• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Metode Dua Tahap Durbin Dan Theil-Nagar Dalam Mengatasi Masalah Autokorelasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Metode Dua Tahap Durbin Dan Theil-Nagar Dalam Mengatasi Masalah Autokorelasi"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN METODE DUA TAHAP DURBIN DAN

THEIL-NAGAR DALAM MENGATASI

MASALAH AUTOKORELASI

SKRIPSI

RIKA LISTYA SARI

100803016

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERBANDINGAN METODE DUA TAHAP DURBIN DAN THEIL-NAGAR DALAM MENGATASI

MASALAH AUTOKORELASI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

RIKA LISTYA SARI 100803016

DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Perbandingan Metode Dua Tahap Durbin Dan Theil-Nagar Dalam Mengatasi Masalah Autokorelasi

Kategori : Skripsi

Nama : Rika Listya Sari Nomor Induk Mahasiswa : 100803016

Program Studi : Sarjana (S1) Matematika Departemen : Matematika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sumatera Utara

Diluluskan di Medan, Januari 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Pengarapen Bangun, M.Si Drs. Gim Tarigan, M.Si NIP. 19560815 198503 1 005 NIP. 19550202 198601 1 001

Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN METODE DUA TAHAP DURBIN DAN THEIL-NAGAR DALAM MENGATASI

MASALAH AUTOKORELASI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2015

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Perbandingan Metode Dua Tahap Durbin Dan Theil-Nagar Dalam Mengatasi Masalah Autokorelasi ” ini dengan baik.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Bapak Drs. Gim Tarigan, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Pengarapen Bangun, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan panduan, petunjuk dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Tulus, M.Si. Ph.D selaku ketua Departemen Matematika, Ibu Dra. Mardiningsih, M.Si selaku sekretaris Departemen Matematika, Bapak Dr. Open Darnius Sembiring, M.Sc dan Ibu Dra. Laurentina Pangaribuan, M.S selaku dosen penguji, seluruh staf pengajar Departemen Matematika dan pegawai di FMIPA USU.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang tercinta Ayahanda Kasmidi dan Ibunda Leginem serta adikku Asri Atmayani yang telah memberikan do’a dan dukungan dengan ikhlas demi keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan teman-temanku Dewi, Tria, Una, Lani, Ayu, Fitri, Ibah yang selalu memberikan bantuan kepada penulis serta teman-teman Matematika stambuk 2010 lainnya.

Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalasnya dengan kebaikan.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan tulisan ini.

Medan, Januari 2015 Penulis

(6)

PERBANDINGAN METODE DUA TAHAP DURBIN DAN THEIL-NAGAR DALAM MENGATASI MASALAH

AUTOKORELASI

ABSTRAK

Dalam membentuk suatu model persamaan regresi linier, terdapat beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi. Salah satu asumsi klasik tersebut menyatakan bahwa tidak adanya autokorelasi yang terjadi di antara kesalahan pengganggu atau error. Jika terjadi autokorelasi pada model regresi linier, maka penduga koefisien regresi yang diperoleh tidak lagi mempunyai varians yang minimum sehingga diperlukan cara atau metode untuk mengatasinya. Metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengatasi autokorelasi. Dalam penerapannya, metode Theil-Nagar memberikan hasil lebih baik dibandingkan metode Dua Tahap Durbin karena nilai penduga koefisien autokorelasi yang dihasilkan lebih mendekati nol.

(7)

THE COMPARISON OF DURBIN TWO-STAGE AND THEIL-NAGAR METHOD IN SOLVING THE PROBLEM OF

AUTOCORRELATION

ABSTRACT

In forming a linear regression model, there are several classical assumptions that must be satisfied. One of the classical assumptions states there is not exist autocorrelation that occurs between disturbance or error. If autocorrelation occured in linear regression model, the regression coefficient estimators no longer have minimum variance so that the method necessary to overcome them. Durbin two-stage and Theil-Nagar method are several methods that can be used to solve autocorrelation problem. In the research, Theil-Nagar method gives the better results compared to Durbin two-stage method because the resulting value of the autocorrelation coefficient have been close to zero.

(8)
(9)

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 41

5.1. Kesimpulan 41

5.2. Saran 41

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Aturan Pengambilan Keputusan pada Uji Durbin-Watson 17 4.1. Output Nilai d Durbin-Watson dan nilai �� Dua Tahap Durbin 29

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

(12)

PERBANDINGAN METODE DUA TAHAP DURBIN DAN THEIL-NAGAR DALAM MENGATASI MASALAH

AUTOKORELASI

ABSTRAK

Dalam membentuk suatu model persamaan regresi linier, terdapat beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi. Salah satu asumsi klasik tersebut menyatakan bahwa tidak adanya autokorelasi yang terjadi di antara kesalahan pengganggu atau error. Jika terjadi autokorelasi pada model regresi linier, maka penduga koefisien regresi yang diperoleh tidak lagi mempunyai varians yang minimum sehingga diperlukan cara atau metode untuk mengatasinya. Metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengatasi autokorelasi. Dalam penerapannya, metode Theil-Nagar memberikan hasil lebih baik dibandingkan metode Dua Tahap Durbin karena nilai penduga koefisien autokorelasi yang dihasilkan lebih mendekati nol.

(13)

THE COMPARISON OF DURBIN TWO-STAGE AND THEIL-NAGAR METHOD IN SOLVING THE PROBLEM OF

AUTOCORRELATION

ABSTRACT

In forming a linear regression model, there are several classical assumptions that must be satisfied. One of the classical assumptions states there is not exist autocorrelation that occurs between disturbance or error. If autocorrelation occured in linear regression model, the regression coefficient estimators no longer have minimum variance so that the method necessary to overcome them. Durbin two-stage and Theil-Nagar method are several methods that can be used to solve autocorrelation problem. In the research, Theil-Nagar method gives the better results compared to Durbin two-stage method because the resulting value of the autocorrelation coefficient have been close to zero.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Regresi merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu variabel terikat (dependent variable) dengan satu atau lebih variabel bebas (independent variable) serta dapat digunakan untuk memprediksi variabel terikat (Kutner, Nachtsheim dan Neter, 2004). Model regresi linier merupakan model regresi yang mempunyai fungsi regresi linier dalam parameter. Model regresi yang hanya melibatkan satu variabel terikat Y dan satu variabel bebas X disebut regresi linier sederhana sedangkan model regresi yang melibatkan lebih dari satu variabel bebas disebut model regresi linier berganda (Sembiring, 1995).

