i
ISMAEL LIMBONG (110304087) dengan judul skripsi “ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGGILINGAN PADI KECIL, dibimbing oleh Bapak HM. Mozart B Darus, M.Sc dan Ibu Emalisa, SP, M.Si.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui dari mana sumber gabah yang digiling oleh pengusaha penggilingan padi kecil serta jumlah produksi per tahun, untuk mengetahui biaya produksi, untuk mengetahui besar pendapatan, dan untuk melihat tingkat kelayakan dari usaha penggilingan padi kecil di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Metode penentuan daerah penelitan ditentukan secara purposive, sementara penentuan sampel dilakukan dengan metode sensus. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis finansial dengan kriteria investasi (NPV, IRR, Net B/C, dan PP) yang digunakan untuk melihat kelayakan usaha, serta formula-formula sederhana yang sesuai untuk menghitung, biaya produksi, dan pendapatan usaha. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sumber bahan baku (gabah) usaha penggilingan padi kecil di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara sebagian besar berasal dari masyarakat lokal sekitar usaha penggilingan padi. Rata-rata biaya produksi Rp 970.688.892 per tahun. Pendapatan rata-rata 576.012.138 per tahun. Sedangkan untuk analisis kelayakannya di peroleh rata-rata NPV sebesar 2.004.710.150, rata-rata Net B/C sebesar 3,64, rata-rata IRR sebesar 64,56% serta rata-rata PP sebesar 2 tahun 9 hari, maka secara finansial usaha penggilingan padi kecil di Kecamatan Tanjung Morawa layak untuk diusahakan.
1 1.1Latar Belakang
Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan
perekonomian di Indonesia, hal ini dapat di lihat dari kontribusinya terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 14,33 persen pada
tahun 2014 atau merupakan urutan kedua setelah sektor industri pengolahan. Pada
waktu krisis ekonomi, sektor pertanian yang cukup kuat menghadapi goncangan
ekonomi dan ternyata dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional.
Dalam sektor pertanian, subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor
terbesar dalam pembentukan PDB yakni sebesar 6,62 persen dari 14,33 persen
PDB di sektor pertanian pada tahun 2014 (Badan Pusat Statistik, 2014).
Beras merupakan bahan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia.
Oleh karenanya, tanaman padi sebagai penghasil beras harus mendapat perhatian,
baik mengenai lahan, benih, cara budidaya, maupun pascapanennya. Kebutuhan
beras semakin meningkat karena jumlah penduduk bertambah dan terjadi
pergeseran menu dari non beras menjadi beras. Keadaan tersebut mendorong
pemerintah untuk mencari terobosan baru guna meningkatkan produksi pangan
yang bersifat massal dan integral (Pitoyo, 2003). Bahkan preferensi masyarakat
terhadap beras semakin besar. Berdasarkan data Susenas 1990-1999, tingkat
partisipasi konsumsi beras di setiap provinsi maupun tingkatan pendapatan
mencapai sekitar 97-100 %. Ini artinya hanya sekitar 3 % rumah tangga yang
Sebagai gambaran, tingkat konsumsi beras rata-rata di kota tahun 1999 adalah
96,0 kg per kapita /tahun dan didesa adalah 111,8 kg per kapita/tahun
(Suharno, 2005). Sebagai komoditas yang bernilai tawar politik sangat tinggi,
pemerintah berobsesi untuk berswasembada beras. Segala daya upaya ditempuh
agar terwujud target produksi. Intensifikasi pertanian pun efektif diterapkan.
Teknologi pertanian melalui bibit unggul, pemupukan, dan pemberantasan hama
penyakit diadopsi. Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil. Tahun 1985
Indonesia berhasil mencapai swasembada beras (Andoko, 2006).
Penggilingan padi (Rice Milling Unit) memiliki peran yang sangat penting dalam
sistem agribisnis padi. Penggilingan padi merupakan pusat pertemuan antara
produksi, pascapanen, pengolahan dan pemasaran gabah/beras. sehingga dituntut
untuk dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan beras, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas untuk mendukung ketahanan pangan nasional
(Hardjosentono, 2000).
Tabel 1. Produksi Padi di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun Produksi (Ton)
Dari Tabel 1 di atas dapat di lihat bahwa terjadi peningkatan produksi pada lima
tahun terakhir di Kecamatan Tanjung Morawa, hal ini menunjukkan bahwa usaha
dalam proses penanganan pascapanen padi dan memiliki potensi untuk dapat terus
dikembangkan.
Tabel 2. Jumlah Usaha Penggilingan Padi Kecil di Kecamatan Tanjung Morawa
Dari Tabel 2 di atas dapat di lihat bahwa ada nya penurunan jumlah penggilangan
padi kecil di Kecamatan Tanjung Morawa dari tahun ke tahun, sedangkan
produksi padi di Kecamatan Tanjung Morawa relatif tetap atau bahkan terjadi
peningkatan produksi.
Seharusnya dengan adanya peningkatan produksi padi di Kecamatan Tanjung
Morawa maka jumlah usaha penggilingan padi yang berada pada kecamatan
tersebut tidak menurun melainkan naik atau minimal tetap jumlahnya. Penurunan
Jumlah penggilingan padi kecil di Kecamatan Tanjung Morawa paling banyak
disebabkan oleh semakin kurangnya produksi gabah oleh pengusaha penggilingan
padi karena adanya atau aktifnya penggilingan padi Odong-odong yang pada saat
ini lebih diminati oleh masyarakat. Dan juga karena adanya penggilingan padi
besar (Pabrik) yang mendominasi permintaan gabah di daerah tersebut, sehingga
menyebabkan minat masyarakat untuk menjual gabahnya ke pengusaha
Usaha jasa penggilingan padi umumnya tidak berjalan penuh sepanjang tahun atau
bersifat musiman, sebab gabah tidak tersedia sepanjang tahun. Kegiatan usaha
jasa penggilingan padi berjalan hanya pada musim panen dan beberapa bulan
setelahnya, tergantung pada besarnya hasil panen di wilayah sekitar penggilingan
padi berada. Oleh karena itu, hari kerja suatu penggilingan padi dalam setahun
ditentukan oleh volume hasil dan frekuensi panen di wilayah sekitarnya.
Pada masa-masa di luar musim panen, biasanya pemilik dan pekerja usaha jasa
penggilingan padi akan mengisi waktu mereka dengan jenis kegiatan lainnya
seperti bertani dan berdagang. Oleh karena itu, banyak di antara pemilik
penggilingan padi juga berprofesi sebagai pedagang beras untuk mengisi
kekosongan kegiatan penggilingan padi, bila mereka mempunyai modal yang
cukup untuk itu. Hal ini tidak menjadi masalah dalam pengembangan desa
ekologi.
Sama halnya dengan pelaksanaan usaha lainnya, dalam pelaksanaan usaha
penggilingan padi perlu dilakukan analisis kelayakan. Tujuan dari diadakannya
analisis kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjutan penggunaan modal
yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan
(Husnan dan Suwarsono, 1994).
Mengusahakan penggilingan padi pastinya akan memerlukan biaya produksi.
Biaya ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan selama menjalankan usaha
penggilingan padi baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap. Biaya-biaya variabel
(variabel cost) seperti BBM biaya oli atau solar dan juga rubber roll. Juga biaya
transportasi dan pajak. Usaha penggilingan padi juga diharapkan untuk mampu
memperoleh keuntungan, yakni pendapatan yang didapatkan harus lebih besar
dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan.
Sehingga usaha penggilingan padi boleh terus kontiniu dan menguntungkan
pengusaha penggilingan padi tersebut.
Melihat pentingnya peranan usaha penggilingan padi sebagai proses awal dalam
pascapanen hasil produksi padi akan tetapi jumlah usaha penggilingan padi itu
sendiri terus menurun, maka penulis tertarik untuk meneliti analisis kelayakan
finansial usaha penggilingan padi di kecamatan Tanjung Morawa, kabupaten Deli
Serdang.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang
di dapat antara lain:
1) Darimanakah sumber gabah dan berapa besar jumlah gabah yang di giling
oleh usaha penggilingan padi kecil setiap tahun di daerah penelitian?
2) Bagaimanakah besar biaya produksi usaha penggilingan padi kecil di
daerah penelitian?
3) Bagaimanakah besar pendapatan usaha penggilingan padi kecil di daerah
penelitian?
