1
GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN TERHADAP PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PENANGANAN
SAMPAH MEDIS PADA PETUGAS CLEANING SERVICE DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh:
THERESIA VERONIKA NIM : 111000174
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2
GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN TERHADAP PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PENANGANAN
SAMPAH MEDIS PADA PETUGAS CLEANING SERVICE DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
THERESIA VERONIKA NIM : 111000174
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN TERHADAP PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PENANGANAN SAMPAH MEDIS PADA PETUGAS CLEANING SERVICE DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2015”ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya
sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara
yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap
etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian
karya saya ini.
Medan, Oktober 2015 Yang membuat pernyataan
5 ABSTRAK
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, dan mudah terjangkit penyakit. Petugas cleaning service mempunyai risiko untuk terpajan bahan biologi berbahaya (biohazard). Kontak dengan alat medis sekali pakai (disposable equipment) seperti jarum suntik bekas maupun selang infus bekas, serta membersihkan seluruh ruangan di rumah sakit dapat meningkatkan risiko untuk terkena penyakit infeksi bagi petugas cleaning service rumah sakit.
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap pemakaian alat pelindung diri dalam penanganan sampah medis pada petugas cleaning service di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015. Populasi penelitian adalah seluruh petugas cleaning service dalam penanganan sampah medis RSUD Dr. Pirngadi Medan. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 11 orang responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan petugas cleaning service terhadap pemakaian alat pelindung diri dalam penanganan sampah medis termasuk dalam kategori baik (63,6%), untuk sikap termasuk dalam kategori positif (63,6%), sedangkan untuk tindakan termasuk dalam kategori tidak lengkap memakai alat pelindung diri (90,9%).
Pihak rumah sakit disarankan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan dalam penggunaan alat pelindung diri, menyediakan alat pelindung diri tubuh berupa pakaian kerja khusus bagi petugas cleaning service dalam penanganan sampah medis, memberikan sanksi tegas bagi petugas cleaning service yang tidak patuh dalam menggunakan alat pelindung diri serta penghargaan bagi petugas cleaning service yang patuh dalam menggunakan alat pelindung diri. Petugas cleaning service hendaknya memakai alat pelindung diri secara lengkap sesuai dengan alat pelindung diri yang telah disediakan pihak rumah sakit berupa sarung tangan kulit, sepatu boot dan masker.
6 ABSTRACT
The hospital is a workplace which at risk of health hazards, and easily contract to the disease. Cleaning service are people at risk for exposure to hazardous biological substances (biohazard). Contacting to the disposable medical instruments (disposable equipment) such as used syringes and IV line scars, and cleaning the entire room in a hospital can increase the risk of infectious diseases for hospital cleaning service.
This is descriptive study that aims to describe the knowledge, attitudes and actions against the use of personal protective equipment in the handling of medical waste due to cleaning service at the Dr. Pirngadi Hospital Medan in 2015. The study population was all cleaning service in the handling of medical waste in Dr. Pirngadi Hospital Medan. The sampling was done by total sampling and obtained a total sample of 11 respondents.
The result showed that knowledge on the use of personal protective equipment in the handling of medical waste was in a good category (63,6%), the category of positive attitude (63,6%), while for the actions included in the category of incomplete wear personal protective equipment (90,9%).
The hospital advised to improve supervision and guidance in the use of personal protective equipment, providing personal protective equipment body in the form of working clothes specifically for the cleaning service in the handling of medical waste, providing strict punishment for cleaning service disobedient in the use of personal protective equipment and awards for cleaning service abiding in the use of personal protective equipment. Cleaning service should wear personal protective equipment in full accordance with the personal protective equipment has been provided by the hospital such as leather gloves, boots and a masks.
7
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan anugerahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Terhadap
Pemakaian Alat Pelindung Diri Dalam Penanganan Sampah Medis Pada Petugas
Cleaning Service di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Penulis juga menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak sekali
memperoleh bantuan baik moril maupun material dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan ikhlas
kepada:
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M. Kes, selaku Ketua Departemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Mhd Makmur Sinaga, MS, selaku Ketua Pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya serta dengan sabar memberikan
bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis dalam
penyempurnaan skripsi ini.
4. Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM.,M.Kes, selaku Dosen Pembimbing
8
memberikan bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis dalam
penyempurnaan skripsi ini.
5. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina S, MS., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan.
6. Seluruh dosen khususnya Dosen Departemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja FKM USU yang telah memberikan pengarahan
dan bimbingan dalam mengikuti perkuliahan di Faklutas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh staf pegawai dan karyawan FKM USU yang telah membantu
kelancaran skripsi ini.
8. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, Bapak Khairuddin, ST
selaku Kepala Bagian Perlengkapan dan Pemeliharaan (Koordinator
Cleaning Service), dan Bang Hera Isnandar selaku Pengawas
Cleaning Service RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan
izin dan bantuan bagi penulis dalam melaksanakan penelitian.
9. Orang tua tercinta (J. Napitupulu dan R. Sinaga) yang selalu memberi
dukungan, doa dan kasih sayang serta memberi motivasi untuk tetap
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kakak tersayang (Silvia Mika Yanti Napitupulu) dan adik tersayang
(Roy Bornok Napitupulu) yang telah memberi motivasi dan semangat
9
11. Sahabat-sahabatku tersayang : Christin Irianita Purba dan Rianta Sri
Karina Tarigan, yang selalu memberikan doa, semangat dan motivasi
dalam penulisan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabatku SOLAFIDE : Lulu Marbun, Martha Helen, Nova
Sitinjak, dan Marini terimakasih atas persahabatan, motivasi, doa dan
kebersamaan kita selama ini.
13. Teman-teman QUASIMODOGENITI : Kak Heny, Elis, Lulu, Martha
Helen, Martharia, Ratna, terimakasih atas motivasi, doa dan
kebersamaan kita.
14. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di Peminatan K3, terimakasih atas
kerjasama dan kebersamaan kita selama ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca
dan perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Medan, Oktober 2015
10
2.5.1 Pengertian Alat Pelindung Diri ... 15
2.5.2 Kriteria Alat Pelindung Diri ... 18
2.5.3 Macam-macam Alat Pelindung Diri ... 19
2.5.4 Jenis APD Bagi Petugas Cleaning Service ... 26
2.6 Rumah Sakit ... 26
2.7 Sampah Medis ... 28
2.7.1 Penanganan Sampah Medis ... 30
2.7.2 Tahapan Penanganan Sampah Medis ... 32
2.8 Petugas Cleaning Service ... 38
2.8.1 Tugas Pokok Petugas Cleaning Service ... 39
2.8.2 Sistem Kerja Petugas Cleaning Service di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 39
11
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 43
3.6 Metode Pengukuran ... 44
3.7.1.2 Reliabilitas ... 46
3.7.2 Formulir Observasi ... 47
3.8 Pelaksanaan Perolehan Data ... 47
3.9 Metode Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 49
4.1 Gambaran Umum RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 49
4.1.1 Sejarah RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 49
4.1.2 Visi RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 52
4.1.3 Misi RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 52
4.2 Karakteristik Petugas Cleaning Service dalam Penanganan Sampah Medis diRSUD Dr. Pirngadi Medan ... 52
4.2.1 Umur ... 52
4.2.2 Tingkat Pendidikan ... 53
4.2.3 Masa Kerja ... 54
4.3 Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri dalam Penanganan Sampah Medis pada Petugas Cleaning Service Di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 55
4.3.1 Pengetahuan Responden terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri dalam Penanganan Sampah Medis ... 55
4.3.2 Sikap Responden terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri dalam Penanganan Sampah Medis ... 57
12
BAB V PEMBAHASAN ... 63
5.1 Gambaran Karakteristik Petugas Cleaning Service dalam Penanganan Sampah Medis diRSUD Dr. Pirngadi Medan ... 63
5.1.1 Umur ... 63
5.1.2 Tingkat Pendidikan ... 64
5.1.3 Masa Kerja ... 64
5.2 Pengetahuan Petugas Cleaning Service terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri dalam Penanganan Sampah Medis di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 65
5.3 Sikap Petugas Cleaning Service dalam Penanganan Sampah Medis diRSUD Dr. Pirngadi Medan ... 67
5.4 Tindakan Petugas Cleaning Service dalam Penanganan Sampah Medis diRSUD Dr. Pirngadi Medan ... 69
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 73
6.2 Saran ... 74
13
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Sesuai Kategorinya...33
Tabel 3.1 Pelaksanaan Kegiatan Perolehan Data...47
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok
Umur di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015...52
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat .
Pendidikan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015...53
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015...54
Tabel 4.4 Distribusi Jawaban Pengetahuan Responden terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri dalam Penanganan Sampah
Medis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015...55
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di RSUD
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015...56
Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Sikap Responden terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri dalam Penanganan Sampah Medis
di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015...58
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sikap Responden di RSUD
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015...59
Tabel 4.8 Distribusi Observasi Tindakan Responden terhadap
Pemakaian Alat Pelindung Diri dalam Penanganan Sampah Medis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015...60
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di RSUD
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015...61
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tabulasi Silang Pengetahuan
dengan Tindakan Responden di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2015………62
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Tabulasi Silang Sikap dengan Tindakan Responden di RSUD Dr. Pirngadi Medan
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.9 Kerangka Konsep ...41
Gambar 4.1 Persentase distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ...53
Gambar 4.2 Persentase distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan ………....………..53
Gambar 4.3 Persentase distribusi frekuensi responden berdasarkan masa kerja ………..…..54
Gambar 4.4 Persentase distribusi frekuensi pengetahuan responden ... 57
Gambar 4.5 Persentase distribusi frekuensi sikap responden ...60
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian
Lampiran 4 Master Data Kuesioner
Lampiran 5 Output
16
RIWAYAT HIDUP
Nama : Theresia Veronika Napitupulu
Tempat Lahir : Medan
Tanggal Lahir : 04 – Januari – 1994
Suku Bangsa : Batak Toba
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Jonny Napitupulu
Suku Bangsa Ayah : Batak Toba
Nama Ibu : Rumondang br. Sinaga
Suku Bangsa Ibu : Batak Toba
Pendidikan Formal
1. SD/Tamat Tahun : SD Swasta Methodist Pancurbatu/2005
2. SMP/Tamat Tahun : SMP Negeri 1 Pancurbatu/2008
3. SMA/Tamat Tahun : SMA Negeri 1 Pancurbatu/2011
5 ABSTRAK
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, dan mudah terjangkit penyakit. Petugas cleaning service mempunyai risiko untuk terpajan bahan biologi berbahaya (biohazard). Kontak dengan alat medis sekali pakai (disposable equipment) seperti jarum suntik bekas maupun selang infus bekas, serta membersihkan seluruh ruangan di rumah sakit dapat meningkatkan risiko untuk terkena penyakit infeksi bagi petugas cleaning service rumah sakit.
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap pemakaian alat pelindung diri dalam penanganan sampah medis pada petugas cleaning service di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015. Populasi penelitian adalah seluruh petugas cleaning service dalam penanganan sampah medis RSUD Dr. Pirngadi Medan. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 11 orang responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan petugas cleaning service terhadap pemakaian alat pelindung diri dalam penanganan sampah medis termasuk dalam kategori baik (63,6%), untuk sikap termasuk dalam kategori positif (63,6%), sedangkan untuk tindakan termasuk dalam kategori tidak lengkap memakai alat pelindung diri (90,9%).
