• Tidak ada hasil yang ditemukan

Depresi Dan Penanganannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Depresi Dan Penanganannya"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

DEPRESI DAN PENANGANANNYA

Oleh :

Marianne, S.Si., M.Si., Apt.

Fakultas Farmasi

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya

sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Depresi dan

Penanganannya”.

Terima kasih kepada kedua orang tua Prof. Dr. Bastian Arifin, M. Sc., dan

Ir. Rosnani, M. Si yang telah banyak memberikan dukungan. Terima kasih

kepada Andy Febriady, S. Si., Apt., serta kedua putriku Aisha Syahira dan Almira

Syarah. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra,

Apt. selaku dekan beserta dosen-dosen di Fakultas Farmasi USU yang telah

mendukung selesainya karya tulis ini.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi.

Medan, 12 November 2010

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR SINGKATAN... v

Bab I Pendahuluan... 1

Bab II Depresi ... 2

II.1 Definisi dan Prevalensi Depresi ... 2

II.2 Etiologi Depresi ... 3

II.3 Gejala Klinis Depresi ... 4

II.4 Diagnosis Depresi ... 6

Bab III Terapi Depresi ... 10

III.1 Terapi Non Farmakologi ... 10

III.2 Terapi Farmakologi... 12

Bab IV Interaksi Obat... 16

IV.1 Interaksi Obat Golongan SSRI... 16

IV.2 Interaksi Obat Golongan TCA ... 19

IV.3 Interaksi Obat Golongan MAOI... 21

IV.4 Interaksi Obat Golongan Lain ... 22

Bab V Pencegahan Berulangnya Kejadian Depresi... 25

Bab VI Kesimpulan... 26

(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar III.1 Tempat kerja obat antidepresi ... 14

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel II.1 Beberapa penyakit, psikiatrik dan/atau obat yang bisa

menginduksi terjadinya depresi ... 7

Tabel II.2 Gejala depresi berdasarkan PPDGJ III... 8

Tabel II.3 Derajat depresi ... 9

Tabel II.4 Metode pengukuran derajat depresi ... 9

Tabel IV.1 Interaksi obat SSRI dengan obat lain ... 16

Tabel IV.2 Interaksi farmakokinetika dengan obat TCA ... 19

Tabel IV.3 Interaksi farmakodinamika dengan obat TCA ... 20

Tabel IV.4 Obat yang dilarang dikonsumsi ketika mengkonsumsi MAOI ... 21

Tabel IV.5 Interaksi obat dengan antidepresan lainnya ... 22

(6)

 

World Health Organization

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed., Text Revision

Norepinefrin

Dopamin

5-Hidroksitriptamin

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III

Cognitive Behavioral Therapy

Electro Convulsive Therapy

Seasonal Affective Disorder

Repetitive Transcranial Magnetic Stimulation

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor

Tricyclic Antidepressants

Monoamine Oxidase Inhibitor

(7)

   

Bab I

Pendahuluan

 

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat.

Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi.

Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang tanpa pengobatan.

Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri.

Selain itu, depresi yang berat juga menimbulkan berbagai penyakit fisik, seperti

ganggguan pencernaan, asma, gangguan pada pembuluh darah, penurunan

produktivitas, dan lain-lain.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2020 depresi akan

menjadi beban global karena akan menjadi penyakit kedua di dunia dengan

jumlah pasien terbanyak setelah jantung iskemik. Prevalensi penyakit depresi

diperkirakan 5% - 10% per tahun. Depresi dapat terjadi pada siapa saja, baik

anak-anak maupun dewasa, pria maupun wanita, ataupun dari ras apa saja.

Kelainan depresi mayor dan kelainan distimik merupakan dua tipe kelainan

depresi yang tercantum pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed., text revision (DSM-IV-TR). Gambaran penting pada kelainan depresi mayor adalah keadaan klinis yang ditandai dengan satu atau lebih episode

depresi tanpa riwayat mania, gabungan depresi-mania, atau hipomania. Kelainan

distimik adalah gangguan suasana hati (mood) kronis yang melibatkan depresi suasana hati dan sekurangnya terdapat dua gejala lain, dan kelainan ini pada

umumnya lebih ringan dibandingkan kelainan depresi mayor. Pada makalah ini

(8)

Bab II

Depresi

II.1 Definisi dan Prevalensi Depresi

Depresi atau yang lebih dikenal dengan depresi mayor adalah gangguan jiwa atau

mood (suasana hati) berupa perasaan sedih atau kehilangan minat/kesenangan dalam semua aktifitas minimal selama dua minggu. Disertai dengan gejala-gejala

seperti kehilangan berat badan, kesulitan berkonsentrasi, dll. Depresi terjadi tanpa

ada sejarah mania, campuran atau hipomania.

Berdasarkan usia, depresi dapat terjadi pada semua usia, mulai dari anak-anak

sampai manula. Namun depresi paling sering terjadi pada usia 25-44 tahun.

Menurut the National Mental Health Association, kejadian depresi di negara-negara maju lebih sering terjadi dan dari penelitian disebutkan bahwa satu dari

tiga anak di Amerika menderita depresi.

Berdasarkan jenis kelamin, depresi dapat terjadi baik pada pria maupun wanita.

