• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Dan Peranan Ombudsman RI Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kedudukan Dan Peranan Ombudsman RI Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN DAN PERANAN OMBUDSMAN RI

DALAM PENEGAKAN HUKUM

DI INDONESIA

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

NINA REZKINA LUBIS NIM : 070200028

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KEDUDUKAN DAN PERANAN OMBUDSMAN RI

DALAM PENEGAKAN HUKUM

DI INDONESIA

Oleh

NINA REZKINA LUBIS NIM : 070200028

Disetujui Oleh

Departemen Hukum Tata Negara

ARMANSYAH, SH., M.Hum.

NIP. 19581007 198601 1 002

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.FAISAL AKBAR NASUTION, SH., M.Hum. YUSRIN, SH., M.Hum.

NIP. 19590921 198703 1 002 NIP. 19750612 200212 1 002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

KEDUDUKAN DAN PERANAN OMBUDSMAN RI DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Oleh

NINA REZKINA LUBIS 070200028

Salah satu alasan dari diadakannya reformasi adalah diharapkan adanya perubahan mental dan kultur birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Keinginan ini kemudian menjadi dorongan berbagai kalangan masyarakat untuk mendirikan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengawasi kinerja pemerintahan, seperti Indonesian Corruption Watch.

Rumusan masalah dalam penulisan skripsi antara lain : Bagaimanakah kedudukan dan Peranan Ombudsman dalam pembagian kekuasaan menurut Hukum Tata Negara? Bagaimanakah kedudukan dan peranan Ombudsmaan Republik Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia ?

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya yang berupa kesehatan, lindungan, serta bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kedudukan Dan Peranan Ombudsman RI Dalam Penegakan Hukum Di

Indonesia”.

Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat ujian sidang Sarjana Hukum, di program Hukum Tata Negara Di Fakultas Hukum Sumatera Utara.

Tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca skripsi ini. Akhir kata, semoga tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya, dan bagi penulis pada khususnya.

Dalam kesempatan yang sangat berharga ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Kedua orang tua, abang dan adik penulis yang telah memberikan segala kasih sayangnya kepada penulis, serta doa yang tulus terhadap penulis.

2. Bapak Armansyah SH.M.Hum selaku ketua jurusan di Hukum Tata Negara. 3. Bapak Dr.Faisal Akbar SH.,M.Hum selaku dosen pembimbing 1.

(5)

5. Seluruh teman-teman kampus Fakultas Hukum dan Hukum Tata Negara stambuk 2007.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi siapa saja yang membacanya demi kemajuan hukum di Indonesia.

Medan , 18 April 2013

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakan ... 8

F. Metode Penelitian ... 22

G. Sistematika Penulisan ... 27

BAB II PEMBAGIAN KEKUASAN DI INDONESIA ... 29

A. Teori Negara Hukum ... 29

B. Teori Pembagian Kekuasaan ... 48

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI OMBUDSMAN RI ... 65

A. Pengertian Ombudsman ... 65

B. Fungsi dan Tujuan Ombudsman RI ... 68

(7)

BAB IV KEDUDUKAN DAN PERANAN OMBUDSMAN DALAM

PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA ... 89

A. Koordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya, ... 89

B. angka-angka statistik mengenai investigasi Ombudsman terhadap kinerja mutu pelayanan Public ... 95

C. Kedudukan dan efektivitasnya dalam rangka peningkatan pelayanan administrasi ... 06

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

A. Kesimpulan ... 112

(8)

ABSTRAK

KEDUDUKAN DAN PERANAN OMBUDSMAN RI DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Oleh

NINA REZKINA LUBIS 070200028

Salah satu alasan dari diadakannya reformasi adalah diharapkan adanya perubahan mental dan kultur birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Keinginan ini kemudian menjadi dorongan berbagai kalangan masyarakat untuk mendirikan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengawasi kinerja pemerintahan, seperti Indonesian Corruption Watch.

Rumusan masalah dalam penulisan skripsi antara lain : Bagaimanakah kedudukan dan Peranan Ombudsman dalam pembagian kekuasaan menurut Hukum Tata Negara? Bagaimanakah kedudukan dan peranan Ombudsmaan Republik Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia ?

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sebelum era reformasi1, penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai dengan praktek maladministrasi, antara lain terjadnyai korupsi, kolusi, dan nepotisme, sehingga diperlukan reformasi birokrasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan demi terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif, jujur, bersih, terbuka, bebas dan adil terkendali. Praktik Korupsi Kolusi Nepotisme sangat sulit untuk dihilangkan, sehingga hal ini menyebabkan masyarakat semakin sukar untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan haknya sebagai seorang warganegara. Bentuk dari kekecewaan tersebut mendorong masyarakat, khususnya mahasiswa dan kaum terpelajar, untuk melakukan gerakan reformasi pada tahun 1998 yang terjadi hampir diseluruh plosok daerah di Indonesia2.

Salah satu alasan dari diadakannya reformasi adalah diharapkan adanya perubahan mental dan kultur birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Keinginan ini kemudian menjadi dorongan berbagai kalangan masyarakat untuk mendirikan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengawasi kinerja pemerintahan, seperti Indonesian Corruption Watch. Sistem Pengawasan eksternal yang dilakukan oleh berbagai LSM, mahasiswa dan

1

Era reformasi di Indonesia dimulai pada 21 Mei 1998 ketika jabatan Kepresidenan Soeharto lengser atas tuntutan mahasiswa,dan hampir seluruh anggota masyarakat di Indonesia.Lihat Abdul Ghoffar,perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia setelah perubahan UUD 1945 dengan delapan Negara maju,Kencana Prenada,Jakarta,2009,Hal.9

2

(10)

komponen demokrasi lainnya memiliki fungsi terbatas sebagai lembaga yang tidak secara langsung berpengaruh terhadap struktur birokrasi dan kekuasaan. Pada saat yang sama, lembaga pemerintahan yang bertugas untuk melakukan pengawasan internal juga tidak bekerja secara maksimal, bahkan bertindak tidak lebih sebagai alat justifikasi dan pelindung pejabat publik yang malah melakukan penyimpangan3.

Dalam kondisi seperti ini,rasa keadilan masyarakat menjadi berkurang, Di saat yang sama masyarakat dihadapkan pada suatu kondisi kehidupan perekonomian yang sangat sulit,Keadaan tersebut merupakan awal mula terbentuknya pandangan negatif terhadap pemerintah dan institusi kenegaraan lainnya sehingga menimbulkan dampak yang menuju pada keadaan anti sosial yang tidak percaya kepada pemerintahan.

Dengan dimulainya era reformasi, penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif menjadi harapan setiap warga negara.Hal inilah yang menjadi tuntutan masyarakat yang selama ini hak-hak mereka kurang mendapat perhatian dan pengakuan secara layak, padahal pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum yang adil merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan dari upaya menciptakan pemerintahan demokratis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,keadilan,kepastian hukum dan kedamain4.

Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 yang

3

Antonius Sujata,Peranan Ombudsman dalam Pemberantasan dan Pencagahan Korupsi serta Pelakasanaan Pemerintahan yang Baik,Komisi Ombudsman Indonesia,2006

4

(11)

berbunyi Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam rangka mewujudkan keadilan itulah,maka badan-badan kenegaraan yang ada diharapkan dapat melaksanakan fungsi pengawasan secara optimal dengan harapan pemerinthan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi badan-badan pengawasan tersebut masih diragukan keterbukaannyadalam melakukan tugas-tugasnya. Kurang optimalnya fungsi pengawasan yang selama ini dilakukan oleh badan pengawasan eksternal yang independen dan bebas dari campur tangan kepentingan pihak manapun dan mempunyai akses pengawasan yang berpengaruh terhadap struktur birokrasi pemerintahan maupun lembaga kenegaraan lainnya.Lembaga tersebut diharapkan memiliki satu kepentingan yaitumuwujudkan pemerintahan yang baik (good governance).

(12)

gagasan untuk membentuk Ombudsman sebagai sebuah institusi resmi untuk mengawasi jalannya pemerintahan,ide awal mula Ombudsman dilahirkan, dengan harapan dapat memberikan keadilan yang diperlukan sebagai hak dari masyarakat yang merupakan bagian dari Bangsa Indonesia yang berdaulat. Lembaga Ombudsman tersebut diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagaimana yang diamanatkan oleh banyak pihak, terutama masyarakat biasa, yang sangat menginginkan keadilan menjadi milik mereka juga.

