• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP

KEPUASAN KONSUMEN ROTI MEREK SARI ROTI

RISA MARTHA MULIASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis tersebut.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

(4)

RINGKASAN

RISA MARTHA MULIASARI. Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti. Dibimbing oleh RATNA WINANDI ASMARANTAKA dan DWI RACHMINA.

Roti adalah jenis makanan praktis dan siap saji. Masyarakat perkotaan mengonsumsi roti sebagai menu sarapan. Hal ini menyebabkan industri roti akan semakin berkembang. Sari Roti adalah salah satu merek roti bervariasi jenis dan rasa yang diproduksi oleh PT Nippon Indosari Corpindo. Penjualan roti manis Sari Roti tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan. Segmentasi roti manis adalah kaum muda. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian terkait pengaruh bauran pemasaran (4P) terhadap kepuasan konsumen Sari Roti, khususnya kaum muda. Setelah diketahui pengaruh mana yang paling tinggi dan signifikan, Perusahaan dapat mempertimbangkan kinerja atribut yang berkontribusi pada dimensi tersebut untuk dipertahankan atau diperbaiki. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis proses keputusan pembelian, menganalisis dimensi dalam bauran pemasaran yang memengaruhi kepuasan konsumen, menganalisis tingkat kepuasan yang dibentuk oleh bauran pemasaran dan merumuskan implikasi manajerial dari hasil analisis bauran pemasaran. Data diperoleh dari 120 responden yang ditentukan dengan metode convenience sampling dan dianalisis menggunakan Structural Equation Model.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen melewati seluruh tahapan proses keputusan pembelian. Tujuan konsumen melakukan pembelian Sari Roti didasari oleh motivasi memenuhi kebutuhan sebagai makanan pengganti nasi. Konsumen memperoleh informasi tentang Sari Roti dari iklan. Kriteria evaluasi utama bagi konsumen sebelum memutuskan pembelian Sari Roti adalah kondisi roti. Rencana pembelian konsumen tergantung situasi. Waktu pembelian adalah pagi hari di hari kerja dan minimarket sebagai tempat pembelian, karena dekat dengan tempat tinggal. Jenis roti yang dibeli adalah roti sandwich dan frekuensi pembelian hanya 1-2x dalam satu minggu. Pola konsumsi Sari Roti termasuk kategori jarang dan nilai pembeliannya berada di kelas interval lebih dari 2 000 rupiah hingga kurang dari 15 000 rupiah dalam satu minggu. Konsumen berminat melakukan pembelian ulang. Apabila variasi jenis Sari Roti yang dicari tidak tersedia dan terjadi kenaikan harga, tindakan konsumen tetap membeli Sari Roti. Akan tetapi jika roti merek lain memberikan potongan harga, konsumen beralih ke roti merek lain tersebut selama periode itu saja.

Bauran pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa peran product, price, place dan promotion terbukti meningkatkan kepuasan konsumen Sari Roti. Dimensi product dan price memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan place dan promotion. Tingkat kepuasan konsumen Sari Roti berada di kategori sangat puas. Implikasi manajerial yang direkomendasikan adalah meningkatkan ketersediaan, penjualan 24 jam, hubungan masyarakat dan promosi penjualan.

(5)

SUMMARY

RISA MARTHA MULIASARI. The Effect of Marketing Mix on Consumer Satisfaction of Sari Roti Brand. Supervised by RATNA WINANDI ASMARANTAKA and DWI RACHMINA.

Bread is kind of practical and fast food. Urban society consume bread as breakfast menu. It cause bread industry is growing. Sari Roti is bread products which have variation of types and flavors produced by Nippon Indosari Corpindo, PT. Sari Roti sweet bread sales decreased in 2014 and 2015. Segmentation of sweet bread is youth generation. Therefore, it is important to do research related to the effect of marketing mix on consumers satisfaction of Sari Roti Brand, especially youth generation. After known the highest effect and significant, the company may consider attributes performance that contribute to this dimension to be maintained or improved. The aim of this study was to analyze buying decision process, the effect of marketing mix on consumer satisfaction, analyze the level of satisfaction is affected by marketing mix and formulate managerial implications. Convenience sampling method is applied to obtain 120 respondents, then analyzed by Structural Equation Model.

The result showed that consumers passed all stages of buying decision process. Consumers buy Sari Roti because constituted by motivation to suit their need as substitute cooked rice. Consumers get information about Sari Roti from advertisement. The main evaluation criteria before buying decision is condition of bread. Their buying plan depend on situation at that time. Buying time is mornings on weekdays and minimarket as a buying place, because is close to where they lived. Type of bread which is usually bought is sandwich bread and the frequency to buy is only once or twice in a week. Sari Roti consumption pattern including rare category and buying value range between more than IDR 2 000 to less than IDR 15 000 in a week. Consumers are willing to buy Sari Roti again. If variation in types of bread which is sought is not available, they buy other variation. When suddenly the price increase, they still buy, but reduce the quantity. Whereas, if other brands are at a discount, they switch to those brands during that period.

The marketing mix have positive effect and significant on consumer satisfaction. It means role of product, price, place and promotion are to increase consumer satisfaction while product and price have stronger effects than place and promotion. The level of consumer satisfaction is very satisfied. Managerial implications are availability, open up sales for 24 hours, intensify public relationship and sales promotion. This study confirms that the company was capable to integrate marketing mix well.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP

KEPUASAN KONSUMEN ROTI MEREK SARI ROTI

RISA MARTHA MULIASARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti berhasil diselesaikan. Tujuan penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 ini adalah menganalisis proses keputusan pembelian dan dimensi dalam bauran pemasaran yang memengaruhi kepuasan konsumen Sari Roti.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS dan Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku komisi pembimbing yang telah memberikan banyak masukan mulai dari proposal hingga penulisan tesis. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku evaluator, penguji dan pengelola program studi, Dr Ir Suharno, MADev selaku penguji program studi yang telah ikut serta memperbaiki tesis ini. Selain itu, penulis menyampaikan penghargaan kepada para sahabat yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada pihak BU-BPKLN yang telah memberikan beasiswa selama penulis menempuh pendidikan di Magister Sains Agribisnis. Terima kasih kepada Mbak Yuni dan Mbak Dewi yang selalu membantu dalam urusan administrasi dan tidak lupa mengingatkan untuk cepat lulus. Teruntuk semua responden, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaannya mengisi kuesioner. Terima kasih untuk dukungan dan semangat yang telah diberikan para sahabat dan kakak-kakak Magister Sains Agribisnis IV.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Proses Keputusan Pembelian Produk Pangan 5

Atribut Bauran Pemasaran Produk Roti 7

Keterkaitan antara Bauran Pemasaran dan Kepuasan Konsumen 10

3 KERANGKA PEMIKIRAN 11

Definisi Konsumen dan Perilaku Konsumen 11

Tahapan Proses Keputusan Pembelian 13

Konsep Pemasaran dan Bauran Pemasaran 14

Keterkaitan antara Bauran Pemasaran, Keputusan Pembelian dan Kepuasan 19

Kepuasan Konsumen 20

Kerangka Pemikiran Operasional 25

4 METODE PENELITIAN 26

Lokasi dan Waktu Penelitian 26

Jenis dan Sumber Data 26

Metode Penarikan Sampel 27

Metode Pengumpulan Data 27

Metode Analisis Data 28

Definisi Operasional 37

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 39

Karakteristik Responden 41

Proses Keputusan Pembelian 43

Pengenalan Kebutuhan 43

Pencarian Informasi 44

Evaluasi Alternatif 45

Keputusan Pembelian 46

Evaluasi Pasca Pembelian 50

Bauran Pemasaran Sari Roti 53

Kepuasan Konsumen Sari Roti 56

Analisis Hasil Estimasi Structural Equation Model 57

Hasil Uji Kecocokan Keseluruhan Model 58

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 60

Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Sari Roti 61

Tingkat Kepuasan Konsumen 69

Implikasi Manajerial 70

6 SIMPULAN DAN SARAN 72

(14)

Saran 73

DAFTAR PUSTAKA 73

LAMPIRAN 87

RIWAYAT HIDUP 93

DAFTAR TABEL

1 PDB per kapita atas dasar harga berlaku dan konsumsi bakery 1 2 Penjualan roti manis Sari Roti tahun 2010 – 2015 2 3 Jumlah perusahaan dalam industri produk roti dan kue tahun 2006 – 2012 3 4 Sebaran sampel responden di setiap fakultas dan TPB 27 5 Variabel laten dan indikator model persamaan struktural 30

