• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam di Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Provinsi Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam di Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Provinsi Papua"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR TEGAKAN HORIZONTAL HUTAN ALAM DI

AREAL KERJA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL

HUTAN KAYU - HUTAN ALAM (IUPHHK-HA) PT WAPOGA

MUTIARA TIMBER UNIT II PROVINSI PAPUA

DWI ANJARSARI AYUNINGTYAS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam di Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

– Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Provinsi Papua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DWI ANJARSARI AYUNINGTYAS. Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam di Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Provinsi Papua. Dibimbing oleh ENDANG SUHENDANG.

Hutan alam adalah suatu bentang alam berisi pepohonan yang tumbuh secara alami. Sebesar 61% hutan di Papua adalah hutan primer. Sebagian besar areal hutan di PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II merupakan areal hutan bekas tebangan yang memiliki kondisi struktur tegakan yang berbeda dengan hutan primer. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh persamaan matematika struktur tegakan horizontal diperbandingkan persamaan matematika struktur tegakan horizontal hutan primer dan hutan sekunder. Struktur tegakan horizontal PT.WMT-II memiliki persamaan matematika N = 370.3 exp(-0.06D) untuk hutan primer dan N = 472.9 exp(-0.06D) untuk hutan sekunder. Kedua persamaan tersebut dapat diterima dengan kriteria nilai R2 sebesar 0.93 -0.98 dan p-value 0.000. Secara umum, persamaan matematika struktur tegakan horizontal hutan sekunder lebih baik dibandingkan hutan primer. Diindikasikan dengan nilai R2 hutan sekunder sebesar 0.98, sedangkan hutan primer sebesar 0.93.

Kata kunci: persamaan matematika, struktur tegakan horizontal

ABSTRACT

DWI ANJARSARI AYUNINGTYAS. Horizontal Stand Structure of Natural Forest in Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua Work Area. Supervised by ENDANG SUHENDANG.

Natural forest is a landscape which planted with many tree naturally. 61% of forest in Papua is a primary forest. Most of the forest area in PT Wapoga Mutiara Timber Unit II is logged-over area of forest which has difference of stand structure condition with primary forest. The aim of this research is to get mathematics equation horizontal stand structure compared mathematics equation horizontal stand structure primary forest and secondary forest. Horizontal stand structure in PT.WMT-II has mathematics equation N = 370.3 exp(-0.06D) for primary forest and N = 472.9 exp(-0.06D) for secondary forest. Both of them can be accepted with criteria R2 0.93 -0.98 and p-value 0.000. Generally, mathematics equation horizontal stand structure secondary forest better than primary forest. Indicated with R2, the secondary forest about 0.98, on the other side the primary forest about 0.93.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

STRUKTUR TEGAKAN HORIZONTAL HUTAN ALAM DI

AREAL KERJA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL

HUTAN KAYU - HUTAN ALAM (IUPHHK-HA) PT WAPOGA

MUTIARA TIMBER UNIT II PROVINSI PAPUA

DWI ANJARSARI AYUNINGTYAS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam di Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Provinsi Papua

Nama : Dwi Anjarsari Ayuningtyas NIM : E14100138

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Endang Suhendang, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam di Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Provinsi Papua. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang perbedaan persamaan matematika struktur tegakan horizontal pada tegakan hutan bekas tebangan dengan persamaan matematika struktur tegakan horizontal untuk hutan primer di areal kerja PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Provinsi Papua.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Endang Suhendang, MS selaku dosen pembimbing. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, Kakak, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada teman-teman MNH47 atas doa dan dukungannya. Terimakasih juga kepada tim PKL PT.WMT-II (Restu dan Izzuddin) dan sahabat-sahabatku Maya, Quldino, Advent, Tias, Rio, Winda, Ajeng, Desi, Meta, Lerfi, Dita, dan Nurul atas bantuan, doa serta dukungannya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran yang membangun untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Bahan Sumber Data Lain 2

Teknik Pengambilan Data dan Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 5

Keadaan Tegakan 5

Keragaman Struktur Tegakan Horizontal 9

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kerapatan tegakan per kelas diameter pada setiap tipe hutan 8 2 Kerapatan tegakan per kelas diameter pada setiap kelompok jenis 8 3 Statistik persamaan matematika untuk struktur tegakan pada setiap tipe

hutan 9

4 Statistik persamaan matematika untuk struktur tegakan pada setiap

kelompok jenis 12

DAFTAR GAMBAR

1 Bentuk dan ukuran plot contoh penelitian 3

2 Kondisi tegakan hutan, (a) Hutan primer, (b) Hutan sekunder 6 3 Kurva struktur tegakan pada setiap tipe hutan, (a) hutan primer, (b)

hutan sekunder 10

4 Perbandingan kurva struktur tegakan pada setiap tipe hutan, hutan

primer ( ) dan hutan sekunder (- - -) 11

5 Kurva struktur tegakan pada kelompok jenis merbau, (a) hutan primer

dan (b) hutan sekunder 13

6 Perbandingan kurva struktur tegakan pada kelompok jenis merbau, ( )

hutan primer dan (- - -) hutan sekunder 13

7 Kurva struktur tegakan pada kelompok jenis meranti, (a) hutan primer

dan (b) hutan sekunder 14

8 Perbandingan kurva struktur tegakan pada kelompok jenis meranti, ( )

hutan primer dan (- - -) hutan sekunder 14

9 Kurva struktur tegakan pada kelompok jenis rimba campuran, (a) hutan

primer dan (b) hutan sekunder 14

10 Perbandingan kurva struktur tegakan pada kelompok jenis rimba campuran, ( ) hutan primer dan (- - -) hutan sekunder 15 11 Kurva struktur tegakan pada kelompok jenis kayu indah, (a) hutan

primer dan (b) hutan sekunder 15

12 Perbandingan kurva struktur tegakan pada kelompok jenis kayu indah, ( ) hutan primer dan (- - -) hutan sekunder 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis regresi untuk hutan alam 18

