TESIS
Oleh
ZULKARNAIN LUBIS
097011133/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
ZULKARNAIN LUBIS
097011133/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
3. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn
Nama : ZULKARNAIN LUBIS
Nim : 097011133
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PERUBAHAN DIREKSI PADA PERSEROAN YANG
TERIKAT KREDIT PADA BANK MANDIRI
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :ZULKARNAIN LUBIS
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, sebagaimana yang disebutkan didalam Pasal 1 angka 5 UUPT 2007. Kekuasaan dan kewajiban anggota direksi (powers of directors) biasanya ditentukan dalam anggaran dasar perseroan dengan tetap mengacu kepada ketentuan UUPT 2007, khususnya Pasal 97 ayat (1) UUPT 2007. Salah satu tindakan direksi tersebut adalah mewakili perseroan dalam hal penandatangan akta perjanjian kredit di bank. Bank Mandiri yang merupakan salah satu Bank BUMN, dalam hal pemberian kredit khususnya terhadap debitor yang berbadan hukum perseroan terbatas mengacu kepada Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri. Salah satu klausula yang terdapat didalam perjanjian kredit tersebut adalah bahwa selama perjanjian kredit yang berkenaan berlaku, debitur tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari bank tidak diperkenankan melakukan hal mengubah nama pengurus atau susunan pengurus (direksi). Hal ini tentunya akan menimbulkan masalah, jika debitur ternyata mengindahkan klausula tersebut. Maka yang dijadikan permasalahan didalam penelitian ini adalah apakah yang merupakan kebijakan dari Bank Mandiri dalam hal pemberian kredit corporate bagi nasabah debitor perseroan terbatas, bagaimanakah aspek hukum perubahan direksi pada perseroan yang terikat kredit pada Bank Mandiri, bagaimanakah kewenangan dan tanggung jawab direksi dalam perjanjian kredit pada Bank Mandiri.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan secara yuridis normatif. Sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak Bank Mandiri dan Notaris di Kota Medan. Sedangkan analisis datanya menggunakandata kualitatif. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang merupakan kebijakan Bank Mandiri dalam pemberian kreditcorporate bagi nasabah debitor perseroan terbatas adalah sesuai dengan Standar Prosedur Kredit Corporate. Aspek hukum perubahan direksi pada perseroan yang terikat kredit pada Bank Mandiri adalah jika debitur perseroan mengindahkan klausula didalam Pasal 17 ayat (7) perjanjian kredit Bank Mandiri tersebut maka bank berhak untuk mengakhiri kewajibannya meneruskan fasilitas pinjaman tersebut dan berhak pula untuk menagih seluruh jumlah terutang dari pihak debitur. Tindakan untuk mewakili serta bertindak untuk dan atas nama perseroan khususnya dalam melakukan perjanjian kredit antara perseroan dengan bank adalah merupakan kewewenangan dan tanggung jawab dari Direksi sesuai dengan ketentuan UUPT 2007 dan anggaran dasar perseroan.
with the aim and the goal of the company and represent the company either in or out of the court according to the by-laws of the company as stated in Article 1 (5) of Law of Limited Liability Company 2007. The powers of directors are usually determined in the by-laws of the company which strictly refers to the stipulation of Law of Limited Liability Company 2007, especially the Article 97 paragraph (1). One of the acts of the directors is to represent the company in the endorsement of credit agreement in the bank. Bank Mandiri as one of the state-owned banks, in terms of credit extension especially to the debtor with its capacity as a Limited Liability Company, refers to the Credit Extension Policy of Bank Mandiri. One of the clauses stated in the credit agreement is that during the active period of the agreement, the debtor without previously receives a written agreement from the bank is not allowed to change the names and the composition of directors. Of course, this will create a problem if the debtor ignores the clause. Thus, the problems solved in this study were what kind of policy which was applied Bank Mandiri in terms of corporate credit extension to the customer in its capacity as a limited liability company, which legal aspect which was applied in the handover of board of directors in a company which was indebted to Bank Mandiri, and what authority and responsibility which was owned by the board of directors in the credit agreement at Bank Mandiri.
The data for this analytical descriptive study with normative juridical approach were obtained through library research and direct interviews with the related parties such as, in this case, Bank Mandiri and Notary in the city of Medan. The data obtained were analyzed through qualitative data analysis method.
The conclusion drawn based on the result of this study is that the policy applied by Bank Mandiri in extending corporate credit to its customer in its capacity as a limited liability company is the one in accordance with the Corporate Credit Procedure Standard. The legal aspect of the handover of board of directors in a company which was indebted to Bank Mandiri is that if the debtor in its capacity as a company ignores the clause in Article 17 paragraph (7) of Bank Mandiri credit agreement, the bank has the right to terminate its responsibility to continue the credit facility and to collect the entire amount owed by the debtor. The act as the representative or on behalf of the company especially in making a credit agreement between the company and the bank is the authority and responsibility of the board of directors in accordance with the stipulation of Law on Limited Liability Company 2007 and by-laws of the company.
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya serta kesehatan lahir batin kepada penulis sehingga dapat
menjalani dan menyelesaikan studi di Program Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan
inilah, penulis membuat suatu karya ilmiah yang berjudul“Perubahan Direksi Pada
Perseroan Yang Terikat Kredit Pada Bank Mandiri”. Juga tidak lupa Shalawat
beriring salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW yang selalu menjadi suri
tauladan dan yang syafa’atnya selalu diharapkan seluruh umatnya.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan penghargaan
dan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran dan
motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Ucapan
terimakasih ini penulis tujukan kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister
3. Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., atas segala
dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama
menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Terimakasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., selaku
Ketua Komisi Pembimbing, dan Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum., serta Dr. T.
Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, ide
dan motivasi yang terbaik serta kritik dan saran yang konstruktif demi tercapainya
hasil yang terbaik dalam penulisan tesis ini;
5. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn., danNotaris Egawati Siregar, SH, MKn.,
selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan
serta masukan maupun saran terhadap penyempurnaan penulisan tesis ini;
6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap
8. Rekan-rekan seperjuangan,Bu Sri, John, Ade, Hendra, Nisya, Artha, Agung,
Taufik, Lexon, Winston, Oji dan Mimi.
9. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara,Bu Fat, Lisa, Winda,Sari, Afni, Aldi, Ken,RizaldanHendri.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu segaa kritik dan saran yang bersifat membangun diterima dengan tangan
terbuka demi kebaikan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga tesis ini
dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembacanya.
Medan, Januari 2012 Penulis
Tempat/Tgl Lahir : Medan/9 Juni 1959
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah
Alamat : Jalan Listrik Nomor 3 Medan.
PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri 96 Medan dari tahun 1965 sampai tahun 1971.
2. SMP Negeri VI Medan dari tahun 1971 sampai tahun 1974.
3. SMA Tunas Kartika Medan dari tahun 1974 sampai tahun 1977.
4. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dari tahun 1977 sampai tahun 1983.
5. Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Keaslian Penelitian ... 10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12
1. Kerangka Teori ... 12
2. Konsepsi... 21
G. Metode Penelitian ... 23
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 24
2. Teknik Pengumpulan Data ... 24
3. Alat Pengumpulan Data ... 25
4. Analisis Data ... 26
BAB II KEBIJAKAN BANK MANDIRI DALAM PEMBERIAN KREDIT CORPORATE BAGI NASABAH DEBITOR PERSEROAN TERBATAS... 28
A. Perjanjian Kredit Merupakan Perjanjian Pokok ... 28
1. Pengertian Perjanjian Kredit ... 30
2. Prosedur Penilaian dan Penilaian Kembali Agunan ... 47
C. Pemberian Kredit Corporate Bagi Perseroan Terbatas di Bank Mandiri ... 48
1. Dasar-Dasar Kebijakan Pemberian Kredit di Bank Mandiri... 50
2. Pelaksanaan Penandatanganan Perjanjian Kredit dan Pengikatan Jaminan ... 54
3. Peranan Notaris dalam Pembuatan Akta Perjanjian Kredit dan Akta Pengikatan Jaminan ... 56
D. Prinsip Kehati-hatian Bank dalam Pemberian Kredit Menurut UU Perbankan... 61
BAB III ASPEK HUKUM PERUBAHAN DIREKSI PADA PERSEROAN YANG TERIKAT KREDIT PADA BANK MANDIRI ... 67
A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum ... 67
1. Status Badan Hukum dan Pertanggungjawaban Terbatas dari Perseroan Terbatas ... 69
2. Prinsip-Prinsip Hukum Perseroan Terbatas ... 75
3. Karakteristik Perseroan Sebagai Badan Hukum ... 78
B. Organ Perseroan Terbatas ... 80
1. Rapat Umum Pemegang Saham... 81
2. Direksi ... 84
3. Komisaris ... 87
C. Aspek Hukum Perubahan Direksi Perseroan Terbatas Terkait dengan Pinjaman Fasilitas Kredit di Bank Mandiri ... 89
BAB IV KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK MANDIRI... 95
A. Kewenangan Direksi Berdasarkan Ketentuan UUPT 2007 ... 95
1. Kewenangan Direksi Dengan Persetujuan Komisaris... 95
Pinjaman Fasilitas Kredit di Bank……… 106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
A. Kesimpulan ... 113
B. Saran ... 114
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, sebagaimana yang disebutkan didalam Pasal 1 angka 5 UUPT 2007. Kekuasaan dan kewajiban anggota direksi (powers of directors) biasanya ditentukan dalam anggaran dasar perseroan dengan tetap mengacu kepada ketentuan UUPT 2007, khususnya Pasal 97 ayat (1) UUPT 2007. Salah satu tindakan direksi tersebut adalah mewakili perseroan dalam hal penandatangan akta perjanjian kredit di bank. Bank Mandiri yang merupakan salah satu Bank BUMN, dalam hal pemberian kredit khususnya terhadap debitor yang berbadan hukum perseroan terbatas mengacu kepada Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri. Salah satu klausula yang terdapat didalam perjanjian kredit tersebut adalah bahwa selama perjanjian kredit yang berkenaan berlaku, debitur tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari bank tidak diperkenankan melakukan hal mengubah nama pengurus atau susunan pengurus (direksi). Hal ini tentunya akan menimbulkan masalah, jika debitur ternyata mengindahkan klausula tersebut. Maka yang dijadikan permasalahan didalam penelitian ini adalah apakah yang merupakan kebijakan dari Bank Mandiri dalam hal pemberian kredit corporate bagi nasabah debitor perseroan terbatas, bagaimanakah aspek hukum perubahan direksi pada perseroan yang terikat kredit pada Bank Mandiri, bagaimanakah kewenangan dan tanggung jawab direksi dalam perjanjian kredit pada Bank Mandiri.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan secara yuridis normatif. Sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak Bank Mandiri dan Notaris di Kota Medan. Sedangkan analisis datanya menggunakandata kualitatif. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang merupakan kebijakan Bank Mandiri dalam pemberian kreditcorporate bagi nasabah debitor perseroan terbatas adalah sesuai dengan Standar Prosedur Kredit Corporate. Aspek hukum perubahan direksi pada perseroan yang terikat kredit pada Bank Mandiri adalah jika debitur perseroan mengindahkan klausula didalam Pasal 17 ayat (7) perjanjian kredit Bank Mandiri tersebut maka bank berhak untuk mengakhiri kewajibannya meneruskan fasilitas pinjaman tersebut dan berhak pula untuk menagih seluruh jumlah terutang dari pihak debitur. Tindakan untuk mewakili serta bertindak untuk dan atas nama perseroan khususnya dalam melakukan perjanjian kredit antara perseroan dengan bank adalah merupakan kewewenangan dan tanggung jawab dari Direksi sesuai dengan ketentuan UUPT 2007 dan anggaran dasar perseroan.
with the aim and the goal of the company and represent the company either in or out of the court according to the by-laws of the company as stated in Article 1 (5) of Law of Limited Liability Company 2007. The powers of directors are usually determined in the by-laws of the company which strictly refers to the stipulation of Law of Limited Liability Company 2007, especially the Article 97 paragraph (1). One of the acts of the directors is to represent the company in the endorsement of credit agreement in the bank. Bank Mandiri as one of the state-owned banks, in terms of credit extension especially to the debtor with its capacity as a Limited Liability Company, refers to the Credit Extension Policy of Bank Mandiri. One of the clauses stated in the credit agreement is that during the active period of the agreement, the debtor without previously receives a written agreement from the bank is not allowed to change the names and the composition of directors. Of course, this will create a problem if the debtor ignores the clause. Thus, the problems solved in this study were what kind of policy which was applied Bank Mandiri in terms of corporate credit extension to the customer in its capacity as a limited liability company, which legal aspect which was applied in the handover of board of directors in a company which was indebted to Bank Mandiri, and what authority and responsibility which was owned by the board of directors in the credit agreement at Bank Mandiri.
