• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 23 Bandarlampung Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 23 Bandarlampung Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012)"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

( Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 23 Bandarlampung Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012 )

(Skripsi)

Oleh

ZELVINA CHARUNISA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

Zelvina Charunisa

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 23 Bandarlampung Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012)

Oleh

ZELVINA CHARUNISA

Metode pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama kelompok, dimana setiap siswa memperoleh kesem-patan belajar secara keseluruhan konsep sebelum siswa belajar spesialisasinya untuk menjadi ekspert. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 23 Bandarlampung. Desain penelitian yang digunakan adalah posttest only design dengan populasi seluruh siswa kelas VII, sampel diambil 2 kelas dari 8 kelas yang ada secara acak dan diperoleh kelas VII-E dan VII-H sebagai sampel penelitian. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II efektif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 23 Bandarlampung.

(3)
(4)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 23 BandarlampungSemester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

(Skripsi)

Oleh

ZELVINA CHARUNISA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 23Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Oleh Zelvina Charunisa

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGASAWDITINJAU

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 23BandarlampungSemester

Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Nama Mahasiswa : Zelvina Charunisa Nomor Pokok Mahasiswa : 0743021060

Program Studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dra. Nurhanurawati, M.Pd. Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd.

NIP 19670808 199103 2 001 NIP19610524 198603 1 006

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.

(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Nurhanurawati, M.Pd. ____________

Sekretaris : Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd. ____________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd. ____________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman,M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(8)

PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Zelvina Charunisa

NPM : 0743021060

Program Studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Pendidikan MIPA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi tidak terdapat karya yang telah dia-jukan memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengeta-huan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diter-bitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandarlampung, November 2012 Yang menyatakan,

Materai 6000

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kiling-Kiling Kecamatan Negeri Besar Kabupaten

Way Kanan pada tanggal 02 Mei 1990. Penulis merupakan anak pertama dari lima

bersaudara pasangan Zulthoni dan Amrina Abdul Majid, Ama.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Dharma Wanita

Tiuh Baru tahun 1994. Pada tahun 1995 pendidikan dasar di SD Negeri 1 Tiuh

Baru Kabupaten Waykanan dan selesai pada tahun 2001. Pada tahun 2004,

pe-nulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Negeri

Besar Kabupaten Waykanan dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di

SMA Arjuna Bandarlampung pada tahun 2007.

Pada tahun 2007, penulis tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan

Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Non Reguler. Pada tahun 2011,

melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 6

(10)

MOTTO

Sukses itu pilihan….

Jadilah yang terbaik dari yang terbaik, walaupun dianggap

bukan yang terbaik…

(Zelvina Charunisa)

Orang yang cenderung merendahkan orang lain adalah orang

yang ingin berbuat baik, tetapi belum mampu melakukannya

(11)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil ’Alamin…

Segala Puji hanya milik Allah SWT, atas Rahmat dan Nikmat yang tak terhitung. Shalawat dan Salam kepada Rasululloh

Muhammad SAW

Kupersembahkan skripsiku ini untuk

bunda dan ammi tercinta

yang selalu berada dibelakangku dan senantiasa menguatkanku untuk tetap bisa melangkah kedepan.

Berharap suatu hari aku dapat membuat kalian menangis bangga.

Keempat adikku, Nina, Putri, Irham dan sari Terima kasih untuk doa dan dukungannya.

Riadi

Terima kasih tak pernah lelah membantu dan memberi semangat.

Para Guru dan Dosen yang kuhormati Terima kasih untuk ilmu dan pengalaman.

Sahabat yang telah memberi warna dihidup ini.

(12)

SANWACANA

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyu-sunan skripsi ini sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan beserta jajaran dekanat

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi

Pen-didikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu PenPen-didikan Universitas

Lampung dan selaku Pembimbing Akademik sekaligus pembimbing II atas

kesediannya memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, memberikan

nasihat, masukan, saran, motivasi, kritik, dan sumbangan pemikiran kepada

(13)

iii 4. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku pembimbing 1 atas kesediaannya

memberikan motivasi, bimbingan, saran dan kritik selama perkuliahan dan

penyusunan skripsi;

5. Ibu Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku penguji utama atas kesediaannya

memberikan bimbingan, kritik, dan saran baik selama perkuliahan maupun

selama penyusunan skripsi.

6. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama

menyele-saikan studi;

7. Ibu Hj. Astrida, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak memberikan

arahan dan masukan selama penelitian;

8. Bunda dan Ammi tercinta, keempat adikku (Nina, Putri, Irham dan Sari), serta

semua keluarga besarku yang selalu menyayangi, mendoakan dan selalu

menjadi penyemangat dalam hidupku.

9. Riadi, yang tak pernah lelah memberi motivasi dan semangat.

10. Sahabat-sahabatku yang tergabung dalam Y2L Y2D (Berta Apriza, Fitri

Apriani, Helen Dea Lestari, Mulya Sari, Sri Rejeki, Vera Lidya dan Yesi Aria

Sari). Terimakasih untuk persahabatan yang indah ini.

11. My best friend : Berta, Vera dan Sri. Terimakasih untuk kebersamaannya

selama ini, maaf selalu merepotkan. Persahabatan ini tidak akan pernah ku

lupakan.

