• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan wilayah: Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan wilayah: Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur"

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH

Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur

Provinsi Kalimantan Timur

HASNAWATI HAMZAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dampak Kegiatan Pertambangan Terhadap Pengembangan Wilayah : Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2005

Hasnawati Hamzah

(3)

ABSTRAK

HASNAWATI HAMZAH. Dampak Kegiatan Pertambangan terhadap Pengembangan Wilayah: Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Di bimbing oleh BUDI MULYANTO, FREDIAN TONNY NASDIAN, dan MOENTOHA SELARI.

Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur merupakan daerah otonom yang terbentuk pada tahun 2001 dengan potensi sumberdaya alam tambang yang besar antara lain batubara, minyak, dan gas. Bahan galian tambang merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui yang dalam pengelolaannya dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif. Oleh karena itu, pengelolaan bahan galian tambang harus dilakukan secara bijaksana agar dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan daerah dan masyarakat yang berada di sekitar lokasi pertambangan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan wilayah antara lain pertumbuhan ekonomi, pengembangan masyarakat, dan kesesuaian pemanfaatan ruang.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan daerah yang tercermin dalam struktur perekonomian daerah. Sektor industri pengolahan merupakan salah satu sektor basis di Kota Bontang yang memberikan distribusi sebesar 86.46% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2003. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu sektor basis di Kabupaten Kutai Timur dan memberikan distribusi sebesar 64.31% terhadap PDRB tahun 2003.

Namun dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan masyarakat khususnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan belum menunjukkan hasil yang nyata. Hal ini tercermin dari rendahnya penyerapan tenaga kerja lokal, pertumbuhan usaha-usaha kecil, dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia, serta minimnya pembangunan sarana jalan, pendidikan, dan kesehatan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kegiatan community development yang dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan umumnya hanya menyentuh masyarakat yang berada pada lapisan atas.

(4)

ABSTRACT

HASNAWATI HAMZAH. Impacts of Mining Activities to Regional Development: Case Study in Bontang City and East Kutai Regency, East Kalimantan Province. Supervised by: BUDI MULYANTO, FREDIAN TONNY NASDIAN, and MOENTOHA SELARI.

Bontang City and East Kutai Regency are situated in East Kalimantan Province based on UU No 22 1999 on Regional Autonomy, these two areas became autonomous government bodies since 2001. According to the natural characteristics, these areas include great mining resources, such as coal, oil and gas. These natural resources are non-renewable resources beneath soil resources, while the soils are one of some important life support system, hence mining of these resources should be carried out in wise and proper manners. Mining activities are aimed to get revenues for people prosperity, however mining activities in some area produce some negative impacts, both in physical and social-economical impacts, especially to the environment and people in surrounding mining area. Related to these background the objectives of this study are to analyze local development impacts, especially on economic growth, community development, and suitability of spatial planning in these two areas.

The results of this study indicates that mining activities in both areas have provided great contribution to development programs, as indicated by economical structure of both areas. Furthermore, if be analyzed into detail, processing industry of mining is one of the basic economic sector in Bontang City which contributed 86.46% of the Gross Domestic Regional Product (GDRP) in 2003. Meanwhile mining is the basic sector of the East Kutai Regency, that contributes 64.31% to the GDRP in 2003.

However benefits of mining activities to the people communities are still less significant. This is indicated by the community welfare of the people surrounding the mining areas are low. Dealing with this issue some indicators could be seen such as the low absorption of local employment, small businesses growth, low increase of local human resources, lack of road building, lack of education and health facilities. These phenomena due to some causes, one of them is that the community development programs of the mining companies are mostly touched higher-level society.

Related to the legal institution, the mining license procedures is still less synchronic in the coordination between sectors, or between central government and local government. Therefore some licenses of the mining location do not considered actual spatial planning (Rencana Tata Ruang Wilayah), existence of land tenure, and lack of socialization to the community of surrounding the mining areas. In addition the mining activities create some conflicts between people and the companies and between forestry sector and mining sector. These conflicts are caused by some reasons, among others: land-use overlapping between people’s land and mining land, low absorption local human resources in mining activities, and low contribution in community welfare development in surrounding the mining areas and misuse forestry area for mining.

(5)

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH

Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur

Provinsi Kalimantan Timur

HASNAWATI HAMZAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Tesis : Dampak Kegiatan Pertambangan terhadap Pengembangan Wilayah: Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur

Nama : Hasnawati Hamzah NRP : A253040094

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc Ketua

Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS Ir. Moentoha Selari, MS Anggota Anggota

Diketahui

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

Tanggal Ujian: 6 Oktober 2005 Tanggal Lulus: 31 Oktober 2005

Tanggal Lulus

(7)

Kupersembahkan untuk:

Almarhumah Ibunda Nirwana Kadir yang telah berpulang di saat penulis sedang menyelesaikan pendidikan: doa dan kasih

Mama adalah sumber semangat dan kekuatan

(8)

PRAKATA

Puji syukur kekhadirat Allah SWT karena atas segala izin dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2005 ini menitikberatkan pada tema Dampak Kegiatan Pertambangan Terhadap Pengembangan Wilayah: Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur.

Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak Dr.Ir. Budi Mulyanto, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian MS dan Bapak Ir. Moentoha Selari, MS sebagai anggota Komisi Pembimbing atas segala motivasi, semangat, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih yang tulus kami haturkan pula kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku penguji luar komisi atas segala sarannya guna penyempurnaan tesis ini. Kepada teman-teman mahasiswa PWL angkatan 2004, terima kasih atas segala kebersamaan, keceriaan, dan ketulusan persahabatan yang mewarnai derap langkah melintasi 13 bulan masa pendidikan. Terakhir penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak dan Adik-adik tercinta serta Bapak dan Ibu Mertua atas segala dukungan dan doanya.

Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat dan dapat menjadi setitik bakti bagi kemajuan bangsa dan negara . Amin.

Bogor, Oktober 2005

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 28 Juni 1968 sebagai putri pertama dari empat bersaudara pasangan Muhammad Hamzah Shaleh dan Nirwana Kadir (alm.). Pendidikan SD-SMA diselesaikan di kota kelahiran penulis, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1991. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2004 dan diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Penulis menikah dengan Suwindo pada tahun 1995 dan dikarunia dua orang putra yaitu Panji Wicaksono (9 tahun) dan Gama Pradipta (7 tahun).