4) Bagaimanakah tingkat kelayakan usaha penggilingan padi kecil di daerah
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui darimanakah sumber gabah dan berapa besar jumlah
gabah yang di giling oleh usaha penggilingan padi kecil setiap tahun di
daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis besar biaya produksi usaha penggilingan padi kecil di
daerah penelitian.
3. Untuk menganalisis besar pendapatan dari usaha penggilingan padi kecil
di daerah penelitian.
4. Untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha penggilingan padi kecil di
daerah penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan termasuk
untuk mengembangkan usaha penggilingan padi kecil.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan lembaga-lembaga terkait
lainnya dalam pengadaan kebijakan mengenai usaha penggilingan padi
kecil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong paling besar di
Indonesia, yang mampu menyerap lebih dari sepuluh juta tenaga kerja, menangani
lebih dari empat puluh juta ton gabah menjadi beras giling per tahun.
Penggilingan padi merupakan titik sentral agroindustri padi, karena disinilah
diperoleh produk utama berupa beras dan bahan baku untuk pengolahan lanjutan
produk pangan dan industri (Thahir, 2008)
Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil
pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen atau dapat diolah lebih lanjut
melalui kegiatan produksi. Penanganan pascapanen padi meliputi semua kegiatan
perlakuan dan pengolahan yang meliputi proses pemotongan, perontokan,
pengangkutan, perawatan dan pengeringan, penyimpanan, penggilingan,
penyosohan, pengemasan, penyimpanan, dan pengolahan (Setyono, 1994).
Untuk memperoleh beras yang putih bersih harus mencapai derajat sosoh 100%
dan memerlukan waktu penumbukan lebih lama. Secara tradisional, beras yang
telah disosoh dengan cara ditumbuk, ditaruh pada tampah dan diinteri. Bekatul
yang terpusat di sentral tampah diambil dengan tangan. Pada mesin penggiling
padi, saat penyosohan, beras bergesekan atau dikikis sehingga bekatul keluar
lewat saringan dan beras tersosoh terus berjalan keluar karena dorongan dari beras
berikutnya (Suprayono dan Setyono, 1997).
Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri jasa
penggilingan padi adalah mesin pemecah kulit/sekam, (huller atau husker), mesin
pemisah gabah dan beras pecah kulit (brown rice separator), mesin penyosoh atau
mesin pemutih (polisher), mesin pengayak bertingkat (sifter), mesin atau alat
bantu pengemasan (timbangan dan penjahit karung). Bila ditinjau dari
kapasitasnya, mesin-mesin penggiling padi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
rice milling unit (RMU) dan rice milling plant (RMP). Perbedaan yang mendasar
antara keduanya adalah pada ukuran, kapasitas dan aliran bahan dalam proses
penggilingan yang dilakukan. Penggilingan padi yang lengkap kadangkala
dilengkapi dengan pembersih gabah sebelum masuk mesin pemecah kulit, dan
pengumpul dedak sebagai hasil sampingan dari proses penyosohan.
Gabah yang ditumbuk dengan menggunakan alu dan lesung memerlukan lebih
banyak tenaga kerja dan waktu. Butiran beras yang dihasilkan juga kurang baik
karena banyak butiran yang pecah sehingga hanya cocok untuk konsumsi sendiri.
Sebaliknya dengan mesin penggiling, tenaga dan waktu yang diperlukan lebih
sedikit dan hasilnya pun lebih baik (Andoko, 2006).
Di Indonesia, usaha penggilingan gabah dikelompokkan berdasarkan kapasitas
penggilingan yang meliputi penggilingan sederhana (PS), penggilingan kecil
(PK), penggilingan besar atau terpadu (PB). Jenis usaha penggilingan gabah yang
termasuk dalam penggilingan sederhana dan penggilingan kecil merupakan yang
paling banyak ditemui di pedesaan pada umumnya. Secara umum, penggilingan
sederhana dan penggilingan kecil memiliki karakteristik secara umum
menghasilkan beras dengan mutu rendah, skala ekonominya kecil dan jangkauan
Penggilingan gabah kecil memiliki 2 unit mesin yang dipasang secara terpisah,
yaitu pemecah kulit dan pemutih dengan kapasitas produksi riil antara 0,3 – 0,7
ton beras/jam (Departemen Pertanian, 2005).
Menurut Hardjosentono (2000), Terdapat perbedaan antara penggilingan padi
dengan penumbukan padi (cara tradisional) antara lain:
Tabel 3. Perbedaan Antara Penggilingan Padi Dengan Penumbukan Padi Kriteria Penggilingan Penumbukan Padi
- Tenaga penggerak (Power) - Mesin/listrik - Manusia
- Sistem pengupasan - Gesekan antara dua rubber - Ditumbuk dengan
(Pecah kulit) roll dengan arah berbeda alu
- Pemisahan sekam - Hembusan angin - Ditampi dengan
tangan manusia
- Pemisahan bekatul - Sistem saringan - diinteri
- Persentase butir pecah - Rendah - Tinggi
- Mutu beras - Baik, putih, bersih - Kurang putih
Penggilingan gabah menjadi beras sosoh, dimulai dengan pengupasan kulit gabah.
Syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan
digiling. Gabah kering giling berarti gabah yang sudah kering dan siap digiling.
Bila diukur dengan alat pengukur air, maka angka kekeringannya mencapai
14%-14,5% ( Hardjosentono.M, 2000).
Gabah masuk kedalam mesin pemecah kulit sekam /gabah kering giling yang
berfungsi untuk memecahkan dan melepaskan kulit gabah, hasil yang diperoleh
juga brown rice. Gabah yang diumpankan ke dalam mesin pemecah kulit biasanya
tidak seluruhnya terkupas.
Menurut Hardjosentono (2000) ada beberapa model dan tipe mesin penggiling
padi. Besarnya kapasitas penggunaan sangat bervariasi; ada yang kecil, sedang,
dan besar. Dalam penggilingan padi terdapat alat-alat yang digunakan dalam
penggilingan padi, alat-alat itu adalah sebagai berikut:
a. Pocket elevator. Alat ini untuk mengangkut gabah ke atas dan memasukkannya
ke mesin pengupas penyosoh, atau alat lain.
b. Saringan atau ayakan bergetar/bergoyang. Ayakan untuk memisahkan kotoran
dan benda asing, seperti kayu dan paku agar tidak ikut masuk ke mesin pengupas
sehingga kerusakan mesin pengupas dapat dihindari.
c. Mesin pengupas. Dulu, mesin pengupas gabah menggunakan batu pengupas
berbentuk meja bulat, tetapi sekarang jarang digunakan. Sekarang ini banyak
digunakan rubber roll. Rubber roll ini terdiri atas dua buah roll karet yang
perputarannya berlawanan arah.
d. Mesin penyosoh. Untuk mendapatkan beras dengan derajat sosoh seperti yang
dikehendaki dapat dilakukan dengan mengatur berat beban pada bandul penyosoh
beras. Untuk mendapatkan beras yang bermutu baik dengan derajat sosoh
90-100%, biasanya dilakukan penyosohan secara bertahap dengan menggunakan dua
buah mesin penyosoh.
e. Mesin pemoles. Mesin pemoles digunakan untuk membersihkan bekatul yang
masih menempel pada butir-butir beras sehingga diperoleh butir beras yang
f. Mesin grader. Beras sosoh yang bersih masuk ke mesin grader untuk
memisahkan beras yang patah, beras yang pecah, dan beras yang utuh.
