• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Pengambilan keputusan Karir Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Pengambilan keputusan Karir Pada Remaja"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR PADA REMAJA

SKRIPSI

Oleh:

Divy Drastiana

201110230311309

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu

persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Divy Drastiana

201110230311309

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(3)

i

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi : Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan

Pengambilan Keputusan Karir Pada Remaja

2. Nama Peneliti : Divy Drastiana

3. NIM : 201110230311309

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

6. Waktu Penelitian : 19 Oktober – 24 Oktober 2015

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal .

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Diah Karmiyati, M.Si ( )

Anggota Penguji :Susanti Prasetyaningrum, M.Psi ( )

Tri Muji Ingarianti, M.Psi ( )

Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si ( )

Pembimbing I Pembimbing II

Diah Karmiyati, M.Si Susanti Prasetyaningrum, M.Psi

Malang,

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(4)

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Divy Drastiana

Nim : 201110230311309

Fakultas/ Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/ karya ilmiah yang berjudul :

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Pengambilan keputusan Karir Pada

Remaja

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam

bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/ skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan

Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila

pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan

undang-undang yang berlaku.

Mengetahui Malang, 18 Mei 2016

Ketua Program Studi Yang Menyatakan

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat luar biasa kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Proses Pengambilan keputusan Karir Pada Remaja , sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang sangat bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Diah Karmiyati, M.Si selaku Pembimbing I dan Susanti Prasetyaningrum,, S.Psi, M.Si selaku Pembimbing II yang telah sabar membimbing dan banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ari Firmanto, S.Psi, M.Si selaku dosen wali yang telah banyak memotivasi dan memberi pengarahan sejak awal mengenal dunia perkulihan hingga selesainya skripsi ini.

4. Kepala Sekolah SMKN 1 Buduran Sidoarjo, yang telah memberikan izin dan fasilitas bagi penulis untuk melakukan penelitian.

5. Murid SMKN 1 Buduran Sidoarjo yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi skala penelitian.

6. Orang tua penulis Sutjipto dan IbuSuhartatikyang tak pernah berhenti berjuang, berdoa, dan memberikan segalanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Kakak tercinta Citra Dwi Oktovani dan seluruh keluargabesar yang selalu memberikan doa, warna kehidupan serta dukungan sehingga penulis termotivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

8. Sahabat tersayang Faruk Umar Cherid, Juwita Nofita, Rainy Alifia, Risky Aida Amalia, Filosofi, Andreas Moensaku, Muhammad Slamet, dan Wulandari yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan sampai sekarang ini.

9. Teman-teman angkatan 2011 khususnya Psikologi kelas Edan G yang selalu memberikan semangat sehingga penulis terdorong untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca umumnya.

Malang, 18 Mei 2016 Penulis,

(6)

iv DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ...i

SURAT PERNYATAAN ... ...ii

KATA PENGANTAR ... ...iii

DAFTAR ISI ... ...iv

DAFTAR TABEL... ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ...vii

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah ... ...2

Tujuan Penelitian ... ...3

Manfaat Penelitian ... ...3

LANDASAN TEORI Kecerdasan Emosi ... ...6

Pengertian Kecerdasan Emosi ... ...7

Aspek Kecerdasan Emosi ... ...7

Pengambilan keputusan Karir ... ...8

Pengertian Pengambilan keputusan Karir... 9

Aspek Pengambilan keputusan Karir... ... ...10

Keterkaitan Antar Variabel ... 10

Hipotesa ... ...15

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian ... ...15

Subjek Penelitian ... ...16

Variabel dan Instrumen Penelitian ... ...16

Validitas Instrumen ... ...16

Reabilitas ... ...17

Prosedur Penelitian Analisis Data ... ...18

HASIL PENELITIAN ...18

DISKUSI ...20

(7)

v

REFERENSI...22

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks Validitas dan Reabilitas Alat Ukur Penelitian...17

Tabel 2. Indek Validitas Alat Ukur Penelitian...17

Tabel 3. Penghitungan T-Skor Skala Kecerdasan Emosi...18

Tabel 4. Penghitungan T-Skor Skala Pengambilan keputusan Karir...19

Tabel 5. Korelasi Kecerdasan Emosi dengan Pengambilan Keputusan Karir... 19

Tabel 6. Uji Validitas Skala Kecerdasan Emosi...42

Tabel 7. Blue print skala kecerdasan emosi setelah Try Out...42

Tabel 8. Uji reliabilitas skala kecerdasan emosi...42

Tabel 9. Uji validitas skala Pengambilan keputusan karir...42

Tabel 10. Blue print skala Pengambilan keputusan karir setelah Try Out...43

Tabel 11. Uji reliabilitas skala Pengambilan keputusan karir...43

Tabel 12. Validitas Instrumen Penelitian...43

Tabel 13. Reliabilitas Instrumen (Keseluruhan Aspek)...43

Tabel 14. Hasil Output perhitungan korelasi...44

(9)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Penelitian (Kecerdasan Emosi dan Skala Pengambilan

Keputusan Karir) Sebelum Try out ... ...29

Lampiran 2. Skala Penelitian (Kecerdasan Emosi dan Skala Pengambilan Keputusan Karir) Setelah Try out...37

Lampiran 3. Validitas dan Realibilitas Skala Penelitian (Skala Kecerdasan Emosi Dan Pengambilan Keputusan Karir) ... ...43

Lampiran 4. Hasil Output Analisa Data Melalui Perhitungan SPSS ... ...45

Lampiran 5. Data Kasar Skala Kecerdasan Emosi... ...50

Lampiran 6. Data Kasar Skala Pengambilan Keputusan Karir ... ...57

(10)

1

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan

Pengambilan keputusan Karir Pada Remaja

Divy Drastiana

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang Dhie_viey@yahoo.com

Pengambilan keputusan karir merupakan hal terpenting bagi remaja dalam proses pemecahan masalah dengan cara menentukan pilihan dari berbagai pilihan atau alternative untuk menetapkan suatu tindakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan dalam bentuk pengambilan keputusan karir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan pengambilan keputusan karir pada remaja. Penelitian ini merupakan penenlitian kuantitatif korelasional dengan menggunakan skala kecerdasan emosi dan skala proses pengambilan keputusan karir. Jumlah subjek sebanyak 245 siswa SMKN 1 Buduran Sidoarjo dengan menggunakan teknik non-random sampling atau Isendental dalam pengambilan sampelnya. Instrument yang digunakan korelasi produk moment person. Hasil penelitian menunjuk kanter dapat hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan pengambilan keputusan karir, dengan nilai r sebesar 0,522 dan nilai p= 0,01 (0,000<0,01). Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosi maka akan semakin tingi pula pengambilan keputusan karir.

Kata kunci: Kecerdasan emosi, pengambilan keputusan karir

Career decision-making is the most important thing for young people in the process of solving the problem by determining the choice of various options or alternatives to define an action in achieving the desired goals in the form of career decision-making. So that emotional intelligence is one of the important factors that could influence the decision-making process in young career. The aim of this study was to determine the relationship between emotional intelligence and career decision-making process in adolescents. This study is a quantitative correlation penenlitian using emotional intelligence scale and the scale of career decision-making. The number of subjects were 245 vocational students using non-random sampling technique or Isendental in the sample collection. Instrument used product moment correlation person. The results showed there is a significant positive correlation between emotional intelligence and career decision-making, with r value of 0.522 and p = 0.01 (0.000 <0.01). This means that the higher the emotional intelligence, the lower the career decision-making in adolescents conducted.

(11)

2

Remaja adalah usia yang harus dilewati manusia sebelum masuk usia dewasa. Pada masa ini menemui banyak tugas-tugas perkembangan mulai dari kehidupan pribadi, sosial, emosi. Salah satu yang paling penting adalah tentang karier. Karir dalam kerja merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia dewasa yang sehat, di manapun dan kapanpun mereka berada. Orang akan merasa sangat susah dan gelisah jika tidak memiliki pekerjaan yang jelas, apalagi kalau sampai menjadi pengangguran dan tidak memiliki semangat untuk melanjutkan hidup. Banyak orang yang mengalami stres dan frustasi dalam kehidupan sehari-harinya karena masalah pekerjaan ataupun masa depan mereka. Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan dari kehidupan individu, fase ini terjadi pada masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada tahapan ini individu banyak mengalami perubahan-perubahan baik fisik maupun psikis sehingga berpengaruh terhadap perilakunya.

