• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Investasi terhadap Pengembangan Wilayah di Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Investasi terhadap Pengembangan Wilayah di Kota Tebing Tinggi"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA TEBING TINGGI

TESIS

oleh

BEZANOLO HAREFA

107003058/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

S

E K

O L

A H

P A

S C

A S A R JA N

(2)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KOTA TEBING TINGGI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Wilayah

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

BEZANOLO HAREFA

107003058/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH INVESTASI TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA TEBING TINGGI

Nama Mahasiswa : Bezanolo Harefa Nomor Induk Mahasiswa : 107003058

Program Studi : Perencanaan Wilayah

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof. Erlina, M.Si., Ph.D, Ak. Ketua

) ( Kasyful Mahalli, SE, M.Si

Anggota

)

Ketua Program Studi

( Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE )

Direktur

( Prof.Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 25 Juni 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Erlina, M.Si., Ph.D., Ak.,

Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE, M.Si

2. Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul :

“Analisis Pengaruh Investasi terhadap Pengembangan Wilayah di Kota Tebing

Tinggi”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juni 2012

Yang membuat pernyataan

(6)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA TEBING TINGGI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh investasi yang diperoleh dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Kota Tebing Tinggi yang akan mendorong Pengembangan Wilayah melalui indikator ekonomi makro yakni pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Keberadaan investasi sangat ditentukan oleh daya tarik investasi dan daya saing daerah seperti ketersediaan infrastruktur, tenaga kerja, dan kelembagaan, serta sosial budaya masyarakat yang akan menciptakan efisiensi dan kenyamanan dalam berusaha.

Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Untuk tujuan analisis digunakan data sekunder berupa data time series 2000 – 2010 yaitu data jumlah investasi (pembentukan modal tetap bruto), pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Bappeda dan sumber-sumber lainnya seperti jurnal dan hasil penelitian. Data ini kemudian dibuat dalam bentuk data triwulan dengan metode interpolasi linear.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi (pembentukan modal tetap bruto) berperan penting dalam mendorong pengembangan wilayah di Kota Tebing Tinggi. Berdasarkan hasil estimasi, penelitian ini menunjukkan bahwa Investasi (PMTB) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita dengan nilai koefisen determinasi (R2) masing-masing 70,4 persen dan 96,4 Persen. Hal ini berarti bahwa dengan meningkatnya investasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan bahwa investasi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita Kota Tebing Tinggi.

(7)

THE ANALYSIS OF INVESTMENT EFFECT ON REGIONAL DEVELOPMENT OF TEBING TINGGI CITY

ABSTRACT

This research aims to analyze the effect of investments of the Gross Fixed Capital Building of Tebing Tinggi City that support the regional development through macro-economic indicator, i.e. the is macro-economic growth rate and income percapita. The investment determined by the investment interest and the local competition of regions such as availability of infrastructure, labor, institution, and social culture of society for the effective and efficient business.

The applied analysis method is Ordinary Least Square (OLS). The analysis use the secondary data such as time series data of 2000 – 2010, i.e. the data of investment (gross fixed capital building), economic growth rate and income percapita Statistical Bureau, Bank of Indonesia, Bappeda another sources such as journal and the results of researches. These data is presented in quartely data by lnear interpolation method.

The results indicates that investment (gross fixed capital building) has an important role in support the regional development in Tebing Tinggi City. Based on the result of estimation, this research indicates that investment has a positive influence to the economic growth and income percapita with the determination coefficient (R2) are 70.4 percent and 96.4 percent, respectively. It means that the increasing of investment will increase the economic growth rate and income percapita. Partially, the results of analysis indicates that investment has a significant influence to the economic growth rate and income percapita in Tebing Tinggi City.

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Pengaruh Investasi Terhadap Pengembangan Wilayah di Kota Tebing Tinggi ”.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik dalam bentuk moril, bimbingan maupun arahan sehingga sesuai dengan tatacara yang telah ditentukan. Untuk itu, penulis dalam kesempatan ini, dengan kerendahan hati dan rasa hormat menyampaikan terimakasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), SP.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE., sebagai Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan. 4. Bapak Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan, MM., sebagai Walikota Tebing Tinggi atas bantuan

dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi pada program pascasarjana.

5. Bapak Ir. H. Riadil Akhir Lubis, M.Si., sebagai Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitasi yang diberikan.

6. Bapak H. Marapusuk Siregar, SH., sebagai Kepala Bappeda Kota Tebing Tinggi, atas arahan dan motivasi yang telah diberikan.

7. Ibu Prof.Erlina,SE,M.Si.Ph.D.Ak, sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si., sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, motivasi dan ide-ide brilian dalam proses penyelesaian tesis ini. 8. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE., Bapak Dr. Rujiman, SE, MA., dan Bapak

Dr.H.B. Tarmizi, SE, SU., sebagai Komisi Pembanding yang telah memberikan masukan dan saran-saran konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini.

9. Orang tua saya (S. Harefa) yang saya hormati dan muliakan, sekeluarga abang saya Zumeiaro Harefa dan Faozaro Harefa dan yang terkasih Ribka Deliana Zega, A.Md.Keb atas do’a, perhatian dan dorongan yang tetap diberikan selama proses penyelesaian studi. 10. Teman-teman mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Perencanaan

(9)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kesilafan selama ini. Semoga Allah Bapa Yang Maha Pengasih memberikan berkahnya kepada kita. Amin……

Medan, Juni 2012 Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Bezanolo Harefa

2. Tempat/tanggal Lahir : Nias, 19 September 1981

3. Alamat : Jl. Purnawirawan No.15 Tebing Tinggi

4. Agama : Kristen Protestan

5. Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

7. Status : Belum Menikah

8. Pendidikan :

a. SD N.030 Pendalian, Kab. Rokan Hulu-Riau, lulus tahun 1994

b. SMP Bunga Mawar Gunungsitoli, lulus tahun 1997

c. SMA N.1 (Plus) Matauli, Pandan – Tapteng, lulus tahun 2000

d. Fakultas Ekonomi, Jurusan Ekonomi Pembangunan USU Medan,

lulus tahun 2004

e. Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan USU Medan,

(11)

DAFTAR ISI

2.1.1. Faktor – faktor yang mempengaruhi investasi ………….…. 14

2.1.2. Teori – teori investasi ……….…... 19

2.1.3. Alokasi investasi regional ………... 21

2.1.4 Pengukuran ICOR dan proyeksi investasi ……… 23

2.1.5 Daya tarik investasi daerah/wilayah ………. 25

2.2 Pengembangan Wilayah ………... 26

2.2.1. Isu utama pengembangan wilayah ……….…. 27

2.2.2. Indikator pembangunan wilayah ……….…. 28

2.2.3. Strategi pengembangan wilayah ……….……. 31

2.3 Pertumbuhan Ekonomi ……….… 34

2.3.1. Teori pertumbuhan ekonomi klasik ……… 37

2.3.2. Teori pertumbuhan ekonomi Schumpeter ……….. 39

2.3.3. Teori pertumbuhan ekonomi Harrold – Dommar …….….. 41

2.3.4. Teori pertumbuhan ekonomi Neo – Klasik ……….… 42

2.4 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ……….……. 43

2.4.1. Teori pertumbuhan ekonomi wilayah ………. 44

2.5 Pendapatan Perkapita ……….. 47

2.5.1. Pendapatan perkapita dan penduduk ……….………. 50

2.6 Penelitian Sebelumnya ……… 52

(12)

