• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Hukuman Dalam Pendidikan Dengan Pengamalan Ajaran Islam : studi kasus di SMA Muhammadiyah 3 Limau Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korelasi Hukuman Dalam Pendidikan Dengan Pengamalan Ajaran Islam : studi kasus di SMA Muhammadiyah 3 Limau Jakarta Selatan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

Korelasi Hukuman Dalam Pendidikan

Dengan Pengamalan Ajara Islam

(Studi kasus di SMA Muhammadiyah 3 Limau Jakarta Selatan)

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Guna Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Agama Islam (Spd.I)

Oleh:

Abdul Aziz

103011026753

FAKULTAS FAKULTAS

ILMU

TARBIYAH

DAN

KEGURUAN

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

2008

BIODATA PENULIS

Nama : Abdul Aziz,

Tempat/tgl lahir : Purbalingga/ 4 Maret 1981 Nama Ayah : Sudarmo

Nama Ibu : Nasiyah

Alamat asal : Desa Babakan Rt 24/07, Kecamatan Kalimanah

Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Kode Pos 53372 No Tlp/Hp : (021) 93428867 / (0815) 14850268

Alamat sekarang : Jl. Martapura Raya No 8A, Kelurahan Kebon Melati Kecamatan Tanah Abang, Jakarta pusat

Riwayat Pendidikan Terakhir

- Sarjana Pendidikan Islam (Universitas Islam Negeri UIN) (2007)

- SMK Muhammadiyah I, Purbalingga (2000)

- MYs. Yappi, Karang Klesemen, Purbalingga (1997)

- MI Muhammadiyah, Babakan (1994)

- TK. Aisyiyah Babakan 2 (1987)

Pengalaman Organisasi

- Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF).

- Anggota Kementrian Kebudayaan Badan Mahasiswa Jurusan.

- Ketua 2 Ikatan Remaja Muhammadiyah SMK Muhammadiyah I Purbalingga. - Ketua OSIS MTs Yappi Karang Klesem, Purbalingga.

- Ketua Barisan Muda PAN Ranting Babakan.

Karya Tulis

- Korelasi Hukuman Dalam Pendidikan Dengan Pengamalan Ajaran Islam.

Jakarta, 30 Desember 2007

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul : “Korelasi Hukuman Dengan Pengamalan Ajaran Islam Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dan lam Ujian Munaqosah pada, 8 Januari 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.P.d.I) dalam bidang Pendidikan Agama.

Jakarta, 26 Februari 2008 Panitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Drs. Abdul Fatah Wibisono, M.Ag. ……….. ……….

NIP. : 150233009

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Drs. Sapiudin, M.Ag. ……….. ………..

NIP. : 150299477 Penguji I

Drs. Sapiudin, M.Ag. ……… ………..

NIP. : 150299477 Penguji II

Drs. H. Alisuf Sobri ……….. ………..

NIP. : 150034454

Mengetahui:

Dekan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul : “Korelasi Hukuman Dengan Pengamalan Ajaran Islam Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Ulang Munaqosah pada, 3 November 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.P.d.I) dalam bidang Pendidikan Agama.

Jakarta, 3 November 2008 Panitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Dr.H. Abdul Fatah Wibisono, M.A. ……….. ……….

NIP. : 150233009

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Drs. Sapiudin, M.A. ……….. ………..

NIP. : 150299477 Penguji I

Drs. Sapiudin, M.A. ……… ………..

NIP. : 150299477 Penguji II

Dr. Khalimi, MA ……….. ………..

NIP. : 150267202

Mengetahui:

Dekan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.

(5)

ABSTRAK

Abdul Aziz

Korelasi Hukuman Dalam Pendidikan di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta Dengan Pengamalan Ajaran Islam”.

Hukuman dalam pendidikan merupakan salah satu alat yang dapat menunjang proses belajar mengajar di suatu lembag pendidikan (sekolah), perhatian lebih rasanya perlu diberikan dalam hal ini, kesesuaian antara pelanggaran yang dilakukan siswa dengan bentuk hukuman yang diberikan perlu mempertimbangkan berbagai aspek, tujuannya bukan hanya membuat siswa jera akan tetapi harus mengandung unsur pendidikan yang mengarahkan siswa pada sesuatu yang lebih baik dan untuk selalu menjaga sikap serta berdisiplin dalam segala hal khususnya terhadap peraturan dan kewajiban di sekolah.

Ketidak sesuaian hukuman akan berdampak bagi diri anak, tak jarang suatu hukuman bukan membuat siswa berfikir akan tetacai justru makin menjadi-jadi dan tidak ada perubahan, karena itulah guru sebagai pendidik di sekolah perlu menyesuaikan bentuk hukuman bagi tiap siswa yang melnggar. Karena itulah penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi bentuk Hukuman dalam Pendidikan di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta dengan Pengamalan Ajaran Islam.

(6)

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur alhamdulillah, dengan selesainya skripsi ini, shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat-sahabatnya serta para pengikutnya yang senantiasa memperjuangkan ajarannya, amiin.

Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, numun begitu penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempersembahkan yang terbaik bagi semua yang berperan dalam kehidupan penulis. Tanpa do’a dan dorongan, bantuan dan arahan mereka rasanya penulis tak sanggup menjalani proses akhir studi ini. Untuk itu ucapan terimakasih yang terdalam penulis haturkan kepada :

1. Dekan Fakulatas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Ketua dan Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Drs. Abdul Haris, M.ag dan Drs. Manerah, dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan arahan, masukan dan motivasi kepada penulis hingga terselesaikan skripsi ini.

4. Para dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya jurusan Pendidikan Agama Islam, yang membuat wawasan penulis terbuka luas.

5. Drs. Jaenal Lestaluhu, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 3 Limau (Jakarta Selatan) berserta guru-guru, para staf dan para karyawan yang dengan ikhlas memberi bantuan kepada penulis.

6. Kepada keluarga Bapak Imhar Burhanudin dan keluarga yang telah memberi bantuan moril dan materiil serta dorongan untuk menyelesaikan study S1.

7. Kepada Bapak Sudarmo dan Mama Nasiyah yang saya cintai dan banggakan, berkat do’a dan ridlonya hingga penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Kepada teman-teman kelas D yang penulis sayangi, yang tulus ikhlas mendampingi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman satu angkatan yang tidak dapat penulis sebut satu persatu. 10.Semua pihak yang langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis.

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian ... 4

D. Sistematika dan Teknik Penulisan ... 5

BAB II Kerangka Teori dan Pengajuan Hipotesis... 7

A. Pengertian dan dasar hukuman……… 7

B. Tujuan dan fungsi hukuman……… 11

C. Prinsip dan syarat-syarat hukuman dalam pendidikan... 13

D. Macam-macam hukuman dalam pendidikan………….. 17

E. Pengertian Pengamalan Ajaran Islam………. 20

F. Faktor yang mempengaruhi pengamalan ajaran Islam... 21

G. Pengajuan hipotesis………. 26

BAB III Metodologi penelitian A. Lokasi dan waktu penelitian ………. 27

(8)

C. Sumber data ……… 27

D. Teknik pengumpulan data... 28

E. Instrument penelitian ... 29

F. Teknik analisa data………... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 35

A. Deskripsi Data... 35

B. Analisa Data... 59

C. Pengujian Hipotesis ... 63

D. Interpretasi Data... 65

BAB V PENUTUP... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA... 68

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 01 Kisi-kisi Instrumen Penerapan Hukuman... 30

Tabel 02 Kisi-kisi Instrumen Pengamalan Ajaran Islam... 31

Tabel 03 Angka Indeks Korelasi “ r “Product Moment... 33

Table 04 Membaca Al-Quran dengan memperhatikan tajwidnya……... 36

Table 05 Mengucapkan salam bila bertemu sesama muslim ... 37

Table 06 Melaksanakan shalat Dhuha ketika berada di sekolah... 37

Table 07 Mengganti puasa yang putus tanpa diingatkan oranglain ... 38

Table 08 Mengganti puasa yang putus tanpa diingatkan orang lain ... 38

Table 09 Sholat Dzuhur sekaligus kultum yang dibawakan oleh teman sekolah... 39

Table 10 Belajar di rumah walaupun tidak ada PR... 39

Table 11 Membereskan tempat tidur sendiri... 40

Table 12 Melaksanakan shalat tahujud/tarawih ... 40

Table 13 Membantu orang tua membersihkan rumah………. 41

Table 14 Mengerjakan PR atau tugas dari guru di rumah………... 41

Table 15 Frekuensi menjalankan puasa ramadhan sebulan penuh ... 42

Table 16 Membuang sampah pada tempatnya... 42

Table 17 Tidak berpuasa ramadhan tanpa alasan………... 43

Table 18 Shalat tarawih sebelum mendapat hukuman dari guru……….. 43

Table 19 Shalat tarawih setelah mendapat hukuman dari guru……….... 44

Table 20 Melaksanakan puasa Senin dan Kamis ... 44

Table 21 Membiasakan membaca Al-Quran di rumah dan di sekolah… 45

Table 22 Aktif dalam kegiatan pengajian di mushola atau di masjid….. 45

Table 23 Membaca al-Quran lebih dari 100 ayat dalam satu minggu.... 46

(10)

dalam jumlah yang tidak tetap ... 47

Tabel 26 Memulai belajar di rumah/di sekolah dengan bismillah…….. 47

Table 27 Mengakhiri belajar di rumah/di sekolah dengan alhamdulillah………... 48

Table 28 Menyisihkan uang jajan untuk sodaqoh………... 48

Table 29 Hukuman fisik karena melanggar peraturan sekolah…………. 49

Tabel 30 Mengingatkan untuk mematuhi peraturan sekolah………. 49

Tabel 31 Memarahi/membentak siswa ribut di dalam kelas……….. 50

Tabel 32 Dikeluarkan dari sekolah………. 50

Tabel 33 Dimarahi oleh guru di depan kelas……….. 51

Tabel 34 Hukuman fisik jika tidak berpakaian dengan rapih dan sesuai ketentuan………. 51