12. Teman-teman satu atap Asrama Maria 2 : Ces, Dea, Vivi, Oted, Mita, One,

dan tetangga kosan Annisa 1 Echis terimakasih atas kebersamaannya selama

(14)

iv 13. Teman-teman seperjuangan seluruh angkatan 2007 Non Reguler Pendidikan

Matematika: Dina N, Cwie, Devi, Sri, Fitri, Berta, Vera, Yulva, Lia, Indah,

Reni, mbak Leni, Fiska, Vivi, Marista, Yesi, Cwil, Tanti, Achiez, Nesha,

Ratna, Uya, Robert, Indri, Bily, Bang Lihin, Dhea, Haris, Tina, Sevia, Ana,

Nana, Rita, Mb Eva, Mira, Mbak Yemi, Dina A, Monmon, Ali, Ifan, Dani,

Komang, Mbak Endah, Heru, Bank Ken, Adi, Munif, atas kebersamaannya

selama ini dan semua bantuan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita

selalu menjadi kenangan yang terindah dan takkan pernah terlupakan untuk

selamanya.

14. Teman-teman seperjuangan PPL di SMP Negeri 6 Bandarlampung: Devi, Leli,

Nuraini, Risna, risky, Rido, Yugo, Gustian, Bowo, dan Eka.

15. Teman-teman angkatan 2007 reguler, kakak-kakakku angkatan 2004 sampai

2006 dan adik-adikku angkatan 2008 sampai 2012 terima kasih atas

kebersamaannya.

16. Almamater yang mendewasakanku.

17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang

telah diberikan dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis,

(15)
(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ... 9

B. Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Tipe II ... 11

C. Pembelajaran Konvensional ... 13

D. Pemahaman Konsep Matematis ... 16

E. Kerangka Pikir ... 19

F. Anggapan Dasar ... 21

(17)

vi III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel ... 22

B. Desain Penelitian ... 22

C. Prosedur Penelitian ... 23

D. Data Penelitian ... 24

E. Teknik Pengumpulan Data ... 24

F. Langkah-langkah Penelitian ... 24

G. Instrumen Peneliatian ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38

B. Pembahasan ... 40

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 45

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A

(18)

DAFTAR TABEL

TabelHalaman

3.1 Desain Penelitian ... 22

3.2Interpretasi Nilai Taraf Kesukaran ... 27

3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 28

3.4 Rekapitulasi Hasil Data Tes Uji Coba ... 29

4.1 Statistik Deskriptif Data Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 32

4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 33

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan seseorang

yang berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk menjadikan

seseorang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif dan berbudi

pekerti luhur. Hal ini diungkapkan di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional Nomor 20 Tahun 2003 (2003: 5) bahwa tujuan pendidikan nasional

ada-lah mencerdaskan dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

ma-nusia yang bertakwa terhadap Tuhan YME, berilmu, kreatif, sehat, kepribadian

yang mantap dan mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

Pendidikan merupakan proses interaksi antar individu maupun individu dengan

lingkungan, sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada individu yang

ber-sangkutan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses interaksi tersebut dapat

terjadi di dalam maupun di luar sekolah. Kegiatan pokok dalam keseluruhan

proses pendidikan di sekolah adalah kegiatan pembelajaran. Hal ini berarti

ber-hasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan, salah satunya bergantung pada

ke-giatan pembelajaran yang dialami siswa. Oleh karena itu, tuntutan mendasar yang

dialami dunia pendidikan adalah peningkatan mutu pembelajaran. Tujuan

(20)

2

belajar baik fisik, mental maupun emosional. Keberhasilan pencapaian tujuan

pendidikan terutama ditentukan oleh proses pembelajaran yang dialami siswa.

Siswa yang belajar akan mengalami perubahan baik dalam pengetahuan,

pe-mahaman, penalaran, keterampilan, nilai, dan sikapnya. Agar perubahan tersebut

dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan kondisi yang siswa untuk belajar.

Untuk menghasilkan perubahan yang diharapkan diperlukan cara untuk

meng-efektifkannya.

Dewasa ini, hasil belajar siswa disekolah masih rendah dilihat dari nilai ulangan

siswa. Matematika merupakan salah satu ilmu dasar bagi perkembangan dan

peradaban manusia. Matematika juga sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan

masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam mempelajari

matematika, tidak sedikit siswa yang beranggapan bahwa matematika merupakan

ilmu yang sukar untuk dipelajari. Hal ini sebenarnya tak terlepas dari peran guru

untuk merancang suatu pembelajaran agar lebih menarik. Untuk itu diperlukan

kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menerapkan model

pem-belajaran, sehingga siswa dapat berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran

dan dapat mengembangkan potensinya.

Saat ini hasil belajar siswa SMP secara umum khususnya di SMPN 23

Bandarlampung masih rendah, yang ditunjukkan dari hasil observasi di SMP

tersebut. Di sekolah, guru seringkali kesulitan menerapkan strategi pembelajaran

yang membuat siswa aktif di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini

dapat dilihat dari praktek pembelajaran di kelas, seringkali dalam proses

(21)

3

banyak siswa yang diam dan menundukkan kepala, hanya beberapa siswa tertentu

yang berani mencoba menjawab. Kemudian jika siswa diminta untuk

menanya-kan hal yang menjadi kesulitannya siswa tidak menjawab. Terlebih lagi jika siswa

diberi tugas rumah untuk mengerjakan soal, banyak siswa yang hanya menyalin

pekerjaan temannya dan jarang ditemukan ide-ide baru siswa dalam

menye-lesaikan masalah matematika.

Rendahnya aktivitas dan hasil belajar merupakan indikasi pembelajaran belum

optimal. Hal ini disebabkan oleh pembelajaran yang diterapkan belum tepat.

Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya suatu model pembelajaran

mate-matika yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Penggunaan

model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif untuk dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran kooperatif

terdapat saling ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan

pem-belajaran. Dengan demikian setiap siswa memiliki peluang yang sama dalam

memperoleh hasil belajar yang maksimal serta tercipta suasana yang

menyenang-kan. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan

tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan

ma-salah. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan semua siswa dapat

me-nguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat

diterapkan salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang tidak

hanya membantu siswa untuk memahami konsep-konsep, tetapi juga membantu

(22)

4

dan mengembangkan sikap sosial siswa. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

siswa dikelompokkan oleh secara heterogen. Siswa diberi materi baru atau

penda-laman materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing-masing anggota kelompok

se-cara acak ditugaskan untuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari

materi tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi ”ahli” dari kelompok

berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelompok lain

sampai mereka menjadi ”ahli” dikonsep yang ia pelajari. Kemudian kembali

kekelompok semula untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman

sekelompoknya. Terakhir diberikan tes atau assessment yang lain pada semua

topik yang diberikan.

Model pembelajaran Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot

Aroson, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins.

Model pembelajaran Jigsaw dibagi dalam 2 tipe, yaitu Jigsaw Tipe I dan Jigsaw

Tipe II. Ada perbedaan mendasar antara pembelajaran Jigsaw Tipe I dan Jigsaw

Tipe II, kalau pada Jigsaw tipe I, awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu

yang akan menjadi spesialisasinya sementara konsep-konsep yang lain ia dapatkan

melalui diskusi dengan teman segrupnya. Pada Jigsaw tipe II setiap siswa

memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep (scan read) sebelum

ia belajar spesialisasinya untuk menjadi expert. Hal ini untuk memperoleh

gam-baran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan. Berdasarkan uraian tersebut

model pembelajaran yang dipakai adalah model pembelajaran Jigsaw Tipe II.

De-ngan cara diskusi dalam kelompok seperti pada Jigsaw, materi pelajaran dapat

dibangun bersama. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin menyatakan siswa akan

(23)

5

mereka dapat mendiskusikan dengan temannya. Pengetahuan dibentuk bersama

berdasarkan pengalaman serta interaksinya dengan lingkungan di dalam kelompok

belajar, sehingga terjadi saling memperkaya diantara anggota kelompok. Ini

berarti, siswa didorong untuk membangun makna dari pengalamannya, sehingga

pemahaman terhadap materi yang sedang dipelajari meningkat. Siswa didorong

untuk memunculkan berbagai sudut pandang terhadap materi atau masalah yang

sama, untuk kemudian membangun sudut pandang atau mengkontruksi

penge-tahuannya secara bersama pula.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang keefektifan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II ditinjau dari pemahaman

konsep matematis siswa.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”apakah pembelajaran kooperatif

tipe Jigsaw II efektif diterapkan pada pembelajaran matematika jika ditinjau dari

pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMPN 23 Bandarlampung?”

Selanjutnya pembelajaran ini dikatakan efektif apabila rata-rata pemahaman

konsep siswa yang pembelajarannya menggunakan kooperatif tipe Jigsaw II lebih

baik dari rata-rata pemahaman konsep siswa yang pembelajarannya dilakukan

secara konvensional.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan model

(24)

6

wa bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi dunia

pendidikan, untuk menambah dan memperkaya wawasan, pengetahuan dunia

pendidikan, terutama terkait pemahaman konsep matematis siswa dan metode

pembelajaran Jigsaw.

2. Manfaat Praktis

Dilihat dari segi praktis, penelitian ini memberi manfaat antara lain :

a. Bagi sekolah, memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya mengadakan

perbaikan mutu pembelajaran matematika.

b. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih pendekatan, strategi,

metode ataupun model pembelajaran matematika yang paling tepat agar

kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika lebih baik dan siswa

lebih aktif dalam pembelajaran di kelas.

c. Bagi peneliti lainnya, sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan dalam

tahap proses pembinaan diri sebagai calon pendidik.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini antara lain:

1. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran adalah ketepatgunaan pembelajaran untuk mencapai

(25)

7

keefektifan penggunaan metode pembelajaran Jigsaw. Dikatakan efektif apabila

rata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan metode pembelajaran Jigsaw lebih baik dibandingkan

de-ngan rata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang

me-ngikuti pembelajaran konvensional.

2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw

Model pembelajaran Jigsaw dibagi dalam 2 tipe, yaitu Jigsaw Tipe I dan Jigsaw

Tipe II. Dalam penelitian ini, pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah

pembelajaran kooperatif Jigsaw tipe II. Pada model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw II setiap siswa memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep

(scan read) sebelum ia belajar spesialisasinya untuk menjadi expert. Hal ini untuk

memperoleh gambaran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Konvensional adalah suatu pembelajaran dengan menggunakan

metode ceramah. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran langsung

yang berpusat pada guru. Dalam pembelajaran ini pelajaran ditransformasikan

langsung oleh guru kepada siswa. Permasalahan yang disajikan menggunakan

permasalahan tertutup, yaitu masalah yang diformulasikan dengan satu jawaban

benar.

4. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Kemampuan pemahaman konsep matematis adalah kemampuan pemahaman

kon-sep siswa dalam menyelesaikan soal-soal tes dengan indikator pemahaman konkon-sep

(26)

8

5. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP N 23 Bandarlampung, yang terletak di Jalan Jenderal

Sudirman No. 76 Bandarlampung.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Proses pembelajaran yang ada di sekolah sudah pasti mempunyai tujuan bahan

ajar yang harus dicapai, yang didasarkan pada kurikulum yang berlaku pada

sa-tuan pendidikan tertentu. Berdasarkan tujuan tersebut dikembangkan perangkat

pembelajaran terstruktur. Bahan ajar yang terangkum dalam kurikulum tentunya

harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia pada hari efektif yang ada pada

program semester. Untuk itu perlu adanya strategi pembelajaran yang efektif.

Berikut beberapa pendapat menurut para ahli tentang efektivitas pembelajaran.

Starawaji (2009: 5) menyatakan bahwa di dalam kamus bahasa Indonesia

efek-tivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau

akibat, atau efektif juga dapat diartikan dengan memberikan hasil yang

memuas-kan.