2.8 Hipotesis Penelitian ………...……….. 55

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik………. 59

3.7 Definisi Operasional ……….. 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..………...……….. 62

4.1 Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi………..…… 62

4.1.1 Kondisi Demografi………..…... 63

4.1.2 Kondisi Perekonomian Kota Tebing Tinggi………….…… 65

4.1.2.1 Perkembangan PDRB Kota Tebing Tinggi….…… 65

4.1.2.2. Perkembangan Investasi (pembentukan modal tetap bruto) di Kota Tebing Tinggi ………. 66

4.1.2.3 Perkembangan pendapatan perkapita Kota Tebing Tinggi……….… 71

4.2 Hasil Estimasi dan Pengujian Hipotesis..……….. 72

4.2.1 Pengaruh Investasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Tebing Tinggi ……….………. 72

4.2.1.1 Uji koefisien determinasi (R2 4.2.1.2 Uji signifikansi parameter individual )………. 73

(uji statistik t) ……….. 75

4.2.1.3 Uji asumsi klasik………... 75

4.2.2 Pengaruh investasi terhadap pendapatan perkapita Kota Tebing Tinggi ……….. 78

4.2.2.1 Uji koefisien determinasi (R2 4.2.2.2 Uji signifikansi parameter individual ) .……….. 78

(uji statistik t) ………. 79

4.2.2.3 Uji asumsi klasik………. 79

4.3 Pembahasan……….. 83

4.3.1 Investasi dan pertumbuhan ekonomi……… 83

4.3.2 Investasi dan pendapatan perkapita………. 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….… 91

5.1 Kesimpulan……….….. 91

5.2 Saran………..…… 91

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor J u d u l Halaman

1.1. Nilai investasi Kota Tebing Tinggi menurut lapangan usaha

tahun 2005 – 2009……….. 8

1.2 Nilai investasi riil dan PDRB Kota Tebing Tinggi

tahun 2005 – 2009... 9

4.1 Luas wilayah dan persentase terhadap luas Kota Tebing Tinggi

menurut kecamatan ………... 63 4.2 Perkembangan jumlah, kepadatan dan pertumbuhan penduduk

Kota Tebing Tinggi (Tahun 2000 s/d 2010)... 64

4.3 PDRB Kota Tebing Tinggi atas dasar harga berlaku dan

harga konstan tahun 2000-2010... 65

4.4 Nilai investasi riil (pembentukan modal tetap bruto) dan koefien

ICOR di Kota Tebing Tinggi Tahun 2000 – 2010... 68

4.5 Perkembangan PDRB, investasi, jumlah penduduk dan pendapatan

perkapita Kota Tebing Tinggi tahun 2000-2010... 71

4.6 Hasil estimasi pengaruh investasi (pembentukan modal tetap bruto)

Kota Tebing Tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi (PE)... 73

4.7 Uji Kolmogorov-Sminorv Test ………... 76

4.8 Matriks korelasi Spearman untuk hubungan investasi terhadap

pertumbuhan ekonomi………... 77

4.9 Hasil estimasi pengaruh investasi (pembentukan modal tetap bruto)

terhadap pendapatan perkapita Kota Tebing Tinggi ... 78

4.10Uji One Sample Kolmogorov-Sminorv ……….. 81

4.11 Matriks korelasi Spearman untuk hubungan Investasi terhadap

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor J u d u l Halaman

2.1 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga ... 18

2.2 Grafik Teori penduduk optimal... 39

2.3 Diagram Konsep Penelitian... 55

4.1 Grafik normal P- P Plot of regression standardized... 75

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Perhitungan Nilai Investasi (PMTB) dalam bentuk data triwulan

dengan metode interpolasi linear (Tahun 2000 – 2010)... 95

2. Perhitungan Angka Pertumbuhan Ekonomi dalam bentuk data

Triwulan dengan metode interpolasi linear (Tahun 2000 – 2010)... 98

3. Perhitungan Nilai Pendapatan Perkapita dalam bentuk data

triwulan dengan metode interpolasi (tahun 2000–2010) ... 101

4. Rekapitulasi Hasil Interpolasi data Investasi, Pertumbuhan

Ekonomi dan Pendapatan Perkapita... 104

5. Data Input Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi melalui program

SPSS versi 17... 106

6. Data Input Investasi dan Pendapatan Perkapita melalui program

SPSS versi 17... 108

7. Pengujian Model Regresi variabel Investasi terhadap

Pertumbuhan Ekonomi... 110

8. Pengujian Model Regresi variabel Investasi terhadap pendapatan

Perkapita ... 114

(16)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA TEBING TINGGI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh investasi yang diperoleh dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Kota Tebing Tinggi yang akan mendorong Pengembangan Wilayah melalui indikator ekonomi makro yakni pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Keberadaan investasi sangat ditentukan oleh daya tarik investasi dan daya saing daerah seperti ketersediaan infrastruktur, tenaga kerja, dan kelembagaan, serta sosial budaya masyarakat yang akan menciptakan efisiensi dan kenyamanan dalam berusaha.

Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Untuk tujuan analisis digunakan data sekunder berupa data time series 2000 – 2010 yaitu data jumlah investasi (pembentukan modal tetap bruto), pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Bappeda dan sumber-sumber lainnya seperti jurnal dan hasil penelitian. Data ini kemudian dibuat dalam bentuk data triwulan dengan metode interpolasi linear.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi (pembentukan modal tetap bruto) berperan penting dalam mendorong pengembangan wilayah di Kota Tebing Tinggi. Berdasarkan hasil estimasi, penelitian ini menunjukkan bahwa Investasi (PMTB) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita dengan nilai koefisen determinasi (R2) masing-masing 70,4 persen dan 96,4 Persen. Hal ini berarti bahwa dengan meningkatnya investasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan bahwa investasi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita Kota Tebing Tinggi.

(17)

THE ANALYSIS OF INVESTMENT EFFECT ON REGIONAL DEVELOPMENT OF TEBING TINGGI CITY

ABSTRACT

This research aims to analyze the effect of investments of the Gross Fixed Capital Building of Tebing Tinggi City that support the regional development through macro-economic indicator, i.e. the is macro-economic growth rate and income percapita. The investment determined by the investment interest and the local competition of regions such as availability of infrastructure, labor, institution, and social culture of society for the effective and efficient business.

The applied analysis method is Ordinary Least Square (OLS). The analysis use the secondary data such as time series data of 2000 – 2010, i.e. the data of investment (gross fixed capital building), economic growth rate and income percapita Statistical Bureau, Bank of Indonesia, Bappeda another sources such as journal and the results of researches. These data is presented in quartely data by lnear interpolation method.

The results indicates that investment (gross fixed capital building) has an important role in support the regional development in Tebing Tinggi City. Based on the result of estimation, this research indicates that investment has a positive influence to the economic growth and income percapita with the determination coefficient (R2) are 70.4 percent and 96.4 percent, respectively. It means that the increasing of investment will increase the economic growth rate and income percapita. Partially, the results of analysis indicates that investment has a significant influence to the economic growth rate and income percapita in Tebing Tinggi City.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dewasa ini kegiatan pembangunan masih menjadi tantangan sekaligus

peluang bagi banyak negara di dunia. Negara-negara berkembang yang terus

berupaya meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakatnya melalui

kegiatan pembangunan di berbagai bidang. Pembangunan yang dilakukan diharapkan

mampu menjawab dan mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan pokok seperti

tingkat kehidupan yang rendah, tingkat produktifitas yang rendah, pertumbuhan

populasi serta tanggungan beban yang tinggi.

Menurut Todaro (2000), pembangunan dapat diartikan sebagai usaha untuk

lebih meningkatkan produktifitas sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu

negara baik sumber daya alam, sumber daya manusia, kapital atau modal maupun

sumber daya berupa teknologi dengan tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan

taraf hidup masyarakatnya.

Sedangkan Kartasasmita (1994) memberikan pengertian pembangunan yang lebih

sederhana yaitu sebagai suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui

upaya yang dilakukan secara terencana.

Pada awalnya pembangunan lebih difokuskan pada pertumbuhan ekonomi.