Pada wanita, risiko depresi meningkat sejak masa remaja sampai usia 50-an

dengan tingkat kejadian depresi 1,7 – 2,7 kali lebih besar dibandingkan pria. Pada

usia 65-80 tahun, prevalensi depresi pada wanita sebesar 20,4% sedangkan pria

9,6%.

Depresi juga merupakan penyakit yang diturunkan. Berdasarkan penelitian

disebutkan bahwa 8-18% pasien depresi memiliki keluarga yang mengalami

depresi. Kejadian ini lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang memiliki

keluarga tanpa sejarah depresi, yaitu sebesar 5,6%. Apabila salah seorang dari

orang tua mempunyai riwayat depresi, maka 27% anaknya berpeluang mengalami

gangguan tersebut. Sedangkan bila kedua orang tuanya menderita depresi maka

kemungkinannya meningkat menjadi 50-75%. Pada orang kembar, 39% pasien

mengalami depresi karena faktor hubungan darah, sedangkan 61% karena

(9)

II.2 Etiologi Depresi

Etiologi penyakit depresi sangat kompleks dan belum diketahui secara pasti.

Beberapa faktor endogen dan eksogen diduga saling terkait dalam menimbulkan

keadaan depresi. Faktor-faktor endogen yang diduga berperan dalam kejadian

depresi adalah terjadinya perubahan kesetimbangan neurotransmitter di dalam

tubuh, genetika dan hormonal. Sedangkan faktor eksogen yang diduga berperan

memicu timbulnya depresi adalah keadaan lingkungan sosial.

a. Faktor Endogen

Adanya perubahan kesetimbangan neurotransmitter di otak diduga sangat

berperan dalam menimbulkan kejadian depresi. Neurotransmitter yang terutama

berperan pada kejadian depresi adalah neurotransmitter monoamin seperti

norepinefrin, serotonin dan dopamin. Berikut ini merupakan hipotesa yang

berhubungan dengan neurotransmitter tersebut.

1. Hipotesis amin biogenik, menyatakan bahwa depresi dapat disebabkan

terjadinya penurunan kadar neurotransmitter norepinefrin (NE), serotonin

(5-HT) dan dopamin (DA) di otak.

2. Teori perubahan post sinaptik pada sensitivitas reseptor, menyatakan

bahwa perubahan sensitivitas reseptor NE atau 5-HT2 berhubungan

dengan awal penyakit depresi.

3. Hipotesis deregulasi, teori ini menekankan kegagalan regulasi homeostatik pada sistem neurotransmitter, bukan sekedar penurunan atau

peningkatan aktivitas neurotransmitter.

4. Hipotesis 5-HT/NE, sistem serotonergik dan noradrenergik dibutuhkan

sebagai antidepresi.

5. Peranan dopamin, peningkatan DA pada inti accumbens dapat

(10)

Dari berbagai hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan depresi dapat

terjadi akibat menurunnya kadar neurotransmitter di dalam otak, atau akibat

perubahan sensitivitas reseptor dari neurotransmitter tersebut maupun akibat

perubahan kesetimbangan baik komposisi atau jumlah dari neurotransmitter yang

dianggap bertanggung jawab pada keadaan depresi.

Selain kesetimbangan neurotransmitter, faktor genetika juga berperan dalam

menyebabkan kejadian depresi. Gen dominan yang diduga berperan pada depresi

terikat pada kromosom 11. Hormon juga berperan penting dalam mencetuskan

keadaan depresi. Pada perempuan, faktor hormonal ikut mendorong terjadinya

depresi. Hal ini umumnya terjadi saat siklus haid, kehamilan atau pasca

persalinan, dan menjelang menopause. Pada depresi ditemukan hiperaktivitas

aksis sistem limbik-hipotalamus-hipofisis-adrenal yang menyebabkan peningkatan

sekresi kortisol. Selain itu pada depresi juga ditemukan penurunan hormon lain

seperti growth hormone, luteinizing hormone, folicle stimulating hormone dan testosteron.

b. Faktor Eksogen

Faktor eksogen diduga berperan sangat penting dalam mencetuskan timbulnya

depresi, seperti adanya peristiwa dalam kehidupan dan stress lingkungan. Para

klinikus percaya bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan penting dalam

terjadinya depresi, seperti kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun, kehilangan

pasangan, kehilangan orang yang dicintai, terisolasi dari pergaulan sosial,

perubahan hidup yang besar, kesulitan keuangan, pola asuh penuh keharusan, dan

sebagainya.

Selain faktor endogen dan eksogen, tipe kepribadian tertentu juga diduga ikut

berperan terhadap keadaan depresi. Tipe kepribadian yang dimaksud seperti

kepribadian dependen, obsesi kompulsif, perfeksionis, pemalu, sensitif, mudah

(11)

II.3 Gejala Klinis Depresi

Gejala klinis depresi tampak dari emosional, sikap fisik, intelektual dan

psikomotorik penderita.

1. Gejala Emosional

‐ Kehilangan ketertarikan dan kesenangan pada aktivitas yang biasa

dilakukan (hobbi) atau pekerjaan

‐ Perasaan sedih yang berlebihan

‐ Pesimis

‐ Ingin bunuh diri

‐ Cemas (dialami oleh 90% pasien)

‐ Rasa bersalah yang tidak realistis

‐ Pasien merasa seperti dihukum dan melihat penyakit yang mereka

derita seperti suatu hukuman

‐ Simptomp psikotik, dapat mendengar suara (auditori halusinasi) yang

mengatakan bahwa mereka orang yang buruk dan mereka seharusnya

bunuh diri.