The data for this analytical descriptive study with normative juridical approach were obtained through library research and direct interviews with the related parties such as, in this case, Bank Mandiri and Notary in the city of Medan. The data obtained were analyzed through qualitative data analysis method.
The conclusion drawn based on the result of this study is that the policy applied by Bank Mandiri in extending corporate credit to its customer in its capacity as a limited liability company is the one in accordance with the Corporate Credit Procedure Standard. The legal aspect of the handover of board of directors in a company which was indebted to Bank Mandiri is that if the debtor in its capacity as a company ignores the clause in Article 17 paragraph (7) of Bank Mandiri credit agreement, the bank has the right to terminate its responsibility to continue the credit facility and to collect the entire amount owed by the debtor. The act as the representative or on behalf of the company especially in making a credit agreement between the company and the bank is the authority and responsibility of the board of directors in accordance with the stipulation of Law on Limited Liability Company 2007 and by-laws of the company.
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat, baik secara kualitas
maupun kuantitas memerlukan perangkat hukum yang handal. Secara realita hukum
yang sudah ada belum mampu mengantisipasi pertumbuhan perekonomian yang
sangat pesat, sehingga kalangan praktisi mengambil inisiatif dengan mengadakan
kebijaksanaan sendiri yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan
kesusilaan. Kondisi demikian tersebut dikenal dengan mengisi kekosongan hukum.
Dalam dunia usaha dikenal adanya perseroan terbatas (disingkat dengan PT)
yang merupakan perkumpulan modal-modal dari beberapa orang yang disebut dengan
para pendiri. Perseroan terbatas termasuk ke dalam perkumpulan dalam pengertian
yang luas, perkumpulan dalam arti yang luas mempunyai unsur-unsur yaitu adanya
kepentingan bersama dan kerjasama. Bentuk usaha perseroan terbatas mempunyai
unsur-unsur tersendiri yang membedakannya dengan bentuk usaha lainnya, yaitu
menjalankan perusahaan, adanya pemasukan dan kontribusi, adanya maksud untuk
membagi keuntungan atau kemanfaatan dari pemasukan tersebut, menggunakan
tujuannya untuk nama perusahaan, pertanggung jawabannya sebatas pemasukannya,
terdapat sekutu-sekutu yang disebut dengan pemegang saham dan juga ada pengurus.
Sebagaimana diketahui bahwa lembaga PT masuk ke Indonesia melalui Hukum
vennoootschap (NV) dan dibawa ke Indonesia oleh pemerintah Kolonial Belanda
bermula dengan lahirnya “Devereenigde Oost Indische Compagnie“ (VOC).1
Di Indonesia pengaturan perseroan terbatas diatur dalam peraturan
perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas, yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, menggantikan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995.
Pengertian perseroan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berbunyi:
“Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan perseroan terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.
Perkembangan Sistem Hukum di Indonesia, undang-undang yang mengatur
tentang perseroan terbatas yang digunakan di Indonesia ini telah mengalami
perkembangan atau perubahan beberapa kali, yaitu:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel – Staatsblad
1847-23), Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, yang perubahannya dilakukan dengan
Undang Nomor 4 Tahun 1971, dan juga berhubungan dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Buku Ketiga tentang Perikatan,
khususnyamulai Bab Kedelapan Tentang Persekutuan, dikatakan:
1 Rudhi Prasetya, Kendudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti,
“Persekutuan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih
mengikatkan diri untuk memasuk kan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud
untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.”2
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995, dengan mencabut peraturan
perundangan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan inilah
Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas yang merupakan produk Pemerintah
Bangsa Indonesia untuk pertama kalinya.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007, dengan mencabut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut.
Perubahan undang-undang tentang perseroan terbatas ini, tentunya membawa
dampak kepada para pelakuusaha di Indonesia, dimana setiap ada perubahan
undang-undang, para pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan anggaran dasar perseroan
terbatasnya, yang diberi waktu 1(satu) tahun terhitung sejak
diundangkannya perundangan tersebut. Demikian juga halnya dengan
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut
UUPT), dimana dalam Ketentuan Peralihan, Pasal 157 ayat 3, pelaku usaha
diwajibkan menyesuaikan anggaran dasar perusahaannya dengan Undang-Undang
tentang Perseroan Terbatas yang baru diterbitkan dalam batas waktu tertentu, adapun
bunyinya sebagai berikut:
2 Vide Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Pradnya
“ Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam waktu 1(satu) tahun setelah berlakunya undang ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan undang-undang ini.”
Sanksinya yang cukup berat bagi para pelaku usaha terdapat pada Pasal 157
ayat 4, yang berbunyi:
“Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan negeri atas permohonan kejaksaaan atau pihak yang berkepentingan.”
Perseroan terbatas didirikan oleh minimal dua orang pendiri. Pada Perseroan
terbatas yang mengambil bagian modal untuk pertama kali adalah para pendiri,
setelah itu yang mengambil bagian terhadap modal disebut dengan pemegang saham.
Dalam hal ini setiap pemegang saham mengambil bagian dari modal Perseroan
Terbatas, bagian yang diambil pemegang saham untuk pemasukan yang dapat berupa
uang, barang ataupun tenaga baik fisik maupun pikiran. Selain pemegang saham ada
beberapa organ yang disebut sebagai pengurus yang tugasnya melakukan pengurusan
sepenuhnya bagi Perseroan Terbatas, yaitu direksi. Direksi menurut UU No. 40 tahun
2007 pasal 1 angka (5) bahwa direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan,
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Sebagai pengurus untuk menjalankan usaha-usaha perseroan terbatas, direksi
dapat dijabat oleh seseorang sebagai pemilik saham atau diluar pemilik saham sesuai
pemegang saham adalah tidak penting. Antara jabatan direksi dengan pemegang
saham sama sekali tidak ada relevansinya.
