ABSTRAK
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP N-TOTAL DAN NITRAT
TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI KEBUN PERCOBAAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
Oleh
AYU DASA NOVITA
Di Indonesia saat ini telah dikembangkan penerapan sistem olah tanah konservasi. Cara persiapan lahan yang memenuhi kriteria olah tanah konservasi adalah pengolahan tanah minimum dan tanpa pengolahan tanah. Selain dengan sistem olah tanah konservasi, usaha untuk menigkatkan produksi tanaman pangan juga dapat dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan merupakan suatu tindakan pemberian unsur ke tanah atau tanaman sesuai yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan pengaruh pemupukan nitrogen jangka panjang terhadap N-total dan nitrat (NO3-) dalam tanah pada lahan pertanaman jagung di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) disusun secara faktorial dengan 4 ulangan. Faktor pertama dalam penelitian ini adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T1 = olah tanah intensif, T2 = olah tanah minimum, T3 = tanpa olah tanah, dan faktor kedua dalam penelitian ini adalah pemupukan nitrogen jangka panjang (N) yaitu N0 = 0 kg N ha-1, dan N1 = 200 kg N ha-1. Adapun kombinasi perlakuan yang diterapkan adalah : N0T1, N1T1, N0T2, N1T2, N0T3, N1T3.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap N-total tanah, sedangkan sistem olah tanah intensif menghasilkan nitrat (NO3-) lebih tinggi dibandingkan sistem olah tanah lainnya. Pemupukan nitrogen dengan dosis pemupukan 200 kg N ha-1 menghasilkan N-total tanah nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa dipupuk N, dan pemupukan N 200 kg N ha-1 menghasilkan nitrat tanah (NO3-) nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk N. Interaksi antara pengolahan tanah minimum dengan pemupukan nitrogen dengan dosis 200 kg N ha-1 menghasilkan N-total nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk N, sedangkan pada nitrat (NO3-) interaksi antara pengolahan tanah dan pemupukan N tidak berpengaruh nyata.
Kata kunci : Nitrat, N-total, Pemupukan, Sistem olah tanah konservasi.
ABSTRACT
EFFECT OF CONSERVATION TILAGE SYSTEM AND LONG TERM OF NITROGEN FERTILIZING ON N-TOTAL AND SOIL NITRATE ON CORN
(Zea mays L.) PLANTING LAND ON EXPERIMENT LAND OF POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
By
AYU DASA NOVITA
Nowday, Indonesia has developed the application of conservation tillage systems. How tillage conservation tillage criteria are minimum tillage and no tillage
(Utomo, 1990). Abdurachman et al. (1998) explain that conservation tillage (OTK) is a way of preparing land to reduce soil and water loss due to erosion and evaporation compared by means of conventional land preparation.
In addition to conservation tillage systems, efforts to boost crop production can also be done with fertilization. Fertilization is an act of giving elements to the soil or plants as needed for the normal growth of plants (Pulung, 2005).
Fertilizer N is one of the activities carried out in the cultivation of land, out of necessity N available for plant growth is not granted and organic-N in the soil will not be enough to meet the needs of the plant (Sanchez, 1992). Fertilization is intended to supplement the nutrients that plants need to be able to increase the production and quality of the production and quality of crops. N fertilization were performed continuously on the previous season with a conservation tillage system contains a higher soil N compared to intensive tillage (Niswati et al., 1994). Based on this fact it is important to know the N content of the soil in the planting season for corn-41.
This study aimed to determine the effect of tillage systems and nitrogen
tillage system (T) is T1 = intensive tillage, T2 = minimum tillage, T3 = no-tillage, and the second factor in this study is a long-term fertilizer nitrogen (N), ie N0 = 0 kg N ha-1, and N1 = 200 kg N ha-1. The combination treatment applied is: N0T1, N1T1, N0T2, N1T2, N0T3, N1T3.
In each experimental plot, soil samples were taken at three points and then composited. Soil sampling for nitrate samples done in the vegetative phase, the generative phase and after harvest of maize at a depth of 0-20 cm, while for the sample of N-total tillage done before the growing season prior to the soybean crop at a depth of 0-5 cm, 5 - 10 cm, and 10-20 cm.
Data were analyzed with analysis of range and continued with test Honestly Significant Difference (HSD) at the level of 5%. The data obtained by the assay Bartllet tested homogeneity and aditifitasnya with Tukey Test.
The result showed that the tillage system had no effect on N-total land, while the intensive tillage systems produce nitrate (NO3-) differ significantly higher than other tillage systems. Nitrogen fertilizer dose of fertilizer 200 kg N ha-1 produced different soil N- total significantly higher than without fertilizer N, fertilizer N and 200 kg N ha-1 produced soil nitrate (NO3-) differs significantly higher than that without fertilizer N. Interactions between minimum tillage with fertilizer nitrogen dose of 200 kg N ha-1 produced significantly different N-total is higher than without fertilizer N, whereas the nitrate (NO3-) interaction between tillage and N fertilization had no significant effect.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:
1. Sistem olah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap N-total tanah, sedangkan
sistem olah tanah intensif menghasilkan nitrat (NO3-) nyata lebih tinggi
dibandingkan sistem olah tanah lainnya.
2. Pemupukan nitrogen dengan dosis 200 kg N ha-1 menghasilkan N-total tanah
nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa dipupuk N, dan pemupukan N dengan
dosis 200 kg N ha-1 menghasilkan nitrat tanah (NO3-) nyata lebih tinggi
dibandingkan tanpa pupuk N.
3. Interaksi antara pengolahan tanah minimum dengan pemupukan nitrogen
dengan dosis 200 kg N ha-1 menghasilkan N-total nyata lebih tinggi
dibandingkan tanpa pupuk N, sedangkan pada nitrat (NO3-) interaksi antara
47
B. Saran
Berdasarkan penelitian ini, disarankan penelitian lanjutan untuk mengetahui
pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pemupukan nitrogen terhadap
amonium dan nitrat tanah dengan dosis pemupukan 0 kg N ha-1, 100 kg N ha-1 dan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tanaman jagung (Zea mays L.) sampai saat ini masih merupakan komoditi
strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan
bahan makanan pokok kedua setelah beras. Keunggulan jagung dibandingkan
dengan padi yaitu memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi (Suprapto dan
Marzuki, 2005). Untuk memenuhi kebutuhan jagung yang terus meningkat,
diperlukan peningkatan produksi. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui
peningkatan produktifitas lahan dan tanaman serta perluasan areal pertanaman
(IPPTP, 1997; BPTP, 2000 dalam Hendriyono, 2010).
Pada tahun 2009 produksi jagung mengalami peningkatan di tingkat nasional.
(Badan Pusat Statistik, 2009) menunjukkan bahwa produksi jagung tahun 2008
mencapai 16.317.252 ton dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 17.629.478
ton. Sedangkan di propinsi Lampung, produksi jagung tahun 2008 mencapai
1.809.886 ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 2.060.712 ton.
Keberhasilan ini perlu dipertahankan agar tidak terjadi lagi peningkatan impor.
Untuk mempertahankan produktifitas lahan diperlukan teknik pengolahan lahan
2
Di Indonesia saat ini telah dikembangkan penerapan sistem olah tanah konservasi.
Cara persiapan lahan yang memenuhi kriteria olah tanah konservasi adalah
pengolahan tanah minimum dan tanpa pengolahan tanah (Utomo, 1990).
Abdurachman dkk. (1998) menjelaskan bahwa olah tanah konservasi (OTK)
merupakan cara penyiapan lahan yang dapat mengurangi kehilangan tanah dan air
karena erosi dan penguapan dibandingkan dengan cara-cara penyiapan lahan
secara konvensional.