Sambas (2009: 5) mengungkapkan bahwa :

(28)

10

Hamalik (2004: 171) menyatakan :

Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri.”Penyediaan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas sendiri diharapkan dapat membantu siswa dalam pembelajaran agar siswa dapat mudah memahami konsep yang sedang diberikan.

Trianto (2010: 17) mengatakan pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari

seorang guru dan siswa, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer)

yang terarah pada suatu tujuan yang telah ditetapkan.Jadi, efektivitas

pembe-lajaran dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan proses pembepembe-lajaran untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau

men-capai tujuan yang telah ditetapkan.Efektivitas juga berhubungan dengan masalah

bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat

dari hasil yang diperoleh.

Pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila pembelajaran berlangsung

menyenangkan bagi siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru

dalam mengefektifkan kegiatan pembelajaran adalah dengan menentukan model

pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah

ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa

dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Keefektifan pembelajaran yang dimaksud adalah sejauh mana pembelajaran

(29)

11

dilihat dari ketuntasan belajar yang diwujudkan pada hasil belajar. Efektivitas

pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika

dan pemahaman konsep matematis siswa. Dalam penelitian ini, efektivitas

di-katakan tercapai bila siswa pada pembelajaran dengan metode pembelajaran

Jigsaw memilikirata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep matematis lebih

baik daripada rata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa

yang mengikuti pembelajaran konvensional.

B.Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw tipe II

Menurut Trianto (2009 : 85) model pembelajaran Jigsaw tipe II sudah

dikembangkan oleh Slavin. Ada perbedaan mendasar antara pembelajaran Jigsaw

I dan Jigsaw II, kalau pada tipe I, awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu

yang akan menjadi spesialisasinya sementara konsep-konsep yang lain ia dapatkan

melalui diskusi dengan teman segrupnya. Pada tipe II ini setiap siswa

mem-peroleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep (scan read) sebelum ia

belajar spesialisasinya untuk menjadi expert.Hal ini untuk memperoleh gambaran

menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan. Adapun tahap – tahap

pem-belajarannya dijelaskan oleh Trianto (2009 : 86-89) sebagai berikut :

Tahap - Tahap Pembelajaran dengan Jigsaw II

1. Tahap Orientasi

Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Memberikan

penekanan tentang manfaat penggunaan metode jigsaw dalam proses belajar

mengajar. Mengingatkan senantiasa percaya diri, kritis, kooperatif dalam model

(30)

12

untuk memperoleh gambaran keseluruhan dari konsep (bisa juga pemahaman

konsep ini menjadi tugas yang sebelumnya harus sudah dibaca di rumah).

2. Tahap Pengelompokan

Misalkan didalam kelas ada 32 siswa, yang kita tahu kemampuan matematikanya

dan sudah diranking (siswa tidak perlu tahu), kita bagi dalam 8 kelompok.

Selanjutnya kita akan membaginya menjadi 4 grup (A-D) yang isi tiap-tiap

grupnya heterogen dalam kemampuan matematika, berilah indeks 1 untuk siswa

dalam kelompok sangat baik, indeks 2 untuk kelompok baik, indeks 3 untuk

kelompok sedang dan indeks 4 untuk kelompok rendah. Misalkan A1 berarti grup

A dari kelompok sangat baik,…, A4 grup A dari kelompok rendah)

3. Tahap Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Expert

Selanjutnya grup itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi

yang kita berikan dan dibina supaya jadi expert, berdasarkan indeksnya. Tiap

kelompok ini diberi konsep matematika sesuai dengan kemampuannya.Kelompok

1 yang terdiri dari siswa yang sangat baik kemampuannya diberi materi yang lebih

kompleks worksheet 1, kelompok 2 diberi materi worksheet 2, kelompok 3 diberi

materi worksheet 3, dan kelompok 4 diberi materi worksheet 4.Setiap kelompok

diharapkan bias belajar topik yang diberikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia

kembali ke dalam grup sebagai tim ahli “ekspert”, tentunya peran pendidik cukup

penting dalam fase ini.

(31)

13

Expertist (peserta didik ahli) dalam konsep tertentu ini, masing-masing kembali

dalam grup semula. Selanjutnya pendidik mempersilahkan anggota grup untuk

mempresentasikan keahliannya kepada grupnya masing-masing, satu-persatu.

Proses ini diharapkan akan terjadi sharing pengetahuan antara mereka.

Aturan dalam fase ini adalah :

1) Siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap anggota

tim mempelajari materi yang diberikan.

2) Memperoleh pengetahuan baru adalah tanggung jawab bersama, jadi tidak

ada yang selesai belajar sampai setiap anggota menguasai konsep.

3) Tanyakan pada anggota grup sebelum tanya pada pendidik.

4) Pembicaraan dilakukan secara pelan agar tidak menganggu grup lain.

5) Akhiri diskusi dengan “merayakannya” agar memperoleh kepuasan.

5. Tahap Tes (Penilaian)

Pada fase ini guru memberikan tes tulis untuk dikerjakan oleh siswa yang memuat

seluruh konsep yang didiskusikan.Pada tes ini siswa tidak diperkenankan untuk

bekerja sama. Jika mungkin tempat duduknya agak dijauhkan.

6. Tahap Pengakuan Kelompok

Penilaian pada pembelajaran kooperatif berdasarkan skor peningkatan individu,

tidak didasarkan pada skor akhir yang diperoleh siswa, tetapi berdasarkan pada

seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor sebelumnya. Setiap siswa dapat

memberikan konstribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor

kelompok. Siswa memperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor

(32)

14

mereka melampaui skor dasar mereka.

C. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah suatu pembelajaran yang biasa

digunakan oleh guru di kelas, yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode

ceramah. Pembelajaran yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang

paling umum yang diterapkan di semua tingkat sekolah. Jadi kegiatan guru yang

utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang

di-sampaikan guru. Berikut beberapa pendapat para ahli tentang pembelajaran

kon-vensional.

Roestiyah (2000: 136) mengungkapkan bahwa :

Metode ceramah merupakan suatucara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan. Selama berlangsungnya ceramah, guru bisa menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar bagan agar uraiannya menjadi lebih jelas.

Menurut Djamarah dalam Static, (2000: 4) pembelajaran konvensional adalah

pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah karena sejak

dulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan

anak didik dalam proses pembelajaran. Dipihak lain Sukandi (2003: 8)

me-ngatakan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru lebih banyak

mengajarkan tentang konsep, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan

mampu untuk melakukan sesuatu.

Menurut Sanjaya (2009: 145) pembelajaran konvensional dalam bentuk ceramah

(33)

15

lebih sering menggunakan metode ceramah dengan mengikuti urutan materi

dalam kurikulum. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran

di-lihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang ada dalam

kuri-kulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan

mengungkapkan kembali isi buku tersebut. Jadi pembelajaran konvensional

kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses.

Lebih lanjut lagi, Sanjaya (2009: 147) menyatakan bahwa materi yang dikuasai

siswa pada pembelajaran konvensional akan terbatas pada apa yang dikuasai guru,

sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasainya, sehingga apa yang

dikuasai siswapun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru. Pada

pembelajaran tersebut, guru memainkan peran yang sangat penting karena

dianggap memindahkan pengetahuan kepada siswa. Peran guru disini yaitu

menyiapkan dan mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada siswa. Peran

siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan

informasi yang diberikan. Padahal, disadari bahwa setiap siswa memiliki

kemam-puan yang tidak sama, termasuk dalam kemamkemam-puan menangkap materi pelajaran

melalui pendengaran. Bila guru terlalu lama berkonvensional akan membosankan

dan akan menyebabkan anak didik menjadi pasif. Selain itu, pada pembelajaran

konvensional guru tidak memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk

merefleksi materi-materi yang disampaikan.

Burrowes dalam Juliantara, (2009: 7) menyampaikan bahwa pembelajaran

konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang

(34)

16

menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya

kepada situasi kehidupan nyata.Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran

konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2)

terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada

kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis.

Metode utama dalam interaksi guru dengan siswanya adalah berbicara. Jika guru

ingin menggunakan metode ceramah dalam pembelajarannya maka guru tersebut

harus memiliki keterampilan berbicara yang baik agar dapat menarik perhatian

peserta didiknya. Dengan metode ceramah ini guru akan lebih mudah mengawasi

ketertiban peserta didiknya dalam mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh

guru di kelas. Selain itu juga, dengan adanya metode ceramah guru akan lebih

mudah untuk mengatur kelasnya daripada metode lain, seperti metode

de-monstrasi yang memerlukan banyak alat.

Dari uraian diatas, guru hanya menyampaikan materi dan siswa hanya menerima

apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan

pendapat sangat kurang, sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar, dan belajar

siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan.Pembelajaran konvensional

lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran sehingga belajar dilihat sebagai

proses meniru dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali

pengetahuan yang sudah dipelajari melalui tanya jawab atau kuis.Pembelajaran

konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang

(35)

17

D. Pemahaman Konsep Matematis

Abdurrahman (1999: 254) menyatakan :

Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Siswa mengembangkan konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu.

Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dalam ranah kognitif dari tujuan

pembelajaran. Ranah kognitif ini meliputi berbagai tingkah laku dari tingkatan

terendah sampai tertinggi yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,

sintesis, dan penilaian (evaluasi). Pemahaman konsep akan memberikan suatu

pemahaman dan kemampuan untuk mengaplikasikan konsep yang telah dikuasai.

Sehingga pemahaman konsep matematika adalah mengerti benar tentang konsep

matematika.

Kilpacrik dan Findell (2001:118) menyebutkan bahwa pemahaman konsep

merupakan salah satu kecakapan matematika yang berarti kemampuan siswa

dalam penguasaan konsep, operasi dan relasi secara menyeluruh.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pemahaman konsep

matematika merupakan kemampuan siswa dalam menterjemahkan, menafsirkan,

dan menyimpulkan suatu konsep matematika berdasarkan pembentukan

penge-tahuannya sendiri, bukan sekedar menghafal.

Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam

pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan

kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan

(36)

18

Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang

disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai

konsep yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan Hudoyo dalam Herdian, (2010:

4) yang menyatakan tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan

dapat dipahami peserta didik.

Ada tiga macam pemahaman matematis, yaitu :

1) Pengubahan (translation)

Pemahaman translasi digunakan untuk menyampaikan informasi dengan

bahasa dan bentuk yang lain dan menyangkut pemberian makna dari suatu

informasi yang bervariasi.

2) Pemberian arti (interpretasi)

Interpretasi digunakan untuk menafsirkan maksud dari bacaan, tidak hanya

dengan kata-kata dan frase, tetapi juga mencakup pemahaman suatu

infor-masi dari sebuah ide.

3) Pembuatan ekstrapolasi (ekstrapolation)

Ekstrapolasi mencakup estimasi dan prediksi yang didasarkan pada sebuah

pemikiran, gambaran kondisi dari suatu informasi, juga mencakup

pem-buatan kesimpulan dengan konsekuensi yang sesuai dengan informasi

jenjang kognitif ketiga yaitu penerapan (application) yang menggunakan

atau menerapkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru,

yaitu berupa ide, teori atau petunjuk teknis.