Lahirnya Ombudsman di Indonesia berawal pada masa Pemerintahan Presiden Abdul Rahman Wahid akibat adanya tekanan masyarakat yang menghendaki terjadinya perubahan menuju pemerintahan yang transparan, bersih dan bebas korupsi kolusi dan nepotisme.Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan penyelenggara negara maupun pemerintah,Termasuk memiliki kewenangan dalam mengawasi pelayanan publik yang diselenggarakan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan hukum milik negara, serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Ombudsman bersifat independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yang mengandung azas kebenaran, keadilan, non diskriminasi, tidak memihak, transparansi, keseimbangan dan kerahasiaan.5

5

(13)

Ombudsman sebagai lembaga independen yang bersifat mengawasi diharapkan tetap pada komitmen awal pembentukannya yaitu memberi dorongan agar pekerja publik mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Bagaimanapun Ombudsman sebagai institusi pengawasan tetap berjalan di tempatnya agar penyelenggara negara yang memperoleh dorongan Ombudsman segera berjalan cepat menuju ke arah pemerintahan yang lebih baik (good government).6

Namun seiring dengan berjalannya waktu yang sudah hampir sebelas tahun sejak Ombudsman didirikan sejak pertama kali, masyarakat tidak begitu memahami Ombudsman itu sendiri.sehinga Komisi Ombudsman terkesan berjalan di tempat.

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis merasa tertarik dengan Komisi Ombudsman yang telah ada namun tidak banyak yang mengetahuinya dan akan mengangkatnya dalam sebuah karya ilmiah dengan judul ”Kedudukan dan Peranan Ombudsman RI dalam Penegakan Hukum di

Indonesia”. Penulis sangat mengingginkan agar penulisan skripsi ini dapat

diterima oleh masyarakat dan dapat memberikan saran demi kemajuan penulis sendiri khususnya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan skripsi dengan judul “Kedudukan dan Peranan Ombudsman RI dalam Penegakan Hukum di Indonesia” antara lain :

6

(14)

1. Bagaimanakah kedudukan dan Peranan Ombudsman dalam pembagian kekuasaan menurut Hukum Tata Negara?

2. Bagaimanakah kedudukan dan peranan Ombudsmaan Republik Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia ?

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami kedudukan dan peranan Ombudsman dalam pembagian kekuasaan menurut Hukum Tata Negara

2. Untuk mengetahui kedudukan dan peranan Ombudsman Republik Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia.

Selain untuk mencapai tujuan, penulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat secara umum yaitu bagi perkembangan kemajuan hukum di Indonesia khususnya Hukum Tata Negara.

Penulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis

Hasil penelitian yang akan dituangkan dalam skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum di Indonesia khususnya ilmu hukum Tata Negara.

2. Secara praktis

(15)

birokrasi dan administrasi, sehingga dapat memperbaiki kinerja kerja para aparatur pemerintahan tersebut demi mewujudkan Indonesia yang bersih dari berbagai praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui orisinalitas penulisan,sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul “Kedudukan dan Peranan Ombudsman RI dalam Penegakan

Hukum di Indonesia”,penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap

berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat tertanggal 18 Februari 2012 (terlampir) menyatakan tidak ada judul yang memiliki kesamaan.

Surat dari Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tersebut kemudian dijadikan dasar oleh Bapak Armansyah,S.H,M.Hum (Ketua Departemen Hukum Tata Negara)untuk menerima judul yang diajukan oleh penulis,karena belum pernah ada judul skripsi yang bersamaan dengan judul yang saya ajukan.

(16)

didasarkan pada pegertian-pengertian,teori-teori,dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik.Oleh karena itu,Penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E.Tinjauan Kepustakan

Penulisan skripsi ini berkaitan dengan Kedudukan dan Peranan Ombudsman RI Dalam Penegakan Hukum di Indonesia.Adapun Tinjauan Kepustakaan tentang skripsi ini,adalah sebagai berikut :

1. Lembaga Negara

Kelembagaan Negara berkaitan dengan “teori perjanjian masyarakat” yang

dikemukakan oleh sarjana-sarjana terkenal yaitu : A.Montesque

Menurut pendapat Montesque,kekuasaan Negara dibagi atau dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri,yaitu:

a.1.Kekuasaan Perundang-Undangan (Legislatif) a.2.Kekuasaan melaksanakan pemerintahan (eksekutif) a.3.Kekuasaan kehakiman (judikatif)

(17)

menghilangkan kemungkinan timbulnya tindakan yang sewenang-wenang dari seorang penguasa,atau tegasnya tidak memberikan kemungkinan dilaksanakannya sistem pemerintahan absolutisme7.

John Locke menyatakan keadaan alamiah adalah suatu keadaan di mana manusia hidup bebas dan sederajat,keadaan disini sudah bersifat sosial,karenaa manusia hidup rukun dan tentram sesuai dengan hukum akal (law of reason) yang mengajarkan bahwa manusia tidak boleh mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan, dan milik dari sesamanya8.

Dalam bukunya yang berjudul “ two Treatises on Civil Government “

(1690) John Locke memisahkan kekuasaan dari tiap-tiap Negara dalam9 : b.1.Kekuasaan legislatif,yaitu kekuasaan untuk membuat Undang-Undang; b.2.Kekuasaan eksekutif,yaitu kekuasaan untuk melaksanakan Undang-Undang b.3.Kekuasaan federatif,yaitu kekuasaan mengadakan perserikatan dan alliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan diluar negeri.

Van Vollenhoven menganjurkan teori Catur Praja (Quarto Politica) yang terdiri atas penyelenggara pemerintahan (bestuur), kepolisian, peradilan, dan legislatif. Menyelenggarakan pemerintahan mangandung makna proaktif, dan van Vollenhoven memperkenalkan prinsip vrijbestuur dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu kewajiban dan hak yang melekat pada diri pejabat publik begitu diangkat10.

7

Soehini,S.H.Ilmu Negara,1986,hal117

8

Samidjo,S.H.Ilmu Negara,2002,hal 89

9

Ibid,hal 92.

10

(18)

Kewajibannya menganut stelsel residual theory, yaitu melaksanakan tugas apa saja meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, selain tugas-tugas kepolisian, peradilan, dan legislatif. Untuk melaksanakan kewajiban ini pemerintah memiliki diskresi atau kebebasan bertindak dengan prinsip freies ermessen demi menjaga kepentingan rakyat.

Berdasarkan teori residu dari Van Vollenhoven dalam bukunya “Omtrek Van Het Administratief Recht”, membagi kekuasaan/fungsi pemerintah menjadi

empat yang dikenal dengan teori catur praja yaitu: 1) Fungsi memerintah (bestuur)

Dalam negara yang modern fungsi bestuur yaitu mempunyai tugas yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada pelaksaan undang-undang saja. Pemerintah banyak mencampuri urusan kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya maupun politik.

2) Fungsi polisi (politie)

Merupakan fungsi untuk melaksanakan pengawasan secara preventif yaikni memaksa penduduk suatu wilayah untuk mentaati ketertiban hukum serta mengadakan penjagaan sebelumnya (preventif), agar tata tertib dalam masyarakat tersebut tetap terpelihara.

3) Fungsi mengadili (justitie)

(19)

4) Fungsi mengatur (regelaar)

Yaitu suatu tugas perundangan untuk mendapatkan atau memperoleh seluruh hasil legislatif dalam arti material. Adapun hasil dari fungsi pengaturan ini tidaklah undang-undang dalam arti formil (yang dibuat oleh presiden dan DPR), melainkan undang-undang dalam arti material yaitu setiap peraturan dan ketetapan yang dibuat oleh pemerintah mempunyai daya ikat terhadap semua atau sebagian penduduk wilayah dari suatu negara.

