• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp dan Kondisi Lingkungan Rumah oleh Kepala Keluarga terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp dan Kondisi Lingkungan Rumah oleh Kepala Keluarga terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGENDALIAN VEKTOR NYAMUK ANOPHELES spp, DAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH OLEH KEPALA KELUARGA

TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KOTA SABANG TAHUN 2011

TESIS

Oleh

AGUS THAMRIN 097032081/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF THE CONTROL OF ANOPHELES spp MOSQUITO VECTORS AND THE CONDITION OF HOUSING ENVIRONMENT

BY FAMILIES ON THE INCIDENT OF MALARIA IN SABANG IN 2011

THESIS

By

AGUS THAMRIN 097032081/IKM

MAGISTER OF COMMUNITY HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH PENGENDALIAN VEKTOR NYAMUK ANOPHELES spp, DAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH OLEH KEPALA KELUARGA

TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KOTA SABANG TAHUN 2011

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

AGUS THAMRIN 097032081/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH PENGENDALIAN VEKTOR NYAMUK ANOPHELES spp, DAN KONDISI

LINGKUNGAN RUMAH OLEH KEPALA KELUARGA TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KOTA SABANG

TAHUN 2011 Nama Mahasiswa : Agus Thamrin Nomor Induk Mahasiwa : 097032081

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D)

Anggota

(Ir.Evi Naria, M. Kes)

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 9 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes

2. Dr. dr. Wirsal Hasan, M. P. H

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGENDALIAN VEKTOR NYAMUK ANOPHELES spp, DAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH OLEH KEPALA KELUARGA

TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KOTA SABANG TAHUN 2011

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2012

(7)

ABSTRAK

Malaria merupakan penyakit yang membahayakan bagi masyarakat. Hasil survey entomologi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Sabang 2010 ditemui beberapa daerah kejadian malaria. Masalah utama terjadinya malaria antara lain kurangnya pembersihan lingkungan, penyemprotan dan kontruksi perumahan yang tidak layak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengendalian vektor nyamuk Anopheles spp oleh kepala keluarga dan kondisi lingkungan rumah terhadap kejadian malaria di kota Sabang, yaitu Desa Paya Seunara, Desa Batee Shok, Desa Iboih dan Desa Balohan. Jenis penelitian ini adalah explanatory research. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Desember 2011. Populasi adalah seluruh kepala keluarga yang tercatat sebanyak 1.632 KK. Sampel berjumlah 94 KK, dan diperoleh dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara spraying, penggunaan kelambu, penggunaan kawat kasa pada ventilasi, langit-langit rumah, rawa-rawa, parit/selokan dan kandang ternak terhadap kejadian malaria.

Kepada petugas Kesehatan (Dinas Kesehatan), hendaknya mempertahankan upaya health promotion terutama tentang informasi malaria, meningkatkan perilaku masyarakat untuk mencegah malaria terutama penggunaan ikan pemakan jentik, menggunakan kasa pada lubang angin dan jendela, menjauhkan kandang ternak dari tempat tinggal, merawat kolam ikan dekat rumah dan membersihkan tempat penampungan air bersih maupun tempat penampungan air menggenang.

(8)

ABSTRACT

Malaria is dangerous disease especially for the community. The Result of the entomological survey which conducted by Public Health Service Town of Sabang 2010 met some area occurence of malaria. Occurence of malaria in Town of Sabang 11,7%. Main problem the happening of malaria for example lack of sweeping of environment, and spraying of kontruksi housing which improper.

The aim of the research was to analyze the influence of Anopheles spp mosquito vectors controlled by families on the incident of malaria in Sabang. This research used an explanatory approach. This research was conducted from February until December 2011. The population was 1,632 families who lived at Payah Senara village, Batee Shok village, Iboh village, and Balohan village; 94 of them were used as the samples, obtained by using simple random sampling method. The data were analyzed by using Chi Square test.

The results of the research showed that there was significant correlation between larvaciding, the use of nets, the use of wire screens on the ventilation, ceilings, swamps, gutters, and animal pens with the incident of malaria.

It is recommended that the health workers (the Health Service) should improve health promotion, especially about information about malaria, increase the people’s behavior in preventing from malaria by using fish to eat larvae, using a wire screen on ventilation and on windows, staying animal pens away from houses, taking care of fishpond near houses, and cleaning up the clean water containers and stagnant water containers.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp dan Kondisi Lingkungan Rumah oleh Kepala Keluarga terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011.“ Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

6. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang juga telah banyak membantu serta mengarahkan dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam proses penyusunan tesis ini.

7. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H, selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

8. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S, selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

9. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Selanjutnya Terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda (Alm) Abustamin dan Ibunda Darmiati, isteri tercinta Ainun Samosir, S.K.M dan anak-anak Kessa Ikhwanda, Haekal Siraj dan Atha Nayla yang banyak sekali memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Februari 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Agus Thamrin lahir pada tanggal 24 Agustus 1968 di Kotamadya Banda Aceh, anak ke empat dari pasangan Alm. Abustamin dan Darmiati.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri No. 1 Banda Aceh selesai tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama Negeri No. 3 Banda Aceh selesai tahun 1984, Sekolah Menengah Atas Negeri No. 2 Banda Aceh tamat tahun 1987, D1 SPPH Banda Aceh tamat tahun 1990, D3 Akl Kabanjahe tamat tahun 1998, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Banda Aceh tamat tahun 2006.

Mulai bekerja sebagai Staf Pada Kantor Kesehatan Pelabuhan Banda Aceh tahun 1993 sampai dengan tahun 2009. Bekerja Pada Kantor Kesehatan Pelabuhan Sabang dari tahun 2009 sampai sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 51

4.2. Hasil Penelitian ... 54

4.3. Analisis Bivariat... 62

(13)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 68

5.1. Pengaruh Spraying dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria... 68

5.2. Pengaruh Penggunaan Kelambu dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria. ... 69

5.3. Pengaruh Larvasida dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria ... 70

5.4. Pengaruh Kawat Kassa pada Ventilasi dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria ... 71

5.5. Pengaruh Langit-langit dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria ... 72

5.6. Pengaruh Kerapatan Dinding dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria . ... 73

5.7. Pengaruh Rawa-rawa, Parit/selokan dan Kandang Ternak Dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria... 74

5.8. Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang ... 77

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ………... 80

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1. Periode Siklus Eksoeritrositer dan Eritrositer dari Spesies

Plasmodium Manusia ... ………... 20

2.2. Fase Kehidupan Sehari-hari Nyamuk Anopheles spp...………... 21

3.1. Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebagai Sampel Penelitian di setiap Desa... ... 42

3.2. Hasil Uji Kuesioner... ... ... 45

3.3. Aspek Pengukuran Spraying, Penggunaan Kelambu dan Larvasida (Variabel Bebas) ... 48

3.4. Aspek Pengukuran kondisi lingkungan rumah(Variabel bebas)... 48

3.5. Aspek Pengukuran Kejadian Malaria (Variabel Dependen) ... 49

4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 54

4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 55

4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 55

4.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Spraying dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang tahun 2011 ... 56

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Spraying dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011... 57

(15)

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penggunaan Kelambu Dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011 ... 59 4.9. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Larvasida dalam

Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang tahun 2011 ... 60 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Larvasida dalam Pengen- dalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011... 60 4.11. Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Rumah dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011 ... 61 4.12. Distribusi Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011... 62 4.13. Hubungan Spraying dengan Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp

Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011... 63

4.14. Hubungan Penggunaan Kelambu dengan Pengendalian Vektor Nyamuk

Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011.... 63

4.15. Hubungan Larvasida dengan Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles

spp Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011... 64

4.16. Hubungan Kawat Kasa pada Ventilasi, Langit-langit, Kerapatan Dinding, Rawa-rawa, Parit/Selokan dan Kandang Ternak dalam Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011... 65 4.17. Hasil Uji Regresi Logistik faktor yang Mempengaruhi Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp dan Kondisi Lingkungan Rumah oleh

Kepala Keluarga Terhadap Kejadian Malaria Kota Sabang Tahun 2011... 67 4.18. Perhitungan Goodness of fit dengan - 2 log likelihood, Nagelkerke,

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Sistem Kelangsungan Hidup Nyamuk Anopheles... 22 2.2. Teori Simpul Sumber Data Survailans Malaria Terpadu Berbasis

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... .83

2. Form Observasi Kondisi Lingkungan Rumah... 87

3. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 89

4. Tabel Frekuensi ... 94

5. Chi Square Test... 96

6. Hasil Uji Logistik... 102

7. Master Data ... 103

8. Lokasi Penelitian Peta Sabang ... 105

9. Gambar Parit/Selokan, Langit-Langit Rumah, Rawa-rawa dan Kandang Ternak... 106

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1 Kuesioner Penelitian ... 88 2 Master Data Penelitian….……… 94 3 Hasil Pengolahan Data Penelitian ………... 106 4 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

(19)

ABSTRAK

Malaria merupakan penyakit yang membahayakan bagi masyarakat. Hasil survey entomologi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Sabang 2010 ditemui beberapa daerah kejadian malaria. Masalah utama terjadinya malaria antara lain kurangnya pembersihan lingkungan, penyemprotan dan kontruksi perumahan yang tidak layak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengendalian vektor nyamuk Anopheles spp oleh kepala keluarga dan kondisi lingkungan rumah terhadap kejadian malaria di kota Sabang, yaitu Desa Paya Seunara, Desa Batee Shok, Desa Iboih dan Desa Balohan. Jenis penelitian ini adalah explanatory research. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Desember 2011. Populasi adalah seluruh kepala keluarga yang tercatat sebanyak 1.632 KK. Sampel berjumlah 94 KK, dan diperoleh dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara spraying, penggunaan kelambu, penggunaan kawat kasa pada ventilasi, langit-langit rumah, rawa-rawa, parit/selokan dan kandang ternak terhadap kejadian malaria.

Kepada petugas Kesehatan (Dinas Kesehatan), hendaknya mempertahankan upaya health promotion terutama tentang informasi malaria, meningkatkan perilaku masyarakat untuk mencegah malaria terutama penggunaan ikan pemakan jentik, menggunakan kasa pada lubang angin dan jendela, menjauhkan kandang ternak dari tempat tinggal, merawat kolam ikan dekat rumah dan membersihkan tempat penampungan air bersih maupun tempat penampungan air menggenang.

(20)

ABSTRACT

Malaria is dangerous disease especially for the community. The Result of the entomological survey which conducted by Public Health Service Town of Sabang 2010 met some area occurence of malaria. Occurence of malaria in Town of Sabang 11,7%. Main problem the happening of malaria for example lack of sweeping of environment, and spraying of kontruksi housing which improper.

The aim of the research was to analyze the influence of Anopheles spp mosquito vectors controlled by families on the incident of malaria in Sabang. This research used an explanatory approach. This research was conducted from February until December 2011. The population was 1,632 families who lived at Payah Senara village, Batee Shok village, Iboh village, and Balohan village; 94 of them were used as the samples, obtained by using simple random sampling method. The data were analyzed by using Chi Square test.

The results of the research showed that there was significant correlation between larvaciding, the use of nets, the use of wire screens on the ventilation, ceilings, swamps, gutters, and animal pens with the incident of malaria.

It is recommended that the health workers (the Health Service) should improve health promotion, especially about information about malaria, increase the people’s behavior in preventing from malaria by using fish to eat larvae, using a wire screen on ventilation and on windows, staying animal pens away from houses, taking care of fishpond near houses, and cleaning up the clean water containers and stagnant water containers.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan (membunuh) lebih dari satu juta manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu negara dengan negara lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan wilayah lain. Menurut WHO dalam Harijanto, P.N (2000), pada tahun 1990, 80% kasus di Afrika, dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria di sembilan negara yaitu : India, Brazil, Afghanistan, Sri Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia dan China. Plasmodium falcifarum adalah spesies paling dominan dengan 120 juta kasus baru per tahun, dan lebih dari satu juta kematian per tahun secara global. Dalam tahun 1989 yang lalu WHO kembali mendeklarasikan penanggulangan malaria menjadi prioritas global (Harijanto, P,N, 2000).

Menurut WHO, menyatakan perlu pendekatan baru dalam pemberantasan malaria, walaupun upaya kemitraan global yang dikenal dengan Roll Black Malaria (RBM), dimana WHO selain memimpin prakarsa juga bertindak sebagai katalisator dalam kemitraan tersebut. Pada tanggal 8 April tahun 2000, di Kupang Nusa Tenggara Timur Menteri Kesehatan telah mencanangkan GEBRAK malaria sebagai gebrakan nasional upaya pemberantasan malaria di Indonesia (Depkes, RI, 2001).

(22)

sebesar 38,6%, Sri langka sebesar 143 per 1000 penduduk (plasmodium falcifarum sebesar 21,5%) dan Banglades sebesar 125 per 1000 penduduk (plasmodium

falcifarum sebesar 43,8%) (Harijanto, 2000).

Angka kejadian kasus malaria per seribu penduduk yang diukur dengan

Annual Parasite Incidence (API) di Jawa dan Bali sejak empat tahun terakhir

menunjukkan kecenderungan yang menurun, dari 0,81 per 1000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 0,51 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Di luar Jawa dan Bali angka klinis malaria perseribu penduduk (Annual Malaria Incidence/AMI) juga menunjukkan kecenderungan menurun, yaitu dari 31,09 per 1000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 21,2 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Proporsi kematian karena malaria berdasarkan hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, adalah sebesar 2%. Jumlah Kabupaten endemis di Indonesia adalah 424 kabupaten dari 576 kabupaten yang ada, dan diperkirakan 42,4% penduduk Indonesia berisiko tertular malaria (Depkes, 2006).

Menurut survai kesehatan rumah tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Dari 484 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia, 338 Kabupaten/Kota merupakan wilayah endemis malaria.(Depkes, 2008).

(23)

kurangnya sumber daya terutama bagi penelitian epidemiologi, fasilitas laboratorium serta surveilans yang kurang handal. Penularan penyakit ini pada umumnya justru terjadi di daerah terpencil dan wilayah perkampungan dengan fasilitas kesehatan yang minim. Topografi daerah-daerah malaria pada umumnya adalah area pesisir dekat lagun dan kolam air atau area perbukitan dalam hutan atau perkebunan dan di sepanjang sungai musiman (Dinkes Prov. NAD, 2006).

Salah satu arah dan kebijakan pembangunan kesehatan adalah upaya pemberantasan penyakit menular dengan tujuan mencegah terjangkitnya penyakit (memutuskan rantai penularan), dengan pemberantasan vektor, baik dengan cara kimiawi maupun usaha-usaha lainnya (Depkes, 2006).

Dalam upaya pemberantasan malaria di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia mencanangkan program pengendalian malaria yang mempunyai misi untuk membuat masyarakat sehat, bebas dari malaria dengan cara eliminasi (pembebasan malaria) yang dilakukan secara bertahap yaitu eliminasi malaria di DKI, Bali, Barelang Binkar pada tahun 2010, eliminasi malaria di Jawa, NAD (Sabang) dan Kepri pada tahun 2015. Eliminasi malaria di Sumatera, NTB, Kalimantan dan Sulawesi pada tahun 2020, serta eliminasi malaria di Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT pada tahun 2030 (Depkes RI, 2008).

