KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI SUNGAI PELAWI
DESA PELAWI UTARA KABUPATEN LANGKAT
SUMATERA UTARA
ESTER NELYA TINDAON
100302031
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA
PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI SUNGAI PELAWI
DESA PELAWI UTARA KABUPATEN LANGKAT
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
ESTER NELYA TINDAON
100302031
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA
PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI SUNGAI PELAWI
DESA PELAWI UTARA KABUPATEN LANGKAT
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
ESTER NELYA TINDAON
100302031
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Keanekaragaman Plankton di Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Nama : Ester Nelya Tindaon
NIM : 100302031
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Indra Lesmana, S.Pi, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Ester Nelya Tindaon
NIM : 100302031
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Plankton di
Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara Kabupaten Langkat Sumatera Utara”
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Medan, Juni 2014
ABSTRAK
ESTER NELYA TINDAON. Keanekaragaman Plankton di Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNASFI, dan INDRA LESMANA.
Plankton adalah organisme air yang hidup melayang-layang dan pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gerakan air. Seperti halnya dengan bentos, plankton juga dibagi menjadi fitoplankton (organisme plankton yang bersifat tumbuhan) dan zooplankton (plankton yang bersifat hewan). Keberadaan plankton di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan tersebut. Plankton mempunyai batas toleransi tertentu terhadap parameter lingkungan sehingga keanekaragamannya akan berbeda pada kondisi parameter fisik dan kimia yang berbeda.
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2014. Sampel diambil dari 3 stasiun pengamatan dan dilakukan 3 kali ulangan dengan periode waktu yang berbeda dan menggunakan metode Purposive Random Sampling. Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 9 kelas fitoplankton yaitu Bacillarophyceae,
Chlorophyceae, Conjugatophyceae, Coscinodiscophyceae, Cyanophyceae, Dynophyceae, Euglenophyceae, Ulvophyceae, Zygnenophyceae dan 8 kelas
zooplankton yaitu Branchiopoda, Clitellata, Copepoda, Crustaceae, Gastropoda,
Secernenta, Tubulinea, dan Turbellaria. Nilai total kelimpahan plankton tertinggi
terdapat pada stasiun 1 sebesar 206,00 ind/l dan nilai total kelimpahan plankton terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 33,33 ind/l. Nilai indeks keanekaragaman (H') tertinggi untuk setiap stasiun terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,56 dan terendah pada stasiun 3 sebesar 2,16. Analisis korelasi Pearson menunjukkan kecerahan, DO, pH dan nitrat berkorelasi positif dengan keanekaragaman plankton sedangkan suhu, arus, BOD5, dan fosfat berkorelasi negatif dengan keanekaragaman plankton.
ABSTRACT
ESTER NELYA TINDAON. Plankton Biodiversity in the Pelawi River North Pelawi Village Langkat District of North Sumatra. Under academic supervision of YUNASFI and INDRA LESMANA.
Plankton is aquatic organism that flying and it is moves within the water current. Plankton is classified into phytoplankton (classified as plant) and zooplankton (classified as animal). The present of plankton in the water is determined by the physic and chemical condition of the water. Plankton has a limitation to tolerate the environment parameter so, it is diversity is different depend on physical and chemical conditions.. Using Purposive Random Sampling with method.
The research has been done in Maret to April 2014. Samples were taken from thres observation stations, and performed three times repeated checks in different periods of time by using Purposive Random Sampling.The result of research indicates thats there are 9 class of phytoplankton, they are : Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Conjugatophyceae, Coscinodiscophyceae,
Cyanophyceae, Dynophyceae, Eulenophyceae, Ulvophyceae, Zygnenophyceae
and 8 class of zooplankton, they are : Branchiopoda, Clitellata, Copepoda,
Crustaceae, Gastropoda, Secernenta,Tubulinea, and Turbellaria. The highest
total number of plankton is found in station 1 (206,00 ind/l) and the lowest total number of plankton is found on station 3 (33,33 ind/l). The highest diversity index value (H') for each station is found on station 1 (2,56) and the lowest on station 3 (2,16). The Pearson correlation of analysis indicates the brightness, DO, pH and nitrate have positive correlation to diversity of plankton while temperature, current, BOD5, and phosphate have negative correlation to diversity of plankton.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pondok Bulu, Provinsi Sumatera Utara
pada tanggal 14 November 1991 dari ayahanda Japaner
Tindaon dan ibunda Saida Sinaga. Penulis merupakan
anak keenam dari tujuh bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA RK
Bintang Timur Pematang Siantar dengan jurusan IPA pada tahun 2009. Penulis
melanjutkan pendidikan di STMIK MIKROSKIL Program Studi Teknik
Informatika. Pada Tahun 2010 Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).
Penulis mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perusahaan Indonesia
Asahan Aluminium (INALUM) Paritohan, Porsea dari bulan Juli sampai Agustus
2013.
Penulis aktif dalam kegiatan organisasi, yaitu sebagai Anggota ALT-UPF
(Asian Leadership Training- Universal Peace Federation), Bendahara PMKP
(Perkumpulan Muda-Mudi Kristen Perantau) Medan Sunggal. Anggota IMK
(Ikatan Muda- Mudi Katolik) Universitas Sumatera Utara. Koordinator Bidang
Agama Kristen Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan petunjuknya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Keanekaragaman Plankton di Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara Kabupaten
Langkat Sumatera Utara”, yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan
studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini dengan segala kerendahan hati, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan
yang tulus kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Japaner Tindaon dan
Ibunda Saida Sinaga, yang penuh pengorbanan dalam membesarkan, curahan
kasih sayang, serta doa yang tak henti kepada penulis selama mengikuti
pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta saudara saya Ernita
Tindaon, Endang Tindaon, Erbin Jumanto Tindaon, Enro Junagus Tindaon,
Erbifmon Juandi Tindaon, dan Efrinto Juneldo Tindaon, terima kasih atas doa,
dukungan moril maupun material, dan motivasi yang senantiasa diberikan selama
ini.
Penulis mengemukakan bahwa penyelesaian skripsi ini tidak mungkin
tercapai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing yang
2. Bapak Indra Lesmana, S.Pi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing
yang disela-sela kesibukannya bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Dharma Bakti, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian.
4. Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku sekretaris Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan.
5. Ibu Desrita Tobeh, S.Pi, M.Si selaku Kepala Laboratorium Terpadu
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
6. Ibu Ani Suryanti, S.Pi, M.Si dan Ibu Riri Ezraneti S.Pi, M.Si untuk
bimbingan dan bantuannya.
7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian khususnya Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan.
8. Staf Tata Usaha Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Nur
Asiah, Amd.
9. Kepala lurah Desa Pelawi Utara Kabupaten Langkat Sumatera Utara yang
telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk pengambilan
data dalam melakukan penelitian.
10.Bapak Pasaribu, Ibu Sembiring dan Uwak Brandan yang telah
memberikan tempat bersinggah dan bantuan selama penelitian di Desa
Pelawi.
11.Seluruh teman-teman MSP 2010 khususnya Danra Siallagan, Meisarah
Nadeak, Endaiyana Libertyta Purba, Henny Christien Situmorang, Cherin
Abang Hapiz Fahrezi, S.Pi, terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya.
12.Lecturer saya di Asian Leadership Training – Universal Peace Federation
Kuya Romeo Nuyana, my Tito Mr. David Mclackland, my Tita Mrs.
Amala Mclackland, Brothers Fransiskus Sijabat, Juan Tobing, Sanctus
Butar-Butar, Kuya Ninoy, Sister Maria Sembiring, Dai Bikram, Gege
Jack, Kuya Junsang dan seluruh anggota-anggota di ALT- UPF.
Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang
Manajemen Sumberdaya Perairan.
Medan, Juni 2014
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai ... 6
Deskripsi Plankton ... 8
Hubungan Fitoplankton dan Zooplankton ... 10
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Plankton ... 11
Suhu ... 11
Kecerahan ... 11
Kecepatan Arus ... 12
Oksigen Terlarut ... 12
BOD (Biochemical Oxygen Demand) ... 13
Derajat Keasamaan ... 14
Deskripsi Area Stasiun Penelitian ... 19
Stasiun 1 ... 19
Stasiun 2 ... 19
Stasiun 3 ... 19
Parameter yang Diukur ... 20
Sampel Plankton ... 20
Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan ... 20
Suhu ... 20
Penetrasi Cahaya ... 21
DO (Dissolved Oxygen) ... 21
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) ... 23
Indeks Dominansi (D) ... 24
Analisis Korelasi ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil Identifikasi Plankton ... 27
Nilai Kelimpahan (K) Kelimpahan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) Plankton di Setiap Stasiun Penelitian ... 28
Indeks Keanekaragaman (H’), dan Indeks Dominansi Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian ... 29
Indeks Similaritas (IS) ... 30
Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisik-Kimia dengan Indeks Keanekaragaman dan Plankton ... 30
Faktor Fisik-Kimia Perairan ... 31
Pembahasan Kelimpahan Plankton (K), Kelimpahan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) ... 32
Indeks Keanekaragaman Plankton (H’) ... 35
Indeks Dominansi (D) ... 37
Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisik-Kimia Dengan Keanekaragaman Plankton ... 38
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Plankton yang Ditemukan pada Setiap Stasiun Penelitian.. ... 27
2. Perbandingan Kelimpahan Plankton (K) pada Tiap Stasiun
Penelitian... 28
3. Perbandingan Nilai Indeks Dominansi (D) pada Tiap Stasiun
Penelitian... ... 29
4. Nilai Indeks Similaritas Antar Stasiun Penelitian ... 30
5. Nilai Analisis Korelasi Pearson Faktor Fisik-Kimia dengan
Indeks Keanekaragaman Plankton ... 30
6. Nilai Faktor Fisika-Kimia Perairan pada Masing-Masing Stasiun
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4
2. Peta Lokasi Penelitian ... 17
3. Stasiun Penelitian Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 ... 18
4. Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman pada Tiap Stasiun
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Bagan kerja Metode Winkler untuk mengukur Kelarutan
Oksigen (DO) ... 49
2. Bagan kerja Metode Winkler untuk mengukur BOD5 ... 50
3. Bagan kerja kandungan Nitrat (NO3) ... 51
4. Bagan kerja analisis Fosfat (PO42-) ... 52
5. Nilai Kelimpahan (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) Plankton pada Masing-Masing Stasiun Penelitian 53 6. Data Dasar Jenis-jenis Plankton yang diperoleh di Sungai Asahan ... 64
7. Karakteristik Plankton ... 67
8. Foto Plankton yang Diperoleh dari Stasiun Penelitian ... 74
9. Contoh Perhitungan ... 84
ABSTRAK
ESTER NELYA TINDAON. Keanekaragaman Plankton di Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNASFI, dan INDRA LESMANA.
Plankton adalah organisme air yang hidup melayang-layang dan pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gerakan air. Seperti halnya dengan bentos, plankton juga dibagi menjadi fitoplankton (organisme plankton yang bersifat tumbuhan) dan zooplankton (plankton yang bersifat hewan). Keberadaan plankton di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan tersebut. Plankton mempunyai batas toleransi tertentu terhadap parameter lingkungan sehingga keanekaragamannya akan berbeda pada kondisi parameter fisik dan kimia yang berbeda.
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2014. Sampel diambil dari 3 stasiun pengamatan dan dilakukan 3 kali ulangan dengan periode waktu yang berbeda dan menggunakan metode Purposive Random Sampling. Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 9 kelas fitoplankton yaitu Bacillarophyceae,
Chlorophyceae, Conjugatophyceae, Coscinodiscophyceae, Cyanophyceae, Dynophyceae, Euglenophyceae, Ulvophyceae, Zygnenophyceae dan 8 kelas
zooplankton yaitu Branchiopoda, Clitellata, Copepoda, Crustaceae, Gastropoda,
Secernenta, Tubulinea, dan Turbellaria. Nilai total kelimpahan plankton tertinggi
terdapat pada stasiun 1 sebesar 206,00 ind/l dan nilai total kelimpahan plankton terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 33,33 ind/l. Nilai indeks keanekaragaman (H') tertinggi untuk setiap stasiun terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,56 dan terendah pada stasiun 3 sebesar 2,16. Analisis korelasi Pearson menunjukkan kecerahan, DO, pH dan nitrat berkorelasi positif dengan keanekaragaman plankton sedangkan suhu, arus, BOD5, dan fosfat berkorelasi negatif dengan keanekaragaman plankton.
ABSTRACT
ESTER NELYA TINDAON. Plankton Biodiversity in the Pelawi River North Pelawi Village Langkat District of North Sumatra. Under academic supervision of YUNASFI and INDRA LESMANA.
Plankton is aquatic organism that flying and it is moves within the water current. Plankton is classified into phytoplankton (classified as plant) and zooplankton (classified as animal). The present of plankton in the water is determined by the physic and chemical condition of the water. Plankton has a limitation to tolerate the environment parameter so, it is diversity is different depend on physical and chemical conditions.. Using Purposive Random Sampling with method.
The research has been done in Maret to April 2014. Samples were taken from thres observation stations, and performed three times repeated checks in different periods of time by using Purposive Random Sampling.The result of research indicates thats there are 9 class of phytoplankton, they are : Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Conjugatophyceae, Coscinodiscophyceae,
Cyanophyceae, Dynophyceae, Eulenophyceae, Ulvophyceae, Zygnenophyceae
and 8 class of zooplankton, they are : Branchiopoda, Clitellata, Copepoda,
Crustaceae, Gastropoda, Secernenta,Tubulinea, and Turbellaria. The highest
total number of plankton is found in station 1 (206,00 ind/l) and the lowest total number of plankton is found on station 3 (33,33 ind/l). The highest diversity index value (H') for each station is found on station 1 (2,56) and the lowest on station 3 (2,16). The Pearson correlation of analysis indicates the brightness, DO, pH and nitrate have positive correlation to diversity of plankton while temperature, current, BOD5, and phosphate have negative correlation to diversity of plankton.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sungai sebagai lingkungan hidup manusia merupakan sumberdaya alam
yang dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia. Sungai mempunyai fungsi
yang beranekaragam diantaranya untuk keperluan domestik, pertanian, perikanan,
irigasi, perindustrian dan tenaga penggerak turbin (Gonawi, 2009).
Pada saat ini sungai menjadi badan air yang cukup penting, karena sungai
sebagai ekosistem terbuka lebih mudah mengakumulasi berbagai jenis buangan
dan daerah sekitarnya. Pembersihan lahan dan perubahan penggunaan lahan
disepanjang daerah aliran sungai (DAS) akan mempengaruhi kualitas air sungai
tersebut. Aktivitas manusia disepanjang daerah aliran sungai secara intensif dan
ekstensif, langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi kelimpahan atau
penyebaran biota air yang hidup di dalam sungai tersebut (Afrizal, 1995).