2 Hasil analisis regresi untuk hutan sekunder 18

3 Hasil analisis regresi kelompok jenis meranti pada hutan primer 19 4 Hasil analisis regresi kelompok jenis meranti pada hutan sekunder 19 5 Hasil analisis regresi kelompok jenis rimba campuran pada hutan primer 20 6 Hasil analisis regresi kelompok jenis rimba campuran pada hutan

sekunder 20

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan adalah suatu bentang lahan yang didominasi pepohonan dalam persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya (UU No.41 1999). Potensi kayu pada hutan di Papua cukup besar, namun pemanfaatannya masih kurang karena keterbatasan aksesibilitas dan volume per hektarnya sangat rendah, yaitu 35 m2/ha untuk jenis komersial dan 61 m2/ha untuk semua jenis. Tegakan hutan di Papua sebagian besar terdiri atas jenis-jenis yang belum komersial dan memiliki topografi yang berat (BPSDALH Provinsi Papua 2012). Sungguhpun demikian, minat pengusaha untuk memanfaatkan hasil hutan kayu di Papua sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari Laporan Bulanan BPPHP Wilayah XVII Jayapura Bulan Desember 2010 yang menunjukkan jumlah IUPHHK HA di Provinsi Papua sampai dengan tahun 2010 ada sebanyak 27 perusahaan (BPPHP Wilayah XVII Jayapura 2010).

Salah satu perusahaan yang memperoleh ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam (IUPHHK-HA) adalah PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II (PT. WMT-II). Sistem pemanenan yang dilakukan di IUPHHK-HA ini mengikuti sistem pemanenan dengan sistem silvikulur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Sistem ini mengatur cara pemanenan berdasarkan kelas diameter, yaitu 40 cm ke atas terhadap seluruh pohon jenis komersil yang terdapat pada areal kerjanya. Akibat dari kegiatan pengusahaan hutan secara berkelanjutan menyebabkan perubahan kondisi tegakan hutan. Berdasarkan kriteria penutupan lahannya, sekitar 61% hutan di Papua berada pada kondisi hutan primer (BPKH Wilayah X Papua 2010 dalam BPPHP Wilayah XVII Jayapura 2010). Namun, sebagian besar areal hutan di PT.WMT-II merupakan areal hutan bekas tebangan. Kondisi struktur tegakan hutan bekas tebangan diduga berbeda dengan kondisi struktur tegakan di hutan primer. Sebaran pohon per hektar yang terbentuk pada hutan primer berada lebih tinggi dibanding pada hutan sekunder. Kondisi ini dapat dikembalikan ke bentuk semula seiring dengan berjalannya waktu (Ermayani 2000). Kondisi terkini suatu tegakan dapat diketahui melalui analisis struktur tegakan. Informasi tentang struktur tegakan dipandang penting karena ditinjau dari faktor ekologi, struktur tegakan dapat memberikan gambaran tentang kemampuan regenerasi tegakan (Suhendang 1994 dalam Muhdin et al 2008).

(12)

2

Perumusan Masalah

Areal kerja IUPHHK PT. WMT-II memiliki luas total 169 170 ha, terdiri atas 75 % hutan produksi tetap (HP), 2.27% hutan produksi terbatas (HPT), dan 22.73 % hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Kegiatan pengusahaan hutan di PT. WMT-II sudah dilaksanakan sejak tahun 1990. Kegiatan tersebut mengakibatkan terbukanya lahan hutan sedangkan upaya pemulihan hutan yang dilakukan tidak semuanya berhasil. Kurva struktur tegakan horizontal dapat mengidentifikasi kondisi terkini suatu tegakan hutan sehingga tingkat keberhasilan pemulihan hutan di PT.WMT-II dengan membandingkan setiap kondisi tegakan hutan dapat dilihat melalui penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang perbedaan persamaan matematika struktur tegakan horizontal pada tegakan hutan bekas tebangan dengan persamaan matematika struktur tegakan horizontal untuk hutan primer.

Manfaat Penelitian

Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Alat pembantu dalam menduga potensi tegakan di PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II.

2. Menggambarkan kondisi terkini suatu tegakan sehingga dapat membantu dalam upaya pengelolaan hutan dan sebagai salah satu sumber data dalam upaya pemulihan hutan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data lapangan dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014. Penelitian dilaksanakan di areal kerja PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.

Alat dan Bahan Sumber Data Lain

(13)

3 Teknik Pengambilan Data dan Analisis Data

Teknik Pengumpulan data

Jenis data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung melalui pengukuran di lapangan. Data ini terdiri atas jenis pohon, diameter pohon (D), jumlah pohon (N), dan kerapatan pohon. Pengumpulan data tersebut dilakukan pada tiap plot contoh penelitian. Metode yang digunakan dalam pengukuran tegakan adalah metode jalur di dalam plot contoh. Plot contoh dalam penelitian ini berbentuk bujur sangkar berukuran (100 x 100) m2 yang berisi 5 sub plot dengan ukuran (20 x 100) m2 (Gambar 1).