Tabel 35 Langsung diperintahkan untuk segera masuk………. 52

Tabel 36 Hukuman skorsing……….. 52

Tabel 37 Dipulangkan karena terlambat masuk sekolah………... 53

Tabel 38 Mengerjakan tugas dua kali lebih banyak ………. 53

Tabel 39 Mengganti kaca yang dipecahkannya………. 54

Tabel 40 Membersihkan kembali lingkungan sekolah yang kotor ……… 55

Tabel 41 Surat panggilan kedua orang tua ……… 55

Tabel 42 Tugas menghafal………. 56

Tabel 43 Mengambil kebali sampah yang dibuangnya……….. 56

Tabel 44 Dilarang masuk kembali ke kelas……… 57

Tabel 45 Hukuman berdiri di depan kelas………. 57

Tabel 46 Mengganti buku perpustakaan yang hilang……… 58

Tabel 47 Diharuskan minta maaf,tugas tambahan/nilai nol……….. 58

Tabel 48 Hukuman skorsing atau surat peringatan terakhir……….. 59

Tabel 49 Skor hukuman dalam pendidikan (variabel X)………... 60

Table 50 Skor pengamalan ajaran Islam (variabel Y)………... 61

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk ciptaan Alloh swt yang telah diberi kesempurnaan jasmani dan rohani yang lebih tinggi derajatnya dari makhluk-makhluk lainnya. Akal dan perasaan merupakan bagian dari sistem organ manusia yang memiliki peranan sangat penting sebagai alat interaksi antar sesama manusia maupun dengan lingkungan sekitarnya. Dengan kesempurnaan itu manusia dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi, yang tentunya juga dalam menjaga kelestarian alam semesta serta kemajuan di berbagai aspek kehidupan manusia itu sendiri.

Hal itu bukanlah datang dengan sendirinya, tetapi dengan usaha dan kerja keras manusia. Pendidikan adalah salah satu usaha manusia, agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Dengan pendidikan, jasmani dan rohani terlibat dalam proses pembelajarannya dan akal sebagai bagian rohani pun terasah. Maka tak

salah bila pendidikan dikatakan sebagai proses pendewasaan manusia.

Banyak pihak yang ikut serta menyelenggarakan pelayanan pendidikan bagi anak. Pendidikan yang paling asasi (bersifat kodrati, pertama dan utama), pendidikan yang diselenggarakan oleh negara atau lembaga swasta melalui sekolah diusahakan demi penataan hidup bermasyarakat yang membangun berdasarkan Pancasila. Sehubungan dengan peran sosial sekolah dapatlah ditegaskan bahwa pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah hendaknya merupakan titik temu dari dua kepentingan, yakni menjawab kepentingan orang tua dan menjawab kepentingan yang diinginkan oleh negara, kedua kepentingan tersebut hendaknya seimbang (proporsional) dan serasi dalam menempatkannya.1

Pendidikan di sekolah memerlukan kerjasama antar berbagai pihak, yaitu antara orang tua, guru, administrator dan konselor sekolah, lembaga-lembaga sosial

1

(12)

kemasyarakatan dan pemerintah. Kerjasama itu meliputi berbagai hal, misalnya penentuan tujuan pengajaran, bahan pengajaran, proses pengajaran, pengadaan alat-sarana pengajaran dan lain-lain.2 Hukuman merupakan salah satu dari sekian banyak alat pendidikan yang dapat menunjang kelancaran proses pelaksanaan pendidikan. Muhammad Qutb menyatakan; “Apabila teladan tidak mampu dan begitu juga nasehat, maka harus diadakan tindakan tegas, tindakan tegas itu adalah hukuman”.3

Secara umum tujuan hukuman adalah untuk memperbaiki tabiat dan tingkah laku anak ke arah kebaikan dan anak menyesali serta menyadari perbuatan salah yang telah dilakukannya, walaupun pada dasarnya hukuman sendiri kurang di senangi oleh

anak. Oleh karena itu dampak yang ditimbulkannya pun bisa positif dan bisa pula negatif. Seorang pendidik (orang yang berwenang menghukum) apabila memberikan hukuman dengan sewenang-wenang tanpa memperhatikan efek si terhukum dan kesesuaian antara berat dan ringannya pelanggaran dengan hukuman yang diberikan, besar kemungkinan akibat yang ditimbulkannya pun negatif, begitu juga halnya apabila pendidik (orang yang berwenang menghukum) tersebut mengabaikan sifat sabar, adil dan pemaaf dalam memberikan hukuman.

Charles Schaefer mengemukakan bahwa “Penggunaan hukuman yang terlalu sering, apabila hukuman itu keras, bisa menimbulkan resiko yang berbahaya, yaitu merendahkan harga diri anak, menyebabkan timbulnya rasa takut, kecemasan, perasaan salah dan permusuhan terhadap yang melimpahkan hukuman”.4

Hukuman akan berpengaruh positif apabila hukuman itu bermakna mendidik untuk mencapai kearah kedewasaan dan dapat dipertanggungjawabkan, seperti pendapat Langeveld sebagai berikut “Supaya suatu hukuman dapat dipertanggungjawabkan dan penderitaan yang ditimbulkannya mempunyai nilai pedagogies, maka hukuman itu harus membantu anak menjadi dewasa dan dapat berdiri sendiri”. Dampak yang ditimbulkan dari hukuman seperti ini, anak didik akan menerima hukuman tersebut sebagai ganjaran atas perbuatannya yang salah dan

2

Ibid., h. 12

3

M. Qutb, Sistem Pendidikan Islam, Alih Bahasa, Salman Harun, (Bandung: Al-Ma’arif, 1993), Cet. III, h. 34

4

(13)

keliru, dan ia berusaha untuk memperbaiki dan memperkuat keinginannya untuk berbuat kebaikan.

Dengan demikian seorang pendidik dituntut untuk memberikan yang terbaik terhadap anak didiknya, tidak terkecuali dalam menghukum. Sama halnya dengan alat-alat pendidikan yang lain, berhasil dengan baik atau tidaknya suatu hukuman tergantung kepada pribadi si pendidik, pribadi si peserta didik, bahan dan cara yang dipakai dalam menghukum peserta didik. Selain itu, juga dipengaruhi oleh hubungan antara pendidik dan anak didik serta suasana atau situasi ketika hukuman itu diberikan kepada peserta didik. Oleh sebab itu, belum tentu dan bahkan tidak

mungkin hukuman serupa yang dilakukan oleh seorang yang berwenang terhadap beberapa orang peserta didik menghasilkan akibat yang serupa pula.

SMU Muhammadiyah 3 Jakarta sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam, dalam implementasi proses pendidikan, para pendidiknya juga melaksanakan hukuman dalam rangka pembinaan anak didiknya, terutama dalam usaha menegakkan dan mengembangkan disiplin/tata-tertib/ peraturan sekolah kepada para siswanya.

Berdasarkan eksplorasi wacana di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang hukuman sebagai salah satu alat pendidikan dalam tinjauan Islam dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul: “Korelasi Hukuman dalam Pendidikan Dengan Pengamalan Ajaran Islam”.

B.

Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.

Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan dan untuk menghindari salah pengertian dan perbedaan persepsi serta untuk mengarahkan penelitian ini, maka penulis

membatasi permasalahan pada:

a. Hukuman yang dimaksud adalah sekor yang diperoleh responden dalam menjawab tertanyaan pada angket yang terdiri dari 20 soal dengan tiga dimensi : pemberian stimulus derita, melaksanakan perbuatan yang tidak menyenangkan dan menimpakan kesakitan.

(14)

terdiri dari 25 soal, dengan tiga dimensi : pribadi, sosial, pribadi dengan Tuhannya.

c. Korelasinya dengan pengamalan ajaran Islam yang dimaksud adalah hubungan yang positif antara hukuman dengan pengamalan ibadah sehari-hari siswa di lingkunghan sekolah.

d. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa-siswa, dan guru-guru SMU Muhammadiyah 3 Jakarta, tahun ajaran 2006-2007.

2.

Perumusan Masalah

Agar tidak terjadi salah paham dan perbedaan penafsiran, maka penulis akan merumuskan masalah utama yakni : “Apakah ada korelasi positif antara hukuman yang diterapkan terhadap siswa di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta dengan pelaksanaan ajaran Islam?”