(19)

tersebut menimbulkan kelompok negara maju dan negara berkembang. Untuk

mengejar ketertinggalannya, negara-negara berkembang menerapkan konsep

paradigma pertumbuhan (growth paradigm), dengan ditandai meningkatnya

pertumbuhan pendapatan nasional (Gross National Product) yang didukung

kebijakan investasi, transfer teknologi dan perdagangan menuju era industrialisasi.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang terus berupaya memacu

pembangunan dan pertumbuhan ekonominya melalui berbagai kebijakan dan strategi

pembangunan yang telah disusun dan dirumuskan dalam suatu Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN) yang sistematis, terarah, terpadu dan menyeluruh

serta tanggap terhadap perubahan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang

Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan yang

menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan

tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat dengan

prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan

serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional.

Dalam rangka mewujudkan peran serta masyarakat dalam pembangunan

sebagaimana telah disebutkan diatas, peranan pemerintah mulai dari pemerintah pusat

sampai pemerintah desa/kelurahan diharapkan dapat memfasilitasi masyarakat untuk

(20)

pembangunan itu sendiri. Otonomi Daerah sebagaimana telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memiliki tujuan untuk

mendekatkan penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat yang dilayaninya

sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol kepada

pemerintah menjadi lebih kuat dan nyata. Otonomi Daerah dinyatakan berhasil

apabila pelayanan pemerintah kepada masyarakat menjadi lebih baik dan masyarakat

menjadi lebih bebas untuk berupaya meningkatkan kesejahteraan bersama. Dengan

demikian hakikat dari Otonomi Daerah adalah pelayanan bukan kekuasaan.

Otonomi Daerah juga memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah

untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi pembangunan di daerahnya.

Oleh karena itu, strategi pembangunan nasional akan lebih mempertimbangkan

potensi dan dinamika perkembangan daerah dan wilayah. Pemerintah di daerah

diharapkan dapat menciptakan iklim yang menunjang tumbuh kembangnya kegiatan

perekonomian daerah yang lebih efisien, mempunyai keuntungan komparatif, berdaya

saing dan bermanfaat bagi masyarakat setempat melalui penciptaan lapangan kerja.

Namun demikian, menurut Miraza (2010), Pembangunan Daerah tidak dapat

dilakukan secara sendiri-sendiri berdasarkan kewenangan suatu daerah tetapi harus

meliputi berbagai daerah sekitar (hinterland) untuk menciptakan optimalisasi manfaat

atas potensi (ekonomi) daerah dan wilayah yang menghasilkan daya saing (ekonomi)

yang kuat untuk daerah dan wilayah tersebut. Pembangunan berdasarkan pendekatan

(21)

antara satu daerah dengan daerah lainnya sehingga arah pembangunan antar daerah

dalam satu wilayah mempunyai irama yang sama dan saling mendukung. Hal ini

merupakan upaya untuk mengantisipasi terpecahnya potensi ekonomi sebagai akibat

dari perubahan struktur pemerintahan.

Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai

manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih

banyak penghuni dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik

disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang

tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis,

intensitas, pelayanan maupun kualitasnya (Sirojuzilam, 2011). Salah satu hal yang

terpenting dalam pembangunan dan pengembangan wilayah adalah menyangkut

proses pertumbuhan ekonomi wilayah. Kuznet (1990) mendefinisikan pertumbuhan

ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk

menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduk atau

masyarakat. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, penyesuaian

kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Suatu perekonomian dikatakan

mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih

tinggi daripada yang telah dicapai pada masa sebelumnya.

Selanjutnya, menurut Setiono (2011), dalam konteks spasial, eksistensi

perekonomian suatu wilayah sedikit banyak harus mempertimbangkan kekuatan

(22)

wilayah sekitar dapat berpengaruh terhadap perekonomian wilayah tertentu, baik

berupa spread effect yang positif maupun backwash effect yang negatif. Untuk itu,

maka manager pembangunan suatu wilayah harus terus-menerus memantau dan

menyusun strategi yang tepat dalam mengantisipasi perkembangan wilayah

sekitarnya.

Dengan berdasarkan pada kenyataan bahwa pada suatu daerah terbagi

kedalam wilayah-wilayah dan sub-sub wilayah, maka pertumbuhan daerah akan

ditentukan oleh faktor-faktor utama yaitu sumber daya alam yang tersedia,

ketersediaan modal bagi pengelolaan sumber daya alam, adanya prasarana dan

sarana (infrastruktur) yang menunjang seperti transportasi, komunikasi dan lainnya,

tersedianya teknologi yang tepat untuk pengelolaan sumber daya alam serta

tersedianya kualitas Sumber Daya Manusia untuk pengelolaan teknologi. Akan tetapi,

dari banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pembentukan modal

atau investasi sebagai penentu utama pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1996). Hal ini

didasarkan pada kesanggupan modal untuk menciptakan faktor-faktor lain yang

penting artinya dalam pembangunan. Dalam teori Harrod-Domar, pembentukan

modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu

perekonomian untuk menghasilkan barang maupun sebagai pengeluaran yang akan

menambah permintaan efektif seluruh masyarakat (Sukirno, 2007). Sedangkan

menurut Nurkse (1996), arti pembentukan modal adalah bahwa masyarakat tidak

(23)

keinginan konsumsi, tetapi menggunakan sebagian saja untuk pembuatan barang

modal : perkakas dan alat-alat, mesin dan fasilitas angkutan, pabrik dan

perlengkapannya - segala macam bentuk modal nyata yang dapat dengan cepat

meningkatkan manfaat upaya produktif.

Pembentukan modal atau investasi memiliki efek pengganda yang besar

terhadap perekonomian. Selain mampu meningkatkan produksi atau pertumbuhan

ekonomi, juga dapat menciptakan kesempatan kerja serta perluasan pasar. Hal ini

sejalan dengan pendapat Jhingan (1990), bahwa investasi membuat pembangunan

menjadi mungkin, kendati dengan penduduk yang meningkat. Kegiatan investasi

memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan

kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran

(Sukirno,2000). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa investasi adalah motor

suatu perekonomian yang akan menggerakkan sektor-sektor produktif seperti industri

manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja.

Kota Tebing Tinggi sebagai salah satu daerah otonom di Propinsi Sumatera

Utara memiliki potensi untuk menjadi daerah tujuan investasi dalam rangka

mempercepat pengembangan wilayahnya, sekaligus diharapkan kedepan daerah ini

dapat menjadi pusat pertumbuhan (Growth Center) bagi daerah – daerah sekitar. Hal

ini di dukung oleh letaknya yang sangat strategis yakni berada pada jalur segitiga

emas yang merupakan titik pertemuan jalur lintas timur, jalur lintas tengah dan jalur

(24)

utama di Pulau Sumatera yaitu di bagian utara Banda Aceh dan dibagian selatan Kota

Padang, Pekan Baru, Jambi, Palembang, Bengkulu, Bandar Lampung. Keberadaan

beberapa pelabuhan dan pabrik serta perkebunan disekitar atau disekeliling Kota

Tebing Tinggi seperti pelabuhan ikan laut di Kecamatan Pagurawan Kabupaten

Serdang Bedagai, pelabuhan ikan laut Bedagai di Kecamatan Tanjung Beringin

Kabupaten Serdang Bedagai, dan peleburan aluminium PT.Indonesia Asahan

Aluminium (Inalum) di Kecamatan air Putih Kabupaten Batu Bara, serta perkebunan

besar (PTPN II, PTPN III, dan Perkebunan Swasta Nasional) semakin memperkuat

peran Kota Tebing Tinggi dalam interaksi antar ruang wilayah. Disamping itu,

rencana pembangunan jalan tol Medan – Kuala Namu – Tebing Tinggi akan semakin

meningkatkan aksesbilitas yang akan mendorong peningkatan aktifitas ekonomi di

Daerah ini. Demikian juga dengan rencana pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus

(KEK) Sei Mangkei di Kabupaten Simalungun sebagai koridor ekonomi sumatera

dalam konsep Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),

juga semakin memperkuat posisi Tebing Tinggi dalam interaksi antar ruang wilayah.

Kesemuanya ini adalah peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para investor

yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pengembangan wilayah Kota Tebing

Tinggi.