2. Gejala Fisik

‐ Rasa lelah yang tidak hilang dengan beristirahat ‐ Nyeri, terutama nyeri kepala

‐ Gangguan tidur

‐ Gangguan selera makan (meningkat atau menurun) ‐ Kehilangan ketertarikan seksual (penurunan libido)

‐ Keluhan pada saluran pencernaan dan jantung (palpitasi/berdebar)

3. Gejala Intelektual

(12)

‐ Ingatan yang kurang untuk peristiwa yang baru terjadi ‐ Bingung

4. Gejala Psikomotorik

‐ Retardasi psikomotor yaitu berupa pergerakan fisik dan berbicara

yang lamban

‐ Psikomotor yang bergejolak, yaitu berupa perbuatan yang tidak

diketahui maksudnya. Misalnya : meremas-remas tangan, melangkah tanpa

tujuan, dll.

II.4 Diagnosis Depresi

Menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed., Text Revision. Washington, American Psychiatric Association, 2000).

diagnosis depresi dapat ditegakkan sebagai berikut :

A. Terdapatnya 5 (atau lebih) gejala berikut dalam satu periode (2 minggu

berturut-turut) yang merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal

terdapat satu dari 2 gejala berikut ini yaitu (1) suasana hati tertekan atau (2)

hilangnya minat atau kesenangan

1. Mood depresi sepanjang hari dan hampir setiap hari

2. Berkurangnya minat atau kesenangan secara nyata dalam semua hal

sepanjang hari dan hampir setiap hari

3. Perubahan berat badan yang signifikan tanpa adanya diet (terjadinya

penurunan atau peningkatan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan),

diakibatkan adanya kenaikan atau penurunan nafsu makan hampir setiap

hari

4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (keadaan ini diamati

pula oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif)

6. Kelelahan atau hilangnya energi hampir setiap hari

7. Perasaan tidak berharga atau bersalah berlebihan (delusi) hampir setiap

(13)

8. Berkurang kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau keraguan

hampir setiap hari.

9. Pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan kematian),

berulang kali memiliki rencana untuk bunuh diri tanpa rencana yang

spesifik, atau usaha untuk bunuh diri.

B. Gejala yang dapat menyebabkan keadaan menderita atau keadaan yang buruk

pada kehidupan sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

C. Gejala yang tidak terkait langsung dengan efek fisiologis dari suatu obat

(seperti penyalahgunaan obat atau akibat penggunaan obat tertentu), atau

kondisi medis umum (seperti: hipotiroidisme). Untuk memastikannya dapat

dilakukan pemeriksaan laboratorium, antara lain : pemeriksaan darah rutin, uji

fungsi tiroid serta elektrolit darah.

D. Gejala yang tidak dapat dikaitkan dengan reaksi yang dialami akibat

kehilangan orang yang dicintai; gejala bertahan selama lebih dari 2 bulan atau

ditandai dengan gangguan fungsional yang signifikan; dipenuhi pemikiran

yang tidak wajar mengenai perasaan tidak berharga, ide bunuh diri, gejala

psikosis, retardasi psikomotor.

Tabel II.1 Beberapa penyakit, psikiatrik dan/atau obat yang bisa menginduksi terjadinya depresi

Penyakit Endokrin

 Ensefalopati hepatik

Psikiatrik

 Kecanduan

alkohol

 Kecemasan

 Gangguan pola

makan

 Penyakit arteri koroner

 Gagal jantung kongestif

 Infark miokard

Terapi Antihipertensi

 Klonidin

 Diuretik

 Guanetidin sulfat

 Hidralazin HCl

 Metildopa

(14)

 Reserpin

 Penyakit alzheimer

 Epilepsi

 Penyakit huntington

 Multiple sklerosis

 Nyeri

 Penyakit parkinson

 Pasca stroke

Terapi Hormon

 Kontrasepsi oral

 Hormon

Penyakit Ganas Terapi Jerawat

 Isotretionin

Lainnya

 Interferon-beta-1a

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)

Diagnosis depresi ditegakkan sebagai berikut

Tabel II.2 Gejala depresi berdasarkan PPDGJ III

Gejala Utama Gejala Tambahan

Suasana perasaan yang sedih/murung Konsentrasi dan perhatian

berkurang

Kehilangan minat dan kegembiraan Harga diri dan kepercayaan diri

berkurang

Perasaan bersalah dan tidak

berguna

Pandangan masa depan yang

suram dan pesimistik

Gagasan atau perbuatan yang

membahayakan diri atau bunuh

diri

Gangguan tidur Berkurangnya energi yang menuju kepada

meningkatnya keadaan mudah lelah dan

berkurangnya aktivitas

Nafsu makan berkurang

Berdasarkan gejala di atas, maka dapat ditentukan derajat depresi berdasarkan

(15)

Tabel II.3 Derajat depresi

Jika terdapat sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala utama

ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala tambahan yang

sudah berlangsung minimal 2 minggu. Tidak boleh ada gejala

yang berat

2 Sedang

(Moderate)

Jika terdapat sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala utama

ditambah sekurang-kurangnya 3 (sebaiknya 4) gejala

tambahan

3 Berat

(Severe)

Jika terdapat 3 gejala utama ditambah sekurang-kurangnya 4

gejala tambahan, beberapa diantaranya harus berintensitas

berat.