Dalam praktek seringkali direktur bukan pemegang saham yaitu bila dijabat
oleh seorang “Direktur yang professional”.3Didalam anggaran dasar pada umumnya
direksi ditunjuk untuk menjalankan perseroan baik perbuatan didalam maupun diluar
pengadilan, menyelenggarakan pembukuan dan hal-hal lain seperti yang tertuang
dalam pasal 76, pasal 77, pasal 78, pasal 79 ayat (1), (2) Undang-Undang nomor 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Kekuasaan dan kewajiban anggota direksi (powers of directors) biasanya
ditentukan dalam anggaran dasar perseroan. Akan tetapi tanpa mengurangi apa yang
diatur dalam anggaran dasar, UUPT 2007 telah mengatur pokok-pokok kewajiban
dan tanggung jawab yang harus dilakukan anggota direksi, sebagaimana diatur
didalam Pasal 97 ayat (1) UUPT 2007 bahwa “direksi bertanggung jawab atas
pengurusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 ayat (1)”.
Maksud menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan adalah :
a. Pengurusan perseroan yang dilaksanakan anggota direksi harus sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar, dan
b. Pelaksanaan pengurusan, meliputi pengurusan sehari-hari.4
Tanggung jawab anggota direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan,
tidak cukup hanya dilakukan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan
3Rudhi Prasetya,Kendudukan Mandiri Perseroan Terbatas,Op. Cit.,hal.18.
tujuan yang ditetapkan dalam anggaran dasar seperti yang dijelaskan diatas. Akan
tetapi pengurusan itu wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan “itikad baik”
(goeder trouw, good faith) dan penuh tanggung jawab.5
Untuk mendukung maksud dan tujuan perseroan salah satunya usaha yang
dilakukan adalah berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan
guna meningkatkan usahanya. Bantuan berupa kredit yang diterima perseroan inilah
yang kemudian untuk memperbesar volume usaha dengan produktivitasnya.
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah debitor
adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir terhadap semua nasabah debitor
baik nasabah debitor, nasabah deposan ataupun nasabah non debitor-non deposan.
Terhadap nasabah debitor, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu
kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan debitor
(peminjam dana).6
Umumnya hubungan kontraktual dilakukan dengan perjanjian kredit.
Perjanjian kredit ini merupakan perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai
perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah accessor-nya. Ada dan
berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Maksud dari arti
riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh
bank kepada nasabah debitor.
5Ibid.,hal. 373.
Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh bank
sebagai kreditor maupun oleh nasabah sebagai debitor, karena perjanjian kredit
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaannya, ataupun
penatalaksanaan kredit itu sendiri. Menurut Ch. Gatot Wardoyo, dalam tulisannya
mengenai Sekitar Klausul-Klausul Perjanjian kredit Bank, perjanjian kredit
mempunyai beberapa fungsi, diantaranya :7
1) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok;
2) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan
kewajiban diantara kreditor dan debitur;
3) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk yang disingkat dengan Bank Mandiri,
merupakan Bank Umum yang didirikan pada tanggal 2 Oktober 1998. Dan salah satu
misi dari Bank Mandiri adalah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar. Untuk
menunjang tercapainya visi dan misi Bank Mandiri, maka ditetapkanlah suatu strategi
penyusunan kebijakan perkreditan yang mampu memberikan system pengelolaan
risiko dalam pemberian kredit yang sehat berdasarkan asas kehati-hatian, konsisten
dan berkesinambungan, yang dikenal dengan istilah Kebijakan Perkreditan Bank
Mandiri, yakni kerangka kerja (frame work) yang meliputi filosofi/doktrin
perkreditan, prinsip-prinsip dasar pemberian kredit serta acuan pokok bagi semua
ketentuan perkreditan. Kebijakan ini disesuaikan dengan kebijakan umum bank dan
7Muhammad Djumhana,Hukum Perbankan di Indonesia,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
peraturan Bank Indonesia, perundang-undangan serta peraturan pemerintah terkait
yang berlaku.
Dalam hal pemberian kredit khususnya terhadap debitor yang berbadan
hukum perseroan terbatas, bentuk perjanjian kredit perbankan biasanya menggunakan
bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, dalam prakteknya
perjanjian tersebut telah disediakan oleh pihak Bank Mandiri sebagai kreditur
sedangkan debitor hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Apabila
debitor menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka
ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi apabila
debitor menolak maka ia tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut.
Salah satu klausula yang terdapat didalam perjanjian kredit Bank Mandiri
adalah bahwa selama perjanjian kredit yang berkenaan berlaku, debitur tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari bank tidak diperkenankan melakukan hal
mengubah nama pengurus atau susunan pengurus (direksi). Sementara itu terkait
dengan masalah ini, jika dilihat bunyi dari pasal 105 ayat (1) UUPT 2007 bahwa
anggota direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham) dengan menyebutkan alasannya. Hal ini tentunya
harus benar-benar diperhatikan oleh pihak debitor perseroan terbatas agar tidak
bertentangan dengan aturan yang berlaku didalam isi perjanjian kredit tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan
judul “PERUBAHAN DIREKSI PADA PERSEROAN YANG TERIKAT KREDIT
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah yang merupakan kebijakan dari Bank Mandiri dalam hal pemberian
kredit corporate bagi nasabah debitor perseroan terbatas?
2. Bagaimanakah aspek hukum perubahan direksi pada perseroan yang terikat kredit
pada Bank Mandiri?
3. Bagaimanakah kewenangan dan tanggung jawab direksi dalam perjanjian kredit
pada Bank Mandiri?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kebijakan dari Bank Mandiri dalam hal pemberian kredit
corporate bagi nasabah debitor perseroan terbatas.
2. Untuk mengetahui bagaimana aspek hukum perubahan direksi pada perseroan
yang terikat kredit pada Bank Mandiri.
