• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikatur Percakapan Iklan Produk Kosmetik di Televisi: Tinjauan Pragmatik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implikatur Percakapan Iklan Produk Kosmetik di Televisi: Tinjauan Pragmatik"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI :

TINJAUAN PRAGMATIK

SKRIPSI

OLEH

SITI AYU NURHIDAYATI NIM 090701021

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI : TINJAUAN PRAGMATIK

OLEH

SITI AYU NURHIDAYATI

NIM 090701021

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana

sastra dan telah disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ida Basaria, M.Hum. Drs. Pribadi Bangun, M.Hum. NIP 196211111987022002 NIP 195810191986011002

Departemen Sastra Indonesia Ketua

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang

saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan

gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2013

(4)

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI: TINJAUAN PRAGMATIK SITI AYU NURHIDAYATI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

ABSTRAK

Penelitian ini membahas implikatur percakapan yang terjadi pada iklan produk kosmetik di televisi ditinjau dari segi pragmatik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan jenis implikatur percakapan yang terdapat dalam bahasa iklan produk kosmetik di televisi serta menganalisis jenis-jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat di dalam bahasa iklan tersebut. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak lalu dianalisis menggunakan metode padan. Teori yang digunakan untuk menganalisis data yaitu teori implikatur oleh H.P.Grice dan tindak tutur oleh J.L. Austin dan Searle. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implikatur percakapan iklan produk kosmetik di televisi terjadi karena melanggar maksim- maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Maksim-maksim yang dilanggar adalah maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim cara. Iklan produk kosmetik di televisi memiliki jenis implikatur konversasional. Bahasa iklan produk kosmetik di televisi ini juga ditemukan tiga jenis tindak tutur yaitu: (1) tindak lokusi, (2) tindak ilokusi, dan (3) tindak perlokusi. Berdasarkan lima kategori tindak tutur ilokusi yang dikemukakan Searle, disimpulkan bahwa bahasa iklan produk kosmetik di televisi mengandung ilokusi representatif jenis mengusulkan, direktif jenis menyuruh, komisif jenis menawarkan, dan ekspresif jenis memuji.

(5)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Implikatur Percakapan Iklan ProdukKosmetik di Televisi: Tinjauan Pragmatik ini penulis selesaikan sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan, nasihat, dukungan moral, maupun petunjuk praktis. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak di bawah ini.

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A., selaku Pembantu Dekan I, Bapak Drs. Syamsul Tarigan, M.A., selaku Pembantu Dekan II, dan Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A., selaku Pembantu Dekan III.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si, selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., selaku Sekretaris Departemen

Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dr. Ida Basaria, M.Hum, selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan arahan dan saran kepada penulis, baik dalam perkuliahan maupun saat proses penulisan skripsi.

5. Bapak Drs. Pribadi Bangun, M.Hum, selaku pembimbing II yang telah banyak mendukung dan membantu penulis dalam penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

(6)

7. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, baik dalam bidang linguistik, sastra, maupun bidang-bidang umum lainnya. Dan tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Saudari Tika, yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

8. Kedua orang tua, Sukardi (Alm.) dan Suminem, yang tidak henti-hentinya memanjatkan doa dan bekerja keras agar penulis dapat meraih gelar sarjana. Terima kasih atas kegigihan ayahanda dan ibunda, segala dukungan baik moral, material, maupun spiritual dalam doa yang membuat penulis kuat dan mampu menyelesaikan skripsi ini. Ananda tahu berjuta terima kasih tidak akan cukup membalas kasih sayang kalian.

9. Saudara-saudara tercinta , Kakanda Juminah, S.Pd. beserta Abang Sunarji Tanjung, Abangda Suwarno beserta Kak Susiyani, Abangda Suyadi beserta Kak Partinem, Kakanda Sugiyem beserta Abang Mardianto, Abangda Suprianto, S.P. beserta Kak Sri Hidayati, A.Md., dan Abangda Suparli, S.E beserta Mandasari, S.Pd., yang selalu memberi semangat dan dukungan baik moral maupun materil kepada penulis selama masa pendidikan.

10.Keponakan-keponakan yang penulis banggakan, Dika Pratiwi Tanjung, A. MKeb., Arini Ramadhani Tanjung, S.Pd., Yulia Annisa Tanjung, Dilla Atika Sari, Nurfadilla Utami, Wardah Khairani, Nurmala Mustika Dewi, Reza Fahlevi, Khairul Rahman, Amanda Nur Fadilla, Deva Leonardo, Deni Irawan, Bagus Dermawan, Riski Ardiansyahputra, M. Dian Said, Namira Nazwa Safhira, Fairus Hawari, Rian Safaras, dan Sarah.

11.Sahabat-sahabat stambuk 2009, khususnya Emma Marsela, Riski Handayani, Andryana Sari, dan Dita Wulandari Pangesti Lestari yang selalu mendorong penulis untuk menghasilkan karya yang terbaik.

(7)

Reni, Yuni, dll yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih telah mewarnai kehidupan penulis selama di kampus, memberi semangat, dan persahabatan yang indah. Semoga Allah selalu menjaga ukhuwah kita. 13.Terima kasih kepada berbagai pihak yang turut membantu penyelesaian

skripsi ini baik dalam bentuk dukungan moral maupun materil tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penyelesaian skripsi ini telah diusahakan keilmiahannya oleh penulis dengan bantuan materi dari berbagai pihak. Kelemahan atau kesalahan tetap menjadi tanggung jawab penulis. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, khususnya dapat dijadikan sumber acuan dalam penelitian mengenai wacana iklan yang berhubungan dengan kajian pragmatik.

Medan, Juli 2013

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….. i

PRAKATA ………. ii

DAFTAR ISI ………. . v

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ………... 1

1.2Rumusan Masalah ……….. 5

1.3Pembatasan Masalah ………. 5

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 5

1.4.1 Tujuan Penelitian ………. 5

1.4.2 Manfaat Penelitian ………... 6

1.4.2.1Manfaat Teoretis ……….. 6

1.4.2.2Manfaat Praktis ……….... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep ………. 7

2.1.1 Bahasa ……….. 7

2.1.2 Iklan ………. 8

2.1.3 Kosmetik……….. 10

2.2Landasan Teori ………. 12

2.2.1 Pengertian Pragmatik ……… 12

2.2.2 Konteks ……… 13

2.2.3 Peristiwa Tutur ………. 14

2.2.4 Pengertian Implikatur ……… 16

2.2.5 Jenis Implikatur ………. 21

(9)

2.2.5.2Implikatur Konversasional ……….. 22

2.2.6 Tindak Tutur ……… 23

2.3Tinjauan Pustaka ………. 25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 29

3.1.1 Lokasi Penelitian ……… 29

3.1.2 Waktu Penelitian ……… 29

3.2 Sumber Data ……….. 29

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……… 29

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ………. 30

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Implikatur Percakapan Iklan Produk Kosmetik di Televisi ……… 39

4.2 Tindak Tutur Ilokusi Iklan Produk Kosmetik di Televisi …………. 70

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ……… 85

(10)

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI: TINJAUAN PRAGMATIK SITI AYU NURHIDAYATI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

ABSTRAK

Penelitian ini membahas implikatur percakapan yang terjadi pada iklan produk kosmetik di televisi ditinjau dari segi pragmatik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan jenis implikatur percakapan yang terdapat dalam bahasa iklan produk kosmetik di televisi serta menganalisis jenis-jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat di dalam bahasa iklan tersebut. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak lalu dianalisis menggunakan metode padan. Teori yang digunakan untuk menganalisis data yaitu teori implikatur oleh H.P.Grice dan tindak tutur oleh J.L. Austin dan Searle. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implikatur percakapan iklan produk kosmetik di televisi terjadi karena melanggar maksim- maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Maksim-maksim yang dilanggar adalah maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim cara. Iklan produk kosmetik di televisi memiliki jenis implikatur konversasional. Bahasa iklan produk kosmetik di televisi ini juga ditemukan tiga jenis tindak tutur yaitu: (1) tindak lokusi, (2) tindak ilokusi, dan (3) tindak perlokusi. Berdasarkan lima kategori tindak tutur ilokusi yang dikemukakan Searle, disimpulkan bahwa bahasa iklan produk kosmetik di televisi mengandung ilokusi representatif jenis mengusulkan, direktif jenis menyuruh, komisif jenis menawarkan, dan ekspresif jenis memuji.

