• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Verifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Di Kota Pekanbaru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Verifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Di Kota Pekanbaru"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ERIKA JENRI HALASAN PANJAITAN

127011118/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERIKA JENRI HALASAN PANJAITAN

127011118/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nama Mahasiswa : ERIKA JENRI HALASAN PANJAITAN

Nomor Pokok : 127011118

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Dr. Bastari, MM)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Dr. Bastari, MM

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

(5)

Nama : ERIKA JENRI HALASAN PANJAITAN

Nim : 127011118

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWAJIBAN

VERIFIKASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS PERALIHAN HAK

ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA

PEKANBARU

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

Pekanbaru. Permasalahan tersebut disebabkan karena Walikota Pekanbaru menetapkan Peraturan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dengan melakukan verifikasi sebelum penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan bangunan dihadapan PPAT/Notaris. Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ataupun Peraturan Pemerintah 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, telah mengatur bahwa pemungutan pajak BPHTB dilakukan dengan sistem menghitung sendiri pajak terutang(Self Assessment System) dan tidak mengatur verifikasi.

Permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah bagaimana Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Pekanbaru, permasalahan kedua adalah apa sanksi perpajakan terhadap NPOP hasil verifikasi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di Kota Pekanbaru dan permasalahan ketiga adalah apa hambatan yuridis dari kegiatan verifikasi dalam menentukan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang di Kota Pekanbaru.

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analitis dan teori yang digunakan teori hierarki oleh Hans Kelsen dan teori kewenangan sebagai teori pendukung.

(7)

Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak. Apabila Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru melakukan verifikasi maka hasil verifikasi tersebut harus dituangkan dalam produk hukum berupa Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) sesuai dengan ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah, SKPDKB sesuai dengan ketentuan Pasal 97 Undang-undang PDRD atau SKPDLB sesuai dengan ketentuan Pasal 165 UU PDRD. Selanjutnya Pemerintah Kota Pekanbaru diharapkan agar melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2010 tentang BPHTB serta Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak.

(8)

the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru. The problem occured because the City Mayor of Pekanbaru established the Local Regulation No.10/2011 on the System and Procedure of Collecting the Duty Obtained from the Right to Land and Building by doing the verification before signing the deed on the transfer of right to land and building before the Land Certificate Issuing Officer/Notary. Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies or the Government Regulation No.91/2010 on Kinds of Local Taxes Collected Based on the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself has regulated that the collection of tax of the duty obtained from the Right to Land and Building should be done through Self Assesment System and does not regulation verification.

The first problem arose in this study was how the system of collecting the duty obtained from the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru was implemented. The second problem was what tax were given to the NPOP (selling value of the tax object) as the result verification which is not in accordance with the true condition in the city of Pekanbaru. The third problem was what the juridical constraints of the activity of verification in determining the payable duty obtained from the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru were.

(9)

Self Assesment in accordance with the provisions of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies collected based on the the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself. If the Local Revenue Service of Pekanbaru did the verification, the result of the verification must be stated in the product of law in the form of Local Tax Collection Notice in accordance with the provisions of Article 100 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies, SKPDKB in accordance with the provisions of Article 97 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies, or SKPDLB in accordance with the provisions of Article 165 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies. Then the City Government of Pekanbaru is expected to revise the Local Regulation No.04/2010 on BPHTB (Duty Obtained from the Right to Land and Building) and the Regulation of the City Mayor of Pekanbaru No.10/2011 on the System and Procedure of Collecting the Duty Obtained from the Right to Land in order to make them in accordance with Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies and the Government Regulation No.91/2010 on Kinds of Local Taxes Collected Based on the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself.

(10)
(11)

dan rahmat serta karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan

judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWAJIBAN VERIFIKASI BEA

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS

PERALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA

PEKANBARU.” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan

bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis

ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapkan terima

kasih yang mendalam Penulis sampaikan secara khusus kepada yang

terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, Bapak

Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum dan Bapak Dr. Bastari, MM selaku

Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas serta sabar memberikan

bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Dengan selesainya penulisan tesis ini penulis menyampaikan ucapan terima

kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K)

(12)

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan Fasilitas yang diberikan kepada

Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas

kesempatan dan Fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan

pendidikan ini serta selaku penguji yang telah memberikan masukan maupun

kritikan serta saran demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembimbing yang

telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis

ini.

5. BapakDr. Bastari, MM, selaku Pembimbing yang telah memberikan waktu dan

bimbingan serta pengetahuan yang Penulis butuhkan untuk menyelesaikan

penulisan tesis ini.

6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan

selaku penguji yang telah memberikan masukan maupun kritikan serta saran

demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang

(13)

Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama

menjalani pendidikan.

9. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Program Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan

motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini khususnya

Budi SugiarsodanConny Rimawati Silaen.

10. Teristimewa Penulis ucapkan hormat kepada kedua orangtua Penulis atas

doa-doa serta restu beliaulah Penulis dapat menyelesaikan studi pada Magister

Kenotariatan.

11. Secara khusus penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada suami

Penulis yaitu Kristianus Barus dan anak-anakku tercinta Gabriel Rendy

Valentino Barusserta Ivan Marcelino Barus yang telah menjadi motivasi dan

pemberi semangat kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan studi tepat pada

waktunya.