Teknik penggilingan gabah yang baik meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Persiapan Bahan Baku
Beras bermutu dihasilkan dari bahan baku gabah bermutu. Gabah harus diketahui
varietasnya, asal gabah, kapan dipanen dan kadar air gabah. Penundaan gabah
kering panen sampai lebih dari 2-3 hari akan menimbulkan kuning pada gabah
dan sebaiknya gabah yang sudah kering dijaga agar tidak kehujanan, karena
apabila kehujanan akan menyebabkan butir patah. Diusahakan agar gabah yang
hendak digiling merupakan gabah kering panen (GKG) yang baru dipanen, agar
penampakan putih cerah dan cita rasa belum berubah. Jika penggilingan terhadap
gabah kering yang telah disimpan lebih dari 4 bulan atau 1 musim, menyebabkan
penampakan beras yang tidak optimal dan berubahnya citarasa.
b. Proses Pemecahan Kulit
Proses ini diawali dengan menyiapkan tumpukan gabah berdekatan dengan lubang
pemasukan (corong sekam) gabah. Mesin penggerak dihidupkan, corong sekam
dibuka dan ditutup dengan klep penutup. Proses ini dilakukan 2 kali, kemudian
diayak 1 kali dengan alat ayakan beras pecah kulit, agar dihasilkan beras pecah
kulit. Proses ini dapat berjalan dengan baik, apabila tidak terdapat butir gabah
dalam kumpulan beras pecah kulit. Apabila masih ditemukan juga butir gabah
dalam kumpulan beras pecah kulit, maka harus dilakukan penyetelan ulang
c. Proses Penyosohan Beras
Dalam proses ini digunakan alat penyosoh tipe friksi, yaitu gesekan antar butiran,
sehingga dihasilkan beras dengan penampakan bening. Yang perlu dicermati
untuk memperoleh beras bermutu adalah kecepatan putaran, yaitu 1.100 rpm
dengan menyetel mesin penggerak dan dan katup pengepresan keluarnya beras.
Proses ini berjalan baik, apabila rendemen beras yang dihasilkan sama atau lebih
dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%. Terdapat 3 jenis preferensi
konsumen terhadap beras yaitu beras bening, beras putih dan beras mengkilap.
Untuk menghasilkan beras bening digunakan alat penyosoh tipe friksi, beras putih
digunakan alat penyosoh tipe abrasif dan beras putih menggunakan alat penyosoh
sistem pengkabutan.
d. Proses Pengemasan
Beras yang sudah digiling hendaknya tidak langsung dikemas, agar panas akibat
penggilingan hilang. Untuk jenis kemasan sebaiknya memerhatikan berat isinya.
Kemasan lebih dari 10 kg sebaiknya menggunakan karung plastik yang dijahit
tutupnya. Pada kemasan 5 kg dapat menggunakan kantong plastik yang memiliki
ketebalan 0,8 mm. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis kemasan adalah
kekuatan kemasan dan bahan kemasan (sebaiknya tidak korosif, tidak mencemari
produk beras dan kedap udara).
e. Proses Penyimpanan
Yang perlu diperhatikan dari tempat penyimpanan beras adalah kondisi tempat
penyimpanan yang aman dari tikus dan pencuri, bersih, bebas kontaminasi hama,
terdapat sistem pengaturan sirkulasi udara, tidak terdapat kebocoran dan tidak
dapat menghindari kelembapan yang disebabkan oleh kontak langsung dengan
lantai (Departemen Pertanian, 2005).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai
berbagai faktor produksi dalam suatu usaha, baik biaya tetap (FC) maupun biaya
variabel (VC). Biaya tetap adalah biaya dimana jumlah totalnya tetap walaupun
jumlah yang diproduksi berubah-ubah dalam kapasitas normal. Sedangkan biaya
variabel adalah biaya yang berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume
produksi (Witjaksono, 2006).
Biaya penyusutan juga diperhitungkan sebagai biaya tetap. Suatu mesin hanya
dapat dipakai selama selang waktu tertentu. Oleh sebab itu kalau di lihat dari
waktu ke waktu selama selang waktu tersebut, nilai mesin telah
berkurang/menyusut, dapat dirumuskan dengan:
� = P − S �
Dimana:
D = Biaya penyusutan per tahun (Rp/tahun)
P = Harga awal mesin (Rp)
S = Harga Akhir Mesin (Rp)
N = Perkiraan Umur Ekonomis (Tahun).
Perhitungan biaya produksi suatu usaha berguna untuk keberlangsungan usaha
2.2.2 Teori Pendapatan
Pendapatan bersih suatu usaha mengukur imbalan yang diperoleh pengusaha dari
penggunaan faktor-faktor produksi , pengelolaan dan modal milik sendiri atau
modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam suatu usaha. Pendapatansuatu
usaha merupakan selisih penerimaan dengan total biaya usaha, dimana
penerimaan diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi dan harga jual yang
diterima pengusaha (Soekartawi, 2002).
Modal dapat diartikan secara fisik dan bukan fisik. Dalam artian fisik modal
diartikan sebagai segala hal yang melekat pada faktor produksi yang dimaksud,
seperti mesin-mesin dan peralatan-peralatan produksi, kendaraan serta bangunan.
Modal juga dapat berupa dana untuk membeli segala input variabel untuk
digunakan dalam proses produksi guna menghasilkan output produksi
(Teguh, 2010).
Biaya modal kerja dalam kegiatan usaha/proyek terdiri dari biaya tetap dan biaya
tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh naik turunnya
produksi yang dihasilkan, seperti biaya tenaga kerja tidak langsung, penyusutan,
bunga bank, asuransi, dan lainnya. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang
dikeluarkan untuk membeli bahan mentah/bahan pembantu, biaya transportasi,
2.2.3 Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam
tentang suatu usaha atau bisnis yang dijalankan, dalam rangka menentukan layak
atau tidak usaha tersebut dijalankan. Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan
secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang akan
dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya
yang dikeluarkan.
Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak
hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat
dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang
maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan (Umar, 2001).
Bermacam-macam peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan usaha, telah
menuntut perlu adanya penilaian sejauh mana kegiatan atau kesempatan tersebut
dapat memberikan menfaat bila diusahakan. Kegiatan untuk menilai sejauh mana
manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan satu kegiatan usaha disebut
dengan studi kelayakan ( Ibrahim, 2009).
Kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba
finansial yang diharapkan. Kegiatan usaha dikatakan layak jika memberikan
keuntungan finansial, sebaliknya kegiatan usaha dikatakan tidak layak apabila
kegiatan usaha tersebut tidak memberikan keuntungan finansial
(Kasmir dan Jakfar, 2003).
Fokus dari suatu analisis adalah menentukan apakah dan sampai berapa jumlah
dengan biaya dan investasi kepada pemilik (owner) proyek tersebut. Discounting
rate (tingkat diskonto) merupakan suatu teknik perhitungan untuk dapat
menurunkan manfaat (benefit) yang diperoleh investor dimasa sekarang ataupun
nilai biaya dan investasi pada masa yang akan datang. Dalam rangka
mengevaluasi proyek tersebut apakah ditolak atau disetujui. Semua pengorbanan
rupiah untuk suatu proyek merupakan biaya pada saat sekarang dan diharapkan
mendapatkan manfaat untuk masa yang akan datang (Musa, 2012).
Menurut Soekartawi dalam Analisis Usaha Tani (2002), umumnya ada beberapa
kriteria dalam menentukan kelayakan suatu usaha yang dapat dipilih sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai, antara lain:
1. NPV
NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (Present Value) dari selisih
antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate tertentu. NPV (Net
Present Value) menunjukkan kelebihan benefit (manfaat) dibandingkan dengan
cost (biaya). Apabila evaluasi suatu proyek telah dinyatakan “Go” maka nilai
NPV ≥ 0. Bila NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar
sosial opportunity cost of capital, dan apabila NPV < 0, maka proyek tersebut “no
go” atau ditolak. Artinya, ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk
sumber – sumber yang diperlukan proyek.
2. IRR
IRR ialah alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman
dari lembaga internal keuangan yang membiayai proyek tersebut. Pada dasarnya
IRR memperlihatkan bahwa present value (PV) benefit akan sama dengan present
mencoba beberapa nilai dari DF (discount factor) untuk mendapatkan nilai
penjumlahan PV sama dengan nol.
3. B/C ratio
B/C ratio menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan
investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Cara ini banyak dipakai karena
dengan menghitung B/C ratio, maka akan diketahui secara cepat berapa besarnya
manfaat proyek yang dilaksanakan.
Cara perhitungan IRR berbeda dengan cara perhitungan B/C ratio. Pada
perhitungan B/C, maka nilai diskonto yang dipakai adalah tertentu, tetapi pada
perhitungan IRR yang dicari adalah besaran nilai diskonto tersebut (Soekartawi,
1995).
d. Payback Period (PP)
Payback period adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus
penerimaan (cash in flows) secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam
bentuk present value. Analisis payback period dalam studi kelayakan perlu juga
diperhitungkan untuk mengetahui berapa lama proyek/usaha yang dikerjakan baru
dapat mengembalikan investasi.