C.

Tujuan dan Signifikansi Penelitian

1.

Tujuan Penelitian

adalah:

a. Untuk mengetahui korelasi positif dari hukuman-hukuman yang masih dijalankan di dalam dunia pendidikan khususnya di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta, dengan pengamalan ajaran Islam.

b. Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih jenis-jenis hukuman yang

diterapkan agar dapat meminimalisir implikasi yang negatif terhadap pihak terhukum maupun yang berwenang memberikan hukuman.

c. Sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pendidik dalam pemberian hukuman terhadap kesalahan-kesalahan siswa agar tetap sesuai dengan syariat Islam.

2.

Signifikansi Penelitian

Kegunaan (manfaat) dari penelitian ini antara lain:

(15)

b. Sebagai bahan referensi bagi yang berniat melakukan penelitian lebih mendalam tentang masalah ini.

c. Sebagai tambahan pengetahuan mengenai kondisi faktual masalah hukuman dalam pendidikan yang dikaitkan dengan pengamalan ajaran Islam.

d. Untuk memberikan masukan, khususnya kepada para tenaga pengajar dan pihak pengelola sekolah mengenai kebolehan memberikan hukuman pada para siswanya yang telah melanggar tata tertib setelah melewati beberapa tahapan pemberian peringatan.

e. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan bagi pendidik (orang yang berwenang menghukum) di sekolah dalam memilih alternatif jenis hukuman yang lebih efektif dan bernilai pendidikan.

D.

Sistematika dan Teknik Penulisan

Sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut :

Bab I Menguraikan tentang Pendahuluan, yang meliputi : Latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Signifikansi Penelitian, Sistematika dan Teknik Penulisan.

Bab II Menjelaskan tentang Landasan Teori dan Kerangka Berpikir dan Pengajuan Hipotesis, yang meliputi: Teori-teori yang memuat pengertian dan dasar hukuman, tujuan dan fungsi hukuman, prinsip dan syarat hukuman, syarat-syarat hukuman dalam pendidikan, macam-macam hukuman dalam pendidikan dan pelaksanaannya dan pengajuan hipotesis.

Bab III Metodologi penelitian, yang meliputi : Lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, serta teknik analisa data.

Bab IV Menguraikan Hasil Penelitian Lapangan, yang meliputi : Deskripsi Data, dan Analisa Data.

(16)

BAB II

KERANGKA TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. LANDASAN TEORI

1. Pengertian dan dasar hukuman

Ditinjau dari segi bahasa (etimologi) Indonesia, kata hukuman berasal dari kata dasar hukum yang mendapat akhiran-an. Menurut Armai Arief dalam buku “Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam” yang dikutip dari kamus besar Bahasa Indonesia, diartikan dengan: “1. Siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar undang-undang dsb; 2. Keputusan yang dijatuhkan oleh hakim; 3. Hasil atau akibat menghukum.

Suatu lembaga atau instansi, menerapkan hukuman kepada mereka yang melanggar peraturan dengan maksud dan tujuan agar tingkah laku yang tidak diinginkan dapat diperbaiki. Hukuman memang sesuatu yang penting dalam dunia pendidikan, karena dengan adanya hukuman diharapkan dapat memperbaiki tingkah

laku siswa yang tidak dapat teratasi dengan teladan dan nasihat. Untuk lebih memperjelas pemahaman mengenai hukuman, berikut ini penulis paparkan pendapat dari beberapa ahli.

Menurut W.J.S Poerwadarminta, hukum adalah “Peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau dapat yang dianggap berlaku untuk orang banyak”.5 Sedangkan menurut J.C.T Simorangkir hukum adalah “Himpunan petunjuk hidup (Perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam masyarakat yang bersangkutan”.6

Adapun kata hukuman bila ditinjau dari dimensi bahasa Arab, merupakan terjemahan dari kata ‘iqab ( اقاب), bentuk masdar dari fi’il (kata kerja)…….7 Seperti dalam Surat Al-Mukmin sebagai berikut:

5

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1985), h.350

6

J.C.T Simorangkir, Pelajaran hukum, Jakarta: Aksara Baru, 1980), Cet.III, h.13

7

(17)

ﻬ ْﺄ

ْ ﺎآ

ْ ﻬﱠﺄ

ﻚ ذ

ﺪ ﺪ

ﱞيﻮ

ﱠإ

ﱠ ا

هﺬ ﺄ

اوﺮ ﻜ

تﺎ ﱢ ْﺎ

ْ ﻬ ر

ْ

بﺎ ْا

“Yang demikian itu karena telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata lalu mereka kafir. Maka Alloh mengazab (menghukum) mereka. Sesungguhnya Dia Maha Kuat lagi Maha Keras hukumannya-Nya”. (QS. Al-Mukmin/40: 22)8

Selain itu, kata hukuman juga merupakan terjemahan dari kata ‘azab ( ) bentuk masdar dari kata kerja……,9 seperti disebutkan dalam Al-Qur’an:

ْنإو

اْﻮﱠﻮ

ﺎ آ

ْ ْﱠﻮ

ْ

ْ

ْ ﻜْﱢﺬ

ﺎ اﺬ

أ

“…Dan jika kamu tidak patuh, seperti dulu kamu tidak patuh, Dia akan menghukummu dengan siksaan yang pedih”. (QS. Al-Fath/48: 16).

Disamping itu, hukuman juga merupakan terjemahan dari kata jaza’ (جزاء ),10 seperti disebutkan dalam Al-Quran:

قرﺎﱠ او

ﺔ رﺎﱠ او

اﻮ ْ ﺎ

ﺎ ﻬ ﺪْأ

ءاﺰ

ﺎ آ

ﺎ ﺎﻜ

ﱠ ا

ﱠ او

ﺰ ﺰ

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya sebagai balasan/hukuman baginya terhadap apa yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Alloh swt…”. (QS. Al-Maidah/5: 38)11

8

Tim Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: Kumudasmoro Grafindo, 1994), Edisi Revisi, h. 192

9

Mahmud Yunus, op.cit., h. 259.

10

Mahmud Yunus, op.cit., h.88

11

(18)

Selain itu terdapat kata lain yang mengandung kata hukuman yaitu kata hudud ( حدود) bentuk jamak dari kata حدseperti disebutkan Abuddin Nata dan Fuzan dalam Buku “Pendidikan dalam Perspektif Hadis” dalam hadis Nabi :

ا

ﷲا

ر

ةﺮ ﺮه

ر

لﺎ

لﺎ

ﷲا

لﻮ

ﷲا

و

:

دا

ﺎﻬ

ﺪ و

دوﺪ ا

اﻮ

ﺎ ﺪ

“Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda, “Elaklah suatu hukuman selama kamu punya alasan untuk mengelaknya”. (H.R. Ibnu Majah).12

Sedangkan dari dimensi istilah (terminology), terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian hukuman, diantaranya :

Menurut M. Ngalim Purwanto, hukuman adalah “Penderitaan yang diberikan atau yang ditimbulkan dengan sengaja (orang tua, guru, dan sebagainya), sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan atau kesalahan”.13 Sementara itu menurut Charles Schaefer hukuman ialah “Suatu bentuk kerugian atau kesakitan yang ditimpakan kepada seseorang yang berbuat kesalahan”.14

Menurut Amir Daien Indra Kusuma, hukuman adalah “Tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sengaja dan sadar sehingga menimbulkan nestapa, dengan adanya nestapa ini, anak menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya”.15

Menurut A. Mursal Hadi yang dikutip dalam buku karangan Dr. Zainudin, et.al., hukuman adalah “suatu perbuatan dimana seseorang sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa pda orang lain dengan tujuan untuk memperbaiki dan melindungi dirinya

12

Abuddin Nata dan Fuzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), cet I, h. 374.

13

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), Cet. VIII, h. 186

14

Charles Schaefer, Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak, Alih Bahasa, R. Turmun Sirait, (Jakarta: Mitra Utama, 1996), Cet. VI, h. 93.

15

(19)

sendiri dari kelemahan jasmani dan rohani sehingga terhidar dari segala macam pelanggaran”.16

Sehubungan dengan itu, dapat ditemukan beberapa ayat Al-Quran dan Hadis Nabi yang berkaitan dengan hukuman, diantaranya:

1. Dasar Al-Quran

…..

ﺎﱠ او

ﺎ ْا

ﱠ هوﺮ ْهاو

ﱠ هﻮﻈ

ﱠ هزﻮ

نﻮ

ﺎً

نﺎآ

ﱠ ا

ﱠنإ

ﱠ ﻬْ

اﻮﻐْ

ْ ﻜ ْ أ

ْنﺈ

ﱠ هﻮ ﺮْ او

اﺮ آ

….