2.Sejarah Ombudsman di dunia

Institusi Ombudsman pertama kali lahir di Swedia, meskipun demikian pada dasarnya Swedia bukanlah negara pertama yang membangun sistem pengawasan (seperti) Ombudsman. Bryan Gilling dalam tulisannya berjudul The Ombudsman In New Zealand mengungkapkan bahwa pada zaman Kekaisaran Romawi terdapat institusi Tribuni Plebis yang tugasnya hampir sama dengan Ombudsman yaitu melindungi hak-hak masyarakat lemah dari penyalahgunaan kekuasaan oleh para bangsawan. Model pengawasan seperti Ombudsman juga telah banyak ditemui pada masa kekaisaran Cina dan yang paling menonjol adalah ketika pada tahun 221 SM Dinasti Tsin mendirikan lembaga pengawas bernama Control Yuan atau Censorate yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pejabat-pejabat kekaisaran (pemerintah) dan sebagai “perantara” bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi, laporan atau keluhan kepada Kaisar.

(20)

sistem ketatanegaraan Islam. Hal tersebut dapat dilihat pada masa Khalifah Umar (634-644 SM) yang saat itu memposisikan diri sebagai Muhtasib, yaitu orang yang menerima keluhan dan termasuk dapat menyelesaikan perselisihan (antara masyarakat dengan pejabat pemerintah). Tugas sebagai Muhtasib dijalankan Khalifah Umar dengan cara melakukan “penyamaran”, mengunjungi berbagai

wilayah secara diam-diam guna mendengar sendiri keluhan langsung dari rakyat terhadap pemerintah . Khalifah Umar kemudian membentuk lembaga Qadi Al Quadat (Ketua Hakim Agung) dengan tugas khusus melindungi warga masyarakat dari tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat pemerintah .

Dalam literatur-literatur tentang Ombudsman umumnya disebutkan bahwa ide pembentukan Institusi Ombudsman pertama kali datang dari Raja Charles XII (1697-1718) di Swedia setelah pada tahun 1709 melarikan diri ke Turki karena kalah perang dengan Rusia dalam The Great Northern War (1700-1721). Sepulang dari pengasingan tersebut, pada tahun 1718 Raja Charles XII memutuskan untuk membentuk Office of The King’s Highest Ombudsman. Keputusan Raja Charles

XII membentuk Office of The King’s Highest Ombudsman terpengaruh dengan

konsep pengawasan dalam sistem Turkish Office of Chief Justice.

(21)

masa Khalifah Umar (634-644 SM) yang bertugas melidungi hak-hak rakyat dari perlakuan tidak adil serta tindakan penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara negara.

Saat itu keberadaan Chief Justice sangat berpengaruh dalam penegakkan hukum terhadap penyelenggara negara di Turki. Masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil atau semena-mena oleh penyelenggara negara dapat menyampaikan keluhan kepada Chief Justice guna memperoleh tindak lanjut. Mekanisme check and balance seperti ini kemudian mengilhami Raja Charles XII membentuk Office of The King’s Highest Ombudsman. Sebagai seorang raja,

mungkin Charles XII menyadari apabila tidak ada pengawasan terhadap pelaksanaan kekuasaan yang dijalankan Raja dan Pejabat Kerajaan saat itu berpotensi memunculkan kesewenang-wenangan (tirani) yang justru akan sangat merugikan posisinya sebagai seorang raja yang sempat terlupakan akibat lama di pengasingan.

Demikian selanjutnya sistem pengawasan Ombudsman di Swedia terus mengalami perkembangan hingga secara resmi The King’s Highest Ombudsman yang pada awalnya merupakan executive Ombudsman berkembang menjadi parlianmentary Ombudsman dengan dimasukkannya Ombudsman dalam Konstitusi Swedia Tahun 1809. Sebelum resmi diatur dalam konstitusi, Parlemen Swedia juga sempat membentuk lembaga yang fungsinya hampir sama dengan The King’s Highest Ombudsman bernama Chancellor of Justice. Sebagai institusi

(22)

penyelenggara negara. Selama satu setengah abad berlalu, institusi Ombudsman hanya dikenal di Swedia, dan baru setengah abad belakangan ini sistem Ombudsman menyebar ke berbagai penjuru dunia 11 .

Walaupun dapat dikatakan lambat tetapi pada akhirnya sistem pengawasan Ombudsman terus berkembang dan saat ini telah ada lebih dari seratus negara yang memiliki Ombudsman. Kurang lebih lima puluh negara bahkan telah mencantumkan pengaturan Ombudsman dalam Konstitusi, seperti antara lain Denmark, Finlandia, Filipina, Thailand, Afrika Selatan, Argentina, dan Meksiko. Thailand yang usia Ombudman-nya notabene lebih muda dari Komisi Ombudsman Nasional, telah terlebih dahulu mencantumkan ketentuan tentang Ombudsman dalam Konstitusi12.

Di Indonesia sendiri wacana pembentukan Ombudsman telah berkembang lebih kurang dua puluh tahun yang lalu, dan baru menjadi kenyataan pada tahun 2000. Belum banyak buku yang menceritakan sejarah terbentuknya Ombudsman di Indonesia. Satu-satunya rekaman yang dapat kita kutip adalah dari buku yang ditulis Antonius Sujata dkk pada tahun 2002 berjudul “Ombudsman Indonesia,

Masa Lalu, Sekarang dan Masa Mendatang.” Dalam buku tersebut diceritakan

bahwa pada awal November 1999 Presiden Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berinisiatif memanggil Jaksa Agung Marzuki Darusman untuk mendiskusikan konsep pengawasan terhadap penyelenggara negara yang sama sekali baru. Diskusi tersebut juga melibatkan Antonius Sujata seorang mantan Jampidsus pada saat Kejaksaan Agung dipimpin oleh Andi Ghalib. Setelah

11

Sujata dan Surachman , 2002:29

12

(23)

melakukan serangkaian pembicaraan Gus Dur menyepakati sebuah konsep pengawasan untuk mendukung proses pemberantasan KKN yaitu Ombudsman. Kemudian pada tanggal 8 Desember 1999 Gus Dur menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 155 Tahun 1999 Tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsman. Keppres tersebut ternyata keluar dari hasil pembicaraan yang telah disepakati sebelumnya antara Gus Dur, Marzuki Darusman dan Antonius Sujata. Kepres Nomor 155 Tahun 1999 hanya membentuk Tim Pengkajian Ombudsman, sedangkan lembaga Ombudsman secara kongkrit tidak jadi dibentuk. Hal ini dirasakan Antonius Sujata sebagai sangat lamban sementara desakan masyarakat terhadap perbaikan pelayanan umum dan pemberantasan KKN sudah sedemikian kuat. Oleh karena itu pada tanggal 18 Desember 1999 Antonius Sujata bersama Jaksa Agung Marzuki Darusman kembali menghadap Gus Dur dan meminta klarifikasi tentang keberadaan Keppres Nomor 155 Tahun 1999, keduanya tetap pada rekomendasi hasil pembicaraan yang telah disepakati sebelumnya. Sehingga akhirnya pada tanggal 20 Maret 2000 Gus Dur mengeluarkan Keppres (pengganti) nomor 44 Tahun 2000 tentang Pembentukan Komisi Ombudsman Nasional yang sekaligus menetapkan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Ombudsman 13 .

Pembentukan Office of The King’s Highest Ombudsman oleh Raja

Charles XII di Swedia dapat dilihat sebagai bentuk kerendahan hati seorang penguasa. Tentu membutuhkan kebesaran jiwa dan kerendahan hati yang luar biasa bagi Raja Charles XII karena dengan segala kekuasaan yang dimilikinya

13

(24)

sebagai seorang raja ia beserta jajaran orang-orang sekitar kerajaan dengan segudang previlegi yang selama ini diberikan kerajaan dengan rela hati membuka diri terhadap pengawasan yang dilakukan masyarakat melalui Office of The King’s Highest Ombudsman. Pada awalnya The King’s Highest Ombudsman

adalah Ombudsman Kerajaan (executive Ombudsman) sehingga sah-sah saja apabila saat itu mungkin ada sebagian orang yang meragukan independensinya. Namun, setidaknya dalam praktek-praktek kakuasaan yang ada selama ini, umumnya jarang sekali kita menemukan seorang penguasa dengan rela hati membentuk suatu lembaga yang berwenang penuh mengawasi ia sendiri beserta jajaran di sekitarnya.

