• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis distribusi suhu, aliran udara, Rh dan kadar air dalam In store dryer (ISD) untuk biji jagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis distribusi suhu, aliran udara, Rh dan kadar air dalam In store dryer (ISD) untuk biji jagung"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

DAN KADAR AIR DALAM

IN-STORE

DRYER

(ISD)

UNTUK BIJI JAGUNG

DISWANDI NURBA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, RH dan Kadar Air dalam In-StoreDryer (ISD) untuk Biji Jagung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Diswandi Nurba

(3)

Content Distribution inside In-Store Dryer (ISD) for Shelled Corn. Academic advisor: DYAH WULANDANI, Y. ARIS PURWANTO and RAFFI PARAMAWATI.

In-Store Dryer (ISD) is commonly used as second step in drying process of grains. ISD is usually utilized ambient temperature and consist of dryer and storage system. Temperature, air flow and RH are key parameters during drying process using ISD. The objective of this study were to analyze the distribution of temperature, air flow, RH and water content inside ISD and to analyze the quality of shelled corn during drying process. Computational Fluid Dynamic (CFD) was used to analyze the distribution of temperature, air flow and RH inside ISD. Deep bed drying process was used to analyze the distribution of water content. The capacity of ISD used in this study was 7500 kg of corn, with dimensions of 3.5 m in high and 2.5 m in diameter. ISD have 13aeration pipes of air flow, consist of 9 input pipes and 4 output pipes. All walls of ISD were assumed to be in condition of adiabatic. Validation of water content that simulation with the measurement has been done at capacity of ISD were 1500 kg. The result showed that CFD simulation of temperature, air flow and RH have coefficient of correlation of 0.66, 0.73 and 0.66 respectively. Deep bed drying simulation of water content at Layer 10 and 40 have coefficient of correlation of 0.90 and 0.35 in rainy season, 0.88 and 0.84 in dry season. The results showed that only a minor changes in the quality of shelled corn dried and stored using ISD.

(4)

dalam In-Store Dryer (ISD) untuk Biji Jagung. Dibimbing oleh DYAH WULANDANI, Y. ARIS PURWANTO dan RAFFI PARAMAWATI.

Pengeringan dan penyimpanan merupakan proses penting dalam penanganan pascapanen biji-bijian dan produk pertanian pada umumnya. Penanganan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi susut dan turunnya kualitas hasil panen sehingga dapat bertahan lebih lama.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “Rancang Bangun Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store Dryer (ISD) Terintegrasi untuk Biji-Bijian”. ISD sebagai satu unit dari sistem terintegrasi tersebut, memerlukan pengkajian secara spesifik untuk melihat performa operasinya secara lebih mendalam yang juga akan menjadi bahan evaluasi bagi pengembangan alat pengering dan penyimpan terintegrasi ini. Metode yang digunakan pada ISD adalah pemanfaatan udara lingkungan yang dihembuskan melalui tumpukan biji-bijian yang akan dikeringkan. Sebagai sebuah sistem pengeringan konvektif, yang mengandalkan aliran udara (gas) sebagai media utama untuk keberhasilan proses pengeringan maka penataan sistem saluran udara di dalam tumpukan biji-bijian dapat memberikan sebaran kondisi udara yang lebih seragam.

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji distribusi aliran udara, suhu, RH dan kadar air di dalam ISD. Secara khusus penelitian ini terdiri dari beberapa tujuan antara lain : 1) melakukan simulasi dan validasi model distribusi aliran udara dan suhu di dalam ISD dengan menggunakan teknik

Computational Fluid Dynamics (CFD), 2) mendapatkan nilai perhitungan dan validasi RH dengan Microsoft excel, 3) melakukan simulasi dan validasi kadar air jagung menggunakan model pengeringan tumpukan biji-bijian dengan pemrograman Visual Basic 6.0, 4) analisis mutu jagung hasil pengeringan dan peyimpanan di dalam ISD berdasarkan SNI.

Simulasi sistem thermal 3D pada bagunan ISD dibuat dengan menggunakan

software CFD yaitu Gambit 2.2.30 & Fluent 6.1.18. Simulasi dilakukan dengan dua kondisi terhadap pipa saluran udara yang ditempatkan di dalam ISD, yaitu: Simulasi 1 bangunan ISD dikondisikan sesuai dengan bangunan ISD di lapangan dengan 9 buah pipa input setengah berpori, sisi dari pipa yang berpori diposisikan menghadap ke dinding. Sementara 4 buah pipa output seluruhnya berpori.

Simulasi 2 bangunan ISD dengan pipa input dan output yang seluruhnya berpori, simulasi ini merupakan modifikasi pada jenis pipa input. Pada simulasi ini seluruh pipa input dikondisikan memiliki pori keseluruhan pada permukaannya.

Simulasi pengeringan tumpukan jagung dibuat dalam program komputer

(5)

hujan dengan suhu udara masuk 31 oC dan RH 73%, sementara untuk musim kemarau dengan suhu udara masuk 33 oC dan RH 59.8%.

Validasi dilakukan untuk membandingkan hasil pengukuran dan hasil simulasi pada titik-titik dan lokasi tertentu. Kriteria hasil validasi dianalisis dengan metode curve-fitting dan standar deviasi. Sementara besarnya error dalam validasi dihitung dengan persamaan mean absolute error (MAE), disamping itu juga ditentukan korelasi antara data simulasi dan hasil pengukuran dengan koefisien korelasi. Validasi data pada CFD meliputi suhu, aliran udara dan RH, sementara validasi data kadar air bahan dilakukan berdasarkan hasil simulasi model pengeringan tumpukan pada Visual Basic 6.0. Selanjutnya dilakukan pengujian mutu meliputi parameter-parameter yang menjadi persyaratan mutu jagung untuk perdagangan, untuk benih dan juga untuk dijadikan pakan ternak menurut SNI, meliputi; kadar air, butir rusak, butir warna lain, butir pecah, kotoran, kandungan nutrisi (kimia), dan kontaminasi aflatoxin. Disamping itu juga dilakukan uji viabilitas dengan metode perkecambahan.

Hasil analisis distribusi suhu, aliran udara dan RH menunjukkan bahwa tingkat keseragaman sebaran suhu, aliran udara dan RH pada ISD dengan menggunakan jenis pipa input dengan pori seluruhnya lebih seragam dibandingkan jenis pipa input setengah berpori. Sementara validasi antara nilai simulasi CFD terhadap nilai pengukuran didapat korelasi untuk sebaran suhu, kecepatan aliran udara dan RH sebesar 0.66, 0.73 dan 0.66.

Hasil analisis perubahan kadar air biji jagung dengan simulasi pengeringan tumpukan didapatkan: pada musim hujan membutuhkan waktu 150 jam untuk mengurangi kadar air dari 18% b.k mencapai kadar air keseimbangan 16.6% b.k. Sementara pada musim kemarau membutuhkan waktu 120 jam untuk mengurangi kadar air dari 18% b.k mencapai kadar air keseimbangan 13.5% b.k. Validasi antara hasil simulasi model pengeringan tumpukan terhadap nilai pengukuran pada layer 10 dan 40 didapatkan nilai korelasi sebesar 0.90 dan 0.35 pada musim hujan, pada musim kemarau didapatkan nilai korelasi sebesar 0.88 dan 0.84.

Hasil pengujian mutu sampel jagung setelah proses pengeringan selama 40 jam dan penyimpanan selama 30 hari dalam ISD, kontaminasi aflatoxin pada jagung tidak jauh berubah, yaitu dari rata-rata 18.48 ppb sebelum proses menjadi 21.10 ppb. kandungan tersebut masih berada di bawah ambang batas toleransi yang ditetapkan SNI untuk pakan ternak sebesar 50 ppb. Sementara komposisi nutrisi yang diuji juga masih memenuhi standar SNI. Dari analisis mutu biji jagung menunjukkan bahwa proses pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD mampu mempertahankan mutu biji jagung dengan baik sebagai bahan pakan ternak.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

(7)

UNTUK BIJI JAGUNG

DISWANDI NURBA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

NRP : F151060061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si Ketua

Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc Dr. Ir. Raffi Paramawati, M.Si

Anggota Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)

PRAKATA

Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT sebagai pemilik segala kesempurnaan, dan shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW manusia mulia sebagai uswatun hasanah dalam kehidupan ini hingga akhir zaman kelak. Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil ‘alamin dan mengharap ridho-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, RH dan Kadar Air Dalam In-Store Dryer (ISD) untuk Biji Jagung”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam kepada :

1. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku ketua komisi pembimbing, atas segala arahan dan bimbingannya yang sangat berharga bagi penulis selama pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis.

2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala koreksian, bimbingan dan motivasinya.

3. Dr. Ir. Raffi Paramawati, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktunya, pemikiran dan masukan-masukan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis.