“…….Dan wanita-wanita yang kamu khawatir nusuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkan mereka di tempat tidur, pukullah mereka, kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah mencari jalan untuk menyusahkannya…” An-Nisa/4 : 34

2. Dasar As-Sunnah

ا

ﻮ ر

لﺎ

لﺎ

ﷲا

ر

ﷲا

ل

ﷲا

و

:

و

ه

و

ةﻼ ﺎ

ﻮ ﺮ او

ءﺎ ا

ه

ه

ءﺎ ا

هو

ﺎﻬ

Dari Umar bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya r.a berkata: Rasulullah saw bersabda, Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sejak mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka jika melalaikannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan dan disahkan mereka dari tempat tidunya”.

(HR Abu Daud dan Hakim)

Ayat dan hadis diatas selain mengakui keberadaan hukuman dalam rangka perbaikan ummat manusia, juga menunjukkan hukuman itu tidak diberlakukan kepada semua manusia, melainkan khusus kepada mereka yang melakukan

16

(20)

pelanggaran-pelanggaran. Pelanggaran dimaksud adalah perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan ajaran agama atau tidak sesuai dengan aturan/nilai-nilai yang diberlakukan dalam lingkungan hidupnya.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hukuman adalah tindakan pendidik yang sengaja dan sadar diberikan kepada anak didik yang melakukan kesalahan/pelanggaran aturan sekolah, agar anak didik tersebut menyadari kesalahannya dan berjanji tidak mengulanginya. Atau dalam pengertian lain hukuman dapat diartikan sebagai penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan

dengan sengaja oleh seseorang sesudah terjadinya penganggaran, kejahatan/kesalahan. Untuk mengukur efektifitas penerapan hukuman dapat dilihat dari pelaksanaan hukuman di sekolah yang meliputi pemberian stimulus derita kepada para siswa, melaksanakan perbuatan yang tidak menyenangkan dan menimpakan kesakitan.

2. Tujuan Dan Fungsi Hukuman

A. Tujuan Hukuman

Beberapa ahli mengemukakan tentang maksud atau tujuan dari hukuman, salah satunya rumusan Charles Schaefer yang menyatakan bahwa “Tujuan jangka pendek dari menjatuhkan hukuman adalah untuk menghentikan tingkah laku salah, sedangkan tujuan jangka panjangnya ialah untuk mengajar dan mendorong anak-anak menghentikan sendiri tingkah laku mereka yang salah, agar anak dapat mengarahkan dirinya”.17

Sedangkan M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa maksud atau tujuan orang memberi hukuman sangat bertalian erat dengan pendapat orang-orang mengenai teori-teori tentang hukuman tersebut, seperti :

1.

Teori Pembalasan

Teori inilah yang tertua. Menurut teori ini hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap kelalaian dan pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Teori ini tidak boleh dipakai dalam pendidikan di sekolah.

17

(21)

2.

Teori Perbaikan

Menurut teori ini hukuman itu diadakan untuk membasmi kejahatan. Maksudnya ialah memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kejahatan lagi. Teori inilah yang bersifat paedagogis karena bermaksud memperbaiki si pelanggar, baik lahiriah maupun batiniah.

3.

Teori Perlindungan

Menurut teori ini hukuman diadakah untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya hukuman ini, masyarakat dapat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan pelanggar.

4.

Teori ganti rugi

Menurut teori ini hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah diderita dari kejahatan-kejahatan atau pelanggaran itu. Hukuman ini banyak dilakukan dalam masyarakat maupun pemerintahan. Dalam proses pendidikan teori ini tidak cocok, karena dengan menerima hukuman semacam ini anak akan merasa menjadi tidak bersalah karena kesalahannya telah terbayar dengan hukuman.

5.

Teori menakut-nakuti

Menurut teori ini hukuman diadakan untuk menimbulkan perasaan takut kepada si pelanggar akibat perbuatannya yang telah melanggar itu, sehingga ia akan selalu takut melakukan perbuatan tersebut dan mau meninggalkannya. Teori ini juga memerlukan perbaikan, sebab dengan teori ini besar kemungkinan anak akan meninggalkan suatu perbuatan itu hanya karena takut, bukan karena keinsyafan bahwa perbuatannya memang terbentuk dari kata hatinya.18

Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan atau maksud dari hukuman ialah mencegah dan mengoreksi anak didik sekaligus memberi kesadaran bagi mereka untuk mengenal dan mengetahui

18

(22)

kesalahannya serta untuk memperbaiki tabi’at dan tingkah laku mereka ke arah ke baikan/kedewasaan.

B. Fungsi Hukuman

Fungsi Hukuman selain sebagai alat pendidikan yang dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan, juga dapat menjadi alat motivasi bagi anak didik, sebagaimana yang diungkapkan oleh Amir Dien Indrakusuma, sebagai berikut:

Hukuman walaupun alat pendidikan yang tidak menyenangkan, alat pendidikan yang bersifat negatif, namun dapat pula menjadi alat motivasi, alat pendorong untuk mempergiat belajar. Murid-murid yang pernah mendapatkan oleh karena kelalaian, karena tidak mengerjakan tugas, maka ia akan berusaha untuk dapat selalu memenuhi tugas-tugas belajarnya agar terhindar dari bahaya hukuman. Hal ini berarti ia didorong untuk selalu belajar.19

3. Prinsip dan Syarat-syarat Hukuman

Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu, bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.20

Prisnip-prinsip hukuman dalam pendidikan antara lain:

A. Prinsip Psikologis (kejiwaan)

Seorang pendidik dengan lainnya baik segi tabi’at, pembawaan, kesenangan, akhlak dan kejiwaannya. Oleh karena itu, Pendidik harus mengenal anak didiknya lebih dekat agar ia dapat melayani setiap anak didik dengan layanan yang sesuai, terutama ketika terpaksa harus menggunakan hukuman. Suatu hukuman yang

mungkin cocok untuk seorang anak, namun bukan berarti cocok pula buat anak lainnya.

Sebagaimana ungkapan Al-Ghazali:

19

Amir Daien Indrakusuma, op.cit., h. 165

20

(23)

Bila dokter mengobati seluruh pasiennya dengan satu macam obat saja tentu banyak dari mereka yang akan mati. Begitu juga bila seorang guru membawakan satu macam metode, sistem dan latihan kepada seluruh murid tentu banyak pula dari mereka yang akan rusak dan mati jiwanya serta tumpul semangat berpikirnya, seharusnya para guru lebih dulu meneliti sifat, watak, umur dan lingkungan anak didik, barulah diterapkan asuhan, latihan dan metode yang harus dibawakan kepada tiap-tiap murid.21

B. Prinsip kasih sayang

Salah satu syarat hukuman yang pedagogis ialah hukuman harus diberikan atas dasar cinta kasih sayang.22 Ini berarti anak dihukum bukan atas dasar marah dan benci atau pendidik ingin menyakiti anak atau karena ingin balas dendam. Tetapi pendidik memberikan hukuman demi kebaikan anak, demi kepentingan dan masa depan anak. Oleh karena itu setelah hukuman diberikan jangan sampai berakibat putusnya hubungan kasih sayang antara pendidik dan anak didiknya.

C. Prinsip keadilan

M. Ngalim Purwanto mengemukakan pendapat mengenai prinsip ini, “Dalam menghukum hendaklah kita bersifat adil”23 Sedangkan Charles Shaefer mengemukakan bahwa “Untuk kepentingan keadilan, tetaplah ingat untuk mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : pelanggaran pertama atau sudah beberapa kali, pelanggaran karena dorongan tiba-tiba, tingkah laku yang umum dan pelanggaran karena tekanan-tekanan atau situasi tertentu”.24

Pandangan di atas menjelaskan bahwa seseorang pendidik dalam memberikan hukuman terhadap anak didiknya seyogyanya tidak membeda-bedakan anak orang berpangkat, anak orang kaya, anak saudara atau anak sendiri dan sebagainya.

Disamping itu hukuman yang diberikan harus sepadan dengan besarnya kesalahan yang diperbuat anak dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta pribadi dan watak anak didik.

21

Nasharuddin Thaha, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya, (Jakarta: Mutiara, 1997), h. 43

22

M. Ngalim Purwanto, op.cit., h. 191

23

M. Ngalim Purwanto, op.cit., h. 193

24

(24)

D. Prinsip keharusan dan keterpaksaan

Hukuman bukan satu-satunya alat dan bukan pula alternative pertama yang harus dilakukan pendidik terhadap peserta didik yang melakukan pelanggaran. Hal ini berarti bahawa penggunaan hukuman sebagai alat pendidikan didasari adanya unsur keharusan, yaitu bila keadaan memaksa untuk menggunakan hukuman sedangkan cara yang lain sudah ditempuh, akan tetapi peserta didik tetap saja melakukan

pelanggaran.

E. Prinsip tanggung jawab

M. Ngalim Purwanto mengemukakan pendapat bahwa, “Hukuman yang kita berikan (kepada anak didik) hendaknya dapat menimbulkan rasa tanggung jawab pada diri anak”.25 Ini berarti bahwa hukuman yang diberikan dapat membuat anak lekas insaf dan menyadari kesalahannya, bukan malah tidak mengakui kesalahannya dan melemparkan kesalahan itu kepada orang lain, dalam arti tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya. Situasi semacam ini merupakan suatu kesempatan yang harus dipergunakan oleh guru untuk mengajari anak senantiasa berani memikul tanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukannya.

