• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh kemitraan terhadap efisiensi agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh kemitraan terhadap efisiensi agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP EFISIENSI

TEMBAKAU VIRGINIA DI PULAU LOMBOK

NUSA TENGGARA BARAT

H A L I L

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan disertasi berjudul Pengaruh Kemitraan terhadap Efisiensi Tembakau Virginia di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(4)

RINGKASAN

HALIL, Pengaruh Kemitraan Terhadap Efisiensi Agribisnis Tembakau Virginia

di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat (NUNUNG KUSNADI sebagai Ketua, SRI UTAMI KUNTJORO dan ANNA FARIYANTI sebagai Anggota Komisi

Pembimbing).

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh kemitraan terhadap efisiesni agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB dengan pendekatan fungsi produksi stokastik frontir dan fungsi keuntungan translog stokastik frontir. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tembakau Virginia dalam bentuk krosok dan keuntungan petani agribisnis tembakau virginia; (2) Mengkaji pengaruh kemitraan terhadap efisiensi teknis dan inefisiensi teknis agribisnis tembakau virginia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya; (3) Mengkaji pengaruh kemitraan terhadap efisiensi dan inefisiensi keuntungan agribisnis tembakau virginia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Timur berlokasi di 6 kecamatan (kecamatan Terara, Sikur, Sukamulia, Sakra Timur, Sakra dan Sakra Barat) meliputi 19 desa; dan Kabupaten Lombok Tengah berlokasi di 2 kecamatan (kecamatan Kopang dan Janapria) meliputi 6 desa. Data yang digunakan adalah

cross section data yang bersumber dari hasil wawancara dengan 300 orang petani

yang terdiri dari 150 petani mitra dan 150 petani nonmitra. Analisis fungsi produksi digunakan model Stochastic Frontier Production Function. Efisiensi

teknis agribisnis tembakau virginia dianalisis dengan Stochastic Frontier

Cobb-Douglas. Sedangkan analisis efisiensi keuntungan adalah dengan pendekatan fungsi keuntungan Trancendental Logarithma (Translog) stokastic frontier yang

dinormalkan dengan harga output. Pendugaan setiap parameter 0, i, varians ui dan vi menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Kemudian, dilanjutkan dengan menganalisis faktor yang mempengaruhi output dan

keuntungan ( i) dan faktor inefisiensi (-ui) antar petani. Pendugaan parameter fungsi produksi dan fungsi keuntungan stochastic frontier dan fungsi inefisiensi

dilakukan secara simultan dengan program Frontier 4.1.

(5)

bakar. Bahan bakar minyak tanah dan solar lebih efisien secara teknis karena petani telah familier dengan penggunaannya secara praktis tidak memerlukan waktu pengontrolan secara kontinyu, kualitas krosok cenderung lebih baik. Namun penggunaan bahan bakar minyak tanah dan solar meningkatkan inefisiensi keuntungan karena harganya lebih mahal dan minyak tanah dan solar merupakan bahan bakar yang paling tinggi biayanya diantara bahan bakar lainnya. Pengunaan bahan bakar alternatif seperti cangkang sawit meskipun dicampur dengan kayu bakar dapat menurunkan inefisiensi keuntungan.

Harga output dan input berpengaruh signifikan terhadap efisiensi keutungan usaha agribisnis tembakau virginia, sehingga faktor harga terutama harga output sering menjadi pertimbangan petani untuk mengambil keputusan melakukan produksi. Harga output dan input menjadi faktor penentu keputusan petani untuk berproduksi. Oleh karena itu, setiap awal musim tanam selalu dilakukan musyawarah penentuan harga output oleh perusahaan mitra dengan petani mitra yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Penentuan harga mengacu pada perkiraan total biaya produksi ditambah dengan persentase tingkat kuntungan yang layak untuk luas lahan 1 hektar. Meskipun efisiensi keuntungan dapat dicapai oleh petani, namun efisiensi keuntungan tersebut masih dalam batas hasil usaha sampai menghasilkan daun kering (krosok).

Komponen biaya dalam agribisnis tembakau virginia yang paling besar adalah biaya tenaga kerja dan urutan kedua adalah biaya produksi di pertanaman (usahatani), kemudian biaya bahan bakar dan sewa lahan. Tingginya biaya pada agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB diduga disebabkan oleh adanya biaya transaksi yang berpengaruh juga terhadap meningkatkan inefisiensi keuntungan petani tembakau virginia. Biaya transaksi tersebut diduga melekat pada biaya variabel input seperti pupuk KNO3, pupuk Fertila, TSP36, pestisida dan bahan bakar. Biaya lain yang juga mempengaruhi efisiensi keuntungan adalah renovasi tungku dan bunga kredit, pemasaran, upah tenaga kerja.

(6)

SUMMARY

HALIL, The Effect of Partnership to Efficiency of Virginia Tobacco in Lombok

Island West Nusa Tenggara, supervised by NUNUNG KUSNADI as a Chaiman,

SRI UTAMI KUNTJORO and ANNA FARIYANTI as members of the

Advisory Commitee)

The grand objective of the study is to analyse the effect of partnership to efficiency of agribusiness of virginia tobacco in Lombok Island by stochastic frontier production function approach and stochastic frontier translog profit function approach. The specific objectives are to determine factors affecting output of virginia tobacco; to study the effect of partnership to technical efficiency and technical inefficiency; to study the effect of partnership to profit efficiency and profit inefficiency.

The multy stage purposive sampling technique was used to select 2 regencies, East Lombok Regency included eight subdistricts (Terara, Sikur, Sukamulia, East Sakra, Sakra and West Sakra) consists of 19 villages, and Central Lombok included 2 subdistricts (Kopang and Janapria) consists of six villages. The respondents were 300 growers of virginia tobacco consists of 150 partnership farmers and 150 nonpartnership farmers. The cross section data were gathered from those 300 respondents through indepth interview. The Stochastic Frontier Production Function was used to analyse the data. The Stochastic Frontier Cobb-Douglas was used to analyse the technical efficiency an technical inefficiency. Whilest, the stochastic frontier translog profit function was used to analyse the profit efficiency an profit inefficiency. Each parameter of 0, i, the variant of ui and vi were estimated by using Maximum Likelihood Estimation (MLE) method. Furthermore, the factors affecting output level and profits, and inefficiency factors (-ui) were analysed. The Frontier 4.1 program was used to estimate the production function parameter and profit function stochastic frontier.

(7)

The price of outputs and inputs had a significant effect to profit efficiency of

agribusiness of Virginia tobacco, so that the outputs price is often to be farmers‟

consideration for production decision. The outputs and inputs price are the main determinant of production decision of farmers. Therefore, the private firms, local government and representative farmers always conduct output price discussion regularly every early sowing season. The determination of output price is determined based on the total cost of production per hectare plus the persentage of reasonable profit.

The most expensive production cost components of agribusiness of Virginia tobacco was the wages of casual labors followed by the cost of fuel. The high cost of agribusiness of Virginia tobacco is related to the existence of transaction costs. The high cost also affected the profit inefficiency. The transaction costs were presumable adhered in the variable costs, such as the price of KNO3, Fertila, SP36, pesticide and fuel. The other costs affecting profit efficiency were shell stove maintanance, interest rate, marketing expenditure and wages of labors.

The productivity of Virginia tobacco and profit could be improved through empowering and involving non partnership farmers. It could be joining them to skilled partnership farmers who have much experinces. Empowering nonpartnership farmers is an appropriate strategy to improve outputs quality of Virginia tobacco. To do so, there will not be a rejected tobacco by private firms of tobacco in Lombok. The sustainable agribusiness of Virginia tobacco in Lombok is not enough by involving private firms of tobacco and estate office only, but it is very important to involove other stakeholders, such as climate and meteorological forecasting board (BMKG), Bank NTB and trade office. The local government should do some efforts and strategies to facilitate farmers on partnership particularly in fuel supply. Financial institution, such as Bank NTB is expected to be accessible for farmers of Virginia tobacco. Eventhough the partnership had statictically insignificant effect on technical effciency, but it is still needed for decreasing profit inefficiency. It has a big chance fo improve its implementation properly. Implementing partnership of agribusiness of Virginia tobacco in Lombok is an appropriate and feasible choice for improving economy of farmers. It is still needed so far as long as the growers of Virginia tobacco have not found any other market access to sell their outputs.

(8)

(© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 20013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP EFISIENSI

TEMBAKAU VIRGINIA DI PULAU LOMBOK

NUSA TENGGARA BARAT

H A L I L

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup :

1 Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS.