Menurut Hurlock (2009) masa remaja merupakan masa yang sangat berhubungan pada penentuan kehidupan di masa depan, karena perilaku dan aktivitas yang dilakukan pada masa remaja menjadi masa awal dalam mengukir kehidupan yang lebih baik dimasa depan mereka. Masa yang dilalui oleh remaja ini membuat mereka mulai dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup. Hal ini selaras dengan tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Yusuf, 2011), siswa SMA diharapkan dapat menyelesaikan tugas perkembangannya dalam bidang karir yaitu memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan). Tujuannya adalah agar siswa SMA mampu memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, dan mempersiapkan diri, memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memasuki pekerjaan tersebut (Yusuf, 2011). Sehingga dapat menghasilkan karir yang memuaskan seperti yang mereka inginkan sesuai dengan ketrampilan dan kemampuan mereka masing-masing.

Remaja yang mengalami kemerosotan pada nilai atau prestasi belajarnya, bisa disebabkan oleh tidak matangnya dalam pengambilan keputusan untuk menentukan jenjang karir di masa depannya nanti. Jika siswa atau remaja sudah diberi bekal untuk memilih dengan apa yang dikehendakinya maka hasilnya akan lebih memuaskan dan lebih maksimal dalam menjalani. Sedangkan siswa atau remaja yang awalnya tidak diberi bekal untuk memilih keputusan maka hasilnya akan jauh lebih buruk dan akan mengakibatkan remaja tersebut frustasi,dan tidak ada semangat untuk menjalaninya. Nilai dan prestasi merekapun juga bakalan merosot atau menurun jika tidak ada kematangan dalam memilih keputusan.

(12)

3

Terdapat permasalahan karir yang terjadi di sekolah-sekolah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu X pada tanggal 2 Maret 2013 selaku koordinator BK di SMK KBFdi kota Madiun beliau mengatakan bahwa masih banyak siswa-siswa di SMK KBF yang mengalami kebingungan, belum bisa mengambil keputusan karir setelah lulus sekolah, mereka bingung untuk bekerja atau melanjutkan kuliah. Antusias siswa untuk melanjutkan kuliah mulai meningkat, siswa aktif mencari informasi pekerjaan atau pun Perguruan Tinggi. Namun, mereka belum bisa menentukan pilihan karirnya. Banyak faktor yang melatarbelakangi mereka untuk melanjutkan kuliah salah satunya keadaan sosio ekonomi keluarga yang terkadang menghambat mereka untuk melanjutkan kuliah. Hal tersebut sangat mudah dijumpai di lingkungan sekolah-sekolah, karena banyak siswa yang belum sepenuhnya mengerti akan pemilihan karir bagi dirinya. Kebanyakan siswa mengambil dengan asal-asalan karena mengikuti teman atau karena terpaksa tuntutan keluarga. Peristiwa itu akan menimbulkan siswa mengalami kegalauan atau tidak percaya diri dengan kemampuannya. Kemungkinan siswa yang mengalami hal tersebut akan susah dikemudian harinya yaitu akan sulit untuk menentukan jati diri atau kemampuan untuk memilih sesuatu. Jika dari awal tidak diberikan pengetahuan atau pilihan-pilihan karir terhadap siswa tersebut maka kedepannya siswa akan mengalami kesulitan mengambil keputusan dijenjang karirnya, dan akan mengalami dilema pada pilihan tersebut. (Luluk Sersiana, dkk 2013)

Terdapat juga salah satu siswa lulusan sekolah tersebut yang melanjutkan kuliah namun mengambil jurusan hukum dengan alasan sudah bosan dengan jurusan farmasi selama masih duduk di bangku SMK. Terjadi pula fenomena karir di SMK PGRI 1 MJY berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan Ibu T pada hari/tanggal Senin, 25 Februari 2013 selaku Koordinator BK di sekolah, mengatakan bahwa terdapat permasalahan karir yang ada di sekolah. Banyak siswa yang belum memikirkan masalah karir sehingga belum bisa menentukan pilihan karirnya. Kebanyakan dari mereka tidak aktif untuk mencari informasi lowongan pekerjaan. Siswa sangat pasif untuk mencari lowongan pekerjaan dan kurang memiliki minat terhadap pekerjaan. Hal ini terlihat minat untuk bekerja dan keyakinan siswa untuk bekerja sangat kurang. Guru BK di sekolah selalu berusaha memberi informasi dan motivasi kepada siswa agar siswa yakin terhadap kemampuannya untuk mencapai karir yang diinginkan. Terdapat salah satu siswa lulusan SMK PGRI 1 MJY jurusan Tehnik Elektro setelah lulus bekerja menjadi perawat. (Luluk Sersiana, dkk 2013), dalam jurnal Hubungan antara self-efficacy karir dan persepsi terhadap masa depan karir dengan kematangan karir siswa smk pgri wonoasri tahun ajaran 2012/2013.

(13)

4

ragu-ragu dan tidak dapat menentukan serta memutuskan untuk memasuki dunia kerja ataupun berlanjut ke perguruan tinggi, belum siap memasuki dunia kerja, tidak memiliki keberanian memasuki dunia kerja, salah satunya diakibatkan oleh siswa kurang percaya atau bahkan tidak memiliki keyakinan terhadap kemampuan yang dimilikinya. Siswa yang kesulitan untuk memilih jurusan atau jenjang karir yang akan datang akan mempengaruhi motivasi dalam belajar sehingga tidak maksimal dalam belajar. Jika siswa tidak mempunyai kematangan berpikir sejak dini maka akan bermasalah dalam pemilihan karir dan akan kesulitan untuk memilih pekerjaan atau sekolah.

Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengambilan keputusan karir adalah, Penelitian tentang karir telah banyak sekali dilakukan, antara lain oleh SriPrihantoro (2007) tentang perencanaan karir siswa kelas X SMAN 2 Majalengkamenunjukkan bahwa 27,8% siswa mempunyai perencanaan karir rendah, 47,2%perencanaan karir sedang dan 25% mempunyai perencanaan karir tinggi.

Penelitian yang dilakukan Christina (2009) menunjukkan sebanyak 56siswa (62,22%) memiliki tingkat career self efficacy rendah. Sementara untukvariabel pengambilan keputusan karier sebanyak 64 siswa (71,11%) memilikitingkat pengambilan keputusan karier yang rendah. Ada hubungan antara careerself efficacy dengan pengambilan keputusan karier diikuti dengan penambahantingkat pengambilan keputusan karier atau penurunan tingkat career self efficacyakan diikuti dengan penurunan tingkat pengambilan keputusan karier.

Hasilpenelitian yang dilakukan oleh Sulistiyowati (2010) diketahui bahwa siswa darikeluarga utuh di SMA Negeri 2 Malang dikategorikan mampu dalam pengambilankeputusan karier, hal ini ditunjukkan oleh presentase sebesar 95,23%, sedangkan13siswa dari keluarga broken home di SMA Negeri 2 Malang dikategorikan kurangmampu dalam pengambilan keputusan karier, hal ini ditunjukkan oleh presentasesebesar 62,5%.

Hasil penelitian Rubiyanti (2011) menunjukkan bahwa orientasi masadepan (OMD) remaja di Jatinangor tergolong tinggi, artinya remaja di Jatinangorsudah memiliki OMD yang jelas. Kontribusi yang paling besar dalam OMDremaja ini adalah aspek motivasi. Aspek perencanaan dan evaluasi masihtergolong sedang. Ini menunjukkan bahwa remaja masih membutuhkan arahanuntuk mendapatkan strategi dan cara-cara di dalam merencanakan masa depannya.Pelatihan motivasi berprestasi yang dilakukan membantu remaja merencanakandan menetapkan tujuan dan membuat strategi untuk merealisasikan perencanaan.Setelah pelatihan, remaja mengungkapkan bahwa dirinya lebih termotivasi untukmelanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengetahui strategi untukmeneruskan pendidikan, mendapatkan pengetahuan mengenai jurusan yangdiminati, dan pekerjaan yang dapat ditekuni di masa yang akan datang.

(14)

5

(1999) menjelaskan subjectifve expected utility theory, yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya mengambil keputusan berdasarkan tujuan untuk mendapatkan kesenangan (mengacu pada positive utility) dan menghindari ketidaksenangan (mengacu pada negative utility). (Luluk Sersiana, dkk 2013),dalam jurnal Hubungan antara self-efficacy karir dan persepsi terhadap masa depan karir dengan kematangan karir siswa smk pgri wonoasri tahun ajaran 2012/2013.