Untuk menentukan derajat depresi seorang pasien dapat ditentukan dengan

beberapa metode yaitu Hamilton Depression Rating Scale, Beck’s Depression Inventory, Zung Self Depression Scale.

Tabel II.4 Metode pengukuran derajat depressi

No Metode

Suatu skala pengukuran depresi terdiri dari 21 items

pernyataan dengan fokus primer pada gejala somatik

dan penilaian dilakukan oleh pemeriksa

(16)

Inventory (BDI) pernyataan yang diberikan oleh pemeriksa, namun dapat juga digunakan oleh pasien untuk menilai

derajat depresinya sendiri.

3 Zung Self

Depression Scale

Suatu skala depresi terdiri dari 20 kalimat dan

penilaian derajat depresinya dilakukan oleh pasien

sendiri.

Bab III

Terapi Depresi

Terapi depresi dapat dilakukan secara non farmakologi, farmakologi ataupun

kombinasi keduanya tergantung tingkat keparahan depresi yang dialami oleh

seseorang. Namun terapi depresi dengan kombinasi keduanya menunjukkan

efikasi yang jauh lebih baik dibandingkan bila salah satu saja. Adapun tujuan

terapi episode depresi akut adalah untuk mengeliminasi atau mengurangi gejala

depresi, meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan terhadap

pengobatan, membantu pengembalian ke tingkat fungsi sebelum sakit dan

mencegah episode depresi lebih lanjut.

III.1 Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi merupakan terapi tanpa menggunakan obat-obatan. Terapi

ini kerap diberikan karena pemberian obat antidepresi kadangkala tidak langsung

memberikan hasil yang optimal atau bahkan tidak memberikan hasil. Yang

termasuk ke dalam terapi ini adalah cognitive behavioral therapy, electro convulsive therapy, bright light therapy, serta repetitive transcranial magnetic stimulation.

a. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Terapi ini memperbaiki cara pandang pasien terhadap kehidupan ke arah yang

lebih positif. Cara ini merupakan first line terapi untuk depresi ringan. Biasanya terapi ini tetap dilakukan dan merupakan upaya untuk mencegah

(17)

b. Electro Convulsive Therapy (ECT)

Terapi ini disebut juga terapi listrik atau terapi kejut dan lebih diutamakan

untuk pasien depresi kronik sedang atau berat yang tidak memberi respon pada

penggunaan antidepressan. Dengan pemberian muatan listrik akan terjadi

peningkatan pelepasan neurotransmitter pada celah sinaps sehingga

diharapkan terjadi perbaikan gejala depresi. Cara penggunaan ECT adalah

dengan meletakkan elektroda yang bermuatan listrik pada bagian otak. Terapi

ini nantinya akan menyebabkan kejang, namun memberi respon cepat, yaitu

sekitar 10-14 hari.

Metode ECT ini ada 2, yaitu bilateral dan unilateral. Pada metode bilateral

setiap elektrode diletakkan pada setiap bagian hemisfer otak. Efek samping

ECT, seperti kehilangan ingatan, lebih sering terjadi pada metode ini. Pada

metode unilateral kedua elektrode diletakkan pada hemisfer nondominan,

yaitu pada bagian kiri hemisfer.

c. Bright Light Therapy

Metode ini diperuntukkan bagi penderita SAD (Seasonal Affective Disorder)

yaitu orang yang depresi akibat kegelapan terutama pada musim dingin.

Caranya dengan memandang lampu/cahaya sekitar 2 jam pada pagi dan sore

hari.

d. Repetitive Transcranial Magnetic Stimulation (RTMS)

Metode ini diperuntukkan bagi pasien depressi yang resisten terhadap

pengobatan yang standar dan terapi kejut.Terapi ini merupakan metode non

invasif untuk membangkitkan sel-sel saraf pada otak dengan cepat melalui

gelombang elektromagnetik yang lemah. RTMS juga merupakan alat untuk

(18)

Metode ini mempengaruhi aktivitas listrik di otak dengan memberikan impuls

melalui medan magnet pada korteks prefrontal otak kiri atau bagian depan kiri

otak. Wilayah otak ini terkait dengan emosi positif dan pengendalian diri.

Artinya stimulasi bagian ini akan mengurangi depresi.

Alat ini berupa kumparan berbentuk kupu-kupu yang diletakkan pada kepala

pasien, dan setiap 30 detik pasien merasakan serangkaian impuls selama 2

detik. Prosedur ini dilakukan selama 30 menit.

III.2 Terapi Farmakologi

Obat-obat antidepressi mempengaruhi sistem cortical, limbic, hipotalamus dan

brainstem yang merupakan hal mendasar pada pengaturan kesadaran, mood dan fungsi otonom. Keputusan menggunakan antidepressan didasarkan pada riwayat

pasien terhadap respon obat, riwayat keluarga terhadap respon obat, sub tipe

depresi, keadaan klinis pada saat tersebut, derajat keparahan, potensi terjadinya

interaksi obat, efek samping serta biaya obat.

Obat-obat antidepresi diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu

golongan selective serotonin reuptake inhibitor, tricyclic antidepresants, monoamine oxidase inhibitors, serta golongan lainnya.

a. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

Mekanisme kerja SSRI adalah menghambat pengambilan kembali 5-HT

(dengan kemampuan tinggi) di pre sinaps sehingga meningkatkan jumlah

5-HT yang akan berikatan dengan reseptor di pasca sinaps. Obat golongan ini

memiliki efek antikolinergik yang minimal, sehingga lebih disukai dan

menjadi pilihan pertama dalam terapi depresi untuk pasien-pasien tanpa

adanya komplikasi atau kontra indikasi terhadap obat tersebut.