Beberapa sungai yang terdapat di Sumatera Utara satu diantaranya yaitu
Sungai Pelawi. Sungai Pelawi terletak di Desa Pelawi Utara, Kecamatan Babalan,
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Jumlah penduduk yang berada di Desa
Pelawi Utara kurang lebih sebanyak 12.399 orang. Sebanyak 1200 kepala
keluarga memanfaatkan air Sungai Pelawi melalui jasa PDAM milik daerah
sebagai Badan Pengelola Penyaluran air dan jumlah penduduk yang
memanfaatkan air sungai tersebut secara langsung sebanyak 100 kepala keluarga.
Sungai Pelawi merupakan sungai yang membelah kota Pangkalan Berandan
akan mengalir ke Selat Malaka. Sungai ini merupakan cabang dari sungai Lepan
yang berasal dari mata air Gunung Leuser (Kelurahan Pelawi Utara, 2014).
Keadaan sungai yang dijadikan tempat pembuangan limbah secara
terus-menerus dalam kurun waktu tertentu akan menyebabkan kualitas air sungai
menurun. Demikian halnya dengan Sungai Pelawi yang dijadikan tempat
pembuangan limbah domestik, industri dan pertanian oleh masyarakat sekitar
akan menyebabkan menurunnya kualiatas air Sungai Pelawi dan menurunnya
populasi biota yang hidup di perairan tersebut termasuk populasi plankton..
Plankton adalah organisme air yang hidup melayang-layang dan
pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gerakan air. Seperti halnya dengan
benthos, plankton juga dibagi menjadi fitoplankton (organisma plankton yang
bersifat tumbuhan) dan zooplankton (plankton yang bersifat hewan) (Barus,
2004).
Keberadaan plankton di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi
fisika dan kimia perairan tersebut. Plankton mempunyai batas toleransi tertentu
terhadap parameter lingkungan sehingga keanekaragamannya akan berbeda pada
kondisi parameter fisik dan kimia yang berbeda. Maka perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui keanekaragaman plankton.
Sumberdaya sungai yang tersedia jika dimanfaatkan dan dikelola secara
baik maka akan memberikan hasil yang optimum dan berkelanjutan. Data yang
tersedia khususnya mengenai aspek bioekologi perairan Sungai Pelawi sangat
terbatas. Informasi kualitas air, plankton, benthos, moluska, crustacea dan ikan
jarang terukur sehingga perlu adanya penelitian yang komprehensif mengenai
dapat memberikan manfaat yang optimal dan berkesinambungan bagi masyarakat
setempat khususnya dapat mempertahankan keberadaan dan kualitas air sungai.
Rumusan Permasalahan
Berbagai aktivitas yang berlangsung di sepanjang perairan Sungai Pelawi
mengakibatkan perubahan faktor fisika-kimia perairan yang berdampak pada
penurunaan keanekaragaman plankton yang akan berdampak pada organisme lain
yang hidup di perairan tersebut. Disamping itu belum diketahui keanekaragaman
plankton di Sungai Pelawi Kabupaten Langkat.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana keanekaragaman plankton di Sungai Pelawi Kabupaten Langkat
Sumatera Utara?
2. Bagaimana hubungan antara faktor fisika dan kimia perairan dengan
keanekaragaman plankton di Sungai Pelawi Kabupaten Langkat Sumatera
Utara?
Kerangka Pemikiran
Sungai akan mengalami perubahan jika terdapat aktivitas manusia
disekitarnya. Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia seperti aktivitas
pertanian, domestik dan aktivitas industri yang secara langsung atau tidak
langsung masuk ke dalam badan sungai berpotensi mempengaruhi kondisi fisika
dan kimia air sungai dan menyebabkan gangguan terhadap kehidupan biota
akuatik yang hidup di dalamnya termasuk plankton. Keberadaan plankton di
Plankton mempunyai batas toleransi tertentu terhadap parameter lingkungan
sehingga keanekaragamannya akan berbeda. Dalam hal ini, dibutuhkan penelitian
untuk mengetahui data keanekaragaman plankton yang dihubungkan dengan
faktor fisika dan kimia perairan. Secara ringkas uraian kerangka pemikiran dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Aktivitas Pertanian
(Perkebunan Kelapa Sawit)
Aktivitas Domestik (Pemukiman)
Aktivitas Industri (Pabrik Karet)
Limbah
Sungai Pelawi
Pencemaran Sungai
Penurunan Kualitas Perairan Dampak terhadap Biota
1. Mengkaji keanekaragaman plankton di Sungai Pelawi Kabupaten Langkat
Sumatera Utara.
2. Mengkaji hubungan parameter fisika dan kimia perairan dengan
keanekaragaman plankton di Sungai Pelawi Kabupaten Langkat Sumatera
Utara.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang keanekaragaman
plankton dan hubungannya dengan faktor fisika dan kimia perairan yang dapat
digunakan sebagai dasar acuan bagi berbagai pihak yang akan melakukan
pengelolaan ekosistem perairan di Sungai Pelawi Kabupaten Langkat Sumatera
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Sungai
Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil di permukaan
bumi dibandingkan dengan habitat air laut, tetapi bagi manusia kepentingannya
jauh lebih berarti dibanding dengan luas daerahnya. Hal ini disebabkan karena :
1) Sumber air tawar merupakan sumber yang paling praktis dan murah untuk
kepentingan domestik maupun industri. 2) Ekosistem air tawar menawarkan
sistem yang memadai dan paling murah (Odum,1994).
Ekosistem air tawar secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik
(perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan mengalir) yaitu
sungai. Perbedaan utama antara perairan lotik dan perairan lentik adalah arus.
Dimana arus pada perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang
sangat tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat
(Hutabarat, 2010).
Sungai merupakan daerah yang dilalui badan air yang bergerak dari tempat
yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dan melalui permukaan atau bawah
tanah. Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan air yang dangkal dan sempit,
tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat serta mempunyai
populasi (jenis maupun jumlah) biota air sedikit. Sungai bagian hilir umumnya
lebih lebar, tebingnya curam atau landai, badan air dalam, keruh, aliran air lambat,
dan populasi biota air didalamnya termasuk banyak, tetapi jenisnya bervariasi
Ekosistem lotik/sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona
krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi
menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat
pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk
genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil, dan
helokrenal, yaitu mata air yang membentuk rawa-rawa. Selanjutnya aliran air dari
beberapa mata air yang membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang
disebut zona rithral, ditandai dengan relief sungai yang terjal. Zona rithral di bagi
menjadi 3 bagian, yaitu epithral (bagian yang paling hulu), metarithral (bagian
tengah dari zona rithral), dan hyporithral (Barus, 2004).
Lingkungan suatu perairan terdiri atas dua komponen yaitu biotik dan
abiotik yang mana keduanya saling berinteraksi melalui aliran energi dan daur
hara (nutrien). Bila interaksi keduanya terganggu maka akan terjadi perubahan
atau gangguan yang menyebabkan ekosistem perairan menjadi tidak seimbang
(Soylu dan Gonulol, 2003). Seperti halnya sekitar bantaran sungai yang telah
dimanfaatkan untuk pemukiman dan aktivitas lain seperti industri, perkebunan
dan pertambakan. Kegiatan-kegiatan tersebut pada umumnya menghasilkan
limbah maupun sampah yang dibuang langsung ke perairan sungai sehingga
secara tidak langsung pencemaran tersebut dapat menyebabkan penurunan kadar
kualitas perairan pada pantai tempat sungai tersebut bermuara (Hendrawan dkk.,
2004).