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2 Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS.

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka :

1 Prof. Dr. Ir. Bonar Marulitua Sinaga, MA

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2 Prof (R) Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU

(11)
(12)

Judul Disertai : Pengaruh Kemitraan Terhadap Efisiensi Tembakau Virginia di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat

Nama : H a l i l

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

NRP : H363080081

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. Sri Utami Kuntjoro, MS Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan petunjukNya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kemitraan yang berjudul Pengaruh Kemitraan terhadap Efisiensi Tembakau Virginia di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat.

Disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik karena bimbingan, arahan, curahan ilmu, masukan dan dorongan dari komisi pembimbing dan bantuan dan masukan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1 Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Utami Kuntjoro, MS dan Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan ilmunya, mengarahkan cara berpikir sistematis, memberikan koreksi dan masukan serta sebagai sumber inspirasi penulis dalam penulisan disertasi. 2 Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS dan Dr. Sri Hartoyo, MS penguji pada

Ujian Prelim dua dan Ujian Tertutup, Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku pimpinan sidang Ujian Tertutup, Dr. Ir. Meti Ekayanti, S.Hut, M.Sc wakil dari Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan kepada penulis.

3 Prof. Dr. Ir. Bonar Marulitua Sinaga, MA dan Prof (R) Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU selaku penguji pada Ujian Terbuka, Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku Pimpinan Sidang pada Ujian Terbuka, Dr. Ir. Meti Ekayanti, S.Hut, M.Sc mewakili Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan kepada penulis.

4 Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

5 Dirjen Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas kesempatan dan dukungan beasiswa BPPS pendidikan Program Doktor di IPB dan kesempatan dan dukungan Program Beasiswa Sandwich-Like S3 Luar Negeri Tahun Anggaran 2012 di University of Sydney.

6 Rektor Universitas Mataram dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas atas kesempatan dan ijin belajar pendidikan Program Doktor di IPB.

7 Staf perpustakaan Centre for Alleviation of Poverty through Secondary Crops‟

Development in Asia and the Pacific (CAPSA) di Jalan Merdeka 145 Bogor 16111 Indonesia yang telah berkenan memberikan akses dalam penelusuran jurnal internasional.

8 Prof. Ross Drynan dan Associate Prof. Tihomir Ancev sebagai mentor selama program Sandwich pada Department of Agriculture and Resource Economics, Faculty of Agriculture and Environment, University of Sydney.

9 H. Iskandar, SE (Purchasing Manager Tobacco PT Djarum), Ir. Dawam, MP

(Purchasing Superintendent Tobacco Station PT Djarum) yang telah berkenan

berdiskusi tentang kemitraan dan memberikan data.

10Ahmad Afandi, SP (PL PT Sadhana Arif Nusa), Eko Budiono dan Zulkarnain,

SP (PL PT Djarum), Muzakki Fikri (PL PT ELI), Ir. Yahya Reza Adi, M.Si (Area Manager PT ELI) yang telah berkenan menjadi pemandu untuk bertemu

dengan petani responden. Terima kasih juga kepada H. Abdul Halim, Abdul

(15)

11Dr. Ir. H. Lalu Sukardi, M.Si dan Dr. Ir. H. Hirwan Hamidi, M.Si atas perkenannya memberikan reference dan data laporan hasil penelitian terkait

dengan tembakau Virginia di Lombok. Bapak Joko Triyono, Kepala Bagian Pengolahan Data di PSE-KP Bogor atas bantuannya dalam pengolahan data dengan SAS; Ir. Micha Snoverson Ratu Rihi, M.Si dan Dr.Ir. Andi Yulyani Fadwiwati, M.Si yang telah banyak membantu dalam olah data dengan Frontier dan berdiskusi terkait dengan penelitian.

12Seluruh anggota keluarga penulis, khususnya isteri tercinta Hj. Rohayani, S.Pd terima kasih atas pengertiannya yang mendalam, do‟a dan dorongan moril serta semangat selama studi. Anakku Fakhrul Irfan Khalil, STP yang telah banyak membantu dan menemani walau sedang sibuk menulis Tesis S2 di Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Departemen Teknik Pertanian FATETA IPB. Demikian juga kedua anakku Shofian Hidayat Khalil dan Luthfi Riza Khalil atas do‟a dan kesabarannya ditinggal selama studi. Adik-adik penulis H. Zainul Arifin, S.Ag dan Siti Aisyah, S.Pd, H. Sulaiman, SKM dan Pathiatul Hasanah, SKM, Ibu mertua Hj. Siti Sholihin atas doa dan motivasinya serta kesediaanya membantu isteri dan anak-anak penulis selama studi. Dengan

iringan do‟a kepada almarhum dan almarhumah kedua orang tua penulis dan Bapak mertua H. Achmad Fauzan (alm) terima kasih atas semua nasehat dan

do‟anya semasa hidup.

13Teman-teman di Program Studi EPN angkatan 2008 dan 2007 yang telah berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti kuliah.

14Semua teman-teman di Sekretariat EPN terutama Embak Yani, Mas Johan dan

Embak Kokom atas bantuannya dalam urusan administrasi akademik yang terkait dengan kegiatan Sidkom, Kolokium, seminar dan ujian-ujian.

Penulis sangat menyadari bahwa disertasi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan agar dapat membuahkan hasil penelitian yang berkualitas.

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR GAMBAR xviii

DAFTAR LAMPIRAN xix

PENDAHULUAN 1

I

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 10

Tujuan dan Manfaat Penelitian 15

Kebaruan (Novelties) Penelitian 16

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 17

TINJAUAN PUSTAKA 18

II

Kemitraan Dalam Pertanian 18

Penelitian kemitraan dalam pertanian 20

Efisiensi dan produktivitas sebagai indikator kinerja ekonomi 23

Efisiensi Usahatani dan Metode Analisis 24

Fungsi Keuntungan dan Efisiensi Keuntungan 28

Hubungan Kemitraan dengan Efisiensi 31

Konsep Sistem Agribisnis 33

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 39

III

Konsep Kemitraan 39

Konsep Perubahan Teknologi Pertanian 40

Konsep Efisiensi 42

Pengukuran efisiensi pada perubahan teknologi 45

Konsep Frontir Parametrik Deterministik 47

Konsep Frontir Parametrik Stokastik 48

Konsep Efisiensi Keuntungan 51

Fungsi Produksi dan Fungsi Keuntungan 54

Funngsi Keuntungan Translog 58

Kerangka Pemikiran Konseptual 59

METODE PENELITIAN 61

IV

Metode Penentuan Lokasi Penelitian 61

Metode Pemilihan Contoh Responden 61

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 62

Pemilihan Model dan Metode Analisis 63

Model dan Metode Analisis Data 64

Analisis fungsi produksi stochastic frontier 64

Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis 65

Model Empiris Pengukuran Efisiensi Keuntungan 67

Prosedur Pengujian Model dan Metode Estimasi 70

DESKRIPSI UMUM AGRIBISNIS TEMBAKAU VIRGINIA DI V

(17)

Peran Subsektor Perkebunan dalam Perekonomian NTB 72 Tinjaun Sejarah Agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok NTB 74

Sistem Agribisnis Tembakau Virginia 79

Subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) 80

Subsistem pertanian primer (on farm agribusiness) 81

Subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness) 82

Subsistem Marketing (Pemasaran) 86

Subsistem penunjang (supporting institution) 89

Kemitraan Agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok 89

STRUKTUR BIAYA AGRIBISNIS TEMBAKAU VIRGINIA 96

VI

Biaya produksi dan keuntungan 96

Biaya penggunaan bahan bakar 99

Motivasi Kerja Petani Pada Agribisnis Tembakau Virginia 104

ANALISIS PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP EFISIENSI VII

AGRIBISNIS TEMBAKAU VIRGINIA 107

Pendugaan Fungsi Produksi stochastic frontier Cobb-Douglass 107

Efisiensi Teknis Petani Agribisnis Tembakau Virginia 111

Estimasi Inefisiensi Teknis Agribisnis Tembakau Virginia 112

Pengujian Statistika dan Estimasi Fungsi Keuntungan Translog 119

Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stokastik Frontir 120

Efisiensi Keuntungan Agribisnis Tembakau Virginia 126

Faktor-faktor Inefisiensi Keuntungan 129

SIMPULAN DAN SARAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 136

VIII

Simpulan 136

Saran dan Implikasi Kebijakan 137

DAFTAR PUSTAKA 138

LAMPIRAN 158

(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Kontribusi industri tembakau terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Indonesia berdasarkan I-O Tahun 2005 1

