• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN LEMBAGA OMBUDSMAN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI - Kedudukan Dan Kewenangan Lembaga Ombudsman Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN LEMBAGA OMBUDSMAN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI - Kedudukan Dan Kewenangan Lembaga Ombudsman Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

56

BAB II

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN LEMBAGA OMBUDSMAN

DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI

A. Kewenangan Ombudsman

1. Implementasi Kewenangan Ombudsman secara Universal

Di dalam UUD Belanda dikatakan, bahwa Ombudsman nasional berwenang menentukan :45

Di Inggris Parliamentary Commission menurut Parliamentary Commission Act 1967 berwenang:

Whether or not the administrative body concerned has acted properly

in the matter of investigation (memperhatikan atau tidak badan administrasi telah bertindak secara pantas di dalam investigasi perkara). Maksudnya bahwa wewenang Ombudsman menentukan pantas atau tidak tindakan dari badan administrasi negaranya yang dapat dilakukan investigasi

46

45

Daniel Jacoby: The future of the Ombudsman, dalam buku Linda C. Reif (editor) : The International Ombudsman Anthology, Kluwer Law International, The Hague, 1999, hal. 24-43.

to uphold complaints if and when he deems the authority

subject to investigation to have been guilty of mal-administration in consequence of

which the complainant has suffered injustice (untuk menangani laporan jika dan kapan dia menganggap subjek kekuasaan untuk menginvestigasi kesalahan dari mal-administrasi di dalam konsekuensi di mana pihak Pelapor mendapat keadilan). Maksudnya bahwa wewenang Ombudsman Inggris memberikan keadilan kepada pihak Pelapor yang mengalami mal-administrasi oleh kekuasaan negara.

46Loc. Cit

.

(2)

Implementasi mengenai pembentukan Ombudsman dalam konstitusi biasanya hanya terdiri dari 2 atau 3 pasal.

Hal itu dapat dilihat dalam contoh-contoh berikut :47

(i) Dalam Konstitusi Swedia yang dalam bahasa Inggris disebut Instrument of Government,48

Pada intinya Pasal 6 UUD Swedia mengatur dan menetapkan, bahwa Ombudsman (seorang atau lebih) dipilih oleh Parlemen untuk mengawasi penerapan undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya dalam pelayanan publik. Wewenangnya antara lain adalah boleh ikut hadir dalam perundingan tertutup para hakim sebelum memutus perkara atau perundingan pejabat pemerintahan yang melakukan perundingan tertutup untuk mengambil keputusan yang bersifat administratif. Sedangkan jika Ombudsman menghendaki, ia dapat dibantu oleh jaksa penuntut umum.

Ombudsman diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 8.

Pasal 8 UUD Swedia memberi tugas kepada Ombudsman sebagai Penuntut Umum di Mahkamah Agung atau Mahkamah Agung Peradilan TUN bilamana Hakim Agung di kedua Mahkamah tersebut diadili. Demikian juga Ombudsman diberi wewenang dengan inisiatif sendiri agar Mahkamah Agung atau Mahkamah Agung TUN memeriksa Hakim Agung dari kedua Mahkamah tersebut yang akan dipecat atau akan dikenai skorsing maupun untuk diperiksa kesehatannya.49

Ombudsman bertanggung jawab kepada UUD dan masyarakat. Artinya, manakala seorang anggota masyarakat mengetahui atau mencurigai seorang Ombudsman sudah tidak layak lagi menjabat sebagai Ombudsman, ia boleh menyampaikan keluhannya kepada Parlemen. Di Swedia, kepada Komisi Konstitusi, satu di antara komisi-komisi yang ada di DPR (Parlemen) Swedia. Di Indonesia, mungkin orang boleh menyampaikan keluhannya kepada Komisi II DPR yang menganggap Ombudsman Nasional sebagai pasangan kerjanya. Komisi-komisi tersebutlah yang akan meneruskan keluhan masyarakat atas usul pemecatan Ombudsman yang bersangkutan sesuai dengan prosedur dan persyaratan dalam ketentuan peraturan perundang-undangannya. Di Swedia, Komisi Konstitusi Parlemen akan memproses pengaduan tersebut dan kemudian menyampaikan saran pemecatan kepada Parlemen. Apabila ternyata hasil pemungutan suara di dalam Sidang Pleno

47

Antonius Sujata dan RM Surachman, Ombudsman Indonesia di tengah Ombudsman Internasional, Jakarta: Komisi Ombudsman Indonesia, hal. 16.

48

Lihat Gottehrer, Ombudsman Legislative Resaource Document (Edmonton: The International Ombudsman Institute, 1998).

49

(3)

58

Parlemen tidak menghasilkan suara mayoritas yang dipersyaratkan (2/3), maka Ombudsman yang bersangkutan tidak dapat dipecat dari kedudukannya. (ii) Institusi Ombudsman dalam tahun 1919 didirikan di Finlandia begitu negeri

ini memproklamirkan kemerdekaannya dari Swedia.50

Dalam Pasal 38 UUD Finland disebutkan bahwa Ombudsman diangkat oleh Parlemen untuk selama 4 tahun dengan memiliki pengetahuan yang luas di bidang hukum. Sedangkan pelengseran Ombudsman harus atas keputusan mayoritas Parlemen, yaitu minimum 2/3 dari jumlah suara yang diperoleh. Akan tetapi sebelumnya Parlemen harus meminta pendapat Komisi Konstitusi terlebih dahulu.

Dalam Konstitusi Finland, Ombudsman diatur antara lain oleh Pasal-pasal 38, 109, 110, dan 113.

Dalam Pasal 109 UUD Finland diatur tugas dan wewenang Ombudsman, yaitu mengawasi agar pengadilan, pemerintahan, dan pegawai negeri dalam melaksanakan tugasnya selalu taat mematuhi undang-undang. Dalam melakukan pengawasan tersebut Ombudsman harus memperhatikan pula hak asasi manusia. Sedangkan di dalam Laporan Tahunannya, berdasarkan observasinya Ombudsman harus menggambarkan bagaimana keadaan penyelenggaraan peradilan serta kekurangan-kekurangan perundang-undangan yang ada.

Pasal 110 UUD Finland memberi wewenang kepada Ombudsman untuk mendakwa hakim yang berprilaku melanggar hukum. Sedangkan Pasal 113 UUD Finland memberi wewenang kepada Ombudsman untuk melaporkan kepada Parlemen bahwa Presiden Republik Finlandia telah melakukan tindak pidana penghianatan atau melakukan tindak pidana melawan kemanusiaan. Jika setelah menerima laporan itu, dilakukan pungutan suara Parlemen dengan mayoritas ¾ dari suara yang diperoleh, maka Presiden itu akan diajukan ke Mahkamah Tinggi Impeachment dengan Jaksa Agung sebagai Penuntut Umumnya.

(iii) Denmark memperkenalkan institusi Ombudsman dengan UU Ombudsman Tahun 1954 dengan terlebih dahulu melakukan Amandemen terhadap UUD dalam tahun 1953 melalui Pasal 55.51

Pasal 55 UUD Denmark menggariskan, bahwa Folketing (Parlemen) hendaknya memilih satu atau dua orang Ombudsman untuk mengawasi pemerintahan. Ombudsman tersebut tidak boleh merangkap anggota Parlemen.

