• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber dan Frekuensi Aplikasi Larutan Hara sebagai Pengganti AB Mix pada Budidaya Sayuran Daun secara Hidroponik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sumber dan Frekuensi Aplikasi Larutan Hara sebagai Pengganti AB Mix pada Budidaya Sayuran Daun secara Hidroponik"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

SUMBER DAN FREKUENSI APLIKASI LARUTAN

HARA SEBAGAI PENGGANTI AB MIX PADA BUDIDAYA

SAYURAN DAUN SECARA HIDROPONIK

FITA LITA RAMADIANI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sumber dan Frekuensi Aplikasi Larutan Hara sebagai Pengganti AB Mix pada Budidaya Sayuran Daun secara Hidroponik adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

2

ABSTRAK

FITA LITA RAMADIANI. Sumber dan Frekuensi Aplikasi Larutan Hara sebagai Pengganti AB Mix pada Budidaya Sayuran Daun secara Hidroponik. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi aplikasi dan jenis sumber hara pada pertumbuhan dan produksi kangkung (Ipomoea sp.), caisin (Brassica juncea), dan kailan (Brassica oleraceae Var. Acephala) secara hidroponik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor. Faktor pertama yaitu jenis sumber hara (AB Mix, NPK 15:15:15, dan NPK 12:14:12) dan faktor kedua frekuensi aplikasi (satu kali dan dua kali). Setiap perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Secara umum perlakuan NPK 15:15:15 menghasilkan tanaman yang tidak berbeda dengan AB Mix, sedangkan NPK 12:14:12 menghasilkan tanaman dengan kualitas yang paling rendah. Frekuensi aplikasi satu kali jenis hara yang terbaik yaitu NPK 15:15:15, sedangkan frekuensi aplikasi dua kali dengan jenis hara AB Mix.

Kata kunci: larutan hara, NPK 12:14:12, NPK 15:15:15

ABSTRACT

FITA LITA RAMADIANI. Sources and Frequency Applications as Substitute AB Nutrient Solution Mix on Leaf Vegetables in Hydroponics Cultivation. Supervised by ANAS D. SUSILA

The objective of this research to determinate the frequency and source of nutrient applications on growth and yield of kangkong (Ipomoea sp.), caisin (Brassica juncea), and kale (Brassica oleraceae Var Acephala) in hydroponics. The experiment were arranged in a RCBD (Randomized Completely Block Design) with two factors, first factor source of nutrient (AB Mix, NPK 15:15:15, and NPK 12:14:12), and second factor is method of application (one time and two time) with four replication so there are 24 experimental units. The result show NPK 15:15:15 have similar effect with AB Mix in kangkong, caisin, and kale.With one time frequency application, the best fertilizer source is NPK 15:15:15, while with two time application the best fertilizer is AB Mix.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SUMBER DAN FREKUENSI APLIKASI LARUTAN

HARA SEBAGAI PENGGANTI AB MIX PADA BUDIDAYA

SAYURAN DAUN SECARA HIDROPONIK

FITA LITA RAMADIANI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Sumber dan Frekuensi Aplikasi Larutan Hara sebagai Pengganti AB Mix pada Budidaya Sayuran Daun secara Hidroponik

Nama : Fita Lita Ramadiani NIM : A24090143

Disetujui oleh

Dr Ir Anas Dinurrohman Susila, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr. Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian Sumber dan Frekuensi Aplikasi Larutan Hara sebagai Pengganti AB Mix pada Budidaya Sayuran Daun secara Hidroponik dilaksanakan guna menemukan alternatif pengganti pupuk untuk hidroponik AB Mix yang lebih murah dan frekuensi aplikasi yang lebih efisien.Terima kasih penulis ucapkankepada Dr Ir Anas Dinurrohman, Msi.selaku pembimbing skripsi, Dr Dewi Sukma, SP Msi. dan Prof Dr Sobir, Msi. selaku dosen penguji, Dr Ir Memen Surahman, MSc. selaku pembimbing akademik, Pak Mamat , Pak Milin dan Staf University Farm yang telah membantu kelancaran penelitian penulis, teman- teman Socrates 46 dan Pondok Jaika B khususnya Dyan, Ragil, Echie, Ena, dan Selvi yang telah membantu dan memberi dukungan selama persiapan hingga skripsi ini selesai. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Sayuran Daun 3

Hidroponik 4

Unsur Nitrogen 4

Frekuensi Fertigasi 4

Larutan Hara 4

METODE 5

Bahan Penelitian 5

Peralatan Penelitian 5

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 6

Prosedur Percobaan 6

Pelaksanaan Penelitian 6

Pengamatan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 25

KESIMPULAN DAN SARAN 27

Kesimpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 30

(12)

2

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap tinggi tanaman kangkung 10 2 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap diameter batang

kangkung 10

3 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun kangkung 11 4 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kangkung 11 5 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot panen dan warna

daun kangkung 12

6 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun kangkung

periode II 13

7 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun kangkung

periode II 14

8 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kangkung II 15 9 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot/4

tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, dan bobot total

kangkung II 15

10 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang, bobot akar, panjang akar, warna daun kangkung II 16 11 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun caisin 17 12 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun caisin 17 13 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun caisin 18 14 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot total,

bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot layak pasar, dan bobot tidak

layak pasar caisin 19

15 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang, bobot akar, panjang akar, dan warna daun caisin 20 16 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadan lebar daun kailan 21 17 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun kailan 21 18 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kailan 22 19 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot/4

tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, dan bobot total

kailan. 22

20 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap

bobot/tanaman kailan 23

21 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot

layak pasar kailan 23

22 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot

tidak layak pasar kailan 23

23 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang, bobot akar, panjang akar, dan wana daun kailan 24 24 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi tanaman selama penanaman 9

2 Perbandingan tanaman kangkung periode I pada berbagai jenis

perlakuan 12

3 Perbandingan tanaman kangkung periode II pada berbagai jenis

perlakuan 14

4 Perbandingan tanaman caisin pada berbagai jenis perlakuan 18 5 Tanaman caisin layak pasar dan tidak layak pasar 19 6 Perbandingan tanaman kailan pada berbagai jenis perlakuan 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada kangkung periode I 30 2 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada caisin 31 3 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada kangkung periode II 32 4 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada kailan 33 5 Analisis usaha tani caisin varietas Tosakan dengan jenis hara AB Mix

luas greenhouse 1000 m2 34

6 Analisis usaha tani caisin varietas Tosakan dengan jenis hara NPK

15:15:15 luas greenhouse 1000 m2 35

7 Analisis usaha tani caisin varietas Tosakan dengan jenis hara NPK

12:14:12 luas greenhouse 1000 m2 36

8 Data suhu dan kelembaban rumah kaca periode bulan Maret-Mei 2013 37 9 Data konsentrasi untuk masing-masing jenis hara 37 10 Perhitungan penyetaraan konsentrasi N masing-masing jenis hara

dengan AB Mix (180 mg.l-1) 37

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayuran bermanfaat dalam peningkatan gizi karena mengandung vitamin, serat, dan mineral. Sayuran daun yang umum dikonsumsi masyarakat antara lain kangkung, caisin, dan kailan. Produksi sayuran nasional mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebesar 0.15% dari produksi sebelumnya pada tahun 2011, namun konsumsi perkapita hanya sebesar 47.3 kg masih jauh dari standar konsumsi yang direkomendasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu 73 kg per kapita per tahun (BPS 2013). Menurut Marwan (2008) peningkatan jumlah konsumsi harus diiringi dengan jumlah produksi untuk mengimbangi permintaan sayuran yang menuntut adanya pengadaan sayuran bermutu. Menurut Min dan Kubota (2008) petani mulai beralih kearah produksi sayuran berkualitas tinggi dan menghasilkan sayuran yang lebih aman yaitu dengan pengurangan penggunaan pestisida untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi. Petani tradisional menanam sayuran tersebut di lingkungan terbuka, akibatnya saat musim hujan banyak tanaman yang rusak terpukul air hujan dan terserang penyakit sedangkan saat musim kemarau, kualitasnya menurun karena bagian daun dimakan serangga. Oleh karena itu sebaiknya petani menggunakan metode yang lebih baik untuk budidaya sayuran agar serangan hama dan penyakit berkurang dan penggunaan pestisida dapat diminimalkan sehingga produksi sayuran meningkat dan lebih berkualitas.