6 Kriteria kecocokan keseluruhan model 33

7 Interval nilai CSI dan interpretasi tingkat kepuasan konsumen 37

8 Sebaran karakteristik responden 41

9 Sebaran motivasi konsumen sebelum melakukan pembelian Sari Roti 43 10 Sebaran sumber yang memberikan informasi tentang Sari Roti kepada

konsumen 44

11 Sebaran kriteria evaluasi utama bagi konsumen sebelum memutuskan

pembelian Sari Roti 45

12 Sebaran rencana pembelian Sari Roti 46

13 Sebaran waktu pembelian Sari Roti 47

14 Sebaran tempat pembelian Sari Roti 47

15 Sebaran alasan memilih tempat pembelian 48

16 Sebaran jenis Sari Roti yang dibeli konsumen 48

17 Sebaran frekuensi pembelian Sari Roti 49

18 Sebaran frekuensi konsumsi Sari Roti 49

19 Sebaran nilai pembelian Sari Roti 50

20 Sebaran kepuasan konsumen 50

21 Sebaran keinginan konsumen untuk membeli ulang Sari Roti 51 22 Sebaran tindakan konsumen apabila variasi jenis Sari Roti yang dicari

tidak tersedia 51

23 Sebaran tindakan konsumen apabila Sari Roti mengalami kenaikan

harga 52

24 Sebaran tindakan konsumen apabila roti merek lain memberikan

potongan harga 53

25 Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel product 53 26 Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel price 54 27 Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel place 55 28 Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel promotion 55 29 Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel

satisfaction 56

30 Hasil kecocokan keseluruhan model 58

31 Hasil uji reliabilitas variabel laten SEM 61

32 Pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti 61

33 Nilai muatan faktor indikator satisfaction 63

(15)

35 Nilai muatan faktor indikator price 65

36 Nilai muatan faktor indikator place 67

37 Nilai muatan faktor indikator promotion 68

38 Tingkat kepuasan konsumen Sari Roti 70

DAFTAR GAMBAR

1 Model perilaku pengambilan keputusan 13

2 Model lima tahap proses pembelian 13

3 Tingkatan produk 16

4 Pengaruh pada perilaku konsumen 19

5 Model perilaku konsumen setelah pembelian 20

6 Bagan kerangka pemikiran operasional 26

7 Variabel laten eksogen dan endogen 35

8 Diagram lintas SEM 36

9 Hasil uji validitas indikator terhadap variabel laten SEM 60 10 Pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti 62

DAFTAR LAMPIRAN

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Roti menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) didefinisikan sebagai produk berbahan dasar tepung terigu melalui proses fermentasi dengan menggunakan ragi dan ditambahkan bahan makanan lain atau bahan makanan yang diperbolehkan kemudian dipanggang. Roti diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu roti tawar dan roti manis, berdasarkan persyaratan mutu fisik, organoleptik, kimia dan mikrobiologi masing-masing aman dikonsumsi (SNI 2006). Roti tawar merupakan salah satu jenis makanan berbentuk sponge, yaitu makanan yang sebagian besar volumenya tersusun dari gelembung-gelembung gas yang dihasilkan oleh ragi pada proses fermentasi (Matz 1962 dalam Wijayanti 2007). Pada saat proses pembuatan adonan roti, diperbolehkan menambah garam, gula, susu, lemak dan bahan-bahan pelezat seperti cokelat, kismis dan sukade. Selanjutnya setelah proses pembakaran disebut sebagai roti manis. Pasaran roti umumnya menjual dalam bentuk roti tawar dan roti manis (Kemenristek 1994).

Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI) menyatakan bahwa omzet industri bakery tahun 2014 mencapai 20 triliun rupiah. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 15 persen dibandingkan dengan 2013. Pada tahun 2013 hanya meningkat 12 persen dan omzetnya bernilai 17 triliun rupiah. Produk industri bakery terdiri dari empat macam yaitu roti, kue tradisional, cake dan kue kering. Produk roti memberikan sumbangan omzet terbesar yaitu mencapai 60 persen dari total omzet produk bakery per tahunnya. Roti memperoleh porsi terbesar karena dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat dan sudah menjadi lifestlye. Sementara kue tradisional 25 persen, cake hanya 5 persen karena tidak setiap hari dimakan dan kue kering 10 persen. Cake dan kue kering sering berfluktuatif karena saat hari raya permintaannya meningkat. Tren peningkatan konsumsi produk bakery diindikasikan oleh kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin bertambah (Tabel 1), dimana di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya banyak masyarakat yang mengkonsumsi roti sebagai menu sarapan (APEBI 2014).1

Tabel 1 PDB per kapita atas dasar harga berlaku dan konsumsi bakery tahun 2009 – 2013

Tahun PDB per kapita atas dasar harga berlaku (Rp) Konsumsi (gram/kap/hari) bakery

2009 23 880 866.2 13.13

2010 27 028 696.5 12.95

2011 30 658 976.2 13.71

2012 33 531 354.6 12.09

2013 36 508 486.3 13.39

Laju (% per tahun) 11.21 0.86

Sumber: BPS (2013) dan (2014); BKP (2014)

1 Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI). 2014 Oktober 23. Pertumbuhan omzet industri roti di atas

10%. Omzet bisnis roti tembus Rp 20 T di 2014. Home. Bisnis. Ekonomi. Home. Ekonomi. Sektor Riil [internet]. [diacu 2015 Mar 28]. Tersedia dari:

http://bisnis.liputan6.com/read/2123566/pertumbuhan-omzet-industri-roti-di-atas-10

(18)

Berdasarkan hasil penelitian εa‟sum (β006), modernisasi yang diikuti oleh peningkatan pendapatan salah satunya berdampak pada pola konsumsi makan. Pergeseran pola konsumsi tersebut mengarahkan pada makanan praktis dan siap saji. Masyarakat sekarang menyadari bahwa bahan pangan mereka tidak hanya dipenuhi oleh nasi saja, sehingga mereka memilih roti sebagai jenis makanan yang siap untuk dimakan dan mudah dalam penyajiannya. Selain itu roti juga berdaya simpan lebih lama dibandingkan nasi (εa‟sum β006). Tentunya pasar roti akan semakin berkembang karena peluang tersebut dimanfaatkan oleh pendatang baru.

Sari Roti adalah salah satu merek roti bervariasi jenis dan rasa yang diproduksi oleh PT Nippon Indosari Corpindo. Sepanjang tahun 2014 dan 2015 penjualan roti manis Sari Roti menurun 15.6 persen. Menurut Churchill (2005) penurunan penjualan produk disebabkan oleh beralihnya konsumen ke merek lain.

Tabel 2 Penjualan roti manis Sari Roti tahun 2010 – 2015

Tahun Nilai penjualan (dalam jutaan Rupiah) Pertumbuhan (%)

2010 357 000

2011 455 000 27.4

2012 862 222 89.5

2013 1 143 267 32.6

2014 970 874 -15.0

2015 964 625 -0.6

Sumber: Laporan tahunan Sari Roti 2011-2015

Distribusi Sari Roti tidak dapat dilepaskan dari penjualan melalui warung kecil, minimarket dan supermarket, terutama melalui jaringan minimarket Indomaret dan Alfamart. Peran ritel adalah menjangkau konsumen akhir. Sejak tahun 2013 Alfamart telah menjalin kerjasama joint venture dengan salah satu produsen roti terbesar di Jepang, Yamazaki Baking, untuk memproduksi roti bermerek Paroti. Meskipun penetrasi pasar merek baru memerlukan waktu, namun keberadaan kolaborasi dua korporasi tersebut diduga mengkhawatirkan Sari Roti, karena sebanyak 56 persen penjualan Sari Roti dipasarkan melalui peritel modern, bahkan jika suatu hari nanti Alfamart memilih memasarkan produk rotinya sendiri.2

Selain kerjasama joint venture, Yamazaki Baking juga mendirikan PT Yamazaki Indonesia sebagaimana implementasi dari rencana ekspansinya, untuk menjual roti bermerek Myroti dan dipasarkan melalui peritel modern. Supermarket Giant yang merupakan peritel Sari Roti, kini sudah mulai memproduksi roti sendiri dengan konsep dipanggang di tempat dan fresh from the oven. Sementara itu produsen roti lainnya, PT Asa Foodenesia Abadi menjadi pemasok roti di Supermarket Super Indo. Asa Foods memproduksi semua merek roti Super Indo, sedangkan peritel tersebut juga menjual Sari Roti.3 Ajinomoto Co

2 Editor. 18 Februari 2013. Si sekondan Sari Roti yang hendak jadi lawan. Investasi. Emiten [internet]. [diacu

2015 Juni 6]. Tersedia dari: http://investasi.kontan.co.id/news/si-sekondan-sari-roti-yang-hendak-jadi-lawan

3 Editor. 29 Mei 2013. Alfamart menjual Paroti, bisnis roti makin ketat. Industri. Ritel. [internet]. [diacu 2015

(19)

Inc melalui anak perusahaannya akan masuk ke pasar roti Indonesia dengan mendirikan perusahaan baru bernama PT Ajinomoto Indonesia Bakery.4

Berdasarkan pemaparan di atas, kehadiran pendatang baru menyebabkan persaingan semakin kompetitif. Para peritel mempunyai kuasa atas daya tampung produk dari luar perusahaannya. Apabila bisnis roti mampu menghasilkan keuntungan, peluang ini kemudian dapat dimanfaatkan oleh para peritel dan perusahaan lainnya untuk ikut bersaing dalam industri produk roti dan kue. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian terkait pengaruh bauran pemasaran (4P) terhadap kepuasan konsumen Sari Roti. Setelah diketahui pengaruh mana yang paling tinggi dan signifikan, Perusahaan dapat mempertimbangkan kinerja atribut yang berkontribusi pada dimensi tersebut untuk dipertahankan atau diperbaiki.