4. Dr. Leopold Oscar Nelwan, STP.,M.Si selaku ketua peneliti pada proyek penelitian KKP3T atas kepercayaan terhadap penulis sebagai bagian dalam Tim Peneliti dan juga atas segala masukan dan arahannya.

5. Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian.

6. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku dosen penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis, atas segala masukan dan saran bagi penulisan tesis ini.

7. Depertemen Pendidikan Nasional RI, khususnya DIKTI melalui Program BPPS atas bantuan biaya pendidikan yang diberikan.

(11)

9. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Pertanian, dan khususnya kepada Staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian FATETA IPB, Pak Harto, Mas Firman dan Mas Darma, terima kasih atas semua bantuan teknis selama perkuliahan, praktikum dan juga saat melaksanakan penelitian. 10. Teman-teman satu tim peneliti; Mas Lilik, Mas Deni, dan Kak Tamaria,

terimakasih atas kerjasamanya. Seluruh teman-teman angkatan 2006; Mas Susanto, Mas Warji, Mas Surya, Mas Farry, dan Kak Riswanti, terimakasih atas kebersamaannya selama pendidikan.

11. Teman-teman Prodi TEP : Bang Hendri, Mas Nuruddin, Mas Bayu, Bang Yaziz, Bang Iqbal dan seluruh rekan-rekan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih semuanya.

12. Rekan-rekan IKAMAPA : Pak Samingan, Pak Ali, Bang Daud, Bang Faisal, Bang Safrizal dan seluruh anggota IKAMAPA.

Ketulusan kasih sayang, pengorbanan serta do’a yang tiada henti dari Ayahanda dan Ibunda selama ini adalah penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini, ketulusan yang tidak mungkin akan terbalas. Do’a dan dukungan dari Kakak, Dinda dan Adik-adikku serta seluruh keluarga merupakan dorongan yang memberikan energi positif dalam menjalani pendidikan ini.

Penulis telah berupaya optimal untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, namun demikian tentunya masih sangat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, kiranya kritik, saran dan koreksian sangat kami harapkan demi perbaikan dan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada, seiring doa dan harapan penulis, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Semoga kita semua selalu mendapat bimbingan-Nya dalam mengamalkan ilmu dengan baik dan menjadi hamba-Nya yang selalu bersyukur.

Bogor, Juli 2008

(12)

RIWAYAT HIDUP

Diswandi Nurba dilahirkan di Manjeng pada tanggal 28 April 1982, adalah putra kedua dari empat bersaudara dari Ayahanda Bangsawan dan Ibunda Nur Asiah.

Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Meulaboh pada tahun 2000 dan melanjutkan pendidikan Sarjana pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Selama pendidikan S1, Penulis menjadi Asisten pada Laboratorium Alat dan Mesin Pertanian tahun 2004 dan juga menjabat sebagai Sekjend Pemerintah Mahasiswa (PEMA) Unsyiah periode 2004-2005. Pada tahun 2005 Penulis menyelesaikan pendidikan S1 dan selanjutnya mengabdi sebagai Staf Pengajar pada Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Teungku Dirundeng Meulaboh, disamping itu pada tahun 2006 Penulis juga mengisi waktu sebagai Staf Teknis Bidang Pemberdayaan Pertanian dan Perikanan Dewan Pengawas BRR NAD dan Nias.

(13)

DAFTAR ISI

2.1.2 Paramater Pengeringan ... 8

2.1.3 Aliran Udara Pengeringan ... 10

2.1.4 Karakteristik Pengeringan Jagung ... 11

2.1.5 Sorpsi Isotermi ... 12

2.1.6 Aktivitas Air ... 13

2.2 Penyimpanan ... 14

2.2.1 Pengaruh Kadar Air terhadap Penyimpanan ... 16

2.2.2 Kelembaban dan Suhu Penyimpanan ... 17

2.2.3 Hubungan Antara Penyimpanan dan Kerusakan Bahan Pakan ... 18

2.2.4 Persyaratan Mutu Jagung ... 18

2.3 Perkembangan Penelitian In-Store Dryer ... 20

2.4 Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) ... 22

(14)

3.3.1 Simulasi Sistem Thermal ISD ... 35

3.3.2 Simulasi Pengeringan Tumpukan (Lapis Tebal) Jagung ... 35

3.3.3 Percobaan Pengeringan dan Penyimpanan Jagung ... 36

3.3.4 Distribusi Udara ... 36

3.3.5 Pengukuran Kecepatan Udara dan Suhu ... 37

3.3.6 Pengukuran RH ... 38

3.3.7 Pengukuran Kadar Air Jagung ... 39

3.3.8 Validasi Model Simulasi ... 39

3.3.9 Uji Mutu Jagung Hasil Pengeringan dan Penyimpanan di dalam In-Store Dryer ... 40

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Simulasi Aliran Udara pada ISD ... 41

4.1.1 Pembentukan Grid Perhitungan ... 41

4.1.2 Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering Simulasi 1 ... 42

4.1.3 Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering Simulasi 2 ... 45

4.1.4 Distribusi RH Udara Hasil Simulasi ... 48

4.1.5 Keragaman Kecepatan Udara, Suhu dan RH ... 48

4.2 Validasi Suhu, Kecepatan Aliran Udara dan RH ... 53

4.3 Perubahan Kadar Air Jagung pada Simulasi ... 56

4.3.1 Kadar Air Jagung Simulasi 1 ... 56

4.3.2 Kadar Air Jagung Simulasi 2 ... 58

4.4 Perubahan Kadar Air Jagung Percobaan ... 60

4.4.1 Kadar Air Jagung Percobaan 1 ... 60

4.4.1 Kadar Air Jagung Percobaan 2 ... 62

4.5 Validasi Perubahan Kadar Air Jagung ... 63

4.5.1 Validasi Kadar Air Jagung Percobaan 1 ... 63

4.5.2 Validasi Kadar Air Jagung Percobaan 2 ... 65

4.6 Analisis Mutu Jagung Hasil Pengeringan dan Penyimpanan ... 67

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Suhu udara pengering beberapa jenis biji-bijian menurut tujuan

penggunaannya ... 10 

2 Kebutuhan volume aliran udara pengering pada berbagai cara pengeringan. ... 11 

3 Hasil perhitungan kadar air berdasarkan Persamaan (8) ... 12 

4 Aktivitas air (aw) minimum untuk pertumbuhan mikroba dan perkecambahan spora ... 14 

5 Perubahan biologi dan kimia pada pakan konsentrat ... 18 

6 Persyaratan mutu jagung ... 19 

7 Standar mutu jagung bahan baku pakan ternak ... 19 

8 Spesifikasi persyaratan mutu benih jagung hibrida di laboratorium ... 19 

9 Lokasi pipa-pipa penyalur udara dalam ISD menurut fungsinya pada bidang xz. ... 33 

10 Koordinat lokasi titik-titik pengukuran suhu, kecepatan udara dan RH dalam ISD dengan termokopel ... 38 

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Proses pengeringan pada kurva psychrometric... 7 

2 Sorpsi isotermi yang menunjukkan hysterisis ... 13 

3 Batas-batas suhu dan kadar air yang aman pada penyimpanan biji-bijian (Hall 1970) ... 17 

4 Elemen pada bak (Bala1997) ... 26 

5 Gridfinite different untuk persamaan deep bed drying ... 27 

6 Skema Bangunan ISD ... 32 

7 Diagram Alir Penelitian ... 34 

8 Model ISD 3 Dimensi untuk simulasi CFD ... 37 

9 Pembentukan grid pada domain perhitungan ... 41 

10 Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi 1 ... 42 

11 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap sebaran suhu ISD pada Simulasi 1. ... 43 

12 Distribusi kecepatan udara didalam ISD pada Simulasi 1 ... 44 

13 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap vektor aliran udara dalam ISD pada Simulasi 1 ... 44 

14 Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi 2 ... 45 

15 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap sebaran suhu ISD pada Simulasi 2 ... 46 

16 Distribusi kecepatan udara di dalam ISD pada Simulasi 2 ... 47 

17 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap vektor aliran udara dalam ISD pada Simulasi 2 ... 48 

18 Profil suhu pada 5 ketinggian Simulasi 1 ... 49 

19 Profil suhu pada 5 ketinggian Simulasi 2 ... 49 

20 Keragaman suhu pada kedua simulasi ... 50 

21 Profil kecepatan aliran udara pada 5 ketinggian Simulasi 1 ... 51 

22 Profil kecepatan aliran udara pada 5 ketinggian Simulasi 2 ... 51 

(17)

24 Keragaman RH udara pada kedua simulasi ... 53 

25 Validasi suhu udara hasil simulasi terhadap suhu pengukuran ... 54 

26 Validasi kecepatan aliran udara hasil simulasi terhadap data pengukuran. ... 54 

27 Validasi RH hasil perhitungan terhadap RH hasil pengukuran ... 55 

28 Perubahan kadar air pada Simulasi 1 ... 56 

29 Perubahan kadar air pada Simulasi 2 ... 58 

30 Kadar air hasil pengukuran selama 50 jam pengeringan pada Percobaan 1 ... 60 

31 Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air bijian pada Percobaan 1 ... 61 