2 Perkembangan cukai hasil tembakau dan produksi rokok di Indonesia

tahun 2000 sampai 2012 2

3 Luas areal dan produksi tembakau rakyat di Indonesia 2005 - 2011 3

4 Luas areal, produksi dan produktivitas tembakau virginia di enam

provinsi di Indonesia 2008 – 2009 4

5 Nama kecamatan, desa sampel penelitian dan jumlah responden tiap

desa 62

6 Peran sektor pertanian terhadap PDRB NTB atas dasar harga (ADH)

berlaku dan konstan 2000 manurut subsektor tahun 2007–2011 72

7 Peran Tembakau Virginia dalam Perekonomian Provinsi NTB 73

8 Realisasi pembelian krosok tahun 2012 dan rencana pembelian tahun

2013 di Pulau Lombok Tahun 2012 74

9 Perkembangan Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Tembakau

Virginia di Pulau Lombok NTB Tahun 1970 - 2012 75

10 Perkembangan biaya produksi dan harga rata-rata tembakau virginia di

Pulau Lombok Tahun 1997 sampai 2012 77

11 Luas areal potensial tembakau Virginia dan areal yang dimanfaatkan

tahun 2010 79

13 Prosedur menjadi petani mitra perusahaan pada agribisnis tembakau

Virginia di Pulau Lombok NTB. 91

14 Kewajiban perusahaan dan petani mitra pada kemitraan agribisnis

tembakau Virginia di Pulau Lombok NTB 93

15 Hak perusahaan dan petani mitra pada kemitraan agribisnis tembakau

virginia di Pulau Lombok 93

16 Biaya produksi tembakau Virginia per hektar di Pulau Lombok NTB

tahun 2012 96

17 Produktivitas, biaya dan keuntungan agribisnis tembakau Virgtinia per

hektar di Pulau Lombok NTB tahun 2012 97

18 Biaya penggunaan bahan bakar pada pengomprongan tembakau Virginia

dalam satu oven di Lombok tahun 2012 101

19 Faktor internal pembentuk motivasi petani tembakau virginia di Pulau

(19)

20 Hasil estimasi fungsi produksi StochasticFrontier agribisnis tembakau

virginia per hektar dengan metode Maximum Likelihood Estimation MLE

di Pulau Lombok NTB pada tahun 2012 108

21 Distribusi frekuensi efisiensi teknis petani tembakau Virginia di Pulau

Lombok NTB pada tahun 2012. 111

22 Hasil estimasi parameter fungsi produksi stochastic frontier pada

agribisnis tembakau virginia dengan metode Maximum Likelihood

Estimation (MLE) di Pulau Lombok NTB tahun 2012 113

23 Koefesien fungsi share biaya variabel dan biaya tetap terhadap

keuntungan agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok Tahun 2012 120 24 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stochastic Frontier

Agribisnis Tembakau Virginia dengan Metode MLE di Pulau Lombok

NTB tahun 2012 122

25 Distribusi frekuensi efisiensi keuntungan petani tembakau Virginia di

Pulau Lombok NTB tahun 2012 126

26 Hasil Estimasi Parameter Sumber-sumber Inefisiensi Keuntungan pada

agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok NTB 2012 129

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Perkembangan luas areal dan produksi tembakau virginia di Pulau

Lombok NTB Tahun 1995 hingga 2012 5

2 Perkembangan produktivitas tembakau virginia di Pulau Lombok NTB

Tahun 1995 hingga 2012 5

3 Keterkaitan antar susbsistem dalam sistem agribisnis 34

4 Efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi dengan pendekatan input 43

5 Kerangka pengukuran performance produksi petani 45

6 Pengaruh perubahan teknologi dan perbaikan efisiensi terhadap produksi 46

7 Fungsi Produksi Frontier Stochastic 49

8 Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual 60

9 Mekanisme perolehan bahan bakar minyak tanah untuk pengomprongan

tembakau di Pulau Lombok 84

10 Rantai pemasaran tembakau virginia di Pulau Lombok NTB 87

11 Misi kemitraan terpadu agribisnis tembakau Virginia Lombok NTB 91

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Struktur biaya pada sistem agribisnis tembakau virginia per hektar

untuk petani Mitra di Pulau Lombok tahun 158

2 Struktur biaya sistem agribisnis tembakau virginia per hektar untuk

petani Non-mitra di Pulau Lombok tahun 2012 159

3 Uji Heteroskedastis Fungsi Keuntungan Tembakau Virginia di Pulau

Lombok NTB 2012 160

4 Prosedur Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stokastik Frontir

Agribisnis Tembakau Virginia dengan Metode MLE 161

5 Hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglass Stochastic Frontier 162

6 Prosedur estimasi parameter fungsi keuntungan pangsa output dan

pangsa input agribisnis tembakau virginia tahun 2012 167

7 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Translog 171

8 Hasil estimasi fungsi Keuntungan Translog Stochastic Frontier MLE

agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB 173

9 Volume dan Nilai Ekspor-Impor Tembakau Indonesia Selama PJPT-I

tahun 1970 - 1993 berdasarkan Statistik Perkebunan 2009-2011 178

10 Volume dan Nilai Ekspor-Impor Tembakau Indonesia pada PJPI-II

tahun 1994 - 2009 berdasarkan Statistik Perkebunan 2009-2011 179

11 Luas areal panen dan produksi tembakau rakyat pada 14 provinsi di

(21)
(22)

PENDAHULUAN

I

Latar Belakang

Industri berbasis pertanian yang semakin berkembang seperti industri produk hilir yang memproduksi barang jadi siap konsumsi berimplikasi kepada semakin meningkatnya permintaan bahan baku berupa produk primer. Salah satu industri produk hilir berbasis pertanian (agriculture-base industry) yang selalu

membutuhkan bahan baku berupa produk primer yang dihasilkan oleh petani di pedesaan adalah industri rokok yang memproduksi berbagai jenis rokok, yakni sigaret kretek tangan (SKT), sigaret kretek mesin (SKM), sigaret kretek tangan filter (SKTF), sigaret kretek putih mesin dan Mild (SKPM). Industri produk hilir yang selalu membutuhkan produk primer ini mencerminkan adanya hubungan yang sangat erat antara pengembangan agribisnis di pedesaan dengan peran agroindustri sebagai leading sector yang akan menjadi penentu kegiatan produksi pada

subsistem usahatani (on farm) dan berkaitan pula dengan subsistem agribisnis hulu

(Saragih, 1998). Keterkaitan ini mencerminkan bahwa peningkatan produksi daun tembakau di pedesaan sebagai produk primer untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri rokok sebagai industri produk hilir adalah suatu keniscayaan.

Komoditi tembakau di Indonesia merupakan salah satu komoditi sub sektor perkebunan yang diperdagangkan, baik internasional, regional maupun domestik. Produk tembakau yang umum diperdagangkan adalah dalam bentuk daun kering (krosok) dan rokok. Oleh karena itu, peningkatan produksi tembakau domestik tidak hanya bertujuan untuk memenuhi permintaan bahan baku industri rokok domestik, tetapi bertujuan pula untuk ekspor sebagai sumber penerimaan negara (PDB), menekan impor, penerimaan cukai, dan sebagai sumber pendapatan rumah tangga petani dan buruh tani serta penyerapan tenaga kerja.