Perkembangan karier seorang remaja ditandai dengan meluasnya penilaian anak terhadap berbagai masalah dalam memutuskan pekerjaan apa yang akan dikerjakan di masa yang akan datang (Ginzberg dikutip Sunarto dan Hartono, 1995, h.202). Remaja usia 15-18 tahun sudah dapat memperluas pandangan mengenai pekerjaan, mengetahui pekerjaan apa yang cocok utuk mereka nantinya sehingga mereka lebih sadar akan faktor-faktor yang terlibat dalam perencanaan karier dan mengembangkan konsep diri yang lebih jelas dan tepat. Dalam perkembangan kognitifnya, remaja tiba pada masa pengambilan keputusan . Setiap saat pegambilan keputusan kelak akan berpengaruh dalam kehidupannya dan orang lain. Pengambilan keputusan dimulai dari hal yang sederhana, seperti memilih warna baju, model pakaian, atau menu makanan. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Reproduksi. Pengambilan keputusan karir pada remaja berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu antara lain, masalah psikologis dan sosial yang dihadapi, belum matangnya emosi, kurangnya kontrol diri, kemampuan pengambilan keputusan yang rendah, serta tidak terbiasa mempertahankan usaha untuk mencapai tujuan. Jika seorang individu memiliki kecerdasan yang rendah maka tidak akan memiliki pengambilan keputusan karier yang maksimal, dibandingkan individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan memiliki pengambilan keputusan karier yang di inginkan.

Hal di atas membuktikan betapa pentingnya pengambilan keputusan terhadap anak sekolah, terutama dalam menentukan karier dikehidupannya untuk masa yang akan datang nanti. Banyak remaja yang salah dalam pengambilan keputusan untuk memilih jenjang kariernya serta situasi umum di lingkungan sekitarnya sebelum seorang siswa menentukan pilihan jurusan apa yang hendak ia tuju. Merekaharus menentukan dengan tepat bidang karir apa, atau jenis pekerjaan apa yang sesuai dengan mereka. Informasi yang jelas dan lengkap mengenai karier ataupekerjaan yang akandimasuki memungkinkan siswa untuk dapat mengurangi masalah yang akan timbul. Mereka dapat menimbang antara potensi diri yang menyangkut bakat, minat, kepribadian,ketertiban diri, kesenangan, dan kondisi sosial ekonomi dengan tuntutan yang dibutuhkanuntuk jenis persekolahan, jurusan studi, dan bidang pekerjaan tertentu.

Kecerdasan emosional merupakan faktor sukses yang menentukan prestasi dalam organisasi, termasuk pembuatan keputusan, kepemimpinan, terobosan teknis dan

(15)

6

lebih banyak memberikan motivasi kepada siswa-siswi untuk mencari manfaat dan potensi mereka, serta mengaktifkan aspirasi dan nilai-nilai yang paling dalam, mengubahnya dari apa yang mereka pikirkan menjadi apa yang mereka jalani dalam aktivitas sehari-hari.

Pentingnya kecerdasan emosi dalam pengambilan keputusan karir remaja dalam memutuskan pilihannya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan karirnya maka individu akan memberikan arti, pandangan, tanggapan dan kesimpulan terhadap masa depan karirnya, atau dengan kata lain individu akan melakukan persepsi terhadap masa depan karirnya. Bila individu merasa masa depan karirnya dapat memenuhi kebutuhan karirnya untuk mencapai tujuan karirnya maka mereka akan membentuk persepsi yang positif terhadap masa depan karirnya. Sebaliknya bila individu merasa masa depan karirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan karirnya sehingga tidak dapat mencapai tujuan karirnya maka mereka akan membentuk persepsi yang negatif terhadap masa depan karirnya. Kecerdasan emosi mempunyai peran yang penting dalam semua lapangan kehidupan. Orang yang cerdas secara emosionalnya ia akan terampil dalam memotivasi diri, mengelola diri dan menjali hubungan dengan orang lain dalam rangka mencari informasi yang sesuai dengan keadaan dirinya. Kecerdasan emosi ini berkenan dengan kemampuan seseorang untuk memahami serta menanggapi secara tepat perasaan orang lain, serta dalam memelihara hubungan baik dengan orang lain ang secara keseluruhan juga dalam mengambil keputusan karirnya.

Dengan mengetahui adanya keterkaitan antara pengambilan keputusan karier dengan kecerdasan emosional, maka diharapkan para pengambil keputusan di institusi pendidikan tersebut dapat mengikutsertakan pertimbangan yang berkaitan dengan emosi dalam kehidupan organisasional, dan belajar menghargai dengan lebih baik serta mengelola emosi pada diri kita sendiri dan orang lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan proses pengambilan keputusan karir pada remaja. Manfaat penelitian adalah agar kita mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan proses pengambilan keputusan karir pada remaja, sehingga dapat meningkatkan siswa-siswi dalam pemilihan karier kedepannya.

Kecerdasan Emosi

Goleman (2001) kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengola emosi dengan baik pada diri sendori dan dalam hubungan dengan orang lain. Yang artinya kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan terhadap frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, dan berempati.

(16)

7

mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Maksudnya adalah jika seseorang menemui situasi negatif orang tersebut tidak lantas membalas dengan emosi yang negatif, tetapi dia akan menelaah dan memikiran reaksi yang akan dikeluarkan agar tidak terdampak negatif pula sehingga emosi yang keluar adalah kebijakan. Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seorang individu untuk menggunakan emosinya secara baik, yang ditandai dengan pengontrolan diri, pemahaman seberapa jauh baik buruk dan apakah bermanfaat bagi dirinya dalam setiap tindakan maupun perbuatannya.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitufaktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal adalah individu yangmemiliki potensindan kemampuan untuk mengembangkan potensi yangdimiliki tersebut, sedangkan faktor eksternal adalah dukungan darilingkungan disekitarnya untuk lebih mengoptimalkan dari sejua potensiyang dimilikinya, terutama kecerdasan emosional.Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosi juga dipengaruhioleh kedua faktor tersebut, diantaranya faktor otak, faktor keluarga, faktor lingkungan sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, maka faktor-faktor yangmempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosional adalah:a. Faktor otak,b. Fungsi lingkungan keluarga, c.Faktor lingkungan sekolah, d. Faktor lingkungan dan dukungan sosial

Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

(17)

8 Pengambilan keputusan Karir

Teori perkembangan karir (developmental career choice) adalah teori dari Eli Ginzberg yang menyatakan bahwa anak-anak dan remaja melalui tiga tahap pilihan karir, yaitu: fantasi, tentatif, dan realistis (Ginzberg, 1972; Ginzberg dkk, 1951). Dapat dikatakan bahwa hampir semua individu mempunyai bidang perilaku tertentu, dimana mereka kurang percaya diri dan kurang yakin akan kemampuan dirinya. Adanya ketidak percayaan diri ini dapat membatasi jumlah pilihan karir atau keberhasilan dalam karir yang dipilihnya (Betz, 2004). Dalam hal ini dikaitkan dengan karir, dimana siswa pada dasarnya memiliki banyak alternatif pilihan karir. Untuk memutuskan suatu hal berkaitan dengan karirnya maka peserta didik tersebut harus memiliki keyakinan diri yang cukup kuat. Ketika mereka ditanya ingin menjadi apa setelah besar, jawaban yang diberikan oleh anak-anak kecil mungkin berkisar dari menjadi seorang dokter, pahlawan super, guru, bintang film, atau sejumlah pekerjaan lainnya. Di masa anak-anak, masa depan terlihat seolah-olah mengandung berbagai kemungkinan yang tidak terbatas.

Menurut Ginzberg, Axelrad, dan Herma (1951) perkembangan karier dibagi menjadi 3 tahapan pokok, yaitu :

1. Tahap Fantasi : 0 – 11 tahun (masa sekolah dasar) 2. Tahap Tentatif : 12 – 18 tahun (masa sekolah menengah) 3. Tahap Realistis : 19 – 25 tahun (masa perguruan tinggi)

Menurut Ginzberg, sampai usia sekitar 11 tahun, pilihan karir anak-anak berada di tahap fantasi. Antara usia 11 hingga 17 tahun, perkembangan karir remaja berada di tahap tentatif, yang merupakan suatu masa transisi dari tahap fantasi masa anak-anak menuju tahap pengambilan keputusan yang realistis di masa dewasa muda. Ginzberg berpendapat bahwa remaja mengalami kemajuan dari tahap mengevaluasi minat mereka (11 hingga 12 tahun) ke tahap mengevaluasi kepastian mereka (13 hingga 14 tahun) ke mengevaluasi nilai-nilai mereka (15 hingga 16 tahun). Sekitar usia 17 hingga 18 tahun, pemikiran mereka mengalami peralihan dari pilihan karir yang lebih bersifat subjektif ke pilihan karir yang lebih bersifat realistis.

