• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risiko Produksi Dan Harga Ayam Broiler Serta Preferensi Peternak Di Kabupaten Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Risiko Produksi Dan Harga Ayam Broiler Serta Preferensi Peternak Di Kabupaten Bekasi"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

RISIKO PRODUKSI DAN RISIKO HARGA AYAM BROILER

SERTA PREFERENSI PETERNAK DI KABUPATEN BEKASI

GITA VINANDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Risiko Produksi dan Risiko Harga Ayam Broiler serta Preferensi Peternak di Kabupaten Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain pada tesis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada daftar pustaka di bagian akhir tesis.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(4)
(5)

Peternak di Kabupaten Bekasi. (HARIANTO sebagai ketua, LUKYTAWATI ANGGRAENI sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Kegiatan budidaya ayam broiler dihadapkan pada risiko produksi yang relatif tinggi. Ayam broiler ini sangat rentan terhadap penyakit dan perubahan cuaca ekstrim sehingga menyebabkan mortalitas tinggi, yang selanjutnya menimbulkan kerugian bagi peternak. Usaha peternakan ayam broiler termasuk pada pasar oligopsoni, kondisi tersebut menyebabkan usaha peternakan rakyat sangat rentan terhadap risiko harga khususnya harga hasil produksi. Dalam halnya dengan pemasaran, mereka umumnya memiliki keterbatasan akses pasar sehingga cenderung berada dalam posisi price taker dengan posisi tawar yang lemah. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menentukan faktor produksi dan faktor risiko yang mempengaruhi produksi ayam broiler, (2) mengukur tingkat risiko harga yang dihadapi peternak ayam broiler dan (3) menentukan preferensi risiko terhadap keputusan penggunaan input peternak ayam broiler.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Penentuan daerah penelitian menggunakan metode purposive sampling dan pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive dan snowballing untuk mengumpulkan 74 peternak ayam broiler. Jumlah sampel terbagi menjadi 35 peternak mandiri dan 39 peternak mitra. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada peternak responden dengan menggunakan kuesioner. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan model just and pope, koefisien variasi dan maksimisasi utilitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahaternak pola mandiri lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan usahaternak pola mitra. Hal ini terlihat dari nilai R/C rasio, dimana R/C rasio pola mandiri yaitu (1:30) sedangkan pola mitra yaitu (1:05). Usahaternak ayam broiler peternak mitra relatif lebih berisiko dibandingkan dengan usahaternak ayam broiler peternak mandiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan dan sekam pada peternak mandiri. Pakan, vaksin dan kepadatan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap produksi pada peternak mitra. Variabel yang memperbesar risiko produksi pada peternak mandiri adalah vaksin, tenaga kerja, dan sekam. Sedangkan pada peternak mitra adalah tenaga kerja. Variabel yang dapat memperkecil risiko pada peternak mandiri adalah pakan, sedangkan pada peternak mitra adalah vaksin. Risiko harga yang dihadapi peternak mandiri jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan risiko harga yang di terima oleh peternak mitra. Preferensi risiko peternak pola mandiri terhadap keseluruhan penggunaan input adalah risk averse atau cenderung menghindari risiko.

(6)

SUMMARY

(7)

Preferences Breeders in Bekasi Regency. (HARIANTO as leader, LUKYTAWATI ANGGRAENI as a member of the supervising commission).

The cultivation of broiler chickens exposed to the risk of production is relatively high. Broiler chickens are very susceptible to disease and extreme weather changes, causing high mortality, which causing losses for breeders. Poultry businesses including the oligopsony market, these conditions led to breeding business are susceptible to price risk, particularly the price of output. In terms of marketing, breeders generally have limited access to markets, thus breeders as a price taker with a weak bargaining position. The purpose of this study was to: (1) determine the production function and the function of the risk of broiler chicken production, (2) measure the level of price risk broiler breeders and (3) determine the risk preference of the input allocation decisions by broiler breeders.

This research was conducted in Bekasi, West Java Province. The purposive sampling method was used to determine the research area. The purposive and snowball sampling was used to determine the sample breeders. The respondents were 74 breeders consists of 35 non parthership breeders and 39 partnership farmers. Data collected through direct interviews to breeders using questionnaires. The data analysis used was just and pope model, the coefficient of variation and utility maximization.

The results showed that the pattern of non partnertship farming more profitable than partnership farming. It can be seen from the value of R /C ratio of non partnership breeders (1:30) which is higher than the R/C ratio of partnership breeders (1:05). Partnership breeders are relatively more risky than non partnership breeders. The factors affecting broiler production of non-partnership breeders are the feed and husk. Feed, vaccine and cage density variable had statistically an insignificant effect on production function for partnership breeders. Vaccines, labor, and the husks are variables that increase the risk for non partnership breeders, while for partnership breeders is labor. Feed is input that has risk reducing affect for non partnership breeders and vaccine for partnership breeder. The price risk of independent breeders are smaller than partnership breeders. Non partnership breeders risk preferences to the overall of input use are risk averse or tend to avoid risk.

Based on the research results, for both non partnership and partnership breeders to pay attention to the use of vaccines and vaccine storage. In addition, the need to consider the use of husk, which the husk must be controlled because it is a good medium for breeding of microorganisms. The need for training for labor because labor is influential in the whole production, where the production process is controlled by the workers. It is necessary for a study to analyze the time series of livestock enterprises.

(8)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

RISIKO PRODUKSI DAN RISIKO HARGA AYAM BROILER

SERTA PREFERENSI PETERNAK DI KABUPATEN BEKASI

GITA VINANDA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian adalah tentang risiko dengan judul Risiko Produksi dan Risiko Harga Ayam Broiler serta Preferensi Peternak di Kabupaten Bekasi. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dari tugas belajar pada Program Magister Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak atas bantuan dan dukungan sehingga tesis ini dapat terselesaikan yaitu kepada:

1. Dr Ir Harianto, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi sebagai Anggota Pembimbing yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan telah membimbing dengan baik serta memberikan banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini.

2. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku penguji Luar Komisi dan Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku penguji Wakil Komisi Program Studi atas semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan kepada penulis.

3. Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh pendidikan.

4. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor atas segala ilmu yang diberikan selama proses perkuliahan dan Insya Allah ilmu yang telah diberikan akan menjadi bekal dan diamalkan oleh penulis. Begitu juga kepada Kepala Tata Usaha Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian beserta staff atas pelayanan akademik dan kemahasiswaan.

5. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas kesempatan dan dukungan beasiswa BPPDN pendidikan Program Magister di IPB.

6. Pengahargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada keluarga yaitu orang tua penulis Bapak Drs Refirman Djamahar, M.Biomed dan Ibu Dra Asmanidar Roesdal, adik-adikku Bita Revira, S.Farm, dan Kevin Doikumi atas doa, semangat dan kasih sayang yang tak terhingga. Serta Dubi Mares Ortanki, SP atas kasih sayang dan support yang diberikan kepada penulis.

7. Sahabatku Nuni Anggraini, Rini Desfaryani, Ahmad Zainudin, Ahmad Fanani, Joko Adrianto, Moh. Ibrahim, Stevana Astra Jaya, Pebriani Komba yang sudah menjadi sahabat, memberikan dukungan serta semangat dan menjadi keluarga di Bogor.

8. Teman-teman Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) khususnya S2 angkatan 2013 dan juga kepada teman-teman S3 EPN 2013 yang telah berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti kuliah.

Semoga tesis ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dan yang memerlukannya untuk kepentingan yang lebih baik.

