• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP N-TOTAL DAN NITRAT TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI KEBUN PERCOBAAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP N-TOTAL DAN NITRAT TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI KEBUN PERCOBAAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP N-TOTAL DAN NITRAT

TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI KEBUN PERCOBAAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

Oleh

AYU DASA NOVITA

Di Indonesia saat ini telah dikembangkan penerapan sistem olah tanah konservasi. Cara persiapan lahan yang memenuhi kriteria olah tanah konservasi adalah pengolahan tanah minimum dan tanpa pengolahan tanah. Selain dengan sistem olah tanah konservasi, usaha untuk menigkatkan produksi tanaman pangan juga dapat dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan merupakan suatu tindakan pemberian unsur ke tanah atau tanaman sesuai yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan pengaruh pemupukan nitrogen jangka panjang terhadap N-total dan nitrat (NO3-) dalam tanah pada lahan pertanaman jagung di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) disusun secara faktorial dengan 4 ulangan. Faktor pertama dalam penelitian ini adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T1 = olah tanah intensif, T2 = olah tanah minimum, T3 = tanpa olah tanah, dan faktor kedua dalam penelitian ini adalah pemupukan nitrogen jangka panjang (N) yaitu N0 = 0 kg N ha-1, dan N1 = 200 kg N ha-1. Adapun kombinasi perlakuan yang diterapkan adalah : N0T1, N1T1, N0T2, N1T2, N0T3, N1T3.

(2)

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap N-total tanah, sedangkan sistem olah tanah intensif menghasilkan nitrat (NO3-) lebih tinggi dibandingkan sistem olah tanah lainnya. Pemupukan nitrogen dengan dosis pemupukan 200 kg N ha-1 menghasilkan N-total tanah nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa dipupuk N, dan pemupukan N 200 kg N ha-1 menghasilkan nitrat tanah (NO3-) nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk N. Interaksi antara pengolahan tanah minimum dengan pemupukan nitrogen dengan dosis 200 kg N ha-1 menghasilkan N-total nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk N, sedangkan pada nitrat (NO3-) interaksi antara pengolahan tanah dan pemupukan N tidak berpengaruh nyata.

Kata kunci : Nitrat, N-total, Pemupukan, Sistem olah tanah konservasi.

(3)

ABSTRACT

EFFECT OF CONSERVATION TILAGE SYSTEM AND LONG TERM OF NITROGEN FERTILIZING ON N-TOTAL AND SOIL NITRATE ON CORN

(Zea mays L.) PLANTING LAND ON EXPERIMENT LAND OF POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

By

AYU DASA NOVITA

Nowday, Indonesia has developed the application of conservation tillage systems. How tillage conservation tillage criteria are minimum tillage and no tillage

(Utomo, 1990). Abdurachman et al. (1998) explain that conservation tillage (OTK) is a way of preparing land to reduce soil and water loss due to erosion and evaporation compared by means of conventional land preparation.

In addition to conservation tillage systems, efforts to boost crop production can also be done with fertilization. Fertilization is an act of giving elements to the soil or plants as needed for the normal growth of plants (Pulung, 2005).

Fertilizer N is one of the activities carried out in the cultivation of land, out of necessity N available for plant growth is not granted and organic-N in the soil will not be enough to meet the needs of the plant (Sanchez, 1992). Fertilization is intended to supplement the nutrients that plants need to be able to increase the production and quality of the production and quality of crops. N fertilization were performed continuously on the previous season with a conservation tillage system contains a higher soil N compared to intensive tillage (Niswati et al., 1994). Based on this fact it is important to know the N content of the soil in the planting season for corn-41.

This study aimed to determine the effect of tillage systems and nitrogen

(4)

tillage system (T) is T1 = intensive tillage, T2 = minimum tillage, T3 = no-tillage, and the second factor in this study is a long-term fertilizer nitrogen (N), ie N0 = 0 kg N ha-1, and N1 = 200 kg N ha-1. The combination treatment applied is: N0T1, N1T1, N0T2, N1T2, N0T3, N1T3.

In each experimental plot, soil samples were taken at three points and then composited. Soil sampling for nitrate samples done in the vegetative phase, the generative phase and after harvest of maize at a depth of 0-20 cm, while for the sample of N-total tillage done before the growing season prior to the soybean crop at a depth of 0-5 cm, 5 - 10 cm, and 10-20 cm.

Data were analyzed with analysis of range and continued with test Honestly Significant Difference (HSD) at the level of 5%. The data obtained by the assay Bartllet tested homogeneity and aditifitasnya with Tukey Test.

The result showed that the tillage system had no effect on N-total land, while the intensive tillage systems produce nitrate (NO3-) differ significantly higher than other tillage systems. Nitrogen fertilizer dose of fertilizer 200 kg N ha-1 produced different soil N- total significantly higher than without fertilizer N, fertilizer N and 200 kg N ha-1 produced soil nitrate (NO3-) differs significantly higher than that without fertilizer N. Interactions between minimum tillage with fertilizer nitrogen dose of 200 kg N ha-1 produced significantly different N-total is higher than without fertilizer N, whereas the nitrate (NO3-) interaction between tillage and N fertilization had no significant effect.

(5)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Sistem olah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap N-total tanah, sedangkan

sistem olah tanah intensif menghasilkan nitrat (NO3-) nyata lebih tinggi

dibandingkan sistem olah tanah lainnya.

2. Pemupukan nitrogen dengan dosis 200 kg N ha-1 menghasilkan N-total tanah

nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa dipupuk N, dan pemupukan N dengan

dosis 200 kg N ha-1 menghasilkan nitrat tanah (NO3-) nyata lebih tinggi

dibandingkan tanpa pupuk N.

3. Interaksi antara pengolahan tanah minimum dengan pemupukan nitrogen

dengan dosis 200 kg N ha-1 menghasilkan N-total nyata lebih tinggi

dibandingkan tanpa pupuk N, sedangkan pada nitrat (NO3-) interaksi antara

(6)

47

B. Saran

Berdasarkan penelitian ini, disarankan penelitian lanjutan untuk mengetahui

pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pemupukan nitrogen terhadap

amonium dan nitrat tanah dengan dosis pemupukan 0 kg N ha-1, 100 kg N ha-1 dan

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanaman jagung (Zea mays L.) sampai saat ini masih merupakan komoditi

strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan

bahan makanan pokok kedua setelah beras. Keunggulan jagung dibandingkan

dengan padi yaitu memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi (Suprapto dan

Marzuki, 2005). Untuk memenuhi kebutuhan jagung yang terus meningkat,

diperlukan peningkatan produksi. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui

peningkatan produktifitas lahan dan tanaman serta perluasan areal pertanaman

(IPPTP, 1997; BPTP, 2000 dalam Hendriyono, 2010).

Pada tahun 2009 produksi jagung mengalami peningkatan di tingkat nasional.

(Badan Pusat Statistik, 2009) menunjukkan bahwa produksi jagung tahun 2008

mencapai 16.317.252 ton dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 17.629.478

ton. Sedangkan di propinsi Lampung, produksi jagung tahun 2008 mencapai

1.809.886 ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 2.060.712 ton.

Keberhasilan ini perlu dipertahankan agar tidak terjadi lagi peningkatan impor.

Untuk mempertahankan produktifitas lahan diperlukan teknik pengolahan lahan

(8)

2

Di Indonesia saat ini telah dikembangkan penerapan sistem olah tanah konservasi.

Cara persiapan lahan yang memenuhi kriteria olah tanah konservasi adalah

pengolahan tanah minimum dan tanpa pengolahan tanah (Utomo, 1990).

Abdurachman dkk. (1998) menjelaskan bahwa olah tanah konservasi (OTK)

merupakan cara penyiapan lahan yang dapat mengurangi kehilangan tanah dan air

karena erosi dan penguapan dibandingkan dengan cara-cara penyiapan lahan

secara konvensional.

Selain dengan sistem olah tanah konservasi, usaha untuk meningkatkan produksi

tanaman pangan juga dapat dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan

merupakan suatu tindakan pemberian unsur hara ke tanah atau tanaman sesuai

yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tanaman (Pulung, 2005).