Pada tahapan eksplorasi remaja mulai menerapkan pilihan-pilihan yang dipikirkan pada tahap tentative akhir. Individu akan menimbang-nimbang beberapa kemungkinan pekerjaan yang mereka anggap sesuai dengan bakat, minat, serta nilai-nilai mereka, namun kebanyakan mereka belum berani mengambil keputusan tentang pekerjaan mana yang paling tepat. Dalam hal ini masalah memilih sekolah lanjutan yang sekiranya sejalan dengan karier yang akan mereka tekuni. Pada tahap berikutnya, yakni tahap kristalisasi, remaja mulai merasa mantap dengan pekerjaan/karier tertentu. Berkat pergaulan yang lebih luas dan kesadaran diri yang lebih mendalam, serta pengetahuan akan dunia kerja yang lebih luas, maka remaja makin terarah pada karier tertentu meskipun belum mengambil keputusan final. Akhirnya, pada tahap spesifikasi remaja sudah mampu mengambil keputusan yang jelas tenteng karier yang akan dipilihnya.

(18)

9

proses seleksi untuk memilih satu dari berbagai alternatif berhubungan dengan penalaran. Dengan penalaran akan didapat sebuah keputusan. Menurut Pasupathi, dkk. (2001) dalam proses pengambilan keputusan yang bijaksana ada lima kriteria, yakni: (1) pengetahuan faktual mengenai hidup, (2) mengetahui prosedur dalam kehidupan, (3) memahami perjalanan hidup yang sudah dilalui, (4) nilai-nilai yang dianut, dan (5) rekognisi dan menejemen ketidakpastian. Pasupathi, dkk. (2001) dalam penelitiannya membandingkan kebijaksanaan pengambilan keputusan pada remaja dengan orang dewasa. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa remaja menunjukkan tingkat yang lebih rendah dalam kebijaksanaan pengambilan keputusan . Hal ini berarti bahwa di dalam proses pengambilan keputusan seseorang dituntut untuk bersikap bijaksana sehingga alternatif pilihan yang ada dapat dipilih dengan tepat.

Pengambilan keputusan karir dapat terjadi pada individu yang sedang mengalami pemilihan karir dari setiap option yang telah dipilih sebelumnya. Pengambilan keputusan karir dapat dialami oleh semua kalangan remaja,khusunya pada remaja yang sedang menempuh jenjang yang lebih tinggi. Dalam pengambilan keputusan karir pada remaja adalah proses pemecahan masalah dengan menentukan pilihan dari beberapa alternatif untuk menetapkan suatu tindakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, tujuan yang diinginkan disini adalah karir. Dimana banyak remaja yang bingung akan pilihan terhadap karirnya dalam menentukan pilihan yang harus dipilih, tidak sedikit remaja yang terkecoh akan sebuah pilihan yang menjadi pilihan karirnya. Fenomena pada kalangan remaja tidak sedikit dari mereka mengalami kesalahan dalam memilih suatu pilihan terhadap karirnya, diantaranya adalah pemilihan karir yang kurang tepat, salah dalam memilih jurusan. Hal tersebut yang masih terjadi dikalangan remaja dari dulu sampai sekarang, kebanyakan dari mereka memilih atas kehendak orangtua,teman atau sahabat,dan lingkungan sekitar tanpa harus memikirkan jangka panjang atau resiko dari memilih karena terpaksa dan ikut-ikutan semata. Karena dalam hal tersebut remaja sulit dalam mengikuti pelajaran dan mengimbanginya, oleh sebab itu nilai dan prestasi merekalah yang menjadi sasaran atau dampak dari pemilihan karir yang kurang tepat dari minat dan bakat mereka di bidangnya.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan keputusan Karir

(19)

10

Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Pengambilan keputusan Karir

Menurut Betz (2004) memiliki lima aspek utama. Kelima aspek tersebut adalah : (1) Penilaian Diri (Self-Asppraisal), merupakan suatu kemampuan untuk menilai kemampuan orang itu sendiri secara lebih akurat atau lebih baik lagi, berhubungan dengan minat dan nilai-nilai karena terkait dengan keputusan pendidikan dan karier. (2) Informasi Kerja (Occupational Information), merupakan suatu kemampuan untuk mencari sumber informasi tentang jurusan kuliah dan pekerjaan, termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi dan berbicara dengan orang yang sudah bekerja di tempat kerja yang menurutnya menarik. (3) Seleksi Tujuan (Goal Selection), merupakan suatu kemampuan untuk mencocokkan karakteristik sendiri dengan tuntutan dan manfaat karier sehingga dapat mengidentifikasi satu atau lebih jurusan atau karier yang ingin dikejar/dipilih. (4) Perencanaan (Planning), mengetahui bagaimana menerapkan pilihan pendidikan atau karier, termasuk mendaftar di program pendidikan, mencari pekerjaan, menulis resume dan wawancara pekerjaan. (5) Penyelesaian Masalah (Problem Solving), merupakan suatu kemampuan untuk mengetahui rencana alternatif atau strategi kita lakukan ketika rencana yang kita buat tidak sesuai dengan yang kita inginkan.

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Pengambilan Keputusan Karir PadaRemaja

Kecerdasan emosi adalah kemampuan memotivasi diri sendiri. Remaja yang memiliki kemampuan diri memotivasi akan menjadi remaja yang yakin dengan dirinya sendiri dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga menganggap bahwa tantangan menjadi peluang. Menurut Goleman (2001) ada beberapa aspek untuk mengetahui seseorang memunculkan ciri-ciri kecerdasan emosi yaitu : (1) Mengenali emosi, merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi (metamood) kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.(2) Mengelola emosi, kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. (3) Memotivasi diri, yaitu kemampuan prestasi yang harus memiliki motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.(4) Mengenali emosi orang lain (berempati), Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.(5) Membina hubungan yang baik dengan orang lain, Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain.

Kecerdasan emosional merupakan faktor sukses yang menentukan prestasi dalam organisasi, termasuk pembuatan keputusan, kepemimpinan, terobosan teknis dan

(20)

11

Individu yang berpendidikan tinggi merupakan aset penting yang menentukan dan mencerminkan kinerja perguruan tinggi yang bersangkutan. Perlunya mengkaitkan antara pengambilan keputusan karier siswa-siswi dengan penilaian yang berhubungan dengan kecerdasan emosi adalah bahwa kecerdasan emosi ternyata lebih banyak memberikan motivasi kepada siswa-siswi untuk mencari manfaat dan potensi mereka, serta mengaktifkan aspirasi dan nilai-nilai yang paling dalam, mengubahnya dari apa yang mereka pikirkan menjadi apa yang mereka jalani dalam aktivitas sehari-hari. Secara realita, perasaan memberi kita informasi penting dan berpotensi menguntungkan setiap saat.

Umpan balik inilah yang berasal dari hati, bukan hanya pikiran di kepala saja yang menyalakan kreativitas, membuat jujur terhadap diri sendiri, menjalin hubungan baik dengan orang lain yang saling mempercayai, memberi panduan nurani bagi hidup dan karir, menuntun kita kepada kemungkinan yang tidak terduga, dan malah bisa menyelamatkan diri kita dari kehancuran. Kecerdasan emosional menuntut kita untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan, pada diri kita dan orang lain serta untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif informasi dan energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Dengan mengetahui adanya keterkaitan antara pengambilan keputusan karier dengan kecerdasan emosional, maka diharapkan para pengambil keputusan di institusi pendidikan tersebut dapat mengikutsertakan pertimbangan yang berkaitan dengan emosi dalam kehidupan organisasional, dan belajar menghargai dengan lebih baik serta mengelola emosi pada diri kita sendiri dan orang lain.