Jika melihat kondisi riil investasi di Kota Tebing Tinggi dalam 5 (lima) tahun

terakhir 2005 - 2009, dapat dikatakan bahwa ada peningkatan yang cukup signifikan

(25)

dampak dari krisis global yang dihadapi pada saat itu. Namun, pada tahun berikutnya

yaitu tahun 2008 langsung terkoreksi naik sampai tahun 2009. Hal ini dapat di lihat

dari tabel berikut:

Tabel 1.1. Nilai investasi Kota Tebing Tinggi menurut lapangan usaha tahun 2005 – 2009 (miliar rupiah)

No Lapangan Usaha

6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 34.78 39.83 37.75 42.24 43.80

7 Pengangkutan dan

Komunikasi 26.43 25.07 26.81 28.07 26.71

8 Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 37.01 37.73 42.00 38.18 41.40

9 Jasa-jasa 29.08 38.59 36.30 36.26 38.29

Jumlah 151.21 170.66 170.28 175.53 180.76

Sumber : Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Kota Tebing Tinggi Tahun 2009

Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa tahun 2005 nilai investasi di Kota Tebing

Tinggi sebesar Rp.151.21 Miliar dengan nilai investasi yang paling besar terdapat

pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai sebesar 37.01

Miliar atau 23% dari investasi total. Kemudian pada tahun 2006 mengalami

peningkatan dengan nilai investasi sebesar Rp.170.66 Miliar dengan pertumbuhan

sebesar 19.45% dibandingkan dengan tahun 2005 dengan nilai investasi terbesar pada

(26)

total. Namun, pada tahun 2007, nilai investasi di Kota Tebing Tinggi sedikit

terkoreksi turun yaitu hanya sebesar Rp.170.28 Miliar atau turun 0.38% dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi pada hampir semua sektor kecuali

sektor pengangkutan, komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan. Dua tahun kemudian yakni tahun 2008 dan 2009, Investasi di Kota

Tebing Tinggi kembali meningkat masing-masing sebesar Rp.175.53 Miliar dan Rp.

180.76 dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 5.25% dan 5.23%. Selanjutnya,

selama tahun 2005 – 2009, investasi di Kota Tebing Tinggi lebih di dominasi oleh

investasi di sektor Jasa. Hal ini sesuai dengan struktur perkonomian di daerah

perkotaan lebih di dominasi oleh sektor tersier atau jasa.

Selanjutnya, bila melihat perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) Kota Tebing Tinggi dan pendapatan per kapita masyarakat Kota Tebing

Tinggi selama 5 (lima) tahun terakhir (2005 – 2009) juga menunjukkan peningkatan

yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 1.2. Nilai Investasi Riil dan PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2005 – 2009 (Juta Rupiah)

Tahun Investasi Riil

2008 175.542,12 1.037.465,11 7,35

2009 180.800,93 1.099.238,84 7,70

(27)

Berdasarkan tabel diatas, selama kurun waktu 2005 – 2009, PDRB Kota

Tebing Tinggi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2005 sebesar

Rp.876.467,51 juta menjadi Rp.1.099.238,44 juta atau naik sebesar 79,73%.

Demikian juga dengan pendapatan perkapita masyarakat meningkat setiap tahunnya

dari Rp.6,37 juta per tahun pada tahun 2005 menjadi 7,7 juta pertahun pada tahun

2009.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian apakah terdapat

pengaruh investasi terhadap pengembangan wilayah di Kota Tebing Tinggi yang

dapat diukur melalui indikator-indikator makro ekonomi seperti pertumbuhan

ekonomi dan pendapatan perkapita.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan yang menjadi bahan analisis adalah:

1. Bagaimana pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Tebing

Tinggi ?

2. Bagaimana pengaruh Investasi terhadap Pendapatan Perkapita di Kota Tebing

Tinggi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis pengaruh investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan

(28)

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian yang dilakukan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat

yang antara lain:

1. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi Pemerintah, khususnya Pemerintah

Kota Tebing Tinggi dalam upaya peningkatan investasi dalam rangka

pembangunan dan pengembangan Daerah Kota Tebing Tinggi;

2. Sebagai informasi ilmiah dan wawasan ilmu pengetahuan tentang pengaruh

investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita;

3. Sebagai referensi bagi peneliti lainnya yang berminat untuk mengkaji dalam

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Investasi

Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai

pengeluaran pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan

peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah

barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan

barang dan jasa di masa depan. Investasi yang lazim disebut dengan istilah

penanaman modal atau pembentukan modal, menurut Sukirno (2002) adalah

merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat.

Selanjutnya, Boediono (2001) mendefenisikan investasi sebagai pengeluaran oleh

sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok

yang digunakan atau untuk perluasan pabrik.

Investasi dalam ekonomi makro, juga dapat dibedakan atas investasi otonom

(otonomous investment) dan investasi terpengaruh (induced investment). Investasi

otonom adalah investasi yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, artinya

tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang

dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Jenis investasi ini umumnya dilakukan oleh

pemerintah dengan maksud sebagai landasan pertumbuhan ekonomi berikutnya,

(30)

Sedangkan investasi yang terpengaruh adalah investasi yang dipengaruhi oleh

pendapatan nasional, artinya pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar

pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut

akan memperbesar permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Maka

keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya

lebih banyak investasi.

Kemudian, dalam prakteknya sebagai usaha untuk mencatat nilai penanaman

modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi

(pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran-pengeluaran yang

berikut :

1. Pembelian berbagai jenis barang modal yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi

lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan;

2. Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan

pabrik dan bangunan-bangunan lainnya;

3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan

barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan

pendapatan nasional

Jumlah dari ketiga jenis komponen investasi tersebut dinamakan investasi

bruto, yaitu meliputi investasi untuk menambah kemampuan berproduksi dalam

perekonomian dan mengganti barang modal yang telah didepresiasikan. Apabila

(31)

2.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi

Menurut Jhingan (1996), investasi atau pembentukan modal merupakan jalan

keluar utama dari masalah negara terbelakang ataupun berkembang dan kunci utama

menuju pembangunan ekonomi. Hal ini sebagaimana juga dipertegas oleh Nurkse

(1996) bahwa lingkaran setan kemiskinan di negara terbelakang atau berkembang

dapat digunting melalui investasi atau pembentukan modal. Lebih rinci lagi dikatakan

oleh Todaro (1981) bahwa persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara

adalah:

1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik

dan sumber daya manusia;

2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja dan

keahliannya;

3. Kemajuan teknologi.

Akan tetapi, bagi negara-negara terbelakang atau berkembang pembentukan

modal umumnya masih rendah. Menurut Jhingan (1996), penyebabnya adalah :

1. Pendapatan rendah

Karena pertanian, industri dan sektor lain di Negara berkembang masih

terbelakang, output nasional menjadi rendah dan begitu juga pendapatan nasional.

Akibatnya, pendapatan perkapita rendah. Pada pihak lain, kecenderungan

(32)

Akhirnya, menabung menjadi tidak mungkin dan tingkat pembentukan modal

tetap rendah.

2. Produktifitas rendah

Karena langkanya buruh yang efisien dan pengetahuan teknologi rendah, sumber

alam sering dimanfaatkan secara keliru atau malah tidak dipergunakan, akibatnya

menghambat peningkatan pendapatan pemilik sumber alam hingga tidak mampu

untuk menabung dan berinvestasi sehingga laju pembentukan modalpun tidak

meningkat.

3. Kependudukan

Karena pertumbuhan penduduk sangat tinggi sementara pendapatan perkapita

rendah maka akibatnya keseluruhan pendapatan dipergunakan untuk menghidupi

tambahan penduduk dan hanya sedikit yang ditabung untuk pembentukan modal.