Perumusan Masalah

Bogor sebagai salah satu kota yang dekat dengan Jakarta masih selalu mengalami peningkatan PDRB setiap tahunnya. PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 11 904 599.66 juta rupiah di tahun 2009 meningkat menjadi 19 535 008.93 juta rupiah di tahun 2013 dan PDRB atas dasar harga konstan pun mengalami peningkatan dari 4 508 705.07 juta rupiah pada tahun 2009 menjadi 5 710 336.54 juta rupiah di tahun 2013 (Bappeda 2014). Rumah tangga yang termasuk dalam kategori pendapatan semakin tinggi, akan semakin mengurangi konsumsi kalori yang bersumber dari beras, sebaliknya, semakin meningkatkan konsumsi terigu (Harianto et al. 2008).

Apabila dijabarkan lebih lanjut, akumulasi konsumsi terigu terdiri dari tepung terigu, mie basah, mie instan, makaroni atau mie kering, roti tawar dan manis, biskuit, makanan gorengan, makanan ringan anak-anak dan makanan jadi lainnya. Diantara produk turunan terigu, roti dikelompokkan sebagai pangan pengganti nasi (Kemenkes 2014) dan berpotensi menjadi pengganti nasi karena karakteristiknya hampir sama dengan nasi. Peluang ini kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk ikut bersaing dalam industri bakery.

Tabel 3 Jumlah perusahaan dalam industri produk roti dan kue tahun 2006 – 2012

Tahun Jumlah perusahaan Pertumbuhan (%)

2006 760

2007 728 -4.21

2008 674 -7.42

2009 652 -3.26

2010 621 -4.75

2011 633 1.93

2012 639 0.95

Sumber: Statistik industri manufaktur tahunan BPS 2007-2013 (data diolah)

4 Editor. 2015 Agustus 31. Pasar industri roti Rp 4,6 triliun, Ajinomoto ramaikan persaingan. Home.

(20)

Persaingan diantara perusahaan besar dan sedang dalam industri produk roti dan kue menunjukkan penurunan jumlah pada tahun 2006 hingga 2010, kemudian meningkat pada tahun 2011 dan 2012. Tingkat kompetisi tersebut menggambarkan bahwa industri roti sedang tumbuh dan pendatang baru mulai ikut berkompetisi.

Tahun 2013, piutang usaha Sari Roti dari beberapa peritel modern mengalami penurunan (Laporan tahunan Sari Roti 2013). Penting untuk diketahui, transaksi penjualan Sari Roti melibatkan proses konsinyasi, yaitu Perusahaan menitipkan produk kepada peritel untuk dijual dengan perjanjian tertentu. Sebagian produk yang tidak terjual akan dikembalikan melalui proses retur penjualan. Produk yang terjual akan disetor melalui proses pembayaran piutang. Selain itu, penjualan roti manis Sari Roti tahun 2014 dan 2015 juga menurun (Laporan tahunan Sari Roti 2014, 2015).

Roti tawar dan roti manis memiliki perbedaan segmentasi menurut beberapa hasil penelitian. Roti tawar lebih ditujukan untuk konsumen rumah tangga karena jumlah sajian per kemasannya lebih dari satu atau beberapa dan biasanya dikonsumsi bersama keluarga (εa‟sum β006, WRAP β011, Iswanti et al. 2014), sedangkan roti manis paling sering dibeli oleh remaja dan mahasiswa (Marwan 2001, Utari 2007, Tioriman et al. 2014). Perbedaan usia menyebabkan perbedaan selera dan kesukaan (Utari 2007). Remaja menyukai beragam variasi (Tioriman et al. 2014). Mahasiswa sebagai remaja lebih memilih roti manis dibandingkan roti tawar, donat atau croissant untuk konsumsi pagi hari (Marwan 2001).

Menurut Barsky (1999) produsen produk massal kurang dapat memuaskan konsumen sebagaimana produsen niche dapat melakukannya. Niche market adalah pasar yang sangat fokus pada satu jenis produk tertentu. Produk sengaja dirancang hanya untuk memenuhi kriteria target pasar. Masing-masing target pasar mendapatkan apa yang mereka inginkan secara tepat. Meskipun ciri dan fungsi produk terbatas, namun terbukti bahwa target pasar memang membutuhkan karakteristik tersebut. Namun PT mutakhir yang mempraktikkan segmentasi pasar dan mampu membedakan penawaran produk serta komunikasi pemasaran akan dapat memuaskan konsumen, meskipun pangsa pasar mereka dominan (Allen 2004).

Studi proses pengambilan keputusan konsumen menjadi penting pada kasus Sari Roti, karena Perusahaan dapat memahami kecenderungan konsumen ketika menetapkan pilihannya. Peran bauran pemasaran adalah memengaruhi konsumen untuk membeli, mengonsumsi dan mengevaluasi. Bauran pemasaran barang berwujud terdiri dari dimensi product, price, place dan promotion. Masing-masing dimensi dicerminkan oleh beberapa atribut. Setiap atribut memiliki tingkat kepentingan bagi para konsumen dan kinerja aktual dari produsen. Evaluasi konsumen terhadap kinerja atribut menghasilkan kepuasan. Kepuasan konsumen akan menciptakan hubungan jangka panjang, sehingga Sari Roti tidak kehilangan konsumennya. Kepuasan konsumen dapat dicapai melalui perbaikan kinerja produk roti atau mempertahankan kinerja yang sudah dianggap baik. Implikasi penemuan bukan hanya manajerial, tetapi juga teoritis (Posavac 2012).

(21)

1. Bagaimana proses keputusan pembelian Sari Roti?

2. Bagaimana pengaruh bauran pemasaran terhadap kepuasan konsumen Sari Roti?

3. Bagaimana kepuasan konsumen Sari Roti?

4. Apa implikasi manajerial dari hasil analisis bauran pemasaran?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Menganalisis proses keputusan pembelian Sari Roti.

2. Menganalisis dimensi dalam bauran pemasaran yang memengaruhi kepuasan konsumen Sari Roti.

3. Menganalisis tingkat kepuasan yang dibentuk oleh bauran pemasaran. 4. Merumuskan implikasi manajerial dari hasil analisis bauran pemasaran.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian tentang kepuasan konsumen. Bagi Perusahaan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memperbaiki hubungan dengan konsumen.

Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat distribusi Sari Roti telah meluas, penelitian ini hanya melibatkan mahasiswa strata-1 Institut Pertanian Bogor sebagai responden penelitian karena Charles (2013) menyimpulkan bahwa globalisasi meningkatkan konsumsi makanan instan diantara mahasiswa. Fokus utama pembahasan meliputi proses keputusan pembelian Sari Roti dan pengaruh bauran pemasaran terhadap kepuasan konsumen. Proses keputusan pembelian dikelompokkan menjadi lima tahap, namun penelitian ini banyak membahas tahapan akhir dari proses tersebut, yaitu pasca pembelian. Keadaan populasi adalah homogen, yaitu sekumpulan konsumen yang memiliki persamaan karakteristik demografi, antara lain pendidikan, usia, penerimaan, status pernikahan, pekerjaan dan lokasi geografi. Hasil penelitian tidak dapat mencerminkan kondisi di tempat lain.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Proses Keputusan Pembelian Produk Pangan

(22)

bakery ke dalam tiga kategori, yaitu kebutuhan sebagai prestige, keinginan sebagai makanan selingan dan keinginan sebagai makanan yang sesekali perlu dicicipi. Konsumsi roti dipertimbangkan karena menyubstitusi sumber karbohidrat (Indrawijaya 2012, Poh et al. 2013). Roti dibutuhkan sebagai menu sarapan (Laila 2007, Sumarwan 2014). Laila (2007) menambahkan bahwa selain sebagai pengganti nasi, motivasi lainnya adalah sebagai camilan dan makanan percobaan.