Medan, Agustus 2014 Penulis,

(14)

Nama : Erika Jenri Halasan Panjaitan

Tempat/ Tanggal Lahir : Parlanggean/01 Januari 1974

Status : Menikah

Alamat : Jl. Karya I / Miduk II Blok O No.20 Pekanbaru

II. ORANG TUA

Nama Ayah : Poltak Panjaitan

Nama Ibu : Ennawati Silalahi

III. PENDIDIKAN

1. SD Negeri 1 Panombean Tamat Tahun 1986

2. SMP Negeri 1 Panei Tongah Tamat Tahun 1989

3. SMA Negeri 1 Pematang Siantar Tamat Tahun 1992

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Tamat Tahun 2010

(15)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Konsepsi... 19

G. Metode Penelitian... 23

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 24

2. Sumber Data... 25

3. Tehnik Pengumpulan Data... 26

4. Alat Pengumpulan Data ... 27

5. Analisis Data ... 27

BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI PEKANBARU ... 29

A. Defenisi Dan Klasifikasi Pajak ... 29

(16)

YANG SEBENARNYA DI KOTA PEKANBARU ... 64

A. Tinjauan Tentang Sanksi Hukum... 64

B. Sanksi Perpajakan ... 75

C. Sanksi Perpajakan Terhadap NPOP Hasil Verifikasi Yang Tidak Sesuai Dengan Keadaan Yang Sebenarnya di Kota Pekanbaru... 81

BAB IV HAMBATAN YURIDIS DARI KEGIATAN VERIFIKASI DALAM MENENTUKAN BPHTB TERUTANG DI KOTA PEKANBARU ... 99

A. Kepastian Hukum... 99

B. Kepastian Hukum saat beralihnya Hak atas Tanah dan Bangunan ... 104

C. Pengaruh Verifikasi Terhadap Kepastian Saat Beralihnya Hak Atas Tanah Dan Bangunan ... 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 119

(17)

Pekanbaru. Permasalahan tersebut disebabkan karena Walikota Pekanbaru menetapkan Peraturan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dengan melakukan verifikasi sebelum penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan bangunan dihadapan PPAT/Notaris. Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ataupun Peraturan Pemerintah 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, telah mengatur bahwa pemungutan pajak BPHTB dilakukan dengan sistem menghitung sendiri pajak terutang(Self Assessment System) dan tidak mengatur verifikasi.

Permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah bagaimana Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Pekanbaru, permasalahan kedua adalah apa sanksi perpajakan terhadap NPOP hasil verifikasi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di Kota Pekanbaru dan permasalahan ketiga adalah apa hambatan yuridis dari kegiatan verifikasi dalam menentukan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang di Kota Pekanbaru.

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analitis dan teori yang digunakan teori hierarki oleh Hans Kelsen dan teori kewenangan sebagai teori pendukung.

(18)

Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak. Apabila Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru melakukan verifikasi maka hasil verifikasi tersebut harus dituangkan dalam produk hukum berupa Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) sesuai dengan ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah, SKPDKB sesuai dengan ketentuan Pasal 97 Undang-undang PDRD atau SKPDLB sesuai dengan ketentuan Pasal 165 UU PDRD. Selanjutnya Pemerintah Kota Pekanbaru diharapkan agar melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2010 tentang BPHTB serta Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak.

(19)

the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru. The problem occured because the City Mayor of Pekanbaru established the Local Regulation No.10/2011 on the System and Procedure of Collecting the Duty Obtained from the Right to Land and Building by doing the verification before signing the deed on the transfer of right to land and building before the Land Certificate Issuing Officer/Notary. Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies or the Government Regulation No.91/2010 on Kinds of Local Taxes Collected Based on the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself has regulated that the collection of tax of the duty obtained from the Right to Land and Building should be done through Self Assesment System and does not regulation verification.

The first problem arose in this study was how the system of collecting the duty obtained from the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru was implemented. The second problem was what tax were given to the NPOP (selling value of the tax object) as the result verification which is not in accordance with the true condition in the city of Pekanbaru. The third problem was what the juridical constraints of the activity of verification in determining the payable duty obtained from the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru were.

(20)

Self Assesment in accordance with the provisions of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies collected based on the the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself. If the Local Revenue Service of Pekanbaru did the verification, the result of the verification must be stated in the product of law in the form of Local Tax Collection Notice in accordance with the provisions of Article 100 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies, SKPDKB in accordance with the provisions of Article 97 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies, or SKPDLB in accordance with the provisions of Article 165 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies. Then the City Government of Pekanbaru is expected to revise the Local Regulation No.04/2010 on BPHTB (Duty Obtained from the Right to Land and Building) and the Regulation of the City Mayor of Pekanbaru No.10/2011 on the System and Procedure of Collecting the Duty Obtained from the Right to Land in order to make them in accordance with Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies and the Government Regulation No.91/2010 on Kinds of Local Taxes Collected Based on the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur merupakan tujuan nasional

negara Indonesia sebagaimana dimuat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar

1945. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan pembangunan yang

melibatkan pemerintah dan seluruh potensi masyarakat secara terpadu dan

berkesinambungan.