Selain dengan sistem olah tanah konservasi, usaha untuk meningkatkan produksi
tanaman pangan juga dapat dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan
merupakan suatu tindakan pemberian unsur hara ke tanah atau tanaman sesuai
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tanaman (Pulung, 2005).
Beberapa unsur hara dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar dan
dinamakan unsur hara makro. Unsur hara makro terdiri atas unsur hara makro
primer (N, P, dan K ), dan unsur hara makro sekunder (Ca, Mg, dan S). Salah satu
unsur hara yang penting bagi tanaman adalah nitrogen. Nitrogen (N) merupakan
salah satu hara makro yang menjadi penentu utama produksi tanaman, baik di
daerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim sedang. Hakim dkk. (1986)
menyatakan bahwa dari semua sumber unsur hara, N dibutuhkan paling banyak,
tetapi ketersediaannya selalu rendah, karena mobilitasnya yang sangat tinggi.
Pasokan nitrogen (N) dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam
kaitannya dengan pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah yang akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pemupukan N merupakan salah satu
pertumbuhan tanaman tidak tersedia begitu saja dan N-organik yang ada di dalam
tanah tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman (Sanchez, 1992).
Pemupukan ini bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman
untuk dapat meningkatkan produksi dan mutu hasil produksi dan mutu hasil
tanaman. Pemupukan N yang dilakukan terus-menerus pada musim tanam
sebelumnya dengan sistem olah tanah konservasi memiliki kandungan N tanah
yang lebih tinggi dibandingkan dengan olah tanah intensif (Niswati dkk., 1994).
Nitrogen umumnya dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, namun jumlahnya
dalam tanah sedikit sehingga pemberian pupuk nitrogen merupakan suatu
keharusan untuk dapat memperoleh hasil yang tinggi. Nitrogen pada umumnya
diserap oleh tanaman dalam bentuk NH4+ (amonium) dan NO3-(nitrat), di lahan
kering penyerapan NO3- lebih besar dari NH4+.
Nitrat terjadi dari proses nitrifikasi yaitu oksidasi nitrit menjadi nitrat yang
dibantu oleh bakteri nitrobakter. Proses nitrifikasi dipengaruhi oleh aerasi,
kelembaban, suhu, kapur aktif, pupuk dan nisbah karbon-nitrogen (Hakim
dkk.,1986). Ketersediaan NO3- didalam tanah dapat dipengaruhi oleh pengolahan
tanahnya.
Pengolahan tanah yang berlebihan akan mengakibatkan kehilangan NO3- karena
erosi dan pencucian sehingga penggunaan sistem olah tanah dan pemupukan
nitrogen yang diberikan secara terus menerus dalam jangka panjang akan
mempengaruhi kandungan N di dalam tanah. Sedangkan informasi pengaruh
sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen dalam jangka panjang terhadap N-total
4
tanah dan pemupukan N jangka panjang yang telah dilakukan selama 41 musim
(1987-2011) diduga akan mempengaruhi kandungan nitrat dan N-total di dalam
tanah.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan
pengaruh pemupukan nitrogen jangka panjang terhadap N-total dan nitrat (NO3-)
dalam tanah pada lahan pertanaman jagung di Kebun Percobaan Politeknik Negeri
Lampung.
C. Kerangka Pemikiran
Salah satu kegiatan budidaya penting untuk meningkatkan produksi pangan
termasuk tanaman jagung adalah pengolahan tanah. Pengolahan tanah merupakan
tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat
persemaian, mengendalikan gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi
akar, peredaran udara (aerasi), dan menyiapkan tanah untuk irigasi permukaan
(Hakim dkk., 1986).
Perbedaan cara pengolahan tanah akan mempengaruhi kesuburan tanah sehingga
akan berpengaruh juga terhadap pertumbuhan dan hasil jagung. Tujuan
pengolahan tanah yaitu menyiapkan tempat persemaiaan, mengontrol gulma,
memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi akar, infiltrasi dan peredaran udara
atau menyiapkan tanah untuk irigasi (Hakim dkk., 1986). Lebih lanjut Arsyad
(2000), berpendapat bahwa pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik
terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi
Sistem olah tanah yang sering digunakan oleh petani adalah olah tanah intensif.
Pada umumnya pengolahan intensif dilakukan dua kali yaitu pengolahan primer
dengan bajak untuk membongkar tanah hingga kedalaman 50 cm, diteruskan
dengan pengolahan sekunder untuk menggemburkan tanah sampai kedalaman
tertentu yaitu 10 sampai 15 cm (Umar, 2004).
Olah tanah konservasi adalah suatu sistem pengolahan tanah dengan tetap
mempertahankan setidaknya 30% sisa tanaman menutup permukaan tanah (Agus
dan Widianto, 2004). Pengolahan tanah tanpa didukung dengan tindakan
konservasi tanah akan menyebabkan menurunnya produktivitas lahan secara
cepat. Sistem olah tanah konservasi terdiri dari: sistem tanpa olah tanah dan
sistem olah tanah minimum. Pada sistem tanpa olah tanah, pengendalian gulma
dilakukan menggunakan herbisida, gulma yang mati dibiarkan sebagai mulsa.
Sedangkan pada sistem olah tanah minimum, gulma dibabat dengan menggunakan
alat mekanis, setelah itu gulma dikembalikan ke lahan pertanaman. Untuk kedua
sistem olah tanah ini penanaman dilakukan dengan cara ditugal (Utomo, 2006).
Untuk meningkatkan produksi tanaman pangan selain dari sistem olah tanah, juga
dapat dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan merupakan suatu tindakan
pemberian unsur hara kedalam tanah atau tanaman sesuai yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan normal tanaman (Pulung, 2005). Upaya peningkatan produksi
jagung, selalu diiringi oleh penggunaan pupuk, terutama pupuk anorganik, untuk
memenuhi kebutuhan hara tanaman. Pada prinsipnya, pemupukan dilakukan
6
kemampuan tanah menyediakan hara secara alami, keberlanjutan sistem produksi,
dan keuntungan yang memadai bagi petani.
Pupuk yang diberikan pada tanaman jagung di Indonesia umumnya mengandung
hara makro N, P, K, dan S, tetapi belum mengandung hara mikro, karena belum
ada sentra-sentra pengembangan jagung yang berindikasi kekurangan hara mikro.
Tidak semua pupuk yang diberikan ke dalam tanah dapat diserap oleh tanaman.
Nitrogen yang dapat diserap hanya 55-60% (Patrick and Reddy, 1976 dalam
Syafruddin dkk., 2007), P sekitar 20% (Hagin and Tucker, 1982 dalam
Syafruddin dkk., 2007), K antara 50-70% (Tisdale and Nelson, 1975 dalam
Syafruddin dkk., 2007), dan S sekitar 33% (Morris, 1987 dalam Syafruddin dkk.,
2007).
Tanggapan tanaman terhadap pupuk yang diberikan bergantung pada jenis pupuk
dan tingkat kesuburan tanah, karena itu takaran pupuk berbeda untuk setiap
lokasi. Selain takaran dan bentuk pupuk, waktu dan cara pemupukan juga
berperan penting dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Waktu dan
cara pemberian pupuk berkaitan erat dengan laju pertumbuhan tanaman dimana
hara dibutuhkan oleh tanaman dan kehilangan pupuk (dapat terjadi melalui proses
pencucian, penguapan, dan fiksasi).
Hara N banyak menguap dan tercuci, hara K banyak tercuci, sedangkan hara P
terfiksasi di dalam tanah. Untuk mengurangi kehilangan N, pemberian pupuk N
Menurut Sutejo (2002), nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau
pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar .
Pemupukan nitrogen sangat dibutuhkan tanaman bagi pertumbuhan. Dosis pupuk
yang dianjurkan untuk tanaman jagung adalah adalah 90-120 kg N ha-1, 30-45 kg
P2O5 ha-1, dan 0-25 kg K2O ha-1 (Pulung, 2009).