4. Syarat-syarat hukuman dalam pendidikan

Agus Sujanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi perkembangan merumuskan tentang syarat-syarat hukuman yang mendidik, yaitu : “Hukuman harus menerbitkan rasa bersalah, hukuman harus menimbulkan rasa kesadaran bagi si terhukum dan hukuman harus berakhir dengan pengampunan”.26

Menurut Abdullah Nashieh Ulwan sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, menjelaskan beberapa syarat pemberian hukuman agar bersifat mendidik, yaitu : a. Pendidik hendaknya menggunakan cara lain seperti nasihat dan tauladan, sebelum

menggunakan hukuman.

b. Pendidik tidak menghukum ketika dalam keadaan marah.

25

M. Ngalim Purwanto, op.cit., h. 193

26

(25)

c. Ketika menggunakan hukuman badan/fisik, pendidik hendaknya menghindari bagian tubuh yang peka.

d. Pukulan jangan terlalu keras dan membahayakan dan tidak diberikan kepada anak yang berumun dibawah 10 tahun.27

Menurut M. Ngalim Purwanto, syarat-syarat hukuman yang pedagogis itu antara lain:

a. Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggung jawabkan. Ini berarti hukuman tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi harus dilandasi dengan kasih sayang.

b. Hukuman itu sedapat-dapatnya memperbaiki yang berarti bernilai mendidik. c. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam yang bersifat

perorangan, karena hukuman yang demikian tidak memungkinkan adanya hubungan baik antara pendidik dengan anak didiknya.

d. Hukuman jangan diberikan sewaktu kita sedang marah, sebab jika demikian kemungkinan besar hukuman itu tidak adil atau terlalu berat.

e. Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan diperhitungkan terlebih dahulu.

f. Bagi anak didik, hukuman itu hendaknya dirasakan sendiri sebagai kedukaan atau penderitaannya sehingga anak merasa menyasal.

g. Hukuman jangan diterapkan pada badan, karena hukuman badan tidak meyakinkan kita adanya perbaikan pada si terhukum, tetapi sebaliknya hanya menimbulkan dendam atau sikap suka melawan.

h. Hukuman tidak boleh merusak hubungan baik antara pendidik dengan anak didiknya.

i. Sehubungan dengan butir diatas, maka perlulah adanya kesanggupan memberi maaf dari si pendidik sesudah menjatuhkan hukuman dan setelah anak itu menginsafi kesalahannya.28

Berdasarkan uraian diatas dijelaskan bahwa pendidik dalam menjatuhkan hukuman kepada anak didik yang bersalah tidak dapat bertindak sesukan hati, tetapi

27

Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), Cet.ke-1, h.156

28

(26)

harus diberikan dengan adil, sesuai dengan kepribadian anak didik, harus ada hubungannya dengan kesalahan dan bagi si pendidik sanggup memberi maaf setelah hukuman itu dijalankan.

5. Macam-macam hukuman dalam pendidikan dan pelaksanaanya.

Berat ringannya hukuman yang diberikan kepada anak sangat tergantung pada besar kecilnya kesalahan yang ia perbuat, tujuan yang hendak dicapai dan keadaan anak didik. Dalam hal ini pendidik janganlah cepat-cepat memberikan hukuman terhadap anak didiknya. Pada tahap pertama, anak didik diberi kesempatan untuk memperbaiki sendiri kesalahannya (introspeksi diri), sehingga ia mempunyai rasa percaya diri dan menghormati dirinya serta merasakan akibat perbuatannya tersebut. Apabila pada tahap pertama ini belum berhasil, maka dilanjutkan dengan tahap yang kedua yaitu berupa teguran, peringatan dan nasehat-nasehat, sebagaiman penjelasan Al-Ghazali: “Maka dalam tindakan yang demikian kalau anak masih kembali berbuat tidak baik untuk kedua kalinya maka sebaiknya ia ditegur”.29

Pada tahap yang kedua ini apabila masih belum berhasil, maka saatnya untuk memberikan hukuman. Ada beberapa macam bentuk hukuman yang dapat digunakan oleh seorang pendidik terhadap peserta didik, diantaranya:

a. Hukuman intelektual

Yaitu hukuman yang dilakukan dengan cara memberikan kegiatan tertentu kepada

anak didik, dengan pertimbangan kegiatan tersebut membawanya ke arah perbaikan. Misalnya, seorang siswa yang tidak mengerjakan PR disuruh mengerjakan PR-nya di depan kelas sedangkan teman-temannya yang lain belajar seperti biasa.30

b. Hukuman perasaan

Hukuman ini dapat berupan ejekan, makian atau dipermalukan yang bersifat mendidik. Seperti dalam hadits Rasulullah saw yang artinya sebagai berikut:

Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Dzar ra. Ia berkata: “Saya mencaci seorang laki-laki dengan mengejekkan ibunya, dengan berkata, Hai anak wanita hitam, maka Rasulullah berkata, Wahai Abu Dzar, kamu telah mencacinya dengan mengejekkan

29

Zaenudin et.al.,op.cit., h. 87

30

(27)

ibunya. Sesungguhnya kamu orang yang masih berperilaku jahiliyah…” (H.R. Bukhari).31

Dari hadis ini dapat diambil pengertian bahwa Rasulullah memperbaiki Abu Dzar ketika mencaci seseorang dengan menyebutnya “Anak wanita hitam.” Rasulullah memaki dengan perkataannya, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu masih berperilaku jahiliyah”.

c. Hukuman fisik

Yaitu hukuman yang dilakukan dengan cara memberikan rasa sakit terhadap tubuh anak didik, hukuman ini dapat berupa pukulan dan sebagainya. Hukuman ini diberikan ketika cara-cara di atas telah dilakukan dan anak tetap mengulangi perbuatannya.

Islam ketika menetapkan hukuman fisik memberikan batasan dan persyaratan sehingga tidak keluar dari maksud pendidikan, yaitu:

1. Hukuman tidak digunakan sebagai alat pendidikan, terkecuali setelah menggunakan semua metode yang ada.

2. Pendidik tidak memukul, ketika ia dalam keadaan marah.

3. Hendaknya menghindari anggota badan yang peka seperti muka, kepala, dada dan perut.

4. Pukulan pertama hendaknya tidak terlalu keras dan tidak menyakiti pada kedua tangan atau kaki dengan tongkat yang tidak besar.

5. Tidak memukul sebelum anak berusia sepuluh tahun.

6. Pendidik hendaknya memukul anak dengan tangannya sendiri, dan tidak menyerahkan kepada teman-temannya, sehingga tidak timbul api kebencian diantara mereka.

7. Janganlah mengeluarkan kata-kata kasar ketika memukul.32

31

Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam,Alih Bahasa, Saefullah Humlie, (Bandung: As-Syifa, 1981) h. 168

32

(28)

Rumusan di atas memberikan penjelasan bahwa hukuman fisik diperbolehkan dalam batas-batas tertentu sehingga tidak terlalu menyakitkan fisik/badan dan psikis/jiwa anak apalagi sampai membuat tubuhnya cacat.

Sejalan dengan pendapat diatas Armai Arief dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, mengemukakan cara melakukan hukuman jasmani yaitu:

1. Memukul muka, karena ditakutkan menciderai alat indera yang ada di bagian muka, misalnya apabila mata cedera, maka akan menghalangi penglihatan. 2. Kekerasan yang berlebihan, menjadikan murid sangat menderita jasmaniah.

3. Berkata buruk, meninggalkan kesan tidak baik di hati murid.

4. Memukul ketika marah, karena pukulan yang didasari oleh perasaan marah sering melampaui batas dan dapat membahayakan anak didik.

5. Menendang dengan kaki, dipandang tidak sopan dan tidak bermoral.

Adapun bentuk-bentuk hukuman di atas menunjukkan tata cara yang tertib dalam menghukum anak didik, dalam arti pendidik tidak boleh menggunakan hukuman yang keras jika yang ringan sudah bermanfaat. M. Alisuf Sabri mengemukakan pendapat mengenai hal ini, “Pendidik jangan menggunakan hukuman badan dan hukuman perasaan, kerena hal ini mengganggu hubungan kasih sayang antara pendidik dan anak didik, tetapi biasakanlah dengan hukuman intelektual”.33

Wasty Soemanto dalam buku Psikologi Pendidikan, membedakan hukuman itu menjadi dua macam bentuknya, yaitu:

1. Pemberian Stimulus derita, misalnya bentakan, cemoohan atau ancaman.

2. Pembatalan perlakuan positif, misalnya mengambil kembali suatu barang atau benda atau mainan, atau mencegah anak untuk bermain bersama teman-temannya.34

6. Pengertian Pengamalan Ajaran Islam

Sebelum penulis, menguraikan pengertian pengamalan ajaran Islam, terlebih dahulu penulis menguraikan pengertian pengamalan, ajaran dan Islam.

33

M. Alisuf Sabri, loc. Cit.

34

(29)

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia pengamalan berasal dari kata amal yaitu perbuatan baik atau buruk, dalam pandangan Islam amal adalah perbuatan baik yang mendatangkan pahala. Kata amal mendapat imbuhan “pe” dan akhiran “an” yang berarti proses perbuatan, cara melaksanakan dan menunaikan kewajiban dan tugas.