Beberapa unsur hara dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar dan

dinamakan unsur hara makro. Unsur hara makro terdiri atas unsur hara makro

primer (N, P, dan K ), dan unsur hara makro sekunder (Ca, Mg, dan S). Salah satu

unsur hara yang penting bagi tanaman adalah nitrogen. Nitrogen (N) merupakan

salah satu hara makro yang menjadi penentu utama produksi tanaman, baik di

daerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim sedang. Hakim dkk. (1986)

menyatakan bahwa dari semua sumber unsur hara, N dibutuhkan paling banyak,

tetapi ketersediaannya selalu rendah, karena mobilitasnya yang sangat tinggi.

Pasokan nitrogen (N) dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam

kaitannya dengan pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah yang akan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pemupukan N merupakan salah satu

(9)

pertumbuhan tanaman tidak tersedia begitu saja dan N-organik yang ada di dalam

tanah tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman (Sanchez, 1992).

Pemupukan ini bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman

untuk dapat meningkatkan produksi dan mutu hasil produksi dan mutu hasil

tanaman. Pemupukan N yang dilakukan terus-menerus pada musim tanam

sebelumnya dengan sistem olah tanah konservasi memiliki kandungan N tanah

yang lebih tinggi dibandingkan dengan olah tanah intensif (Niswati dkk., 1994).

Nitrogen umumnya dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, namun jumlahnya

dalam tanah sedikit sehingga pemberian pupuk nitrogen merupakan suatu

keharusan untuk dapat memperoleh hasil yang tinggi. Nitrogen pada umumnya

diserap oleh tanaman dalam bentuk NH4+ (amonium) dan NO3-(nitrat), di lahan

kering penyerapan NO3- lebih besar dari NH4+.

Nitrat terjadi dari proses nitrifikasi yaitu oksidasi nitrit menjadi nitrat yang

dibantu oleh bakteri nitrobakter. Proses nitrifikasi dipengaruhi oleh aerasi,

kelembaban, suhu, kapur aktif, pupuk dan nisbah karbon-nitrogen (Hakim

dkk.,1986). Ketersediaan NO3- didalam tanah dapat dipengaruhi oleh pengolahan

tanahnya.

Pengolahan tanah yang berlebihan akan mengakibatkan kehilangan NO3- karena

erosi dan pencucian sehingga penggunaan sistem olah tanah dan pemupukan

nitrogen yang diberikan secara terus menerus dalam jangka panjang akan

mempengaruhi kandungan N di dalam tanah. Sedangkan informasi pengaruh

sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen dalam jangka panjang terhadap N-total

(10)

4

tanah dan pemupukan N jangka panjang yang telah dilakukan selama 41 musim

(1987-2011) diduga akan mempengaruhi kandungan nitrat dan N-total di dalam

tanah.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan

pengaruh pemupukan nitrogen jangka panjang terhadap N-total dan nitrat (NO3-)

dalam tanah pada lahan pertanaman jagung di Kebun Percobaan Politeknik Negeri

Lampung.

C. Kerangka Pemikiran

Salah satu kegiatan budidaya penting untuk meningkatkan produksi pangan

termasuk tanaman jagung adalah pengolahan tanah. Pengolahan tanah merupakan

tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat

persemaian, mengendalikan gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi

akar, peredaran udara (aerasi), dan menyiapkan tanah untuk irigasi permukaan

(Hakim dkk., 1986).

Perbedaan cara pengolahan tanah akan mempengaruhi kesuburan tanah sehingga

akan berpengaruh juga terhadap pertumbuhan dan hasil jagung. Tujuan

pengolahan tanah yaitu menyiapkan tempat persemaiaan, mengontrol gulma,

memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi akar, infiltrasi dan peredaran udara

atau menyiapkan tanah untuk irigasi (Hakim dkk., 1986). Lebih lanjut Arsyad

(2000), berpendapat bahwa pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik

terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi

(11)

Sistem olah tanah yang sering digunakan oleh petani adalah olah tanah intensif.

Pada umumnya pengolahan intensif dilakukan dua kali yaitu pengolahan primer

dengan bajak untuk membongkar tanah hingga kedalaman 50 cm, diteruskan

dengan pengolahan sekunder untuk menggemburkan tanah sampai kedalaman

tertentu yaitu 10 sampai 15 cm (Umar, 2004).

Olah tanah konservasi adalah suatu sistem pengolahan tanah dengan tetap

mempertahankan setidaknya 30% sisa tanaman menutup permukaan tanah (Agus

dan Widianto, 2004). Pengolahan tanah tanpa didukung dengan tindakan

konservasi tanah akan menyebabkan menurunnya produktivitas lahan secara

cepat. Sistem olah tanah konservasi terdiri dari: sistem tanpa olah tanah dan

sistem olah tanah minimum. Pada sistem tanpa olah tanah, pengendalian gulma

dilakukan menggunakan herbisida, gulma yang mati dibiarkan sebagai mulsa.

Sedangkan pada sistem olah tanah minimum, gulma dibabat dengan menggunakan

alat mekanis, setelah itu gulma dikembalikan ke lahan pertanaman. Untuk kedua

sistem olah tanah ini penanaman dilakukan dengan cara ditugal (Utomo, 2006).

Untuk meningkatkan produksi tanaman pangan selain dari sistem olah tanah, juga

dapat dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan merupakan suatu tindakan

pemberian unsur hara kedalam tanah atau tanaman sesuai yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan normal tanaman (Pulung, 2005). Upaya peningkatan produksi

jagung, selalu diiringi oleh penggunaan pupuk, terutama pupuk anorganik, untuk

memenuhi kebutuhan hara tanaman. Pada prinsipnya, pemupukan dilakukan

(12)

6

kemampuan tanah menyediakan hara secara alami, keberlanjutan sistem produksi,

dan keuntungan yang memadai bagi petani.

Pupuk yang diberikan pada tanaman jagung di Indonesia umumnya mengandung

hara makro N, P, K, dan S, tetapi belum mengandung hara mikro, karena belum

ada sentra-sentra pengembangan jagung yang berindikasi kekurangan hara mikro.

Tidak semua pupuk yang diberikan ke dalam tanah dapat diserap oleh tanaman.

Nitrogen yang dapat diserap hanya 55-60% (Patrick and Reddy, 1976 dalam

Syafruddin dkk., 2007), P sekitar 20% (Hagin and Tucker, 1982 dalam

Syafruddin dkk., 2007), K antara 50-70% (Tisdale and Nelson, 1975 dalam

Syafruddin dkk., 2007), dan S sekitar 33% (Morris, 1987 dalam Syafruddin dkk.,

2007).

Tanggapan tanaman terhadap pupuk yang diberikan bergantung pada jenis pupuk

dan tingkat kesuburan tanah, karena itu takaran pupuk berbeda untuk setiap

lokasi. Selain takaran dan bentuk pupuk, waktu dan cara pemupukan juga

berperan penting dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Waktu dan

cara pemberian pupuk berkaitan erat dengan laju pertumbuhan tanaman dimana

hara dibutuhkan oleh tanaman dan kehilangan pupuk (dapat terjadi melalui proses

pencucian, penguapan, dan fiksasi).

Hara N banyak menguap dan tercuci, hara K banyak tercuci, sedangkan hara P

terfiksasi di dalam tanah. Untuk mengurangi kehilangan N, pemberian pupuk N

(13)

Menurut Sutejo (2002), nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan

tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau

pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar .

Pemupukan nitrogen sangat dibutuhkan tanaman bagi pertumbuhan. Dosis pupuk

yang dianjurkan untuk tanaman jagung adalah adalah 90-120 kg N ha-1, 30-45 kg

P2O5 ha-1, dan 0-25 kg K2O ha-1 (Pulung, 2009).