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh

suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri

(Kridalaksana ,1984: 19). Bahasa mempunyai fungsi yang penting bagi manusia

terutama fungsi komunikatif. Bahasa sebagai alat komunikasi dapat digunakan

untuk menyampaikan informasi atau berita, fakta, pendapat, dan lain-lain dari

seorang penutur. Bahasa adalah percakapan yang baik, sopan santun; sistem

lambang bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi (Abdillah

dan Prasetyo, 2007: 69).

Pemakaian bahasa dalam kehidupan manusia dapat ditemukan dalam berbagai

kegiatan, salah satunya dalam perdagangan khususnya penawaran barang yang

sering disebut iklan. Iklan merupakan salah satu bentuk wacana transaksional

(Samsuri,1987 ; Kinneavy,1971:4) sebab iklan merupakan bentuk penggunaan

bahasa yang ada di masyarakat untuk menyalurkan pesan dari seorang pengusaha

(atau lainnya) kepada calon konsumen (Rani, 2004:7). Iklan merupakan

komunikasi tidak langsung melalui media, biasanya kalimat-kalimat dalam iklan

tersusun rapi atau bahkan berupa wacana untuk menarik konsumen. Iklan sebagai

alat komunikasi atau penghubung antara produsen dengan konsumen dalam

menawarkan barang atau jasa yang dirasakan lebih efisien. Bahasa dalam iklan

yang berupa implikatur percakapan dibuat menarik tanpa melupakan kaidah

(12)

Dalam sebuah percakapan, untuk dapat memahami makna tersirat suatu ujaran

pemahaman mengenai implikatur sangat diperlukan. Makna yang tersirat dalam

suatu percakapan disebut juga sebagai implikatur percakapan. Dengan kata lain,

implikatur percakapan adalah proposisi atau pernyataan implikatif, yaitu apa yang

mungkin diartikan, disiratkan, atau yang dimaksudkan penutur berbeda dengan

apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur dalam suatu percakapan (Grice

dalam Gunarwan, 2004:247).

Implikatur suatu ujaran ditimbulkan akibat adanya pelanggaran prinsip

percakapan. Prinsip percakapan adalah prinsip yang harus diperhatikan dan yang

harus dipatuhi oleh pengguna bahasa agar komunikasi dapat berjalan dengan

lancar. Selanjutnya, dijelaskan bahwa prinsip percakapan ini meliputi prinsip kerja

sama dan prinsip kesantunan. Prinsip kerja sama mengharuskan penutur

memberikan kontribusi percakapan sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Sementara itu, prinsip kesantunan berkenaan dengan aturan-aturan yang bersifat

sosial, estetis, dan moral dalam bertutur (Grice dalam Gunarwan, 2004:308).

Implikatur percakapan merupakan bagian dari kajian pragmatik. Levinson

(1983:27 dalam Siregar, 2011:23) mengatakan pragmatik adalah penelitian di

dalam bidang deiksis, implikatur, praanggapan, pertuturan (tindak ujaran), dan

struktur wacana. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan

atau apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule,1983:31 dalam Rani,

2004:170). Implikatur percakapan itu mengutip prinsip kerjasama atau

kesepakatan bersama, yakni kesepakatan bahwa hal yang dibicarakan oleh

(13)

percakapan sering kali ditemukan dalam iklan-iklan di televisi, radio, dan majalah

guna untuk menarik perhatian konsumen. Produk kosmetik yang diiklankan di

televisi merupakan salah satu iklan yang menggunakan implikatur percakapan.

Kajian pragmatik tentang implikatur berkaitan dengan bahasa lisan. Bahasa

lisan dipakai dalam membuat iklan yang ditayangkan di televisi ataupun di radio

yang berupa tuturan bahasa.

Media televisi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari peradaban

kehidupan manusia, hampir dalam keseharian manusia selalu berhubungan dengan

media komunikasi massa yang paling berpengaruh ini. Siaran televisi juga

mempunyai daya jangkau yang luas dan mampu menembus batasan wilayah

geografis, sistem politik, sosial, dan budaya masyarakat pemirsa. Televisi

berpotensi sebagai salah satu unsur yang bisa mempengaruhi sikap, pandangan,

gaya hidup, orientasi dan motivasi masyarakat.

Televisi merupakan media yang sering digunakan untuk menampilkan iklan

produk barang atau jasa. Beberapa media iklan memiliki cara yang berbeda

dalam menawarkan hasil produk barang atau jasa, tetapi mereka memiliki fungsi

yang sama yaitu bertujuan untuk memberitahu dan mempengaruhi masyarakat.

Dalam hal ini, iklan membutuhkan bahasa untuk mengkomunikasikan semua itu.

Penggunaan bahasa dalam sebuah iklan merupakan hal yang penting.

Kosmetik menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia

khususnya para perempuan sebab kosmetik tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan

hidup manusia. Manusia selalu menggunakan kosmetik untuk mempercantik diri.

(14)

kulit, rambut, dsb (Alwi, 2007:97). Dalam penelitian ini peneliti ingin

menganalisis implikatur percakapan yang terdapat dalam percakapan iklan produk

kosmetik di televisi. Percakapan yang terjadi saat iklan produk kosmetik itu

berlangsung sengaja dibuat produsen untuk menarik konsumen. Hal ini bisa kita

lihat dalam contoh berikut: Iklan Produk Kosmetik MARINA.

X : Jadi cantik dan wajahmu itu lho, kok jadi lebih putih?

Y : Ini kan berkat perawatan wajah MARINA UV White Face Care

Percakapan di atas dilakukan oleh dua orang. Dalam percakapan tersebut Y

telah membuktikan manfaat dari produk ini dan menginformasikan kepada X

tentang hal tersebut. Tuturan Y tersebut menunjukkan bahwa Y

menginformasikan dan memberitahukan kepada X bahwa yang membuat kulit

wajahnya menjadi putih adalah berkat pemakaian MARINA UVWhite Face Care .

Hal ini merupakan alasan bagi para konsumen khususnya kaum perempuan

untuk menggunakan produk kosmetik MARINA. Mereka akan tertarik untuk

membeli pelembab produk MARINA karena mereka ingin memiliki wajah yang

putih. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pesan implisit dalam

percakapan iklan kosmetik akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan

sesuatu, yaitu membeli sebuah produk. Peneliti memilih iklan produk kosmetik

yang ditayangkan di televisi sebagai objek penelitian karena televisi merupakan

media massa komersil yang sering ditonton oleh masyarakat sehingga televisi

dijadikan media iklan yang paling efektif dalam memasarkan produk kosmetik.

(15)

persuasif dan dilengkapi ilustrasi. Berdasarkan alasan di atas peneliti tertarik

untuk meneliti “Implikatur Percakapan Iklan Produk Kosmetik di Televisi”.

1.2Rumusan Masalah

Adapun masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implikatur percakapan yang digunakan iklan produk kosmetik

di televisi?

2. Tindak tutur ilokusi apa sajakah yang terdapat dalam bahasa iklan produk

kosmetik di televisi?

1.3Pembatasan Masalah

Penelitian ini terbatas pada analisis pragmatik yang meliputi implikatur

percakapan yang terdapat pada iklan produk kosmetik perawatan wajah, badan,

dan kosmetik dekoratif yang ditayangkan di Surya Citra Televisi Indonesia

(SCTV).

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan implikatur percakapan yang terdapat pada iklan produk kosmetik di televisi.

2. Mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat pada bahasa

(16)

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1Manfaat Teoretis

Penelitian ini dilaporkan untuk memberikan masukan (sumbangan

pikiran) dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam studi bahasa

Indonesia terutama yang menyangkut tentang ilmu pragmatik, dalam hal

ini menyangkut implikatur percakapan pada iklan produk kosmetik di

televisi.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain di dalam

usahanya untuk memperkaya wawasan ilmu pragmatik dan mengetahui

hal-hal yang terungkap dalam implikatur percakapan, khususnya implikatur

(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di

luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi,

2007:558). Paparan konsep ini dapat bersumber dari para ahli, pengalaman

peneliti, dan nalar yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dengan

adanya konsep, peneliti akan semakin mudah mengembangkan ide dan

gagasannya untuk memperjelas hasil penelitiannya.

2.1.1 Bahasa

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh

suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri

(Kridalaksana ,1984: 19).

Manusia dan bahasa adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan

yang lain. Manusia sebagai mahkluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa ada

manusia lain. Oleh sebab itu, manusia membutuhkan bahasa untuk menjalin

komunikasi dengan manusia lain sehingga terpenuhilah kewajiban moral manusia

sebagai mahkluk sosial. Dalam hal ini, bahasa memainkan fungsinya sebagai alat

komunikasi.

Saat ini, berbagai media komunikasi berkembang begitu pesat. Tentu saja

semua itu memberikan kemudahan bagi manusia untuk mengembangkan interaksi

(18)

Meski dengan wujud yang berbeda, tetapi tetap saja bahasa menjadi hal utama

dalam penyampaiannya

2.1.2 Iklan

Monle Lee dan Carla Johnson mendefinisikan iklan sebagai sebuah

komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan

produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat

massal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung),

reklame luar ruang, atau kendaraan umum. Dengan demikian jelaslah bahwa iklan

merupakan media komunikasi massa.

Pemanfaatan bahasa dalam iklan tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan dan

demi tercapainya maksud iklan itu sendiri. Secara khusus iklan di televisi lebih

menekankan bahasa tutur dalam menyampaikan maksudnya kepada orang lain.

Hal itu dapat diungkapkan oleh penutur dengan menggunakan kalimat imperatif,

deklaratif, maupun interogatif. Semua tentu dengan satu tujuan yaitu tercapainya

pesan.

Menurut Rot Zoill melalui Rendra Widyatama (2005:147) menjabarkan fungsi

iklan dalam empat fungsi. Keempat fungsi tersebut akan dijabarkan sebagai

berikut:

a. Fungsi Precipitation

Iklan berfungsi untuk mempercepat berubahnya suatu kondisi dari keadaan

yang semula tidak dapat mengambil keputusan menjadi dapat mengambil

keputusan. Sebagai contoh adalah meningkatkan permintaan, menciptakan

(19)

b. Fungsi Persuasion

Iklan berfungsi untuk membangkitkan khalayak sesuai pesan yang

diiklankan. Hal ini meliputi daya tarik emosi, menyampaikan informasi

tentang ciri suatu produk, dan membujuk konsumen untuk membeli.

c. Fungsi Reinforcement (meneguhkan sikap)

Iklan mampu meneguhkan keputusan yang telah diambil oleh khalayak.

d. Fungsi Reminder

Iklan mampu mengingatkan dan semakin meneguhkan terhadap produk

yang diiklankan.

Iklan di televisi memiliki kecenderungan menggunakan tindak tutur lisan yang

berbeda antara iklan satu dengan yang lain. Jenis iklan yang sama pun memiliki

tindak tutur yang berbeda pula. Berbagai iklan yang ditayangkan di televisi

memiliki keragaman demi menjaring konsumennya dengan pengemasan bahasa

yang menarik. Bahkan demi menjaring konsumen, setiap iklan menunjukkan

keunggulan barang yang diiklankan. Selain itu, iklan kerap kali ditayangkan

berulang-ulang sehingga akan semakin memberikan kesan yang dalam kepada

konsumen terhadap produk yang ditawarkan. Hal ini mempunyai maksud agar

konsumen selalu ingat dengan produk yang ditawarkan dan tidak mempedulikan

produk yang

(20)

2.1.3 Kosmetik

Kosmetik berhubungan dengan kecantikan; bahan untuk mempercantik wajah, kulit,

rambut, dsb (Alwi, 2007:97).

Kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

220/MenKes/Per/X/1976 tanggal 6 september 1976 yang menyatakan bahwa

kosmetik adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan,

dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam,

dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk

membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak

termasuk golongan obat (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada

bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut

antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan,

melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak

dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono,

2007).

Penggolongan kosmetik berdasarkan kegunaan:

1) Kosmetik perawatan kulit wajah yang terdiri dari :

a) Pembersih (Milk Cleanser)

b) Penyegar (Toning)

c) Pengelupasan sel tanduk (Chemical Peeling)

d) Krim pengurut (Masage Cream)

(21)

f) Pelembab (Moistorizer)

g) Krim Vitamin (Eye Cream, Night Cream)

h) Krim pelindung (Sun Screen)

(Setiyani M.G., 1996:28)

2) Kosmetik perawatan badan terdiri dari :

a) Pembersih seperti sabun mandi, lulur, pembersih kuku, bubuk batu

apung, anti septik.

b) Pelembab kulit badan seperti:body lotion

c) Krim pengurut

d) Penyegar seperti: deodorant sparay, body splash.

(Nelly Hakim, 2001:26)

Kosmetik dekoratif merupakan kosmetik yang dibuat dan digunakan untuk

merias atau memperindah kulit. Biasanya dibuat dengan berbagai macam warna

dan aroma. Kosmetika dekoratif pada umumnya terdiri dari :

1) Bedak dasar (Foundation)

2) Bedak (Face Powder )

3) Cat bibir (lipstick)

4) Pemerah pipi (blush on)

5) Pembuat garis mata (eyeliner)

6) Maskara

(22)

3) Kosmetik perawatan rambut

a) Shampoo

b) Conditioner

c) Hair tonic

2.2Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Pragmatik

Pragmatik menurut Yule adalah “cabang ilmu bahasa yang mempelajari

tentang makna yang dikehendaki oleh penutur” (dalam Cahyono,1995:213).

Menurut Leech (Wijana,1996:3) pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa

yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri

dari fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Di dalam bahasa, pragmatik

terkadang juga memperhatikan suara dan struktur kalimat beserta makna kalimat

tersebut.

Pragmatik adalah penelitian di dalam bidang deiksis, implikatur,

praanggapan, pertuturan (tindak ujaran), dan struktur wacana (Levinson, 1983

dalam Siregar, 2011:23)

Levinson (1983 dalam Rahardi, 2009:20) mendefinisikan pragmatik

sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks

yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak pernah dapat

(23)

2.2.2 Konteks

Konteks berasal dari bahasa Latin contexere yang berarti ‘menjalin

bersama’. Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau

lingkungan yang berhubungan dengan diri yang menjalin bersamanya.

Konteks adalah lingkungan di sekitar tuturan yang memungkinkan peserta

tutur untuk berinteraksi dalam peristiwa komunikasi dan membuat bentuk lingual

kebahasaaan yang digunakan dalam interaksi itu dapat dimengerti.

(http//:www.wikipedia.com)

Konteks situasi tutur (speech situational contexts) di dalam bidang pragmatik

itu menurut Wijana (1996 dalam Rahardi, 2009:22) dapat mencakup aspek-aspek

seperti yang berikut ini: (1) penutur dan lawan tutur,(2) konteks tuturan,(3) tujuan

tuturan,(4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan (5) tuturan sebagai

produk tindak verbal.