Aspek kecerdasan emosi bisa mengidentifikasi seorang remaja berani mengambil keputusan kariernya atau tidak. Dilihat dari memotivasi diri, mengenali emosi, mengelola emosi, mengenali emosi orang lain,dan dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain. Ciri remaja yang mampu memotivasi diri yaitu memiliki pandangan terhadap karier yang telah dituju, sehingga ia mulai mencari informasi kerja tentang jurusan kuliah/pekerjaan yang diminatinya. Ini juga ditunjukkan dari hasil penelitian dari Gunarsa dan Gunarsa (dikutip Agustina, 2006) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa kritis, karena individu menghadapi ragam perubahan biologis dan psikologis dalam proses mencari identitas baru atau jati diri dalam menghadapi tantangan untuk memecahkan persoalan hidup. Masa remaja dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dipecahkan dan salah satu permasalahan itu adalah mengenai tujuan karier yang harus dicapainya pada masa yang akan datang melalui suatu proses perencanaan yang matang. Kartono (1985,) berpendapat bahwa jenis keputusan yang sangat penting dan mendasar bagi seseorang terutama pada fase remaja adalah keputusan mengenai pasangan hidup dan karier. Manusia dalam menjalani hidup perlu merencakanan masa depan. Perencanaan masa depan menyangkut banyak hal dan salah satu yang penting adalah karier. Pada masa remaja, pemilihan karier merupakan saat remaja mengarahkan diri pada suatu tahapan baru dalam hidup mereka, remaja mulai melihat posisi mereka dalam kehidupan, serta menentukan ke arah mana mereka akan membawa kehidupannya.

Stein dan Book (2002) menyatakan bahwa istilah “kecerdasan emosi” pertama

(21)

12

menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas ini antara lain adalah empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemamdirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sifat hormat.

Kecerdasan emosi dapat dikelompokkan ke dalam lima ranah, yaitu: intra pribadi, antar pribadi, penanganan terhadap stres, penyesuaian diri, dan suasana hati. Kelima ranah ini kemudian dikelompokkan lagi kedalam lima belas unsur yaitu: kesadaran diri, asertifitas, kemandirian, penghargaan diri, aktualisasi diri, empati, tanggung jawab sosial, hubungan antar pribadi, pemecahan masalah, uji realitas, sikap fleksibel, ketahanan menanggung stres, pengendalian impuls, kebahagiaan, dan optimisme. Goleman (2000) kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan terhadap frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, dan berempati.

Pada saat memilih alternatif-alternatif tersebut diperlukan proses berpikir, yaitu pengambilan keputusan (decision making). Sternberg (1999) menjelaskan

subjectifve expected utility theory, yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya mengambil keputusan berdasarkan tujuan untuk mendapatkan kesenangan (mengacu pada positive utility) dan menghindari ketidaksenangan (mengacu pada negative utility). Kedua hal tersebut secara menyertainya. Kemungkinan itu sendiri ada empat hal yang perlu dijadikan pedoman untuk pengambilan keputusan , yakni: (1) memunculkan kemungkinan sederhana, (2) meniadakan kemungkinan yang akan muncul, (3) mengkombinasikan dua kemungkinan yang sama-sama menguntungkan, dan (4)mengkombinasikan dua kemungkinan yang berbeda. Herbert Simon (dalam Sternberg, 1999) yang mendapat Nobel Prize inEconomics menyatakan bahwa manusia tidak membutuhkan hal-hal yang tidak rasional, namun membutuhkan hal-hal yang rasional, yakni kepuasan. Apabila seseorang dihadapkan pada beberapa option, satu per satu diseleksi, kemudian akan ditemukan satu yang paling memuaskan.

Eksplorasi, pengambilan keputusan , dan perencanaan berperan penting dalam pilihan karir remaja (Feldman & Whitcomb, 2005; Germeijs & DeBoeck, 2003; Millar &

(22)

13

(Cameli 2003) yang pada akhirnya berhubungan terhadap karir seseorang (Coper 1997; Goleman 1998). Penelitian Abraham Carmeli yang meneliti tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap komitmen dimana remaja akan memilih karirnya dimasa akan datang.

Begitupun untuk remaja kelas XII SMA yang akan lulus, dijumpai sebuah kasus seorang remaja masih mengalami kebingungan hendak melanjutkan kemana atau mengambil jurusan apa di perguruan tinggi, sehingga remaja tersebut harus mengikuti serangkaian psikotes untuk mengetahui minat dan bakatnya. Wawancara juga dilakukan pada seorang remaja kelas X SMA yang akan naik ke kelas XI. Saat ditanya jika sudah lulus mau kuliah dimana dan bekerja dibidang apa, siswa tersebut menjawab kalau dia masih bingung dan tidak tahu hendak mengambil jurusan apa diperguruan tinggi nantinya. Saat ini remaja tersebut sudah memilih jurusan IPA, namun dia masih tidak yakin dengan pilihannya karena dia tidak tahu setelah lulus mau kuliah dimana dan dia masih ragu apakah jurusan IPA cocok untuk dirinya.

Sedangkan faktor yang berasal dari luar individu antara lain, persoalan keluarga, pengaruh negatif dari teman sebaya, dan pengaruh negatif dari komunitas. Pengambilan keputusan oleh remaja adalah masalah pengambilan keputusan memilih jurusan di SMA. Berdasarkan praktikum layanan BK karir yang dilakukanoleh Bintari dkk (2012) di SMAN 3 SGRJ, banyak siswa yang memilih jurusan yang salah disebabkan oleh ajakan teman, gengsi (jurusan IPA sering dilihat lebih baik daripada jurusan IPS), dan paksaan orang tua yang tidak menoleh prestasi belajar dan minat bakat anaknya. (Luluk Sersiana, dkk 2013)

Pada kenyataannya sekarang, adakejadian seorang remaja SMA masih mengalami kesulitan dan kebimbangan untuk memilih jurusan, apakah akan mengambil jurusan IPA atau IPS yang sesuai dengan kemampuan mereka. Begitu pula ketika akan masuk keperguruan tinggi ada kejadian mahasiswa yang harus berpindah – pindah dari suatu jurusan ke jurusan lain karena ia merasa jurusan yang ia pilih tidak tepat baginya. Ada juga kejadian mahasiswa yang masih bingung dalam memilih mata kuliah pilihan karena belum mengetahui bidang pekerjaan apa yang ditekuninya setelah lulus nanti. Masih dapat dijumpai juga seorang yang setelah lulus dari sekolah menengah ataupun perguruan tinggi tidak tahu hendak melanjutkan kemana atau bekerja dimana. Ada pula kejadian seorang sarjana bekerja dalam suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan displin ilmu yang telah diambilnya selama ini. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan seorang mahasiswa yang pindah jurusan dari fakultas teknik ke fakultas psikologi, ditemukan permasalahan bahwa sewaktu di fakultas teknik sipil mahasiswa tersebut tidak bisa mengikuti materi kuliah dengan baik, nilainya selalu jelek sehingga akhirnya IPKnya juga tidak sesuai dengan harapannya. Menurutnya materi kuliah teknik sipil sangat susah sehingga dia merasa tidak mampu untuk mengikuti kuliah tersebut.

(23)

14

disfungsional. Individu yang cerdas secara emosional akan mudah untuk mengenali, mengelola dan menggunakan emosi mereka untuk menghilangkan hambatan emosi tersebut serta dapat mudah mencapai keinginan karirnya lebih matang daripada orang-orang dengan kecerdasan emosional yang cenderung rendah. Kecerdasan emosional memungkinkan orang untuk mudah mengendalikan stres ini secara efektif dan mencegah efek negatif pada sikap seseorang, sikap terhadap keinginannya mencapai karir maupun dampak pada orang lain. Emmerling dan Cherniss (2003) berpendapat bahwa emosi memainkan peranan penting dalam karir dan proses pengambilan keputusan dan kecerdasan emosional individu yang berkembang dapat menyebabkan keputusan yang lebih lengkap untuk mendapat hasil yang lebih memuaskan dalam karir mereka, dan nilai-nilai pribadi serta aspirasinya. Remaja sering kali melakukan eksplorasi karir dan melakukan pengambilan keputusan yang sampai taraf tertentu disertai dengan ambiguitas, ketidakpastian, dan tekanan. Kebanyakan pengambilan keputusan yang dilakukan remaja pada karirnya diambil dengan tiba-tiba dan tidak ada perencanaan terlebih dahulu. Banyak remaja yang tidak cukup dalam melakukan pengambilan keputusan terhadap karirnya dari konselor di Sekolah mereka.