Dengan demikian berbeda dengan Finlandia yang mencontoh Ombudsman Klasik Swedia, kepada Ombudsman Denmark tidak diberikan kewenangan

50

Lihat Lauri Lehtimaja, Welcoming Address, dalam Likka Rautio, ed., Parliamentary Ombudsman of Finland, 80 Years (T.t: Helsinki, 2000).

51

Royal Danish Ministry of Foreign Affairs an the Danish Parliamentary Commissioneer (Ombudsman), The Danish Ombudsman (T.t), hal. 3.

(4)

melakukan penuntutan dan juga tidak diberikan kekuasaan mengawasi pengadilan. Sesungguhnya, dari Denmark pula institusi Ombudsman itu menyebar ke pelbagai penjuru dunia.

Sistem Ombudsman akhirnya diikuti pula oleh Norwegia dalam tahun 1962. Di samping harus membentuk Undang-undang Ombudsman, Parlemen dan pemerintah Norwegia pun harus mengamandemen UUD.52

Pasal 75 UUD Norwegia mengamanatkan kepada Parlemen untuk menunjuk seorang Ombudsman yang harus mengawasi penyelenggaraan pemerintahan untuk menjamin tidak terjadi ketidakadilan terhadap seorang warga. Juga ditegaskan, bahwa Ombudsman tidak boleh merangkap menjadi Anggota Parlemen.

Seperti di negara-negara Skandinavia lainnya, di Norwegia pun institusi Ombudsman disejajarkan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. Hal ini dapat dilihat dari cara pengaturan Anggaran Belanja kedua institusi itu agak istimewa dibandingkan dengan pengaturan Anggaran Belanja Kementerian dan institusi lainnya.53

Dengan dibentuknya Ombudsman di Norwegia, maka lengkaplah apa yang dikenal sebagai Ombudsman Klasik Skandinavia, yaitu institusi Ombudsman yang dibentuk oleh Parlemen dan bertanggung jawab kepada Parlemen, tetapi mandiri dan independen, tidak dapat dipengaruhi atau diperintah oleh siapapun atau badan apapun (bahkan oleh Parlemen sekalipun). Ombudsman Norwegia seumur dengan Ombudsman Parlementer New Zealand, Ombudsman klasik pertama yang lahir di luar Eropa.

Dalam pada itu, setelah Jenderal Franco meninggal dunia, Spanyol kembali menjadi sebuah negeri demokrasi yang menjunjung asas negara hukum. Oleh karena itu, disiapkan suatu UUD baru yang kemudian disahkan dalam tahun 1978. Dalam UUD baru ini Pasal 54 merupakan landasan konstitusional bagi Ombudsman Spanyol.54

Pasal 54 UUD Spanyol menggariskan dasar-dasar pembentukan Ombudsman Spanyol dengan perintah menjabarkannya lebih lanjut dalam sebuah UU Organik.

Pentingnya institusi Ombudsman Spanyol dikemukakan di sini, karena tidak sedikit Ombudsman di negara-negara Amerika Latin mencontoh atau berorientasi kepada Ombudsman Spanyol. Salah satu ciri Ombudsman Spanyol adalah memberikan perhatian kepada pelanggaran hak asasi manusia dan ia memang berwenang untuk mengusut pelanggaran hak asasi manusia. (iv) Sementara itu ada kelompok negara yang mengamandemen UUD untuk

menyisipkan ketentuan-ketentuan tentang pembentukan Ombudsman, setelah

52

Handouts dari kantor Ombudsman Norwegia di Oslo, sewaktu kedua penulis berkunjung ke kantor tersebut dalam bulan Novmber 2000.

53

Penjelasan Mr. Arne Fliflet, Ombudsman Norwegia pada kesempatan supra cat. 11.

54

(5)

60

Ombudsman lama berdiri. Salah satu contoh yang demikian itu adalah Belanda,55

Pasal 78a UUD Belanda menggariskan bahwa Ombudsman Nasional Belanda harus dipilih oleh Majelis Rendah Parlemen. Ombudsman dapat dikenakan skorsing atau dicopot juga oleh Majelis Rendah Parlemen atas alasan-alasan yang ditetapkan sebelumnya oleh Undang-undang.

yang mengamandemen UUD, yaitu dengan menyisipkan Pasal 78a ke dalam UUD dalam tahun 1999. Peristiwa tersebut terjadi setelah 18 tahun Ombudsman Nasional Belanda berdiri berdasarkan UU Ombudsman Nasional Tahun 1981.

Pengaturan Ombudsman Nasional Belanda, diletakkan dalam bab IV UUD yang mengatur tentang pembentukan Dewan Pertimbangan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan. Pengelompokan demikian adalah umum dilakukan di dalam UUD berbagai Negara, sejak Ombudsman Nasional diatur dalam UUD Swedia dalam tahun 1809. Ini berarti, Institusi Ombudsman berkedudukan sejajar dengan institusi-institusi tersebut.

(v) Dari luar Eropa dapat dikemukakan pengaturan Ombudsman di Afrika Selatan melalui Pasal-pasal 181-183 dan 193-194 dalam UUD 1996. Dengan demikian landasan konstitusional Ombudsman Afrika Selatan pun baru diadakan setelah beberapa tahun institusi Ombudsman berdiri berdasarkan UU Ombudsman.56

Pasal 181 UUD Afrika Selatan mensejajarkan Ombudsman dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang semuanya harus bersifat independen dan tidak memihak.

Pasal 182 UUD Afrika Selatan menggariskan apa yang menjadi kekuasaan dan kewenangannya.

Selanjutnya Pasal 183 membatasi masa jabatan Ombudsman untuk 7 tahun tanpa dapat dipilih kembali. Sedangkan Pasal 193 dan Pasal 194 masing-masing mengatur cara pengangkatan dan pelengseran Ombudsman oleh Parlemen.

(vi) Di dunia timur secara tradisional dapat dikemukakan sistem pengawasan yang sudah lama dikenal berabad-abad. Ombudsman Korea Selatan, misalnya, meneruskan kembali tradisi demikian itu yang sudah dikenal pada jaman Dinasti Choseon.57

Akan tetapi Ombudsman Korea Selatan tidak dipilih oleh Parlemen, tapi diangkat oleh Presiden. Dalam kekaisaran China, sudah lama dikenal Yuan Pemeriksa (Control Yuan) sejak berabad-abad lamanya. Akan tetapi perwujudannya di Cina Daratan berbeda dengan di Maccao, Hongkong dan Taiwan. Di Cina Daratan, pengawasan dilakukan dari dalam Eksekutif, yaitu

55 A Brief Introduction : The National Ombudsman of the Netherlands

(The Hague: the National Ombudsman of the Netherlands, 1999), hal. 4 dan hal. 35.

56South Africa’s Public Protector

: An Introduction (T.t, t.p., tt), hal 12.

57

The Ombudsman of Korea, Annual Report 1999 (T.t, t.p., tt), hal. 1.