Bukankah semestinya berlaku “hukum” bahwa kekuasaan memiliki kecendrungan untuk melakukan apa saja (baca: menghalalkan segala cara) dalam rangka mempertahankan diri dari segala hal yang dapat merongrongnya, termasuk upaya-upaya pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat. Biasanya seorang penguasa akan segera melakukan pemberangusan terhadap upaya-upaya pengawasan dan kritik yang dilakukan masyarakat, karena hal tersebut berpotensi mengganggu kelanggengan kekuasaan.

(25)

mensejajarkan sejarah pembentukan Ombudsman Swedia dengan Ombudsman di Indonesia. Masing-masing memiliki nilai kesejarahannya sendiri-sendiri. Tetapi setidaknya kita bisa melihat adanya kesamaan dalam hal kerendahan hati seorang pemimpin yang sedang berkuasa karena bersedia membentuk Ombudsman yang akan mengawasi dirinya sendiri. Kita percaya saat itu Gus Dur sadar betul bahwa Ombudsman yang ia bentuk tersebut nantinya dapat saja bersebrangan dengannya ketika ia membuat kebijakan ataupun keputusan baik yang bersifat administratif maupun politis.

Namun hal itu tidak menjadikan Gus Dur membatalkan niatnya membentuk Ombudsman. Memang pada awalnya ada perubahan dari rencana semula, karena Kepres Nomor 155 Tahun 1999 yang semestinya dimaksudkan menjadi landasan hukum pembentukan Ombudsman justru “berbelok” menjadi

pembentukan Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsman. Perubahan tersebut menunjukkan bahwa pada awalnya tampak seperti ada keraguan dari orang-orang sekitar Gus Dur apakah dalam kondisi politik saat itu, tanpa dipersiapkan sedemikian rupa, Ombudsman dapat efektif menjalankan fungsi pengawasannya. Namun secara substansi pada dasarnya Gus Dur tidak pernah menolak pembentukan Ombudsman yang telah ia persiapkan bersama Marzuki Darusman dan Antonius Sujata, hingga akhirnya dikeluarkanlah Keppres (pengganti) Nomor 44 Tahun 2000 tentang pembentukan Komisi Ombudsman Nasional.

(26)

Presiden kala itu. Sikap tersebut ditunjukkan para Anggota Ombudsman pada saat terjadi polemik berkepanjangan dalam pengangkatan Ketua Mahkamah Agung. Saat itu Gus Dur sebagai Presiden tidak berkenan menetapkan dan mengangkat satu dari dua orang calon Ketua Mahkamah Agung yang diusulkan DPR. Dalam hal ini, Ombudsman menegaskan berbeda pendapat dengan Gus Dur dan menyatakan bahwa berdasarkan UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, khususnya pasal 8 ayat (1), yang pada dasarnya bersifat imperatif, maka semestinya Gus Dur selaku Presiden waktu itu dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara wajib menentukan salah satu dari dua calon yang telah diusulkan oleh DPR, karena pasal tersebut tidak memberikan alternatif tindakan lain yang dapat dilakukan Gus Dur sebagai seorang Presiden . Oleh karena itu kemudian Ombudsman memberikan rekomendasi yang isinya menyarankan agar Gus Dur selaku Preseden memilih dan menetapkan satu dari dua calon yang sudah diusulkan oleh DPR. Dan ternyata Gus Dur mengikuti saran Ombudsman dengan memilih Prof. DR. Bagir Manan, S.H, MCL sebagai Ketua Mahkamah Agung yang baru. Dengan demikian selesailah polemik yang berkepanjangan di masyarakat.

Sejak awal Ombudsman memang memilih untuk bersikap low profile. Sikap ini didasari atas pertimbangan bahwa Ombudsman masih dalam proses membangun kapasitas kerja dan secara politis kedudukan Keputusan Presiden juga sangat rentan terhadap “fluktuasi” politik yang berkembang saat itu.

(27)

Bagaimanapun, bila dibandingkan dengan Undang-Undang, Keputusan Presiden lebih lemah kedudukannya karena dapat dan lebih mudah dicabut sewaktu-waktu. Strategi low profile tersebut membuahkan hasil bagi semakin kuatnya dukungan terhadap eksistensi Ombudsman, dari mulai pencantuman ombudsman dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Propenas[2] sampai dengan diterbitkannya TAP MPR Nomor VIII/MPR/2001 yang memberi mandat kepada eksekutif dan legislatif agar menyusun Undang-Undang Ombudsman.

Bahkan yang terakhir, Komisi Konstitusi memasukkan usulan pasal tentang Ombudsman dalam naskah amandemen UUD 1945 yang mereka susun dan telah diserahkan kepada MPR RI. Usul pengaturan Ombudsman dalam Amandemen UUD 1945 oleh Komisi Konstitusi dimasukan dalam pasal Pasal 24 G ayat (1), berbunyi: Ombudsman Republik Indonesia adalah ombudsman yang mandiri guna mengawasi penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat. Dan Ayat (2) berbunyi: Susunan, kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia diatur dengan Undang-Undang.

(28)

Pembentukan Ombudsman Daerah di Yogyakarta seakan mengulang cerita sejarah tentang kerendahan hati seorang Raja Charles XII di Swedia, karena berangkat dari keinginan kuat Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi mengawasi jalannya pemerintahan yang dipimpinnya. Sebagai seorang Raja dan sekaligus seorang Gubernur, Sri Sultan Hamengkubuwono X tentu memegang kekuasaan yang sangat besar, baik secara struktural maupun kultural. Oleh karena itu, prakarsa pembentukan Ombudsman Daerah di DI Yogyakarta merupakan cerminan dari sikap rendah hati seorang penguasa yang merelakan diri dan jajarannya diawasi oleh masyarakat melalui Ombudsman. Di Swedia Ombudsman lebih dahulu terbentuk sebelum negara tersebut melakukan proses demokratisasi. Swedia baru melakukan proses demokratisasi antara tahun 1890 sampai dengan tahun 1920 (Mas’oed:2003:23), sementara

(29)

dalam sejarah transisi menuju demokrasi. Kondisi transisional seperti itu sebenarnya memberikan peluang bagi Ombudsman di Indonesia menjadi aktor penting yang ikut mendorong jalannya proses demokratisasi dan memperjuangkan jaminan adanya transparansi publik dari pemerintah dalam setiap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik 14 .

3. Praktek Maladministrasi Publik

Maladministrasi adalah suatu praktek yang menyimpang dari etika administrasi,atau suatu praktek administrasi yang menjauhkan dari pencapaian tujuan administrasi.Selama ini banyak kalangan yang terjebak dalam memahami maladministrasi ,yaitu semata-mata hanya dianggap sebagai penyimpangan administrasi dalam arti sempit,penyimpangan yang hanya berkaitan dengan ketatabukuan dan tulis menulis.Bentuk-bentuk penyimpangan diluar hal-hal yang bersifat ketatabukuan tidak dianggap sebagai perbuatan maladministrasi.Padahal terminologi maladministrasi dipahami lebih luas dari sekadar penyimpangan yang bersifat ketatabukuan sebagaimana selama ini dipahami banyak orang. Maladministrasi dimaknai secara luas sebagai bagian penting dari pengertian administrasi itu sendiri.Sampai di sini,sebelum kita menelaah lebih lanjut tentang maladministrasi, ada baiknya diuraikan tentang apa itu administrasi.

Secara leksikal,administrasi mengandung empat arti,yaitu: 1) usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta cara penyelenggaraan dan pembinaan organisasi; 2) usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijakan untuk mencapai tujuan; 3) kegiatan yang berkaitan

14

(30)

dengan penyelenggaraan pemerintahan; 4)kegiatan kantor dan tata usaha15.Prajudi Atmosudirdjo membagi pengertian administrasi dalam dua kelempok,yaitu secara sempit dan secara luas.Secara sempit administrasi memang diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan operasional terbatas pada surat-menyurat,ketik-mengetik,catat-mencatat,pembukuan ringan dan kegiatan kantor yang bersifat teknis ketatausahaan.Dalam arti yang lebih luas administrasi dimaknai sebagai suatu proses kerja sama dari kelompok manusia (orang-orang)dengan cara-cara yang berdaya guna (efisien) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.Sedangkan The Liang Gie memaknai administrasi sebagai usaha manusia yang secara teratur bejerja sama dalam kelompok untuk mencapai satu tujuan tertentu,terdiri dari administrasi kenegaraan,administrasi perusahaan,dan administrasi kemasyarakatan .