Rogers (1972), membagikan masa remaja kepada tiga peringkat iaitu awal remaja (12 – 15 tahun), pertengahan remaja (15 – 18 tahun) dan akhir remaja (18 – 22 tahun). Namun begitu, umur akhir remaja masih dipertikaikan lagi kerana terdapat perbezaan budaya dan negara yang membezakan peringkat akhir remaja. Steinberg (1993) dan Steinberg dan Belsky (1991) mengemukakan teori pergolakan dan tekanan mengatakan masa remaja adalah satu peringkat pertikaian emosi yang tidak dapat dielakkan.

(24)

15 Hipotesa

Ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan pengambilan keputusan karir pada remaja. Jadi semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki oleh siswa-siswi, maka akan semakin tinggi pula pengambilan keputusan karirnya. Karena siswa-siswi yang memiliki kecerdasan emosi tinggi maka akan mudah untuk mengambil keputusan karir dengan baik. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi yang dimiliki siswa-siswi, maka akan semakin rendah pula pengambilan keputusan karirnya.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan penelitian kuantitatif, dengan bertujuan mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat. Metode kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu (Sugiyono, 2012).

KECERDASAN EMOSI

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KARIR

Pengambilan keputusan karir yang tepat dapat dilakukan oleh remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Dalam hal ini adalah pengambilan keputusan karir yang akan dipilih.

(25)

16 Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekolah SMK N 1 Buduran Sidoarjo. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19-24 Oktober 2015. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMK N 1 Buduran Sidoarjo yaitu dengan populasi sampel sebanyak 245 subjek. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non random sampling. Non random sampling merupakan teknik dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja.Alasan peneliti menggunakan teknik tersebut adalah untuk memudahkan peneliti dalam proses pengumpulan data.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seorang individu untuk menggunakan emosinya secara baik, yang ditandai dengan pengontrolan diri, pemahaman seberapa jauh baik buruk dan apakah bermanfaat bagi dirinya dalam setiap tindakan maupun perbuatannya. Sedangkan pengambilan keputusan karier adalah pemecahan masalah dengan menentukan pilihan dari beberapa alternatif untuk menetapkan suatu tindakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, tujuan yang diinginkan disini adalah karier.

Peneliti menggunakan skala yang disusun oleh Goleman, 2002. Berikut ini adalah skala kecerdasan emosional siswa-siswi disusun dari 5 indikator utama, sesuai dengan teorinya Danil Goleman, yaitu: 1. Mengenali emosi, 2. Mengelola emosi, 3. Memotivasi diri, 4. Mengenali emosi orang lain (berempai), dan 5. Membina hubungan yang baik dengan orang lain. Sedangkan pengambilan keputusan karir adalah manusia dalam menjalani kehidupan selalu dihadapkan pada sebuah atau beberapa pilihan yang menentukan individu yang bersangkutan untuk memilih salah satu diantaranya. Peneliti menggunakan modifikasi skala Cindy Adi Pertiwi, 2010. Berikut ini adalah skala pengambilan keputusan karir siswa-siswi disusun dari 5 indikator utama, sesuai teorinya Betz (2004) yaitu: (1) Penilaian Diri, (2) Informasi Kerja, (3) Seleksi Kerja, (4) Perencanaan, (5) Penyelesaian Masalah.

Ada dua variabel yang diteliti oleh peneliti, yaitu variabel bebasnya adalah kecerdasan emosi dan variabel terikatnya adalah pengambilan keputusan karir. Model skala yang digunakan adalah skala Likert, berisikan point yang menunjukkan nilai sangat setuju (ST), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Item pernyataan terdiri dari item yang bersifat Favorableyang mendukung indikator variabel yang diungkap dan item-item unfavorable yang menunjukkan tidak mendukung dengan indikator yang diungkap.

Validitas Instrumen

(26)

17 Reabilitas

Tabel 1. Indeks Validitas dan Reabilitas Alat Ukur Penelitian

Alat Ukur Jumlah Item

Berdasarkan tabel diatas skala Kecerdasan Emosi yang diujikan, mendapatkan 13 item yang valid dari 60 item. Indeks validitas yang diujikan berkisar antara 0,321 - 0,654.

Dalam menguji validitas ini menggunakan SPSS 21. Sedangkan pada validitas item pada alat ukur Pengambilan keputusan didapatkan jumlah item yang valid yaitu sebanyak 27 item, adapun juga penjelasan nilai validitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Indek Validitas Alat Ukur Penelitian Alat Ukur Jumlah Item

Berdasarkan tabel diatas skala Pengambilan Keputusan yang diujikan, mendapatkan 29 item yang valid dari 33 item. Indeks validitas yang diujikan berkisar antara 0,354 – 0,667. Uji validitas ini menggunakan SPSS versi 21. Berdasarkan tabel Kecerdasan Emosi dan Pengambilan Keputusan diatas dapat disimpulkan bahwa kedua instrumen yang dipakai dalam penelitian ini reliabel jika dibandingkan dengan syarat cronbach alpha yaitu 0,60 atau 60% (Priyatno, 2011). Hal ini membuktikan bahwa kedua instrumen yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat validitas dan reabilitas yang cukup memadai.

(27)

18 Prosedur Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan di SMK N 1 Buduran Sidoarjo. Penelitian ini dilaksanakan pada tangal 19-24 Oktober 2015. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMK N 1 Sidoarjo yaitu dengan populasi sampel sebanyak 245 subjek. Prosedur penelitian ini terdiri dari tiga tahap pertama persiapan, pelaksanaan, dan tahap analisa. Tahap persiapan peneliti adalah menentukan subjek penelitian dan lokasi penelitian. Penelitian dilaksanakan pada siswa-siswi SMK N 1 Buduran Sidoarjo. Pada tahap persiapan peneliti membuat instrumen penelitian atau skala. Skala tersebut diuji cobakan kepada subjek tryout sebelum digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya. Setelah melakukan uji coba skala peneliti melakukan uji validitas dan reabilitas, sehingga diketahui mana item yang valid dan mana item yang gugur, dan apakah skala ini cukup layak untuk dijadikan sebagai instrumen penelitian atau tidak.

Pada tahap pelaksanaan penyebaran skala dilakukan di satu tempat yaitu sekolah SMK N 1 Buduran Sidoarjo. Skala tersebut disebarkan kepada 245 siswa-siswi SMK N 1 Buduran Sidoarjo yang berada disana. Dalam pengisian skala 1 subjek diberikan 2 skala sekaligus yaitu skala kecerdasan emosi dan skala pengambilan keputusan karir. setelah Semua skala disebarkan berulah peneliti memasuki tahap yang ketiga, yaitu tahap analisa. Pada tahap ini peneliti melakukan input data dari hasil skor skala setiap subjek. Setelah semua data dimasukkan peneliti melakukan analisa data menggunakan software perhitungan statistik SPSS versi 18.00. peneliti menggunakan analisa korelasi produk moment person untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi degan pengambilan keputusan karir pada remaja.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek yang memiliki kecerdasan emosi lebih tinggi banyak dari pada subjek yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah, seperti pada tabel berikut :

Tabel 3. Penghitungan T-Skor Skala Kecerdasan Emosi

Kategori Interval Frekuensi Presentasi

Tinggi T-skor >50 132 53,9 %

Rendah T-skor <50 113 46,1 %

Total 245 100 %

(28)

19

kategorikan memiliki kecerdasan emosi rendah yaitu berarti hanya 46,1% dari total subjek. Sedangkan subjek yang dikategorikan ke dalam kategori tinggi berjumlah 132 subjek itu berarti 53,9% dari jumlah total subjek.

Selanjutnya berikut ini hasil t-skor skala pengambilan keputusan karir :

Tabel 4. Penghitungan T-Skor Skala Pengambilan keputusan Karir

Kategori Interval Frekuensi Presentasi

Tinggi T-skor >50 123 50,2 %

Rendah T-skor <50 122 49,8 %

Total 245 100 %

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa subjek yang yang dikategorikan pengambilan keputusan karir yang rendah lebih sedikit daripada subjek yang pengambilan keputusan tinggi. Hal tersebut ditandai dengan hasil yang diperoleh yaitu dari 245 subjek yang dijadikan sampel terdapat 122 subjek yang termasuk ke dalam pengambilan keputusan rendah, itu berarti 49,8% dari total subjek. Sedangkan subjek yang dikategorikan kedalam pengambilan keputusan tinggi berjumlah 123 subjek, itu berarti 50,2% dari total subjek.