Sumber informasi tentang produk mi dan bakso diperoleh konsumen dari sumber komersial (iklan, wiraniaga) dan pribadi (keluarga, teman) (Arumta 2006, Thah dan Yuwono 2014). Sumber komersial untuk produk bakery adalah toko (Setyawan 2006, Laila 2007).

Menurut Mulyadi dan Elys (2014) kriteria evaluasi produk mi terdiri atas rasa, warna, bentuk, ukuran, kemasan dan harga. Berbeda dengan Arumta (2006), konsumen tidak mempertimbangkan kondisi sensorik, namun hanya berpedoman pada merek, variasi rasa, kemasan dan harga. Atribut harga selalu ikut dipertimbangkan konsumen sebelum membeli produk pangan. Kasus pada produk pangan bakso juga melibatkan evaluasi pada harga. Selain itu pertimbangan lainnya adalah rasa, merek, kehalalan produk, estetika penyajian, ukuran produk dan kemudahan mendapatkan (Hartono et al. 2012, Thah dan Yuwono 2014). Perhatian konsumen untuk membeli produk bakery, termasuk roti tidak hanya harga, kondisi sensorik, merek, daya tahan simpan dan distribusi, tetapi juga kandungan gizi (Setyawan 2006, Laila 2007, Iswanti 2014). Kasus pada produk roti menyiratkan bahwa konsumen ingin memperoleh gizi dari roti. Hasil penemuan Laila (2007), Canway et al. (2014), Iswanti et al. (2014), yaitu kondisi roti berada di urutan paling atas dalam tingkat kepentingan konsumen.

Keputusan konsumen produk mi berkaitan dengan rencana pembelian, tempat pembelian dan siapa yang mendorong pembelian (Mulyadi dan Elys 2014). Arumta (2006) menambahkan frekuensi pembelian dan alasan menentukan tempat pembelian. Sedangkan keputusan pembelian makanan kemasan terdiri atas jenis makanan, frekuensi pembelian, tempat pembelian, waktu pembelian, pelaku pembelian (apabila unit analisis adalah rumah tangga) dan pengeluaran atau nilai pembelian (Ruwani 2013). Konsumen yang membeli produk pangan bakso hanya didekati oleh pertanyaan tempat pembelian (Thah dan Yuwono 2014).

(23)

Ketika harga produk mi dinaikkan, alternatif tindakan konsumen bermacam-macam, yaitu tetap membeli, mencari merek lain atau tidak jadi membeli (Arumta 2006, Mulyadi dan Elys 2014). Tindakan mereka bergantung pada motivasi pembelian, preferensi dan kepuasan. Hasil temuan Oviahon et al. (2011) menunjukkan bahwa harga menentukan banyaknya jumlah pembelian konsumen untuk produk makanan, termasuk roti. Jika harga mengalami kenaikan, maka konsumen mengurangi pembeliannya, tergantung jenis elastisitas harga dari makanan yang akan dikonsumsi. Selain didekati oleh pertanyaan terkait kenaikan harga produk, tindakan menghadapi ketersediaan juga merangkum kecenderungan pasca pembelian. Kasus pada produk roti, apabila produk yang diinginkan tidak tersedia, maka tindakan konsumen diantaranya mencari ke tempat lain, membeli roti merek lain atau tidak jadi membeli (Laila 2007).

Atribut Bauran Pemasaran Produk Roti

Pemasar menerjemahkan kebutuhan konsumen menjadi atribut-atribut produk (Posavac 2012). Atribut adalah gambaran tentang suatu produk (Woodruff dan Gardial 1996).

Konsumen lebih memilih produk roti tertentu atas dasar kualitas. Usia dan kualitas roti adalah penentu pembelian produk roti (Nagaraju dan Kumar 2013). Kualitas produk makanan diidentifikasi melalui nilai, keamanan pangan, gizi dan kemasan. Komponen nilai terdiri dari komposisi bahan, ukuran, penampilan, rasa dan kenyamanan. Pilihan konsumen tergantung pada preferensi konsumen yang dipengaruhi oleh karakteristik ekstrinsik dan intrinsik. Kualitas intrinsik meliputi karakteristik fisik produk dan dapat diukur secara obyektif sedangkan kualitas ekstrinsik mewakili karakteristik produk seperti merek, distribusi, harga, kemasan dan asal mula produk (Simeone dan Marotta 2010). Menurut Kihlberg (2004) konsumen menyukai roti karena dipengaruhi oleh kualitas sensorik roti (rasa) dan faktor non-sensorik (informasi yang diberikan dan nilai konsumen). Rasa dan label kesehatan memengaruhi permintaan roti. (Thunstrom dan Nordstrom 2012).

Kasus di Bangladesh, diantara atribut jenis kelamin, harga, kualitas produk, kebagusan kemasan, merek dan variasi produk, hanya tiga atribut yang memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap pembelian roti, yaitu jenis kelamin, merek dan kemasan (Chowdhury 2014). Anyam et al. (2013) membuktikan bahwa harga dan atribut non-moneter yaitu label bromat, sertifikasi, label gizi, rasa dan tekstur, semuanya signifikan dalam menjelaskan pilihan konsumen. Studi Anyam et al. (2013) menunjukkan bahwa pemerintah dan produsen harus mempromosikan ketaatan label bebas bromat dan gizi, karena hasilnya menunjukkan bahwa kesediaan konsumen untuk membayar lebih tinggi dari status quo (Anyam et al. 2013). Diantara pertimbangan atribut produk yang terdiri dari harga, variasi jenis, kualitas bahan baku, kemudahan mendapatkan, informasi produk, label halal, tekstur produk, rasa, merek, kejelasan kadaluarsa, warna produk dan aroma, konsumen roti menjadikan kejelasan kadaluarsa sebagai atribut paling penting (Muliasari 2014).

(24)

keunikan promosi dan rekomendasi dari teman. Sikap konsumen sebagai ukuran evaluasi seharusnya dapat digunakan untuk perbaikan dan pengembangan produk roti berdasarkan kualitas terbaik, yaitu kompatibel atau sesuai dengan harapan konsumen, yang mewakili elemen dasar realisasi keuntungan kompetitif dalam industri roti. Kasus di Rasina, Serbia, sebagian besar dari populasi (81.68%) menganggap bahwa roti sangat penting pada kelompok makanan (Maric et al. 2009).

Sejalan dengan Maric et al. (2009), menurut Tikkanen dan Vaariskoski (2010) konsumen merasa pembelian roti mereka dipengaruhi oleh bahan baku roti, rasa, cara pembuatan, karakteristik roti, penampilan produk, kualitas, asal mula produk, kemasan dan perbandingan dengan roti lainnya. Selain itu, konsumen memperoleh enam jenis manfaat dari produk roti tersebut, yaitu diklasifikasikan sebagai fungsional, emosional, kepribadian, sosial dan manfaat harga (positif negatif). Peran merek berdampak pada citra merek, yang digambarkan melalui atribut dan manfaat produk.

Skalabilitas dari metode yang diusulkan (fuzzy rule table untuk kasus produk roti) memungkinkan konsumen mengakomodasi beberapa faktor keputusan termasuk total kesehatan produk berdasarkan standar gizi individu, harga produk, persyaratan kesehatan tertentu dari konsumen dan juga kondisi sosial seperti preferensi pada makanan dan keyakinan individu (Nakandala dan Lau 2013). Menurut Maric dan Arsovski (2010) kepuasan konsumen roti diukur melalui karakteristik atribut sebagai berikut. Kualitas pengemasan, kualitas produk, harga produk, hubungan antara harga dan kualitas, variasi dan jenis produk, ketersediaan produk, kebersihan tempat berjualan, kualitas pelayanan dan kesantunan penjual. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa kemasan produk berpotensi memengaruhi keputusan pembelian konsumen. Elemen pada kemasan produk dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu visual dan informasi. Elemen visual terdiri dari desain grafis, warna, penempatan gambar, ukuran dan bentuk kemasan. Sedangkan elemen informasi berhubungan dengan informasi produk dan penyajian pesan visual (Silayoi dan Speece 2007).

Kepuasan konsumen terhadap kualitas consumer goods didasarkan pada tiga atribut, yaitu kualitas, kinerja dan kehandalan. Persepsi kualitas terdiri dari citra merek dan iklan. Kinerja diartikan sebagai karakteristik utama pada produk dan kehandalan merupakan probabilitas kinerja produk tidak gagal ketika melewati proses produksi (Jakpar et al. 2012). Kesediaan konsumen untuk membayar roti berlabel keamanan akan menurun ketika harga mengalami kenaikan, namun akan meningkat dengan meningkatnya tingkat pendidikan, label roti dan sumber informasi (Oviahon et al. 2011).