Peran tembakau dalam perekonomian nasional dideskripsikan secara berturut-turut berikut ini mulai dari kontribusinya terhadap PDB, penerimaan cukai, penyerapan tenaga kerja, kemudian persoalan pengembangannya di pedesaan dan implementasi kemitraan. Kontribusi industri tembakau terhadap PDB tergantung pada kontribusi setiap sektor karena dalam tabel Input-Output industri tembakau dikelompokkan ke dalam tiga sektor, yakni sektor tembakau, sektor cengkeh dan sektor industri rorkok seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kontribusi industri tembakau terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berdasarkan I-O Tahun 2005

Sektor (Juta Rp) Nilai Persentase (%) Terhadap Total PDB Agro Industri

Industri Tembakau Tembakau (Sektor 11) 1 043 243 0.04 0.31 2.18

Cengkeh (Sektor 14) 1 920 290 0.07 0.57 4.02

Industri Rokok (Sektor 34) 44 783 773 1.56 13.33 93.80 Industri Tembakau (Sektor 11, 14 & 34) 47 747 306 1.67 14.22 100 Total Agroindustri 335 850 665 11.67 100.00

Total PDB Indonesia 2005 2 876 891 630 100.00

Sumber : Rachmat at al. (2009) diolah berdasarkan data Tabel I-O Tahun 2005

(23)

besar dibandingkan dengan sektor cengkeh (0.07%) dan sektor tembakau (0,04%). Industri rokok sebagai agriculture-base industry (agroindustri) berkontribusi paling

besar terhadap agroindustri nasional (13,33%) jika dibandingkan dengan kontribusi sektor cengkeh (0,57%) dan sektor tembakau (0,31%). Demikian juga halnya dengan kontribusi industri rokok terhadap industri tembakau adalah terbesar jika dibandingkan dengan kontribusi sektor cengkeh dan sektor tembakau. Kontribusi industri rokok yang terbesar ini mengindikasikan bahwa rokok sebagai produk olahan komoditi tembakau (agroindustri tembakau) memiliki nilai tambah yang cukup besar, sehingga berperan cukup besar terhadap PDB nasional, agroindustri nasional dan industri tembakau. Dengan demikian, industri rokok layak dan menguntungkan untuk dikembangkan. Kelayakan tersebut senada dengan hasil analisis Priyarsono (2011) dengan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang menyimpulkan bahwa jika agriculture-base industry sebagai

subsektor manufaktur memiliki nilai tambah yang besar dan berkontribusi cukup besar terhadap PDB maka sektor tersebut layak dikembangkan.

Di samping itu, pengembangan industri rokok berkontribusi cukup besar pula terhadap cukai tembakau yang diindikasikan oleh perkembangan total penerimaan cukai dari tahun 2000 sampai 2012 yang cenderung meningkat walaupun persentase peningkatan berfluktuasi seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan cukai hasil tembakau dan produksi rokok di Indonesia

tahun 2000 sampai 2012

Tahun Cukai Rokok (Rp Triliun)

Peningkatan (%) (Rp Triliun)

Target Cukai (Rp Triliun)

Produksi Rokok (Miliar batang)

2000 11.10 - - -

2001 17.10 6.00 (54.05) - -

2002 22.80 5.70 (33.33) - -

2003 28.80 6.00 (26.32) - -

2004 28.60 -0.20 (-0.69) - -

2005 33.30 4.70 (16.43) - -

2006 37.80 4.50 (13.51) 36.52 216.8

2007 44.70 6.90 (18.25) 42.03 231.9

2008 49.92 5.22 (11.68) 44.53 249.7

2009 55.38 5.46 (10.94) 53.25 242.4

2010 63.29 7.91 (14.28) 55.86 249.1

2011 73.25 9.96 (15.74) 65.38 258.6

2012 67.64 -5.61 (-7.66) 79.86 268.4

Sumber : Kementerian Keuangan RI (β008, β009 dan β01β), diolah.

(24)

produksi rokok pada tahun 2012 mencapai jumlah terbesar dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut diduga merupakan salah satu dampak pemberlakuan PP 109 tahun 2012 tentang Pembatasan Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Selanjutnya, peran industri tembakau dalam ketenagakerjaan menunjukkan bahwa tenaga kerja yang terlibat secara langsung pada kegiatan on-farm sebesar 4,2

juta KK atau menghidupi sekitar 21 juta jiwa, sementara pada kegiatan off-farm

tercatat sekitar 6 juta jiwa dan kegiatan lainnya sekitar 1,4 juta jiwa (BPS RI, 2008). Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung pada sektor industri tembakau adalah 10,2 juta orang diantaranya adalah pengecer rokok dan pedagang asongan jumlahnya paling besar sebanyak 4,8 juta (Kementerian Perindustrian RI 2010).

Berdasarkan peran tersebut maka pengusahaan tembakau di Indonesia tetap dilakukan. Pengusahaannya didominasi oleh perkebunan rakyat (97%) pada tahun 2007, meningkat menjadi 98% pada tahun 2009 yang tersebar pada 134 kabupaten di 14 provinsi. Sedangkan status pengusahaannya adalah dalam bentuk Perkebunan Besar Negara (PBN) adalah sekitar 3% di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Jember provinsi Jawa Timur. Perkembangan luas areal dan produksi tembakau rakyat di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Luas areal dan produksi tembakau rakyat di Indonesia 2005 - 2011

No Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (ton)

Rata-rata (kg/Ha)

Jumlah Petani (KK) Tanam Panen

1. 2005 193 378 192 820 149 467 775 683 603

2. 2006 167 088 163 546 142 045 869 512 338

3. 2007 192 237 189 021 161 728 856 582 063

4. 2008 192 062 190 084 165 423 870 581 978

5. 2009 200 224 199 339 172 450 865 628 320

6. 2010 189 690 155 958 118 227 758 684 979

7. 2011 202 121 191 736 171 218 893 647 370

Sumber : Dirjen Perkebunan Deptan RI (2007 hingga 2011)

Tabel 3 menggambarkan bahwa perkembangan luas areal dan produksi tembakau rakyat cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir dari tahun 2005 hingga 2009. Luas areal dan produksi sempat menurun pada tahun 2010 karena terjadinya perubahan iklim (La Nina) pada tahun 2010.

Tembakau virginia adalah salah satu jenis tembakau rakyat yang diusahakan di 6 (enam) provinsi tersebar di 22 kabupaten di Indonesia. Usahatani tembakau virginia dengan areal terluas, produksi terbesar dan produktivitas yang relatif tinggi dan stabil diusahakan di provinsi NTB. Pengusahaannya dilakukan sekali dalam setahun setelah mengusahakan padi. Data BPS NTB (2010) menunjukkan bahwa produksi tembakau di NTB meliputi tembakau rajang dan tembakau virginia memberikan sharing terbesar kelima terhadap produksi nasional, yakni sebesar 57

(25)

Tabel 4 menunjukkan luas areal, produksi dan produktivitas tembakau virginia di enam provinsi di Indonesia.

Tabel 4 Luas areal, produksi dan produktivitas tembakau virginia di enam provinsi di Indonesia 2008 – 2009

No Provinsi Kabu

paten

Luas areal (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (ku/Ha) Petani (KK)

2008 2009 2008 2009 2008 2009 2008 2009

1. JATENG 2 12 49 22 74 18.33 15.10 41 102

2. D.I. Y. 3 115 209 221 305 19.22 14.59 535 1 522

3. JATIM 11 11 139 13 208 11 963 11 558 10.74 8.75 79 355 91 755

4. Bali 1 931 291 1 637 247 17.58 8.49 262 262

5. NTB 4 22 058 29 759 43 699 51 353 17.87 17.26 26 046 27 719

6. Lampung 1 300 300 5 100 5 520 17.50 18.50 150 155

Jumlah 22 34 655 44 119 62 642 69 057 - - 106 539 121 670

Sumber : Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian RI (2007 - 2009 dan 2009 - 2011)

Tabel 4 menggambarkan bahwa luas areal, produksi dan produktivitas tembakau virginia di NTB tertinggi dibandingkan dengan luas areal, produksi dan produktivitas di provinsi lainnya. Surakhmad (2002) mengemukakan bahwa tembakau virginia di Lombok NTB memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan tembakau virginia di wilayah lainnya yang diindikasikan oleh (1) produktivitasnya lebih tinggi (1,79 ton/ha) dibanding rata-rata produktivitas nasional (1,15 ton/ha); (2) mutunya setara dengan mutu tembakau impor terutama dari USA, Brazil dan Zimbabwe serta (3) warna dan aromanya yang khas. Selain itu, keunggulan komparatifnya lebih tinggi daripada komoditas pertanian lainnya terutama komoditi palawija (kacang tanah, kedele, jagung, kacang hijau) yang dapat diusahakan di Pulau Lombok NTB.

Agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok sudah berlangsung sekitar 4 dekade dan petani tetap mengusahakannya karena beberapa faktor penting yang menjadi pertimbangannya, yakni (1) Petani belum mempunyai pilihan komoditas lain yang lebih cocok dan menguntungkan untuk diusahakan setelah menanam padi; (2) Pemerintah daerah menjadikannya sebagai salah satu komoditi unggulan daerah yang berkontribusi terhadap PDRB karena dinilai memiliki keunggulan komparatif yang lebih besar daripada keunggulan komparatif komoditas pertanian lainnya; (3) keberadaan perusahaan-perusahaan swasta yang bermitra dengan petani sebagai pembeli hasil produksi mereka.