Hidroponik merupakan salah satu alternatif budidaya untuk peningkatan kualitas sayuran yang dihasilkan. Menurut Resh (1999) budidaya hidroponik mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan budidaya ditanah, yaitu: hara tanaman lebih homogen dan dapat dikendalikan, tidak dibatasi oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah, tidak memerlukan pengolahan tanah, penggunaan pupuk lebih efisien, media tanam lebih permanen karena dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama, dan hama penyakit cenderung berkurang. Bagi masyarakat umum teknologi hidroponik ini dinilai terlalu mahal. Oleh sebab itu perlu adanya pengembangan dari teknologi hidroponik ini agar menjadi lebih mudah, murah, dan sederhana, serta masyarakat mampu menerapkannya dalam budidaya sayuran.

Penelitian Kusumawardhani dan Widodo (2003) dengan menggunakan pupuk majemuk yaitu NPK 20:20:20 dan NPK 8:10:13 dengan penyetaraan unsur N, memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan larutan hara AB Mix pada budidaya tomat secara hidroponik. Ditambahkan oleh Iqbal (2006) pada budidaya bayam dan Masriah (2006) pada budidaya kangkung secara hidroponik menggunakan pupuk majemuk NPK (20:20:20) dan NPK 16:20:0 menghasilkan tanaman yang lebih baik dibanding AB Mix.

(16)

2

cenderung mengalami pertumbuhan vegetatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui frekuensi aplikasi yang efisien dalam budidaya sayuran secara hidroponik. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah arang sekam. Arang sekam termasuk media yang memiliki kemampuan menahan air (water holding capacity) yang rendah. Oleh karena itu media arang sekam yang digunakan perlu diberi perlakuan fertigasi secara berkala.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pupuk majemuk cukup baik untuk tanaman sayuran yang ditanam secara hidroponik, namun harganya masih terlalu mahal untuk budidaya sayuran daun secara komersil. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan pupuk majemuk yang harganya lebih terjangkau. Percobaan ini akan diketahui pengaruh larutan hara dan frekuensi aplikasi sebagai alternatif pengganti larutan hara AB Mix pada budidaya caisin, kangkung, dan kailan secara hidroponik.

Perumusan Masalah

Kualitas sayuran daun pada budidaya secara konvensional saat ini mulai mengalami penurunan. Penggunaan teknologi hidroponik dapat meningkatkan kualitas sayuran yang dihasilkan. Bagi masyarakat umum teknologi hidroponik ini masih tebilang mahal, khususnya untuk biaya pemupukan. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mencari alternatif pengganti pupuk untuk hidroponik yaitu AB Mix agar teknologi hidroponik tersebut menjadi lebih murah. Hasil yang diharapkan yaitu terdapat salah satu pupuk yang dapat menjadi alternatif pengganti pupuk AB Mix.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber dan frekuensi aplikasi sebagai alternatif pengganti larutan hara AB Mix pada budidaya kangkung (Ipomoea sp.), caisin (Brassica juncea), dan kailan (Brassica oleraceae Var. Acephala) secara hidroponik.

Hipotesis

1. Pupuk majemuk NPK 15:15:15 dengan penyetaraan unsur N dapat digunakan sebagai alternatif pengganti larutan AB Mix pada budidaya caisin, kangkung, dan kailan secara hidroponik.

2. Pupuk majemuk NPK 12:14:12 dengan penyetaraan unsur N dapat digunakan sebagai alternatif pengganti larutan AB Mix pada budidaya caisin, kangkung, dan kailan secara hidroponik.

3. Terdapat frekuensi fertigasi terbaik untuk produksi kangkung, caisin, dan kailan secara hidroponik.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Sayuran Daun

Istilah sayuran menunjukkan sebagian atau seluruh bagian tanaman berupa tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh, segar atau dimasak (Wiliams et al. 1993). Sayuran daun merupakan jenis sayuran yang hanya dimanfaatkan daunnya. Bagian daun dari sayuran jenis ini mengandung zat gizi lebih tinggi dibandingkan bagian sayuran lainnya pada jenis tanaman yang sama, selain itu rasa yang lebih enak dan tekstur yang lebih lunak juga merupakan alasan sayuran ini hanya diambil bagian daunnya saja. Contoh jenis sayuran daun yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia yaitu kangkung, caisin, dan kailan.

1. Caisin ( Brassica chinensis var. parachinensis)

Caisin merupakan salah satu famili Cruciferae. Caisin cocok ditanam di dataran rendah. Tanaman tegap dan cepat tumbuh sesuai untuk kondisi tropika. Tanah harus memiliki drainase yang baik dengan pH 5.5-6.5. Batang caisin ramping dan hijau, berdaun lonjong, halus, berwarna putih kehijauan, dan tidak berkrop. Daun caisin lebar, memanjang, tipis, sedikit bergelombang, berwarna hijau terang, tulang daun utama melebar, rasanya segar dengan sedikit rasa pahit. Daerah yang cocok untuk pertumbuhan caisin adalah antara 500-1 200 mdpl dengan pH antara 6-7. Caisin dapat dipanen saat tanaman berumur 30-40 hari setelah transplanting (Tindall 1986).

2. Kangkung (Ipomoea sp.)

Kangkung termasuk dalam famili Convolvulaceae. Kangkung merupakan tanaman dengan pertumbuhan cepat yang memberikan hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Kangkung dapat ditanam di dataran tinggi hingga dataran rendah dekat pantai, pada berbagai kondisi tanah. Tanah lempung yang gembur sangat disenangi oleh kangkung. Kangkung darat memiliki daun yang panjang, berbentuk jantung pada pangkalnya dengan ujung yang runcing, warnanya hijau keputihan. Kangkung memiliki batang yang berongga. Akar adventif segera terbentuk pada buku batang jika menyentuh tanah. Suhu yang ideal untuk tanaman kangkung yaitu antara 25-30oC (Rubatzky dan Yamaguchi 1999).

3. Kailan (Brassica oleraceae Var. Acephala)

(18)

4

dataran rendah (Tindall 1986). Ketersediaan kandungan bahan organik didalam tanah diperlukan untuk pertumbuhan optimum kailan. Kailan dapat dipanen saat berumur 50-85 hari setelah transplanting.

Hidroponik

Hidroponik berasal dari kata Hydroponick. Kata tersebut merupakan gabungan dari dua kata, yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya bekerja. Hidroponik artinya pengerjaan air atau bekerja dengan air. Dalam perkembangannya hidroponik tidak berarti hanya bekerja dengan air saja melainkan dengan media lain selain tanah. Teknik hidroponik mampu menyediakan larutan nutrien sesuai dengan kebutuhan tanaman. Ditambahkan oleh Tindall (1986) keuntungan lain budidaya dengan sistem hidroponik diantaranya yaitu: nutrisi tanaman dapat dikontrol, hasil yang diperoleh per satuan luas lebih besar, dan pengendalian hama, penyakit, dan gulma dapat diminimalkan. Hidroponik memiliki kelemahan yaitu biaya dan ketelatenan yang tinggi.