32 Kadar air hasil pengukuran selama 40 jam pengeringan pada Percobaan 2 ... 62 

33 Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air bijian pada Percobaan 2 ... 63 

34 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 10 pada Percobaan 1 ... 64 

35 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 40 pada Percobaan 1 ... 64 

36 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 10 pada Percobaan 2 ... 66 

37 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 40 pada Percobaan 2 ... 66 

38 Perbandingan parameter mutu hasil percobaan dengan SNI jagung untuk perdagangan ... 68 

39 Hasil pengujian tingkat kemurnian benih dan viabilitas sebelum dan setelah proses dalam ISD dan perbandingan dengan SNI ... 69 

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Sistem Pengering ERK-Hybrid dan In-Store Dryer Terintegrasi ... 78 

2. Profil aliran udara pada pipa setengah berpori (Brooker et al. 1992) ... 79 

3. Arah aliran udara pada pipa input dan output (Brooker et al. 1992) ... 80 

4. Susunan pipa-pipa penyalur udara dalam ISD... 81 

5. Standar ASAE untuk ukuran dan kapasitas Silo ... 82 

6. Algoritma numerik volume hingga dengan metode SIMPLE (Versteeg & Malalasekera 1995) ... 84 

7. Asumsi, kondisi awal dan kondisi batas yang digunakan pada simulasi CFD ... 85 

8. Algoritma simulasi pengeringan tumpukan tebal ... 87 

9. Parameter yang digunakan dalam simulasi pengeringan tumpukan ... 88 

10. Kode program Visual Basic untuk simulasi pengeringan tumpukan ... 90 

11. Interface program simulasi pengeringan tumpukan ... 95 

12. Perhitungan pressure drop dan tekanan statis kipas ... 96 

13. Lokasi titik pengukuran suhu dan kecepatan udara di dalam ruangan ISD ... 100 

14. Lokasi titik pengambilan sampel pengukuran kadar air ... 101 

15. Hasil Simulasi 1 CFD ... 102 

16. Hasil Simulasi 2 CFD ... 105 

17. Perbandingan keragaman suhu, kecepatan udara dan RH di dalam ISD pada kedua simulasi CFD. ... 108 

(19)

19. Data validasi RH udara hasil pengukuran dan perhitungan serta

nilai error dan standar deviasinya. ... 110 

20. Perubahan kadar air setelah simulasi pengeringan selama 150

jam pada Simulasi 1. ... 111 

21. Perubahan kadar air setelah simulasi pengeringan selama 120

jam pada Simulasi 2. ... 114 

22. Hasil pengukuran nilai kadar air bijian selama 50 jam pada

Percobaan 1 ... 117 

23. Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air

pengukuran pada Percobaan 1 ... 120 

24. Hasil pengukuran nilai kadar air bijian selama 40 jam pada

Percobaan 2 ... 121 

25. Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air

pengukuran pada Percobaan 2 ... 123 

26. Validasi perubahan kadar air pengukuran dan simulasi pada

Percobaan 1. ... 124 

27. Validasi perubahan kadar air pengukuran dan simulasi pada

Percobaan 2 ... 125 

28. Mutu jagung pada percobaan ... 126 

29. Kontaminasi aflatoxin pada jagung hasil uji laboratorium

sebelum proses pengeringan dan penyimpanan ... 127 

30. Kandungan abu, lemak dan serat pada jagung hasil uji

laboratorium sebelum proses pengeringan dan penyimpanan ... 128 

31. Kandungan protein pada jagung hasil uji laboratorium sebelum

proses pengeringan dan penyimpanan ... 129 

32. Kontaminasi aflatoxin pada jagung hasil uji laboratorium setelah

proses pengeringan dan penyimpanan ... 130 

33. Kandungan abu, lemak dan serat pada jagung hasil uji

laboratorium setelah proses pengeringan dan penyimpanan ... 131 

34. Kandungan protein pada jagung hasil uji laboratorium setelah

proses pengeringan dan penyimpanan ... 132 

35. Sistem Pengering Efek Rumah Kaca Hybrid (ERK-Hybrid) dan

(20)
(21)

DAFTAR SIMBOL

aw : aktivitas air (desimal)

Cpa : panas jenis udara kering (J/kgoK)

Cpg : panas jenis bijian (J/kgoK)

Cpl : panas jenis air pada bijian (J/kgoK)

Cpw : panas jenis uap air (J/kgoK)

Cv : kalor molekul (K)

C2 : koefisien porous jump plat (1/m)

D : diameter spesifik (m)

Dp : diameter lubang pada plat (m)

Ga : laju aliran massa udara (kg/mnt m2)

H : kelembaban mutlak (kg/kg)

hcv : coefisien panas volumetric air (kJ/mnt-m3-K)

Hfg : panas laten penguapan (kJ/kg)

i : energi dalam (J)

i : data ke-i

k : konstanta pengeringan (dalam mnt-1)

k : konduktivitas panas (W/m K)

La : panas laten penguapan air (kJ/kg)

Lg : panas laten penguapan dari bijian (kJ/kg)

M : kadar air bijian basis kering (% b.k)

MAE : mean absolute error

Me : kadar air keseimbangan (% b.k)

Mw : kadar air bijian basis basah (% b.b)

N : jumlah data

p : tekanan parsial air (Pa)

pw : tekanan keseimbangan uap air (Pa)

Patm : tekanan atmosfer (Pa)

Ps : tekanan jenuh air (Pa)

Pv : tekanan uap (Pa)

Pr : bilangan Prandtl (desimal)

(22)

Qo : nilai hasil pengukuran

R : konstanta gas ideal (J/mol K)

Re : bilangan Reynold (desimal)

RH : kelembaban nisbi (%)

RHa : kelembaban udara lingkungan (%)

RHr : kelembaban udara pengering (%)

Si : sumber gerakan energi dalam

SMx : sumber gerakan momentum arah x

SMy : sumber gerakan momentum arah y

SMz : sumber gerakan momentum arah z

t : waktu (mnt)

T : suhu (oC)

Ta : suhu udara (oC)

Tg : Suhu bijian (oC)

u : exponen

u : kecepatan arah x (m/s)

v : kecepatan arah y (m/s)

w : kecepatan arah z (m/s)

Wd : bobot bahan kering (kg)

Ww : bobot bahan basah (kg)

x : koordinat arah x (m)

y : koordinat arah y (m)

z : ketebalan tumpukan biji (m)

z : koordinat arah z (m)

α : permeabilitas permukaan plat (m2)

ε : porositas bak (desimal)

ρd : massa jenis bijian (kg/m3) ρ : densitas fluida (kg/m3)

(23)

1.1Latar Belakang

Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian

adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode

pengeringan dan penyimpanan yang baik untuk menjaga dan mempertahankan

kuantitas dan kualitasnya. Pengeringan adalah proses pemindahan air dengan

menggunakan panas atau aliran udara untuk menghambat pertumbuhan jamur dan

bakteri sehingga tidak dapat berkembang lagi atau memperlambat

perkembangannya (Hall 1980). Penyimpanan hasil pertanian berhubungan dengan

waktu penggunaan, baik distribusi maupun konsumsi atau pengolahan lebih

lanjut. Penyimpanan bertujuan agar bahan tidak mengalami kerusakan dan

penyusutan selama masa simpannya. Pada umumnya, penyimpanan biji-bijian

dilakukan setelah proses pengeringan hingga kadar air yang dianggap aman.

Pengeringan dapat dilakukan menggunakan cara alamiah (penjemuran)

ataupun cara buatan (artificial drying). Penjemuran merupakan cara pengeringan

yang cukup murah akan tetapi ada faktor yang menjadi kendala penjemuran yang

mencakup: kebutuhan lahan yang luas, kontaminasi bahan asing, tidak praktis

pada daerah yang sering berubah cuacanya dan pada musim hujan praktis sulit

dilakukan. Pengeringan buatan dengan energi konvensional pada umumnya dapat

digunakan untuk mengatasi hal tersebut, akan tetapi kendala utamanya adalah

biaya pengoperasian yang relatif tinggi, terutama ketika akhir-akhir ini biaya

bahan bakar meningkat pesat. Selain itu pada biji-bijian terutama jagung pipilan,

kesalahan penanganan pada pengeringan dan penyimpanan dapat menyebabkan

tingginya kontaminasi mikotoksin terutama jenis aflatoxin yang berbahaya bagi

kesehatan ternak dan manusia.