(6)

dengan membentuk Menteri Pengawasan.58

Pasal 95, 96, 97 UUD Taiwan dan Pasal 7 Aturan Tambahan UUD memberikan kekuasaan dan kewenangan kepada Ombudsman untuk melaksanakan pengawasan, melakukan pemeriksaan keuangan, menyarankan tindakan perbaikan, melakukan pengusutan atas telah terjadinya pelanggaran hukum, menjalankan impeachment terhadap pejabat dari tingkat menengah. Di samping itu, Ombudsman Taiwan pun mempunyai wewenang seperti yang dimiliki oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) di Indonesia.

Oleh karena itu, tidak ada Inspektorat Jenderal pada masing-masing kementerian.

(vii)Kembali lagi ke Eropa, patut kita perhatikan pengaturan Ombudsman di dalam UUD Yunani.

Pentingnya bagi Indonesia, karena secara kebetulan atau direncanakan terlebih dahulu, ternyata Ombudsman dalam RUU Ombudsman Nasional Indonesia mengenai pengangkatannya mirip dengan Ombudsman Yunani di mana setelah Ketua Ombudsman dipilih oleh DPR, ia mengusulkan para Ombudsman kepada Presiden RI untuk membantu dirinya. Di Yunani, setelah Ombudsman (setara Ketua di Indonesia) dipilih oleh Parlemen lalu mengusulkan para Deputy Ombudsman (setara Ombudsman Anggota di Indonesia atau dalam naskah RUU Ombudsman Nasional disebut Deputi Ombudsman) kepada Menteri Dalam Negeri.

Pasal 101 A UUD Yunani menggariskan pembentukan pejabat-pejabat yang independen (termasuk Ombudsman) yang pemilihannya memerlukan persetujuan Parlemen dengan suara bulat, atau minimal 4/5 dari suara yang diperoleh.

Pasal 103 UUD Yunani mengharuskan pengaturan dengan undang-undang mengenai tugas dan kewenangan Ombudsman sebagai pejabat yang independen.

Sekarang ini institusi Ombudsman di seluruh dunia telah diakui sebagai ciri negara yang penuh semangat untuk memberantas korupsi, sebagai ciri negara yang ingin menegakkan demokrasi serta sebagai ciri negara yang bertekad menjunjung tinggi HAM. Dengan demikian, bukan hanya perbuatan administrasi pemerintahan yang bertentangan dengan hukum dan undang-undang yang merupakan tindakan/perilaku “mal-administrasi” tetapi juga perilaku, yang sekalipun berdasarkan

58

(7)

62

dan sesuai dengan undang-undang, namun yang menimbulkan akibat :ketidakadilan” (injustice) atau “hardship” (kesulitan yang sangat besar dan/atau tidak seimbang). Intinya, setiap negara yang memiliki Ombudsman, ingin melindungi hak rakyatnya.

Sebagaimana dikatakan oleh Dennis Pearce, Ombudsman Australia:59

The office of Ombudsman is (Lembaga Ombudsman adalah):

the

Ombudsman is undoubtedly the most valuable institution from the viewpoint of both

citizen and bureaucrat that has evolved during this century (Ombudsman tanpa ragu-ragu merupakan lembaga yang paling berharga yang berkembang di abad ini; baik dari sudut pandang warga negara, amupun dari sudut pandang birokrat). Sebabnya ialah karena :

1. Quick by comparison with other review bodies; (Cepat pelayanannya dibanding lain-lainnya lembaga pengawasan)

2. Informal and therefore more accessible to complainants. (Informal, dan karena itu lebih mudah terjangkau oleh pelapor)

3. Cheap for both complainant and decision maker; and (Murah untuk pelapor maupun terlapor; dan)

4. Not threatening to decision makers-or not as threatening as other review mechanism. (Tidak mengancam pengambil keputusan/aparat negara, atau Tidak sebegitu mengancam dibandig dengan lain-lain mekanisme pengawasan).

Jadi, sebab mengapa di lain-lain negara lembaga Ombudsman segera diterima sebagai lembaga pengawas, adalah karena Ombudsman:

1. Lebih cepat hasilnya dari pada penyelidikan atau investigasi oleh lain-lain lembaga yang ada;

2. Caranya tidak berbelit-belit, tidak formal dan lebih mudah dicapai/didatangi oleh para pelapor;

3. Murah (gratis), baik bagi pelapor maupun pengambil keputusan;

59

Di dalam buku Linda C. Reif. Op. cit., hal. 97.

(8)

4. Tidak mengancam, tetapi menghimbau (merekomendasi) alat atau aparat negara/pemerintah; sehingga aparat tidak merasakan campur tangan Ombudsman sebagai ancaman, tetapi justru sebagai bantuan bagi birokrasi untuk memperbaiki kinerja para penyelenggara negara pemerintahan.

Jaksa Agung Kanada Danirl Jacoby60

a. Memperbaiki pelayanan publik pada umumnya (Good governance)

yang mengemukakan, bahwa fungsi Ombudsman di masa depan adalah antara lain:

b. Meningkatkan hak-hak asasi manusia

c. Meningkatkan pelayanan kepada kelompok-kelompok yang miskin, waita dan anak, orang cacat, dan lain-lain, yang terpuruk (disadvantaged groups).

d. Memperbaiki mutu dan kinerja aparat pemeritah dan peradilan.

e. Memodernisasi mesin dan manajemen pemerintahan dan cara-cara penyelesaian sengketa.

Bila dapat dilaksanakan lebih cepat lebih baik, dan dapat diterapkan di negara-negara baik yang telah memiliki lembaga Ombudsman maupun negara-negara yang belum mendirikan Ombudsman.

2. Implementasi Kewenangan Ombudsman di Indonesia

Dalam menjalankan fungsi dan tugas, menurut ketentuan Pasal 8 UU No. 37 Tahun 2008 tentang ORI, Ombudsman berwenang:61

a. meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor,atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;

ayat (1) Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, Ombudsman berwenang:

b. memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;

60

Daniel Jacoby: Op. Cit, hal. 50.

61

(9)

64

c. meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;

d. melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan;

e. menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak; f. membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi

untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan; g. demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan

Rekomendasi.

Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Ombudsman berwenang:

a. menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;

b. menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undang-undang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Mal-administrasi.

Berkaitan dengan mekanisme pengawasan oleh Ombudsman, menurut ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang ORI, menyatakan bahwa :62

(1) Ombudsman memeriksa Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;

(2) Dalam hal Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kekurangan, Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor untuk melengkapi Laporan;

(3) Pelapor dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Pelapor menerima pemberitahuan dari Ombudsman harus melengkapi berkas Laporan;

(4) Dalam hal Laporan tidak dilengkapi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pelapor dianggap mencabut Laporannya.

62

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

(10)

Selanjutnya ketentuan Pasal 26 menyatakan :

(1) Dalam hal berkas Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dinyatakan lengkap, Ombudsman segera melakukan pemeriksaan substantif;

(2) Berdasarkan hasil pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Ombudsman dapat menetapkan bahwa Ombudsman:

a. tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan; atau b. berwenang melanjutkan pemeriksaan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya mekanisme pengawasan Ombudsman adalah diawali dengan adanya laporan, untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh Ombudsman. Jadi apabila tidak adanya laporan, maka pengawasan Ombudsman bersifat pasif.