(24)

te-rdapat di daerah kepulauan dan pedalaman. Tahun 2005, parasite rate malaria 8,59 % sedangkan yang diharapkan < 2%

Perkembangan malaria di Provinsi NAD terus bartambah, salah satu penyebabnya adalah kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pencegahan malaria. Pada tahun 2007 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sudah mencapai 19.230 kasus malaria klinis. Sedangkan untuk Kota Sabang pada tahun 2007 terdapat 1.662 kasus malaria klinis dan tahun 2008 terdapat 1.135 kasus malaria klinis dari jumlah penduduk 35.744 jiwa yang terdiri dari 2 Kecamatan yaitu, Kecamatan Suka Jaya dan Kecamatan Suka Karya (Dinkes Sabang, 2008).

(Dinkes Prov. NAD, 2006).

Kota Sabang terletak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan luas wilayah 153 km2

Kota Sabang merupakan salah satu pulau yang rawan malaria, ini dikarenakan pulau sabang adalah salah satu daerah yang tropis yang sangat dekat dengan laut. Kota Sabang juga salah satu daerah yang banyak terdapat rawa-rawa dan semak semak sehingga daerah ini sangat sesuai sebagai tempat nyamuk berkembang biak. Selain itu ditinjau dari segi lingkungan, masyarakat di sana kadang-kadang sering membuang sampah tidak pada tempatnya, saluran-saluran air juga jarang

(25)

dibersihkan sehingga air selalu tergenang, keadaan lingkungan ini merupakan tempat bersarang dan berkembang biaknya nyamuk yang dapat mengakibatkan masyarakat selalu terinfeksi oleh parasit malaria, serta dengan adanya pergantian antara musim kemarau dengan musim hujan yang berkepanjangan.

Penelitian tentang habitat nyamuk Anopheles spp, yang dilakukan oleh Marsaulina (2002) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal, mengatakan bahwa habitat persawahan yang menerapkan pola Intermitten Irigation (Irigasi Berkala), dapat menurunkan kepadatan pupolasi larva nyamuk Anopheles spp secara bermakna. Penurunan populasi larva terjadi berdasarkan lamanya waktu pengeringan air dan penggenangan kembali.

Hasil survai entomologi yang dilakukan pada beberapa daerah di Kota Sabang dan daerah kejadian malaria ditemui beberapa jenis Anopheles spp, yaitu

An.sundaicus, An.subpictus, An.dirus, An.aconitus, An.barbirostris, An.vagus dan

An.montanus (Dinkes Sabang, 2010).

Jika dilihat program yang diperbandingkan parasite rate malaria < 2%. sedangkan di Kota Sabang parasite rate malaria 11,7% dan Kelurahan Balohan

parasit rate Malaria 9,6% (Dinkes Sabang, 2008).

(26)

Masalah utama terjangkitnya malaria adalah antara lain kurangnya pembersihan lingkungan, usaha penyemprotan maupun penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan masih banyak dijumpai kontruksi perumahan yang tidak layak huni yang sangat berisiko penyebaran malaria. Kota Sabang tergolong daerah rendah dan rawan banjir, jika masyarakat tidak mampu mengelola lingkungan dengan baik, maka mudah berkembangnya nyamuk malaria akhirnya terkena masyarakat sehingga menimbulkan angka terjangkitnya malaria secara terus menerus.

Sehubungan dengan apa yang telah dikembangkan di atas dan melihat betapa pentingnya pencegahan terhadap perkembangan malaria, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pengendalian vektor nyamuk Anopheles spp dan kondisi lingkungan rumah oleh kepala keluarga terhadap kejadian malaria di kota Sabang tahun 2011

1.2. Permasalahan

(27)

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh pengendalian vektor nyamuk Anopheles spp oleh kepala keluarga (spraying, penggunaan kelambu (net), larvasiding (larvacida) dan kondisi lingkungan rumah (rawa-rawa, parit/selokan dan kandang ternak) terhadap kejadian malaria di kota Sabang Tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pengendalian vektor nyamuk Anopheles spp (spraying, penggunaan kelambu (net), larvasiding (larvacida) dan kondisi lingkugan rumah oleh kepala keluarga (rawa-rawa, parit/selokan dan kandang ternak) terhadap kejadian malaria di kota Sabang Tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Madya Sabang tentang kebijakan perencanaan program pengendalian vektor malaria.

2. Bagi masyarakat, sebagai bahan masukan sehingga dapat memberikan sumbangan kajian tentang pengendalian vektor malaria, agar masyarakat mempunyai tanggung jawab terhadap pencegahan malaria di tempat tinggalnya.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malaria

2.1.1. Pengertian Penyakit Malaria

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan pembesaran limpa, sedangkan menurut ahli lain malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium

Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan ( Husin, 2007).

yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, splenomegali yang dapat berlangsung akut ataupun kronik (Husin, 2007).

Spesies plasmodium pada manusia adalah, Plasmodium falciparum, P.vivax,

P.ovale dan P.malariae. Jenis plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia

(29)

2.1.2. Epidemiologi Penyakit Malaria

Epidemiologi malaria merupakan pengetahuan yang menyangkut studi tentang kejadian (insidensi, prevalensi, kematian) karena malaria, penyebaran atau penularannya pada penduduk yang tinggal di suatu wilayah pada periode waktu tertentu, beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya Mardihusodo (2007), dalam epidemiologi malaria secara garis besar menyangkut 3 hal utama yang saling berkaitan yaitu inang (host): manusia sebagai inang antara dan nyamuk vektor sebagai inang definitif parasit malaria, penyebab penyakit (agent): plasmodium, dan lingkungan (environment).

Setiap spesies malaria terdiri dari berbagai strain dan satu spesies yang menginfeksi vektor lokal, mungkin tidak dapat menginfeksi vektor di daerah lain. Lamanya masa inkubasi dan pola terjadinya kambuh juga berbeda menurut geografi.

P.vivax dari daerah Eropa Utara mempunyai masa inkubasi yang lama. Plasmodium

vivax telah tersebar luas secara geografis di mana lazim dan banyak ditemui pada

daerah beriklim sedang (temperate climate) .P. falciparum adalah spesies umum yang berada di daerah tropis dan subtropis, meskipun bisa terjadi pada beberapa daerah beriklim sedang. P.ovale spesies yang utama ditemui di daerah tropis di Afrika (Chwatt-Bruce. L.J, 1985).

(30)

invertebrata, sementara parasit malaria sebagai agent penular yang sesungguhnya atau agent penyebab infeksi (Chwatt-Bruce. L.J, 1985).

Menurut Harijanto (2000), keterbatasan pengetahuan tentang epidemiologi malaria yang terdiri dari biologi parasit, vektor, ekologi manusia dan lingkungan menjadi hambatan dalam menanggulangi malaria.

1) Parasit (Agent/Plasmodium)

Agar dapat hidup terus sebagai spesies, parasit malaria harus ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina pada saat yang sesuai untuk penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat spesies nyamuk Anopheles yang antrofilik agar sporogoni dimungkinkan dan menghasilkan sporozoit yang infektif (Harijanto, 2000).

Menurut Fatmah (2011) menyatakan faktor Agent (plasmodium); Penyakit malaria adalah suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium (Class Sporozoa). Pada manusia hanya 4 (empat) spesies yang dapat berkembang, yaitu P.falciparum, P.vivax, P.malariae, dan P.ovale.