F. Metode Penelitian

Sebelum membahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan metode penulisan yang dipakai dalam penulisan skripsi ini, terlebih dahulu penulis paparkan pengertian dari penelitian hukum. Menurut Soerjono Soekanto,

“Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu

15

(31)

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan”16

.

Hal-hal yang berkaitan dalam metode penelitian pada penulisan skripsi ini antara lain:

1. Jenis penelitian

Dalam metode penelitian hukum dikenal ada dua jenis penelitian yaitu penelitian hukum empiris dan penelitian hukum normatif.Penelitian hukum empiris adalah penelitian terhadap identifikasi hukum,dan efektivitas hukum (kaidah hukum,penegak hukum,sarana atau fasilitas,kesadaran hukum masyarakat) dan penelitian perbandingan hukum.Sedangkan penelitian hukum normative adalah penelitian yang membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum17.

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dimana dilakukan penelitian terhadap studi kasus yang kemudian membahasnya dengan menggunakan bahan bacaan yang diperoleh dari berbagai sumber.Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif,yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang berlaku berupa doktrin dan asas dalam ilmu hukum.Penelitian Normatif mencakup 18 :

a. Penelitian Terhadap Asas-asas hukum; b. Penelitian inventarisasi hukum positif; c. Penelitian terhadap sistematika hukum;

16

Soerjono Soekanto dalam Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika,2009),hal.18.

17

Ibid.hal.24.

18

(32)

d. Penelitian taraf sinkronasi vertical dan horizontal; e. Penelitian hukum inconcrito;

f. Penelitian hukum klinis; g. Penelitian sejarah hukum; h. Penelitian perbandingan hukum.

Penelitian hukum normatif dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan membahas penelitian terhadap 19 :

a. Asas-asas hukum,yaitu suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan asas hukum atau doktrin hukum positif yang berlaku; b. Penelitian terhadap sistematika hukum yang dilakukan terhadap

peraturan perundang-undangan tertentu atau hukum tertulis;

c. Penelitian terhadap sinkronasi hukum,yang menjadi objek penelitian adalah sampai sejauh mana hukum positif tertulis yang ada sinkron atau serasi satu sama lainnya.

Penelitian yuridis normatif terhadap ketiga aspek tersebut diatas, namun lebih menekankan penelitian terhadap sinkronasi hukum yaitu aturan-aturan yang berkaitan dengan peran dan efektivitas dari Ombudsman di Indonesia.

2.sifat penelitian

Penelitian ini bersifat Deskriptif Analitis,yaitu metode penelitian yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang tujuannya agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali berdasarkan teori-teori

19

(33)

hukum yang ada. Dalam penulisan ini hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan

3.Sumber Data Penelitian

Data adalah bahan yang dipakai dalam suatu penelitian.Data sangat berperan penting dalam suatu penelitian demi penemuan terbaru.Sumber data dalam penelitian terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data skunder.Data primer adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber pertama,yakni perilaku individu dan masyarakat. Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber pertama.data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,buku-buku,hasil penelitian, laporan, makalah, surat kabar dan lain-lain.

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari data Sekunder, yaitu data yang tidak diperoleh dari sumber pertama secara langsung,yang meliputi bahan hukum Primer,bahkan hukum sekunder dan bahan hukum Tertier. 3.1. Bahan Hukum Primer adalah semua Undang-Undang yang terkait dengan

Ombudsman.

3.2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan tentang bahan hukum Primer,yaitu semua dokumen yang merupakan sumber informasi dan bahan referensi yang berhasil dari media cetak dan media masa. Contohnya buku,artikel-artikel yang termuat dalam internet,koran dan majalah.

(34)

sekunder,bahan hukum tertier seperti kamus,ensiklopedia dan lain sebagainya.

4. Tehnik pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan data dalam menyelesaikan penelitian ini,maka dilakukanlah study pustaka (library research) atau penelitian keperpustakaan.Penelitian pustaka ini dilakukan dengan menelaah buku-buku,artikel-artikel ilmiah dan peraturan perundang-perundangan yang berkaitan dengan dengan permasalahan yang ada pada skripsi ini.

5. Analisis data

Penelitian sosial umumnya mengenal dua macam analisa data yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.Analisi kualitatif sering disebut dengan analis penelitian yang mencari informasi sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya tentang aspek yang diteliti,dan mengkaji objek secara utuh.Sedangkan analisis kuantitatif pada dasarnya penyorotan terhadap usaha pemecahan yang dilakukan dengan upaya-upaya yang banyak didasarkan pada aspek pengukuran yang ketat yang dilakukan dengan memecahkan objek penelitian kedalam unsur-unsur tertentu untuk kemudian ditarik suatu generalisasi yang seluas mungkin ruang lingkupnya.

(35)

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

G. Sistem Penulisan

Sistematika penulisan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai hal yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu menguraikan isi penulisan dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, bab ini berisi uraian mengenai latar belakang yang merupakan alasan mengapa penulis mengangkat masalah ini sebagai bahan penelitian untuk kemudian dituangkan dalam penulisan skripsi. Selain latar belakang, pada bab ini juga berisikan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II Memaparkan pembagian kekuasaan di Indonesia dimulai dari teori Negara hukum, teori pembagian kekuasaan menurut pendapat ahli dan pembagian kekuasaan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB III Menguraikan pengertian, fungsi, tujuan, kewenangan, dan kedudukan Ombudsman Republik Indonesia menurut pembagian kekuasaan Hukum Ketatanegaraan.

(36)

investigasi Ombudsman terhadap kinerja mutu pelayanan publik,serta mengenai kedudukan dan efektivitasnya dalam rangka peningkatan pelayanan administrasi

BAB V Berisi kesimpulan dan saran, bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini. Kesimpulan yang dimuat adalah kesimpulan ats hal yang dibahas dan diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan ini merupakan hasil akhir atau jawaban atas rumusan masalah yang telah dipaparkan. Setelah meneliti dan menuangkan dalam tulisan maka penulis mengajukan saran-saran yang merupakan usulan terhadap kekurangan dikesimpulan dan pembahasan, saran ini diharapkan menjadi masukan bagi perkembangan kemajuan Hukum Tata Negara di Indonesia. Saran tersebut juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi akademisi maupun masyarakat bahkan aparatur negara, penegak hukum dan pemerintahan.

(37)

BAB II

PEMBAGIAN KEKUASAAN DI INDONESIA

A.Teori Negara Hukum

Istilah rechtsstaat yang diterjemahkan sebagai Negara hukum menurut Philipus M.Hadjon mulai populer di Eropa sejak abad ke-19,meski pemikiran tentang hal itu telah lama ada20.Cita Negara hukum itu untuk pertama kalinya di kemukakan oleh Plato dan kemudian pemikiran tersebut dipertegas oleh Aristoteles21.Menurut Aristoteles,yang memerintah dalam suatu Negara bukanlah manusia,melainkan pikiran yang adil dan kesusilaanlah yang menentukan baik atau buruknya suatu hukum.Menurut Aristoteles,suatu Negara yang baik ialah Negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum.Ia menyatakan22:

“Constitutional rule in a state is closely connected,also with the requestion whether is better to be rulled by the best men or the best law,since a goverrment in accordinace with law,accordingly the supremacy of law is accepted by Aristoteles as mark of good state and not merely as an unfortunate neceesity.”

Artinya ; Aturan konstutitusional dalam suatu Negara berkaitan secara erat,juga dengan mempertanyakan kembali apakah lebih baik diatur oleh manusia yang terbaik sekalipun atau hukum yang terbaik,selama pemerintahan menurut

20

Philipus.M.Hadjon,Kedaulatan Rakyat,Negara Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia,Kumpulan Tulisan dalam rangka 70 tahun Sri Soemantri Martosoewignjo,Media Pratama,Jakarta,1996,hal.72

21NI’matul Huda,Negara Hukum,Demokrasi dan Judicial Riview,UII

Press,Yogyakarta,2005,hal.1

22

(38)

hukum. Oleh sebab itu,supremasi hukum diterima oleh Aristoteles sebagai pertanda Negara yang baik dan bukan semata-mata sebagai keperluan yang tidak layak.

