• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

ANALISIS NON-GENETIK DAN GENETIK BOBOT BADAN

KAMBING PERANAKAN ETAWAH DI BPTU-HPT

PELAIHARI SEBAGAI SUMBER BIBIT

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Fuad Hasan

(4)

RINGKASAN

FUAD HASAN. Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit. Dibimbing oleh JAKARIA dan ASEP GUNAWAN.

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu ternak lokal Indonesia yang berperan dalam menghasilkan daging dan susu (dual purpose). Kambing PE memiliki bentuk badan yang besar, muka cembung, tanduk pipih, telinga terkulai ke bawah dan bulu rewos yang panjang. Peningkatan bobot badan kambing PE yang cepat memiliki nilai ekonomi yang bermanfaat untuk menghasilkan daging. Hal ini menjadi salah satu dasar untuk pengembangan mutu genetik kambing lokal Indonesia seperti kambing PE perlu direalisasikan. Informasi non-genetik dan parameter genetik bobot badan kambing PE saat ini masih sangat jarang. Informasi tersebut sangat penting dalam penyusunan dan pelaksanaan program pemuliaan untuk menghasilkan kambing PE yang memiliki mutu genetik tinggi sebagai penghasil daging.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter genetik dan fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan dengan jumlah masing-masing 316, 316, 259, 259 dan 165 ekor. Data yang digunakan diperoleh dari Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Pelaihari propinsi Kalimantan Selatan. Pengaruh non-genetik dihitung dengan analisis

General Linear Model (GLM). Parameter genetik dan pendugaan nilai pemuliaan dihitung dengan analisis General Linear Model (GLM) dan Restricted Maximum Likelihood. Pola genetik dan fenotipik bobot badan dihitung melalui analisis regresi melalui rataan nilai pemuliaan dengan tahun kelahiran dan rataan fenotipik dengan tahun kelahiran.

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan masing-masing adalah 3.78; 10.57; 17.02; 32.01 dan 48.66 kg. Jenis kelamin dan tipe kelahiran sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot lahir. Jenis kelamin, paritas, tahun dan musim sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot sapih dan 6 bulan. Paritas, tipe kelahiran, tahun dan musim sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot 12 dan 18 bulan. Nilai heritabilitas bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diperoleh masing-masing 0.54±0.12; 0.35±0.07; 0.37±0.09; 0.68±0.16 dan 0.63±0.19. Nilai ripitabilitas bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diperoleh masing-masing 0.98±0.01; 0.97±0.01; 0.94±0.03; 0.71±0.12 dan 0.91±0.04. Korelasi genetik dan fenotipik tertinggi diperoleh antara bobot 12 bulan dengan bobot 18 bulan masing-masing 0.88 dan 0.93. Berdasarkan pendugaan nilai pemuliaan yang diamati pejantan yang terbaik adalah No. 1649 dengan nilai pemuliaan bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan masing-masing +0.04; +0.02; +0.02; +0.03 dan +0.03 lebih tinggi daripada rataan populasi.

(5)

Pada tahun 2009 kembali meningkat sampai 2010 dan menurun sampai 2011. Pola fenotipik bobot lahir, sapih dan 6 bulan konstan dari tahun 2007 sampai 2011. Pola fenotipik 12 bulan dan 18 bulan memiliki pola yang sama dan menurun dari tahun 2007 sampai 2011 kecuali pada tahun 2009 meningkat. Koefisien determinasi (R2) tertinggi pola genetik dan fenotipik diperoleh pada bobot 12 bulan dan 18 bulan dengan nilai masing-masing 69.4;78.7 dan 65.8;90.5. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi pada bobot 12 bulan dan 18 bulan sangat efektif dan efisien untuk meningkatkan mutu genetik kambing Peranakan Etawah.

(6)

SUMMARY

FUAD HASAN. Non-Genetic and Genetic Analysis for Growth Traits of Etawah Grade Goats in BPTU-HPT Pelaihari as Livestock Breeds. Supervised by JAKARIA and ASEP GUNAWAN.

Etawah grade goats are one of several Indonesian local goat that plays major role for milk and meat (dual purpose). This breed has a larger body frame, long hanging ears, a convex face and larger horns. Improvement of body weight are important traits influencing economically advantage in the majority of meat production. That is why for designing Indonesian local goat such as Etawah Grade goats, improvement genetic program are very important to realize. However, information of non-genetic and genetic parameter for Etawah Grade goat are very rare. Information of non-genetic and genetic parameter are important in designing breeding program for maximizing genetic improvement for meat production.

The aim of this study was to estimated genetic and phenotypic parameters for body weight consisting of birth (BW), weaning (WW), 6 months of age (6WM), 12 months of age (12WM) and 18 months of age (18WM) weight was 316, 316, 259, 259 and 165 heads, respectively. The data used in this study were collected from Breeding Centre of Etawah Grade goat Pelaihari in South Kalimantan province. Non-genetic effect was estimated by General Linear Model (GLM). Genetic and phenotypic parameters and estimated breeding value were estimated by Restricted Maximum Likelihood and General Linear Model (GLM) procedure, respectively. Genetic and phenotypic trends analysis were performed with the regression mean breeding values on birth year and mean phenotypic on birth year.

(7)

trends increased at 2010 and decreased until 2011. The genetic trends of 18WM constant until 2008 and decreased in 2009. The trends in 2010 constant and decreased until 2011. The same patterns of phenotypic trends of BW, WW and 6WM showed constant from 2007 to 2011. The same patterns of 12WM and 18WM decreased from 2007 to 2011 except in 2009 increased. The high coeffisient determination (R2) of genetic and phenotypic trends for 12WM and 18WM were 69.4;78.7 and 65.8;90.5, respectively which means that selection for 12WM and 18WM will be more efficient and effective to improvement the genetic merit in Etawah Grade goats.

Keywords : Etawah Grade goats, body weight, non-genetic, genetic and phenotypic parameters, EBV

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)
(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

ANALISIS NON-GENETIK DAN GENETIK BOBOT BADAN

KAMBING PERANAKAN ETAWAH DI BPTU-HPT

PELAIHARI SEBAGAI SUMBER BIBIT

(12)
(13)

Judul Tesis : Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit Nama : Fuad Hasan

NIM : D151120041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Jakaria, SPt MSi Ketua

Dr agr Asep Gunawan, SPt MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulisan hasil penelitian tesis ini berhasil diselesaikan dengan judul: “Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit”.

Penulis sampaikan terima kasih kepada Dr Jakaria, SPt MSi dan Dr agr Asep Gunawan, SPt MSc selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian, bimbingan, arahan, saran dan masukan selama penelitian hingga penyusunan tesis. Penulis sampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Ronny Rachman Noor, MRurSc, Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc dan Dr Ir Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA (Almarhumah) yang memberikan motivasi, arahan dan bimbingan selama menempuh kuliah.

Penulis sampaikan terima kasih kepada Ketua program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas Beasiswa Unggulan yang diberikan kepada Penulis selama menempuh pendidikan pascasarjana. Penulis sampaikan terima kasih kepada Kepala dan seluruh staf Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Pelaihari, Kalimantan Selatan atas dukungan dan materi penelitian yang diberikan. Penulis sampaikan terima kasih kepada Ir Rini Herlina Mulyono, MSi dan Pipih Suningsih, SPt yang banyak membantu dan memberikan dukungan selama penelitian dilaksanakan.

Penulis ucapkan terima kasih yang tulus kepada keluarga tercinta Ayahanda Drs. Abdul Muluk Harahap, Ibu Nurintan, Abang Indra Lesmana (Almarhum), Kakak Evalina Herawati, SHut MSi, Desi Irasanti, AmdKeb dan drg Indah Marianti. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada teman-teman pascasarjana ITP tahun 2012, ABGSCi dan IMATAPSEL Bogor atas segala dukungan, kebersamaan dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat kepada yang membaca.