Penulis pernah bekerja pada Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Keang Nama Development Indonesia di Sibolga Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1991-1993. Selanjutnya penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Departemen Kehutanan dan bertugas pada:

Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Gorontalo tahun 1993-1995

Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Manado tahun 1995-1997 Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara tahun 1997-1999

Pusat Pemolaan Areal Hutan dan Kebun, Badan Planologi Kehutanan tahun 1999-2000

Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Badan Planologi Kehutanan tahun 2000- 2005

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….………..……….. xi

DAFTAR GAMBAR ……….……….……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ………. 1

Perumusan Masalah ……….……… 4

Tujuan Penelitian ………. 6

Kegunaan Penelitian ……… 7

TINJAUAN PUSTAKA Teori Pengembangan Wilayah ……..……… 8

Pengembangan Masyarakat ………….………. 12

Perencanaan Pembangunan Daerah ………….………. 16

Perencanaan Wilayah ……….……….……… 18

Perencanaan Partisipatif ... 20

Kegiatan Pertambangan ………. 21

Hutan dan Kehutanan ……….. 25

Kerangka Pemikiran ……… 27

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 33

Pengumpulan Data ……… 33

Penentuan Responden ………..………. 35

Pengolahan Data ……… 38

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kota Bontang ……….……… 45

Letak Geografi dan Administrasi Wilayah ………. 45

Kependudukan dan Tenaga Kerja ……….. 46

Penggunaan Lahan dan Potensi Ekonomi ………. 48

Sarana Prasarana Fisik dan Sosial ……….. 49

Pertumbuhan Ekonomi ……… 51

Kabupaten Kutai Timur ……… 52

Letak Geografi dan Administrasi Wilayah ………. 52

Kependudukan dan Tenaga Kerja ……….. 53

(11)

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH

Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur

Provinsi Kalimantan Timur

HASNAWATI HAMZAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dampak Kegiatan Pertambangan Terhadap Pengembangan Wilayah : Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2005

Hasnawati Hamzah

(13)

ABSTRAK

HASNAWATI HAMZAH. Dampak Kegiatan Pertambangan terhadap Pengembangan Wilayah: Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Di bimbing oleh BUDI MULYANTO, FREDIAN TONNY NASDIAN, dan MOENTOHA SELARI.

Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur merupakan daerah otonom yang terbentuk pada tahun 2001 dengan potensi sumberdaya alam tambang yang besar antara lain batubara, minyak, dan gas. Bahan galian tambang merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui yang dalam pengelolaannya dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif. Oleh karena itu, pengelolaan bahan galian tambang harus dilakukan secara bijaksana agar dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan daerah dan masyarakat yang berada di sekitar lokasi pertambangan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan wilayah antara lain pertumbuhan ekonomi, pengembangan masyarakat, dan kesesuaian pemanfaatan ruang.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan daerah yang tercermin dalam struktur perekonomian daerah. Sektor industri pengolahan merupakan salah satu sektor basis di Kota Bontang yang memberikan distribusi sebesar 86.46% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2003. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu sektor basis di Kabupaten Kutai Timur dan memberikan distribusi sebesar 64.31% terhadap PDRB tahun 2003.

Namun dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan masyarakat khususnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan belum menunjukkan hasil yang nyata. Hal ini tercermin dari rendahnya penyerapan tenaga kerja lokal, pertumbuhan usaha-usaha kecil, dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia, serta minimnya pembangunan sarana jalan, pendidikan, dan kesehatan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kegiatan community development yang dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan umumnya hanya menyentuh masyarakat yang berada pada lapisan atas.

(14)

ABSTRACT

HASNAWATI HAMZAH. Impacts of Mining Activities to Regional Development: Case Study in Bontang City and East Kutai Regency, East Kalimantan Province. Supervised by: BUDI MULYANTO, FREDIAN TONNY NASDIAN, and MOENTOHA SELARI.

Bontang City and East Kutai Regency are situated in East Kalimantan Province based on UU No 22 1999 on Regional Autonomy, these two areas became autonomous government bodies since 2001. According to the natural characteristics, these areas include great mining resources, such as coal, oil and gas. These natural resources are non-renewable resources beneath soil resources, while the soils are one of some important life support system, hence mining of these resources should be carried out in wise and proper manners. Mining activities are aimed to get revenues for people prosperity, however mining activities in some area produce some negative impacts, both in physical and social-economical impacts, especially to the environment and people in surrounding mining area. Related to these background the objectives of this study are to analyze local development impacts, especially on economic growth, community development, and suitability of spatial planning in these two areas.

The results of this study indicates that mining activities in both areas have provided great contribution to development programs, as indicated by economical structure of both areas. Furthermore, if be analyzed into detail, processing industry of mining is one of the basic economic sector in Bontang City which contributed 86.46% of the Gross Domestic Regional Product (GDRP) in 2003. Meanwhile mining is the basic sector of the East Kutai Regency, that contributes 64.31% to the GDRP in 2003.

However benefits of mining activities to the people communities are still less significant. This is indicated by the community welfare of the people surrounding the mining areas are low. Dealing with this issue some indicators could be seen such as the low absorption of local employment, small businesses growth, low increase of local human resources, lack of road building, lack of education and health facilities. These phenomena due to some causes, one of them is that the community development programs of the mining companies are mostly touched higher-level society.

Related to the legal institution, the mining license procedures is still less synchronic in the coordination between sectors, or between central government and local government. Therefore some licenses of the mining location do not considered actual spatial planning (Rencana Tata Ruang Wilayah), existence of land tenure, and lack of socialization to the community of surrounding the mining areas. In addition the mining activities create some conflicts between people and the companies and between forestry sector and mining sector. These conflicts are caused by some reasons, among others: land-use overlapping between people’s land and mining land, low absorption local human resources in mining activities, and low contribution in community welfare development in surrounding the mining areas and misuse forestry area for mining.

(15)

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH

Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur

Provinsi Kalimantan Timur

HASNAWATI HAMZAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Judul Tesis : Dampak Kegiatan Pertambangan terhadap Pengembangan Wilayah: Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur

Nama : Hasnawati Hamzah NRP : A253040094

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc Ketua

Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS Ir. Moentoha Selari, MS Anggota Anggota

Diketahui

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

Tanggal Ujian: 6 Oktober 2005 Tanggal Lulus: 31 Oktober 2005

Tanggal Lulus

(17)

Kupersembahkan untuk:

Almarhumah Ibunda Nirwana Kadir yang telah berpulang di saat penulis sedang menyelesaikan pendidikan: doa dan kasih

Mama adalah sumber semangat dan kekuatan

(18)

PRAKATA

Puji syukur kekhadirat Allah SWT karena atas segala izin dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2005 ini menitikberatkan pada tema Dampak Kegiatan Pertambangan Terhadap Pengembangan Wilayah: Kasus di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur.

Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak Dr.Ir. Budi Mulyanto, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian MS dan Bapak Ir. Moentoha Selari, MS sebagai anggota Komisi Pembimbing atas segala motivasi, semangat, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih yang tulus kami haturkan pula kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku penguji luar komisi atas segala sarannya guna penyempurnaan tesis ini. Kepada teman-teman mahasiswa PWL angkatan 2004, terima kasih atas segala kebersamaan, keceriaan, dan ketulusan persahabatan yang mewarnai derap langkah melintasi 13 bulan masa pendidikan. Terakhir penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak dan Adik-adik tercinta serta Bapak dan Ibu Mertua atas segala dukungan dan doanya.

Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat dan dapat menjadi setitik bakti bagi kemajuan bangsa dan negara . Amin.

Bogor, Oktober 2005

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 28 Juni 1968 sebagai putri pertama dari empat bersaudara pasangan Muhammad Hamzah Shaleh dan Nirwana Kadir (alm.). Pendidikan SD-SMA diselesaikan di kota kelahiran penulis, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1991. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2004 dan diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Penulis menikah dengan Suwindo pada tahun 1995 dan dikarunia dua orang putra yaitu Panji Wicaksono (9 tahun) dan Gama Pradipta (7 tahun).