Dalam menduga nilai parameter �0,�1,�2, … ,� pada model regresi linier terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi yang dikenal sebagai asumsi klasik. Asumsi-asumsi tersebut yaitu:

1. � adalah sebuah variabel random riil dan berdistribusi normal, nilai

rata-rata dari� adalah nol atau �(�) = 0 dan variansnya yaitu �(�2) =2 adalah konstan untuk semua �

2. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu/error, berarti �������= 0 untuk � ≠ �

3. Tidak ada kolinieritas ganda (multicollinearity) diantara variabel X.

Jika suatu model regresi linier memenuhi semua asumsi di atas, maka penduga parameter yang diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil

(15)

parameter yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE dan nilai R2yang dihasilkan akan lebih tinggi dari nilai sebenarnya (overestimated). Autokorelasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan asosiasi atau ketergantungan bersama (mutual dependence) antara nilai-nilai suatu deret berkala (time-series) yang sama pada periode waktu berlainan (Makridakis, S. et-al., 1992). Secara harfiah

autokorelasi dapat diartikan sebagai adanya hubungan antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi pada regresi OLS, autokorelasi adalah hubungan antara satu variabel error dengan variabel error yang lain. Autokorelasi seringkali terjadi pada data time-series dan dapat juga terjadi pada data cross-section tetapi jarang (Widarjono, 2007).

Gujarati (1988) mengemukakan jika kita mempertahankan semua asumsi tadi kecuali tidak ada autokorelasi, penduga OLS akan mempunyai sifat-sifat berikut:

1. Penduga tadi tidak bias, yaitu dalam penyampelan berulang (bergantung atau bersyarat pada X yang tetap) nilai rata-ratanya sama dengan nilai populasi yang sebenarnya

2. Penduga tadi konsisten, yaitu dengan meningkatnya ukuran sampel secara tak terbatas, penduga tadi jatuh ke nilai yang sebenarnya

3. Penduga tadi tidak lagi efisien (mempunyai varians minimum) baik dalam sampel kecil maupun besar.

Oleh karena itu, diperlukan suatu metode atau cara yang dapat digunakan untuk mengatasinya. Prosedur umum untuk mengatasi masalah autokorelasi dalam model regresi asli adalah dengan membangun persamaan regresi beda umum, di mana variabel-variabel yang asli ditransformasikan ke dalam variabel

transformasi, berdasarkan suatu koreksi menggunakan koefien autokorelasi �. Cara mengatasi autokorelasi sangat bergantung pada informasi mengenai struktur dari autokorelasi tersebut. Dalam penelitian ini, kesalahan pengganggu/error diasumsikan mengikuti model autoregresif derajat satu atau skema AR(1) yaitu �� = ���−1+��. Apabila nilai dari koefisien autokorelasi (�) diketahui maka masalah autokorelasi dapat diatasi dengan mudah. Namun sebaliknya jika nilai �

(16)

Untuk menduga nilai � dapat digunakan beberapa metode antara lain: the first difference method, Theil-Nagar, Cochrane-Orcutt, Dua Tahap Durbin, dan Hildreth-Lu. Di antara metode tersebut, metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar adalah metode yang dapat digunakan langsung untuk menduga nilai

koefisien autokorelasi (�). Pada metode Dua Tahap Durbin, nilai � diduga dengan meregresikan � terhadap �,��−1�����−1 sedangkan pada metode Theil-Nagar, nilai � diduga dengan menggunakan rumus tertentu. Untuk mengetahui metode

mana yang memberikan nilai � lebih baik maka akan dilakukan perbandingan pendugaan � berdasarkan kedua metode tersebut melalui proses simulasi.

Simulasi adalah tiruan sistem nyata yang dikerjakan secara manual atau komputer, yang kemudian diobservasi dan disimpulkan untuk mempelajari karakterisasi sistem (Banks dan Carson, 1984). Dengan simulasi tersebut diharapkan akan memberikan kesimpulan terbaik mengenai perbandingan kedua metode tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian tugas akhir ini penulis mengangkat judul “Perbandingan Metode Dua Tahap Durbin Dan Theil-Nagar Dalam Mengatasi Masalah Autokorelasi ”

1.2 Perumusan Masalah

Dengan adanya autokorelasi dalam suatu data mengakibatkan penduga parameter regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE dan nilai R2yang dihasilkan akan lebih tinggi dari nilai sebenarnya (overestimated), sehingga diperlukan metode untuk mengatasinya. Dalam penelitian ini akan dilakukan pendugaan �

berdasarkan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar dalam membandingkan metode yang lebih baik.

1.3 Batasan Masalah

(17)

1. Autokorelasi dideteksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson

2. Kesalahan pengganggu/error � mengikuti model autoregresif derajat-satu

yaitu � =���−1+�

3. Kriteria pembanding dalam penelitian ini didasarkan atas nilai penduga koefisien autokorelasi (��) yang diperoleh dari kedua metode yaitu Dua

Tahap Durbin dan Theil-Nagar.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui metode mana yang lebih baik dari dua metode yaitu Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar yang digunakan untuk mengatasi masalah autokorelasi.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Sebagai bahan referensi tambahan dalam bidang statistika

2. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa agar lebih memahami penggunaan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar dalam mengatasi masalah autokorelasi.

1.6 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, tahapan-tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Membangkitkan data acak yang berdistribusi normal

2. Mendeteksi kehadiran autokorelasi

3. Melakukan pendugaan terhadap nilai koefisien autokorelasi �

4. Membandingkan nilai �� yang diperoleh berdasarkan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Regresi Linier

Analisis regresi linier merupakan suatu metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan antarvariabel. Hubungan tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk persamaan yang menghubungkan variabel terikat Y dengan satu atau lebih variabel bebas X1, X2, …, Xk. Dalam hal hanya terdapat satu variabel bebas,

maka model yang diperoleh disebut model regresi linier sederhana sedangkan jika variabel bebas yang digunakan lebih dari satu, model yang diperoleh disebut model regresi linier berganda (Nachrowi, 2008). Hubungan yang didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Penentuan variabel mana yang bebas dan mana yang terikat dalam beberapa hal tidak mudah dapat dilaksanakan. Studi yang cermat, diskusi yang seksama, berbagai pertimbangan, kewajaran masalah yang dihadapi dan pengalaman akan membantu memudahkan penentuan. Variabel yang mudah didapat atau tersedia sering digolongkan ke dalam variabel bebas sedangkan variabel yang terjadi karena variabel bebas itu merupakan

variabel terikat (Sudjana, 2005).