Deskripsi Plankton
Plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang di
dapat melawan arus. Mikroorganisme ini baik dari segi jumlah dan jenisnya
sangat banyak dan sangat beraneka ragam serta sangat padat. Selanjutnya
diketahui bahwa plankton merupakan salah satu komponen utama dalam sistem
mata rantai makanan (food chain) dan jaring makanan (food web). Mereka
menjadi pakan bagi sejumlah konsumen dalam sistem mata rantai dan jaring
makanan tersebut (Fachrul, 2007).
Plankton merupakan organisme perairan pada tingkat trofik pertama yang
berfungsi sebagai penyedia energi. Plankton dibagi menjadi fitoplankton, yaitu
organisme plankton yang bersifat tumbuhan dan zooplankton yaitu plankton yang
bersifat hewan (Barus, 2004).
Menurut Nybakken (1988), bahwa plankton dapat
digolongkan berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak
membedakan antara fitoplankton dan
zooplankton. Golongan plankton ini terdiri atas :
a. Megaplankton yaitu plankton yang berukuran 2.0 mm.
b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran 0.2 − 2.0 mm.
c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran 20 μm − 0.2 mm.
d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran 2 μm− 20μm.
e. Ultraplankton yaitu plankton yang berukuran kurang dari 2 μm.
Berdasarkan siklus hidupnya plankton dikenal sebagai holoplankton yaitu
plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik dan meroplankton yaitu
plankton yang hanya sebagian siklus hidupnya bersifat planktonik. Sebenarnya
plankton mempunyai alat gerak (misalnya Flagelata dan Ciliata) sehingga secara
mengimbangi gerakan air sekelilingnya sehingga dikatakan bahwa plankton
sangat dipengaruhi oleh gerakan air (Barus, 2004).
Fitoplankton adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang-layang di
dalam air dan mampu melakukan fotosintesis,. Kemampuan fitoplankton
melakukan fotosistesis dikarenakan sel tubuhnya mengandung klorofil, yang
mampu mengubah zat-zat anorganik menjadi zat organik dengan bantuan sinar
matahari (Prabandani, 2002).
Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton dengan
mengemukakan teori grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan terdapat
populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun
karena dimangsa oleh zooplankton. Pertumbuhan fitoplankton adalah mengikuti
laju pertumbuhan yang differensial, zooplankton mempunyai siklus reproduksi
lebih lambat maka untuk mencapai populasi maksimum akan membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan fitoplankton (Nybakken, 1988).
Selanjutnya penelitian-penelitian sebelumnya mengenai komunitas
fitoplankton menyatakan bahwa perubahan kualitas perairan erat kaitannya
dengan potensi perairan dan dapat ditinjau dari kelimpahan dan komposisi
fitoplankton. Kualitas perairan tersebut dapat ditentukan dengan melihat
gambaran tentang banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang hidup disuatu
perairan dan jenis fitoplankton yang mendominasi yang dapat memberikan
informasi bahwa ada zat-zat tertentu yang sedang berlebih yang dapat
memberikan gambaran keadaan perairan yang sesungguhnya (Fachrul, 2005).
Zooplankton di alam cukup banyak jenisnya, baik yang bersifat
termasuk meroplankton (sebagian dari siklus hidupnya termasuk golongan
plankton, tetapi bentuk dewasanya bukan sebagai plankton). Larva-larva ikan,
larva crustacea dan larva molusca termasuk golongan meroplankton (Wibisono,
2005).
Zooplankton ditemukan pada semua kedalaman air, karena mereka
memiliki kekuatan untuk bergerak, yang meskipun lemah, membantunya naik ke
atas dan ke bawah. Dalam banyak spesies zooplankton, suatu pergerakan tegak
adalah biasa serta banyak berirama, dan terjadi setiap hari. Bentuk yang berpindah
ini hidup pada kedalaman tertentu selama siang hari, dan naik ke permukaan
menjelang malam, serta tenggelam kembali ke kedalaman normal pada pagi hari
(Michael, 1994).
Keberadaan zooplakton dipengaruhi adanya fitoplankton yang terdapat di
suatu perairan. Di dalam penelitian perairan, plankton (fito dan zooplankton)
dapat menentukan kualitas suatu perairan tersebut. pengumpulan sampel dapat
dilakukan dengan metode yang terdiri atas pengumpulan sampel, pengawetan,
pencacahan, dan analisis statistik (Fachrul, 2007).
Sebagian besar zooplankton menggantungkan sumber nutrisinya pada
materi organik, baik berupa fitoplankton maupun detritus. Kepadatan zooplankton
di suatu perairan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan fitoplankton. Umumnya
zooplankton banyak ditemukan pada perairan yang mempunyai kecepatan arus
rendah serta kekeruhan air yang sedikit (Barus, 2004).
Sebagai produsen utama, plankton memegang peranan penting dalam
jaringan makanan di semua perairan baik perairan pantai maupun lepas pantai.
zooplankton yang merupakan dasar awal dari semua jaringan makanan, dapat
langsung dimanfaatkan oleh biota-biota yang hidup di perairan. Fitoplankton
berperan sebagai pembuat makanan, dimanfaatkan oleh zooplankton dan
selanjutnya zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil sebagai konsumen
berikutnya. Fitoplankton diatom adalah komponen kunci dari ekosistem akuatik
yang sangat berperan dalam jaring makanan (Lamberti,1996).
Parameter Fisika dan Kimia Perairan Parameter Fisika
Suhu
Pola temperatur air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas
cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya,
ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi ( penutupan oleh vegetasi) dari
pepohonan yang tumbuh di tepi ( Brehm dan Meijering, 1990).
Di dalam kisaran suhu dimana proses-proses kehidupan berlangsung.,
metabolism bergantung pada suhu. Pada umumnya, organisme-organisme yang
tidak dapt mengatur suhu tubuhnya, proses metabolismenya meningkat dua kali
untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C (Nyabakken, 1988).
Secara umum, laju fotosintesa plankton meningkat dengan meningkatnya
suhu perairan, tetapi akan menurun drastis setelah mencapai titik suhu tertentu.
Hal ini disebabkan karena setiap spesies plankton selalu beradaptasi terhadap
suatu kisaran suhu tertentu (Aryawaty, 2007).
Kecerahan
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan
menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai
ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan
padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan penelitian (Effendi,
2003).
Kecerahan dalam perairan sungai biasanya 3 − 4 meter atau lebih, relatif
dengan kedalaman sungai. Pengaruh ekologis dari kecerahan akan menyebabkan
penurunan penetrasi cahaya ke dalam perairan yang selanjutnya akan
menurunkan fotosintesis dan produktivitas primer (Nybakken, 1992).
Kecepatan Arus
Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus yang
bergerak ke segala arah sehingga air akan berdistribusi keseluruh bagian dari
perairan tersebut. Selain itu, dikenal arus laminar, yaitu arus yang bergerak ke
satu arah tertentu saja. Arus terutama berfungsi dalam pengankutan energi panas
dan substansi yang terdapat didalam air. Pada umumnya kecepatan arus berkisar
pada angka 3m/det. Meskipun demikian sangat sulit membuat suatu batasan
mengenai kecepatan arus, karena kecepatan arus disuatu ekosistem air sangat
berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung debit, aliran air, dan kondisi substrat
yang ada (Barus, 2004).