Unsur Nitrogen

Menurut Arteca (2006) nitrogen merupakan salah satu unsur yang banyak diperlukan tanaman. Nitrogen diambil oleh tanaman dalam bentuk nitrat atau amonium. Nitrogen digunakan untuk pembentukan klorofil, asam amino, protein, dan DNA. Gejala defisiensi nitrogen dicirikan dengan pertumbuhan tanaman yang terhambat dan menguningnya daun atau disebut dengan klorosis. Klorosis dapat disebabkan oleh kerusakan klorofil akibat kekurangan mineral. Gejala dimulai pada daun yang lebih tua kemudian menyebar hingga daun termuda. Nitrogen larut dalam air dan sangat mobil. Menurut Subhan et al. (2009), nitrogen diperlukan untuk produksi protein, pertumbuhan daun, dan mendukung proses metabolisme seperti fotosintesis.

Frekuensi Fertigasi

Fertigasi merupakan pemberian air irigasi bersamaan dengan pemupukan. Secara umum lebih baik meningkatkan frekuensi penyiraman daripada meningkatkan jumlah air yang diberikan pada tanaman yang mendekati masa panen. Menurut Susila (2006), pada jumlah volume yang tetap semakin banyak frekuensi penyiraman tanaman akan cenderung mengalami pertumbuhan vegetatif. Menurut Thompson (2003), peningkatan frekuensi fertigasi tidak diikuti dengan peningkatan serapan unsur nitrogen pada budidaya brokoli dengan irigasi tetes. Fertigasi tetap dapat dijarangkan tanpa harus mengorbankan hasil dan kualitas panen atau menyebabkan kerugian N berlebihan. Menurut Scheiber dan Beeson (2006), tingkat asimilasi tanaman dalam fertigasi secara manual lebih rendah dibandingkan dengan sistem fertigasi terkontrol, namun tidak ada perbedaan dalam parameter pertumbuhannya.

Larutan Hara

(19)

satu atau lebih unsur esensial yang dapat diserap dan dibutuhkan oleh tanaman. Larutan hara memiliki tiga hal utama yang harus diperhatikan yaitu komposisi, pH dan EC. Derajat keasaman (pH) yang ideal untuk sayuran yaitu berkisar antara 5-6.5. Kepekatan larutan merupakan faktor lain yang mempengaruhi kualitas larutan nutrisi. Kepekatan larutan dapat diketahui dengan mengukur kemampuan larutan untuk menghantarkan listrik yang terkandung di dalam larutan ke akar tanaman menggunakan alat konduktivitas listrik (electrical conductivity, EC). Satuan pengukuran EC adalah milimhos per centimeter (mmhos.cm-1), milisiemens per centimeter (mS.cm-1) atau microsiemens per centimeter. Setiap tanaman membutuhkan kisaran EC yang berbeda-beda sesuai fase pertumbuhan. Semakin banyak unsur hara yang terkandung dalam larutan nutrisi maka akan semakin tinggi pula nilai EC, yang berarti bahwa kemampuan larutan hara tersebut untuk menghantarkan ion-ion listrik ke akar tanaman akan semakin tinggi. Electrical conductivity standar untuk sayuran daun yaitu berkisar antara 1.5-2 mS.cm-1 (Hermawan 2004). Secara umum nilai EC 4.6 adalah ambang batas EC larutan. varietas Walet, benih caisin varietas Tosakan, benih kailan varietas Nova, pupuk AB Mix, pupuk NPK 15:15:15, NPK 12:14:12, Carbofuran, Deltametrin, dan arang sekam. Larutan hara yang digunakan adalah AB Mix dengan stok A yang terdiri atas KNO3, Ca(No3)2, FeEDTA dan larutan hara stok B : KNO3. K2SO4,

KH2PO4, MgSO4, CuSo4, (NH4)2SO4, Na2HBO3, ZnSO4, dan Na2MoO4.

Komposisi hara yang digunakan adalah sebagai berikut (ppm) Ca++177, Mg++24, K+210, NH4++25, NO3-233 , SO4=113, PO4=60, Fe 2.14, B 1.2, Zn 0.26, Cu 0.048,

Mn 0.18, dan Mo 0.046.

Kandungan dalam NPK 15:15:15 yaitu 15% N, 15% P2O5, 15% K2O, 2%

MgO, 3% S. Kandungan unsur hara dalam NPK 12:14:12 yaitu 12% N, 14% P2O5,

12% K2O, 1% Mg dan dilengkapi dengan unsur mikro seperti Mn, B, Cu, Co, dan

Zn dalam jumlah kecil.

Peralatan Penelitian

(20)

6

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di greenhouse Unit Lapangan Cikabayan University Farm IPB, pada ketinggian 250 m dpl dengan titik koordinat 6oγγ’5.68” LS dan 106o4β’51.γγ” BT pada Maret sampai Mei 2013. Dilanjutkan dengan penghitungan bobot di Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Percobaan

Penelitian dilaksanakan secara terpisah untuk masing-masing komoditas. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama merupakan jenis larutan hara dengan tiga perlakuan yaitu:

P0 = Kontrol (AB Mix) dengan dosis 300 ml/polybag

P1 = Pupuk NPK 15:15:15 dengan penyetaraan unsur N dengan dosis 300 ml/polybag

P2 = Pupuk NPK 14:12:14 dengan penyetaraan unsur N dengan dosis 300 ml/polybag

Faktor kedua merupakan frekuensi aplikasi dengan dua perlakuan, yaitu: A1 = satu kali penyiraman (300 ml/polybag)

A2 =dua kali penyiraman pada pagi dan sore hari (masing-masing 150 ml/polybag)

Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 3 polybag, setiap polybag terdiri dari 4 tanaman, sehingga total tanaman yang ditanam sebanyak 288 untuk masing-masing komoditas. Pengamatan dipilih secara acak 3 tanaman contoh dalam setiap ulangan, total tanaman contoh sebanyak 72 tanaman untuk setiap komoditas yang ditanam.

Model matematika yang akan digunakan adalah: Yijk = µ + αi+ j+ (α ) ij+ k+ εij

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada jenis pupuk ke-i, frekuensi pemupukan ke –j,

dan kelompok ke-k

µ = Nilai rata-rata pengamatan αi = Pengaruh jenis pupuk ke-i

j = Pengaruh frekuensi pemupukan ke –j

(α ) ij = Pengaruh interaksi jenis pupuk ke-i dan frekuensi pemupukan ke-j k = Pengaruh kelompok ke-k

εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan kontrol ke-i ulangan ke-j. Apabila analisis ragam untuk perlakuan pemupukan dan frekuensi aplikasi menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda (Duncan Multiple Rang Test/DMRT)

Pelaksanaan Penelitian

(21)

untuk caisin dan kailan. Setelah berumur 2 sampai 3 minggu, bibit dipindahtanamkan pada polybag berukuran 40 cm x 40 cm dengan media tanam arang sekam. Masing-masing polybag ditanam dengan 4 tanaman. Polybag ditempatkan secara berkelompok sesuai perlakuan di dalam greenhouse. Penanaman kangkung dilakukan sebanyak dua kali. Setelah kangkung pertama selesai dipanen kemudian kangkung kedua ditanam. Penanaman kangkung periode kedua tidak dilakukan penyetaraan N, melainkan dengan melakukan penyetaraan EC yaitu 2 untuk semua perlakuan jenis hara. Setelah dilakukan penyetaraan EC=2 didapatkan konsentrasi untuk AB Mix, NPK 15:15:15, dan NPK 12:14:12 berturut-turut yaitu 9.6 g.l-1, 7.3 g.l-1, dan 15.45 g.l-1.

Penyiraman dan pemupukan untuk pupuk AB Mix, NPK 15:15:15, dan NPK 12:14:12 dilakukan secara bersamaan dengan sistem fertigasi manual. Larutan pupuk majemuk NPK 15:15:15 dan NPK 12:14:12 disetarakan kandungan N-nya dengan kandungan N pada larutan hara AB Mix 180 mg.l-1 N. Setelah disetarakan, didapatkan pupuk NPK 15:15:15 sebanyak 1.2 g.l-1 dan NPK 12:14:12 sebanyak 1.5 g.l-1. Pupuk AB Mix dilarutkan dalam kontainer A dan kontainer B dengan volume masing 90 liter. Sebanyak 250 ml masing-masing larutan stok diencerkan pada kontainer besar berukuran 100 liter. Perlakuan pertama diaplikasikan satu kali sehari sebanyak 300 ml sedangkan perlakuan kedua diaplikasikan dua kali yaitu pada pagi dan sore hari masing-masing 150 ml dengan menggunakan gelas ukur. Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian hama dan penyakit. Kangkung dapat dipanen pada umur 3-4 MST, caisin dan kailan dapat dipanen pada umur 4-5 MST.

Pengamatan

(22)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Benih kangkung, caisin, dan kailan disemai lebih dulu sebelum ditanam di dalam greenhouse. Bibit kangkung siap dipindah tanam setelah berumur 2 minggu, sedangkan caisin dan kailan setelah berumur 3 minggu. Kondisi kangkung, caisin, dan kailan pada awal penanaman tumbuh dengan normal tanpa gejala layu atau menguning. Kangkung ditanam sebanyak dua periode, periode pertama dengan disemai dahulu sedangkan periode kedua tanpa penyemaian. Seluruh tanaman yang ditanam tidak mengalami kematian hingga akhir percobaan.

Terdapat daun kangkung dan caisin yang mulai menguning pada 1 MST akibat defisiensi unsur hara yang terlihat dengan menguningnya daun teratas. Selain menguningnya daun, defisiensi hara tersebut juga berdampak pada kerdilnya ukuran tanaman kangkung, caisin, dan kailan. Gejala ini terjadi pada tanaman dengan perlakuan pupuk NPK 12:14:12. Hingga akhir penanaman, perlakuan NPK 12:14:12 menghasilkan tanaman yang memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan jenis hara AB Mix dan NPK 15:15:15. Helaian daun kangkung, caisin, dan kailan yang diberi larutan hara NPK 15:15:15 dan AB Mix memiliki kondisi yang sangat baik. Warna helaian daun kangkung, caisin dan kailan terlihat cerah dengan ukuran daun yang lebih lebar. Memasuki 3 MST pada caisin dan kailan mengalami layu tidak permanen pada siang hari .

Serangan hama mulai terjadi pada kangkung saat tanaman berumur 2 MST, sedangkan caisin dan kailan terserang saat berumur 3 MST. Hama yang menyerang selama penanaman yaitu belalang (Oxya chinensis) dan kutu kebul (Bemisia tabacii). Jumlah tanaman yang mendapat serangan hama hanya sebesar 3.8%. Pengendalian hama menggunakan pestisida dengan bahan aktif Deltametrin 2 ml.l-1. Aplikasi pestisida dilakukan dua kali selama masa tanam, yaitu pada 2 MST dan 3 MST. Panen kangkung periode pertama dan kedua dilakukan saat berumur 3 MST. Caisin dan kailan dipanen saat berumur 4 MST.

(23)

A B

C D

Gambar 1 kondisi tanaman selama penelitian: A) defisiensi unsur hara S B) layu tidak permanen C) terserang hama kutu kebul D) terserang hama belalang

Kangkung (Ipomoea reptans) periode I

Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Lampiran 1 diketahui bahwa perlakuan jenis hara berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST, diameter batang pada 2 dan 3 MST, lebar daun 1-3 MST, jumlah daun 2 dan 3 MST, bobot total, bobot/tanaman, bobot layak pasar, dan warna daun. Perlakuan frekuensi aplikasi memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 1 dan 2 MST, serta jumlah daun pada 3 MST. Tidak terdapat interaksi pada semua parameter pengamatan kangkung periode I.

Pertumbuhan

(24)

10

Tabel 1 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap tinggi tanaman kangkung I

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Berdasarkan data pada Tabel 2, diameter batang pada tiga jenis hara menunjukkan perbedaan nyata pada 2 dan 3 MST. Perlakuan hara AB Mix dan NPK 15:15:15 menghasilkan diameter batang yang lebih besar dibandingkan NPK 12:14:12. Perlakuan frekuensi aplikasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang kangkung.

Tabel 2 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap diameter batang kangkung I yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

(25)

Tabel 3 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun kangkung I yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Perlakuan tiga jenis hara berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 2 dan 3 MST berdasarkan Tabel 4. Jenis hara NPK 15:15:15 memiliki jumlah daun terbanyak dibandingkan jenis hara yang lain. Frekuensi aplikasi berpengaruh nyata pada 3 MST. Perlakuan frekuensi 2 kali aplikasi memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan frekuensi 1 kali aplikasi.

Tabel 4 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kangkung I

Perlakuan Jumlah daun (helai) yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Hasil Panen

(26)

12

lebih hijau dibandingkan dengan perlakuan lain. Perlakuan frekuensi aplikasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, bobot total, dan warna daun.

Gambar 2 Perbandingan tanaman kangkung pada berbagai jenis perlakuan: (P0A1) Hara AB Mix dengan frekuensi 1 kali (P0A2) Hara AB Mix dengan frekuensi 2 kali (P1A1) Hara NPK 15:15:15 dengan frekuensi 1 kali (P1A2) Hara NPK 15:15:15 dengan frekuensi 2 kali (P2A1) Hara NPK 12:14:12 dengan frekuensi 1 kali (P2A2) Hara NPK 12:14:12 dengan frekuensi 2 kali.

Tabel 5 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot/4 tanaman,bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, bobot total, dan warna daunkangkung I Perlakuan Bobot/tanaman

15:15:15 12.87a 41.05a 53.57a 69.59 123.16a 3.29a

(27)

Kangkung (Ipomoea reptans) periode II

Rekapitulasi sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa perlakuan jenis hara berpengaruh nyata terhadap lebar daun pada 1-3 MST, panjang daun pada 2 dan 3 MST, jumlah daun pada 1-3 MST, bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot total, bobot layak pasar, warna daun, bobot daun, bobot batang, bobot akar, dan panjang akar. Perlakuan frekuensi aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter pengamatan. Tidak terdapat interaksi antara jenis hara dan frekuensi aplikasi terhadap seluruh parameter pengamatan.

Pertumbuhan

Hara NPK 15:15:15 menghasilkan lebar daun dan jumlah daun terbesar dibandingkan AB Mix dan NPK 12:14:12 berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 8. Jenis hara NPK 15:15:15 menghasilkan lebar daun yang lebih besar dibandingkan AB Mix dan NPK 12:14:12 pada 2 dan 3 MST, sedangkan pada 1 MST tidak berbeda nyata antara ketiganya (Tabel 7).

Tabel 6 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun kangkung II

Perlakuan Lebar daun (cm)

1 MST 2 MST 3 MST

Hara

AB Mix 1.03b 1.44b 1.63b

NPK 15:15:15 1.20a 1.79a 2.18a

NPK 12:14:12 1.11ab 1.50b 1.73b

Uji F * ** **

Frekuensi

1 kali 1.09 1.58 1.86

2 kali 1.14 1.57 1.83

Uji F tn tn tn

Interaksi

Uji F tn tn tn

CV 10.93 12.30 11.28

(28)

14

Gambar 3 Perbandingan tanaman kangkung periode II pada berbagai jenis perlakuan: (P0A1) Hara AB Mix dengan frekuensi 1 kali (P0A2) Hara AB Mix dengan frekuensi 2 kali (P1A1) Hara NPK 15:15:15 dengan frekuensi 1 kali (P1A2) Hara NPK 15:15:15 dengan frekuensi 2 kali (P2A1) Hara NPK 12:14:12 dengan frekuensi 1 kali (P2A2) Hara NPK 12:14:12 dengan frekuensi 2 kali.

Tabel 7 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun kangkung II Perlakuan

Panjang daun (cm)

1 MST 2 MST 3 MST

Hara

AB Mix 5.73 7.68b 8.59b

NPK 15:15:15 6.08 8.49a 9.85a

NPK12:14:12 5.73 7.74b 8.53b

Uji F tn * *

Frekuensi

1 kali 5.83 8.01 9.11

2 kali 6.04 7.93 8.87

Uji F tn tn tn

Interaksi

Uji F tn tn tn

CV 7.02 7.87 10.76

(29)

Tabel 8 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kangkung II yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam

Hasil panen

Perlakuan jenis hara berpengaruh nyata terhadap bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot total, bobot layak pasar, bobot daun, bobot batang, bobot akar, panjang akar, dan warna daun yang ditunjukkan pada Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 9 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot/4

tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, dan bobot total

AB Mix 6.12b 22.58b 2.91b 64.83 67.74b

NPK 15:15:15 9.21a 33.64a 24.93a 76.03 100.96a

NPK 12:14:12 5.68b 22.16b 0.00b 66.51 66.51b

Uji F ** ** * tn ** yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

(30)

16

panjang akar dan warna hijau pada daun yang tidak berbeda dengan AB Mix, tetapi lebih tinggi dibandingkan NPK 12:14:12.

Tabel 10 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang, bobot akar, panjang akar, warna daun kangkung II

Perlakuan Bobot per tanaman (g) Panjang

akar (cm) Warna daun yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Caisin (Brassica juncea)

Berdasarkan sidik ragam pertumbuhan caisin pada Lampiran 3, perlakuan jenis hara tidak berpengaruh nyata terhadap panjang daun, lebar daun, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, bobot akar, dan warna daun saat panen. Jenis hara berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada 2-3 MST, jumlah daun pada 1, 3, dan 4 MST, bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot total, bobot daun, bobot batang, serta panjang akar berdasarkan Lampiran 2. Perlakuan frekuensi aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter pengamatan. Tidak terdapat interaksi antara jenis hara dan frekuensi aplikasi terhadap seluruh pengamatan. Pertumbuhan

(31)

Tabel 11 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun caisin yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Tabel 12 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun caisin

Perlakuan Panjang daun (cm) yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

(32)

18

Tabel 13 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun caisin

Perlakuan Jumlah daun (helai)

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST

Hara

AB Mix 4.46ab 6.08 7.33a 8.75a

NPK 15:15:15 4.75a 6.38 7.13a 8.33a

NPK 12:14:12 4.21b 5.92 6.50b 7.00b

Uji F * tn ** **

Frekuensi

1 kali 4.53 5.97 6.89 7.94

2 kali 4.42 6.28 7.08 8.11

Uji F tn tn tn tn

Interaksi

Uji F tn tn tn tn

CV 8.78 7.21 6.49 7.69

berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Hasil panen

Tabel 14 dan Tabel 15 menunjukkan bahwa perlakuan jenis hara memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot total, bobot daun, bobot batang, dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh terhadap bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, bobot akar, dan warna daun. Perlakuan hara NPK 15:15:15 menghasilkan bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot total, bobot daun, bobot batang, dan panjang akar yang tidak berbeda dengan AB Mix dan lebih tinggi dibandingkan hara NPK 12:14:12.

(33)

A B

Gambar 5 tanaman tidak layak pasar (A) dan tanaman layak pasar (B)

Gambar 5 menunjukkan tanaman caisin yang tidak layak pasar dan layak pasar. Gambar 5A terlihat bahwa caisin yang tidak layak pasar memiliki penampakan tanaman yang kerdil, daunnya mengerut, dan batang yang kurus. Berbeda dengan Gambar 5B yang menunjukkan caisin yang layak pasar. Caisin layak pasar terlihat memiliki penampakan yang segar dengan daun yang lebar dan berwarna hijau cerah.

(34)

20

Tabel 15 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang, bobot akar, panjang akar, dan warna daun caisin

Perlakuan Bobot per tanaman (g) Panjang akar

(cm) Warna daun yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Kailan (Brassica oleraceae Var. Acephala)

Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan kailan pada Lampiran 4, jenis hara berpengaruh nyata terhadap lebar daun pada 1-4 MST, panjang daun 1-4 MST, jumlah daun 1-4 MST, bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot total, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, bobot daun, bobot batang, dan panjang akar. Frekuensi aplikasi tidak berpengaruh terhadap seluruh parameter pengamatan panen. Terdapat interaksi antara jenis hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot/tanaman, bobot layak pasar, dan bobot tidak layak pasar.

Pertumbuhan

(35)

Tabel 16 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadan lebar daun kailan yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Tabel 17 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun kailan

(36)

22

Tabel 18 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kailan

Perlakuan Jumlah daun (helai) yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Hasil panen

Perlakuan jenis hara berpengaruh terhadap seluruh parameter pengamatan panen kecuali pada bobot akar dan warna daun. NPK 15:15:15 tidak berbeda nyata dengan AB Mix pada pengamatan bobot/tanaman, bobot daun, dan bobot akar, sedangkan NPK 12:14:12 pada pengamatan tersebut menjadi yang terendah. Tabel 19 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, dan bobot total yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

(37)

Warna daun pada perlakuan NPK 12:14:12 lebih hijau dibandingkan AB Mix dan NPK 15:15:15. Terdapat interaksi antara jenis hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, dan bobot daun. Tabel 20 menunjukkan bahwa pada frekuensi aplikasi satu kali jenis hara yang terbaik yaitu NPK 15:15:15, sedangkan frekuensi aplikasi dua kali jenis hara yang terbaik yaitu AB Mix. Berdasarkan Tabel 21 dan Tabel 22 pada frekuensi aplikasi satu kali maupun dua kali jenis hara yang terbaik yaitu AB Mix.

Tabel 20 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman kailan

Jenis hara Frekuensi aplikasi (kali)

1 2

AB Mix 17.18ab 22.85a

NPK 15:15:15 20.55a 17.63b

NPK 12:14:12 13.76b 15.05b

angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Tabel 21 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasiterhadap bobot layak pasar kailan

Jenis hara Frekuensi aplikasi (kali)

1 2

AB Mix 64.93a 71.93a

NPK 15:15:15 57.01a 30.12b

NPK 12:14:12 39.08b 40.89b

angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Tabel 22 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot tidak layak pasar kailan

Jenis hara Frekuensi aplikasi (kali)

1 2

AB Mix 0.97b 0.70b

NPK 15:15:15 4.03a 23.32a

NPK 12:14:12 7.60a 7.13b

angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

(38)

24

Tabel 23 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang, bobot akar, panjang akar, dan warna daun kailan

Perlakuan Bobot per tanaman (g) Panjang

akar (cm) Warna daun yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Tabel 24 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun kailan

Jenis hara Frekuensi aplikasi (kali)

1 2

AB Mix 12.43ab 16.57a

NPK 15:15:15 16.22a 13.75b

NPK 12:14:12 10.25b 11.43b

angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%

(39)

Pembahasan

Tanaman yang digunakan dalam penelitian yaitu kangkung varietas Walet, caisin varietas Tosakan, dan kailan varietas Nova. Pengamatan vegetatif dimulai sejak satu minggu setelah pindah tanam yang meliputi tinggi tanaman, diameter batang, lebar daun, panjang daun, dan jumlah daun. Secara umum penggunaan larutan hara NPK 15:15:15 menghasilkan pertumbuhan vegetatif tanaman yang tidak berbeda bahkan lebih baik dari hara AB Mix, namun hara NPK 12:`14:12 menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang paling rendah.

Pengamatan vegetatif kangkung periode I NPK 12:14:12 menghasilkan pertumbuhan vegetatif tanaman yang paling rendah diantara AB Mix dan NPK 15:15:15. Hal ini diduga karena NPK 12:14:12 hanya mengandung unsur hara makro N, P, K, dan Mg serta hara mikro yaitu Mn, B, Cu, Co, dan Zn. Jenis hara NPK 15:15:15 mengandung hara makro N, P, K, Mg, dan S.

Parameter pengamatan panen kangkung terdiri atas bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, bobot total, bobot daun, bobot batang, bobot akar, panjang akar, dan warna daun. Pada kangkung periode I, hara NPK 15:15:15 menghasilkan bobot total, bobot/4 tanaman, bobot/tanaman, dan bobot layak pasar yang lebih tinggi serta warna daun yang lebih hijau dibandingkan AB Mix dan NPK 12:14:12. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Izzati et al. (2006) yang menyatakan bahwa penggunaan pupuk majemuk tidak dapat menggantikan larutan hara AB Mix untuk budidaya selada secara hidroponik. Jenis larutan hara NPK 12:14:12 memiliki warna daun yang agak kekuning-kuningan. Hal ini diduga tanaman kangkung kekurangan unsur sulfur. Gejala-gejala tanaman yang kekurangan unsur sulfur menurut Munawar (2011) yaitu daun-daun muda berwarna kuning pucat, sementara daun-daun tua masih berwarna hijau. Hal ini dikarenakan dalam hara NPK 12:14:12 tidak mengandung unsur sulfur seperti NPK 15:15:15 dan AB Mix. Bobot tidak layak pasar yang dihasilkan diantara ketiga jenis hara tidak berbeda nyata. Bobot tidak layak pasar merupakan hasil panen kangkung yang tidak layak jual akibat terkena serangan hama dan kondisi tanaman yang kekuningan dan kerdil.

(40)

26

batas EC larutan. Bila nilai EC terlalu tinggi, maka efisiensi penyerapan unsur hara oleh akar akan turun.

Caisin dapat dipanen saat tanaman berumur 30-40 hari setelah transplanting. Kailan dapat dipanen saat berumur 50-85 hari setelah transplanting. Berdasarkan analisis usaha tani pada Lampiran 1, menunjukkan bahwa pada budidaya caisin secara hidroponik dengan luasan greenhouse 1000 m2 dengan menggunakana larutan hara AB Mix menghasilkan 140.48 kg caisin dengan biaya produksi Rp 2 707 190. Analisis usaha tani pada Lampiran 2 menunjukkan penggunaan larutan hara NPK 15:15:15 pada budidaya caisin secara hidroponik dengan luasan greenhouse 1000 m2 menghasilkan 133.39 kg caisin dengan biaya produksi Rp 2 216 630. Lampiran 3 menunjukkan analisis usaha tani caisin secara hidroponik dengan luasan greenhouse 1000 m2 menghasilkan 83.18 kg dengan biaya produksi mencapai Rp 2 872 690. Biaya produksi caisin secara hidroponik menggunakan hara NPK 15:15:15 lebih murah dibandingkan menggunakan AB Mix dan NPK 12:14:12. Walaupun total produksinya tidak berbeda nyata, namun biaya produksi yang dikeluarkan lebih rendah dengan menggunakan NPK 15:15:15 sehingga keuntungan yang didapat lebih tinggi dibandingkan menggunakan larutan hara AB Mix.

Keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan caisin dengan jenis hara AB Mix, NPK 15:15:15, dan NPK 12:14:12 berturut-turut yaitu Rp 802 810, Rp 1 118 370, dan -Rp 792 690 dengan R/C rasio sebesar 1.3, 1.5, dan 0.7. Keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan jenis hara NPK 15:15:15 lebih besar dibandingkan jenis hara lainnya, sedangkan penggunaan jenis hara NPK 12:14:12 mengalami kerugian sebesar Rp 792 690. Hal ini dikarenakan penggunaan jenis hara NPK 12:14:12 dengan total biaya produksi caisin yang besar tidak diiringi dengan peningkatan produksi caisin yang dihasilkan. Hal tersebut juga akan memiliki dampak yang sama dengan produksi kangkung dan kailan secara hidroponik. Selain secara ekonomis penggunaan jenis hara NPK 15:15:15 lebih murah, dari segi kemudahan pun NPK 15:15:15 lebih mudah didapatkan.

Parameter jumlah daun kailan 1 MST dan 3 MST, NPK 15:15:15 menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan AB Mix, sedangkan NPK 12:14:12 menghasilkan jumlah daun yang paling sedikit dari 1-4 MST. Penanaman kailan untuk tanah-tanah yang miskin hara, direkomendasikan menambahkan hara organik dan NPK 15:15:15 (Sagwansupyakorn 1994). Oleh karena itulah NPK 15:15:15 dapat menghasilkan kailan yang tidak berbeda nyata dengan AB Mix yang memiliki unsur hara lengkap untuk budidaya kailan secara hidroponik.

Jenis larutan hara NPK 15:15:15 menghasilkan jumlah daun terbanyak pada 2 MST, tetapi pada 4 MST NPK 15:15:15 menghasilkan jumlah daun yang paling sedikit. Hal ini disebabkan karena pada minggu keempat terjadi serangan hama kutu kebul

(

Bemisia tabacii). Kutu kebul (Bemisia tabacii) biasa menyerang tanaman kubis-kubisan. Gejala yang ditimbulkan yaitu daun menguning secara perlahan hampir keseluruh helaian hingga akhirnya daun menguning dan mati. Kutu kebul banyak ditemukan di greenhouse dan biasa menyerang tanaman kubis-kubisan (Capinera 2001).

(41)

hara AB Mix. Serangan hama tersebut juga berakibat pada tingginya bobot tidak layak pasar kailan jenis hara NPK 15:15:15 dibanding perlakuan jenis hara yang lain. Bobot/tanaman, bobot daun, dan bobot akar NPK 15:15:15 tidak berbeda dengan perlakuan AB Mix.

Perlakuan frekuensi aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter, baik pertumbuhan vegetatif maupun pengamatan panen. Frekuensi aplikasi berpengaruh nyata pada kangkung periode I parameter tinggi tanaman 1-2 MST. Menurut Thompson (2003), peningkatan frekuensi fertigasi tidak diikuti dengan peningkatan serapan unsur nitrogen pada budidaya brokoli dengan irigasi tetes. Fertigasi tetap dapat dijarangkan tanpa harus mengorbankan hasil dan kualitas panen. Tingkat asimilasi tanaman dalam fertigasi secara manual lebih rendah dibandingkan dengan sistem fertigasi terkontrol, namun tidak ada perbedaan dalam parameter pertumbuhannya (Scheiber dan Beeson 2006).

Jenis hara NPK 15:15:15 dan NPK 12:14:12 tidak berbeda nyata dengan AB Mix pada frekuensi aplikasi satu kali. Jenis hara NPK 15:15:15 dan NPK 12:14:12 berbeda nyata dengan AB Mix pada frekuensi aplikasi dua kali. Hal ini menunjukkan bahwa jenis hara AB Mix dengan frekuensi aplikasi dua kali menghasilkan bobot/tanaman dan bobot daun/tanaman yang lebih besar dibanding jenis hara lainnya. Jenis hara NPK 15:15:15 tidak berbeda nyata dengan AB Mix pada frekuensi aplikasi satu kali. Jenis hara NPK 15:15:15 dan NPK 12:14:12 berbeda nyata dengan AB Mix pada frekuensi aplikasi dua kali. Hal ini meunjukkan bahwa jenis hara NPK 15:15:15 dengan frekuensi aplikasi satu kali dan AB Mix dengan frekuensi aplikasi dua kali menghasilkan bobot layak pasar kailan yang lebih besar dibanding hara lainnya.

Walaupun hasil panen menunjukkan bahwa jenis hara NPK 15:15:15 dapat menggantikan AB Mix dalam budidaya kangkung, caisin, dan kailan secara hidroponik, namun bobot hasil hasil panen belum mencapai kriteria dari masing-masing varietas yang digunakan. Hal tersebut dikarenakan kurangnya frekuensi penyiraman sehingga kebutuhan tanaman akan air belum mencukupi untuk pertumbuhan tanaman. Disamping itu, penggunaan media arang sekam belum dapat menyimpan air dengan baik. Wijayanti dan Susila (2013) menyatakan bahwa penggunaan media tanam arang sekam 100% menghasilkan pertumbuhan tanaman tomat yang paling rendah. Penambahan kompos daun bambu pada media arang sekam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tomat secara hidroponik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(42)

28

Larutan hara NPK 15:15:15 dapat menggantikan larutan hara AB Mix pada budidaya caisin secara hidroponik. Tidak terdapat perbedaan antara frekuensi aplikasi satu kali dan dua kali terhadap tanaman caisin yang dihasilkan. Tidak terdapat interaksi antara jenis hara dan frekuensi aplikasi terhadap pertumbuhan dan produksi caisin.

Budidaya kailan secara hidroponik dapat menggunakan NPK 15:15:15 sebagai pengganti AB Mix. Frekuensi aplikasi satu kali jenis hara yang terbaik yaitu NPK 15:15:15, sedangkan frekuensi aplikasi dua kali jenis hara yang terbaik yaitu AB Mix.

Secara ekonomi, penggunaan pupuk majemuk NPK 15:15:15 lebih murah dengan produksi yang sama dengan AB Mix. Selain itu, dari segi kemudahan NPK 15:15:15 lebih mudah didapatkan dibandingkan AB Mix.

Saran

Budidaya sayuran daun menggunakan sistem hidroponik dapat menggunakan pupuk mejemuk NPK 15:15:15 sebagai pengganti AB Mix. Budidaya kailan secara hidroponik dengan frekuensi aplikasi satu kali sebaiknya menggunakan hara NPK 15:15:15, sedangkan frekuensi aplikasi dua kali menggunakan AB Mix.

DAFTAR PUSTAKA

Arteca RN. 2006. Introduction to Horticultural Science. Canada: Thomson Delmar Learning

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Indonesia.

Capinera JL. 2001. Handbook of Vegetable Pests. Orlando (US):Academic Press. Hermawan. 2004. Pengaruh Tingkat EC (Electrical Conductivity) terhadap Pertumbuhan Empat Varietas Selada pada Sistem Ebb dan Flow [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Iqbal M. 2006. Penggunaan Pupuk majemuk sebagai Sumber Hara pada Budidaya Bayam secara Hidroponik dengan Tiga cara Fertigasi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Izzati IR, Suketi K, Widodo WD. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada Budidaya Selada (Lactuca sativa L.) secara Hidroponik dengan Tiga Cara Fertigasi. Efendi D, Widodo WD, editor. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia; 2006 Nov 21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): PERHORTI.

Kusumawardhani A dan Widodo WD. 2003. Pemanfaatan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara Budidaya Tomat secara Hidroponik. Bul. Agron. 31 (1): 15-20.

(43)

Masriah N. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada Budidaya kangkung (Ipomoea reptans Poir) secara Hidroponik dengan Tiga cara Fertigasi [Skripsi]. Bogor. (ID): Institut Pertanian Bogor.

Min W, Kubota C. 2008. Effect of Electrical Conductivity of Hydroponic Nutrient Solution on Leaf Gas Exchange of Five Greenhouse Tomato Cultivars. HorTechnology. 18(2):271-277.

Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Pr. Noor Z. 2006. Pengaruh Frekuensi Penyiraman Nutrisi terhadap Produktivitas dan

Mutu Hasil Panen Paprika [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Permatasari H. 2001. Mempelajari Kinerja Sistem Irigasi pada Budidaya tanaman Pak Choy (Brassica chinensis L.) secara Hidroponik dengan Media Arang Sekam [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Resh HM. 1998. Hydroponic Food Production. Santa Barbara (US): Woodbridge Press Publ. Co.

Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia 3. Edisi ke-2. Herison C, penerjemah. Bandung (ID): ITB . Terjemahan dari: World Vegetables: Principles, production, and nutritive values.

Sagwansupyakorn C. 1994. Brassica oleracea L. Siemonsma JS, Pileuk K, editor. Bogor (ID):Plant Resources of South-East Asia No.8. PROSEA:Vegetable. Scheiber SM, Beeson RC. 2006. Petunia Growth and Maintenance in the Landscape as Influenced by Alternative Irrigation Strategies. HortScience. 41(1):40-48.

Subhan N, Nurtika, Gunadi N. 2009. Respons Tanaman Tomat terhadap Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 15-15-15 pada Tanah Latosol pada Musim Kemarau. J. Hort. 19(1):40-48.

Susila AD. 2006. Fertigasi pada Budidaya Tanaman Sayuran di dalam Greenhouse. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Thompson TL, White SA, Walworth J, Sower GJ. 2003. Fertigation Frequency for Subsurface Drip-Irrigated Broccoli. Soil Science Society of America Journal. 67(3):910-918.doi:10.2136/sssaj2003.9100.

Tindall HD. 1986. Vegetable in the Tropics. Hongkong (HK): ELBS Published. Wijayanti E, Susila AD. 2013. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Tomat

(Lycopersicon esculentum Mill.) secara Hidroponik dengan beberapa Komposisi Media Tanam. Bul. Agrohorti. 1(1):104-112.

(44)

30

LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada kangkung periode I

Peubah Umur

(45)

Lampiran 2 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada kangkung periode II

Peubah Umur

(MST)

Jenis hara

Frekuensi

aplikasi Interaksi KK (%)

Lebar daun 1 * tn tn 10.93

Panjang daun 1 tn tn tn 7.02

Jumlah daun 1 ** tn tn 13.13

Lebar daun 2 ** tn tn 12.30

Panjang daun 2 * tn tn 7.87

Jumlah daun 2 ** tn tn 7.48

Lebar daun 3 ** tn tn 11.28

Panjang daun 3 * tn tn 10.76

Jumlah daun 3 ** tn tn 5.71

Bobot daun ** tn tn 25.82

Bobot batang ** tn tn 14.28

Bobot akar ** tn tn 20.40

Panjang akar ** tn tn 11.86

Bobot total ** tn tn 18.52

Bobot/4 tanaman ** tn tn 18.51

Bobot/tanaman ** tn tn 19.59

Bobot layak pasar * tn tn 170.14

Bobot tidak layak pasar tn tn tn 17.90

Warna daun ** tn tn 9.13

(46)

32

Lampiran 3 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada caisin

(47)

Lampiran 4 Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada kailan

Peubah Umur

(MST)

Jenis hara

Frekuensi

aplikasi Interaksi KK (%)

Lebar daun 1 ** tn tn 7.99

Panjang daun 1 * tn tn 11.89

Jumlah daun 1 * tn tn 7.84

Lebar daun 2 ** tn tn 8.91

Panjang daun 2 ** tn tn 8.98

Jumlah daun 2 ** tn tn 6.12

Lebar daun 3 ** tn tn 1.06

Panjang daun 3 ** tn tn 9.51

Jumlah daun 3 ** tn tn 6.22

Lebar daun 4 ** tn tn 12.93

Panjang daun 4 ** tn tn 11.55

Jumlah daun 4 * tn tn 7.70

Bobot daun ** tn * 16.11

Bobot batang ** tn tn 20.26

Bobot akar tn tn tn 23.98

Panjang akar ** tn tn 11.18

Bobot total ** tn tn 15.78

Bobot/4 tanaman ** tn tn 15.78

Bobot/tanaman ** tn ** 13.13

Bobot layak pasar ** tn * 24.77

Bobot tidak layak pasar * tn * 101.54

Warna daun tn tn tn 4.77

(48)

34

Lampiran 5 Analisis usaha tani caisin varietas Tosakan dengan jenis hara AB Mix luas Greenhouse 1000 m2

No Uraian Satuan Harga satuan

(Rp) Total (Rp) Biaya Produksi Tetap

1 Sewa Greenhouse 1000 m2 1000 1 000 000

2 Benih Caisin Tosakan 117.6 g 400 47040

3 Nutrisi AB Mix 16800 g 32 537600

4 Insektisida 305 ml 250 76250

5 Media arang sekam 74 karung 6000 444000

6 Polybag 444 buah 200 88800

7 Cascing 83 kg 4000 332000

Jumlah 2 525 690

Biaya tenaga kerja

8 Sterilisasi rumah kaca 55 HKP 3300 181500

Jumlah 181500

9 Total biaya produksi 2 707 190

10 Biaya per ikat

(200gr/ikat) 3856

11 Produksi 140484,44

gram

12 Penjualan (200 gr/ikat) 702 ikat 5000 3510000

13 Keuntungan 802 810

14 R/C rasio 1.3

*Keterangan :

- harga benih kangkung Rp 60 per gram, dalam 1000 m2 dibutuhkan benih kangkung sebanyak 117.6 gram

(49)

Lampiran 6 Analisis usaha tani caisin varietas Tosakan dengan jenis hara NPK 15:15:15 luas Greenhouse 1000 m2

No Uraian Satuan Harga satuan

(Rp) Total (Rp) Biaya Produksi Tetap

1 Sewa Greenhouse 1000 m2 1000 1 000 000

2 Benih Caisin Tosakan 117.6 g 400 47040

3 NPK 15:15:15 13440 g 3.5 47040

4 Insektisida 305 ml 250 76250

5 Media arang sekam 74 karung 6000 444000

6 Polibag 444 buah 200 88800

7 cascing 83 kg 4000 332000

Jumlah 2 035 130

Biaya tenaga kerja

8 Sterilisasi rumah kaca 55 HKP 3300 181500

Jumlah 181500

9 Total biaya produksi 2 216 630

10 Biaya per ikat (200gr/ikat) 3323

11 Produksi 133 388.88

12 Penjualan (200 gr/ikat) 667 ikat 5000 3335000

13 Keuntungan 1 118 370

14 R/C rasio 1.5

*Keterangan :

- harga benih kangkung Rp 60 per gram, dalam 1000 m2 dibutuhkan benih kangkung sebanyak 117.6 gram

(50)

36

Lampiran 7 Analisis usaha tani caisin varietas Tosakan dengan jenis hara NPK 12:14:12 luas Greenhouse 1000 m2

No Uraian Satuan Harga

satuan

Total (Rupiah) Biaya Produksi Tetap

1 Sewa Greenhouse 1000 m2 1000 1 000 000

2 Benih Caisin Tosakan 117.6 g 400 47040

3 NPK 12:14:12 16800 g 52 873600

4 Insektisida 305 ml 250 76250

5 Media arang sekam 74 karung 6000 444000

6 Polibag 444 buah 200 88800

7 cascing 83 kg 4000 332000

Jumlah 2 861 690

Biaya tenaga kerja

8 Sterilisasi rumah kaca 55 3300 11000

Jumlah 11000

9 Total biaya produksi 2 872 690

10 Biaya per ikat (200gr/ikat) 6 905.505

11 Produksi 83 183.33

12 Penjualan (200 gr/ikat) 416 5000 2080000

13 Keuntungan -792 690

14 R/C rasio 0.7

*Keterangan :

- harga benih kangkung Rp 60 per gram, dalam 1000 m2 dibutuhkan benih kangkung sebanyak 117.6 gram

(51)

Lampiran 8 Data suhu dan kelembaban greenhouse periode Maret-Mei 2013

Lampiran 9 Data konsentrasi untuk masing-masing jenis hara Jenis hara

Lampiran 10 Perhitungan penyetaraan konsentrasi N masing-masing jenis hara dengan AB Mix (180 mg.l-1)

1. NPK 15:15:15

Hara NPK 15:15:15 mengandung 15% N, 15% P2O5, 15% K2O

Konsentrasi NPK 15:15:15 setelah disetarakan = 100/15x180 mg.l-1 = 1200 mg.l-1

= 1.2 g.l-1 2. NPK 12:14:12

Hara NPK 12:14:12 mengandung 12% N, 14% P2O5, 12% K2O

Konsentrasi NPK 15:15:15 setelah disetarakan = 100/12x180 mg.l-1 = 1500 mg.l-1

(52)

38

Lampiran 11 Perhitungan konsentrasi N setelah dilakukan penyetaraan EC=2 1. AB Mix

Konsentrasi awal stok AB Mix 12.5 g.l-1 Diambil sebanyak 0,77 liter dari larutan stok

Konsentrasi AB Mix setelah disetarakan EC = 12.5 g.l-1x0.77 l

= 9.6 g.l-1

2. NPK 15:15:15

Konsentrasi awal stok NPK 15:15:15 12 g.l-1 Diambil sebanyak 0.61 liter dari larutan stok

Konsentrasi NPK 15:15:15 setelah disetarakan EC = 12 g.l-1x0.61 l = 7.3 g.l-1 3. NPK 12:14:12

Konsentrasi awal stok NPK 12:14:12 1.5 g.l-1 Diambil sebanyak 1.03 liter dari larutan stok

Konsentrasi NPK 12:14:12 setelah disetarakan EC = 1.5 g.l-1x1.03 l

(53)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Amat dan Enita Herdiyani. Penulis lahir di kota Cirebon pada tanggal 6 April 1991. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Silih Asih II pada tahun 1997-2003. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh penulis pada tahun 2003-2006 di SMP Negeri 7 Kota Cirebon, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Kota Cirebon. Penulis diterima kuliah di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2009 melalui jalur UTMI (Ujian Talenta Mandiri IPB).

Gambar

Gambar 1 kondisi tanaman selama penelitian: A) defisiensi unsur hara S B) layu tidak
Tabel 1 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap tinggi tanaman kangkung I
Tabel 3 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun kangkung I
Gambar 2 Perbandingan tanaman kangkung pada berbagai jenis perlakuan: (P0A1) Hara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang dapat diidentifikasikan adalah besarnya produksi fisik, besarnya biaya produksi, harga jual serta besarnya penerimaan yang

Gisela Nina Sevani, dalam penelitiannya yang berjudul Aplikasi Reminder Pengobatan Pasien Berbasis SMS Gateway Aplikasi berbasis Web yang dibuat dengan MySQL sebagai media

Hasil pengujian pengaruh tidak langsung Variabel Makroekonomi BI Rate, Inflasi, dan Kurs Rupiah terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga DPK pada Bank Umum Syariah BUS dengan

Hasil menunjukkan ekstrak etanol daun bidara dapat diformulasikan menjadi sediaan gel antioksidan dengan variasi basis HPMC 3 dan 5%, dimana sediaannya memiliki sifat fisik

Sejalan dengan penelitian Syafitri, Hasanah (2014) menjelaskan bahwa dari kesepuluh keterampilan proses sains peserta didik (aspek mengajukan pertanyaan, menyusun

Dipilihnya PeGI sebagai framework/ kerangka kerja dalam menyusun strategi pengembang e-government LAPAN adalah karena PeGI merupakan kerangka kerja yang digunakan

Setelah terlaksana pengorganisasian maka fungsi manajemen selanjutnya adalah mengarahkan orang orang dalam organisasi sesuai peran masing masing untuk mencapai