Bogor, Mei 2014

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Kambing Peranakan Etawah (PE) 2

Sifat Kuantitatif 3

Bobot Badan 3

Heritabilitas 4

Ripitabilitas 4

Korelasi Genetik dan Fenotipik 4

Nilai Pemuliaan 5

Pola Genetik dan Fenotipik 5

3 METODE 6

Lokasi dan Waktu 6

Materi 6

Prosedur Analisis Data 6

Analisis Deskriptif 6

Pengaruh Non-Genetik 7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Data Deskriptif 9

Pengaruh Non-Genetik 10

Pengaruh Genetik 13

Pola Genetik dan Fenotipik 17

5 SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

(16)

DAFTAR TABEL

1 Data deskriptif bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan

kambing Peranakan Etawah 10

2 Rataan dan standar eror bobot lahir, sapih dan 6 bulan kambing

Peranakan Etawah (kg) 11

3 Rataan dan standar eror bobot 12 bulan dan 18 bulan kambing

Peranakan Etawah (kg) 12

4 Nilai heritabilitas dan standar eror bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12

bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah 14

5 Nilai ripitabilitas dan standar eror bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan

dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah 15

6 Nilai korelasi genetik (dibawah diagonal) dan korelasi fenotipik (diatas diagonal) bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan (B12) dan 18 bulan (B18) kambing Peranakan Etawah 16 7 Peringkat keunggulan lima ekor pejantan terbaik berdasarkan nilai

pemuliaan (NP) bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan (B12) dan 18 bulan (B18) kambing Peranakan Etawah 16 8 Pola genetik dan fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan

18 bulan kambing Peranakan Etawah 19

DAFTAR GAMBAR

1 Pola genetik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah ... 18 2 Pola fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan

kambing Peranakan Etawah ... 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil output SAS untuk analisis nilai heritabilitas bobot lahir kambing

Peranakan Etawah 24

2 Hasil output SAS untuk analisis non-genetik bobot lahir kambing

Peranakan Etawah 26

(17)

1

PENDAHULUAN

(Direktorat Jenderal Peternakan 2013). Populasi kambing PE terkonsentrasi di kecamatan Kaligesing kabupaten Purworejo, propinsi Jawa Tengah. Bobot badan yang cepat merupakan sifat penting dalam pencapaian target produksi daging. Selain itu, bobot badan sangat efektif dalam program seleksi dikarenakan memililiki nilai heritabilitas sedang sampai tinggi (Zhang et al. 2009).

Estimasi nilai parameter genetik dan fenotipik bobot badan dari bangsa kambing yang berbeda telah dilaporkan oleh beberapa penelitian (Al-Saef 2013; Zhang et al. 2009; Boujenane dan El Hazzab 2008). Al-Saef (2013) melaporkan nilai heritabilitas bobot lahir dan sapih pada kambing Syrian Damascus masing-masing 0.41 dan 0.21. Zhang et al. (2009) memperoleh nilai heritabilitas bobot lahir dan sapih pada kambing Boer masing-masing sebesar 0.30 dan 0.23. Nilai heritabilitas kambing Dwarf pada umur 18 bulan sebesar 0.63 (Bosso et al. 2007). Faktor lain yang menjadi dasar dalam seleksi bobot badan adalah ripitabilitas, nilai pemuliaan, korelasi genetik dan fenotipik (Mokhtari dan Rashidi 2010). Snyman dan Olivier (1999) melaporkan nilai ripitabilitas bobot badan sebesar 0.63. Bosso et al. (2007) melaporkan nilai korelasi genetik antara bobot sapih dengan bobot 12 bulan pada kambing Dwarf sebesar 0.74. Nilai korelasi genetik yang tinggi dan positif dipengaruhi oleh kontrol dari berbagai gen yang sama dan berakibat seleksi satu sifat akan mempengaruhi sifat yang lain. Bagian lain dari penelitian ini memprediksi pola genetik bobot badan dari beberapa waktu untuk melihat akurasi prediksi genetik dan mengidentifikasi perubahan genetik yang terjadi (Intaratham et al. 2008). Hal ini menjadi acuan dalam merancang pengembangan genetik kambing lokal seperti kambing Peranakan Etawah dan sangat penting untuk direalisasikan.

(18)

2

Perumusan Masalah

Sampai saat ini, ketersediaan bibit kambing Peranakan Etawah (PE) dengan mutu genetik yang unggul belum tersedia secara luas. Selain itu, informasi parameter genetik dan fenotipik yang dijadikan sebagai dasar seleksi untuk menghasilkan kambing PE dengan mutu genetik unggul masih terbatas. Kajian pengaruh non-genetik dan genetik perlu dilakukan untuk mengetahui potensi genetik yang ada di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Pelaihari yang dijadikan sebagai sumber bibit. Informasi yang diperoleh dijadikan sebagai acuan untuk penyusunan dan pembuatan program pemuliaan yang dilakukan di BPTU-HPT Pelaihari. Program pemuliaan yang didasarkan pada informasi non-genetik dan genetik diharapkan dapat menghasilkan bibit kambing PE dengan mutu genetik tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh non-genetik, parameter genetik dan fenotipik, nilai pemuliaan, pola genetik dan fenotipik bobot lahir, bobot sapih, bobot 6 bulan, bobot 12 bulan dan bobot 18 bulan pada kambing Peranakan Etawah (PE) di BPTU-HPT Pelaihari.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan informasi pengaruh non-genetik, parameter genetik dan fenotipik terkini menjadi acuan dalam penyusunan program pemuliaan ternak dan dapat dijadikan dasar bagi BPTU-HPT Pelaihari dan

stakeholder untuk membuat kebijakan dalam menghasilkan bibit unggul kambing Peranakan Etawah.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Peranakan Etawah (PE)

(19)

3 persilangan kambing Etawah dengan kambing lokal yang memiliki ciri khusus seperti telinga panjang, menggantung dan terkulai, tanduk pipih, warna bulu kombinasi putih-hitam dan putih-coklat dan melengkung ke belakang, bulu rewos yang panjang pada kedua kaki belakang (BSN 2008).

Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif merupakan sifat yang dapat diukur pada seekor ternak seperti bobot badan, ukuran tubuh, produksi susu, produksi telur, produksi wool, kecepatan lari, daya tahan, lama birahi dan lama kebuntingan. Sifat kuantitatif dipengaruhi oleh beberapa atau oleh banyak pasang gen, sebaran kurva normal, memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Warwick et al. 1995). Keragaman fenotipik sifat kuantitatif yang dimiliki setiap individu ditentukan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi sifat kuantitatif setiap individu dapat berupa lingkungan internal dan eksternal (Noor 2008).

Mabrouk et al. (2008) menyatakan bahwa sifat kuantitatif adalah ciri-ciri dari makhluk hidup yang dapat diukur dan dihitung seperti bobot badan. Salah satu sifat kuantitatif yang memiliki nilai heritabilitas tinggi pada kambing adalah bobot badan. Nilai heritabilitas bobot badan yang diperoleh pada beberapa penelitian sedang sampai tinggi (Al-Saef 2013; Zhang et al. 2009; Boujenane dan El Hazzab 2008).

Bobot Badan

Pertumbuhan ternak merupakan pertambahan bobot tubuh per satuan waktu yang meliputi perubahan ukuran otot, tulang dan organ-organ lainnya. Ternak mengalami pertumbuhan secara cepat sejak lahir sampai ternak mencapai dewasa kelamin. Saat periode tersebut ternak mengalami pertumbuhan jaringan dan otot secara cepat. Saat mencapai dewasa kelamin ternak tetap mengalami pertumbuhan dengan kecepatan yang semakin berkurang sampai dengan pertumbuhan tulang dan otot berhenti (Herren 2000). Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh bangsa ternak, jenis kelamin, jumlah dan kualitas pakan serta fisiologi lingkungan ternak (Soeparno 1998).

(20)

4

Heritabilitas

Heritabilitas adalah bagian keragaman total dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh keturunan termasuk semua pengaruh gen aditif, dominan dan epistasis. Pendugaan nilai heritabilitas yang diperoleh hanya berlaku bagi populasi yang diteliti dalam waktu tertentu. Heritabilitas merupakan salah satu faktor utama selain diferensial seleksi yang turut mempengaruhi kemajuan genetik secara langsung (Warwick et al. 1995).