Pihak rumah sakit disarankan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan dalam penggunaan alat pelindung diri, menyediakan alat pelindung diri tubuh berupa pakaian kerja khusus bagi petugas cleaning service dalam penanganan sampah medis, memberikan sanksi tegas bagi petugas cleaning service yang tidak patuh dalam menggunakan alat pelindung diri serta penghargaan bagi petugas cleaning service yang patuh dalam menggunakan alat pelindung diri. Petugas cleaning service hendaknya memakai alat pelindung diri secara lengkap sesuai dengan alat pelindung diri yang telah disediakan pihak rumah sakit berupa sarung tangan kulit, sepatu boot dan masker.
6 ABSTRACT
The hospital is a workplace which at risk of health hazards, and easily contract to the disease. Cleaning service are people at risk for exposure to hazardous biological substances (biohazard). Contacting to the disposable medical instruments (disposable equipment) such as used syringes and IV line scars, and cleaning the entire room in a hospital can increase the risk of infectious diseases for hospital cleaning service.
This is descriptive study that aims to describe the knowledge, attitudes and actions against the use of personal protective equipment in the handling of medical waste due to cleaning service at the Dr. Pirngadi Hospital Medan in 2015. The study population was all cleaning service in the handling of medical waste in Dr. Pirngadi Hospital Medan. The sampling was done by total sampling and obtained a total sample of 11 respondents.
The result showed that knowledge on the use of personal protective equipment in the handling of medical waste was in a good category (63,6%), the category of positive attitude (63,6%), while for the actions included in the category of incomplete wear personal protective equipment (90,9%).
The hospital advised to improve supervision and guidance in the use of personal protective equipment, providing personal protective equipment body in the form of working clothes specifically for the cleaning service in the handling of medical waste, providing strict punishment for cleaning service disobedient in the use of personal protective equipment and awards for cleaning service abiding in the use of personal protective equipment. Cleaning service should wear personal protective equipment in full accordance with the personal protective equipment has been provided by the hospital such as leather gloves, boots and a masks.
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, pada Pasal 164 tertulis bahwa kesehatan kerja diselenggarakan
untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan
serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan dimana hal tersebut wajib
diselenggarakan kesehatan kerja setiap tempat kerja. Rumah sakit merupakan
tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, dan mudah terjangkit
penyakit.
Rumah sakit adalah industri yang bergerak dibidang pelayanan jasa
kesehatan yang tujuan utamanya memberikan pelayanan jasa terhadap masyarakat
sebagai usaha meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam
setiap proses pelayanan kesehatan di rumah sakit, terlihat adanya faktor-faktor
penting sebagai pendukung pelayanan itu sendiri, yang selalu berkaitan satu
dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut meliputi pasien, tenaga kerja, mesin,
lingkungan kerja, cara melakukan pekerjaan serta proses pelayanan kesehatan itu
sendiri. Di samping memberikan dampak positif, faktor tersebut juga memberikan
nilai negatif terhadap semua komponen yang terlibat dalam proses pelayanan
kesehatan yang berakhir dengan timbulnya kerugian (Puslitbag IKM FK, UGM
2000).
Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Andarnita (2012), sampah medis
18
pelayanan kesehatan yang mana dapat membahayakan dan menimbulkan
gangguan kesehataan bagi pengunjung, masyarakat terutama petugas yang
menanganinya.
Penyakit akibat kerja di rumah sakit dapat menyerang semua tenaga kerja,
baik yang medis (seperti perawat, dokter dan dokter gigi), maupun non medis
seperti petugas kebersihan (cleaning service) rumah sakit. Petugas cleaning
service mempunyai risiko untuk terpajan bahan biologi berbahaya (biohazard).
Kontak dengan alat medis sekali pakai (disposable equipment) seperti jarum
suntik bekas maupun selang infus bekas, serta membersihkan seluruh ruangan di
rumah sakit dapat meningkatkan risiko untuk terkena penyakit infeksi bagi
petugas kebersihan (cleaning service) rumah sakit (Anies, 2005).
Risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat terjadi terhadap
petugas, jika petugas tidak melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan
persyaratan yang telah diatur dalam Kepmenkes RI tentang kesehatan lingkungan
rumah sakit. Risiko tersebut seperti terjadinya gangguan kesehatan yang terjadi
karena terkontaminasinya limbah padat medis yang mengandung berbagai macam
bahan kimia beracun dan buangan yang terkena benda-benda tajam terhadap
petugas pengelola limbah padat medis di rumah sakit. Penyakit yang dapat timbul
seperti penyakit HIV/AIDS, hepatitis B dan C, Dermatitis Iritan Kronik serta
gangguan pernafasan (Depkes, 2010).
Dalam profil kesehatan Indonesia, Kementerian Kesehatan RI – Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan (2014), diungkapkan seluruh rumah sakit di
19
nasional produksi sampah rumah sakit sebesar 835.350 ton/hari. Dari gambaran
tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari
lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan
penyakit terhadap petugas yang bekerja di rumah sakit maupun masyarakat yang
berada di sekitar rumah sakit.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup yang dikutip oleh Febrina
(2012), hasil kajian terhadap rumah sakit yang ada di Bandung pada tahun 2005
menunjukkan jumlah sampah rumah sakit yang dihasilkan di Bandung sebesar
3.493 ton per tahun. Komposisi sampah padat rumah sakit terdiri atas 85% limbah
domestik, 15% limbah medis terdiri atas 11% limbah infeksius dan 4% limbah
berbahaya, dan limbah domestik yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 19%.