Syukur dan Indah (2006) mengemukakan semakin banyak pupuk organik yang
diberikan akan menyumbangkan bahan organik yang banyak pula sehingga
banyak bahan organik yang termineralisasi menjadi N anorganik dan diiringi pula
dengan meningkatnya NO3- tanah. Bertambahnya takaran pupuk organik
memperbaiki aerasi tanah yang memacu bakteri nitrifikasi sehingga lebih banyak
NH4+ yang diubah menjadi NO3-.
Proses perubahan nitrogen organik menjadi nitrogen anorganik disebut
mineralisasi. Bentuk nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah adalah nitrous
oksida (N2O), nitrogen monooksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), amonia
(NH3), amonium (NH4+), nitrit (NO2-), dan nitrat (NO3-) (Black, 1984 dalam
Manihuruk, 1987; Soepardi, 1983 dalam Manihuruk, 1987).
Selain itu akar juga membantu penyerapan hara dan air. Perkembangan akar
jagung (kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada varietas, pengolahan
tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Akar jagung
dapat dijadikan indikator toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium.
Tanaman yang toleran aluminium, tudung akarnya terpotong dan tidak
8
Pemupukan nitrogen dengan takaran berbeda menyebabkan perbedaan
perkembangan (plasticity) sistem perakaran jagung (Smith dkk.,1995 dalam
Subekti dkk., 2007). Oleh karena itu kedalaman tanah diperlukan untuk
mengetahui dimana perakaran tanaman masih bisa masuk kedalam tanah,
sehingga dapat menentukan kadar bahan organik dan N di dalam tanah, dan kadar
bahan organik di dalam tanah terbanyak pada lapisan atas setebal 20 cm
(15-20%) makin ke bawah makin berkurang.
Pemberian pupuk N yang mengandung ammonium berperan untuk menstimulir
proses nitrifikasi, karena untuk terjadinya nitrifikasi harus ada ammonium sebagai
bahan dasar nitrifikasi dan sebagai sumber energi dari bakteri nitrifikasi untuk
merubah nitrit menjadi nitrat. Hasil dari proses nitrifikasi yang mengubah nitrit
menjadi nitrat kemudian diserap oleh tanaman untuk metabolisme (Hakim
dkk.,1986). Dengan bertambahnya unsur N di dalam tanah akan menyebabkan
jumlah N dalam tanah lebih tersedia.
Percobaan jangka panjang pada tanah Ultisol di Lampung menunjukkan bahwa
sistem olah tanah konservasi mampu memugarkan kesuburan tanah lebih baik dari
sistem olah tanah intensif. Produksi jagung yang ditumpang gilirkan dengan
tanaman lain sampai dengan musim ke-12 pada sistem olah tanah konservasi
dengan dosis N optimal ternyata selalu lebih tinggi dari pada sistem olah tanah
intensif (Syaefullah dan Utomo, 1993).
Hasil jagung lebih tinggi pada tanpa pengolahan tanah dibandingkan dengan yang
diolah dengan pemupukan nitrogen yang tinggi, karena kandungan air tanah pada
sehingga efisiensi pemakaian pupuk lebih tinggi pada tanpa pengolahan tanah
(Utomo dkk., 1983).
Sistem pertanian tanpa pengolahan tanah memerlukan pemupukan nitrogen yang
tinggi dibandingkan dengan tanah yang diolah dan kahat lebih cepat nampak pada
sistem pertanian tanpa pengolahan tanah (Bandel dkk., 1974 dalam Sudika, 1987).
Hasil penelitiaan Niswati dkk. (1994) menunjukan bahwa pada perlakuan
pemupukan N jangka panjang, sistem OTK mempunyai kandungan bahan
organik, KTK, N, P, Mg, Ca, K dan pH tanah lebih tinggi dibandingkan OTI. Hal
ini menunjukkan bahwa sistem OTK jangka panjang mempunyai tinggalan hara
terutama N dan P lebih tinggi dari pada OTI. Dermiyati dkk. (1998) melaporkan
bahwa tinggi tanaman pada tanpa olah tanah sangat nyata lebih tinggi daripada
olah tanah intensif (OTI) dan pemupukan 200 kg N ha-1 juga sangat nyata
meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan tanpa N.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Tanpa olah tanah (TOT) menghasilkan N-total dan nitrat lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan olah tanah intensif dan olah tanah minimum.
2. Pemupukan N 200 kg N ha-1 menghasilkan N-total dan nitrat lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk N.
3. Interaksi antara tanpa olah tanah (TOT) dengan pemupukan N 200 kg N ha-1
menghasilkan N-total dan nitrat lebih tinggi dibandingkan interaksi antar
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di
Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain
sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan
maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir,
dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari
tepung bulir dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang
dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa
genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Menurut TTG budidaya pertanian dalam sistematika tanaman jagung dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)
Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman semusim. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam
80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif
dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung
sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m
sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasa
diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun
beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya
jagung tidak memiliki kemampuan ini.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m
meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah
cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang
membantu menyangga tegaknya tanaman. Batang jagung tegak dan mudah
terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum.
Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk
roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku.
Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu
tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari
12
glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa
karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas.
Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang
dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu
tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas
unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai
varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari
lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).
Jagung dikelompokkan berdasarkan tipe bulir. Kiri atas adalah jagung gigi-kuda,
di kiri latar depan adalah podcorn, sisanya adalah jagung tipe mutiara. Jagung
yang dibudidayakan memiliki sifat bulir/biji yang bermacam-macam. Di dunia
terdapat enam kelompok kultivar jagung yang dikenal hingga sekarang,
berdasarkan karakteristik endosperma yang membentuk bulirnya: Dipandang dari
bagaimana suatu kultivar (varietas) jagung dibuat dikenal berbagai tipe kultivar:
galur murni, komposit, sintetik, hibrida. Warna bulir jagung ditentukan oleh
warna endosperma dan lapisan terluarnya (aleuron), mulai dari putih, kuning,
jingga, merah cerah, merah darah, ungu, hingga ungu kehitaman. Satu tongkol
jagung dapat memiliki bermacam-macam bulir dengan warna berbeda-beda,
karena setiap bulir terbentuk dari penyerbukan oleh serbuk sari yang
berbeda-beda.
Jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat berada pada
endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan
dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya
merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan
gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis
diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan
fitoglikogen dan sukrosa.
B. Sistem Olah Tanah
Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan
untuk menyiapkan tempat persemaian, mengendalikan gulma, memperbaiki
kondisi tanah untuk penetrasi akar, peredaran udara (aerasi), dan menyiapkan
tanah untuk irigasi permukaan (Hakim dkk., 1986).
Sistem olah tanah yang sering digunakan oleh petani adalah olah tanah intensif.
Pada umumnya pengolahan intensif dilakukan dua kali yaitu pengolahan primer
dengan bajak untuk membongkar tanah hingga kedalaman 50 cm, diteruskan
dengan pengolahan sekunder untuk menggemburkan tanah sampai kedalaman
tertentu yaitu 10 sampai 15 cm (Umar, 2004).
Sistem pengolahan tanah terdiri dari olah tanah intensif (OTI) dan olah tanah
konservasi (OTK). Pada sistem olah tanah intensif, tanah dicangkul setiap kali
akan bertanam tanpa adanya penggunaan mulsa. Hal ini sesuai dengan tujuan
pengolahan tanah secara umum (Hakim dkk., 1986).
Sistem olah tanah konservasi terdiri dari: sistem tanpa olah tanah dan sistem olah
tanah minimum. Pada sistem tanpa olah tanah, pengendalian gulma dilakukan
14
pada sistem olah tanah minimum, gulma dibabat dengan menggunakan alat
mekanis, setelah itu gulma dikembalikan ke lahan pertanaman. Untuk kedua
sistem olah tanah ini penanaman dilakukan dengan cara ditugal (Utomo, 2006).