(11)

1

1 Penyelenggara Negara adalah pejabat yang menjalankan fungsi pelayanan public yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2 Pelapor adalah warga Negara Indonesia atau penduduk yang memberikan Laporan kepada Ombudsman.

3 Ombudsman adalah lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyyelenggaraan pelayanan public baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan public tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber darii anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

4 Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenanng untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan public yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan Pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan

5 Terlapor adalah Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang melakukan Maladministrasi yang dilaporkan kepada Ombudsman.

ALUR PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT ATAS TINDAKAN MALADMINISTRASI OLEH

PENYELENGGARA NEGARA KEPADA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

Adukan keluhan Anda

Atas tindakan Maladministrasi4 oleh Penyelenggara Negara

(sebagai Terlapor5)

Ombudsman RI

Memeriksa Laporan

Jika kurang lengkap, Ombudsman RI akan memberitahukan secara tertulis

kepada Pelapor

Jika lengkap, Ombudsman RI segera memeriksa secara substansial.

Pasal 26 ayat (1)

Dari hasil pemeriksaan, Ombudsman RI dapat menetapkan :

- Berwenang melanjutkan - Tidak berwenang melanjutkan Syarat (Pasal 24) :

• Memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, dan alamt lengkap Pelapor; • Memuat uraian peristiwa, tindakan,

atau keputusan yang dilaporkan secara rinci;

• Sudah menyampaikan Laporan secara langsung kepada pihak Terlapor atau atasannya, tetapi Laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya ;

• Peristiwa, tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan belum lewat 2 (dua) tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi;

• Dalam keadaan tertentu, penyampaian Laporan dapat dikuasakan kepada pihak lain; dan dalam keadaan tertentu, nama dan identitas Pelapor dapat dirahasiakan.

Paling lambat 30 hari Pelapor melengkapi Jika lewat 30 hari, Pelapor dianggap

mencabut laporannya.

Pasal 25 :

• Ombudsman lebih lanjut memeriksa Laporan;

• Dalam hal laporan terdapat kekurangan; • Ombudsman memberitahukan secara

tertulis kepada Pelapor untuk melengkapi Laporan ;

• Pelapor dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Pelapor menerima pemberitahuan dari Ombudsman harus melengkapi berkas Laporan.;

• Dalam hal Laporan tidak dilengkapi dalam waktu 30 hari, Pelapor dianggap mencabut Laporannya.

• Dalam hal Ombudsman tidak berwenang melanjtukn pemeriksaan, Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor dalam waktu paling lambat 7 9tujuh) hari terhitung sejak tanggal hasil pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.

• Pemberitahuan dapat memuat saran kepada Pelapor untuk menyampaikan Laporannya kepada instansi lain yang berwenang.

Pasal 28 ayat (1)

Dalam hal Ombudsman berwenang

melanjutkan pemeriksaan, ombudsman dalam melakukan pemeriksaan dapat :

a. memanggil secara tertulis Terlapor, saksi, ahli, dan/atau penerjemah untuk dimintai keterangan;

b. meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor;

• Dalam memeriksa Laporan, Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip inddependen, nondiskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya.

• Selain prinsip tersebut, Ombudsman wajib mendengarkan dan

mempertimbangkan pendapat para pihak serta mempermudah Pelapor dalam menyampaikan penjelasannya.

Anda sebagai

Pelapor2

Sumber : Pembahasan Ombudsman RI dalam Brosur Layanan ORI.

(12)

REKOMENDASI OMBUDSMAN RI

Dalam hal ditemukan Maladministrasi Ombudsman RI memberikan Rekomendasi

63

Rekomendasi memuat sekurang-kurangnya Rekomendasi disampaikan kepada pelapor,

Terlapor dan Atasan Terlapor

Sumber : Pembahasan Ombudsman RI dalam Brosur Layanan ORI.

63

Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dan saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, kepada atasan Terlapor untuk dilaksanakan dan/atau ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik

Pasal 37 ayat (2)

Rekomendai memuat sekurang-kurangnya : uraian tentang Laporan yang disampaikan kepada ombudsman ;

• uraian tentang hasil pemeriksaan;

• bentuk Maladministrasi yang telah terjadi; dan

• kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan Terlapor dan atasan Terlapor.

Pasal 37 ayat (3)

Rekomendai disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, dan atasan Terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Rekomendasi ditandatangani oleh Ketua Ombudsman

Pasal 38

• Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman

• Atasan Terlapor wajib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang pelaksanaan Rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil pemeriksaannya dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya Rekomendasi.

• Ombudsman dapat meminta keterangan Terlapor dan/atau atasannya dan melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan pelaksanaan Rekomendasi.

• Dalam hal Terlapor dan atasan Terlapor tidak melaksanakan Rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Ombudsman, Ombudsman dapat mempublikasikan atasan Terlapor yang tidak melaksanakan Rekomendasi dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

Pasal 39

(13)

1

Dalam memeriksa laporan tersebut Ombudsman tidak hanya mengutamakan kewenangan yang bersifat memaksa, misalnya pemanggilan, namun Ombudsman dituntut untuk mengutamakan pendekatan persuasif kepada para pihak agar penyelenggara negara dan pemerintahan mempunyai kesadaran sendiri dapat menyelesaikan laporan atas dugaan mal-administrasi dalam penyelenggaraan semua laporan harus diselesaikan melalui mekanisme rekomendasi.

Hal ini yang membedakan Ombudsman dengan lembaga penegak hukum atau pengadilan dalam menyelesaikan laporan. Dalam melakukan pemeriksaan atas laporan yang diterimanya, Ombudsman dapat memanggil Terlapor dan saksi untuk dimintai keterangannya. Apabila Terlapor dan saksi telah dipanggil tiga kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa (subpoena power).64

Untuk menegakkan UU No. 37 Tahun 2008, diatur pula mengenai pemberian sanksi administratif dan pidana. Sanksi administrastif diberlakukan bagi Terlapor dan atasan Terlapor yang tidak melaksanakan Rekomendasi Ombudsman, sedangkan sanksi pidana diberlakukan bagi setiap orang yang menghalangi Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan. Dengan demikian, kekuatan hukum atas rekomendasi Ombudsman semakin dipertegas, demi terwujudnya keadilan bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai negara, rekomendasi Ombudsman hanya bersifat mengikat

64

Penjelasan Undang-undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.

(14)

secara moral (morally binding), di Indonesia bersifat mengikat secara hukum (legally binding).