(25)

Atribut kesehatan pada produk, terkait harga dan jenis merek memiliki pengaruh terhadap loyalitas merek. Pemasar tidak harus berupaya meningkatkan kadar serat atau menurunkan harga untuk kategori roti gandum (roti sehat), tetapi lebih fokus pada label kesehatan. Sedangkan untuk kategori roti putih, dianjurkan agar mempertahankan harga rendah dan berkonsentrasi pada kadar serat tinggi, karena atribut ini diharapkan memiliki kinerja yang lebih baik berdasarkan Model Dirichlet (Nguyen 2011).

Produsen roti yang mengadopsi penggunaan tepung singkong dalam produksinya sangat memperhatikan rasa, kemasan, ukuran, warna dan harga, karena variabel-variabel ini memengaruhi keputusan membeli konsumen. Sementara kesediaan konsumen untuk membayar harga premium menunjukkan hubungan negatif dan bervariasi, tergantung pada proporsi tepung singkong (Adepoju dan Oyewole 2013). Status sosial ekonomi konsumen tidak memengaruhi penerimaan keseluruhan roti tersubstitusi (tepung singkong dan bumbu aromatik rempah jahe), kecuali kualifikasi pendidikan. Pola konsumsi roti di Nigeria bukan dikategorikan sebagai makanan pokok dan pembelian roti dilakukan di toko-toko (Righteous 2010).

Shaari et al. (2013) meneliti perilaku konsumen terhadap dua pilihan roti, yaitu roti organik dibandingkan roti dengan bahan pengawet. Temuan menunjukkan bahwa secara umum roti organik akan menjadi pilihan yang lebih disukai berdasarkan urutan kepentingan rasa, kesegaran, daya tahan, halal, aspek kesehatan, tekstur, tempat dan harga sebagai penentu preferensi. Namun, tempat berperan penting dalam memengaruhi konsumen untuk membeli roti pengawet ketika konsumen merasa sulit menemukan akses untuk membeli roti organik. Di sisi lain, halal adalah faktor utama yang mengatur keputusan konsumen muslim terhadap dua alternatif tersebut. Penelitian Shaari et al. (2013) memberikan bukti tentang perilaku konsumen roti dan dapat menjadi rujukan bagi para pemasar untuk mengembangkan strategi bisnis, khususnya roti organik (Shaari et al. 2013). Sebagian besar perilaku konsumen terhadap fast moving consumer goods dipengaruhi oleh 4P (place, price, product, promotion), faktor fisiologis dan psikologis (Vibhuti et al. 2014).

Survei Stavkova dan Turcinkova (2005) menunjukkan bahwa fakta bahwa konsumen dipengaruhi oleh pendatang baru, inovasi dan iklan saat membeli jenis makanan seperti permen dan biskuit, yogurt, keju, daging asap, produk daging kalengan, produk setengah jadi dan beberapa minuman (teh, anggur dan air mineral). Sedangkan konsumen yang sangat perhatian pada kesehatan mereka, membeli produk sereal roti, ikan, unggas, yogurt, keju dan air mineral. Ketika menganalisis alasan perubahan pola konsumsi, ditemukan perbedaan untuk masing-masing kelompok sosial, kategori usia individu dan lokasi yang berbeda. Apabila klasifikasi kelompok tersebut dihilangkan, alasan yang paling sering untuk mengubah pola konsumsi di semua kategori makanan adalah gaya hidup sehat. Alasan keuangan disebutkan di posisi terakhir. Kelompok usia adalah satu-satunya pengecualian, dimana ketergantungan ditunjukkan (Stavkova dan Turcinkova 2005).

(26)

konsumsi roti, preferensi terhadap roti segar, metode pengawetan roti, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan jumlah anggota rumah tangga, semuanya berpengaruh pada pembelian roti oleh rumah tangga dalam jumlah lebih banyak (Shahnoushi et al. 2013).

Keterkaitan antara Bauran Pemasaran dan Kepuasan Konsumen

Istilah bauran pemasaran menjadi populer ketika Neil H Borden menerbitkan artikel berjudul “The Concept of Marketing Mix” pada tahun 196δ. Bauran pemasaran dicirikan oleh empat variabel penting. Umumnya bauran pemasaran produk terdiri dari produk, harga, tempat dan promosi. Empat komponen tersebut sering digunakan untuk bauran pemasaran barang berwujud (Singh 2012). Menurut McCarthy (1964), formulasi konsep asli Borden (1964) didasarkan pada ide sebelumnya oleh Culliton pada tahun 1948 (Baker dan Saren 2010).

Menurut Goi (2009) bauran pemasaran 4P digunakan untuk memuaskan target pasar. Pernyataan ini didukung oleh Ahmed dan Rahman (2015), yang membenarkan bahwa kepuasan konsumen dapat dipengaruhi oleh bauran pemasaran 4P.

Marketing mix 4P telah menjadi sekolah bisnis, praktisi pokok dan taktis diarahkan untuk tujuan menciptakan atau melebihi kepuasan konsumen (Jobber 2007, Ellis et al. 2011). Langkah pertama adalah perencanaan produk, untuk mengartikulasikan rencana pemasaran. Terdapat tiga bagian dari rencana produk, yaitu produk inti, produk ditambah dan produk tersier. Selanjutnya terkait keputusan harga, apakah akan menerapkan keseragaman harga atau membedakan harga untuk produk yang sama namun di pasar yang berbeda. Variabel ketiga adalah tempat dimana produk akan dijual. Promosi digunakan untuk membujuk dan mendorong pembelian konsumen, sehingga meningkatkan penjualan. Kegiatan merancang suatu bauran pemasaran yang optimal merupakan strategi dalam mewujudkan kepuasan konsumen dan mencapai tujuan perusahaan (Singh 2012).

Gustafsson et al. (2005) menekankan perusahaan untuk membayar konsentrasi tambahan dalam meningkatkan kualitas dan menyesuaikannya dengan harga yang tepat, sehingga mampu menciptakan kepuasan konsumen yang akan secara langsung bersangkutan untuk kemajuan perusahaan dan retensi pelanggan. Kualitas produk merupakan komponen penting untuk dipertimbangkan ketika mencoba untuk meningkatkan kepuasan konsumen (Lonial dan Zaim 2000). Berdasarkan hasil penelitian O‟δoughlin dan Coenders (β002) SEM memperlihatkan hubungan korelasi paling tinggi diantara kualitas produk dan kepuasan konsumen, sehingga kualitas produk dinyatakan sebagai satu-satunya variabel yang diperlukan untuk menjelaskan dan memprediksi kepuasan konsumen. Menurut Martensen et al. (2000), tingkat kepuasan dalam industri makanan dan minuman didorong oleh kualitas produk.

(27)

Baker dan Crompton (2000) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen adalah pengalaman pribadi yang berasal dari perbedaan antara harapan pribadi dan penerimaan aktual. Produk dan layanan tidak inheren mengandung kepuasan konsumen, tetapi sebaliknya, kepuasan konsumen termasuk bagian dari persepsi setiap konsumen tentang atribut produk dan layanan (Boshoff dan Gray 2004). Kepuasan konsumen adalah perasaan baik konsumen untuk membeli dan menggunakan produk atau jasa. Perasaan ini merupakan hasil dari ekspektasi rasional konsumen terhadap uang yang dibayarkan (Rahmati et al. 2013). Kepuasan konsumen tercapai apabila pembayaran setara dengan ekspektasi rasional (Khalili dalam Rahmati et al. 2013). Perasaan konsumen atau reaksi terhadap pembelian suatu produk atau jasa disebut sebagai kepuasan (Maleki dan Darabi 2008).

Konsep pemasaran dibenarkan apabila berkaitan dengan hubungan pertukaran yang saling memuaskan, yaitu kedua belah pihak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hasil win-win tersebut mencerminkan “golden rule” (Sinh 2013).

Bauran pemasaran (4P) adalah empat proses manajemen yang berbeda namun disusun secara terpadu. Pada kenyataannya, konsumen mengalami efek individu dari 4P tersebut, yaitu perbedaan kesempatan, waktu dan tempat (Goi 2009). Menurut Murshid et al. 2014, bauran pemasaran (4P) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen (Murshid et al. 2014). Beberapa perusahaan berusaha untuk sepenuhnya mengintegrasikan bauran pemasaran mereka (Constantinides 2002, Wang et al. 2005).