Kelancaran pembangunan harus didukung oleh sumber daya alam dan sumber

pendanaan atau keuangan yang memadai. Sumber keuangan negara berasal dari

berbagai sektor pendapatan, namun salah satu sektor terbesar adalah pajak.

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum.1

Dasar Yuridis pemungutan pajak diatur dalam Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 yang memuat bahwa Pajak dan pungutan lain yang

bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang.2

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

(22)

125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana

telah diubah dua kali terakhir dengan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2008

tentang Perubahan Kedua Atas Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dan

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438), maka

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan

yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban

menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan

pemerintahan negara.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

menegaskan bahwa kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk

menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang

pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama serta kewenangan yang utuh dan

bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan

dan pengendalian dan evaluasi.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(23)

dengan Peraturan Daerah.

Pemberlakuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah adalah untuk menyesuaikan kebijakan otonomi daerah

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

BPHTB merupakan salah satu pajak objektif atau pajak yang terutang dan

harus dibayar oleh pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan sebelum

akta, risalah lelang atau surat keputusan pemberian hak dapat dibuat dan

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.3

Tanah dan bangunan adalah bagian dari sumber daya alam yang memberikan

manfaat ekonomi bagi pemiliknya, oleh karena itu sudah sewajarnyalah

orang/pihak yang memperoleh hak atas tanah tersebut menyerahkan

sebagian dari nilai pembayaran ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui

pembayaran pajak, dalam hal ini BPHTB.

Pemungutan BPHTB adalah salah satu bagian yang sangat penting

dalam proses peralihan hak ( balik nama ) atas tanah dan bangunan di Indonesia,

karena Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) dilarang

untuk menandatangani akta peralihan hak sebelum wajib pajak melunasi

BPHTB sebagaimana mestinya.4

3Marihot Pahala Siahaan,Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Teori Dan Praktek,

Edisi I ,Cet. I,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal.160

4Marihot Pahala Siahaan, Kompilasi Peraturan Di Bidang BPHTB, Panduan

(24)

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan disebabkan oleh :

1. Pemindahan hak karena: jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah.

2. Pemberian hak baru yang dikarenakan kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak.5

Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah

Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh

Wajib Pajak adalah peraturan pelaksanaan atas Undang-undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.6 Dalam peraturan ini ditetapkan

bahwa pemungutan BPHTB dilakukan berdasarkan prinsip menghitung dan

membayar sendiri pajak terutang(Self Assessment System).

Self Assessment System adalah suatu sistem perpajakan dalam mana inisiatif

untuk memenuhi kewajiban perpajakan berada di Wajib Pajak.7

Sistem pemungutan pajak dengan Self Assessment System memberikan

kewenangan kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri

pajak terutang sedangkan fiskus hanya mengawasi saja.8

Kota Pekanbaru merupakan salah satu daerah yang melaksanakan

kewenangan pemerintahan pada kabupaten/kota sesuai dengan Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk memenuhi ketentuan

Yogyakarta, 2010, hal. 7. 5

Darwin,Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), hal.141.

6

Pasal 98 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

7

Safri Nurmanu,Pengantar Perpajakan,(Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2003), hal. 110

8

(25)

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

tersebut, Pemerintah Kota Pekanbaru menetapkan Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun

2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat 2 Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun

2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memuat bahwa

Sistem dan Prosedur pemungutan BPHTB diatur dengan Peraturan Walikota. Untuk

melaksanakan dan memenuhi ketentuan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 04

Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tersebut,

Walikota Pekanbaru Peraturan Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur

Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagai landasan

hukum operasional dan teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan BPHTB.

Sistem dan Prosedur Pemungutan BPHTB mencakup seluruh rangkaian proses

yang harus dilakukan dalam menerima, menatausahakan, dan melaporkan penerimaan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dimuat dan diatur dalam ketentuan

Pasal 2 ayat 1 Peraturan Walikota tersebut.

Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan

Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di dalam

lebih lanjut di dalam ayat 2 mengatur bahwa : “Prosedur sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi:

a. prosedur pengurusan Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan;

b. prosedur pembayaran BPHTB;

(26)

d. prosedur pendaftaran Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan;

e. prosedur pelaporan BPHTB; f. prosedur penagihan;

g. prosedur pengurangan.”9

Ketentuan Pasal 2 huruf c mengenai prosedur penelitian Surat Setoran Pajak

Daerah BPHTB dimuat sebagai lampiran III Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor

10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak

Atas Tanah dan Bangunan tersebut, merupakan proses verifikasi kelengkapan

dokumen dan kebenaran data terkait objek pajak yang tercantum dalam Surat Setoran

Pajak Daerah BPHTB. Prosedur ini dilakukan setelah Wajib Pajak melakukan

pembayaran BPHTB terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah

BPHTB melalui Bank yang Ditunjuk/ Bendahara Penerimaaan.10

Prosedur verifikasi yang dilakukan oleh Fungsi Pelayanan di Dinas

Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru adalah untuk meneliti kebenaran data dan

kelengkapan Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan (SSPD BPHTB) dan dokumen pendukungnya dan dapat disertai dengan

pemeriksaan lapangan.11

Penelitian kebenaran data peralihan hak atas tanah dan bangunan yang

tercantum dan tertera dalam Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan (SSPD BPHTB) merupakan syarat yang harus dilakukan

9Pasal 2 ayat 2 Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan

Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

10Lampiran III Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan

Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

11Pasal 2 ayat 5 Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem Dan

(27)

sebelum Fungsi Pelayanan menandatangani SSPD BPHTB. Apabila SSPD BPHTB

belum ditanda-tangani oleh Fungsi Pelayanan Dispenda, maka penandatangan akta

peralihan hak dihadapan PPAT/Notaris juga belum dapat dilakukan PPAT/Notaris

hanya dapat menandatangani akta peralihan hak tersebut setelah wajib pajak

menyerahkan bukti pembayaran pajak kepada PPAT/Notaris yang bersangkutan.