Apabila ada warga negara Indonesia atau penduduk yang merasa ada pelayanan publik yang tidak baik, maka berhak menyampaikan Laporan kepada Ombudsman secara gratis dengan ketentuan:65

a. Disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.

b. Laporan pengaduan harus disertai kronologi kasus yang dijabarkan secara jelas dan sistematis serta ditandatangani.

c. Mencantumkan identitas diri, antara lain fotokopi KTP/ SIM/paspor. d. Melampirkan fotokopi data pendukung secukupnya.

e. Laporan pengaduan tertulis dapat dikirim melalui pos, diantar langsung ke Kantor ORI, atau melalui websit

Sadar akan perlunya akses publik yang mudah bagi masyarakat, Ombudsman menyediakan sistem pelaporan via internet. Ombudsman telah melakukan reach out (peninjauan) ke masyarakat, agar lebih banyak masyarakat tahu dan melapor pada Ombudsman. Namun, cara masyarakat untuk melapor ke Ombudsman harus mudah. Tidak seperti ketika melapor kepada polisi yang harus dituliskan dalam BAP (berita acara pemeriksaan) yang kadang malah membuat takut.66

65www.ombudsman.go.id

Untuk itu, saat ini Ombudsman telah mendesain sistem pengaduan masyarakat lewat internet. Tujuannya, agar masyarakat bisa mengajukan pengaduan dari mana saja. Teten

66

(15)

3

menilai akses yang mudah ini penting. Mengingat fungsi Ombudsman sebagai lembaga penguatan masyarakat, efektifitasnya juga dinilai dari sejauh mana aksesibilitas masyarakat terhadap lembaga tersebut.

Namun, perangkat untuk mengakses internet termasuk perangkat mewah. Sebagian besar masyarakat yang mempunya akses internet adalah masyarakat kelompok menengah ke atas. Sebagai solusi, adalah dengan menjalin kerja sama dengan kafe/warung internet di daerah-daerah. Kerjasama yang dijalin dengan para pengelola kafe tersebut sekaligus ditujukan untuk sosialisasi ombudsman. Dengan cara ini, nantinya masyarakat bisa mendapatkan formulir pengaduan lewat internet sekaligus pengusaha warnet juga bisa untung dengan bertambahnya fungsi warnet ini. Untuk masalah yang telah ditangani oleh Ombudsman kebanyakan mengenai persoalan yang tidak dapat terselesaikan secara internal di dalam instansi-instansi sendiri yang menjadi kewenangan Ombudsman adalah sebagai berikut :67

1. menunda pelayanan, 2. tidak sopan,

3. menyalahgunakan kekuasaan, 4. tidak adil,

5. minta imbalan, dan

6. di luar peraturan yang berlaku.

B. Kedudukan Ombudsman di dalam Sistem ketatanegaraan RI

Amandemen UUD 1945 menetapkan lembaga-lembaga negara di pemerintahan pusat adalah :68

67

(16)

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

2. Presiden/Wakil Presiden dan Kementerian Negara; 3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD); 5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); 6. Mahkamah Agung (MA);

7. Mahkamah Konstitusi (MK).

Lembaga-lembaga negara di pemerintahan daerah menurut amandemen UUD 1945, adalah :

1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); 2. Pemerintahan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota).

Ketatanegaraan Indonesia menurut amandemen UUD 1945 juga menempatkan “lembaga negara penunjang” (Auxilary Institutional Constitution), yaitu lembaga-lembaga negara yang diatur dalam konstitusi untuk membantu lembaga negara yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi negara demi terwujudnya tujuan negara.

Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2008 menegaskan bahwa kedudukan Ombudsman adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

Dari kedudukan ini, perlu diperjelas dimanakah posisi ORI dalam ketatanegaraan RI. UUD 1945 hasil perubahan menempatkan semua lembaga negara berada dalam posisi yang saling imbang dan kontrol (check’s and balances).

68

(17)

5

Tidak ada lembaga negara yang lebih dominan dari pada lembaga negara lainnya, seperti masa supremasi MPR sebelum perubahan UUD 1945.

Teori-teori klasik menjabarkan bahwa lembaga negara adalah alat kelengkapan negara yaitu institusi-institusi yang melaksanakan fungsi-fungsi negara. Teori ini terkenal dengan nama Trias Politica yang membagi beberapa fungsi negara ke dalam fungsi pembuat undang-undang (legislatif), fungsi penyelenggara pemerintahan (eksekutif), dan fungsi peradilan (yudikatif). Dalam perkembangan ketatenegaraan, teori ini sudah tidak lagi memadai untuk melakukan analisis hubungan antar cabang kekuasaan negara. Ketatanegaraan Indonesia sendiri, terutama setelah perubahan UUD 1945 telah berkembang begitu pesat sebagai upaya mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state). Tidak hanya itu, lembaga-lembaga negara lain dan komisi-komisi negara juga telah tumbuh diluar UUD 1945.

Dengan kata lain kelembagaan negara di Indonesia tak bisa lagi dianalisis dengan pendekatan pemisahan kekuasaan model Trias Politica. Secara garis besar Lembaga Negara di Indonesia terbagai dalam dua kelompok, yaitu lembaga negara yang dibentuk melalui UUD dan lembaga negara yang dibentuk di luar UUD. Lembaga Negara yang pembentukannya diluar UUD seringkali disebut lembaga negara tambahan (ekstra auxiliary) atau lembaga negara secondary, dalam artian ia merupakan lembaga negara yang tidak terdapat dalam konstitusi, namun dibentuk melalui UU (regulatory body). Karena itu memahami kelembagaan negara Indonesia harus dilakukan melalui pendekatan tugas dan fungsinya. Tidak lagi seperti dulu,

(18)

yang mengarah hanya kepada lembaga-lembaga yang pembentukan dan fungsinya diberikan oleh UUD.

ORI merupakan lembaga negara yang tidak terdapat dalam UUD. Kelahirannya dilakukan oleh UU dalam rangka pengawasan kinerja aparatur negara dan pemerintahan serta menampung keluhan masyarakat. Lembaga yang menjalankan fungsi seperti ini belum diatur dalam UUD. Oleh sebab itu, dalam sistem pemisahan kekuasaan, ORI dapat dikatagorikan sejajar dan tidak dibawah pengaruh satu kekuasaan lain. Dengan tugas dan fungsi seperti itu, keberadaan ORI sangat vital dalam pemenuhan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian tujuan bernegara.

Sehubungan dengan kedudukan ORI seperti di atas, maka Ombudsman bukan lagi menjadi domain pemerintah seperti halnya masa berlakunya Keppres No. 44 Tahun 2000. Pemerintah sudah tidak dapat lagi membentuk Ombudsman atau69

Untuk menjangkau tugas dan fungsi pengawasan, serta menampung keluhan masyarakat sampai ke daerah, oleh UU 37 Tahun 2008, ORI diberi keleluasaan membentuk Perwakilan di Daerah. Ombudsman daerah atau dengan istilah lain yang badan-badan dengan nama lain yang secara prinsip menjalankan tugas dan fungsi ORI. Tugas mengawasi kinerja lembaga negara dan pemerintahan serta menampung keluhan masyarakat telah beralih dan dilakukan oleh lembaga negara tersendiri dan menjalankan tugas dan fungsinya secara mandiri.

69

(19)

7

ada sekarang secara bertahap harus diintegrasikan menjadi kepanjangan (perwakilan) ORI. Dengan demikian pengawasan akan terstruktur dan terkoordinasi dengan baik mengenai standar, meknisme, prosedur, dukungan fasilitasi, dan lainlain.

Menyangkut peran dan kewenangan Ombudsman yang perlu diperkuat, salah satu caranya adalah dengan menegaskan posisi dan kewenangannya secara konstitusional (constitutional organ and authority). Dalam sejarahnya, Komisi Konstitusi pernah memasukkan usulan Pasal 24 G yang mereka susun dan telah diserahkan kepada MPR periode 1999-2004. Namun, gagasan memberikan landasan konstitusional Ombudsman telah gagal, dan faktor inilah yang menyebabkan melemahnya posisi dan wewenang Ombudsman dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Memberikan landasan konstitusional terkait dengan posisi dan wewenang Ombudsman sangatlah penting, mendesak dan perlu diperluas tidak sekadar pengawasan atas pelayanan publik penyelenggara negara, melainkan pula terlibat dalam proses mendorong sistem peradilan yang efektif dan profesional.

(20)

Ombudsman, yang selaras dengan penamaan dan fungsi kekuasaannya.70

Usulan kongkritnya, Pasal-Pasal tentang tanggung jawab negara dalam penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia haruslah dibuat secara khusus, termasuk konsekuensi impeachment ang menjadi landasan konstitusionalnya (misalnya: memasukkan klausul ”terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia” dalam Pasal 7A UUD 1945). Selain itu, perlu dipertimbangkan pula bila hendak melakukan perubahan total UUD 1945 (bukan bersifat amandemen), yakni menempatkan pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia terlebih dahulu dalam Pasal-Pasal pembuka atu awal dalam struktur konstitusinya sebelum Perubahan UUD 1945 perlu pula mengatur secara tegas dan progresif tanggung jawab utama negara, dalam hal ini pemerintah, untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi manusia. Konsepsi progresifitas atau pemajuan hak-hak asasi manusia menjadi penting agar penyelenggara negara lebih memprioritaskan tanggung jawabnya, baik terhadap hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi sosial dan budaya. Dalam UUD 1945, tanggung jawab negara tidak diatur secara khusus terkecuali rumusan dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945) sebagaimana kewajiban individu dalam hak-hak asasi manusia (Pasal 28J UUD 1945).

70

(21)

9

pengaturan tentang kekuasaan dan kelembagaan negara yang menjalankan kekuasaannya.71

Untuk memperkuat kedudukan dan kewenangannya, Ombudsman telah melakukan kerjasama dengan beberapa instansi pemerintahan lainnya, seperti :

1. Komisi Ombudsman dengan POLRI

Komisi Ombudsman Indonesia dan Mabes Polri melakukan penandatanganan MoU terkait kerjasama pelaksanaan kewenangan Ombudsman pada tanggal 26 Mei 2011. Dengan menggandeng Polri, peran Ombudsman ke depan bisa lebih optimal. Kerjasama ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan penyidikan tindak pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 44 UU No. 37 Tahun 2008 tentang ORI, yang menjadi bagian pengawasan eksternal untuk meangawasi masalah laporan dari masyarakat. “Intinya dari bagian pengawas eksternal seperti Komisi Kepolisian. Sehingga pengawasan pelaksanaan tugas Polri. Di samping internal ada Irwasum. Kami juga diawasi Ombudsman,” ujar Kapolri Jenderal Timur Pradopo72

71

Herry Wibawa, Op. Cit. hal. 164.

. Polri siap membantu Ombudsman untuk melaksanakan tugas-tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan berlaku. Di dalam pelaksanaan di lapangan Komisi Ombudsman dan Polri bekerja sama, dengan komitmen bila ada permasalahan dalam kepolisian, wajib ditindaklanjuti dan diawasi oleh Ombudsman. Bila ada

kesulitan-72

Timur Pardopo, pada Penandatanganan MoU Polri dan Komisi Ombudsman di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Jaksel, Kamis 26 Mei 2011.

(22)

kesulitan dalam pengawasan Ombudsman dapat meminta bantuan kepada kepolisian negara.

Dalam Pasal 13 dan 44 UU No. 37 Tahun 2008, Ombudsman tidak dapat dilakukan sendiri dalam hal pemanggilan paksa, untuk itulah Ombudsman membutuhkan bantuan Polri dalam mengatasi masalah ini. Kemudian, MoU ini berisikan peningkatan kualitas koordinasi dalam rangka penyidikan tindak pidana. Sedangkan kerja sama yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan laporan pengaduan dari masyarakat yang dialami korban tindakan kesewenang-wenangan yang telah dilakukan aparat pemerintah, penyelenggara negara, BUMN, BUMD, dan siapapun yang menyelenggarakan misi pelayanan publik di seluruh sektor lingkungan Polri atas bantuan Kapolri. Selama ini Ombudsman mengalami kesulitan dalam hal memanggil pihak terlapor karena tidak adanya upaya paksa. Sesuai kewenangannya dalam UU 37 tahun 2008 Komisi Ombudsman wajib menindaklanjuti pejabat instansi terlapor. Apabila pejabat instansi terlapor yang dipanggil Ombudsman tidak mengindahkan panggilan itu tiga kali berturut-turut maka Ombudsman bersama Polri akan memanggil paksa.

2. Kerjasama ORI dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

(23)

11

Haris Semendawai membahas beberapa poin kerjasama yang sedianya akan dilakukan bersama-sama ORI dan LPSK. Kerjasama antara ORI dan LPSK tidak terbatas pada Inpres No.09/2011 melainkan juga meliputi aspek-aspek lain seperti mekanisme yang akan dijalankan terkait kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat antar lembaga penegak hukum. Mekanisme tersebut merupakan sarana implementasi dari kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat LPSK dengan lembaga-lembaga lain. Semendawai mencontohkan LPSK telah membuat kesepakatan dengan Mahkamah Agung (MA) yang menghasilkan komitmen Pimpinan MA H.Arifin Tumpa untuk membuat Surat Edaran kepada pengadilan-pengadilan seluruh Indonesia untuk memberikan penanganan berbeda terhadap para kolaborasi keadilan (Justice Collaborator). Abdul Haris Semendawai mengajak ORI untuk melakukan kemitraan dalam bentuk kerjasama kantor (Join Office) dengan kantor-kantor perwakilan ORI di daerah, perlindungan bagi pelapor-pelapor Ombudsman. Menurut Danang Girindrawardana hubungan LPSK dan Ombudsman dapat lebih dalam lagi yakni menciptakan sistem informasi dan konsolidasi lembaga-lembaga dengan tetap berada pada koridor Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Wakil Ketua Ombudsman Azlaini Agus menambahkan bahwa Ombudsman telah melakukan perlindungan melalui mekanisme kerahasiaan pelapor, namun tampaknya pada beberapa kasus tertentu perlindungan kerahasiaan tersebut dirasakan belum cukup.73

73

Pembahasan tahap awal ini adalah pembentukan tim serta penyusunan substansi-substansi kerjasama ORI dan LPSK, dan kerjasama dengan media massa.

(24)

substansi-substansi kerjasama ORI dan LPSK, kerjasama dengan media massa sebagai penggalang dukungan masyarakat, sosialisasi internal. Kegiatan tindak lanjut ini akan dirancang sesegera mungkin dengan terfokus pada penandatanganan MoU, konsolidasi antar lembaga KPK, LPSK, ORI dan lembaga-lembaga lain yang terkait dan pembangunan system informasi dan kerjasama antar lembaga.

3. MoU Ombudsman dan BPN mengenai Administrasi Pertanahan

Rencana Lembaga Ombudsman dan Badan Pertanahan Nasional pada bulan Agustus ini akan segera menandatangani nota kesepahaman tentang administrasi pertanahan. Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana mengatakan nota kesepahaman tersebut untuk memperlancar pengawasan aduan masyarakat atas layanan publik BPN. Selama ini, masyarakat banyak mengadukan lambannya eksekusi keputusan peradilan soal tanah dan pelayanan administrasi BPN. Sebelumnya Lembaga Ombudsman menyebutkan bahwa BPN sebagai lembaga yang paling buruk dalam melayani publik. Ombudsman bahkan menilai, BPN tidak tanggap dalam menangani keluhan-keluhan yang disampaikan masyarakat. Atas keluhan-keluhan tersebut, lembaga Ombudsman memanggil Kepala BPN untuk membahasnya.74

C. Aturan Nama Ombudsman untuk Kepastian Hukum

Pasal 46 UU ORI, berbunyi :

74

(25)

13

(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, nama "Ombudsman" yang telah digunakan sebagai nama institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang bukan merupakan lembaga Ombudsman yang melaksanakan fungsi dan tugas berdasarkan Undang-Undang ini harus diganti dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini;

(2) Institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap menggunakan nama "Ombudsman" secara tidak sah

UU ORI tidak melarang Pemda atau masyarakat untuk mendirikan lembaga pengawas pelayanan publik. Pasal 46 UU ORI tidak bermaksud menghapus lembaga pengawasan pelayanan publik yang telah ada. Karenanya, kekhawatiran Ombusdman Kota Makassar dan lembaga ombudsman daerah lainnya yang bakal terhapus dinilai berlebihan.75

Aturan penggantian nama Ombudsman untuk kepastian hukum dan melindungi hak masyarakat dalam pelayanan publik, juga untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang (untuk mencegah penggunaan nama ombudsman yang tidak sah, seperti nama stasiun TV, majalah, termasuk pensil dengan merek ‘ombudsman’). UU Ombudsman sama sekali tidak melarang pemerintah daerah atau masyarakat untuk membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik asalkan tidak dengan nama Ombudsman. Seperti, Pemda Jawa Timur telah membentuk Komisi

Aturan itu untuk menghindari kebingungan masyarakat yang ingin berurusan dengan ORI, tetapi dilayani oleh lembaga ombudsman lain yang diharapkan tetap ada, hanya nomenklaturnya yang harus diubah lewat revisi Perdanya. Ini juga untuk memberikan kesatuan pemahaman tentang ORI.

75

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pleno pengujian UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (UU ORI) dan UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, 11 Mei 2011.

(26)

Pelayanan Publik yang dinilai efektif. Adanya perwakilan ORI di provinsi atau kabuputen/kota juga tidak terkait dengan aturan Pemda.

Sementara Sunaryati Hartono berpendapat pengawas pelayanan publik yang dibentuk Pemda, perusahaan, atau LSM tidak bisa disamakan dengan ORI yang memiliki wewenang yang sangat luas. Lagipula lembaga pengawas pelayanan publik berikut anggotanya tidak dibentuk berdasarkan UU ORI. Keberadaan Pasal 46 ORI untuk menghindari kekaburan, ketidakjelasan, ketidakpastian, dan penyalahgunaan wewenang. Seperti adanya siaran TV yang berjudul “Ombudsman”, majalah Ombusdman, disahkannya merek pensil Ombudsman oleh Ditjen HaKI yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan Ombudsman. Jika Pasal 46 ORI dihapus akan menimbulkan penipuan.

Keberadaan UU ORI juga tidak “menutup pintu” atau melarang Pemda atau masyarakat untuk mendirikan lembaga pengawas pelayanan publik setempat. Sebab, justru keberadaan lembaga itu akan sangat membantu Pemda dan ORI. Hanya saja nama dan kewenangannya tidak boleh sama. Kewenangan lembaga pengawas pelayanan publik yang ada akan memperkuat pengawasan di internal daerahnya, sementara ORI dan perwakilannya di daerah sebagai pengawas eksternal.

(27)

15

Yogyakarta, Ombudman Kabupaten Asahan, Ombudsman Swasta DIY,dan LSM Komite Pemantau Legislatif Sulawesi. Menurut para pemohon, pasal yang diuji itu seolah-olah menghapus/mengancam keberadaan lembaga ombudsman di daerah yang dibentuk dengan peraturan daerah. Sebab,lembaga ombudsman di daerah tak lagi diperbolehkan menggunakan nama “Ombudsman”. Mereka diwajibkan mengganti nama dalam waktu dua tahun sejak UU ORI itu berlaku.

Aturan itu dinilai tidak sejalan dengan konsep otonomi daerah serta bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2), (2), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Kontras dengan Pasal 46, justru Pasal 1 angka 13 UU Pelayanan Publik justru memperkuat keberadaan ombudsman di daerah baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, BUMN/BUMD maupun lembaga swasta atau perorangan yang dananya bersumber dari APBN/APBD.76

Bahwa Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU ORI telah menimbulkan atau setidak-tidaknya sangat potensial menimbulkan kerugian karena dengan diberlakukannya ketentuan Pasal a quo dapat dipastikan mengancam eksistensi Ombudsman di daerah yang sudah eksis sampai saat ini. Hal ini dipertegas dengan adanya surat edaran yang dikirimkan oleh Ketua Ombudsman Republik Indonesia kepada seluruh Gubernur, Bupati/Walikota, dan seluruh Lembaga Ombudsman di daerah untuk tidak lagi menggunakan nama "Ombudsman" untuk institusi, lembaga, badan hukum, terbitan dan lainnya paling lambat tanggal 7 Oktober 2010.

76

(28)

Beberapa Pasal yang bertentangan dengan Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU ORI, yaitu :77

1. Dengan Pasal 18 ayat (2) UUD 1945

78

Yang menyatakan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan"; Bahwa asas otonomi sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 tersebut, menurut Bagir Manan adalah menegaskan bahwa pemerintahan daerah adalah suatu pemerintahan otonom dalam negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan daerah hanya ada pemerintahan otonomi (termasuk tugas pembantuan). Dengan perkataan lain, ketentuan ini hanya mengatur mengenai otonomi. Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 tersebut lebih sesuai dengan gagasan daerah membentuk pemerintahan daerah sebagai satuan pemerintahan mandiri di daerah yang demokratis.

Otonomi daerah dalam kaitannya dengan demokrasi, karena itu harus ada lembaga dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan demokratis di daerah. Pembentukan lembaga-lembaga Ombudsman yang dilakukan adalah dalam kerangka dan tujuan penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis. Dengan adanya lembaga-lembaga Ombudsman tersebut penyelenggaraan pemerintahan daerah

77

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 62/PUU-VIII/2010.

78

(29)

17

mendapat pengawasan dari masyarakat, sehingga sekaligus dapat mendorong perwujudan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagai daerah otonom yang memerintah, mengatur, dan mengurus diri sendiri, dimana pemerintahan daerah berhak membuat peraturan tingkat daerah sebagai peraturan perundang-undangan tingkat daerah. Dengan demikian, pembentukan lembaga-lembaga Ombudsman dengan suatu produk hukum daerah dapat dibenarkan dalam konteks penyelenggaraan asas otonomi daerah;

Bahwa Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU PD), menyebutkan, “Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama. Selanjutnya, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPUU), menyebutkan bahwa materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang, yakni:

a. mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: 1. hak-hak asasi manusia;

2. hak dan kewajiban warga negara;

3. pelaksanaan dan penegakkan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara;

4. wilayah negara dan pembagian daerah;

(30)

5. kewarganegaraan dan kependudukan; 6. keuangan negara.

b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang- Undang Bahwa berdasarkan Pasal 10 ayat (3) UU PD juncto Pasal 8 UU PPUU tersebut di atas, sangat jelas bahwa "Ombudsman" bukanlah termasuk urusan Pemerintah dan juga bukan merupakan materi muatan Undang-Undang serta tidak ada satupun Undang-Undang yang memerintahkan "Ombudsman" harus diatur dengan Undang-Undang. Selanjutnya, berdasarkan "Teori Residu", secara otomatis segala sesuatu yang bukan merupakan urusan Pemerintahdan juga bukan merupakan materi muatan Undang-Undang serta tidak ada satupun Undang-Undang yang memerintahkan agar "Ombudsman" diatur dengan Undang-Undang, maka dengan sendirinya dapat diatur dengan peraturan perundangan lainnya termasuk dengan produk hukum daerah.

(31)

19

2. Dengan Pasal 18 ayat (6) UUD 194579

Yang menyatakan, "Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas

pembantuan";

Bahwa tidak ada satupun Pasal dalam UUD 1945 yang memerintahkan agar "Ombudsman" harus diatur dengan Undang-Undang. Demikian pula, menurut UU PP bahwa "Ombudsman" bukanlah merupakan materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian, maka "Ombudsman" dapat diatur dengan produk hukum selain Undang-Undang. Menurut Jimly Asshiddiqie sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa lembaga-lembaga negara yang secara eksplisit maupun secara implisit disebutkan dalam UUD 1945 adalah tidak termasuk Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Bahkan, ditambahkan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang untuk membentuk lembaga-lembaga daerah yang dibiayai dari APBD. Bahwa misalnya LOD DIY dan LOS DIY adalah lembaga daerah yang dibentuk untuk pertama kalinya tahun 2004 dengan Keputusan Gubernur DIY dan kemudian pada tahun 2008 dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur DIY sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Dengan demikian, pelarangan pembentukan "Ombudsman" di daerah atau penggunaan istilah atau nama Ombudsman oleh Pasal a quo dalam UU ORI adalah jelas-jelas sangat bertentangan dengan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945.

79

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 62/PUU-VIII/2010.

(32)

3. Dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 194580

Yang berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; maka sudah seharusnya kata "negara" dalam kalimat "lembaga negara" dalam Pasal 1 butir 13 UU PP tersebut dibatalkan.

Bahwa apabila ketentuan Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 46 ayat (2) UU ORI a quo

tidak dibatalkan, maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 46 ayat (2) UU ORI a quo

bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang secara konstitusional menjamin asas kepastian hukum.

4. Dengan Pasal 1 butir 13 UU PP

Yang menyebutkan Ombudsman adalah "lembaga negara" dapat merugikan eksistensi dari lembaga ombudsman yang sudah ada, karena lembaga-lembaga ombudsman yang sudah ada tersebut, khususnya yang ada di daerah yang bukan merupakan "lembaga negara" sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 1 butir 13 UU PP a quo; Bahwa lembaga-lembaga ombudsman yaitu lembaga pengawasan pelayanan publik yang dibentuk berdasarkan produk hukum daerah sebagaimana

80

(33)

21

yang telah disebutkan di atas, sehingga apabila kata "negara" yang terdapat dalam Pasal 1 butir 13 UU PP a quo tidak dibatalkansangat potensial merugikan eksistensi ombudsman daerah tersebut sebagai lembaga pengawasan pelayanan publik di daerahnya masing-masing, karena dengan demikian secara otomatis tidak termasuk "Ombudsman" sebagaimana yang dimaksud Pasal 1 butir 13 UU PP;

Bahwa menurut Jimly Asshiddiqie,81

Oleh karena itu, perubahan nama bagi lembaga Ombudsman di daerah yang sudah ada selama ini dengan tidak boleh lagi menggunakan istilah atau nama "Ombudsman" tidak saja dapat menimbulkan kebingungan di masyarakat, tetapi juga sekaligus lembaga yang sudah berganti nama tersebut eksistensinya tidak

organ, jabatan, atau lembaga-lembaga negara yang diatur baik secara eksplisit maupun implisit dalam UUD 1945 ada sekitar 34 buah dan dari 34 buah tersebut tidak termasuk "Ombudsman Republik Indonesia". Daerah memiliki kewenangan untuk membentuk lembaga dan lembaga-lembaga tersebut tentu tidak disebut sebagai lembaga-lembaga negara, tetapi dapat disebut sebagai lembaga daerah sepanjang bekerjanya dibiayai oleh anggaran belanja negara atau daerah, sehingga dapat disebut sebagai lembaga daerah. Dengan demikian, pelarangan penggunaan istilah "Ombudsman" adalah bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) UUD 1945;

81

Jimly Asshiddiqie, Op. Cit.. hal. viii-ix.

(34)

mendapatkan pengakuan dari UU PP. Konsekuensinya adalah sudah barang tentu, akan mulai dari awal lagi untuk menyakinkan masyarakat bahwa lembaga tersebut juga memiliki fungsi dan peran yang sama dan tidak lebih dan tidak kurang hanya sekedar berganti nama.

Referensi

Dokumen terkait

Dapat tercermin dari indikator yaitu: Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan dalam Musfah (2011:52) kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian

Seorang pegawai, nilai-nilai intrinsiknya kuat (tinggi) lebih merasakan kepuasan kerja, tanpa memperhatikan tingkat penggajian, walaupun gaji merupakan alat untuk

Dikaitkan dengan perbaikan pengelolaan sumberdaya lahan dan air untuk pemantapan ketahanan pangan secara nasional, regional dan lokal, lima elemen kelembagaan

Keywords : Partisipasi Pemakai, Kemampuan Tekhnik Personal Sistem Informasi Akuntansi, Dukungan Manajemen Puncak, Program Pelatihan Dan Pendidikan Pemakai

Hasil penelitian deskriptif menunjukkan bahwa bentuk tata letak laboratorium fisika SMAN 12 Makassar terdiri dari tiga aspek yaitu letak laboratorium, ventilasi cahaya

Tanpa membuang waktu lagi, sebelum sang bangsawan berubah pikiran, Biuqbiuq segera mengeluarkan tunas pohon pisang dari dalam kantong yang diikatkan di pinggangnya.. Tunas

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada disiplin ilmu Psikologi Konsumen, yang terkait dengan tema perilaku membeli produk di Starbucks Coffee

4.4 Menentukan daya ricih maksima, momen maksima dan titik kontra lentur 4.5 Melakar bentuk pesongan pada rasuk.. UNIT 5 : DAYA KESEIMBANGAN, DAYA RICIH DAN MOMEN LENTUR