Ada empat pokok pandangan Firth mengenai konteks:

a. Peserta tutur (participants) dalam situasi: orang-orang yang terlibat dalam

peristiwa komunikasi.

b. Tindakan peserta tutur: aktivitas yang dilakukan, baik berupa tindakan

tutur (verbal action) maupun tindakan yang bukan tutur (non-verbal

action).

c. Ciri-ciri situasi lainnya yang relevan: benda-benda dan kejadian-kejadian

sekitar, sepanjang hal itu memiliki hubungan tertentu dengan hal yang

(24)

d. Dampak-dampak tindakan tutur: bentuk-bentuk perubahan yang

ditimbulkan oleh hal-hal yang dituturkan oleh peserta tutur dalam

peristiwa komunikasi

Dalam penelitian di bidang etnografi komunikasi, Hymes mengajukan

seperangkat konsep yang berkaitan dengan konteks ini dalam sebuah akronim

SPEAKING. (http:// /www.konteks-dalam-pragmatik.com/page/8/)

2.2.3 Peristiwa Tutur

Dalam studi pragmatik terdapat pula peristiwa tutur. Peristiwa tutur

merupakan faktor lain yang mempengaruhi bentuk makna dan makna wacana.

Chaer (1995:61) mengatakan yang dimaksud dengan peristiwa tutur (Inggris:

speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi lingustik dalam satu

bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan

tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.

Seorang pakar linguistik terkenal, Hymes (1972 dalam Chaer, 1995:62)

mengatakan bahwa sesuatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen,

yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING

Kedelapan komponen itu adalah (diangkat dari Wadhaugh 1990):

Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur

berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi, tempat, dan waktu, atau

situasi psikologis pembicaraan. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada

pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai telah berbeda dengan

(25)

dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola kita bisa berbicara keras-keras, tapi

di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin.

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa

pembicara dan pendengar, penyapa, dan pesapa, atau pengirim dan penerima

(pesan). Misal, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang

berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya bila dibandingkan dia

berbicara terhadap teman-teman sebayanya.

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi

di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara; namun,

para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa

ingin membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan

bahwa si terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan

keputusan adil.

Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini

berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan

hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran

dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda.

Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan

disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan

(26)

Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur

lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu

pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek ragam, atau register.

Norm of Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan

dalam berinteraksi. Misalnya berhubungan dengan cara interupsi, bertanya, dan

sebagainya.

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah,

doa, dan sebagainya.

2.2.4 Pengertian Implikatur

Menurut Grice istilah implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang

disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari

apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule, 1983: 31 dalam Rani, 2004:

170). Dalam suatu tindak percakapan, setiap bentuk tuturan (utterance) pada

dasarnya mengimplikasikan sesuatu. Implikasi tersebut adalah proposisi yang

biasanya tersembunyi di balik tuturan yang diucapkan, dan bukan merupakan

bagian dari tuturan tersebut. Pada gejala demikian tuturan berbeda dengan

implikasi (Wijana, 1996: 37). Adanya perbedaan antara tuturan dan implikasi

kadang-kadang dapat menyulitkan mitra tutur untuk memahaminya, namun pada

umumnya antara penutur dan mitra tutur sudah saling berbagi pengalaman dan

pengetahuan sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Dengan

demikian, implikatur mengisyaratkan adanya perbedaan antara tuturan dengan

(27)

Menurut Wijana (1996: 38), dengan tidak adanya keterkaitan semantik antara

suatu tuturan dengan yang diimplikasikan, maka dapat diperkirakan bahwa sebuah

tuturan akan memungkinkan menimbulkan implikatur yang tidak terbatas

jumlahnya. Dalam contoh (1), (2), dan (3) berikut ini terlihat bahwa tuturan (+)

Bambang datang memungkinkan memunculkan reaksi yang bermacam-macam

Rokoknya disembunyikan, Aku akan pergi, dan Kamarnya dibersihkan.

Masing-masing reaksi itu memunculkan implikasi yang berbeda-beda.

1. (a) + Bambang datang

- Rokoknya disembunyikan

(b) + Bambang datang

- Aku akan pergi dulu

(c) + Bambang datang

- Kamarnya dibersihkan

Jawaban (-) dalam (a) mungkin mengimplikasikan bahwa Bambang adalah

perokok, tetapi ia tidak pernah membeli rokok. Merokok kalau ada yang memberi,

dan tidak pernah memberi temannya, dan sebagainya. Jawaban (-) dalam (b)

mungkin mengimplikasikan bahwa (-) tidak senang dengan Bambang. Akhirnya

jawaban (-) dalam (c) mengimplikasikan bahwa Bambang adalah seorang

pembersih. Ia akan marah-marah melihat sesuatu yang kotor. Penggunaan kata

mungkin dalam menafsirkan implikatur yang ditimbulkan oleh sebuah tuturan

tidak terhindarkan sifatnya sehubungan dengan banyaknya kemungkinan

(28)

Menurut Levinson (Rani, 2004: 173) implikatur percakapan (conversational

implicature) merupakan konsep yang cukup penting dalam pragmatik karena

empat hal:

1) konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan

yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.

2) konsep implikatur memberikan penjelasan tentang makna berbeda

dengan yang dikatakan secara lahiriah.

3) konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskripsi

semantik.

4) konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara

tepat.

Contoh:

2) A: Jam berapa sekarang?

B: Korannya sudah datang.

Kalimat (4A) dan (4B) tidak berkaitan secara konvensional. Namun,

pembicara kedua sudah mengetahui bahwa jawaban yang disampaikan sudah

cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara pertama, sebab dia sudah

mengetahui jam berapa koran biasa diantarkan. Soemarmo (1988:172)

menyatakan bahwa kebanyakan dari apa yang diucapkan seseorang dalam

percakapan sehari-harinya mengandung implikatur. Sebagai contohnya adalah

percakapan dua orang yang duduk sebangku dalam bus kota sebagai berikut:

Hari itu sangat panas, apalagi dengan keadaan bus yang sesak. Salah satu

(29)

rokok dari sakunya dan merokok. Tidak lama kemudian muncullah

percakapan seperti di bawah ini:

3) A: cuaca hari ini sangat panas

B: maaf.

Dengan mengerti implikatur yang ingin diungkapkan si A, si B memahami

bahwa ujaran si A bukanlah ujaran yang memberikan informasi bahwa “cuaca hari

ini sangat panas”, melainkan sebuah permintaan agar ia tidak merokok, maka ia

pun meminta maaf dan mematikan rokoknya.

Implikatur percakapan itu mengutip prinsip kerjasama atau kesepakatan

bersama, yakni kesepakatan bahwa hal yang dibicarakan oleh partisipan harus

saling berkait (Grice,1975 dalam Chaer, 2010: 34-37). Prinsip kerjasama tersebut

ditopang oleh seperangkat asumsi yang disebut prinsip-prinsip percakapan

(maxims of conversation), yaitu:

1) Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan

kontribusi yang secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh

lawannya. Jadi, jangan berlebihan. Contoh:

4) A. Ayam saya telah bertelur.

B. Ayam saya yang betina telah bertelur.

Tuturan (B) tidak menaati maksim kuantitas karena adanya kata yang betina

yang tidak perlu. Semua ayam yang bertelur sudah tentu ayam betina. Jadi, kata

yang betina pada tuturan itu memberi informasi yang tidak perlu. Sementara

tuturan (A) sudah menaati maksim kuantitas karena informasi yang diberikan

(30)

2) Maksim kualitas menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal

yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta. Contoh:

5) A: Coba kamu Ahmad, kota Makasar ada di mana?

B: Ada di Sulawesi Selatan, Pak.

6) A: Deny, siapa presiden pertama Republik Indonesia?

B: Jendral Suharto, Pak!

A: Bagus, kalau begitu Bung Karno adalah presiden kedua,ya.

Pertuturan (8) sudah menaati maksim kualitas karena kata Makasar memang

berada di Sulawesi Selatan. Namun, pada tuturan (9) A memberikan kontribusi

yang melanggar maksim kualitas dengan menyatakan Bung Karno adalah presiden

kedua Republik Indonesia. Kontribusi A, yang melanggar maksim kualitas ini

diberikan dengan reaksi terhadap B yang salah. Dengan kontribusi yang salah ini

maka B kemudian secara cepat akan mencari jawaban mengapa A membuat

pernyataan yang salah itu. Kata bagus yang diucapkan dengan nada mengejek

menyadari B terhadap kesalahannya.