Tanpa olah tanah (TOT) merupakan bentuk paling ekstrim dari praktek
pengolahan tidak intensif. Konsep ini berkembang dari asumsi bahwa secara
alami tanaman dapat subur pada tanah yang tidak diusik. Dengan sistem pertanian
tanpa olah benih tanaman langsung ditanam (direct seeding). Alat penanam tanpa
olah (no-till planter) berupa coulter pembuka celah tanah diikuti oleh penabur biji
(seeder). Penelitian menunjukkan respon tanaman yang berbeda-beda terhadap
perlakukan tanpa olah.Tanpa Olah Tanah adalah prosedur di mana benih ditanam
langsung ke tanah tanpa persiapan olah tanah sejak panen tanaman sebelumnya.
Pemberantasan gulma dilakukan dengan herbisida. Gulma tersebut dibiarkan di
atas permukaan tanah sebagai mulsa untuk mengurangi aliran permukaan dan
erosi (Foth, 1990).
Morgan, (1995) menyatakan TOT adalah suatu sistem penanaman yang dibatasi
oleh pengolahan lahan. Menurut Rafiudin dkk. (2006) sistem tanpa olah tanah
akan dapat melestarikan tanah dan air, waktu untuk persiapan lahan lebih singkat
dan biaya berusaha tani lebih ekonomis.
Pengolahan tanah minimum (Minimum Tillage) adalah pengolahan tanah yang
dilakukan secara terbatas atau seperlunya tanpa melakukan pengolahan tanah pada
seluruh areal lahan. Pengolahan tanah intensif (OTI) merupakan suatu tindakan
yang mempunyai tujuan: memberantas gulma, memasukkan dan mencampurkan
keadaan olah yang diperlukan akar dan akhirnya akan meningkatkan peredaran
udara, infiltrasi air, pertumbuhan akar dan pengambilan unsure hara oleh akar.
Pengolahan tanah secara keseluruhan selain kurang efisien juga akan
menyebabkan terjadinya degradasi lahan sehingga daya dukung dan produktivitas
tanah menurun yang akhirnya untuk jangka panjang menyebabkan sistem
pertanian tersebut tidak berkelanjutan (Manurung dan Syam’un dalam Rafiudin
dkk, 2006). Kerugian yang ditimbulkan olah tanah intensif dalam jangka panjang
adalah: merugikan pembutiran tanah permukaan, mempercepat oksidasi dan
pelaksanaan pengolahan tanah dengan alat-alat berat cenderung merusak agregat
tanah yang mantap dan mempercepat oksidasi bahan organik didalam tanah.
Pengolahan tanah yang berlebihan dapat mempercepat kemerosotan kesuburan
tanah dan merusak tanah (Rafiudin dkk., 2006).
C. Nitrogen Tanah
Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro bagi pertumbuhan tanaman yang
sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan seperti daun, batang, dan
akar (Hakim, 1986). Nitrogen diserap oleh tanaman dengan kuantitas terbanyak
dibandingkan dengan unsur lain yang didapatkan dari tanah (Krisna, 2002).
Sumber nitrogen di dalam tanah adalah dari fiksasi oleh mikroorganisme, air
irigasi dan hujan, absorpsi amoniak, perombakan bahan organik, dan pemupukan
(Delwice dalam Chapman, 1975). Nitrogen di dalam tanah mempunyai dua
bentuk utama, yaitu nitrogen organik dan nitrogen anorganik berupa amonium
(NH4+), amoniak (NH3), nitrit (NO2-), dan nitrat ( NO3-) (Stevenson, 1982).
Mineralisasi merupakan proses konversi nitrogen bentuk organik menjadi bentuk
16
Menurut Soepardi (1985) ion-ion nitrat, nitrit, dan amonium jumlahnya
bergantung pada jumlah pupuk yang diberikan dan kecepatan dekomposisi bahan
tanah. Laju mineralisasi nitrogen bergantung pada suhu, rasio C/N, pH tanah, dan
susunan mineral lempung (Sanchez, 1992). Menurut Havlin dkk. (1999), proses
mineralisasi melibatkan dua reaksi yaitu reaksi aminisasi dan amonifikasi yang
terjadi melalui aktivitas mikroorganisme heterotrofik. Aminisasi adalah
pemecahan protein dan akan menyebabkan masalah lingkungan yang disebabkan
oleh pencucian nitrat setelah masa panen tanaman.
Disamping itu senyawa nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang dalam
air drainase atau hilang ke atmosfir. Selanjutnya efek nitrogen terhadap
pertumbuhan akan jelas dan cepat. Dengan demikian dari banyak segi jelas bahwa
unsur nitrogen ini merupakan unsur yang berdaya besar yang tidak saja harus
diawetkan juga harus dikendalikan pemakaiannya. Kandungannya sekitar 2
sampai 4 % N, jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40 %. Namun
hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan klorofil. Nitrogen diserap
oleh tanaman umumnya dalam bentuk ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-)
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Nitrogen merupakan urutan unsur yang terbanyak terdapat dalam tumbuhan.
Nitrogen ini dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk antara lain sebagai asam
amino, protein, amida, klorofil,alkaloida dan basa nitrogen (purin dan pirimidin).
Nitrogen terutama terdapat dalam atmosfir bumi yaitu kurang lebih 80%,
walaupun demikian bagi organisme terutama tumbuhan sering kurang hal ini
nitrogen dan mengubahnya menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tumbuhan
(Sastramihardja & Siregar, 1990).
Sumber N utama tanah adalah dari bahan organik melalui proses mineralisasi
menjadi NH4+ dan NO3-. Selain itu N dapat juga bersumber dari atmosfir melalui
penambatan (fiksasi) oleh mikroba tanah, baik secara simbiosis dengan tanaman
maupun hidup bebas. Walaupun sumber ini cukup banyak secara alami, namun
untuk memenuhi kebutuhan tanaman maka diberikan secara sengaja dalam bentuk
pupuk kandang ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1982).
Nitrogen sering merupakan unsur pembatas pertumbuhan. Walaupun gas N2
menyusun 78 % atmosfir bumi, tumbuhan tidak dapat menggunakannya secara
langsung. Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar, umumnya
menjadi faktor pembatas pada tanah-tanah yang tidak dipupuk. Nitrogen di dalam
tanah berasal dari bahan organik, hasil pengikatan N dari udara oleh mikroba,
pupuk, dan air hujan. Nitrogen yang dikandung tanah pada umumnya rendah,
sehingga harus selalu ditambahkan dalam bentuk pupuk atau sumber lainnya pada
setiap awal pertanaman. Selain rendah, nitrogen di dalam tanah mempunyai sifat
yang dinamis (mudah berubah dari satu bentuk ke bentuk lain seperti NH4
menjadi NO3, NO, N2O dan N2) dan mudah hilang tercuci bersama air drainase
(Taufan, 2003).
Selain sangat mutlak dibutuhkan, nitrogen dengan mudah dapat hilang dari profil
tanah dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Ketidaktersediaan N dari dalam
tanah dapat melalui proses pencucian (leaching), denitrifikasi NO3- menjadi N2,
18
Dekomposisi atau mineralisasi adalah transformasi suatu senyawa dalam bentuk
senyawa anorganik. Imobilisasi adalah transformasi suatu unsur dalam bentuk
senyawa anorganik menjadi senyawa organik (Follett dkk., 1981).
Menurut Hakim dkk. (1986) sumber utama nitrogen dalam tanah berasal dari
pupuk yang ditambahkan serta dekomposisi bahan organik. Dekomposisi atau
mineralisasi senyawa nitrogen organik pada hakikatnya terjadi dalam tiga tahap
sebagai berikut :
a) Aminisasi
Aminisasi merupakan proses pelapukan protein dari bahan organik oleh
bermacam-macam mikroorganisme sehingga terbentuk senyawa-senyawa amino.