(26)

produksi sebesar 36 805 ton pada tahun 2000. Harga krosok yang relatif tinggi pada tahun 1998 mendorong petani mitra memperluas areal tanam dan menjadi pemicu munculnya petani-petani swadaya karena petani berharap harga krosok pada tahun 1998 akan terulang pada tahun 2000. Namun, harapan tersebut tidak menjadi kenyataan, artinya harga krosok turun drastis karena terjadi over supply,

sementara jumlah perusahaan sebagai pembeli pada tahun itu sangat terbatas. Akibatnya, pada tahun 2001 dan 2002 terjadi penurunan luas areal dan produksi karena banyak petani tidak mengusahakannya karena kerugian pada tahun 2000 persoalan turunnya harga.

Sumber : BPS NTB 1995 - 2011 dan Disbun NTB 2011 dan 2012

Gambar 1 Perkembangan luas areal dan produksi tembakau virginia di Pulau

Lombok NTB Tahun 1995 hingga 2012

Sumber : BPS NTB 1995 - 2011 dan Disbun NTB 2011 dan 2012

Gambar 2 Perkembangan produktivitas tembakau virginia di Pulau Lombok

NTB Tahun 1995 hingga 2012

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

L

1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013

(27)

Luas areal yang meningkat pada tahun 1999 dan 2000 dari tahun sebelumnya dan penurunan pada tahun 2001 dan 2002 mengindikasikan bahwa petani responsif terhadap harga output. Harga beli krosok oleh perusahaan mitra pada tahun 1998 lebih tinggi daripada harga krosok pada tahun-tahun sebelumnya karena krosok merupakan salah satu komoditi perkebunan yang diekspor, dan bersamaan pada tahun itu terjadi krisis ekonomi dan moneter. Perubahan harga output seperti ini merupakan salah satu persoalan yang pernah dihadapi oleh petani tembakau virginia di Pulau Lombok.

Persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh petani dalam pengembangan agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok pada masa lampau, dewasa ini dan masa yang akan datang adalah persoalan yang bersifat eksternal dan internal. Persoalan eksternal berkaitan dengan kondisi sumberdaya alam (SDA) dan sosial ekonomi global di luar batas kemampuan kendali petani. Contoh faktor eksternal berupa kondisi alam yang sering dihadapi petani adalah serangan hama dan penyakit secara tiba-tiba, variabilitas iklim dan cuaca ekstrim seperti terjadinya El Nino pada musim tanam 2006 dan La Nina pada musim tanam 2010 yang menyebabkan banyak petani gagal tanam dan gagal panen. Sedangkan persoalan faktor sosial ekonomi antara lain meliputi fluktuasi harga dalam negeri karena supply yang lebih besar daripada demand seperti turunnya harga pada tahun 2000 yang jauh lebih rendah daripada harga pada tahun 1998. Selain itu, adanya liberalisasi ekonomi yang mempermudah kran masuknya tembakau impor, sehingga berdampak terhadap harga tembakau lokal. Berikutnya, yang merupakan tantangan dalam pengusahaan agribisnis tembakau virginia adalah adanya kebijakan pemerintah yang mengatur pertembakauan nasional seperti terbitnya Peraturan Pemerintah RI Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Persoalan internal petani produsen tembakau virginia di pedesaan adalah kelemahan dan keterbatasan petani antara lain (1) Luas lahan garapan yang sempit; (2) Penguasaan teknologi produksi yang masih lemah; (3) Sulitnya akses permodalan (kredit) ke lembaga finansial formal; (4) Kelangkaan bahan bakar minyak tanah (kerosin) yang biasa dipergunakan oleh petani sebagai bahan bakar untuk pengomprongan sejak tahun 1980an. Kelangkaan terjadi karena dicabutnya subsidi bahan bakar minyak tanah sejak 2008, akibatnya petani beralih ke bahan bakar alternatif seperti kayu bakar, batu bara dan cangkang sawit; (5) Lemahnya petani dalam akses pemasaran output dan penguasaan pangsa pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional karena adanya informasi pasar yang asimetris antar para pelaku agribisnis, baik informasi pasar output maupun pasar input. Informasi yang asimetri (asymetric information) dalam pemasaran output

menyebabkan mahalnya biaya transakasi (Stiglitz 1985, 1992, 2000).

(28)

Kemitraan merupakan kelembagaan (institusi) yang biasa diterapkan dalam pengembangan agribisnis dan industrialisasi pertanian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi dampak informasi yang tidak sempurna, ketidakpastian, tingginya biaya transaksi dan risiko (Jobin 2008; Key and Runsten 1999; Grosh 1994). Kelembagaan (insttitusi) menurut konsep the New Institutional Economics (NIE) adalah aturan formal dan informal yang disertai dengan mekanisme penegakannya (Williamson 2000). Kemitraan (partnership) adalah salah satu institusi yang disebutkan dalam literatur NIE yang banyak diacu dan diaplikasikan sebagai salah satu solusi dan upaya penerapan kebijakan pertanian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Kherallah dan Kirsten 2002).

Dengan demikian, pengembangan agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok sejak tahun 1970an dilaksanakan melalui sistem kemitraan antara perusahaan swasta dan petani seperti penerapan kemitraan usaha dengan pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) sejak tahun 1970an hingga awal 1980an, yakni PIR-Perkebunan, PIR-Perunggasan, Tambak Inti Rakyat, Tebu Inti Rakyat yang diterapkan. Kemitraan agribisnis tembakau virgtinia di Lombok merupakan kemitraan tripatrit yang secara operasional mensinergikan tiga stakeholder yakni

(1) petani produsen sebagai masyarakat madani (civil society); (2) perusahaan

swasta (pabrikan) sebagai business society yang bermitra dengan petani untuk

membina dalam penerapan teknologi produksi untuk mencapai better farming, better business and better living; (3) pemerintah daerah sebagai penyelenggara

pemerintahan (political society), regulator dan mediator.

Hubungan fungsional antara perusahaan swasta dengan petani mitra dapat dioptimalkan dengan mengaktualisasikan peran dan fungsi pemda untuk fungsi bimbingan, pengawasan, pengendalian dan monitoring. Misalnya, Pemda menerbitkan surat ijin resmi perusahaan untuk bermitra dengan petani, melakukan kontrol dan pengawasan terhadap keaktifannya dalam membina petani. Pemda menjadi fasilitator pelaksanaan musyawarah penetapan harga output berdasarkan tingkat mutu (grade). Hal ini dilaksanakan sesuai ketentuan yang diatur dalam SK

Gubernur NTB No. 114 tahun 2000 yang setiap tahun ditinjau kembali dan disesuaikan. Surat Keputusan Gubernur NTB terakhir adalah Nomor 2 tahun 2007 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah nomor 4 tahun 2006 tentang usaha budidaya dan kemitraan tembakau virginia di Lombok NTB yang direvisi lagi pada awal tahun 2013. Hal ini dilaksanakan untuk memperkuat perinsip kemitraan menurut PP No. 44/97, yakni saling menguntungkan; saling membutuhkan; saling memperkuat antara kedua belah pihak dengan azas keadilan, kesederajatan dan prinsip kelanggengan. Perisnsip-perisnsip tersebut merupakan perinsip dasar yang masih berupa konsep belaka yang implementasinya perlu dikaji.

(29)

permodalan, teknologi produksi, informasi pasar, akses pasar dan kemampuan manajerial sumberdaya. Kelemahan kedua belah pihak yang bermitra dapat saling mengisi dan saling memberi kekuatan yang dimiliki, sehingga aktivitas ekonomi pada setiap subsistem agribisnis dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Namun, saling memberi kekuatan antara pihak yang bermitra bukanlah pemberian cuma-cuma, tetapi pemberian yang bermotifkan saling mengharapkan imbalan ekonomi. Hal ini mengindikasikan bahwa kemitraan agribisnis tembakau virginia merupakan kelembagaan ekonomi yang bersifat komersial karena masing-masing pihak yang bermitra bertujuan untuk mencapai keuntungan maksimum melalui peningkatan produksi, produktivitas dan efisiensi usahatani.

Analisis dampak kemitraan terhadap efisiensi usahatani tembakau virginia dan keuntungan petani pernah dilakukan oleh Hamidi (2008) dalam penelitiannya tentang keterkaitan antar pelaku dan dampak kemitraan dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB. Disimpulkannya bahwa petani mitra telah menyimpang dari kontrak yang diindikasikan oleh prilaku petani mitra yang

menjual sebagian hasil produksinya ke pembeli gelap yang merupakan

perpanjangan tangan perusahaan mitra tertentu. Petani berprilaku demikian karena perusahaan tidak menerapkan harga pembelian output yang layak sehingga petani mitra memilih untuk menjual sebagian hasil produksinya kepada pembeli gelap karena adanya perbedaan harga. Selain itu, petani menghindar dari pemotongan kredit pada penjualan awal. Hal ini mengindikasikan petani sangat memerlukan uang cash untuk biaya produksi pada pengomprongan berikutnya.