Menurut Harijanto (2000), menyatakan parasit/plasmodium hidup dalam tubuh nyamuk dalam tahap daur seksual (pembiakan kawin) dan hidup dalam tubuh manusia pada daur aseksual (pembiakan tidak kawin, melalui pembelahan diri). 2) Manusia (Host/penjamu).

(31)

riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas (keturunan), status gizi dan tingkat imunitas. Faktor tersebut penting untuk diketahui karena akan mempengaruhi resiko untuk terpapar oleh penyakit malaria.

Menurut Harijanto (2000), pada wanita hamil yang menderita malaria akan mempunyai dampak terhadap bayi dan ibu, dimana akan terjadinya abortus, berat badan bayi lahir rendah, partus prematur dan kematian janin intrauterine.

Beberapa faktor genetik bersifat protektif (melindungi) terhadap malaria terdapat beberapa kelompok orang yaitu golongan darah Duffy negative, Haemoglobin S menyebabkan sickle cell enemia, Thalasemia (alfa dan beta), Haemoglobinopati lainnya (HbF dan HbE), Defisiensi G-6-PD (glucose-6-phospate dehydrogenase),

Ovalositosis (di Papua New Guinea dan di Irian Jaya) (Harijanto. 2000).

3) Environment (Lingkungan).

Lingkungan adalah lokasi dimana manusia dan nyamuk berada. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan. Faktor lingkungan dapat dikelompokan dalam tiga kelompok, lingkungan fisik, biologi dan sosial budaya (Depkes, 2003).

(32)

a. Pengaruh tempat atau lokasi terjadinya penularan suatu penyakit yang ditularkan oleh vektor ditentukan oleh kekhususan topografi tempat, adanya vektor dengan lingkungan yang cocok. Berdasarkan tempat atau lokasi terhadap penyakit yang ditularkan oleh vektor maka perlu diperhatikan pembagian zoogeografi, ketinggian tempat, letak geografis tempat, susunan geologi dan besar atau luas tempat.

b. Pengaruh iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari suhu, kelembaban, curah hujan, cahaya dan angin. Nyamuk dapat bertahan hidup dalam suhu rendah, tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis dan pada suhu yang sangat tinggi akan mengalami perubahan proses fisiologinya.

c. Pengaruh tumbuhan sangat mempengaruhi kehidupan nyamuk antara lain sebagai tempat meletakkan telur, tempat berlindung, dan tempat mencari makan bagi jentik dan tempat hinggap istirahat nyamuk dewasa selama menunggu siklus

gonotropik. Selain itu adanya suatu jenis tumbuhan atau berbagai jenis tumbuhan

pada suatu tempat dapat dipakai sebagai indikator memperkirakan adanya jenis-jenis nyamuk tertentu.

(33)

2.1.3. Penularan Penyakit Malaria

Fatmah (2011), menyatakan bahwa penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung Sporozoit. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi penularan dengan bentuk Tropozoit, misalnya melalui transfusi darah, melalui plasenta dari ibu kepada bayinya dan penularan melalui jarum suntik yang terkontaminasi. Cara penularan penyakit malaria melalui gigitan nyamuk malaria

(Anopheles). Apabila nyamuk Anopheles menggigit orang sehat maka parasit akan di

tularkan ke orang sehat tersebut dan akan berkembangbiak. Selanjutnya menyerang sel-sel darah merah hingga orang sehat tersebut akan sakit malaria dalam waktu kurang lebih 12 hari. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh di dalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sehingga menyebabkan demam.

Menurut Depkes (2003), dikenal ada dua macam cara penularan penyakit malaria yaitu:

1. Penularan secara alamiah (natural infection)

Penularan secara ilmiah yaitu infeksi malaria terjadi melalaui pemaparan dengan gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif, yang mengandung sporozoid. Kepada individu yang rentan, penularan secara alamiah dapat dijelaskan sebagai berikut :

(34)

b. Nyamuk (vector) penyebab penyakit malaria, yaitu nyamuk yang telah menghisap darah orang sakit akan terinfeksi oleh parasit malaria. Dalam tubuh nyamuk terjadi siklus hidup parasit malaria (seksual).

c. Orang sehat yang digigit oleh nyamuk malaria yang telah terinfeksi oleh

plasmodium. Nyamuk tersebut pada saat menggigit maka parasit yang ada

dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia. Dalam tubuh manusia terjadi siklus hidup parasit malaria (aseksual).

d. Nyamuk yang terinfeksi parasit malaria (sporozoit) menggigit orang sehat, dan orang sehat tersebut menjadi sakit malaria.

Penularan Tidak Secara Alamiah

Penularan malaria tidak secara alamiah terbagi atas tiga kelompok, yaitu :

a. Malaria bawaan (Congenital), yaitu terjadinya penularan pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan ini melalui tali pusat (plasenta).

b. Secara mekanik, yaitu penularan malaria melalui transfusi darah atau jarum suntik.

c. Secara oral (melalui mulut), yaitu cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam, burung dara dan monyet.

2.1.4. Bionomik Vektor Malaria

Bionomic vektor dari spesies tertentu hanya berlaku bagi spesies tersebut di

(35)

Lingkungan fisik dan lingkungan biologi akan mengatur keseimbangan populasi alam. Apabila pengaturan oleh lingkungan tidak terjadi, maka akan terjadi ledakan kepadatan populasi (Depkes, 2004).

1). Klasifikasi

Nyamuk Anopheles spp, secara umum mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Depkes, 2004).

Phylum : Artropoda

Class : Insecta

Ordo : Dippthera

Family : Culicidae

Sub-family : Culicinae

Tribus : Anophelini

Genus : Anopheles

Spesies = An. sundaicus rodenwaldt, 1925

An. nigerrimus giles, 1900

An. kochi donitz, 1901

An. barbirostis van der wulp, 1884

An. vagus donitz, 1902

An. hyrcanus group donitz, 1902

An. subpictus grassi, 1899

An. aconitus donitz, 1902

(36)

2). Siklus Hidup Nyamuk

Siklus kehidupan nyamuk mempunyai tingkatan-tingkatan tertentu dan kadang-kadang tingkatan yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Semua nyamuk mengalami metamorfosa sempurna mulai dari telur, larva, kepompong/pupa dan dewasa. Larva dan pupa/kepompong hidup dalam air, sedangkan nyamuk dewasa hidup di darat/udara. Dengan demikian nyamuk dikenal memiliki dua macam alam kehidupannya, yaitu kehidupan di dalam air dan kehidupan di darat (Depkes,2004).

Nyamuk termasuk serangga yang mempunyai siklus hidup yang secara umum adalah sebagai berikut (Depkes 2004).

a. Telur, diletakkan dipermukaan air atau benda-benda lain di permukaan air, ukuran telur kurang lebih 0,5 mm, jumlah telur dalam sekali bertelur 100-300 butir, rata-rata 150 butir, frekuensi bertelur setiap dua hingga tiga hari, lamanya menetas dapat beberapa saat setelah kena air, hingga dua sampai tiga hari setelah berada dalam air, telur menetas menjadi larva instar I.