Penulis pernah bekerja pada Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Keang Nama Development Indonesia di Sibolga Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1991-1993. Selanjutnya penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Departemen Kehutanan dan bertugas pada:

Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Gorontalo tahun 1993-1995

Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Manado tahun 1995-1997 Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara tahun 1997-1999

Pusat Pemolaan Areal Hutan dan Kebun, Badan Planologi Kehutanan tahun 1999-2000

Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Badan Planologi Kehutanan tahun 2000- 2005

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….………..……….. xi

DAFTAR GAMBAR ……….……….……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ………. 1

Perumusan Masalah ……….……… 4

Tujuan Penelitian ………. 6

Kegunaan Penelitian ……… 7

TINJAUAN PUSTAKA Teori Pengembangan Wilayah ……..……… 8

Pengembangan Masyarakat ………….………. 12

Perencanaan Pembangunan Daerah ………….………. 16

Perencanaan Wilayah ……….……….……… 18

Perencanaan Partisipatif ... 20

Kegiatan Pertambangan ………. 21

Hutan dan Kehutanan ……….. 25

Kerangka Pemikiran ……… 27

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 33

Pengumpulan Data ……… 33

Penentuan Responden ………..………. 35

Pengolahan Data ……… 38

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kota Bontang ……….……… 45

Letak Geografi dan Administrasi Wilayah ………. 45

Kependudukan dan Tenaga Kerja ……….. 46

Penggunaan Lahan dan Potensi Ekonomi ………. 48

Sarana Prasarana Fisik dan Sosial ……….. 49

Pertumbuhan Ekonomi ……… 51

Kabupaten Kutai Timur ……… 52

Letak Geografi dan Administrasi Wilayah ………. 52

Kependudukan dan Tenaga Kerja ……….. 53

(21)

Sarana Prasarana Fisik dan Sosial ……….. 56

Pertumbuhan Ekonomi ……… 58

PT Badak Natural Gas Liquefaction ……….. 61

PT Indominco Mandiri ……… 62

Ikhtisar ………. 64

KONTRIBUSI KEGIATAN PERTAMBANGAN TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH Analisis Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ………. 66

Analisis Pemusatan Ekonomi Wilayah ……… 70

Ikhtisar ………. 73

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN TERHADAP PENGEMBANGAN MASYARAKAT Kondisi Fisik dan Sosial Lokasi Studi………. 76

Program Community Development Perusahaan Pertambangan ……… 80

Dampak Kegiatan Pertambangan terhadap Masyarakat Lokal .………. 90

Konflik ……….. 110

Ikhtisar ……… 112

KESESUAIAN PERUNTUKAN DAN PEMANFAATAN RUANG Kesesuaian Pemanfaatan Ruang antara Wilayah Penelitian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ……… 115

Kesesuaian Fungsi Peruntukan Kawasan antara Wilayah Penelitian dengan Kawasan Hutan ……… 120

Ikhtisar ………. 123

POLA PERIJINAN KEGIATAN PERTAMBANGAN Kuasa Pertambangan .……….. 127

Pinjam Pakai Kawasan Hutan ……… 129

Ikhtisar ………..………. 131

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH ... 133

SIMPULAN ……… 144

REKOMENDASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH …… 146

DAFTAR PUSTAKA …………..……….…….……… 147

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tiga model community development ………. 16 2 Luas kawasan hutan berdasarkan Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan

(TGHK) dan Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi………. 26 3 Jumlah responden menurut kabupaten/kota, kecamatan, dan

desa/kelurahan sampel berdasarkan pelapisan sosial ekonomi ….……. 36 4 Perkembangan jumlah penduduk Kota Bontang menurut kecamatan

tahun 1999- 2003 ………. 46

5 Jumlah dan persentase penduduk umur 15 tahun ke atas yang bekerja

menurut lapangan kerja tahun 2002 ……….. 47 6 Luas dan persentase penggunaan tanah Kota Bontang tahun 2001

menurut jenis penggunaan tanah ……….. 48 7 Jumlah sekolah menurut kecamatan ……….. 50 8 Jumlah fasilitas kesehatan menurut jenis dan kecamatan ……….. 50 9 Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kota Bontang

dengan/tanpa migas atas dasar harga konstan 1993 (%) tahun 2002 -

2003 ………. 51

10 Distribusi persentase Pendapatan Domestik Regional Bruto Kota Bontang dengan migas atas dasar harga konstan 1993 (%) tahun

2002-2003 ……….…… 52

11 Banyaknya desa dan luas wilayah menurut kecamatan ……….. 53 12 Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan menurut kecamatan …. 54 13 Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Kutai Timur menurut

kecamatan tahun 1999-2003 ………. 54 14 Persentase penduduk 10 tahun ke atas menurut kecamatan dan lapangan

usaha tahun 2002 (%) ………..……… 55

15 Jumlah sekolah menurut kecamatan ……….. 57 16 Jumlah fasilitas kesehatan menurut jenis dan kecamatan ……….. 58 17 Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kutai

Timur dengan/tanpa migas atas dasar harga konstan 1993 (%) tahun

2002-2003 ……….. 59

18 Distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kutai Timur dengan migas atas dasar harga konstan 1993 (%) tahun

2002-2003 ……..………... 60

(23)

20 Hasil analisis shift share PDRB Kabupaten Kutai Timur tahun 1993 –

2003 ……… 69

21 Hasil analisis LQ sektoral berdasarkan PDRB tahun 2002-2003 Kota

Bontang dan Kabupaten Kutai Timur ... 71 22 Kontribusi kegiatan pertambangan terhadap pembangunan daerah Kota

Bontang dan Kabupaten Kutai Timur ………. 74 23 Sarana prasarana desa/kelurahan dampak dan desa non-dampak …….. 89 24 Sumber perubahan pendapatan responden berdasarkan pelapisan sosial

ekonomi ……….. 97

25 Dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan masyarakat … 113 26 Fungsi pemanfaatan ruang wilayah penelitian sesuai dengan Peta RTRW 116 27 Fungsi kawasan hutan wilayah penelitian berdasarkan TGHK dan

Paduserasi TGHK-RTRWP ………. 121

28 Kesesuaian peruntukan dan pemanfaatan ruang lokasi pertambangan dan

pemukiman ……… 124

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Hubungan antara pengembangan wilayah, sumberdaya alam,

sumberdaya manusia, dan teknologi ..………. 9 2 Bagan alir kerangka penelitian ……….……….………. 32 3 Wilayah dampak dan non-dampak kegiatan PT Indominco Mandiri …. 34 4 Wilayah dampak dan non-dampak kegiatan PT Badak NGL ………… 34 5 Peta wilayah penelitian ………. 37 6 Bagan prosedur tumpang tindih Peta Administrasi, Peta Wilayah

Pertambangan, Peta RTRW, Peta TGHK, dan Peta Kawasan Hutan …. 43 7 Pemukiman kelompok masyarakat Desa Suka Damai Kabupaten

Kutai Timur ……… 77

8 Pemukiman masyarakat Kelurahan Kanaan Kota Bontang …..……….. 78 9 Pemukiman masyarakat Desa Kandolo Kabupaten Kutai Timur …….. 79 10 Mata pencaharian utama responden pada desa/kelurahan dampak dan

desa non-dampak ……….. 84

11 Tingkat pendidikan responden pada desa/kelurahan dampak dan desa

non-dampak ……… 86

12 Tingkat pendapatan responden pada desa/kelurahan dampak dan desa

non-dampak ………. 87

13 Pola asosiasi antara desa/kelurahan dengan persepsi penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan pertambangan ……….……….. 91 14 Pola asosiasi antara pelapisan sosial ekonomi masyarakat dengan

persepsi penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan pertambangan ……. 91 15 Pola asosiasi antara responden yang bekerja, pernah bekerja, dan tidak

bekerja pada perusahaan pertambangan dengan desa/kelurahan …….. 93 16 Pola asosiasi antara responden yang bekerja, pernah bekerja, dan tidak

bekerja pada perusahaan pertambangan dengan pelapisan sosial

ekonomi ………. 93

17 Pola asosiasi antara tingkat pendapatan responden dalam lima tahun

terakhir dengan desa/kelurahan ……… 95 18 Pola asosiasi antara tingkat pendapatan responden dalam lima tahun

terakhir dengan pelapisan sosial ekonomi ……… 96 19 Pola asosiasi antara sumber perubahan pendapatan responden dengan