Arus dapat membantu penyebaran dan migrasi horizontal plankton, tetapi
jika terlalu kuat dapat mengganggu keseimbangan ekologis perairan yang sudah
terbentuk. Arus sangat berpengaruh terhadap sebaran fitoplankton karena
pergerakannya sangat tergantung pada pergerakan air (Romimohtarto dan Juwana,
Parameter Kimia
Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam
ekosistem air terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi dalam air bagi
sebagian besar organisme air. Sumber utama oksigen terlarut adalah penyerapan
oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari
fotosintesis. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8
mg/L (Barus, 2004).
Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan
musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence)
massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke
badan air (Effendi, 2003).
Biological Oxygen Demand (BOD)
Kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
organisme hidup didalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi atau
mengoksidasi) bahan-bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan
tersebut. Berdasarkan peraturan menteri Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, BOD optimal proses
oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan mengandung oksigen yang
cukup (Wardhana, 2004).
Dari penelitian yang diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik
yang terdapat di limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme
membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20
hari dianggap terlalu lama setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari senyawa
adalah pengukuran selama 5 hari. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi
pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan,
tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik
tersebut, dan tersedianya jumlah oksigen yang akan dibutuhkan dalam proses
penguraian itu (Simajuntak, 2010).
Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan.
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral
dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang
ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5.
Kondisi perairan dengan pH tertentu mempengaruhi metabolisme dan respirasi
bagi kelangsungan hidup organisme (Barus, 2004).
Pada daerah yang tidak ada aktivitas maka nilai pH akan tinggi belum
karena belum ada terjadi penguraian yang menghasilkan CO2 sedangkan daerah
yang terdapat berbagai aktivitas yang menghasilkan senyawa organik yang
selanjutnya mengalami penguraian akan mengalami penurunan pH (Siregar,
2009).
Fosfat
Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat,
polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk
terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Di daerah
pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai
melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air
mengandung fosfat, seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya.
Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan.
Fosfat organis dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses
biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat untuk
pertumbuhannya (Winata dkk., 2000).
Fosfat banyak digunakan sebagai pupuk, sabun, atau deterjen, bahan
industri keramik, minyak pelumas, produk minuman dan makanan, katalis dan
sebagainya. Kadar fosfat yang diperkenankan diperairan alami berkisar antara
0,005-0,02 mg/liter P-PO4 (Efendi, 2003).
Fosfor merupakan unsur penting dalam air, Fosfor terutama berasal dari
sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke
dalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama
air hujan masuk ke sistem perairan (Barus, 2004).
Nitrat (NH3)
Nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan
diketahui sebagai senyawa yang kurang berbahaya, dibandingkan dengan
amonium/amoniak atau nitrit. Nitrat adalah zat nutrisi yang dibutuhkan oleh
mahluk hidup untuk dapat tumbuh dan berkembang (Barus, 2004).
Bila kadar nitrit dan fosfat terlalu tinggi dapat menyebabkan perairan
bersangkutan eutrof sehingga terjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton
yang mengeluarkan toksin. Kondisi seperti ini bias merugikan hasil kegiatan
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2014 di Sungai
Pelawi Desa Pelawi Utara, Kabupaten Langkat sedangkan pengukuran sampel
parameter kualitas air dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengen
dalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Medan di Jalan K.H Wahid Hasyim No. 15.
dan identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember kapasitas 5 liter,
plankton net, keping secchi, botol sampel, botol film, gabus, pipet tetes, cool box,
object glass, spuit, alat tulis, GPS (Global Positioning System), kamera digital,
botol winkler, mikroskop cahaya, Sedgwick Rafter, dan peralatan analisa kualitas
air seperti termometer dan pH meter.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan Lugol 10 %, KOH-KI,
MnSO4, H2SO4, Amilum, dan Na2 S2O3 dan kertas label.
Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan interval waktu
2 (dua) minggu. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian lapangan
yang meliputi pengukuran beberapa parameter fisika, kimia dan biologi perairan
yaitu suhu, kecerahan, kekeruhan, kecepatan arus, pH, DO serta analisis di
laboratorium meliputi keanekaragaman plankton, BOD, Nitrat (NO3) dan Fosfat
(PO4).
Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun untuk pengambilan
sampel plankton adalah ”Purposive Random Sampling”. Terdapat tiga stasiun
dengan tiga titik pengambilan sampel dan penentuan stasiun berdasarkan
perbedaan aktivitas (pemanfaatan sungai) oleh masyarakat. Untuk nama dan
keterangan stasiun dapat dilihat pada deskripsi area di bawah ini :
Stasiun 1 : Sungai Pelawi di Desa Lama pada koordinat 040 00' 02.29'' LU
dan 0980 17' 44.31'' BT. Lokasi ini merupakan daerah dengan
Gambar 3. Stasiun Pengamatan I
Stasiun 2 : Sungai Pelawi di Desa Pelawi Utara pada koordinat 040 00'
15.90'' LU dan 0980 17' 58.79'' BT. Lokasi ini merupakan daerah
dengan aktivitas domestik (pemukiman penduduk) pada
Gambar 4.
Gambar 4. Stasiun Pengamatan II
Stasiun 3 : Sungai Pelawi di Desa Pelawi Selatan pada koordinat 040 00'
18.20'' LU dan 0980 18' 06.44'' BT. Lokasi ini merupakan
Gambar 5. Stasiun Pengamatan III
Parameter yang Diukur
a. Pengambilan Sampel Air dan Plankton
Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 30 cm dari permukaan
air dan pada setiap titik diambil sebanyak 1000 ml sampel air dan dimasukkan ke
dalam botol sampel. Menurut Anwar (2007), bahwa pengambilan sampel air
dilakukan pada kedalaman 30 cm dari permukan air dan setiap titik diambil
sebanyak 1000 ml sampel air yang dimasukkan dalam botol sampel yang
dilengkapi dengan penutup. Sampel air yang telah diambil kemudian dimasukkan
ke dalam coolbox dan di bawa ke laboratorium untuk analisis parameter
lingkungan.
Pengambilan sampel plankton dilakukan secara in-situ atau langsung di
tempat penelitian. Prosedur pengambilan sampel plankton yakni sampel air dari
permukaan diambil dengan menggunakan ember kapasitas 5 liter dengan
sebanyak 25 liter sehingga air diciduk sebanyak 5 kali, kemudian dituang kedalam
bervolume 50 ml, selanjutnya dituang ke dalam botol film dan di awetkan dengan
menggunakan lugol sebanyak 3 tetes lalu diberi label.
Sampel diambil 1 ml menggunakan pipet tetes lalu dituang dan diamati
menggunakan Sedwick Rafter berupa gelas prefarat yang berbentuk empat persegi
panjang dan terdapat lekukan dengan panjang 50 mm, lebar 20 mm, dan tinggi 1
mm. Kemudian ditutup dengan menggunakan object glass. Pengamatan dilakukan
dengan tiga kali ulangan dan diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi
Needham (1962), Edmondson (1963) dan Mizuno (1979).
b. Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan
Faktor fisika perairan yang diukur mencakup:
Suhu
Suhu air diukur menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke
dalam sampel air selama lebih kurang 10 menit. Kemudian dibaca skala pada
termometer tersebut. pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan di
lapangan.
Kecerahan
Diukur menggunakan keping secchi yang dimasukkan ke dalam badan air
sampai keping secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke
dalam air. Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan setiap pengamatan di lapangan.
Kecepatan Arus
Pengukuran kecepatan arus menggunakan benda yang mengapung seperti
gabus dengan cara yang paling sederhana. Diambil jarak 10 m antara satu titik
dengan titik yang lain. Kemudian gabus diletakkan mengikuti arus pada titik awal,
tempuh gabus. Pengukuran kecepatan arus dilakukan tiap stasiun dan setiap
pengamatan di lapangan.