Dalam penelitian ini, hasil belajar diperoleh siswa berdasarkan hasil tes

pema-haman konsep. Pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas

(37)

perkem-19

bangan anak didik SMP dicantumkan indikator dari kemampuan pemahaman

konsep matematis adalah sebagai berikut.

a. Menyatakan ulang suatu konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.

e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

g. Mengaplikasikan konsepatau algoritma pemecahan masalah.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan salah satu

indikator untuk menentukan terkuasai atau tidaknya konsep yang telah diajarkan

kepada siswa selama kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini, hasil belajar

tersebut berupa nilai yang diperoleh siswa berdasarkan hasil tes.

E. Kerangka Pikir

Pembelajaran matematika di kelas VIISMP Negeri 23 Bandarlampung masih

didominasi oleh guru. Guru masih menggunakan pembelajaran konvensional

yaitu metode ceramah dan pemberian tugas dalam pembelajarannya, sehingga

dalam pembelajaran menyebabkan siswa cenderung kurang aktif dan hanya

mengandalkan instruksi dari guru. Hal ini mengakibatkan pemahaman konsep

matematis siswamasih rendah sehingga nilai hasil belajar siswa kurang

me-muaskan. Untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, usaha yang dilakukan

guru adalah memberikan kesempatan belajar kepada siswanya sehingga proses

(38)

pem-20

belajaran yang tepat sehingga siswa dapat aktif dalam pembelajaran. Salah satu

model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswanya adalah model

pem-belajaran kooperatif tipe Jigsaw II.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IImerupakan model cooperative

learning yang mengutamakan kerjasama kelompok. Pada Jigsaw IIsetiap siswa

memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep (scan read) sebelum

ia belajar spesialisasinya untuk menjadi expert. Hal ini untuk memperoleh

gambaran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan. Siswa diminta belajar

konsep secara keseluruhan secara untuk memperoleh gambaran keseluruhan dari

konsep (bisa juga pemahaman konsep ini menjadi tugas yang sebelumnya harus

sudah dibaca di rumah).

Setiap tahapan pada pembelajaran kooperatif Jigsaw II sangat mendukung siswa

untuk berkembang, percaya diri, bertanggungjawab dan mandiri tidak

keter-gantungan pada teman sekelompoknya. Hal ini dapat membuat siswa

berse-mangat, tidak minder dan dapat meningkatkan hasil belajarnya karena siswa dapat

mengusai konsep semua pelajaran. Keterlibatan siswa dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran sangat diperhatikan. Guru aktif bertindak sebagai pembimbing dan

siswa aktif dalam menemukan konsep yang sedang dipelajari. Dengan adanya

rasa ketertarikan pada diri siswa terhadap pelajaran matematika, maka siswa akan

terlibat secara aktif di dalam pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran akan berdampak pada meningkatnya pemahaman konsep matematis

(39)

21

mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II,

maka pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw II efektif diterapkan pada pembelajaran matematika.

F. Anggapan Dasar

Penelitian ini bertolak pada anggapan dasar sebagai berikut.

1. Semua siswa kelas VII semester genap SMPN 23 Bandarlampung Tahun

Ajaran 2011/2012 memperoleh materi pelajaran matematika yang sama dan

sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

2. Pengaruh faktor-faktor lain yang tidak diteliti tidak diperhatikan.

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah rata-rata pemahaman konsep siswa yang

pembelajarannya menggunakan kooperatif tipe Jigsaw II lebih baik dari rata-rata

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 23 Bandarlampung. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 23

Bandarlampung tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 8 kelas. Sebagai

sampel diambil 2 kelas dari 8 kelas yang ada secara acak. Setelah itu menentukan

kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh kelas VII-E sebagai kelas

eksperimen dan VII-H sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment)

mengguna-kan desain post-test only dengan kelompok pengendali yang tidak diacak

sebagai-mana dikemukankan Furchan (1982: 368) sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Post-test

Kelas

eksperimen Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II Skor posttest pada kelas ekperimen

(41)

23

Pada kelas eksperimen diterapkan pendekatan Jigsaw sedangkan pada kelas kon

-trol diterapkan pembelajaran konvensional kemudian dilakukan tes akhir. Tes

akhir adalah tes kemampuan pemahaman konsep matematis yang dilakukan pada

kedua kelas sampel dengan soal tes yang sama.

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Observasi sekolah,

2. Mengambil data nilai matematika Ulangan Harian siswa pada materi

sebelumnya untuk digunakan sebagai nilai awal siswa (dalam penelitian ini

nilai yang diambil adalah nilai hasil mid semester)

3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan

pembe-lajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembepembe-lajaran konvensional,

4. Mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS),

5. Membagi siswa ke dalam kelompok heteregon yang terdiri dari 4 orang

berdasarkan nilai awal siswa pada kelas yang mengikuti pembelajaran Jigsaw.

6. Mempersiapkan instrumen penelitian berupa tes kemampuan pemahaman

konsep beserta aturan penskorannya,

7. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan

Pembe-lajaran (RPP) yang telah disusun baik pada kelas eksperimen yaitu dengan

menggunakan pembelajaran Jigsaw dan pada kelas kontrol dengan

meng-gunakan pembelajaran konvensional yang kegiatan selengkapnya terdapat

pada Lampiran A.1 dan A.2,

(42)

24

9. Melakukan uji coba instrumen,

10.Mengadakan post-test baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol,

11.Menganalisis data,

12.Membuat kesimpulan.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep siswa yang diperoleh

setelah dilakukannya tes pemahaman konsep dengan menggunakan model

pem-belajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan dengan menggunakan pembelajaran

kon-vensional.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes.