3. Untuk mengetahui kewenangan dan tanggung jawab direksi dalam perjanjian
kredit pada Bank Mandiri.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat
mengenai perkembangan ilmu hukum khususnya Hukum Perusahaan dan Hukum
Perbankan yang berkaitan dengan pengaturan-pengaturan mengenai tanggung
jawab direksi perseroan dalam melakukan perjanjian kredit di bank sebagaimana
diatur didalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun
2007. Selain itu juga untuk menguatkan asas bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal
1338 KUHPerdata).
2. Secara praktis.
Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang jelas kepada
praktisi hukum khususnya notaris dan kalangan perbankan serta masyarakat luas
dalam membuat perjanjian kredit yang berhubungan dengan perseroan terbatas
sebagai debitor pada bank.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi
dan dari penelusuran di Kepustakaan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara, bahwa penelitian dengan judul “PERUBAHAN DIREKSI PADA
PERSEROAN YANG TERIKAT KREDIT PADA BANK MANDIRI”, belum
pernah dilakukan.
Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan tanggung jawab direksi
1. Rudy Haposan Siahaan, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2009,
dengan judul “Analisis Hukum atas Klausula Pelarangan Penggantian Direksi dan
Komisaris Perseroan Terbatas Sebagai Debitur dalam Perjanjian kredit pada
bank”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu apakah yang menjadi
aspek pertimbangan bank atas pemberian kredit kepada perseroan terbatas,
bagaimana kewenangan dan tanggung jawab perseroan terbatas dalam melakukan
perjanjian kredit pada bank dan bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit pada
bank ketika ada klausula pelarangan penggantian direksi dan komisaris pada
perseroan terbatas.
2. Erlina, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dengan judul “Tanggung Jawab Direksi Perseroan
Terbatas dalam Tindakan Ultra Vires” dengan beberapa permasalahan yang
diteliti yaitu bagaimakah pengaturan tanggungjawab Direksi Perseroan,
bagaimana pengaturan Ultra Vires didalam melindungi perusahaan dan pihak
ketiga dan bagaimana gerak pelaksanaan tanggungjawab direksi dalam tindakan
Ultra Vires.
Namun jika dihadapkan pada penelitian yang telah dilakukan tersebut dengan
penelitian ini, maka ada perbedaan materi dan pembahasan yang dilakukan. Dengan
demikian maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
“Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas
penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.8 Teori berfungsi untuk
menerangkan atau menjelaskan mengapa gajala spesifik atau proses tertentu terjadi
dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat
menunjukkan ketidakbenaran.9 Menurut Soerjono Soekanto, teori10 adalah suatu
sistim yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk
menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan
pengarahan pada aktifitas penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf
pemahaman tertentu.
Sedangkan Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar
perbandingan, pegangan teoritis.11 Kerangka teori yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, dari
para penulis ilmu hukum di bidang hukum perusahaan, yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang
merupakan masukan bagi penulisan tesis.
8Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta 1986, hal. 6 9
J.J.J. M.Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting : M. Hisyam, Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203.
Perseroan terbatas sebagai badan hukum perdata (privat) yang mempunyai
status kemandirian (persona standi in judicio) sudah tentu memiliki identitas hukum
sendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas
hukum para pemegang sahamnya, direksi maupun organ-organ lainnya. Dalam kaidah
hukum perdata (civil law), jelas ditetapkan bahwa suatu perseroan merupakan subyek
hukum perdata dapat melakukan aktivitas jual beli, dapat membuat perjanjian atau
kontrak dengan pihak lain, serta dapat menuntut dan dituntut dipengadilan dalam
hubungan keperdataan. Para pemegang saham menikmati keuntungan yang diperoleh
dari konsep tanggung jawab terbatas, dan kegiatan korporasi berlangsung terus
menerus, dalam arti bahwa keberadaannya tidak akan berubah meskipun ada
penambahan anggota-anggota atau berhentinya atau meninggalnya anggota-anggota
yang ada.12
Dalam penelitian ini, teori hukum yang digunakan adalah teori badan hukum.
Mengenai perseroan sebagai badan hukum, kita mengenal Otto Van Gierke dalam
teori organnya mengatakan :13
Badan hukum suatu yang abstrak atau anggapan dalam pikiran manusia tetapi suatu yang riil atau nyata. Badan hukum adalah organ seperti halnya manusia yang dapat melakukan perbuatan atau menyatakan kehendak melalui organnya seperti pengurus, direksi atau komisaris atas nama badan hukum menjalankan tujuan badan hukum tersebut.
12 Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perusahaan,
disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka MenciptakanGood Corporate Governance Pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi”diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007.
13Sutarno, Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cetakan Ketiga, CV. Alfabeta, Bandung,
Jadi menurut teori organ ini badan hukum itu tidak berbeda dengan manusia,
mempunyai sifat kepribadian yang sama dengan manusia, karena badan hukum
mempunyai kehendak yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya seperti RUPS,
Pengurus Direksi dan Dewan Komisaris.14
Untuk memberi pembenaran dasar hukum bahwa badan hukum itu sebagai
subjek hukum (pendukung/pembawa hak dan kewajiban didalam hukum), teori badan
hukum lainnya selain teori organ adalah teori kekayaan bersama yang dianut oleh R.
Van Jiaring15, menurutnya badan hukum sebagai kumpulan manusia, jadi
kepentingan badan hukum adalah kepentingan seluruh anggota, badan hukum bukan
abstraksi dan bukan organisme, dan pada hakikatnya hak dan kewajiban badan
hukum adalah hak dan kewajiban anggota bersama, jadi hanya konstruksi yuridis
saja.
Pada dasarnya ada dua kelompok dari teori badan hukum, yaitu :16
1. Kelompok yang menganggap bahwa badan hukum itu sebagai wujud yang nyata,
artinya dengan panca indera manusia sendiri, akibatnya badan hukum tersebut
disamakan atau identik dengan manusia. Badan hukum dianggap identik dengan
organ-organ yang mengrus ialah para pengurusnya dan mereka inilah oleh hukum
diangap sebagai persoon.
14
Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek Dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 130.