Secara umum bentuk persamaan regresi linier sederhana dapat dituliskan sebagai berikut

�� =�0+�1��+�� (2.1) keterangan:

�0,�1 = parameter model regresi linier �� = kesalahan pengganggu/error

(19)

Sekarang, �0,�1 dan � tidak diketahui nilainya dan memang � sangat sukar diketahui sebab nilainya berubah untuk setiap observasi Y. Akan tetapi �0,�1 selalu tetap dan meskipun kita tidak mungkin mengetahui berapa persis nilainya tanpa memeriksa semua kemungkinan pasangan Y dan X, kita dapat menggunakan informasi di dalam data contoh untuk menghasilkan nilai dugaan (estimate) �0 dan �1bagi �0 dan �1. Jadi, kita dapat menuliskan

��� =�0+�1��. (2.2)

Dalam hal ini ��, melambangkan nilai ramalan � untuk suatu � tertentu bila �0 dan �1 telah ditentukan. Persamaan (2.2) dengan demikian dapat digunakan sebagai persamaan peramal, substitusi untuk suatu nilai � akan menghasilkan

ramalan bagi nilai tengah atau rataan populasi � pada nilai � tersebut (Draper & Smith,1992).

Dan secara umum bentuk persamaan regresi linier berganda dapat dituliskan sebagai berikut

�� =�0+�1�1�+�2�2�+⋯+����� +�� (2.3) keterangan:

�0,�1,�2, … ,�� = parameter model regresi linier �� = kesalahan pengganggu/error

�= 1,2, … ,�.

2.2 Metode Kuadrat Terkecil

(20)

2.2.1 Prinsip Metode Kuadrat Terkecil

Perhatikan bentuk persamaan regresi linier sederhana berikut: �� =�0+�1��+��,

untuk � = 1,2, … ,�, sehingga jumlah kuadrat semua kesalahan pengganggu/error dari garis yang sebenarnya adalah

�=∑� �2

�=1 =∑��=1(��− �0− �1��)2. (2.4)

(21)

Dari persamaan (2.8) diperoleh:

Substitusi persamaan (2.10) kedalam persamaan (2.9), diperoleh:

�∑��=1��

(22)

Diferensialkan persamaan (2.14) terhadap �1 kemudian samakan persamaan baru

Gujarati (1988), penduga yang diperoleh tadi dikenal sebagai penduga kuadrat terkecil karena diperoleh dari prinsip kuadrat terkecil. Penduga kuadrat terkecil �0dan �1 dinyatakan dalam nilai-nilai observasi dari sampel sebanyak n pasang nilai (Xi,Yi) dan merupakan penduga tunggal (point estimator), maksudnya dari

suatu sampel tertentu hanya dihitung satu nilai �0 dan satu nilai �1. Penduga �0 dan �1 tersebut setelah dihitung berdasarkan suatu sampel tertentu akan diperoleh nilai �0 dan �1 yang memungkinkan untuk penggambaran kurva garis regresi yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Garis tersebut melalui rata-rata �� dan ��. Hal ini jelas ditunjukkan oleh

persamaan (2.11) dimana �0 =�� − �1��

(23)

3. Rata-rata kesalahan pengganggu/error adalah nol atau � = 0

2.3 Sifat-Sifat Penduga yang Utama

Menurut Nachrowi (2008), sifat-sifat penduga yang utama yaitu: 1. Tak Bias

3. Terbaik dan Tak Bias atau BUE (Best Unbiased Estimator)

Bila �̂ merupakan penduga tak bias untuk �, maka �̂ dikatakan sebagai penduga

terbaik dan tak bias untuk � jika untuk setiap penduga tak bias untuk � sebut �̅,

berlaku ���(�̂) ≤ ���(�̅)

(24)

Suatu penduga katakan �̂ dikatakan penduga tak bias linier terbaik (BLUE) dari � jika � tadi linier, tak bias dan mempunyai varians minimum dalam semua kelas

penduga linier tak bias dari �.

2.4 Autokorelasi

Salah satu asumsi penting dari beberapa asumsi model regresi linier klasik adalah

kesalahan pengganggu/error dari pengamatan yang berbeda (�,�) bersifat bebas.

Dengan kata lain asumsi ini mengharuskan tidak terdapatnya autokorelasi di

antara error � yang ada dalam fungsi regresi populasi. Asumsi ini secara tegas menyatakan bahwa nilai-nilai error antara periode pengamatan yang satu harus bebas (tidak berkorelasi) dengan periode pengamatan yang lain (Vincent Gaspersz, 1991).

Istilah autokorelasi (autocorrelation), menurut Maurice G. Kendall dan William R. Buckland, A Dictionary of Statistical Terms : “ Correlation between members of series observations ordered in time (as in time-series data), or space (as in cross-sectional data) ”. Autokorelasi adalah korelasi di antara anggota seri dari observasi-observasi yang diurutkan berdasarkan waktu (seperti pada data deret-waktu) atau tempat (seperti pada data cross-section).

Dalam hubungannya dengan persoalan regresi, model regresi linier klasik menganggap bahwa autokorelasi demikian itu tidak terjadi pada error. Dengan simbol dapat dinyatakan sebagai berikut:

�������= 0 , � ≠ �.

Model tersebut menganggap bahwa error � yang berhubungan dengan data

(25)

dan �maka dikatakan ada autokorelasi, dengan simbol dapat dinyatakan sebagai

berikut:

������� ≠ 0 , � ≠ �.

Autokorelasi merupakan bentuk khusus atau kasus khusus dari korelasi. Autokorelasi berkaitan dengan hubungan di antara nilai-nilai yang berurutan dari variabel yang sama. Dengan demikian terlihat adanya perbedaan pengertian antara autokorelasi dan korelasi, meskipun pada dasarnya sama-sama mengukur derajat keeratan hubungan. Korelasi mengukur derajat keeratan hubungan di antara dua buah variabel yang berbeda, sedangkan autokorelasi mengukur derajat keeratan hubungan di antara nilai-nilai yang berurutan pada variabel yang sama atau pada variabel itu sendiri (Vincent Gaspersz, 1991).