Tabel 5. Korelasi Kecerdasan Emosi dengan Pengambilan keputusan Karir

Koefisiensi Korelasi Indeks Analisis

Koefisien korelasi (r) 0,522

Koefisien determinasi (r2) 0,272

P (nilai signifikansi) 0,000

Berdasarka skor koefisien korelasi yang dihasilkan dari perhitungan SPSS, maka dapat disimpulkan ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan pengambilan keputusan karir pada tingkat signifikan 1%. Nilai signifikansi yang ditunjukkan yaitu 0,000 lebih kecil dari taraf signifikan yang digunakan yaitu 0,01 (0,000 < 0,01) sehingga dapat dikatakan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan pengambilan keputusan . Hal ini menunjukkan semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi pula tingkat pengambilan keputusan karir, atau sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi seseorang maka akan semakin rendah juga tingkat pengambilan keputusan karir.

(29)

20

DISKUSI

Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan proses pengambilan keputusan karir pada siswa-siswi SMKN 1 Buduran Sidoarjo. Nilai signifikansi yang ditunjukkan yaitu 0,000 lebih kecil dari taraf signifikan yang digunakan yaitu 0,01 (0,000 < 0,01), yang artinya Ho diterima. Hal ini menunjukkan semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi pula tingkat pengambilan keputusan karir, atau sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi seseorang maka akan semakin rendah juga tingkat pengambilan keputusan karir. Selain itu sumbangan efektif dari kecerdasan emosi terhadap proses pengambilan keputusan karir sebesar 27,2% sedangkan pengaruh faktor lain terhadap pengambilan keputusan karir sebesar 72,8%.

Subjek dengan kecerdasan emosi yang tinggi akan mudah dalam mengambil keputusan karir yang tinggi dan cenderung tidak mudah terbawa emosi yang negatif dan tidak mudah terpancing oleh hal-hal yang mengganggu pikirannya, memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, tidak mudah tersinggung, tidak suka memaksakan pendapatnya untuk menyelesaikan masalah. Sebaliknya subjek dengan kecerdasan emosi yang rendah maka dalam pengambilan keputusan karirnya akan merasa bimbang dan mudah terbawah emosi negatif dalam pemikirannya. Akan sangat mudah terpancing emosi dan mudah tersinggung, serta tidak bisa menyelesaikan masalah. Hal ini selaras dengan hasil penelitian terdahulu di Malaysia yaitu membuktikan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memang memiliki nilai yang cukup tinggi dalam pengambilan keputusan karirnya.Siswa-siswi SMK mempercayai keyakinan pengambilan keputusan karirnya dalam hal menantang dunia kerja kelak (Bakar, Mohammed, Kazilan, 2008) dalam jurnal Career Decision Making Self-efficacy among Student in Vocational Institutions. Hal ini disesabkan pada kurikulum SMK mengarahkan peserta didiknya untuk mampu berhadapan langsung dengan dunia kerja, membekali ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang secara spesifik pada suatu bidang karir tertentu, sehingga akan memiliki suatu arah yang jelas yang tercemin dari jurusan yang ditekuni disekolah. Melalui prestasi, ketrampilan dan pengalaman yang diperoleh dari kegiatan belajar, siswa-siswi SMK akan dapat memiliki gambaran mengenai pekerjaan yang diinginkan dimasa depan (Tyas, Wiyanti, Karyanta, 2009).

(30)

21

masalah baik itu tugas sekolah maupun mencari solusi dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapinya.

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juuga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock,1998). Kondisi ini menunjukkan bahwa peran kecerdasan emosi sangat membantu remaja dalam mengontrol dirinya untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan karir. Lebih lanjut Slovey dan Mayer (Goleman, 2004) menjelaskan bahwa besarnya pengaruh kecerdasan emosi menyebabkan seseorang mampu menentukan perasaan emosi, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya dan kemudian menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan perilakunya.

Hal tersebut disebabkan karena, orang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik adalah yang dapat memahami dan mengatur emosi dengan baik sehingga mampu mengarahkan pikiran dan tindakannya sendiri. Mampu mengendalikan diri terhadap hal yang mereka inginkan dan mereka juga mempu memberikan motivasi kepada diri mereka sendiri sehingga meski dalam kondisi sulit mereka tetap optimis dan yakin apa yang menjadi tujuan dan harapan bisa mereka laksanakan dan tercapailah suatu keberhasilan. Hal ini selaras dengan penelitian dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Buvaneswari (2013) pada sebuah bisnis eksekutif, bahwa karyawan dengan kecerdasan emosi yang tinggi lebih mampu mengtur emosi mereka sendiri dan juga mengelola emosi orang lain untuk dapat mendorong interaksi yang lebih positif.

Betz (2004) mendefinisikan keyakinan pengambilan keputusan karir (career decision-making) adalah suatu keyakinan seseorang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas tertentu, mengidentifikasi dirinya, dan melakukan tugas untuk mencapai hasil yang berkaitan dengan karirnya. Betz juga mengungkapkan bahwa keyakinan pengambilan keputusan karir memiliki 5 aspek yaitu penilaian diri, informasi kerja, seleksi tujuan perencanaan, dan penyelesaian masalah. Dalam hal ini selaras dengan meodel tahapan belajar di SMK yang berkaitan dengan aspek tersebut, yaitu pada tahap pertama peserta didik di SMK menentukan sasaran kerja bagi dirinya sendiri, kemudian tahapan dua peserta didik akan mengumpulkan informasi dan mengembangkan rencana tindakan terkait karir, tahapan ketiga peserta didik akan menerapkan pengetahuan yang terkumpul juga melatih ketrampilan, kemudian pada tahapan karir peserta didik akan mengembangkan hasil yang diperoleh dalam dunia kerja. Hal ini dilakukan karena satu tujuan pendidikan kejuruan yang teramat penting ialah untuk melindungi kalangan calon pekerja dari resiko kekurangan pekerjaan atau pengangguran (Nolker & Schoenfeldt, 1983).

(31)

22

dimana tugas perkembangan karirnya adalah anak akan mengkhususkan pilihan karirnya dan memberikan tekanan lebih jauh lagi tentang dunia kerja (Rahma, 2010). Pada saat siswa-siswi berada pada kelas XII tentunya akan memiliki lebih banyak pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan dalam lingkungan sekolah ataupun dilingkunga luar, sehingga siswa-siswi akan lebih meyakini apa yang dirasakan, mengetahui apa yang diminati khususnya untuk pilihan yang terkait dengan karirnya. Remaja yang lebih tua cenderung lebih menghasilkan berbagai pendapat yang berbeda, menelaah sebuah situasi berdasarkan berbagai perspektif, mengantisipasi konsekuensi dan keputusan, serta mempertimbangkan kredibilitas sumber (Keating, 1990 dalam Santrock, 2012).

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan penelitian dari 245 siswa menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosi terhadap proses pengambilan keputusan karir pada remaja. Dan dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima karena terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan proses pengambilan keputusan , hal ini ditunjukkan dengan hasil koefisien korelasi (r) yaitu 0,522 dan dengan nilai signifikannya 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang maka akan semakin rendah proses pengambilan keputusan karir yang dilakukannya, atau sebaliknya.

(32)

23

REFERENSI

Akinlolu, David .A. 2005. The Buffering Effect of Emotional Intelegence on The Adjusment of Secondary School in Transition. Electronik Journal of Reasearch of Educational Psychology no 63, 79-90.

Agustina. 2006. IQ, Prestasi Belajar Di Sekolah, Dan Kecerdasan Emosional Siswa Remaja. Provitae. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara. Vol. 2 No. 2 hal. 69-76.

Adler, P. A. & P. Adler. 1998. Peer power: Preadolescent culture and identity. New Brunswick: Rutgers University Press.

Adi P. C. 2014. Perbedaan Self Efficacy dalam Pengambilan keputusan Karier dalam Siswa SMA dan SMK Di Kota Batu Jawa Timur. Unniversitas Muhammadiyah Malang.

Bakar, R., Mohammed, S., Khazilan, F. (2008). Career Decision Making Self-efficacy among Student in Vocational Institutions. Jurnal Of Career Psychology, 40, (02), 95-106

Buvaneswari, K. (2013). Relationship Between Emotional Intelligence And Altruism Of Business Executives. International Journal Of Business And Management Research, 3, 493-497.