4. Kekurangan wiraswasta

Karena kecilnya pasar, kurangnya modal, langkanya milik pribadi dan perjanjian

memperlambat usaha dan inisiatif untuk berwiraswasta sedangkan dalam

kenyataannya kewiraswastaan merupakan faktor penting dalam pembangunan

ekonomi;

5. Kekurangan overhead ekonomi

Karena kurangnya sumber tenaga, angkutan, perhubungan, air dan sebagainya

telah memperlambat kegiatan usaha yang akhirnya berpengaruh terhadap

(33)

6. Kekurangan peralatan modal

Di negara berkembang ketersediaan barang modal hanya sekitar 5-6 persen dari

pendapatan nasionalnya, sedangkan di negara maju sampai 15-20 persen dari

pendapatan nasionalnya. Karena rendahnya modal maka penggatian barang modal

menjadi tidak mungkin dan ini mempengaruhi pembentukan modal

7. Ketimpangan distribusi pendapatan

Adanya ketidakmerataan pendapatan di negara berkembang dimana hanya sekitar

3-5 persen berpenghasilan tinggi dan mereka ini berivestasi tidak pada saluran

yang produktif menyebabkan pembentukan modal tetap rendah.

8. Pasar sempit

Karena kemampuan untuk menyerap penawaran suatu produk baru, menyebabkan

tidak bergairahnya tumbuhnya usaha dan inisiatif masyarakat sehingga upaya

pembentukan modal tetap rendah

9. Kekurangan lembaga Keuangan

Karena kurang berkembangnya pasar uang, pasar modal, lembaga kredit dan bank

di Negara berkembang menyebabkan pengerahan dana tabungan dalam jumlah

yang cukup untuk tujuan investasi menjadi rendah

10.Keterbelakangan ekonomi dan teknologi

Aktifitas ekonomi yang terbatas dan terbengkalai, efisiensi buruh yang rendah,

nilai dan struktur sosial yang tradisional serta teknik produksi yang masih kuno

(34)

Selanjutnya menurut Sukirno (2011), faktor-faktor utama yang menentukan

tingkat investasi atau pembentukan modal yang akan dilakukan dalam perekonomian

adalah :

1. Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return)

Investasi yang direncanakan hanya akan dilakukan apabila tingkat keuntungan

yang akan diperolehnya adalah lebih besar dari suku bunga yang harus

dibayarnya.

Suatu kegiatan investasi dapat dikatakan memperoleh keuntungan apabila nilai

sekarang pendapatan di masa depan adalah lebih besar daripada nilai sekarang

modal yang diinvestasikan.

Nilai sekarang pendapatan di masa depan dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Sukirno (2011) yaitu:

NS = ��

tahun 1 hingga tahun n

r = suku bunga

Dengan memisalkan nilai sekarang yang diinvestasikan adalah M, penanaman

modal tersebut dikatakan menguntungkan apabila NS lebih besar dari M (NS >

(35)

Kemampuan perusahaan menentukan tingkat investasi yang diharapkan, sangat

dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal perusahaan. Untuk kondisi

internal dapat berupa efisiensi, kualitas SDM dan teknologi yang digunakan.

Disamping itu, kepemilikan hak monopoli, kedekatan dengan pusat kekuasaan

dan penguasaan jalur informasi juga menjadi faktor non-teknis internal

perusahaan. Sedangkan kondisi eksternal perusahaan adalah perkiraan kondisi

ekonomi tingkat nasional maupun internasional, kondisi sosial politik serta

kondisi keamanan negara. Selain itu, kebijakan pemerintah di bidang perpajakan

yang akan mempengaruhi permintaan agregat, juga menjadi faktor yang harus

diperhitungkan terhadap tingkat pengembalian investasi yang diharapkan.

2. Suku Bunga

Suku bunga merupakan faktor utama yang mempengaruhi investasi. Jika suku

bunga tinggi, maka investasi akan berkurang. Hal ini disebabkan karena kenaikan

suku bunga terutama dalam hal ini suku bunga pinjaman menyebabkan biaya

investasi semakin tinggi sehingga akan mempengaruhi tingkat pengembalian

modal atau tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari kegiatan investasi yang

dilakukan. Demikian sebaliknya, jika suku bunga rendah akan mendorong lebih

banyak investasi karena biaya investasinya rendah sehingga tingkat pengembalian

modal atau harapan keuntungan dari kegiatan investasi tersebut akan tinggi.

Untuk mengetahui bagaimana hubungan investasi dengan tingkat suku bunga,

(36)

Sumber : Sukirno (2011)

Gambar 2.1 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga

Pada Gambar 2.1 suku bunga sebesar ro terdapat investasi bernilai Io. Pada suku

bunga sebesar r1 investasi meningkat menjadi I1. Demikian juga pada saat suku

bunga lebih rendah lagi yaitu sebesar r2 maka investasi semakin tinggi menjadi

I2.

3. Kemajuan Teknologi

Adanya penemuan-penemuan teknologi baru oleh para pengusaha untuk

dikembangkan dalam kegiatan produksi atau manajemen memacu dilakukannya

pembaruan-pembaruan atau inovasi dengan melakukan pembelian barang-barang

modal baru dan adakalanya juga harus mendirikan bangunan-bangunan

pabrik/industri yang baru. Dengan demikian, makin banyak

pembaruan-pembaruan yang dilakukan, makin tinggi investasi yang akan dicapai.

S

uku Bunga

Investasi (yang dilakukan)

I1 I2

I0 r0

r1

r2

(37)

2.1.2. Teori-teori investasi

Menurut Irawan dan Suparmoko (1992), ada beberapa teori yang dapat

menjelaskan seberapa besar tingkat investasi yang dapat diusahakan untuk

mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara ataupun wilayah, yaitu :

1. Teori Usaha Perlahan-lahan (Gradualist Theory)

Teori ini berpendapat bahwa negara yang terbelakang sebaiknya jangan

mengadakan industrialisasi cepat-cepat sebab resiko dan kekeliruan-kekeliruan

akan terlalu besar untuk dipikul. Injeksi kapital yang banyak adalah kurang baik

sampai perekonomian tersebut mampu menyerapnya. Pemilihan teknik-teknik

produksi dan investasi didasarkan pada biaya-biaya relatif daripada faktor-faktor

produksi. Harus diusahakan untuk memajukan industri-industri kecil,

pembangunan masyarakat desa yang menggunakan kelebihan tenaga buruh.

Kegiatan yang membutuhkan kapital yang banyak akan diusahakan bila

keuntungan melebihi dari kegiatan yang sifatnya padat karya (labor intensive).

2. Teori Dorongan Besar (Big Push)

Teori ini secara singkat mengatakan bahwa bila hanya ada sedikit-sedikit usaha

untuk menaikkan pendapatan, hal ini hanya mendorong pertambahan penduduk

saja yang nantinya akan menghambat kenaikan pendapatan perkapita. Oleh

karena itu, usaha harus dilaksanakan secara besar-besaran untuk mengatasi

perubahan-perubahan penduduk. Implikasinya ialah harus diadakan investasi

(38)

menggunakan teknik yang paling produktif yang kadang-kadang membutuhkan

kapital yang besar. Konsentrasi pada investasi yang selanjutnya menghasilkan

alat-alat kapital untuk mempertahankan pendapatan dan pertumbuhan output.

Konsumsi sebaliknya ditekan, sehingga investasi dapat terus ada. Titik berat pada

economic of scale” yang berupa produksi massa (large scale production) dan

tentunya juga membutuhkan kapital yang banyak.

3. Teori Pembangunan Seimbang (Balanced Growth)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rosenstein-Rodan (1953), yang

menitikberatkan bahwa perekonomian itu ada kemungkinan untuk berkembang

apabila ada perimbangan yang baik antara berbagai-bagai sektor di dalam

perekonomian. Dengan pertumbuhan seimbang (balanced growth) ini diartikan

bahwa perkembangan ekonomi tidak akan berhasil bila investasi hanya sebatas

pada “titik pertumbuhan” (growing point) tertentu atau sektor-sektor yang sedang

berkembang saja, sebab sektor-sektor lain berhubungan erat. Investasi harus

disebarkan pada semua sektor sehingga memperluas pasar antara satu sektor

dengan sektor lainnya. Makin erat hubungan saling ketergantungan antar berbagai

sektor maka pasar akan semakin kuat. Untuk mewujudkan teori ini tentu saja

harus didukung oleh investasi yang besar.