2.4.1 Alasan Terjadinya Autokorelasi

Vincent Gaspersz (1991), terjadinya autokorelasi pada suatu model regresi linier dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:

1. Adanya variabel-variabel bebas yang dihilangkan dari model

Seperti diketahui bahwa kebanyakan variabel-variabel dalam bidang ekonomi cenderung memiliki autokorelasi, di mana nilai-nilai dari periode sekarang akan tergantung pada periode sebelumnya. Jika variabel yang memiliki sifat autokorelasi ini dihilangkan atau dikeluarkan dari model atau dipisahkan dari

sekumpulan variabel-variabel bebas yang lain, maka jelas hal ini akan berpengaruh yang direfleksikan dalam variabel error �, sehingga nilai-nilai error akan berautokorelasi

2. Adanya kesalahan spesifikasi bentuk matematika dari model

Jika kita merumuskan atau menetapkan bentuk matematika yang berbeda dari

bentuk hubungan yang sebenarnya, maka nilai error akan menunjukka n autokorelasi

(26)

4. Di dalam regresi deret-waktu, jika model regresi mengikutsertakan tidak

hanya nilai-nilai sekarang tetapi juga nilai-nilai pada waktu yang lalu sebagai variabel bebas, maka variabel itu disebut sebagai model distribusi “ lags ”

5. Adanya manipulasi data

Di dalam analisis empirik, data mentah sering dimanipulasi. Sebelum membahas manipulasi data, maka perlu dikemukakan bahwa kata manipulasi tidak berkaitan dengan hal-hal yang negatif seperti memalsukan data, mengarang data, dan sebagainya tetapi manipulasi data yang dimaksudkan disini adalah suatu teknik mengubah data yang berkonotasi positif, dimana teknik mengubah data atau memperkirakan data itu dapat dibenarkan tetapi sering menimbulkan masalah yang berkaitan dengan bentuk gangguan.

2.4.2 Konsekuensi Autokorelasi

Jika semua asumsi model regresi linier klasik dipenuhi, teori Gauss-Markov menyatakan bahwa dalam kelas semua penduga tak bias linier penduga OLS adalah yang terbaik yaitu penduga tersebut mempunyai varians minimum (Gujarati, 1988). Akan tetapi jika suatu model regresi linier menunjukkan adanya autokorelasi maka telah disebutkan sebelumnya bahwa penduga parameter �0,�1,�2, … ,�� yang diperoleh dengan metode OLS tidak lagi bersifat BLUE.Gujarati (1988), jika kita tetap melakukan penerapan OLS dalam situasi autokorelasi, konsekuensi sebagai berikut terjadi:

1. Jika kita mengabaikan autokorelasi dalam penduga OLS yang dihitung secara konvensional dan variansnya, penduga tersebut masih tetap tidak efisien. Oleh karena itu, selang keyakinannya menjadi lebar dan pengujian arti (signifikan) kurang kuat

(27)

a.) Varians error ��2 menduga terlalu rendah (underestimate) �2 sebenarnya

b.) Jika �2 tidak diduga terlalu rendah, varians dan kesalahan standar OLS nampaknya akan menduga varians terlalu rendah dan juga kesalahan standar yang sebenarnya

c.) Pengujian arti (signifikan) t dan F tidak lagi sah, dan jika diterapkan akan memberikan kesimpulan yang menyesatkan secara serius mengenai arti statistik dari koefisien regresi yang diduga

3. Meskipun penduga OLS tidak bias yang merupakan sifat penyampelan berulang, tetapi dalam satu sampel tertentu penduga tersebut memberikan gamabaran yang menyimpang dari populasi sebenarnya.

Seperti telah dikemukakan dalam batasan masalah di bab sebelumnya bahwa kesalahan pengganggu/error mengikuti persamaan berikut:

�� = ���−1+�� (2.16) keterangan:

��= kesalahan pengganggu/error pada waktu t � = koefisien autokorelasi dengan nilai −1≤ � ≤1

��−1 = kesalahan pengganggu/error pada periode � −1 ��= kesalahan pengganggu/error

yang mana dalam hal ini � diasumsikan memenuhi semua asumsi OLS yaitu: �(�) = 0, ���(�) =�2, ��� ���(

�,��+�) = 0 , � ≠0.

Persamaan (2.16) di atas dikenal sebagai autoregresif derajat-satu yang ditulis

sebagai AR(1), disebut autoregresif karena persamaan (2.16) diinterpretasikan sebagai regresi � atas dirinya sendiri yang terlambat satu periode dan dinamakan

derajat-satu karena hanya � dan nilai error pada satu periode sebelumnya (��−1) saja yang terlibat.

(28)

Vincent Gaspersz (1991), J.Durbin dan G.S.Watson dalam dua artikel yang

dimuat dalam majalah ilmiah Biometrika pada tahun 1950 dan 1951 telah mengemukakan uji untuk autokorelasi yang populer dengan nama uji Durbin-Watson. Uji Durbin-Watson dapat digunakan untuk menguji hipotesis berikut:

H0 : �= 0 ; tidak terdapat autokorelasi

H1 : � ≠0 ; terdapat autokorelasi

Untuk menguji H0, dapat digunakan uji Durbin-Watson yang dirumuskan sebagai

berikut:

Adapun beberapa asumsi yang melandasi uji Durbin-Watson ini yaitu:

1. Uji Durbin-Watson diterapkan untuk model regresi yang mencakup

parameter �0, dengan kata lain dipergunakan untuk model regresi yang mengandung intersep. Jika kita mempunyai model regresi tanpa intersep atau model regresi melalui titik asal maka perlu membangun model regresi dengan intersep untuk menghitung nilai error dari model itu

2. Variabel-variabel bebas � adalah nonstokastik, atau bersifat tetap dalam penarikan sampel yang berulang (repeated sampling)

3. Bentuk kesalahan pengganggu/error mengikuti pola autoregresif derajat-pertama dengan bentuk persamaan: � =���−1+��

4. Model regresi tidak mencakup nilai-nilai lag dari variabel terikat sebagai suatu variabel bebas

5. Tidak ada pengamatan yang hilang dalam data, dengan demikian uji Durbin-Watson hanya dapat diterapkan untuk model regresi yang dibangun berdasarkan data yang lengkap.