Proses aminisasi dilakukan oleh berbagai jenis mikroorganisme heterotrop.
Berbagai mikroba tanah memerlukan energi dari pencernaan dan menggunakan
sebagian dari nitrogen. Bersamaan dengan itu dibebaskan CO2 senyawa amino
dan lainnya. Reaksi proses aminisasi sebagai berikut :
Protein dan + pencernaan senyawa + CO2 + E hasil Senyawa enzimatik amino lainnya Serupa komplek
b) Amonifikasi
Amonifikasi adalah proses pembentukan amonium dari senyawa-senyawa amino
oleh mikroorganisme. Proses amonifikasi dapat berlangsung hampir dalam setiap
keadaan, hal ini disebabkan organisme yang melakukannya sangat banyak dan
heterogen. Selanjutnya, amonia yang dibebaskan dalam proses ini akan
Proses amonifikasi tersebut antara lain melalui proses :
o NH3 diubah menjadi nitrat atau nitrit. Proses ini dikenal sebagai proses
nitrifikasi.
o Bergabung dengan air menjadi amonium, kemudian diserap oleh akar
tanaman.
o Digunakan oleh mikroorganisme sehingga tidak tersedia oleh tanaman, proses
ini disebut immibilisasi.
Proses enzimatik dari amonifikasi dapat dituliskan sebagai berikut :
R- NH2 + HOH hidrolisa R-OH + NH3 + energi
enzimatik
2NH3 + H2CO3 (NH4)2CO3 2NH4+ + CO3=
c) Nitrifikasi
Nitrifikasi merupakan proses perubahan amonium menjadi nitrit oleh bakteri
Nitrosomonas dan kemudian menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter. Proses ini
berlangsung dalam dua tahap yang dikoordinasikan dan masing-masing tanah
dilakukan oleh grup bakteri yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses nitrifikasi yaitu oksigen, NH4+, kelembaban, suhu, dan pH proses pertama
yang terjadi adalah oksidasi oleh bakteri nitrosomonas menjadi nitrit, proses
selanjutnya yaitu oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bakteri nitrobacter.
Proses aminisasi digambarkan sebagai berikut :
2NH4+ + 3O2 oksidasi 2NO2- + 2H20 + H+ + energi enzimatik
20
Proses nitrifikasi dapat terlaksana apabila keadaan tanahnya aerob, atau cukup
oksigen. Misalnya pada tanah diolah kering aerasi baik. Pada tanah tergenang,
nitrifikasi akan terhenti. Faktor lain yang berpengaruh terhadap nitrifikasi
kelangasan tanah dan temperatur dalam tanah yang sesuai.
D. Peranan Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Jagung
Tanaman jagung dalam pertumbuhan pada fase awal sampai masak fisiologis
membutuhkan nitrogen sekitar 120-180 kg ha-1, sedangkan N yang terangkut ke
tanaman jagung hingga panen sekitar 129-165 kg N/ha dengan tingkat hasil 9,5
ton ha-1 (Barber dan Olson, 1968 dalam Suwardi dan Efendi, 2009).
Nitrogen yang diserap pada tanaman tersebut merupakan hara esensial yang
berfungsi sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein dan khlorofil yang
penting dalam proses fotosintesis serta bahan penyusun komponen inti sel (Jones
dkk., 1991 dalam Suwardi dan Efendi, 2009 ; Hopkins, 1999 dalam Suwardi dan
Efendi, 2009). Pupuk P dan K memegang peranan penting dalam peningkatan
produksi tanaman selain pupuk N. Saat ini penggunaan pupuk pada tanaman
jagung belum rasional dan berimbang. Pupuk yang rasional dan berimbang dapat
tercapai apabila takaran pupuk memperhatikan status hara serta kebutuhan
tanaman untuk mencapai hasil yang optimal (Balai Penelitian Tanah, 2008 dalam
Suwardi dan Efendi, 2009).
Pupuk N memegang peran sangat penting dalam peningkatan produksi jagung.
Saat ini penggunaan pupuk pada tanaman jagung belum rasional dan berimbang.
Petani pada umumnya memberikan pupuk, terutama N sangatlah berlebih
semakin mahal dari tahun ke tahun sehingga mengurangi keuntungan petani.
Nitrogen merupakan unsur hara esensial bagi pertumbuhan dan produksi tanaman
karena peranannya tidak dapat digantikan oleh unsur hara lainnya dan tanpa unsur
hara tersebut tanaman tidak dapat tumbuh normal.
Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada
umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian
vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar (Sutejo, 2002). Nitrogen yang
pada umumnya diberikan sebagai pupuk, dapat memberikan efek yang
menguntungkan bagi tanaman, sebagai contoh nitrogen dapat menstimulir
pertumbuhan di atas tanah yaitu batang, dan memberikan warna hijau pada daun
serta memperbesar butir-butir dan prosentasi protein pada serealia (Buckman
dkk., 1982).
Selain itu menurut Istianti dan Triastono (1999), menyatakan bahwa Nitrogen
merupakan komponen yang penting dalam protein. Protein berfungsi sebagai
protein struktural yang menyusun bagian tubuh makhluk hidup maupun protein
fungsional yang berupa hormon atau berbagai enzim. Nitrogen juga penting untuk
kelangsungan hidup makhluk hidup yaitu untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Menurut Soepardi (1983), dari berbagai hara yang diberikan sebagai pupuk,
nitrogen memberikan pengaruh paling mencolok dan cepat terhadap pertumbuhan
tanaman. Hal ini mengingat peranan unsur hara nitrogen :
1) Warna tanah hijau segar karena nitrogen yang diserap dan karbohidrat yang
disintesis dalam daun dirubah menjadi asam amino dan protein yang
22
2) Merangsang pertumbuhan tanaman agar cepat (meningkatkan ukuran daun,
tinggi dan jumlah anakan),
3) Menambah kandungan protein dan kualitas tanaman.
Penggunaan pupuk yang berlebihan, selain akan memperbesar biaya produksi juga
akan merusak lingkungan akibat adanya emisi gas N20 pada proses amonifikasi,
nitrifikasi, dan denitrifikasi (Wahid dkk., 2003 dalam Suwardi dan Efendi, 2009).
Pemberian pupuk N yang berlebihan pada tanaman jagung dapat meningkatkan
kerusakan akibat serangan hama dan penyakit terutama pada musim hujan,
memperpanjang umur, dan tanaman lebih mudah rebah akibat batang dari daun
yang berlebihan dari ukuran normal, sedangkan akar tidak mampu menahan.
Strategi dalam pengelolaan pupuk N yang disesuaikan dengan kebutuhan
tanaman, dapat mengurangi kehilangan N akibat penguapan sebelum diserap oleh
tanamanjagung. Pupuk N mudah menguap terutama bila terkena matahari
langsung seperti bila pupuk N dibiarkan atau dalam keadaan terbuka setelah
pemupukan. Di wilayah tropis basah seperti di Indonesia lahan untuk
budidayajagung umumnya memiliki kandungan hara N rendah, sehingga tidak
cukup untuk menunjang pertumbuhan dan hasil jagung yang optimal karena itu
diperlukan tambahan hara N. Pemberian hara N yang tidak seimbang dengan
kebutuhan tanaman baik jumlah maupun waktu pemberiannya akan menyebabkan
kehilangan N dalam tanah, pertumbuhan tanaman yang tidak optimal, dan pada
akhirnya menyebabkan rendahnya efisiensi penggunaan N.
Upaya meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dapat dilakukan dengan, (1)
memperbaiki teknik budidaya tanaman yang mencakup jarak tanam, teknik
pemberian air, takaran pupuk N, waktu pemberian dan sumber N. Untuk
mendapatkan varietas tanaman yang efisien N dan toleran masuk hara rendah
perlu mempertimbangkan perbaikan respon tanaman terhadap pupuk N (Sutoro,
2007 dalam Suwardi dan Efendi, 2009).