(14)
(15)
(16)

Broiler

Analisis Risiko Harga Peternak Ayam Broiler Peluang

Pengembalian Yang Diharapkan Varians

Standar Deviasi Koefisien Variasi

52 53 54 54 54 54 Preferensi Penggunaan Input Peternak Terhadap Risiko 56 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 60

Saran 60

DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN 67

(17)

DAFTAR TABEL

1 Kontribusi Jawa Barat dalam produksi ayam broiler nasional dari tahun 2009-2013

2

2 Perkembangan populasi ayam broiler di Kabupaten Bekasi Tahun 2009-2012

3

3 Perkembangan harga ayam broiler Jawa Barat 4 4 Suhu ideal pada usaha peternakan ayam ras pedaging berdasarkan

umur ayam

8

5 Karakteristik peternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi 31 6 Karakteristik usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi 33 7 Harga rata-rata input dan output dari peternak mandiri dan

peternak mitra ayam broiler di Kabupaten Bekasi tahun 2015

41

8 Analisis usahaternak ayam broiler 42 9 Hasil estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko peternak di

Kabupaten Bekasi

48

10 Rata-rata harga ayam broiler (Rp/ekor) dan peluang yang diperoleh peternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi

53

11 12

Hasil Perhitungan analisis risiko harga ayam broiler

Preferensi risiko peternak ayam broiler pola mandiri di Kabupaten Bekasi tahun 2015

55 57

13 Rekapitulasi preferensi peternak mandiri di Kabupaten Bekasi Tahun 2015

Hubungan risiko dengan return pandangan lama

Kurva yang menghubungkan varians income dengan income yang diharapkan

1 Hasil pendugaan parameter fungsi usahaternak ayam broiler peternak mandiri di Kabupaten Bekasi dengan metode OLS 68 2 Hasil pendugaan parameter fungsi usahaternak ayam broiler peternak

(18)

di Kabupaten Bekasi

4 Hasil pendugaan fungsi risiko produksi ayan broiler peternak mitra di Kabupaten Bekasi

71

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor ekonomi yang penting kedudukannya di Indonesia sebagai sumber pendapatan masyarakat dan menyediakan lapangan pekerjaan. Data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas harga berlaku menurut sektor usaha pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi sektor utama kedua yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian menyumbang 14.43 persen dari total PDB pada tahun 2013 setelah industri pengolahan (23.69 persen). Melihat pentingnya sektor pertanian, maka diperlukan upaya nyata untuk mengembangkan dan memajukan sektor pertanian secara berkelanjutan (BPS 2014).

Sektor pertanian secara luas terdiri dari beberapa sub sektor yaitu sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perikanan, kehutanan dan perternakan. Sub sektor peternakan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan mewujudkan, pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa. Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini dapat memberikan kontribusi besar untuk pertanian Indonesia. Kontribusi sub sektor peternakan untuk sektor pertanian Indonesia sebesar 13 persen (BPS 2014). Kontribusi sub sektor peternakan bagi sektor pertanian Indonesia ditentukan oleh seberapa besar kemampuan pelaku di sub sektor ini dalam mengembangkan usaha peternakan tersebut. Oleh karena itu, sub sektor peternakan yang dikembangkan nantinya diharapkan dapat menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing di pasaran.

Hasil utama dari sub sektor peternakan adalah daging. Daging merupakan sumber protein yang sangat perlu untuk dikonsumsi oleh manusia. Daging dapat diperoleh dari beberapa komoditas dari sub sektor peternakan seperti sapi, kerbau, kambing, ayam, dan komoditas peternakan lainnya.

Industri peternakan unggas khususnya ayam broiler merupakan industri peternakan yang pertumbuhannya tinggi dibandingkan dengan jenis ternak unggas lainnya. Selama kurun waktu 2009-2013, laju pertumbuhan populasi ayam broiler mencapai 5.64 persen per tahun (DJPKH 2013). Dari segi produksi, ayam broiler merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan jenis ternak lainnya. Dari total produksi nasional, produksi daging ayam broiler ini mencapai 52.53 persen. Dari segi konsumsi, daging ayam broiler ini juga menempati urutan tertinggi dari konsumsi daging nasional, mencapai 86 persen. Konsumsi per kapita daging ayam broiler ini mencapai 3.5 kg/tahun, paling tinggi dibandingkan dengan jenis daging ternak lainnya (DJPKH 2013).

(20)

Pada kegiatan budidaya ayam broiler (on-farm), mayoritas pelakunya adalah peternak rakyat karena modal yang diperlukan relatif kecil, namun hanya menguasai 20-30 persen produksi ayam broiler nasional. Hampir semua sarana produksi peternakan (seperti: DOC, pakan, peralatan, obat-obatan dan vaksin) diperoleh dari luar (off-farm), kecuali kandang dan tenaga kerja sehingga peternak rakyat sangat tergantung kepada pihak luar. Demikian pula halnya ketika peternak menjual hasil produksinya, peternak sangat tergantung kepada pihak luar (pedagang). Kondisi ini menyebabkan posisi tawar peternak relatif rendah terutama dalam proses sarana produksi dan pemasaran hasil.

Produksi ayam broiler terbesar terdapat di Provinsi Jawa Barat (49 persen), Jawa Timur (12.53 persen) dan Jawa Tengah (6.18 persen). Salah satu sentra pembudidayaan ayam broiler terbesar di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat. Pada Tabel 1 memperlihatkan kontribusi Provinsi Jawa Barat dalam produksi ayam broiler nasional.

Tabel 1. Kontribusi Jawa Barat dalam produksi ayam broiler nasional dari tahun 2009-2013.

Sumber: Direktorat Jendral Peternakan 2014 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari tahun 2009 sampai tahun 2013, Provinsi Jawa Barat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produksi ayam broiler nasional. Bahkan pada tahun 2012-2013, Provinsi Jawa Barat mampu memberikan kontribusi sebesar setengah dari produksi ayam broiler nasional. Kontribusi Provinsi Jawa Barat terhadap produksi ayam broiler juga terus meningkat. Hal ini dibuktikan oleh kecenderungan dari kontribusi Provinsi Jawa Barat yang meningkat walaupun beberapa kali terjadi sedikit penurunan. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Hal tersebut diperkuat dengan perkembangan populasi ayam broiler yang meningkat khususnya daerah yang menjadi salah satu sentra produksi. Fadilah (2013), meskipun populasinya terus bertambah tetapi ketersediaan stok daging ayam ini belum bisa memenuhi permintaan yang juga terus meningkat.

(21)

khususnya produksi ayam broiler untuk wilayah Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dan sebagian wilayah Jakarta Timur.

Tabel 2. Perkembangan populasi ayam broiler di Kabupaten Bekasi tahun 2009-2012

Tahun Populasi (ekor) Pertumbuhan

Jumlah (ekor) Presentase (%)

2009 2 083 114 - -

2010 2 142 744 59 630 2.90

2011 2 196 317 53 573 2.50

2012 2 248 188 51 871 2.40

Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 2013 (Diolah)

Usaha peternakan ayam broiler biasanya menjumpai beberapa kendala yang merupakan hambatan. Kendala dapat berupa tingginya risiko yang dihadapi. Risiko yang sering ditemukan dalam usahaternak ayam broiler ini adalah risiko produksi dan risiko harga. Pengelolaan usahaternak khususnya ayam broiler selalu dihadapkan pada risiko, karena itu pelaku bisnis harus disertai dengan pengetahuan dan kemampuan dalam meminimalkan risiko. Kemampuan mengelola risiko yang baik sangat untuk meminimalkan risiko, sehingga usaha ini dapat memberikan keuntungan yang diharapkan peternak.

Tingginya tingkat risiko yang dihadapi pada usahaternak di Kabupaten Bekasi sangat dirasakan oleh peternak. beberapa faktor yang menyebabkan usahaternak ayam broiler ini dalam menghadapi tingkat risiko antara lain sumberdaya manusia, input produksi dan faktor alam. Akumulasi dari beberapa faktor penyebab risiko tersebut terlihat dari berfliktuatifnya tingkat mortalitas ayam yang terjadi pada peternak.

Usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi terdapat dua pola, yaitu pola mandiri dan pola kemitraan. Pola mandiri, peternak tidak tergantung pada perusahaan mitra dalam mendapatkan sarana produksi. Peternak mandiri pengelolaannya independen dan mempunyai keputusan terhadap usahaternaknya, sedangkan peternak mitra sebaliknya. Hal ini dikarenakan pola mandiri memiliki modal sendiri sehingga memiliki kebebasan untuk membeli sarana produksi dan menjual hasil produksi kepada pihak manapun sesuai dengan keinginnannya. Lain halnya dengan pola kemitraan, dimana peternak mitra mendapatkan seluruh sarana produksi (DOC, pakan, vaksin dan obat-obatan) dipasok dari perusahaan inti. Peternak mitra sudah ada kejelasan pasar, dimana harus menjual hasil produksinya kepada perusahaan inti dengan harga yang berlaku pada saat itu.