(37)

c. Kepompong, terdapat di air, tidak memerlukan makanan, memerlukan udara, belum ada perbedaan jantan dan betina, menetas dalam satu sampai dua hari menjadi nyamuk, pada umumnya nyamuk jantan menetas lebih dahulu daripada nyamuk betina

d. Nyamuk, jumlah nyamuk jantan dan nyamuk betina yang menetas dari kelompok telur pada umumnya hampir sama banyaknya (1:1), setelah menetas nyamuk melakukan perkawinan yang biasanya terjadi pada waktu senja. Perkawinan hanya terjadi cukup satu kali sebelum nyamuk betina pergi untuk menghisap darah.

e. Nyamuk jantan, umur lebih pendek dari nyamuk betina ( + 1 Minggu), makanan adalah cairan buah-buahan atau tumbuhan, jarak terbangnya tidak jauh dari tempat perindukannya

f. Nyamuk betina, umur lebih panjang dari nyamuk jantan, perlu menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya, dapat terbang tidak jauh antara 0,5 sampai 2 Km, sedangkan nyamuk jantan selalu berada di sekitar tempat perindukan.

2.1.5. Siklus Hidup Plasmodium

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit malaria, suatu

protozoa darah yang termasuk :

Phylum : Apiclomplexa

Class : Sporozoa

(38)

Ordo : Eucoccidides

Sub Ordo : Haemosporiidea

Family : Plasmodiidae

Genus : Plasmodium

Genus Plasmodium dibagi menjadi tiga sub-genus yaitu: sub-genus

Plasmodium dengan spesies yang menginfeksi manusia adalah P.vivax, P.ovale dan

P.malariae; sub-genus laverania dengan spesies yang menginfeksi manusia

(menginfeksi kelelawar, binatang mengerat dan lain-lain). Ciri utama famili

Plasmodiidae adalah dua siklus hidup yaitu siklus aseksual pada vertebrata yang

berlangsung di eritrosit dan organ lainnya, serta siklus seksual yang dimulai pada

vertebrata dan seterusnya berlanjut pada nyamuk (Harijanto 2000)

Siklus hidup semua spesies parasit malaria mengalami stadium-stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan kembali ke manusia lagi yang terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang berlangsung pada nyamuk Anopheles dan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic

schizogony).

1. Stadium Hati (Eksoeritrositer)

(39)

reseptor heparin sulfat proteoglikan dan suatu glikoprotein yang disebut dengan Low

density lipoprotein receptor-like protein (LRP) di hepar. Di sini selama 5-16 hari

(tergantung jenis spesies). Sporozoit mengalami reproduksi aseksual di sebut sebagai proses schizogony atau proses pemisahan, yang akan menghasilkan ± 10.000-30.000

merozoit.

2. Stadium Erotrositer

Siklus di dalam darah dimulai dengan keluarnya merozoit dari skizon matang di hati ke dalam sirkulasi. Waktu meminum dari infeksi oleh nyamuk sampai dengan tampak pertama kalinya merozoit di dalam eritrosit disebut dengan periode prepaten. Tabel 2.1 Periode Siklus Eksoeritrositer dan Eritrositer dari Spesies

Plasmodium Manusia

Periode

SPECIES

P. vivax P. ovale P. malariae P. falciparum Stadium Preeritrositik 6-8 hari 9 hari 14-16 hari 5-7 hari Periode Prepaten 11-13 hari 10-14 hari 15-16 hari 9-10 hari

Periode Inkubasi

Sumber : Harijanto, 2000

3. Stadium sporogoni

(40)

selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan komponen karbohidrat akan dicerna oleh enzim glikosidase. Gametosit matang di dalam darah penderita yang terhisap oleh nyamuk akan segera ke luar dari eritrosit, dan akan mengalami proses pematangan di dalam usus nyamuk untuk menjadi gamet (gametogenesis). Faktor yang berperan pada gametogenesis meliputi temperatur (lebih rendah 5ºC dari suhu nyamuk), kadar O2, CO2, pH 7,8, faktor farmakologi seperti bikarbonat sebagai penghambat fosfodiestrase (kafein, cAMP) akan meningkatkan gametogenesis dan juga faktor dari

nyamuk mosquito exflagellation factor (MEF) (Harijanto, 2000).

2.1.6. Aspek Perilaku Vektor Anopheles spp

Ada beberapa fase secara umum dalam kehidupan nyamuk Anopheles spp dewasa, seperti pada tabel 2.2 di bawah ini

Tabel 2.2 Fase Kehidupan Sehari-hari Nyamuk Anopheles Spp

No Waktu Istirahat

pada Tempat Perlindungan Setelah Fajar dan Menjelang a. Aktivitas Crepuscular masuk dan

keluar dari tempat perlindungan dengan bergerombol

Mulai menjelang malam sampai menjelang fajar, beberapa aktivitas dilakukan pada subuh hari

b. Peletakan telur Sepanjang malam, tetapi kebanyakan pada awal malam c. Mencari makan Sepanjang malam tetapi puncaknya

berubah-ubah dari aktivitas.

Beberapa spesies mencari makan di awal malam yang lainnya pada tengah malam atau dipenghujung malam

(41)

Daerah yang disenangi nyamuk (habitat nyamuk) adalah suatu daerah di mana tersedia tempat beristirahat, adanya hospes yang disukai dan tempat berkembang biak. Setiap jenis nyamuk pada waktu aktifitasnya akan melakukan orientasi terhadap habitatnya di mana terdapat keadaan-keadaan yang disenangi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiologisnya. Nyamuk berkumpul di tempat yang disenangi, kadang-kadang terpaksa terbang jauh dari tempat tersebut untuk mencari tempat yang baru. (Depkes, 2004).

Pergerakan populasi nyamuk pada berbagai bagian habitatnya diatur oleh sejumlah faktor-faktor lingkungan seperti: suhu udara, kelembaban udara, daya tarik hostes, daya tarik tempat-tempat untuk berkembangbiak dan tempat istirahatnya. Siklus pergerakan nyamuk betina setelah menetas dari kepompong hinggap istirahat selama 24 jam sampai 48 jam, lalu kawin sesudah itu menuju hospes. Setelah cukup memperoleh darah dari hospes, nyamuk kembali ke tempat istirahat untuk menunggu waktu bertelur. Setelah bertelur akan menuju hospes lagi untuk menghisap darah (Depkes, 2004).

(42)

Gambar 2.1. Sistem Kelangsungan Hidup Nyamuk Anopheles

Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan untuk memilih tempat perindukan atau tempat berkembang biak sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya.

Nyamuk Anopheles di seluruh dunia terdapat kira-kira 2000 spesies, sedangkan yang dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut pengamatan terakhir ditemukan 80 spesies Anopheles, sedangkan yang menjadi vektor malaria adalah 22 spesies dengan tempat perindukan yang berbeda-beda. Nyamuk yang menjadi vektor di Jawa dan Bali An. sundaicus, An. aconitus, An.

balabacencis dan An. maculatus. Di daerah pantai banyak terdapat An. sundaicus dan

An. subpictus, sedangkan An. balabacencis dan An. maculatus ditemukan di daerah

non persawahan. Anopheles aconitus, An. barbirostrosis, An. tessellatus, An.

nigerrimus dan An. sinensis di Jawa dan Sumatera tempat perindukan di sawah

kadang di genangan-genangan air yang ada di sekitar persawahan. Di Kalimantan Tempat

berkembang biak (b t l )

Tempat hospes (makan)

(43)

yang dinyatakan sebagai vektor adalah An. balabacensis, An. letifer

Tempat berkembangbiak nyamuk Anopheles spp tergantung spesiesnya (Renato, 2009)

. Malaria berkaitan erat dengan keadaan wilayah, di kawasan tropika seperti Indonesia penularan penyakit ini sangat rentan, karena keadaan cuaca yang mempunyai kelembaban tinggi akan memberikan habitat yang sesuai untuk pembiakan nyamuk yang menjadi vektor penularan kepada penyakit ini ( Saputra, 2011).