Contoh SSRI adalah fluoksetin, sertralin, fluvoksamin, paroksetin, sitalopram

dan escitalopram.

(19)

Mekanisme kerja TCA adalah menghambat pengambilan kembali 5-HT

(dengan kemampuan rendah sampai tinggi) dan NE (dengan kemampuan

rendah sampai sedang). Potensi dan selektivitas sangat bervariasi, tergantung

jenis obatnya. TCA mempengaruhi sistem reseptor lain, yaitu : kolinergik

(sebagai antikolinergik), neurologik dan sistem kardiovaskular. Amin tersier

bekerja pada sistem serotonergik. Amin sekunder bekerja mengaktifkan sistem

norepinefrin. Karena banyak mempengaruhi sistem reseptor lain, obat-obat

golongan ini perlu dipertimbangkan pemberiannya terutama pada

pasien-pasien manula dan keadaan klinis tertentu.

Contoh amin tersier adalah amitriptilin, klomipramin, doksepin, imipramin,

trimipramin. Amin sekunder contohnya adalah amoksapin, maprotilin,

desipramin, nortriptilin serta protriptilin.

c. MAOI (Monoamine Oxidase Inhibitors)

Mekanisme kerja MAOI adalah meningkatkan konsentrasi NE, 5-HT dan DA

dalam sinaps neuronal melalui inhibisi enzim MAO. Enzim MAO ini

berfungsi untuk memetabolisme neurotransmitter monoamin. Penggunaan

kronik dapat menyebabkan downregulation reseptor β-adrenergik, α -adrenergik dan serotonergik.

Terdapat inhibitor MAO A dan MAO B. Inhibitor MAO A lebih efektif dalam

menyembuhkan depresi mayor dibandingkan inhibitor MAO B. Selegiline

sebagai inhibitor MAO B digunakan untuk pengobatan penyakit parkinson.

Selegiline juga mempunyai efek anti depresi, khususnya pada dosis > 10 mg

yang juga menghambat MAO A Contoh obat golongan MAOI adalah fenelzin,

tranilsipromin, moklobemid.

d. Golongan Lain

Golongan lain adalah kelompok obat yang mekanisme kerjanya tidak

termasuk ke dalam golongan obat SSRI, TCA dan MAOI, melainkan memiliki

(20)

- Serotonin-Norepinefrin Reuptake Inhibitor, contohnya venlafaksin. - Atypical Antidepressants, contohnya bupropion, nefazodon, dll. - Dopamine Reuptake Inhibitor, contohnya amineptin.

(21)

Gambar III.1 Tempat kerja obat antidepresi

Keterangan : Gambar di atas menjelaskan peristiwa biokimiawi di ujung

(terminal) noradrenergik. L-tirosin dioksidasi menjadi dihidroksifenilalanin

(L-DOPA) oleh tirosin hidroksilase (TH), kemudian didekarboksilasi menjadi

dopamin (DA) oleh asam amino aromatik-L dekarboksilase (AAD) aromatik,

selanjutnya disimpan di dalam vesikel. Di vesikel terjadi oksidasi rantai samping

dopamin oleh dopamine b-hidroksilase (DbH) sehingga DA berubah menjadi NE.

(22)

dilepaskan akan berinteraksi dengan reseptor a dan b adrenergik di pasca sinaps

dan juga autoreseptor a2 di pra sinap. Senyawa-senyawa biogenik amin ini

nantinya akan dibersihkan dari celah sinaps melalui berbagai cara yaitu

pengikatan dengan reseptor pasca sinaps, pengikatan dengan reseptor pra sinaps

serta pengambilan kembali ke dalam neuron pra sinaps melalui transpor aktif atau

katabolisme. Obat-obat antidepresan seperti TCA dan SSRI bekerja dengan

menghambat transpor aktif (reuptake) neurotransmitter menuju terminal pra sinaps. Obat MAOI bekerja dengan menghambat deaminasi skunder (oleh

monoamine oksidase mitokondria).

Berikut ini merupakan panduan pemilihan obat dalam terapi depresi

(23)

Bab IV

Interaksi Obat

 

IV.1 Interaksi Obat Golongan SSRI

Secara umum interaksi dengan obat golongan SSRI adalah sebagai berikut :

‐ Interaksi dapat terjadi antara SSRI dengan obat yang dimetabolisme

melalui sistem sitokrom P450. SSRI menghambat enzim sitokrom P450. ‐ Reaksi serius dan fatal dapat terjadi dengan pemberian SSRI bersamaan

dengan MAOI. Oleh sebab itu pemberiannya kontraindikasi.

‐ Interval waktu 2 minggu direkomendasikan sebelum pemberian MAOI.

Khusus fluoxetin, interval waktu 5 minggu sebelum pemberian MAOI.

‐ Terjadi peningkatan konsentrasi plasma TCA ketika diberi bersamaan

dengan fluoxetin, sertraline, paroxetin.