3) Maksim relevansi/ hubungan mengharuskan setiap peserta pertuturan

memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan.

Contoh:

7) A: Bu, ada telepon untuk ibu!

B: Ibu sedang di kamar mandi, Nak.

Sepintas jawaban B pada pertuturan (10) tidak berhubungan. Namun, bila

(31)

mengimplikasikan atau menyiratkan bahwa saat itu si B tidak dapat menerima

telepon secara langsung karena sedang berada di kamar mandi.

4) Maksim cara mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara

langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut.

Contoh:

8) A: Kamu datang ke sini mau apa?

B: Mengambil hak saya.

Penuturan (11) tidak menaati maksim cara karena bersifat ambigu. Kata hak

bisa mengacu pada hak sepatu bisa juga pada sesuatu yang menjadi miliknya.

2.2.5 Jenis Implikatur

Grice (1975), seperti diungkap oleh Thomas (1995:57) menyebut dua macam

implikatur, yaitu:

2.2.5.1Implikatur Konvensional

Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari

penalaran logika, ujaran yang mengandung implikatur jenis ini, seperti diungkap

oleh Gunarwan (2004:14) dapat dicontohkan dengan penggunaan kata bahkan.

Contoh:

9) Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya.

Contoh (9) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti Bapak

Menteri Agama biasanya tidak menghadiri acara sunatan.

Menurut Grice (1975 dalam Rani, 2004:171) dalam pemakaian bahasa

terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang

(32)

10) Dia orang Madura karena itu dia pemberani.

Pada contoh (10) tersebut, penutur tidak secara langsung menyatakan

bahwa suatu ciri (pemberani) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Madura), tetapi

bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan

seperti itu ada. Kalau individu yang dimaksud itu orang Madura dan tidak

pemberani, implikaturnya yang keliru, tetapi ujarannya tidak salah.

2.2.4.2 Implikatur Konversasional

Implikatur Konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena

tuntutan konteks tertentu (Thomas, 1995:58). Contoh:

11) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan berangkat

besok.

Contoh (11) di atas merupakan implikatur konversasional yang bermakna

“tidak” dan merupakan jawaban atas pertanyaan Maukah Anda menghadiri

selamatan sunatan anak saya?.

pragmatik. html)

Implikatur konversasional disebut juga implikatur nonkonvensional

merupakan suatu implikatur yang lebih mendasarkan maknanya pada suatu

konteks yang melingkupi suatu percakapan. Menurut Grice (Mudjiono,1996 :

32-33). Berikut ini merupakan contoh tuturan di dalam suatu percakapan yang

mengandung suatu implikasi percakapan.

12) A: “Hpmu baru ya? Mengapa tidak membeli N70 aja?”

(33)

Implikatur percakapan tuturan itu adalah bahwa HP yang dibeli Amurah

sedangkan HP N70 harganya lebih mahal daripada HP yang dibeli A.

2.2.6 Tindak Tutur

Teori tindak tutur dikemukakan oleh (J.L Austin ,1962 dalam Chaer,

2010:27-29) merumuskan tindak tutur menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Tindak Tutur Lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu

sebagaimana adanya atau The Act Saying Something tindakan untuk

menyatakan sesuatu. Contoh:

13) Jembatan Suramadu menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura.

Kalimat (13) di atas dituturkan oleh seorang penutur semata-mata hanya

untuk memberi informasi belaka, tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu.

2. Tindak Tutur Ilokusi selain menyatakan sesuatu juga menyatakan tindakan

melakukan sesuatu. Oleh sebab itu, tindak tutur ilokusi ini disebut The Act of

Doing Something (tindakan melakukan sesuatu). Contoh:

14) Sudah hampir pukul tujuh.

Kalimat (14) bila dituturkan oleh seorang suami kepada istrinya di pagi

hari, selain memberi informasi tentang waktu, juga berisi tindakan yaitu

mengingatkan si istri bahwa si suami harus segera berangkat ke kantor; jadi

minta disediakan sarapan. Oleh karena itu, si istri akan menjawab mungkin

seperti kalimat (15A) dan bukan kalimat (15B).

15) A.Ya, Mas! Sebentar lagi sarapan siap.

(34)

3. Tindak Tutur Perlokusi adalah tindak tutur yang mempunyai pengaruh atau

efek terhadap lawan tutur atau orang yang mendengar tuturan itu. Maka

tindak tutur perlokusi sering disebut sebagai The Act of Affective Someone

(tindak yang memberi efek pada orang lain). Contoh:

16) Rumah saya jauh sih.

Tuturan (16) bukan hanya memberi informasi bahwa rumah si penutur

jauh; tetapi juga bila dituturkan seorang guru kepada kepala sekolah dalam

rapat penyusunan jadwal pelajaran pada awal tahun menyatakan maksud

bahwa si penutur tidak dapat datang tepat waktu pada jam pertama. Maka

efeknya atau pengaruhnya yang diharapkan si kepala sekolah akan memberi

tugas mengajar tidak pada jam-jam pertama; melainkan pada jam-jam siang.

Secara khusus, Searle (1975 dalam Chaer, 2010:29-30) mendeskripsikan

tindak ilokusi ke dalam lima kategori, yaitu tindak tutur:

1) Representatif (disebut juga asertif), yaitu tindak tutur yang mengikat

penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Misalnya

mengatakan, melaporkan, menyebutkan, mengusulkan, mengeluh,

membual, dan mengemukakan pendapat.

2) Direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar

lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu.

Misalnya memesan, menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan,

memberi nasihat, dan menantang.

3) Ekspresif yaitu tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar

(35)

dalam tuturan itu. Misalnya memuji, mengucapkan terima kasih,

mengucapkan selamat, mengecam, menuduh, mengucapkan bela

sungkawa, mengkritik, dan mengelak.

4) Komisif yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan

apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Misalnya menawarkan, berjanji,

bersumpah, dan mengancam.

5) Deklarasi yaitu tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud

untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru.

Misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama,

menjatuhkan hukuman, mengangkat (pegawai), mengucilkan atau

membuang, memutuskan, membatalkan, melarang, memberi maaf, dan

mengizinkan.

2.3Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan untuk mendukung penelitian yang sedang

dilakukan. Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan oleh peneliti, maka ada

beberapa sumber yang relevan untuk membantu penelitian ini.

Fitri (2009), skripsinya menjelaskan tentang penggunaan implikatur dan

tindak tutur dalam bahasa iklan rokok Sampoerna a Mild pada papan iklan.

Dalam skripsinya beliau menerapkan teori implikatur yang dikemukakan oleh

Grice dengan menganalisis prinsip-prinsip percakapan (maxim of confersation),

yaitu :1) prinsip kuantitas; 2) prinsip kualitas; 3) prinsip hubungan ; 4) prinsip

cara dalam iklan rokok Sampoerna a Mild pada papan iklan. Skripsi beliau tidak

(36)

dan perlokusi. Dalam penelitiannya, beliau menggunakan metode simak untuk

mengumpulkan data dan metode padan untuk menganalisis data. Tulisan ini

memberi sumbangan bagi peneliti dalam memahami teori implikatur percakapan.