Ajaran dalam kamus besar Bahasa Indonesia didefinisikan “sebagai segala sesuatu yang diajarkan, nasehat dan petunjuk.

Kata Islam berasal dari kata aslama-yuslimu-islaman yang berarti memelihara dalam keadaan selamat sentosa, dan berarti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat. Jadi Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat dan

berserah diri kepada Alloh swt dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Dalam buku “PAI Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim” Muhammad Alim menyatakan , hal ini dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan patuh dan tunduk kepada Alloh swt.

Dengan demikian pengamalan ajaran Islam suatu perbuatan, pendapat atau keyakinan terhadap sesuatu hal yang berhubungan dengan peraturan Alloh swt yang akan mempengaruhi kehidupan manusia sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Seorang yang menjalankan ajaran agamanya terlihat pada sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari sebagai tanda kepatuhan dan ketundukkannya kepada ajaran agama yang terkandung didalamnya.

7. Faktor yang Mempengaruhi Pengamalan Ajaran Islam

Sebelum penulis menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengamalan ajaran Islam, penulis akan menyebutkan indikator-indikator yang mengukur tingkat

religiusitas seseorang. Menurut pendapat Blok dan Strak untuk mengukur tingkat religiusitas seseorang dapat dipakai kerangka sebagai berikut:

(30)

B. Keterlibatan ideologis (Ideologic Involvement) yaitu yang tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agama mereka.

C. Keterlibatan intelektual (Intelectual Involvement) yaitu yang menggambarkan sejauh mana seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya dan seberapa jauh aktivitasnya dalam menambah pengetahuan agama.

D. Keterlibatan pengamalan (Eksperimental Involvement) yaitu yang menunjukkan apakah seseorang pernah mengalami pengalaman yang spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan.

E. Keterlibatan secara konsekuen (Concequetial Involvement) yaitu tingkatan sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya.

Menurut Muhammad Alim dalam buku “Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim”, indikator religiusitas seseorang ada 7 yaitu:

1. Komitmen terhadap perintah dan larangan agama. 2. Bersemangat mengkaji ajaran agama.

3. Aktif dalam kegiatan keagamaan. 4. Menghargai simbol-simbol keagamaan. 5. Akrab dengan kitab suci.

6. Mempergunakan pendekatan agama dalam menentukan pilihan. 7. Ajaran agama dijadikan sebagai sumber pengembangan ide.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengamalan ajaran Islam diantaranya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

a. Faktor Internal

(31)

mendapat kepuasan dan ketenangan. Selain itu dorongan beragama juga merupakan kebutuhan insaniyah yang tumbuhnya dari berbagai faktor yang bersumber dari keagamaan.35

Sejak lahir kita telah membutuhkan agama, yang dimaksud dengan agama dalam kehidupan adalah iman yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan dan dilaksanakan/diamalkan dalam tindakan, perbuatan perkataan dan sikap. Iman ditumbuh kembangkan melalui pengalaman hidup.36

Dengan demikian sesungguhnya kebutuhan manusia terhadap agama pada umumnya dan kepada Islam pada khususnya, bukanlah merupakan kebutuhan

sekunder (sampingan, pelengkap), melainkan kebutuhan primer (dasar, asasi) yang berhubungan erat dengan substansi kehidupan manusia.

Dalam Islam instink agama itu disebut dengan fitrah. Ini sesuai dengan firman Alloh swt yang artinya:

ْ ﺄ

ﻚﻬْ و

ﱢﺪ

ﺮْ

ت

ﱠ ا

اﱠ

سﺎﱠ ا

ﺎﻬْ

ﺪْ

ْ

ﱠ ا

ﻚ ذ

ﱢﺪ ا

ﱢ ْا

ﱠ ﻜ و

ﺮﺜْآأ

سﺎﱠ ا

نﻮ ْ

“Maka hadapkanlah wajahmu secara lurus ke agama (Alloh), tetaplah berada diatas fitrah Alloh yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. itulah agama yang lurus akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahuinya”. (Rum: 30).

Sedangkan hadis Nabi yang menjelaskan tentang fitrah manusia diantaranya hadis berikut yang artinya adalah :

“Diceritakan dari Adam, diceritakan dari Ibnu Abi Dzi’bin dari Az-Zuhri dari Abi Salamah bin Abd Rahman dari Abu Hurairah ra. Berkata: Nabi saw bersabda: “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka tergantung pada kedua orang tuanya yang menjadikannya penganut agama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi….” HR Bukhari

b. Faktor Eksternal

1. Lingkungan keluarga

35

Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: Grafindo Persana, 2000), Cet IV, h.89

36

(32)

Yang dimaksud keluarga adalah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri dari pasangan suami istri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Jagi setidaknya keluarga adalah pasangan suami istri yang mempunyai anak atau tidak sama sekali.37

Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam kehidupan anak. Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting terhadapa pembentukan sikap dan pengamalannya. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan terdekat yang dikenali seseorang setelah dilahirkan ke dunia. Pendidikan yang diberikan dalam keluarga dalam bentuk contoh dan pembiasaan membuat pengaruh dalam

pembentukan sikap beragama. Dalam pelaksanaan pendidikan meliputi keteladanan orang tua yang mencerminkan keimanan dan ketaatan beragama, dipenuhi dengan kasih sayang dan perhatian latihan dan pembiasaan untuk melaksanakan ajaran agama sejak kecil, maka akan menimbulkan sikap positif terhadap agama.

Agar anak terbiasa melakukan kebiasaan yang baik, orang tua seharusnya memberikan contoh tauladan kepada anaknya. Orang tua harus berusaha menjadi panutan yang baik bagi anaknya. Jangan ada kata-kata yang diucapkan seorang bapak seperti ini “Biarlah bapak merokok kamu jangan merokok”, tetapi boleh diucapkan “Biarlah bapak sekolahnya rendah tapi kamu harus berusaha sekolah tinggi”.38

2. Lingkungan sekolah

Sekolah mempunyai tugas penting, yaitu berusaha membina sikap yang disenangi, lalu menumbuhkan sikap-sikap tersebut. Apabila sikap-sikap tersebut telah terbina, maka ia menjadi pendorong yang akan menolong dalam pembinaan pribadi murid.39 Dalam kata pengantarnya A.Syafi’I pada buku ”Kapita Selekta Pendidikan Islam” mengatakan: “Pendidikan Islam adalah pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh keinginan dan semangat cita-cita luhur untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dari nama lembaganya maupun kegiatan-kegiatan yang diselenggarakannya”. Dengan demikian sistem

37

Nuryanis, Panduan PAI Pada Masyarakat, (Jakarta: Depag RI, 2003), h 32.

38

Nuryanis, Panduan PAI Pada Masyarakat, (Jakarta: Depag RI, 2003), h 28.

39

(33)

pendidikan khususnya Islam, secara makro merupakan usaha pengorganisasian proses kegiatan kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam.40

Pendidikan agama yang diselenggarakan di sekolah mempunyai porsi yang sangat besar dalam sikap beragama, dalam keluarga pendidikan agama didapatkan melalui contoh-contoh dan latihan dari orang tua. Sedang di sekolah, disamping mendapatkan pengajaran agama sebagai pengetahuan formal, mendapatkan suasana lingkungan yang memantulkan jiwa agama. Sikap dan perbuatan serta semua tingkah laku, peraturan yang berlaku, pelajaran dan bacaan semuanya itu tidak bertentangan dengan agama.

3. Lingkungan masyarakat

Masyarakat berasal dari kata musyarakah yang artinya berserikat. Dalam bahasa Arab masyarakat disebut dengan mujtama’. Menurut Ibnu Manzur dalam Lisan al-Arab yang dikutip Nuryanis dalam buku Panduan PAI Pada Masyarakat, kata mujatama’ mengandung arti :

a. Pokok dari segala sesuatu.

b. Kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda, sedangkan musyarakah mengandung arti berserikat, bersekutu dan saling kerja sama.

Jadi dari kata musyarakat dan mujatama’ dapat diambil pengertian bahwa masyarakat adalah kumpulan dari orang-orang yang berbeda-beda tetapi menyatu dalam ikatan kerja sama, dan mematuhi peraturan yang disepakati bersama.

Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan pendidikan tidak formal. Semaraknya kegiatan keagamaan seperti di majelis taklim, shalat berjama’ah di masjid serta ketaatan masyarakat dalam menjalankan ajaran-ajaran agama membawa pengaruh bagi pembentukan sikap beragama dan pengamalan seseorang.

2. Pengajuan Hipotesis

Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu preposisi atau anggapan yang mungkin

benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan dan penelitian lebih lanjut. Dalam penelitian ini terdapat hipotesis alternatif ( Ha ) dan hipotesis nol ( Ho )

40

(34)

Adapun rumusan kedua hipotesis tersebut adalah :

Ha : Ada hubungan yang signifikan antara hukuman dalam pendidikan terhadap pengamalan ajaran Islam di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta.