Pupuk N merupakan pupuk yang banyak dipakai di daerah tropika, meskipun
jumlah ini masih jauh lebih kecil dibandingkan di daerah beriklim sedang
(temperate). Pupuk N yang umum digunakan di indonesia atau di daerah tropis
lain adalah urea dan ammonium sulfat (ZA), sedangkan di daerah beriklim
sedang, seperti Amerika Serikat penggunaan amonium nitrat, anhidrous amonia
dan amonium sulfat jauh lebih banyak dipakai.
Kadar nitrogen dalam Urea 43% yang mudah terhidrolisa menjadi ammonium
dalam tanah. Nitrat mudah larut dalam air dan bersifat mobil dalam tanah
sehingga mudah tercuci. Urea dalam tanah mengalami hidrolisa dalam tanah
dengan cepat asalkan cukup lembab dan hangat sehingga membentuk ammonium
karbonat. Ammonium karbonat dapat diserap langsung oleh tanaman atau dapat
diubah menjadi nitrat (NO3-) dan baru diserap oleh akar tanaman (Sumarno,
1981).
Pupuk N dalam bentuk nitrat akan lebih mudah bergerak/mobil daripada
amonium. Dengan demikian lebih mudah tercuci. Oleh karena itu harus diberikan
beberapa kali, misalnya amonium nitrat, natrium nitrat. Pupuk nitrogen dalam
bentuk amonim biasanya lebih sesuai digunakan untuk tanaman padi dan untuk
24
mobil dalam tanah dan lebih cenderung untuk diikat dalam kompleks adsopsi.
Tetapi walaupun demikian dalam keadaan tanah berdrainase baik ini segera
diubah menjadi bentuk nitrat. Selanjutnya nitrat ini lebih peka terhadap pencucian
dan bila kondisi kemudian berdrainase buruk bentuk ini direduksi dan mudah
hilang ke udara.
Fungsi nitrogen bagi tanaman adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman;
2. Dapat menyehatkan pertumbuhan daun;
3. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman;
4. Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan;
5. Meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah yang
penting sekali bagi kelangsungan pelapukan bahan organic (Sutejo, 2002).
Nitrogen dalam bentuk amida pada umumnya terdapat pada pupuk urea didalam
bentuk inipun mudah larut dalam air. Dalam tanah umumnya amida segera
berubah menjadi bentuk amonium karbonat dan kemudian ke amoniak, karena
perubahan dari urea ke amoniak biasanya memerluikan waktu 2 sampai 3 hari,
maka nitrogen mudah hilang tercuci. Oleh karena itu disarankan sewaktu
memupuk jangan terlalu banyak air. Konversi dari urea ke amonium berjalan
cepat, maka penggunaan terlalu banyak sekali pakai dan terlalu dekat kepada
tumbuhnya biji atau akar tanaman mengakibatkan layu atau matinya tanaman
Meskipun kandungan N di atmosfer biasanya tinggi akan tetapi tanaman tidak
dapat memanfaatkan N langsung dari udara. Tanaman umumnya menyerap unsur
N dalam bentuk NO3- dan NH4+ dari dalam tanah. Sumber N utama tanah adalah
bahan organik yang melalui proses dekomposisi menghasilkan NH4+ dan NO3-.
Selain itu, N dapat juga bersumber dari atmosfer 78% N, masuk ke dalam tanah
melalui curah hujan (8-10% N tanah), penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme
tanah baik secara simbiosis dengan tanaman maupun yang hidup bebas (Nyakpa
dkk., 1988).
Walaupun unsur N tanah dapat tersedia secara alami, akan tetapi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Oleh karena itu perlu penambahan unsur N
dari luar dalam bentuk pupuk seperti Urea, ZA dan dalam bentuk pupuk kandang
ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1992). Pemberian pupuk N dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman. Hasil penelitian Hartoyo dkk. (1997)
menunjukkan bahwa pemberian pupuk urea dalam bentuk prill dan tablet dapat
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, dan bobot kering pupus
serta bobot kering tanaman saat panen, banyaknya malai per tanaman, banyaknya
gabah per malai, persentasi gabah isi, dan bobot 1000, dan hasil padi IR64 kering
giling. Begitu juga penelitian Banuwa dkk. (1993) menyatakan bahwa
pemupukan N memberikan tanggapan tanaman yang semakin baik, dengan
semakin tinggi dosis yang digunakan, pertumbuhan dan hasil serta serapan N total
tanaman jagung semakin meningkat secara konsisten.
Pemupukan nitrogen sebagai starter pada awal pertumbuhan jagung perlu
dilakukan untuk pertumbuhan dalam 1 minggu pertama. Pada keadaan tersebut,
26
merangsang pembentukan akar. Hal ini akan membuka kesempatan pembetukan
akar. Selain itu, pada saat tanaman jagung berumur antara 18 -35 hari setelah
berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan
akar dan penyebarannya ditanah sangat cepat, dan pemanjangan batang
meningkat dengan cepat. Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan
perkembangan tongkol dimulai (Lee, 2007 dalam Subekti dkk., 2007). Tanaman
mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak, karena itu pemupukan
pada fase ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (Mc
III. BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Mei
2011. Percobaan dilakukan di Politeknik Negeri Lampung pada lahan pertanaman
jagung. Analisis tanah dilakukan di Institut Pertanian Bogor dan analisis nitrat
dilakukan di laboratorium jurusan THP Fakultas Pertanian Unila.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ; bor tanah, cangkul,
kantung plastik, meteran, dan spidol, kulkas, oven, ayakan 2 mm, botol film, pH
meter, alumunium foil, pipet, dan alat-alat laboratorium lainnya untuk analisis
tanah. Bahan-bahan yang akan digunakan adalah contoh tanah dari lahan
pertanaman jagung yang berasal dari berbagai petak percobaan, aquades, pupuk
kimia (Urea, SP-18 dan KCl), benih jagung hibrida varietas Pioneer 21, dengan
jarak tanam 75 X 25 cm, dengan satu benih per lubang tanam. Untuk mengganti
tanaman yang tidak tumbuh, penyulaman akan dilakukan. Sebagai pupuk dasar,
100 kg SP18/ha dan 50 kg KCl/ha akan diberikan seminggu setelah tanam secara
28
Untuk analisis nitrat (metode Hydrazine Reduction) dengan menggunakan
spektrofotometer dan analisis N-total (metode Kjeldahl), C-Organik (Walkey dan
Black), pH tanah (metode elektrometrik).
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap
(RAKL) disusun secara faktorial dengan 4 ulangan. Faktor pertama dalam
penelitian ini adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T1 = olah tanah
intensif, T2 = olah tanah minimum, T3 = tanpa olah tanah, dan faktor kedua dalam
penelitian ini adalah pemupukan nitrogen jangka panjang (N) yaitu N0 = 0 kg N
ha-1, dan N1 = 200 kg N ha-1.
Adapun kombinasi perlakuan yang diterapkan sebagai berikut :
1. N0T1 4. N1T1
2. N0T2 5. N1T2
3. N0T3 6. N1T3
Pada masing-masing petak percobaan, sampel tanah diambil pada tiga titik
kemudian dikompositkan. Pengambilan sampel tanah untuk sampel nitrat
dilakukan pada fase vegetatif, fase generatif dan setelah panen tanaman jagung
pada kedalaman 0-20 cm sedangkan untuk sampel N-total dilakukan sebelum
pengolahan tanah pada musim tanam sebelumnya pada tanaman kedelai pada
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji
Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %. Data yang diperoleh diuji
homogenitasnya dengan uji Bartllet dan aditifitasnya dengan Uji Tukey.