Nasution (2009), dalam tesisnya membahas implikatur percakapan yang

terjadi dalam acara debat kandidat calon kepala daerah DKI Jakarta. Dalam

penelitiannya beliau memaparkan dan memberikan argumentasi tentang

implikatur percakapan yang diperoleh dari terjadinya pelanggaran prinsip kerja

sama. Metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode deskriptif

bersifat kualitatif. Untuk mengumpulkan data, beliau menggunakan metode simak

dan data dianalisis dengan menggunakan metode padan. Beliau menggunakan

teori implikatur percakapan yang diungkapkan Grice dalam penelitiannya. Hasil

tesis beliau adalah telah terjadi pelanggaran maksim percakapan yang dilakukan

oleh para calon cagub dan cawagub yaitu maksim kualitas, maksim relevansi,

maksim kuantitas dan maksim cara. Pelanggaran terjadi disebabkan tanggapan-

tanggapan yang dikemukakan para kandidat tidaklah relevan terhadap pertanyaan

panelis, tidak jelas, kurang memiliki bukti, dan memberikan informasi lebih dari

yang ditanyakan. Tesis ini bermanfaat bagi penulis dalam memahami prosedur

penelitian deskriptif-kualitatif, mengetahui cara menganalisis data, dan

menggunakan teori implikatur pada data yang akan dianalisis.

Mono (2002), dalam tesisnya membahas bentuk slogan signatura iklan

kosmetika dikaji dari segi pragmatik. Dalam penelitiannya, beliau

mengidentifikasi bentuk slogan signatura iklan kosmetika, mendeskripsikan

(37)

presumsi relevansi optimal dan interpretasi relevansi optimalnya. Penelitiannya

menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Teknik pengumpulan data yang beliau

lakukan adalah menggunakan metode rekam. Untuk menganalisis data, beliau

menggunakan teori relevansi atau prinsip relevansi yang dikemukakan Sperber

dan Wilson. Hasil dari tesis ini adalah bentuk slogan signatura iklan kosmetika

berupa frase, tujuan informatif slogan signatura tersebut untuk menjelaskan

kepada pemirsa bahwa komunikator memiliki seperangkat asumsi. Tujuan

komunikatif adalah agar pemirsa dan komunikator saling mengerti tentang

seperangkat asumsi yang terkandung dalam tujuan informatif slogan signatura

iklan kosmetika. Tesis ini bermanfaat bagi penulis dalam memahami bentuk

bahasa iklan kosmetik dan memahami cara menganalisis data bahasa iklan

kosmetik dengan teori pragmatik.

Ardison (2011), dalam skripsinya membahas implikasi pada tuturan

mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Andalas yang terjadi di kantin. Dalam

penelitiannya beliau menjelaskan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam

prinsip kerja sama pada tuturan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Andalas.

Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa implikasi pada tuturan mahasiswa Fakultas

Sastra Universitas Andalas yaitu: menolak, menyindir, mengejek, menyuruh pergi,

menuduh, menolak, menjawab, meminta traktiran, dan mengolok-olok.

Maksim-maksim yang dilanggar dalam prinsip kerja sama pada tuturan mahasiswa

tersebut, yaitu : maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara. Skripsi ini

memberi sumbangan bagi peneliti mempelajari bentuk pelanggaran-pelanggaran

(38)

Subekti (2011) dalam skripsinya membahas bentuk tuturan yang mengandung

implikasi percakapan dan faktor-faktor yang mengakibatkan adanya pemakaian

implikatur pada komentator sepak bola di ANTV. Semua percakapan yang

dibahas dalam analisisnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan teori

prinsip kerja sama yang dikemukakan Grice, yakni maksim kuantitas, maksim

kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Penelitian ini memberi sumbangan

bagi peneliti dalam memahami penggunaan teori implikatur percakapan pada data

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah iklan yang terdapat di Surya Citra Televisi

Indonesia (SCTV).

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17 Maret – 14 April 2013.

3.2 Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari iklan produk kosmetik yang ditayangkan di

Surya Citra Televisi Indonesia.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian.

Sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto,1993:9).

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah metode simak.

Metode simak merupakan metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan

bahasa. Dalam hal ini, penggunaan bahasa yang disimak adalah penggunaan

bahasa pada iklan produk kosmetik di televisi. Sesuai dengan jenis data, teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah teknik sadap. Teknik sadap dilakukan

dengan menyadap pembicaraan pada iklan produk kosmetik di televisi. Peneliti

(40)

perekam video. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik catat. Teknik catat

adalah mencatat data yang dikumpulkan dari penerapan hasil teknik sebelumnya

(Sudaryanto,1993:33)

Dalam penelitian ini, akan menggunakan teknik simak catat. Jadi, dalam

penelitian ini peneliti merekam percakapan pada iklan produk kosmetik di televisi

dan merekam keseluruhan adegan iklan produk kosmetik yang ditayangkan

dengan menggunakan video. Setelah diadakan perekaman, menyimak

tuturan-tuturan tersebut dan mentranskripsikannya dalam kartu data. Tujuan

pentranskripsian ini adalah agar peneliti mudah mengamati data- data yang

nantinya akan dianalisis.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah semua data dikumpulkan, diadakan analisis terhadap data untuk

menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan. Metode yang

digunakan dalam teknik analisis data ini adalah metode padan. Metode padan

adalah sebuah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi

bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto,1993:21). Metode ini

digunakan untuk menyeleksi serangkaian iklan produk kosmetik di televisi yang

menggunakan implikatur percakapan.

Teknik dasar untuk mengkaji data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu

yang memiliki daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti. Sesuai

dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkan atau dibagi menjadi berbagai

unsur itu maka daya pilah itu dapat disebut daya pilah referensial, daya pilah

(41)

peneliti menggunakan teknik refensial dan teknik pragmatik. Teknik referensial

digunakan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk implikatur dan teknik pragmatis

digunakan untuk menjelaskan implikasi dan mengetahui faktor yang

menyebabkan pemakaian implikatur.

Contoh :

Iklan (1) Wardah- versi pernikahan

Simak pertuturan antara X seorang kakak dengan Y seorang adik perempuannya.

(1) X: Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

(2) Y: Kak, makasih ya semuanya.

(3) X: Dari awal kamu sudah memilih yang terbaik.

Y: Ya.

Iklan (1) dianalisis dengan menggunakan teori implikatur dan tindak tutur

yang dijadikan landasan teori pada penelitian ini. Tuturan pada iklan (1) akan

dianalisis sebagai berikut:

Percakapan tersebut dilakukan oleh dua orang yaitu antara X dan Y.

Percakapan di atas terjadi saat peristiwa pernikahan Y. Tuturan X

menginformasikan kelebihan produk Wardah kepada Y bahwa wajah Y tampak

berbeda setelah memakai Wardah secara teratur. Kemudian, Y mengucapkan

terima kasih atas pemberitahuan X mengenai produk Wardah, berkat Wardah

wajah Y tampak cantik di hari pernikahannya.

Situasi tutur yang terjadi bahwa Y terharu dan mengungkapkan terima kasih

kepada X yang sudah memberitahu memakai Wardah sebagai kosmetik

(42)

1) Bentuk Implikatur Percakapan

Pertuturan akan berlangsung dengan baik apabila penutur dan lawan tutur

dalam pertuturan itu menaati prinsip-prinsip kerjasama seperti yang dikemukakan

oleh Grice (1975). Untuk dapat menemukan implikatur tuturan pada iklan

tersebut, terlebih dahulu harus dianalisis apakah tuturan pada iklan itu mematuhi

empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Tuturan iklan itu memiliki

implikatur apabila melanggar salah satu dari empat maksim yang dikemukakan

Grice.

Empat maksim percakapan tersebut adalah:

a) Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan

kontribusi yang secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh

lawannya. Misal,

(1) X : Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

Pertuturan (1) sudah menaati maksim kuantitas karena telah

memberikan kontribusi yang memadai. Pertuturan tersebut tidak menaati

maksim kuantitas apabila:

X: Kalau pakai kosmetik Wardah secara teratur bedakan hasilnya. Yuuk…

Pertuturan tersebut tidak menaati maksim kuantitas karena adanya

kata kosmetik yang tidak perlu. Wardah merupakan merek kosmetik . Jadi,

kata kosmetik pada tuturan ini memberikan informasi yang tidak perlu.

b) Maksim kualitas menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal

yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta. Misal, pada

(43)

(1) X : Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

(2) Y : Kak, makasih ya semuanya.

Pertuturan (2) melanggar maksim kualitas dengan mengatakan

makasih ya semuanya. Tuturan (2) tidak menaati maksim kualitas karena

tidak menuturkan hal yang sebenarnya. Pertuturan (2) dapat menaati

maksim kualitas bila Y mengatakan makasih ya atas Wardahnya.

c) Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan

kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Pertuturan

X dan Y:

(1) X : Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

(2) Y : Kak, makasih ya semuanya.

Pertuturan (2) melanggar maksim relevansi. Komentar Y terhadap

pernyataan X tidak ada relevansinya, sebab pemakaian Wardah teratur

akan tampak hasilnya yang diutarakan X seharusnya dijawab dengan

pernyataan “ya benar “oleh Y sebagai pembuktian pemakaian Wardah

secara teratur benar adanya, bukan pernyataan “makasih ya semuanya”.

d) Maksim cara mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara

langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut.

Berikut pertuturan X dan Y yang belum menaati maksim cara ini.

(1) X : Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

(2) Y : Kak, makasih ya semuanya.

(3) X : Dari awal kamu sudah memilih yang terbaik.

(44)

Penuturan (3) tidak menaati maksim cara karena bersifat ambigu.

Kata “dari awal” dapat berarti dari awal tahun, awal bulan, ataupun awal

minggu. Pernyataan “ sudah memilih yang terbaik” tidak menaati maksim cara

karena informasi “sudah memilih yang terbaik” bersifat ambigu. Pernyataan

“sudah memilih yang terbaik” dapat mengacu pada pilihan jodoh atau pada

pilihan hidupnya.

Berdasarkan empat maksim percakapan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa tuturan pada iklan memiliki implikatur karena telah melanggar tiga dari

empat maksim percakapan tersebut, yaitu maksim kualitas, maksim relevansi, dan

maksim cara.

2) Menentukan Jenis Implikatur

Pertuturan pada iklan (1) memiliki implikatur, yaitu adanya keterkaitan antara

ujaran dari seorang penutur dan lawan tuturnya. Namun, keterkaitan itu tidak

tampak secara literal, tetapi dapat dipahami secara tersirat. Untuk mengetahui

jenis implikatur percakapan pada iklan (1) maka diperlukan analisis pada iklan

tersebut berdasarkan teori Grice tentang jenis implikatur.

a) Implikatur konvensional, yaitu implikatur yang dihasilkan dari penalaran

logika.

(1) X: Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

Secara logika dari ujaran X dapat dipahami bahwa pemakaian

Wardah secara tidak teratur tidak akan menghasilkan hasil yang berbeda

dari sebelumnya.

(45)

Dari tuturan tersebut secara logika dapat dipahami bahwa tuturan X

mengajak kaum perempuan untuk memilih produk terbaik sejak awal.

Tuturan tersebut mengandung arti Wardah sebagai pilihan terbaik untuk

wanita.

b) Implikatur Konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena

tuntutan konteks tertentu.

(3)X: Dari awal kamu sudah memilih yang terbaik.

Berdasarkan konteks atau peristiwa tutur yang telah dikemukakan

di awal bahwa pertuturan (3) membicarakan Wardah dalam acara

pernikahan. Dari tuturan X tersebut berdasarkan konteks yang ada dapat

bermakna ‘dari awal kamu sudah memilih Wardah sebagai pilihan terbaik’

bukan ‘dari awal kamu sudah memilih jodoh yang terbaik’.

Berdasarkan dua jenis implikatur di atas, tuturan (1) merupakan jenis

implikatur konvensional dan tuturan (3) merupakan jenis implikatur

konversasional. Maka dapat disimpulkan bahwa iklan (1) memiliki jenis

implikatur konvensional dan implikatur konversasional secara bersamaan yaitu

dapat dianalisis berdasarkan logika dan konteks.

3) Menentukan Tindak Tutur Ilokusi

J.L Austin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi

secara bersamaan dalam sebuah tuturan. Demikian pula halnya dengan tuturan

pada iklan (1) telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang

(46)

1) Tindak Tutur Lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu

sebagaimana adanya atau The Act Saying Something tindakan untuk

menyatakan sesuatu.

(1) X: Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

Tuturan (1) dituturkan oleh seorang penutur semata-mata hanya

untuk memberi informasi bahwa memakai Wardah secara teratur akan

tampak hasil yang berbeda.

(3)X: Dari awal kamu sudah memilih yang terbaik.

Tuturan (3) dituturkan untuk memberi informasi bahwa ‘kamu

tidak salah pilih’.

2) Tindak Tutur Ilokusi selain menyatakan sesuatu juga menyatakan tindakan

melakukan sesuatu. Oleh sebab itu, tindak tutur ilokusi ini disebut The Act

of Doing Something (tindakan melakukan sesuatu).

(1) X: Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

(2) Y: Kak, makasih ya semuanya.

Tuturan (1) mempunyai daya ilokusi yaitu memuji, menyuruh,

mengusulkan Y untuk memakai Wardah secara teratur. Tindakan Y pada

tuturan (2) adalah melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya dan Y

mengucapkan terima kasih.

3) Tindak Tutur Perlokusi adalah tindak tutur yang mempunyai pengaruh

atau efek terhadap lawan tutur atau orang yang mendengar tuturan itu.

Maka tindak tutur perlokusi sering disebut sebagai The Act of Affective

(47)

(1) X: Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

(2) Y: Kak, makasih ya semuanya.

(3) X: Dari awal kamu sudah memilih yang terbaik.

Y: Ya.

Tuturan (2) merupakan efek atau pengaruh dari tuturan (1) . Tuturan

(1) merupakan tindak tutur ilokusi memuji, menyuruh, mengusulkan dan efek

terhadap orang yang mendengar tuturan itu merupakan perlokusi dari

menyuruh yaitu menaati/menerima saran.

Searle mendeskripsikan tindak ilokusi ke dalam lima kategori, yaitu:1)

Representatif (disebut juga asertif), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya

kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Misalnya mengatakan,

melaporkan, menyebutkan, mengusulkan, mengeluh, membual, dan

mengemukakan pendapat. 2) Direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan

penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan

di dalam tuturan itu. Misalnya memesan, menyuruh, memohon, menuntut,

menyarankan,memberi nasihat, dan menantang. 3) Ekspresif yaitu tindak tutur

yang dilakukan dengan maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi

mengenai hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Misalnya memuji,

mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, mengecam, menuduh,

mengucapkan bela sungkawa, mengkritik, dan mengelak. 4) Komisif yaitu tindak

tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di

dalam tuturannya. Misalnya menawarkan, berjanji, bersumpah, dan mengancam.

(48)

menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Misalnya,

mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman,

mengangkat (pegawai), mengucilkan atau membuang, memutuskan,

membatalkan, melarang, memberi maaf, dan mengizinkan.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat

dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan (1) yaitu “Kalau pakai

Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….” termasuk ke dalam ilokusi ekspresif

jenis memuji, representatif jenis mengusulkan ,komisif jenis menawarkan, dan

direktif jenis menyuruh. Dapat disimpulkan bahwa iklan (1) mengandung tindak

tutur ilokusi ekspresif, representatif, komisif, dan direktif yang terdapat pada

(49)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Implikatur Percakapan Iklan Produk Kosmetik di Televisi

Iklan (1) Citra Body Lotion

(1) X: Hey. Ada yang salah ya sama aku. Kok semua liatin aku terus ya. (2) Y: Karena kulitmu tampak begitu putih dan berkilau. Siapa yang nggak

kagum?

(3) Citra Pearly White UV dengan ekstra mutiara alami menjadikan kulitmu tampak putih berkilau dan memberi perlindungan UVA dan UVB.

(4) Citra awali cantikmu.