(35)

BAB III

Metodologi Penelitian

A. Lokasi dan waktu Penelitian

Lokasi yang dijadikan objek penelitian oleh penulis yakni di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta di Jl. Limau I, II Kebayoran Baru, Jakarta selatan. Waktu penelitian dimulai tanggal 5 Februari 2007 sampai dengan bulan Agustus 2007.

B. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan sejumlah masa (manusia atau bukan) yang terdapat dalam kawasan tertentu dalam satu unit kesatuan.41 Adapun teknik yang digunakan dalam penarikan sampelnya ialah “Stratified Proportional Random Sampling”, yaitu dengan cara penulis mengambil perwakilan dari kelas dan perwakilan guru secara acak dan seimbang sebagai sampel.42

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa kelas XI (sebelas) SMA

Muhammadiyah 3 Jakarta tahun ajaran 2007/2008 yang berjumlah 175 yang tersebar di 5 kelas. Dari jumlah populasi tersebut siswa yang akan dijadikan sampel adalah 35 siswa yang penulis ambil dari salah satu kelas.

C. Sumber Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam menunjang pencapaian tujuan penelitian tersebut, maka sumber data diambil dari :

a. Kepala Sekolah SMU Muhammadiyah 3 Jakarta b. Staf kesiswaan SMU Muhammadiyah 3 Jakarta

c. Staf BK (Bimbingan dan Konseling) SMU Muhammadiyah 3 Jakarta d. Guru-guru Khusus Pembina Akademik dan Non Akademik di SMU

Muhammadiyah 3 Jakarta

e. Guru-guru SMU Muhammadiyah 3 Jakarta f. Siswa – siswi SMU Muhammadiyah 3 Jakarta

41

Aminuddin Rasyad, Metodologi Riset, ( Jakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN, 1987 ), cet. 1, h. 62

42

(36)

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi di lapangan, penulis menggunakan beberapa teknik pendekatan dan methodologies (instrumen pengumpulan data) yang dapat menunjang hasil penelitian tersebut, yaitu:

a. Wawancara atau Interview

Interview yang sering juga disebut dengan wawancara atau questioners lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh seorang yang mewawancarai untuk

memperoleh informasi dari orang yang diwawancarai.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis “Interview Bebas Terpimpin”, yaitu kombinasi antara interview bebas dan interview terpimpin. Dalam melaksanakan interview, penulis membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar saja tentang hal-hal yang akan ditanyakan berkaitan dengan tema yang diteliti.

b. Pengamatan atau Observasi

Dalam pengertian psikolog, observasi atau pengamatan meliputi pemuatan terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat panca indera yang meliputi penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. Observasi dapat dilakukan dengan tes, questioners, Rekaman Gambar dan Rekaman Suara.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis “Observasi Non Sistematis”, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan. Hal-hal yang diamati adalah proses pemberian hukuman terhadap siswa oleh pihak-pihal yang diberi kewengan untuk melaksanakannya.

c. Studi Dokumen

Dokumen artinya adalah barang-barang tertulis. Dalam pengertian yang lebih luas, dokumen bukan hanya yang berwujud tulisan saja, tetapi dapat berupa benda-benda peninggalan seperti prasasti dan simbol-simbol.43

Di dalam melaksanakan metode studi dokumen, penulis menyelidiki benda-benda tertulis seperti Peraturan-peraturan, Nilai Kredit Pelanggaran Kumulatif (NKPK)

siswa, dan sebagainya. d. Angket

43

(37)

Angket merupakan salah satu bentuk daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan secara tertulis mengenai salah satu masalah atau bidang yang diteliti untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan.

E. Instrumen Penelitian

1. Variabel Hukuman

Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian menurut Kerlinger dalam buku “Behavioral Research”. Dalam penalitian ini terdapat dua jenis variabel yang akan digunakan, yaitu independent variable yang merupakan variabel bebas (X) dan dependent variable yang berarti variabel terikat (Y). Hukuman-hukuman dalam pendidikan sebagai variabel bebas dan pengamalan ajaran Islam sebagai variabel terikat. Variabel hukuman dalam pendidikan variabel X. adapun pengamalan ajaran Islam merupakan variabel Y yang meliputi pengamalan-pengamalan rukun Islam.

a. Definisi Konseptual Variabel Hukuman

Hukuman adalah tindakan pendidik yang sengaja dan sadar diberikan kepada anak didik yang melakukan kesalahan/pelanggaran aturan sekolah, agar anak didik tersebut menyadari kesalahannya dan berjanji tidak mengulanginya. Atau dalam pengertian lain hukuman dapat diartikan sebagai penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang sesudah terjadinya penganggaran, kejahatan/kesalahan. Untuk mengukur efektifitas penerapan hukuman dapat dilihat dari pelaksanaan hukuman di sekolah yang meliputi pemberian stimulus derita kepada para siswa, melaksanakan perbuatan yang tidak menyenangkan dan menimpakan kesakitan.

b. Definisi Operasional

(38)

c. Kisi-kisi Instrumen Penerapan Hukuman

[image:38.612.83.526.167.501.2]

Berdasarkan ketiga dimensi tersebut kemudian dikembangkan dalam 20 butir pertanyaan seperti terlihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel I. Kisi-kisi Instrument Penerapan Hukumandan Pengamalan Ajaran Islam

NO Demensi

Indikator

No soal

1

2

3

Pemberian stimulus derita

Melaksanakan perbuatan yang tidak menyenangkan

Menimpakan kesakitan

Peringatan/ancaman Bentakan

Memberikan tugas tambahan Membayar ganti rugi

Memberikan sanksi fisik Memberikan sanksi psikis

2,7,13,20 3,5

10,14.15.19 11,12,18

1,6,17 4,8,9,16

Jumlah 20

2. Variabel Pengamalan Ajaran Islam

a. Definisi Konseptual

Pengamalan ajaran Islam adalah pelaksanaan ibadah-ibadah yang rutin dilakukan oleh siswa.suatu perbuatan, pendapat atau keyakinan terhadap sesuatu hal yang berhubungan dengan peraturan Alloh swt (Al-Quran dan Hadis) yang akan

mempengaruhi kehidupan manusia sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

b. Definisi Operasional

Secara Operasional, yang dimaksud dengan pengamalan ajaran Islam adalah sekor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan yang terdapat pada angket dengan dimensi : (1) pribadi (2) sosial/pribadi dengan masyarakat , (3) pribadi dengan Alloh swt.

c. Kisi-kisi Instrumen Pengamalan Ajaran Islam

(39)
[image:39.612.87.527.110.356.2]

Tabel I. Kisi-kisi Instrument Pengamalan Ajaran Islam

NO Demensi

Indikator

No soal

1

2

3

Pribadi

Sosial (pribadi dengan masyarakat)

Pribadi dengan Alloh swt

Belajar

Membaca al-Quran Menjaga kebersihan Infak, zakat, sodaqoh Norma

Shalat Puasa

7,11 1,18,20 8,10,13 21,22,25 2,19,23,24 3,5,6,9,15,16 4,12,14,17

Jumlah 25

E. Teknik analisa Data

Setelah penulis menerima data-data yang masuk, maka penulis akan menganalisa data tersebut dengan teliti, yaitu dengan mengoreksi kembali apakah data-data yang telah penulis dapat tersebut sudah benar dan dapat diakui. Dengan cara mengoreksi kembali penulis akan dapat mengetahui data-data yang benar dan akurat. Analisa data yang hendak digunakan adalah analisa data kuantitatif yaitu analisa yang dilakukan dengan analisis statistik, yaitu:

a. Statistik deskriptif, untuk mengolah gambaran umum penelitian b. Mencari prosentase dengan rumus sebagai berikut:

P = F N

Ket :

P = Angka Prosentase

F = Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya N = Number of cases ( jumlah / banyaknya individu )

(40)

1.Mencari angka korelasi, dengan rumus :

r

xy =

− ∑

∑ ∑

− − ] ) ( ( ][ ) ( ) ( [ ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N Ket :

r

xy = Angka indeks korelasi “ r “ product moment

N = Number of cases

ΣXY = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y ΣX = Jumlah seluruh skor X

ΣY = Jumlah seluruh skor Y

2.Memberikan interpretasi terhadap rxy, yaitu :

a. Interpretasi sederhana dengan cara mencocokkan hasil perhitungan dengan angka indeks korelasi “ r “product moment seperti di bawah ini:

Tabel 2

Angka Indeks Korelasi “ r “Product Moment

Besarnya “r” product

moment ( rxy )

Interpretasi

0,00 – 0,20

0,20 – 0, 40

Antara variable X dan variabel Y terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu diabaikan ( dianggap tidak ada korelasi antara variable X dan variabel Y )

(41)

0, 40 – 0, 70

0, 70 – 0, 90

0, 90 – 1, 00

lemah atau rendah

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sedang atau cukup

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang kuat dan tinggi

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sangat kuat dan sangat tinggi

b. Interpretasi terhadap angka indeks korelasi “ r “ product moment dengan jalan berkonsultasi pada tabel nilai “ r “ product moment. Apabila cara ini ditempuh, maka prosedur yang kita lalui adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan hipotesa alternatif (Ha) dan hipotesa nihil (Ho) 2. Menguji kebenaran dari hipotesa yang telah dirumuskan

dengan jalan membandingkan besarnya “ r ‘” product moment dengan “ r “. Yang tercantum dalam tabel nilai , terlebih dahulu mencari derajat bebasnya (db) atau degrees of freedomnya (df) yang rumusnya sebagai berikut : df = N – nr

Ket :

Df = degrees of freedom N = Number of cases

Nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan. 44

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi”, yang disusun oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., et.al., terbitan UIN Jakarta Press, 2007.