D. Pelaksanaan Penelitian
D.1 Persiapan lahan dan pembuatan petak percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang yang telah berlangsung sejak
tahun 1987. Penelitian ini merupakan penelitian pada musim tanam ke-41. Pada
petak tanpa olah tanah (TOT) tanah tidak diolah sama sekali, gulma yang tumbuh
dikendalikan dengan herbisida dan sisa tanaman gulma digunakan sebagai mulsa.
Pada olah tanah minimum (OTM) tanah diolah seperlunya saja dan gulma yang
tumbuh dibersihkan dari petak percobaan menggunakan koret, kemudian sisa
tanaman gulma digunakan sebagai mulsa,dan pada petak olah tanah intensif (OTI)
tanah diolah setiap akan bertanam dan sisa tanaman gulma dibuang dari petak
percobaan.
Pada saat 1 minggu sebelum melakukan penanaman lahan disemprot
menggunakan herbisida glifosat dengan dosis 4 liter/ ha untuk menghilangkan
gulma yang tumbuh, dan kemudian gulma tersebut digunakan sebagai mulsa
untuk perlakuan tanpa olah tanah (TOT) dan olah tanah minimum (OTM).
Persiapan lahan meliputi kegiatan pengolahan tanah dan pembuatan petak satuan
percobaan. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 6x4 m. Luas lahan percobaan
30
D.2 Pemupukan
Pupuk N yang digunakan adalah Urea. Semua petak diberi pupuk dasar P dan K
dengan dosis 100 kg SP18 ha-1 dan 50 kg KCl ha-1. Aplikasi pemupukan N
dilakukan sepertiga dosis seminggu setelah tanam dan sisanya dua pertiga
diberikan pada saat jagung berumur 4 minggu. Pemupukan ini merupakan
pemupukan yang dilakukan dalam jangka panjang yang telah dilakukan selama 22
tahun.
D.3 Penanaman dan penyulaman
Penanaman dilakukan dengan alat tugal sedalam sedalam 3cm dengan jarak tanam
75x25 cm. Setiap lubang diberi 1 butir kemudian ditutup kembali. Penyulaman
dilakukan setelah seminggu penanaman bila ada benih yang tidak tumbuh.
D.4 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi : penyiangan, pembubunan, dan pengendalian
hama penyakit. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan cangkul sekaligus
pembubunan, pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai keadaan penyerangan
hama dan penyakit dilahan, dan dilakukan penyiraman pada pagi dan sore hari
agar tanaman tidak kekuranagn air.
E. Pengamatan
E.1 Variabel Utama
Variabel utama yang akan diamati yaitu Nitrat dan N-total. Pengambilan sampel
tanah untuk sampel nitrat dilakukan pada fase vegetatif, fase generatif dan setelah
dilakukan sebelum pengolahan tanah pada musim tanam sebelumnya pada
tanaman kedelai pada kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, dan 10-20 cm.
E.2 Penetapan Nitrat dan N-total Tanah
Penetapan nitrat (NO3-) dilakukan dengan (metode Hydraine Reduction) dengan
spektrofotometer. Proses pelaksanaan analisis yaitu membuat larutan ekstrak
tanah dengan menyiapkan 5 gram tanah segar (lembab) dalam botol kemudian
ditambahkan 25 ml KCl dikocok selama 1 jam kemudian hasil ekstraknya
difiltrasi dengan kertas saring. Hasil ekstrak tanah ini yang akan digunakan untuk
analisis nitrat.
Penetapan Nitrat (NO3-) dilakukan dengan cara memipet masing-masing 5 ml
sampel ekstrak tanah, kemudian ditambahkan larutan NaOH 1ml dan 1ml
CuSO4 dan 1ml larutan hydrazine sulfat. Sampel diletakan dipemanas air pada
suhu 380C selama 30 menit, lalu ditambahkan 1ml aseton tunggu selama 2 menit,
ditambahkan 1ml sulfanilamide dan tunggu selama 5 menit, ditambakan 1ml
naphtylethylenediamine dan tunggu 20 menit. Setelah 20 menit larutan diukur
dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm.
Penetepan N-total dilakukan dengan metode Kjeldahl, nitrogen diubah dalam
bentuk ammonium (NH4+), pada destruksi dengan asam sulfat pekat yang
mengandung katalis dan zat-zat kimia lainnya yang dapat meningkatkan suhu
pada waktu-waktu destruksi. Kemudian ammonium ditetapkan dari jumlah
amoniak yang dibebaskan pada penyulingan destrat.
Penetapan N-total dilakukan dengan cara dimasukkan 1 gram tanah kering
32
biarkan beberapa jam, panaskan labu ukur dengan alat pemanas sampai berhenti
berbuih, lalu dinginkan labu dan tambahkan 1,1 gram campuran katalis.letakan
labu pada alat pemanas dan tingkatkan panasnya sampai proses perombakan
selesai dan lanjutkan sampai campuran ini mendidih secara perlahan selama 5
jam. Aturlah suhu pemanas selama pendidihan ini sehingga asam sulfat
mengkondensasi kira-kira sampai ke 1/3 bagian atas leher labu.
Kemudian setelah perombakan selesai biarkan labu dingin dan tambahkan sekitar
10 ml air destilata, aduk perlahan-lahan sehingga padatan yang ada berubah
menjadi suspensi dan biarkan labu menjadi dingin, kemudian destilasi.
Pindeahkan cairan dari labu pengurai kelabu destilasi, bilas labu pengurai dengan
air destilata 2x5 ml, kemudian bilasnya disatukan kedalam nlabu destilata,
hubungkan labu keperalatan destilasi. Tutup sistem destilasi uap pada tahap ini
dan letakan sebuah erlenmayer 100 ml yang berisi 25 ml asam borat dibawah
kondensor. Lalu tambahkan 20 ml NaOH 40 % dengan corong, dan alirkan secara
perlahan-lahan kedalam labu destilasa. Lanjutkan destilasi contoh sampai larutan
destilat mencapai kira-kira 40 ml. Kemudian hentikan generator uap, bilas ujung
tabung destilasi dan ambil. Titrasi larutan destilat dengan standar HCl 0,01 N
dengan menggunakan buret, perubahan warna pada titik air adalah dari hijau
menjadi merah jambu.
E.3 Variabel Pendukung
Sedangkan variabel pendukung yang akan diamati yaitu :
1. C-organik (metode Walkey & Black)
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP N-TOTAL DAN NITRAT TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI KEBUN PERCOBAAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
AYU DASA NOVITA
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
iv
DAFTARGAMBAR
Gambar Halaman
1. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka
panjang terhadap N-total tanah sampai pada kedalaman 0-20 cm. ... 38
DAFTAR ISI
D. Peranan Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Jagung ... 21
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 46
B. Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
LAMPIRAN ... 52
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., A. Dariah dan A. Rachman. 1998. Peranan Pengolahan Tanah dalam Peningkatan Kesuburan Tanah. Prosiding Seminar Nasional VI BDP-OTK.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Pres. Bogor. 316 hlm.
Badan Pusat Statistik. 2009. Tanaman Pangan. Jakarta
Banuwa, I.S., M. Utomo, dan A.A. Damai. 1993. Efektivitas Sistem Olah Tanah Minimum dan Pengaruh Pupuk N terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Serapan N pada Tanaman Jagung di Rawa Pasang Surut Mesuji-Tulang Bawang. Prosididng Seminar Nasional IV. Bandar Lampung. Hal 122-131
Buckman, H.O., dan Brady, N.C., 1969 (Penterjemah Prof. Dr. Soegiman ). 1982.
Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta. 788 hlm
Fahmudin, A. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. Bogor : World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 59-60.
Follett, R.H., L.S. Murphy, dan R.L. Donahue. 1981. Fertilizer and soil
amandments. Prentice-Hal, Inc. Engllwood Cliffs, New Jersey. 557 hal.