Salah satu tipe pengering berenergi surya yang telah dikembangkan adalah

pengering tipe Efek Rumah Kaca (ERK) (Abdullah 1993). Pengering ini

merupakan bangunan dengan struktur terintegrasi antara kolektor surya dengan

wadah produk yang dikeringkan. Pengembangan alat pengering surya tipe ERK

pada skala penelitian dan lapangan telah dilakukan diantaranya untuk berbagai

(24)

buah-buahan (pisang dan pepaya), benih (cabai dan mentimun) dan ikan

(Abdullah 1995, 1998, 1999; Nelwan 1997, 2005; Wulandani 2005; Manalu

1999). Suhu udara pengering rata-rata berkisar antara 39-50 oC untuk berbagai

lokasi, dengan waktu pengeringan berkisar antara 4-57 jam tergantung dari jenis

produk yang dikeringkan. Untuk menjamin kontinuitas operasi, pengering ini juga

dapat mengandalkan energi biomassa sebagai salah satu sumber energi termalnya.

Alat pengering yang menggunakan dua sumber energi termal ini disebut sebagai

pengering ERK-hybrid.

Pengembangan ERK-Hybrid menjadi alternatif yang sangat baik dalam hal

peralihan penggunaan sumber energi, disamping itu usaha konservasi energi juga

penting dilakukan dalam proses pengeringan. Untuk maksud tersebut, dapat

dilakukan pengeringan dua tahap, yaitu pengeringan dengan laju relatif tinggi

kemudian diikuti dengan laju rendah. Menunda atau melakukan pengeringan pada

laju rendah sesaat setelah panen merupakan hal yang cukup beresiko. Kadar air

tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat menurunkan

kualitas biji, sehingga harus diturunkan pada tingkat kadar air tertentu untuk

kemudian dapat dilakukan tahap kedua yaitu pengeringan dengan laju relatif lebih

rendah. Pemindahan produk ke pengering tahap ke dua dapat menjadi solusi

penghematan energi termal, dibandingkan apabila pengeringan dilakukan secara

lengkap pada pengering ERK-hybrid. Energi termal yang dibutuhkan untuk

pengeringan secara lengkap pada ERK-hybrid lebih besar untuk mendukung laju

penurunan kadar air yang tinggi pada awal proses pengeringan, sehingga

diperlukan bahan bakar biomassa agar proses dapat berjalan dengan baik.

Sistem pengeringan tahap kedua pada umumnya dapat disebut sebagai

pengering dalam penyimpan (In-Store Dryer/ISD). Pada kadar air sekitar 18%,

biji-bijian termasuk jagung pipilan lebih aman untuk disimpan dalam jangka

waktu yang relatif lebih lama pada suhu dan kelembaban umum di Indonesia.

Apabila menggunakan asumsi suhu biji-bijian 27 oC umur simpan yang aman

pada kadar air 18% dapat lebih dari 20 hari, sedangkan pada kadar air yang lebih

tinggi (misalnya 20%) pada suhu yang sama umur aman simpan menjadi hanya

kurang dari 10 hari (Brooker et al. 1992). Pada kondisi udara (suhu dan

(25)

mempunyai potensi yang sangat besar untuk diterapkan sebagai media pengering

berbagai produk bebijian termasuk jagung pipilan. Metode yang digunakan pada

ISD umumnya menggunakan udara lingkungan yang dihembuskan melalui

tumpukan biji-bijian yang akan dikeringkan. Dengan metode ini, penggunaan

pemanas yang membutuhkan perawatan serta biaya operasi lebih tinggi dapat

direduksi, selain itu juga dapat dilakukan penghematan energi secara signifikan

karena rendahnya kebutuhan energi termal pada operasi, yang biasanya

membutuhkan energi cukup tinggi untuk memanaskan udara.

ISD sebagai sebuah sistem pengeringan konvektif, mengandalkan aliran

udara (gas) yang merupakan kunci utama untuk keberhasilan proses pengeringan

karena udara berfungsi sebagai pembawa panas dan uap air. Distribusi aliran

udara yang kurang baik dapat menyebabkan ketidakseragaman kadar air dan

menyebabkan pula tidak seragamannya kualitas produk, seperti diperlihatkan pada

pengeringan rak untuk kakao (Nelwan 1997).

Sistem pengeringan tumpukan (deep bed drying) pada ISD akan sangat

rentan terhadap permasalahan ketidakseragaman kadar air seperti juga terjadi pada

pengeringan tumpukan lainnya, sehingga perlu mekanisme yang baik untuk

mengurangi masalah ini. Ketidakseragaman kadar air biasanya dapat diatasi

dengan cara pengadukan, namun kebutuhan energi untuk proses pengadukan ini

biasanya cukup besar. Hal ini dikemukakan oleh Manalu (1999), yang melakukan

percobaan pengadukan dengan menggunakan motor pada pengeringan kakao.

Dalam percobaan tersebut dilaporkan bahwa untuk menggerakkan tumpukan

kakao sebesar 300-400 kg dibutuhkan motor dengan daya sebesar 1.5 hp.

Kenyataan ini membuat alternatif pengadukan menjadi tidak mungkin dilakukan

pada ISD, karena konsep awalnya adalah penghematan energi, sehingga penataan

saluran udara di dalam ISD menjadi alternatif yang sangat baik untuk

memecahkan permasalahan tersebut.

Penataan sistem saluran udara di dalam tumpukan biji-bijian dapat

memberikan sebaran kondisi udara yang lebih seragam, karena secara prinsip

penataan saluran udara dalam tumpukan biji adalah menyediakan rongga bebas

untuk pergerakan udara, sehingga diharapkan udara menjadi bebas bergerak ke

(26)

dapat dilakukan secara sederhana dan dengan bahan yang mudah diperoleh, akan

tetapi banyaknya kombinasi saluran yang dapat dipilih membuat simulasi

matematik menjadi penting untuk menghemat waktu dan biaya disain penataan

saluran. Salah satu metode untuk mensimulasikan pola aliran udara, suhu dan

tekanan dalam suatu ruang dapat dilakukan dengan metode CFD (Computational

Fluid Dynamics). CFD adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida,

pindah panas dan fenomena lainnya seperti reaksi kimia yang menggunakan

simulasi berbasis komputer. Sementara untuk melihat penyebaran kadar air pada

tumpukan biji dalam ISD, dapat dilakukan simulasi dengan menggunakan model

pengeringan tumpukan (Brooker et al. 1992), sehingga didapatkan gambaran

pengeringan dan perubahan kadar air pada setiap lapisan di dalam tumpukan.

Penyimpanan dalam silo besi telah umum digunakan untuk menyimpan

produk biji-bijian seperti gabah dan jagung. Namun permasalahan penyimpanan

menggunakan silo besi adalah mudahnya terjadi migrasi uap air dalam silo,

sehingga kadar air pada bagian tertentu akan naik dan pada bagian lain akan

menurun. Hal tersebut disebabkan oleh fluktuasi suhu udara dan RH lingkungan

serta radiasi sinar surya. Kadar air yang tinggi pada penyimpanan dapat

menurunkan mutu karena akan mudah terjadinya perkembangbiakan

mikroorganisme. Permasalahan tersebut perlu dipecahkan dengan

mengkondisikan silo yang memiliki aerasi udara yang baik dan juga mengurangi

efek pemanasan dinding silo akibat radiasi sinar surya. Sebagai sebuah silo, ISD

yang dilengkapi dengan pipa-pipa aerasi udara dan dinding dengan insulator panas

sehingga bersifat adiabatis, diharapkan mampu melakukan penyimpanan dan

mempertahankan mutu produk dengan baik.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “Rancang Bangun Alat

Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store Dryer (ISD)

Terintegrasi untuk Biji-Bijian”. ISD sebagai satu unit dari sistem terintegrasi

tersebut, memerlukan pengkajian secara spesifik untuk melihat performa

operasinya secara lebih mendalam yang juga akan menjadi bahan evaluasi bagi

(27)

1.2Hipotesa

Distribusi aliran udara, suhu dan RH mempengaruhi keseragaman kadar air

dan mutu biji-bijian di dalam ISD. Dengan simulasi CFD dapat diketahui sebaran

aliran udara, suhu dan RH pada ISD, sementara distribusi kadar air dapat

diketahui dengan simulasi model pengeringan tumpukan. Berdasarkan kedua hasil

simulasi dan validasi terhadap data pengukuran maka akan dapat dijadikan

rujukan bagi evaluasi dan pengembangan ISD.

1.3Tujuan

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji distribusi aliran

udara, suhu, RH dan kadar air di dalam ISD. Secara khusus penelitian ini terdiri

dari beberapa tujuan antara lain :

1. Melakukan simulasi dan validasi model distribusi aliran udara dan suhu di

dalam ISD dengan menggunakan teknik CFD.

2. Mendapatkan nilai perhitungan dan validasi RH.

3. Melakukan simulasi dan validasi kadar air jagung menggunakan model

pengeringan tumpukan biji-bijian dengan pemrograman Visual Basic 6.0.