Nilai heritabilitas merupakan parameter penting dalam program pemuliaan ternak karena program seleksi terhadap sifat-sifat yang mempunyai nilai heritabilitas rendah relatif kurang efektif jika dibandingkan dengan seleksi terhadap sifat yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Heritabilitas merupakan suatu sifat kuantitatif dapat dihitung dengan berbagai metode. Pendugaan nilai heritabilitas dengan metode yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda (Noor 2008). Makgahlela et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan nilai heritabilitas dikarenakan perbedaan variasi genetik antar populasi, perbedaan model statistik yang digunakan untuk analisis dan perbedaan kondisi lingkungan.

Nilai heritabilitas berkisar antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas digolongkan menjadi tiga kategori yaitu rendah (0,0-0,2), sedang (0,2-0,4) dan tinggi (lebih dari 0,4) (Noor 2008). Nilai heritabilitas bobot badan yang diperoleh pada beberapa penelitian sedang sampai tinggi (Al-Saef 2013; Zhang et al. 2009; Boujenane dan El Hazzab 2008). Al-Saef (2013) melaporkan nilai heritabilitas bobot lahir dan sapih pada kambing Syrian Damascus masing-masing 0.41 dan 0.21. Zhang et al. (2009) memperoleh nilai heritabilitas bobot lahir dan sapih pada kambing Boer masing-masing sebesar 0.30 dan 0.23. Nilai heritabilitas kambing Dwarf pada umur 18 bulan sebesar 0.63 (Bosso et al. 2007).

Ripitabilitas

Ripitabilitas merupakan suatu pengukuran kesamaan antara pengukuran suatu sifat yang diukur berkali-kali pada ternak yang sama selama ternak tersebut hidup. Nilai ripitabilitas suatu sifat akan ditentukan oleh keragaman komponen-komponen penyusunannya seperti gen aditif, dominan, epistasis dan komponen-komponen lingkungan. Komponen lingkungan terdiri dari lingkungan permanen dan sementara (Warwick et al. 1995).

Noor (2008) menyatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi nilai ripitabilitas adalah variasi lingkungan yang tetap seperti kualitas pakan yang rendah selama ternak masih muda dapat mengubah kondisi ternak dan berpengaruh selamanya. Nilai ripitabilitas berkisar antara 0-1. Gifford et al. 1991 melaporkan nilai ripitabilitas bobot badan kambing rendah. Perbedaan nilai ripitabilitas disebabkan oleh perbedaan dalam status reproduksi ternak (Snyman dan Olivier 1999).

Korelasi Genetik dan Fenotipik

(21)

5 dapat menduga nilai korelasi genetik, lingkungan maupun fenotipik yang menjelaskan masing-masing hubungan antara masing-masing parameter yang diamati (Noor 2008). Korelasi antara dua sifat yang mempunyai nilai positif berarti seleksi untuk memperbaiki satu sifat akan sekaligus meningkatkan sifat yang lain (genetik dan fenotipik). Sedangkan korelasi yang bernilai negatif berarti menyeleksi satu sifat akan menurunkan sifat lainnya (Warwick et al. 1995).

Korelasi genetik terjadi karena adanya pengaruh gen-gen yang bersifat

pleitropy yaitu suatu gen yang dapat mempengaruhi dua atau lebih. Korelasi genetik bobot badan pada beberapa bangsa kambing sebesar 0,19 sampai 0,92 (Bosso et al. 2007; Zhang et al. 2008 dan Wang et al. 2011). Korelasi fenotipik adalah korelasi yang disebabkan oleh pengaruh gen aditif dan pengaruh lingkungan. Korelasi fenotipik antara bobot badan pada bangsa kambing yang berbeda rendah sampai tinggi (Xu et al. 2005 dan Han et al. 2005).

Nilai Pemuliaan

Nilai pemuliaan menunjukkan kedudukan ternak dalam populasi berdasarkan rataan populasinya. Nilai pemuliaan dari seekor ternak menunjukkan gambaran nilai gen-gen ternak yang akan diturunkan kepada generasi berikutnya. Nilai pemuliaan tidak dapat diukur secara langsung namun dapat diduga atau diestimasi (Prihandini et al. 2011). Ternak yang unggul adalah ternak yang mempunyai nilai pemuliaan di atas rata-rata populasi. Pendugaan nilai pemuliaan merupakan salah satu faktor penting dalam mengevaluasi keunggulan genetik ternak yang ditujukan sebagai bibit. (Bourdon 2000). Ternak yang mempunyai nilai pemuliaan lebih besar akan lebih baik bila dijadikan bibit dibandingkan dengan ternak yang mempunyai nilai pemuliaan rendah. Dalam menghitung nilai pemuliaan pada suatu ternak dapat dilakukan berdasarkan informasi individu, saudara, kerabat dan keturunan (Warwick et al. 1995). Kecermatan pendugaan paling tinggi sampai rendah diperoleh dari penggunaan catatan individu, progeny dan half sib (Bourdon 2000).

Nilai pemuliaan tertinggi dapat dijadikan salah satu kriteria dalam seleksi untuk memilih pejantan dan betina unggul dari populasi karena diturunkan kepada generasi berikutnya. Seleksi dilaksanakan bertujuan untuk memilih tetua yang memiliki nilai pemuliaan tertinggi dari seluruh ternak yang tersedia. Hal ini bertujuan agar keturunan dari tetua yang terseleksi mencapai rataan performans setinggi mungkin (Bourdon 2000). Gunawan et al. (2011) melaporkan bahwa nilai pemuliaan bobot lahir, sapih dan setahun pada ternak tropis sebesar 0.07; 2.79 dan 10.25 lebih tinggi dari populasinya.

Pola Genetik dan Fenotipik

(22)

6

program peningkatan mutu genetik. Dudi (2007) melaporkan bahwa pola genetik bobot badan prasapih domba Priangan di UPTD-BPPTD Margawati Garut konstan dari tahun 1992 sampai 2004. Bosso et al. (2007) melaporkan bahwa pola genetik kambing Dwarf meningkat dari tahun 1995 sampai 2002. Hal ini menunjukkan bahwa program pemuliaan yang dilakukan berjalan dengan baik. Pola genetik dan fenotipik bobot lahir, sapih dan setahun pada sapi Bali menunjukkan pola yang konstan dari tahun 2001 sampai 2008.

Perbedaan pola genetik dan fenotipik antara berbagai penelitian disebabkan oleh perbedaan standar nilai pemuliaan, program seleksi, model dan cara perhitungan, lingkungan dan bangsa ternak (Shaat et al. 2004). Yaeghoobi et al. (2011) melaporkan bahwa perbedaan pola genetik dan fenotipik disebabkan kondisi iklim yang berbeda, manajemen, nutrisi dan interaksi antara genetik dan fenotipik.

3

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Pelaihari Kalimantan Selatan dan Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Nopember 2013 sampai Pebruari 2014.

Materi

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan koleksi BPTU-HPT Pelaihari dari tahun 2007 sampai 2011. Data non-genetik yang digunakan meliputi catatan jenis kelamin, tipe kelahiran, paritas, tahun kelahiran dan musim. Data genetik yang digunakan meliputi catatan data bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan (B12) dan 18 bulan (B18) masing-masing 316, 316, 259, 259 dan 165 ekor.