Syukur dan Indah (2006) mengemukakan semakin banyak pupuk organik yang

diberikan akan menyumbangkan bahan organik yang banyak pula sehingga

banyak bahan organik yang termineralisasi menjadi N anorganik dan diiringi pula

dengan meningkatnya NO3- tanah. Bertambahnya takaran pupuk organik

memperbaiki aerasi tanah yang memacu bakteri nitrifikasi sehingga lebih banyak

NH4+ yang diubah menjadi NO3-.

Proses perubahan nitrogen organik menjadi nitrogen anorganik disebut

mineralisasi. Bentuk nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah adalah nitrous

oksida (N2O), nitrogen monooksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), amonia

(NH3), amonium (NH4+), nitrit (NO2-), dan nitrat (NO3-) (Black, 1984 dalam

Manihuruk, 1987; Soepardi, 1983 dalam Manihuruk, 1987).

Selain itu akar juga membantu penyerapan hara dan air. Perkembangan akar

jagung (kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada varietas, pengolahan

tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Akar jagung

dapat dijadikan indikator toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium.

Tanaman yang toleran aluminium, tudung akarnya terpotong dan tidak

(14)

8

Pemupukan nitrogen dengan takaran berbeda menyebabkan perbedaan

perkembangan (plasticity) sistem perakaran jagung (Smith dkk.,1995 dalam

Subekti dkk., 2007). Oleh karena itu kedalaman tanah diperlukan untuk

mengetahui dimana perakaran tanaman masih bisa masuk kedalam tanah,

sehingga dapat menentukan kadar bahan organik dan N di dalam tanah, dan kadar

bahan organik di dalam tanah terbanyak pada lapisan atas setebal 20 cm

(15-20%) makin ke bawah makin berkurang.

Pemberian pupuk N yang mengandung ammonium berperan untuk menstimulir

proses nitrifikasi, karena untuk terjadinya nitrifikasi harus ada ammonium sebagai

bahan dasar nitrifikasi dan sebagai sumber energi dari bakteri nitrifikasi untuk

merubah nitrit menjadi nitrat. Hasil dari proses nitrifikasi yang mengubah nitrit

menjadi nitrat kemudian diserap oleh tanaman untuk metabolisme (Hakim

dkk.,1986). Dengan bertambahnya unsur N di dalam tanah akan menyebabkan

jumlah N dalam tanah lebih tersedia.

Percobaan jangka panjang pada tanah Ultisol di Lampung menunjukkan bahwa

sistem olah tanah konservasi mampu memugarkan kesuburan tanah lebih baik dari

sistem olah tanah intensif. Produksi jagung yang ditumpang gilirkan dengan

tanaman lain sampai dengan musim ke-12 pada sistem olah tanah konservasi

dengan dosis N optimal ternyata selalu lebih tinggi dari pada sistem olah tanah

intensif (Syaefullah dan Utomo, 1993).

Hasil jagung lebih tinggi pada tanpa pengolahan tanah dibandingkan dengan yang

diolah dengan pemupukan nitrogen yang tinggi, karena kandungan air tanah pada

(15)

sehingga efisiensi pemakaian pupuk lebih tinggi pada tanpa pengolahan tanah

(Utomo dkk., 1983).

Sistem pertanian tanpa pengolahan tanah memerlukan pemupukan nitrogen yang

tinggi dibandingkan dengan tanah yang diolah dan kahat lebih cepat nampak pada

sistem pertanian tanpa pengolahan tanah (Bandel dkk., 1974 dalam Sudika, 1987).

Hasil penelitiaan Niswati dkk. (1994) menunjukan bahwa pada perlakuan

pemupukan N jangka panjang, sistem OTK mempunyai kandungan bahan

organik, KTK, N, P, Mg, Ca, K dan pH tanah lebih tinggi dibandingkan OTI. Hal

ini menunjukkan bahwa sistem OTK jangka panjang mempunyai tinggalan hara

terutama N dan P lebih tinggi dari pada OTI. Dermiyati dkk. (1998) melaporkan

bahwa tinggi tanaman pada tanpa olah tanah sangat nyata lebih tinggi daripada

olah tanah intensif (OTI) dan pemupukan 200 kg N ha-1 juga sangat nyata

meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan tanpa N.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Tanpa olah tanah (TOT) menghasilkan N-total dan nitrat lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan olah tanah intensif dan olah tanah minimum.

2. Pemupukan N 200 kg N ha-1 menghasilkan N-total dan nitrat lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk N.

3. Interaksi antara tanpa olah tanah (TOT) dengan pemupukan N 200 kg N ha-1

menghasilkan N-total dan nitrat lebih tinggi dibandingkan interaksi antar

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di

Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di

Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura

dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain

sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan

maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir,

dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari

tepung bulir dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang

dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa

genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.

Menurut TTG budidaya pertanian dalam sistematika tanaman jagung dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)

(17)

Ordo : Graminae (rumput-rumputan)

Familia : Graminaceae

Genus : Zea

Species : Zea mays L.

Jagung merupakan tanaman semusim. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam

80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung

sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m

sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasa

diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun

beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya

jagung tidak memiliki kemampuan ini.

Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m

meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah

cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang

membantu menyangga tegaknya tanaman. Batang jagung tegak dan mudah

terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum.

Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk

roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku.

Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu

tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari

(18)

12

glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa

karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas.

Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang

dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu

tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas

unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai

varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari

lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).

Jagung dikelompokkan berdasarkan tipe bulir. Kiri atas adalah jagung gigi-kuda,

di kiri latar depan adalah podcorn, sisanya adalah jagung tipe mutiara. Jagung

yang dibudidayakan memiliki sifat bulir/biji yang bermacam-macam. Di dunia

terdapat enam kelompok kultivar jagung yang dikenal hingga sekarang,

berdasarkan karakteristik endosperma yang membentuk bulirnya: Dipandang dari

bagaimana suatu kultivar (varietas) jagung dibuat dikenal berbagai tipe kultivar:

galur murni, komposit, sintetik, hibrida. Warna bulir jagung ditentukan oleh

warna endosperma dan lapisan terluarnya (aleuron), mulai dari putih, kuning,

jingga, merah cerah, merah darah, ungu, hingga ungu kehitaman. Satu tongkol

jagung dapat memiliki bermacam-macam bulir dengan warna berbeda-beda,

karena setiap bulir terbentuk dari penyerbukan oleh serbuk sari yang

berbeda-beda.

Jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat berada pada

endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan

(19)

dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya

merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan

gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis

diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan

fitoglikogen dan sukrosa.

B. Sistem Olah Tanah

Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

untuk menyiapkan tempat persemaian, mengendalikan gulma, memperbaiki

kondisi tanah untuk penetrasi akar, peredaran udara (aerasi), dan menyiapkan

tanah untuk irigasi permukaan (Hakim dkk., 1986).

Sistem olah tanah yang sering digunakan oleh petani adalah olah tanah intensif.

Pada umumnya pengolahan intensif dilakukan dua kali yaitu pengolahan primer

dengan bajak untuk membongkar tanah hingga kedalaman 50 cm, diteruskan

dengan pengolahan sekunder untuk menggemburkan tanah sampai kedalaman

tertentu yaitu 10 sampai 15 cm (Umar, 2004).

Sistem pengolahan tanah terdiri dari olah tanah intensif (OTI) dan olah tanah

konservasi (OTK). Pada sistem olah tanah intensif, tanah dicangkul setiap kali

akan bertanam tanpa adanya penggunaan mulsa. Hal ini sesuai dengan tujuan

pengolahan tanah secara umum (Hakim dkk., 1986).

Sistem olah tanah konservasi terdiri dari: sistem tanpa olah tanah dan sistem olah

tanah minimum. Pada sistem tanpa olah tanah, pengendalian gulma dilakukan

(20)

14

pada sistem olah tanah minimum, gulma dibabat dengan menggunakan alat

mekanis, setelah itu gulma dikembalikan ke lahan pertanaman. Untuk kedua

sistem olah tanah ini penanaman dilakukan dengan cara ditugal (Utomo, 2006).