4. Analisis mutu jagung hasil pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD

(28)

2.1Pengeringan

Pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai tingkat kadar air

tertentu. Secara spesifik pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan

sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang

dapat menyebabkan kerusakan (fisika/kimia) terhambat atau terhenti, sehingga

bahan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Menurut Hall (1980),

pada proses pengeringan komoditas pertanian terjadi dua proses dasar yaitu

pindah panas untuk menguapkan cairan bahan dan pindah massa akibat adanya

perbedaan tekanan uap. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengontrol

perpindahan kadar air dalam bahan adalah: a) difusi antara cairan dan uap, b) gaya

kapilaritas, c) gradien penyusutan dan tekanan uap, d) gravitasi, dan e) penguapan

kadar air.

Dalam suatu proses pengeringan, dikenal adanya suatu laju pengeringan

yang dibedakan menjadi dua tahap utama, yaitu laju pengeringan konstan dan laju

pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi pada lapisan air bebas

yang terdapat pada permukaan biji-bijian. Laju pengeringan ini terjadi sangat

singkat selama proses pengeringan berlangsung, kecepatan penguapan air pada

tahap ini dapat disamakan dengan kecepatan penguapan air bebas. Besarnya laju

pengeringan ini tergantung dari: a) lapisan yang terbuka, b) perbedaan

kelembaban antara aliran udara dan daerah basah, c) koefisien pindah massa, dan

e) kecepatan aliran udara pengering. Laju pengeringan menurun terjadi setelah

periode pengeringan konstan selesai. Pada tahap ini kecepatan aliran air bebas dari

dalam biji ke permukaan lebih kecil dari kecepatan pengambilan uap air

maksimum dari biji. Kadar air kritis (critical moisture content) menjadi batas

antara laju pengeringan konstan dan laju pangeringan menurun (Hall 1980). Kadar

air kritis adalah kadar air terendah pada saat kecepatan aliran air bebas dari dalam

biji ke permukaan sama dengan kecepatan pengambilan uap air maksimum dari

(29)

2.1.1 Proses Pengeringan

Proses pengeringan terjadi dengan cara penguapan air. Cara ini dilakukan

dengan menurunkan kelembaban nisbi udara melalui aliran udara panas atau udara

bertekanan sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air udara.

Perbedaan tekanan uap ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke

udara.

Proses pengeringan biji-bijian dapat dianggap sebagai proses adiabatik.

Selama proses pengeringan berlangsung, entalpi dan suhu bola basah udara

pengering tetap, sedangkan suhu bola kering berkurang yang diikuti dengan

kenaikan kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, tekanan parsial uap air dan suhu

pengembunan udara pengering. Terjadinya proses pengeringan dengan udara

pengering yang dipanaskan pada kurva psikometrik dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengeringan dengan menggunakan udara alami berarti proses pemanasan udara

(1)-(2) ditiadakan. Kenaikan suhu udara alami karena gesekan atau turbulensi

udara dapat dianggap sebagai proses pemanasan udara sebelum masuk ruang

pengering.

Gambar 1 Proses pengeringan pada kurva psychrometric

Keterangan :

(1)-(2) : Proses pemanasan udara (2)-(3) : Proses pengeringan

i : udara masuk alat pengering p : udara pengering

(30)

Kelembaban relatif (RH) yang dinyatakan dalam persen merupakan

perbandingan antara tekanan uap terhadap tekanan jenuh air pada suhu ruang

pengering, yang dinyatakan dalam persamaan (Brooker et al. 1974):

... (1)

sedangkan kelembaban mutlak (H) konstan, maka :

.

... (2)

dimana 255.38 ≤ T ≤ 533.16 oK dan Pv < Patm, sehingga tekanan uap (Pv) juga

konstan. Bila kelembaban udara lingkungan (RHa) dan kelembaban udara

pengering (RHr), maka :

... (3)

... (4)

dimana 273.16 ≤ T ≤ 533.16 oK (Keenan & Keyes 1936 dalam ASAE Standard

1994), dimana :

R = 22105649.25 D = 0.12558 x 10-3 A = -27405.526 E = -0.48502 x 10-7 B = 97.5413 F = 4.34903

C = -0.146244 G = 0.39381 x 10 -2

2.1.2 Paramater Pengeringan

Menurut Brooker et al. (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi

lama waktu yang dibutuhkan pada proses pengeringan antara lain:

a. Suhu udara pengering

Suhu udara pengering akan mempengaruhi laju penguapan air bahan dan

mutu pengeringan. Semakin tinggi suhu maka panas yang digunakan untuk

penguapan air akan meningkat sehingga waktu pengeringan akan menjadi lebih

singkat. Agar bahan yang dikeringkan tidak sampai rusak, suhu harus dikontrol

terus menerus.

b. Kelembaban relatif (RH) udara pengering

Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk

(31)

semakin banyak uap air yang diserap udara pengering, demikian juga sebaliknya.

RH dan suhu pengering akan menentukan tekanan uap jenuh. Perbedaan tekanan

uap air pada udara pengering dan permukaan bahan akan mempengaruhi laju

pengeringan. Untuk proses pengeringan yang baik diperlukan RH yang rendah

sesuai dengan kondisi bahan yang akan dikeringkan.

c. Kecepatan aliran udara pengering

Aliran udara pada proses pengeringan berfungsi membawa panas untuk

menguapkan kadar air bahan serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut.

Uap air hasil penguapan bahan dengan panas harus segera dikeluarkan agar tidak

membuat jenuh udara pada permukaan bahan, yang akan mengganggu proses

pengeringan. Semakin besar volume udara yang mengalir maka akan semakin

besar kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari permukaan

bahan.

d. Kadar air bahan

Keragaman kadar air awal bahan sering dijumpai pada proses pengeringan

dan hal ini juga menjadi suatu masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk

mengurangi masalah ini adalah dengan mengurangi ketebalan tumpukan bahan

yang dikeringkan, mempercepat aliran udara pengering, menurunkan suhu udara

pengering dan dilakukan pengadukan bahan. Kadar air akhir bahan merupakan

tujuan akhir proses pengeringan, besarnya kadar air akhir akan menentukan

lamanya proses pengeringan berlangsung.

Menurut Brooker et al. (1974), Kadar air dapat dinyatakan dalam dua cara,

yaitu kadar air basis basah (Mw) dan kadar air basis kering (M). Untuk dipasarkan

biasanya kadar air biji-bijian ditentukan berdasarkan basis basah, sementara kadar

air basis kering sering digunakan dalam perhitungan-perhitungan engineering.

Untuk menghitung kadar air biji-bijian digunakan Persamaan (5) dan (6).

...(5)

...(6)

Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air dari

biji-bijian yang dikeringkan. Variasi kadar air ini dipengaruhi oleh ketebalan

(32)

itu sendiri. Brooker et al. (1974) mengemukakan bahwa variasi kadar air

biji-bijian yang dikeringkan dapat dikurangi dengan cara (1) menipiskan tumpukan

biji-bijian, (2) menggunakan kecepatan aliran udara tinggi, (3) mempertahankan

suhu udara pengering tetap rendah, dan (4) melakukan pengadukan.

Kerusakan fisik dan kimia biji-bijian dapat terjadi akibat pengeringan pada

suhu udara pengering yang melebihi batas suhu udara pengering yang diizinkan

untuk setiap jenis biji-bijian seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Suhu udara pengering beberapa jenis biji-bijian menurut tujuan penggunaannya

No Jenis biji-bijian Suhu udara pengering maksimum (

o

C)

Benih Dipasarkan Makanan ternak

1 Tongkol jagung 43.3 54.4 82.2

2.1.3 Aliran Udara Pengeringan

Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pendistribusi panas untuk

menguapkan kandungan air dari biji-bijian dan mengeluarkan uap air tersebut.

Menurut Soemartono (1968), suhu udara dan kecepatan aliran udara pengering

berpengaruh penting terhadap proses pengeringan. Air yang dikeluarkan dalam

bentuk uap harus segera dipindahkan dan dijauhkan dari biji-bijian sehingga tidak

menyebabkan udara jenuh pada permukaan biji-bijian yang dapat memperlambat

pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang cepat akan membawa uap air dari

permukaan bijian dan mencegah penjenuhan udara disekitar permukaan

biji-bijian. Volume udara yang lebih besar dapat menampung dan membawa uap air

lebih banyak. Semakin kering udara maka akan semakin cepat pula proses

pengeringan yang terjadi. Udara kering dapat menampung uap air lebih banyak

dari pada udara lembab. Tekanan statik aliran udara pengering yang melalui

tumpukan biji-bijian akan memiliki nilai yang berbeda pada saat udara pengering

(33)

oleh adanya gesekan antara udara pengering dengan biji-bijian dan pengaruh

turbulensi aliran udara pengering.