Perumusan Masalah

(22)

produksi dapat diakibatkan oleh berbagai macam kendala dari faktor internal dan faktor eksternal produksi. Faktor internal yang dapat mempengaruhi produksi antara lain day old chick (DOC), pakan, vaksin, obat, tenaga kerja dan berbagai input produksi lainnya. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi produksi ayam broiler di antaranya pengaruh cuaca.

Selain kendala dalam produksi yang dihadapi peternak ayam broiler di Provinsi Jawa Barat dan salah satunya Kabupaten Bekasi, peternak juga menghadapi kendala lain yaitu harga jual ayam broiler yang tidak selalu stabil. Fluktuasi rata-rata harga ayam broiler di Provonsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3. Harga jual ayam broiler salah satunya tercipta karena adanya kondisi permintaan dan penawaran di pasar, sehingga dalam kondisi tertentu saat jumlah ayam broiler meningkat, harga jual ayam bisa sangat rendah dan ketika jumlah ayam broiler menurun karena adanya kendala dalam proses produksi, harga jual ayam bisa meningkat. Harga jual ayam broiler bisa berfluktuatif bahkan hanya dalam hitungan hari.

Tabel 3. Perkembangan harga jual produsen ayam broiler di Jawa Barat (Rp/Ekor) Bulan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2012 Tahun 2013 Januari 23 308 31 479 33 488 34 366 Februari 27 769 31 984 33 055 34 616 Maret 28 256 32 865 33 450 34 753 April 28 953 32 195 33 437 34 675 Mei 28 898 32 507 33 437 35 024 Juni 29 324 32 767 33 627 35 121 Juli 29 821 33 581 33 758 35 505 Agustus 31 107 34 010 33 956 35 777 September 33 249 33 834 33 873 35 608 Oktober 31 684 33 145 34 108 35 266 November 31 780 33 384 34 402 34 917 Desember 31 570 33 357 34 312 35 309

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (Diolah)

Menurut Patrick et al. (1985), risiko utama dari seorang pengambil keputusan diantaranya karena ketidakpastian cuaca, hama, dan penyakit. Indikasi adanya risiko produksi dan risiko harga ditunjukan oleh produksi dan harga yang diterima pengambil keputusan berfluktuatif. Risiko harga sangat ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar.

(23)

000 – Rp 15 000 per kg. Meskipun harga ayam hidup sempat naik ke level harga Rp 16 000 tetapi tidak lama harga mengalami penurunan kembali (Seno 2014).

Menurut Sehabudin (2014), risiko produksi tercermin dari masih rendahnya produktivitas usahaternak yang belum sesuai dengan anjuran, seperti persiapan kandang, penanganan DOC, pemberian pakan, penanganan penyakit, serta penanganan panen dan pasca panen. Permasalahan risiko produksi yang dihadapi peternak di Kabupaten Bekasi diduga akibat penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja, pakan, obat-obatan, dan vaksin yang belum optimal sehingga menjadi faktor yang dapat menimbulkan risiko. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Nugraha (2011) yang menunjukkan bahwa tenaga kerja dan vaksin dapat menimbulkan risiko karena penggunaan yang belum optimal dan tidak sesuai dengan anjuran.

Pola usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi terdapat dua pola yaitu pola mandiri dan pola mitra. Adanya perbedaan pola dalam usahaternak ayam broiler akan berpengaruh pada perbedaan tingkat pendapatan usahaternak dalam hal jumlah faktor produksi (Bahari 2012). Selain itu adanya perbedaan pola usahaternak menyebabkan adanya perbedaan pola pemasaran hasil sehingga perlu diketahui mana yang lebih menguntungkan antara usahaternak ayam broiler antara pola mandiri dan pola mitra (Windarsari 2012). Perbedaan pola juga mengakibatkan risiko yang diterima oleh peternak berbeda. Risiko yang dihadapkan peternak mitra secara teori harusnya lebih kecil jika dibandingkan dengan peternak mandiri. Hal tersebut dikarenakan peternak mitra mendapatkan kepastian input (modal) dan kepastian harga, tetapi peternak mandiri tidak. Akan tetapi, sebagian besar peternak mandiri di Kabupaten Bekasi tidak ada kemauan untuk melakukan pola usahaternak mitra.

Mortalitas pada produksi dan fluktuatif harga ayam broiler berpotensi mengakibatkan kerugian bagi peternakan, sehingga perlu diteliti lebih lanjut apakah ada faktor risiko produksi lain selain risiko yang pada umumnya dialami oleh peternakan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa beberapa faktor risiko produksi adalah perubahan cuaca dan iklim yang semakin tidak menentu sebagai dampak dari pemanasan global. Selain itu, risiko produksi juga tergantung dari penggunaan input, seperti DOC, pakan, vaksin dan obat-obatan. Sedangkan risiko harga tergantung pada jumlah ayam broiler yang masuk ke pasar. Perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak ayam broiler. Saat musim hujan, suhu udara di dalam kandang menjadi dingin, dan udara dalam kandang menjadi lembab. Sebaliknya di musim kemarau, suhu udara di dalam kandang menjadi panas, kadar karbondioksida meningkat dan udara dalam kandang terasa lebih pengap. Setelah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi dan mengukur tingkat risiko harga pada peternakan ayam broiler tersebut, maka perlu diidentifikasi bagaimana preferensi peternak terhadap risiko produksi mengenai penggunaan input masing-masing peternak.

Rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ayam broiler dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi risiko produksi pada peternakan ayam broiler?

(24)

3. Bagaimana preferensi peternak dalam menghadapi risiko?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan risiko produksi ayam broiler.

2. Mengukur tingkat risiko harga yang dihadapi peternakan ayam broiler di Kabupaten Bekasi.

3. Menentukan preferensi risiko terhadap keputusan peternak ayam broiler.

Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi menjadi empat wilayah kecamatan di Kabupaten Bekasi yaitu Setu, Cikarang Selatan, Pebayuran dan Cibitung. Hal ini didasari oleh pertimbangan bahwa di keempat kecamatan tersebut mudah dijangkau dan dapat dijumpai peternak dengan pola mandiri dan pola mitra.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai lingkup penelitian ini terbatas pada peternak mandiri dan mitra yang mengusahakan ayam broiler pada satu periode tertentu yaitu pada bulan Januari sampai dengan April 2015 di daerah Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis risiko produksi, tingkat risiko harga dan preferensi peternak ayam broiler. Data yang digunakan adalah data cross section. Pengukuran risiko produksi dalam penelitian ini hanya dilakukan dari sisi input, sedangkan pengukuran tingkat risiko harga dilakukan dari sisi output.

Periode produksi usahaternak ayam broiler yang dianalisis hanya satu periode yaitu periode terakhir yang dilakukan. Hal ini dilakukan karena umumnya informasi penggunaan sarana produksi dan hasil produksi masih diingat oleh peternak. Karena hanya satu periode produksi, maka peluang terjadinya kondisi usahaternak mengalami kerugian atau sebaliknya dapat terjadi. Idealnya analisis usahaternak terutama analisis biaya dan pendapatan harus dalam satu tahun yang mencakup umumnya lima periode produksi.

Input DOC tidak dimasukkan sebagai variabel eksplanatory dalam model produksi karena produksi ayam broiler merupakan proses pembesaran atau penggemukkan sehingga merupakan proses peningkatan bobot ayam sampai ayam siap panen. Kalau pun DOC dimasukkan dalam model, maka yang dapat dijadikan variabel adalah bobot DOC atau starin DOC

(25)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teoritis

Produksi dan fungsi produksi

Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output. Dalam berproduksi diperlukan sejumlah input, dimana umumnya input yang diperlukan adalah kapital, tenaga kerja dan teknologi. Dengan demikian terdapat hubungan antara produksi dengan input, yaitu output maksimal yang dihasilkan dengan input tertentu atau disebut fungsi produksi.

Fungsi produksi menjelaskan hubungan teknis yang mentransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas (Debertin 1986). Menurut Coelli et al. (1998) fungsi produksi menerangkan hubungan teknis antara input dan output pada suatu proses produksi. Secara matematis bentuk umum fungsi produksi dapat dirumuskan:

Y = f (X1, X2, …, Xn ) (2.1)

Dimana Y merupakan jumlah produksi yang dihasilkan atau output dari penggunaan masukan input, sedangkan X1, X2, …, Xn merupakan faktor-faktor

produksi atau input yang digunakan untuk menghasilkan output.

Ada beberapa fungsi produksi yang selama ini dikenal dan digunakan dalam penelitian. Salah satunya adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Bentuk umum fungsinya adalah :

Y = 0X1 1X2 2 ... Xn neu (2.2)

Pendugaan akan lebih mudah jika fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk logaritma natural menjadi :

Ln Y = ln 0+ 1lnX1+ 2lnX2 + ... + nlnXn + u ln e (2.3)

Sumber-Sumber Risiko Produksi Peternakan

Kegiatan pada sub sektor peternakan merupakan bisnis dimana peternak tidak dapat menentukan secara pasti berapa hasil produksi yang akan dihasilkan dengan penggunaan input tertentu. Hasil produksi yang berbeda-beda pada setiap periode produksi merupakan risiko yang dihadapi oleh setiap peternak. Hal ini disebabkan karenasub sektor peternakan dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh peternak.

(26)

jumlah hasil produksi yang dihasilkan dengan penggunaan input tertentu, hal ini sangat berbeda dengan kegiatan manufaktur dimana pengusaha sudah dapat memastikan berapa output yang mereka peroleh dengan penggunaan input tertentu. Dalam usaha di sub sektor peternakan, hasil yang diperoleh dapat lebih kecil dari hasil yang diperhitungkan sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi peternak.

Faktor-faktor teknis seperti perubahan suhu, hama, predator dan penyakit merupakan sumber risiko utama pada usaha produksi komoditas peternakan. Sumber-sumber risiko diatas dapat menyebabkan terhambatnya kegiatan produksi sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai perkiraan dan juga terjadinya fluktuasi produksi pada setiap periode produksi.

Sama seperti sub sektor pertanian lainnya, terjadinya kegagalan dalam proses produksi atau budidaya pada sub sektor peternakan disebabkan oleh adanya serangan hama, predator, penyakit, perubahan cuaca dan penanganan yang kurang baik. Sebagai contoh adalah pada usaha peternakan ayam ras pedaging terdapat suhu ideal agar proses budidaya dapat berjalan dengan baik seperti pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan suhu ideal pada usaha budidaya ayam ras pedaging berdasarkan umur ayam. Jika suhu tidak sesuai, maka akan berpengaruh pada produksi ayam ras pedaging tersebut.

Tabel 5. Suhu Ideal pada Usaha Peternakan Ayan Ras Pedaging Berdasarkan Umur Ayam.

No Umur (hari) Suhu (0C)

1 01 – 07 34 – 32

2 08 – 14 29 – 27

3 15 – 21 26 – 25

4 21 – 29 24 – 23

Sumber: Rasyaf (2007).

Faktor lain yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan ayam ras pedaging adalah penyakit. Selain menghambat perkembangan ayam, penyakit juga dapat menyebabkan kematian pada ayam. Penyakit-penyakit pada ayam adalah kotoran berdarah (coccidiosis), tetelo (newcasstle diseae), gumboro (infectious bursal disease), dan penyakit ngorok (chronic respiratory disease).

Selain itu risiko produksi pada peternakan juga dapat disebabkan oleh kualitas input yang kurang baik, seperti yang diungkapkan oleh Solihin (2009) bahwa kualitas sapronak mempengaruhi mortalitas dalam usaha budidaya ayam ras pedaging. Selain berpengaruh terhadap mortalitas ayam, kualitas sapronak juga berpengaruh terhadap indeks prestasi produksi ayam.

(27)

Konsep Risiko dan Preferensi Risiko

Risiko dan ketidakpastian sering digunakan secara bersama-sama baik dalam jurnal maupun beberapa tulisan lainnya. Debertin (1986) menyebutkan bahwa Frank Knight membedakan definisi antara risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty). Risiko dapat didefinisikan sebagai situasi dimana pembuat keputusan mengetahui alternatif hasil dan kemungkinan dengan setiap hasilnya. Ellis (1988), risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dihubungkan dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan. Menurut Debertin (1986) risiko adalah suatu kejadian yang kemungkinan muncul dan menyebabkan fluktuasi hasil dimana kemungkinan/probabilitas hasil yang diterima dapat diestimasi. Sedangkan apabila pelaku usaha tidak memiliki data yang bisa dikembangkan untuk menyusun distribusi probabilitas akan timbulnya suatu kejadian, disebut ketidakpastian (uncertainty).

Menurut Hanafi (2007) mengatakan bahwa secara alamiah setiap orang atau organisasi dalam sebuah bisnis akan mengelola risiko yang bertujuan menciptakan sistem atau mekanisme pengelolaan risiko yang bertujuan untuk menghindari perusahaan dari kerugian dan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pentingnya pengelolaan risiko menurut Hanafi (2007) dapat dilihat melalui Gambar 1. yang menggambarkan pandangan lama bahwa dalam kaitannya antara risiko dan tingkat keuntungan, menganggap bahwa ada hubungan positif antara risiko dengan tingkat keuntungan, semakin tinggi risiko, akan semakin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan, jika suatu organisasi ingin menaikkan keuntungan, maka organisasi tersebut harus menaikkan risikonya.

Sumber : Hanafi (2007)

Gambar 1 . Hubungan Risiko dengan Return Pandangan Lama: Semakin tinggi risiko, semakin tinggi tingkat keuntungan.

McConell dan Dillon (1997) mengidentifikasi sumber risiko yang dihadapi peternak dalam sistem usahaternak berasal dari dua hal, yaitu :

(28)

harga output dan input produksi), tingkat inflasi atau suku bunga dan risiko produktivitas yang disebabkan karena penerapan suatu teknologi baru. Kondisi sosial pada umumnya bukan merupakan sumber risiko utama dalam sistem usahaternak. Kontribusi kondisi sosial terhadap risiko usahaternak adalah perubahan tingkat pendidikan dan gaya hidup, yang akan mempengaruhi pasokan tenaga kerja di bidang pertanian.

2. Internal sistem usahaternak, terutama disebabkan karena faktor kesehatan, hubungan inter personal (dipengaruhi oleh personality, kebiasaan/attitudes dan aspirasi), serta faktor pendekatan yang dilakukan peternak sebagai manager terhadap (a) konservasi dan degradasi sumber daya pertanian (resource and ecological risk), (b) penggunaan kredit pertanian (financial risk), dan (c) transfer usahatani antar generasi (succession risk).

Beberapa ukuran risiko didasarkan pada nilai variance, standart deviation dan coefficient of variation (Anderson et al. 1977, Elton dan Gruber 1995). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran lainnya. Seperti pada standart deviation merupakan akar kuadrat dari nilai variance sedangkan coefficient of variation merupakan rasio antara standart deviation dengan nilai ekspektasi. Pada umumnya peternak mengusahakan lebih dari satu kegiatan usahaternak. Oleh karena itu coefficient of variation sangat efektif dalam mengukur perbandingan variasi produksi atau harga atau pendapatan dari dua atau lebih kegiatan.

Risiko yang dihadapi peternak bisa berupa risiko hasil atau risiko produksi, risiko penggunaan input dan risiko harga jual produksi. Risiko hasil ditimbulkan antara lain karena adanya serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca/alam, dan variasi input yang digunakan. Salah satu model yang sering digunakan dalam mengestimasi adanya risiko produksi adalah model just dan pope. Just dan pope telah mempelajari banyak mengenai isu penting yang menyertakan input penurunan risiko. Model fungsi produksi dengan memasukkan unsur risiko didalamnya

q = f(x) + g(x)ε (2.4)

dimana x merupakan faktor produksi yang digunakan, ε mengikuti distribusi ε~(0,σ2

e), q adalah besarnya produksi yang dicapai, f(x) adalah fungsi produksi

rata-rata, sedangkan g(x) adalah fungsi varians atau fungsi risiko (Robison dan Barry 1987).

(29)

besar. Variasi hasil akan berakibat pada variasi pendapatan yang diterima oleh peternak.

Menurut Villano et al. (2005) keberadaan risiko produksi akan mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan dalam alokasi input usahatani. Ellis (1988) menjelaskan terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam melihat mengenai peluang dengan risiko. Pada kegiatan produksi usahaternak, risiko merupakan peluang terjadinya suatu peristiwa yang menghasilkan pendapatan di atas atau di bawah rata-rata dari pendapatan yang diharapkan dalam serangkaian musim panen. Sedangkan pada perspektif asuransi terhadap kerugian atau kerusakan, risiko sebagai peluang adanya bencana yang menimbulkan kerugian.

Risiko agribisnis peternakan meliputi risiko produksi, risiko pemasaran, risiko keuangan, risiko hukum dan risiko sumberdaya manusia. Dalam agribisnis peternakan ayam ras pedaging risiko terbesar berupa risiko produksi dan risiko harga, risiko produksi terkait cuaca, musim, wabah penyakit, dan kerusakan peralatan. Sutawi (1999) adapun risiko harga berupa fluktuasi harga pakan, DOC dan harga jual ayam. Risiko harga merupakan kontributor utama terhadap variabilitas pendapatan.

Selain risiko produksi, peternak ayam broiler menghadapi risiko harga produk. Analisis risiko harga produk tidak dilakukan seperti analisis risiko produksi. Hal ini dikarenakan data yang tidak memadai sehingga tidak dimungkinkan dilakukan analisis seperti risiko produksi. Data yang tidak memadai disini mencakup variabel-variabel yang mempengaruhi harga produk, sementara peternak ayam broiler sebagai price taker. Dengan demikian, analisis risiko harga produk di analisis dengan menggunakan perhitungan variance secara manual yang merupakan penjumlahan selisih kuadrat harga produk dengan ekspektasi harga dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Adapun formulasi umum untuk mengestimasi risiko harga sebagai berikut :

σ2 = ∑� �� �� − Ȓ�

�=1 (2.5)

dimana σ2 merupakan variasi harga yang menunjukan adanya risiko harga, Pi

merupakan peluang kejadian, Ri merupakan harga komoditas, Ȓ� merupakan ekspektasi harga komoditas.

(30)

Dalam usaha pertanian selalu dihadapkan pada situasi risiko dan ketidakpastian. Kesediaan peternak dalam menerima risiko yang besar berhubungan dengan sikap peternak tersebut. Ada peternak yang berani terhadap risiko, netral terhadap risiko dan takut terhadap risiko. Sebagian besar penelitian tentang produksi pertanian yang menggunakan fungsi produksi tidak memasukkan faktor risiko dalam fungsi tersebut. Padahal faktor risiko termasuk elemen yang penting dalam keputusan produksi pertanian, misalnya bagaimana pengaruh risiko terhadap penerapan teknologi usahaternak.

Just dan Pope (1979) menjelaskan bahwa dalam menganalisis usaha pertanian sangat penting mempertimbangkan faktor risiko seperti risiko produksi yang terkait dengan kebijakan pemerintah untuk menerapkan inovasi baru dan risiko harga. Kesediaan peternak untuk menerima risiko dan ketidakpastian tersebut terkait dengan sikap peternak tersebut. Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Individu diasumsikan bertindak rasional dalam pengambilan keputusan. Alat analisis yang umum digunakan dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model (Anderson et al. 1977, Robison dan Barry 1987, Ellis 1988).

Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry 1987). Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan probability. Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif (relative frequencies) dan digunakan dalam pengambilan keputusan.

Sumber : Debertin, 1986

Gambar 2. Kurva yang Menghubungkan Varians Income dengan Income yang Diharapkan.

(31)

risk averse akan mengambil suatu peluang dengan risiko yang lebih besar akan mengharapkan income yang semakin besar pula. Sedangkan perilaku peternak risk taker akan mengambil suatu kesempatan walaupun hasil yang diperoleh rendah tetapi mempunyai peluang mendapatkan keuntungan lebih besar atau mengalami kerugian yang lebih besar pula. Peternak risk neutral menunjukkan perilaku akan mempunyai harapan income yang sama, tidak dipengaruhi oleh besarnya risiko yang dihadapi.

Sumber: Ellis (1988)

Gambar 3 . Hubungan Fungsi Kepuasan Dengan Pendapatan

Pada Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa Garis DC merupakan garis linier yang mengambarkan hubungan antara utilitas dan income dan mempunyai kemiringan/slope positif, yang berarti semakin tinggi income, semakin besar kepuasan atau utilitas seseorang. I1 dan I2 merupakan income dengan tingkat risiko

yang berbeda dengan kemungkinan kejadian p1 dan p2 dimana p1 + p2 = 1. Apabila

seseorang mempunyai income sebesar IA dimana IA mempunyai utilitas yang sama

dengan IE dan orang tersebut akan menolak untuk mendapatkan income yang lebih

besar dari IA (yaitu IE) dengan tujuan untuk mencari kepastian income, maka orang

tersebut dikatakan bersifat risk averse, seperti yang ditunjukkan dalam fungsi utilitas DAC yang bersifat decreasing marginal utility. Apabila seseorang yang utilitasnya sama antara income yang pasti diperoleh (IE) dan dengan income yang

beresiko (IA dan IB) dan dia memilih untuk mendapatkan income sebesar IE, maka

(32)

fungsi utilitas DC. Sedangkan apabila seseorang lebih suka untuk memilih income yang lebih tinggi lagi untuk mencapai utilitasnya, dan orang tersebut tidak memilih untuk income sebesar IA ataupun IE, tetapi akan memilih untuk mencapai

income sebesar IB, maka orang tersebut bersifat risk taker, dengan kurva utilitas

DBC yang bersifat increasing marginal utility (Elis, 1988).

Ada tiga macam tipe seorang pengambil keputusan sehubungan dengan preferensi terhadap risiko yang dihadapinya. Ketiga tipe tersebut adalah (1) risk taker, (2) risk neutral, dan (3) risk averse. Petani risk averse mengharapkan income yang lebih tinggi dengan bertambahnya risiko income yang dihadapi, artinya apabila peternak risk averse akan mengambil suatu peluang dengan risiko yang lebih besar akan mengharapkan income yang semakin besar pula. Sedangkan perilaku peternak risk taker akan mengambil suatu kesempatan walaupun hasil yang diperoleh rendah tetapi mempunyai peluang mendapatkan keuntungan lebih besar atau mengalami kerugian yang lebih besar pula. Peternak risk neutral menunjukkan perilaku akan mempunyai harapan pendapatan yang sama, tidak dipengaruhi oleh besarnya risiko yang dihadapi.

Secara normal tidak ada seorang pun yang mau masuk dalam lingkungan yang penuh dengan risiko dan ketidakpastian tanpa mengharapkan imbalan yang lebih besar dibandingkan dengan lingkungan yang tidak ada risiko dan ketidakpastiannya. Perilaku peternak yang takut terhadap risiko (risk averse) didasarkan pada maksimisasi utiliti tetapi ekspektasi maksimisasi profit dengan ausmsi harga dan produksi bersifat stochastic (Just and Pope 1979). Dua hal yang dapat menentukan respon produsen yaitu hubungan teknis antara kombinasi input dengan tingkat output serta perilaku produsen dalam memilih input, yang ditentukan oleh harga output dan harga input yang dapat diperdagangkan dan tersedianya faktor produksi tetap. Integrasi kedua hal tersebut berperan dalam memaksimumkan profit sebagai tujuan produsen dan secara langsung dapat menentukan keputusan yang optimal mengenai penawaran output dan permintaan input.

Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Individu diasumsikan bertindak rasional dalam pengambilan keputusan. Alat analisis yang umum digunakan dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model (Robison dan Barry 1987). Lebih lanjut dijelaskan lima komponen yang digunakan dalam pengambilan keputusan diantaranya adalah the states of nature, the possible outcomes, the probabilities of outcomes, the choices dan the decision rule for ordering choices. Dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko dapat menggunakan expected utility model. Model ini digunakan karena adanya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yaitu bahwa yang ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai (return), tetapi kesejahteraan (utility). Variance merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan dalam menganalisis mengenai risiko.

(33)

1. Peternak kecil pada umumnya bersifat risk averse. Sifat ini diindikasikan mengakibatkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pada tingkat peternak.

2. Peternak kecil dengan sifat risk averse akan menyebabkan pola pengelolaan usahaternaknya, akan lebih ditujukan pada kecukupan kebutuhan pangan keluarga, dibandingkan dengan usaha memaksimalkan hasil ataupun memaksimalkan keuntungan.

3. Peternak kecil yang bersifat risk averse akan lebih terhambat dalam proses adopsi terhadap inovasi yang mampu meningkatkan hasil dan juga income peternak. Hal ini sangat erat kaitannya dengan konsep risiko terhadap ketidakmampuan atau keterbatasan informasi. Peternak merasa tidak percaya dan ragu-ragu terhadap suatu inovasi, karena adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan inovasi tersebut. Hal penting yang juga menghambat peternak kecil dalam proses adopsi teknologi adalah dibutuhkan biaya tinggi dalam mengaplikasikan teknologi yang ditawarkan, di sisi lain peternak kecil tidak mempunyai akses terhadap kredit perbankan.

4. Sifat risk averse petani akan menurun atau berkurang sejalan dengan peningkatan income atau kesejahteraan. Kesejahteraan yang lebih tinggi yang dicapai peternak akan akan berpengaruh pada kemampuan peternak dalam menutup kerugian yang mungkin disebabkan karena pengambilan keputusan yang berisiko. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi income peternak, diharapkan akan lebih efisien dalam pengelolaan usahaternaknya, sehingga lebih mempunyai keinginan untuk melakukan suatu inovasi baru dan lebih besar akses yang dimiliki peternak terhadap kredit perbankan.

Kemitraan Usahaternak Ayam Broiler

Kemitraan pola PIR adalah kerjasama antara pihak inti dengan pihak mitra. Inti merupakan pihak yang menyediakan sarana produksi dan yang menjamin pemasaran hasil produksi mitra, sedangkan mitra merupakan pihak yang melakukan kegiatan budidaya atau produksi suatu komoditas. Kemitraan pola PIR unggas merupakan kemitraan antara pihak inti dengan pihak mitra (peternak rakyat). Pihak inti umumnya merupakan perusahaan sarana produksi peternakan seperti DOC, pakan, obat, vitamin dan vaksin. Bisa juga dikatakan sebagai penyedia/pedagang/distributor sarana produksi peternakan (poultry shop-PS) yang bertanggung jawab dalam menyediakan sarana produksi peternakan dan menjamin pemasaran hasil produksi plasma. Sedangkan mitra bertanggung jawab sebagai pembudidaya usahaternak termasuk menyediakan kandang dan juga tenaga kerja serta biaya operasional selain sarana produksi yang disediakan inti.

(34)

Keunggulan pola kemitraan inti-mitra diantaranya : (i) terciptanya saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan. Usaha kecil sebagai mitra mendapatkan pinjaman modal, pembinaan teknologi dan manajemen, sarana produksi dan pengelolaan serta pemasaran hasil dari perusahaan inti. Perusahaan inti memperoleh standar mutu bahan baku industri yang lebih terjamin dan berkesinambungan; (ii) terciptanya peningkatan skala usaha. Usaha kecil mitra menjadi lebih ekonomis dan efisien karena adanya pembinaan dari perusahaan inti. Kemampuan pengusaha inti dari kawasan pasar perusahaan meningkat karena dapat mengembangkan komoditas sehingga barang produksi yang dihasilkan mempunyai keunggulan dan lebih mampu bersaing pada pasar yang lebih luas, baik pasar nasional, pasar regional maupun pasar internasional; (iii) mampu mendorong perkembangan ekonomi. Berkembangnya kemitraan inti mitra mendorong tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang. Kondisi tersebut menyebabkan kemitraan sebagai media pemerataan pembangunan dan mencegah kesenjangan sosial antar daerah.

Kelemahan pola inti-mitra diantaranya;(i) pihak mitra masih kurang memahami hak dan kewajibannya sehingga seringkali kesepakatan yang telah ditetapkan berjalan kurang lancar yang akan mengakibatkan kerugian disalah satu pihak; (ii) komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan oleh mitra; serta (iii) belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas mitra. Kemitraan usahaternak harus dibuat tertulis dalam bentuk perjanjian tertulis. Perjanjian tertulis tersebut paling sedikit memuat : (i) harga dasar sarana produksi dan/atau harga jual ternak serta produk hewan atau pembagian dalam bentuk natura (ternak); (ii) jaminan pemasaran; (iii) pembagian keuntungan dan risiko usaha; (iv) penetapan standar mutu sarana produksi, ternak dan produk hewan; dan (v) mekanisme pembayaran. Perusahaan ternak dalam melakukan kemitraan harus melaksanakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan alih teknologi kepada peternak. Begitupun sebaliknya peternak harus mengikuti pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan yang dilaksanakan perusahaan inti, serta menerapkan teknologi yang diberikan perusahaan inti. Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 6 Tahun 2013, tentang Pemberdayaan Peternak, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka pemberdayaan peternak paling sedikit meliputi: benih/bibit; pakan; alat dan mesin; budidaya; panen; dan pascapanen; pengolahan dan pemasaran hasil; kesehatan hewan; dan kesehatan masyarakat verteriner.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

(35)

yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi pada peternakan ayam ras pedaging. Obat-obatan dan vaksin menjadi faktor-faktor yang dapat mengurangi risiko. Sedangkan tenaga kerja yang kurang baik dapat menjadi sumber risiko pada produksi ayam ras pedaging.

Penelitian mengenai risiko produksi dan preferensi petani telah dilakukan oleh Edward dan Darren (2003), Villano et al. (2005), Fariyanti (2008), Fauziyah (2010) dan Rahayu (2011). Edward dan Darren (2003), meneliti mengenai apakah input yang digunakan mempunyai efek ganda antara risiko produksi dan teknikal inefisiensi. Penelitian ini menggunakan metode Just-Pope, selain itu juga menggunakan metode stokastik frontier untuk menjawab analisis dan MLE untuk melihat efek ganda. Hasilnya terlihat adanya risiko ketika tanaman kapas-semanggi tersebut tumbuh yang dianalisis dengan menggunakan model Just-Pope tetapi model stokastik frontier gagal untuk melihat efek ini. Peneliti menyarankan bahwa inefisiensi, bagian dari risiko produksi adalah komponen yang substansial dari sistem tanaman.

Fungsi Produksi rata-rata dan fungsi risiko yang dibangun Villano et al. (2005) dipengaruhi oleh faktor produksi luas lahan, pupuk, tenaga kerja, herbisida dan tahun dimana observasi dilakukan.Villano et al. (2005) menyatakan bahwa, risiko berpengaruh sebagai aturan yang penting dalam keputusan petani pada alokasi input dan penawaran. Penelitian ini memberikan bukti empirikal pada estimasi risiko produksi, preferensi risiko, dan teknikal inefisiensi. Heteroskedastisitas dan model stokastik frontier digunakan untuk mencocokan dan memberikan akomodasi mengenai preferensi risiko petani pada analisis risiko produksi. Hasilnya menunjukan bahwa teknikal inefisiensi berbahaya terlalu menekan lingkungan produksi dimana preferensi petani risk averse.

Penggunaan setiap input mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produksi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hubungannya antara pengambilan keputusan input dan risiko produksi ternyata penggunaan pestisida dalam produksi sebagai pengurang risiko (risk reducing effect) sedangkan input yang lain sebagai faktor yang menyebabkan risiko (risk inducing effect) dalam produksi (Just dan Pope 1979).

Fariyanti (2008) meneliti mengenai perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bogor. Dalam menganalisis risiko produksi pada usahatani kentang dan kubis, digunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH). Dimodelkan bahwa risiko produksi pada usahatani kentang dan kubis dipengaruhi oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input. Penggunaan input lahan, benih dan obat pada komoditas kentang merupakan faktor yang menimbulkan risiko. Sedangkan lahan dan obat pada komoditas kubis merupakan faktor yang menimbulkan risiko. Risiko harga pada penelitian tersebut menyebabkan penurunan tingkat produksi dan pendapatan usahatani.

(36)

penelitiannya menggunakan model fungsi produksi just and pope dan maksimisasi utilitas untuk menganalisis preferensi risiko. Dalam penelitiannya mengemukakan bahwa input benih dan pupuk organik merupakan faktor yang dapat memperbesar risiko, sedangkan pestisida organik dan tenaga kerja merupakan faktor yang dapat memperkecil risiko. Preferensi petani dalam penelitian ini dalam menghadapi risiko mayoritas adalah risk averse.

Guan dan Wu (2009) melakukan estimasi risiko produksi dan preferensi risiko petani dengan menggunakan model fungsi produksi Just Pope. Dimodelkan bahwa fungsi produksi dan fungsi risiko dibangun oleh faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida dan benih. Nilai AR petani oleh Guan dan Wu (2009) diasumsikan mempunyai hubungan linier dengan tingkat kesejahteraan petani (didekati dengan nilai kekayaan petani), umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam proses produksi dan jumlah subsidi yang diterima petani. Disimpulkan bahwa preferensi risiko petani dipengaruhi oleh status kesejahteraan, tingkat pendidikan, umur petani, subsidi yang diterima petani dan jumlah keluarga petani yang terlibat dalam usahatani. Serra et al. (2009) mengkaji mengenai perbedaan risiko dan preferensi risiko yang dihadapi oleh petani COP (Cereal, Oilsheed and Protein). Input yang digunakan dalam menganalisis fungsi produksi dan fungsi risiko adalah benih, pupuk, pestisida, air dan tenaga kerja. menyatakan bahwa secara statistik, tidak ada perbedaan antara preferensi risiko petani COP organik dan konvensional, karena kedua kelompok petani tersebut sama-sama bersifat risk averse. Dengan menggunakan nilai absolute risk aversion yang dikembangkan Arrow-Pratt, Kumbhakar dan Tsionas (2002) juga menyimpulkan bahwa semua petani salmon bersifat risk averse. Tingkat risk averse petani dapat disusun berdasarkan nilai AR yang dimiliki, sehingga semakin tinggi nilai AR petani berarti semakin tinggi sifat risk averse yang dimiliki petani tersebut dibandingkan dengan petani yang memiliki nilai AR yang rendah

(37)

Kerangka Konseptual Penelitian

Budidaya ayam broiler tidak sepenuhnya memberikan keuntungan maksimum bagi peternak. Hal tersebut terjadi karena adanya risiko dalam pelaksanaan usahaternak ayam broiler yang dilakukan oleh peternak di Kabupaten Bekasi. Risiko utama yang terjadi di Kabupaten Bekasi adalah risiko produksi dan risiko harga. Risiko produksi yang terjadi diindikasikan dengan adanya fluktuasi produksi ayam broiler di antara peternak yang ada didaerah tersebut. Sumber internal yang menyebabkan risiko produksi adalah karena adanya perbedaan penggunaan jumlah input pada masing-masing peternak. Sedangkan sumber eksternal yang menyebabkan adanya risiko produksi adalah pengaruh cuaca dan hama penyakit. Berdasarkan faktor-faktor produksi yang ada, dilakukan analisis risiko produksi dengan menggunakan model just dan pope. Analisis tersebut dilakukan dengan melakukan pendekatan terhadap fungsi produksi dan fungsi varians produksi. Hasil analisis akan digunakan memberikan gambaran risiko produksi yang dihadapi oleh peternak ayam broiler.

Selain risiko produksi, peternak ayam broiler juga mengalami risiko harga jual ayam broiler di Kabupaten Bekasi. Perubahan harga ayam broiler yang tidak stabil menyebabkan pendapatan yang diterima peternak ikut mengalami perubahan sehingga harga jual ayam broiler menjadi salah satu risiko yang harus diperhatikan peternak. Analisis risiko harga dilakukan untuk mengukur seberapa besar tingkat risiko harga yang dihadapi oleh peternak ayam broiler dalam proses penjualan hasil produksinya. Usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi menghasilkan tingkat produksi yang bersifat fluktuasi dari periode satu ke periode selanjutnya, sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa peternak ayam broiler yang ada berada pada daerah tersebut mengalami risiko produksi dan risiko harga. Adanya risiko harga dan risiko produksi menyebabkan preferensi peternak terhadap risiko berbeda-beda. Ada peternak yang cenderung menghindari risiko, ada juga peternak yang menyukai risiko bahkan ada peternak yang netral terhadap risiko. Preferensi peternak yang dihadapi risiko akan dinalisis menggunakan pendekatan maksimisasi utilitas.

Tahapan pemikiran operasional penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran maka dapat disusun hipotesis penelitian: 1. Penggunaan input seperti pakan, tenaga kerja dan kepadatan pada peternak

mandiri dan pakan, vaksin dan kepadatan pada peternak mitra yang digunakan bersifat memperbesar risiko produksi. Sedangkan vaksin, obat, tenaga kerja, arah kandang, pemanas dan sekam pada peternak mandiri dan obat dan tenaga kerja pada peternak mitra pada usahaternak ayam broiler bersifat memperkecil risiko produksi.

(38)

3. Preferensi risiko peternak akan mempengaruhi keputusan alokasi penggunaan input. Diduga sebagian besar preferensi risiko peternak terhadap penggunaan input adalah risk averse.

Usahaternak ayam broiler

Adanya Risiko Produksi Panen

Berfluktuasi

Berfluktuasinya Harga Jual Ayam Broiler di

Tingakt Produsen

Analisis Risiko Produksi dan Risiko Harga

Preferensi Peternak Terhadap Risiko

Kesimpulan

Saran Kebijakan Analisis Model Just

and Pope

Analisis Varians dan Koefisien Variasi Peternak

mandiri

Peternak mitra

(39)

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bekasi merupakan salah satu daerah yang memiliki tren positif (Tabel 2) dalam pertumbuhan produksi ayam broiler dan daerah potensial dengan perkembangan ternak ayam broiler yang relatif cukup besar di Kabupaten Bekasi serta mudah dijangkau. Selain itu akses untuk kepasar di daerah Kabupaten Bekasi ini relatif lebih mudah. Alasan lain pemilihan lokasi tersebut adalah karena selama ini belum ada penelitian mengenai analisis risiko produksi dan risiko harga pada peternakan di daerah tersebut tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Agustus 2015.

Metode Pengambilan Sampel

Menurut Graziano dan Raulin (1989), konsep penting dalam metode pengambilan sampel (sampling) adalah bahwa sampel harus bersifat mampu mewakili populasi (representativeness), hal ini nantinya akan berhubungan dengan kemampuan sampel untuk dilakukan generalisasi (generalizability). Dalam penelitian sampel yang digunakan adalah peternak berjumlah sebanyak 74 sampel peternak. Sampel terbagi menjadi 2, yaitu 35 peternak mandiri dan 39 peternak mitra. Untuk peternak mitra menggunakan metode purposive sampling dengan menggunakan daftar peternak yang bermitra dengan perusahaan. Namun untuk peternak mandiri karena populasi tidak tersedia, maka penentuan peternak dilakukan melalui metode snowballing berdasarkan peternak yang diwawancarai sebelumnya.

Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kerat lintang (cross section) baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, kedua data ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak peternakan, karyawan peternakan, pihak perusahaan (peternak besar) dan pihak yang terkait dengan usaha ternak ayam ras pedaging yang berada di daerah Kabupaten Bekasi. Data sekunder juga di dapat dari BPS, peternakan besar dan dinas-dinas terkait.

Model dan Analisis Data

(40)

Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi Just Pope. Model fungsi Just Pope digunakan untuk menganalisis pengaruh input terhadap risiko produksi yang dihadapi peternak. Dalam penelitian ini fungsi produksi dan fungsi risiko dalam model fungsi Just Pope dimodelkan berbentuk fungsi Cobb Douglas dan risiko harga di analisis dengan expected return, varian, standar deviasi dan koefisien variasi.

Analisis Pengaruh Input Terhadap Risiko Produksi

Untuk menganalisa risiko produksi yang dihadapi oleh peternak, menggunakan model fungsi Just dan Pope yang bisa menjelaskan bahwa produksi yang dihasilkan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor produksi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor risiko (Robison dan Barry 1987).

y = f(x,β) + u = f(x,β) + g(x,α)ε (3.1)

Dimana :

y = hasil yang dicapai f(x) = fungsi produksi rata-rata

g(x) = fungsi risiko atau fungsi varians x = input yang digunakan

= parameter fungsi produksi yang diestimasi α = parameter fungsi risiko yang diestimasi ε = error term dengan E(ε) = 0 dan var(ε) = σε2

Model fungsi Just Pope mensyaratkan bahwa tidak ada restriksi yang dilakukan pada efek risiko dengan menggunakan syarat bahwa ∂var(y)/∂xj =

∂g(x)2/∂x

j yang mempunyai kemungkinan bernilai ≤ 0, atau ≥ 0 yang

menunjukkan bahwa input tersebut bersifat risk increasing atau risk decreasing terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani (Guan dan Wu 2009).

Untuk menanalisis fungsi produksi dan fungsi risiko ayam broiler di asumsikan menggunakan model fungsi tipe Cobb-Douglas. Selanjutnya model Cobb-Douglas akan diregresikan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode analisis sebagai berikut:

Ln f (x) Mandiri= ln α 0 + α 1ln PKN+ α 2 ln VKN+ αln OBT + α4 ln TK

+ α5 DARH + α6 DPB + α 7 ln KPDT + α 8 ln SKM + ε (3.2)

Ln g(x) Mandiri = ln β 0+ β 1ln PKN+ β 2 ln VKN+ β 3 ln OBT + β 4 ln TK

+ β 5 DARH + β 6 DPB + β 7 ln KPDT + β 8 ln SKM + ε (3.3)

α 1, α 2, α 3, α 4, α 5, α 6,α 7 , α 8> 0; sedangkan β1 , β4, β7 > 0 ; β2, β3 , β5, β 6, β 8 <0

sedangkan untuk peternak mitra:

Ln f (x) Mitra= ln C0 + C1 ln PKN+ C2 ln VKN+ C3 ln OBT + C4 ln TK

(41)

Ln g(x) Mitra = ln D0 + D1 ln PKN+ D2 ln VKN+ D3 ln OBT + D4 ln TK

+ D5 ln KPDT+ ε (3.5)

C1, C2, C3, C4, C5> 0; sedangkan D1 ,D2,D5 > 0 ; D 3, D4 <0

Dimana:

f(x) = Fungsi Produksi ayam broiler (ekor/musim) g(x) = Fungsi Risiko (ekor/musim)

0;α0 = Intersep

C0; D0 = Intersep

i; αi = koefisien regresi (parameter yang ditaksir)

Ci; Di = koefisien regresi (parameter yang ditaksir)

ε = error term/disturbance error/ penggangu PKN = Pakan (kg/musim)

VKN = Vaksin (ml/musim) OBT = Obat-obatan (gr/musim) TK = Tenaga Kerja (HOK/musim).

DARH = Dummy Arah Kandang (1=Barat Timur; 0=Utara Selatan) DPB = Dummy Pemanas (1=Batubara; 0=Lainnya)

KPDT = Kepadatan (ekor/m2)

SKM = Sekam (kg/musim)

Pengujian model fungsi produksi dilakukan dengan metode kuadrat terkecil atau ordinary least square (OLS). Menurut Gujarati (2006a) terdapat kriteria dalam pengujian statistik berdasarkan metode OLS, yaitu:

1) Pengujian terhadap model penduga

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas atau faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ayam broiler. Uji statistik yang digunakan adalah uji F, yaitu

(3.6)

Dimana:

R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah koefisien model

n = Jumlah pengamatan atau sampel

Kriteria uji:

a. F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas secara bersamaan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

(42)

Untuk mengetahui seberapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh model dari variabel bebas yang telah dipilih, maka dihitung pula besarnya koefisien determinasi (R2). Dapat ditulikan sebagai berikut:

(3.7)

2) Pengujian pada masing-masing parameter regresi

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat. Uji statistik yang digunakan uji t, yaitu:

(3.8)

Dimana:

Ai = Koefisien regresi

se (ai) = Standar error dari koefisien regresi ke-ai

Kriteria uji:

a. thitung < ttabel (n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas yang digunakan secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

b. thitung > ttabel (n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas yang digunakan secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Apabila tidak menggunakan t-tabel, maka signifikansi variabel dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria sebagai berikut:

a) P-value < α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (produksi).

b) P-value > α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (produksi).

Estimasi fungsi risiko produksi yang dihadapi peternak dilakukan melalui tahap-tahap :

1. Meregresikan nilai y terhadap x sehingga diperoleh nilai residual ε.

2. Melakukan tahapan MNLS (Multi Stage Non-Linear Least Square) untuk menghindari terjadinya hubungan heteroskedastik nilai eror term dengan variabel input sehingga diperoleh estimasi risiko yang BLUE (Best Linear Unsblased Estimation) (Fufa 2002) dengan cara :

a) Meregresikan nilai mutlak residual, |ε| yang dihasilkan dari langkah (1) terhadap ln f(x) sehingga diperoleh parameter yang digunakan sebagai pembobot untuk fungsi mean f(x).

b) Nilai produktivitas y* = ln

ln � , dan f(x)* =

ln � ln � ,

(43)

3. Mengestimasi parameter fungsi risiko dengan meregresikan nilai ε* terhadap x menggunakan metode maximum likelihood menggunakan program SAS 9.1 dengan prosedur LIML.

Analisis Risiko Harga

Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan diantaranya adalah varians (variance), simpangan baku (standart deviation) dan koefisien variasi (coefficient variation) (Fariyanti et al. 2007). Untuk mengukur risiko harga tidak dilakukan pendugaan seperti pada risiko produksi. Risiko harga di ukur dengan mengukur nilai ekspektasi dan variance harga ayam broiler. Ekspektasi harga dan varian dihitung sebagai berikut (Robison dan Barry 1987) :

EXPHRG = pt HRGT + pr HRGR + pn HRGN (3.9)

Peluang adalah suatu kejadian pada kegiatan usaha yang dapat diukur berdasarkan pengalaman yang telah di alami pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya. Pada kondisi aktual mengukur peluang kejadian dapat dilakukan dengan melihat frekuensi dari masing-masing kejadian untuk periode waktu tertentu. Peluang adalah kuantifikasi ketidakpastian seseorang yang dinyatakan dalam bilangan antara 0-1. Untuk menggambarkan tingkat kepercayaan seseorang terhadap kejadian yang mungkin terjadi dari suatu kejadian yang tidak pasti.

VARHRG = pt [HRGT–EXPHRG]2 + pr [HRGR– EXPHRG]2

+ pn [HRGN – EXPHRG]2 (3.10)

Nilai varians berbanding lurus dengan nilai penyimpangan dan risiko. Semakin kecil nilai varians, maka semakin kecil penyimpangannya dan semakin kecil tingkat risiko yang dihadapinya dalam menjalankan usaha.

σ = σ2 (3.11)

Standar deviasi dapat di ukur dari akar kuadrat nilai variansnya. Secara matematis rumus menghitung standar deviasi dapat dilihat pada persamaan 3.11. Nilai yang ditunjukkan dari perhitungan standar deviasi memiliki arti yang sama dengan nilai variansn. Dimana semakin kecil nilai standar deviasi, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.

CV = σ

EXPHRG (3.12)

Gambar

Tabel 3. Harga jual ayam broiler salah satunya tercipta karena adanya kondisi
Gambar 3 . Hubungan Fungsi Kepuasan Dengan Pendapatan
Tabel 5. Karakteristik peternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi
Tabel 7. Harga rata-rata input dan output dari peternak mandiri dan peternak mitra
+3

Referensi

Dokumen terkait

Unit Pengelola Keuangan adalah salah satu gugus tugas yang dibentuk oleh BKM/LKM sebagai unit mandiri untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa regulasi tentang pertanahan yang saat ini berlaku pada Tanah Keraton Yogyakarta yaitu Peraturan Daerah Istimewa (Perdais)

Nilai rasio konversi pakan pada pemeliharaan ikan dengan penambahan bahan perekat tepung tapioka 5% yaitu sebesar 1,02 merupakan yang paling rendah dan berbanding

Guna memperoleh data yang mendukung hasil penelitian secara kuantitaif, maka dilakukan pengumpulan data kemampuan pembuktian matematika dengan instrumen tes uraian yang

Yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayahnya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Penggunaan Media Gambar untuk Meningkatkan

L : Lulus Sertifikasi Guru Kuota 2016, menunggu pengumuman penyerahan sertifikat Rektor/Ketua Rayon 106. TL UTN : Mengulang UTN (Agustus 2018) Universitas

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat peningkatan keterampilan guru, aktivitas dan hasil belajar PKn materi globalisasi setelah diterapkan model

(3) Dalam hal tingkat prestasi kerja tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengusaha dapat mengambil tindakan kepada pekerja yang bersangkutan sesuai