1. Nyamuk Anopheles sundaicus, Anopheles subpictus clan Anopheles vagus senang berkembangbiak di air payau.

2. Nyamuk Anopheles sundaicus, Anopheles mucaltus senang berkembangbiak di tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi

3. Nyamuk Anopheles vagus, Anopheles barbumrosis senang berkembangbiak di tempat yang terlindung dari sinar matahari.

4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk Anopheles vagus,

indefinitus, leucosphirus untuk tempat berkembangbiak.

5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi Anopheles

acunitus, vagus, barbirotus, anullaris untuk berkembangbiak.

2.1.7 Penilaian Situasi Malaria

Untuk menilai situasi malaria di suatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan survailan epidemilogi. Pengamatan dilakukan secara rutin melalui passive

(44)

acetive case detection (ACD) oleh petugas khusus seperti PMD (Petugas Malaria

Desa), sedangkan untuk menilai tingkat penularan malaria dilakukan melalui survai

malariometrik, mass blood survey (MBS), mass fever survey (MFS) (Harijanto, 2000)

A. Pengamatan Rutin Malaria Melalui Active Case Detection (ACD)

1 Annual Parasite Insidence (API)

API = 1 x100

Kasus malaria ini dikonfirmasikan dengan pemeriksaan mikroskop.

Annual Blood Eximination Rate (ABER)

ABER= x100

ABER merupakan ukuran dari efisiensi operasional. ABER diperlukan untuk peniaian API. Penurunan API yang disertai penurunan ABER belum tentu berarti penurunan insiden. Penurunan API berarti penurunan insiden bila ABER meningkat.

2. Slide Positivety Rate (SPR)

Slide positivety rate (SPR) adalah persentase sediaan darah yang positif.

Seperti penilaian API, slide positife rate baru bermakna bila annual blood

eximination rate meningkat.

3. Parasite Formula (PF)

Parasite formula (PF), adalah proporsi dari tiap parasit di suatu daerah.

(45)

a. Plasmodium falciparum dominan :

- Penularan masih baru atau belum lama - Pengobatan kurang sempurna atau rekrudensi

b. Plasmodium vivax dominan :

- Transmisi yang tinggi dengan vektor yang paten ( gametosit plasmodium vivax timbul pada hari 2-3 parasitemia, sedangkan plasmodium falciparum baru pada hari ke 8). Pengobatan kurang sempurna sehingga timbul rekurensi.

c. Plasmodium malariae dominan :

- Plasmodium malariae mempunyai siklus sporogoni yang paling panjang dibandingkan spesies lainnya.

4. Penderita Demam/Klinis Malaria

Pada unit-unit kesehatan yang belum mempunyai fasilitas laboratorium dan mikrooskopis dapat melakukan pengamatan terhadap penderita demam atau gejala klinis malaria.

Survai malariometrik biasanya dilakukan di daerah yang belum mempunyai program penanggulangan malaria secara teratur, terutama diluar jawa-bali.

Pada survai malariometrik dapat dikumpulkan parameter sebagai berikut :

1. Parasite rate (PR)

Parasite rate (PR), adalah persentase penduduk yang darahnya mengandung

(46)

mempunyai arti khusus dan disebut infant parasite rate (IPR) dan dianggap sebagai indeks transmisi karena menunjukkan adanya tranmisi lokal.

2. Spleen Rate (SR)

Limpa merupakan organ yang pertama sekali memperlihatkan manifestasi penularan pada penderita malaria, pembesaran limpa diketahui sebagai salah satu tanda klnis terhadap infeksi pada pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap penderita malaria yang meninggal akibat malaria akut, tampak perubahan pada limpa yaitu berwarna merah tua kecoklat-coklatan akibat kongesti dan akumulasi dari pigmen malaria. (Kreirer P.J, 1980)

Spleen rate (SR), menggambarkan persentase penduduk yang limpanya membesar,

biasanya golongan umur 2-9 tahun. Bila yang diperiksa kelompok dewasa, hal ini harus dinyatakan secara khusus. Besarnya limpa dinyatakan berdasarkan klasifikasi

Hackett (H0-H5). Pengamatan rutin malaria melalui Passive Case Detection (PCD).

Jumlah malaria klinis yang diobati di Puskesmas/Rumah Sakit dalam waktu 1 tahun yang dinyatakan dalam per seribu penduduk yang mempunyai resiko sampai waktu tertentu (Depkes RI, 2001)

2.2. Pengendalian Vektor Nyamuk

2.2.1. Indoor Residual Spraying (IRS/penyemprotan)

(47)

Spray = IRS), yang bertujuan untuk memperpendek umur hidup nyamuk dan

memutuskan mata rantai penularan (Jhohar, 2006).

Menurut Jhohar (2006), Persyaratan pelaksanaan penyemprotan: a. Konsentrasi insektisida dalam larutan

b. Macam nozzle yang dipakai c. Tekanan dalam tangki

d. Jarak antara nozzle dengan permukaan yang disemprot e. Kecepatan menyemprot

Menurut Martha (2010), penyemprotan di dalam suatu rumah juga harus dilakukan secara selektif di tempat-tempat tertentu, misalnya di atap jerami, bagian atas dinding dan atap, yang dimungkinkan sebagai resting places beberapa vektor dan area di mana insektisida dapat bertahan selama kurun waktu yang lama. Efek biologik dari insektisida hanya berlangsung singkat jika disemprotkan pada dinding yang berlumpur, sehingga penyemprotan tidak dilakukan pada bagian tersebut. Investigasi sangat diperlukan untuk mengetahui selektifitas penyemprotan pada populasi vector dan insidensi malaria.

(48)

karena yang biasanya disemprot adalah rumah tinggal, sedangkan nyamuk menggigit atau istirahat di luar rumah, yang jauh dari pemukiman misalnya di ladang dan tepi hutan, tidak terjangkau oleh insektisida ( Martha, 2010)

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan seleksi terhadap insektisida untuk indoor residual spraying antara lain ( Martha, 2010)

a. Efektifitas residual. Pada area trasmisi perennial di mana indoor residual spraying dengan pestisida dipertimbangkan, maka efektifitas residual maksimal sesuai yang diinginkan

b. Keamanan. Toksisitas akut dan kronik dari suatu insektisida, persistensi

lingkungan, dan akumulasi residu pada tubuh manusia perlu diperhitungkan c. Susceptibilitas vektor. Susceptibilitas target populasi vektor terhadap insektisida

adalah penting

d. Pengaruh terhadap suatu penyakit. Kemampuan insektisida untuk mengurangi insidensi penyakit harus dievaluasi dan dipastikan kembali

e. Excite repellency. Saat konsekuensi epidemiologik efek excito-repellent dari

(49)

f. Biaya. Program harus ditentukan dan terdokumentasi. Hal ini meliputi biaya

insektisida dan frekuensi aplikasi, alat penyemprot, transportasi, dan tenaga kerja. g. Manajemen resistensi insektisida. Ilmu penggunaan insektisida bukan saja

digunakan dalam bidang agrikultur, tetapi juga untuk mempelajari mekanisme resistensi target populasi vektor dan perkembangan resistensi secara sempit maupun luas dapat dijadikan pedoman untuk seleksi insektisida untuk meminimalkan masalah resistensi

h. Spesifikasi insektisida. Efikasi suatu produk yang digunakan dalam kesehatan

masyarakat tergantung pada kekayaan fisik dan kimiawi dari gabungan formulasi. Spesifikasi pestisida oleh WHO dinyatakan bahwa penggunaan insektisida bervariasi pada beberapa spesifikasi penggunaan pada agricultural. Hal ini penting bahwa untuk pengendalian vektor malaria dan vector borne disease lain, perlu diperimbangkan beberapa insektisida yang direkomendasikan oleh WHO. Penggunaan insektisida dengan spesifikasi tertentu harus di bawah pengawasan institusi independen.