(25)

20 Pola asosiasi antara desa/kelurahan dengan persepsi dampak

perusahaan pertambangan terhadap kesejahteraan keluarga ……… 99 21 Pola asosiasi antara pelapisan sosial ekonomi masyarakat dengan

persepsi dampak perusahaan pertambangan terhadap kesejahteraan

keluarga ………... 99

22 Pola asosiasi antara responden yang menerima beasiswa, pernah menerima beasiswa, dan tidak menerima beasiswa dari perusahaan

pertambangan dengan desa/kelurahan …..………. 101 23 Pola asosiasi antara responden yang menerima beasiswa, pernah

menerima beasiswa, dan tidak menerima beasiswa dari perusahaan

pertambangan dengan pelapisan sosial ekonomi ……… 102 24 Keikutsertaan responden dalam kegiatan community development

perusahaan pertambangan berdasarkan pelapisan sosial ekonomi ……. 102 25 Pola asosiasi antara desa/kelurahan dengan persepsi dampak

perusahaan pertambangan terhadap kesejahteraan masyarakat …….…. 104 26 Pola asosiasi antara pelapisan sosial ekonomi masyarakat dengan

dampak perusahaan pertambangan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat ……….. 105 27 Pola asosiasi antara desa/kelurahan dengan persepsi dampak kehadiran

perusahaan pertambangan terhadap usaha-usaha kecil ………..…. 106 28 Pola asosiasi antara pelapisan sosial ekonomi masyarakat dengan

persepsi dampak kehadiran perusahaan pertambangan terhadap

usaha-usaha kecil ………. 107 29 Rumah masyarakat yang berbatasan langsung dengan lahan milik

PT Badak NGL di Dusun Baltim Kelurahan Bontang Lestari ………... 109 30 Pola asosiasi antara pelapisan sosial ekonomi dengan konflik

masyarakat dengan PT Indominco Mandiri dan PT Badak NGL ……… 111 31 Perkembangan PDRB Kota Bontang dengan/tanpa migas atas dasar

harga konstan 1993 tahun 1993-2003 ... 136 32 Distribusi PDRB Kota Bontang dengan/tanpa migas atas dasar harga

konstan 1993 tahun 1993-2003 ... 136 33 Perkembangan PDRB Kabupaten Kutai Timur dengan migas/tanpa

migas/tanpa migas dan batubara atas dasar harga konstan 1993 tahun

1993-2003 ……… 138 34 Distribusi PDRB Kabupaten Kutai Timur dengan/tanpa migas atas

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner ………. 153 2 Daftar desa/kelurahan dalam ruang lingkup community development

PT Indominco Mandiri dan PT Badak NGL ……….. 159 3 Pengalaman wawancara dengan responden ……… 160 4 Kegiatan pengembangan masyarakat PT Badak NGL tahun 2004 …….. 165 5 Kegiatan pengembangan masyarakat PT Indominco Mandiri tahun

2004-2005……….. 167 6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Timur

atas dasar harga konstan 1993 menurut lapangan usaha tahun 1993-2003

(juta rupiah) ……….. 169

7 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bontang atas dasar harga konstan 1993 menurut lapangan usaha tahun 1993-2003 (juta

rupiah) ………. 170 8 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kutai Timur atas

dasar harga konstan 1993 menurut lapangan usaha tahun 1993-2003

(juta rupiah ……….. 171 9 Mata pencaharian utama responden ……… 172 10 Tingkat pendidikan responden ……… 173 11 Tingkat pendapatan responden ……… 174 12 Persepsi pengaruh kehadiran perusahaan pertambangan terhadap

penyerapan tenaga kerja ………. 175 13 Responden yang bekerja/pernah bekerja pada perusahaan tambang …… 176 14 Tingkat pendapatan responden dalam lima tahun terakhir ………. 177 15 Persepsi dampak perusahaan pertambangan terhadap kesejahteraan

keluarga ………. 178 16 Responden yang mendapatkan beasiswa dari perusahaan pertambangan 179 17 Responden yang ikutserta dalam program community development

perusahaan pertambangan ………. 180 18 Persepsi dampak perusahaan pertambangan terhadap peningkatan

kesejahteraan masyarakat ……… 181 19 Persepsi dampak perusahaan pertambangan terhadap pertumbuhan

(27)

21 Kasus Desa Suka Damai ……… 184 22 Data koordinat hasil analisis korenpondensi berganda

(correspondence analysis) ……….. 193

23 Peta kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah penelitian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ………. 201 24 Peta fungsi kawasan wilayah penelitian berdasarkan Peta TGHK

Provinsi Kalimantan Timur ….………. 202 25 Peta fungsi kawasan wilayah penelitian berdasarkan Peta Kawasan

(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 mengamanatkan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Sumberdaya alam tersebut terdiri atas sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non – renewable resources). Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui mempunyai sifat terus menerus ada dan dapat diperbaharui baik oleh alam sendiri maupun dengan bantuan manusia seperti sumberdaya hutan, air, dan lainnya. Sedangkan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui mempunyai sifat fisik yang tersedia tetap dan tidak dapat diperbaharui atau diolah kembali dan terjadinya diperlukan waktu ribuan tahun seperti mineral, batubara, minyak bumi, dan lainnya.

Dalam pengelolaan dan penentuan peruntukan sumberdaya alam ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu efesiensi dan efektifitas pemanfaatan yang optimal sesuai daya dukung lingkungan, tidak mengurangi potensi dan kelestarian sumberdaya lain yang berkaitan dengan suatu ekosistem, memberikan kemungkinan alternatif pemanfaatan di masa depan sehingga ekosistem tidak dirombak secara drastis. Hal ini penting, sebab sumberdaya alam memiliki kemampuan untuk dipergunakan sesuai kapasitas daya dukungnya sehingga dalam pemanfaatannya perlu dilakukan secara bijaksana untuk mewujudkan manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan guna memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

(29)

2

bumi, gas alam, dan batubara termasuk ke dalam golongan bahan galian a atau strategis (Deptamben 1982).

Sejak tahun 1967 terjadi perubahan kebijakan terhadap investasi asing. Pemerintah orde baru melihat bahwa investasi asing sebagai jalan keluar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing Nomor 1 Tahun 1967 yang diikuti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pokok Pertambangan Nomor 11 Tahun 1967 yang memberikan jalan bagi masuknya investasi asing untuk kegiatan pertambangan. Implikasi dari kebijakan tersebut adalah pemberian wilayah kontrak karya atau kuasa pertambangan dalam skala yang cukup luas tanpa memperhitungkan keberadaan penduduk yang ada di wilayah tersebut atau hak-hak lainnya yang melekat pada lokasi tersebut. Tidak jarang wilayah konsesi pertambangan tumpang tindih dengan wilayah hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati dan juga wilayah-wilayah hidup masyarakat adat.

Sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam perannya sebagai penghasil devisa. Pada tahun 2000, sektor pertambangan dan penggalian yang terdiri atas subsektor minyak dan gas bumi, subsektor pertambangan bukan migas, dan subsektor penggalian, memberikan sumbangan sebesar 38 896.4 milyar rupiah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sumbangan ini mengalami peningkatan sehingga pada tahun 2003 sektor pertambangan dan penggalian memberikan sumbangan sebesar 40 590.8 milyar rupiah (BPS 2004).

(30)

3

Prima Coal di Sangatta dan PT Badak Natural Gas Liquefaction Co (PT Badak NGL) di Bontang. Saat ini, sumbangan sektor pertambangan (batubara dan migas) terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) pada kedua daerah tersebut menempati urutan yang paling atas dari sektor-sektor lain.

Keberadaan perusahaan pertambangan di daerah tersebut tidak hanya memberikan dampak yang positif, tetapi juga dampak negatif. Dampak positif antara lain peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), peningkatan penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi daerah. Sedangkan dampak negatif terjadi akibat sifat kegiatan penambangan khususnya pola penambangan terbuka. Pertambangan dapat mengubah bentuk bentang alam, merusak atau menghilangkan vegetasi, menghasilkan limbah tailing maupun batuan limbah, serta menguras air tanah dan air permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan-lahan bekas pertambangan akan membentuk kubangan raksasa dan hamparan tanah gersang yang bersifat masam. Disamping itu, kegiatan pertambangan dapat memberikan perubahan terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat lokal.

Dampak kegiatan pertambangan terhadap masyarakat terbagi atas dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak positif langsung umumnya dinikmati oleh masyarakat yang berada di sekitar lokasi pertambangan, namun masyarakat tersebut juga menerima dampak negatif yang akan timbul dari kegiatan pertambangan tersebut. Dampak positif langsung dapat dirasakan oleh masyarakat melalui program community development yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Dampak tidak langsung diperoleh melalui penerimaan negara dari sektor pertambangan baik berupa pajak, iuran, maupun pungutan lainnya yang akan digunakan untuk membiayai pembangunan.

(31)

4

penggerak pembangunan" lain berbasis "sumberdaya alam yang diperbarui", seperti pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, dan pengembangan sumber daya manusia.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pengelolaan bahan galian tambang sebagai sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui harus dilakukan secara terarah, terpadu dan terkoordinasi antara semua stakeholder sehingga dapat mengakomodir semua kepentingan baik masyarakat, swasta, dan pemerintah untuk dapat mencapai pengelolaan sumberdaya alam yang berkesinambungan Oleh karena itu, sektor pertambangan seharusnya ditempatkan sejajar dengan sektor-sektor ekonomi lainnya dalam perencanaan tata ruang, agar dicapai keberlanjutan fungsi dan komponen ekosistem. Fungsi hutan lindung, daerah aliran sungai, kondisi morfologi tanah, potensi pemanfaatan lahan, kondisi iklim serta lingkungan sosial budaya masyarakat setempat harus dipertimbangkan dalam pengembangan pertambangan. Untuk itu perlu diketahui bagaimana kebijakan perencanaan dan pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertambangan yang ada saat ini sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang.

Perumusan Masalah

Pengusahaan pertambangan memiliki peran yang strategis dan kontribusi yang besar terhadap pembangunan di daerah. Sebab dengan pengusahaan pertambangan di daerah, otomatis akan terbentuk komunitas baru dan pengembangan wilayah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah kegiatan pengusahaan pertambangan. Pengembangan wilayah yang demikian akan membawa pengaruh terhadap perekonomian daerah, sebab masyarakat pencari kerja dan pelaku ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang baru.

(32)

5

Bontang di Kota Bontang dan Sangatta di Kabupaten Kutai Timur. Pengembangan kedua kota tersebut diikuti dengan pembukaan kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan akan lahan bagi pemukiman dan pembangunan infrastruktur sebagai pendukung mobilitas pembangunan kota dan penduduk.

Sumbangan sektor pertambangan terhadap PDRB di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur menempati urutan teratas. Namun menurut Pemda dan KKPPSDA Bontang (2003), lapangan pekerjaan utama penduduk Kota Bontang bukan pada sektor pertambangan melainkan pada sektor konstruksi bangunan (23.12 %), kemudian disusul perdagangan besar dan eceran (16.02%) dan industri pengolahan (14.21%). Sedangkan lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Kutai Timur menurut BPS Kutai Timur (2003) terbanyak pada sektor pertanian (69.50%), kemudian disusul sektor pertambangan dan galian (9.54%), dan perdagangan (6.72%). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan tidak banyak menyerap tenaga kerja khususnya tenaga kerja lokal. Menurut Salim (2004), kegiatan pertambangan acap kali mengabaikan masyarakat adat dan tidak melibatkannya ikut bekerja karena mereka dianggap tidak punya keterampilan, keahlian, dan kemampuan kerja tambang.

(33)

6

setempat terhadap kehadiran kegiatan pertambangan serta munculnya berbagai konflik lahan.

Sektor pertambangan memang memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan negara, namun kegiatan pertambangan tersebut belum berpihak pada masyarakat. Pengerukan hasil tambang dari bumi Kalimantan Timur belum banyak memberikan kontribusi terhadap masyarakat. Akibat kurang berpihak pada masyarakat, sering kali muncul kecemburuan dari masyarakat di sekitar lokasi pertambangan yang ditandai dengan munculnya berbagai konflik antara masyarakat dengan perusahaan pertambangan.

Selain itu, wilayah operasi pertambangan yang seringkali tumpang tindih dengan wilayah hutan dan wilayah hidup masyarakat adat dan lokal telah menimbulkan konflik atas hak kelola dan hak kuasa masyarakat setempat. Pemberian wilayah konsesi oleh pemerintah kepada pengusaha pertambangan dilakukan tanpa sosialisasi ataupun persetujuan masyarakat. Hal ini mengakibatkan kelompok masyarakat akan terusir dan kehilangan sumber-sumber kehidupannya baik akibat tanah yang dirampas maupun akibat tercemar oleh rusaknya lingkungan atau limbah operasi penambangan.

Melihat dampak yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan, maka dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pengusahaan pertambangan, yaitu :

1. Bagaimana kontribusi kegiatan pertambangan terhadap pembangunan daerah? 2. Bagaimana dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan

masyarakat khususnya yang berada disekitar lokasi pertambangan?

3. Bagaimana kesesuaian peruntukan ruang antara areal pertambangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)?

4. Bagaimana dampak pola perijinan kegiatan pertambangan terhadap perubahan penggunaan lahan?

Tujuan Penelitian

(34)

7

dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan wilayah di Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur.

Adapun tujuan khusus penelitian adalah:

1. menganalisis kontribusi kegiatan pertambangan terhadap pembangunan daerah;

2. menganalisis dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan masyarakat khususnya yang berada di sekitar lokasi pertambangan;

3. menganalisis kesesuaian peruntukan ruang antara areal pertambangan dengan RTRW;

4. menganalisis dampak pola perijinan kegiatan pertambangan terhadap perubahan penggunaan lahan.