Faktor kimia perairan yang diukur mencakup:
pH (Derajat Keasaman)
Nilai pH diukur menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH
meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat
konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. Pengukuran pH
dilakukan setiap pengamatan di lapangan.
DO (Dissolved Oxygen)
Dissolved oxygen (DO) diukur menggunakan metoda winkler. Sampel air
diambil dari permukaan perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler
kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Pengukuran DO dilakukan
setiap pengamatan di lapangan. Bagan kerja pengukuran DO dapat dilihat pada
Lampiran 1.
BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda winkler.
Pengukuran BOD5 dilakukan setiap pengamatan di lapangan. Sampel air yang
diambil dari permukaan perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Kemudian
diinkubasi selama 5 hari dalam suhu 20 0C. Kemudian dilakukan pengukuran
nilainya seperti bagan kerja pengukuran DO. Bagan kerja pengukuran BOD5 dapat
Fosfat
Pengambilan air dilakukan di lapangan dengan cara sampel air diambil
sebanyak 1 liter menggunakan botol sampel pada permukaan air kemudian dibawa
ke laboratorium untuk dianalisa menggunakan spektrofotometer. Pengukuran
fosfat dilakukan setiap pengamatan di lapangan.
Nitrat
Pengambilan air dilakukan di lapangan dengan cara sampel air diambil
sebanyak 1 liter menggunakan botol sampel pada permukaan air kemudian dibawa
ke laboratorium untuk dianalisa menggunakan spektrofotometer. Pengukuran
nitrat dilakukan setiap pengamatan di lapangan.
Analisis Data
Kelimpahan Plankton (K)
Kelimpahan plankton dilakukan berdasarkan metode sapuan di atas gelas
objek Sedgwick Rafter. Kelimpahan plankton dinyatakan secara kuantitatif dalam
jumlah sel/liter, dan ini menggunakan rumus menurut Fachrul (2007), yaitu :
Keterangan :
N = jumlah sel per liter n = jumlah sel yang diamati Vr = volume air tersaring (ml)
Vo = volume air yang diamati (pada Sedgwick Rafter) (ml) Vs = volume air yang disaring (l)
Kelimpahan Relatif (KR)
Menurut Barus (2004), perhitungan kepadatan relatif dihitung dengan
Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu
organisme apabila nilai KR > 10 %.
Frekuensi Kehadiran (FK)
Menurut Barus (2004), frekuensi kehadiran merupakan nilai yang
menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan,
yang dapat dihitung, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan nilai FK : 0 – 25 % = Kehadiran Sangat Jarang 25 – 50 % = Kehadiran Jarang
50 – 75 % = Kehadiran Sedang 75 – 100 % = Kehadiran Absolut
Indeks Keanekaragaman Shannon–Wienner (H’)
Menurut Nugroho (2006), analisis ini digunakan untuk mengetahui
keanekaragaman jenis biota perairan. Jika keanekaragamannya tinggi, berarti
komunitas planktonnya di perairan makin beragam dan tidak didominasi olehsatu
atau dua jenis individu plankton Persamaan yang digunakan untuk menghitung
indeks ini adalah persamaan Shanon-Wienner, dengan rumus :
Keterangan : H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wienner pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu S = jumlah genera
Keterangan :
1<H’<3 = Keanekaragaman sedang (Stabilitas komunitas biota sedang)
H’>3 = Keanekaragaman tinggi (Stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima).
Indeks Dominansi (D)
Menurut Odum (1994) diacu oleh Fachrul (2007) untuk mengetahui
adanya dominansi jenis di perairan dapat digunakan indeks dominansi Simpson
dengan persamaan berikut.
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan korelasi pearson. Uji
statistik ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara faktor fisik-kimia perairan
dengan keanekaragaman plankton.
Menurut Sarwono (2006), koefisien korelasi ialah pengukuran statistik
kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Koefisien korelasi menunjukkan
kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika
koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah.
Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai
hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil Identifikasi Plankton
Dari penelitian yang telah dilakukan di perairan Sungai Pelawi diperoleh
hasil sebanyak 52 genus plankton yang terdiri dari 44 genus fitoplankton dan 8
genus zooplankton. Klasifikasi plankton yang diperoleh setiap stasiun penelitian
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Plankton yang Ditemukan pada Setiap Stasiun Penelitian
Kelas No. Famili No. Genus
Fitoplankton Bacillariophyceae 1. Achrantaceaea 1. Coconeis sp.
2. Berkeleyaceae 2. Climaconeis sp.
3. Chaetoceraceae 3. Rhizosolenia sp.
4. Bacteriastrum sp.
4. Cymbellaceae 5. Cymbella sp.
5. Diploneidacea 6. Asterionella sp.
6. Fragillariaceae 7. Diatoma sp.
9. Skletonemaceae 16. Skletonema sp.
10. Surirellaceae 17. Surirella sp.
Chlorophyceae 11. Cladophoraceae 18. Cladophora sp.
12. Desmidiaceae 19. Closterium sp.
20. Staurastrum sp.
13. Gonatozygaceae 21. Gonatozygon sp.
14. Hydrodictyaceae 22. Pediastrum sp.
15. Microsporaceae 23. Microspora sp.
16. Scenedesmaceae 24. Scenedesmus sp.
17. Volvocales 25. Oedogonium sp.
26. Pandorina sp.
Conjugatophyceae 18. Zygnemataceae 27. Mougeotia sp.
28. Spirogyra sp.
Coscinodiscophycea e
19. Aulacoseiraceae 29. Aulacoseira sp.
20. Biddulphyceae 30. Isthmia sp.
31. Terpsinoe sp.
21. Coscinodiscoceae 32. Coscinodiscu sp.
22. Paraliaceae 33. Paralia sp.
23. Stephanodiscaceae 34. Cyclotella sp.
24. Triceratiaceae 36. Triceratium sp.
Cyanophyceae 25. Chroococcaceae 37. Oscillatoria sp.
26. Nostocaceae 38. Spirulina sp.
Dynophyceae 27. Ceraticeae 39. Ceratium sp.
40. Spirulina sp.
Euglenophyceae 28. Phacaceae 41. Phacus sp.
Ulvophyceae 29. Ulothricaceae 42. Ulothrix sp.
Zygnenophyceae 30. Desmidiceae 43. Desmid sp.
44. Groenblaida sp.
Zooplankton Branchiopoda 31. Chirocephalidae 45. Eubranchipus sp.
Clitellata 32. Tubificidae 46. Tubifex sp.
Copepoda 33. Calanoida 47. Nauplius sp.
Crustaceae 34. Cyclopidae 48. Cyclops sp.
Gastropoda 35. Cavollinidae 49. Creseis sp.
Secernentea 36. Strongiloididae 50. Strongiloides sp.
Tubulinea 37. Acellidae 51. Arcella sp.
Turbellaria 38. Planariidae 52. Planaria sp.
Dari Tabel 1 diatas diketahui bahwa fitoplankton yang paling banyak
diperoleh termasuk ke dalam kelas Bacillariophyceae sp. yang terdiri atas 10
famili dan 17 genus, sedangkan zooplankton yang diperoleh terdiri atas 8 kelas, 8
famili, dan 8 genus.
Nilai Kelimpahan (K). Kelimpahan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) Plankton di Setiap Stasiun Penelitian
Berdasarkan hasil analisis data plankton diperoleh nilai Kelimpahan (K),
Kelimpahan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) pada tiap stasiun
pengamatan yang dapat dilihat pada Lampiran 5.