Metode tes adalah metode pengumpulan data yang bertujuan untuk mengetahui

hasil dari suatu perlakuan.

F. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

1. Melakukan penelitian pendahuluan.

2. Menyusun instrumen tes.

3. Melakukan penelitian.

(43)

25

G. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah seperangkat alat tes yang digunakan untuk mengambil data

dalam suatu penelitian. Data dalam penelitian ini berupa pemahaman konsep

siswa, diperoleh melalui tes akhir yang dilakukan di akhir tahapan pembelajaran.

Untuk mendapatkan data yang akurat, maka tes yang digunakan dalam penelitian

ini harus memenuhi kriteria tes yang baik. Validitas tes yang digunakan adalah

validitas isi yaitu validitas yang ditilik dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat

pengukur hasil belajar, yaitu sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur

hasil belajar siswa, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap

kese-luruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan. Validitas isi dari

suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara isi

yang terkandung dalam tes hasil belajar dengan tujuan instruksional khusus yang

telah ditentukan untuk masing-masing pelajaran, apakah hal-hal yang tercantum

dalam tujuan intruksional khusus sudah terwakili secara nyata dalam tes hasil

belajar tersebut atau belum.

Validitas isi tes ini didasarkan pada penilaian guru kelas VII, jika penilaian guru

menyatakan bahwa butir-butir tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan

indi-kator maka tes tersebut dikategorikan valid. Setelah tes dinyatakan valid, tes

tersebut diuji coba di luar sampel tetapi masih dalam populasi, uji coba tes ini

dimaksudkan untuk mengukur tingkat reliabilitas tes, daya pembeda butir tes, dan

(44)

26

a. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah ketepatan atau keajegan instrumen dalam menilai apa yang

dinilai. Untuk menentukan reliabilitas instrumen tes digunakan rumus Alpha.

Rumus Alpha dalam Sudijono (2008: 208) adalah.

dimana,

r11 = koefisien reliabilitas tes

= jumlah varian skor dari tiap-tiap butir item

= varian total

n = banyaknya item tes yang dikeluarkan dalam tes

Menurut Sudijono, suatu tes dikatakan baik apabila koefisien reliabilitasnya sama

dengan atau lebih besar dari 0,70 ( ≥ 0,70), sehingga dalam penelitian ini

kriteria reliabilitas tes yang digunakan adalah lebih dari 0,70.

Dari hasil uji coba posttes yang telah dilaksanakan dilanjutkan dengan

perhitungan diperoleh reliabilitas pada instrument tes pemahaman konsep

matematika sebesar 0,75. Berdasarkan hasil tersebut, instrument tes pemahaman

konsep matematika siswa digolongkan pada reliabilitas sedang karena terletak

pada interval 0,70 – 0,90. Oleh karena itu, instrument tes pemahaman konsep

(45)

27

b. Tingkat Kesukaran (TK)

Tingkat kesukaran butir tes adalah peluang untuk menjawab benar suatu butir tes

pada tingkat kemampuan tertentu. Untuk mengetahui tingkat kesukaran butir tes

digunakan rumus berikut.

Dengan :

TKi : tingkat kesukaran butir tes ke-i

S : rataan skor siswa pada butir ke-i

Smaks: skor maksimum butir ke-i

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria

in-deks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) seperti Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Besarnya TKi Interpretasi

Kurang dari 0,30 Sangat Sukar

0,30-0,70 Cukup (Sedang)

Lebih dari 0,70 Terlalu Mudah

Dari hasil uji coba dan perhitungan indeks kesukaran butir tes pada post-test

terhadap 5 butir tes yang diuji cobakan menunjukkan butir tes tergolong sedang

dengan kisaran indeks kesukaran antara 0,30 s.d 0,70. Berdasarkan untuk

mengambil data maka 5 butir tes uji coba memenuhi kriteria sebagai butir yang

layak digunakan untuk mengumpulkan data.

maks i

S

S

(46)

28

c. Daya Pembeda (DP)

Daya pembeda tes adalah kemampuan tes dalam memisahkan antar subjek yang

pandai dengan subjek yang kurang pandai. Untuk menghitung daya pembeda data

terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa

yang memperoleh nilai terendah, kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh

nilai tertinggi disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai

terendah (disebut kelompok bawah). Daya pembeda ditentukan dengan rumus

berikut.

dengan,

DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA = Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah

JB = Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = Skor maksimum butir soal yang diolah

Menurut Sudijiono (2008: 388) hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi

berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

(47)

29

yaitu berkisar dari 0,30 s.d 0,70. Jadi, daya beda butir tes tergolong baik.

Berdasarkan untuk mengambil data maka semua butir tes uji coba memenuhi

kriteria sebagai butir yang layak digunakan untuk mengumpulkan data.

Dari perhitungan tes uji coba yang telah dilakukan, diperoleh data yang tertera

pada Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Data Uji Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Berdasarkan tabel hasil tes uji coba di atas, diperoleh bahwa seluruh butir soal

telah memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk

mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

Soal untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis disusun dalam

bentuk tes uraian. Skor jawaban disusun berdasarkan indikator kemampuan

pemahaman konsep. Adapun indikator pemahaman konsep tersebut adalah

se-bagai berikut:

a. Menyatakan ulang suatu konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.

Test

No

Soal Validitas Reliabilitas Pembeda Daya Kesukaran Tingkat

1 Valid

0,75

0,31 (Sedang) 0,69 (Sedang)

2 Valid 0,38 (Sedang) 0,65 (Sedang)

3 Valid 0,47 (Baik) 0,64 (sedang)

4 Valid 0,49 (Baik) 0,32 (Sedang)

(48)

30

e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

H. Teknik Analisis Data

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh

diana-lisis untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Karena data tidak berdistribusi normal maka

dilakukan uji non-parametrik atau Uji Mann-Whitney U. Adapun hipotesis yang

digunakan untuk menguji hipotesis dalam uji Mann-Whitney U menurut Ariyoso

(2009) sebagai berikut.