Kegunaan Penelitian

(35)

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Pengembangan Wilayah

Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pengembangan wilayah adalah bahwa setiap wilayah (region) memiliki karakteristik wilayah yang berbeda-beda, sehingga pendekatan yang dilakukan dalam pengembangan wilayah harus di dasarkan pada karakteristik wilayah masing-masing. Menurut Riyadi (2002), pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, dan geografis antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat berbeda.

Pengembangan suatu wilayah harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Untuk itu, perlu diketahui penggerak utama (prime mover) yang ada di wilayah tersebut. Prime mover adalah suatu potensi yang dapat dikembangkan menjadi pusat industri besar yang membutuhkan front-end invesment yang besar, dan dapat bertahan untuk waktu puluhan tahun (Freeport, Inco, perkebunan kelapa sawit seluas 50 000 ha, prasarana untuk jasa yang besar seperti pelabuhan, samudra, dan lain-lain). Prime mover dapat berupa (1) Tambang mineral (Freeport); (2) Tambang minyak (Caltex); (3) Tambang gas (Arun, Bontang, Bunyu); (4) Hutan industri; (5) Industri perikanan dengan kegiatan penunjangnya; (6) Industri pertanian (kelapa sawit, tembakau, karet, dan lain-lain); (7) Pusat industri jasa; (8) Pusat pendidikan; (9) Pusat penelitian dan pengembangan (R&D Centers, seperti di Serpong). Bila suatu wilayah telah memiliki prime mover, maka pengembangan wilayah dikaitkan dengan aktivitas yang berputar di sekitar prime mover tersebut (Zen 2001).

(36)

9

[image:36.612.188.455.319.531.2]

Ada beberapa pendapat mengenai pengembangan wilayah (regional development). Riyadi (2002) menyatakan bahwa pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Sedangkan menurut Zen (2001), pengembangan wilayah merupakan usaha memberdayakan suatu masyarakat yang berada di suatu daerah itu untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat disekeliling mereka dengan menggunakan teknologi yang relevan dengan kebutuhan, dan bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bersangkutan. Jadi, pengembangan wilayah tidak lain dari usaha mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusianya, dan teknologi, dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri . Kesemuanya itu disebut memberdayakan masyarakat (Gambar 1).

Gambar 1 Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia, dan Teknologi (Zen 2001).

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Suhandoyo (2002) bahwa dalam membangun suatu wilayah, minimal ada tiga pilar yang perlu diperhatikan, yaitu : sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi. Pilar sumberdaya manusia (SDM) memegang peranan sentral karena mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan. Pertama, sebagai obyek pembangunan SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan. Kedua, SDM berperan sebagai subyek (pelaku) pembangunan. Dengan demikian, pembangunan suatu

Sumberdaya Manusia

Sumberdaya Alam

Teknologi

Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup

(37)

10

wilayah sesungguhnya merupakan pembangunan yang berorientasi kepada manusia (people centre development), dimana SDM dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan.

Menurut Triutomo (2001), tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Di sisi sosial ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya. Di sisi lain, secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam pengembangan wilayah terdapat dua pendekatan yang dilakukan yakni pendekatan sektoral atau fungsional (yang dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral), dan pendekatan regional atau teritorial yang dilakukan oleh daerah atau masyarakat setempat.

Adapun tujuan utama pengembangan pengembangan wilayah menurut Riyadi (2002) adalah menyerasikan berbagai kepentingan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial-budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan.

Ary (2001), mengatakan bahwa tujuan pengembangan wilayah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sumberdaya yang tersebar di wilayah Indonesia guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk itu, arah dan kebijaksanaan pengembangan wilayah adalah:

1. Pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperkukuh kesatuan dan ketahanan nasional serta mewujudkan Wawasan Nusantara.

2. Pembangunan sektoral dilakukan secara saling memperkuat untuk meningkatkan pertumbuhan, pemerataan, dan kesatuan wilayah nasional serta pembangunan yang berkelanjutan.

(38)

11

Dengan demikian, arah dan kebijaksanaan pengembangan wilayah pada prinsipnya mendukung dan memperkuat pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

Sedangkan sasaran utama yang banyak dicanangkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam pengembangan wilayahnya adalah meningkatkan pertumbuhan produktivitas (productivity growth), memeratakan distribusi pendapatan (income distribution), memperluas kesempatan berusaha atau menekan tingkat pengangguran (unemployment rate), serta menjaga pembangunan agar tetap berjalan secara berkesinambungan (sustainable development) (Alkadri dan Djajadinigrat 2002).

Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral, karena pengembangan wilayah sangat berorientasi pada issue (permasalahan) pokok wilayah secara saling terkait, sementara pembangunan sektoral sesuai dengan tugasnya, bertujuan untuk mengembangkan sektor tertentu tanpa terlalu memperhatikan kaitannya dengan sektor-sektor lain. Namun dalam orientasinya kedua konsep tersebut saling melengkapi, dimana pengembangan wilayah tidak mungkin terwujud tanpa adanya pengembangan sektoral. Sebaliknya, pembangunan sektoral tanpa berorientasi pada pengembangan wilayah akan berujung pada tidak optimalnya sektor itu sendiri. Bahkan hal ini dapat menciptakan konflik kepentingan antarsektor, yang pada gilirannya akan terjadi kontra produktif dengan pengembangan wilayah (Riyadi 2002).

Suatu aspek yang tidak boleh dilupakan dalam usaha pengembangan wilayah ialah aspek lingkungan hidup. Masalah-masalah lingkungan hidup sudah muncul pada tahap desa, kecamatan, kabupaten dan terus ke tingkat perkotaan. Selanjutnya Zen (2001) menyatakan bahwa dalam kegiatannya pengembangan wilayah harus disertai oleh community development. Selain memanfaatkan sumberdaya alam melalui teknologi, manusianya harus dikembangkan.

Pengembangan wilayah di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut MacAndrews et al. (1982) terdapat empat faktor utama yang berpengaruh kuat terhadap kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia, yaitu:

(39)

12

Kalimantan. Konsentrasi pengembangan yang dipusatkan di Jawa dan ke tiga pulau yang utama lain telah mengakibatkan munculnya daerah yang semakin terisolasi dan terabaikan akibat perbedaan jarak, daerah dan komunikasi antar pulau. Sebagai negara kepulauan, terjadinya migrasi antar pulau juga harus dipertimbangkan dalam kebijakan pengembangan wilayah.

2. Keanekaragaman budaya, dimana Indonesia memiliki budaya yang sangat beragam, terdiri atas kultur dan kelompok kesukuan yang berbeda. Keaneka ragaman tersebut juga menjadi suatu sumber kekuatan yang berpengaruh dalam kebijakan dan politik.

3. Sifat alami dari perkembangan politis, yaitu Indonesia beberapa kali mengalami perubahan dimana pengaruh kekuatan wilayah lebih kuat dibanding dengan pemerintah pusat. Disamping itu, Indonesia dulunya terdiri dari kerajaan-kerajaan yang kecil yang terbentuk pada waktu yang berbeda dan pengaruh yang berbeda-beda pula.

4. Sifat alami sistem politik. Pemerintah Indonesia berada dalam tangan birokrasi militer sipil dengan peranan partai politik yang sangat terbatas. Pada waktu yang sama, kekuasaan politik sangat terpusat yang mencerminkan kekuasaan Pulau Jawa dan kultur Jawa. Pemerintah pusat sangat kuat dalam memegang kendali dan arah sehingga menghasilkan sistem politik yang mempengaruhi pembangunan ekonomi negeri.