Dalam upaya pengelolaan sampah, setiap rumah sakit diharapkan
mempunyai petugas kebersihan yang akan mengelola sampah. Karena begitu
besarnya resiko yang dihadapi oleh tenaga penanganan sampah medis ini, maka
perlu perlindungan bagi tenaga kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) agar tidak terjadi resiko penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan akibat
kerja, alat pelindung diri (APD) yang seharusnya digunakan oleh petugas
penanganan sampah medis yaitu berupa helm, masker, sarung tangan, pakaian
kerja khusus, sepatu khusus (Bungawati, 2009).
Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit, (preventif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan
20
derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Soeaidy, 1996). Menurut Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Alat Pelindung Diri (APD)
(2010) pasal 2 pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja atau buruh di
tempat kerja sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan diberikan secara
cuma-cuma.
Menurut Mackenbach et al, dalam Achmadi (2007), bahwa ada hubungan
antara tingkat pendidikan dengan angka kematian dimana kelompok yang tingkat
pendidikannya rendah cendrung angka kematiannya tinggi. Sebaliknya tingkat
pendidikan yang tinggi cenderung memiliki tingkat kematian yang rendah.
Menurut Budiono (2003), salah satu cara yang efektif agar para pekerja
menggunakan APD yaitu dengan meningkatkan pengetahuan, wawasan dan
kesadaran akan pentingnya penggunaan APD yang benar serta tepat dalam
pemeliharaan dan penyimpanan.
Hasil penelitian Evryanti (2012) dari identifikasi dan penilaian resiko yang
dilakukan di klinik X menyimpulkan bahwa petugas kebersihan di klinik X
mempunyai resiko tertular penyakit dari pekerjaannya melakukan pembersihan
limbah, baik limbah tajam maupun limbah medis yang kesemuanya merupakan
kontak dengan alat bekas pasien. Penyakit yang dapat menularkan seperti
Hepatitis, HIV/AIDS.
Hasil penelitian Tombili dan Mardewi (2010) menunjukkan petugas
pengumpul sampah Dinas Kebersihan Kota Kendari yang diteliti pengetahuannya
tentang alat pelindung diri kurang berjumlah 12 orang (11,7%), cukup berjumlah
21
pengumpul sampah yang sikapnya tentang alat pelindung diri kurang berjumlah
13 orang (12,6%), cukup berjumlah 66 orang (64,1%) dan sikapnya baik
berjumlah 24 orang (23.3%). Tindakannya tentang alat pelindung diri kurang
berjumlah 50 orang (48.5%), cukup berjumlah 40 orang (38.8%) dan baik
berjumlah 13 orang (12.6%).
Hasil penelitian Bungawati (2009) menunjukkan penggunaan alat
pelindung diri bagi petugas penanganan sampah rumah sakit di kota Palu, hanya
sebagian kecil (25 %). Sebanyak 27 % responden bekerja dengan keamanan kerja
yang kurang aman dan 11% responden pernah mengalami penyakit umum.
Keselamatan kerja responden, 19% kurang baik dan 5% responden pernah
mengalami kecelakaan akibat tertusuk/tergores benda tajam.
Petugas cleaning service di RSUD Dr. Pirngadi Medan keseluruhannya
berjumlah 116 orang. Secara khusus, petugas cleaning service yang menangani
sampah medis dan non medis hanya berjumlah 11 orang di RSUD Dr. Pirngadi
Medan dan memiliki tugas mengangkut sampah medis rumah sakit ke Incinerator
dan sampah non medis ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara) .
Setiap harinya petugas cleaning service memulai pekerjaannya pada pukul
07.00-15.00 WIB untuk shift 1 dan pada pukul 14.00-22.00 WIB untuk shift 2.
Untuk shift pagi, istirahat pada pukul 12.00-13.00 sedangkan shift sore waktu
istirahat dimulai pada pukul 18.30-19.30 WIB. Pihak manajemen rumah sakit juga
menyediakan alat pelindung diri bagi petugas cleaning service berupa sarung
22
Dari hasil survey pendahuluan, terlihat bahwa petugas cleaning service
yang menangani sampah medis jarang memakai Alat Pelindung Diri (APD)
berupa masker, sarung tangan, dan sepatu boot pada saat bekerja dan pernah
mengalami kecelakaan akibat tertusuk/tergores benda tajam. Hal tersebut
disebabkan oleh pemanfaatan APD yang kurang maksimal dari petugas cleaning
service.
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mengetahui gambaran
pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap pemakaian alat pelindung diri dalam
penanganan sampah medis pada petugas cleaning service di RSUD Dr. Pirngadi
Medan Tahun 2015.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis ingin
mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap
pemakaian alat pelindung diri dalam penanganan sampah medis pada petugas
cleaning service di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku terhadap pemakaian alat pelindung
diri dalam penanganan sampah medis pada petugas cleaning service di
23 1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan terhadap pemakaian alat
pelindung diri dalam penanganan sampah medis pada petugas cleaning
service.
2. Untuk mengetahui gambaran sikap terhadap pemakaian alat pelindung diri
dalam penanganan sampah medis pada petugas cleaning service.
3. Untuk mengetahui gambaran tindakan terhadap pemakaian alat pelindung
diri dalam penanganan sampah medis pada petugas cleaning service.
4. Untuk mengetahui gambaran karakteristik umur, tingkat pendidikan dan
masa kerja petugas cleaning service.
1.4Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi pihak RSUD Dr. Pirngadi Medan tentang gambaran
pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap pemakaian alat pelindung diri
dalam penanganan sampah medis pada petugas cleaning service.
2. Menambah pengetahuan penulis dalam melakukan penelitian.
24 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku
Menurut Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Respon ini meliputi respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan
tertentu dan respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh
perangsang tertentu.
Menurut Notoadmodjo (2003), perilaku merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia
adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri baik yang dapat diamati maupun
yang tidak dapat diamati secara langsung.