Dari hasil verifikasi akan diperoleh beberapa kemungkinan diantaranya

adalah timbulnya pajak Kurang Bayar (KB) dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak

lebih rendah dibandingkan hasil verifikasi. Sedangkan timbulnya pajak Lebih Bayar

(LB) adalah karena NPOP lebih tinggi dibandingkan hasil verifikasi.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah tidak mengatur secara tegas dan jelas tentang sistem pemungutan BPHTB.

Akan tetapi peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun

2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala

Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, telah mengatur bahwa pemungutan

pajak BPHTB dilakukan dengan sistem menghitung sendiri pajak terutang (Self

Assessment System).

Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 sebagai peraturan

pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah 04 Tahun 2010 Tentang Bea

Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, mengatur Sistem dan prosedur

pemungutan BPHTB dengan melakukan verifikasi sedangkan Peraturan Pemerintah

Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan

(28)

pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah telah mengatur bahwa Sistem pemungutan BPHTB adalah Self

Assesment System.12

Hal-hal tersebut di atas melatarbelakangi pentingnya untuk dilakukan

penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Verifikasi Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas

Tanah dan Bangunan di Kota Pekanbaru.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa

masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) di Kota Pekanbaru?

2. Apa sanksi perpajakan terhadap NPOP hasil verifikasi yang tidak sesuai

dengan keadaan yang sebenarnya di kota Pekanbaru?

3. Apa hambatan yuridis dari kegiatan verifikasi untuk menentukan Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang di Kota Pekanbaru?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

12Candra Fajri Ananda, dkk, Tim Asistensi Kementrian Keuangan Bidang Desentralisasi

(29)

1. Untuk mengetahui Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) di Pekanbaru.

2. Untuk mengetahui sanksi perpajakan terhadap NPOP hasil verifikasi yang

tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di kota Pekanbaru.

3. Untuk mengetahui hambatan yuridis dari kegiatan verifikasi untuk

menentukan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang di Kota

Pekanbaru.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan hukum pajak khususnya mengenai Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

2. Secara praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para perangkat

daerah dalam membuat petunjuk pelaksanaan peraturan daerah agar tidak

memberikan pengaturan yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan informasi serta penelusuran yang dilakukan di

kepustakaan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul Tinjauan

(30)

Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kota

Pekanbaru, belum pernah dilakukan oleh peneliti lainnya terutama dalam topik dan

permasalahan yang sama, sehingga dengan demikian penelitian ini adalah asli dan

dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Judul tesis lain yang berkaitan dengan masalah Bea Perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan yang pernah ditulis sebelumnya, adalah :

1. Penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap pemungutan Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam transaksi jual beli

tanah dan bangunan di kota Tanjung Balai, oleh Chairumi, Mahasiswa

Magister Kenotariatan, Nomor Induk 117011056. Rumusan permasalahan

yang dibahas adalah :

a. Bagaimana sistem pemungutan BPHTB dalam transaksi jual beli tanah

dan/atau bangunan di kota Tanjung Balai?

b. Bagaimana kepastian hukum terhadap transaksi jual beli tanah dan/atau

bangunan di Tanjung Balai dengan adanya verifikasi oleh Dinas

Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKA) Kota

Tanjung Balai?

c. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan BPHTB terutang

di Kota Tanjung Balai?

2. Penelitian dengan judul “Kajian Yuridis terhadap Pelaksanaan Pasal 91 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

(31)

Magister Kenotariatan, Nomor Induk 107011049. Rumusan permasalahan

yang dibahas adalah :

a. Bagaimana fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh PPAT/Notaris

terhadap pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB atas pengalihan hak

atas Tanah dan Bangunan di Kota Medan?

b. Bagaimana sistem pemungutan BPHTB di Kota Medan?

c. Bagaimana kepastian hukum atas pembayaran BPHTB Terutang yang

akta pengalihan hak atas tanah dan bangunannya telah dibuat oleh

PPAT/Notaris di Kota Medan?

3. Penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum bagi PPAT/Notaris Yang

dikenakan sanksi denda atas Penandatanganan Akta Peralihan Hak atas Tanah

dan/atau Bangunan sebelum Wajib Pajak Membayar BPHTB studi di Kota

Medan” oleh Ferymensen Bangun, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Nomor

Induk 107011054. Rumusan permasalahan yang dibahas adalah :

a. Apakah penerapan sanksi denda yang dikeakan terhadap PPAT/Notaris

atas penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan

sebelum Wajib Pajak membayar BPHTB merupakan sanksi pajak?

b. Apakah dasar pertimbangan serta kewenangan terhadap penerapan sanksi

denda bagi PPAT/Notaris atas penandatanganan akta peralihan hak atas

(32)

c. Bagaimanakah upaya perlindungan hukum bagi PPAT/Notaris yang

dikenakan sanksi denda atas penandatanganan akta peralihan hak atas

tanah dan/atau bangunan sebelum Wajib Pajak membayar BPHTB?