Kepuasan konsumen ditentukan oleh pengalaman aktual mengonsumsi produk (Anderson et al. 1994). Oleh karena itu kepuasan konsumen didefinisikan sebagai kepuasan atribut, yaitu pernyataan atau pengamatan subjektif konsumen terhadap kinerja atribut (Oliver dan DeSarbo 1988).

Kepuasan mengukur emosi atau perasaan yang merupakan hasil dari pendapat konsumen terhadap pengalaman aktual mengonsumsi produk (Oliver dan DeSarbo 1988, Smith 2007). Kepuasan mencerminkan dampak kinerja atribut terhadap ungkapan perasaan konsumen. Atribut diturunkan dari bauran pemasaran dan dapat digunakan untuk memprediksi perasaan puas (Olsen 2002). Perasaan puas ditunjukkan ketika konsumen menikmati produk, mendapatkan pengalaman baik dan merasa benar telah mengonsumsi produk tersebut (Smith 2007, Lada dan Sidin 2012). Perasaan ini terjadi karena konsumen mendapatkan apa yang mereka inginkan (Oxford 2015).

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Definisi Konsumen dan Perilaku Konsumen

(28)

jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Secara sederhana, konsumen adalah individu yang mengonsumsi atau menggunakan barang atau jasa.

Menurut Engel et al. (1994) perilaku konsumen adalah kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang atau jasa, termasuk melalui proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan aktivitas tersebut. Kata perilaku bukan hanya dikaitkan dengan aktivitas berwujud jelas dan selalu mudah diamati, namun merupakan satu barisan dari proses pengambilan keputusan, sehingga dalam perilaku konsumen juga perlu menganalisis proses-proses yang tidak terlihat dan sulit diterjemahkan dalam setiap pembelian.

Peter dan Olson (1999) mendefinisikan perilaku konsumen adalah interkasi dinamis antara pengaruh dan kognisis (penafsiran), perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Sementara itu, menurut Simamora (2001) perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mengatur barang dan jasa.

Perilaku konsumen adalah studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide-ide (Mowen dan Minor 2002). Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008), perilaku konsumen adalah perilaku pembelian konsumen akhir, perorangan dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Semua konsumen akhir ini bergabung membentuk pasar konsumen.

Sejalan dengan hal tersebut, Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan istilah perilaku konsumen sebagai perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk atau jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya. Perilaku konsumen berfokus pada bagaimana individu membuat keputusan untuk menghabiskan sumber daya berharga mereka (waktu, uang dan usaha) pada item yang berhubungan dengan konsumsinya.

Studi perilaku konsumen merupakan studi yang sangat menarik. Studi perilaku konsumen mencoba untuk mencari faktor-faktor penentu pembentukan perilaku. Dengan diketahuinya faktor-faktor penentu pembentukan perilaku maka perusahaan atau pemasar dapat mengendalikan perilaku konsumennya. Pengendalian disini berarti pemasar dapat menstimuli agar konsumen mau membeli produk perusahaan. Secara umum perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara individu dan lingkungannya (Dharmestha dan Handoko 1987).

(29)

Tahapan Proses Keputusan Pembelian

Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih alternatif pilihan. Menurut Engel et al. (1994), pengambilan keputusan konsumen terdiri dari lima tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasil.

Gambar 1 Model perilaku pengambilan keputusan

Sumber: Engel et al. (1994)

Selain Engel et al. (1994), Kotler dan Keller (2009) juga mengelompokkan keputusan pembelian ke dalam lima tahap, namun di tahap akhir bukan didefinisikan sebagai hasil. Lima tahapan Kotler dan Keller (2009) terdiri dari pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan pasca pembelian.

Gambar 2 Model lima tahap proses pembelian

Sumber: Kotler dan Keller (2009)

Proses keputusan konsumen tidak berakhir pada pembelian, namun berlanjut hingga pembelian tersebut menjadi pengalaman bagi konsumen dalam menggunakan produk yang dibeli tersebut. Pengalaman itu akan menjadi bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pembelian di masa depan (εa‟ruf 2005). Model keputusan pembelian Engel et al. (1994), Kotler dan Keller (2009) pada intinya sama, hanya saja berbeda istilah di tahap awal dan akhir. Ketika konsumen memutuskan untuk membeli, sebelumnya mereka sudah memiliki motivasi, sumber-sumber informasi dan kriteria tertentu. Setelah membeli konsumen akan merasakan puas atau tidak puas terhadap produk. Kepuasan dan ketidakpuasan dapat dipelajari lebih lanjut terkait apa yang menyebabkan dan bagaimana caranya untuk meningkatkan.

1. Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kebutuhan merupakan tahap awal dalam perilaku proses keputusan serta didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan antara situasi aktual yang memadai dan keadaan yang diinginkan untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Pengenalan kebutuhan pada hakikatnya bergantung pada seberapa banyak ketidaksesuaian yang muncul antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan. Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, maka kebutuhan akan dikenali.

2. Pencarian Informasi

Sebelum memutuskan untuk membeli, konsumen akan berusaha aktif mencari informasi sehubungan dengan kebutuhannya. Pencarian informasi

(30)

merupakan tahap kedua dari proses pengambilan keputusan serta didefinisikan sebagai aktivitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau perolehan informasi dari lingkungan. Oleh karena itu, pencarian dapat bersifat internal atau eksternal.

3. Evaluasi Alternatif

Setelah mengetahui berbagai merek yang tersedia di pasar, selanjutnya konsumen melakukan penilaian tentang merek-merek tersebut. Evaluasi alternatif adalah mengevaluasi berbagai alternatif dan membuat pertimbangan nilai terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Engel et al. (1994) kriteria evaluasi bergantung pada produk. Biasanya kriteria yang digunakan adalah harga dan merek. Namun untuk menilai alternatif pilihan konsumen, terdapat tiga konsep dasar yaitu sifat-sifat produk, nilai kepentingan dan tingkat kesukaan (Kotler dan Armstrong 2008).

4. Keputusan Pembelian

Tahap keempat adalah keputusan pembelian. Pada tahap ini konsumen mengambil keputusan tentang apa yang dibeli, kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana cara membayar. Keputusan pembelian pada dasarnya ada tiga kategori yaitu pembelian terencana sepenuhnya, pembelian terencana dan pembelian tidak terencana. Umumnya, pembelian suatu produk cenderung mendekatkan pada maksud membeli dan merek yang disukai.

5. Perilaku Pasca Pembelian

Hasil evaluasi setelah membeli dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap produk yang dibeli. Kepuasan akan mendorong konsumen untuk membeli dan mengonsumsi ulang produk, sedangkan perasaan tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian.

Konsep Pemasaran dan Bauran Pemasaran

Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menetukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang memenuhi kebutuhan, baik kepada pembeli aktual maupun pembeli potensial (Stanton 1978). Pengertian pemasaran Solomon et al. (2006), Boone dan Kurtz (2013) hampir sama, yaitu suatu fungsi dari organisasi dan suatu proses untuk menciptakan, mengomunikasikan dan mengantarkan produk bernilai kepada konsumen serta mengatur bagaimana hubungan dengan konsumen, sehingga dapat memberikan manfaat bagi organisasi dan stakeholder. Pemasaran menurut McHugh et al. (2008) adalah suatu proses berkelanjutan dalam menentukan kebutuhan dan keinginan konsumen, kemudian menyediakan barang dan jasa sesuai dengan ekspektasi konsumen tersebut atau lebih dari itu. Perusahaan secara terus-menerus melakukan adaptasi terhadap perubahan dalam pasar dan tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.

(31)

mengembangkan hubungan pertukaran yang sedang berlangsung. Pengertian pemasaran yang lain adalah suatu proses menciptakan nilai untuk konsumen dan membangun hubungan kuat dengan mereka agar perusahaan mencapai keuntungannya (Kotler dan Armstrong 2008).

Konsep pemasaran berbeda dengan penjualan. Kotler dan Keller (2009) menjelaskan bahwa pemasaran tidak menekankan untuk mencari konsumen atau pasar sasaran yang tepat, melainkan menemukan produk yang tepat bagi konsumen. Sementara itu, penjualan hanya fokus pada kepentingan perusahaan, yaitu meningkatkan keuntungan. Jobber dan Fahy (2009) juga menyatakan bahwa penjualan cenderung fokus pada kapabilitas produksi perusahaan dan promosi agresif, sedangkan pemasaran lebih fokus pada kebutuhan konsumen. Levens (2010) memberikan pengertian serupa dengan para ahli sebelumnya, yaitu pemasaran sebagai suatu filosofi organisasi yang didedikasikan untuk memahami dan memenuhi kebutuhan konsumen dengan menciptakan suatu nilai.