2.1.1 Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan (knowledge)
adalah hasil tahu dari manusia terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya
25
Sedangkan menurut Notoadmodjo (2007), tahap-tahap pengetahuan
tercakup didalam domain kognitif yang mempunyai 6 tahapan yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk dapat menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat
diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya, dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil
26
(problem solving circle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus
yang diberikan.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian
27
ukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas
(Notoadmodjo, 2007).
2.1.2 Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2005).
Menurut Azwar (2007), sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau
kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial,
atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah
terkondisikan.
Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), membagi
sikap ke dalam 3 (tiga) komponen pokok yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak.
Menurut Notoatmodjo, seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai
tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan (objek).
2. Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
28
3. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain
dan bahkan mengajak atau memengaruhi orang lain.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab adalah tingkatan sikap yang paling tinggi, yaitu
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
menerima segala resiko.
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pada pendapat responden
(Notoatmodjo, 2007).
2.1.3 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas (Notoatmodjo, 2007).
Tindakan yang tercakup dalam domain psikomotorik mempunyai 4
29
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai ojek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya,
seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anaknya.
2. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya,
seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari mencuci,
memotong, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya.
3. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah biasa
mengimunisasikan bayi pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu
perintah dari orang lain.
4. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Seseorang sudah dapat memodifikasi tindakan tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat mengolah
makanan bergizi tinggi dengan bahan yang lebih murah.
2.2 Umur
Menurut Wawan dan Dewi (2010), usia adalah umur individu yang
30
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih matang dalam berpikir dan
bekerja.
Umur mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik,
mental, kemauan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Menurut teori psikologi
perkembangan kerja, umur dapat digolongkan menjadi dewasa awal dan dewasa
lanjut. Umur pekerja dewasa awal diyakini dapat membangun kesehatannya
dengan cara mencegah suatu penyakit atau menanggulangi gangguan penyakitnya.
Untuk melakukan kegiatan tersebut, pekerja muda akan lebih disiplin menjaga
kesehatannya. Sedangkan pada umur dewasa lanjut akan mengalami kebebasan
dalam kehidupan bersosialisasi, kewajiban pekerja dewasa lanjut akan berkurang
terhadap kehidupan bersama.
2.3 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu
terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih
baik, lebih matang dan lebih dewasa pada diri individu, kelompok ataupun
masyarakat (Notoatmodjo,2007).
Pendidikan formal memberikan pengaruh besar dalam membuka wawasan
dan pemahaman terhadap nilai-nilai baru yang ada dalam lingkungnnya.
Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah untuk
memahami perubahan yang terjadi dilingkungannya dan orang tersebut akan
menyerap perubahan tersebut apabila merasa bermanfaat bagi dirinya. Seseorang
31
menerima dan mengerti tentang peranan kesehatan yang disampaikan melalui
penyuluhan maupun media masa (Notoatmodjo, 2003).
2.4 Masa Kerja
Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja dari pertama mulai
masuk hingga sekarang masih bekerja. Masa kerja dapat diartikan sebagai
sepenggal waktu yang cukup lama dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam
satu wilayah tempat usaha sampai batas waktu tertentu (Suma’mur P.K., 1996).
Masa kerja merupakan keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seseorang
dari peristiwa yang dilalui dalam perjalanan hidupnya. Semakin lama tenaga kerja
bekerja, semakin banyak pengalaman yang dimiliki tenaga kerja yang
bersangkutan. Sebaliknya semakin singkat masa kerja, maka semakin sedikit
pengalaman yang diperoleh. Pengalaman bekerja banyak memberikan keahlian
dan keterampilan kerja, sebaliknya terbatasnya pengalaman kerja mengakibatkan
keahlian dan keterampilan yang dimiliki makin rendah.
Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam
seluk-beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka sering mementingkan
dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu yang diberikan kepada mereka,
sehingga keselamatan tidak cukup mendapatkan perhatian.
2.5 Alat Pelindung Diri (APD)
2.5.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan
32
adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan
penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2008).
Menurut Suma’mur (2009), alat pelindung diri adalah suatu alat yang
dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan
kerja.
APD adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk
melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau
kecelakaan kerja. Upaya mencegah penyakit khususnya pada tenaga kerja dapat
dilakukan dengan berbagai cara pengendalian secara teknik, administrasi, dan
penggunaan alat pelindung diri. Penggunaan atau pemakaian alat pelindung diri
merupakan cara terakhir guna menanggulangi bahaya yang terjadi di tempat kerja
(Budiono, 2003).
Suma’mur (1996) menunjukkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemakaian alat pelindung diri, yaitu:
1. Pengujian mutu
Alat pelindung diri harus memenuhi standar yang telah ditentukan untuk
menjamin bahwa alat pelindung diri akan memberikan perlindungan sesuai
dengan yang diharapkan. Semua alat pelindung diri sebelum dipasarkan
harus diuji lebih dahulu mutunya.
2. Pemeliharaan alat pelindung diri
Alat pelindung diri yang akan digunakan harus benar-benar sesuai dengan
benar-33
benar dapat memberikan perlindungan semaksimal mungkin pada tenaga
kerja.
3. Ukuran harus tepat
Adapun untuk memberikan perlindungan yang maksimum pada tenaga
kerja, maka ukuran alat pelindung diri harus tepat. Ukuran yang tidak tepat
akan menimbulkan gangguan pada pemakaiannya.
4. Cara pemakaian yang benar
Sekalipun alat pelindung diri disediakan oleh perusahaan, alat-alat ini tidak
akan memberikan manfaat yang maksimal bila cara memakainya tidak
benar.