Tabel IV.1 Interaksi obat SSRI dengan obat lain

Obat SSRI Interaksi Obat Efek

Simetidin Menurunkan klirens oral citalopram

Fluvoksamin Meningkatkan konsentrasi plasma

citalopram Sitalopram

TCA Meningkatkan AUC TCA

Alprazolam Meningkatkan konsentrasi plasma dan

waktu paruh alprazolam; meningkatkan

gangguan psikomotorik

Antikoagulan Meningkatkan risiko pendarahan

Penghambat reseptor β adrenergik

Meningkatkan konsentrasi serum

metoprolol dan bradikardia; block jantung

Buspiron Menurunkan respon terapetik buspiron

Karbamazepin Meningkatkan konsentrasi plasma

karbamazepin dengan simptomp toksisitas

karbamazepin Fluoksetin

(24)

Obat SSRI Interaksi Obat Efek

Haloperidol Meningkatkan konsentrasi haloperidol dan

meningkatkan efek samping ekstrapiramidal

Lithium Neurotoksisitas-bingung, ataksia, pening,

tremor, absence, kejang

MAOI Reaksi fatal atau berat-bingung, mual,

penglihatan ganda, hipomania, hipertensi,

tremor, sindrom serotonin

Fenitoin Meningkatkan konsentrasi plasma fenitoin

dan simptomp toksisitas fenitoin

TCA Sangat meningkatkan konsentrasi plasma

TCA dengan simptomp toksisitas TCA

Terfenadin Aritmia, bernafas pendek, ortostasis

Trazodon Sakit kepala, pening, sedasi

Triptofan Agitasi, gelisah, konsentrasi rendah, mual

Valproat Meningkatkan konsentrasi serum valproat

Alprazolam Meningkatkan AUC alprazolam sampai

96%, meningkatkan waktu paruh

alprazolam sampai 71%, dan meningkatkan

gangguan psikomotorik

Astemizol Meningkatkan konsentrasi plasma astemizol

dengan efek yang serius pada

kardiovaskular

Penghambat reseptor β-adrenergik

Meningkatkan konsentrasi serum

propanolol sampai 5 kali lipat; bradikardia

dan hipotensi apabila mengkombinasi

flufoksamin dan metoprolol

Karbamazepin Toksisitas karbamazepin, meskipun studi

terkontrol tidak mendukung hal ini Flufoksamin

Klozapin Meningkatkan konsentrasi serum klozapin

(25)

Obat SSRI Interaksi Obat Efek

dan hipotensi ortostatik

Diazepam Menurunkan klirens diazepam dan

metabolit aktifnya

Diltiazem Bradikardia

Haloperidol Meningkatkan konsentrasi plasma

haloperidol

Lithium Meningkatkan efek serotonergik; kejang,

mual dan tremor

MAOI Potensial untuk krisis hipertensi, sindrom

serotonin, kejang dan delirium

Metadon Meningkatkan konsentrasi plasma metadon

dengan simptom toksisitas metadon

TCA Meningkatkan konsentrasi plasma TCA

Terfenadin Meningkatkan konsentrasi plasma

terfenadin dengan efek yang serius pada

kardiovaskular

Teofillin Meningkatkan konsentrasi serum teofillin

dengan simptom toksisitas teofillin

Triptofan Meningkatkan efek serotonergik dan

muntah berat

Warfarin Meningkatkan respon hipoprotrombinemia

dari warfarin

Simetidin Meningkatkan konsentrasi serum paroksetin

Desipramin Meningkatkan konsentrasi plasma dan

waktu paruh desipramin

MAOI Krisis hipertensi, sindrom serotonin, kejang,

delirium Paroksetin

Warfarin Meningkatkan risiko pendarahan

(26)

Obat SSRI Interaksi Obat Efek

karbamazepin

Diazepam Penurunan kecil pada klirens diazepam

MAOI Sindrom serotonin, myoclonus, violent

shaking

TCA Meningkatkan konsentrasi plasma amin

skunder (desipramin, nortriptilin)

Tolbutamid Menurunkan klirens tolbutamid (16%)

Warfarin Meningkatkan waktu protrombin

IV.2 Interaksi Obat Golongan TCA

Secara umum interaksi dengan obat golongan TCA adalah sebagai berikut :

‐ TCA dimetabolisme di hati melalui sistem sitokrom P450. Oleh sebab itu

TCA berinteraksi dengan obat yang mempengaruhi sistem enzim di hati ‐ TCA berikatan dengan protein secara ekstensif. Dapat menyebabkan

interaksi obat melalui displacement dari tempat ikatan protein

‐ TCA dapat membalikkan efek hipotensi antihipertensi tertentu (seperti

guanetidin, metildopa, dan klonidin) karena penghambatan uptake

antihipertensi pada pra sinaps atau penurunan sensitifitas reseptor α2-adrenergik

‐ Efek samping bertambah jika dberikan dengan obat dengan efek

farmakologi yang mirip (seperti : antikolinergik, sedatif, atau obat

hipotensi)

Tabel IV.2 Interaksi farmakokinetika dengan obat TCA

No Interaksi Obat Konsentrasi Plasma Konsentrasi Plasma

1 Cimetidin √

2 Diltiazem √

3 Etanol √

4 SSRIs √

(27)