44

(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 3 Limau, Kebayoran Baru yaitu untuk mengetahui bagaimana korelasi antara hukuman dan pengamalan ajaran Islam. Alasan yang paling utama dalam memberikan hukuman bagi siswa-siswa adalah untuk mendidik mereka agar jadi lebih dewasa, lain dari itu tidak ada. Biarpun baik tujuannya, adakalanya orang tua menuntut atas perlakuan terhadap anaknya : dengan alasan tidak ada dasar hukumnya (kesepakatan antara pihak sekolah dengan para wali murid). Namun bila ditinjau secara teliti ternyata hal itu semua sudah ada dalam buku panduan masuk yang diberikan pada masing-masing siswa.

(43)

2007/2008 akan ada perjanjian secara tertulis antara pihak sekolah dengan siswa (wali murid) yang ditandatangani diatas kertas bermaterai.

Waktu pemberian hukuman tidak ada ketentuan (any time), disesuaikan dengan dengan keadaan. Hukuman ini biasanya dilakukan di kelas, di BP atau di ruang kepala sekolah. Pertimbangan pemilihan waktu dan tempat pemberian hukuman tergantung kebijaksanaan atau pertimbangan guru atau yang berwenang sesuai dengan berat ringannya pelanggaran namun tidak sampai mengganggu proses belajar mengajar.

Guru juga dapat melaporkan perbuatan yang melanggar peraturan tersebut kepada wali kelas dan diteruskan untuk pembinaan lebih lanjut oleh pihak BP. Tindakan

pemberian hukuman dapat pula dilakukan langsung oleh bagian kesiswaan dan kalau perlu pimpinan sekolah pun dapat langsung turun tangan untuk memberikan hukuman tersebut.

Untuk memperoleh data penulis menyebarkan angket kepada responden (siswa). Setelah data tentang hukuman dalam pendidikan dan pengamalan ajaran Islam diperoleh, maka kemudian data itu dideskripsikan ke dalam bentuk tabel deskriptif yang menggunakan rumus:

P = F x100% N

Ket : P = Angka Prosentase

F = Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya N = Number of cases ( jumlah / banyaknya individu )

[image:43.612.87.528.223.548.2]

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel-tabel berikut ini:

Tabel 8

Membaca Al-Quran dengan memperhatikan tajwidnya

NO Skala Sikap Frekuensi Persentase

1 Selalu 12 26,7%

2 Sering 11 24,4%

(44)

4 Tidak Pernah 4 8,9%

[image:44.612.84.529.124.486.2]

Jumlah 45 100%

Tabel diatas menunjukan untuk pernyataan membaca Al-Quran dengan memperhatikan tajwidnya 26,7% menyatakan selalu, 24,4% menyatakan sering dan 40% menyatakan kadang-kadang dan 8,9% menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukkan sebagian siswa selalu dan sering memperhatikan bacaan-bacaan al-Quran yang dibacanya walaupun masih ada sebagian kecil mereka yang membaca hanya sekedarnya saja seperti membaca buku, koran, novel dan lain-lain. Atau dengan kata lain hukuman yang mereka terima belum cukup menyentuh hati sanubari mereka dalam mengapalkan ajaran Islam yang dimulai dari membaca al-Quran dengan benar.

Table 9

Mengucapkan salam bila bertemu sesama muslim.

NO Skala Sikap Frekuensi Persentase

1 Selalu 11 24,4%

2 Sering 11 24,4%

3 Kadang-kadang 23 51,1%

4 Tidak Pernah 0 0

Jumlah 45 100%

Dari data di atas menunjukan siswa yang selalu mengucapkan salam bila bertemu sesame muslim adalah 24,4%, sering 24,4% dan kadang-kadang mengucapkan salam

bila bertemu ada 51%. Ini berarti siswa sudah mulai memiliki kebiasaan baik, dengan menebar salam ketika bertemu juga merupakan pengamalan ajaran Islam. Dengan kata lain hukuman bila diberikan dengan tepat akan membawa dampak yang baik.

Table 10

Melaksanakan shalat Dhuha ketika berada di sekolah.

NO Skala Sikap Frekuensi Persentase

1 Selalu 3 6,7%

2 Sering 2 4,4%

3 Kadang-kadang 28 62,2%

(45)
[image:45.612.83.530.107.546.2]

Jumlah 45 100%

Tabel di atas menunjukan bahwa sebanyak 6,7% anak selalu melaksanakan shalat

Dhuha ketika berada di sekolah, 4,4% menyatakan sering, 62% menyatakan kadang-kadang dan 31,1% menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan kesadaran anak terhadap shalat Dhuha sudah mulai tumbuh dan ini memang perlu pembinaan yang lebih baik lagi agar mereka sadar terhadap ajaran shalat. Sedang beberapa anak secara jelas meyatakan sering dan selalu melaksanakannya walaupun itu ada di sekolah.

Table 11

Mengganti puasa yang putus tanpa diingatkan orang lain

NO Skala Sikap Frekuensi Persentase

1 Selalu 14 31,1%

2 Sering 7 15,5%

3 Kadang-kadang 16 35,5%

4 Tidak Pernah 8 17,7%

Jumlah 45 100%

Dari data tersebut di atas siswa yang menyatakan selalu mengganti puasa yang terputus tanpa diingatkan orang lain sebanyak 31%, menyatakan sering 15%, menyatakan kadang-kadang sebanyak 35% dan 17% menyatakan tidak pernah

menggati hutang puasanya. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran siswa untuk mengganti dan mempertanggung jawabkan kesalahannya masih kurang dan perlu untuk mendapatkan bimbingan dari bapak dan ibu gurunya serta orang tua mereka.

Table 12

Melaksanakan shalat wajib lima waktu di manapun berada

NO Skala Sikap Frekuensi Persentase

1 Selalu 8 17,7%

2 Sering 16 35,5%

3 Kadang-kadang 20 44,4%

4 Tidak Pernah 1 2,2%

(46)

Data di atas menyatakan melaksanakan shalat wajib lima waktu di manapun berada sebanyak 17% menjawab selalu, menjawab sering 35%, menjawa kadang-kadang sebanyak 44,4% dan menjawab tidak pernah 2,2%. Dengan kata lain masih banyak siswa yang memerlukan pembiasaan dan pembinaan agar mereka sadar betul bahwa shalat itu adalah tiang dari agama. Atau boleh juga dinyatakan bahwa ternyata hukuman sebagai faktor dari luar diri masih kurang berpengaruh terhadap kewajiban untuk selalu melaksanakan shalat wajib.

Table 13

Sholat Dzuhur sekaligus kultum yang dibawakan oleh teman sekolah.

NO Skala Sikap Frekuensi Persentase

1 Selalu 28 62,2%

2 Sering 10 22,2%

3 Kadang-kadang 5 11,1%

4 Tidak Pernah 2 4.4%

Jumlah 45 100%

[image:46.612.86.525.103.568.2]

Dari tabel di atas siswa yang selalu melaksanakan shalat Dzuhur dan kultum dari teman-teman mereka sebanyak 62%, menyatakan sering

Gambar

Tabel I. Kisi-kisi Instrument Penerapan Hukuman dan Pengamalan Ajaran Islam
Tabel I. Kisi-kisi Instrument Pengamalan Ajaran Islam
Tabel 8
Tabel diatas menunjukan untuk pernyataan membaca Al-Quran dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, di dalam penanganan spasial khususnya di daerah perkotaan memang kondisi ini tidak dapat di hindari namun perencanaan ruang yang lebih aspiratif dengan

Media yang tidak hanya menuntut siswa untuk memperhatikan media itu sendiri atau objeknya saja, namun juga harus berinteraksi dengan media tersebut selama mengikuti

Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Telah dilakukan sintesis satu seri hidrogel superabsorben dari campuran asam akrilat yang dinetralkan sebagian (Dn = 0,5) dengan KOH pada beragam konsentrasi glukomanan (0,25 % hingga

Selama dua tahun memimpin Provinsi Bangka Belitung (Ba- bel), Gubernur Babel, Erzaldi Rosman menilai masih ada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang belum maksi- malkan

Selain itu, hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang kuat dan positif antara variabel kualitas layanan bimbingan belajar Shechina Cikarang terhadap

24 tahun 1997 namun pada ayat kedua dijelaskan bahwa untuk keperluan pendaftaran di Kantor Pertanahan peralihan hak atas tanah dapat dibuktikan dengan akta lain yang tidak dibuat

 Setelah mengetahui macam – macam hewan berdasarkan jenis makanannya, siswa mampu menyebutkan jenis - jenis hewan karnivora, herbivora, dan omnivora..  Siswa mampu