Tenaga kerja harus diberikan pengarahan tentang :
a) Manfaat dari alat pelindung diri yang disediakan dengan potensi bahaya
yang ada.
b) Menjelaskan bahaya potensial yang ada dan akibat yang akan diterima
oleh tenaga kerja jika tidak memakai alat pelindung diri yang diwajibkan.
c) Cara memakai dan merawat alat pelindung diri secara benar harus
dijelaskan pada tenaga kerja.
d) Perlu pengawasan dan sanksi pada tenaga kerja menggunakan alat
pelindung diri.
e) Pemeliharaan alat pelindung diri harus dipelihara dengan baik agar tidak
menimbulkan kerusakan ataupun penurunan mutu.
f) Penyimpanan alat pelindung diri harus selalu disimpan dalam keadaan
34 2.5.2 Kriteria Alat Pelindung Diri (APD)
Beberapa kriteria dalam pemilihan alat pelindung diri sebagai berikut
(Tarwaka, 2008) :
1) Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada
pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi ditempat kerja.
2) Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman
dipakai dan tidak menjadi beban tambahan bagi pemakainya.
3) Bentuknya cukup menarik, sehingga tenaga kerja tidak malu memakainya.
4) Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis
bahayanya maupun kenyamanan dan pemakiannya.
5) Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.
6) Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernafasan serta
gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup
lama.
7) Tidak mengurangi persepsi sensoris dalam menerima tanda-tanda
peringatan.
8) Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia
dipasaran.
9) Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.
10) Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai dengan standar yang
35
2.5.3 Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Tarwaka yang dikutip oleh Harwanti (2009), Alat Pelindung Diri
(APD) ada berbagai macam yang berguna untuk melindungi seseorang dalam
melakukan pekerjaan yang fungsinya untuk mengisolasi tubuh tenaga kerja dari
potensi bahaya di tempat kerja. Berdasarkan fungsinya, ada beberapa macam APD
yang digunakan oleh tenaga kerja, antara lain:
1. Alat Pelindung Kepala (Headwear)
Alat pelindung kepala ini digunakan untuk mencegah dan melindungi
rambut terjerat oleh mesin yang berputar dan untuk melindungi kepala dari
bahaya terbentur benda tajam atau keras, bahaya kejatuhan benda atau terpukul
benda yang melayang, melindungi jatuhnya mikroorganisme, percikan bahan
kimia korosif, panas sinar matahari dll. Jenis alat pelindung kepala antara lain:
a) Topi pelindung (Safety Helmets)
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari benda-benda keras yang
terjatuh, benturan kepala, terjatuh dan terkena arus listrik. Topi pelindung
harus tahan terhadap pukulan, tidak mudah terbakar, tahan terhadap
perubahan iklim dan tidak dapat menghantarkan arus listrik. Topi
pelindung dapat terbuat dari plastik (Bakelite), serat gelas (fiberglass)
maupun metal.
b) Tutup kepala
Alat ini berfungsi untuk melindungi/mencegah jatuhnya mikroorganisme
36
dan percikan bahan-bahan dari pasien. Tutup kepala ini biasanya terbuat
dari kain katun.
c) Topi/Tudung
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari api, uap-uap korosif, debu,
dan kondisi cuaca buruk. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asbestos,
kain tahan api/korosi, kulit dan kain tahan air.
2. Alat Pelindung Mata
Alat pelindung mata digunakan untuk melindungi mata dari percikan
bahan kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas
atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang
elegtromagnetik, panas radiasi sinar matahari, pukulan atau benturan benda keras,
dll. Jenis alat pelindung mata antara lain:
a) Kaca mata biasa (spectacle goggles)
Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari partikel-partikel kecil, debu
dan radiasi gelombang elegtromagnetik.
b) Goggles
Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap, dan percikan
larutan bahan kimia. Goggles biasanya terbuat dari plastik transparan
dengan lensa berlapis kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang
elegtromagnetik mengion.
3. Alat Pelindung Pernafasan (Respiratory Protection)
Alat pelindung pernafasan digunakan untuk melindungi pernafasan dari
37
yang bersifat rangsangan. Sebelum melakukan pemilihan terhadap suatu alat
pelindung pernafasan yang tepat, maka perlu mengetahui informasi tentang
potensi bahaya atau kadar kontaminan yang ada di lingkungan kerja. Hal-hal yang
perlu diketahui antara lain:
a. Bentuk kontaminan di udara, apakah gas, uap, kabut, fume, debu atau
kombinasi dari berbagai bentuk kontaminan tersebut.
b. Kadar kontaminan di udara lingkungan kerja.
c. Nilai ambang batas yang diperkenankan untuk masing-masing
kontaminan.
d. Reaksi fisiologis terhadap pekerja, seperti dapat menyebabkan iritasi mata
dan kulit.
e. Kadar oksigen di udara tempat kerja cukup tidak, dll.
Jenis alat pelindung pernafasan antara lain:
a) Masker
Alat ini digunakan untuk mengurangi paparan debu atau partikel-partikel
yang lebih besar masuk kedalam saluran pernafasan.
b) Respirator
Alat ini digunakan untuk melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut,
uap logam, asap, dan gas-gas berbahaya. Jenis-jenis respirator ini antara
lain:
a. Chemical Respirator
Merupakan catridge respirator terkontaminasi gas dan uap dengan
38
dan silicagel. Sedangkan canister digunakan untuk mengadsorbsi
khlor dan gas atau uap zat organik.
b. Mechanical Filter Respirator
Alat pelindung ini berguna untuk menangkap partikel-partikel zat
padat, debu, kabut, uap logam dan asap. Respirator ini biasanya
dilengkapi dengan filter yang berfungsi untuk menangkap debu dan
kabut dengan kadar kontaminasi udara tidak terlalu tinggi atau partikel
yang tidak terlalu kecil. Filter pada respirator ini terbuat dari fiberglas
atau wol dan serat sintetis yang dilapisi dengan resin untuk memberi
muatan pada partikel.