2. Kelompok yang menganggap bahwa badan hukum itu tidak sebagai wujud nyata,
tetapi badan hukum itu hanya merupakan manusia yang berdiri di belakang badan
huykum tersebut akibanya menurut anggapan yang kedua ini jika badan hukum
teresebut melakukan kesalahan itu adalah kesalahan manusia-manusia yang
berdiri di belakang badan hukum tersebut secara bersama-sama.
Meskipun berbeda-beda tetapi teori-teori tersebut sepakat bahwa badan
hukum dapat ikut dalam pergaulan hukum di masyarakat. Didalam hukum, istilah
orang (persoon) mencakup makhluk pribadi, yakni manusia (naturlijke person) dan
badan hukum (recht persoon), keduanya adalah subjek hukum sehingga keduanya
adalah penyandang hak dan kewajiban hukum. Dengan kata lain bahwa mereka
memiliki hak dan atau kewajiban yang diakui hukum.17
Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum memiliki 3 (tiga) organ, yaitu
Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris. Masing-masing dan
setiap organ tersebut memiliki fungsi, tugas dan kewenangannya sendiri. Sebagai
suaturechtperson, perseroan terbatas tidaklah sama denganpersondalam pengertian
orang pribadi, yang bisa bertindak atau melakukan suatu perbuatan hukum. Fungsi
untuk melakukan perbuatan tersebut terletak pada ketiga organ yang disebutkan
diatas.
Undang-undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya
disebut “UUPT”) mengatur tentang ketiga organ tersebut. Dalam pengertian UUPT
17J. Satrio, Hukum Pribadi, Bagian I Persoon Alamiah, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
yang dimaksud dengan Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan,
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Hal tersebut
sebagaimana termaktub dalam pasal 1 angka 5 UUPT. Berpijak dari pengertian ini,
Direksi adalah organ perseroan terbatas yang berwenang, bertugas dan bertanggung
jawab di dalam melakukan pengelolaan suatu perseroan terbatas. Definisi yang
diberikan oleh UUPT tersebut meliputi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Direksi merupakan organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan;
2. Pengurusan perseroan oleh Direksi dilakukan untuk kepentingan perseroan, dan
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
3. Direksi berwenang mewakili perseroan untuk segala urusan.
Kewenangan Direksi untuk menjalankan pengurusan perseroan terbatas
sebagaimana disebut dalam definsi diatas ditegaskan kembali dalam pasal 92 ayat (1)
UUPT. Pasal tersebut menetapkan bahwa Direksi menjalankan pengurusan perseroan
untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Sebagai “artificial person”, perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri,
perseroan tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri. Dalam hukum
perseroan, untuk menggerakkan perseroan, perseroan dibagi-bagi ke dalam
organ-organ sebagaimana diuraikan diatas, yang masing-masing organ-organ memiliki tugas dan
melaksanakan kegiatan pengurusan dan perwakilan untuk dan atas nama perseroan,
dan bagi kepentingan perseroan, di bawah pengawasan Dewan Komisaris. Setiap
tindakan yang dilakukan oleh direksi memiliki peran ganda, yaitu disatu pihak
menunjukkan keberadaan atau eksistensi Perseroan, dan dipihak lain menjadi
pembatasan bagi kecakapan bertindak Perseroan. Perbuatan hukum yang Perseroan
tidak cakap untuk melakukannya kerena berada di luar cakupan maksud dan tujuan
dikenal sebagai perbuatan ultra vires. Dengan demikian ultra vires pada prinsipnya
adalah perbuatan yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat
Perseroan.18
Direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama dan untuk
kepentingan Perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan Anggaran Dasar Perseroan. Setiap tindakan yang
dilakukan oleh Direksi di luar dalam hal diatur lain oleh undang-undang. Ini berarti
Direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan
Perseroan. Sehubungan dengan hal tersebut Paul L.Davies dalamGower’s Principles
of Modern Company Law, yang dikutip dalam buku Gunawan Widjaja, Seri
Pemahaman Perseroan Terbatas, menyatakan :19
In applying the general equitable principle to company directors, four separate rules have emerged, There are:
(1) that directors must act in good faith in what they believe to be the best interest of the company;
18 Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas, RisikoHukum sebagai Direksi,
Komisaris & Pemilik PT, Praninta Offset , Jakarta , 2008, hal. 42.
(2) that they must not exercise the powers conferred upon them for purpose difference from those for which they were conferred;
(3) that they must fetter their discretion as to how they shall act;
(4) that, without the informed consent of the company, they must not place themselves in a position in which their personal interests or duties to other persons are liable to conflict with their duties.
Keempat prinsip tersebut pada hakekatnya menunjukkan bahwa Direksi
Perseroan, dalam menjalankan tugas kepengurusannya harus senantiasa :20
(1) bertindak dengan itikad baik;
(2) senantiasa memperhatikan kepentingan Perseroan dan bukan kepentingan dari pemegang saham semata-mata;
(3) kepengurusan Perseroan harus dilakukan dengan baik, sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat kecermatan yang wajar, dengan ketentuan bahwa Direksi tidak diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri; (4) tidak diperkenankan untuk berada dalam suatu keadaan yang dapat
mengakibatkan kepentingan dan atau kewajibannya terhadap perseroan berbenturan dengan kepentingan perseroan, kecuali dengan pengetahuan dan persetujuan perseroan.
Jadi antara Direksi dan Perseroan terdapat suatu bentuk hubungan saling
ketergantungan, dimana kegiatan dan aktivitas perseroan bergantung pada direksi,
sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan tugas pengurusan Perseroan, dan
keberadaan Perseroan merupakan sebab keberadaan Direksi, tanpa Perseroan maka
tidak pernah ada Direksi. Disini terlihat adanya hubungan kepercayaan antara Direksi
dengan perseroan. Hubungan ini dinamakan fiduciary relation, yang selanjutnya
melahirkanfiduciary dutybagi Direksi terhadap perseroan yang telah mengangkatnya
sebagai pengurus dan perwakilan bagi perseroan, dalam segala macam tindakan
hukumnya untuk mencapai maksud dan tujuan, serta untuk kepentingan perseroan.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.21 Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, bahwa fungsi utama bagi perbankan di Indonesia adalah sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Fungsi perbankan tersebut dalam penerapannya disesuaikan dengan jenis
banknya dan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 5 UU Perbankan, jenis-jenis
bank adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat, yang masing-masing memiliki
cakupan bidang usaha yang berbeda. Seperti misalnya pada bank umum, yang
mempunyai fungsi :22
a. Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan pada pihak lain atau membeli surat-surat berharga (financial Investment). b. Mempermudah dalam lalu lintas pembayaran uang.
c. Menjamin keamanan uang masyarakat yang sementara tidak digunakan. d. Menciptakan kredit (created money deposit) melalui demand deposit
(deposito yang sewaktu-waktu dapat diuangkan) dari kelebihan cadangannya.