Dari ketiga stasiun penelitian dapat diketahui bahwa stasiun yang memiliki
kelimpahan genus tertinggi yaitu pada stasiun 1 sebesar 206,00 ind/l dan terendah
pada stasiun 3 sebesar 33,33 ind/l (Lampiran 5.). Perbandingan kelimpahan
seluruh genus plankton ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Kelimpahan Plankton (K) pada Tiap Stasiun Penelitian Stasiun
1 2 3
Indeks Keanekaragaman (H’), dan Indeks Dominansi Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian
Berdasarkan analisis data diperoleh nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan
Indeks Dominansi (D) plankton pada tiap stasiun terlihat bahwa nilai indeks
keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,56 dan nilai
indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 2,16. Sedangkan
stasiun 2 sebesar 2,47. Nilai keanekaragaman yang didapatkan dari stasiun 1, 2,
dan 3 ini dikaitkan dengan Indeks Diversitas Shannon-Wiener (Nugroho, 2006)
yaitu nilai 1< <3 tergolong stasiun dengan keanekaragaman sedang atau
komunitas biota sedang. Perbandingan Nilai indeks keanekaragaman dapat dilihat
pada Gambar 6.
Gambar 6. Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman genus pada tiap Stasiun Penelitian
Nilai indeks dominansi yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian
sebesar 0,18, sedangkan nilai indeks dominansi terendah terdapat pada stasiun 2
sebesar 0,15. Perbandingan nilai indeks ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan Nilai Indeks Dominansi (D) pada Tiap Stasiun Penelitian Stasiun
1 2 3
D 0,17 0,15 0,18
Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisik-Kimia Dengan Indeks Keanekaragaman Plankton
Berdasarkan pengukuran faktor fisik-kimia perairan yang telah dilakukan
pada stasiun penelitian dan dikorelasikan dengan indeks keanekaragaman
(Shannon-Wiener) maka diperoleh nilai korelasi seperti terlihat pada Tabel 4.
berikut ini:
Tabel 4. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisik Kimia dengan Indeks Keanekaragaman Plankton (+) = korelasi positif (searah)
Faktor Fisika-Kimia Perairan
Berdasarkan hasil pengamatan kondisi Perairan Sungai Pelawi diperoleh
nilai faktor fisika-kimia yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Faktor Fisika-Kimia Perairan pada Masing-Masing Stasiun Penelitian
No Parameter Fisika-Kimia Satuan Stasiun
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1 Suhu Tengah Pinggir Tengah Pinggir Tengah Pinggir
U1 27 27 27.5 27 29 28.5
U2 27.5 27 28 27.5 30.5 29.5
Rata-rata 27.17 27 28 27.17 29.667 28.667
4 Oksigen Terlarut (DO)
U1 5.8 5.8 5.5 5.7 5 5.5
a. Stasiun 1 : Daerah dengan aktivitas pertanian (perkebunan kelapa sawit) b. Stasiun 2 : Daerah dengan aktivitas domestik (pemukiman penduduk) c. Stasiun 3 : Daerah dengan aktivitas industri (pabrik karet)
Pembahasan
Kelimpahan Plankton (K), Kelimpahan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK)
Dari Tabel 2 Diperoleh kelimpahan pada stasiun 1 yaitu 206,00 ind/l,
yang tergolong kelimpahan termasuk rendah. Hal sesuai dengan pernyataan
Soegianto (1994), bahwa kelimpahan dengan nilai <1000 ind/l termasuk rendah,
kelimpahan antara 1000 − 40.000 tergolong sedang, dan kelimpahan >40.000 ind/l
tergolong tinggi.
Genus yang mempunyai kelimpahan tertinggi pada stasiun 1 yakni genus
Surirella sp. sebesar 126,67 ind/l dengan kelimpahan relatif sebesar 25,02% dan
frekuensi kehadiran sebesar 100%, kemudian diikuti oleh genus Synedra sp.
dengan kelimpahan sebesar 21,33 ind/l dengan kelimpahan relatif sebesar 6,90%,
dan frekuensi kehadiran sebesar 100%. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi
perairan pada stasiun 1 sangat baik untuk kehidupan kedua genus plankton
tersebut. Suin (2002), apabila didapatkan nilai KR >10% dan FK >25%
menunjukkan bahwa habitat tersebut dapat mendukung kehidupan dan
perkembangbiakan genus tersebut.
Sedangkan yang memiliki kelimpahan terendah pada stasiun 1 didapatkan
pada genus Cymbella sp., Diatoma sp., Gyrosigma sp., Navicula sp., Skeletonema
sp., Staurastrum sp., Pediastrum sp., Scenedesmus sp., Mougeotia sp., dan Phacus
sp. dengan nilai kelimpahan masing-masing sebesar 0,67 ind/l, kelimpahan relatif
sebesar 0,21%, dan frekuensi kehadiran 33,33 %. Hal ini dapat disebabkan
kondisi fisika-kimia perairan tersebut tidak cocok bagi pertumbuhan genus
tersebut. Menurut Suin (2002), pola penyebaran plankton di dalam air tidak sama.
Tidak samanya penyebaran plankton dalam badan air disebabkan oleh adanya
perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya dan faktor-faktor lainnya di
Pada Stasiun 2 didapatkan total kelimpahan sebesar 125,33 ind/l, dengan
jumlah genus sebanyak 32. Pada stasiun 2 genus yang memiliki nilai kelimpahan
tertinggi terdapat pada genus Pandorina sp. sebesar 34 ind/l, dengan kelimpahan
relatif 16, 51%, dan frekuensi kehadiran 100%, kemudian diikuti oleh genus
Surirella sp. dengan kelimpahan sebesar 28 ind/l dengan kelimpahan relatif
sebesar 13,59% dan frekuensi kehadiran 66,66%. Keadaan ini menunjukkan
bahwa lingkungan perairan tersebut mendukung kehidupan genus tersebut. Barus
(2004), fluktuasi dari populasi plankton dipengaruhi oleh perubahan berbagai
kondisi lingkungan, salah satunya adalah ketersediaan nutrisi di perairan. Unsur
nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan
menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi plankton.
Pada stasiun 2 kelimpahan terendah pada genus Rhizosolenia sp.,
Asterionella sp., Diatoma sp., Microspora sp., Scenedesmus sp., Oedogonium sp.,
dan Stephanodiscus sp. dengan masing-masing Kelimpahan (K) sebesar 0,66
ind/l, dengan kelimpahan relatif sebesar 0,32%, dan frekuensi kehadiran 33,33%.
Rendahnya kelimpahan genus-genus plankton ini karena kecepatan arus yang
relatif tinggi pada stasiun 2 yakni sebesar 0,13 m/s. Kebanyakan plankton tidak
dapat berkembang pada air dengan aliran deras. Ewusie (1990) diacu oleh
Surbakti (2009), plankton tidak dapat berkembang subur dalam air mengalir.
Pada Stasiun 3 memiliki total kelimpahan sebesar 33,33 ind/l, dengan
jumlah genus sebanyak 29. Pada stasiun 3 genus yang memiliki nilai Kelimpahan
(K) tertinggi terdapat pada genus Surirella sp. sebesar 65,33 ind/l, dengan
genus Synedra sp. dengan kelimpahan sebesar 30,66 ind/l dengan kelimpahan
relatif sebesar 14,88% dan frekuensi kehadiran 100%. Hal ini menunjukkan
bahwa kondisi perairan pada stasiun 3 sangat baik untuk genus plankton tersebut
karena adanya nutrien seperti fosfat dan nitrat yang mendukung pertumbuhan
populasi genus plankton tersebut. Ketersediaan sumberdaya pada lingkungan
menentukan keberadaan jenis, jumlah individu, kelimpahan dan frekuensi
kehadirannya (Suin, 2002).