4. Alat Pelindung Tangan (Hand Protection)
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan bagian
lainnya dari benda tajam atau goresan, bahan kimia, benda panas dan dingin,
kontak dengan arus listrik. Jenis alat pelindung tangan antara lain:
a) Sarung tangan bersih
Sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang di disinfeksi tingkat
tinggi, dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir
misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat luka terbuka.
Sarung tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan bedah bila tidak ada
39
b) Sarung tangan steril
Sarung tangan steril adalah sarung tangan yang disterilkan dan harus
digunakan pada tindakan bedah. Bila tidak tersedia sarung tangan steril
baru dapat digunakan sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi.
c) Sarung tangan rumah tangga (gloves)
Sarung tangan jenis ini bergantung pada bahan-bahan yang digunakan:
a. Sarung tangan yang terbuat dari bahan asbes, katun, wool untuk
melindungi tangan dari api, panas, dan dingin.
b. Sarung tangan yang terbuat dari bahan kulit untuk melindungi tangan
dari listrik, panas, luka, dan lecet.
c. Sarung tangan yang terbuat dari bahan yang dilapisi timbal (Pb) untuk
melindungi tangan dari radiasi elegtromagnetik dan radiasi pengion.
d. Sarung tangan yang terbuat dari bahan karet alami (sintetik) untuk
melindungi tangan dari kelembaban air, zat kimia.
e. Sarung tangan yang terbuat dari bahan poli vinyl chlorida (PVC)
untuk melindungi tangan dari zat kimia, asam kuat, dan dapat sebagai
oksidator.
5. Baju Pelindung (Body Potrection)
Baju pelindung digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh
dari percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia, dll. Jenis baju
40
a) Pakaian kerja
Pakaian kerja yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat isolasi seperti
bahan dari wool, katun, asbes, yang tahan terhadap panas.
b) Celemek
Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat kedap
terhadap cairan dan bahan-bahan kimia seperti bahan plastik atau karet.
c) Apron
Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan timbal yang dapat menyerap
radiasi pengion.
6. Alat Pelindung Kaki (Feet Protection)
Alat pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya
dari benda-benda keras, benda tajam, logam/kaca, larutan kimia, benda panas,
kontak dengan arus listrik. Jenis alat pelindung kaki antara lain:
a) Sepatu steril
Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang bedah,
laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang otopsi.
b) Sepatu kulit
Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang
membutuhkan keamanan oleh benda-benda keras, panas dan berat, serta
41
c) Sepatu boot
Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang
membutuhkan keamanan oleh zat kimia korosif, bahan-bahan yang dapat
menimbulkan dermatitis, dan listrik.
7. Alat Pelindung Telinga (Ear Protection)
Alat pelindung telinga digunakan untuk mengurangi intensitas suara yang
masuk ke dalam telinga. Jenis alat pelindung telinga antara lain:
a) Sumbat telinga (Ear plug)
Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tiap individu dan bahkan untuk
kedua telinga dari orang yang sama adalah bebeda. Untuk itu sumbat
telinga (Ear plug) harus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
ukuran dan bentuk saluran telinga pemakainya. Pada umumnya diameter
saluran telinga antara 5-11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk
lonjong dan tidak lurus. sumbat telinga (Ear plug) dapat terbuat dari kapas
plastik, karet alami dan bahan sintetis. Untuk Ear plug yang terbuat dari
kapas, spons, dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk sekali pakai
(Disposable). Sedangkan yang terbuat dari bahan karet plastik yang
dicetak dapat digunakan berulang kali (Non Disposable). Alat ini dapat
mengurangi suara sampai 20 dB.
b) Tutup telinga (Ear muff)
Alat pelindung tangan jenis ini terdiri dari dua buah tutup telinga dan
sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang
42
waktu yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurun karena
bantalannya menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari
bantalan dengan minyak dan keringat pada permukaan kulit. Alat ini dapat
mengurang intensitas suara sampai 30 dB dan juga dapat melindungi
bagian luar telinga dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia.
8. Sabuk Pengaman Keselamatan (Safety Belt)
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tubuh dari
kemungkinan terjatuh dari ketinggian, seperti pada pekerjaan mendaki, memanjat
dan pada pekerjaan konstruksi bangunan.
2.5.4 Jenis Alat Pelindung Diri Bagi Petugas Cleaning Service
Menurut KepMenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit bahwa petugas pengelola sampah harus
menggunakan alat pelindung diri yang terdiri :
a) Topi/helm;
b) Masker;
c) Pelindung mata;
d) Pakaian panjang (coverall);
e) Apron untuk industri;
f) Pelindung kaki/sepatu boot; dan
g) Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).
2.6 Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
43
rawat inap, rawat jalan, dann gawat darurat (Undang-Undang No. 44 Tentang
Rumah Sakit Tahun 2009).
Rumah Sakit mempunyai fungsi (Undang-Undang No. 44 Tentang Rumah
Sakit Tahun 2009) :
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Rumah sakit berfungsi untuk menyelenggarakan pelayanan medik,
pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan,
pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta
administrasi umum dan keuangan. Secara tradisional, maksud dasar keberadaan
rumah sakit adalah mengobati dan perawatan penderita sakit dan terluka.
Sehubungan dengan fungsi dasar ini, rumah sakit melakukan pendidikan terutama
bagi mahasiswa kedokteran, perawat dan personel lainnya. Penelitian telah juga
merupakan fungsi penting. Dalam zaman modern ini fungsi keempat yaitu,
44
fungsi rumah sakit. Jadi empat fungsi dasar rumah sakit adalah pelayanan
penderita, pendidikan, penelitian dan kesehatan masyarakat (Siregar, 2004).
Berbagai kegiatan rumah sakit menghasilkan bermacam-macam limbah
yang berupa benda cair, padat, dan gas. Hal ini mempunyai konsekuensi perlunya
pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian dari kegiatan penyehatan
lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit (Adisasmito,
2009).