Selain itu, Hamidi (2008) menyimpulkan pula bahwa petani mitra menjual sebagian sarana produksi seperti pupuk, ZPT dan pestisida yang diperoleh dengan cara kredit dari perusahaan mitra kepada petani swadaya untuk menambah modal kerjanya. Simpulan tersebut mengindikasikan bahwa institusi kemitraan belum berfungsi sesuai dengan misi kemitraan untuk mencapai Better Farming. Artinya,

perusahaan belum optimal membina dan mengawasi petani mitra dalam menerapkan teknologi yang dianjurkan oleh perusahaan.

Simpulan tersebut kontradiktif dengan simpulan yang mengatakan bahwa kemitraan berdampak positif terhadap efisiensi usahatani tembakau virginia dan keuntungan petani di Pulau Lombok. Jika petani mitra benar menjual sebagian pupuk yang direkomendasikan oleh perusahaan kepada petani swadaya maka petani mitra tidak menerapkan rekomendasi pemupukan dari perusahaan, artinya bahwa petani belum sempurna menerapkan teknologi. Padahal, perusahaan telah merekomendasikan penggunaan jenis dan dosis pupuk sesuai dengan luas lahan garapan. Dengan demikian, dapat diduga bahwa petani tidak akan dapat mencapai produksi maksimum karena penerapan teknologi penggunaan pupuk tidak sesuai dengan rekomendasi perusahaan mitra. Selain itu, kesimpulan yang mengatakan bahwa petani mitra menjual sebagian hasil produksinya kepada pembeli gelap

(30)

Simpulan yang kontradiktif tersebut menjadi salah satu sumber inspirasi untuk perlunya melakukan kajian pengaruh kemitraan terhadap efisiensi agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB. Efisiensi usahatani yang ditemukan oleh Hamidi (2008) mencerminkan efisiensi produksi di tingkat usahatani (on farm) secara rata-rata. Artinya, hasil analisis belum mengungkap secara jelas

berapa persen petani telah mencapai efisiensi teknis maupun efisiensi keuntungan terutama yang mendekati fungsi produksi batas (frontier). Selain itu, analisis

tersebut belum mengungkap sumber-sumber inefisiensi secara jelas karena model pendekatan analisis yang digunakan belum bisa menjelaskannya faktor inefisiensi dengat tepat, sehingga gambaran pengaruh kemitraan terhadap efisiensi agribisnis terutama pencapaian efisiensi teknis dan efisiensi keuntungan secara individu dan keseluruhan serta faktor inefisiensi belum dapat diungkap. Hal ini penting diungkap karena tujuan dan sasaran penerapan kemitraan pada usaha agribisnis tembakau virginia bukan ditujukan kepada petani secara individu dan/atau sekelompok petani tertentu, namun kemitraan ditujukan untuk petani tembakau Virginia secara keseluruhan sebagai agents. Di samping itu, kemitraan tidak

berorientasi pdada pendapatan petani saja, namun lebih berorientasi pada peningkatan keuntungan usahatani yang ditentukan oleh harga output dan harga input, tingkat produksi dan produktivitas sebagai akibat penerapan teknologi.

Oleh karena itu, tingkat keuntungan usahatani sering digunakan sebagai indikator kinerja ekonomi suatu usahatani. Kinerja ekonomi yang rendah (poor economic performance) disebabkan oleh tingkat efisiensi teknis yang rendah

(John 1980) karena kinerja ekonomi tersebut ditentukan oleh tingkat efisiensi teknis dan inefisiensi teknis. Tingkat efisiensi ditentukan oleh keterampilan petani produsen dalam manajemen sumberdaya (input) dalam proses produksi. Terkait dengan tingkat efisiensi teknis sebagai penentu kinerja ekonomi, Pack (1974) dalam John (1980) telah membuktikan bahwa kinerja ekonomi sangat

ditentukan oleh tingkat efisiensi teknis. Pembuktian tersebut dilakukan melalui penelitian efisiensi teknis perusahaan dengan 6 jenis industri di beberapa lintas negara. Penelitian lainnya yang senada dengan penelitian tersebut dan lebih mendetail telah dilakukan pada sektor manufaktur dengan kesimpulan bahwa pelatihan manajerial dan latihan kompetensi para produsen berpengaruh signifikan terhadap kinerja ekonomi. Leibenstein (1966) dalam John (1980) juga mengemukakan bahwa biaya sosial (social cost) karena inefficiency secara

substantial dipengaruhi oleh alokasi sumberdaya (input) yang kurang tepat dalam usahatani.

Inefisiensi teknis maupun inefisiensi keuntungan penting diungkap karena inefisiensi teknis merupakan salah satu komponen penting dalam mengukur kinerja ekonomi yang diindikasikan oleh keuntungan (John 1980), yang mana keuntungan ditentukan juga oleh harga. Oleh karena itu, peningkatan produksi tidak akan berarti jika tidak disertai dengan harga output yang layak dan biaya produksi yang minimum. Selain itu, tercapainya efisiensi keuntungan terkait dengan pengaruh faktor harga input dan harga output serta terdapat juga masalah eksternal dan internal yang dihadapi oleh petani yang berpotensi menjadi sumber inefisiensi teknis maupun inefisiesni keuntungan.

(31)

pengaruh kemitraan terhadap efisiensi dan inefisiensi teknis, efisiensi dan inefisiensi keuntungan usaha agribisnis tembakau virginia maka pengaruh kemitraan terhadap efisiensi agribisnis tembakau virginia di Lombok masih perlu dikaji dengan memilih pendekatan model analisis yang tepat.

Perumusan Masalah

Manfaat kemitraan bagi petani berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan antara lain adalah (1) mencapai keuntungan maksimum usahatani melalui peningkatkatkan produktivitas dan efisiensi produksi; (2) jaminan peningkatan kuantitas, kualitas dan kontinyuitas produksi serta skala ekonomi (economies of scale); (3) mencegah fluktuasi

penawaran yang mengakibatkan gejolak harga; (4) menurunkan risiko kerugian sebagai akibat dari faktor eksternal dan internal serta keterbatasan petani terhadap akses pasar; (5) Meningkatkan daya saing output dan ketahanan ekonomi secara regional maupun nasional, (6) memberdayakan ekonomi masyarakat petani secara keseluruhan melalui peningkatan produksi untuk mencapai keuntungan maksimum. Manfaat kemitraan tersebut senada dengan tujuan dan orientasi ekonomi dari kemitraan yang dikemukakan oleh Levin dan Tadelis (2002), yakni kemitraan berorientasi pada (1) pencapaian keuntungan maksimum melalui peningkatan efisiensi profit diantara rekan bisnis (agents); (2) pencapaian profit maksimum

melalui peningkatan kualitas produk yang dihasilkan oleh klien (agents) yang

memiliki keahlian professional. Menurut Levin dan Tadelis (2002) kemitraan yang berorientasi ekonomi sangat perlu menekankan dan memperhatikan faktor modal manusia (human capita)l mitra bisnis (agents) seperti : pendidikan, pengalaman,

kejujuran yang menunjang keterampilan manajerial dalam alokasi sumberdaya untuk mencapai efisiensi. Oleh karena itu, perekrutan agents dilakukan secara

selektif sesuai kriteria yang ditetapkan oleh perushaan (principals).

Berdasarkan manfaat kemitraan tersebut maka kemitraan diterapkan juga dalam pengembangan agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB sejak tahun 1969. Perusahaan swasta merekrut petani tembakau virginia secara selektif berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Kemitraan agribisnis tembakau virginia adalah kerja sama antara fabrikan (perusahaan swasata tembakau) dengan petani tembakau virginia dalam aspek teknologi, modal dan pasar yang berazaskan saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Lahirnya azaz tersebut karena adanya perbedaaan kekuatan dan kelemahan antara pihak petani (agents) dan perusahaan (principal) dalam

penguasaan sumberdaya lahan, modal, teknologi, informasi harga dan pasar, dan akses pemasaran output.