Tanpa olah tanah (TOT) merupakan bentuk paling ekstrim dari praktek

pengolahan tidak intensif. Konsep ini berkembang dari asumsi bahwa secara

alami tanaman dapat subur pada tanah yang tidak diusik. Dengan sistem pertanian

tanpa olah benih tanaman langsung ditanam (direct seeding). Alat penanam tanpa

olah (no-till planter) berupa coulter pembuka celah tanah diikuti oleh penabur biji

(seeder). Penelitian menunjukkan respon tanaman yang berbeda-beda terhadap

perlakukan tanpa olah.Tanpa Olah Tanah adalah prosedur di mana benih ditanam

langsung ke tanah tanpa persiapan olah tanah sejak panen tanaman sebelumnya.

Pemberantasan gulma dilakukan dengan herbisida. Gulma tersebut dibiarkan di

atas permukaan tanah sebagai mulsa untuk mengurangi aliran permukaan dan

erosi (Foth, 1990).

Morgan, (1995) menyatakan TOT adalah suatu sistem penanaman yang dibatasi

oleh pengolahan lahan. Menurut Rafiudin dkk. (2006) sistem tanpa olah tanah

akan dapat melestarikan tanah dan air, waktu untuk persiapan lahan lebih singkat

dan biaya berusaha tani lebih ekonomis.

Pengolahan tanah minimum (Minimum Tillage) adalah pengolahan tanah yang

dilakukan secara terbatas atau seperlunya tanpa melakukan pengolahan tanah pada

seluruh areal lahan. Pengolahan tanah intensif (OTI) merupakan suatu tindakan

yang mempunyai tujuan: memberantas gulma, memasukkan dan mencampurkan

(21)

keadaan olah yang diperlukan akar dan akhirnya akan meningkatkan peredaran

udara, infiltrasi air, pertumbuhan akar dan pengambilan unsure hara oleh akar.

Pengolahan tanah secara keseluruhan selain kurang efisien juga akan

menyebabkan terjadinya degradasi lahan sehingga daya dukung dan produktivitas

tanah menurun yang akhirnya untuk jangka panjang menyebabkan sistem

pertanian tersebut tidak berkelanjutan (Manurung dan Syam’un dalam Rafiudin

dkk, 2006). Kerugian yang ditimbulkan olah tanah intensif dalam jangka panjang

adalah: merugikan pembutiran tanah permukaan, mempercepat oksidasi dan

pelaksanaan pengolahan tanah dengan alat-alat berat cenderung merusak agregat

tanah yang mantap dan mempercepat oksidasi bahan organik didalam tanah.

Pengolahan tanah yang berlebihan dapat mempercepat kemerosotan kesuburan

tanah dan merusak tanah (Rafiudin dkk., 2006).

C. Nitrogen Tanah

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro bagi pertumbuhan tanaman yang

sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan seperti daun, batang, dan

akar (Hakim, 1986). Nitrogen diserap oleh tanaman dengan kuantitas terbanyak

dibandingkan dengan unsur lain yang didapatkan dari tanah (Krisna, 2002).

Sumber nitrogen di dalam tanah adalah dari fiksasi oleh mikroorganisme, air

irigasi dan hujan, absorpsi amoniak, perombakan bahan organik, dan pemupukan

(Delwice dalam Chapman, 1975). Nitrogen di dalam tanah mempunyai dua

bentuk utama, yaitu nitrogen organik dan nitrogen anorganik berupa amonium

(NH4+), amoniak (NH3), nitrit (NO2-), dan nitrat ( NO3-) (Stevenson, 1982).

Mineralisasi merupakan proses konversi nitrogen bentuk organik menjadi bentuk

(22)

16

Menurut Soepardi (1985) ion-ion nitrat, nitrit, dan amonium jumlahnya

bergantung pada jumlah pupuk yang diberikan dan kecepatan dekomposisi bahan

tanah. Laju mineralisasi nitrogen bergantung pada suhu, rasio C/N, pH tanah, dan

susunan mineral lempung (Sanchez, 1992). Menurut Havlin dkk. (1999), proses

mineralisasi melibatkan dua reaksi yaitu reaksi aminisasi dan amonifikasi yang

terjadi melalui aktivitas mikroorganisme heterotrofik. Aminisasi adalah

pemecahan protein dan akan menyebabkan masalah lingkungan yang disebabkan

oleh pencucian nitrat setelah masa panen tanaman.

Disamping itu senyawa nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang dalam

air drainase atau hilang ke atmosfir. Selanjutnya efek nitrogen terhadap

pertumbuhan akan jelas dan cepat. Dengan demikian dari banyak segi jelas bahwa

unsur nitrogen ini merupakan unsur yang berdaya besar yang tidak saja harus

diawetkan juga harus dikendalikan pemakaiannya. Kandungannya sekitar 2

sampai 4 % N, jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40 %. Namun

hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan klorofil. Nitrogen diserap

oleh tanaman umumnya dalam bentuk ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-)

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Nitrogen merupakan urutan unsur yang terbanyak terdapat dalam tumbuhan.

Nitrogen ini dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk antara lain sebagai asam

amino, protein, amida, klorofil,alkaloida dan basa nitrogen (purin dan pirimidin).

Nitrogen terutama terdapat dalam atmosfir bumi yaitu kurang lebih 80%,

walaupun demikian bagi organisme terutama tumbuhan sering kurang hal ini

(23)

nitrogen dan mengubahnya menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tumbuhan

(Sastramihardja & Siregar, 1990).

Sumber N utama tanah adalah dari bahan organik melalui proses mineralisasi

menjadi NH4+ dan NO3-. Selain itu N dapat juga bersumber dari atmosfir melalui

penambatan (fiksasi) oleh mikroba tanah, baik secara simbiosis dengan tanaman

maupun hidup bebas. Walaupun sumber ini cukup banyak secara alami, namun

untuk memenuhi kebutuhan tanaman maka diberikan secara sengaja dalam bentuk

pupuk kandang ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1982).

Nitrogen sering merupakan unsur pembatas pertumbuhan. Walaupun gas N2

menyusun 78 % atmosfir bumi, tumbuhan tidak dapat menggunakannya secara

langsung. Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar, umumnya

menjadi faktor pembatas pada tanah-tanah yang tidak dipupuk. Nitrogen di dalam

tanah berasal dari bahan organik, hasil pengikatan N dari udara oleh mikroba,

pupuk, dan air hujan. Nitrogen yang dikandung tanah pada umumnya rendah,

sehingga harus selalu ditambahkan dalam bentuk pupuk atau sumber lainnya pada

setiap awal pertanaman. Selain rendah, nitrogen di dalam tanah mempunyai sifat

yang dinamis (mudah berubah dari satu bentuk ke bentuk lain seperti NH4

menjadi NO3, NO, N2O dan N2) dan mudah hilang tercuci bersama air drainase

(Taufan, 2003).

Selain sangat mutlak dibutuhkan, nitrogen dengan mudah dapat hilang dari profil

tanah dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Ketidaktersediaan N dari dalam

tanah dapat melalui proses pencucian (leaching), denitrifikasi NO3- menjadi N2,

(24)

18

Dekomposisi atau mineralisasi adalah transformasi suatu senyawa dalam bentuk

senyawa anorganik. Imobilisasi adalah transformasi suatu unsur dalam bentuk

senyawa anorganik menjadi senyawa organik (Follett dkk., 1981).

Menurut Hakim dkk. (1986) sumber utama nitrogen dalam tanah berasal dari

pupuk yang ditambahkan serta dekomposisi bahan organik. Dekomposisi atau

mineralisasi senyawa nitrogen organik pada hakikatnya terjadi dalam tiga tahap

sebagai berikut :

a) Aminisasi

Aminisasi merupakan proses pelapukan protein dari bahan organik oleh

bermacam-macam mikroorganisme sehingga terbentuk senyawa-senyawa amino.

Proses aminisasi dilakukan oleh berbagai jenis mikroorganisme heterotrop.