Definisi pemasaran menurut pendapat para ahli yaitu suatu proses yang diawali oleh kebutuhan konsumen dan melibatkan beberapa kegiatan untuk menyampaikan nilai sambil terus beradaptasi sehingga perusahaan memperoleh keuntungan karena konsumen puas terhadap barang dan jasa yang ditawarkan. Kepuasan yang dibentuk melalui adaptasi berkelanjutan akan semakin menguntungkan karena selain kebutuhan konsumen selalu terpenuhi, perusahaan juga berperan dalam menjaga hubungan baik dengan konsumennya.

Bauran pemasaran (marketing mix) adalah sekumpulan perangkat pemasaran taktis terkendali, berupa keterpaduan antara produk, harga, tempat dan promosi dari perusahaan untuk menghasilkan respon pasar sasaran yang diinginkan (Kotler dan Armstrong 2008). Menurut Stanton (1978) bauran pemasaran adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan yaitu produk, harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi.

Produk (product)

Produk merupakan kombinasi barang dan jasa perusahaan yang ditawarkan kepada pasar sasaran untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan (Kotler dan Armstrong 2008). Namun produk bukan hanya ditawarkan saja, tetapi juga diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi oleh pasar yang bersangkutan. Secara konseptual produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu yang dapat ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar (Tjiptono 2007).

Menurut Sunu dalam Ardani (2007) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk dapat diperhatikan, dibeli, atau dikonsumsi. Menurut Situmorang (2011) juga menyatakan bahwa produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, diperoleh, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memenuhi keinginan ataupun kebutuhan.

(32)

produk yang dapat dirasakan oleh panca indera. Expected product, yaitu serangkaian atribut-atribut produk dan kondisi-kondisi yang layak untuk diharapkan oleh konsumen pada saat membeli suatu produk. Augmented product, yaitu berbagai atribut produk yang dilengkapi atau ditambahkan berbagai manfaat dan layanan sehingga dapat memberikan tambahan kepuasan dan juga dapat dibedakan dengan produk pesaing. Potential product, yaitu berbagai tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk di masa depan.

Gambar 3 Tingkatan produk

Sumber: Kotler dan Armstrong (2008)

Atribut produk merupakan unsur-unsur pertimbangan bagi konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian (Tjiptono 2007). Atribut dapat didefinisikan sebagai bagian yang melekat pada produk dan karakteristik pembeda terhadap produk atau merek lain (Simamora 2001). Atribut produk terdiri dari tiga tipe yaitu:

a. Ciri atau rupa (feature)

Berupa ukuran, bahan dasar, karakteristik estetis, proses manufaktur, servis atau jasa, penampilan, harga, susunan, trademark.

b. Manfaat (benefit)

Berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan panca indera, manfaat non material seperti waktu.

c. Fungsi (function)

Atribut fungsi jarang digunakan dan lebih sering dikombinasikan dari ciri-ciri dan manfaat.

Convenience goods yang diproduksi dan didistribusikan secara massal memungkinkan pendekatan manajemen marketing mix untuk bisa memuaskan konsumen (Sinh 2013). Convenience goods adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli oleh konsumen dengan segera dan memerlukan usaha minimum. Fast Moving Consumer Goods (FMCG) sebagai kebutuhan yang dibutuhkan secara rutin, baik itu makanan atau bukan makanan, dapat dikelompokkan dalam jenis barang convenience goods, karena convenience goods sendiri mencakup tiga jenis barang, yaitu staples, impulse goods dan emergency goods. Staples adalah

Core benefit

Basic product

Expected product

Augmented product

(33)

kelompok barang yang dibeli konsumen secara teratur. Impulse goods adalah barang yang dibeli berdasarkan keinginan seketika, tanpa perencanaan atau usaha pencarian, biasanya barang-barang tersebut diletakkan di tempat strategis, seperti misalnya di sebelah kasir. Emergency goods adalah barang-barang yang dibeli pada saat kebutuhan itu mendesak (Tjiptono 2007).

Harga (price)

Kotler dan Armstrong (2008) mendefinisikan, harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk memperoleh produk. Terdapat empat indikator yang mencirikan harga, yaitu keterjangkauan harga, kesesuaian harga dengan kualitas produk, daya saing harga dan kesesuaian harga dengan manfaat. Harga merupakan variabel dinamis karena dipengaruhi oleh perubahan faktor-faktor penyusunnya. Beberapa unsur kegiatan utama variabel harga meliputi daftar harga, potongan harga, periode pembayaran dan persyaratan kredit (Kotler dan Armstrong 2008).

Harga merupakan suatu elemen marketing mix yang menghasilkan penerimaan penjualan, sedangkan elemen-elemen lainnya hanya menimbulkan biaya. Karena menghasilkan penerimaan penjualan, maka harga memengaruhi tingkat penjualan, tingkat keuntungan dan pangsa pasar yang diperoleh perusahaan (Assauri 2004). Harga juga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang paling fleksibel. Menurut Swastha (2005) harga adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang dan pelayanannya. Menurut Alma (2004) pengertian harga yaitu suatu atribut yang melekat pada suatu barang dan memungkinkan barang tersebut dapat memenuhi kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan memuaskan konsumen (satisfaction) yang dinyatakan dengan uang. Menurut Sutojo (2001) peranan harga adalah sebagai berikut.

1. Harga adalah salah satu faktor penentu jumlah permintaan produk di pasar. Elastisitas harga (Ep) mengukur seberapa besar tingkat perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat perubahan harga barang yang bersangkutan. Besarnya perubahan harga terhadap jumlah barang yang diminta dinyatakan dengan koefisien elastisitas. Elastisitas harga selalu bernilai negatif karena sifat variabel harga dan jumlah barang yang diminta bersifat terbalik. Kenaikan harga selalu diikuti dengan penurunan permintaan dan sebaliknya. Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis apabila perubahan harga suatu barang menyebabkan perubahan permintaan yang besar, sedangkan inelastis terjadi apabila perubahan permintaan (dalam persentase) lebih kecil daripada perubahan harga.

2. Harga menentukan nilai penjualan dan keuntungan.

(34)

3. Harga dalam strategi harga memengaruhi distribusi produk.

Harga per satuan produk, struktur potongan harga dan syarat pembayaran memengaruhi kesediaan distributor dalam mendistribusikan produk. Harga tersebut harus kompetitif. Apabila perbedaan harga produk dan harga produk sejenis lainnya terlalu tinggi, maka kelancaran penjualan produk dapat terhambat. Akibatnya risiko yang ditanggung oleh distributor lebih besar dibandingkan apabila mereka mendistribusikan produk lain yang lebih laku. Sistem penjualan kredit atau bukan konsinyasi dapat menimbulkan keseganan distributor untuk mendistribusikan produk yang bersangkutan.

4. Harga memengaruhi segmen pasar.

Salah satu segmen pasar yang digunakan oleh banyak negara sebagai sarana melebarkan jangkauan pemasaran adalah segmen pasar tingkat bawah. Perusahaan harus menetapkan harga dan kualitas produk sesuai dengan segmen pasar yang dituju.

Tempat (place)

Variabel tempat biasanya disebut sebagai saluran distribusi, dimana produk harus melewati serangkaian saluran untuk sampai ke konsumen. Menurut Bovee dan Thill (1992) distribusi fisik merupakan proses perpindahan barang dari produsen ke konsumen akhir. Pengiriman barang dalam proses pemasaran memerlukan kerjasama (cooperative) dengan jasa transportasi seperti jalur laut (kapal), udara (pesawat terbang), maupun jalur darat untuk memudahkan proses pengiriman barang.

Distribusi meliputi aktivitas perusahaan dalam membuat produknya tersedia di target pasar, terdiri dari transportasi, pergudangan, pengaturan persediaan dan cara pemesanan bagi konsumen (Kotler dan Armstrong 2008). Menurut Engel et al. (1994), pemilihan tempat membeli suatu produk merupakan fungsi dari karakteristik konsumen dan karakteristik toko. Pilihan tempat juga merupakan fungsi dari empat komponen, yaitu kriteria evaluasi, karakteristik toko yang dirasakan, proses perbandingan dan toko-toko yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.

Promosi (promotion)

(35)

Keterkaitan antara Bauran Pemasaran, Keputusan Pembelian dan Kepuasan

Bauran pemasaran termasuk bagian dari strategi perusahaan, lebih khusus disebut strategi pemasaran. Menurut Chandra (2002), strategi pemasaran merupakan rencana spesifik untuk pasar sasaran, penetapan posisi produk atau jasa, bauran pemasaran dan besarnya pengeluaran pemasaran. Menurut Jurini (2003), setiap perusahaan menjalankan strategi pemasaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Terdapat tiga tahap untuk menetapkan strategi pemasaran, yaitu memilih konsumen yang dituju, mengidentifikasi keinginan konsumen dan menentukan bauran pemasaran. Strategi pemasaran yang berhasil umumnya ditentukan oleh bauran pemasaran.