Brooker et al. (1974) mengemukakan bahwa tekanan statik aliran udara

pengering yang melalui tumpukan bebijian tergantung pada: (a) kecepatan aliran

udara pengering, (b) karakteristik bentuk dan permukaan bebijian, (c) jumlah,

ukuran dan konfigurasi ruang antar bebijian, (d) variasi ukuran bebijian dan (e)

tebal tumpukan bebijian. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tekanan statik

aliran udara pengering adalah prosentase lubang lantai ruang pengering dan

panjang pipa penyalur udara pengering (Hall & Davis 1979). Kebutuhan volume

aliran udara pengering untuk biji-bijian menurut cara pengeringan dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2 Kebutuhan volume aliran udara pengering pada berbagai cara pengeringan.

Cara pengeringan Volume aliran udara

(m3/m3 det)

Aerasi 2.67 x 10-4

Tempering 0.0067

Udara pengering tanpa pemanasan 0.0267

Tumpukan tipis 0.0267

Udara pengering dengan pemanasan 0.4005

Sumber : Brooker et al. (1974)

2.1.4 Karakteristik Pengeringan Jagung

Brooker et al. (1992) mengemukakan suatu persamaan untuk konstanta

pengeringan jagung yang diambil dari persamaan Pabis dan Henderson (1961)

yaitu:

. . ...(7) dimana k dalam (dtk-1) dan T dalam (oR).

Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) merupakan kadar air

minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada

suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan setimbang

apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju

penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingnya. Kadar air pada keadaan

setimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan

(34)

Salah satu persamaan kadar air keseimbangan pada jagung pipilan adalah

persamaan Henderson termodifikasi (Brooker et al. 1992) yaitu:

exp . . . ... (8)

. . . . ... (9)

dimana Me adalah kadar air keseimbangan basis kering, T adalah suhu mutlak

udara (oC) dan RH adalah kelembaban nisbi. Apabila persamaan di atas

digunakan untuk kondisi udara alami yang umum di Indonesia, sebagai contoh

pada suhu 30 oC dan RH 70%, maka nilai kadar air keseimbangan jagung pipilan

yang diperoleh adalah 16.0% b.k. Tabel 3 menyajikan beberapa nilai yang diuji

pada studi pendahuluan. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa udara alami tanpa

pemanasan mempunyai potensi untuk menurunkan kadar air jagung pipilan

sampai 13.8%b.k. Kadar air ini sudah memadai untuk penyimpanan dalam waktu

yang cukup lama.

Tabel 3 Hasil perhitungan kadar air berdasarkan Persamaan (8)

Penggunaan udara lingkungan tanpa pemanasan sebagai udara pengering

telah diuji di Korea selama empat tahun (Kim et al. 1989). Kondisi udara

lingkungan yang digunakan mempunyai suhu udara rata-rata 12.8-18.6 oC dengan

RH rata-rata berkisar antara 63.3-72.0%. Dengan kondisi tersebut sebanyak

2500-3000 kg gabah dapat dikeringkan dari kadar air awal 17.2-21.9% sampai kadar air

akhir 13.2-14.6%.

2.1.5 Sorpsi Isotermi

Sorpsi isotermi adalah suatu plot kadar air keseimbangan terhadap

kelembaban relatif pada suatu temperatur tertentu. Isotermi yang diperoleh dengan

memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya meningkat dikenal dengan

(35)
(36)

pada sistem padatan basah terhadap tekanan keseimbangan uap air (pw) pada suhu

yang sama, dalam persamaan dituliskan sebagai :

... (10)

atau,

... (11)

Daftar nilai aw minimum terukur untuk pertumbuhan mikroba dan

perkecambahan spora disajikan pada Tabel 4. Jika aw diturunkan dibawah nilai ini

dengan cara pengeringan atau dengan menambahkan agen pengikat seperti gula,

gliserol atau garam, maka pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Akan tetapi

seharusnya penambahan tersebut tidak mempengaruhi aroma, rasa atau kriteria

mutu lainnya, sehingga proses pengeringan merupakan solusi yang baik untuk

menurunkan aw pada bahan pangan dengan kadar air tinggi.

Tabel 4 Aktivitas air (aw) minimum untuk pertumbuhan

mikroba dan perkecambahan spora

Mikroorganisme Aktivitas air

Organisme penghasil lendir pada daging 0.98

Spora Pseudomonas, Bacillus cereus 0.97

Spora B.subtilis, C.botulinum 0.95

C.Botulinum, Salmonela 0.93

Bakteri pada umumnya 0.91

Ragi pada umumnya 0.88

Aspergillus niger 0.85

Jamur pada umumnya 0.80

Bakteri halofolik 0.75

Jamur Xerofilik 0.65

Ragi Osmifilik 0.62

Sumber : Brockmann 1973 dalam Devahastin 2000

2.2Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu cara pengamanan yang selalu berkaitan dengan

waktu. Hasil pertanian terutama bebijian selama penyimpanan masih mengalami

proses respirasi karena bahan tersebut masih hidup. Proses respirasi merupakan

proses produksi energi yang digunakan oleh sel-sel tanaman, pada proses respirasi

terjadi pemindahan energi dari ikatan kimia dalam bahan kepada ikatan kimia

Adenosin Tri Phospat (ATP) yang berenergi tinggi dan langsung digunakan dalam

proses kehidupan (Suseno 1974). Menurut Hall (1970), air dan panas yang

(37)

sehingga laju respirasi meningkat. Kadar air dan panas hasil respirasi membuat

kondisi yang baik bagi pertumbuhan kapang. Wijandi (1988) mengemukakan

bahwa penyimpanan dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan mutu

komoditi yang disimpan dengan jalan menghindari, mengurangi atau

menghilangkan berbagai faktor yang dapat mengurangi mutu komoditi yang

disimpan.

Menurut Soesarsono (1977), penyimpanan dapat dibagi dalam berbagai

tahapan/kelompok antara lain: berdasarkan perjalanan hasil panen, waktu, tempat,

modifikasi udara dan berdasarkan teknologi. Dalam penyimpanan berdasarkan

perjalanan hasil panen, dikenal penyimpanan tingkat panen, tingkat petani, tingkat

pengumpul, tingkat penyalur, transit, tingkat pengecer dan tingkat konsumen.

Berdasarkan waktu dilakukan penyimpanan jangka panjang, jangka menengah,

jangka pendek, transit dan penyimpanan panjang. Penyimpanan berdasarkan

tempat digolongkan menjadi penyimpanan di atas atmosfer, di dalam tanah, di

udara dan di bawah permukaan air. Berdasarkan modifikasi udara dikenal

penyimpanan alami, penyimpanan atmosfir yang dimodifikasi (modified atmosfer

storage) dan penyimpanan atmosfr yang dikendalikan (control atmosfer storage).

Sedangkan berdasarkan teknologi, penyimpanan dapat digolongkan menjadi

penyimpanan tradisional dan penyimpanan modern. Cara penyimpanan modern

merupakan pengembangan dari penyimpanan tradisional.

Menurut Wiliam (1991), ada beberapa faktor yang berpengaruh pada

penyimpanan biji-bijian antara lain: tipe dari bebijian, periode penyimpanan,

metode penyimpanan, suhu lingkungan, kadar air bahan, kandungan bahan asing,

proteksi fisik dan kelembaban relatif. Jagung dapat disimpan dalam beberapa cara

seperti curah (pipilan), kemas (pipilan) dan gantung (dengan tongkol).

Berdasarkan pengaruh udara lingkungan pada kondisi penyimpanan, penyimpanan

dapat dibedakan menjadi penyimpanan udara bebas dan penyimpanan rapat udara

(Thahir et al. 1988).

Penyimpanan udara bebas adalah penyimpanan yang dilakukan pada kondisi

udara bebas dengan suhu kamar, pada kondisi ini lingkungan berpengaruh

langsung terhadap proses penyimpanan. Sistem penyimpanan udara bebas kurang

(38)

kelembaban yang tinggi, karena kadar air biji akan naik menyesuaikan dengan

kelembaban udara lingkungan. Kerusakan akan tetap terjadi meskipun telah

diterapkan persyaratan penyimpanan yang cukup baik (Thahir et al. 1988).

Penyimpanan rapat udara merupakan sistem penyimpanan dengan prinsip

membatasi dampak negatif dari udara lingkungan sehingga laju kerusakan dapat

dihambat. Penyimpanan ini juga sering disebut penyimpanan kedap udara. Tujuan

dari sistem penyimpanan tersebut adalah untuk memperpanjang daya simpan.

Kerusakan butir bijian terjadi karena kegiatan biologis hama, kapang dan bakteri.

Kegiatan biologis berupa pernafasan dapat dihambat dengan cara kemasan diisi

biji penuh, kadar air butiran rendah pada awal penyimpanan, digunakan wadah

dengan sistem kedap udara. Tingkat pernafasan dapat dihambat dengan cara

pemberian CO2, pengurangan O2. Keuntungan dari sistem penyimpanan ini

memperpanjang daya simpan jagung dari tiga bulan menjadi paling sedikit 12

bulan, serta tidak membutuhkan insektisida dan fungisida, yang diperlukan adalah

kadar air yang rendah (Thahir et al. 1988).