Pengembangan Masyarakat

Community development dapat didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan masyarakat/komuniti yang dilakukan secara sistematis dan terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik apabila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan, sehingga masyarakat di tempat tersebut diharapkan menjadi lebih mandiri dengan kualitas kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik (Budimanta 2005).

(40)

13

ketergantungan kepada yang lebih besar sehingga lebih tidak manusiawi, memiliki keteraturan menyangkut kesejahteraan, perekonomian yang luas, birokrasi, dan kemampuan untuk memilih, dan sebagainya.

Selanjutnya dikatakan bahwa ada enam dimensi penting dari community development, yaitu: (1) Pengembangan sosial; (2) Pengembangan ekonomi; (3) Pengembangan politik; (4) Pengembangan budaya; (5) Pengembangan lingkungan; dan (6) Pengembangan pribadi/keagamaan.

Zen (2001) mengatakan bahwa tujuan community development ialah memberdayakan keluarga seterusnya rukun tetangga dan rukun keluarga. Dalam

community development, pada tahap awal harus disebarkan benih-benih keinginan untuk mengubah nasib mereka; meningkatkan kualitas hidup. Sesudah itu baru langkah-langkah menuju tindakan-tindakan konkrit:

1. Perencanaan keluarga.

2. Kebersihan lingkungan yang dikaitkan dengan masalah hygenik yang menuju kesehatan.

3. Jangan mengotori sumberdaya air (sungai, danau, pantai). Dus pembuatan dan pemanfaatan MCK.

4. Memanfaatkan se-optimum mungkin setiap jengkal tanah/pekarangan dengan tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat (bergizi) seperti kecipir, daun ketela, waluh, dan lain; untuk obat-obatan (temulawak, kumis kucing, dan lain-lain).

5. Beternak (ayam, kelinci, kambing, ikan mas, mujair, nila, gurame, lele, lebah madu, dan lain-lain).

Tahap 1 sampai dengan 5 merupakan basic essentials yang menyertai usaha pengembangan wilayah. Community development harus merupakan kegiatan paralel yang tidak boleh ditinggalkan.

Tujuan community development pada industri pertambangan dan migas menurut Budimanta (2005) adalah sebagai berikut:

1. Mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh PEMDA terutama pada tingkat desa dan masyarakat untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik di sekitar wilayah kegiatan perusahaan.

(41)

14

3. Membantu pemerintah daerah dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pengembangan ekonomi wilayah.

4. Sebagai salah satu strategi untuk mempersiapkan kehidupan komuniti di sekitar lingkar tambang manakala industri telah berakhir beroperasi (life after mining/oil).

Selanjutnya dikatakan bahwa terhadap komuniti yang berada pada lingkar tambang setidaknya program comdev dapat dikategorikan di dalam tiga aspek yaitu yang berkaitan dengan community relation, community empowering, dan

community services. Kemudian kategori-kategori tersebut dapat dilihat dari empat aspek yang biasanya dikembangkan, yaitu:

1. Fisik; seperti pembangunan fasilitas umum antara lain pembangunan ataupun peningkatan sarana transportasi/jalan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, peningkatan/perbaikan sanitasi lingkungan, dan lain sebagainya.

2. Sosial; merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat seperti pengembangan kualitas pendidikan (penyediaan bantuan guru, operasional sekolah), kesehatan (bantuan tenaga paramedis, obat-obatan, penyuluhan peningkatan kualitas sanitasi lingkungan permukiman), keagamaan (penyediaan kiai, pendeta maupun ceramah-ceramah keagamaan), dan lain sebagainya.

3. Ekonomi; yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan usaha masyarakat yang berbasiskan sumberdaya setempat (resources based) seperti pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kemampuan manajemen, teknik

kewirausahaan, inkubator bisnis, program kemitraan, bantuan permodalan, pemasaran, dan promosi.

4. Kelembagaan; pengembangan ataupun penguatan kelompok-kelompok swadaya masyarakat, organisasi profesi lewat kegiatan-kegiatan lokakarya, seminar, pertukaran pengalaman dengan lembaga sejenis dan lain sebagainya.

(42)

15

pada dasarnya merupakan gabungan komuniti-komuniti lokal yang bisa terdiri dari penduduk asli dan juga pendatang yang menetap di lokasi yang bersangkutan. Namun menurut Saleng (2004), program community development yang dilancarkan oleh perusahaan pertambangan pada hakekatnya adalah tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) terhadap masyarakat sekitar usaha pertambangan dan secara yuridis merupakan pengakuan (recognition) dari perusahaan pertambangan bahwa ia telah mengambil alih hak penguasaan atas sumberdaya milik penduduk setempat. Wujud dari jawab sosial dan recognisi tersebut adalah pemberian sejumlah bantuan, baik berupa uang maupun sarana dan fasilitas-fasilitas umum dari perusahaan pertambangan kepada masyarakat setempat.

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa kegiatan community development yang dilakukan oleh setiap perusahaan terhadap masyarakat setempat berbeda-beda, demikian pula penerimaan masyarakat terhadap kegiatan tersebut berbeda-beda. Perbedaan itu dilatarbelakangi oleh sosial budaya dan kelompok etnis dominan dari masyarakat setempat.

Menurut Primahendra (2004), berdasarkan aspek peran masyarakat, praktek

community development dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yaitu: 1. Development for community, dimana masyarakat menjadi obyek

pembangunan karena berbagai inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh aktor dari luar.

2. Development with community, dimana terbentuk pola kolaborasi antara aktor luar dan masyarakat setempat sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama dan sumberdaya yang dipakai berasal dari kedua belah pihak.

(43)

[image:43.612.134.501.118.377.2]

16

Tabel 1 Tiga model community development

Development for Community

Development with Community

Development of Community Aktor utama Aktor dari luar Aktor dari luar

bersama dengan masyarakat lokal

Masyarakat lokal

Bentuk hubungan

Sosialisasi konsultasi

Kolaborasi Self-Mobilization Empowerment

Pengambil keputusan

Aktor dari luar Aktor dari luar bersama dengan masyarakat lokal

Masyarakat lokal

Pelaksana Aktor dari luar Aktor dari luar bersama dengan masyarakat lokal

Masyarakat lokal

Bentuk kegiatan Proyek Proyek dan Program

Pengembangan sistem dan penguatan kelembagaan

Sumber: Primahendra 2004

Perencanaan Pembangunan Daerah

Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu (Riyadi dan Bratakusumah 2004). Selanjutnya dikatakan bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian agar perencanaan pembangunan dapat menghasilkan rencana pembangunan yang baik serta dapat diimplementasikan di lapangan, antara lain : lingkungan, potensi dan masalah, institusi perencana, ruang dan waktu, serta legalisasi kebijakan.

(44)

17

1. Perencanaan pembangunan daerah harus memiliki landasan filosofis yang kuat dan mengakar dalam kultur/budaya masyarakat yang ada di daerah.

2. Perencanaan pembangunan daerah harus bersifat komprehensif, holistic atau menyeluruh, sehingga mampu membangun aspek-aspek yang ada menjadi satu kesatuan dalam pembangunan.

3. Perencanaan pembangunan daerah harus mengakomodasikan keadaan struktur ruang (spatial) dari wilayah perencanaannya, seperti pusat perkotaan, pedesaan, daerah terisolir (hinterland), pusat-pusat pertumbuhan (growth poles), distribusi air, listrik, dan sebagainya.