2.7 Sampah Medis
Sampah rumah sakit adalah bahan yang tidak berguna, tidak digunakan
atau yang terbuang dapat dibedakan menjadi sampah medis dan non medis dan
dikategorikan sampah radioaktif, sampah infeksius, sampah citoktoksis dan
sampah umum atau domestik (Depkes RI, 2002).
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) sekitar 10-25%
limbah layanan kesehatan digolongkan sebagai limbah berbahaya. Sampah medis
atau limbah klinis adalah limbah berasal dari pelayanan medik, perawatan gigi,
farmasi, penelitian, perawatan, pengobatan atau pendidikan yang menggunakan
bahan-bahan beracun, infeksius, berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika
dilakukan pengamanan tertentu (Fauziah dkk., 2005;. Marinkovic et al., 2008).
Menurut Wicaksono yang dikutip oleh Widiartha (2012), bentuk sampah
klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya
45
1. Sampah benda tajam
Sampah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam,
sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit
seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan
gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan
dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda
tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh,
bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.
2. Sampah Infeksius
Sampah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Sampah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif).
b. Sampah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit
menular.
3. Sampah Jaringan Tubuh
Sampah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4. Sampah Sitotoksik
Sampah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan
46
5. Sampah Farmasi
Sampah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat
yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau
kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau
dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh
institusi yang bersangkutan dan sampah yang dihasilkan selama produksi
obat-obatan.
6. Sampah Kimia
Sampah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan
kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi,
dan riset.
7. Sampah Radioaktif
Sampah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Sampah ini
dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir,
radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.
2.7.1 Penanganan Sampah Medis
Pengelolaan sampah harus dilakukan dengan benar dan efektif dan
memenuhi persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi, tidak
disenangi, dan yang harus dibuang maka sampah tentu harus dikelola dengan
baik. Syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak
mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis) tidak
47
Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 pengelolaan sampah merupakan
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah (Siahaan, 2010).
Menurut KepMenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah
setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, harus
mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun,
harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang
digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan,
pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang. Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan :
1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya.
2. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
3. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
4. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan
perawatan dan kebersihan.
5. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi
limbah bahan berbahaya dan beracun.
6. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
7. Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari
kadaluarsa.
48
9. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh
distributor.
Hal ini dilakukan agar sampah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat
dikurangi sehingga dapat menghemat biaya operasional untuk pengelolaan
sampah (Dekpes RI, 2004).
Tietjen dan Bossemeyer (2004) mengatakan bahwa maksud pengelolaan
sampah rumah sakit ialah :
1. Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan;
2. Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan;
3. Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya;
4. Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksin dan radioaktif) dengan
aman.
2.7.2 Tahapan Penanganan Sampah Medis
Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Widiartha (2012), penanganan
limbah medis terdiri dari beberapa tahapan, antara lain sebagai berikut:
1) Pemilahan sampah
Secara umum pemilahan adalah proses pemisahan limbah dari sumbernya,
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit menjelaskan bahwa pemilahan
jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik, limbah
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan
49
Kunci pengelolaan sampah layanan kesehatan secara efektif adalah
pemilahan dan identifikasi sampah. Pemilahan merupakan tanggung jawab yang
dibebankan pada produsen atau penghasil sampah dan harus dilakukan sedekat
mungkin dengan tempat dihasilkanya sampah. Cara yang tepat untuk
mengidentifikasi kategori sampah/limbah adalah adalah dengan melakukan
pemilahan sampah berdasarkan warna kantong dan kontainer yang digunakan
(WHO, 2005). Pemilahan sampah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan sampah (Depkes RI, 2004).
Tabel 2.1 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Sesuai Kategorinya
Kategori Warna
Infeksius Kuning Kantong plastik
kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf
Sitotoksis Ungu Kontainer
plastik kuat dan
50
2) Pengumpulan sampah
Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Sedangkan limbah jarum suntik
tidak dianjurkan untuk untuk dimanfaatkan kembali. Apabila rumah sakit maupun
puskesmas tidak memiliki jarum sekali pakai (disposable), limbah jarum suntik
dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi
(Permenkes RI, 2004).
Tempat-tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi persyaratan
minimal sebagai berikut (Depkes RI, 2004) :
a. bahan tidak mudah karat ;
b. kedap air, terutama untuk menampung sampah basah ;
c. bertutup rapat ;
d. mudah dibersihkan ;
e. mudah dikosongkan atau diangkut ;
f. tidak menimbulkan bising ;
g. tahan terhadap benda tajam dan runcing.
Berikut beberapa rekomendasi khusus yang harus dipatuhi oleh tenaga
pendukung yang bertugas mengumpulkan limbah:
1. Limbah harus dikumpulkan setiap hari (atau sesuai frekuensi yang
ditetapkan) dan diangkut ke pusat lokasi penampungan yang ditentukan.
2. Jangan memindahkan satu kantong limbah pun kecuali labelnya memuat
keterangan lokasi produksi (rumah sakit dan bangsal atau
51
3. Kantong dan kontainer harus diganti segera dengan kantong dan kontainer
baru dari jenis yang sama (WHO, 2005).
3) Pengangkutan
Pengangkutan limbah medis dari setiap ruangan penghasil limbah medis
ke tempat penampungan sementara menggunakan troli khusus yang tertutup.
Penyimpanan limbah medis harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan
paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam (Permenkes RI,
2004).
Pengangkutan sampah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan
khusus. Kantong sampah sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus
diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup. Kantong sampah juga harus
aman dari jangkauan manusia maupun binatang (Depkes. RI, 2004).
a. Sampah medis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke
insinerator, atau pengangkutan oleh Dinas Kesehatan hendaknya:
1. Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
2. Ditempatkan dilokasi yang strategis, merata dengan ukuran disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong
berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.
3. Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.