4. Penelitian dengan judul “Analisis Hukum atas perbuatan oknum Notaris yang

menerima penitipan pembayarn BPHTB (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Medan No.2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)”, oleh Agustina Lusiana Elisabet

Lumbanbatu, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Nomor Induk 097011061.

Rumusan permasalahan yang dibahas adalah :

a. Bagaimana tanggungjawab Notaris yang menerima penitipan pembayaran

BPHTB dan Notaris tersebut tidak menyetorkan pajak BPHTB yang

dititipkan kepadanya?

b. Bagaimana akibat hukum apabila seorang Notaris tidak membayarkan

BPHTB yang dititipkan kepadanya?

c. Bagaimana kewenangan hukum Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam

pengawasan Notaris?

Dari judul dan permasalahan pada penelitian di atas jika dikaitkan dengan

penelitian ini bahwa judul dan permasalahannya tidak ada yang mirip atau

menyerupai sehingga penelitian ini dinyatakan asli dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya secara ilmiah berdasarkan metode yang digunakan.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

(33)

teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan(problem), yang menjadi bahan

perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.13

Kerangka teori adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih

konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya.

Teori merupakan suatu penjelasan yang berupaya menyederhanakan

pemahaman mengenai suatu fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya

umum.14

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya

menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis

yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.15

Teori-teori tersebut berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa

gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan

menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenara.

Berdasarkan pengertian teori dan kegunaan serta daya kerja teori tersebut

diatas dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap

Kewajiban Verifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Atas

Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan di Kota Pekanbaru, maka dipergunakan

teori hierarki dan teori kewenangan.

13M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80. 14Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.134

15Made Wiratha,Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis,(Yogyakarta: Andi,

(34)

Teori Hierarki atau norma hukum berjenjang (stufentheorie) merupakan teori

yang mengenai sistem hukum yang diperkenalkan oleh Hans Kelsen yang

menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah

berjenjang. Hubungan antara norma yang mengatur perbuatan norma lain dan norma

lain tersebut dapat disebut sebagai hubungan super dan sub ordinasi dalam konteks

spasial.16 Norma yang menentukan pembuatan norma lain adalah superior,

sedangkan norma yang dibuat inferior. Pembuatan yang ditentukan oleh norma yang

lebih tinggi menjadi alasan validitas keseluruhan tata hukum yang membentuk

kesatuan.

Norma hukum yang dimuat dalam suatu peraturan tidak boleh bertentangan

dengan norma hukum yang diatur pada peraturan yang secara hierarki berada

diatasnya. Secara garis besar ajaran norma hukum berjenjang berkisar pada

pemahaman bahwa suatu norma hukum yang berada di bawah tidak boleh

bertentangan dengan norma hukum yang berada di atas. Sebuah norma absah (valid )

karena (dan bila) diciptakan dengan cara tertentu yaitu cara yang ditentukan oleh

norma lain di atasnya.17

Teori Hans Kelsen yang mendapat banyak perhatian adalah hierarki norma

hukum dan rantai validitas yang membentuk piramida hukum (stufentheorie). Salah

16 Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa฀at, Theory Hans Kelsen Tentang Hukum,Cetakan I,

(Jakarta : Sekretariat Jendreral & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal. 110.

17 Imam Soebechi, Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Sinar

(35)

seorang tokoh yang mengembangkan teori tersebut adalah murid Hans Kelsen, yaitu

Hans Nawiasky.

Teori Nawiaky disebut dengan theorie von stufenufbau der rechtsordnung.

Susunan norma menurut teori tersebut adalah:

1. Norma fundamental negara(Staatsfundamentalnorm);

2. Aturan dasar negara(staatsgrundgesetz);

3. Undang-undang formal(formell gesetz); dan

4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome

satzung).18

Sedangkan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

terdiri atas:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; 4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.19

Teori hierarki digunakan dalam penelitian untuk menjawab tentang letak atau

posisi dari Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur

Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagai peraturan

pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 04 Tahun 2010 tentang Bea

18

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal.25

19Pasal 7 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

(36)

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di dalam Peraturan Perundang-undangan

dan apakah Peraturan Walikota bertentangan atau tidak dengan dengan peraturan

perundang-undangan diatasnya.

Selain teori hierarki juga digunakan teori kewenangan sebagai teori

pendukung. Suatu tindakan pemerintahan dapat diperoleh dari peraturan

perundang-undangan baik secara langsung (atribusi) ataupun pelimpahan (delegasi dan sub

delegasi) serta atas dasar penugasan (mandate). Pendapat ini juga dikemukakan oleh

H.D.Van Wijk dan Wilem Konijnenbelt yang mengklasifikasikan cara perolehan

kewenangan atas 3 (tiga) cara antara lain: :

a. Atributie:Teoleninning van een bestuursbevoegdheid door een wetgever aan een bestuurorgaan,atau atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.

b. Delegatie : Overdracht van een bevoegdheid van he teen bestuurorgan aan een ander atau delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya

c. Mandate : een bestuurorgan lat zijn bevoegdheid names hues uitoefenen door een ander, artinya mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.20