Betz, N.E. (2004). Contributions Oftheory To Career Counseling. The Journal Of Career Development Quarterly, 52, 340-353.

Carmeli, A. 2003. “The Relationship Between Emotional Intelligence And Work

Attitudes Behavior And Autcomes’, Journal Of Managerial Psychology, 18(8): 788-813

Cherniss, C., Goleman, D. Emmerling, R. Cowan, K. & Adler, M. (1998).

Bringing Emotional Intelligence To The Workplace. New Brunswick, Nj: Consortium For Research On Emotional Intelligence In Organizations, Rutgers University.

Chiam Heng Keng & Fatimah Haron. 1982. Hubungan remaja dan keluarga. Laporan Persidangan Nasional Mengenai Kaum Remaja di Malaysia. Universiti Malaya, 2 – 5 Ogos.

Christina. 2009. Hubungan Antara Career Self Efficacy dengan Pengambilan Keputusan Karier. Skripsi. Program Studi Psikologi, Jurusan Bimbingan Konseling dan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang.

Desi dan Nursalim. 2009. Pengaruh Layanan Informasi Studi Lanjut Terhadap

(33)

24

Efendi, Agus. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21 ( Kritik MI, EI, SQ, AQ, dan Succesfull Intelegencee Atas IQ).

Ginzberg, A. & Herma (1951). Theory of career development. Palo Alto, California:Consulting Psychologi Press, Inc.

Gunarsa, S. D. (1989). PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.

Goleman, D. 2002. Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ. (Terjemahan : T. Hermaya). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

__________. 2001. Working Working With Emotional Intelligence : Kecerdasan Emosional untuk Mencapai Puncak Prestasi (terjemahan: Alex TKW). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

_________. 2002. Emotional Intellegence (Terjemahan : T Hermaya). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

_________. 2001. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Gottman, J. & DeClaire, J. 1997. Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional. Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hurlock, Elisabeth. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi 5). Jakarta: Erlangga

Habibah, E.& Noran, F. Y. 1997. Psikologi Personaliti. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Habsari, S. (2005). Bimbingan Dan Konseling SMA Untuk Kelas XI. Jakarta: Penerbit PT Grasindo

Kidman, A. 1992. Bagaiman Mengubah Kehidupan Anda Dari Gagasan Menjadi Tindakan. Jakarta : Binarupa Aksara.

Kartono, K. 1985. Menyiapkan dan Memandu Karir : Seri Psikologi Terapan II. Jakarta: CV Rajawali.

Kemdal dan Montgomery (dalam Raynard, Crozier, & Svensen, 1997).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan keputusan .

Http://Www.Academia.Edu/

Mappiare, A. (2013). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

(34)

25

Muhd, M. A & Siti, N. Mohd, T. 1988. Psikologi remaja. Petaling Jaya: Fajar Bakti Sdn. Bhd.

Nolker, H., & Schoenfeldt, E. (1983). Pendidikan Kejuruan. Jakarta:Gramedia

Patton, P. 1998. Emotional intelligence. Alih Bahasa: Zaini Dahlan. Jakarta: Pustaka Delapratasa.

Prasetyo Bambang. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif

Priyatno, D. (2011). Buku saku analisis statistik data SPSS. Jakarta : PT. Buku Seru.

Prihantoro,Sri. (2007). Program bimbingan untuk mengembangkan kemampuan perencanaan karir remaja: study terhadap peserta didik kelas X SMA N 2 Majalengka tahun ajaran 2005/2006. Skripi pada FIP UPI Bandung

Rahma, U. (2010). Bimbingan karier siswa. Malang:UIN-Maliki Press.

Rogers, D. 1972. Adolescents and youth. Prentice-Hall, Inc.: New Jersey.

Rohaty Mohd Majzub. 1998. Memahami Jiwa dan Minda Remaja. Shah Alam: Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd.

Rubinto, N. (1980). Instruction In Career Decision Making And Decision-Making Styles. Journal Of Counseling Psycology, 27, 581-588.

Rubiyanti, Y. 2011. Rancangan Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Rangka Meningkatkan Pemahaman Remaja Tentang Konsep Orientasi

Masa Depan Area Pendidikan Bagi Siswa Kelas XII. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Padjadjaran Bandung. Tidak diterbitkan.

Santrock,W. John., (2007). Remaja Adolescence : Eleventh Edition. Jilid 2.

Penerbit Erlangga. PT Gelora Aksara Pratama

Santrock, W. John. (2002). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup. Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Steinberg, L. 1993. Adolescence. New York: McGraw-Hill, Inc.

Santrock, J.W. (2012). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup (Edisi Ketigabelas) Jilid I. Jakarta:Erlangga.

Stenberg, L. & J. Belsky. 1991. Infancy, childhood, & adolescenc: Development in context. New York: McGraw-Hill, Inc.

(35)

26

Sarlito, Ws. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Remaja Grafindo Persada

Shumba, A., Naong,M. (2012). Factors Influencing Students Career Choice And Aspirations In South Africa. Jurnal Of Social Science, 33, (2), 169-178.

Stein, S. J. & Book, H. E. 2002. Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. (Terjemahan : Januarsi Dan Murtanto). Bandung: Haifa.

Stenberg, Robert, J. 1999. Cognitive Psychology. Secon Edition. USA : Harcourt Brace & Company.

Sunarto, H., Hartono, B.A. 1995. Perkembangan Peserta Didik.Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Sugiyono. 2012. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sulistiyowati.2010. Perbedaan Pengambilan keputusan Siswa dari Keluarga utuh dengan dari Keluarga Broken Home di SMA Negeri 2 Malang. Skripsi Prodi Psikologi Jurusan Bimbingan Konseling dan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Tidak Diterbitkan.

Seltzer, V. & R. Waterman. 1996. A cross national study of adolexcent oeer concordanceon issues of the future. Journal of Adolescent Research

88(4): 461-482.

Sersiana, L., Dra. Lukitaningsih Retno, Kons.,Dr. Muis Tamsil., Purwoko Budi, S.Pd., M.Pd.Hubungan Antara Self-Efficacy Karir Dan Persepsi Terhadap Masa Depan Karir Dengan Kematangan Karir Siswa Smk Pgri Wonoasri Tahun Ajaran 2012/2013

Tyas, P. S., Wiyanti, S., Karyanta, A. N. (2009). Hubungan Antara Motivasi Belajar Dan Keyakinan Diri Dengan Kematangan Karir Pada Siswa SMK Muhammadiyah 2 Boyolali. Jurnal Ilmiah Psikologi, 05, (01).

Vernon, A. 1995. Working with children, adolescent, and their parents: Practical applicationof development theory. Counseling and Human Development

27(27): 1-12.

Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset

White, K. M. & J. C. Speisman. 1987. Remaja. Terj. Maznah Ismail. Kuala Lumpur:

(36)

27

(37)

28

Gambar

tabel dibawah ini.
Tabel 3. Penghitungan T-Skor Skala Kecerdasan Emosi
Tabel 4. Penghitungan T-Skor Skala Pengambilan keputusan  Karir
Tabel 6. Uji Validitas Skala Kecerdasan Emosi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Variabel pengambilan keputusan memiliki rerata empirik (RE) sebesar 89,11 sehingga memiliki kategori yang tergolong tinggi, sedangkan variabel kematangan emosi diketahui memiliki

(2008).Proses Pengambilan Keputusan pada Individu Dewasa Muda yang Melakukan Konversi Agama karena Pernikahan.skripsi.Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta... Child

Ada hubungan positif antara dukungan orang tua dan orientasi karir dengan pengambilan keputusan studi lanjut. Semakin tinggi dukungan orang tua dan orientasi

Rangkuman Hasil Analisis Data.. signifikan antara layanan informasi karir dengan pengambilan keputusan studi lanjut. Makin baik layanan informasi karir, maka makin baik

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara layanan informasi karir dan efikasi diri dengan pengambilan keputusan studi lanjut siswa. Jenis penelitian

Dari pengertian-pengertian tentang pengambilan keputusan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengambilan keputusan yang efektif adalah pengambilan keputusan yang

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2016) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan orangtua dengan pengambilan keputusan karir pada remaja,

pengambilan keputusan karir dipengaruhi oleh salah satu faktor yaitu bakat khusus yang termasuk dalam aspek harga diri berupa sense personal of identity dan sense of identity