Strategi pemasaran adalah rencana yang dirancang untuk memengaruhi pertukaran dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu meningkatkan kemungkinan atau frekuensi perilaku konsumen, seperti peningkatan kunjungan pada toko tertentu atau pembelian produk tertentu. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan dan menyajikan bauran pemasaran yang ditujukan pada pasar sasaran (Setiadi 2010).

Gambar 4 Pengaruh pada perilaku konsumen

Sumber: Engel et al. (1994) (1995)

Schiffman dan Kanuk (2008) menjelaskan bahwa proses keputusan pembelian didahului oleh tahap masukan yang memengaruhi konsumen terhadap pengenalan kebutuhan atas produk dan terdiri dari dua sumber informasi utama, yaitu usaha pemasaran perusahaan (produk itu sendiri, harganya, dimana dijualnya

(36)

dan promosinya) dan pengaruh sosiologis eksternal konsumen (keluarga, teman, tetangga, sumber informal dan non komersial lain, kelas sosial, keanggotaan budaya dan subbudaya). Dampak kumulatif dari setiap usaha pemasaran perusahaan, pengaruh keluarga, teman, tetangga dan tata perilaku masyarakat yang ada, semuanya merupakan masukan yang mungkin memengaruhi apa yang dibeli konsumen dan bagaimana mereka menggunakan apa yang mereka beli.

Pembelian konsumen bukan hanya dipengaruhi oleh usaha bauran pemasaran, tetapi juga psikologi dan lingkungan. Bauran pemasaran disampaikan melalui promosi sebagai sumber informasi komersial. Perusahaan hanya dapat mengendalikan promosi dan penawaran produk. Beragam penawaran di pasar bersaing dalam memengaruhi konsumen. Setelah membeli, konsumen mengevaluasi kinerja atribut produk, apakah sudah sesuai dengan harapannya atau lebih baik dari kinerja atribut produk lainnya. Kinerja atribut berpengaruh langsung terhadap kepuasan (Churchill dan Surprenant 1982, Oliver dan Desarbo 1988, Tse dan Wilton 1988, Yi 1989, Grigoroudis dan Siskos 2010, Posavac 2012).

Gambar 5 Model perilaku konsumen setelah pembelian

Sumber: Hawkins dan Mothersbaugh (2010)

Kepuasan Konsumen

Kepuasan adalah suatu standar bagaimana penawaran produk total memenuhi harapan konsumen (Gerson 1993, Hill 1996, Oliver 1997 dan Vavra 1997). Harapan konsumen yang lebih tinggi memerlukan kinerja yang lebih tinggi juga untuk menciptakan pengaruh dan emosi positif. Selanjutnya disebut sebagai kepuasan, sedangkan pengaruh dan emosi negatif adalah ketidakpuasan (Oliver 1997). Jika konsumen gagal mencocokkan antara kenyataan dan persepsi ideal atau kenyataan dan persepsi yang seharusnya, maka dapat menimbulkan kekecewaan. Perbedaan antara kenyataan dan persepsi yang seharusnya dapat menyebabkan jenis perasaan tidak tenang seperti kecemasan dan ketakutan, namun juga dapat memotivasi konsumen untuk menguranginya (Boyd 2010).

Secara rasional konsumen mengkalkulasikan produk yang mereka terima dari suatu pembelian. Konsep ini mirip dengan konsep nilai-persepsi atau manfaat utilitarian (menghitung biaya per manfaat) yang sebagian besar berhubungan

Pembelian

Pemakaian

Evaluasi

Kepuasan

Ketidaksesuaian pascapembelian

Pembuangan produk

Tidak digunakan

(37)

dengan atribut produk (Gungor 2007). Teori perbedaan nilai-persepsi Westbrook dan Reilly (1983) menegaskan bahwa kepuasan adalah respon emosional yang dipicu oleh proses kognitif-evaluatif. Maksud dari proses kognitif-evaluatif adalah persepsi dari sebuah objek yang dibandingkan dengan nilai-nilai (kebutuhan atau keinginan). Jika dibandingkan dengan model konfirmasi-harapan, masing-masing teori ini sudah cukup menjelaskan konsep. Namun keduanya diperlukan dalam menjelaskan kepuasan (Westbrook dan Reilly 1983).

Menurut Liljander dan Bergenwall (1999) kepuasan adalah tanggapan emosional terhadap produk. Kepuasan menurut Grigoroudis dan Siskos (2010) adalah evaluasi atau perasaan yang merupakan hasil dari proses diskonfirmasi. Bahkan proses tersebut mampu menghasilkan kegembiraan bagi konsumen (Oliver 1997). Seperti yang Woodruff dan Gardial (1996) ungkapkan, konstruk ini bukan hanya perbandingan (misalnya proses diskonfirmasi) saja, tetapi juga tanggapan konsumen terhadap perbandingan tersebut yang disepakati sebagai komponen perasaan.

Kepuasan konsumen adalah hasil yang diperoleh dari evaluasi setelah melakukan pembelian dan mengkonsumsi suatu barang dan jasa (Engel et al. 1994). Menurut Sumarwan (2011), setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa, konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya, kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk. Rangkuti (2002) mendefinisikan kepuasan sebagai respon konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Sedangkan Kotler dan Keller (2009) menganggap respon tersebut sebagai perasaan senang atau kecewa.

Menurut Wanke (2009) kepuasan dan kesenangan adalah hasil yang sama dari mengonsumsi dan menggunakan produk. Orang secara umum menginterpretasikan perasaan senang sebagai bukti kesukaan, kepuasan atau kebahagiaan dan perasaan tidak senang sebagai bukti ketidaksukaan, ketidakpuasan atau kesengsaraan (Wanke 2009). Konsumen ingin mengalami hasil positif sebagai hasil membeli atau mengonsumsi produk. Jika hasil pembelian produk mereka tidak positif, maka mereka akan terus mencoba pembelian yang lain sampai kebutuhan mereka terpenuhi atau terpuaskan (Boyd 2010).

Kepuasan adalah tentang pengalaman mengonsumsi produk (Goldstein 2010). Menurut Yi (1989) kepuasan adalah pengalaman konsumsi yang menyenangkan. Namun pengalaman tersebut juga melibatkan evaluasi seperti yang diharapkan. Kepuasan adalah suatu hasil dari konsumsi atau kesan kolektif terhadap peristiwa yang terjadi selama konsumsi hingga hasil akhir, sehingga dapat dinyatakan sebagai penghakiman terkait keseluruhan pengalaman konsumsi (Oliver 1997). Yang paling penting, pengalaman terjadi ketika konsumen mengonsumsi produk (Posavac 2012).

Gambar

Tabel 2  Penjualan roti manis Sari Roti tahun 2010 – 2015
Tabel 3  Jumlah perusahaan dalam industri produk roti dan kue tahun 2006 – 2012
Gambar 1  Model perilaku pengambilan keputusan
Gambar 4  Pengaruh pada perilaku konsumen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut hasil survei pra penelitian, dengan wawancara dan memberikan angket kepada beberapa konsumen, hal yang menyebabkan Restaurant Kambing Bakar Cairo tidak

Wanita dan konsumen yang berpendapatan menengah keatas adalah karakteristik konsumen yang paling puas dan loyal terhadap Ultramilk, selain itu mereka juga cenderung

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan konsumen terhadap komitmen afektif dan komitmen lanjutan merek bagi mahasiswa universitas

Konsumen berbeda akan mempunyai bermacam-macam tingkat kepuasan suatu pengalaman sama, walaupun antara pemikiran (kepuasan sebagai suatu hasil dan sebagai suatu proses) secara luas

Berdasarkan dari persepsi yang diberikan para konsumen terhadap harga menunjukkan bahwa mengenai harga sepeda motor merek Yamaha V-ixion terjangkau daya beli

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Bauran Pemasaran dan Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Komitmen Konsumen

Judul Tesis : PENGARUH STRATEGI BAURAN PEMASARAN DAN CITRA MEREK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN SERTA DAMPAKNYA PADA LOYALITAS KONSUMEN SABUN SUNLIGHT CAIR DI KABUPATEN

Perum BULOG Sub Divre Lampung Tengah dalam mengembangkan usahanya tentunya tidak lepas dari strategi pemasaran salah satunya dalam meningkatkan kepuasan konsumen