2.2.1 Pengaruh Kadar Air terhadap Penyimpanan

Dalam mencegah kerusakan selama masa penyimpanan, pengendalian kadar

air merupakan faktor terpenting. Pengendalian kadar air adalah faktor yang paling

mudah dan murah sebelum dilakukan penyimpanan terhadap bahan.

Perkembangan kapang dapat ditekan dengan adanya pengurangan kadar air

selama penyimpanan (Wiliam 1991). Pengeringan yang berlanjut dengan

menggunakan sinar matahari dapat menyebabkan biji-bijian retak dan kehilangan

daya hidupnya (Covanic 1991 dalam Dharmaputra et al. 1997).

Selama masa penyimpanan kadar air bahan pangan akan bergerak menuju

kadar air keseimbangan. Henderson dan Perry (1976) mengemukakan bahwa

kadar air keseimbangan terjadi pada saat biji-bijian tidak lagi menyerap atau

melepaskan uap air.

Pengeringan mekanis untuk menurunkan kadar air sampai 14% selama 2.5

hari efektif untuk mengontrol aflatoksin pada jagung yang diproduksi pada musim

hujan. Untuk menghemat biaya, pengeringan mekanis dipadukan dengan metode

pengeringan field drying, yaitu dengan membiarkan jagung tetap di pohon

(39)

mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban relatif. Di Thailand selama

musim hujan menggunakan field drying selama 1 sampai 4 minggu efektif

mengeringkan jagung dari kadar air >26% menjadi 18 – 22%, juga menjaga dari

kerusakan fisik serta mengontrol aflatoksin (Negler et al. 1986).

2.2.2 Kelembaban dan Suhu Penyimpanan

Chikubu (1974) mengemukakan bahwa kelembaban dan suhu ruang

merupakan faktor lingkungan yang penting dalam penyimpanan. Kelembaban

lebih berperan dalam menentukan mutu bahan dan proses kerusakan selama

penyimpanan. Kelembaban akan mempengaruhi kadar air bahan, dan kadar air

bahan juga selalu dipengaruhi oleh kelembaban ruangan, sehingga terjadi suatu

keseimbangan. Selain itu suhu ruangan juga sangat menentukan tingkat

keseimbangan kelembaban dengan kadar air tersebut. Batas suhu dan kadar air

aman pada penyimpanan biji-bijian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Batas-batas suhu dan kadar air yang aman pada penyimpanan biji-bijian (Hall 1970)

Kelembaban ruangan, suhu dan kadar air bahan selain mempengaruhi

aktifitas di dalam bahan juga akan mempengaruhi kegiatan hidup organisme

perusak. Setiap organisme perusak memerlukan syarat hidup tertentu sehingga

dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Soesarsono (1977)

(40)

kelembaban, tetapi dipengaruhi oleh perubahan suhu. Sedangkan jamur

dipengaruhi oleh kadar air dan relatif tidak terpengaruh oleh suhu.

Menurut Hall (1970), kondisi yang sesuai untuk mencegah kerusakan

selama penyimpanan dan perdagangan adalah pada kelembaban sebesar 70%.

Pada kelembaban 70% dan suhu 27 oC jagung memiliki kadar air keseimbangan

13.5%. Selanjutnya dijelaskan bahwa suhu yang tinggi (berkisar antara 21-43 oC)

akan mempercepat kehidupan organisme, disamping itu reaksi kimia juga akan

meningkat karena peningkatan suhu. Kenaikan suhu bahan juga disebabkan oleh

kegiatan respirasi, aktifitas serangga, aktifitas kapang dan bakteri.

2.2.3 Hubungan Antara Penyimpanan dan Kerusakan Bahan Pakan

Menurut Francis dan Wood (1982), kondisi lingkungan yang berpengaruh

pada penyimpanan adalah suhu dan kelembaban relatif, dan hanya terpengaruh

kecil oleh oksigen dan cahaya. Suhu dan kelembaban relatif tidak hanya

berpengaruh terhadap laju perubahan kimia tapi juga berpengaruh pada

perkembangan serangga dan kapang. Perubahan kimia berhubungan erat dengan

aktivitas kapang dan serangga. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perubahan biologi dan kimia pada pakan konsentrat

Kadar air (%) RH pada 20-30oC (%) Aktivitas Biologis Aktivitas Kimia

< 8 30 Tidak nyata oksidasi lemak, peningkatan

peroksida

Pertumbuhan kapang Produksi mikotoksin

20 – 25 90 – 95 Serangan serangga

Sumber : Francis dan Wood (1982)

2.2.4 Persyaratan Mutu Jagung

Persyaratan mutu jagung untuk perdagangan menurut SNI dikelompokkan

menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif

(Kristanto 2007). Persyaratan kualitatif jagung meliputi:

(41)

2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa

asam).

3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida.

4. Memiliki suhu normal.

Sedangkan persyaratan kuantitatif jagung dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Persyaratan mutu jagung

No Komponen Utama Persyaratan Mutu (% Maks)

I II III IV

Sumber: SNI 01-03920-1995 dalam Kristanto, 2007

Standar Mutu jagung yang digunakan untuk bahan baku pakan meliputi zat

makanan dan kandungan bahan berbahaya/racun serta kemurnian, standar tersebut

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Standar mutu jagung bahan baku pakan ternak

No Komponen Persyaratan

1 Kadar air (maksimum) % 14.0

a) Aflatoksin (maksimum) ppb b)Okratoksin (maksimum) ppb

50.0

Untuk dijadikan benih, biji jagung hibrida harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

Tabel 8 Spesifikasi persyaratan mutu benih jagung hibrida di laboratorium

No Komponen Persyaratan (%)

1 Kadar air (maksimum) 12.0

2 Benih murni (minimum) 98.0

3 Daya berkecambah (minimum) 85.0

5 Kotoran Benih (maksimum) 2.0

(42)

2.3Perkembangan Penelitian In-Store Dryer

Gagasan yang mutakhir mengenai proses penyimpanan yang disatukan

dengan pengeringan telah banyak dilakukan dengan berbagai bentuk bangunan

maupun metode pengeringan dan penyimpanannya. Di beberapa negara ASEAN

yang beriklim tropis dan sub-tropis, telah berkembang penelitian serta percobaan

untuk mengetahui sejauh mana sistem penyatuan proses pengeringan dan

penyimpanan dapat mengurangi susut bahan pascapanen.

Koto (1983) telah melakukan penelitian mengenai penyimpanan dalam silo

besi kedap udara. Penelitian menggunakan gabah sebagai bahan uji ini bertujuan

untuk melihat perubahan kadar air selama penyimpanan akibat pengaruh fluktuasi

suhu udara dan radiasi sinar surya. Percobaan menggunakan gabah varietas bolon,

yang disimpan dalam silo besi dengan diameter 150 cm dan tinggi 100 cm, yang

diletakkan pada udara terbuka sehingga dinding silo dapat terkena sinar matahari

langsung. Hasil pengamatan selama 100 hari penyimpanan menunjukkan adanya

perbedaan kadar air antara hasil perhitungan sebesar 0.62% dan hasil pengamatan

sebesar 0.58%. Pada lokasi pusat lapisan bawah silo dan di lokasi sepanjang 5 cm

dari dinding terjadi penurunan kadar air sebesar 3%. Selama penyimpanan tidak

terjadi perubahan warna beras, sementara peningkatan butir retak paling banyak

terjadi di sekitar dinding dan paling sedikit pada lokasi pusat silo. Peningkatan

populasi kapang sangat kecil dan pengaruhnya tidak nyata terhadap mutu beras.

Beberapa percobaan modifikasi lumbung pengering telah dibuat oleh

Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta dan Balai Besar Pengembangan

Mekanisasi Pertanian di Serpong. Soemangat et al. (1987) melakukan studi

implementasi pengering tipe lahat dalam tanah untuk jagung. Karakteristik utama

alat ini adalah; (a) berukuran 4.6 m x 2.1 m x 1.8 m, terdiri atas ruang piramida,

tungku, plenum, cerobong dan atap, (b) kapasitas pengering 1 ton, (c) waktu

pengeringan 13 jam pada suhu 68 oC untuk menurunkan kadar air dari 35%

menjadi 17% basis basah, (d) beroperasi pada malam hari dan musim hujan pada

suhu lingkungan 24 oC dan RH 96%. Pengering ini pertama kali dikembangkan

oleh SUCA (Silliman University College of Agriculture) pada tahun 1984 di

(43)

Lumbung pengering bahan bakar non-konvensional IRRI (Harlos et al.

1983) dikembangkan lebih lanjut oleh Jeon et al. (1983), dengan kapasitas

pengeringan 8 ton/proses dapat mengeringkan gabah dari kadar air 20% menjadi

14% basis basah selama 6-12 jam pada suhu 39-42 oC dan laju hisapan udara

sebesar 9.83 m3/ m3 /mnt.