Aristoteles juga mengemukakan tiga unsur dari pemerintahan berkonstitusi. Pertama, pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan umum.Kedua,pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan ketentuan-ketentuan umum,bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang mengesampingkan konvensi dan konstitusi.Ketiga,pemerintahan berkonstitusi yanga dilaksanakan atas kehendak rakyat23. Pemikiran Aristoteles tersebut diakui merupakan cita Negara hukum yang dikenal sampai sekarang. Bahkan, ketiga unsur itu hamper ditemukan dan dipraktikkan oleh semua Negara yang mengidentifikasikan dirinya sebagai Negara hukum.

Konsep Negara hukum rechtsstaat di Eropa Kontinental sejak semula didasarkan pada filsafat liberal yang individualistic.Ciri individualistic itu sangat menonjol dalam pemikiran Negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental itu.Konsep rechtsstaat menurut Philus M.Hardjon lahir dari suatu perjuangan menentang absolutism,sehingga sifatnya revolusioner24.

Adapun cirri-ciri rechtsstaat adalah sebagai berikut25:

1. Adanya Undang-undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;

2. Adanya pembagian kekuasaan Negara ;

23

Ibid.

24

Philipus M.Hadjon,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,Bina Ilmu Surabaya,1987,hal.72

25 Ni’matul Huda,Negara Hukum Demokrasi dan Judicial Review,UII Press

(39)

3. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.

Ciri-ciri rechtsstaat tersebut menunjukkan bahwa ide sentral rechtsstaat adalah pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan .Adanya Undang-undang Dasar secara teoritis memberikan jaminan konstitusional atas kebebasan dan persamaan tersebut.Pembagian kekuasaan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penumpukan kekuasaan dalam satu tangan.Kekuasaan yang berlebihan yang dimiliki seorang penguasa cendrung bertindak mengekang kebebasaan dan persamaan yang menjadi ciri khas Negara hukum.

Ciri-ciri rechtsstaat tersebut juga melekat pada Indonesia sebagai sebuah Negara hukum.Ketentuan bahwa Indonesia adalah Negara hukum tidak dapat dilepaskan dari Pembukaan UUD 1945 sebagai citanegara hukum,kemudian ditentukan dalam batang tubuh dan penjelasan UUD 1945 (sebelum diamandemen). Alinea I Pembukaan UUD 1945 mengandung kata perikeadilan ; dalam alinea II terdapat kata adil; dalam alinea II terdapat kata Indonesia; dalam alinea IV terdapat kata keadilan sosial dan kata kemanusiaan yang adil.Semua istilah tersebut merujuk pada pengertian Negara hukum,karena salah satu tujuan Negara hukum adalah untuk mencapai keadilan26 .Pengertian keadilan yang dimaksud dalam konsep Negara hukum Indonesia adalah bukan hanya keadilan hukum (legal justice),tetapi juga keadilan sosial (sociale justice).

Menurut Azhary,dalam penjelasan UUD 1945 (sebelum amandemen),istilah rechtsstaat merupaka suatu genus begrip,sehingga dalam

26

(40)

kaitannya dengan UUD 1945 adalah suatu pengertian khusus dari istilah rechtsstaat sebagai genus begrib,sehingga dalam kaitannyadengan UUD 1945 adalah suatu pengertian khusus dari istilah rechtsstaat sebagai genus begrib.Studi tentanag rechtsstaat sudah sering dilakukan oleh ahli hukum Indonesia,tetapi studi-studi mereka belum sepenuhnya dapat menentukan bahwa Indonesia tergolong sebagai Negara hukum dalam pengertian rechtstaat atau rule of law27.Ada kecendrungan interpretasi yang mengarah pada konsep rule of law,antara lain pemikiran Sunaryati Hartono dalam bukunya,Apakah The Rule of Law Itu?28.

Oemar Senoadji,bahwa Negara Hukum Indonesia memiliki cirri-ciri khas Indonesia.Karena Pancasila diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum,Negara Hukum Indonesia dapat pula dinamakan Negara Hukum Pancasila.Salah satu cirri pokok dalam NegaraHukum Pancasila ialah adanya jaminan terhadap freedom of religion atau kebebasan beragama.

Ciri berikutnya dari Negara Hukum Indonesia menurut Oemar Senoadji ialah tiada pemisahan yang rigid dan mutlak antar agama dan Negara.Karena menurutnya,agama dan Negara berada dalam hubungan yang harmonis.

Padmo Wahjono menelaah Negara hukum Pancasila dengan bertitik tolak dari asas kekeluargaan yang tercantum dalam UUD 1945,yang diutamakan dalam asas kekeluargaan adalah rakyat banyak dan harkat dan martabat manusia

27

Azhary,Negara Hukum (Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya,Dilihat Dari Segi Hukum Islam,Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini),Penerbit Kencana,Jakarta,2003,hal.92

28

(41)

dihargai29.Pasal 33 UUD 1945 mencerminkan secara khas asas kekeluargaan ini.Pasal ini menegaskan bahwa yang penting ialah kemakmuran masyarakat dan bukan kemakmuran orang perorang.Kiranya konsep Negara Hukum Pancasila perlu ditelaah pengertiannya dilihat dari sudut pandang asas kekeluargaan.

Padmono Wahjono memahami hukum sebagai suatu alat atau wahana untuk menyelenggarakan kehidupan Negara atau ketertiban dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial.Pengertian ini tercermin dalam rumusan Penjelasan UUD1945 (sebelum amandemen) yang menyatakan bahwa Undang-undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok atau garis-garis besar sebagai instruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggaraan Negara untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan sosial.

Azhary, hukum adalah wahana untuk mencapai keadaan yang tata tentram kerta rahaja dan bukan sekedar untuk Kamtibmas (rust en orde)30 .Padmono Wahjono menjelaskan pula bahwa dalam UUD 1945 (sebelum amandemen) terdapat penjelasan bahwa bangsa Indonesia juga mengakui kehadiran atau eksistensi hukum tidak tertulis (selain hukum yang tertulis).Sehubungan dengan fungsi hukum,Padmo Wahjono menegaskan tiga fungsi hukum dilihat dari cara pandang berdasarkan asas kekeluargaan,yaitu :31

1. Mengakkan demokrasi sesuai dengan rumusan tujuh pokok sistem pemerintahan Negara dalam Penjelasan UUD 1945.

29

Padmo Wahjono,Konsep Yuridis Negara Hukum Republik Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1982, hal.17

30

Azhary,Negara Hukum Azhary,Negara Hukum (Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya,Dilihat Dari Segi Hukum Islam,Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini),Penerbit Kencana,Jakarta,2003,Op.Cit,hal.95

31

(42)

2. Mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945;

3. Menegakkan perikemanusiaan yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dan dilaksanakan secara adil dan beradab.

Padmo Wahjono menamakan fungsi hukum Indonesia sebagai suatu pengayoman.Oleh karena itu,iaberbeda dengan cara pandang liberal yang melambangkan hukum sebagai Dewi Yustitia yang memegang pedang dan timbangan dengan mata tertutup,memeperlihatkan bahwa keadilan yang tertinggi ialah suatu ketidakadilan yang paling tinggi.Hukum di Indonesia dilambangkan dengan pohon pengayoman32.

Berbeda dengan cara pandang liberal yang melihat Negara sebagai suatu status (state) tertentu yang dihasilkan oleh suatu perjanjian masyarakat dari individu-individu yang bebas atau dari status naturalis ke status civil dengan perlindungan terhadap civil rights,sehingga dalam Negara Hukum Pancasila ada suatu anggapan bahwa manusia dilahirkan dalam hubungannya atau keberadaannya dengan Tuhan.

Oleh karena itu,Negara tidak terbentuk karena suatu perjanjian,melinkan Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didioronkan oleh keinginan luhur,supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,… Padmo Wahjono mengaskan bahwa konstruksi yang didasarkan atas asas kekeluargaan itu bukanlah suatu vertrag,melainkan atas asas kesepakatan suatu tujuan (gesamtakt)33.