Tuturan pada iklan (1) berlangsung di lingkungan kamus, situasi kampus

ramai dengan mahasiswa dan penutur menjadi pusat perhatian. Terdapat dua

orang perempuan sebagai pihak-pihak yang terlibat pertuturan, yaitu X dan Y.

selain itu, beberapa orang laki-laki dan perempuan lainnya yang sedang

memperhatikan X. Tujuan pertuturan tersebut membicarakan penyebab semua

orang memperhatikan X. Bentuk ujaran pertuturan iklan (1) bersifat informal

dengan ragam bahasa percakapan pada situasi santai. Nada, cara, dan semangat

pesan yang disampaikan dengan senang hati dan singkat. Pertuturan mengacu

kepada aturan interaksi yaitu X bertanya kemudian Y menjawab. Bentuk

penyampaian pertuturan pada iklan (1) berbentuk komunikasi langsung.

Untuk menentukan implikatur percakapan pada tuturan iklan (1), terlebih

dahulu harus dianalisis apakah tuturan pada iklan (1) mematuhi empat maksim

percakapan yang dikemukakan Grice . Empat maksim percakapan tersebut adalah:

1) Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan

(50)

lawannya. Tuturan (1) telah menaati maksim kuantitas karena telah

memberikan kontribusi yang memadai atau mencukupi.

(1) X: Hey. Ada yang salah ya sama aku. Kok semua liatin aku terus ya.

2) Maksim kualitas menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal

yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta. Ternyata tuturan

(2) tidak menaati maksim kualitas karena tidak mengatakan hal sesuai

dengan fakta.

(1) X: Hey. Ada yang salah ya sama aku. Kok semua liatin aku terus ya. (2) Y: Karena kulitmu tampak begitu putih dan berkilau. Siapa yang nggak

kagum?

Tuturan (2) dapat menaati maksim kualitas apabila sesuai dengan fakta

yaitu.

(1) X: Hey. Ada yang salah ya sama aku. Kok semua liatin aku terus ya. (2) Y: Tidak ada yang salah. Itu karena kulitmu tampak begitu putih dan

berkilau. Siapa yang nggak kagum?

Tuturan (3) melanggar maksim kualitas karena mengatakan sesuatu

yang tidak memiliki bukti yang memadai, yaitu mengatakan:

(3) Citra Pearly White UV dengan ekstra mutiara alami menjadikan kulitmu tampak putih berkilau dan memberi perlindungan UVA dan UVB.

3) Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan

kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan.

Tuturan pada iklan (1) sudah memenuhi maksim relevansi karena

tuturan yang dimunculkan selaras dengan pesan yang ingin disampaikan,

yakni kulit tampak begitu putih dan berkilau berkat pemakaian Citra

(51)

4) Maksim cara mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara

langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut.

Berikut pertuturan X dan Y yang tidak menaati maksim cara ini.

(4) Citra awali cantikmu.

Tuturan (4) melanggar maksim cara karena tidak mengatakan

sesuatu secara langsung, bersifat ambigu, dan berlebihan. Tuturan (4)

dapat menaati maksim cara dengan mengatakan “citra membuat kulitmu

cantik”.

Berdasarkan empat maksim percakapan di atas dapat disimpulkan bahwa

tuturan pada iklan (1) memiliki implikatur karena telah melanggar dua dari empat

maksim percakapan yang diungkapkan Grice, yaitu maksim kualitas dan maksim

cara.

Untuk mengetahui jenis implikatur percakapan yang terdapat pada iklan (1)

perlu dilakukan analisis berdasarkan dua jenis implikatur yang dikemukakan

Grice, yaitu Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari

penalaran logika. Implikatur Konversasional merupakan implikatur yang

dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu. Tuturan pada iklan (1):

(1) X : Hey. Ada yang salah ya sama aku. Kok semua liatin aku terus ya. (2) Y : Karena kulitmu tampak begitu putih dan berkilau. Siapa yang

nggak kagum?

Implikatur percakapan tuturan (2) adalah “ tidak ada yang salah

(52)

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tuturan (2) merupakan

implikatur konversasional yaitu implikatur percakapan yang dihasilkan

karena adanya konteks tertentu dalam tuturan.

Iklan (2) Biore Skin Caring Body Foam

(5)Kelembutannya menghangatkan. (6) Kelembutannya menyemangati seperti Skin Caring Body Foam Biore Pure Mild . (7) Memeluk kulitmu. (8) Merawatnya dari mandi ke mandi. (9) Lembut menyenangkan.

(10) Biore Caring Pure Mild dibalik kelembutanku.

Tuturan pada iklan (2) berlangsung di ruang kerja. Terdapat dua orang

perempuan sebagai pihak-pihak yang terlibat pertuturan, yaitu X dan Y. Tokoh Y

tampak lelah karena pekerjaannya, lalu X datang dan menyarankan kepada Y

untuk memakai Biore Skin Caring Body Foam. Bentuk ujaran pertuturan iklan (2)

bersifat informal dengan ragam bahasa percakapan pada situasi santai. Nada, cara,

dan semangat pesan yang disampaikan dengan senang hati dan singkat. Pertuturan

mengacu kepada aturan interaksi yaitu X menyarankan memakai Biore Skin

Caring Body Foam kemudian Y menaatinya. Bentuk penyampaian pertuturan

iklan (2) berbentuk tidak komunikasi langsung.

Untuk mengetahui implikatur percakapan yang terdapat pada tuturan iklan (2)

terlebih dahulu harus dianalisis apakah tuturan pada iklan (2) mematuhi empat

maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Empat maksim percakapan

tersebut adalah:

1. Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan

(53)

lawannya. Tuturan iklan (8) tidak menaati maksim kuantitas karena tidak

memberi kontribusi yang memadai atau mencukupi.

(8) Merawatnya dari mandi ke mandi.

Tuturan (8) dapat menaati maksim kuantitas apabila diubah menjadi:

(8) Merawat kulitmu dari kuman, bakteri, dan debu.

2. Maksim kualitas menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal

yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta. Tuturan (5-9)

tidak menaati maksim kualitas karena tidak menuturkan hal yang sesuai

dengan fakta.

(5) Kelembutannya menghangatkan. (6) Kelembutannya menyemangati

seperti Skin Caring Body Foam Biore Pure Mild . (7) Memeluk

kulitmu. (8) Merawatnya dari mandi ke mandi (9) Lembut

menyenangkan.

Tuturan (5-9) merupakan tuturan yang tidak memiliki bukti yang

memadai tentang Skin Caring Body Foam Biore Pure Mild ,

berlebih-lebihan, tidak sesuai fakta yang ada.

3. Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan

kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Tuturan

data (7) sudah menaati maksim relevansi karena tuturan yang disampaikan

selaras dengan tema yang ingin disampaikan, kulit menjadi lembut akibat

dari pemakaian Biore Caring Pure Mild.

4. Maksim cara mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara

Gambar

Tabel 1. Bentuk dan Jenis Implikatur Percakapan
Tabel 2. Jenis Tindak Tutur Ilokusi Iklan Produk Kosmetik di Televisi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membahas mengenai aimai dalam implikatur percakapan bahasa Jepang. Untuk menghindari konflik dan menyamarkan ketidaksetujuan, masyarakat Jepang menggunakan

Mendeskripsikan bentuk tuturan yang mengandung implikatur percakapan pada novel Cerita Kesting Gokil karya Mpok Mercy Sitanggang.. Mendeskripsikan implikatur yang terjadi pada

teori yang berhubungan dengan masalah yang akan dikaji akan dijabarkan pada. bab

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Tingkat kecenderungan informasi iklan kosmetik di televisi pada siswa SMK Negeri 3 Pematangsiantar; (2) Sikap membeli

Berikut ini tuturan- tuturan dalam penggalan wacana humor kartun Benny dan Mice yang mengandung pelanggaran prinsip kerja sama bidal cara sebagai sumber

Data dalam penelitian ini adalah tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan implikatur percakapan dalam talkshow “ Ada Ada Aja” di Global TV yang

(2) Wujud implikatur percakapan yang muncul akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama dalam wacana rubrik Gojeg pada majalah Djaka Lodang edisi tahun 2013

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implikatur percakapan yang ada pada wacana kartun Sukribo berdasarkan prinsip kerja sama dan maksim percakapan dari