Untuk sampel yang berukuran besar, maka bentuk-bentuk: ∑��=2��2,∑��=2��−12,��� ∑��=1��2

(29)

� ≈2∑ �2�−1

Dari uraian yang dikemukakan, maka dapat diambil kesimpulan tentang beberapa sifat uji Durbin-Watson antara lain:

1. Jika tidak terdapat autokorelasi, maka �� = 0 maka � = 2 sehingga apabila berdasarkan perhitungan diperoleh � ≈2 maka dapat dinyatakan tidak

terdapat autokorelasi dalam fungsi regresi

2. Jika �� = 1 maka � = 0, dan dalam keadaan seperti ini menunjukkan

adanya autokorelasi positif sempurna. Dengan demikian, jika 0 <� < 2

menunjukkan adanya suatu autokorelasi positif di mana autokorelasi tersebut akan semakin kuat bersifat positif apabila nilai � ≈0, dan

sebaliknya autokorelasi positif tesebut akan semakin lemah apabila nilai � ≈2

3. Jika ��= −1 maka � = 4, dan dalam keadaan ini menunjukkan adanya autokorelasi negatif sempurna. Dengan demikian, jika 2 <� < 4

menunjukkan adanya autokorelasi negatif dimana autokorelasi negatif tersebut akan semakin kuat apabila � ≈4, sebaliknya autokorelasi negatif

tersebut akan semakin lemah apabila � ≈2.

Keuntungan dari uji Durbin-Watson ini adalah statistik tersebut didasarkan pada error/residual yang diestimasi, yang secara rutin dihitung pada analisis regresi. Dan kelemahan dari uji ini yaitu jika d jatuh dalam daerah yang meragukan atau daerah ketidaktahuan maka kita tidak dapat menyimpulkan apakah autokorelasi ada atau tidak (Gujarati, 1988).

Durbin-Watson telah menetapkan batas atas (dU) dan batas bawah (dL) untuk taraf

(30)

autokorelasi. Mekanisme dari uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut, dengan

mengasumsikan bahwa asumsi yang mendasari pengujian terpenuhi: 1. Lakukan regresi OLS dan dapatkan nilai error/residual 2. Hitung nilai d

3. Untuk ukuran sampel tertentu dan jumlah variabel bebas tertentu, tentukan

nilai kriteria dL dan dU.

4. Menarik kesimpulan dengan mengikuti aturan pengambilan keputusan pada uji Durbin-Watson yang diberikan pada tabel berikut.

Tabel 2.1. Aturan Pengambilan Keputusan pada Uji Durbin-Watson

Hipotesis Nol (H0) Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif

Tidak ada autokorelasi positif

Tidak ada autokorelasi negatif

Tidak ada autokorelasi negatif

Tidak ada autokorelasi positif atau negatif

Tolak H0

2.4.4 Mengatasi Masalah Autokorelasi

Dengan mengetahui konsekuensi dari autokorelasi khususnya kurangnya efisiensi dari penduga OLS kita perlu untuk mengatasinya. Cara mengatasi autokorelasi tersebut bergantung pada pengetahuan yang dimiliki mengenai sifat alamiah dari interdependensi di antara kesalahan pengganggu/ error yaitu pengetahuan mengenai struktur dari autokorelasi. Sebagai permulaan, perhatikan persamaan regresi linier sederhana berikut:

�� = �0+�1��+�� (2.18)

(31)

��−1 = �0 +�1��−1 +��−1. (2.19) Kalikan persamaan (2.19) pada kedua sisinya dengan � diperoleh,

���−1 =��0+��1��−1+���−1 . (2.20) Kurangkan persamaan (2.20) dari persamaan (2.18)

(� − ���−1) =�0(1− �) +�1(�− ��−1) +� (2.21) dimana: � = � − ���−1.

Persamaan (2.21) dapat diekspresikan sebagai:

��∗ =�0∗+�1∗��∗+��∗ (2.22) dimana:

�0∗ =�0(1− �); ��∗ = (��− ���−1); �1∗ =�1; �����∗= (�� − ���−1).

Karena diasumsikan bahwa � memenuhi semua asumsi metode kuadrat terkecil (OLS), maka kita dapat menerapkan metode OLS pada variabel transformasi Y*

dan X* untuk memperoleh penduga parameter yang bersifat BLUE. Melakukan regresi persamaan (2.22) setara dengan menggunakan metode GLS (GeneralizedLeast Square), metode GLS adalah metode OLS yang diaplikasikan pada model yang telah ditransformasi dan memenuhi asumsi-asumsi klasik. Model regresi persamaan (2.21) dikenal sebagai persamaan beda umum (generalized difference equation). Regresi tersebut melibatkan regresi � terhadap � bukan dalam bentuk awalnya, tetapi dalam bentuk beda (difference) yang diperoleh dengan mengurangkan sebuah proporsi (= �) dari nilai sebuah variabel pada waktu lampau dengan nilai pada waktu sekarang. Pada prosedur tersebut, kita kehilangan satu observasi karena observasi pertama tidak memiliki nilai

sebelumnya yaitu pada observasi pertama nilai dari ��−1 dan ��−1 tidak ada. Untuk menghindari kehilangan satu observasi tersebut, observasi pertama dari �

dan � ditransformasi sebagai berikut : �1∗ =�1�1− �2 dan

1∗ =�1�1− �2 . Transformasi ini dikenal sebagai transformasi Prais-Winsten (Gujarati, 2012).

Dan jika koefisien autokorelasi (�) tidak diketahui kita dapat menggunakan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar berikut dalam menduga nilai ��,

(32)

2.5. Pendugaan Berdasarkan Metode Dua Tahap Durbin

J.Durbin pada tahun 1960 mengemukakan suatu metode yang diyakininya mampu

untuk menduga parameter koefisien autokorelasi �. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai metode ini, misalkan diketahui persamaan beda umum sebagai berikut:

�� = �0(1− �) +�1(�� − ���−1) +���−1+�� . (2.23) Prosedur pendugaan � berdasarkan metode Dua Tahap Durbin adalah sebagai berikut:

1. Pada tahap pertama melakukan pendugaan terhadap model persamaan

(2.24), jadi meregresikan � terhadap �,��−1,��−1 berdasarkan metode OLS kita menduga koefisien regresi dari ��−1 yang dipergunakan sebagai koefisien penduga parameter autokorelasi dan dianggap sebagai �� . Meskipun teknik pendugaan semacam ini berbias tetapi tetap konsisten

sebagai penduga �

2. Setelah memperoleh nilai �� maka transformasikan variabel-variabel asli ke dalam variabel-variabel transformasi berikut :

��∗ = (�� − ����−1) ��∗ = (�� − ����−1).

Kemudian berdasarkan variabel transformasi �∗ dan �∗ dibangun model regresi menggunakan metode OLS. Prosedur ini dikenal sebagai tahap kedua dari metode

Dua Tahap Durbin, dengan demikian usaha mengatasi autokorelasi secara umum adalah membangun persamaan beda umum (Vincent Gaspersz, 1991).

Metode Dua Tahap Durbin memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Parameter dari persamaan (2.23) di atas diduga dengan metode kuadrat terkecil (OLS), tahapan ini merupakan tahap pertama Dua Tahap Durbin 2. Karena pendugaaan parameter pada tahap pertama Dua Tahap Durbin

adalah konsisten, nilai error dalam hal ini tidak mempengaruhi sifat asimtotik dari penduga parameter kesalahan pengganggu/errornya.

(33)

dengan koefisien kuadrat terkecil dari model regresi biasa yang mengandung

variabel tertinggal atau keterlambatan periode, apakah benar atau tidak kesalahan pengganggu/error terdistribusi secara normal. Akhirnya, suatu metode diusulkan untuk suatu model berbeda yang tidak memiliki variabel bebas tertinggal tetapi kesalahan pengganggu/error mempunyai struktur autoregressif. Metode ini

terbukti efisien untuk sampel yang besar ( J.Durbin, 1960). Metode tersebut adalah metode Dua Tahap Durbin.

2.6. Pendugaan Berdasarkan Metode Theil-Nagar

Terdapat suatu hubungan antara statistik d Durbin-Watson dengan koefisien autokorelasi �, yang diperkirakan sebagai berikut:

� ≈2(1− ��) atau �� ≈1−�

2 . (2.24) Hubungan tersebut akan cukup baik apabila ukuran sampel besar, akan tetapi tidak untuk ukuran sampel kecil. Oleh karena itu Theil-Nagar telah memodifikasi

statistik d tersebut, sehingga �� berdasarkan statistik d menjadi

��

=

� = banyaknya pengamatan (ukuran sampel) � = statistik uji Durbin-Watson

� = banyaknya parameter yang diduga dalam model regresi.

Setelah memperoleh nilai ��, langkah selanjutnya yaitu membangun persamaan beda umum kemudian mentransformasikan variabel-variabel asli ke dalam variabel-variabel transformasi berikut:

(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Bidang Penelitian

Dalam tugas akhir ini, penulis melakukan penelitian tinjauan literatur pada bidang ilmu statistika matematika.

3.2 Sumber Data

Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah data bangkitan yang

dibangkitkan dengan menggunakan software R 3.1.0, terdiri dari satu variabel bebas (X) dan satu variabel terikat (Y) dengan banyak data �= 20.

3.3 Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah:

1. Menentukan persamaan regresi linier dari data bangkitan

(35)

3. Mendeteksi adanya autokorelasi dengan menghitung nilai d Durbin-Watson

4. Melakukan pendugaan nilai koefisien autokorelasi � berdasarkan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar

5. Membandingkan nilai �� yang diperoleh dengan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar

Dalam penelitian ini, analisis data di atas tidak dilakukan secara manual tetapi dilakukan dengan bantuan suatu program yang dijalankan pada software R 3.1.0. Program tersebut diperlukan untuk proses simulasi perbandingan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar.

3.4 Teknik Perbandingan Metode

Dari proses analisis data yang dilakukan dengan bantuan program, diperoleh nilai �� berdasarkan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar. Metode yang nilai �� ≈0 dianggap sebagai metode yang lebih baik untuk digunakan dalam mengatasi masalah autokorelasi. Tolak ukur perbandingan ini didasarkan pada

nilai interval koefisien autokorelasi yang menyatakan jika �= 1 artinya terdapat

autokorelasi positif sempurna dan jika terdapat autokorelasi positif, � akan

mengerucut atau mengumpul dan perbedaannya akan menjadi kecil, jika �= −1

artinya terdapat autokorelasi negatif sempurna dan jika terdapat autokorelasi negatif, � yang positif akan cenderung diikuti oleh � yang negatif demikian juga

(36)

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Membangkitkan Data

Dalam penelitian ini akan dilakukan proses perbandingan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar. Data yang digunakan adalah data bangkitan berdistribusi normal yang dibangkitkan dengan menggunakan bahasa pemrograman R terdiri dari satu variabel terikat (Y)dan satu variabel bebas (X) dengan banyak data dari masing-masing variabel berjumlah 20 atau � = 20. Di dalam R, data dibangkitkan dengan memakai syntax “r” dan diikuti dengan distribusi yang diinginkan. Sebagai contoh rnorm, runif , rbinom dan lainnya. Data bangkitan yang diperoleh tersebut akan digunakan dalam proses simulasi pendugaan koefisien autokorelasi

(��) berdasarkan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar.

4.2 Mencari Persamaan Regresi

(37)

perbandingan metode dalam penelitian ini dijalankan dengan memakai program R

sehingga perhitungan secara manual tidak dilakukan sebab di dalam bahasa pemrograman R sudah terdapat fungsi khusus untuk mencari persamaan regresi linier.

4.3 Mendeteksi Autokorelasi

Setelah memperoleh persamaan regresi linier yang sesuai dengan data atau informasi yang diketahui maka hal selanjutnya yang dilakukan adalah menguji apakah asumsi-asumsi klasik yang telah disebutkan pada bab 1 sebelumnya dipenuhi atau tidak. Dalam penelitian ini yang paling dikhususkan adalah ada tidaknya autokorelasi yang terjadi di antara kesalahan pengganggu/error.

Masalah autokorelasi dalam analisis regresi mempunyai konsekuensi atau akibat yang cukup serius di antaranya penduga parameter �0,�1, … ,� yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE karena penduga tersebut tidak lagi mempunyai varians yang minimum, nilai �2 yang diduga akan lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya (overestimate), dan uji-uji nyata bagi koefisien regresi seperti uji t atau uji F akan menjadi tidak sahih (valid) apabila terdapat autokorelasi dalam suatu model regresi linier.

Pengujian yang paling populer untuk mendeteksi autokorelasi adalah metode pengujian yang dikembangkan oleh ahli statistik Durbin dan Watson. Uji tersebut juga dikenal sebagai uji statistik d Durbin-Watson, yang didefinisikan sebagai

(38)

dilakukan selanjutnya yaitu menetapkan batas atas (dU) dan batas bawah (dL)

berdasarkan nilai n = banyak pengamatan dan k = banyak variabel bebas pada tabel statistik d Durbin-Watson serta menetapkan taraf signikansi (α) kemudian mengujinya berdasarkan kriteria berikut.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan uji Durbin-Watson yaitu:

1. Cari persamaan regresi berdasarkan data yang diketahui dengan metode OLS, kemudian hitung nilai error et

2. Hitung nilai d Durbin-Watson dengan rumus sebagai berikut:

� =∑ (��− ��−1)

dari tabel statistik d Durbin-Watson dengan taraf signifikansi (α) 0,05 atau 0,01

4. Uji Hipotesis:

a. H0 : Tidak terdapat autokorelasi positif

H1 : Terdapat autokorelasi positif

Dengan kriteria penolakan:

d<dL : Tolak H0 d>dU : Terima H0

dLddU : Tidak dapat disimpulkan (inconclusive)

b. H0 : Tidak terdapat autokorelasi negatif

H1 : Terdapat autokorelasi negatif

Dengan kriteria penolakan:

d>4-dL : Tolak H0 d<4-dU : Terima H0

4-dU≤ d ≤ 4-dL : Tidak dapat disimpulkan (inconclusive)

c. H0 : Tidak terdapat autokorelasi positif atau negatif

H1 : Terdapat autokorelasi positif atau negatif

Dengan kriteria penolakan:

(39)

d >4-dL : Tolak H0 dUd4-dU : Terima H0

dLddU : Tidak dapat disimpulkan (inconclusive)

atau 4-dUd4-dL : Tidak dapat disimpulkan (inconclusive).

4.4 Pendugaan Nilai Koefisien Autokorelasi (��)

Setelah mendeteksi autokorelasi dan menemukan adanya autokorelasi maka

langkah selanjutnya yaitu menduga nilai dari koefisien autokorelasi (��). Nilai koefisien autokorelasi � terletak pada interval −1≤ � ≤1, di mana jika nilai �= 1 dikatakan terdapat autokorelasi positif sempurna, �=−1 terdapat autokorelasi negatif sempurna dan jika � = 0 berarti tidak terdapat autokorelasi.

Prosedur umum yang digunakan untuk mengatasi masalah autokorelasi dalam model regresi yaitu dengan membangun persamaan beda umum

(�− ���−1) =�0(1− �) +�1(� − ���−1) +�. Secara lebih sederhana persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut

��∗ =�0∗+�1∗��∗ keterangan: �∗ =� − ���−1

��∗= ��− ���−1 �0∗ =�0(1− �).

Untuk menggunakan persamaan beda umum di atas, terlebih dahulu kita harus mengetahui nilai koefisien autokoelasi �. Dalam metode Dua Tahap Durbin, pendugaan nilai koefisien autokorelasi dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Pada tahap pertama, regresikan � terhadap �, ��−1 dan ��−1kemudian perlakukan nilai yang diduga dari koefisien regresi ��−1 sebagai �� yaitu nilai penduga dari �

2. Setelah memperoleh nilai �� , transformasikan variabel-variabel asli kedalam variabel-variabel transformasi sebagai berikut:

(40)

Dengan demikian telah diperoleh data baru berupa variabel transformasi ��∗ dan ��∗. Dari variabel transformasi tersebut dicari persamaan model regresi menggunakan metode OLS. Prosedur ini dikenal sebagai tahap kedua dari metode Dua Tahap Durbin. Setelah itu kembalikan model regresi yang diperoleh ke bentuk semula agar diperoleh suatu model regresi terbaik yang terbebas dari masalah autokorelasi.

Dan pendugaan nilai koefisien autokorelasi berdasarkan metode Theil-Nagar dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut

��= �

� = banyak pengamatan (ukuran sampel) � = statistik Durbin-Watson

� = banyak parameter yang diduga dalam model regresi termasuk intersep.

Pendugaan nilai � dalam metode Theil-Nagar merupakan modifikasi dari

statistik � Durbin-Watson yaitu � ≈ 2(1− ��) atau �� ≈1−�

2 yang mana nilai �� tersebut merupakan suatu pendekatan dan mungkin tidak berlaku untuk sampel kecil, sehingga Theil-Nagar menyarankan untuk sampel kecil nilai �� diduga

dengan menggunakan rumus tersebut diatas. Dan setelah nilai �� diperoleh, selanjutnya melakukan transformasi bentuk variabel-variabel awal pada model regresi ke dalam bentuk �∗ =� − ���−1 dan ��∗ = �� − ���−1. Setelah itu berdasarkan variabel transformasi �∗ dan �∗ dicari persamaan regresi baru dengan menggunakan metode OLS.

Persamaan regresi yang diperoleh dari �∗ dan �∗ dinyatakan dalam bentuk ��∗ =�0∗+�1∗��∗ , kemudian kembalikan model regresi ke dalam bentuk asal dari model tersebut.

(41)

Perbandingan metode dilakukan menggunakan program R dengan data yang digunakan terdiri dari satu variabel terikat (Y) dan satu variabel bebas (X) dengan banyak data � = 20 serta simulasi yang dilakukan sebanyak 300 kali. Berikut ini

adalah program untuk menduga nilai �� berdasarkan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar. # Metode Dua Tahap Durbin

(42)

Theil_Nagar[i]=p_TN;Dua_Tahap_Durbin[i]=p_DTD Durbin_Watson[i]=d}

data.entry(Durbin_Watson,Theil_Nagar,Dua_Tahap_Durbin)

Tabel 4.1. Output nilai d Durbin Watson dan nilai �� Dua Tahap Durbin dan

(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)

Berdasarkan output di atas diketahui bahwa nilai �� yang diperoleh dengan

metode Theil-Nagar nilainya ≈0 dibandingkan dengan metode Dua Tahap Durbin. Ini berarti dari proses perbandingan yang dilakukan, didapatkan hasil penelitian yaitu metode Theil-Nagar adalah metode yang lebih baik digunakan untuk mengatasi masalah autokorelasi dibandingkan dengan metode Dua Tahap Durbin. Untuk melihat sebaran dari nilai �� tersebut, berikut ini adalah gambar

sebaran nilai �� Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar.

(51)

Gambar 4.2.Sebaran nilai �� Theil-Nagar

Dan histogram serta kurva dari nilai �� Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar adalah sebagai berikut.

(52)

Gambar 4.4.Histogram nilai �� Theil-Nagar

(53)

Gambar 4.6.Kurva nilai �� Theil-Nagar

Setelah dilakukan pengamatan terhadap hasil simulasi pendugaan nilai �� di atas, diketahui bahwa:

1. Pada metode Dua Tahap Durbin, nilai �� terkecil yang diduga adalah

0,2085972 dan nilai �� terbesar adalah 0,99999 (untuk data autokorelasi)

2. Pada metode Theil-Nagar, nilai �� terkecil yang diduga adalah 0,4097057

dan nilai �� terbesar adalah 0,8649512 (untuk data autokorelasi)

3. Dari kurva nilai �� yang diduga berdasarkan metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar diketahui bahwa kurva tersebut mengikut i distribusi normal.

(54)

BAB 5

KESIMPULAN dan SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai �� yang diperoleh dengan metode Theil-Nagar nilainya ≈0

(55)

2. Nilai �� terkecil yang diduga dengan metode Dua Tahap Durbin adalah

0,2085972 dan metode Theil-Nagar adalah 0,4097057

3. Nilai �� terbesar yang diduga dengan metode Dua Tahap Durbin adalah

0,99999 dan metode Theil-Nagar adalah 0,8649512

4. Kurva yang dihasilkan dari metode Theil-Nagar lebih baik dibandingkan metode Dua Tahap Durbin karena mendekati kurva distribusi normal.

5.2 Saran

Dalam penelitian ini program R yang digunakan dalam melakukan perbandingan metode masih kurang efisien karena belum bisa membangkitkan data yang mengandung autokorelasi seluruhnya. Oleh karena itu masukan-masukan dari para pembaca sangat diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Draper, N. dan Smith, H. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi Kedua. PT.Gramedia. Jakarta.

Gaspersz, Vincent. 1991. Ekonometrika Terapan 2. Tarsito. Bandung.

Gujarati, Damodar. 1988. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.

Gujarati, D. dan Porter, D.C. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika. Buku 2. Edisi 5. Salemba Empat. Jakarta.

Kutner, M. H., Nachtsheim, C. J., dan J, Neter. 2004. Applied Linear Regression Models. Fourth Edition. McGraw-Hill. New York.

Makridakis, S., Wheelwright, S.C., McGee, V.E. 1992. Metode dan Aplikasi Peramalan. Erlangga. Jakarta.

(56)

2. Nilai �� terkecil yang diduga dengan metode Dua Tahap Durbin adalah

0,2085972 dan metode Theil-Nagar adalah 0,4097057

3. Nilai �� terbesar yang diduga dengan metode Dua Tahap Durbin adalah

0,99999 dan metode Theil-Nagar adalah 0,8649512

4. Kurva yang dihasilkan dari metode Theil-Nagar lebih baik dibandingkan metode Dua Tahap Durbin karena mendekati kurva distribusi normal.

5.2 Saran

Dalam penelitian ini program R yang digunakan dalam melakukan perbandingan metode masih kurang efisien karena belum bisa membangkitkan data yang mengandung autokorelasi seluruhnya. Oleh karena itu masukan-masukan dari para pembaca sangat diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Draper, N. dan Smith, H. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi Kedua. PT.Gramedia. Jakarta.

Gaspersz, Vincent. 1991. Ekonometrika Terapan 2. Tarsito. Bandung.

Gujarati, Damodar. 1988. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.

Gujarati, D. dan Porter, D.C. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika. Buku 2. Edisi 5. Salemba Empat. Jakarta.

Kutner, M. H., Nachtsheim, C. J., dan J, Neter. 2004. Applied Linear Regression Models. Fourth Edition. McGraw-Hill. New York.

Makridakis, S., Wheelwright, S.C., McGee, V.E. 1992. Metode dan Aplikasi Peramalan. Erlangga. Jakarta.

(57)

Pratiknya, Ahmad. W. 2001. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sembiring, R. K. 1995. Analisis Regresi. Penerbit ITB. Bandung.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika Edisi 6. Tarsito. Bandung.

Supranto, J. 2004. Ekonometri Buku Kedua. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

kearah yang meminimumkan galat tersebut.. Sridewi Nainggolan : Perbandingan Metode Marquardt Compromise Dan Metode Gauss Newton Dalam Penaksiran Parameter Regresi Nonlinier,

Pada penelitian ini nilai penduga dari metode ROBPCA memiliki nilai bias parameter dan nilai Mean Square Error (MSE) yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai penduga

Pada penelitian ini nilai penduga dari metode ROBPCA memiliki nilai bias parameter dan nilai Mean Square Error (MSE) yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai penduga

Lampiran 3 Menentukan parameter regresi linier berganda (Contoh Ilustrasi Kasus

Plot fungsi kepadatan posterior koefisien regresi model regresi linier sederhana dengan pendekatan Bayes yang diperoleh sesuai dengan dis- tribusi prior yang digunakan untuk parameter

Pada analisis regresi, metode estimasi yang digunakan untuk menduga parameter serta memiliki sifat tidak bias adalah Metode Kuadrat Terkecil (MKT) atau Ordinary Least

Perbandingan estimasi parameter regresi linier berganda dengan menggunakan metode Bootstrap dan Jackknife menunjukkan bahwa meskipun terjadi heteroskedastisitas error,

Kata kunci: Pencilan, Metode Kuadrat Terkecil, Regresi Robust , Least Trimmed Squares , Penduga-S.. THE COMPARISON OF ROBUST REGRESSION LEAST TRIMMED SQUARES AND