Salah satu yang merupakan fungsi dari perbankan adalah dalam hal pemberian
fasilitas pinjaman kredit. Pada umumnya pemohon kredit adalah perorangan atau
manusia dan badan usaha yang berbadan hukum atau yang tidak berbadan hukum.
Manusia dan badan usaha yang berbadan hukum adalah subyek hukum. Seorang
analis kredit dan pejabat yang bertugas di unit kerja perkreditan harus mampu
21
Pasal 1 angka 2 Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
22Mariam Darus Badrulzaman,et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,
memahami seluk beluk aspek-aspek hukum pemohon kredit. Analisis aspek hukum
pemohon kredit pertama kali harus dilakukan sebelum meluluskan pemberian kredit.
Apa yang menjadi kunci aspek hukum manusia dan aspek hukum badan hukum
seperti Firma, Comanditer Venootschap (CV) harus dipahami dengan sempurna.
Apabila pemahaman aspek hukum pemohon kredit ini keliru maka dapat
mengakibatkan perjanjian kredit yang dibuat menjadi batal demi hukum atau dapat
dibatalkan, akibatnya merugikan bank sebagai pemberi kredit.
Dalam memberikan kredit, bank harus menggunakan akad perjanjian sehingga
memiliki ketentuan pembuktian, dan bank biasanya menggunakan kontrak/perjanjian
kredit yang bentuknya sudah baku sehingga tidak perlu untuk selalu membuat
perjanjian kredit setiap saat, karena apabila bank akan memberikan kredit kepada
nasabah debiturnya perjanjiannya telah siap sehingga hanya diperlukan tanda tangan
nasabah debitur.
Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktik
perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit,
akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain
sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda tetapi secara
yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk
uang.
Dalam praktik bank ada 2 (dua) bentuk perjanjian kredit yaitu :23
1. Perjanjian kredit dibuat dibawah tangan dinamakan akta dibawah tangan24 artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis Akta Dibawah Tangan.
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik25 atau akta notariil. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh Bank kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik.
Adapun fungsi daripada perjanjian kredit itu sendiri diantaranya, yaitu:26
a. sebagai perjanjian-perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya.
b. sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.
c. sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
2. Konsepsi
Konsep berasal dari Bahasa Latin,conceptusyang memiliki arti sebagai suatu
kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.27
Konsepsimerupakan salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi yang diterjemahkan
24 Pasal 1874 KUHPerdata menyebutkan bahwa sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan
dianggap akta-akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum.
25 Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang
didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.
26
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 183.
27Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin,Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit yang disebut
dengan operational definition28. Pentingnya definisi operasional tersebut adalah untuk
menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius), dari suatu istilah
yang dipakai.29Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus
didefinisikan beberapa konsep dasar, agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut :
a. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh aatas
pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.30
b. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.31
c. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
28 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.
29
Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”,Disertasi, Medan, PPs-USU, 2002, hal. 35.
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga.32
d. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.33
G. Metode Penelitian
Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan, sebagai berikut34:
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,
3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.
Agar penelitian tersebut memenuhi syarat keilmuan, maka diperlukan
pedoman yang disebut metode penelitian. Metode penelitian adalah cara-cara berfikir
dan berbuat, yaitu dipersiapkan dengan baik-baik untuk mengadakan penelitian dan
untuk mencapai suatu tujuan penelitian35.
Penulisan sebagai salah satu jenis karya tulis ilmiah membutuhkan data-data
yang mempunyai nilai kebenaran yang dapat dipercaya. Untuk memperoleh data-data
sebagaimana yang dimaksud maka dilakukan suatu metode tertentu, karena setiap
cabang ilmu pengetahuan mempunyai metode penulisan tersendiri.
32Pasal 1 angka 11 undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
33
Pasal 1 angka 2 undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Maka dalam tulisan hukum secara otomatis metode yang dipakai adalah
metode penulisan hukum. Metode penulisan ini merupakan pedoman atau petunjuk
dalam mempelajari, menganalisa, memahami serta menemukan penyelesaian bagi
permasalahan yang dihadapai.
Adapun metode yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian yang berbasis kepada ilmu hukum
normatif,dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai
aspek hukum, dari segi ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perseroan
terbatas dan bahan hukum lainnya.
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis. Bersifat deskriptif maksudnya
dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang
permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang
diperoleh akan dilakukan analitis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan. Jadi
deskriptif analitis maksudnya adalah suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah,
menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil
penelitian dilapangan36. Sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang
perubahan direksi pada perseroan yang terikat kredit pada Bank Mandiri.
2. Teknik Pengumpulan Data
Karakteristik utama penelitian ilmu hukum normatif dalam melakukan
pengkajian hukum adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif .
Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.37
a. Bahan Hukum Primer.
Bahan hukum primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar,
peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini
bahan hukum primernya yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian adalahlibrary researchatau penelitian kepustakaan.
3. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara :
a. Studi dokumen
Pembahasan mengenai studi dokumen atau bahan pustaka, akan mengawali
pembicaraan mengenai alat-alat pengumpul data dalam penelitian, karena bahan
kepustakaan atau bacaan dalam penelitian sangat diperlukan.
Untuk memperoleh data sekunder, perlu dilakukan studi dokumentas yaitu
dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil
37Bahder Johan Nasution,Metode Penelitian Hukum,CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hal.
penelitian, dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan masalah
yang akan diteliti.
b. Wawancara.