Komar (1988) meneliti sebuah alat penyimpan sekaligus pengering berupa

sebuah sistem lumbung pengering gabah bahan bakar sekam. Penelitian ini

menghasilkan suatu bangunan lumbung berukuran 3 m x 2 m x 3 m yang dapat

menghasilkan antara lain: suhu udara panas 35-40 oC, RH 55-58.72%, laju aerasi

3.09 x 10-3 kg/dtk selama pengeringan dan suhu udara ruangan 30-33 oC, RH

56.89-60% dengan laju aerasi 1.12 x 10-4 kg/dtk selama penyimpanan. Lumbung

dengan muatan 500 kg gabah ini dapat menurunkan kadar airnya dari 27.63%

basis kering menjadi 15% b.k dalam jangka waktu 36 jam, dengan konsumsi

bahan bakar selama pengeringan adalah 3.3 kg/jam, efisiensi panas tungku yang

digunakan adalah 60%. Percobaan penyimpanan gabah dalam lumbung selama

dua bulan, dengan memanfaatkan panas surya yang dipindahkan melalui atap seng

gelombang ke ruang lumbung untuk menurunkan dan mempertahankan kadar air

gabah. Penyimpanan ini menghasilkan indeks kerusakan antara 1-5 dan susut

bahan kering antara 1-1.5, dari nilai indeks tersebut lumbung dapat digunakan

untuk penyimpanan gabah jangka panjang.

Widodo et al. (1994) di BBP MEKTAN Serpong melakukan analisis teknis

dan ekonomis pada pengering padi dengan menggunakan Drying and Storage

System (DS System). DS Sytem tersebut terdiri dari 8 kotak pengering, motor

penggerak dan kipas penghembus. Pengering ini mampu mengeringkan gabah dari

kadar air 27.75-28.97% b.b menjadi 11.4% b.b dalam waktu 16 jam, dengan laju

pengeringan 0.98% per jam.

Kelima model pengering dan penyimpan tersebut masih memanfaatkan

mekanisme pindah panas konveksi alami dan aliran udara dengan sumber panas

(44)

2.4Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD)

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem yang

meliputi aliran fluida, perpindahan panas dan fenomena lain seperti reaksi kimia

yang menggunakan simulasi dengan bantuan software komputer. CFD telah

dikenal sejak tahun 1960-an untuk mendisain mesin jet dan aircraft.

Perkembangan selanjutnya metoda ini digunakan untuk mendisain mesin

pembakaran internal, tabung pembakaran dalam turbin gas dan tungku, kendaraan

bermotor dan aliran udara yang menyelimuti casing mobil. Metode CFD

menggunakan analisa numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi

persamaan-persamaan yang terdiri dari persamaan keseimbangan massa,

momentum dan energi (Versteeg & Malalasekera 1995).

Wulandani (2005) telah menggunakan teknik CFD untuk mensimulasi udara

pengering pada pengeringan ERK tipe rak. Dalam riset ini dilakukan analisis

distribusi aliran udara yang mencakup kecepatan, suhu dan RH serta dilanjutkan

dengan melakukan validasi model tersebut terhadap hasil percobaan. Analisis ini

penting untuk mengoptimisasikan bentuk saluran udara yang harus didisain untuk

menyeragamkan aliran udara pada pengering, sehingga diperoleh keseragaman

kadar air yang berarti juga keseragaman kualitas biji.

Dalam CFD, pola aliran udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran

suhu dan kecepatan melalui persamaan diferensial berupa koordinat cartesian.

Pemecahan secara matematik dalam CFD dilakukan melalui analisis numerik tiga

dimensi dengan metode volume hingga melalui diskretisasi dan iterasi. Analisis

distribusi dan simulasi suhu dan kecepatan udara pada ruangan ISD dalam CFD

dapat dilakukan dengan menggunakan software gambit 2.2.30 (meshing dan

boundary condition) dan fluent 6.1.18 (mendefinisikan model 3D, pemakaian

energi, viscous model, jenis material dan sifat termofisik fluida, input nilai

boundary condition, inisialisasi, iterasi dan visualisasi). Computational Fluid

Dynamics (CFD) mengandung 3 komponen utama, yaitu : pre-processor, solver

dan post-processror (Versteeg & Malalasekera 1995).

2.4.1 Pre-processor

Komponen pre-processor merupakan komponen input dari permasalahan

(45)

operator, berfungsi sebagai transformer input berikutnya ke dalam bentuk yang

sesuai dengan pemecahan oleh solver. Pada tahapan pre-processor, dapat

dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mendefinisikan geometri daerah yang

dikehendaki (perhitungan domain); 2) pembentukan grid (mesh) pada setiap

domain; 3) pemilihan fenomena kimia dan fisik yang dibutuhkan; 4) menentukan

sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, panas jenis, massa jenis dan

sebagainya); 5) menentukan kondisi batas yang sesuai dengan keperluan.

Ketepatan aliran dalam geometri yang dibentuk dalam CFD ditentukan oleh

jumlah sel di dalam grid yang dibangun. Semakin besar jumlah sel, ketepatan atau

ketelitian dari hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak harus selalu

seragam, dapat dilakukan dengan memperhalus mesh pada bagian yang memiliki

variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak

mengalami perubahan.

2.4.2 Solver

Proses pada solver merupakan proses pemecahan secara matematika dalam

CFD dengan software fluent 6.1.18 Metode yang digunakan adalah metode

volume hingga (finite volume) yang dikembangkan dari metode beda hingga

(finite difference) khusus. Proses pemecahan matematika pada solver digambarkan

sebagai diagram alir metode SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked

Equation) (Lampiran 6).

Proses pemecahan matematika pada solver memiliki 3 tahapan yaitu: 1)

aproksimasi aliran yang tidak diketahui dilakukan dengan menggunakan fungsi

sederhana; 2) diskretisasi dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam

persamaan aliran disertai dengan manipulasi matematis; 3) penyelesaian

persamaan aljabar.

Pada proses solver, terdapat 3 persamaan atur aliran fluida yang menyatakan

hukum kekekalan fisika, yaitu : 1) massa fluida kekal; 2) laju perubahan

momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton);

3) laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan

(46)

Hukum Kekalan Massa 3 Dimensi Steady State

Keseimbangan massa untuk elemen fluida dinyatakan sebagai berikut: laju

kenaikan massa dalam elemen fluida = laju net aliran massa ke dalam elemen

terbatas. Adapun bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut (Versteeg &

Malalasekera 1995) :

... (12)

Persamaan (10) merupakan persamaan kontinyuitas untuk fluida. Ruas kiri

menggambarkan laju netto massa keluar dari elemen melewati batas dan

dinyatakan sebagai faktor konveksi.

Persamaan Momentum 3 Dimensi Steady State

Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Stokes dalam

bentuk yang sesuai dengan metode finite volume (Versteeg & Malalasekera 1995)

sebagai berikut :

Momentum arah x:

... (13)

Momentum arah y :

... (14)

Momentum arah z:

... (15)

Persamaan Energi 3 Dimensi Steady State

Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika (Versteeg &

Malalasekera 1995) yang menyatakan bahwa : laju perubahan energi partikel

fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan

laju kerja yang diberikan pada partikel.

Gambar

Gambar  5 Grid finite different untuk persamaan deep bed drying
Gambar 6 Skema Bangunan ISD
Gambar  10 Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi 1
Gambar  16 Distribusi kecepatan udara di dalam ISD pada Simulasi 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan data perdagangan bilateral antara ASEAN 6 dengan sesamanya dan dengan enam negara mitra dagang terbesar mereka yaitu Cina, Jepang, Korea Selatan, Amerika

Adaptasi yang dilakukan hewan jerapah adalah lehernya yang panjang, hal ini terjadi karena makanan jerapah berada pada pohon yang tinggi.. Susunan tulang di bawah

diterapkan oleh guru di kelas untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada materi bangun ruang sisi datar, baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan, (2)

Pada pasal diatas telah diatur mengenai kewajiban kehadiran saksi yang diminta oleh tersangka atau terdakwa, namun terdapat kekosongan hukum Undang-Undang Nomor 20

penelitian ini, tidak terdapat hubungan bermakna Dengan demikian, studi ini memperlihatkan antara ekspresi Hath1 dengan tipe karsinoma, apakah peranan faktor transkripsi gen

Berdasarkan data hasil penelitian diperoleh bahwa pada mata pelajaran IPS dari 35 siswa masih banyak juga siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM dengan prosentase sebagai

Hubungan antara kepadatan mineral tulang dan DM telah diobservasi pada pasien DM tipe 1, di mana dijumpai peningkatan kehilangan mineral tulang yang dihubungkan dengan

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran experiential learning terhadap hasil belajar IPA kelas V di SD Negeri Menganti.. Jenis