2.3 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Samapaty (2010), yang berjudul
Kajian Kelayakan Pendirian Usaha Penggilingan Gabah Di Desa Konda Maloba,
Kecamatan Lolukalay, Kabupaten Sumba Tengah, hasil penelitian menunjukkan
bahwa analisis kelayakan keuangan menghasilkan keuntungan bagi penggilingan
gabah Duma Lori Rp 97.332.467 per tahun, R/C ratio 1,81, dan Break Event Point
(NPV) Rp 255.639.085 per tahun, Internal Rate Return (IRR) 50%, Net
Benefit/Cost atau Profitabilitas Index (PI) 4,183, dan Payback Periode (PBP) 2
tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indriani (2013), yang berjudul
Analisis Kelayakan Usaha Penggilingan Padi mobile Di Kecamatan Pantai Labu
Dan Kecamatan Pantai Cermin, menunjukkan bahwa berdasarkan modal yang
dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian
rata-rata sebesar Rp.42.633.333 per tahun. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk
setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebesar
Rp.73.112.267 per tahun. Penerimaan yang diperoleh untuk setiap unit
penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebanyak 16.800 kg per
tahun atau setara dengan Rp.134.400.000 per tahun. Total pendapatan yang
diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian lebih
tinggi dari Upah Minimum Propinsi (UMP) yaitu rata-rata sebesar Rp.52.887.733
per tahun. Rata-rata nilai R/C ratio penggilingan padi mobile adalah 1,7. Usaha
penggilingan padi mobile di daerah penelitian layak untuk diusahakan karena nilai
R/C > 1.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chaerunisa (2007) yang meneliti
analisis kelayakan pendirian usaha penggilingan gabah di desa Cikarawang,
Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan
pendirian usaha penggilingan gabah di lihat dari aspek pasar dan pemasaran,
aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial..
Berdasarkan analisis finansial diperoleh nilai dari beberapa parameter kelayakan
Rate of Return (IRR) 40,8% ; Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 8,54 ; Payback
Periode (PBP) 0,8 tahun. Dari keseluruhan penilaian kriteria tersebut, terlihat
bahwa pendirian usaha penggilingan gabah layak untuk didirikan. Dan dari
analisis sensitivitas ditunjukkan NPV negatif pada saat harga input operasional
naik 50% dan volume penjualan turun 66%.
2.4 Kerangka Pemikiran
Usaha penggilingan padi merupakan pusat pertemuan antara produksi,
pascapanen, pengolahan dan pemasaran gabah/beras sehingga merupakan mata
rantai yang sangat penting dalam suplai beras. Namun usaha penggilingan padi ini
tidak lah dapat dioperasikan terus setiap hari karena tanaman padi yang bersifat
musiman, sehingga penggilingan padi dapat beroperasi pada saat musim panen di
sekitar wilayah penggilingan padi tersebut.
Biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan usaha penggilingan padi bukanlah
sedikit atau tidak murah, karena penggilingan padi itu sendiri menggunakan alat
yang mahal ditambah lagi dengan biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya
bahan bakar serta oli dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan kegiatan
penggilingan padi. Pengusaha gilingan padi harus memperhitungkan biaya
produksi agar dapat memperoleh informasi berupa keuntungan yang diperoleh.
Dengan diketahuinya penerimaan dan biaya produksi maka akan dapat diketahui
pendapatan bersih yaitu dengan mengurangkan penerimaan dengan biaya produksi
yang dikeluarkan.
Penerimaan pengusaha penggilingan padi didapat dari hasil penggilingan gabah
Pendapatan lain pengusaha penggilingan padi dapat diperoleh dari kulit gabah
(sekam) yang dapat dijual kembali, karena kulit gabah dapat diolah kembali untuk
keperluan tertentu seperti dedak. Dengan demikian usaha penggilingan padi ini
diharapkan mampu memperoleh keuntungan yang besar melihat peluang nya
sebagai tempat bertemunya proses produksi, pascapanen, pengolahan dan
pemasaran yang sangat besar.
Selanjutnya akan dilakukan analisis finansial yang digunakan untuk mengetahui
kelayakan suatu usaha di lihat dari arus kasnya. Adapun kriteria investasi yang
dipakai dalam analisis ini yakni B/C ratio, NPV, dan IRR. Bila kriteria tersebut
terpenuhi maka dapat dikatakan usaha tersebut layak untuk diusahakan.
Bila usaha dikatakan layak artinya usaha tersebut memberikan keuntungan /
manfaat secara finansial, namun bila dikatakan tidak layak artinya usaha tersebut
tidak memberikan keuntungan / manfaat secara finansial sehingga pengusaha
pemilik dapat melakukan tindakan penyesuaian karena usaha yang dikerjakan
Dimana:
: Hubungan
: Pengaruh
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Usaha Penggilingan Padi
Proses Penggilingan
Penerimaan
Pendapatan Usaha Penggilinan Padi
Analisis Finansial
Layak Tidak Layak
Output (Beras)
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan hipotesis bahwa
usaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian secara finansial layak untuk
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu di Kecamatan
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Kabupaten Deli Serdang merupakan
lumbung padi Sumatera Utara terbesar ke dua setelah Kabupaten Simalungun.
Dan Kecamatan Tanjung Morawa sendiri memiliki produksi padi yang cukup
besar dalam menyuplai padi dalam Kabupaten Deli serdang. Semakin sedikitnya
usaha penggilingan padi kecil pada beberapa tahun belakangan ini di Kecamatan
Tanjung Morawa, membuat peneliti ingin melakukan penelitian tentang analisis
kelayakan finansial usaha penggilingan padi di daerah penelitian.
Tabel 4. Luas Panen dan Jumlah Produksi Padi di Sumatera Utara Pada Tahun 2013.
Kabupaten / Kota Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
Sambungan Tabel 4...
Dari Tabel 4 di atas dapat di lihat bahwa Kabupaten Deli Serdang merupakan
kabupaten terbesar kedua dalam memproduksi padi di Sumatera Utara yakni
sebesar 449.818 Ton / Tahun dengan luas panen 80.104 Ha. Hal ini berbeda
dengan Kabupaten Langkat yang mempunyai luas panen lebih besar dari pada
Kabupaten Deli Serdang yakni sebesar 80.899 Ha akan tetapi produksi padi nya
lebih kecil dibanding dengan Kabupaten Deli Serdang yakni sebesar 407.918.
3.2 Metode Penentuan Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah usaha penggilingan padi kecil yang ada di
daerah penelitian. Karena jumlah populasi nya 8 maka semua populasi menjadi
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan subjek
penelitian di daerah penelitian melalui daftar kuisioner yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait
dengan penelitian ini, seperti Badan Pusat Statistik dan literatur–literatur yang
berhubungan dengan penelitian.
3.4 Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah 1, digunakan analisis deskriptif yakni dengan
menanyakan langsung kepada pengusaha penggilingan padi kecil jumlah dan
darimana sumber gabah yang di peroleh.
Untuk identifikasi masalah 2, menggunakan rumus dalam Sukirno (2005), yaitu
dengan mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha
penggilingan padi kecil di daerah penelitian dianalisis menggunakan rumus:
TC = FC + VC Keterangan :
TC = Total Biaya (Rp)
FC = Biaya Tetap (Rp)
VC = Biaya Variabel (Rp)
Untuk Identifikasi masalah 3, menggunakan rumus dalam Soekartawi (1993),
dengan analisis sederhana dengan mencari penerimaan usaha terlebih dahulu
Untuk penerimaan dihitung dengan rumus:
TR = Y . Py Dimana:
TR = total revenue (total penerimaan)
Y = produksi yang diperoleh
Py = harga Y
Maka pendapatan dapat diperoleh dengan rumus:
Pd = TR – TC Dimana:
Pd = pendapatan
TR = Total revenue (total penerimaan)
TC = Total cost (total biaya).
Unttuk tujuan penelitian 4, mengenai kelayakan finansial dianalisis dengan
menggunakan metode analisis finansial yang berada dalam Ibrahim (2009),
dengan kriteria investasi, net present value (NPV), net benefit cost ratio (Net
B/C), internal rate of return (IRR) dan Payback Period (PP) dengan rumus:
���=� (��−��)
Bt = Penerimaan total pada tahun
Ct = Biaya total pada tahun
t = Jumlah waktu analisis (tahun) analisis
n = Umur ekonomis proyek
Dengan kriteria:
• Bila NPV ≥ 0, artinya usaha tersebut layak untuk dilaksanakan.
• Bila NPV < 0, artinya usaha tersebut tidak layak dilaksanakan.
��R =i’
+
���′���′−���"
(
�
"
− �
′
)
Dimana:
i’ = Nilai suku bunga yang ke-1
i” = Nilai suku bunga yang ke-2
NPV’ = Nilai Net Present Value yang ke-1
NPV” = Nilai Net Present Value yang ke-2
Dengan kriteria:
• Bila IRR > tingkat suku bunga berlaku, maka usaha tersebut layak dilaksanakan.
• Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku, maka usaha tersebut tidak layak
dilaksanakan.
Net B/C Ratio =
[
∑
��=�(
���
)(+)
]
[
∑
��=�(
���
)(
−
)
]
Dimana:
B/C = Benefit-Cost Ratio
i = Tingkat suku bunga
t = Jumlah waktu analisis (tahun) analisis
Dengan kriteria:
• Bila Net B/C > 1, maka usaha tersebut layak dilaksanakan.
• Bila Net B/C < 1, maka usaha tersebut tidak layak dilaksanakan.
��= ��������� (�)
��������� (��) �������
Dimana:
PP = Payback period
I = Jumlah Investasi
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
Adapun defenisi dan batasan operasional dalam penelitian ini, antara lain:
3.5.1 Definisi
1. Usaha jasa penggilingan padi adalah usaha penggilingan padi yang mengolah
gabah menjadi beras sebagai hasil utama, dan dedak sebagai hasil sampingan.
2. Usaha penggilingan padi kecil adalah usaha penggilingan padi dengan kapasitas
produksi mesin sebesar 0,3-0,7 ton per jam.
3. Gabah adalah bulir padi yang sudah dilepaskan dari tangkainya (jerami) dalam
satuan Kg.
4. Sumber gabah merupakan tempat usahatani dalam memproduksi gabah atau
padi.
5. Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha selama
proses produksi, baik biaya tetap maupun biaya variabel dalam satuan Rupiah.
6. Penerimaan adalah besarnya nilai yang diterima oleh pengusaha baik dari
kegiatan produksi utama maupun sampingan (sekam) yang diolah menjadi
dedak dan produk lain dalam rupiah per tahun.
7. Pendapatan bersih adalah penerimaan yang diterima pengusaha dikurangi
dengan seluruh biaya produksi yang dikeluarkan selama setahun dalam satuan
Rupiah.
8. Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang
pengusaha penggiling padi sebagai pemilik dimana kelayakan dari suatu
kegiatan usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba finansial yang
9. Kelayakan usaha adalah dapat atau tidak nya suatu usaha dilaksanakan dengan
berhasil dengan pertimbangan mendapatkan manfaat finansial.
3.5.2 Batasan Operasional
1. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2015.
2. Tempat penelitian adalah di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli
Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
3. Populasi penelitian adalah pengusaha penggilingan padi kecil di Kecamatan
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
Kecamatan Tanjung Morawa memiliki 23 desa setelah kemerdekaan RI dan
selanjutnya sekitar tahun 1979 salah satu desa yang ada di Kecamatan Tanjung
Morawa ditunjuk sebagai kelurahan dan ditetapkan ibukota kecamatan yaitu
Tanjung Morawa Pekan. Dan pada saat ini Kecamatan Tanjung Morawa dipimpin
oleh Bapak Drs. Zainal A. Hutagalung.
4.2 Luas Daerah dan Letak Geografis
Kecamatan Tanjung Morawa memiliki luas daerah sebesar kurang lebih 13.175
Ha atau 131,75 Km2 dengan posisi geografis pada 03˚ 30˚ dan 11˚ 60˚ LU sampai
98˚ 46˚ dan 103˚ 83˚ BT. Kecamatan Tanjung Morawa memiliki ketinggian lokasi
30 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 2000-2500 mm/tahun dan
suhu rata-rata adalah 23˚-33˚ celcius.
Jarak kantor kecamatan dengan ibu kota kabupaten adalah 12 km, dan dengan ibu
kota provinsi adalah 16 km. Kecamatan ini terdiri dari 33 kelurahan /
kepenghuluan.
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Tanjung Morawa adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dan Kecamatan
Beringin.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Patumbak, Kecamatan Percut Sei
Tuan dan Kota Medan.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Pakam dan Kecamatan
Pagar Merbau.
4.3 Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Tanjung Morawa adalah 202.870 orang yang
terbagi dalam 48.068 KK, yang terdiri dari 100.571 orang perempuan dan 102.299
orang laki-laki. Penduduk desa ini terdiri dari berbagai agama seperti yang
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Penduduk Kecamatan Tanjung Morawa Berdasarkan Agama 2013
Agama Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
Islam 160.162 78,95
Sumber : Kecamatan Tanjung Morawa Dalam Angka, 2014.
Dari Tabel 5 dapat di lihat penduduk Kecamatan Tanjung Morawa terdiri dari
berbagai agama. Mayoritas penduduk kecamatan ini menganut agama Islam
dengan jumlah sebesar (78,95%) dari populasi, kemudian diikuti agama Protestan
sebesar(16,68%), Katolik sebesar (2,47%), Budha sebesar (1.69%), dan Hindu
Selain terdiri dari berbagai agama, penduduk Kecamatan Tanjung Morawa juga
terdiri dari berbagai mata pencaharian. Pada Tabel 6 disajikan berbagai jenis
pekerjaan yang menjadi mata pencaharian penduduk di Kecamatan Tanjung
Morawa.
Tabel 6. Distribusi Penduduk Kecamatan Tanjung Morawa Berdasarkan Mata Pencaharian 2013
Pekerjaan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
Tani 11.252 14,12
Sumber : Kecamatan Tanjung Morawa Dalam Angka, 2014.
Dari Tabel 6 dapat di lihat bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan Tanjung
Morawa bermatapencaharian dibidang industri yakni sebesar 41,67% dari jumlah
seluruh pekerja, kemudian diikuti oleh pedagang yang merupakan sumber mata
pencaharian masyarakat Kecamatan Tanjung Morawa terbesar kedua di
kecamatan ini yakni sebesar 32,76%, kemudian berturut-turut diikuti oleh petani
sebesar 14,12%, PNS/TNI Polri sebesar 4,59%, jasa masyarakat sebesar 3,69%,
angkutan sebesar 2,12%, perkebunan sebesar 0,48% dan mata pencaharian lainnya
4.3 Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Tanjung Morawa dapat
di lihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Sarana dan Prasaranan di Kecamatan Tanjung Morawa 2013
No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah
1. Rumah Ibadah
Sumber : Kecamatan Tanjung Morawa Dalam Angka, 2014.
Dari Tabel 7 di atas dapat kita lihat bahwa ketersediaan sarana dan prasarana di
Kecamatan Tanjung Morawa cukup lengkap atau memadai yakni dengan jumlah
keseluruhan rumah ibadah yang tersebar di kecamatan ini adalah sebesar 225 unit,
dengan jumlah rumah ibadah sebesar ini membuat kita tidak terlalu sulit untuk
Begitu pula dengan ketersediaan sarana pendidikan yang tersebar di seluruh
kecamatan ini yaknim sebesar 146 unit baik negeri maupun swasta. Sarana
kesehatan yang tidak kalah penting peranannya mempunyai jumlah yang cukup
yakni sebesar 48 unit yang termasuk rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan
puskesmas pembantu yang tersebar diseluruh wilayah kecamatan ini. Akses jalan
juga cukup baik karena jalanan hampir sebagian besar sudah diperkeras dan di
aspal sehingga mampu memperlancar aktifitas.
4.5 Karakteristik Pengusaha Sampel
Karakteristik sampel dalam penelitian ini meliputi umur pengusaha sampel,
tingkat pendidikan, pengalaman atau lama berusaha. Pada Tabel 8 berikut ini
disajikan karakteristik sampel.
Tabel 8. Karakteristik Pengusaha Sampel
No Umur pengalaman Usaha Pendidikan Terakhir
Dari Tabel 8 yang disajikan, diketahui bahwa umur pengusaha sampel di daerah
menunjukkan bahwa rata-rata pengusaha sampel masih berada di umur produktif
sehingga masih mampu mengelola usahanya dengan baik. Rata-rata tingkat
pendidikan pengusaha sampel di daerah penelitian adalah SMA atau sederajat.
Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan pengusaha sampel sudah
cukup baik. Pengalaman usaha pengusaha sampel di daerah penelitian berkisar
antara 6-10 tahun, dengan rataan 6,8 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sumber Gabah dan Besar Jumlah Gabah Yang Diproduksi
Usaha penggilingan padi kecil yang berada pada Kecamatan Tanjung Morawa,
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara umum nya masih
mengandalkan hasil pertanian masyarakat sekitar penggilingan padi sebagai
sumber bahan baku gabah untuk diproduksi. Jumlah bahan baku atau gabah yang
diproduksi oleh pengusaha penggilingan padi kecil dilampirkan pada Tabel
berikut ini:
Tabel 9. Rata-Rata Produksi Gabah Per Tahun Usaha Penggilingan Padi Kecil di Kecamatan Tanjung Morawa
No. Sampel Produktivitas Gabah (Ton/Tahun)
Dari Tabel 9 dapat di lihat bahwa banyaknya jumlah gabah yang digiling
pengusaha penggilingan padi kecil di Kecamatan Tanjung Morawa setiap tahun
adalah sebesar 1.253,52 ton dengan rata-rata sebesar 156,69 ton setiap tahun.
Dari Tabel 9 juga dapat di lihat bahwa jumlah gabah yang di produksi oleh
masing-masing pengusaha sampel adalah berbeda-beda. Pengusaha sampel yang
paling besar produksi gabahnya adalah pengusaha Sampel 2 yakni sebesar 720 ton
setiap tahun nya, sedangkan yang paling kecil produksi gabah nya adalah
pengusaha Sampel 3 yakni sebesar 11,52 ton setiap tahun nya. Hal ini disebabkan
oleh modal setiap pengusaha penggilingan padi yang berbeda-beda, seperti pada
Sampel 2 yang memproduksi gabah paling besar dibandingkan dengan pengusaha
penggilingan padi lainnya karena memiliki modal yang lebih besar untuk membeli
gabah.
Hal lain yang juga mempengaruhi besar produksi gabah adalah ketersediaan
gabah di daerah sekitar usaha penggilingan padi. Pada Sampel 3 yang merupakan
produksi gabah yang paling kecil, hal ini disebabkan oleh penggilingan padi ini
merupakan penggilingan padi rakyat, sehingga penggilingan padi ini tidak
membeli padi dari masyarakat sekitar melainkan masyarakat sekitar yang ingin
menggilingkan gabah nya menjadi padi dapat langsung datang pada penggilingan
padi ini dan hanya membayar upah giling saja sesuai dengan perjanjian yang telah
5.2 Biaya Produksi
Pada usaha penggilingan padi ini ada beberapa biaya yang dikeluarkan yang
dinamakan biaya produksi. Biaya produksi ini terbagi atas fixed cost (biaya tetap)
dan variable cost (biaya variabel). Masing-masing komponen yang termasuk
biaya tetap dan biaya variabel dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Komponen Biaya Tetap dan Biaya Variabel
Biaya Tetap Biaya Variabel
Dari Tabel 10 di atas, dapat di lihat bahwa yang termasuk biaya tetap antara lain:
penyusutan gedung, penyusutan peralatan yang digunakan seperti (mesin gilingan,
garukan, pick up, truk, Sekop, mesin jahit goni, terpal, beko sorong), biaya listrik,
• Penyusutan peralatan didapatkan dari perbandingan antara harga awal peralatan
dikurangi harga akhir lalu dibagikan terhadap umur ekonomis peralatan.
• Pajak dibayarkan per tahun dengan jumlah yang tetap dan tidak ber gantung
kepada perubahan jumlah produksi.
• Angsuran pinjaman dibayarkan per bulan sesuai dengan bunga pinjaman.
• Biaya listrik dibayarkan setiap bulan sesuai dengan pemakaian daya listrik.
• Upah Tenaga kerja adalah upah yang diberikan kepada pekerja pada usaha
penggilingan padi kecil tersebut.
Sedangkan yang termasuk biaya variabel antara lain gabah sebagai bahan baku,
bahan bakar minyak (BBM), dan juga goni.
• Gabah sebagai bahan baku didapatkan dari sekitaran tempat usaha.
• BBM digunakan sebagai bahan bakar penggerak motor mesin penggilingan.
• Goni digunakan sebagai tempat untuk meletakan beras dan dedak yang sudah
Untuk melihat besar total biaya tetap dan biaya ariabel rata-rata penggilingan padi
kecil di Kecamatan Tanjung Morawa, berikut dilampirkan tabel biaya tetap da
variabel rata-rata.
Tabel 11. Total Biaya Tetap (Fixed Cost) Rata-Rata Per Tahun Usaha Penggilingan Padi Kecil di Kecamatan Tanjung Morawa
No Keterangan Biaya (Rp) Total
Jumlah 270.176.660 1.422.000 156.000.000 12.658.500 200.314.286 640.571.446 Rata* 33.772.083 177.750 19.500.000 1.582.313 25.039.286 80.071.431 Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 4 – lampiran 11).
Dari Tabel 11 dapat kita lihat bahwa besar nya rata-rata biaya tetap per tahun
penggilingan padi kecil di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang
adalah sebesar Rp 80.071.431. Dari Tabel 11 juga dapat di lihat bahwa biaya
penyusutan mesin merupakan biaya tetap yang paling besar dibandingkan biaya
tetap yang lain nya yaitu sebesar Rp 270.176.660 per tahun dengan rata-rata setiap
sampel adalah sebesar Rp 33.772.082,5 per tahun nya. Di ikuti oleh biaya tenaga
kerja yang harus di bayarkan oleh pengusaha penggilingan padi ke lembaga
membayar angsuran yaitu sebesar Rp 19.500.000, lalu biaya yang listrik sebesar
Rp 1.582.312,5. Dan biaya tetap yang paling sedikit dikeluarkan oleh pengusaha
penggilingan padi adalah biaya pajak bangunan yaitu sebesar Rp 1.442.00 dengan
rata-rata setiap pengusaha sampel adalah sebesar 177.750 per tahun nya.
Berikut juga di lampirkan tabel biaya variabel rata-rata per tahun di Kecamatan
Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang.
Tabel 12. Total Biaya Variabel (Variabel Cost) Rata-Rata Per Tahun Usaha Penggilingan Padi Kecil di Kecamatan Tanjung Morawa
No Keterangan Biaya (Rp)
Jumlah 6.850.519.286 185.448.915 88.971.489 7.124.939.690 Rata-Rata 856.314.911 23.181.114 11.121.436 890.617.461 Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 4 – lampiran 11).
Dari Tabel 12 dapat di lihat bahwa besar rata-rata biaya variabel per tahun
penggilingan padi kecil di Kecamatan Tanjung Morawa adalah sebesar
Rp 890.617.461. Hal ini menunjukkan bahwa biaya variabel merupakan biaya
yang paling besar dikeluarkan oleh pengusaha penggilingan padi kecil di daerah
di atas juga dapat di lihat bahwa biaya variabel yang paling besar dikeluarkan oleh
pengusaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian adalah dalam membeli
bahan baku atau gabah yaitu sebesar Rp 856.314.911. Dan biaya pembelian bahan
baku ini sekaligus menjadi biaya yang paling besar dikeluarkan oleh pengusaha
penggilingan padi kecil di daerah penelitian dari seluruh biaya yang dikeluarkan.
Dan besar biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh pengusaha penggilingan padi
kecil di daerah penelitian setiap tahun nya untuk membeli bahan bakar minyak
adalah sebesar Rp 23.181.114 dan biaya rata-rata per tahun yang dikeluarkan oleh
pengusaha penggilingan padi di daerah penelitian untuk membeli goni atau karung
beras adalah sebesar Rp 11.121.436.
Dari penjumlahan total biaya tetap dan biaya varibel rata-rata per tahun, maka
dapat dihitung jumlah total seluruh biaya produksi usaha penggilingan padi kecil
di daerah penelitian, seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 13. Rata-Rata Biaya Produksi per Tahun Usaha Penggilingan Padi Kecil di Kecamatan Tanjung Morawa
Keterangan Jumlah (Rp)
Rata-Rata Total Biaya Tetap 80.071.431
Rata-Rata Total Biaya Variabel 890.617.461
Rata-Rata Total Biaya Produksi 970.688.892 Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 4 – lampiran 11).
Dari Tabel 13 menggambarkan besar rata-rata biaya total yang dikeluarkan oleh
pengusaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian, yaitu sebesar
5.3 Analisis Pendapatan
Penerimaan yang didapatkan pada usaha penggilingan padi kecil ini berasal dari
hasil penjualan beras dan dedak serta upah giling gabah. Berikut disajikan
rata-rata penerimaan usaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian.
Tabel 14. Total Rata-Rata Penerimaan Per Tahun Usaha Penggilingan Padi Kecil di Kecamatan Tanjung Morawa Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 4 – lampiran 11).
Dari Tabel 14 dapat di lihat bahwa besar rata-rata penerimaan usaha penggilingan
padi kecil di Kecamatan Tanjung Morawa adalah sebesar Rp 1.546.701.030 per
tahun. Dengan penerimaan beras adalah sumber penerimaan terbesar pengusaha
penggilingan padi ini, yaitu dengan rata-rata sebesar Rp 1.438.443.982 per tahun.
Penerimaan beras ini merupakan hasil penjualan beras yang dilakukan oleh setiap
pengusaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian. Sumber beras berasal dari
penggilingan padi kecil dan kemudian di jual. Harga beras sangat mempengaruhi
hasil penjualan beras ini, semakin tinggi harga beras maka semakin besar
penerimaan yang diterima oleh pengusaha penggilingan padi kecil di daerah
penelitian. Kemudian hasil peneriman didapat juga dari hasil penjualan dedak
yaitu kulit gabah yang diolah menjadi dedak. Rata-rata penerimaan dedak per
tahun di daerah penelitian adalah sebesar Rp 87.490.190,3. Penerimaan dari upah
penggilingan padi adalah penerimaan yang diperoleh dari upah yang diterima dari
setiap orang yang berada di daerah sekitar yang menggilingkan padi nya di tempat
usaha penggilingan padi tersebut. Berikut besar rata-rata penerimaan dari hasil
upah giling padi adalah sebesar Rp 20.766.857 per tahun.
Tidak semua pengusaha penggilingan padi di daerah penelitian menghasilkan
penerimaan dari upah giling padi, dari 8 sampel yang diteliti hanya ada 2
penggilingan padi kecil saja yang memnghasilkan penerimaan dari hasil upah
giling padi yaitu pengusaha Sampel 3 dan pengusaha Sampel 7. Berbeda dengan
pengusaha sampel lainnya, usaha penggilingan padi kecil Sampel 3 tidak membeli
bahan baku atau gabah, sehingga penghasilannya hanya bersumber dari upah
giling dan penjualan dedak saja. Usaha penggilingan padi kecil Sampel 3
merupakan usaha penggilingan padi rakyat, yang hanya berfungsi untuk
menggiling padi dari masyarakat sekitar sehingga tidak ber fokus untuk membeli
bahan baku atau gabah untuk meningkatkan penerimaan. Upah giling yang
diterapkan adalah sesuai dengan kesepakan antara masyarakat dengan pengusaha
penggilingan padi rakyat ini, dan upah yang disepakati adalah setiap hasil
penggilingan sebesar 10 kg beras maka upah yang harus dibayarkan adalah
Untuk mengetahui rata-rata pendapatan usaha penggilingan padi di daerah
penelitian, maka dilakukan pengurangan antara rata-rata penerimaan terhadap
rata-rata biaya produksi. Berikut dilampirkan rata-rata pendapatan yang diperoleh
usaha penggilingan padi di daerah penelitian.
Tabel 15. Rata-Rata Pendapatan Bersih Per Tahun Usaha Penggilingan padi Kecil di Kecamatan Tanjung Morawa
Keterangan Jumlah (Rp)
Rata-Rata Total Penerimaan 1.546.701.030
Rata-Rata Total Biaya Produksi 970.688.892
Rata-Rata Pendapatan Bersih 576.012.138 Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 4 – lampiran 11).
Dari Tabel 15 dapat di lihat bahwa rata penerimaan lebih besar dari pada
rata-rata biaya produksi usaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian, oleh
karena itu dapat diperoleh rata-rata pendapatan bersih sebesar Rp 576.012.138 per
5.4 Analisis Kelayakan Usaha Penggilingan Padi Kecil
Kelayakan usaha penggilingan padi dianalisis dengan menggunakan metode
analisis finansial dengan kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Net
Benefit-Cost Ratio (B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period
(PP). Untuk melihat nilai masing-masing dari metode analisis tersebut dapat di
lihat pada Tabel berikut:
Tabel 16. Kriteria Penilaian Investasi Usaha Penggilingan Padi Kecil di Kecamatan Tanjung Morawa Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 12 – lampiran 35).
NPV (Net Present Value)
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang
diperoleh selama umur usaha yang direncanakan. NPV atau manfaat bersih
sekarang merupakan perbandingan antara PV kas bersih dengan PV investasi
investasi. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh NPV rata-rata sebesar
Rp 2.004.710.150,3. Nilai tersebut menunjukan bahwa arus masuk penggilingan
gabah di daerah penelitian lebih besar dari pada arus kas keluarnya atau ( NPV >
0), sehingga pendirian usaha yang dilakukan ini menguntungkan dan layak
diimplementasikan dalam jangka panjang. Perhitungan kriteria NPV dapat di lihat
pada Lampiran 12 sampai dengan lampiran 19.
B/C Ratio
Nilai B/C yang diperoleh adalah 3,64. Perolehan nilai B/C > 1 berarti usaha
penggilingan padi kecil di daerah penelitian layak untuk diusahakan. Nilai B/C
sebesar 3,64 berarti bahwa setiap Rp 1000,- biaya yang dikeluarkan diperoleh
benefit sebesar Rp 3640.
IRR
IRR merupakan tingkat suku bunga dari suatu usaha dalam jangka waktu tertentu
yang membuat nilai NPV dari usaha tersebut sama dengan nol. Analisis ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi yang dihasilkan dari
investasi pada usaha yang bersangkutan. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh
nilai IRR dari usaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian adalah sebesar
64,56%, Nilai ini lebih besar dari nilai suku bunga bank yang digunakan dalam
perhitungan, yaitu 7,5% (Suku bunga Bank Indonesia yang berlaku saat ini). Hal
ini berarti, tingkat pengembalian yang dihasilkan dari investasi pada pendirian
usaha ini lebih besar nilainya dibandingkan tingkat pengembalian yang dihasilkan
dari investasi yang dilakukan pada bank. Dengan demikian, pengusaha lebih baik
uangnya di bank. IRR = 64,56% > 7,5% maka usaha penggilingan padi kecil di
daerah penelitian layak untuk diusahakan.
Nilai IRR diperoleh dengan mengunakan metode coba-coba (trial and error).
Caranya adalah dengan menghitung jumlah nilai sekarang dari arus kas bersih
masa depan selama umur usaha dengan menggunakan tingkat suku bunga tertentu.
Kemudian, nilainya dibandingkan dengan biaya investasi awal. Jika nilai investasi
awal lebih kecil, maka dicoba lagi dengan tingkat suku bunga lebih tinggi.
Sebaliknya, apabila nilai investasi awal lebih besar, maka dicoba lagi dengan
tingkat suku bunga yang lebih rendah. Dan selanjutnya hingga mencapai atau
ditemukan nilai yang sama besar atau mendekati.
PP (Payback Period)
PP merupakan jumlah tahun yang dibutuhkan bagi suatu usaha untuk menutupi
biaya investasi awal dengan jumlah keuntungan bersih yang telah didiskontokan.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai rata-rata PP pada usaha penggilingan padi
kecil di daerah penelitian ini adalah 2 tahun 0,3 bulan ( 2 tahun 9 hari). Artinya
usaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian mampu menutupi biaya
investasi awal sebelum umur usaha berakhir, maka pendirian usaha ini layak
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan, antara lain:
1. Gabah yang diproduksi pengusaha penggilingan padi di Kecamatan Tanjung
Morawa adalah sebagian besar bersumber dari lokal atau sekitar usaha
penggilingan padi kecil dengan jumlah rata-rata produksi gabah sebesar 156,69
ton per tahun.
2. Rata-rata biaya produksi usaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian
adalah sebesar Rp 970.688.892per tahun.
3. Pendapatan rata-rata usaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian adalah
sebesar Rp. 576.012.138 per tahun.
4. Secara finansial usaha penggilingan padi di daerah penelitian layak untuk
diusahakan.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa saran,
antara lain:
1. Kepada pemilik usaha penggilingan padi disarankan untuk membuat fasilitas
antar jemput gabah dari petani secara kontiniu sehingga mampu bersaing
dengan penggilingan padi bergerak (Odong-odong).
2. Kepada pemerintah disarankan untuk menertibkan penggilingan-penggilingan
padi bergerak (Odong-odong) yang mulai marak dan tidak memiliki surat izin
usaha.
3. Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian tentang
kelayakan usaha penggilingan bergerak (Odong-odong) dan
DAFTAR PUSTAKA
Andoko. A. 2006. Budidaya Padi Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.
Badan Pusat Statistik. 2010. Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka. Medan: BPS Sumatera Utara. Di Desa Cikarang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Departemen Pertanian. 2005. Teknik Penggilingan Padi yang Baik. Ditjen pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, Departemen Pertanian. Ragunan Jakarta:
Hardjosentono, M. 2000. Mesin-Mesin Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasbullah, R . 2007. Program Pengawalan Penanganan Pasca Panen dan Pemasaran Gabah oleh Perguruan Tinggi di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB.
Husnan, S. dan Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Ibrahim,Y. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.
Kasmir dan Jakfar, 2003 .Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Musa, Ali. 2012. Perencanaan dan Evaluasi Proyek Agribisnis Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: ANDI.
Pitoyo.S, 2003. Budi Daya Padi Sawah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Setyono, A. 1994. Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soekartawi, 1993. Teori Ekonomi Produksi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suharno, 2005. Permintaan Beras Kepala di Kota Kendari. Sulawesi Tenggara: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Sukirno, S. 2005. Mikro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suprayono dan A. Setyono. 1997. Budi Daya Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Thahir, R., 2008. Pengembangan Agroindustri Padi. Pascapanen.litbang.deptan.go.id/index.php/id/peneliti/18. Diakses pada Maret 2015.
Umar, H. 2001. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.
Lampiran 1. Tabel Rata-Rata Harga Beras Di Kabupaten Deli Serdang
Sumber: Kabupaten Deli serdang Dalam Angka, 2015.
Lampiran 2. Karakteristik Pengusaha Sampel
No Nama Jenis Kelamin Umur (Tahun) Pengalaman usaha (Tahun) Pendidikan Terakhir
Lampiran 3. Data Rata-Rata Output Beras dan Dedak Per Tahun
Lampiran 4. Modal Investasi Sampel 1
Jenis Modal Investasi Satuan Jumlah U.Ekonomis (Tahun) Harga (Rp) Total (Rp) Penyusutan Per Tahun (Rp)
Bangunan Unit 1 20 80.000.000 80.000.000 4.000.000
Mesin Penggiling Unit 1 15 250.000.000 250.000.000 16.666.667
Lampiran 4a. Total Biaya Rata-rata Per Tahun Sampel 1
Tahun
Biaya Tetap (Rp) Biaya Variabel (Rp)
Jumlah (Rp)
1 78.790.000 100.000 48.000.000 1.800.000 14.760.000 756.000.000 38.988.000 12.240.000 950.678.000 2 78.790.000 100.000 48.000.000 1.920.000 19.680.000 864.000.000 38.988.000 13.320.000 1.064.798.000 3 78.790.000 100.000 48.000.000 2.040.000 24.600.000 831.600.000 38.988.000 14.040.000 1.038.158.000 4 78.790.000 100.000 48.000.000 2.160.000 29.520.000 1.101.600.000 56.316.000 14.400.000 1.330.886.000 5 78.790.000 100.000 48.000.000 2.280.000 34.440.000 972.000.000 68.244.000 16.560.000 1.220.414.000 6 78.790.000 100.000 48.000.000 2.400.000 39.360.000 1.080.000.000 61.087.200 18.000.000 1.327.737.200
Lampiran 4b. Total Penerimaan Rata-rata Per Tahun Sampel 1
Tahun Penerimaan Beras (Rp) Penerimaan Dedak (Rp) Jumlah Penerimaan (Rp)
1 1.507.200.000 39.600.000 1.546.800.000
2 1.811.136.000 43.200.000 1.854.336.000
3 1.640.832.000 48.000.000 1.688.832.000
4 2.112.000.000 60.000.000 2.172.000.000
5 1.824.000.000 72.000.000 1.896.000.000
Lampiran 4c. Total Pendapatan Rata-Rata Per Tahun Sampel 1
Tahun Total Penerimaan (Rp) Total Biaya (Rp) Total Pendapatan (Rp)
1 1.546.800.000 950.678.000 596.122.000
2 1.854.336.000 1.064.798.000 789.538.000
3 1.688.832.000 1.038.158.000 650.674.000
4 2.172.000.000 1.330.886.000 841.114.000
5 1.896.000.000 1.220.414.000 675.586.000
6 1.908.000.000 1.327.737.200 580.262.800
Lampiran 5. Modal Investasi Sampel 2
Jenis Modal Investasi Satuan Jumlah U.Ekonomis (Tahun) Harga (Rp) Total (Rp) Penyusutan Per Tahun (Rp)
Bangunan Unit 1 20 100.000.000 100.000.000 5.000.000
Mesin Penggiling Unit 1 15 350.000.000 350.000.000 23.333.333
Lampiran 5a. Total Biaya Rata-Rata Per Tahun Sampel 2
Tahun Biaya Tetap (Rp) Biaya Variabel (Rp) Jumlah (Rp)
Peny. Investasi Pajak Listrik Tenaga Kerja Bahan Baku BBM Goni
1 66.293.333 625.000 8.880.000 69.120.000 3.072.000.000 51.840.000 34.560.000 3.303.318.333 2 66.293.333 625.000 9.000.000 77.760.000 3.360.000.000 51.840.000 36.720.000 3.602.238.333 3 66.293.333 625.000 9.120.000 86.400.000 3.840.000.000 51.840.000 39.960.000 4.094.238.333 4 66.293.333 625.000 9.240.000 95.040.000 3.696.000.000 51.840.000 42.120.000 3.961.158.333 5 66.293.333 625.000 9.360.000 103.680.000 4.896.000.000 74.880.000 43.200.000 5.194.038.333 6 66.293.333 625.000 9.480.000 112.320.000 4.320.000.000 86.400.000 49.680.000 4.644.798.333 7 66.293.333 625.000 9.600.000 120.960.000 4.800.000.000 79.488.000 54.000.000 5.130.966.333
Lampiran 5b. Total Penerimaan Rata-Rata Per Tahun Sampel 2
Tahun Penerimaan Beras (Rp) Penerimaan Dedak (Rp) Jumlah Penerimaan (Rp)
1 4.523.760.000 201.600.000 4.725.360.000
2 5.652.000.000 237.600.000 5.889.600.000
3 6.791.760.000 259.200.000 7.050.960.000
4 6.153.120.000 288.000.000 6.441.120.000
5 7.920.000.000 360.000.000 8.280.000.000
6 6.840.000.000 432.000.000 7.272.000.000
Lampiran 5c. Total Pendapatan Rata-Rata Per Tahun Sampel 2 Tahun Total Penerimaan (Rp) Total Biaya (Rp) Pendapatan (Rp)
1 4.725.360.000 3.303.318.333 1.422.041.667
2 5.889.600.000 3.602.238.333 2.287.361.667
3 7.050.960.000 4.094.238.333 2.956.721.667
4 6.441.120.000 3.961.158.333 2.479.961.667
5 8.280.000.000 5.194.038.333 3.085.961.667
6 7.272.000.000 4.644.798.333 2.627.201.667
7 7.344.000.000 5.130.966.333 2.213.033.667
Lampiran 6. Modal Investasi Sampel 3
Jenis Modal Investasi Satuan Jumlah U.Ekonomis (Tahun) Harga (Rp) Total (Rp) Penyusutan Per Tahun (Rp)
Bangunan Unit 1 20 50.000.000 50.000.000 2.500.000
Mesin Penggiling Unit 1 15 150.000.000 150.000.000 10.000.000
Timbangan Unit 2 15 2.500.000 5.000.000 333..333
Garukan Unit 2 6 50.000 100.000 16.666
Terpal Unit 2 6 250.000 500.000 83.333
Sekop Unit 2 6 100.000 200.000 33.333
Beko Sorong Unit 2 10 600.000 1.200.000 120.000
Alat Jahit Karung Unit 1 10 3.350.000 3.350.000 335.000
Garukan (2) Unit 2 6 50.000 100.000 16.666
Terpal (2) Unit 2 6 250.000 500.000 83.333