Prosedur Analisis Data

Analisis Deskriptif

Peubah bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diamati dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dihitung berdasarkan Walpole (1993) sebagai berikut:

keterangan: : rata-rata

Xi : ukuran ke-i dari peubah x

(23)

7

n : jumlah sampel yang diambil dari populasi kambing PE Pengaruh Non-Genetik

Dianalisis menggunakan General Linear Model (GLM) pengaruh non-genetik dan interaksinya (tahun kelahiran dengan musim dan paritas dengan tipe kelahiran) (Hammoud et al., 2010). Metode analisis General Linear Model

(GLM) yang digunakan berdasarkan(Steel dan Torrie 1995): Y = μ + ri + si + pi + qi + ti + e

keterangan:

Y = bobot lahir, sapih, 6 bulan,12 bulan dan 18 bulan kambing PE μ = rataan

ri = efek dari jenis kelamin anak (jantan, betina)

si = efek dari tipe kelahiran (tunggal, kembar 2, kembar 3) pi = efek dari beranak ke- (1, 2, 3)

qi = efek dari tahun kelahiran (2007, 2008, 2009, 2010, 2011) ti = efek dari musim (hujan, kemarau)

e = error Pengaruh Genetik

Analisis yang digunakan untuk mempelajari pengaruh genetik, pendugaan nilai parameter genetik dihitung melalui analisis mixed model. Model analisis parameter genetik (heritabilitas, ripitabilitas dan korelasi genetik) yang digunakan disajikan sebagai berikut:

Model heritabiltas yang digunakan dengan memasukkan pejantan dan induk sebagai pengaruh acak pada model yang dihitung untuk memperoleh pengaruh genetik. Model rancangan percobaan berdasarkan Meyer (1992), yaitu:

Yijk = μ + Si + Dij + Eijk

keterangan: μ = rataan

Si = pengaruh dari pejantan ke-i

Dij = pengaruh dari induk ke-j dengan pejantan ke-i

(24)

8

keterangan:

= heritabilitas dari komponen induk = ragam pejantan

= ragam induk

= ragam dalam keturunan

Standar eror untuk menghitung heritabilitas berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:

keterangan:

= kuadrat tengah betina = kuadrat tengah pejantan = variasi total

d = jumlah betina s = jumlah pejantan K3 = jumlah anak/pejantan

Pendugaan nilai ripitabilitas dihitung dengan menggunakan model matematis berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:

keterangan:

= ragam sifat antara individu-individu yang diamati

= ragam sifat berdasarkan pengukuran-pengukuran dalam individu yang diamati

(25)

9 Pendugaan nilai korelasi genetik dan fenotipik dihitung dengan menggunakan rumus matematis berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:

keterangan:

= peragam komponen genetik = ragam komponen sifat pertama = ragam komponen sifat kedua

Perhitungan pendugaan nilai pemuliaan dihitung dengan menggunakan rumus matematis berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:

EBV = h2 x DS

keterangan:

h2 = nilai heritabilitas DS = diferensial seleksi

Pendugaan pola genetik dan fenotipik dengan rataan regresi antara pendugaan nilai pemuliaan dengan tahun kelahiran untuk setiap bobot badan dihitung dengan menggunakan rumus matematis berdasarkan Filho et al. (2005) disajikan sebagai berikut:

Y = a + bX

keterangan:

Y = BL, BS, B6, B12 dan B18 a = intersep/kemiringan X = tahun kelahiran b = koefisien regresi

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Deskriptif

(26)

10

dibandingkan dengan hasil penelitian Sodiq (2012 dan 2005) pada kambing PE di Kaligesing kabupaten Purworejo sebesar 3.44 dan 3.29 kg. Rataan bobot lahir pada penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda (Al-Shorepy et al. 2002 dan Rashidi et al.

2011). Atabany et al. (2001) menyampaikan bahwa rataan bobot lahir kambing PE antara 2.63-4.29 kg. Jinemez-Badillo et al. (2009) melaporkan perbedaan kecepatan pertumbuhan bobot badan anak kambing dapat disebabkan oleh

maternal ability, periode menyusui, kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan oleh induk.

Rataan bobot sapih penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Sodiq (2012) sebesar 14.75 kg pada bangsa kambing yang sama. Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian Al-Saef (2013) rataan bobot sapih kambing Saudi Aradi sebesar 14.78 kg. Boujenane dan El-Hazzab (2008) menyampaikan rataan nilai bobot sapih pada kambing Draa di Maroko sebesar 9,13 kg. Rataan bobot 6 bulan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda (Zhang et al.

2009; Rashidi et al. 2011; Al-Saef 2013). Sodiq (2012) menyampaikan bobot badan 6 bulan kambing PE di Kaligesing sebesar 18.86 kg. Al-Saef (2013) memperoleh nilai rataan bobot badan 12 bulan pada kaming Saudi Aradi lebih tinggi daripada hasil penelitian ini. Hal yang berbeda diperoleh bahwa rataan bobot badan 12 bulan pada penelitian ini lebih tinggi daripada rataan bobot badan 12 bulan kambing Dwraf sebesar 8.04 (Bosso et al. 2007). Rataan bobot badan 18 bulan pada penelitian ini lebih tinggi daripada rataan bobot badan kambing Jawarandu dewasa (Batubara et al. 2011). Perbedaan rataan bobot badan yang diperoleh disebabkan oleh bangsa kambing yang berbeda dan pengaruh lingkungan (Zhang et al. 2009).

Pengaruh Non-Genetik

(27)

11

et al. 2003; Wenzhong et al. 2005; Zhang et al. 2009 dan Sodiq 2012). Hal yang berbeda disampaikan oleh Liu et al. (2005) bahwa jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap bobot 18 dan 24 bulan pada kambing Angora.

Bobot jantan yang diperoleh pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan bobot betina (Tabel 2 dan Tabel 3). Sodiq (2012) menyatakan bobot lahir, 30 hari, 60 hari dan 90 hari jantan lebih besar dibandingkan dengan bobot badan betina pada kambing Peranakan Etawah. Hal yang sama disampaikan oleh beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda Mioč et al. (2011) pada kambing Croatian, Sodiq et al. (2010) pada kambing Kacang, Zhang et al. (2009) pada kambing Boer, Vargas et al. (2007) pada kambing Creole dan Browning et al. (2004) pada kambing Boer. Perbedaan bobot badan jantan dan betina dapat disebabkan oleh proses fisiologi dimana pada betina terdapat hormon estrogen yang akan menghambat pertumbuhan (Baneh dan Hafezian 2009).

Paritas tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot lahir namun sangat berpengaruh terhadap (P<0.01) terhadap bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan (Tabel 2 dan Tabel 3). Zhang et al. (2009) melaporkan bahwa paritas berpengaruh terhadap bobot lahir pada kambing Boer. Paritas berpengaruh terhadap bobot lahir, 30 hari, 60 hari dan 90 pada kambing Peranakan Etawah

Jantan 3.87±0.05a (138) 10.90± 0.16a (138) 18.12±0.38a(116) Betina 3.71±0.04b (178) 10.30±0.14b (178) 16.41±0.37b(143) Paritas:

1 3.79±0.04a (172) 11.50 ± 0.12a(172) 19.65±0.27a(138) 2 3.75±0.06a (130) 9.40 ± 0.14b (130) 14.19±0.36b(107) 3 3.99±0.19a (14) 9.30 ± 0.37b (14) 14.06±0.71b (14) Tipe Kelahiran:

Tunggal 4.18±0.09a (44) 10.80 ± 0.28a (44) 17.06±0.62a (37) Kembar 2 3.77±0.04b(224) 10.50 ± 0.13a(224) 17.01±0.34a(180) Kembar 3 3.46±0.05c (48) 10.90 ± 0.24a (48) 18.35±0.51a (42) Tahun:

(28)

12

dibandingkan dengan paritas kedua dan ketiga. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang disampaikan oleh Sodiq (2012) bahwa peningkatan rataan bobot badan seiring dengan peningkatan paritas. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda (Jimenez-Badillo et al. 2009 dan Valencia et al. 2007). Perbedaan pengaruh paritas dapat disebabkan oleh kondisi tubuh induk dan proses fisiologi yang terjadi pada induk berakibat terhadap pertumbuhan dan perkembangan uterus seiring dengan peningkatan umur induk dan paritas (Zhang et al. 2009).

Tipe kelahiran sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot lahir, 12 bulan dan 18 bulan akan tetapi tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot sapih dan 6 bulan. Sodiq (2012) melaporkan bahwa tipe kelahiran pada kambing Peranakan Etawah berpengaruh terhadap bobot lahir, 30 hari, 60 hari dan 90 hari. Hasil yang sama diperoleh pada beberapa penelitian dengan bangsa yang berbeda, Zhang et al. (2009) pada kambing Boer, Mandal et al. (2006) pada domba Muzaffarnagari, Liu et al. (2005) pada kambing Angora, Zhou et al. (2003) pada kambing Mongolia cashmere dan Al-Shorepy et al. (2002) pada kambing Emirati.

Bobot lahir kelahiran tunggal pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelahiran kembar dua dan tiga akan tetapi bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan kelahiran tunggal lebih rendah daripada kelahiran kembar dua dan

Kembar 2 31.08±1.22b (180) 48.53±1.02a (109)

Kembar 3 42.25±1.87a (42) 52.47±0.90a (39)

2011 16.27±0.33c(109) 31.08±1.01c (24)

Musim:

Kemarau 36.35±1.11a(189) 52.1±0.77a (130)

Hujan 18.80±0.98b (70) 35.40±1.48b (35)

Keterangan: n = jumlah individu a

(29)

13 tiga. Zhang et al. (2009) melaporkan kelahiran tunggal memiliki bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan kelahiran kembar dua dan tiga pada kambing Boer. Atabany et al. (2001) juga melaporkan bahwa bobot lahir tunggal lebih tinggi dibandingkan dengan lahir kembar dua, tiga dan empat pada kambing Peranakan Ettawa masing-masing 4.29; 4.08; 3.17 dan 2.63 kg. Kelahiran tunggal memiliki bobot lahir yang lebih tinggi disebabkan tidak adanya kompetisi kebutuhan nutrisi yang diberikan oleh induk saat kebuntingan. Sebaliknya kelahiran kembar dua dan tiga nutrisi yang diberikan terbagi kepada anak saat induk bunting (Zhang et al. (2009). Liu et al. (2005) melaporkan bahwa bobot lahir kelahiran kembar dua dan tiga lebih rendah dibandingkan dengan kelahiran tunggal disebabkan oleh penurunan pengaruh induk seperti nutrisi yang diberikan induk kepada anak selama kebuntingan.

Tahun kelahiran tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot lahir namun sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan. Pola rataan bobot lahir, sapih dan 18 bulan dari yang tertinggi ke terendah 2007>2010>2008>2009>2009> Pola rataan bobot 6 bulan dan 12 bulan dari yang tertinggi ke terendah 2007>2009>2010>2008>2011. Perbedaan dengan beberapa penelitian disebabkan oleh perubahan iklim, curah hujan yang berbeda, pakan, kondisi tubuh ternak dan manajemen (Zhou et al. 2003 dan Haile et al. 2009).

Musim tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot lahir namun sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan. Secara keseluruhan bobot badan pada penelitian ini lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan dengan musim penghujan. Hal ini menunjukkan bahwa ternak yang lahir pada musim kemarau lebih baik performanya daripada ternak yang lahir pada musim penghujan. Zhang et al. (2009) melaporkan bahwa anak kambing yang lahir pada musim kemarau memiliki bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak kambing yang lahir musim yang lain. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh ketersediaan pakan saat induk bunting. Pengaruh musim terhadap bobot badan dapat disebabkan manajemen seperti perkawinan, perkandangan dan pakan pada lokasi ternak tersebut dipelihara (Gunawan dan Noor 2006). Al-Shorepy et al. (2002) juga melaporkan bahwa perbedaan bobot badan pada musim yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan musim penghujan sehingga ketersediaan pakan juga berbeda.

Pengaruh Genetik

Heritabilitas

(30)

14

et al. (2001) melaporkan nilai heritabilitas bobot lahir pada kambing Emirati dengan menggunakan analisis Derivative Free Restricted Maximum Likehood

(DFREML) sebesar 0.39. Bosso et al. (2007) melaporkan nilai heritabilitas bobot lahir pada kambing Dwraf dengan menggunakan analisis ASREML sebesar 0,50. Nilai heritabilitas bobot lahir pada kambing Syrian Damascus dan Boer masing-masing sebesar 0.41 dan 0.30 (Zhang et al. 2009 dan Al-Saef 2013).

Nilai heritabilitas bobot sapih pada penelitian ini sebesar 0.35±0.07. Nilai heritabilitas pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian oleh Zhang et al. (2009) pada kambing Boer dengan menggunakan analisis DFRML. Nilai heritabilitas yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan kisaran nilai heritabilitas beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda (Al-Saef 2012; Boujenane dan El-Hazzab 2008 dan Al-Shorepy et al. 2002). Nilai heritabilitas bobot sapih pada kambing Emirati dan Syrian Damascus masing-masing sebesar 0.45 dan 0.21. Peningkatan genetik bobot sapih disebabkan oleh pengaruh fertilitas, prolifikasi, adaptasi anak dan kelangsungan induk dari perkawinan sampai sapih (Zhang et al. 2009). Makgahlela et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan nilai heritabilitas dikarenakan perbedaan variasi genetik antar populasi, perbedaan model statistik yang digunakan untuk analisis dan perbedaan kondisi lingkungan.

Nilai heritabilitas bobot 6 bulan yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 0.37±0.09. Boujenane dan El-Hazzab (2008) melaporkan bahwa nilai heritabilitas bobot 6 bulan menggunakan analisis Multi Traits Derivative Free Restricted Maximum Likelihood (MTDFREML) dengan kisaran 0.11-0.23. Al-Saef (2013) juga melaporkan nilai heritabilitas bobot 6 bulan dengan menggunakan analisis yang sama sebesar 0.36. Nilai heritabilitas bobot 12 dan 18 bulan yang diperoleh pada penelitian ini masing-masing sebesar 0.68±0.16 dan 0.63±0.19. Nilai heritabilitas yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai heritabilitas yang diperoleh oleh Bosso et al. (2007) pada kambing Dwarf sebesar 0.73. Namun, nilai heritabilitas yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh oleh Oczana et al. (2005) pada domba Merino, Safari et al. (2005) pada domba dan Gizawa pada domba Menz.

Nilai heritabilitas tertinggi yang diperoleh pada penelitian ini pada bobot 12 bulan. Peningkatan mutu genetik kambing Peranakan Etawah pada penelitian ini dapat dilakukan dengan menyeleksi ternak pada bobot 12 bulan berdasarkan nilai heritabilitas tertinggi pada bobot badan tersebut. Perbedaan nilai heritabilitas yang diperoleh dapat disebabkan oleh perbedaan bangsa kambing, analisis statistik, Tabel 4 Nilai heritabilitas dan standar eror (SE) bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12

bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah

(31)

15 metode seleksi dalam populasi, jumlah sampel dan lingkungan (Zhang et al. 2009).

Ripitabilitas

Ripitabilitas merupakan suatu pengukuran kesamaan suatu sifat yang diukur berkali-kali pada ternak yang sama. Nilai ripitabilitas suatu sifat ditentukan oleh keragaman komponen-komponen penyusunnya seperti gen aditif, dominan, epistasis dan komponen lingkungan (permanen dan sementara) (Noor 2008). Nilai ripitabilitas bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diperoleh pada penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Nilai ripitabilitas pada penelitian ini tinggi dengan kisaran 0.71-0.98. Noor (2008) menyatakan bahwa nilai ripitabilitas berkisar antara 0-1 dan digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu rendah antara 0.0-0.2, sedang antara 0.2-0.4 dan tinggi lebih dari 0.4.

Nilai ripitabilitas yang tinggi menandakan ternak mampu berproduksi dengan ukuran yang hampir sama setiap tahun dan seleksi sangat potensial dilakukan untuk meningkatkan mutu genetik. Nilai ripitabilitas pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda (Snyman dan Olivier 1999 dan Yalcin. 1982). Gifford et al. 1991 melaporkan nilai ripitabilitas bobot badan kambing sebesar 0.18. Perbedaan dalam status reproduksi dapat menyebabkan nilai ripitabilitas yang berbeda pada bobot badan kambing (Snyman dan Olivier 1999).

Korelasi Genetik dan Fenotipik

Nilai korelasi genetik dan fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diperoleh pada penelitian disajikan pada Tabel 6. Korelasi genetik terendah diperoleh antara bobot lahir dengan bobot 12 bulan sebesar 0,03 dan tertinggi diperoleh antara bobot 12 bulan dengan bobot 18 bulan sebesar 0,87. Korelasi genetik bobot badan pada bangsa kambing yang berbeda dilaporkan oleh beberapa penelitian sebesar 0,19 sampai 0,92 (Bosso et al. 2007; Zhang et al. 2008; Zishiri et al.2009 dan Wang et al. 2011). Korelasi genetik yang diperoleh pada penelitian ini adalah rendah sampai tinggi dan positif. Korelasi genetik yang positif antara bobot badan menunjukkan bahwa peningkatan mutu genetik suatu sifat akan diikuti oleh sifat yang lain dan dapat menjadi rujukan untuk melakukan seleksi dini (Boujenane dan El-Hazzab 2008). Noor (2008) menyatakan bahwa korelasi genetik terjadi karena adanya pengaruh gen-gen yang bersifat pleitropy

yaitu satu gen dapat mempengaruhi dua atau lebih sifat.

Korelasi genetik bobot lahir pada penelitian ini rendah berkisar antara 0.03 sampai 0.35. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bosso et al. (2007) dan Al-Saef Tabel 5 Nilai ripitabilitas dan standar eror (SE) bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12

bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah

(32)

16

(2013) yang menyatakan bahwa korelasi genetik bobot lahir rendah. Namun, Boujenane dan El-Hazzab (2008) melaporkan bahwa korelasi genetik bobot lahir pada kambing Draa tinggi. Korelasi genetik tertinggi (0.88) yang diperoleh pada penelitian ini antara bobot 12 bulan dengan bobot 18 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi pada bobot 12 bulan sangat efektif untuk meningkatkan mutu genetik pada generasi berikutnya. Hasil penelitian yang berbeda disampaikan oleh Bosso et al. 2007 yang menyatakan bahwa korelasi genetik tertinggi (0.74) diperoleh antara bobot lahir dengan bobot satu tahun pada kambing Dwarf.

Nilai korelasi fenotipik yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0.08 (antara bobot lahir dengan bobot 12 bulan) sampai 0.93 (antara bobot 12 bulan dengan 18 bulan). Korelasi fenotipik antara bobot badan pada penelitian ini memiliki pola yang sama dengan beberapa penelitian pada bangsa kambing yang berbeda (Xu et al. 2005 dan Han et al. 2005). Al-Shorepy et al. (2002) melaporkan korelasi genetik dan fenotipik antara bobot lahir, satu bulan dan 3 bulan positif dengan kisaran 0.45-0.99. Korelasi fenotipik tertinggi (0,99) juga diperoleh antara bobot 12 bulan dengan bobot 18 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi sangat efektif dilakukan pada bobot 12 bulan.

Nilai Pemuliaan

Nilai pemuliaan pejantan terbaik pada bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan disajikan pada Tabel 7. Nilai pemuliaan adalah hal yang menunjukkan suatu kedudukan individu dalam populasi (Bourdon 2000). Nilai pemuliaan setiap ekor pejantan diperoleh berdasarkan nilai heritabilitas dikalikan dengan diferensial seleksi (Becker 1995).

Tabel 6 Nilai korelasi genetik (dibawah diagonal) dan korelasi fenotipik (diatas diagonal) bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan (B12) dan 18 bulan (B18) kambing Peranakan Etawah

BL BS B6 B12 B18

Tabel 7 Peringkat keunggulan lima ekor pejantan terbaik berdasarkan nilai pemuliaan (NP) bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan (B12) dan 18 bulan (B18) kambing Peranakan Etawah

(33)

17 Jumlah pejantan yang dievaluasi sebanyak 28 ekor. Berdasarkan nilai pemuliaan yang diperoleh maka dipilih lima pejantan terbaik sebesar 18 % dari populasi. Berdasarkan nilai pemuliaan diperoleh pejantan terbaik pada penelitian ini adalah nomor identitas 1649 dengan nilai pemuliaan bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan masing-masing +0.04; +0.01; +0.02; +0.03 dan +0.03. Sedangkan pejantan nomor 1699 pada penelitian ini memiliki nilai pemuliaan terendah pada bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan masing-masing +0.01; +0.00; +0.01; +0.01 dan +0.04.

Bobot 12 bulan memiliki nilai pemuliaan tertinggi dibandingkan dengan bobot lahir, sapih, 6 bulan dan 18 bulan. Nilai pemuliaan tertinggi dapat dijadikan salah satu kriteria dalam seleksi untuk memilih pejantan yang unggul dari populasi karena diturunkan kepada generasi berikutnya (Bourdon 2000). Program seleksi pada bobot 12 bulan sangat efektif untuk meningkatkan mutu genetik bobot badan. Tiga pejantan terbaik dari lima pejantan yang diseleksi disarankan sebagai pejantan di BPTU-HPT Pelaihari.

Pola Genetik dan Fenotipik

Pola genetik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan disajikan pada Gambar 1. Secara umum, pola genetik seluruh bobot badan pada penelitian ini berfluktuasi dari tahun 2007 sampai 2011. Pola genetik bobot lahir meningkat dari tahun 2007 sampai 2008 dan konstan sampai tahun 2009. Kemudian pada tahun 2009 menurun sampai tahun 2011. Pola genetik bobot sapih menurun drastis pada tahun 2008 dan meningkat pada tahun 2009. Setelah tahun 2009 menurun drastis sampai 2011. Pola genetik bobot 6 bulan meningkat dari tahun 2007 sampai 2009. Namun pada tahun 2009 sampai 2011 menurun. Pola genetik bobot 12 bulan meningkat sampai tahun 2008 namun menurun pada tahun 2009. Setelah tahun 2009 meningkat sampai 2010 dan kembali menurun sampai tahun 2011. Pola genetik bobot 18 bulan konstan dari tahun 2007 sampai 2008 dan menurun sampai tahun 2009. Dari tahun 2009 sampai 2010 konstan dan kemudian menurun sampai tahun 2011. Hal yang sama diperoleh oleh Bosso et al. (2007) bahwa pola genetik bobot lahir, 120 hari dan 180 hari pada kambing Dwraf berfluktuasi.

Berdasarkan Tabel 8 rataan nilai pemuliaan bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan masing-masing sebesar -0.019; -0.02; 0.003; 0.009 dan 0.005 kg/tahun. Bosso et al. (2007) melaporkan rataan nilai pemuliaan bobot lahir, 120 hari dan 180 hari masing-masing sebesar 0.01; 0.02 dan 0.08 kg/tahun. Perbedaan rataan nilai pemuliaan yang diperoleh dengan penelitian yang lain disebabkan oleh perbedaan program seleksi, model analisis, metode perhitungan, bangsa kambing dan lingkungan (Shaat et al. 2004 dan Zhang et al. 2009). Penurunan pola genetik bobot badan secara keseluruhan mengindikasikan bahwa seleksi yang telah dilakukan berdasarkan nilai pemuliaan yang rendah. Perbaikan nilai pemuliaan dapat dilakukan dengan penggunaan pejantan baru yang unggul pada populasi tersebut.

(34)

18

tahun 2008 sampai 2010 meningkat serta menurun kembali sampai tahun 2011. Pola fenotipik bobot 12 dan 18 bulan sama dimana pola fenotipik menurun dari tahun 2007 sampai 2008 dan meningkat dari tahun 2008 sampai 2009. Tahun 2009 sampai 2011 kembali menurun.

Berdasarkan Tabel 8 rataan nilai fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan masing-masing sebesar -0.02; -0.53; -1.11; -2.23 dan -5.18

Gambar 1 Pola genetik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Ettawa

(keterangan: )

Gambar 2 Pola fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Ettawa

(35)

19 kg/tahun. Performa fenotipik pada penelitian ini dapat ditingkatkan dengan perbaikan manajemen. Perbaikan manajemen dapat berupa peningkatan kualitas hijauan, perbaikan strategi pengelolaan pastura, perbaikan cara pemeliharaan dan kesehatan ternak (Intaratham et al. 2008).

Koefisien determinasi (R2) sangat perlu dipertimbangkan dalam menentukan persamaan regresi sebagai alat penduga karena semakin besar nilai R2 yang didapat maka persamaan regresi sebagai alat penduga akan semakin akurat. Sebaliknya dengan nilai R2 yang rendah maka persamaan regresi sebagai alat penduga tidak akan akurat. Persamaan regresi pola genetik dan fenotipik terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini adalah pada persamaan regresi bobot 12 bulan dan 18 bulan dengan nilai koefisien determinasi masing-masing 69.4-78.7 dan 65.8-90.5. Hal ini menunjukkan bahwa mulai bobot 12 bulan sampai 18 bulan sangat efektif dan efisien dijadikan sebagai acuan untuk menyeleksi bobot badan kambing Peranakan Ettawa di BPTU-HPT Pelaihari. Koefisien determinasi yang rendah dapat disebabkan oleh program seleksi dan kemajuan genetik yang lambat (Gunawan et al. 2011).

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengaruh non-genetik yaitu paritas, tahun kelahiran dan musim sangat berpengaruh terhadap bobot badan kecuali bobot lahir, sedangkan pengaruh genetik yaitu dugaan nilai heritabilitas, ripitabilitas dan korelasi genetik tinggi pada semua bobot badan yang diamati. Pola genetik dan fenotipik bobot badan pada kambing PE menurun dari tahun 2009 sampai 2011.

(36)

20

Saran

1. Program pemuliaan di BPTU-HPT Pelaihari dapat mengacu kepada informasi non-genetik dan genetik kambing PE.

2. Program seleksi dapat dilakukan pada umur bobot 12 bulan. Hal ini merujuk kepada nilai heritabilitas, korelasi genetik dan fenotipik dan nilai pemuliaan yang tinggi pada bobot 12 bulan.

3. Program perkawinan dilakukan dengan mengawinkan ternak jantan unggul dengan betina unggul (assortative mating) berdasarkan data nilai EBV.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Saef. 2013. Genetic and phenotypic parameters of body weights in Saudi Aradi goat and their crosses with Syrian Damascus goat. Small Rumin Res. 112: 35-38.

Al-Shorepy SA, Alhadrami GA, dan Abdulwahab, K. 2002. Genetic and phenotypic parameters for early growth traits in Emirati goat. Small Rumin Res.

45: 217-223.

Atabany A, Abdulgani IK, Sudono A dan Mudikdjo K. 2001. Performa produksi, reproduksi dan nilai ekonomis kambing Peranakan Etawah di peternakan Barokah. Media Petern. 24: 1-7.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE) (SNI 7325:2008). Jakarta.

Baneh H dan Hafezian SH. 2009. Effect of environmental factor on growth traits in Ghezel sheep. Afr J Biotechnol. 8: 2903-2907.

Batubara A, Noor RR, Farajallah A, Tiesnamurti B, dan Doloksaribu M. 2011. Morphometric and phylogenic analysis of six population Indonesian local goats. Media Petern. 34: 165-174.

Becker WA. 1992. Manual of quantitative genetics, 5th ed. Academic Enterpries., USA.

Bosso NA, Cisse MF, van der Waaij EH, Fall A dan van Arendonk JAM. 2007. Genetic and phenotypic parameters of body weight in West African Dwraf goat and Djallonke sheep. Small Rumin Res. 67: 271-278.

Boujenane I dan El Hazzab A. 2008. Genetic parameters for direct and maternal effect on body weights of Draa goats. Small Rumin Res. 80: 16-21.

Bourdon RM. 2000. Understanding animal breeding, 2nd ed. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

Browning, JrR, Kebe SH, dan Byars M. 2004. Preliminary assement of Boer and Kiko does as maternal lines for kid performance under humid, subtropical conditions. S. Afr J Anim Sci. 34: 1-3.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Populasi dan Produksi Daging Kambing Menurut Provinsi. [diunduh 2013 Maret 4]. Tersedia pada:

http://www.deptan.go.id

Dudi. 2007. Pendugaan nilai pemuliaan dan tren genetik bobot badan prasapih domba Priangan menggunakan animal model BLUP. Jurnal Ilmu Ternak.

(37)

21 Filho RAT, Torres RA, Lopes PS, Pereira CS, Euclydes, RF, Araujo CV dan Silva MA. 2005. Genetic trends in the performance and reproductive traits og pigs.

Genet Mol Biol. 28: 97-102.

Gifford DR, Ponzoni RW, Lampe RJ, dan Burr J. 1991. Phenotypic and genetics parameters of flece traits and live weight in South Australian Angora goats.

Small Rumin Res. 4: 293-302.

Gizawa, S, Lemma, Sisay, Komenb, Hans, Johan AM, dan van Arendonk. 2007. Estimates of genetic parameters and genetic trend for live weight and fleece traits in Menz sheep. Small Rumin Res. 70: 113-153.

Gunawan A, dan Noor RR. 2006. Estimation heritability of birth and weaning weight of the fighting type of Garut sheep. Media Petern. 29: 7-15.

Gunawan A, Sari R, dan Parwoto Y. 2011. Genetic analysis of reproductive traits in Bali cattle maintaned on range under artificially and naturally bred. J Indonesian Trop Anim. Agric. 3:152-158.

Haile A, Joshi BK, Ayalew W, Tegeg A, dan Singh A. 2009. Genetic evaluation of Ethiopian Boran cattle and their crosses with Holstein Frisien in central Ethiopia; reproductive traits. J Agric Sci. 147 :81-89.

Hammoud MH, El-Zarkounyl SZ, dan Qudah EZM. 2010. Effect of sire, age at first calving, seadon and year of calving and parity on reproductive performance of Friesian cows under semiarid conditions in Egypt. Arch Zootech. 13 :60-82.

Han WJ, Feng T, An JJ, dan Chen YL. 2005. Analysis on comparison of body weight for different hybrid weaned lamb. Acta Ecologiae Animalis Domastici.

26 : 43-45.

Herren R. 2000. The science of animal agriculture. 2nd Edit. Delmar, New York. Intaratham WS, Koonawootrittriton P, Sopannarath HU, Graser dan Tumwasorn

S. 2008. Genetic parameters and annual trends for birth and weaning weights of a north-eastern Thai indigenous cattle line. Asian-Aust. J Anim Sci. 21: 478-weight and size in Angora goats. Small Rumin Res. 59: 25-31.

Mabrouk O, Sghair N, Amor G, Mohamed BA, dan Amel BAE. 2008. Morphostructrual growth according to the sex and birth mode and relationship between body size and body weight of the local kids at the first months of age in Tunisian arid area. Res J Biol Sci. 3:120-127.

Makgahlela ML, BangaCB, Norris D, Dzama K, dan Ngambi W. 2008. Genetic analysis of age at first calving and calving interval in South African Holstein cattle. Asia J Anim Vet Adv. 3: 197-205.

Mandal A, Neser FWC, Rout PK, Roy R, dan Notter DR. 2006. Estimation of direct and maternal (co)variance components pre-weaning growth traits in Muzaffarnagari sheep. Livest Sci. 99: 79-89.

(38)

22

Mioč B, Susič V, Antunovič Z, Prpič Z, Vnučec I, & Kasap A. 2011. Study on birth weight and pre-weaning growth of Croation multicolored goat kids.

Veterinarski Archiv. 81: 339-347.

Mokhtari MS dan A Rashidi. 2010. Genetic trends estimation for body weight of Kermani sheep at different age using multivariate animal models. Small Rumin Res. 88: 23-26.

Noor RR. 2008. Genetika Ternak. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta. Ozcana M, Ekiza B, Yilmaza A, dan Ceyhanb A. 2005. Genetic parameter

estimates for lamb growth traits and greasy fleece weight at first shearing in Turkish Merino sheep. Small Rumin Res. 56: 215-222.

Prihandini PW, Hakim L, dan Nurgiartiningsih VWA. 2011. Seleksi pejantan berdasarkan nilai pemuliaan pada sapi Peranakan Ongole (PO) di loka penelitian sapi potong Grati-Pasuruan. J Ternak Tropika. 12:97-107.

Rashidi A, Bishop SC, dan Matika A. 2011. Genetic parameter estimates for pre-weaning performance and reproduction traits in Markhoz goats. Small Rumin Res. 100: 100-106.

Safari E, Fogarty NM, dan Gilmour AR. 2005. A review of genetic parameter estimates for wool, growth, meat and reproduction traits in sheep. Livest Prod Sci. 92: 271-289.

Shaat I, S Galal, dan H Mansour. 2004. Genetics trends for lamb weight in flocks of Egyptian Rahmani and Ossimi sheep. Small Rumin Res. 51:23-28.

Sodiq, A. 2005. Doe productivity of Kacang and Peranakan Ettawa goats and factor affecting them in Indonesia. J Agric Rural Dev Tropics Subtropics.

Beihet (Supplement) 78: 1-121.

Sodiq A, dan Abidin Z. 2010. Meningkatkan produksi kambing Peranakan Ettawah. Cetakan ketiga. Penerbit Agro Media Pustaka, Jakarta. 128 halaman. Sodiq A. 2012. Non genetic factors affecting pre-weaning weight and growth rate

of Ettawa Grade goats. Media Petern. 35: 21-27.

Soeparno. 1998. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Steel RGD dan Torrie JH. 1995 Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah: Sumantri B. Ed ke-4. Jakarta: Gramedia.

Synman MA dan Olivier JJ. 1999. Repeatability and heritability of objective and subjective fleece traits and body weight in South African Angora goats. Small Rumin Res. 34:103-109.

Valencia M, Dobler J, dan Montaldo HH. 2007. Genetic and phenotypic parameters for lactation traits in a flock of Saanen goats in Mexico. Small Rumin Res. 68: 318-322.

Vargas S, Larbi A, dan Sanchez M. 2007. Analysis of size and conformation of native Creole goat breeds and crossbreds in smallholders agrosilvopastoral system in Puebla Mexico. Trop Anim Health Prod. 39: 279-286.

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistik. Cetakan ke-5. Gramedia. Jakarta.

Wang DH, Xu GY, WuD J dan Liu ZH. 2011. Characteristic and production performance of Tianfu goat, breed population. Small Rumin Res. 95: 88-91. Warwick EJ, Maria AJ, dan Hardjosubroto W. 1995. Pemuliaan ternak. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

(39)

23 Xu TS, Wang DJ, Liu XL, Hou GY, Xia WL, dan Huang XZ. 2005 .Genetic parameters and trends of milk and fat yield in Holsteins dairy cattle of West Province of Iran. Int J Dairy Sci. 6: 142-149.

Yaeghoobi R, Doosti A, Noorian AM, dan Bahrami AM. 2011. A research on path analysis and optimum regression equation between body size and body weight of Hainan Black Goat. Acta Ecologiae Animalis Domastici. 1: 49-53. Yalcin BC. 1982. 1982. Angora breeding. Proc. 3rd Int. Conf. Goat Prod. Disease,

Tucson, Arizona, pp. 269-278.

Zhang C, Yang L, dan Zhong S. 2008. Variance components and genetic parameters for weight and size at birth in the Boer goat. Livest Sci. 115: 73-79. Zhang CY, Zhang Y, Xu DQ, Li X, Su J dan Yang LG. 2009. Genetic and

phenotypic estimates for growth traits in Boer goat. Livest Sci. 124: 66-71. Zhou HM, Allain D, Li JQ, Zhang WG, dan Yu XC. 2003. Effect of non-genetic

factors on production traits of Inner Mongolia cashmere goats in China. Small Rumin Res. 47: 85-89.

(40)

24

(41)
(42)

26

Lampiran 2 Hasil output SAS untuk analisis non-genetik bobot lahir kambing Peranakan Ettawa

The MEANS Procedure

Analysis Variabel : BB_LAHIR

SEX N Obs Mean Std Dev Std Error Variance N Mininum

1 138 3.8731 0.5715 0.0486 0.3266 138 2.5000 2 178 3.7078 0.5910 0.0442 0.3493 178 2.5000

Analysis Variabel : BB_LAHIR

SEX N Obs Maximum Coeff of Variation

1 138 5.6000 0.5715

2 178 5.3000 0.5910

The MEANS Procedure

Analysis Variabel : BB_LAHIR

MUSIM N Obs Mean Std Dev Std Error Variance N Mininum

1 237 3.7970 0.5534 0.0359 0.3063 237 2.2000

2 79 3.7291 0.6807 0.0766 0.4634 79 2.4000

Analysis Variabel : BB_LAHIR

MUSIM N Obs Maximum Coeff of Variation

1 237 5.5000 14.5757

2 79 5.6000 18.2541

The MEANS Procedure

Analysis Variabel : BB_LAHIR

(43)

27

PARITAS N Obs Maximum Coeff of Variation

1 172 5.5000 14.2302

TIPE_KLHRN N Obs Maximum Coeff of Variation

1 44 5.6000 14.7684

2 224 5.2000 15.2499

(44)

28

Lampiran 3 Contoh data bobot lahir (kg) kambing Peranakan Ettawa

Paritas ke- Nomor Individu

1711 1631 1643 1645 1649 1699 1951

1 3,63 3,33 4,13 3,49 3,76 3,67 4,63

2 3,40 3,92 3,59 4,06 3,91 3,89

3 3,85 3,85 4,55 3,40

Rataan 3,63 3,53 3,97 3,54 4,12 3,66 4,26

Paritas ke- Nomor Individu

0864 1494 0003 0552 0553 0554 0555

1 3,80 4,12 3,20 2,88 3,80 2,65 4,40

2 3,35 3,80

Rataan 3,80 3,74 3,5 2,88 3,80 2,65 4,40

Paritas ke- Nomor Individu

1500 0817 0093 0801 0839 0805 0825

1 3,30 5,20 5,20 3,27 3,30 3,80 3,30

2 2,90 3,60

Rataan 3,10 5,20 5,20 3,27 3,30 3,80 3,45

Paritas ke- Nomor Individu

0667 0927 0699 0677 0001 0665 0099

1 4,20 4,20 2,90 3,30 3,55 3,02 4,90

2 4,05 3,15

(45)

29 Lampiran 4 Analisis keragaman bobot lahir kambing Peranakan Ettawa

Sumber keragaman Derajat

bebas JK

KT KT yang

diharapkan

Antar individu 27 625,54 23,17 + k

1 Antar

pengamatan dalam individu

16 3,08 0,19

Total 43 628,62

= 1/27 (44-84/44) = 14,78/(14,78+1,559) = 1,559 = 0,98

= (23,17-0,19)/1,559 = 14,78

(46)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1988 di Padangsidimpuan propinsi Sumatera Utara. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Drs. Abdul Muluk Harahap dan Nurintan. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Padangsidimpuan dan melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Program Studi/Mayor yang dipilih penulis adalah Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2011. Penulis melanjutkan pendidikan magister pada tahun 2012 di Sekolah Pascasarjana IPB dengan Program Studi/Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.

Gambar

Tabel 1 Data deskriptif bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
Tabel 2 Rataan dan standar eror (SE) bobot lahir, sapih dan 6 bulan kambing Peranakan Etawah (kg)
Tabel 3 Rataan dan standar eror (SE) bobot 12 bulan dan 18 bulan kambing
Tabel 4 Nilai heritabilitas dan standar eror (SE) bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12
+2

Referensi

Dokumen terkait

For this purpose, spatial distribution maps of all fertility parameters in soil obtained by ordinary Kriging based on exponential model for surface (0 – 15cm) soil

20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Adm KeuDa, Perangkat Daerah, Kepegawaian. Organisasi

Mata kuliah Filsafat Hukum Islam ini merupakan mata kuliah pengembangan dari matakuliah metodologi hukum Islam (Ushul Fikih dan Kaidah fiqh) yang secara spesifik mengkaji aspek

Here, a brief description of Terrain Observation with Progressive Scans SAR (TOPSAR), de-bursting of Sentinel-1 product, dual polarization, speckle filtering, eigenvalue

Untuk menilai produk pembelajaran dilakukan tes atau ujian tengah semester, ujian akhir semester dan penilaian terhadap “Tugas Utama” yaitu tugas yang

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLI-B7, 2016 XXIII ISPRS Congress, 12–19 July 2016, Prague, Czech

Kepala Seksi Perdagangan dan Aneka Usaha mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyiapan bahan perumusan dan penyebaran kebijaksanaan teknis,

Multi-temporal RADARSAT-2 polarimetric SAR data for urban land-cover classification using an object-based support vector machine and a rule-based approach, International