4. Teori Pembangunan Tidak Seimbang (Unbalanced Growth)

Teori ini dikemukakan oleh Hirschman (1992) yang pada awalnya mengkritik

(39)

tingkat pendapatannya tidak dapat merubah sistem perekonomian yang tradisional

menjadi sistem yang modern. Disamping itu, kapital yang besar tidak dapat

disediakan oleh negara yang masih berkembang. Justru dengan tidak adanya

keseimbangan akan mendorong kemajuan ekonomi yang lebih cepat dan

biaya-biaya ekspansi dapat diminimumkan. Bila satu sektor masih rendah outputnya

maka akan tetap ada permintaan yang banyak di sektor lain dan akan ada suatu

keuntungan super normal pada sektor yang rendah outputnya itu.

2.1.3. Alokasi investasi regional

Gambaran perkembangan pembangunan daerah secara makro sektoral tidak

lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi antar daerah. Hal ini telah

diteliti oleh Rahman (1963) yang mengetengahkan suatu masalah optimisasi

sederhana yaitu kalau ada dua daerah homogen, bagaimana dana investasi harus

dialokasikan diantara dua daerah tersebut sehingga pendapatan nasional pada akhir

periode perencanaan mencapai maksimum. Adapun kondisi yang harus dipenuhi :

a. Keseimbangan antara tabungan dan investasi

b. Tidak akan terjadi disinvestment

c. Disparitas pendapatan antara kedua daerah tidak melampaui tingkat tertentu (bisa

dianggap sebagai batasan politis)

Maka sistem optimasi itu dapat ditulis sebagai berikut, (Azis,1994)

Max. ZT = YTi + YTj ………(2.2)

(40)

ZT = Pendapatan Nasional

Y = Pendapatan Daerah

i dan j = Nama daerah yang diamati

T = Waktu (tahun)

Menurut Rahman (1963), jika daerah i lebih produktif daripada daerah j maka

investasi akan dialokasikan ke daerah i.

Selanjutnya, oleh Intrilligator (1964) juga melakukan penelitian tentang hal

tersebut. Dengan menggunakan tujuan atau fungsi objektif yang berbeda, yaitu

memaksimumkan konsumsi total perkapita selama periode perencanaan, Intrilligator

menyimpulkan bahwa alokasi investasi yang tepat adalah dari daerah yang

produktifitasnya tinggi ke daerah yang laju pertumbuhannya cepat.

Penelitian terus berlanjut. Fujita (1994), yang menggunakan pendekatan

alokasi investasi antar daerah dengan mempertimbangkan kemungkinan gejala return

to scale. Disimpulkanya bahwa daerah yang berada pada kondisi increasing phase

akan mendapat prioritas alokasi investasi daripada daerah yang berada pada kondisi

decreasing phase.

2.1.4. Pengukuran ICOR dan proyeksi investasi

Kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pendapatan dengan investasi dapat

dikaji melalui konsep Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Menurut Daryanto

dan Hafizrianda (2010), ICOR merupakan konsep paling penting dan sangat berguna

(41)

saat memeriksa konsistensi antara sasaran pertumbuhan pendapatan regional dengan

modal tambahan yang mungkin akan terkumpul dari tabungan domestik yang sedang

berjalan. Dalam memperkirakan keperluan finansial pertumbuhan diperlukan adanya

perkiraan mengenai volume investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target output

tertentu. Dengan demikian, besar kecilnya perkiraan investasi di masa mendatang

sangat ditentukan oleh nilai ICOR, karena itu ketepatan dalam mengukur ICOR

menjadi salah satu syarat utama yang harus dipenuhi sewaktu perencana

pembangunan ingin memperkirakan kebutuhan investasi. Untuk memperkirakan

kebutuhan investasi dan pertumbuhan ekonomi wilayah dimasa mendatang dapat

digunakan perhitungan ICOR yang bersifat continous yang biasa disebut dengan

MCOR (Marginal Capital Output Ratio), yang dibangun melalui persamaan berikut:

(Daryanto dan Hafizrianda, 2010 : 67),

Yt = a + b Iit-n

dimana :

+ e ………..(2.3)

Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB I = investasi

Oleh karena persamaan ini mengambil bentuk linier, maka MCOR dapat diturunkan

menjadi :

kt

dimana :

= 1/b………(2.4)

k = MCOR

(42)

maka, ∆It = k . gt

∆I

………(2.5)

t

g = perkiraan pertumbuhan ekonomi = tambahan investasi baru

Proyeksi investasi yang memiliki manfaat sebagai dasar dalam perencanaan

investasi, alat untuk mendapatkan gambaran besarnya masalah ivestasi yang dihadapi

pada masa yang akan datang dan alat dalam penyusunan kebijakan untuk mengatasi

masalah investasi, dapat juga dihitung dengan menggunakan asumsi pertumbuhan

geometris yaitu, (Daryanto dan Hafizrianda, 2010 : 76), :

It = I0 (1 + r)n

dimana :

………(2.6)

It

I

= Perkiraan investasi pada tahun t

o

r = Laju Pertumbuhan investasi = Investasi pada tahun dasar

n = selisih tahun perkiraan dengan tahun dasar

Sedangkan r dapat dihitung dengan rumus :

r = antilog 1/n (log It / Io

2.1.5. Daya tarik investasi daerah/wilayah

) – 1 ………..(2.7)

Persaingan yang semakin tajam menuntut Pemerintah Daerah menyiapkan

daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menarik investasi, orang dan industri ke

daerah. Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investasi

(43)

dengan investasi. Menurut Sirojuzilam (2011) yang juga dipertegas oleh Komite

Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD, 2003), bahwa faktor-faktor

yang menentukan daya tarik suatu daerah terhadap investasi adalah :

1. Perekonomian Kota, yakni berkaitan dengan keunggulan komparatif dan

kompetitif suatu kota/daerah seperti potensi dan struktur ekonomi;

2. Ketenagakerjaan, yakni berkaitan dengan produktifitas tenaga kerja yang sangat

dipengaruhi oleh kualitas pendidikan;

3. Sarana dan Prasarana, yakni berkaitan dengan sarana transportasi dan sarana

publik lainnya;

4. Sosial Budaya, yakni berkaitan dengan masalah keamanan, kondisi sosial

kemasyarakatan dan faktor budaya;

5. Institusi, yakni berkaitan dengan pelayanan, kebijakan, keuangan dan peraturan

daerah yang mendukung.

2.2. Pengembangan Wilayah

Menurut Sandy (1982) Pengembangan wilayah adalah pelaksanaan

pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik

dan sosial wilayah tersebut serta mentaati peraturan perundangan yang berlaku.