4. Perencanaan pembangunan daerah harus bersifat menyokong/memperkuat perencanaan pembangunan nasional. Pembangunan daerah harus dilaksanakan secara harmonis dan mendukung proses pembangunan nasional dengan tetap berlandaskan pada kekuatan, potensi, dan kebutuhan daerah itu sendiri.

5. Perencanaan pembangunan daerah harus menggambarkan arah kebijaksanaan ke mana daerah akan dibawa, apa yang akan dilakukan, dan bagaimana tahapannya. Dengan kata lain, perencanaan pembangunan daerah harus mencerminkan visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin diwujudkan di daerah tersebut.

Namun dalam pelaksanaannya sering dihadapkan pada berbagai kendala. Hal-hal yang menjadi kendala dalam dalam proses pembangunan daerah secara umum terbagi atas tiga, yaitu:

1. Kendala politis.

Merupakan kendala yang disebabkan oleh adanya kepentingan-kepentingan politik yang mendompleng pada substansi perencanaan pembangunan. Ini merupakan kendala yang cukup sulit dihindari, karena biasanya datang dari adanya tarik menarik kepentingan di antara elite politik dan elit penguasa (birokrasi) yang memiliki kekuatan (power) dalam mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah.

2. Kondisi sosio-ekonomi masyarakat.

(45)

18

diimplementasikan dan pada tahap pelaksanaan inilah dukungan dana yang memadai sangat dibutuhkan.

3. Budaya/kultur yang dianut oleh masyarakat

Apabila kultur tidak diberdayakan dan diarahkan ke arah yang positif secara optimal akan sangat mempengaruhi hasil-hasil perencanaan, bahkan bisa sampai pada tahap implementasinya. Nilai-nilai budaya primordialisme, parokhialisme, etnosentrisme, patron-client yang cenderung masih melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia, harus dikendalikan dengan baik dan diarahkan menjadi faktor pendukung pembangunan, sehingga pembangunan dilaksanakan dengan nilai-nilai positif relegius, tenggang rasa, gotong royong, dan sebagainya.

Perencanaan tata guna lahan (land use planning) dan perencanaan pembangunan daerah memiliki keterkaitan yang erat. Riyadi dan Bratakusumah (2004) menyebutkan keterkaitan tersebut sebagai berikut:

1. Proses Perencanaan Pembangunan Daerah sangat terkait dengan perencanaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan.

2. Perencanaan tata guna lahan merupakan jembatan antara perencanaan daerah dan pengembangan wilayah.

3. Perumusan perencanaan tata guna lahan merupakan kerangka acuan pembangunan dan pengembangan prasarana fisik yang sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, khususnya yang terkait dengan penggunaan lahan.

4. Perencanaan tata guna lahan dapat memberikan informasi untuk menentukan pilihan-pilihan mengenai penggunaan/pemanfaatan lahan yang layak guna dikembangkan atau dipertahankan atau dialih-fungsikan, dengan selalu mempertimbangkan efek-efek yang akan timbul dan mempengaruhi kualitas lingkungan/ekosistem.

Perencanaan Wilayah

(46)

19

penggunaan ruang wilayah biasanya dituangkan dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah biasanya tertuang dalam rencana pembangunan wilayah, baik jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek. Perencanaan wilayah sebaiknya dimulai dengan penetapan visi dan misi wilayah. Ada lima alasan pentingnya perencanaan wilayah, yaitu:

1. Banyak diantara potensi wilayah selain terbatas juga tidak mungkin lagi diperbanyak atau diperbaharui.

2. Kemampuan teknologi dan cepatnya perubahan dalam kehidupan manusia. 3. Kesalahan perencanaan yang sudah dieksekusi di lapangan sering tidak dapat

diubah atau diperbaiki lagi.

4. Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menopang kehidupannya.

5. Tatanan wilayah sekaligus menggambarkan kepribadian dari masyarakat yang berdomisili di wilayah tersebut, dimana kedua hal tersebut saling mempengaruhi.

Glasson (1978) menyatakan bahwa perencanaan wilayah umumnya merupakan perencanaan yang melibatkan unsur fisik dan ekonomi. Perencanaan wilayah dipandang sebagai suatu usaha untuk memandu pengembangan dari suatu daerah.

Tarigan (2004) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral biasanya less-spatial (kurang memperhatikan aspek ruang secara keseluruhan), sedangkan pendekatan regional lebih bersifat spatial dan merupakan jembatan untuk mengaitkan perencanaan pembangunan dengan rencana tata ruang.

(47)

20

wilayah, terciptanya struktur perekonomian yang lebih kokoh, tetap terjaganya kelestarian lingkungan, memperlancar arus pergerakan orang dan barang ke seluruh wilayah termasuk ke wilayah tetangga, dan lain sebagainya.

Perencanaan Partisipatif

Pergeseran pembangunan dari pembangunan yang berorientasi produksi menuju pembangunan yang berorientasi publik memerlukan peran serta masyarakat dalam pelaksanaannya. Menurut Conyers (1994), ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat yang sangat penting, yaitu:

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa ikut dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.

3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Selanjutnya Conyers (1994) menyatakan bahwa ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat, yaitu:

1. Survey dan konsultasi lokal.

Metode ini ditempuh dengan cara langsung mendekati obyek yang menjadi sasaran rencana kegiatan atau proyek melalui bentuk kegiatan survei lapangan, wawancara dengan penduduk, menyelenggarakan pertemuan, dan lainnya. Melalui metode ini dapat diketahui informasi mengenai kondisi lapang yang sebenarnya dari tangan pertama atau masyarakat secara langsung.

2. Penggunaan staf yang terampil.

Gambar

Gambar 1  Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia,  dan Teknologi (Zen 2001)
Tabel 1  Tiga model community development
Gambar 9  Pemukiman masyarakat Desa Kandolo Kabupaten Kutai Timur.
Gambar 10 Mata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu faktor yang penting dalam kegiatan transportasi ikan hidup adalah tersedianya oksigen. Kemampuan ikan untuk menggunakan oksigen tergantung dari tingkat

Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah suatu Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah

Tahap ini siswa dibimbing untuk ”reinventio” (menemukan) sendiri tentang ide/konsep dari soal matematika secara progresif. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Guru memberikan

negeri atau bersubsidi. Calon guru juga harus berkelakuan baik dengan dibuktikan surat keterangan dari bupati. Pihak sekolah menyediakan kamus bahasa Jerman dan Inggris dengan

Sistem akan mendeteksi batasan maksimal JTM per Mapel pada saat proses Sistem akan mendeteksi batasan maksimal JTM per Mapel pada saat proses. isian Jadwal Kelas berlangsung

Masalah yang dihadapi berkaitan dengan pengelolaan peralatan adalah peralatan yang ada saat ini dirasakan jumlahnya tidak cukup dan jenisnya tidak lengkap

Tapi sangatlah jelas, jika kita melihat sepuluh tahun ke belakang, Anda harus percaya bahwa titik-titik itu akan saling berhubungan di masa depan.” Ia pun berpesan, satu-satunya

Dari Syaibah Al-Hajabiy dari pamannya ( „ Utsman bin Thalhah Al- Hajaibiy) RA, ia berkata, "Ada tiga hal yang membuatmu tulus mencintai saudaramu, yaitu kamu