Pada stasiun 3 kelimpahan terendah pada genus Melosira, Scenedesmus
sp., Cladhopora sp., Staurastrum sp., Scenedesmus sp,, Aulacoseira sp., Phacus
sp., Desmid sp., dan Planaria sp. dengan masing-masing kelimpahan sebesar 0,66
ind/l, dengan kelimpahan relatif sebesar 0,32%, dan frekuensi kehadiran 33,33%.
Rendahnya kelimpahan genus-genus ini dikarenakan genus tersebut tidak dapat
beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya. Menurut Junaidi, dkk., (2013)
tingginya nilai kelimpahan suatu geus di perairan disebabkan kerena genus
tersebut dapat beradaptasi dengan baik dengan faktor fisikadan kimia lingkungan
yang memiliki kandungan zat-zat organik.
Dari ketiga stasiun penelitian dapat diketahui bahwa stasiun yang memiliki
kelimpahan tertinggi yaitu pada stasiun 1 sebanyak 206,00 ind/l dengan jumlah
taksa (genus) 41. Kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 3 sebanyak 33,33
ind/l dengan jumlah 29 taksa . Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan nutrien
seperti nitrat dan fosfat yang mempengaruhi pertumbuhan plankton pada kedua
stasiun tersebut. Banyaknya unsur hara disebabkan deskripsi area pada stasiun 1
sehingga konsentrasinya tinggi yang mengakibatkan tumbuh suburnya tumbuhan,
terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi
dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi. Nutrisi yang paling
penting adalah nitrit dan fosfat (Nybakken, 1992).
Nilai kelimpahan jenis tertinggi yaitu Surirella sp. Dari kelas
Bacillariophyceae sp. Tingginya kelimpahan kelas Bacillariophyceae sp. ini
disebabkan karna adanya faktor fisika dan kimia yang dapat mempengaruhi,
diantaranya pH, cahaya, dan nutrient. Menurut Barus (2002), bagi organisme air
intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang mendukung kehidupan
organisme dan habitatnya. Ketersediaan jenis nutrient tertentu dapat medukung
kehidupan spesies dari kelompok Bacillariophyceae sp. ini. Hal ini dijelaskan
Goldman dan Horne (1983) diacu oleh Wijaya (2009), pada perairan sungai yang
memiliki kandungan nutrien yang cukup memadai, keberadaan kelompok
Bacillariophyceae sering mendominasi dengan komposisi sangat besar
Indeks Keanekaragaman Plankton (H’)
Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar
2,56. Hal ini disebabkan pada stasiun 1 terdapat jumlah jenis dengan penyebaran
yang merata dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya. Odum (1994) diacu oleh
Surbakti (2009), suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies
yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu
Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) yang terendah terdapat pada stasiun 3
sebesar 2,16 hal ini disebabkan pada daerah ini zat hara yang diperlukan plankton
seperti fosfat dan nitrat untuk berkembangbiak rendah sehingga berpengaruh
terhadap keanekaragaman plankton di daerah ini. Zat-zat hara anorganik utama
yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrogen
(sebagai nitrat) dan fosfor (sebagai fosfat). Zat-zat hara lain baik anorganik
maupun organik mungkin diperlukan dalam jumlah kecil atau sangat kecil, namun
pengaruhnya terhadap produktivitas tidak sebesar nitrogen dan fosfor (Yuliana
dan Asriyana, 2012).
Odum (1994), keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau
penyebaran individu dari jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak
jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman
jenisnya rendah.
Indeks Dominansi (D)
Dari Tabel 3 diperoleh nilai Indeks Dominansi berkisar 0,15 − 0,18
dengan nilai dominansi tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,18 dan nilai
dominansi terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,15. Nilai ini
mengindikasikan bahwa belum ada dominansi oleh beberapa spesies plankton
(nilai D mendekati nol).Odum (1994), apabila indeks dominansi (D) > 0,5 maka
struktur komunitas yang sedang diamati ada dominansi dari satu atau beberapa
spesies. Belum adanya dominansi oleh spesies plankton juga menunjukkan bahwa
kekuatan spesies yang ada merata. Menurut Odum (1971) menjelaskan spesies
dibandingkan spesies lainnya dengan demikian terdapat jenis plankton yang
mengendalikan perairan dan akan menimbulkan perubahan-perubahan penting
tidak hanya pada komunitas biotiknya sendiri tetapi juga dalam lingkungan
fisiknya.
Jika dalam komunitas biota yang kita amati tidak terdapat spesies yang
secara ekstrim mendominasi spesies lainnya. Hal ini menunjukkan bahawa
kondisi struktur komunitanya dalam keadaan stabil, kondisi lingkungan cukup
prima dan tidak terjadi tekanan ekologis (stress) terhadap biota di habitat
bersangkutan (Basmi, 2000).
Parameter Kualitas Air
Dari hasil parameter kualitas air yang diperoleh secara umum masih
mendukung kehidupan plankton dan ini dapat diketahui dari beberapa parameter
kualitas air di masing-masing stasiun. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu
dari masing-masing stasiun di Perairan Sungai Pelawi berkisar 27 − 29 0C dengan
suhu rata-rata 27,17 0C (Tabel 6.) dan nilai suhu ini masih dalam kisaran optimum
bagi kehidupan plankton. Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), kisaran suhu yang
optimal bagi kehidupan plankton adalah 22 − 30 0C. Suhu suatu perairan dapat
mempengaruhi kehidupan organisme yang berada di dalamnya termasuk plankton.
Diketahui bahwa suhu rata-rata terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar
27,08 0C dan suhu tertinggi terdapat di stasiun 3 sebesar 28,83 0C. Hal ini
disebabkan pada saat pengambilan data stasiun 1 cuaca mendung sehingga
penetrasi cahaya berkurang ke dalam perairan sedangkan suhu tertinggi pada
sekitar stasiun 3. Menurut Barus (2004), pola temperatur ekosistem air
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran
panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh
faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi.
Disamping itu pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
anthropogen (faktor yang diakibatkan manusia) seperti limbah panas yang berasal
dari air pendingin pabrik, penggundulan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari
secara langsung.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kecerahan dari masing-masing
stasiun di Perairan Sungai Pelawi berkisar 35 − 40 cm dengan kecerahan rata-rata
38,19 cm. Nilai kecerahan terendah terdapat di stasiun 3 sebesar 37,6 cm dan nilai
kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 39,3 cm rendahnya penetrasi
cahaya pada stasiun 3 disebabkan adanya masukan zat-zat terlarut ke badan
perairan seperti buangan dari industri pabrik karet yang terdapat pada stasiun ini.
Selain itu sedikitnya vegetasi pada daerah tepi sungai ini. Nilai kecerahan
tertinggi ini disebabkan rendahnya kandungan organik akibat tidak adanya
aktivitas di kawasan ini sehingga cahaya matahari dapat menembus hingga ke
badan perairan yang lebih dalam. Barus (2004), terjadinya penurunan nilai
penetrasi cahaya disebabkan oleh kurangnya intensitas cahaya matahari yang
masuk ke badan peairan, adanya kekeruhan oleh zat-zat terlarut dan kepadatan
plankton di suatu perairan menyebabkan penetrasi cahaya pada bagian hulu suatu