Kewenangan yang berdasar pada peraturan perundang-undangan dapat juga

disebut dengan kewenangan konstitusionalisme yang secara sederhana didefinisikan

sebagai, sejumlah ketentuan hukum yang tersusun secara sistematis untuk menata dan

mengatur struktur dan fungsi-fungsi lembaga-lembaga negara termasuk dalam ihwal

kewenangan.21

20Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada ,2006), hal. 105. 21

(37)

Syarat keputusan agar sah, apabila keputusan tersebut memenuhi syarat

materiil dan formil. Adapun syarat Materiil meliputi:

1. Aparat pembuat keputusan harus memiliki kewenangan. Sumber kewenangan bisa karena atribusi, delegasi dan mandat. Ketidakwenangan dalam membuat keputusan dikarenakan:ratio ne materi; ratio ne loci dan ratione temporis; 2. Dalam kehendak tidak boleh mengalami kondisi kekurangan yuridis yang

disebabkan karenadwang; dwaling;danbedrog;

3. Isi dan tujuan dari pembuatan keputusan harus sama dengan isi dan tujuan dari peraturan dasarnya.

Sedangkan syarat formil terkait dengan formalitas atau prosedur yang harus ditempuh untuk pembuatan keputusan tersebut yang meliputi:

1. Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya; 2. Prosedur dan syarat sebelum keputusan dibuat;

3. Apa yang harus dilaksanakan ketika keputusan di buat.

Apabila kedua syarat terus dipenuhi, maka keputusan tersebut akan menjadi keputusan yang sah, walau ada gugatan tidak akan menimbulkan masalah.22

Menurut Philipus M. Hadjon keabsahan tindakan pemerintah pada hakekatnya

ditentukan oleh 3 (tiga) unsur utama, yaitu wewenang, prosedur dan substansi,

dengan menggunakan parameter peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum

pemerintahan yang baik.23

Perihal 3 (tiga) unsur utama, keabsahan tindakan pemerintah sebagaimana

yang dikemukakan di atas, maka dijabarkan lebih lanjut:

1. Wewenang;

Dalam hal ini pihak yang mengambil atau melakukan suatu tindakan haruslah pihak yang memiliki kewenangan baik atributif maupun delegatif.

2. Prosedur;

Keabsahan tindakan pemerintah harus memenuhi prosedur sebagaimana ditetapkan dalam tata cara atau prosedur tindakan pemerintah yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Substansi;

(38)

Substansi tindakan pemerintah pada hakekatnya tidak boleh bertentangan dengan segala bentuk peraturan perundang-undangan, konsepsi Hak Asasi Manusia, maupun norma-norma yang ada dan hidup di masyarakat.

Ketiga unsur utama keabsahan tindakan pemerintah dapat diukur dengan tolok ukur berupa peraturan perundang-undangan maupun asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Dengan demikian setiap unsur dari tindakan pemerintah di satu sisi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan di sisi lain harus memenuhi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik.24

Apabila pada salah satu unsur keabsahan tindakan pemerintah terbukti

bertentangan dengan suatu peraturan perundang-undangan, maka keabsahan suatu

tindakan pemerintah tidak akan terpenuhi, demikian juga apabila tindakan pemerintah

tidak memenuhi atau bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang

Baik, maka keabsahan tindakan tersebut juga tidak akan terpenuhi.

Terkait dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB),

menurut Philipus M. Hadjon bahwa : Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

(AAUPB) haruslah dipandang sebagai norma-norma hukum tidak tertulis, yang

senantiasa harus ditaati oleh pemerintah, yang meskipun arti yang tepat dari

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) bagi tiap keadaan tersendiri tidak

selalu dapat dijabarkan dengan teliti. Dapat dikatakan, bahwa Asas-Asas Umum

Pemerintahan yang Baik (AAUPB) adalah asas-asas hukum tidak tertulis, dari mana

untuk keadaan tertentu dapat ditarik aturan-aturan hukum yang dapat diterapkan.25

24Philipus Mandiri Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan

Pemerintahan yang bersih, Orasi Ilmiah Pegukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Airlangga, Surabaya, tanggal 10 Oktober 1994, hal.7

25Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara (edisi revisi), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

(39)

Sudikno Mertokusumo26 berpendapat bahwa keabsahan itu sendiri setara jika

berbicara mengenai keberadaan hukum, sebagaimana pendapat bahwa hukum ada

karena kekuasaan yang sah. Kekuasaan yang sahlah yang menciptakan hukum.

Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasarkan kekuasaan yang sah pada dasarnya

bukanlah hukum, jadi hukum bersumber pada kekuasaan yang sah.

Teori kewenangan digunakan dalam penelitian untuk menjawab tentang

keabsahan kegiatan verifikasi oleh petugas Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru

berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur

Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagai peraturan

pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 04 Tahun 2010 tentang Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi

operasional.27 Kegunaan dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam

melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi

orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang

dikemukakan.

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya

merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis

26 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar , (Yogyakarta: Penerbit

Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010), hal. 25

(40)

yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi - defenisi operasional

yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.

Agar terdapat persamaan persepsi dalam memahami penulisan di dalam

penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa konseptual

sebagaimana terdapat di bawah ini:

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah Pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.28

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau selanjutnya disebut

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan.

Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak

pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam

undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria,

Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah susun, dan ketentuan perUndang-undang-

perundang-undangan lainnya.29

Obyek pajak BPHTB adalah perolehan atas tanah dan bangunan. Perolehan

hak atas tanah dan bangunan meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru.

Obyek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah obyek pajak yang

diperoleh: perwakilan diplomatik, negara untuk penyelenggaranaan pemerintahan dan

atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum, badan atau

28Liberty Pandiangan,Pemahaman Praktis Undang-undang Perpajakan Indonesia, (Jakarta:

Erlangga, 2002), hal.345

(41)

perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri

dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi

dan tugas; orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan

hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; orang pribadi atau badan karena

wakaf; orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Verifikasi adalah pemeriksaan terhadap kebenaran laporan, pernyataan,

perhitungan uang, dan sebagainya.30

Validasi adalah proses untuk memastikan bahwa pajak atas peralihan hak atas

tanah tersebut benar telah dibayar, artinya validasi merupakan pekerjaan

dokumentasi.

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) adalah harga transaksi atau nilai pasar

atas tanah dan bangunan yang dialihkan atau diperoleh yang dimuat dalam akta

peralihan hak, risalah lelang atau pemberian hak baru.

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) adalah suatu

jumlah dari Nilai Perolehan Objek Pajak yang tidak dikenakan pajak.

Harga Transaksi adalah harga perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

berdasarkan jual beli.

Nilai Pasar adalah nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena

peralihan hak kecuali jual beli.

Wajib Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah orang

pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

30

(42)

Objek dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah

perolehan hak atas tanah dan bangunan, sedangkan Perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya

hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Surat Setoran Pajak Daerah, yang disingkat SSPD, adalah surat yang

dipergunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran

pajak yang terutang ke kas daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh

Walikota;

Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang disingkat SKPDKB,

adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang,

jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi

administrasi, dan jumlah yang harus dibayar;

Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang disingkat

SKPDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak

yang telah ditetapkan;

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang disingkat SKPDLB,

adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak

karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak

seharusnya terutang; Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang disingkat SKPDN,

adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama

besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada

(43)

Surat Tagihan Pajak daerah, yang disingkat STPD, adalah surat untuk

melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;

Self Assesment System adalah yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

terutang.

Official Assesment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh Wajib Pajak.

With Holding System yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang

bersangkutan).

Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah

data, keterangan, dan/atau alat bukti yang dilaksanakan secara objektif dan

profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka

melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.31

G. Metode Penelitian

Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu ”method” yang berarti cara atau

jalan. Dan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode adalah menyangkut

masalah cara kerja yaitu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran

ilmu yang bersangkutan.

31 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Pedoman Perpajakan Lengkap berdasarkan

(44)

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif, di mana penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah

untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi

normatifnya.32 Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan

cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka

yang lebih dikenal dengan nama bahan hukum sekunder dan bahan acuan dalam

bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum seperti peraturan

perundang-undangan yang berlaku serta doktrin-doktrin.

Untuk menunjang diperolehnya data yang aktual dan akurat, penelitian yang

dilakukan bersifat deskriptif yaitu penelitian yang hanya menggambarkan fakta-fakta

tentang objek penelitian baik dalam kerangka sistematisasi maupun sinkronisasi

berdasarkan aspek yuridis, dengan tujuan menjawab permasalahan yang menjadi

objek penelitian.33

Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Pendekatan Undang-undang (statute approach)

dilakukan dengan menelaah semua Undang-undang dan regulasi yang bersangkut

paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.34

32Johny Ibrahim,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya : Bayu Media

Publishing, 2005), hal. 46.

33Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta : Raja

Grafindo Persada, 2001), hal. 116-117.

(45)

2. Sumber Data

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena

dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya

dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam

penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan atau library

research.35

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder yaitu data

yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang terdiri

dari:

1. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan

perundang-undangan, seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Undang-undang Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007

tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6

Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah

Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri

Oleh Wajib Pajak, Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 Tentang Tata

Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, Peraturan

Daerah Kota Pekanbaru Nomor 04 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak

35 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta : Raja

(46)

atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun

2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak

Atas Tanah dan Bangunan.

2. Bahan hukum sekunder adalah hasil penelitian para ahli yang termuat dalam

literatur, artikel, media cetak maupun media elektronik mengenai perjanjian

yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

kamus hukum, jurnal ilmiah yang berhubungan dengan materi penelitian.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk

mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang

dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara menelaah

dan menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar belakang

pemikiran tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Untuk mendukung data dalam penelitian ini digunakan pula dengan

wawancara dengan informan dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini

yaitu para wajib pajak dan PPAT/Notaris wilayah kerja Kota P e k a n b a r u

(47)

4. Alat Pengumpulan Data

Bahan atau materi yang dipakai dalam tesis ini diperoleh melalui penelitian

kepustakaan (studi dokumen). Dari hasil penelitian kepustakaan diperoleh data

sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier. Melalui data sekunder akan tergambar penerapan peraturan

perundang-undangan tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan di Kota

Pekanbaru.

5. Analisis Data

Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.36

Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya

berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis. “Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi”.37 Penelitian

yang dilakukan dalam tesis ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif.

Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa

terhadap permasalahan yang akan dibahas. Analisis data dilakukan dengan :38

36Lexy J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hal.

101.

37Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 6. 38Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja

(48)

a. mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang

diteliti;

b. memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian;

c. mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, asas atau doktrin;

d. menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, Pasal atau doktrin

yang ada;

e. menarik kesimpulan dengan menggunakan pendekatan deduktif.

Dengan demikian kegiatan analisis data ini dilakukan dengan pendekatan

kualitatif yang diharapkan dapat memberikan kesimpulan yang dilakukan dengan

memakai analisa dedukatif yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum

untuk selanjutnya mengambil hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan dari

(49)

BAB II

SISTEM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI PEKANBARU

A. Defenisi Dan Klasifikasi Pajak.

1. Defenisi dan Fungsi Pajak

Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara dipandang sangatlah perlu

untuk terus ditingkatkan sehingga pembangunan dapat dilaksanakan dengan

kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian.39

Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa

timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum.40

Pajak memiliki berbagai definisi yang pada hakikatnya mempunyai pengertian

yang sama. Beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli adalah sebagai berikut.

1. P. J. A. Adriani

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum

(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung

dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-39Tjip Ismail,Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, (Jakarta : Yellow Printing, 2007),

hal.1

40Ida Zuraida dan L.Y. Hari Sih Advianto,Penagihan Pajak Pajak Pusat dan Pajak Daerah

(50)

pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan.41

2. Rochmat Soemitro.

Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi)

yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran-pengeluaran umum.42

3. Soeparman Soemahamidjaja.

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.43

4. Edi Gernadi dan Kustadi Arinta.

“Pajak adalah pembayaran berupa uang pada perbendaharaan umum negara

dan daerah yang dikenakan atas wajib pajak berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan”.44

Pajak menurut Pasal 1ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2007 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memberikan

41 Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas, Panduan Komprehensif dan Praktis Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)(Jakarta: Salemba Empat, 2010), hal.2

42Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas,Ibid,hal.2

43R. Santoso Brotodihardjo, Penghantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Refika Aditama,

2008), hal.5

44 Edi Garnadi dan Kustadi Arinta, Intisari dan Sarana ketentuan Perpajakan Nasional,

(51)

defenisi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.45

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara

ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah)

atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat

ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara

lain sebagai berikut:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.

Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."

2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.

3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).46

(52)

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,

khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

pembangunan. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi,

yaitu:

1. Fungsi anggaran atau penerimaan (budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.

2. Fungsi mengatur (regulerend) : pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.

3. Fungsi stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.

4. Fungsi redistribusi pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.47

2. Penggolongan Pajak.

Apabila ditinjau dari sifatnya pajak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Pajak Subjektif adalah pajak yag berpangkal atau berdsarkan pada subjeknya, dengan artian memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : pajak Penghasilan.

2. Pajak Objektif adalah pajak yang hanya memperhatikan objek tanpa memperhatikan wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan nilai dan Pajak penjualan berang mewah.48

47Ibid, hal.3

48Marihot Pahala Siahaan,Seri Hukum Pajak Indonesia, Hukum Pajak Elementer Konsep

(53)

Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak di Indonesia dibagi menjadi dua

yaitu pajak pusat dan pajak daerah (yang terbagi menjadi pajak provinsi dan pajak

kabupaten/kota). Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat

melalui undang-undang, yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat

dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan

pembangunan. Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaraan

pemungutannya dilaksanakan oleh Kementrian Keuangan.49

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang

pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Dengan demikian pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintahan

daerah dengan Peraturan Daerah.50

Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berdasarkan pemungutnya di Indonesia dikenal 2 jenis pajak yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari :

1. Pajak Penghasilan

Diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009.

3. Bea Materai

Diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.

(54)

4. Bea Masuk

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 jo. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

5. Cukai

Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 jo. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

Sedangkan Pajak Daerah terdiri dari :

1. Pajak Provinsi terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan

e. Pajak Rokok.

2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.51

B. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

1. Pengertian BPHTB

BPHTB merupakan salah satu pajak objektif atau pajak yang terutang dan

harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan bangunan agar

akta risalah lelang, atau surat keputusan pemberian hak dapat dibuat dan

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.52

51Waluyo,Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 2(Jakarta: Salemba Empat, 2011), hal.237 52 Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Teori Dan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di

Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan tentang pajak hibah wasiat pada BPHTB mengenai timbul pengenaan pajak BPHTB atas hibah wasiat terkait dengan Pasal 90 ayat (1)

Fungsi notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebelum

Pelaksanaan pemungutan BPHTB terdiri dari tahapan-tahapan diantaranya : (1) proses pemindahan akta tanah dan bangunan (saat terutangnya pajak), (2) proses

Fungsi notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebelum

Prosedur verifikasi lapangan dan validasi BPHTB ialah suatu langkah yang dilakukan Dispenda Kabupaten Bogor untuk mengoreksi kelengkapan dokumen, mencocokkan

a) Dalam penulisan ini penulis menyarankan, bahwa perlu mempercepat terbitnya Peraturan Walikota (PERWALI) mengenai pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Pelaksanaan prosedur pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dilakukan oleh DPPKA berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2011 tersebut tidak sesuai