Selanjutnya menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah adalah suatu

tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam

rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat atau memajukan

(44)

Pengembangan wilayah juga bermakna sebagai peningkatan aktifitas terhadap

unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup institusi, ekonomi, sosial dan ekologi

dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat. Dengan demikian,

menurut Misra (1982) perencanaan dan pembangunan wilayah ditopang oleh empat

pilar yaitu aspek geografi, aspek ekonomi, teori lokasi dan perencanaan kota. Namun,

menurut Budiharsono (2005), keempat pilar di atas belum mencakup aspek-aspek

lainnya yang juga memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan wilayah

seperti aspek biogeofisik sosial dan lingkungan. Hal ini sedikit bebeda dengan

pandangan sebagian besar para ahli ilmu ekonomi regional barat yang lebih menitik

beratkan bahwa pembangunan regional mencakup kepada empat aspek utama yakni

aspek kelembagaan, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek ekologi. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan wilayah pada dasarnya adalah

peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu

menampung lebih banyak penghuni dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang

rata-rata membaik disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang

atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat baik

dalam arti jenis,intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

2.2.1. Isu utama pengembangan wilayah

Adanya berbagai tatanan sosial yang bersifat dualistis merupakan tatanan

sosial yang sering menjadi ciri penting yang membedakan perkembangan wilayah di

(45)

Rustiadi (2011), tatanan sosial yang terbagi atas masyarakat tradisional dengan

masyarakat yang lebih modern kerap ditemui secara bersama-sama pada suatu

wilayah. Tatanan sosial modern merupakan produk interaksi sosial dengan tatanan

luar yang diimpor, sedangkan tatanan sosial tradisional merupakan corak khas milik

pribumi. Sebagai implikasi berlakunya keadaan di atas, maka muncullah berbagai

macam dualisme di dalam tatanan perekonomian negara-negara berkembang yakni

dualisme teknologi, finansial dan regional.

Masalah lain yang muncul sebagai akibat adanya berbagai dualisme sosial

ekonomi seperti diuraikan di atas adalah adanya lingkaran perangkap kemiskinan

pada sektor masyarakat tradisional. Di sektor masyarakat tradisional, banyak sekali

sumber daya alam yang belum dikembangkan secara optimal sebagai akibat masih

terbelakangnya masyarakat tersebut dan kekurangan modal. Kenyataan ini

mengakibatkan tingkat produktifitas di sektor tersebut sangat rendah yang

berimplikasi terhadap tingkat pendapatan yang rendah. Pada kondisi tingkat

pendapatan yang rendah tersebut selain kemampuan menabung yang rendah juga

tingkat demand-nya rendah akibat rendahnya tingkat konsumsi. Karena tingkat

demand yang rendah kurang mendukung terhadap perkembangan ekonomi wilayah

maka rangsangan investasi di wilayah tersebut juga rendah. Akhirnya jumlah modal

yang terbentuk di wilayah tersebut masih tetap di bawah yang dibutuhkan untuk

(46)

Lingkaran perangkap kemiskinan suatu wilayah dapat semakin diperburuk

dengan adanya kebocoran modal ke luar wilayah (regional linkages). Kebocoran ini

terjadi akibat adanya international and interregional demonstration, yakni sifat

masyarakat tertinggal cenderung mencontoh pola konsumsi di kalangan masyarakat

modern. Wilayah-wilayah yang telah lebih maju memperkenalkan produk-produk

yang mutuna “lebih baik” sehingga wilayah-wilayah masyarakat tradisional

mingimpor dan mengkonsumsi barang-barang tersebut. Akhirnya sejumlah modal

yang telah terakumulasi bukan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

wilayahnya dengan membeli produk lokal tetapi justru bocor ke luar wilayah. Dengan

demikian, wilayah yang sudah lebih dulu maju dan semakin cepat perkembangan

ekonominya, sedangkan wilayah yang terbelakang perkembangannya tetap lamban

bahkan cenderung menurun.

2.2.2. Indikator pembangunan wilayah

Keberhasilan suatu pembangunan wilayah dapat dilihat dari beberapa

indikator Pembangunan Wilayah berdasarkan basis/pendekatan sebagai berikut,

(Rustiadi, 2011):

1. Pendekatan Tujuan pembangunan yang terdiri atas beberapa kelompok yaitu:

a) Kelompok produktifitas, efisiensi dan pertumbuhan dengan indikator

operasionalnya antara lain :

1) Pendapatan Wilayah seperti PDRB, PDRB Perkapita dan

(47)

2) Kelayakan Finansial/Ekonomi seperti NPV, BC Ratio, IRR dan

BEP

3) Spesialisasi, Keunggulan Komparatif/Kompetitif seperti IQ, Shift

Share Analysis

4) Produksi – produksi utama seperti migas, produksi padi/beras, karet

dan kelapa sawit

b) Kelompok Pemerataan, Keberimbangan dan Keadilan dengan indikator

operasionalnya antara lain :

1) Distribusi pendapatan seperti : Gini ratio, Struktural (vertikal)

2) Ketenagakerjaan/ Pengangguran, seperti pengangguran terbuka,

terselubung dan setengah menganggur

3) Kemiskinan seperti Good-service ratio, persen konsumsi makanan,

garis kemiskinan

4) Regional balance seperti Spatial balance, sentral balance, capital

balance dan sektor balance

c) Kelompok Keberlanjutan (sustainable) dengan indikator operasionalnya

antara lain:

1) Dimensi lingkungan

2) Dimensi ekonomi

(48)

2. Pendekatan Sumber Daya yang terdiri atas beberapa kelompok yaitu :

a) Kelompok Sumber Daya Manusia dengan indikator operasionalnya antara

lain:

1) Pengetahuan

2) Keterampilan

3) Kompetensi

4) Etos kerja / sosial

5) Pendapatan/produktifitas

6) Kesehatan

7) Indeks Pembangunan Manusia

b) Kelompok Sumber Daya Alam dengan indikator operasionalnya antara

lain:

1) Tekanan

2) Dampak

3) Degradasi

c) Kelompok Sumber Daya Buatan/Sarana dan Prasarana dengan indikator

operasionalnya antara lain:

1) Skalogram fasilitas pelayanan

2) Aksesbilitas terhadap fasilitas

d) Kelompok Sumber Daya Sosial dengan indikator operasionalnya sebagai

(49)

1) Regulasi (aturan-aturan adat/budaya)

2) Organisasi sosial (network)

3) Rasa percaya (trust)

3. Pendekatan Proses Pembangunan yang terdiri atas beberapa kelompok yaitu :

a) Kelompok input dengan indikator operasionalnya Input dasar seperti

SDA, SDM, Infrastruktur

b) Kelompok Proses/implementasi dengan indikator operasionalnya seperti

input antara, efisensi manajemen, tingkat partisipasi

masyarakat/stakeholder

c) Kelompok Output dengan indikator operasionalnya seperti total volume

produksi

d) Kelompok Outcome

e) Kelompok Benefit

f) Kelompok Impact

2.2.3. Strategi pengembangan wilayah

Dalam upaya mempercepat pengembangan suatu wilayah, diperlukan

strategi-strategi pembangunan wilayah yang efektif. Strategi pembangunan yang efektif dapat

dibagi dalam dua kategori yaitu, (Rustiadi, 2011) :

1. Strategi Demand Side

Strategi Demand Side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang

(50)

setempat melalui kegiatan produksi lokal. Dengan peningkatan barang-barang dan

jasa-jasa tersebut akan meningkatkan perkembangan sektor industri dan sektor

jasa yang akan lebih mendorong perkembangan wilayah tersebut. Sebagai contoh

adalah program transmigrasi yang dalam perkembangannya melalui beberapa

tahapan. Tahap pertama, penduduk masuk dalam stadia sub-sisten selama satu

tahun dimana semua kebutuhan hidup disubsidi oleh pemerintah termasuk

penyediaan sarana dan prasarana dasar. Tahap kedua, transmigran masuk dalam

stadia subsisten dengan bermodal lahan pekarangan dan diharapkan transmigran

dapat berproduksi hingga dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri

(subsisten). Dengan adanya peningkatan sistem produksi diharapkan transmigran

akan memasuki tahap ketiga yaitu stadia marketable surplus (hasil taninya telah

melebihi kebutuhan keluarganya. Hal ini selanjutnya mengisyaratkan perlunya

dikembangkan industri pengolahan terutama untuk memenuhi permintaan atas

barang-barang olahan utama, karena itu diharapkan telah masuk dalam sstadia

industri pertanian berskala kecil. Adanya industri hasil pertanian menyebabkan

peningkatan permintaan hasil pertanian sehingga tidak perlu jauh-jauh untuk

menjual ke kota. Karena itu, income diharapkan akan meningkat sehingga

semakin meningkatkan konsumsi produk-produk non pertanian. Tahap

selanjutnya masuk dalam stadia industri non pertanian dalam skala kecil yang

akan meningkatkan pendapatan dan permintaan barang kebutuhan sekunder.