No Interaksi Obat Konsentrasi Plasma Konsentrasi Plasma

6 Labetalol √

7 Metilfenidat √

8 Kontrasepsi oral √

9 Fenotiazin √

10 Propoksifen √

11 Quinidin √

12 Verapamil √

13 Barbiturat √

14 Karbamazepin √

15 Etanol (pemakaian kronis) √

16 Fenitoin √

Tabel IV.3 Interaksi farmakodinamik dengan obat TCA

No Interaksi Obat Efek

1 Alkohol Meningkatkan efek depresan SSP

2 Amfetamin Meningkatkan efek amfetamin

3 Androgen Delusions, hostility

4 Antikolinergik Efek antikolinergik yang berlebihan

5 Bepredil Meningkatkan efek antiaritmia

6 Klonidin Menurunkan efikasi antihipertensi

7 Disulfiram Acute organic brain syndrome

8 Estrogenal Meningkatkan atau menurunkan respons antidepresan ;

meningkatkan toksisitas

9 Guanadrel Menurunkan efikasi antihipertensi

10 Insulin Menurunkan efek hipoglikemi

11 Lithium Efek addisi menurunkan ambang kejang

12 Metildopa Menurunkan efikasi antihipertensi; takikardia; stimulasi

(28)

IV.3 Interaksi Obat Golongan MAOI

Secara umum interaksi obat golongan MAOI dengan obat lain adalah sebagai

berikut :

‐ Hipotensi postural meningkat dengan pemberian antipsikotik,

antidepressan heterosiklik, obat antihipertensi, dan pasien dengan CHF.

‐ Hindari penggunaan bersamaan dengan buspiron, antidepressan

heterosiklis, meperidin, obat simpatomimetik, SSRI, dan MAOI lainnya. ‐ Diperlukan interval waktu 1-2 minggu untuk mengganti dari MAOI ke

TCA, tapi jika sebaliknya, interval waktu tidak diperlukan.

‐ Meskipun tidak sering, krisis hipertensi dapat terjadi dengan penggunaan

bersamaan simpatomimetik amin atau konsumsi makanan dan minuman

mengandung tiramin. Hindari makanan dan minuman tinggi tiramin.

Tiramin yang terdapat pada makanan dapat menyebabkan terjadinya

hipertensi pada pasien yang mengkonsumsi MAO inhibitor. MAO

ditemukan pada saluran pencernaan dan berfungsi menginaktifkan tiramin;

obat MAO inhibitor mencegah proses ini. Tiramin eksogen dan monoamin

lain yang diabsorbsi menyebabkan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf

simpatis dan epinefrin dari kelenjar adrenal. Jika terdapat neurotransmitter

dalam jumlah yang cukup, akan terjadi palpitasi, sakit kepala berat, dan

krisis hipertensi.

Tabel IV.4 Obat yang dilarang untuk dikonsumsi ketika

mengkonsumsi MAOI

Amfetamin Levodopa

Penekan nafsu makan Anastetik lokal yang berisi vasokonstriktor

simpatomimetik

Inhalasi asma Meperidin

Buspiron Metildopa

Karbamazepin Metilfenidat

Kokain Antidepressan lainnya (dapat dikombinasi

dengan TCA, namun perlu perhatian khusus)

(29)

Dekongestan

(topikal dan sistemik)

Reserpin

IV.4 Interaksi Obat Golongan Lain

Tabel IV.5. Interaksi obat dengan antidepresan lainnya

Obat Interaksi Obat Efek

Amoksapin Obat-obat yang

berinteraksi dengan

TCA

Respon yang sama dengan interaksi yang

diperlihatkan oleh TCA

Maprotilin Obat-obat yang

berinteraksi dengan

TCA

Respon yang sama dengan interaksi yang

diperllihatkan oleh TCA

Mirtazapin MAOI Dapat terjadi sindrom serotonin sentral

Alprazolam Meningkatkan konsentrasi plasma

alprazolam

Astemizol Meningkatkan konsentrasi plasma astemizol

dengan efek samping yang serius pada

kardiovaskular

Digoksin Meningkatkan Cmax, Cmin, dan AUC

digoksin sampai 29%, 27%, dan 15%

berturut-turut

Haloperidol Menurunkan klirens haloperidol sampai

35% Nefazodon

MAOI Krisis hipertensi; sindrom serotonin;

(30)

Obat Interaksi Obat Efek

Propranolol Menurunkan Cmax dan AUC propranolol;

meningkatkan Cmax, Cmin dan AUC dari

metabolit m-CCP nefazodon

Ritonavir Meningkatkan AUC ritonavir dengan

peningkatan adverse event: sakit kepala, mulut kering, mula, somnolence, pening

Terfenadin Meningkatkan konsentrasi plasma

terfenadin dengan efek samping yang serius

pada kardiovaskular

Triazolam Meningkatkan konsentrasi plasma

triazolam; meningkatkan gangguan

psikomotorik

Depresan susunan

saraf pusat

Meningkatkan depressi pada susunan saraf

pusat

Digoksin Meningkatkan konsentrasi serum digoksin

Etanol Peningkatan gangguan pada motor skill

Fluoksetin Meningkatkan konsentrasi plasma trazodon

MAOI Dapat terjadi sindrom serotonin sentral

Neuroleptik Meningkatkan hipotensi

Fenitoin Meningkatkan konsentrasi serum fenitoin

Triptofan Agitasi, gelisah, penurunan konsentrasi,

mual Trazodon

Warfarin Menurunkan respon hiprotrombinemia

MAOI Meningkatkan toksisitas bupropion

Pengobatan yang

menurunkan ambang

kejang

Meningkatkan insidens kejang

Levodopa Meningkatkan insidens adverse experiences

Bupropion

Ritonavir Meningkatkan level darah dari bupropion

(31)