H0: Tidak ada perbedaan rata-rata pemahaman konsep antara siswa dengan

pem-belajaran kooperatif tipe Jigsaw II

H1: Ada perbedaan rata-rata pemahaman konsep antara siswa dengan

pembe-lajaran kooperatif tipe Jigsaw II

(49)

31

n1 = sampel 1

n2 = sampel 2

Ri = Ranking ukuran sampel

Adapun kriterianya adalah:

 Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima

 Jika probanilitas ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Nilai yang dipilih untuk U dalam pengujian hipotesis adalah nilai yang paling

kecil dari kedua nilai tersebut.

Adapun kriterianya adalah tolak H0 jika statistik U ≤ nilai dalam tabel U, dan

(50)

39

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw efektif untuk meningkatkan kemampuan

pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 23 Bandarlampung

semester genap Tahun Pelajaran 2011/ 2012. Hal ini dapat ditunjukkan dengan

rata-rata pemahaman konsep siswa yang pembelajarannya menggunakan

koo-peratif tipe Jigsaw lebih baik dari rata-rata pemahaman konsep siswa yang

pem-belajarannya dilakukan secara konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 23

Bandarlampung Tahun Pelajaran 2011/2012 dapat dikemukakan saran sebagai

berikut.

1. Agar guru dapat menerapkan model pembelajaran koopertif tipe Jigsaw

dalam pembelajaran matematika di kelas, dalam upaya mengembangkan

kemampuan pemahaman konsep matematis siswa guna memperoleh hasil

(51)

39

2. Kepada para peneliti yang akan melakukan jenis penelitian yang sama, untuk

dapat mempertimbangkan lama waktu pelaksanaan penelitian dalam

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Bennu. 2010. Pemahaman Konsep. (Online). Tersedia: http://sudarmanbennu.

blogspot. com/2010/02/pemahaman-konsep.html. (05 Mei 2012)

Dimiyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta.Departemen

Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22

Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika. (online). Tersedia:

http://herdy07. wordpress.com/. (13 Januari 2012)

Juliantara, Ketut. 2009. Pembelajaran Konvensional.

http://www.kompasiana.com/ikpj.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Grasindo. Jakarta.

Mursell, J. dan Nasution. 2002. Mengajar dengan Sukses. Bumi Aksara: Jakarta

Muhammad Nur dan Muslim.2002. Guru yang Berhasil dan Model Pembelajaran

Langsung. Depdikbud: Jakarta

Noer, Sri Hastuti. 2010. Evaluasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam

Pembelajaran Berbasis Masalah. Artikel: Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan

P.MIPA. Unila

_____________. 2009. Model Bahan Ajar Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif dan Reflektif (K2R). Makalah: Seminar

Nasional Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

_____________. 2007. Pembelajaran Open-ended Untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik. Makalah: Prosiding Seminar

Nasional Matematika Jur. PMIPA FPMIPA UPI Bandung.

_____________. 2007. Pembelajaran Open-ended Untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kreatif. Makalah: Prosiding Seminar Nasional

Matematika dan Pendidikan Matematika Jur. PMIPA FPMIPA UNY

(53)

Nurhayati, Abbas. 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berorientasi Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Tarsito: Bandung.

Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. 169 halaman.

Sambas. 2009. Definisi Efektivitas.

http://sambasalim.com/pendidikan/konsep-efektivitas-pembelajaran.html

Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo

Persada. Jakarta

Sidanta, Goras Karindra. 2011. Pembelajaran Matematika berbasis Masalah

Open Ended Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep

Matematis. Bandarlampung : Unila

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suherman, E, dkk. 2001 .Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Technical Cooperation Project for Development of Science and Mathematics Teaching for Primary and Secondary Education in Indonesia. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI: Bandung.

___________. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika untuk Calon Guru dan

Mahasiswa Calon Guru Matematika. Jurusan pendidikan Matematika

FPMIPA UPI: Bandung.

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. NTP Pres. Mataram.

Starawaji. 2009. Efektivitas Pembelajaran. http://starawaji.wordpress.com/

2009/03/01/efektivitas-pembelajaran/

Tim Penyusun. 2006. Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidika Nasional)

2003. Sinar Grafika: Jakarta.

Trianto.2009.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana:

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Tabel 3.4  Rekapitulasi Hasil Data Uji Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Komunikasi Data adalah suatu aplikasi Sistem Informasi Kesehatan yang digunakan untuk tukar rnenukar data dalam rangka konsolidasi/integrasi Data Keseh atan prioritas

In the present of anhydrous calcium chloride / low humidity, the rate of transpiration / water loss / evaporation of water by leafy shoot / water absorps by roots is higher compare

Penyelesaian masalah ini dengan metode branch-and-bound dilakukan dengan menggunakan software LINGO 8.0 dan data-data hipotetik yang dibangkitkan secara acak, yang

“Analisis kesalahan siswa kelas VI SD dalam menyelesaikan soal-soal matematika berdasarkan kompetensi yang sulit pada UASBN tahun pelajaran 2007/2008 di Kecamatan

Hasil penelitian pada permasalahan hukum terhadap perkawinan poligami yang tidak dicatatkan yang dilakukan oleh pejabat Negara dihubungkan dengan Undang-Undang No.1

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat hidayah dan petunjuk-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul “Pra

Dilihat dari kandungan nilai gizi yang hampir sama dan nilai β -karoten pada tepung labu kuning lebih tinggi maka tepung labu kuning dapat menjadi alternatif untuk

menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleran, gotong royong), santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan