• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA

Oleh Wahyu Indra

Berdasarkan pemberitaan di media cetak dan elektronik, penistaan Agama kembali menjadi topik pembicaraan di masyarakat Indonesia. Timbulnya kembali wacana ini tidak dapat dilepaskan dari ‘kepopuleran’ AlQiyadah Al-Islamiyah yang belakangan tengah dihujat oleh sebagian kalangan. Aliran yang dipimpin oleh Ahmad Mushaddeq ini semakin tenar karena media nasional tiada henti mewartakan aliran ini. Al-Qiyadah hanyalah satu dari sekian banyak aliran yang dicap sesat dan merupakan suatu penistaan Agama yang berkembang di Indonesia. Penistaan Agama marak karena mereka pada umumnya menawarkan surga yang bersifat instan. Selanjutnya adanya penistaan Agama yang melakukan tindak pidana penipuan yang menjanjikan pembersihan dosa dengan syarat pembayaran sejumlah uang kepada pengikutnya. Selain itu, sejumlah penistaan Agama terkadang juga menawarkan aturan yang meringankan pengikutnya berupa pengurangan kewajiban-kewajiban yang selama ini berlaku di agama konvensional. Faktor lain yang mendorong tumbuh suburnya aliran sesat, adalah ringannya sanksi pidana yang berlaku sehingga tidak memberikan efek jera terhadap pelaku penista Agama. Di Indonesia, UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang selama ini dijadikan dasar hukum, selain pasal 156 a KUHP, upaya penindakan aliran-aliran sesat hanya memuat rumusan sanksi pidana penjara selama-lamanya lima tahun.

Adanya SKB 3 menteri sebagai salah satu bentuk penanggulangan tindak pidana penistaan agama. maka penulis tertarik untuk menganalisa dan menuangkannya dalam tulisan yang berbentuk skripsi dengan judul: “Analisis Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia ”. Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang timbul adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab dan penanggulangan kejahatan Penistaan Agama di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari kenyataan yang ada dilapangan guna mendapatkan data dan informasi yang dapat dipercaya kebenarannya mengenai Analisis Yuridis terhadap aspek kriminologis terhadap tindak pidana penistaan agama di Indonesia.

(2)

aliran tersebut. Karena tidak sedikit keluarga dan tetangga mereka terlibat aliran itu. Bahkan warga mengancam akan menghakimi kedua orang tersebut. Selain itu, warga mengancam akan membakar rumah mereka jika orang tersebut tidak segera meninggalkan lokasi kampung. Namun faham dan keyakinan yang mereka bawa dapat meresahkan penganut agama lain sehingga muncul tindakan untuk mempertahankan diri dari faham dan penistaan Agama tersebut sehingga sampai terjadi hal-hal anarkis yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Hal tersebut merupakan akibat dari kejahatan sosial yang secara tidak langsung dilakukan oleh para penista Agama.

Pada akhir penulisan ini, Berdasarkan kesimpulan diatas maka yang menjadi saran penulis Perlu adanya penyebaran agama atau Dakwah yang meluas di seluruh daerah, Direvisinya Undang-Undang yang mengatur mengenai tindak pidana Penistaan Agama, Dan di spesifikan lagi mengenai pengaturan mengenai kejahatan penistaan Agama. Dibentuknya Tim khusus selain jaksa guna mengawasi penyebaran dan penyimpangan yang dilakukan oleh ormas-ormas yang berdasarkan nama Agama. Sikap tegas dari para penegak hukum guna untuk meminimalisir tindakan-tindakan anarkis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang menganggap dirinya “non sesat”. Diberikannya pengertian-pengertian dan kontrol dari para pemuka agama non sesat agar tidak melakukan tindakan anarkis kepada penista agama. Bahwa ada penegak hukum yang dapat mengatasi permasalahan tersebut, hal ini harus di ikuti dengan sikap tegas dari para penegak hukum. Sehingga menjadi salah satu sarana yang tepat dalam menciptakan suatu keadilan.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Berdasarkan pemberitaan di media cetak dan elektronik, penistaan Agama kembali menjadi topik pembicaraan di masyarakat Indonesia. Timbulnya kembali wacana ini tidak dapat dilepaskan dari ‘kepopuleran’ AlQiyadah Al-Islamiyah yang belakangan tengah dihujat oleh sebagian kalangan. Aliran yang dipimpin oleh Ahmad Mushaddeq ini semakin tenar karena media nasional tiada henti mewartakan aliran ini. Al-Qiyadah hanyalah satu dari sekian banyak aliran yang dicap sesat dan merupakan suatu penistaan Agama yang berkembang di Indonesia.

Penistaan Agama marak karena mereka pada umumnya menawarkan surga yang bersifat instan. Selanjutnya adanya penistaan Agama yang melakukan tindak pidana penipuan yang menjanjikan pembersihan dosa dengan syarat pembayaran sejumlah uang kepada pengikutnya. Selain itu, sejumlah penistaan Agama terkadang juga menawarkan aturan yang meringankan pengikutnya berupa pengurangan kewajiban-kewajiban yang selama ini berlaku di agama konvensional. Faktor lain yang mendorong tumbuh suburnya aliran sesat, adalah ringannya sanksi pidana yang berlaku sehingga tidak memberikan efek jera terhadap pelaku penista Agama.. (www.hukumonline.com, 3 Agustus 2011)

(4)

sendiri terbentuk dari kata dasar noda kemudian mendapat imbuhan pe-an yang berfungsi menyatakan suatu perbuatan. Berdasarka uraian tersebut dapat diartikan perbuatan yang menimbulkan noda, dengan kata lain menodai.

Agama menurut Seno herbangun ialah kepercayaan dan keyakinan mengenai kuasa atau penguasa dan kenyataan yang lebih tinggi daripada dirinya sendiri yang biasa dianggap sebagai, biasanya dipersonifikasikan di dalam wujud Dewa, Illah, Allah dan sebagainya. Sedangka menurut Hendro puspito ialah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya non empiris yang dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas pada umumnya. Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan penodaan Agama adalah suatu perbuatan yang membuat agama menjadi ternoda/kotor,aib. (Pengantar Agama Kristen, 1985,hal3)

Konsep tindak pidana penistaan Agama membawa konsekuensi apabila suatu perbuatan menodai Agama, namun tidakmengganggu ketentraman orang beragama perbuatan tersebut tidak dapat di pidana, karena tidak mengganggu ketertiban umum. Kebijakan formulasi tindak pidana penistaan Agama menunjukan bahwa kepentingan hukum yang dilindungi adalah Agama itu sendiri. Konsep demikian membawa konsekuensi, tanpa mengganggu ketertiban umum apabila seseorang melakukan perbuatan yang menista Agama maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

(5)

agama.

Di daerah Semarang, Solo, dan Yogyakarta saja misalnya, sebagian besar pengikutnya adalah mahasiswa dan penyebarannya terus dilakukan oleh kalangan mahasiswa sendiri untuk kalangan mahasiswa dan pelajar. Penyebarannya bukan saja di kampus dan sekolah, tetapi juga di tempat-tempat tertentu dengan berbagai macam bentuk dan variasinya. Besar kemungkinan, kalau tidak terkuak penyebaran penistaan Agama tersebut, maka akan terus meluas penyebaranya di masyarakat umum. (www.wawasandigital.com, 12 Juli 2011)

Para mahasiswa dijadikan sasaran karena mereka dinilai akan cukup efektif untuk direkrut dan diajak menyebarkan penistaan Agama. Mahasiswa yang masih dangkal pemahamannya tentang dasar keagamaan, tentu akan lebih mudah disusupi ajaran yang berunsur sesat. Mereka kemudian seperti tidak punya kekuatan menolak hal yang diperintahkan aliran yang diikutinya. Kalau mereka dipilih sebagai target penyebaran aliran, hal itu bukan saja karena mereka punya prestise sebagai mahasiswa dan pelajar, tetapi setelah itu juga akan mudah mempengaruhi yang lain, mudah mengeluarkan uang, tenaga dan siap melakukan apa saja untuk kepentingan aliran, bahkan demi untuk mendapatkan uang aliran-aliran tersebut memberikan janji-janji palsu (penipuan) guna untuk mendapatkan dana untuk kepentingan penista Agama tersebut. Kalau sudah begitu, mereka tidak lagi peduli adanya tindak kriminal dan apa kata orang tentang aliran yang diikuti dan disebarkannya.

(6)

tidak mampu menggunakan akal sehatnya dan menjadi kebenaran sejati ajaran agamanya sebagai pedoman hidup, tetapi juga akan merusak jiwa, raga, dan kehidupan sosialnya. (www.pikiranrakyat.com,14 Agustus 2011.)

Sebagai contoh perkara pidana penistaan agama Ahmaddiyah di kawasan hukum Pengadilan Negeri kelas 1 Tanjung Karang. Yang akan dijdikan sebagai sample oleh penulis guna untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada. Karena seperti diketahui, banyak aliran-aliran sesat yang sifatnya penistaan terhadap agama dan bahkan timbulnya aspek kejahatan artiya pada dasarnya setiap agama mengajarkan kebaikan, namun bila suatu agama telah menyimpang dari ajaran sehingga menimbulkan suatu tindak pidana dan dilakukan berulang-ulang, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu kejahatan atau tindakan kriminal.

Penistaan Agama kurang ditindak dengan tegas oleh hukum, padahal instrumen hukum yang mengatur hal tersebut ada. Penodaan agama, termasuk penghinaan kepada Nabi, menurut Syariat Islam, terancam hukuman yang cukup berat yaitu mati. Hal ini dilandaskan pada hadis riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas yang menerangkan seorang buta yang membunuh ibunya sendiri, karena si ibu tak mau berhenti melakukan penghinaan kepada Nabi. Nabi pun membenarkan tindakan orang tersebut. Penodaan agama dikualifikasikan jarimah atau suatu kejahatan. Akan tetapi, meski terancam hukuman mati, apabila si pelaku kejahatan bertobat kepada Allah sebelum proses peradilan dijalankan, ia dapat saja dilepaskan dari segala tuntutan hukum. (Al-Hadis)

(7)

atas dasar pertobatan. Adapun yang berlaku bagi perbuatan penyalahgunaan atau penodaan agama adalah sanksi hukum pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka penulis tertarik untuk menganalisa dan menuangkannya dalam tulisan yang berbentuk skripsi dengan judul:

“Analisis Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Dalam suatu penelitian perlu adanya suatu perumusan masalah agar penelitian tersebut terlaksana dengan baik dan terarah tepat sasaran, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah :

a. Apakah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan Penistaan Agama di Indonesia?

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan penistaan Agama di Indonesia?

2. Ruang lingkup

(8)

beranggapan bahwa tidak semua penistaan agama atau aliran sesat, terdapat unsur kriminologi didalamnya.

C. Tujuan dan kegunaan Penulisan

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat, adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan Penistaan Agama di Indonesia..

2. Untuk mengetahui penanggulangan kejahatan Penistaan Agama di Indonesia.

Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk :

1. Manfaat secara teoritis.

Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literature dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan Analisa Hukum dan Kriminologi mengenai Tindak Pidana Penistaan terhadap Agama oleh berbagai aliran sesat di Indonesia.

2. Manfaat secara praktis

(9)

terakhir ini adalah mengenai kelompok Quran Suci,satrio piningit, NII dan Qiyadah Al-Islamiyah. Dari berbagai kasus, dapat disimpulkan juga bahwa target-target yang akan direkrut kebanyakan adalah kalangan anak muda khususnya wanita, target ini biasanya memiliki semangat Islam tinggi, namun pemahaman agamanya masih rendah. Untuk itu, skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas wawasan dan cakrawala berfikir terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di atas.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Menurut (Soerjono Soekanto,1984:124) Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikirran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. Berdasarkan Pancasila Negara Indonesia merupakan Negara ketuhana yang memiliki beberapa agama yang diakui di dalamnya hal tersebut telah diatur dalam UUD 1945 ayat (1), bahwa; Negara Berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Dan kita sebagai warga Negara Indonesia diberi kebebasan untuk memilih agama dan beribadah sesuai dengan agama yang dianut, hal tersebut diatas juga telah diatur dalam UUD 1945 pasal 29 ayat (2), bahwa; “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Namun dalam isi UUD 1945 pasal 29 ayat (2) ternyata banyak disalah artikan oleh masyarakat.

(10)

menyebabkan terjadinya penistaan agama di Indonesia dan bahkan ada yang menyebabkan terjadinya tindak pidana dan kejahatan. Masyarakat telah lalai bahwa, hanya 5 agama yang diakui di Indonesia. Anehnya tidak hanya para penganut aliran sesat yang melakukan tindak pidana dan kriminologi, namun ada beberapa golongan masyarakat yang menganggap dirinya benar melakukan tindak pidana dan suatu kejahatan.

Penistaan Agama kembali menjadi pembicaraan di masyarakat Indonesia. Wacana ini tidak dapat dilepaskan dari ‘kepopuleran’ AlQiyadah Al-Islamiyah yang belakangan tengah dihujat oleh sebagian kalangan. Penistaan yang dipimpin oleh Ahmad Mushaddeq ini semakin tenar karena media nasional tiada henti mewartakan aliran ini. Al-Qiyadah hanyalah satu dari sekian banyak aliran yang dicap menista Agama yang berkembang di Indonesia.

Penistaan Agama marak karena mereka pada umumnya menawarkan surga yang bersifat instan. Selanjutnya adanya penistaan Agama yang melakukan tindak pidana penipuan yang menjanjikan pembersihan dosa dengan syarat pembayaran sejumlah uang kepada pengikutnya. Selain itu, sejumlah aliran sesat terkadang juga menawarkan aturan yang meringankan pengikutnya berupa pengurangan kewajiban-kewajiban yang selama ini berlaku di agama konvensional. Faktor lain yang mendorong tumbuh suburnya penistaan Agama, adalah ringannya sanksi pidana yang berlaku sehingga tidak memberikan efek jera terhadap pelaku penista Agama.

(11)

”Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Dengan demikian, penulis dapat memahami dengan baik penjelasan dan teori dalam kriminologi. Teori adalah bagian dari penjelasan mengenai “sesuatu”. Adapun beberapa teori-teori dalam penelitian ini digunakan guna membantu penelitian adalah;

a. Teori sebab-sebab kejahatan 1) Teori Ekologis

Teori-teori ini mencoba dan mencari sebab kejahatan dari aspek-aspek tertentu baik dari lingkungan manusia maupun sosial seperti;

a) Kepadatan penduduk b) Mobilitas dan Emigrasi

c) Hubungan kota dan desa, urbanisasi dan urbanisme. d) Daerah kejahatan dan perumahan

2) Teori Konflik Budaya

(12)

santoso dan Eva Achjani Zulfa,2001,hal.79) 3) Teori Faktor Ekonomi

Pandangan bahwa kehidupan ekonomi merupakan hal yang fundamental bagi seluruh struktur sosial dan cultural. Kondisi-kondisi dan perubahan-perubahan ekonomi mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kejahatan antara lain dipengaruhi oleh faktor ekologis dan kelas.

4) Teori Diferensiasi Sosial

Sebelum teori Diferensiasi sosial diajukan oleh E. Sutherland, pergaulan sudah ditunjuk sebagai faktor yang dapat menimbulkan kejahatan. Teori ini berdasarkan pada proses belajar, yaitu prilaku yang dipelajari. (Topo santoso dan Eva Achjani Zulfa,2001,hal.74)

b. Teori Penanggulangan Kejahatan

Berdasarkan teori-teori penyebab kejahatan diatas maka timbul suatu teori yang bersifat pencegahan atau penanggulangan kejahatan yaitu Teori kontrol sosial. Teori ini menyatakan bahwa ada suatu kekuatan pemaksaan di dalam masyarakat bagi setiap warganya untuk menghindari niat melanggar hukum. Dalam kaitan ini ada beberapa konsep dasar dari kontrol sosial yang bersifat positif, yakni Kasih Sayang (Attachment), Keterikatan Seseorang Pada Subsistem(Commitment),Ketertiban (Involvemen), dan Kepercayaan (Beliefs), yang diyakini merupakan mekanisme penghalang bagi seseorang yang berniat melakukan pelanggaran hukum. (Anwar Yesmil Adang,2011,hal 170)

Selanjutnya, menurut Albert J. Reiss Jr membedakan dua macam kontrol yaitu:

(13)

mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2) Social Control adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma-norma atau peraturan-peraturan menjadi efektif. (Anwar Yesmil Adang,2011,hal 171)

2. Konseptual

Menurut (Soerjono Soekanto, 1986:132) Kerangka konseptual adalah merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti atau di inginkan. Kerangka konseptual yang diketengahkan akan dibatasi pada konsepsi pemakaian judul dalam tulisan ini yaitu analisis yuridis terhadap tindak pidana persetubuhan yang dilakukan anak terhadap anak di bawah umur. Adapun pengertian dari istilah tersebut adalah :

a. Analisis adalah penyidikan dan penguraian terhadap suatu masalah untuk mengetahui keadaan yang sebanar-sebenarnya. (kamus besar bahasa indonesia, 1997:34)

b. Kriminologis adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. (buku kriminologi, Topo Santoso, dan Eva Achjmani Zulfa, 2001)

c. Analisis Kriminologis adalah Penyidikan dan menguraikan terhadap suatu masalah untuk mengetahui tentang suatu kejahatan. (Kriminologi, 2010:170)

(14)

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut :

I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini membahas mengenai teori-teori yang terkait mengenai pustaka yang digunakan untuk menganalisa masalah-masalah yang terkait dengan pengertian pidana, tindak pidana penistaan agama dan kriminologi.

III METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang memberikan penjelasan tentang langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian yaitu diawali dengan pendekatan masalah mengenai faktor penyebab dan penanggulangan kejahatan penistaan agama di indonesia.

(15)

Pada bab ini merupakan hasil penelitian yang di analisa khusus tentang fakta-fakta yang di bahas mengenai penyebab terjadinya kejahatan penistaan agama dan juga upaya penanggulangan kejahatan penistaan agama yang ada di indonesia.

V PENUTUP

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum Pidana dan Tindak Pidana

Hukum pidana adalah : hukum yang mempelajari mengenai perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum (berupa pidana) dan hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan (jenis pidananya). Hukum Pidana terdiri dari Hukum Pidana Materil (Hukum Pidana) dan Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana).

Hukum Pidana mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatankejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan hukum, yaitu :

a. Badan peraturan perundangan negara, seperti : negara, lembaga-lembaga negara, pejabat negara, pegawai negeri, undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya.

b. Kepentingan hukum tiap manusia, seperti : jiwa, raga, kehormatan, kemerdekaan, hak milik, harta benda dan sebagainya

Jadi hukum pidana mengatur kepentingan umum. Hukum pidana tidak membuat peraturan-peraturan yang baru, melainkan mengambil dari peraturan-peraturan-peraturan-peraturan hukum yang lain yang bersifat kepentingan umum. Setiap serangan atas kepentingan hukum perseorangan di samping menyangkut urusan hukum perdata, juga adakalanya menjadi urusan hukum pidana, seperti pencurian, penghinaan dan sebagainya. Hukum pidana bersifat memaksa dan mencegah agar tidak terjadi perkosaan terhadap hak-hak manusia sebagai anggota masyarakat.

Secara singkat tujuan hukum pidana adalah :

(17)

b) Untuk mendidik orang telah pernah melakukan permbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam lingkungan kehidupannya.

Setelah diketahui mengenai pengertian hukum pidana, selanjutnya akan dilihat mengenai peristiwa pidana atau tindak pidana. Tindak pidana adalah perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum yang dapat dinyatakan sebagai tindak pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya, yang terdiri dari :

a). Unsur objektif, yaitu suatu tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Yang menjadikan titik utama dari pengertian objektif di sini adalah tindakannya.

b). Unsur subjektif, yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang).

Selanjutnya syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu tindak pidana, adalah: a). Harus ada suatu perbuatan.

b). Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yagn dilukiskan dalam ketentuan hukum. Artinya, perbuatan itu sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu.

c). Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan.

d). Harus berlawanan dengan hukum. Artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum dimaksudkan kalau tindakannya nyata-nyata bertentangan dengan aturan hukum.

(18)

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku sekarang diadakan dua macam pembagian tindak pidana, yaitu kejahatan yang ditempatkan dalam Buku ke II dan pelanggaran yang ditempatkan dalam Buku ke III. Ternyata dalam KUHP, tiada satu Pasal pun yang memberikan dasar pembagian tersebut, walaupun pada bab-bab dari buku I selalu ditemukan penggunaan istilah tindak pidana, kejahatan atau pelanggaran. Kiranya cirri-ciri pembedaan itu terletak pada penilaian-kesadaran hukum pada umumnya dengan penekanan kepada delik hukum dan delik undang-undang.

Beberapa sarjana mengemukakan sebagai dasar pembagian tersebut bahwa delik hukum sudah sejak semula dapat dirasakan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum sebelum pembuat undang-undang menyatakan dalam undang-undang. Sedangkan delik undang-undang baru dipandang/dirasakan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum, setelah ditentukan dalam undang-undang.

Sebagai contoh dari delik hukum antara lain adalah pengkhianatan, pembunuhan, pencurian, perkosaan, penghinaan dan sebagainya, dan contoh dari delik undang-undang antara lain adalah pelanggaran, peraturan lalu lintas di jalan, peraturan pendirian perusahaan, peraturan pengendalian harga dan lain sebagainya. Sarjana lain yaitu VOS tidak dapat menyetujui bilamana dikatakan bahwa dasar pembagian pelanggaran adalah karena sebelumnya tindakan-tindakan tersebut tidak dirasakan sebagai hal yang melanggar kesopanan atau tak dapat dibenarkan oleh masyarakat karena :

(19)

b. Ada beberapa kejahatan seperti Pasal-Pasal 303 (main judi), 396 (merugikan kreditur) yang justru dapat dirasakan sebelumnya sebagai tindakan yang melanggar kesopanan.

Dasar pembedaan lainnya dari kejahatan dan pelanggaran yang dikemukakan adalah pada berat/ringannya pidana yang diancamkan. Untuk kejahatan diancamkan pidana yang berat seperti pidana mati atau penjara/tutupan. Ternyata pendapat ini menemui kesulitan karena pidana kurungan dan denda diancamkan, baik pada kejahatan maupun pelanggaran. Dari sudut pemidanaan, pembagian kejahatan sebagai delik hukum atau pelanggaran sebagai delik undang-undang, tidak banyak faedahnya sebagai pedoman. Demikian pula dari sudut ketentuan berat/ringannya ancaman pidana terhadapnya, seperti yang dikemukakan di atas, sulit untuk dipedomani. Dalam penerapan hukum positif tiada yang merupakan suatu kesulitan, karena dengan penempatan kejahatan dalam buku kedua dan pelanggaran dalam buku ketiga, sudah cukup sebagai pedoman untuk menentukan apakah sesuatu tindakan merupakan kejahatan atau pelanggaran.

Mengenai tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan lainnya setingkat dengan KUHP telah ditentukan apakah ia merupakan kejahatan atau pelanggaran. Sedangkan tindak pidana yang diatur dalam peraturan yang lebih rendah tingkatannya (peraturan pemerintah, peraturan-peraturan gubernur/kepala daerah dan sebagainya) pada umumnya merupakan pelanggaran.

(20)

a. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum b. Peristiwa pidana

c. Perbuatan pidana dan d. Tindak pidana

Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai istilah Het Strafbare feit antara lain :

a. Rumusan Simon

Simon merumuskan Een Strafbaar feit adalah suatu handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian beliau membaginya dalam dua golongan unsur, yaitu : unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah tertentu, dan unsur subjektif yang berupa kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab dari petindak.

b. Rumusan Van Hammel

Van Hammel merumuskan Strafbaar feit itu sama dengan yang dirumuskan oleh Simon, hanya ditambah dengan kalimat “tindakan mana bersifat dapat dipidana”.

c. Rumusan VOS

VOS merumuskan Strafbaar feit adalah suatu kelakukan manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diancam dengan pidana.

d. Rumusan Pompe

(21)

umum.

(Wirjono prodjodikoro,1980hal 121)

Para sarjana Indonesia juga telah memberikan definisi mengenai tindak pidana ini, yaitu : a. Karni mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan yang boleh dihukum.

b. R. Tresna mendefinisikan tindak pidana sebagai peristiwa pidana. c. Moeljatno mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan pidana.

d. Wirdjnono Prodjodikoro mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku itu dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.

Setelah melihat pendapat beberapa ahli mengenai pengertian tindak pidana, maka selanjutnya dapat dikatakan bahwa tindak pidana adalah terdiri dari dua suku kata yaitu tindak dan pidana. Istilah tindak dan pidana adalah merupakan singkatan dari tindakan dan penindak. Artinya ada orang yang melakukan suatu tindakan, sedangkan orang yang melakukan tindakan itu dinamakan penindak. Mungkin suatu tindakan dapat dilakukan oleh siapa saja, tetapi dalam banyak hal suatu tindakan tertentu hanya mungkin dilakukan oleh seseorang dari suatu golongan jensi kelamin saja, atau seseorang dari suatu golongan yang bekerja pada negara/pemerintah (pegawai negeri, militer, nakhoda dan sebagainya) atau seseorang dari golongan lainnya. Jadi status seseorang petindak harus ditentukan apakah ia salah seorang dari “barang siapa”, atau seseorang dari suatu

golongan tertentu. Bahwa jika ternyata petindak itu tidak hanya orang saja melainkan juga mungkin berbentuk badan hukum.

(22)

masyarakat, baik yang langsung atau tidak langsung terkena tindakan tersebut. Pada umumnya untuk menyelesaikan setiap tindakan yang sudah dipandang merugikan kepentingan umum di samping kepentingan perseorangan, dikehendaki turun tangannya penguasa. Apabila penguasa tidak turun tangan, maka tindakan-tindakan tersebut akan merupakan sumber kekacauan yang tak akan habis-habisnya. Demi menjamin keamanan, ketertiban dan kesejahteraan dalam masyarakat, perlu ditentukan mengenai tindakan-tindakan yang dilarang atau yang diharuskan.

Pelanggaran kepada ketentuan tersebut diancam dengan pidana. Singkatnya perlu ditentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilarang atau diharuskan dan ditentukan ancaman pidananya dalam perundang-undangan. Penjatuhan pidana kepada pelanggar, selain dimaksudkan untuk menegakkan keadilan, juga untuk mengembalikan keseimbangan kejiwaan dalam masyarakat.

B. Pengertian Tindak Pidana Penistaan Agama

Perlu diketahui bahwa Code Penal sendiri tidak mengatur mengenai delik agama, yang ada hanyalah undang-undang mengenai Godslastering di Negeri Belanda pada tahun 1932 yang terkenal dengan nama Lex Donner oleh Menteri Donner yang menciptakan undang-undang tersebut. Undang-undang di Jerman dalam Strafgesetzbuch mencantumkan delik agama dalam Pasal 166, tampaknya menjadi model dan ilham bagi Negeri Belanda, yang tidak memiliki aturan mengenai delik agama tersebut di tengah-tengah kehidupan hukum di sana dan tidak mengadakan transfer ke KUHP Indonesia.

(23)

melakukan perbuatan :

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di negeri Belanda, Jerman dan lain-lain, bahwa ucapan, pernyataan ataupun perbuatan-perbuatan yang mengejek Tuhan, memiliki peraturan sendiri, suatu Godslasteringswet di samping peraturan-peraturan yang bersangkutan dengan delikdelik agama, ataupun pernyataan terhadap Tuhan, Nabi dan lain-lainnya dituangkan dalam satu ketentuan seperti di Inggris, yaitu blasphemy.

Selanjutnya Oemar Seno Adji berpendapat, tindak pidana penistaan terhadap agama di Indonesia sendiri diatur di dalam Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP, yang dimasukkan pada tahun 1965 dengan Penpres No. 1 Tahun 1965 ke dalam kodifikasi mengenai delik agama. Namun demikian, Indonesia dengan Pancasila dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai causa prima, tidak memiliki suatu aturan terhadap serangan kata-kata mengejek terhadap Tuhan. Tidak terdapat di sini suatu perundang-undangan semacam Godslasteringswet ataupun blasphemous libel di atas. Hal ini dikemukakan sebagai suatu kekurangan yang vital dalam suatu negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(24)

perasaan bermusuhan, benci atau merendahkan dengan objek dari perbuatan pidana tersebut, ialah golongan penduduk, yang kemudian diikuti oleh interprestasi otentik.

Dikatakan dalam Pasal 156 KUHP kemudian, bahwa yang dimaksudkan dengan golongan penduduk ialah golongan yang berbeda, antara lain karena agama dengan golongan penduduk yang lain. Maka suatu pernyataan perasaan di muka umum yang bermusuhan, benci atau merendahkan terhadap golongan agama, dapat dipidanakan berdasarkan Pasal 156 KUHP. Selanjutnya istilah dalam bahasa Belanda, yaitu ongelukkig adalah pernyataan yang ditujukan terhadap golongan agama. Selanjutnya Pasal 156a KUHP memidanakan barangsiapa di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :

a. yang pada pokoknya bersifat bermusuhan, penyalagunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Seperti telah dikemukakan di atas, pasal ini dimasukkan dalam kodifikasi delik agama pada Penpres No. 1 Tahun 1965, di mana dalam Pasal 1 Penpres tersebut melarang untuk dengan sengaja dimuka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan mana menyimpang dari pokok ajaran agama itu.

(25)

agama, jaksa agung dan menteri dalam negeri. Jika yang melanggar itu suatu organisasi atau aliran kepercayaan, ia oleh presiden setelah mendapat pertimbangan dari menteri agama, menteri/jaksa agung dan menteri dalam negeri, dapat dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi/aliran terlarang.

Jika setelah diadakan tindakan-tindakan sebagaimana tersebut di atas, ia masih terus melanggar ketentuan dalam Pasal 1 itu, maka orang/anggota atau anggota pengurus dari organisasi/aliran tersebut dipidana penjara selama-lamanya lima tahun. Sandaran dari peraturan tersebut adalah pertama-tama melindungi ketenteraman beragama dari pernyataan ataupun perbuatan penodaan/penghinaan serta ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

C. Pengertian Kriminologis

Dalam memberikan pengertian ataupun rumusan apa yang disebut dengan kriminologi pada prinsipnya belum terdapat suatu definisi yang sama antara pendapat yang satu dengan pendapat-pendapat penulis lainnya, hal ini disebabkan adanya perbedaan pandangan para sarjana-sarjana kriminologi. Namun demikian dalam hal memberikan rumusan apa yang dimaksud dengan kriminologi, maka penulis akan mencoba mengemukakan pengertian kriminologi baik ditinjau dari segi tata bahasa (etimologi) dan juga beberapa pendapat dari para sarjana. Secara etimologi, kriminologi sebagaimana yang dimuat di dalam buku karangan Ediwarman, yang berjudul Selayang Pandang Tentang Kriminologi menyebutkan bahwa kriminologi berasal dari dua suku kata, yaitu Crime = kejahatan, Logos = ilmu pengetahuan. Jadi kalau diartikan secara lengkap, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan.

(26)

dikemukakan oleh beberapa sarjana , antara lain:

1. Menurut Hurwitj, kriminologi adalah, : “ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai gejala masyarakat (Social Phenomenon Sutherland), sekarang ini dimasukkan ke dalamnya, usaha-usaha untuk mengatasinya (menanggulangi), memperbaiki kelakuan jahat, memberantas, setidak-tidaknya mengusahakan mengurangi kejahatan atau mencegah kejahatan.

2. Menurut Michael dan Adler berpendapat bahwa, “kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka, dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penerbit masyarakat dan oleh para anggota masyarakat.

3. Menurut Wood berpendirian bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian dengan perbuatan jahat dari penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat.

4. Menurut Wilhelm Sauer berpendapat bahwa kriminologi adalah merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan individu dan bangsa-bangsa yang berbudaya, sehingga objek penelitian kriminologi ada dua, yaitu:

a. perbuatan individu b. perbuatan / kejahatan

5. Menurut Moeljatno, kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu. (JE. Sahetapy,1992 hal 7)

(27)

satu hal penting yang mempunyai persamaan di mana perumusan itu secara keseluruhan mempergunakan istilah perbuatan jahat dan atau penjahat.

D. Pengertian Penanggulangan Kejahatan

Serangkaian upaya yang digunakan dalam pencegahan kejahatan, guna untuk tidak tercapainya kebutuhannya dengan cara melanggar rnorma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Penanggulangan kejahatan Menurut GP Hoefnagles dapat ditempuh dengan:

a. Penerapan hukum pidana (criminal law application) b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kejahatan dan pemidanaan melalui mass media (influencing views of society on crime and punishment)

Untuk kategori pertama dikelompokkan ke dalam upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal, sedangkan kedua dan ketiga termasuk upaya penanggulangan kejahatan melalui jalurnon

(28)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan penulis dalam penulisan ini menggunakan pendekatan pendekatan yuridis empiris dan dibantu juga dengan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari kenyataan yang ada dilapangan guna mendapatkan data dan informasi yang dapat dipercaya kebenarannya mengenai Analisis Yuridis terhadap aspek kriminologis terhadap tindak pidana penistaan agama di Indonesia.

Dan dalam penelitian ini juga menggunakan Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari, melihat dan menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum yang berkenaan dengan permasalahan tentang mengenai Analisis Yuridis terhadap aspek kriminologis terhadap tindak pidana penistaan agama di Indonesia.

(29)

B. Sumber dan Jenis Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui penelitian dengan mempelajari kenyataan yang ada dilapangan guna mendapatkan data dan informasi yang dapat dipercaya kebenarannya dan kepustakaan (Library Research) untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

Sumber data kepustakaan diperoleh dari : 1. Bahan Hukum Primer, terdiri dari :

a. Norma atau kaedah dasar ; b. Peraturan dasar ;

c. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana penistaan agama di Indonesia beserta peraturan-peraturan terkait lainnya.

2. Bahan Hukum Sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini. Selanjutnya Situs Web juga menjadi bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.

(30)

1. Penentuan Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan objek sebagai keseluruhan sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian. Dalam menentukan populasi disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan dianggap telah mewakili karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi Populasi adalah MUI Lampung, dan pelaku penista agama.

2. Penentuan Sampel

Sampel adalah sebagian data yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu yang mewakili populasi, (Burhan Ashshofa, 2001 : 79). Sampel ditentukan secara Purposive Sampling berarti sampel yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dan dianggap telah mewakili terhadap masalah yang hendak digambarkan dan dicapai. Responden yang dapat mewakili populasi dan mencapai tujuan dalam penelitian ini adalah :

a. Akademisi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 orang b. Kepala MUI Bandar Lampung : 1 orang c. Pelaku Penista Agama Ahmadiyah : 2 orang+

jumlah : 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan data

(31)

a. Studi Kepustakaan

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan(Library Research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

b. Studi lapangan

Studi lapangan yaitu pengumpulan data primer yang dilakukan dengan cara mengadakan wawancara kepada beberapa nara sumber dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan. Studi lapangan dilakukan di MUI provinsi Lampung, akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung, pelaku penistaan agama khususnya di daerah Lampung.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data yang dikehendaki terkumpul, baik dari studi kepustakaan maupun dari studi lapangan, maka data dapat diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(32)

b. Cooding, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban pada para responden menurut macamnya. Klasifikasi ini dilakukan dengan menandai masing-masing jawaban itu dengan tanda kode tertentu agar memudahkan dalam menganalisa data.

c. Sistematisasi Data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap pokok bahasan secara sistematis.

E. Analisa Data

(33)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyebab timbulnya kejahatan penistaan agama didasari oleh faktor; Pertama, minimnya pengetahuan mengenai ilmu Agama, sehingga dalam pergaulan hidup sehari-hari dapat dipengaruhi oleh penistaan Agama yang dianggap sesat yang memiliki faham berbeda dengan ajaran agama yang diakui sebenarnya. Sehingga dapat dengan mudah Doktrin-doktrin dari aliran sesat tersebut masuk ke pada orang-orang yang minim ilmu tentang Agama. Kedua, Lemahnya penegakan hukum, dalam penegakan hukum tindak pidana penistaan Agama selalu bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM), dan kepentingan sosial yang menyangkut orang banyak. Sehingga dalam penjatuhan hukuman bagi pelaku penistaan Agama adanya ketidak tegasan dalam pengambilan keputusan oleh para penegak hukum sehingga tidak maksimal yang dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan bagi oknum-oknum yang lain. Ketiga, munculnya pembela aliran sesat atau penista agama, munculnya pembelaan-pembelaan bagi para penista agama yang mengatasnamakan akan hak Asasi Manusia (HAM) membuat para penista agama beranggapan bahwa keyakinan yang mereka jalankan adalah benar berdasarkan Hak Asasi Manusia (HAM) dan menumbuhkan rasa keberanian untuk mempertahankan keyakinan tersebut. Keempat, media tidak berpihak pada umat islam, dalam pemberitaan di media

(34)

menyebabkan umat islam, takut akan penistaan Agama tersebut menyebar dan merusak ajaran agama islam yang berdasarkan syariat. Dalam hal ini pun tidak ada kontrol dari pemuka islam yang ada sehinggan terjadi kerusuhan.

2. Penanggulangan kejahatan penistaan Agama, berikut ini adalah upaya yang dapat dilakukan dalam penanggulangn kejahatan penistaan Agama adalah; Pertama, Usaha Pencegahan (Preventif), ada istilah yang menyebutkan bahwa

lebih baik mencegah dari pada mengobati. Hal tersebut dapat dipakai dalam perkara penistaan Agama tersebut, sehingga dengan usaha penanggulangan dapat menekan pertumbuhan penistaan Agama dan aliran sesat. Hal lain yang dapat diperoleh dari pencegahan tersebut dapat meminimalisir proses peradilan yang berujung pada hukuman. Kedua,Usaha Penanggulangn (Represif), Usaha Penanggulangn sudah disiapkan oleh pemerintah jauh-jauh hari guna mengantisipasi persoalan penistaan Agama yaitu UU No. 1/PNPS/1965, Pasal 156 KUHP, dan SKB 3 Menteri. Ketiga, Usaha Pembinaan (Reformatif), pada dasarnya pelaku penistaan agama bukan merupakan kejahatan, mereka hanya sedang mencari tuhan dan terjerumus dalam kesesatan. Maka dari itu perlu adanya pembinaan agar dapat mengarahkan kejalan yang benar, sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas makayang menjadi saran penulis adalah ;

(35)

khususnya daerah terpencil dikarenakan pendidikan yang rendah khususnya Ilmu Agama sehingga masyarakat daerah rentan terdoktrin oleh oknum-oknum yang memiliki faham sesat. Salah satu cara adalah dengan membangun tempat peribadatan atau sarana- sarana penunjang keagamaan yang lain.

2. Direvisinya Undang-Undang yang mengatur mengenai tindak pidana Penistaan Agama tersebut, agar tidak terjadi kekosongan hukum sehingga tidak dapat di salah gunakan oleh oknum-oknum tertentu. Dan di spesifikan lagi mengenai pengaturan mengenai kejahatan penistaan Agama.

3. Dibentuknya Tim khusus selain jaksa guna mengawasi penyebaran dan penyimpangan yang dilakukan oleh ormas-ormas yang berdasarkan nama Agama.

4. Sikap tegas dari para penegak hukum guna untuk meminimalisir tindakan-tindakan anarkis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang menganggap dirinya “non sesat”.

5. Diberikannya pengertian-pengertian dan kontrol dari para pemuka agama non sesat agar tidak melakukan tindakan anarkis kepada penista agama. Bahwa ada penegak hukum yang dapat mengatasi permasalahan tersebut, hal ini harus di ikuti dengan sikap tegas dari para penegak hukum.

(36)

BUKU/ LITERATUR

Adang, Anwar Yesmil. 2010.Kriminologi.PT. Refika Aditama. Bandung.

Arief, Barda Nawawi. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung

Anwar Moch H A K. 1981. Beberapa ketentuan umum dalam buku pertama KUHP. Alumni. Bandung.

.Hukum pidana bagian khusus (KUHP Buku II). Alumni. Bandung

Ashshofa, Burhan. 2001.Metode Penelitian Hukum. PT Rineka Cipta. Jakarta. Dewantara Nanda Agung. 1988.Kemampuan Hukum Pidana Dalam

Menanggulangi Kejahatan Kejahatan Baru Yang Berkembang Dalam Masyarakat. Liberty. Yogyakarta

Djamali R. Abdoel. 1984.Pengantar Hukum Indonesia.Rajawali. Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud. 2010.Penelitian Hukum.Kencana. Jakarta Prasetyo, Teguh. 2010.Hukum Pidana. PT. Raja Grafindo. Jakarta

Prodjodikoro, Wirjono. 1980.Tindak Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Eresco jakarta. Bandung.

Sahetapy, JE. 1992. Kriminologi suatu pngantar. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. Santoso, Topo. Dan Eva Achjani Zulfa. 2001.Kriminologi. Rajawali Pers.

Jakarta.

Sianturi SR. 1996.Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya. Alumni Ahaem-Patehaem. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI Pres. Jakarta

dan sri Mamuji. 1994.Penelitian Hukum Normatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Soesilo R. 1996.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta komentar-Komentarnya Pasal Demi Pasal. Pliteia. Bogor.

Sunggono, Bambang. 1998. Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta

Susanto. 2011.Kriminologi. Genta Publishing. Bandung.

Universitas Lampung, 2007. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Yasin, Sulchan. 1997.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 Tentang Pencegahan penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

(37)

Pidana

SITUS INTERNET/ WEB

Ari Nursanti, Mewaspadai penyebaran aliran sesat, diakses dari situs http://www.wawasandigital.com.index.php/Senin/12/7/2011

Fenoma Aliran Sesat dan Makna Kebebasan Beragama, Diakses dari situs:

http://www.hukumonline.com/artikel/27/8/2011

H.M. Rizal Fadhilah,Aspek Hukum Pertobatan Mushaddeq, diakses dari situs : http://www.pikiran-rakyat.com/14/8/2011.

Melepas Jerat Aliran Sesat, diakses dari situs : http://www.cmm.or.id/cmm- 30 Maret 2012

MUI Tetapkan Kriterika Aliran Sesat, diakses dari situs :http://.google.com 30 Maret 2012

Tim Pengacara Muslim (TPM) Anggap Penindakan Aliran Sesat Sesuai Prinsip HAM, diakses dari situs:http://www.hukumonline.com/artikel/3/8/2011

(38)

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN

AGAMA DI INDONESIA

(Skripsi)

Oleh

WAHYU INDRA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(39)

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN

AGAMA DI INDONESIA

Oleh WAHYU INDRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(40)
(41)

DAFTAR ISI A. Pengertian Hukum Pidana dan Tindak Pidana ...15

B. Pengertian Tindak Pidana Penistaan Agama ...22

C. Pengertian Kriminologis ...25

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ...31

1. Prosedur Pengumpulan Data ...31

2. Prosedur Pengolahan Data ...32

(42)

A. Karakteristik Responden ...33 B. Penyebab Kejahatan Penistaan Agama ...34 C. Penanggulangan Kejahatan Penistaan Agama ...42

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ...51 B. Saran ...53

(43)

MOTTO

Jadikan Hidup, Lebih Hidup

(Starmild)

Selalu Berbagi Kebahagiaan Kepada Semua

Orang Dengan Tersenyum, Meskipun Itu Pahit.

Di balik suatu musibah atau hambatan,

Yakinlah, Allah SWT Memiliki Rencana Lain

Yang Lebih Baik Buat Kita

(44)

Judul Skripsi :ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA

Nama Mahasiswa :Wahyu Indra No. Pokok Mahasiswa : 0742011337

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. NIP : 196208171987032003 NIP : 196004061989031003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(45)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H...

Sekretaris :Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. ...

Penguji Utama :Firganefi, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.Sc. NIP : 196211091987031003

(46)
(47)

ERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan Puji dan Syukur ALLAH SWT

atas Rahmat dan Hidayah-Nya, saya persembahakan

sebuah karya sederhana iniSkripsi ini kepada

Keluarga tersayang

Papa, Mama, Adik-adiku, Popo, Kung-kung, Kakek, Nenek,

Suksuk, Kuku, Om, Tante.

I Love You All ...

Keluarga BKBH

Ketua Serta Tim Dosen BKBH, dan Para Petugas BKBH

(48)

RIWAYAT HIDUP

Wahyu Indra dilahirkan di Punggur, Lampung Tengah, 10 September 1989, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Hendri Afi dan Ibu Dwi Yuli Astuti.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak KARTIKA, Punggur Lampung Tengah. Kemudian, penulis menyelesaikan pendidikan formal pada Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 01 Tanggulangin, Punggur Lampung Tengah pada tahun 2001. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 01 Punggur, Lampung Tengah pada tahun 2004. Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 01 Kota Gajah pada tahun 2007.

(49)

SANWACANA

Assallamu ‘alaikum Wr. Wb.

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan bimbingan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak, maka dalam esempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., Ketua bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., Pembimbing Akademik yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan dari pertama masuk kuliah hinggan selesai dalam penulisan Skripsi ini; 4. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya

untuk membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan Skripsi ini;

5. Bapak Gunawan Djatmiko, S.H., M.H., Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan Skripsi ini;

6. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku pembahas I yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan dalam penyusunan Skripsi ini;

7. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H., selaku pembahas II yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan dalam penyusunan Skripsi ini;

8. Bapak Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H., selaku nara sumber bidang akademisi dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, guna memberikan pengetahuannya dalam penyusunan Skripsi ini;

(50)

10. Bapak Ponco Nugroho, selaku pelaku penista Agama, yang memberikan informasi dalam penyusunan Skripsi ini;

11. Bapak Ahmad Asikin, selaku pelaku penista Agama, yang memberikan informasi dalam penyusunan Skripsi ini;

12. Bapak ibu dosen Fakultas hukum Universitas Lampung yang telah mencurahkan segenap kesabaran dan kemampuan dalammendidik penulis selama menjalani masa perkuliahan. 13. Dosen-dosen BKBH, Bang Rey (ketua BKBH), Pak Safruddin (Penasehat BKBH), Pak Dwi,

Bang Deni, Bang Depri, Bang Yoga, Bang Dita, Bu Ani. Atas bimbingan, pengalaman, pengetahuan dan ilmu yang berharga, yang telah diberikan sebagai bekal kesuksesan dikemudian hari;

14. Pak Saff dan Pak Dwi yang telah menjadi figur seorang ayah guna untuk membimbing anak-anaknya, agar sukses nanti;

15. Bang Rey, Bang Deni, Bang Depri, Bang Yoga, Bang Dita, Bu Ani. Yang telah menjadi figur seorang kakak yang mengingatkan, mengajari, membantu, dan mengawasi adik-adiknya agar sukses nanti;

16. Sahabat-sahabat BKBH, Eko (Ko’e), Komeng (Ikowin), Jhon (Nias), Septian (An-an), Ivin (pinpin), Arif (Ngilmu), Adel (Delli), Mona (Mon-mon), Asri (Cie-cie). Yang telah bersama-sama berbagi pengalaman dan suka-duka terima kasih atas kebersamaannya;

17. Adik-adik junior BKBH, Rifki, Amri, Ferry, Soleh, Yoga2, Tary, Welli, Vanny, Aci atas doa dan bantuannya;

18. Tim Pemantau Peradilan KPK, Bang Jali, Bang Rudi, caki, Prabu, trimakasih atas kerjasama dan bimbingannya;

19. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, Mas Narto, Ibu Harniah, Mbak Dian, Mbak Sri, Mbak Yani, Mbak Yanti, Kyai Basir, Kyai Apri, Kyai Zamroni, Mas Teguh, Mas Misyo dan karyawan lainya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang ikut andil dan membantu penulis demi kelancaran semua urusan administrasi selama menjalani masa perkuliahan;

(51)

21. Kung-kung, Popo, Kakek, Nenek, Om, Tante, Suk Akiong (Rudi Susanto), Suk Ayung, Suk Sinsin, Suk Minmin, Ku Nyuncin, Ku Tina, Ku Meycen. Trimakasih atas bantuan dan bimbingannya baik Formil maupun Materil;

22.✁✂ ✄ ☎XOXO, Seseorang yang spesial dalam hidupku yang selalu menemaniku baik suka

maupun duka serta kasih sayangnya, yang selalu memberikan semangat, dorongan dan inspirasi;

23. Om, Tante, mas Devid, mas Ivan, Fredi. Trimakasih semua dukungannya;

24. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Lampung, Satria, Seto, Agung, Rangga, Kamal, Heri, Doyok, Okto, Veno, Erwin pono, Luri, Bendol, Puji, Aldi, Andre holan, Arif, Ibror, Jaka, serta teman-teman yang lainnya;

25. Keluarga besar Pak Nanang, Tante, Chouragy Agustansah, Chintya Felisiane, Desti, Kevin, Pio dan Adek Dean. Trimakasih atas Bimbingan dan bantuannya;

26. Ruang Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH), yang telah membarikan wadah bagi penulis dalam menimba ilmu dan pengalaman;

27. Almamaterku Tercinta;

28. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan dan menyelesaikan Skripsi ini;

Semoga Allah SWT menerima dan membalas semua kebaikan pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan ini. Saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati demi perbaikan penulisan skripsi ini. Akhirnya harapan penulis semoga Skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi masyarakat, para mahasiswa, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis.

Wallaikum Salam Wr. Wb.

Bandar Lampung, Mei2012 Penulis,

(52)

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran faktor risiko ibu hamil risiko tinggi di RSUD Panembahan Senopati Bantul pada Bulan Februari 2014, yaitu berdasarkan faktor risiko kelompok I atau Ada Potensi Gawat

Nabi-nabi yang menulis belakangan itu melihat kembali ke masa kerajaan yang bersatu sebagai masa terbentuknya prinsip-prinsip ideal yang penting dari perjanjian kerajaan..

Mahasiswa mampu memahami Pembangkit daya nonkonvensional dan konversi energi langsung (lanjutan); Pembangkit listrik pasang surut, pembangkit listrik tenaga surya,

Tahapan penelitian ini meliputi penyulingan minyak atsiri serai wangi, identifikasi komponen kimia minyak atsiri dengan GC-MS, pengujian toksisitas minyak atsiri,

Itulah sebabnya dalam pasal ini, dianjurkan bagi setiap orang untuk memilih ilmu yang dianggapnya paling tepat dan bermanfaat serta sanggup ia kuasai bagi dirinya.. Namun

FORMULIR SURVEI PERHITUNGAN VOLUME LALU

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Sistem menerima akses Login dan kemudian langsung menampilkan halaman admin Sesuai Harapan Valid 5 Mengisikan data username yang benar,lalu mengisikan password