(51)

Konsekuensi dai pendekatan strategi demand side adalah membutuhkan waktu

yang lama karena berhubungan dengan transformasi teknologi, transformasi

struktur kelembagaan dan yang paling penting proses ini membutuhkan

evolusi/perombakan cara berpikir. Sedangkan keunggulan dari strategi ini

umumnya berjalan stabil dan tidak mudah terpengaruh oleh perubahan di luar

wilayah. Stabilitas ini berkaitan dengan perubahan-perubahan struktur

kelembagaan yang mantap.

2. Strategi Supply side

Strategi Supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama

diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang

berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini adalah untuk meningkatkan

pasokan dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumber daya alam lokal.

Kegiatan produksi terutama ditujukan untuk ekspor yang akhirnya akan

meningkatkan pendapatan lokal. Selanjutnya ini akan menarik kegiatan lain untuk

datang ke wilayah tersebut. Contoh dari strategi ini adalah strategi pengembangan

eksploitasi sumber daya alam melalui penambangan, logging (HPH), dan

lain-lain.

Keuntungan penggunaan strategi Supply side adalah prosesnya cepat sehingga

efek yang ditimbulkannya cepat terlihat. Beberapa permasalahan yang sering

muncul dari digunakannya strategi ini adalah timbulnya enclave karena

(52)

sehingga seringkali hanya masyarakat tertentu dengan jumlah yang terbatas atau

pendatang dari luar kawasan saja yang menikmatinya. Kemudian, sangat peka

terhadap perubahan-perubahan ekonomi di luar (faktor eksternal).

2.3. Pertumbuhan Ekonomi

Persoalan pertumbuhan ekonomi (economic growth)telah mendapat perhatian

yang besar, sejak munculnya ilmu ekonomi. Menurut Nanga (2005), pertumbuhan

ekonomi dibutuhkan dan merupakan sumber utama peningkatan standar hidup

(standard of livingi penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Kata lain,

kemampuan ekonorni suatu negara untuk meningkatkan standar hidup penduduknya

adalah sangat bergantung dan ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi jangka

panjangnya (long run rate of economic growth). Tetapi menurut Senghaas (1988),

yang menentukan bukanlah pertumbuhan itu sendiri melainkan dampak perluasan

pertumbuhan dan sejauhmana dapat terbentuk perekonomian yang koheren dengan

adanya dorongan pertumbuhan sektoral. Teori pertumbuhan ekonomi didefinisikanr

sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per

kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor

tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono,

1992). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran kuantitatif yang

menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu

apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari beberapa pengertian diatas,

(53)

ekonomi yang memiliki pengertian yaitu pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh

perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. Artinya, ada tidaknya

pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak saja

diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun tetapi

juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan

ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan

dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia dan peningkatan

dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi yang menggunakan data berbagai jenis produksi

dengan satuan ukurannya yang beragam sangat sukar untuk memberikan gambaran

tentang pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Oleh karena itu, ukuran yang digunakan

untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya (uang) yang tercermin

dalam nilai Produksi Domestik Bruto (PDB) yaitu nilai barang-barang dan jasa-jasa

yang diproduksikan di dalam negara tersebut baik oleh warga negara tersebut maupun

warga negara asing dalam satu tahun. Konsep lain yang juga menggambarkan

perubahan output adalah Produk Nasional Bruto (PNB) yaitu nilai barang dan jasa

dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki

oleh warga negara dari negara yang pendapatan nasionalnya dihitung. Namun, dalam

analisis makro ekonomi, istilah yang sering digunakan adalah pendapatan nasional

(national income) mewakili arti Produk Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto.

(54)

dihitung berdasarkan harga konstan (tetap), sebab dengan menggunakan harga

konstan pengaruh perubahan harga telah dihilangkan sehingga sekalipun nilai yang

muncul adalah nilai uang dari total output barang dan jasa, perubahan nilai

pendapatan nasional sekaligus menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan

jasa yang dihasilkan selama periode pengamatan.

Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat digunakan

rumus sebagai berikut, (Sukirno, 2011) :

=

�������−�������

�������

���

%

………..(2.8)

dimana :

g = pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dalam persen

PN riil1

PN riil

= pendapatan nasional untuk tahun dimana tingkat

pertumbuhan ekonominya dihitung

0

Dalam keadaan dimana suatu Negara tidak melakukan penghitungan

pendapatan nasional menurut harga konstan/tetap, untuk menentukan tingkat

pertumbuhan ekonomi penghitungannya harus dilakukan dua tahap yaitu pertama,

menghitung pendapatan nasional riil dengan mendeflasikan pendapatan nasional pada

harga masa ini, dan kedua,menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi. = Pendapatan nasional pada tahun sebelumnya

Untuk menghitung pendapatan nasional riil dengan mendeflasikan pendapatan

nasional pada harga masa kini, dapat digunakan rumus sebagai berikut, (Sukirno,

(55)

�������= ����� ����……….(2.9)

dimana,

PN riiln

HI

= pendapatan nasional riil tahun n

n

PNn = pendapatan nasional pada tahun n

= indeks harga (pendeflasi pendapatan nasional) tahun n

2.3.1. Teori pertumbuhan ekonomi klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik bahwa pertumbuhan ekonomi

ditentukan oleh 4 (empat) faktor yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal,

luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan. Dari keempat

faktor tersebut yang menjadi titik berat perhatian mereka adalah pengaruh

pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari

teori masing-masing ahli ekonomi klasik sebagai berikut: (Irawan dan Suparmoko,

1992).

1. Adam Smith

Menurut Adam Smith, untuk berlangsungnya perkembangan ekonomi diperlukan

adanya spesialisasi atau pembagian kerja agar produktifitas tenaga kerja

bertambah. Kenaikkan produktifitas ini akan menaikkan penghasilan nasional

dan selanjutnya memperbesar jumlah penduduk. Penduduk tidak saja merupakan

pasar karena pendapatannya naik, tetapi pendapatan yang lebih besar itu juga

akan merupakan sumber tabungan yang akhirnya meningkatkan akumulasi

Gambar

Tabel 1.1.  Nilai investasi Kota Tebing Tinggi menurut lapangan usaha tahun 2005 – 2009 (miliar rupiah)
Tabel 1.2. Nilai Investasi Riil dan PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2005 – 2009 (Juta Rupiah)
Gambar 2.1 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga
Gambar 2.2. Grafik Teori penduduk optimum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi bagaimana tingkat keberhasilan Taman Kota Tebing Tinggi dan persepsi masyarakat terhadap ruang terbuka publik

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh variabel bebas, yaitu inflasi, PDRB, nilai tukar, dan SBI terhadap perkembangan investasi di Sumatera Utara

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pertumbuhan Tingkat Bunga, Tingkat Upah, Pengeluaran Pembangunan, Investasi, Pengeluaran Rutin, ICOR, dan Kesempatan Kerja secara

Hasil analisis pengembangan sistem RTH Kota Tebing Tinggi berdasarkan interpretasi citra QuickBird Tahun 2016 menunjukkan bahwa kelurahan di Kota Tebing Tinggi

Seperti dapat kita lihat pada tabel 1.1, bahwasannya sektor industri pengolahan memberikan kontribusi cukup besar di kota Tebing Tinggi setelah sektor perdagangan,

Bagaimana persepsi masyarakat terhadap program PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Tebing Tinggi. Menganalisis dampak pembangunan infrastruktur PNPM

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pertumbuhan Tingkat Bunga, Tingkat Upah, Pengeluaran Pembangunan, Investasi, Pengeluaran Rutin, ICOR, dan Kesempatan Kerja secara

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan, kesehatan dan pembentukan modal tetap