Faktor lain: bau, jarak penglihatan deposit penyemprotan, efikasi dihadapkan dengan gangguan hama dan faktor lain yang mempengaruhi aksesibilitas penyemprotan rumah oleh masyarakat

2.2.2 Penggunaan Kelambu

(50)

maupun di negara-negara lain seperti : Afrika, Asia-Pasifik,dan Negara-negara Amerika Latin (Barodji, 2001).

Penggunaan kelambu berinsektisida sangat penting diketahui masyarakat terutama dalam mencegah terjadinya penularan malaria. Pemakaian kelambu berinsektisida dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat terutama kepada ibu hamil, bayi dan balita yang merupakan kelompok yang rentan terhadap penularan malaria. Cakupan terhadap pemakaian kelambu berinsektisida di masyarakat harus mencapai sekurang-kurangnya 80 persen dari jumlah penduduk yang tinggal di daerah endemis malaria (Harisson, 2011).

Kelambu berinsektisida adalah kelambu yang di dalam serat kainnya telah diberi obat anti nyamuk (insektisida) dan obat tersebut tahan 3 (tiga) tiga tahun lamanya. Diberi obat (insektisida) anti nyamuk, maka bila nyamuk menyentuh atau hinggap di kelambu tersebut, dia akan mati atau jarak terbangnya menjadi lebih pendek, atau hidupnya lebin pendek, sehingga kemampuannya menularkan malaria menjadi berkurang. ( Depkes, 2001).

Pencelupan kelambu efektif apabila penularan terjadi dalam rumah kebiasaan menggigit vektor di dalam rumah puncak gigitan vektor setelah jam 22.00 penduduk tidak tidur sampai larut malam, misal nonton TV penduduk tidak berada di luar rumah malam hari masyarakat mau menggunakan kelambu (Depkes 2001).

2.2.3. Larvasida

Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi,

(51)

potensial (Breeding Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air di sekitar pantai yang permanen, genangan air di muara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat (Depkes, 2003).

Larvaciding bertujuan untuk menekan populasi larva nyamuk Anopheles.

Dapat dilakukan secara kimia dan biologi. Bila larvaciding secara kimia dapat dilakukan pada TPV yang potensial, terukur dan terjangkau untuk diaplikasikan, tidak ada vegetasi yang menghalangi aplikasi larvasida, bukan tipe TPV yang kecil dan menyebar sehingga sulit diidentifikasi dan diintervensi, sedangkan secara biologi seperti Penebaran ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah ( Aplocheilus

panchax) dan ikan nila merah (Oreochromis nilaticum) pada TPV yang potensial dan

airnya permanen (Depkes, 2003).

2.3. Kondisi Lingkungan Rumah

2.3.1. Tempat berkembang biak vektor (Breeding Places)

Lingkungan adalah lingkungan manusia dan nyamuk berada. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak. Kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan nyamuk tidak sama tiap jenis/spesies nyamuk. Nyamuk

Anopheles aconitus cocok pada daerah perbukitan dengan sawah non teknis berteras,

saluran air yang banyak ditumbuhi rumput yang menghambat aliran air. Nyamuk

Anopheles balabacensis cocok pada daerah perbukitan yang banyak terdapat hutan

(52)

sangat cocok berkembangbiak pada tempat genangan air seperti bekas jejak kaki, bekas jejak roda kendaraan dan bekas lubang galian (Depkes, 2003)

Tempat perkembangbiakan vektor secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kejadian malaria. Sawah, saluran irigasi, tepi danau, genangan air payau, dan tambak ikan merupakan tempat yang cocok dan aman untuk berkembangbiaknya vektor malaria (Depkes, 2003). Ada juga yang senang berkembangbiak di sumur dan potongan bambu (Dev,1996) serta tangki air/bak air (Hong, 1998)

Ghebreyesus, (2000) pernah mengidentifikasikan faktor-faktor risiko insidensi malaria di enam buah desa di Ethiopia bagian utara. Enam dari 14 buah veriabel yang diteliti berhasil diidentifikasi sebagai faktor risiko tinggi insidensi malaria, salah satu diantaranya adalah pemukiman yang berdekatan dengan saluran irigasi mempunyai faktor terinfeksi malaria sebesar 2,68 kali bila dibandingkan dengan pemukiman yang jauh dari saluran irigasi.

Lingkungan rumah yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk

Anopheless seperti adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari

(53)

2.3.2. Rawa-rawa.

Rawa-rawa adalah lahan genanga menerus atau musiman akibat khusus secar

Definisi yang lain dari rawa-rawa adalah lahan genanga yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat mempunyai ciri-ciri khusus secar

Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam terbuat secara alami, atau buat laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari dengan nyamuk, seperti rawa-rawa, telah lama memiliki hubungan dengan tingginya angka serangan malaria. Lingkungan yang mendukung seperti genangan air menyebabkan munculnya sarang nyamuk (Angga, 2008)

(54)

2.3.3. Rumah Sehat

Menurut Azwar, (1996) rumah sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :

1. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan fisik dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini ialah :

a. Rumah tersebut harus terjamin penerangannya yang dibedakan atas cahaya matahari dan lampu.

b. Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna,sehingga aliran udara segar dapat terpelihara.

c. Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipertahankan suhu lingkungan

2. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan kejiwaan dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Terjamin berlangsungnya hubungan yang serasi antara anggota keluarga yang tinggal bersama.

b. Menyediakan sarana yang memungkinkan dalam pelaksanaan pekerjaan rumah tangga tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan

3. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari penularan penyakit atau berhubungan dengan zat-zat yang membahayakan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

(55)

c. Terlindung dari pengotoran terhadap makanan.

d. Tidak menjadi tempat bersarang binatang melata ataupun penyebab penyakit lainnya.

4. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Rumah yang kokoh.

b. Terhindar dari bahaya kebakaran. c. Alat-alat listrik yang terlindungi. d. Terlindung dari kecelakaan lalu lintas

(56)

2.4. Landasan Teori

Penyebab malaria ditentukan oleh faktor yang disebut Host, Agent, dan

Environment. Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas

saling mendukung (Depkes, 2003). Mengacu kepada teori simpul, kejadian malaria terjadi akibat dari penderita malaria (simpul 1), nyamuk Anopheles spp ( simpul 2), pemajanan penduduk (simpul 3), pengukuran kasus malaria/sehat atau sakit (simpul 4) dan faktor yang memiliki peran besar terhadap kejadian malaria (simpul 5), yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Manajemen Malaria

Penderita Anopheles spp Penduduk terkena Sehat/sakit

Malaria risiko

(Sumber Penularan)

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

Topografi, suhu, kelembapan,

ekosistem alamiah, ekosistem buatan (simpul 5)

Gambar 2.2. Teori Simpul Sumber Data Survailans Malaria Terpadu Berbasis Wilayah Achmadi, (2003)

(57)

penduduk, sehingga penduduk tersebut terkena malaria yang dapat dilihat dari pemeriksaan darah yang positif plasmodium (simpul 3). Simpul 4 adalah penduduk yang positif malaria dilakukan pengobatan.

Malaria berkaitan erat dengan keadaan wilayah, di kawasan tropika seperti Indonesia penularan penyakit ini sangat rentan, karena keadaan cuaca yang mempunyai kelembaban tinggi akan memberikan habitat yang sesuai untuk pembiakan nyamuk yang menjadi vektor penularan kepada penyakit ini (Saputra 2011). Renato (2009), tempat berkembangbiak nyamuk Anopheles spp tergantung spesiesnya.