Berbagai mikroba tanah memerlukan energi dari pencernaan dan menggunakan

sebagian dari nitrogen. Bersamaan dengan itu dibebaskan CO2 senyawa amino

dan lainnya. Reaksi proses aminisasi sebagai berikut :

Protein dan + pencernaan senyawa + CO2 + E hasil Senyawa enzimatik amino lainnya Serupa komplek

b) Amonifikasi

Amonifikasi adalah proses pembentukan amonium dari senyawa-senyawa amino

oleh mikroorganisme. Proses amonifikasi dapat berlangsung hampir dalam setiap

keadaan, hal ini disebabkan organisme yang melakukannya sangat banyak dan

heterogen. Selanjutnya, amonia yang dibebaskan dalam proses ini akan

(25)

Proses amonifikasi tersebut antara lain melalui proses :

o NH3 diubah menjadi nitrat atau nitrit. Proses ini dikenal sebagai proses

nitrifikasi.

o Bergabung dengan air menjadi amonium, kemudian diserap oleh akar

tanaman.

o Digunakan oleh mikroorganisme sehingga tidak tersedia oleh tanaman, proses

ini disebut immibilisasi.

Proses enzimatik dari amonifikasi dapat dituliskan sebagai berikut :

R- NH2 + HOH hidrolisa R-OH + NH3 + energi

enzimatik

2NH3 + H2CO3 (NH4)2CO3 2NH4+ + CO3=

c) Nitrifikasi

Nitrifikasi merupakan proses perubahan amonium menjadi nitrit oleh bakteri

Nitrosomonas dan kemudian menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter. Proses ini

berlangsung dalam dua tahap yang dikoordinasikan dan masing-masing tanah

dilakukan oleh grup bakteri yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi

proses nitrifikasi yaitu oksigen, NH4+, kelembaban, suhu, dan pH proses pertama

yang terjadi adalah oksidasi oleh bakteri nitrosomonas menjadi nitrit, proses

selanjutnya yaitu oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bakteri nitrobacter.

Proses aminisasi digambarkan sebagai berikut :

2NH4+ + 3O2 oksidasi 2NO2- + 2H20 + H+ + energi enzimatik

(26)

20

Proses nitrifikasi dapat terlaksana apabila keadaan tanahnya aerob, atau cukup

oksigen. Misalnya pada tanah diolah kering aerasi baik. Pada tanah tergenang,

nitrifikasi akan terhenti. Faktor lain yang berpengaruh terhadap nitrifikasi

kelangasan tanah dan temperatur dalam tanah yang sesuai.

D. Peranan Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Jagung

Tanaman jagung dalam pertumbuhan pada fase awal sampai masak fisiologis

membutuhkan nitrogen sekitar 120-180 kg ha-1, sedangkan N yang terangkut ke

tanaman jagung hingga panen sekitar 129-165 kg N/ha dengan tingkat hasil 9,5

ton ha-1 (Barber dan Olson, 1968 dalam Suwardi dan Efendi, 2009).

Nitrogen yang diserap pada tanaman tersebut merupakan hara esensial yang

berfungsi sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein dan khlorofil yang

penting dalam proses fotosintesis serta bahan penyusun komponen inti sel (Jones

dkk., 1991 dalam Suwardi dan Efendi, 2009 ; Hopkins, 1999 dalam Suwardi dan

Efendi, 2009). Pupuk P dan K memegang peranan penting dalam peningkatan

produksi tanaman selain pupuk N. Saat ini penggunaan pupuk pada tanaman

jagung belum rasional dan berimbang. Pupuk yang rasional dan berimbang dapat

tercapai apabila takaran pupuk memperhatikan status hara serta kebutuhan

tanaman untuk mencapai hasil yang optimal (Balai Penelitian Tanah, 2008 dalam

Suwardi dan Efendi, 2009).

Pupuk N memegang peran sangat penting dalam peningkatan produksi jagung.

Saat ini penggunaan pupuk pada tanaman jagung belum rasional dan berimbang.

Petani pada umumnya memberikan pupuk, terutama N sangatlah berlebih

(27)

semakin mahal dari tahun ke tahun sehingga mengurangi keuntungan petani.

Nitrogen merupakan unsur hara esensial bagi pertumbuhan dan produksi tanaman

karena peranannya tidak dapat digantikan oleh unsur hara lainnya dan tanpa unsur

hara tersebut tanaman tidak dapat tumbuh normal.

Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada

umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian

vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar (Sutejo, 2002). Nitrogen yang

pada umumnya diberikan sebagai pupuk, dapat memberikan efek yang

menguntungkan bagi tanaman, sebagai contoh nitrogen dapat menstimulir

pertumbuhan di atas tanah yaitu batang, dan memberikan warna hijau pada daun

serta memperbesar butir-butir dan prosentasi protein pada serealia (Buckman

dkk., 1982).

Selain itu menurut Istianti dan Triastono (1999), menyatakan bahwa Nitrogen

merupakan komponen yang penting dalam protein. Protein berfungsi sebagai

protein struktural yang menyusun bagian tubuh makhluk hidup maupun protein

fungsional yang berupa hormon atau berbagai enzim. Nitrogen juga penting untuk

kelangsungan hidup makhluk hidup yaitu untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Menurut Soepardi (1983), dari berbagai hara yang diberikan sebagai pupuk,

nitrogen memberikan pengaruh paling mencolok dan cepat terhadap pertumbuhan

tanaman. Hal ini mengingat peranan unsur hara nitrogen :

1) Warna tanah hijau segar karena nitrogen yang diserap dan karbohidrat yang

disintesis dalam daun dirubah menjadi asam amino dan protein yang

(28)

22

2) Merangsang pertumbuhan tanaman agar cepat (meningkatkan ukuran daun,

tinggi dan jumlah anakan),

3) Menambah kandungan protein dan kualitas tanaman.

Penggunaan pupuk yang berlebihan, selain akan memperbesar biaya produksi juga

akan merusak lingkungan akibat adanya emisi gas N20 pada proses amonifikasi,

nitrifikasi, dan denitrifikasi (Wahid dkk., 2003 dalam Suwardi dan Efendi, 2009).

Pemberian pupuk N yang berlebihan pada tanaman jagung dapat meningkatkan

kerusakan akibat serangan hama dan penyakit terutama pada musim hujan,

memperpanjang umur, dan tanaman lebih mudah rebah akibat batang dari daun

yang berlebihan dari ukuran normal, sedangkan akar tidak mampu menahan.

Strategi dalam pengelolaan pupuk N yang disesuaikan dengan kebutuhan

tanaman, dapat mengurangi kehilangan N akibat penguapan sebelum diserap oleh

tanamanjagung. Pupuk N mudah menguap terutama bila terkena matahari

langsung seperti bila pupuk N dibiarkan atau dalam keadaan terbuka setelah

pemupukan. Di wilayah tropis basah seperti di Indonesia lahan untuk

budidayajagung umumnya memiliki kandungan hara N rendah, sehingga tidak

cukup untuk menunjang pertumbuhan dan hasil jagung yang optimal karena itu

diperlukan tambahan hara N. Pemberian hara N yang tidak seimbang dengan

kebutuhan tanaman baik jumlah maupun waktu pemberiannya akan menyebabkan

kehilangan N dalam tanah, pertumbuhan tanaman yang tidak optimal, dan pada

akhirnya menyebabkan rendahnya efisiensi penggunaan N.

Upaya meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dapat dilakukan dengan, (1)

(29)

memperbaiki teknik budidaya tanaman yang mencakup jarak tanam, teknik

pemberian air, takaran pupuk N, waktu pemberian dan sumber N. Untuk

mendapatkan varietas tanaman yang efisien N dan toleran masuk hara rendah

perlu mempertimbangkan perbaikan respon tanaman terhadap pupuk N (Sutoro,

2007 dalam Suwardi dan Efendi, 2009).

Pupuk N merupakan pupuk yang banyak dipakai di daerah tropika, meskipun

jumlah ini masih jauh lebih kecil dibandingkan di daerah beriklim sedang

(temperate). Pupuk N yang umum digunakan di indonesia atau di daerah tropis

lain adalah urea dan ammonium sulfat (ZA), sedangkan di daerah beriklim

sedang, seperti Amerika Serikat penggunaan amonium nitrat, anhidrous amonia

dan amonium sulfat jauh lebih banyak dipakai.

Kadar nitrogen dalam Urea 43% yang mudah terhidrolisa menjadi ammonium

dalam tanah. Nitrat mudah larut dalam air dan bersifat mobil dalam tanah

sehingga mudah tercuci. Urea dalam tanah mengalami hidrolisa dalam tanah

dengan cepat asalkan cukup lembab dan hangat sehingga membentuk ammonium

karbonat. Ammonium karbonat dapat diserap langsung oleh tanaman atau dapat

diubah menjadi nitrat (NO3-) dan baru diserap oleh akar tanaman (Sumarno,

1981).

Pupuk N dalam bentuk nitrat akan lebih mudah bergerak/mobil daripada

amonium. Dengan demikian lebih mudah tercuci. Oleh karena itu harus diberikan

beberapa kali, misalnya amonium nitrat, natrium nitrat. Pupuk nitrogen dalam

bentuk amonim biasanya lebih sesuai digunakan untuk tanaman padi dan untuk

(30)

24

mobil dalam tanah dan lebih cenderung untuk diikat dalam kompleks adsopsi.

Tetapi walaupun demikian dalam keadaan tanah berdrainase baik ini segera

diubah menjadi bentuk nitrat. Selanjutnya nitrat ini lebih peka terhadap pencucian

dan bila kondisi kemudian berdrainase buruk bentuk ini direduksi dan mudah

hilang ke udara.

Fungsi nitrogen bagi tanaman adalah sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman;

2. Dapat menyehatkan pertumbuhan daun;

3. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman;

4. Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan;

5. Meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah yang

penting sekali bagi kelangsungan pelapukan bahan organic (Sutejo, 2002).

Nitrogen dalam bentuk amida pada umumnya terdapat pada pupuk urea didalam

bentuk inipun mudah larut dalam air. Dalam tanah umumnya amida segera

berubah menjadi bentuk amonium karbonat dan kemudian ke amoniak, karena

perubahan dari urea ke amoniak biasanya memerluikan waktu 2 sampai 3 hari,

maka nitrogen mudah hilang tercuci. Oleh karena itu disarankan sewaktu

memupuk jangan terlalu banyak air. Konversi dari urea ke amonium berjalan

cepat, maka penggunaan terlalu banyak sekali pakai dan terlalu dekat kepada

tumbuhnya biji atau akar tanaman mengakibatkan layu atau matinya tanaman

(31)

Meskipun kandungan N di atmosfer biasanya tinggi akan tetapi tanaman tidak

dapat memanfaatkan N langsung dari udara. Tanaman umumnya menyerap unsur

N dalam bentuk NO3- dan NH4+ dari dalam tanah. Sumber N utama tanah adalah

bahan organik yang melalui proses dekomposisi menghasilkan NH4+ dan NO3-.

Selain itu, N dapat juga bersumber dari atmosfer 78% N, masuk ke dalam tanah

melalui curah hujan (8-10% N tanah), penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme

tanah baik secara simbiosis dengan tanaman maupun yang hidup bebas (Nyakpa

dkk., 1988).

Walaupun unsur N tanah dapat tersedia secara alami, akan tetapi tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Oleh karena itu perlu penambahan unsur N

dari luar dalam bentuk pupuk seperti Urea, ZA dan dalam bentuk pupuk kandang

ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1992). Pemberian pupuk N dapat meningkatkan

pertumbuhan dan produksi tanaman. Hasil penelitian Hartoyo dkk. (1997)

menunjukkan bahwa pemberian pupuk urea dalam bentuk prill dan tablet dapat

meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, dan bobot kering pupus

serta bobot kering tanaman saat panen, banyaknya malai per tanaman, banyaknya

gabah per malai, persentasi gabah isi, dan bobot 1000, dan hasil padi IR64 kering

giling. Begitu juga penelitian Banuwa dkk. (1993) menyatakan bahwa

pemupukan N memberikan tanggapan tanaman yang semakin baik, dengan

semakin tinggi dosis yang digunakan, pertumbuhan dan hasil serta serapan N total

tanaman jagung semakin meningkat secara konsisten.

Pemupukan nitrogen sebagai starter pada awal pertumbuhan jagung perlu

dilakukan untuk pertumbuhan dalam 1 minggu pertama. Pada keadaan tersebut,

(32)

26

merangsang pembentukan akar. Hal ini akan membuka kesempatan pembetukan

akar. Selain itu, pada saat tanaman jagung berumur antara 18 -35 hari setelah

berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan

akar dan penyebarannya ditanah sangat cepat, dan pemanjangan batang

meningkat dengan cepat. Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan

perkembangan tongkol dimulai (Lee, 2007 dalam Subekti dkk., 2007). Tanaman

mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak, karena itu pemupukan

pada fase ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (Mc

(33)

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Mei

2011. Percobaan dilakukan di Politeknik Negeri Lampung pada lahan pertanaman

jagung. Analisis tanah dilakukan di Institut Pertanian Bogor dan analisis nitrat

dilakukan di laboratorium jurusan THP Fakultas Pertanian Unila.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ; bor tanah, cangkul,

kantung plastik, meteran, dan spidol, kulkas, oven, ayakan 2 mm, botol film, pH

meter, alumunium foil, pipet, dan alat-alat laboratorium lainnya untuk analisis

tanah. Bahan-bahan yang akan digunakan adalah contoh tanah dari lahan

pertanaman jagung yang berasal dari berbagai petak percobaan, aquades, pupuk

kimia (Urea, SP-18 dan KCl), benih jagung hibrida varietas Pioneer 21, dengan

jarak tanam 75 X 25 cm, dengan satu benih per lubang tanam. Untuk mengganti

tanaman yang tidak tumbuh, penyulaman akan dilakukan. Sebagai pupuk dasar,

100 kg SP18/ha dan 50 kg KCl/ha akan diberikan seminggu setelah tanam secara

(34)

28

Untuk analisis nitrat (metode Hydrazine Reduction) dengan menggunakan

spektrofotometer dan analisis N-total (metode Kjeldahl), C-Organik (Walkey dan

Black), pH tanah (metode elektrometrik).

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap

(RAKL) disusun secara faktorial dengan 4 ulangan. Faktor pertama dalam

penelitian ini adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T1 = olah tanah

intensif, T2 = olah tanah minimum, T3 = tanpa olah tanah, dan faktor kedua dalam

penelitian ini adalah pemupukan nitrogen jangka panjang (N) yaitu N0 = 0 kg N

ha-1, dan N1 = 200 kg N ha-1.

Adapun kombinasi perlakuan yang diterapkan sebagai berikut :

1. N0T1 4. N1T1

2. N0T2 5. N1T2

3. N0T3 6. N1T3

Pada masing-masing petak percobaan, sampel tanah diambil pada tiga titik

kemudian dikompositkan. Pengambilan sampel tanah untuk sampel nitrat

dilakukan pada fase vegetatif, fase generatif dan setelah panen tanaman jagung

pada kedalaman 0-20 cm sedangkan untuk sampel N-total dilakukan sebelum

pengolahan tanah pada musim tanam sebelumnya pada tanaman kedelai pada

(35)

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji

Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %. Data yang diperoleh diuji

homogenitasnya dengan uji Bartllet dan aditifitasnya dengan Uji Tukey.

D. Pelaksanaan Penelitian

D.1 Persiapan lahan dan pembuatan petak percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang yang telah berlangsung sejak

tahun 1987. Penelitian ini merupakan penelitian pada musim tanam ke-41. Pada

petak tanpa olah tanah (TOT) tanah tidak diolah sama sekali, gulma yang tumbuh

dikendalikan dengan herbisida dan sisa tanaman gulma digunakan sebagai mulsa.

Pada olah tanah minimum (OTM) tanah diolah seperlunya saja dan gulma yang

tumbuh dibersihkan dari petak percobaan menggunakan koret, kemudian sisa

tanaman gulma digunakan sebagai mulsa,dan pada petak olah tanah intensif (OTI)

tanah diolah setiap akan bertanam dan sisa tanaman gulma dibuang dari petak

percobaan.

Pada saat 1 minggu sebelum melakukan penanaman lahan disemprot

menggunakan herbisida glifosat dengan dosis 4 liter/ ha untuk menghilangkan

gulma yang tumbuh, dan kemudian gulma tersebut digunakan sebagai mulsa

untuk perlakuan tanpa olah tanah (TOT) dan olah tanah minimum (OTM).

Persiapan lahan meliputi kegiatan pengolahan tanah dan pembuatan petak satuan

percobaan. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 6x4 m. Luas lahan percobaan

(36)

30

D.2 Pemupukan

Pupuk N yang digunakan adalah Urea. Semua petak diberi pupuk dasar P dan K

dengan dosis 100 kg SP18 ha-1 dan 50 kg KCl ha-1. Aplikasi pemupukan N

dilakukan sepertiga dosis seminggu setelah tanam dan sisanya dua pertiga

diberikan pada saat jagung berumur 4 minggu. Pemupukan ini merupakan

pemupukan yang dilakukan dalam jangka panjang yang telah dilakukan selama 22

tahun.

D.3 Penanaman dan penyulaman

Penanaman dilakukan dengan alat tugal sedalam sedalam 3cm dengan jarak tanam

75x25 cm. Setiap lubang diberi 1 butir kemudian ditutup kembali. Penyulaman

dilakukan setelah seminggu penanaman bila ada benih yang tidak tumbuh.

D.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi : penyiangan, pembubunan, dan pengendalian

hama penyakit. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan cangkul sekaligus

pembubunan, pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai keadaan penyerangan

hama dan penyakit dilahan, dan dilakukan penyiraman pada pagi dan sore hari

agar tanaman tidak kekuranagn air.

E. Pengamatan

E.1 Variabel Utama

Variabel utama yang akan diamati yaitu Nitrat dan N-total. Pengambilan sampel

tanah untuk sampel nitrat dilakukan pada fase vegetatif, fase generatif dan setelah

(37)

dilakukan sebelum pengolahan tanah pada musim tanam sebelumnya pada

tanaman kedelai pada kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, dan 10-20 cm.

E.2 Penetapan Nitrat dan N-total Tanah

Penetapan nitrat (NO3-) dilakukan dengan (metode Hydraine Reduction) dengan

spektrofotometer. Proses pelaksanaan analisis yaitu membuat larutan ekstrak

tanah dengan menyiapkan 5 gram tanah segar (lembab) dalam botol kemudian

ditambahkan 25 ml KCl dikocok selama 1 jam kemudian hasil ekstraknya

difiltrasi dengan kertas saring. Hasil ekstrak tanah ini yang akan digunakan untuk

analisis nitrat.

Penetapan Nitrat (NO3-) dilakukan dengan cara memipet masing-masing 5 ml

sampel ekstrak tanah, kemudian ditambahkan larutan NaOH 1ml dan 1ml

CuSO4 dan 1ml larutan hydrazine sulfat. Sampel diletakan dipemanas air pada

suhu 380C selama 30 menit, lalu ditambahkan 1ml aseton tunggu selama 2 menit,

ditambahkan 1ml sulfanilamide dan tunggu selama 5 menit, ditambakan 1ml

naphtylethylenediamine dan tunggu 20 menit. Setelah 20 menit larutan diukur

dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm.

Penetepan N-total dilakukan dengan metode Kjeldahl, nitrogen diubah dalam

bentuk ammonium (NH4+), pada destruksi dengan asam sulfat pekat yang

mengandung katalis dan zat-zat kimia lainnya yang dapat meningkatkan suhu

pada waktu-waktu destruksi. Kemudian ammonium ditetapkan dari jumlah

amoniak yang dibebaskan pada penyulingan destrat.

Penetapan N-total dilakukan dengan cara dimasukkan 1 gram tanah kering

(38)

32

biarkan beberapa jam, panaskan labu ukur dengan alat pemanas sampai berhenti

berbuih, lalu dinginkan labu dan tambahkan 1,1 gram campuran katalis.letakan

labu pada alat pemanas dan tingkatkan panasnya sampai proses perombakan

selesai dan lanjutkan sampai campuran ini mendidih secara perlahan selama 5

jam. Aturlah suhu pemanas selama pendidihan ini sehingga asam sulfat

mengkondensasi kira-kira sampai ke 1/3 bagian atas leher labu.

Kemudian setelah perombakan selesai biarkan labu dingin dan tambahkan sekitar

10 ml air destilata, aduk perlahan-lahan sehingga padatan yang ada berubah

menjadi suspensi dan biarkan labu menjadi dingin, kemudian destilasi.

Pindeahkan cairan dari labu pengurai kelabu destilasi, bilas labu pengurai dengan

air destilata 2x5 ml, kemudian bilasnya disatukan kedalam nlabu destilata,

hubungkan labu keperalatan destilasi. Tutup sistem destilasi uap pada tahap ini

dan letakan sebuah erlenmayer 100 ml yang berisi 25 ml asam borat dibawah

kondensor. Lalu tambahkan 20 ml NaOH 40 % dengan corong, dan alirkan secara

perlahan-lahan kedalam labu destilasa. Lanjutkan destilasi contoh sampai larutan

destilat mencapai kira-kira 40 ml. Kemudian hentikan generator uap, bilas ujung

tabung destilasi dan ambil. Titrasi larutan destilat dengan standar HCl 0,01 N

dengan menggunakan buret, perubahan warna pada titik air adalah dari hijau

menjadi merah jambu.

E.3 Variabel Pendukung

Sedangkan variabel pendukung yang akan diamati yaitu :

1. C-organik (metode Walkey & Black)

(39)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP N-TOTAL DAN NITRAT TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI KEBUN PERCOBAAN

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

AYU DASA NOVITA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(40)

iv

DAFTARGAMBAR

Gambar Halaman

1. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka

panjang terhadap N-total tanah sampai pada kedalaman 0-20 cm. ... 38

(41)

DAFTAR ISI

D. Peranan Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Jagung ... 21

(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 52

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., A. Dariah dan A. Rachman. 1998. Peranan Pengolahan Tanah dalam Peningkatan Kesuburan Tanah. Prosiding Seminar Nasional VI BDP-OTK.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Pres. Bogor. 316 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2009. Tanaman Pangan. Jakarta

Banuwa, I.S., M. Utomo, dan A.A. Damai. 1993. Efektivitas Sistem Olah Tanah Minimum dan Pengaruh Pupuk N terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Serapan N pada Tanaman Jagung di Rawa Pasang Surut Mesuji-Tulang Bawang. Prosididng Seminar Nasional IV. Bandar Lampung. Hal 122-131

Buckman, H.O., dan Brady, N.C., 1969 (Penterjemah Prof. Dr. Soegiman ). 1982.

Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta. 788 hlm

Fahmudin, A. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. Bogor : World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 59-60.

Follett, R.H., L.S. Murphy, dan R.L. Donahue. 1981. Fertilizer and soil

amandments. Prentice-Hal, Inc. Engllwood Cliffs, New Jersey. 557 hal.

Foth, H.D.1990. Fundamentals of Soil Science. John Wiley and Sons inc. USA

Hakim, N., M.Y. Nyapka, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, R. Saul, A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 488 hlm.

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Grafindo Persada. Jakarta. 360 Hlm.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah cetakan keenam. Akademika Pressindo. Jakarta. 288 hlm.

(44)

49

Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers, 6th Edition. Prentice Hall. New Jersey. 515hlm.

Hendriyono. 2010. Pengaruh Pemberian Kombinasi Jerami dan Pupuk Kandang dan Biomikro Terhadap Pelepasan CO2, Nitrat dan Amonium pada Pertanaman Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 43 hlm.

Istianti. A dan Triastono. 1999. Biologi Sel. Malang. UNM

Kirana, A. 2010. Pengaruh Sistem Olah Tanah Konservasi dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-Mik) dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Ultisol. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56 hlm.

Krisna, K.R. 2002. Soil Fertility and Crop Production. Science Publisher.

Manihuruk, B. 1987. Efek Dosis Pemupukan Nitrogen Terhadap Ketersediaan NH4 dan NO3 Tanah serta Serapan N Oleh Tanaman Padi (Oryza Sativa) Varietas Cisadane pada Tanah Hidromorfik Rawa Sragi. Tesis. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 76 hlm.

Morgan, R.P.C. 1995. Soil Erosion and Conservation.Longman. UK.

Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor. 240 hlm.

Niswati, A., M. Utomo, dan S.G Nogroho. 1994. Dampak Mikrobiologi Tanah Penerapan Teknik Tanpa Olah Tanah dengan Herbisida Amino Glifosfat secara terus-menerus pada lahan kering di Lampung. Laporan Penelitian DP3M. Unila.

Nyakpa, M.Y., M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 258 hal.

Pulung, M. A. 2005. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 287 hlm. (Buku Ajar).

Pulung, M.A. 2009. Pupuk dan Pemupukan. Buku Ajar. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung. 45 hlm

(45)

Rahmat, E. 2008. Analisis Spasial Kandungan Unsur Hara N, P, dan K di Dalam Tanah serta Produksi Jagung di Desa Karang Endah Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 45 hlm.

Rosmarkus, A. Dan Yuwono, N.W. 2002. Ilmu kesuburan tanah. Universitas gadja mada. Yogyakarta. 224 hlm.

Samitamihardja, D. dan Siregar, A.H. 1990. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.

Bandung: ITB.

Sanchez, P.A. 1982. Properties and management of soil in the tropick. John wiley and sons Ltd., New york. 305p.

Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Diterjemahkan oleh Johara T. Jayadinata. Penerbit ITB. Bandung. 397 hlm.

Sarno, S. Yusnaini, Dermiyati dan M. Utomo. 1998. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Terhadap Kandungan Asam Humik dan Fulvik. J. Tanah Trop. 7 : 35-42

Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. IPB Press. Bogor. 591 halaman.

Soepardi, G., Ismunadji, dan S. Partohardjono. 1985. Menuju Pemupukan Berimbang Guna Meningkatkan Jumlah dan Mutu Hasil Pertaniaan. (Buletin Penyuluhan). Direktorat Penyuluhan Tanaman Pangan, Direktorat Jendral Tanaman Pangan, Deptan. Jakarta. Hal 1-29.

Subekti, N., Syafruddin, R. Efendi dan S. Sunarti. 2007. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Sudaryono. 2009. Tingkat kesuburan tanah ultisol pada lahan pertambangan batubara sanggata kalimantan timur. J.Tek.Ling 10 (3): 337-346.

Sudika, I.W. 1987. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah dan Produksi Jagung pada Tanah Bekas Alang-alang Di Tanjungan. Tesis. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62 hlm.

Suprapto, H.S. dan H.A.R Marzuki. 2005. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Bogor. 59 hlm.

Sutejo, M.M. dan A.G. Kartasapoetra. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Rineka Cipta jakarta. 177 hlm

(46)

51

Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-Sisa Tanaman Dalam Konservasi Tanah dan Air Pada Usaha Tani Tanaman Semusi. Desertasi pada Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 212 hlm.

Syaefullah dan M. Utomo.1993. Berat Akar Dan Produksi Jagung Pada Dua Sistem Olah Tanah. Prosiding Seminar Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Hlm 88-92.

Syafruddin, Faesal dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Syukur, A., dan Indah, N. 2006. Pengaruh pemberian macam pupk organik terhadap pertumbuhan dan hasil pertanaman jahe di Inceptisol. J. Ilmu tanah dan lingkungan. 2:124-131.

Tabri, F. 2009. Teknik pemupukan N dengan menggunakan BWD pada beberapa varietas padi dan jagung terhadap pertumbuhan dan hasil. Prosiding Seminar Nasional Seralia. Hal. 162-168.

Utomo, M., Frye, Blevins. 1983. Fuctions of Legume Cover Crop in No-Till and Conventional Corn Production. Proceeding of the 1985 Southern Region No-Till Converence July 16-17, 1985, Field Programs, Tennessee Valley Authority Envinmental Protection Agency Georgia Commodity Commission for Soybeans.

Utomo, M.1990. Budidaya Tanpa Olah Tanah Teknologi Untuk Pertanian Berkelanjutan. Direktorat Produksi Padi dan Palawija. Departeman Pertanian RI. Jakarta.

Utomo, M. 2006. Bahan Buku Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 25 hlm.

(47)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI DAN

PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP

N-TOTAL DAN NITRAT TANAH PADA LAHAN

PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI KEBUN

PERCOBAAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

Oleh

AYU DASA NOVITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(48)

Judul Skripsi : Pengaruh Sistem Olah Tanah Konservasi dan

Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang terhadap N-Total dan Nitrat Tanah pada Lahan Pertanaman Jagung (Zea mays L.) di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung

Nama Mahasiswa : Ayu Dasa Novita

NPM : 0514031018

Program Studi : Ilmu Tanah

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. Ir. Hery Novpriansyah, M.Si NIP. 19500716 197603 1 002 NIP. 196611151990101001

2. Ketua Bidang Ilmu Tanah

(49)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. ____ ...

Sekretaris : Ir. Hery Novpriansyah, M.Si ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. K.E.S. Manik, M.S ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

(50)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 November 1986, sebagai

anak kelima dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Kusni Agus dan Ibu H.

Martini.

Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Sumur Batu, Bandar Lampung pada

tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Taman Siswa

Teluk Betung Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2002, dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) di SMA Utama 2 Bandar Lampung yang diselesaikan

pada tahun 2005.

Tahun 2005 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru (SPMB). Selama kuliah penulis menjadi anggota mahasiswa Ilmu Tanah

(GAMATALA) sebagai anggota bidang pengabdian masyarakat periode

2005-2006 dan penulis pernah menjadi anggota Badan Pengawas Organisasi (BPO)

Jurusan Ilmu Tanah pada periode 2005-2006. Pada tahun 2009 penulis melakukan

Praktik Umum (PU) di PT Great Giant Pinapple Company (GGPC), Lampung

(51)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan

hidayah-Nya serta segala nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima

kasih setulusnya kepada :

1. Mamah dan Papah yang selalu memberikan doa, semangat, dorongan serta

motivasi dan kasih sayangnya demi kelancaran dan kesuksesan penulis dalam

menjalani aktifitas perkuliahan dan lainnya.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. selaku pembimbing I yang telah

banyak meluangkan waktu, memberikan saran, pengarahan dan bimbingan

dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.

3. Bapak Ir. Hery Novpriansyah, M.Si. selaku pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu, memberikan saran, pengarahan dan bimbingan dalam

melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. K.E.S. Manik, M.S. selaku penguji yang telah

memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Kadir Salam, M.Sc. selaku pembimbing akademik

untuk semua bimbingan dan nasehat serta motivasi yang telah diberikan.

6. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.Agr.Sc. selaku Ketua Bidang Ilmu Tanah

Referensi

Dokumen terkait

1) Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan bersih. 2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang, dan

[r]

Sel surya (PV panel) adalah sumber listrik pada sistem pembangkit listrik tenaga surya, material semikonduktor yang mengubah secara langsung energi sinar matahari

Perlakuan yang menunjukkan karakteristik pola pertumbuhan yang sama dengan karakteristik pola pertumbuhan jamur pada media kontrol (serbuk kayu) maka dapat diartikan bahwa media

Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, antara lain menyebutkan bahwa “kegiatan bursa efek pada dasarnya adalah menyelenggarakan dan menyediakan

Solusinya adalah: (1) Membangun pemahaman masyarakat Islam Indonesia agar lebih sensitif terhadap persoalan perempuan sebagai upaya membangun penghargaan yang adil

Baru disana kita akan mendapatkan ide-ide atau setidaknya pikiran kita akan terbuka mengenai kedepannya akan bagaimana , dan bagaimana cara mengatasi pesaing-pesaing yang bergerak

Dari pengolahan data rute Nearest Neighbour di atas dapat disimpulkan bahwa total jarak yang dilalui perusahaan dalam proses pendistribusian pupuk Bunga Tani