Plot contoh penelitian diambil sebanyak 4 plot yang cukup representatif untuk menggambarkan kondisi tegakan hutan primer dan hutan sekunder. Penentuan lokasi plot contoh dilakukan secara purposive sampling yaitu dengan sengaja sesuai tujuan dan kriteria keterwakilan, dalam hal ini fase pertumbuhan dan kelerengan. Pada setiap plot contoh dilakukan pengukuran diameter pohon

terhadap seluruh individu pohon berdiameter ≥ 10cm dengan ketinggian 1,3 m

(dbh) pada pohon yang tidak memiliki banir dan 20 cm di atas banir untuk individu pohon yang berbanir. Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah kondisi umum lokasi penelitian, mencakup luas geografi dan luas wilayah lokasi penelitian, jenis-jenis pohon, serta peta areal kerja PT.WMT-II.

20 m

100m 100x100m2

jalur-jalur dalam plot ukur

Gambar 1 Bentuk dan ukuran plot contoh penelitian Pengolahan analisis data

Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis untuk membentuk model struktur tegakan. Adapun tahapan yang dilakukan dalam pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut:

1. Pengelompokan data

(14)

4

1. Kelompok jenis Merbau (Intsia spp.) 2. Kelompok jenis Meranti (Shorea spp.) 3. Kelompok jenis Rimba Campuran 4. Kelompok jenis Kayu Indah

Selain itu, diameter pohon dikelompokkan ke dalam 10 (sepuluh) kelas diameter. Data sebaran pohon kemudian digambarkan pada sumbu koordinat dengan diameter sebagai absis dan kerapatan pohon per hektar sebagai ordinat dan dilakukan untuk setiap plot contoh.

2. Penyusunan persamaan matematika kurva stuktur tegakan

Kurva struktur tegakan merupakan kurva yang menunjukkan sebaran jumlah pohon per kelas diameter. Lebar selang diameternya yaitu 10 cm. Persamaan matemaika kurva struktur tegakan disusun berdasarkan tipe hutan dan kelompok jenis pohon.

Perhitungan kerapatan tegakan

a. Kerapatan berdasarkan jumlah pohon

∑n

Keterangan :

N = kerapatan bersarakan jumlah pohon (individu/ha)

∑n = jumlah pohon (individu) L = luasan (hektar)

b. Kerapatan berdasarkan luas bidang dasar per hektar

s ∑

Keterangan :

LBDs = luas bidang dasar tegakan (m2/ha) E = luas bidang dasar setiap pohon (m2) L = luasan (ha)

Persamaan matematika untuk struktur tegakan ini dibuat dengan menggunakan fungsi eksponensial negatif, dengan persamaan sebagai berikut:

0 e p k

Tetapan N0 dan k ditentukan melalui analisis regresi dari bentuk persamaan linear

rumus tersebut, yaitu:

ln ln 0 k

Keterangan:

(15)

5 N0 = tetapan yang merupakan intersep

D = diameter/ titik tengah kelas diameter (cm) exp = logaritma dasar (2,71828)

k = konstanta laju penurunan jumlah pohon pada setiap kenaikan diameter pohon

Dari persamaan linear tersebut selanjutnya dapat diduga N0 dan k dengan metode

rumus kuadrat terkecil (least square).

Data yang persamaan matematika struktur tegakannya tidak dapat dibuat menggunakan fungsi eksponensial negatif dicari dengan menggunakan persamaan matematika linear yang lain untuk mendapatkan model terbaiknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Areal kerja IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara Timber Unit II sebagian besar mencakup wilayah Distrik Bonggo dan Distrik Pantai Timur, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua. Secara geografis, PT. WMT-II terletak pada 2° 08’- 2° 38’ LS dan 139° 08’ – 139° 48’ T. uas total areal kerja PT .WMT-II adalah 169 170 ha, terdiri atas 46% hutan primer dan 49% hutan bekas tebangan. Kerapatan tegakan untuk seluruh jenis pada diameter > 50 cm yaitu 16.7 individu/ha dengan volume 79.06 m3/ha, sedangkan pada diameter 60 cm ke atas sebesar 10.76 endapan lumpur, aluvium dan endapan pantai, dan batuan campuraduk. Kelas lereng di areal kerja PT.WMT-II bervariasi dan topografi curam yang mendominasi areal ini. Jenis tanah di wilayah ini adalah gleisol, organosol, podsolik, dan kambisol. Berdasarkan peta agroklimat yang menggambarkan data iklim dari stasiun Sarmi, areal IUPHHK PT.WMT-II termasuk dalam tipe iklim A. Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2 437 mm dengan hari hujan rata-rata 200 hari. Intensitas hujan di kawasan ini tergolong rendah, yaitu sebesar 12.18 mm/hari. Temperatur udara minimum sebesar 22.9 °C, maksimum 31 °C, dan rata-rata 26.9 °C dengan kelembaban udara rata-rata 85.6% (PT.WMT-II 2012).

Keadaan Tegakan

(16)

6

2 plot. Plot contoh untuk tipe hutan sekunder dibuat pada blok tebangan RKT 2012. Kondisi tegakan di areal kerja PT.WMT-II relatif homogen sehingga penentuan lokasi dan jumlah plot contoh dapat dilakukan secara purposive sampling sesuai dengan keterwakilan tegakan.

Hasil pengukuran pada plot contoh dibagi berdasarkan tipe hutan. Jumlah pohon dalam plot contoh secara keseluruhan adalah 1577 individu yang terdiri dari 31 jenis pohon pada hutan primer, sedangkan pada hutan sekunder didapatkan 29 jenis pohon. Berdasarkan jumlah individu, jenis yang mendominasi di semua plot contoh adalah kelat (Euginia spp.) sebanyak 298 pohon, kenari (Canarium indicum) sebanyak 174 pohon, dan pala hutan (Myristica spp.) sebanyak 171 pohon.