Obat Interaksi Obat Efek

Simetidin Menurunkan klirens Venlafaksin sampai

43%. AUC dan puncak konsentrasi serum

venlafaksin meningkat sampai 60% Venlafaksin

MAOI Krisis hipertensi, sindrom serotonin, kejang

dan delirium

Evaluasi Hasil Terapi

‐ Monitoring konsentrasi plasma obat ‐ Monitoring efek samping

‐ Evaluasi pada perubahan kehidupan sosial masyarakat dan pekerjaan ‐ Evaluasi tekanan darah secara berkala

‐ Pretreatment ECG sebelum pemberian TCA dan evaluasi secara berkala

(>40 tahun)

‐ Evaluasi keinginan untuk bunuh diri

‐ Evaluasi progress pengobatan dengan psychometric rating instrument dan interview anggota keluarga atau teman

(32)

Bab V

Pencegahan Berulangnya Kejadian Depresi

 

Anjuran Untuk Pasien

‐ Melakukan aktifitas positif

‐ Menetapkan target harian yang ringan dan dapat dicapai ‐ Merencanakan hal-hal menyenangkan yang akan dilakukan

‐ Berkumpul bersama orang lain dan anggota keluarga untuk berbagi rasa ‐ Melatih diri agar bisa fleksibel

‐ Memiliki fisik yang sehat

‐ Mendalami ajaran agama yang berperan menimbulkan rasa damai ‐ Yoga dan olah raga

‐ Meditasi dan relaksasi dapat mengurangi ketegangan dan depresi, karena

merangsang otak untuk beristirahat

Anjuran Untuk Keluarga Pasien

‐ Keluarga harus mengenali keluhan fisik akibat depresi ‐ Mengawasi kondisi pasien

‐ Memotivasi untuk sembuh

(33)

Bab VI

Kesimpulan

Dari uraian mengenai depresi serta penanganannya maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Depresi dapat timbul pada diri seseorang karena dipengaruhi oleh berbagai

faktor yaitu faktor endogen, eksogen maupun sikap pribadi tertentu.

2. Terapi depresi dapat dilakukan secara lebih optimal dengan terapi non

farmakologi serta farmakologi.

3. Pemberian obat-obat antidepresi terhadap pasien harus memperhatikan efikasi

yang paling baik namun efek samping yang paling minimal.

4. Pencegahan untuk berulangnya kejadian depresi dapat dilakukan dengan

kegiatan-kegiatan positif oleh pasien serta didukung penuh oleh keluarga

pasien.

(34)

 

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, P. O., Knoben, J. E., Troutman, W. G. (2002). Handbook of Clinical Data. Edisi 10, USA : The McGraw-Hill Companies. Hlm. 450

Aria. (2005). Penanganan Depresi dengan Medan Magnet. Suara Merdeka Perekat Komunitas Jawa Tengah. http://www.suaramerdeka.com/ 

Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D., Buxton, I. (2008). Drug Therapy of Depression and Anxiety Disorder dalam Goodman&Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc. Hlm. 288

Idrus, M.F. (2007). Depresi Pada Penyakit Parkinson. Cermin Dunia Kedokteran

No. 156. Hlm. 130

Kando, J. C., Wells, B. G., Hayes, P. E. (2005). Depressive Disorder dalam

Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach. Edisi 6, Editor : DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.

USA : The McGraw-Hill Companies. Hlm. 1235-1255

Pratama, F.E. (2008). Peranan Antidepresan pada Aksis HPA dan Atrofi

Hipokampus. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/092001/top-1.htm

Sianturi, G. (2006). Depresi, Pintu Masuk Berbagai Penyakit.

http://www.suarapembaruan.com

Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. A. P.,

Kusnandar, A. (2008). Penyakit Depresi dalam ISO Farmakoterapi.

(35)

Gambar

Tabel II.1 Beberapa penyakit, psikiatrik dan/atau obat yang bisa
Tabel II.2 Gejala depresi berdasarkan PPDGJ III
Tabel II.4 Metode pengukuran derajat depressi
Gambar III.1 Tempat kerja obat antidepresi
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Kini dalam suatu episode depresi mayor. • Sebelum terdapat paling tidak satu episode manik atau episode campuran.. • Episode mood tidak lebih baik dijelaskan sebagai

Menurut WHO ( World Health Organization ), depresi merupakan suatu gangguan mood yang paling umum terjadi ditandai dengan keadaan tertekan, kehilangan kesenangan

Menurut DSM IV, kriteria untuk episode depresif mayor antara lain adanya 5 (atau lebih) gejala berikut selama periode 2 minggu dan mewakili perubahan dari

1,2,3 Depresi dapat terjadi pada keadaan normal sebagai bagian dalam perjalanan proses kematangan dari emosi sehingga definisi depresi adalah sebagai berikut: (1) pada

F 31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Campuran Pasien telah memiliki setidaknya satu episode hypomania, mania, depresi, atau episode afektif campuran di masa

Depresi merupakan suatu gangguan alam perasaan (suasana hati atau mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, (suasana hati atau mood) yang ditandai

(a) Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomani, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/ hipomania dan depresi

Klasifikasi depresi terdiri dari episode depresif ringan (minimal harus ada dua dari tiga gejala mayor depresi seperti tersebut diatas ditambah minimal dua dari