Foth, H.D.1990. Fundamentals of Soil Science. John Wiley and Sons inc. USA
Hakim, N., M.Y. Nyapka, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, R. Saul, A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 488 hlm.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Grafindo Persada. Jakarta. 360 Hlm.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah cetakan keenam. Akademika Pressindo. Jakarta. 288 hlm.
49
Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers, 6th Edition. Prentice Hall. New Jersey. 515hlm.
Hendriyono. 2010. Pengaruh Pemberian Kombinasi Jerami dan Pupuk Kandang dan Biomikro Terhadap Pelepasan CO2, Nitrat dan Amonium pada Pertanaman Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 43 hlm.
Istianti. A dan Triastono. 1999. Biologi Sel. Malang. UNM
Kirana, A. 2010. Pengaruh Sistem Olah Tanah Konservasi dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-Mik) dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Ultisol. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56 hlm.
Krisna, K.R. 2002. Soil Fertility and Crop Production. Science Publisher.
Manihuruk, B. 1987. Efek Dosis Pemupukan Nitrogen Terhadap Ketersediaan NH4 dan NO3 Tanah serta Serapan N Oleh Tanaman Padi (Oryza Sativa) Varietas Cisadane pada Tanah Hidromorfik Rawa Sragi. Tesis. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 76 hlm.
Morgan, R.P.C. 1995. Soil Erosion and Conservation.Longman. UK.
Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor. 240 hlm.
Niswati, A., M. Utomo, dan S.G Nogroho. 1994. Dampak Mikrobiologi Tanah Penerapan Teknik Tanpa Olah Tanah dengan Herbisida Amino Glifosfat secara terus-menerus pada lahan kering di Lampung. Laporan Penelitian DP3M. Unila.
Nyakpa, M.Y., M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 258 hal.
Pulung, M. A. 2005. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 287 hlm. (Buku Ajar).
Pulung, M.A. 2009. Pupuk dan Pemupukan. Buku Ajar. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung. 45 hlm
Rahmat, E. 2008. Analisis Spasial Kandungan Unsur Hara N, P, dan K di Dalam Tanah serta Produksi Jagung di Desa Karang Endah Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 45 hlm.
Rosmarkus, A. Dan Yuwono, N.W. 2002. Ilmu kesuburan tanah. Universitas gadja mada. Yogyakarta. 224 hlm.
Samitamihardja, D. dan Siregar, A.H. 1990. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.
Bandung: ITB.
Sanchez, P.A. 1982. Properties and management of soil in the tropick. John wiley and sons Ltd., New york. 305p.
Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Diterjemahkan oleh Johara T. Jayadinata. Penerbit ITB. Bandung. 397 hlm.
Sarno, S. Yusnaini, Dermiyati dan M. Utomo. 1998. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Terhadap Kandungan Asam Humik dan Fulvik. J. Tanah Trop. 7 : 35-42
Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. IPB Press. Bogor. 591 halaman.
Soepardi, G., Ismunadji, dan S. Partohardjono. 1985. Menuju Pemupukan Berimbang Guna Meningkatkan Jumlah dan Mutu Hasil Pertaniaan. (Buletin Penyuluhan). Direktorat Penyuluhan Tanaman Pangan, Direktorat Jendral Tanaman Pangan, Deptan. Jakarta. Hal 1-29.
Subekti, N., Syafruddin, R. Efendi dan S. Sunarti. 2007. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Sudaryono. 2009. Tingkat kesuburan tanah ultisol pada lahan pertambangan batubara sanggata kalimantan timur. J.Tek.Ling 10 (3): 337-346.
Sudika, I.W. 1987. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah dan Produksi Jagung pada Tanah Bekas Alang-alang Di Tanjungan. Tesis. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62 hlm.
Suprapto, H.S. dan H.A.R Marzuki. 2005. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Bogor. 59 hlm.
Sutejo, M.M. dan A.G. Kartasapoetra. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Rineka Cipta jakarta. 177 hlm
51
Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-Sisa Tanaman Dalam Konservasi Tanah dan Air Pada Usaha Tani Tanaman Semusi. Desertasi pada Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 212 hlm.
Syaefullah dan M. Utomo.1993. Berat Akar Dan Produksi Jagung Pada Dua Sistem Olah Tanah. Prosiding Seminar Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Hlm 88-92.
Syafruddin, Faesal dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Syukur, A., dan Indah, N. 2006. Pengaruh pemberian macam pupk organik terhadap pertumbuhan dan hasil pertanaman jahe di Inceptisol. J. Ilmu tanah dan lingkungan. 2:124-131.
Tabri, F. 2009. Teknik pemupukan N dengan menggunakan BWD pada beberapa varietas padi dan jagung terhadap pertumbuhan dan hasil. Prosiding Seminar Nasional Seralia. Hal. 162-168.
Utomo, M., Frye, Blevins. 1983. Fuctions of Legume Cover Crop in No-Till and Conventional Corn Production. Proceeding of the 1985 Southern Region No-Till Converence July 16-17, 1985, Field Programs, Tennessee Valley Authority Envinmental Protection Agency Georgia Commodity Commission for Soybeans.
Utomo, M.1990. Budidaya Tanpa Olah Tanah Teknologi Untuk Pertanian Berkelanjutan. Direktorat Produksi Padi dan Palawija. Departeman Pertanian RI. Jakarta.
Utomo, M. 2006. Bahan Buku Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 25 hlm.
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI DAN
PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP
N-TOTAL DAN NITRAT TANAH PADA LAHAN
PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI KEBUN
PERCOBAAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
Oleh
AYU DASA NOVITA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : Pengaruh Sistem Olah Tanah Konservasi dan
Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang terhadap N-Total dan Nitrat Tanah pada Lahan Pertanaman Jagung (Zea mays L.) di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung
Nama Mahasiswa : Ayu Dasa Novita
NPM : 0514031018
Program Studi : Ilmu Tanah
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. Ir. Hery Novpriansyah, M.Si NIP. 19500716 197603 1 002 NIP. 196611151990101001
2. Ketua Bidang Ilmu Tanah
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. ____ ...
Sekretaris : Ir. Hery Novpriansyah, M.Si ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. K.E.S. Manik, M.S ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 November 1986, sebagai
anak kelima dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Kusni Agus dan Ibu H.
Martini.
Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Sumur Batu, Bandar Lampung pada
tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Taman Siswa
Teluk Betung Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2002, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) di SMA Utama 2 Bandar Lampung yang diselesaikan
pada tahun 2005.
Tahun 2005 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB). Selama kuliah penulis menjadi anggota mahasiswa Ilmu Tanah
(GAMATALA) sebagai anggota bidang pengabdian masyarakat periode
2005-2006 dan penulis pernah menjadi anggota Badan Pengawas Organisasi (BPO)
Jurusan Ilmu Tanah pada periode 2005-2006. Pada tahun 2009 penulis melakukan
Praktik Umum (PU) di PT Great Giant Pinapple Company (GGPC), Lampung
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih setulusnya kepada :
1. Mamah dan Papah yang selalu memberikan doa, semangat, dorongan serta
motivasi dan kasih sayangnya demi kelancaran dan kesuksesan penulis dalam
menjalani aktifitas perkuliahan dan lainnya.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. selaku pembimbing I yang telah
banyak meluangkan waktu, memberikan saran, pengarahan dan bimbingan
dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.
3. Bapak Ir. Hery Novpriansyah, M.Si. selaku pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu, memberikan saran, pengarahan dan bimbingan dalam
melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. K.E.S. Manik, M.S. selaku penguji yang telah
memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Kadir Salam, M.Sc. selaku pembimbing akademik
untuk semua bimbingan dan nasehat serta motivasi yang telah diberikan.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.Agr.Sc. selaku Ketua Bidang Ilmu Tanah