(a) (b)

Sumber : Foto koleksi penulis 2014 Gambar 2 Kondisi tegakan hutan, (a) Hutan primer, (b) Hutan sekunder

Hasil pengukuran diameter pada setiap plot contoh diklasifikasikan menjadi 10 kelas diameter dengan lebar interval 10 cm. Penentuan jumlah kelas diameter dan lebar interval dilakukan dengan pertimbangan kepraktisan menghitung dan kesesuaian dengan kebutuhan, yaitu untuk melihat trend yang terjadi. Jumlah pohon per kelas diameter menurut tipe hutan disajikan dalam Tabel 1. Tegakan hutan primer terbentuk dari individu pohon pada semua kelas diameter, sedangkan pada tegakan hutan sekunder tidak didapatkan pohon dengan kelas diameter ≥ 100 cm. Hal ini dikarenakan tegakan hutan primer merupakan tegakan yang telah mencapai klimaks sehingga pohon-pohon tumbuh pada setiap tingkat pertumbuhan. Alasan lain adalah jumlah pohon yang berdiameter 100 cm ke atas hanya sedikit ditemukan dan kegiatan pemanenan diutamakan pada pohon komersil yang berdiameter besar sehingga tidak ditemukannya pohon berdiameter

≥ 100 cm pada hutan sekunder dapat terjadi.

(17)

7 hutan sekunder kepada kondisi semula. Sebaliknya, kerapatan tegakan berdasarkan LBDs pada hutan primer lebih rendah dibandingkan pada hutan sekunder. Kerapatan tegakan yang diperoleh pada hutan primer sebesar 23.81 m2/ha, sedangkan pada hutan sekunder sebesar 24.53 m2/ha. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar pohon di hutan primer memiliki diameter kecil, sedangkan pada hutan sekunder berdiameter besar seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1. Dominasi pohon berdiameter kecil pada hutan primer dikarenakan kerapatan pohon per hektar pada hutan primer yang tinggi, sehingga persaingan tumbuh pohon semakin besar dan menyebabkan pertumbuhan pohon relatif lambat. Sedangkan jumlah pohon berdiameter besar yang lebih banyak pada hutan sekunder dikerenakan kerapatan pohon per hektar yang lebih rendah pasca penebangan, sehingga persaingan tumbuh antar pohon lebih kecil dan berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter pohon yang relatif lebih cepat.

Data hasil pengukuran dikelompokkan ke dalam 4 kelompok jenis, yaitu kelompok jenis merbau, kelompok jenis meranti, kelompok jenis rimba campuran, dan kelompok jenis kayu indah. Pengelompokkan tersebut dilakukan berdasarkan nilai komersial, klasifikasi taksonomi, dan jenis yang dominan. Hal ini disesuaikan dengan pengelompokkan kayu sebagai dasar pengenaan iuran kehutanan untuk pemegang IUPHHK. Secara keseluruhan jumlah jenis yang didapatkan pada hutan primer dan hutan sekunder sebanyak 40 jenis pohon. Sebanyak 11 jenis ditemukan di hutan primer tetapi tidak ditemukan pada hutan sekunder, sebaliknya jenis pohon yang ditemukan pada hutan sekunder tetapi tidak ditemukan di hutan primer yaitu sebanyak 9 jenis. Setiap kelompok jenis dikelompokkan lagi berdasarkan kelas diameter seperti yang tersaji di Tabel 2.

(18)

8

Tabel 1 Kerapatan tegakan per kelas diameter pada setiap tipe hutan

Tipe hutan

Sumber : Hasil Pengukuran di lapang (2014)

Tabel 2 Kerapatan tegakan per kelas diameter pada setiap kelompok jenis

Kelompok

Sumber : Hasil pengukuran di lapang (2014)

(19)

9 Keragaman Struktur Tegakan Horizontal

Struktur tegakan hutan adalah sebaran jumlah pohon per satuan luas dalam berbagai kelas diameter (Meyer et al. 1961 dalam Ermayani 2000). Jumlah pohon dan struktur tegakan dapat menggambarkan tingkat ketersediaan tegakan pada setiap tingkat pertumbuhan. Model struktur tegakan dapat menduga kerapatan tegakan sehingga dapat menggambarkan kondisi suatu tegakan hutan. Struktur tegakan dibagi dua tipe, yaitu struktur tegakan horizontal dan vertikal. Struktur tegakan vertikal merupakan sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk, sedangkan struktur tegakan horizontal merupakan sebaran pohon pada berbagai kelas diameter. Secara matematis struktur tegakan horizontal dapat dikatakan sebagai hubungan fungsional antara diameter (D) dengan jumlah pohon (N) pada satuan luas tertentu yang dapat dinyatakan sebagai N = f(D). Struktur tegakan mempunyai bentuk yang khas untuk setiap tempat tumbuh, setiap jenis tegakan dan keadaan tegakan (Suhendang 1985).

Persamaan matematika merupakan suatu model struktur tegakan yang dapat menggambarkan pola struktur tegakan sesuai dengan hasil pengukuran di lapangan. Persamaan matematika dalam penelitian ini disusun menggunakan fungsi eksponensial negatif yang jika disajikan dalam bentuk kurva akan membentuk huruf J-terbalik. Persamaan tersebut sederhana tetapi cukup baik menjelaskan hubungan jumlah pohon per hektar dengan diameter pohon. Hal tersebut dibuktikan dengan penggunaan fungsi eksponensial negatif dalam analisis data penelitian lainnya. Persamaan matematika dalam penelitian ini disusun berdasarkan tipe hutan dan kelompok jenis.

Kriteria penerimaan persamaan matematika adalah koefisien determinasi (R2) lebih besar dari 0.5 dan p-value lebih kecil dari 0.05 (Muhdin 2012). Persamaan matematika untuk struktur tegakan pada hutan primer dan hutan sekunder masing-masing adalah N = 370.3 0.06D) dan N = 472.9 exp(-0.06D). Nilai tetapan dalam persamaan ditentukan menggunakan analisis regresi pada Tabel 3. Hasil perhitungan menunjukkan nilai R2 pada kedua tipe hutan masing-masing sebesar 0.93 dan 0.97 dengan p-value sebesar 0.00 yang berarti persamaan matematika untuk hutan primer dan hutan sekunder dapat diterima. Nilai R2 tersebut menunjukkan diameter mempengaruhi kerapatan pohon sebesar persentase nilai tersebut. Persamaan matematika yang diperoleh dapat dikatakan baik karena memiliki niai R2 lebih dari 0.70. Struktur tegakan hutan sekunder lebih baik dibandingkan hutan primer. Hal ini terlihat dari nilai R2 yang lebih tinggi, sehingga kecocokan model dikatakan lebih baik dengan nilai R2 semakin mendekati 1.

Tabel 3 Statistik persamaan matematika untuk struktur tegakan pada setiap tipe hutan

Tegakan N0 K R

2

F-hit p-value

Hutan Primer 370.2951 -0.06082 0.932291 110.1525 0.00000591 Hutan Sekunder 472.8964 -0.06598 0.973684 258.9965 0.000000869

Nilai tetapan N0 yang kecil menunjukkan jumlah pohon berdiameter 10 – 40

(20)

10

berdiameter kecil yang banyak (Muhdin et al 2008). Hasil pengukuran di lapang menunjukkan hutan primer memiliki permudaan yang lebih besar dibandingkan hutan sekunder. Namun persamaan matematika menunjukkan hutan sekunder memiliki nilai N0 yang lebih besar yang berarti hutan sekunder memiliki

permudaan yang lebih baik dibanding hutan primer. Hal tersebut dikarenakan dalam penyusunan persamaan matematika yang digunakan adalah nilai rata-rata, sehingga nilai yang besar namun merupakan pencilan tidak berpengaruh mutlak terhadap persamaan tersebut. Nilai k mengindikasikan penurunan jumlah pohon pada setiap kenaikan diameter pohon. Semakin kecil nilai k maka penurunan jumlah pohon semakin sedikit (melandai). Tetapan k pada hutan primer dan hutan sekunder bernilai sama yaitu -0.06. Muhdin et al. (2008) menyatakan tipe tegakan diduga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tegakan termasuk kecepatan pemulihan diri tegakan setelah mengalami gangguan yaitu perlakuan penebangan. Artinya, hutan sekunder dengan nilai N0 besar dan k kecil merupakan tipe tegakan

yang memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan dan kecepatan pemulihan tegakan yang tergolong tinggi.

Kondisi masing-masing tegakan berdasarkan N0 dan k dapat dilihat pada

(21)

11

Gambar 4 Perbandingan kurva struktur tegakan pada setiap tipe hutan, hutan primer ( ) dan hutan sekunder ( - - -)

Persamaan matematika selanjutnya berdasarkan kelompok jenis pada setiap tipe hutan. Persamaan matematika untuk kelompok jenis meranti dan rimba campuran pada hutan primer masing-masing adalah N = 339.8 exp(-0.08D) dan N = 362.4 exp(-0.08D), sedangkan pada hutan sekunder masing-masing adalah N = 137.9 exp(-0.06D) dan N = 229.7 exp(-0.06D). Persamaan untuk kedua kelompok jenis pada setiap tipe hutan tersebut dapat diterima. Hal ini diindikasikan dengan nilai R2 yang lebih dari 0.5. Nilai R2 untuk kelompok jenis meranti hutan primer adalah 0.90, sedangkan pada hutan sekunder sebesar 0.92. Nilai R2 yang lebih tinggi menunjukkan persamaan matematika memiliki kecocokan model yang lebih baik, karena semakin mendekati 1. Persamaan matematika kelompok jenis meranti hutan sekunder dapat dikatakan memilki tingkat kecocokan model yang lebih tinggi untuk menduga kerapatan pohon. Nilai p-value kelompok jenis meranti hutan primer dan hutan sekunder kurang dari 0.05 yaitu masing-masing sebesar 0.0003 dan 0.00004. Hal ini menunjukkan persamaan tersebut dapat diterima dengan penurunan jumlah pohon untuk setiap kenaikan diameter yang lebih besar pada hutan primer. Kelompok jenis rimba campuran hutan primer memiliki nilai R2 sebesar 0.96 dengan p-value sebesar 0.0001, sedangkan nilai R2 pada hutan sekunder sebesar 0.98 dengan p-value sebesar 0.000001. Persamaan matematika kelompok jenis rimba campuran hutan sekunder memiliki kecocokan dalam menduga kerapatan pohon lebih besar dibandingkan pada hutan primer. Penurunan jumlah pohon untuk kenaikan diameter pada kelompok jenis rimba campuran hutan primer lebih besar dibandingkan pada hutan sekunder. Hasil menunjukkan kelompok jenis meranti dan rimba campuran masing-masing memiliki nilai R2 yang lebih tinggi pada tipe hutan sekunder dibandingkan pada hutan primer. Hal ini berarti persamaan matematika yang disusun untuk kedua kelompok jenis pada hutan sekunder memiliki kecocokan yang lebih tinggi dalam menduga kerapatan pohon dibandingkan dengan persamaan matematika pada hutan primer.

Nilai N0 untuk kelompok jenis meranti pada hutan primer lebih besar

dibandingkan pada hutan sekunder. Hal ini menunjukkan kelompok jenis meranti hutan primer lebih memiliki permudaan dibanding meranti hutan sekunder. Nilai k untuk persamaan matematika kelompok jenis meranti hutan primer sebesar -0.08, sedangkan pada hutan sekunder sebesar -0.06. Nilai k kelompok jenis meranti hutan primer lebih tinggi dibandingkan hutan sekunder yang berarti kelompok jenis meranti hutan sekunder memiliki penurunan jumlah pohon untuk kenaikan

(22)

12

diameter yang lebih sedikit. Kelompok jenis rimba campuran memiliki nilai N0

pada hutan primer dan hutan sekunder masing-masing sebesar 362.4 dan 229.7. Nilai tersebut menunjukkan kelompok jenis rimba campuran hutan primer memiliki permudaan yang lebih besar dibandingkan rimba campuran hutan sekunder. Nilai k kelompok jenis rimba campuran hutan primer lebih besar dari rimba campuran hutan sekunder, yaitu masing-masing sebesar -0.08 dan -0.06. Sama halnya dengan kelompok jenis meranti, kelompok jenis rimba campuran memiliki penurunan jumlah pohon untuk kenaikan diameter yang lebih banyak yaitu pada hutan primer. Hasil menunjukkan nilai k untuk kelompok jenis meranti dan rimba campuran pada masing-masing tipe hutan adalah sama. Statistika persamaan matematika disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Statistik persamaan matematika untuk struktur tegakan pada setiap kelompok jenis

Meranti 339.798 -0.07981 0.901479 54.90049 0.000311

Rimba

Campuran 362.3728 -0.08339 0.956722 110.533 0.000134

Kayu Indah - - 0.899 - -

Hutan Sekunder

Merbau - - - - -

Meranti 137.9497 -0.05897 0.923883 84.96337 0.0000365 Rimba

Campuran 229.7063 -0.06294 0.983092 348.8542 0.00000152 Kayu Indah 3.26623 -0.02354 0.730763 10.85678 0.030075

(23)

13 matematikanya karena jumlahnya yang sedikit yaitu 3 individu pohon dan tidak tersebar merata sehingga tidak dapat menggambarkan suatu struktur tegakan. Kelompok jenis kayu indah hutan sekunder memiliki nilai N0 sebesar 3.266 yang

berarti kelompok jenis ini kurang memiliki permudaan. Sedangkan nilai k kelompok jenis kayu indah hutan sekunder menunjukkan penurunan jumlah pohon untuk setiap kenaikan diameter sebesar -0.02.

(a) hutan primer (b) hutan sekunder

Gambar 5 Kurva struktur tegakan pada kelompok jenis merbau, (a) hutan primer dan (b) hutan sekunder

Gambar 6 Perbandingan kurva struktur tegakan pada kelompok jenis merbau, ( ) hutan primer dan (- - -) hutan sekunder

Kurva struktur tegakan kelompok jenis merbau hutan primer disusun menggunkan fungsi polynomial. Fungsi ini merupakan model yang paling cocok untuk menduga kerapatan jenis merbau pada hutan primer dibandingkan dengan fungsi eksponensial negatif. Kurva struktur tegakan untuk kelompok jenis merbau hutan sekunder tidak dapat disusun kerana hasil analisis data yang diperoleh tidak memenuhi syarat untuk terbentuknya kurva. Jumlah individu kolompok jenis merbau hutan sekunder pada kelas diameternya sama sehingga tidak ada variabel yang dapat digunakan untuk menduga kerapatan pohon. Kurva struktur tegakan kelompok jenis merbau pada hutan primer dan hutan sekunder masing-masing dapat dilihat pada Gambar 6.

(24)

14

(a) hutan primer (b) hutan sekunder

Gambar 7 Kurva struktur tegakan pada kelompok jenis meranti, (a) hutan primer dan (b) hutan sekunder

Gambar 8 Perbandingan kurva struktur tegakan pada kelompok jenis meranti, ( ) hutan primer dan (- - -) hutan sekunder

Kelompok jenis meranti hutan primer dan meranti hutan sekunder dapat membentuk kurva struktur tegakannya dengan fungsi eksponensial negatif. Kurva struktur tegakan kelompok jenis meranti hutan primer lebih curam dibandingkan meranti hutan sekunder (Gambar 9). Hal tersebut menunjukkan tingkat permudaan meranti pada hutan primer lebih tinggi dibandingkan pada hutan sekunder. Kurva menggambarkan garis yang saling berhimpit pada diameter besar. Garis yang berhimpit menunjukkan kondisi kelompok jenis meranti pada kedua tipe hutan hampir sama.

(a) hutan primer (b) hutan sekunder Gambar 9 Kurva struktur tegakan pada kelompok jenis rimba campuran, (a)

(25)

15

Gambar 10 Perbandingan kurva struktur tegakan pada kelompok jenis rimba campuran, ( ) hutan primer dan (- - -) hutan sekunder

Kurva struktur tegakan kelompok jenis rimba campuran pada hutan primer dan hutan sekunder disusun menggunakan fungsi eksponensial negatif (Gambar 10). Kurva menunjukkan tingkat permudaan kelompok jenis rimba campuran lebih tinggi berada pada hutan primer. Kurva struktur tegakan kelompok jenis rimba campuran pada kedua tipe hutan hampir berhimpit. Hal tersebut menunjukkan kelompok jenis rimba campuran tidak mengalami perubahan yang signifikan pasca penebangan, atau dapat dikatakan bahwa kurun waktu 2 tahun pasca penebangan dapat mengembalikan kondisi kelompok jenis rimba campuran hutan sekunder menyerupai kondisi kelompok jenis rimba campuran hutan primer.

(a) kayu indah hutan primer (b) kayu indah hutan sekunder Gambar 11 Kurva struktur tegakan pada kelompok jenis kayu indah, (a) hutan

primer dan (b) hutan sekunder

(26)

16

Kurva struktur tegakan kelompok jenis kayu indah hutan primer terbentuk dari fungsi polynomial. Jumlah pohon yang mengalami penurunan dan kenaikan yang tidak konstan menjadikan fungsi ini lebih cocok untuk digunakan. Kecocokan tersebut dapat ditunjukkan oleh nilai R2 yang diperoleh. Kurva struktur tegakan kelompok jenis kayu indah hutan sekunder disusun menggunakan fungsi eksponensial negatif. Kelompok jenis kayu indah hutan sekunder memiliki permudaan yang paling sedikit. Kurva struktur tegakan kayu indah hutan sekunder memotong kurva struktur tegakan kayu indah hutan primer di 2 titik. Hal tersebut menunjukkan pada diameter tertentu kondisi kelompok jenis kayu indah hutan sekunder hampir sama dengan kondisi kelompok jenis kayu indah hutan primer.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Struktur tegakan horizontal hutan primer pada areal kerja IUPHHK-HA PT.WMT-II memiliki persamaan matematika N = 370.3 exp(-0.06D) dengan R2 = 0.93, sedangkan persamaan matematika untuk struktur tegakan hutan sekunder adalah N = 472.9 exp(-0.06D) dengan R2 = 0.97.

2. Persamaan matematika struktur tegakan horizontal untuk setiap kelompok jenis adalah sebagai berikut:

a. Kelompok jenis Merbau hutan primer yaitu N = -5E-05D3 + 0.009D2 - 0.500D + 7.886 sedangkan untuk merbau hutan sekunder tidak diperoleh persamaan matematikanya.

b. Kelompok jenis meranti hutan primer yaitu N = 339.8 exp(-0.08D), sedangkan meranti hutan sekunder yaitu N = 137.9 exp(-0.06D).

c. Kelompok jenis rimba campuran hutan primer yaitu N = 362.4 0.08D), sedangkan rimba campuran hutan sekunder yaitu N = 229.7 exp(-0.06D)

d. Kelompok jenis kayu indah hutan primer dan hutan sekunder masing-masing adalah N = -4E-05D3 + 0.008D2 - 0.570D + 11.75 dan N = 3.266 exp(-0.02D).

3. Kecocokan persamaan matematika paling tinggi adalah kelompok jenis rimba campuran hutan sekunder. Secara umum, persamaan matematika struktur tegakan horizontal hutan sekunder memiiki hubungan bentuk yang lebih kuat antar variabel yang dibandingkan dengan hutan primer. Hal ini diindikasikan dengan nilai R2 sebesar 0.73 – 0.98, sedangkan hutan primer sebesar 0.57 – 0.93.

Saran

1. Perlu dilakukan penanaman untuk membantu regenerasi tegakan. Penanaman perlu diutamakan untuk jenis Merbau karena jenis tersebut merupakan komoditas utama di PT. WMT-II.

(27)

17

DAFTAR PUSTAKA

[BPPHP Wilayah XVII Jayapura] Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah XVII Jayapura. 2010. Statistik Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah XVII Jayapura Tahun 2010 [Internet]. [diunduh 2014 Jun 28]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/.../StatistikBPPHPWilayahXVII Jayapura_2010.pdf.

[BPSDALH Provinsi Papua] Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua. 2012. Potensi Kehutanan [Internet]. [diunduh 2014 Jun 28]. Tersedia pada: http://bapesdalh.papua.go.id/potensi/15/ potensi-kehutanan.htm

Departemen Kehutanan. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.

Ermayani E. 2000. Studi Model Struktur Tegakan dan Prospek Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan (Studi Kasus di HPH PT. Dwimajaya Utama Provinsi Kalimantan Tengah) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Muhdin. 2012. Dinamika Struktur Tegakan Hutan Tidak Seumur untuk Pengaturan Hasil Hutan Kayu Berdasarkan Jumlah Pohon (Kasus pada Areal Bekas Tebangan Hutan Alam Hujan Tropika Dataran Rendah Tanah Kering di Kalimantan) [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB

Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH. 2008. Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder. J Man Hut Trop (2): 81-87.

[PT.WMT-II] PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II. 2012. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam. Papua (ID): Tidak Diterbitkan. Suhendang E. 1985. Studi Persamaan Matematika Untuk Struktur Tegakan Hutan

(28)

18

Lampiran 1 Hasil analisis regresi untuk hutan alam Regression Statistics

Regression 1 30.51 30.51 110.15 0.00

Residual 8 2.22 0.28

Intercept 5.91 0.39 15.34 0.00 5.03 6.80 5.20 6.63

X Variable 1 -0.06 0.01 -10.50 0.00 -0.07 -0.05 -0.07 -0.05

lnN = ln5.91 – 0.06D

Lampiran 2 Hasil analisis regresi untuk hutan sekunder Regression Statistics

Regression 1 26.12 26.12 259.00 0.00

Residual 7 0.71 0.10

Intercept 6.16 0.25 24.72 0.00 5.57 6.75 5.69 6.63

X Variable 1 -0.06 0.00 -16.09 0.00 -0.08 -0.06 -0.07 -0.06

(29)

19 Lampiran 3 Hasil analisis regresi kelompok jenis meranti pada hutan primer

Regression Statistics

Regression 1 31.77 31.77 54.90 0.00

Residual 6 3.47 0.58

Intercept 5.83 0.61 9.49 0.00 4.33 7.33 4.64 7.02

X Variable 1 -0.08 0.01 -7.41 0.00 -0.11 -0.05 -0.10 -0.06

ln N = ln 5.83 – 0.08D

Lampiran 4 Hasil analisis regresi kelompok jenis meranti pada hutan sekunder Regression Statistics

Regression 1.00 20.86 20.86 84.96 0.00

Residual 7.00 1.72 0.25

Intercept 4.93 0.39 12.68 0.00 4.01 5.85 4.19 5.66

X Variable 1 -0.06 0.01 -9.22 0.00 -0.07 -0.04 -0.07 -0.05

(30)

20

Lampiran 5 Hasil analisis regresi kelompok jenis rimba campuran pada hutan primer

Regression 1 19.47 19.47 110.53 0.00

Residual 5 0.88 0.18

Intercept 5.89 0.39 15.09 0.00 4.89 6.90 5.11 6.68

X Variable 1 -0.08 0.01 -10.51 0.00 -0.10 -0.06 -0.10 -0.07

ln N = ln 5.89 – 0.08D

Lampiran 6 Hasil analisis regresi kelompok jenis rimba campuran pada hutan sekunder

Regression 1 16.64 16.64 348.85 0.00

Residual 6 0.29 0.05

Intercept 5.44 0.19 29.33 0.00 4.98 5.89 5.08 5.80

X Variable 1 -0.06 0.00 -18.68 0.00 -0.07 -0.05 -0.07 -0.06

(31)

21 Lampiran 7 Hasil analisis regresi kelompok jenis kayu indah pada hutan sekunder

Regression Statistics

Multiple R 0.85

R Square 0.73

Adjusted R Square 0.66

Standard Error 0.35

Observations 6.00

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 1 1.29 1.29 10.86 0.03

Residual 4 0.48 0.12

Total 5 1.77

Coefficients Standard

Error t Stat P-value

Lower 95%

Upper 95%

Lower 90.0%

Upper 90.0%

Intercept 1.18 0.33 3.59 0.02 0.27 2.10 0.48 1.89

X Variable 1 -0.02 0.01 -3.29 0.03 -0.04 0.00 -0.04 -0.01

(32)

22

Lampiran 8 Jenis pohon di areal kerja PT Wapoga Mutiara Timber Unit II

Jenis/ Kelompok Jenis Nama Latin Famili

Kelompok Jenis Merbau

Merbau Intsia spp. Fabaceae

Kelompok Jenis Meranti

Celthis Celthis spp. Spercuciaceae

Kenari Canarium indicum Burceraceae

Matoa Pometia spp. Sapindaceae

Mersawa Anisoptera polyandra Dipterocarpaceae

Nyatoh Palaqium spp. Sapotaceae

Pulai Alstonia scholaris Apocynaceae

Resak Vatica papuana Dipterocarpaceae

Kelompok Jenis Rimba Campuran

Bintangur Calophyllum brasli Guttiferae

Bipa Pterygota horsfieldii Spercuciaceae

Jabon Anthocephalus cadamba Rubiaceae

Jambu Hutan Eugenia anomala Myrtaceae

Kelat Euginia spp. Myrtaceae

Ketapang Terminalia spp. Combretaceae

Labu Endospermum sp. Euphorbiaceae

Medang Alseodaphone sp. Lauraceae

Malas Araucaria cuninghamii Araucariaceae

Marindom Macaranga spp Euphorbiaceae

Pala Hutan Myristica spp. Myrtaceae

Suren Toona sureni Eliaceae

Terentang Camnosperma sp. Anacardiceae

Kenanga Cananga odorata Annonaceae

Terap Artocarpus spp Moraceae

Kelompok Jenis Kayu Indah

Dao Dracontomelon edule Annacardiaceae

Linggua Pterocarpus indicus Papilionaceae

(33)

23

23

(34)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 5 Oktober 1992, merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara pasangan ayah Tri Joko Subagio (alm) dan ibu Yatmiasih. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 84 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Gambar

Gambar 2 Kondisi tegakan hutan, (a) Hutan primer, (b) Hutan sekunder
Tabel 1 Kerapatan tegakan per kelas diameter pada setiap tipe hutan
Gambar 4. Kurva struktur tegakan menggambarkan huruf J-terbalik dan
Tabel 4 Statistik persamaan matematika untuk struktur tegakan pada setiap
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah massa karbon hutan dengan judul Pendugaan Potensi Massa Karbon Hutan Alam Tropika Rawa Gambut di Areal IUPHHK-HA PT.. Diamond

Untuk memperhitungkan emisi karbon potensial akibat pemanenan kayu maka dapat diduga dari besarnya biomassa hutan yang terdapat pada pohon yang dipanen, pohon yang

Seperti halnya dengan persamaan penduga hubungan biomassa akar dengan diameter dan tinggi pohon, penelitian ini juga menghasilkan persamaan hubungan massa karbon akar dengan

Hal ini berarti bahwa tegakan hutan alam setelah penebangan, secara umum memiliki jumlah pohon kelompok jenis Dipterocarpaceae yang relatif