Berdasarkan uraian di atas,Padmono Wahjono tiba pada suatu rumusan Negara menurut bangsa Indonesia,yaitu suatu kehidupan berkelompok bangsa

32

Ibid,hal.19

33

(43)

Indonesia ,atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas dalam arti merdeka,berdaulat,bersatu,adil dan makmur.

Berdasarkan dua pandangan pakar hukum tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun dalam Penjelasan UUD 1945 (sebelum diamandemen) digunakan istilah rechtsstaat,konsep rechtsstaat yang dianut oleh Negara Indonesia bukanlah konsep Negara hukum Eropa Kontinental dan bukan pula konsep rule of law dari Anglo-Saxon,melainkan konsep Negara Hukum Pancasila dengan cirri-ciri,antara lain :

1. Adanya hubungan yang erat antara agama dan Negara ; 2. Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa ;

3. Kebebasan beragam dalam arti positif;

4. Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;serta ; 5. Asas kekeluargaan dan kerukunan

Adapun unsure-unsur pokok Negara Hukum Indonesia adalah (1) Pancasila; (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat ; (3) Sistem Konstitusi ; (4) Persamaan ; dan (5) Peradilan yang Bebas. Dari unsure-unsur yang dikemukakan Azhary tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam Negara Hukum Pancasila,yaitu 34:

1. Kebebasan beragama harus mengacu pada makna yang positif sehingga pengingkaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa (ateisme) atau sikap yang

34

(44)

memusuhi Tuhan Yang Maha Esa tidak dibenarkan,seperti terjadi di Negara-negara komunis yang membenarkan propaganda anti agama; 2. Ada hubungan yang erat antara Negara dan agama,sehingga baik secara

rigid atau mutlak maupun secara longgar atau nisbi,Negara Republik Indonesia tidak mengenal doktrin pemisahan antara agama dan Negara.Oleh karena Doktrin ini sangat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Lima unsur utama tersebut bertumpu pada prinsip sila pertama dari Pancasila.Hal ini menurut Azhary,Negara hukum Pancasila memiliki bukan hanya memiliki suatu cirri tertentu,tetapi cirri yang paling khusus dari semua konsep hukum barat (rechtsstaat dan rule of law) maupun yang disebut sebagai socialist legality.Sila pertama Pancasila mencerminkan konsep monoteisme atau tauhid35.

Sila pertama merupakan dasar kerohanian dan moral bagi bansa Indonesia dalam bernegara dan bermasyarakat.Artinya,penyelenggaraan kehidupan bernegara dan bermasyarakat wajib memperhatikan dan mengimplementasikan petunjuk-petunjuk Tuhan Yang Maha Esa.Oleh karena itu,menurut Azhary dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu dan dengan empat sila lainnya,setiap orang yang arif dan bijaksana akan melihat banyak persamaan antara konsep nomokrasi Islam dengan konsep Negara Hukum Pancasila.Persamaan itu antara laintercermin dalam lima sila atau Pancasilayang sudah menjadi asas dan sumber hukum bagi Negara Indonesia.

35

(45)

Teori Negara hukum Rule of Law

Berdasarkan tradisi common law atau yang lazim disebut Anglo Saxon,konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V Dicey yang disebut The Rule of Law.Menurutnya,ada tiga cirri atau arti penting the rule of law,yaitu :36

1. Supremasi hukum dari regular law untuk menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan,prerogative atau discretionary authority yang luas dari pemerintah.

2. Persamaan di hadapan hukum dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court.Ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum,baik pejabat maupun warganegara biasa berkewajiban menaati hukum yang sama.

3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land,bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan, singkatnya, prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan parlemen sedemikian diperluas sehingga membatasi posisi Crown dan pejabat-pejabatnya.

Berdasarkan cirri-ciri tersebut dapat dikemukakan bahwa rule of law mengandung arti yang dapat ditinjau dari tiga sudut.Pertama,rule of law (pemerintah oleh hukum),berarti supremasi yang mutlak atau keutamaan yang absolut dari pada hukum sebagai lawan daripada pengaruh kekuasaan yang

36

(46)

sewenang-wenang.Kedua,rule of law berarti ketataan yang sama dari semua golongan kepada hukum Negara,yang diselenggarakan oleh pengadilan.Ketiga, rule of law dapat dipergunakan sebagai formula untuk merumuskan bahwa hukum konstitusi bukan sumber,melainkan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan dipertahankan oleh pengadilan,sehingga dengan demikian konstitusi merupakan hasil hukum dari hukum biasa di Iggris.

Sebagaimana telah dikemukakan ,dalam UUD 1945 dan Penjelasannya (sebelum diamandemen), ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum,bukan Negara kekuasaan.Hal ini berarti adanya pengakuan prinsip-prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam UUD 1945,adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin keadilan bagi setiap orang,termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.

Sebagaimana telah dikemukakan,dalam konsep Negara hukum tersebut,hukum memegang kendali tertinggi dalam penyelenggaraan negarasesuai prinsip bahwa hukumlah yang memerintah dan bukan orang (The Rule of Law,and not of Man) .Hal ini sejalan dengan pengertian nomocratie,yaitu kekuasaan itu dijalankan oleh hukum37.

Berdasarkan uraian di atas nyatalah bahwa penting untuk mengkaji prinsip-prinsip pokok Negara hukum Indonesia di zaman sekarang,terutama pasca amandemen UUD 1945,yang telah banyak mengalami perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia.Prinsip-prinsip pokok tersebut merupakan

(47)

pilar-pilar utama yang menyangkut tegaknya Indonesia sebagai Negara hukum modern,sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum (the rule of law ataupun rechsstaat) dalam arti yang sesungguhnya.Oleh karena itu,untuk membuktikan Negara Hukum Indonesia dalam arti yang sesungguhnya sangat ditentukan oleh peran dan fungsi Mahkamah Konstitusi dalam mengawal dan tegaknya Konstitusi untuk mewejudkan perlindungan hukum dan HAM bagi warga Negara yang dijamin oleh Konstitusi sebagai hakikat Negara hukum.

Merujuk pada kepustakaan Indonesia,rechsstaat atau the rule of law sering diterjemahkan sebagai Negara hukum.Notohamidjojo menggunakan rechtsstaat dalam pengertian Negara hukum.

Persamaan kedua konsep hukum ini,baik the rule of law maupun rechtsstaat ,diakui adanya kedaulatan hukum atau supremasi hukum,melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan memungkinkan kepada individu untuk menikmati hak-hak sipil dan politiknya sebagai manusia.

Imanuel Kant mengemukakan paham Negara hukum dalam arti sempit,bahwa Negara hanya sebagai perlindungan hak-hak individual,sedangkan kekuasaan Negara diartikan secara pasif,bertugas memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.Konsep Negara hukum dalam arti ini dikenal dengan sebutan nachtwakerstaat38.

Perkembangan selanjutnya,paham Negara hukum yang dikemukakan Kant mengalami perubahan dengan unculnya paham Negara hukum kesejahteraan

(48)

(welfare state).Sebagai mana dikemukakan Friedrich Julius Stahl,cici-ciri Negara hukum itu adalah sebagai berikut 39:

1. Adanya perlindungan hak-hak asasi manusia ;

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi manusia;

3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan;dan

4. Adanya peradilan administrasi Negara dalam perselisihan.

Sri Soemantri mengemukakan unsur-unsur terpenting Negara hukum yaitu : 40

1. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau perundang-undangan;

2. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (warga Negara); 3. Adanya pembagian kekuasaan;

4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) Padmo menyatakan dalam Negara hukum terdapat suatu pola sebagai berikut :41

1. Menghormati dan melindungi hak-hak manusia ; 2. Mekanisme kelembagaan negara yang demokratis; 3. Tertib hukum;

4. Kekuasaan kehakiman yang bebas.

39

S.F Marbun dan Moh.Mahfud MD,Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara,Liberty,Yogyakarta,1987,hal.44.Lihat juga Padmo Wahjono,Pembangunan Hukum Indonesia,In Hill Co.Jakarta,1989,hal.151

40

Sri Soemantri M,Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia,Penerbit P.T Alumni,Bandung,1992,hal.29-30

41

(49)

Internationa Commission of Jurist,dalam konfrensinya di Bangkok 1965 memperluas konsep the rule of law dengan menekankan apa yang dinamakan the dynamic aspect of The Rule of Law in the modern age.Dalam konfrensi itu dikemukakan syarat-syarat dasar terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di bawah Rule of Law sebagai berikut :42

1. Perlindungan Konstitusional,dalam arti bahwa konstitusi selain menjmin hak-hak individu,harus menentukan juga cara procedural memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;

2. Badan kehakiman yang bebas; 3. Pemilihan Umum yang bebas;

4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;

5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi; 6. Pendidikan Kewarganegaraan

Negara Indonesia sebagai negara hukum,bukan Negara kekuasaan (Machtsstaat),di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan kostitusi,dianutnya pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar,adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga Negara dalam hukum,serta menjamin keadilan,kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan kewenangan oleh pihak yang berkuasa

42

(50)

Karakteristik Negara hukum yang demokratis,sesungguhnya menjelmakan kehidupan bernegara yang memiliki komitmen terhadap tampilnya hukum sebagai pemegang kendali dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis.Landasan hukum yang merujuk Indonesia sebagai sebuah Negara hukum demokratis didasarkan pada pasal 1 ayat (2) dan (3) serta pasal 28 ayat I ayat (5) UUD 1945

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tertib hukum tercipta juka suatu produk peraturan perundang-undangan tidak saling bertentangan,baik secara vertical maupun horizontal,termasuk perilaku anggota masyarakat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Konsep hukum lain dari Negara yang berdasarkan atas hukum adalah adanya jaminan penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum.Dalam penegakan hukum terdapat tiga unsur yang harus mendapat perhatian yang sama,yaitu keadilan,kemanfaatan atau hasil guna (doelmatigheid),dan kepastian hukum.

Penegakan hukum dan tercapainya keadilan,kepastian hukum,dan kemanfaatan hukum dalam suatu sistem hukum terjamin,tidak bisa tidak,sistem hukum menjadi materi muatan dari kostitusi.Dengan kata lain,materi muatan suatu kostitusi adalah sistem hukum itu sendiri (lembaga-lembaga Negara),dan budaya hukum (mengenai warga Negara).

3.Teori Negara Hukum Pancasila

(51)

atas hukum (rechsstaat).Kajian tentang rechsstaat dan rule of law secara teoritis telah sering dilakukan,baik melalui tulisan-tulisan diskusi maupun seminar-seminar.

Terlepas dari penamaan Indonesia sebagai Negara hukum dengan sebutan rechsstaat atau the rule of law,yang jelas secara konstitusional hasil amandemen ketiga UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum.43.Eksistensi Indonesia sebagai Negara hukum ditandai dengan beberapa unsure pokok,seperti pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia,pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang,persamaan di depan hukum,adanya peradilan administrasi dan unsur-unsur lainnya.

Hak-hak asai manusia akan terlindungi karena dalam konsep the rule of law mengedepankan prinsip equality before the law,sedangkan konsep rechtsstaat mengedepankan prinsip wetmatigheid, kemudian menjadi rechtmatigeheid. Indonesia yang menghendaki keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat mengedepankan asas kerukunan44.

Asas kerukunan dalam konsep Negara Hukum Pancasila dapat dirumuskan maknanya,baik secara positif maupun negatif. Dalam makna positif kerukunan berarti terjalinnya hubungan yang serasi dan harmonis,sedangkan dalam makna negatif berarti tidak konfrontatif,tidak saling bermusuhan ;dengan makna demikian,pemerintah dalam segala tingkah lakunya senantiasa berusaha menjalin hubungan yang serasi dengan rakyat45 .

43

Lihat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945

44

Philipus M.Hadjon,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat,Op.Cit.hal84

45

(52)

Berdasarkan asas kerukunan tersebut ,tidak berarti hubungan antara pemerintah dan rakyat tidak memunculkan sengketa.Kehidupan bermasyarakat atau bernegara pasti menimbulkan sengketa dalam berbagai bidang kehidupan,termasuk sengketa antara pemerintah dan rakyat.Meskipun demikian,yang dibutuhkan adalah metode atau cara penyelesaian sengketa yang tepat dan tidak menimbulkan keretakan atau ketidakharmonisan dan ketidakserasian hubungan pemerintah dan rakyat dalam konteks Negara Hukum Pancasila.

Mengenai hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan Negara,hendaknya dikembalikan kepada ide dasarnya,yaitu gotong royong.Paham gotong-royong ini menurut Philipus M.Hadjon,telah diangkat sebagai suatu konsep politik.Hal ini dapat dilihat dari persiapan-persiapan kemerdekaan Indonesia.Bahkan dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945,Soekarno menyatakan Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah Negara gotong royong46. Selain paham gotong-royong dan kekeluargaan disdari sebagai asas yang melandasi hubungan pemerintah dan rakyat dalam penyelenggaraan Negara Hukum Pancasila,menurut Oemar Senoadji bahwa salah satu ciri pokok Negara Hukum Pancasila adalah jaminan kebebasan beragama (freedom of religion)47 . Ciri berikutnya dari Negara Hukum Pancasila menurut Oemar Senoadji adalah tidak ada pemisahan yang rigid dan mutlak antara agama dan Negara,karena agama dan Negara berada dalam hubungan yang harmonis.Dan

46

Ibid.hal.91

47

(53)

tidak boleh terjadi pemisahan agama dan Negara,baik secara mutlak maupun secara nisbi karena hal itu akan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 194548. Negara hukum pancasila menjamin setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya49.Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang diberikan oleh Negara kepada warga negaranyauntuk mengimplementasikan kebebasaan itu dalam memeluk dan beribadat menurut agamanya,tanpa khawatirbterhadap ancaman dan gangguan dari pihak lain.

Karakteristik Negara Hukum Pancasila yang lain,yaitu asas kekeluargaan sebagai bagian fundamental dalam penyelenggaraan pemerintahan.Menguatnya asas kekeluargaan ini memberikan kesempatan atau peluang kepada rakyat banyak untuk tetap survive guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya, sejauh tidak mengganggu hajat hidup orang banyak.

Disamping itu, Negara Hukum Pancasila juga mengedepankan prinsip persamaan sebagai elemen atau unsure penting dalam penyelenggaraan pemerintahan.Persamaan dihadapan hukum misalnya adalah persoalan urgensial yang harus pula mendapat perhatian pihak penyelenggara Negara.Bahkan secara konstitusional UUD 1945 memberikan landasan untuk lebih menghargai dan menghayati prinsip persamaan ini dalam kehidupan Negara Hukum Pancasila,anatara lain : 50

1. Setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan,perlindungan,dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;

48Azhari,Negara Hukum…,Op.Cit hal 94. 49

Lihat Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 UUD 1945.

50

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada kegiatan awal guru menyiapkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran; memotivasi peserta didik secara kontekstual sesuai dengan manfaat pembelajaran;

Dalam dunia penalaran ilmu, asas yang diperoleh secara induksi ini pada putaran berikutnya akan dapat.. dijadikan proposisi pangkal (premisa mayor) yang apabila

Setelah melalui proses simulasi dan proses pengujian, diketahui bahwa snort dapat mendeteksi setiap serangan dengan membuka paket data serangan, paket data serangan port

Keywords : Partisipasi Pemakai, Kemampuan Tekhnik Personal Sistem Informasi Akuntansi, Dukungan Manajemen Puncak, Program Pelatihan Dan Pendidikan Pemakai

Hasil penelitian deskriptif menunjukkan bahwa bentuk tata letak laboratorium fisika SMAN 12 Makassar terdiri dari tiga aspek yaitu letak laboratorium, ventilasi cahaya

Berdasarkan uraian di atas dan data yang telah didapat maka peneliti tertarik untuk menguji faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keputusan untuk membeli kembali

Penelitian dilakukan untuk menentukan insidensi penyakit kerdil di daerah Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, mengidentifikasi penyebab penyakit kerdil dengan metode RT-PCR

Hasil analisis penerapan OADM menggunakan FBG dalam sistem serat optik menunjukkan pada spasi kanal 100 GHz terjadi penurunan panjang grating 1,6048 mm sampai