Petani produsen memiliki sumberdaya lahan dan tenaga kerja, namun mereka memiliki keterbatasan modal, teknologi dan limitnya akses dan informasi pasar, sehingga lahan yang dimilikinya tidak dapat dioptimalkan pemanfaatannya dalam kegiatan ekonomi untuk memperoleh manfaat ekonomi. Oleh karena itu, petani membutuhkan perusahaan karena perusahaan memiliki kekuatan permodalaan, menguasai teknologi produksi dan informasi pasar, baik domestik, regional maupun internasional.

(32)

untuk mencapai tujuannya tanpa bekerjasama dengan petani karena perusahaan tidak menguasai dan memiliki lahan di pedesaan. Misalnya, informasi pasar seperti harga pasar domestik, regional dan internasional sudah diketahui oleh perusahaan, sedangkan petani tidak mengetahuinya. Berdasarkan informasi harga dan situasi pasar, maka perusahaan dapat menentukan berapa persen krosok dibeli untuk keperluan bahan baku industri rokok dan berapa persen untuk diperdagangkan. Namun demikian, perusahaan tidak dapat mewujudkan target berapa ton volume pengadaan tiap tahun tanpa bermitra dengan petani karena perusahaan tidak memiliki lahan. Informasi pasar sering juga digunakan oleh perusahaan sebagai dasar untuk merumuskan penentuan harga pembelian output (krosok) dan memasang target volume quota pembelian krosok tiap tahun dari petani.

Sebagai aktualisasi dari azas saling membutuhkan, saling memperkuat dan menguntungkan antara perusahaan dan petani, maka ada tiga misi kemitraan agribisnis tembakau virginia yang menjadi komitmet antara perusahaan (principals)

dan petani (agents) untuk mencapai better farming, better business dan better living. Aspek pertama adalah transfer teknologi, artinya perusahaan membina petani dalam proses produksi dengan mentransfer teknologi produksi ke petani sebagai mitra bisnis dengan cara pelatihan, penyuluhan dan percontohan (demplot). Perusahaan secara selektif membentuk kelompok sasaran (target group) yang

dijadikan sebagai petani binaan dan mitra bisnis untuk memproduksi krososk sesuai preferensi perusahaan. Aspek kedua adalah finansial (permodalan). Petani memperoleh sarana produksi dari perusahaan dengan cara dihutang yang pembayarannya dilakukan setelah panen. Aspek ketiga adalah penjualan output kepada perusahaan. Perusahaan membeli kerosok dari petani, dan petani harus menjual hasil produksinya ke perusahaan mitranya sesuai dengan perjanjian (kontrak).

Kemitraan agribisnis tembakau virginia Flue Cured (FC) di Pulau Lombok

sudah berlangsung selama kurang lebih 4 dekade sampai tahun 2013. Pelaksanaan kemitraan pada tahun 1990an hingga 2005 dinilai berjalan cukup intensif dan efektif (Disbub NTB 2010). Namun perkembangan pelaksanaannya dalam lima tahun terakhir terutama di tingkat usahatani (on farm) dirasakan

mengalami kemunduran (stagnan). Kemunduran tersebut diindikasikan oleh menurunnya kualitas pembinaan, baik oleh Pemda maupun oleh Pengusaha Tembakau/Fabrikan, dihapuskannya kelembagaan Penyuluh dan Pelaksana Teknis Perkebunan intensifikasi tembakau Virginia (UPP-ITV dan PPL BUN), tidak terdukungnya permodalan petani oleh lembaga Perbankan maupun perusahaan mitra secara optimal, adanya perluasan tanaman tembakau Virginia pada lahan–lahan yang kurang sesuai untuk tembakau

dan pasarnya tidak jelas, menurunnya tingkat implementasi teknik

budidaya terutama penggunaan benih, varietas, pupuk dan pestisida, sehingga kualitas krosok menurun dan terjadinya fluktuasi

luas areal, produksi dan produktivitas. Ironinya, kemunduran tersebut terjadi justru setelah terbit Peraturan Daerah (Perda) No 4 Tahun 2006 tentang Usaha Budidaya dan Kemitraan Tembakau Virginia dan Peraturan Gubernur (Pergub) No 2 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaannya yang mengatur pengusahaan tembakau di NTB.

(33)

harga yang ditetapkan dalam musyswarah harga karena petani tidak memiliki alternatif akses pasar selain perusahaan di Pulau Lombok. Namun, isu yang sering mencuat adalah bargaining position petani lemah karena petani sebagai penerima harga, yang mana harga berada di pihak perusahaan, shingga diduga harga berpengaruh terhadap keuntungan. Hal ini terkait juga dengan salah satu aspek penting kemitraan antara perusahaan dan petani, yakni perusahaan membeli hasil produksi petani. Masyarakat petani sering mengajukan tuntutan ke perusahaan untuk membeli hasil produksinya dan

meminta perusahaan secara transparan dalam penilaian grade dan

pemberlakuan harga sesuai dengan besarnya biaya produksi. Rata-rata total biaya produksi agribisnis tembakau virginia cukup tinggi adalah Rp 43 juta hingga Rp 48 juta per Ha tetapi petani selalu mengusahannya. Tuntutan ini diekspresikan oleh masyarakat petani melalui aksi demo ke perusahaan pada bulan Oktober 2012. Kejadian ini menggambarkan bahwa petani sangat memerlukan perusahaan untuk membeli hasil produksinya karena petani tidak mempunyai alternatif lain dalam pemasaran hasil produksi.

Jika masalah tersebut tidak diatasi dengan baik maka tidak menutup kemungkinan menurunnya kontribusi tembakau Virginia Lombok terhadap produksi tembakau nasional dan industri hasil tembakau nasional. Selain itu, kemampuan daya saing tembakau Virginia Lombok akan semakin merosot dibandingkan dengan daerah penghasil tembakau Virginia lain di dalam negeri maupun luar negeri, dan semakin tingginya kesenjangan antara demand dan supply. Pada gilirannya, tembakau Virginia Lombok tidak bisa secara berkelanjutan menjadi pilihan bisnis yang menguntungkan dan berkontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi di NTB.

Sistem Agribisnis tembakau virginia meliputi subsistem hulu, subsistem

usahatani, subsistem pengolahan dan pemasaran serta faktor penunjang. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan agribisnis tembakau virginia

meliputi pengusahaan tembakau Virginia pada tingkat on farm sampai

pengolahan hasil yang menghasilkan produk akhir berupa daun tembakau kering (krosok) yang dilanjutkan dengan penjualan ke perusahaan. Pengolahan hasil menggunakan bahan bakar minyak tanah (BBMT) sejak tahun 1980an. Namun, karena adanya krisis energi sejak tahun 2005, maka terjadi kelangkaan bahan bakar minyak tanah (BBMT), sehingga sejak tahun 2008 subsidi minyak tanah untuk rumah tangga dan industri termasuk pengomprongan tembakau virginia dihentikan oleh pemerintah. Akibatnya, petani beralih ke bahan bakar alternatif. Kelangkaan bahan bakar ini mengancam keberlangsungan agribisnis tembakau virginia karena bahan bakar adalah salah satu input fisik utama dalam agribisnis tembakau virginia. Oleh karena itu, penggunaan bahan bakar alternatif tersebut menggambarkan bahwa situasi dan dinamika usaha agribisnis tembakau virginia sangat berbeda dengan situasi dan dinamika pada masa penggunaan BBMT. Bahan bakar alternatif yang dipergunakan adalah kayu bakar, batu bara, cangkang sawit, cangkang kemiri dan LPG. Konsekwensi penggunaan bahan bakar alternatif adalah tambahan biaya karena petani harus melakukan renovasi tungku (konversi tungku dengan BBMT menjadi tungku dengan bahan bakar alternatif).

(34)

memaksimalkan keuntungan dengan menjalankan usahanya secara efisien. Namun keuntungan maksimum tidak dapat dicapai secara sempurna karena adanya faktor inefisiensi (Battese 1991). Inefisiensi adalah suatu kondisi atau

tahapan dimana tujuan dari petani produsen sebagai pelaku ekonomi belum dimaksimalkan secara penuh (Adiyogo 1999). Artinya, seorang petani produsen kemungkinan tidak dapat memaksimumkan keuntungan dengan berusahatani mencapai efisiensi sempurna karena berhadapan dengan kondisi lingkungan eksternal yang tidak mendukung aktivitas produksi atau pemasaran hasil produksi. Faktor inefisiensi merupakan bagian yang sudah biasa dalam berusahatani. Petani produsen berpeluang untuk melakukan penyimpangan teknis yang berulang-ulang dalam mengelola usahataninya, sehingga menyebabkan rendahnya perolehan output dan tingginya biaya produksi yang mengakibatkan menurunnya keuntungan (inefisiensi keuntungan) (Adiyogo 1999). Hal ini terjadi tidak hanya disebabkan oleh faktor internal petani, tetapi disebabkan pula oleh faktor eksternal. Oleh karena itu, perlu juga dipertimbangkan beberapa faktor yang merupakan sumber inefisiensi dalam agribisnis tembakau virginia yang belum diungkap dalam penelitian sebelumnya. Inefisiensi dapat bersumber dari operasional sistem kemitraan agribisnis tembakau virginia, yakni petani adalah sebagai penerima harga, baik harga input maupun harga output, dan faktor internal yang berkaitan dengan keterampilan dan pengalaman petani, serta kemungkinan terjadinya gangguan faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan.