Dalam melakukan penelitian lebih lanjut untuk memecahkan persoalan yang
akan diteliti, diperlukan wawancara langsung kepada nara sumber atau
perusahaan terkait dalam hal pengambilalihan perusahaan. Wawancara adalah
sekumpulan pertanyaan (tersusun dan bebas) yang diajukan dalam situasi atau
keadaan tatap muka atau langsung berhadapan dan catatan lapangan
diperlukan untuk menginventarisir hal-hal baru yang terdapat dilapangan yang
ada kaitannya dengan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan38, antara lain
dengan :
1) Kepala Kredit Bank Mandiri Cabang Medan.
2) Notaris/PPAT Kota Medan/sekitarnya.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.39
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan
evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (primer, sekunder maupun
38J. Supranto,Metode Riset,Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 83.
39Lexy J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung , 2002, hal.
tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan
disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh
jawaban yang baik pula.40
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis
secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.
Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan
penginterpretasian secara logis dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara
berfikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah.
Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu
dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan
yang diteliti.41 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang
merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
40
Bambang Sunggono,Metode Pen elitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002, hal. 106
41 H.B. Sutopo,Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, UNS Press, Surabaya,
BAB II
KEBIJAKAN BANK MANDIRI DALAM PEMBERIAN KREDIT CORPORATE BAGI NASABAH DEBITOR PERSEROAN TERBATAS
A. Perjanjian Kedit Merupakan Perjanjian Pokok
Perjanjian, adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut
kepentingan para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu hendaknya setiap
perjanjian dibuat secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga
tujuan kepastian hukum dapat tercapai.
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa:
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Pada prinsipnya perjanjian itu tidak terikat pada sesuatu bentuk. Perjanjian
dapat dibuat secara lisan dengan azas konsensualisme. Artinya bahwa hukum
perjanjian itu menganut suatu azas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan
kata sepakat saja perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya
konsensus sebagaimana tersebut di atas, sehingga pada detik itu perjanjian sudah jadi
dan mengikat.
Menurut ketentuan undang-undang dalam perjanjian pinjam-meminjam atau
perjanjian kredit "orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang
telah dipinjamkan, sebelum lewatnya waktu yang telah ditentukan, dalam perjanjian"
menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan
keadaan yang sama, dan pada waktu yang telah ditentukan" (Pasal 1763 KUH
Perdata).
Sementara itu istilah kredit berasal dari bahasa latin “credere”, yang artinya
kepercayaan dapat dikatakan untuk mengadakan hubungan hukum, tiap-tiap pihak
mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. pihak yang satu mempunyai hak
untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain dan pihak yang lain itu wajib memenuhi
tuntutan itu dan sebaliknya. Bahwa kreditur (pemberi kredit), lazimnya disebut bank,
mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan syarat-syarat yang telah
disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang
bersangkutan.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, terdapat
perubahan, mengenai pengertian kredit sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka
11, sebagai berikut :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Pada umumnya dalam perjanjian akan ditekankan kewajiban pihak peminjam
uang untuk memenuhi kewajiban pihak peminjam uang untuk memenuhi
kewajibannya melunasi, mengembalikan, atau mengangsur utang pokoknya beserta
Menurut Rachmadi Usman adapun unsur-unsur yang terdapat dalam kreditor,
yaitu :42
a.) Kepercayaan
yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikan kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjinkan pada waktu tertentu;
b.) Waktu
yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana ;
c.) Prestasi
yaitu adanya obyek tertentu berupa prestasi dan kontrakprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara pihak bank dan nasabah peminjam berupa uang dan bunga atau imbalan ;
d.) Resiko
yaitu adanya resiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan jaminan dan agunan.
1. Pengertian Perjanjian Kredit
Dalam pembuatan perjanjian, sekurang-kurangnya harus memperhatikan
keabsahan dan persyaratan secara hukum, juga harus memuat secara jelas mengenai
jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kredit serta persyaratan
lainnya yang harus diperhatikan dalam perjanjian kredit.
Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata yang diatur dalam Buku Ketiga
KUHPerdata Pasal 1754-1769 merupakan salah satu dari bentuk perjanjian
pinjam-meminjam (verbruiklening). Dalam pemberian kredit sebenarnya terjadi beberapa
hubungan hukum, yaitu tidak saja berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam akan
42 Rachmadi Usman, Aspek–Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Gramedia Pustaka
tetapi terjadi juga hubungan hukum berdasarkan perjanjian pemberian kuasa,
perjanjian pertanggungan (asuransi), dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa perjanjian kredit khususnya perjanjian kredit perbankan didalam
pelaksanaannya tidaklah sama (identik) sebagaimana diatur dalam perjanjian
pinjam-meminjam dalam KUHPerdata,43 namun bersumber dari sana untuk pengaturan
umumnya.
Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia merupakan salah satu dari
bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata
yaitu pada Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata. Perjanjian kredit
seperti diuraikan tersebut di atas, yang menunjukkan unsur pinjam meminjam
didalamnya, yaitu pinjam-meminjam antara bank dengan pihak debitur. Menurut
Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa:
“Pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan pada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.
Istilah perjanjian kredit berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract credit.
Dalam hukum Inggris, perjanjian kredit bank termasuk loan of money. Istilah
perjanjian kredit tidak ditemukan dalam istruksi pemerintah dan berbagai surat
edaran. Namun, dalam Pasal 1 angka 3 Rancangan Undang-Undang tentang
Perkreditan Perbankan, telah ditentukan pengertian perjanjian kredit.
43 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. Ke-3, Citra Aditya Bakti,
“Perjanjian kredit adalah persetujuan dan/atau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati”.44
Dalam memberikan kredit, bank harus menggunakan akad perjanjian sehingga
memiliki ketentuan pembuktian, dan bank biasanya menggunakan kontrak/perjanjian
kredit yang bentuknya sudah baku sehingga tidak perlu untuk selalu membuat
perjanjian kredit setiap saat, karena apabila bank akan memberikan kredit kepada
nasabah debiturnya perjanjiannya telah siap sehingga hanya diperlukan tanda tangan
nasabah debitur.
Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktik
perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit,
akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain
sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda tetapi secara
yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk
uang.
Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri
belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit pada pokoknya
selalu memuat hal-hal berikut :45
a. Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya. b. Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya.
44
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPerdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 77-78.
45 Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia,