Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN MENURUT UNDANG-UNDANG RI
NO. 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas
Dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
O L E H
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2 0 0 7
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Abstraksi ...iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat ... 6
D. Keaslian Penulisan ... 7
E. Tinjauan Kepustakaan ... 8
1. Pengertian Penegakan Hukum ... 8
2. Pengertian Pidana ... 11
3. Pengertian Keimigrasian... 16
F. Metode Penelitian ... 16
G. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II TINJAUAN UMUM ... 21
A. Keimigrasian dalam Sistem Hukum Indonesia ... 21
1. Pengertian Keimigrasian... 21
2. Fungsi Keimigrasian ... 24
3. Ruang Lingkup Keimigrasian ... 29
B. Jenis-jenis Izin Keimigrasian ... 35
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
BAB III PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN ... 45
A. Ketentuan Keberadaan Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian ... 45
B. Faktor-faktor Penyebab terjadinya Penyalahgunaan Izin Keimigrasian ... 53
C. Upaya Penanggulangan Tidak Pidana Penyalahgunaan Izin Keimigrasian ... 61
D. Peranan Aparatur Penegak Hukum dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penyalahgunaan Izin Keimigrasian ... 73
BAB IV KASUS DAN ANALISIS KASUS ... 91
A. Kasus Posisi ... 92
B. Analisis Kasus ... 99
C. BAB V PENUTUP ... 104
A. Kesimpulan ... 104
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI
Keimingrasian merupakan salah satu bagian terpenting bagisuatu negara, mengingat tugas dan tanggung jawab yang diembannya sangat menentukan keberadaan dan dan kekuatan negara yang bersangkutan. Seluruh warga negara Indonesia maupun warga negara asing setiap kali keluar-masuk wilayah Indonesia pasti berurusan terlebih dahulu dengan bagian keimigrasian. Tidak jarang persoalan kewarganegaraan suatu negara akan berkembang menjadi persoalam besar akibat kelengahan dari bagian keimigrasian negara tersebut.
Kompleksnya masalah dalam tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian, mulai dari penggunaan visa yang tidak sesuai, masalah minimnya pengetahuan masayrakat, sampai peranan aparat penegak hukum, menjadikan tindak pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian sebagai suatu tindakpidana memerlukan penangan khusus. Skripisi yang berjudul “penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian (studi kasus Pengadilan Negeri Medan dengan Putusan No. 2493/Pid. B/2002/PN. Mdn)” mengetangahkan permasalahan tersendiri mengenai pengaturan tindak pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian, serta faktor-faktor yang menjadi penyebab dalam tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasianadan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan sebagai upaya dalam menangani tindak pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian.
Penulis menggunakan metode penelitian dengan metode hukum normative dan empiris,pada tahap awal penulis terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap bahan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian. Tahap selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan menggunakan teknik wawancara dan mengumpulkan bahan dari narasumber yaitu dari Kantor Imigrasi Polinia Medan, Kantor Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya (Poltabes), dan Pengadilan Negeri Medan yang bertujuan untuk mengetahui pengaturan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian serta mengetahui peranan aparatur penegak hukum dalam menggulangi tindak pidana penyalhgunaan izin keimigrasian. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pengaturan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian juga masih berpedoman dengan KUHP.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Ditinjau darui sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan
oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum
itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja
yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti
dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi
subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur
penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu,
apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk
menggunakan daya paksa.1
Mengingat demikian banyaknya instansi (struktur kelembagaan) dan
pejabat (kewenangan) yang terkait di bidang penegakan hukum, maka reformasi
penegakan hukum tampaknya memerlukan peninjauan dan penataan kembali
seluruh struktur kekuasaan/kewenangan penegakan hukum. Jadi, “reformasi
1
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
penegakan hukum” mengandung di dalamnya “reformasi kekuasaan/kewenangan
di bidang penegakan hukum”.2
Reformasi di bidang penegakan hukum dan struktur hukum, bahkan juga
di bidang perundang-undangan (substansi hukum), berhubungan erat dengan
reformasi di bidang “budaya hukum dan pengetahuan/pendidikan hukum”.
Masalah-masalah yang mendapat sorotan masyarakat luas saat ini (seperti kolusi,
korupsi, mafia peradilan dan bentuk-bentk penyalahgunaan kekuasaan atau
persekongkolan lainnya di bidang prosedur/penegakan hukum), jelas sangat
terkait dengan masalah budaya hukum dan pengetahuan/pendidikan hukum.3
Hukum keimigrasian merupakan bagian dari sistem hukum yang berlaku
di Indonesia, bahkan merupakan subsistem dari Hukum Administrasi Negara.
Sebagai sebuah subsistem hukum, hukum keimigrasian di Indonesia telah ada
sejak pemerintahan kolonial Belanda4
2
Barda Nawawi Arief, “Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan”, PT. Citra Aditya Bakti, Semarang, 2001, hal. 3.
3
Ibid, hal. 4
4
M. Iman Santoso, “Persfektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional”, UI Press Jakarta, 2004, hal. 1
. Ketentuan hukum keimigrasian di
Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga 1991
secara formal tidak mengalami perkembangan berarti. Dikatakan demikian karena
ketentuan keimigrasian masih tersebar dalam beberapa ketentuan
perundang-undangan dan masih kuat dipengaruhi oleh hukum kolonial. Disamping tidak
seseuai lagi dengan perkembangan kehidupan nasional, sebagian dari ketentuan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kehidupan nasional, sebagian dari
ketentuan tersebut masih merupakan bentukan pemerintah kolonial Belanda yang
diserap ke dalam hukum keimigrasian nasional, seperti Toelatingsbesluit
Staatsblad 1916 Nomor 47 (Penetapan Izin Masuk/PIM), diubah dan ditambah
terakhir dengan Staatsblad 1949 Nomor 330, serta Toelatingsordonnantie
Staatsblad 1949 Nomor 33 (Ordonansi Izin Masuk/OIM), yang tentu saja
kehadirannya ditujukan untuk mendukung kepentingan pemerintah kolonial.
Misalnya disebutkan dalam Ordonansi Izin Masuk bahwa orang asing yang telah
diberi izin masuk, sekaligus juga diberi izin menetap. Demikian pula dalam
pengaturan Penetapan Izin Masuk, keberadaan pendatang ilegal dapat menjadi
legal hanya dengan membayar sejumlah denda. Hal tersebut tentu saja merupakan
kemudahan di bidang keimigrasian karena membuka pintu selebar-lebarnya bagi
pendatang dari berbagai negara demi kepentingan politik, ekonomi, dan
pertahanan pemerintah kolonial.5
Secara faktual harus diakui bahwa peningkatan arus lalu-lintas orang,
barang, jasa dari dan ke wilayah Indonesia dapat mendorong dan memacu . Barulah kemudian, pada tanggal 31 Maret
1992, Undang-undang tentang keimigrasian yang berjiwa nasional dilahirkan.
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut
UU No. 9 Tahun 1992) merupakan unifikasi beberapa ketentuan yang berkaitan
dengan keimigrasian, yang sebelumnya tersebar dalam beberapa ketentuan
perundang-undangan.
5
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
pertumbuhan ekonomi serta proses modernisasi masyarakat. Peningkatan arus
orang asing ke wilayah RI tentunya akan meningkatkan penerimaan uang yang
dibelanjakan di Indonesia, meningkatnya investasi yang dilakukan, serta
meningkatnya aktivitas perdagangan yang akan meningkatkan penerimaan devisa.
Namun peningkatan arus lalu-lintas barang, jasa, modal, informasi dan
orang juga dapat mengandung pengaruh negative, seperti:
a. Dominasi perekonomian nasional oleh perusahaan transnasional yang
bergabung dengan perusahaan Indonesia (melalui Penanaman Modal
Asing dan/ atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pembelian saham
atau kontrak lisensi).
b. Munculnya Transnational Organized Crimes (TOC), mulai dari
perdagangan wanita dan anak-anak, pencucian uang, narkotika, dan
obat terlarang, imigran gelap, sampai ke perbuatan terorisme
internasional.
Dampak negatif ini akan semakin meluas ke pola kehidupan serta tatanan sosial
budaya yang dapat berpengaruh pada aspek pemeliharaan keamanan dan
ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisasikan dampak negatif yang
timbul akibat mobolitas manusia, baik warga negara Indonesia maupun orang
asing, yang keluar, masuk, dan tinggal di wilayah Indonesia, keimigrasian harus
mempunyai peranan yang semakin besar. Penetapan politik hukum keimigrasian
yang bersifat selektif (selective policy) membuat institusi imigrasi Indonesia
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
dari segi masuknya, keberadaannya, maupun kegiatannya di Indonesia6
a. Memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan negara Republik
Indonesia;
.
Berdasarkan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif, ditetapkan bahwa
hanya orang asing yang:
b. Tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum; serta
c. Tidak bermusuhan dengan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia,
diizinkan masuk dan dibolehkan berada di wilayah Indonesia, serta diberi izin
tinggal sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia.
Dengan demikian, peran penting aspek keimigrasian dalam tatanan
kehidupan kenegaraan akan dapat terlihat dalam pengaturan keluar-masuk orang
dari dan ke dalam wilayah Indonesia, dan pemberian izin tinggal serta
pengawasan terhadap orang asing selama berada di wilayah Indonesia.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka perlulah kiranya
penulis untuk membahas lebih jauh mengenai tindak pidana di bidang
keimigrasian ini khususnya hal-hal yang berkaitan dengan penyalahgunaan izin
keimigrasian, maka dari itu penulis mengambil judul skripsi “Penegakan Hukum
Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian”.
6
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana di uraikan diatas, maka
perlu di rumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana
penyalahgunaan izin keimigrasian?
2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan izin
keimigrasian?
3. Bagaimanakah peranan aparatur penegak hukum dalam penegakan hukum
terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah penulis utarakan, maka
dapat disimpulkan bahwa tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1) Untuk Mengetahui apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab
terjadinya tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian.
2) Untuk mengetahui bagaiman upaya penganggulangan tindak pidana
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
3) Untuk mengetahui dan meneliti lebih jauh bagaimana peranan aparatur
penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan izin
keimigrasian.
2. Manfaat Penulisan
Selain tujuan-tujuan tersbut diatas, penulisan skripsi ini juga diharapkan
bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya:
a. Manfaaat teoritis
Pembahasan terhadap masalah-masalah dalam skripsi ini tentu akan
menambah pemahaman kepada semua pihak baik masyarakat pada umumnya
maupun para pihak yang berhubungan dengan dunia hukum pada khususnya.
Skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan
perangkat peraturan perundang-undangan terhadap tindak pidana yang terkait
erat dengan izin keimigrasian ini.
b. Manfaaat praktis
Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan bahan
rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan juga aparat
penegak hukum/pemerintah dalam menghadapi atau mengusut tuntas suatu
peristiwa pidana terutama hal-hal yang berkaitan dengan tindakan yang
menyalahgunakan izin keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan skripsi tentang “Penegakan
Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian” belum pernah
disajikan sebelumnya baik dalam bentuk tulisan maupun sub pembahasan
permasalahan dalam suatu skripsi. Permasalahan maupun penyajiannya
merupakan hasil dari pemikiran dan ide penulis sendiri. Skripsi juga didasarkan
pada referensi dari buku-buku, informasi dari media cetak dan elektronik serta
fakta yang diperoleh dai data berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh penulis.
Berdasarkan alasan tersebut di atas maka dapat disimpilkan bahwa skripsi adalah
asli.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian penegakan hukum
Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau
konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan
hukum ini bersifat abstrak. Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan
penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum secara
konkret merupakan berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana
seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu memberikan keadilan dalam suatu perkara
berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh
karena itu keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.
Pada dasarnya ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu :
(1) Faktor hukumnya sendiri;
(2) Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum;
(3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
(4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan
diterapkan;
(5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.7
Penegakan hukum khususnya hukum pidana apabila dilihat dari suatu
proses kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan
kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu :
a. Tahap Formulasi;
b. Tahap Aplikasi;
c. Tahap Eksekusi;
Dapatlah dikatakan bahwa ketiga tahap kebijakan penegakan hukum
pidana tersebut terkandung didalamnya tiga kekuasaan atau kewenangan, yaitu
7
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
kekuasaan Legislatif pada tahap formulasi, yaitu kekuasaan legeslatif dalam
menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa
yang dapat dikenakan. Pada tahap ini kebijakan legeslatif ditetapkan sistem
pemidanaan, pada hakekatnya sistem pemidanaan itu merupakan sistem
kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana. Yang kedua adalah kekuasaan
Yudikatif pada tahap aplikasi dalam menerapkan hukum pidana, dan kekuasaan
Eksekutif pada tahap Eksekusi dalam hal melaksanakan hukum pidana. 8
Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara preventif dan represif.9
8
Barda Nawani Arief, “Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana,” (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 30.
9
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, “Politik Hukum Pidana”, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005), hal. 111.
Penegakan secara preventif diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan
pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya
diberikan pada badan-badan eksekutif dan kepolisian. Walaupun adakalanya
dengan Undang-Undang, dapat ditunjuk pula pengadilan seperti dalam yurisdiksi
volunter, dan Kejaksaan misalnya dengan tugas PAKEM-nya, melakukan
penegakan hukum preventif. Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan
apabila usaha preventif telah dilakukan ternyata masih juga terdapat usaha
pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan secara represif oleh
alat-alat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hukum represif
pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara
organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
diawali dari Lembaga Kepolisian, berikutnya Kejaksaan, kemudian diteruskan ke
Lembaga Pengadilan dan berakhir pada Lembaga Pemasyarakatan.
Penegakan hukum yang berkeadilan sarat dengan landasan etis dan moral.
Penegasan ini bukanlah tidak beralasan, selama kurun waktu lebih dari empat
Dasawarsa bangsa ini hidup dalam ketakutan, ketidakpastian hukum dan hidup
dalam intimitas yang tidak sempurna antara sesamanya. Apa yang sesungguhnya
dialami tidak lain adalah pencabikan moral bangsa sebagai akibat dari kegagalan
bangsa ini dalam menata manajemen Pemerintahannya yang berlandaskan hukum.
Penegakan hukum adalah proses yang tidak sederhana, karena di dalamnya
terlibat subjek hukum yang mempersepsikan hukum menurut kepentingan
masing-masing, faktor moral sangat berperan dalam menentukan corak hukum
suatu bangsa. Hukum dibuat tanpa landasan moral dapat dipastikan tujuan hukum
yang berkeadilan tidak mungkin akan terwujud.10
2. Pidana
a) Pengertian pidana
Istilah “hukuman” yang merupakan istilah umum konvensional, dapat
mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat mempunyai
arti dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya
10
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di
bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya.
Oleh karena “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu
ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri
atau sifat-sifat yang khas.
Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan
beberapa pendapat atau defenisi dari para sarjana sebagai berikut:11
1. Prof. Sudarto, SH :
Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja diberikan
kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
2. Prof. Roeslan Saleh :
Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang
dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik.
Dari definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa pidana mengandung
unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut :
1) pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau
nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;
11
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
2) pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai
kekuasaan (oleh yang berwenang);
3) pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut undang-undang;
b) Jenis-jenis Pidana
1. Menurut hukum pidana positif (KUHP dan di luar KUHP)
Jenis pidana menurut KUHP, seperti terdapat dalam pasal 10, dibagi dalam
dua jenis12
a. pidana pokok, yaitu : :
1) pidana mati
2) pidana penjara
3) pidana kurungan
4) pidana denda
5) pidana tutupan (ditambah berdasarkan UU No. 20 tahun 1946)
b. pidana tambahan, yaitu :
1) pencabutan hak-hak tertentu;
2) perampasan barang-barang tertentu;
3) pengumuman putusan hakim.
12
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Disamping jenis sanksi yang berupa pidana dalam hukum pidana positif
dikenal juga sanksi yang berupa tindakan, misalnya :
a. penempatan di rumah sakit jiwa bagi orang yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu
karena penyakit (lihat Pasal 44 ayat 2 KUHP);
b. bagi anak yang sebelum umur 16 tahun melakukan tidak pidana, Hakim dapat
mengenakan tindakan berupa (lihat Pasal 45 KUHP);
1) mengembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemelihatanya atau
2) memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada pemerintah.
Dalam hal yang ke-2, anak tersebut dimasukkan dalam rumah pendidikan
negara yang penyelenggaraannya diatur dalam Peraturan Pendidikan Paksa
(Dwangopvoedingregeling, Stb. 1916 no. 741) yang sekarang telah diganti dengan
Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan.
c. penempatan di tempat kerja Negara (Landswerkinrichting) bagi pengenggur
yang malas bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian, serta
mengganggu ketertiban umum dengan melakukan pengemisan,
bergelandangan atau perbuatan asosial (Stb. 1936 no. 160);
d. tindakan tata-tertib dalam hal tindak pidana ekonomi (Pasal 8 UU No. 7 Drt.
1955) dapat berupa :
1) penempatan perusahaan si terhukukm di bawah pengampuan untuk selama
waktu tertentu (3 tahun untuk kejahatan TPE dan 2 tahun untuk
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
2) pembayaran uang jaminan selama waktu tertentu;
3) pembayaran sejumlah uang sebagai pencabutan keuntungan menurut
taksiran yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan;
4) kewajiban mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak, dan melakukan
jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat satu sama lain, semua atas
biaya si terhukum sekedar Hakim tidak menentukan lain.
2. Menurut Konsep Rancangan KUHP tahun 1972.
Ketentuan tentang “pidana” dalam konsep terdapat dalam Bab V, mulai
Pasal 43 s.d. Pasal 82.
Pembagian jenis pidanannya sebagai berikut :
a. Pidana pokok:
1) pidana mati
2) pidana permasyarakatan, yang terdiri dari :
a) pidana permasyarakatan istimewa (utuk yang melakukan tindak pidana
karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati);
b) pidana permasyarakatan khusus (untuk yang melakukan tindak pidana
karena kebiasaan);
c) pidana permasyarakatan biasa (untuk yang melakukan tindak pidana
karena kesempatan).
3) pidana pembimbingan, yang terdiri dari :
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
b) pidana penentuan tempat tinggal;
c) pidana latihan kerja;
d) pidana kerja bakti.
4) pidana perserikatan, yang terdiri dari :
a) pidana perserikatan;
b) penuntutan (sic. : penutupan) usaha sebagian atau seluruhnya;
c) penempatan usaha di bawah pengawasan pemerintah untuk jangka
waktu yang ditentukan oleh Hakim;
d) pembayaran uang jaminan yang jumlahnya ditentukan oleh Hakim;
e) penyitaan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
f) perbaikan akibat-akibat dari tindak pidana.
b. Pidana tambahan:
1) pencabutan hak tertentu;
2) penempatan barang tertentu;
3) pengumuman keputusan Hakim;
4) pengenaan kewajiban ganti rugi;
5) pengenaan kewajiban agama;
6) pengenaan kewajiban adat.
3. Pengertian Keimigrasian
Istilah imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang artinya
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Oxford Dictionary of Law juga memberikan defenisi sebagai berikut:
“Immigration is the act of entering a country other than one’s native
country with the intention of living there permanently”.
Dari defenisi ini dipahami bahwa perpindahan itu mempunyai maksud
yang pasti, yakni untuk tinggal menetap dan mencari nafkah di suatu tempat baru,
Oleh karena itu, orang asing yang bertamasya, atau mengunjungi suatu konferensi
internasional, atau merupakan rombongan misi kesenian atau olahraga, atau juga
menjadi diplomat tidak dapat disebut sebagai seorang imigran.
Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
1992 dalam pasal 1 butir 1 disebutkan: “Keimigrasian adalah hal ikhwal lalu
lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan
pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia”.13
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan
dalam skripsi ini adalah menggunakan metode yuridis – normatif. Penelitian
yuridis – normatif merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada
Peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan lain, serta menelaah peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Untuk
menunjang pembahasan demi pembahasan masalah, penulis melakukan studi
13
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
langsung untuk mendapatkan data-data seperti di Kantor Imigrasi Polnia Medan,
Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan dan sekitarnya, serta di Pengadilan
Negeri Medan.
2. Lokasi penelitian
Dalam hal peneltian yang berkaitan dengan bahan bacaan, dilakukan di
Perpustakaan Univesitas Sumatera Utara maupun yang di-download melalui
internet ataupun situs-situs berkaitan dengan bahan-bahan yang sifatnya skunder
(tulisan, skripsi, tesis, berita dsb.).
Dalam hal penelitian lapangan penulis melakukannya di Kantor Imigrasi
Polnia Medan, Kantor Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan Sekitarnya, serta
Pengadilan Negeri Medan untuk mendapatkan gambaran ataupun bahan akurat
berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
3. Sumber dan pengumpulan data
Data-data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersumber
dari :
a. Data Primer yaitu data pokok yang diperoleh atau bersumber dari hasil
penelitian langsung di lapangan14
14
Soerjono Soekamto, “Pengantar Penelitian Hukum”, UI-Press Jakarta, 1984, hal. 12
, responden dari narasumber atau lembaga di
tempat penelitian dilakukan yang berkaitan dengan permasalahan dalam
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
menggunakan pedoman wawancara (interview guide) kepada para informan.
Informan yang dipilih adalah mempunyai keterkaitan erat dengan pokok
bahasan pada skripsi ini yaitu:
1) Petugas Keimigrasian Polonia Medan
2) Kepolisian kota Medan
b. Data Skunder yaitu data-data yang diperoleh dari peraturan-peraturan,
buku-buku literatur, artikel ataupun majalah-majalah serta data lain yang diperoleh
melalui internet yang berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan
skripsi ini.
4. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Penelitian kepustakaan (Library Research)
Yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan atau tulisan
seperti: buku, majalah, internet, pendapat sarjana dan bahan-bahan kuliah
lainnya yang berkaitan erat dengan pokok bahasan atau permasalahan dalam
skripsi ini.
b. Penelitian lapangan (Field Research)
Yakni dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan baik berupa
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
penyidikan kasus ini serta dengan memperoleh salinan data-data yang lebih
lengkap dan menunjang pembahasan permasalahan yang disusun penulis.
5. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan
cara kualitatif, yaitu jawaban dari responden dan data-data yang diperoleh
dilapangan diedit dan dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab
permasalahan demi permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan atau penyajiannya, penulis menjabarkan
materi ataupun isi dari skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I : Bab ini memuat latarbelakang, perumusan permasalahan, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjaun kepustakaan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Bab ini menjelaskan tentang tinjauan umum mengenai keimigrasian,
baik itu mengenai keimigrasian dalam sistem hukum Indonesia dan
nasional, dan apa saja yang termasuk dalam jenis-jenis izin
keimigrasian.
BAB III : Bab ini nerupakan bab yang membahas bagaimana penegakan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
BAB IV : Bab yang membahas Kasus dan Analisis Kasus Putusan No.2493/Pid. B/2002/PN. Mdn.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang
berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang
telah dibahas.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
TINJAUAN UMUM
A. Keimigrasian Dalam Sistem Hukum Indonesia 1) Keimigrasian di Indonesia
Di Indonesia pemeriksaan keimigrasian telah ada sejak zaman penjajahan
Belanda. Pada saat itu, terdapat badan pemerintah kolonial Belanda bernama
Immigratie Dienst yang bertugas menangani masalah keimigrasian untuk seluruh
kawasan Hindia Belanda.
Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, namun baru pada
tanggal 26 Januari 1950 Immigratie Dienst ditimbang terimakan dari H. Breekland
kepada Kepala Jawatan Imigrasi dari tangan Pemerintah Belanda ke tangan
Pemerintah Indonesia, tetapi yang lebih penting adalah peralihan tersebut
merupakan titik mula dari era baru dalam politik hukum keimigrasian Indonesia,
yaitu perubahan dari politik hukum keimigrasian yang bersifat terbuka (open door
policy) untuk kepentingan pemerintahan kolonial, menjadi politik hukum
keimigrasian yang bersifat selektif didasarkan pada kepentingan nasional
Indonesia.
Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, dalam pasal 1
menyebutkan:
“Keimigrasian adalah hal-ikwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar
wilayah Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Republik
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Dengan menggunakan pendekatan gramatikal (tata bahasa) dan
pendekatan semantik (ilmu tentang arti kata), defenisi keimigrasian dapat kita
jabarkan sebagai berikut:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hal diartikan sebagai
keadaan, peristiwa, kejadian (sesuatu yang terjadi). Sementara itu kata ihwal
diartikan hal, perihal. Dengan demikian, hal-ihwal diartikan berbagai-bagai
keadaan, peristiwa, kejadian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata lalu-lintas diartikan sebagai
hubungan antara suatu tempat dan tempat lain, hilir-mudik, bolak-balik.15
1) Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu-lintas orang keluar, masuk, dan
tinggal dari dan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Dengan demikian, menurut Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang
keimigrasian terdapat dua unsur pengaturan yang penting, yaitu:
2) Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di wilayah
Republik Indonesia.16
Unsur pertama, pengaturan lalu-lintas keluar masuk wilayah Indonesia.
Berdasarkan hukum internasional pengaturan hal ini merupakan hak dan
wewenang suatu negara serta merupakan salah satu perwujudan dan kedaulatan
sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
15
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001
16
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
1945, Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian tidak
membedakan antara emigrasi dan imigrasi. Selanjutnya, pengaturan lalu-lintas
keluar-masuk wilayah Indonesia ditetapkan harus melewati Tempat Pemeriksaan
Imigrasi (TPI), yaitu di pelabuhan laut, Bandar udara, atau tempat tertentu atau
daratan lain yang ditetapkan Menteri Kehakiman sebagai tempat masuk atau
keluar wilayah Indonesia (entry point).
Pelanggaran atas ketentuan ini dikategorikan sebagai tindakan memasuki
wilayah negara Indonesia secara tidak sah, artinya setiap tindakan keluar-masuk
wilayah tidak melalui TPI, merupakan tindakan yang dapt dipidana.
Unsur kedua dari pengertian keimigrasian yaitu pengawasan orang asing di
wilayah Indonesia. Dalam rangka ini “pengawasan” adalah keseluruhan proses
kegiatan untuk mengontrol atau mengawasi apakah proses pelaksanaan tugas telah
sesuai dengan rencana atau aturan yang telah ditentukan.17
Pengawasan orang asing meliputi masuk dan keluarnya orang asing ke dan
dari wilayah Indonesia, dan keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah
Maka pengertian pengawasan orang asing adalah seluruh rangkaian
kegiatan yang ditujukan untuk mengontrol apakah keluar-masuknya serta
keberadaan orang asing di Indonesia telah atau tidak sesuai dengan ketentuan
keimigrasian yang berlaku.
17
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Indonesia. Pengawasan orang asing sebagai suatu rangkaian kegiatan pada
dasarnya telah dimulai dan dilakukan oleh perwakilan RI di luar negeri ketika
menerima permohonan pengajuan visa. Pengawasan selanjutnya dilaksanakan
oleh pejabat imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) ketika pejabat
imigrasi dengan kewenangannya yang otonom memutuskan menolak atau
memberikan izin tinggal yang sesuai dengan visa yang dimilikinya, selanjutnya
pengawasan beralih ke kantor imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal waraga asing tersebut. Dari keseluruhan prosedur keimigrasin yang
ditetapkan, perlu dipahami bahwa operasionalisasinya dilaksanakan berdasarkan
politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif.
1) Fungsi Keimigrasian
Dari uraian mengenai pengertian umum, dapat dinyatakan juga bahwa
pada hakikatnya keimigrasian merupakan:
“suatu rangkaian kegiatan dalam pemberian pelayanan dan penegakan
hukum serta pengamanan terhadap lalu lintas keluar masuknya setiap
orang dari dank e dalam wilayah RI, serta pengawasan terhadap
keberadaan warga negara asing di wilayah Republik Indonesia.”18
Dari pernyataan tersebut, maka secara operasional peran keimigrasian
dapat diterjemahkan ke dalam konsep Trifungsi Imigrasi. Dimana konsep ini
hendak menyatakan bahwa sistem keimigrasian, baiak ditinjau dari budaya hukum
18
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
keimigrasian, materi hukum (peraturan hukum) keimigrasian, lembaga, organisasi,
aparatur, mekanisme hukum keimigrasian, sarana dan prasarana hukum
keimigrasian, dalam operasionalisasinya harus selau mengandung Trifungsi,
yaitu:
a. Fungsi pelayanan masyarakat
Salah satu fungsi keimigrasian adalah fungsi penyelenggaraan
pemerintahan atau administrasi negara yang mencerminkan aspek pelayanan. Dari
aspek itu, imigrasi dituntut untuk memberi pelayanan prima di bidang
keimigrasian, baik kepada Warga negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara
Asing).
Pelayanan bagi Warga Negara Indonesia terdiri dari:
1) Pemberian paspor/ pemberian Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP)/Pas
lalu lintas Batas (PLB), dan
2) Pemberian Tanda bertolak/ masuk
Pelayanan bagi Warga Negara Asing terdiri dari:
1. Pemberian Dokumen Keimigrasian (DOKIM) berupa: Kartu Izin Tinggal
Terbatas Keimigrasian (KITAS), Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP),
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
2. Perpanjangan izin tinggal meliputi: Visa Kunjungan Wisata (VKM), Visa
Kunjungan Sosial Budaya (VKSB), Visa Kunjungan Usaha (VKU).
3. Perpanjangan DOKIM meliputi KITAS, KITAP, DAHSUSKIM
4. Pemberian Izin Masuk Kembali, Izin Bertolak
5. Pemberian Tanda Bertolak dan Masuk.
b.Fungsi penegakan hukum
Dalam Pelaksanaan tugas keimigrasian, keseluruhan aturan hukum
keimigrasian itu ditegakkan kepada setiap orang yang berada di dalam wilayah
hukum negara Republik Indonesia baik itu Warga Negara Indonesia (WNI) atau
Warga Negara Indonesia (WNA).
Penegakan hukum keimigrasian terhadap Warga Negara Indonesia (WNI),
ditujukan pada permasalahan:
1. Pemalsuan identitas
2. Pertanggungjawaban sponsor
3. Kepemilikan paspor ganda
4. Keterlibatan dalam pelaksanaan aturan keimigrasian
Penegakan hukum kepada Warga Negara Asing (WNA) ditujukan pada
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
1. Pemalsuan identitas Warga Negara Asing (WNA)
2. Pendaftaran orang asing dan pemberian buku pengawasan orang asing
3. Penyalahgunaan izin tinggal
4. Masuk secara ilegal atau berada secara ilegal
5. Pemantauan/razia
6. Kerawanan keimigrasian secara geografis dalam pelintasan.
Secara operasional fungsi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh
institusi Imigrasi Indonesia juga mencakup penolakan pemberian izin masuk, izin
bertolak, izin keimigrasian, dan tindakan keimigrasian. Semua itu merupakan
bentuk penegakan hukum yang bersifat administratif. Sementara itu, dalam hal
penegakan hukum yang bersifat proyustisia, yaitu kewenangan penyidikan,
tercakup tugas penyidikan (pemanggilan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan,
penggeledahan, pemyitaan), pemberkasan perkara, serta pengajuan berkas perkara
ke penuntut umum.
c. Fungsi keamanan
Imigrasi berfungsi secara penjaga pintu gerbang negara. Dikatakan
demikian karena imigrasi merupakan institusi pertama dan terakhir yang
menyaring kedatangan dan keberangkatan orang asing ke dan dari wilayah
Republik Indonesia. Pelaksanaan fungsi keamanan yang ditujukan kepada Warga
Negara Indonesia dijabarkan melalui tindakan pencegahan ke luar negeri bagi
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Agung. Khusus untuk Warga Negara Indonesia (WNI) tidak dapat dilakukan
pencegahan karena alasan-alasan keimigrasian belaka.
Pelaksanaan fungsi keamanan yang ditujukan kepada Warga Negara
Asing (WNA) adalah:
1. Melakukan seleksi terhadap setiap maksud kedatangan orang asing melalui
pemeriksaan permohonan visa
2. Melakukan kerjasama dengan aparatur keamanan negara lainnya khususnya di
dalam memberikan supervisi perihal penegakan hukum keimigrasian.
3. Melakukan operasi intelijen keimigrasian bagi kepentingan keamanan negara
4. Melaksanakan pencegahan dan penangkalan, yaitu larangan bagi seseorang
untuk meninggalkan wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan/atau
larangan untuk memasuki wilayah Indonesia dalam waktu tertentu.
Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, harus diingat bahwa di era
globalisasi aspek hubungan kemanusiaan yang selama ini bersifat nasional
berkembang menjadi bersifat internasional, terutama di bidang perekonomian,
demi peningkatan kesejahteraan. Untuk mengantisipasinya, perlu menata atau
mengubah peraturan perundangan, secara sinergi baik di bidang ekonomi,
industri, perdagangan, transportasi, ketenagakerjaan, maupun peraturan di bidang
lalu-lintas orang dan barang yang dapat memfasilitasi pertumbuhan ekonomi.
Perubahan itu diperlukan guna meningkatkan intensitas hubungan negara
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
besar pada pelaksanaan fungsi dan tugas keimigrasian serta menghindari adanya
tumpang tindih peraturan.
Di dalam perkembangan Trifungsi Imigrasi dapat dikatakan mengalami
suatu pergeseran bahwa pengertian fungsi keamanan dan penegakan hukum
merupakan satu bagian yang tak terpisahkan karena penerapan penegakan hukum
dibidang keimigrasian berarti sama atau identik dengan menciptakan kondisi
keamanan yang kondusif atau sebaliknya19
Tuntutan perubahan Trifungsi Imigrasi dipertegas oleh pernyataan Prof.
Dr. Yusril Ihza Mahendra selaku Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia
Republik Indonesia, yang menyatakan:
. Di dalam rangka memelihara kondisi
keamanan yang kondusif secara otomatis fungsi penegakan hukum keimigrasian
harus dilakasanakan secara terus-menerus dan konsekuen. Sedangkan fungsi baru
yaitu sebagai fasilisator pembagunan ekonomi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan fungsi keimigrasian lainnya. Hal ini terlihat ketika jasa
keimigrasian telah menjadi bagian dari infrastruktur perekomian.
20
“Trifungsi Imigrasi yang merupakan ideologi atau pandangan hidup bagi setiap kebijakan dan pelayanan keimigrasian harus diubah karena tutntutan zaman. Paradigma konsepsi keamanan saat ini mulai bergeser, semula menggunakan pendekatan kewilayahan (territory) yang hanya meliputi keamanan nasional (national security) berubah menjadi pendekatan yang komprehensif selain keamanan nasioanal juga keamanan warga masyarakat (human security) dengan menggunakan pendekatan
19
Ibid, hal. 24
20
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
hukum. Mendukung konsepsi tersebut, saya memberi pesan agar insane imigrasi mengubah cara pandang mengenai konsep keamanan yang semula hanya sebagai alat kekuasaan, agar menjadi apratur yang dapat memberikan kepastian hukum, mampu melaksanakan penegakan hukum, dan dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat. Bertitik tolak dari berbagai tantangan itu, sudah waktunya kita membuka cakrawala berpikir yang semula hanya dalam cara pandang ke dalam (inward looking) menjadi cara pandang ke luar (outward looking) dan mulai mencoba untuk mengubah paradigma Trifungsi Imigrasi yang pada mulanya sebagai pelayan masyarakat, penegak hukum, dan sekuriti, agar diubah menjadi Trifungsi Imigrasi baru yaitu sebagai pelayan masyarakat, penengak hukum, dan fasilisator pembangunan ekonomi”.
3. Ruang Lingkup Fungsi Keimigrasian
Paradigma lama hanya melihat esensi keimigrasian sebatas hal-ihwal
orang asing, sehingga muncul pendapat seolah-olah masalah keimigrasian sebatas
masalah yang berporos pada atau paling tidak bertalian dengan negara asing.
Sebaliknya, paradigma baru melihat bahwa keimigrasian itu bersifat
multidimensional, baik itu dalam tatanan nasional maupun internasional. Hal ini
lebih disebabkan karena dunia telah menjadi semakin kecil dan bahwa subjek
masalah keimigrasian adalah manusia yang bersifat dinamis. Hal itu dapat
dijelaskan dalam uraian sebagai berikut:
a. Bidang Politik
Ada berbagai pendapat yang menyatakan di mana sebenarnya fungsi
keimigrasian itu berada. Di satu sisi, sebagai bagian dari sistem hukum
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
yang kadangkala terasa janggal. Di sisi lain, hukum keimigrasian juga mengatur
kewarganegaraan seseorang. Di samping itu hukum keimigrasian mempunyai
kaitan yang sangat erat dengan hubungan internasional. Berbagai pendapat
tersebut ada benarnya karena segalanya bergantung pada cara memandang fungsi
keimigrasian itu. Di Bidang politik sering fungsi keimigrasian ditempatkan pada
hubungan hubungan internasional, disisi lain hak seseorang untuk melintasi batas
negara dan bertempat tinggal di suatu negara dilihat sebagai hak asasi manusia.
Meskipun demikian, kedaulatan negara penerima juga tidak dapat di abaikan.
Berbagai konvensi internasional, seperti United Nations Convention 1951
Concerning of Refugees Status (selanjutnya disebut konvensi PBB Tahun 1951)
menyebutkan hak-hak seorang pengungsi serta kewajiban negara penerima.
Pencari Suaka politik(asylum seekers) akan mendapatkan hak-hak hidupnya dan
perlindungan atas dirinya di negara terakhir ia berada. Itu berarti bahwa ia
mendapatkan suatu perlakuan khusus di bidang keimigrasian. Seorang assign
dapat bertempat tinggal di suatu negara tanpa mengikuti ketentuan umum
mengenai keimigrasian. Pada kesempatan ini sering hukum keimigrasian
digunakan untuk melindungi kepentingan politik suatu negara, seperti yang
menyangkut masalah sentimen ras, agama, serta faktor lain yang berkaitan dengan
komposisi atau struktur kependudukan di dalam suatu negara.
b. Bidang Ekonomi
Di bidang ekonomi tampak jelas sekali keterkaitan fungsi imigrasi dalam
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
kerangka pertumbuhan dan perkembangan perekonomian global yang ditandai
dengan peningkatan arus investasi sehingga menciptakan lapangan kerja,
mengalirkan teknologi baru, dan akan meningkatkan arus manusia ke kawasan
tersebut, atau dengan kata lain, ke mana investasi ditanamke sana pula arus
manusia mengikutinya. Di dalam kaitan ini sangatlah jelas bahwa jasa keimigrsian
di suatu negara merupakan bagaian yang tidak dapat dipisahkan dari kepentingan
ekonominya. Sektor peronomian membutuhkan jas infrastruktur lain, seperti jasa
fasilitas tranportasi , jasa fasilitas komunikasi, jasa fasilitas pengelolaan sumber
daya alam dan manusia serta jasa fasilitas perbankan. Maka, sudah dapat
dipastikan bahwa kini jasa fasilitas keimigrasian merupakan bagian dari
infrastruktur perekonomian.
Pemberian fasilitas jasa keimigrasian, seperti pemberian izin masuk, izin
masuk kembali (re-entry permit), izin masuk beberapa kali perjalanan (multiple
re-entry permit)., serta bermacam-macam izin tinggal (izin singgah, izin
kunjungan, izin tinggal terbatas, izin tinggal tetap) merupakan bagian dari
infrastruktur perekonomian. Begitu pula dengan aspek pengawasan orang asing,
termasuk pembatasan yang diberlakukan terhadap seorang asing untuk meperoleh
izin masuk atau tinggal di suatui negara baik sebagai pencari kerja maupun
investor, yang dimaksudkan untuk merlindungi warga negaranya dari sisi
perekonomian dalam menghadapi persaingan hidup.
Sebagai infrastruktur perekonomian, pembentukan pola-pola keimigrasian
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
tinggal bagi warga negara asing ke negaranya, tentu saja memliki persyaratan
yang ketat dan menguntungkan negara tersebut. Begitu pula negara yang termasuk
dalam kategori migrant country. Sebagai contoh, Australia, dengan alasan
perekonomian, mensyaratkan bahwa orang asing yang mengajukan permohonan
untuk masuk dan bertempat tinggal disana harus memiliki rumah dan dana dalam
jumlah tertentu sebagai modal kerja yang ditanam dalam suatu perusahaan.
Kemudian, kinerja perusahaan akan dinilai setiap tahun sebelum pihak imigrasi
Australia memutuskan untuk memberikan izin tinggal tetap bagi orang asing
tersebut.
c. Bidang Sosial Budaya
Pergerakan dan perpindahan manusia sebagai individu atau kelompok
akan mempunyai dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif pada individu
atau kelompok penerima. Pengaruh sosial dan budaya terjadi karena ada interaksi
diantara mereka, baik di lingkungan pendatang maupun penerima. Negara
berkepentingan, melalui fungsi keimigrasian, untuk tetap menjaga kondisi sosial
dan budaya yang ada di dalam masyarakat agar pengaruh dari luar tidak merusak
struktur sosial budaya masyarakatnya. Fungsi keimigrasian, melalui kebijakan
yang diberlakukan oleh pemerintah, harus mampu menyaring serta mengatur
hal-hal dimaksud diatas.
Sebagai contoh, terjadinya peningkatan jumlah pengungsi Afghanistan
yang masuk ke Indonesia beberapa waktu yang lalu, sedikit banyak telah
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
sekitar tempat penampungan orang Afghanistan tersebut. Berbagai hal dapat
terjadi, misalnya konflik sosial, perkawinan antara pengungsi dan penduduk lokal
yang berdampak pada status kewarganegaraan anak mereka, serta pertikaian
akibat kecemburuan sosial dari suatu kelompok kepada kelompok lain. Sekalipun
tempat penampungan pengungsi tersebut diklelola oleh International
Organization for Migration (IOM), keberadaan dan kegiatan orang-orang
Afghanistan itu terus diawasi imigrasi setempat. Satu kasus pernah diungkap oleh
Direktorat Jendral Imigrasi ketika warga Afghanistan pemegang status pengungsi
tertangkap tangan dalam sebuah operasi pengawasan keimigrasian ketika bekerja
sebagai gigolo atau pria tuna susila.
d. Bidang Keamanan
Permasalahan yang timbul dan berkaitan dengan aspek politis, ekonomis,
sosial, dan budaya pada masyarakat akan sangat berpengaruh pada stabilitas
keamanan negara tersebut. Fungsi keimigrasian yang mengatur serta mengawasi
keberadaan orang di negara tersebut akan memiliki peran yang signifikan. Secara
universal imigrasi dijadikan sebagai penjuru (vocal point). Kebijakan yang salah
atau tidak tepat di dalam menangani masalah ini akan mempunyai dampak yang
sangat besar pada bidang lain. Sebagai contoh, kebijakan keimigrasian untuk
mengatasi kejahatan terorganisasi lintas negara, harus dapat menjangkau juga
bidang lain seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya, baik yang berskala
nasional, regional, maupun internasional. Oleh karena itu, kebijakan keimigrasian
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Contoh lainnya setelah terjadi insiden pemboman di Bali pada tanggal 12
November 2002 tengah malam. Pada esok harinya telah terjadi suatu evakuasi
korban dan eksodus para wisatawan asing meninggalkan Bali secara besar-besaran
ke Australia dengan menggunakan penerbangan pesawat tambahan. Pada saat itu
imigrasi Indonesia telah menetapkan suatu kebijakan dalam keadaan force mayeur
untuk mengizinkan dokumen (paspor kebangsaan) karena kebanyakan dari
mereka telah kehilangan paspor. Namun demikian dari segi keamanan, petugas
imigrasi melakukan pencatatan (fotokopi) dokumen yang ada dan pengambilan
gambar diri (potret) secara langsung bagi mereka yang tidak memiliki dokumen
keimigrasian. Hal ini dimaksud sebagi tindakan antisipatif sekiranya diantara
mereka terdapat pelaku pengeboman yang hendak melarikan diri.
e. Bidang Kependudukan
Demikian pula kependudukan yang merupakan salah satu gatra di dalam
konsep ketahanan nasional. Kependudukan merupakan aset bangsa. Struktur dan
komposisi penduduk negara memiliki hubungan yang sangat erat dengan kondisi
politis, ekonomis, sosial, budaya, serta keamanan nasional. Isu SARA sering
menjadi pemicu stabilitas keamanan yang akan berkaitan erat atau berdampak
pada situasi perekonomian baik perekonomian wilayah maupun nasional. Bahkan,
lebih luas daripada itu, isu SARA dapat berpengaruh pada situasi perekonomian
dan keamanan secara regional ataupun internasional. Di sini tampak secara jelas
bahwa fungsi keimigrasian di berbagai lini kehidupan, walaupun pengaruhnya
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Dibeberapa negara seperti Brunei Darussalam dan Singapura, fungsi
keimigrasian juga disatukan dengan fungsi pelaksanaan registrasi kependudukan.
Di Amerika Serikat, masalah naturalisasi atau pewarganegaraan, dilakukan oleh
pihak imigrasi. Hal ini memang tepat karena sejak kedatangan orang asing pada
saat pertam kali sampai ia mempunyai hak menurut ketentuan yang berlaku untuk
mengajukan perwarganegaraan seluruh catatan keberadaan orang tersebut ada
pada pihak imigrasi.
B. Jenis-Jenis Izin Keimigrasian
Dalam pasal 24 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian
disebutkan:21
a. Izin Singgah;
“(1) setiap orang yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas:
b. Izin Kunjungan; c. Izin Tinggal Terbatas; d. Izin Tinggal Tetap.”
a) Izin Singgah
Izin singgah diberikan untuk orang asing yang memerlukan singgah di
wilayah Indonesia guna dapat meneruskan perjalanan ke negara lain atau kembali
ke negara asal. Izin singgah diberikan kepada orang asing pemegang visa singgah
yang telah memperoleh izin masuk dan orang asing pemegang visa singgah saat
kedatangan yang telah memperoleh izin masuk.
21
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Izin singgah diberikan untuk jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung
sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat diperpanjang. Dalam hal
jangka waktu 14 (empatbelas) hari izin singgah terlampaui oarng asing belum
dapat melanjutkan perjalanan karena suatu keadaan memaksa diluar
kemampuannya atau keadaan darurat seperti kerusakan alat angkutm cuaca buruk,
sakit dan lain sebagainya dapat diberikan batas waktu izin untuk tetap singgah
oleh kepala kantor inigrasi dengan setiap kali pemberian 14 (empat belas) hari
sampai paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin
masuk.
Adapun persyaratan untuk memperoleh izin singgah adalah:
1. Memliki surat perjalanan (paspor) yang sah dan masih berlaku minimal 6
(enam) bulan.
2. Memiliki trough ticket atau return ticket yang masih berlaku
3. Tidak termasuk dalam daftar pencegahan/penagkalan
4. Memiliki visa singgah dan telah memperoleh izin masuk.
b) Izin Kunjungan
Izin kunjungan diberikan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan
imigrasi kepada orang asing mancanegara yang dibebaskan keharusan memiliki
visa kunjungan, dan orang asing pemegang visa kunjungan.
Izin kunjungan diberikan dalam rangka:
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
2. Usaha
3. Kegiatan sosial budaya
4. Kepariwisataan
Izin kunjungan diberikan untuk jangka waktu:
1. Izin kunjungan untuk keperluan tugas pemerintahan tugas pemerintahan,
kegiatan sosial budaya atau usaha diberikan selama 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan dapat diperpanjang paling
banyak 5 (lima) kali berturut-turut, untuk setiap kali perpanjangan selama 30
(tiga puluh) hari .
2. Izin kunjungan untuk keperluan pariwisata diberikan selama 60 (enam) puluh
hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat
diperpanjang.
3. Izin kunjungan ex visa kunjungan saat kedatangan diberikan selam 30 (tiga
puluh) hari dan tidak dapat diperpanjang
4. Izin kunjungan ex bebas visa kunjungan singkat diberikan selama 60 (enam
puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat
diperpanjang.
5. Izin kunjungan ex visa kunjungan diplomatik (dinas) diberikan sesuai dengan
visanya.
Pemintaan perpanjangan ijin kunjungan diajukan oleh orang asing
kuasanya atau sponsornya kepada kepala kantor imigrasi yang di wilayah kerjanya
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Persayaratan untuk memperoleh izin kunjungan adalah:
1. Memliki surat perjalanan (paspor) yang sah dan masih berlaku minimal 6
(enam) bulan
2. Memiliki through ticket atau return ticket yang masih berlaku
3. Tidak termasuk dalam daftar pencegahan/penangkalan
4. Memiliki visa kunjungan, kecuali yang dibebaskan dari keharusan memiliki
visa dan telah memperoleh izin masuk.
c) Izin Tinggal Terbatas
Izin tinggal terbatas diberikan kepada:
1) Orang asing pemegang izin masuk dengan visa tinggal terbatas
2) Anak yang lahir dan berada di wilayah Indonesia yang berumur di bawah 18
(delapan belas) tahun dan belum kawin dari orang tua pemegang izin tinggal
terbatas.
3) Anak yang lahir dan berada di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
kawin dari ibu warga negara Indonesia dan ayahnya tidak memiliki ijin tinggal
terbatas
4) Orang asing yang mendapat alih status izin kunjungan menjadi izin tinggal
terbatas.
Visa tinggal terbatas diberikan kepada mereka yang bermaksud untuk:22
1) Menanamkan modal;
22
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
2) Bekerja;
3) Malaksanakan tugas sebagai rohaniwan;
4) Mengikuti pendidikan dan latihan atau melakukan penelitian ilmiah;
5) Menggabungkan diri dengan suami dan atau orang tua bagi isteri dan atau
anak sah dari seorang Warga Negara Indonesia;
6) Menggabungkan diri dengan suami dan atau orang tua bagi istri dan anak-anak
sah di bawah umur dari Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam huruf e
angka 1, angka 2, angka 3, dan angak 4;
7) Repatriasi.
d) Izin Tinggal Tetap
Izin tingal tetap diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di
Indonesia. Perpanjangan izin tinggal tetap diajukan paling lama 60 (enam puluh)
hari sebelum izin tinggal tetap berakhir.
Dalam hal izin tinggal tetap berakhir sedangkan keputusan Direktur
jenderal Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang asing yang
bersangkutan dapat memberikan perpanjangan sementara izin tinggal tetap paling
lama (90) hari terhitung sejak izin tinggal tetap berakhir.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Dalam ilmu hukum terdapat beberapa ilmu hukum positif sebagai induk,
yaitu ilmu hukum kepidanaan, ilmu hukum keperdataan, ilmu hukum kenegaraan,
dan ilmu hukum internasional23. Sejalan dengan perkembangan zaman, telah
tumbuh pula berbagai cabang ilmu hukum sebagai disiplin hukum baru, seperti
hukum administrasi negara, hukum agrarian, hukum pajak, hukum lingkungan,
hukum ekonomi, dan hukum keimigrasian. Jika dikaitkan dengan ilmu hukum
yang menjadi induknya, hukum keimigrasian adalah bagian dari ilmu hukum
kenegaraan, khususnya merupakan cabang ilmu dari hukum administrasi negara24
23
. A. Ridwan Halim , Flora Liman Mangestu, “Persoalan Praktis Filsafat Hukum dalam Himpunan Distingsi”, Jakarta: UKI, 1992, hlm. 22.
24
Iman Santoso, Op. cit, hal. 39
.
Hal itu terlihat dari fungsi keimigrasian yang dilaksanakannya, yaitu fungsi
penyelenggara pemerintahan atau administrasi negara (bestuur) dan pelayanan
masyarakat (publiek dienst), bukan pembentuk undang-undang (wetgever) dan
bukan juga fungsi peradilan (rechtspraak).
Dengan demikian, keimigrasian dapat dilihat dalam persfektif hukum
administrasi negara. Sesungguhnya, masalah keimigrasian justru merupakan
sebagian kebijakan oragan administrasi negara yang melaksanakan kegiatan
pemerintahan (administrasi negara). Kebijakan yang dimaksud adalah gambaran
dari perbuatan hukum pemerintah (overheads handeling). Contoh, kewenangan
imigrasi untuk menangkal dan mencegah orang yang hendak masuk atau keluar
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository © 2009
Dalam ilmu pengetahuan hukum dikenal istilah pembidangan hukum, yang
secara khusus terbagi menurut fungsi pengaturannya. Pembidangan hukum
tersebut dalam praktiknya dapat dijabarkan sebagai berikut:25
a. Bidang hukum materil, terdiri atas:
1) Hukum negara yang mencakup: hukum tata negara, dan hukum
administrasi negara
2) Hukum perdata yang mencakup: hukum pribadi, hukum benda, hukum
perjanjian, hukum keluarga, hukum waris, hukum objek immaterial, dan
hukum penyelewengan perdata dan sikap tindak lain
3) Hukum pidana
b. Bidang hukum formil
1) Hukum tata negara formil atau hukum acara tata negara
2) Hukum administrasi negara formil atau hukum acara administrasi negara
3) Hukum perdata formil atau hukum acara perdata
4) Hukum pidana formil atau hukum acara pidana
c. Bidang Hukum Hubungan Antar Tata Hukum (HATAH), khusus mengatur
penyelesaian perkara yang mengandung pertemuan antara dua atau lebih
sistem hukum (HATAH intern dan HATAH ekstern).
Luas lingkup keimigrasian tidak lagi hanya mencakup pengaturan,
pemyelenggaraan keluar-masuk orang dari dan ke dalan wilayah Indonesia, serta
25
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007