Berdasarkan fakta di atas dan alasan yang mendasari kemitraan agribisnis tembakau virginia antara perusahaan dengan petani terutama terkait dengan azas saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan, maka masalah kemitraan terletak pada masalah efisiensi dan keuntungan agribisnis tembakau virginia. Kemitraan mengakomodir dan mengorganisir

petani sebagai agents untuk mencapai keuntungan stinggi-tingginya dengan

pemanfaatan lahan yang dimiliki secara optimal melalui transfer teknologi, akses pasar dan fasilitasi permodalan (kredit). Dengan demikian, sebagaimana diungkapkan bahwa motif dan orientasi kemitraan adalah kesejahteraan masyarakat tani melalui peningkatan keuntungan usahatani.

Pengaruh kemitraan terhadap keuntungan dapat dikaji dengan mengukur efisiensi sebagai indikator karena efisiensi merupakan salah satu indikator kinerja ekonomi petani. Seperti diungkapkan di muka bahwa kinerja ekonomi yang rendah (poor economic performance) dipengaruhi oleh

tingkat efisiensi teknis yang rendah (John 1980), yang mana tingkat efisiensi ditentukan pula oleh keterampilan petani dalam manajemen sumberdaya (input) dalam proses produksi (Worthington and Dollery 2000). Efisiensi diukur melalui efisiensi teknis dan efisiensi alokatif (Farrell 1957). Namun, dalam perkembangan berikutnya, pengukuran efisiensi tidak hanya terfokus untuk mengkaji efisiensi penggunaan input dalam proses produksi. Pengukuran efisiensi diterapkan juga dalam berbagai perusahaan dan lembaga, baik yang berorientasi profit maupun non-profit untuk menilai kinerja (Coelli 1998). Oleh karena itu, pengaruh kemitraan terhadap keuntungan agribisnis tembakau virginia perlu juga dikaji dengan mengukur efisiensi keuntungan.

(35)

yang mengkaji pengaruh kemitraan terhadap efisiensi keuntungan masih sangat kurang. Oleh karena itu, pengaruh kemitraan terhadap efisiensi keuntungan antar petani dan petani secara keseluruhan masih perlu dikaji. Hamidi (2008) pernah menganalisis dampak kemitraan terhadap efisiensi usahatani dan terhadap keuntungan petani dalam penelitiannya tentang keterkaitan antar pelaku dan dampak kemitraan dalam agribisnis tembakau virginia di Lombok. Disimpulkannya bahwa kemitraan berdampak positif terhadap efisiensi usahatani tembakau virginia di Pulau Lombok dan berdampak positif juga terhadap keuntungan petani. Namun, kesimpulan tersebut tidak didasarkan pada capaian nilai indeks efisiensi teknis dan efisiensi keuntungan tertentu yang menjadi standar kriteria efisiensi, sehingga belum dijelaskan berapa persen petani mencapai tingkat efisiensi teknis dan berapa persen petani sudah menikmati keuntungan dari kemitraan. Padahal, kemitraan itu tidak semata-mata berorientasi pada produksi dan produktivitas yang tinggi, namun berorientasi pada keuntungan masyarakat petani. Jika orientasi dan motif kemitraan adalah peningkatan produksi tanpa mempertimbangkan aspek keuntungan maka pihak yang diuntungkan bukan petani, melainkan pihak perusahaan mitra. Selain itu, masih ada hal-hal yang belum diungkap dalam penelitian tersebut terutama yang terkait dengan fakta dan masalah luas areal minimum, status penguasaan lahan, fakta kondisi dan situasi agribisnis tembakau virginia yang beralih ke penggunaan bahan bakar alternatif untuk pengeringan, pengusahaan tembakau virginia pada jenis lahan yang berbeda serta faktor pengalaman dan akses kredit.

Produktivitas dan produksi yang tinggi tidak akan bermakna bagi petani jika tidak disertai dengan harga output yang layak dan minimalisasi biaya produksi. Oleh karena belum terungkapnya secara jelas aspek-aspek yang menjadi indikator penting untuk menilai pengaruh positif kemitraan dan adanya berbagai persoalan internal dan eksternal lainnya dalam agribisnis tembakau virgtinia yang berpotensi menjadi faktor inefisiensi, maka perlu melakukan kajian secara komprehensif pengaruh kemitraan terhadap efisiensi agribisnis tembakau virginia dengan memilih pendekatan model analisis yang tepat.

(36)

dan keuntungan petani agribisnis tembakau virginia. Apakah kenaikan produksi menguntungkan petani dikaitkan dengan harga yang ditetapkan oleh perusahaan. (5) Apakah akses permodalan (kredit) pada kemitraan berperan dalam menurunkan inefisiensi keuntungan.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, dengan pendekatan fungsi produksi stokastic frontier dan fungsi keuntungan translog stokastik frontir, penelitian ini akan menjawab pertanyaan apakah kemitraan berpengaruh terhadap efisiensi teknis dan efisiensi keuntungan, dan apakah setiap petani agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok telah mencapai efisiensi teknis dan efisiensi keuntungan, benarkah telah efisien. Faktor-faktor apa yang dominan mempengaruhi efisiensi dan inefisiensi teknis serta efisiensi dan inefisiensi keuntungan. Apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi petani tembakau virginia dalam situasi agribisnis tembakau virginia yang berubah dewasa ini untuk keberlanjutan pengembangannya.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kemitraan terhadap efisiesni agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi stokastik frontir dan fungsi keuntungan translog stokastik frontir. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tembakau virginia dalam bentuk krosok dan faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan petani agribisnis tembakau virginia.

2. Mengkaji pengaruh kemitraan terhadap efisiensi teknis dan inefisiensi teknis agribisnis tembakau virginia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

3. Mengkaji pengaruh kemitraan terhadap efisiensi dan inefisiensi keuntungan agribisnis tembakau virginia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Secara praktis diharapkan bermanfaat sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam manajemen pertembakauan di Pulau Lombok NTB terutama yang berkaitan dengan implementasi kemitraan. Penelitian ini bagi petani produsen diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan efisiensi teknis serta perbaikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Melalui penyempurnaan sistem kemitraan dan tata niaga tembakau di Pulau Lombok diharapkan kemitraan dapat memenuhi perinsip dasar, peran, tujuan dan sasaran kemitraan, sehingga tetap dapat diunggulkan sebagai salah satu sumber kekuatan ekonomi rakyat di Pulau Lombok NTB.

Gambar

Tabel 1 Kontribusi industri tembakau terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Tabel 3 Luas areal dan produksi tembakau rakyat di Indonesia 2005 - 2011
Tabel 4 Luas areal, produksi dan produktivitas tembakau virginia di enam
Gambar 1 Perkembangan luas areal  dan produksi tembakau virginia  di Pulau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setiap pemegang jabatan struktural di STIK Avicenna termasuk Prodi S1 Ilmu Gizi, harus dapat menjalankan fungsinya berdasarkan job descriptionnya. Ketua PS

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor yang berasal dari sel epitel yang me nutupi permukaan nasofaring, disebut juga sebagai tumor Kanton (Canton Tumor).1,2 Menurut estimasi

Dalam trend turun, dua lembah yang terbentuk menunjukkan harga telah menemui satu tahap sokongan yang kuat dan tidak jatuh ke bawahnya.. Kekuatan isyarat kenaikan dalam double

Fase Efektor dari respons imun adalah tahap pada waktu limfosit telah teraktifkan oleh imunogen dan dalam keadaan yang dapat berfungsi mengeliminasi imunogen tersebut. 7

Muhammadiyah Yogyakarta, menyebabkan data operasionalnya mengalami penurunan dalam hal penyampaian informasi kepada pasien sehingga data tersebut kurang informatif, yang mana

Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Pekajangan, Kabupaten Pekalongan selalu berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) baik secara formal maupun informal. Hal