(58)

a. Spraying

b. Penggunaan Kelambu c. Larvasida

Kejadian Malaria - Ada

- Tidak Ada Kondisi Lingkungan

rumah

a. Kawat Kasa Ventilasi b..Langit-langit

c. Kerapatan Dinding d. .Rawa-rawa

e. Parit/Selokan f. Kandang Ternak

Pengendalian Vektor Nyamuk 2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori dan keterbatasan peneliti maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survai dengan menggunakan pendekatan explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1996). Explanatory

research untuk menganalisis pengaruh variabel pengendalian vektor nyamuk

(spraying, kelambu celup dan larvasida) dan kondisi lingkungan rumah (kawat kasa ventilasi, langit-langit, kerapatan dinding, rawa-rawa, selokan/parit dan kandang ternak) terhadap kejadian malaria di kota Sabang tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Madya Sabang Provinsi Aceh. Dengan mengambil lokasi di Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Sukakarya yang terdiri dari empat desa yang tertinggi parasite rate dari delapan belas desa yang dilakukan survai

malariometrik oleh Dinas Kesehatan Kota Sabang tahun 2011.

Ada pun ke empat desa tersebut adalah sebagai berikut : 1. Desa Paya Seunara 3,2%

2. Desa Batee Shok 13,5% 3. Iboih 6,3%

(60)

3.2.2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian berlangsung selama tujuh bulan yaitu mulai bulan Februari 2011 sampai dengan Desember 2011, dimulai dengan melakukan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul, penyusunan proposal, penelitian dan analisis data, seminar hasil dan ujian komprehensif.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga (KK) di Desa Paya Seunara Desa Batee Shok, Desa Iboih dan Desa Balohan Tahun 2011. Berdasarkan data dari kantor kecamatan diperoleh jumlah KK desa Paya Seunara 523 KK, Desa Batee Shok 309 KK, Desa Iboih 214 KK dan Desa Balohan 586 KK, dengan jumlah keseluruhan 1.632 KK.

3.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling sehingga setiap desa memiliki wakil yang dipilih secara random. Besarnya sampel adalah 94 KK, yang ditentukan dengan menggunakan rumus Tarro Yamana yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), yaitu :

n =

( )

2

1 N d N

+

Keterangan :

(61)

N = Populasi (1.632)

d = Tingkat kepercayaan (0,1) Perhitungan :

n = 94,2 dibulatkan menjadi 94

Jumlah sampel setiap desa dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Sebagai Sampel Penelitian di Setiap Desa

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

(62)

dipersiapkan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, dan registrasi petugas malaria di puskesmas dan Profil Dinas Kesehatan Kota Sabang.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan suatu alat ukur dengan cara alat ukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi

person product moment (r) dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, dan

berdasarkan tabel dengan taraf kepercayaan 95% dengan responden 30 orang KK yang berada di Desa Ie Meulee Kecamatan Sukajaya Kotamadya Sabang, maka nilai dinyatakan valid atau sebaliknya.

Uji validitas terdiri dari dua macam validitas penelitian, yaitu : Validitas Internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian hasil yang dicapai. Validitas Eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi sampel tersebut diambil (Sugiono, 2004).

(63)

dengan kenyataan maka berapakalipun diambil akan tetap sama. Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode

Cronbach’ Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari suatu pengukuran

dengan ketentuan jika r alpha > dari r tabel, maka dinyatakan realiable (Sugiono, 2004). Nilai r tabel dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikan 95%.

Hasil uji validitas untuk pertanyaan variabel independen yaitu :spraying menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan yang berjumlah 10 soal, nilai cronbach

alpha 0,797. Ini berarti nilai r hitung > r tabel (0,361). Dapat disimpulkan bahwa

seluruh pertanyaan variabel spraying valid dan reliabel.

Berdasarkan hasil uji kuesioner seluruh variabel penggunaan kelambu menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan yang berjumlah 10 soal nilai cronbach

alpha 0,833 Ini berarti nilai r hitung > r tabel (0,361). Dapat disimpulkan bahwa

seluruh pertanyaan variabel penggunaan kelambu valid dan reliabel. Ini berarti nilai r hitung > r tabel (0,361). Dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel penggunaan kelambu valid dan reliabel. Hasil uji validitas untuk pertanyaan larvasida menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan yang berjumlah 10 soal, nilai cronbach

alpha 0,810. Ini berarti nilai r hitung > r tabel (0,361). Dapat disimpulkan bahwa

seluruh pertanyaan variabel larvasida valid dan reliabel. Tabel 3.2. menunjukkan hasil reliabilitas kuesioner variabel spraying, penggunaan kelambu dan larvasida.

(64)

Tabel 3.2. Hasil Uji Kuesioner

No Variabel Nilai

Cronbach Alpha Keterangan 1

(65)

1. Spraying adalah penyemprotan yang dilakukan pada dinding rumah masyarakat di

Payah Senara, Desa Batee Shok, Desa Iboh dan Desa Balohan untuk mengendalikan nyamuk.

2. Penggunaan kelambu celup adalah pemakaian kelambu yang bertujuan menghindari gigitan nyamuk yang digunakan masyarakat di desa Paya Seunara, Desa Batee Shok, Desa IboIh dan Desa Balohan.

3. Larvasida adalah pemberian oiling pada saluran dan genangan air yang tidak mengalir untuk mengendalikan larva nyamuk Anopheles spp

4. Kawat kasa pada ventilasi adalah lubang angin yang memungkinkan untuk keluar masuknya nyamuk malaria ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya kawat kasa. 5. Langit-langit adalah pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang

terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumah.

6. Dinding adalah pembatas rumah responden yang terbuat dari pasangan batu bata, papan, anyaman bambu halus, anyaman bambu kasar, dan dilihat dari kerapatannya

Gambar

Tabel Frekuensi ...................................................................................
Tabel 2.1 Periode Siklus Eksoeritrositer dan Eritrositer dari Spesies  Plasmodium Manusia
Tabel 2.2  Fase Kehidupan Sehari-hari Nyamuk Anopheles Spp
Gambar 2.1. Sistem Kelangsungan Hidup Nyamuk Anopheles
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengembangan media audio pembelajaran materi pokok teks fiksi pada mata pelajaran tematik Bahasa Indonesia kelas IV Seekolah Dasar Negeri 1 Jemundo Sidoarjo

Selain itu juga ada halaman untuk melihat data pembayaran dan bukti transfer, jika bukti transfer telah dikirim (upload) oleh customer , maka status pembayaran akan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa SMA Kolese De Britto kelas X IPA 5 pada tahun pelajaran 2014/2015 dalam mengerjakan soal

Setelah survei dilakukan kemudian dilanjutkan dengan proses analisis data. Proses analisis data dilakukan dengan metode pembobotan. Pembobotan akan dilakukan pada seti- ap tahapan

Serta selalu berharap bahwa hasil dari penyusunan tugas akhir ini dapat. bermanfaat bagi

Untuk menghindari pembahasan yang meluas serta tidak signifikan, maka penulis akan membatasi fokus pembahasan penelitian pada upaya Rusia di negara-negara muslim anggota OKI

Sedangkan partisi pembeda Π memastikan representasi berbeda untuk semua simpul di graf G, yaitu dengan menunjukkan jarak simpul v ∈ V (G) ke semua kelas partisi dalam Π dan

Dari hasil analisa rektivitas terhadap campuran material paving geopolimer dapat dilihat bahwa campuran material fly ash yang tidak diayak dengan SCBA yang telah