyembuhkan atau6.

Judul : Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun